Reaksi Kation Logam Dengan Oksin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Kimia Anorganik



REAKSI KATION LOGAM DENGAN OKSIN



AIDUL H031 17 1008



LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



LAPORAN PRAKTIKUM



REAKSI KATION LOGAM DENGAN OKSIN



Disusun dan diajukan oleh



AIDUL H031 17 1008



Laporan praktikum telah diperiksa dan disetujui oleh: Makassar, 26 Februari 2019 Asisten



Nia Kurnia H311 16 316



Praktikan



Aidul __ H031 17 1314



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Senyawa kompleks terjadi pengikatan antara ion logam pusat dan ligannya yang murni merupakan tarikan elektrostatik yang terjadi antara ion logam bermuatan positif dan muatan negatif dari ligan. Apabila ligan adalah suatu molekul netral, maka ujung negatif dari dipol tertarik ke arah ion positif pusat. Ligan bersifat basa lewis (donor pasangan elektron) dan atom pusat bersifat asam lewis (penerima pasangan elektron). Oleh karena unsur-unsur transisi dalam senyawanya sering bermuatan positif tinggi (lebih tinggi dari +1) dan menyediakan orbital d tidak penuh, maka unsur-unsur transisi mempunyai kecenderungan membuat banyak ikatan koordinasi di sekelilingnya membentuk senyawa kompleks (Sugiyarto, 2012). Banyak ion anorganik dapat diendapkan dengan reagensia organik tertentu yang disebut “pengendap organik”. Sejumlah reagensia ini berguna, tidak hanya untuk pemisahan lewat pengendapan, tetapi juga lewat ekstraksi pelarut. Kebanyakan pengendap organik, bersenyawa dengan kation untuk membentuk cincin kelat (chelete) (Day dan Underwood, 2002). Pembentukan senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dilakukan dengan mencampurkan CuSO4.5H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol, kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetik stirer, disaring, dicuci dan dikeringkan dalam desikator. Hasil yang diperoleh berupa endapan senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin berwarna hijau kekuningan (Agustina dkk., 2013). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilakukanlah percobaan mengenai reaksi kation logam dengan oksin.



1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Maksud dalam percobaan ini adalah untuk mempelajari dan memahami reaksi kation logam dengan oksin. 1.2.2 Tujuan Percobaan Tujuan dalam percobaan ini adalah untuk menentukan kadar logam Cu (tembaga) dengan menggunakan pereaksi oksin. 1.3 Prinsip Percobaan Prinsip dalam percobaan ini adalah menentukan kadar logam Cu (tembaga) dengan menggunakan pereaksi oksin dengan cara penmbahan CH3COONa 0,1 M dan CH3COOH 0,1 M hingga pH 6, penambahan larutan oksin 2%, pemanasan, penyaringan, pengenceran, penambahan KBr dan indikator MO, titrasi dengan larutan KBrO3 0,1015 N, penambahan larutan KI 10%, dan titrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1497 N dengan menggunakan indikator amilum hingga terjadi perubahan warna.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Menurut Ferreiro dkk. (1988), penggolongan analitis 8-hydroxyquinolin (C9H6NOH) diperoleh dari Riedel de Hahn, Hannover, federal Republik Jerman. Memiliki berat molekul 145,16 g/mol, titik leleh 76 oC, titik didih 266,6 oC, dan kelarutan air sekitar 4 mmol/liter. Oksin mengalami disosiasi seperti persamaan reaksi berikut:



K1



OH



N H



+ H+ N OH



K2



+ H+



N OH



N O



Dimana pK1 = 5,0 dan pK2 = 9,85. Konsentrasi dari oksin dalam larutan dapar diukur menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan kurva standar. Semua pengukuran dibuat dalam larutan dengan pH 12,5 dengan NaOH. 8-hidroksikuinolin (HOx, oksida) adalah senyawa yang bersifat amfoter. Senyawa ini larut dalam larutan alkali sebagai ion oksinat dan dalam larutan asam sebagai kation oksinium. Oksin larut dalam CHCl3, C6H6, CCl4, etanol, aseton, dan pelarut organik lainnya. Struktur dari senyawa 8-hidroksikuinolin (Oksin) dapat dilihat pada gambar berikut (Marczenko dan Balcerzak, 2000).



N OH Gambar 1. Struktur oksin. Menurut Matolcsy dkk. (1988), salah satu turunan dari kuinolin adalah 8-hidroksikuinolin (oksin) yang merupakan fungisida pertama dengan sifatnya sistematis akan tetapi tidak ditemukan penggunaannya secara meluas. Oksin merupakan zat kristal putih, sedikit larut dalam air akan tetapi garam oksin mudah larut dalam alkali dan asam. Oksin merupakan zat beracun tingkat sedang, efek akut oral LD50 yaitu (rat) 1000 mg/kg. Penyusunan 8-Hidroksikuinolin telah lama dikenal. Dasar persiapan adalah Skraup Sintesis, yang pada dasarnya melibatkan dalam reaksi amina aromatik primer dengan senyawa karbonil tak jenuh dan oksidasi senyawa siklik dibentuk menjadi derivatif kuinolin. Dengan demikian, kuinolin dapat diperoleh dari anilin dan akrolein menurut skema reaksi pada persamaan berikut: H



O



+



H



H2 O N



NH2



H



Tembaga adalah logam yang berwarna merah mudah dan lunak sehingga mudah ditempa. Tembaga melebur pada suhu 1038 0C karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu 2+). Tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer meskipun dengan adanya oksigen, tembaga bis a larut hanya sedikit. Asam nitrat dalam suasana pekat yaitu 8 M dengan mudah dapat



melarutan tembaga, asam sulfat pekat panas dan air raja juga mampu melarutkan tembaga. Terdapat dua deret tembaga, yaitu ion tembaga(I) dan ion tembaga(II). Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I) oksida Cu2O yang berwarna merah dan mengandung ion tembaga(I) Cu+. Senyawa-senyawa ini umumnya tidak berwarna dan garamnya tidak larut dalam air tetapi mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO yang berwarna hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, dan larutan. Warna ini benar benar khas hanya untuk ion tetraakuokuprat(II) saja. Batas terlihatnya warna ion kompleks tetraakuokuprat(II) yaitu terlihat warna ion tembaga(II) dalam larutan air adalah 500 µg dalam batas konsentrasi 1 dalam 104. Garam tembaga(II) anhidrat seperti tembaga(II) sulfat anhidrat (CuSO4) berwarna putih atau sedikit kuning dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo (Svehla, 1990). Senyawa ionik terbentuk dari kation (ion positif) dan anion (ion negatif). Pengeculian terhadap ion ammonium, NH4+, semua kation diturunkan dari atom logam. Kation logam mengambil namanya dari nama unsurnya. . Sebagai contoh Na + (kation natrium), K+ (kation kalium), Mg2+ (kation magnesium), Al3+ (kation aluminium). Logam-logam tertentu, khususnya logam transisi dapat membentuk lebih dari satu jenis kation, contohnya adalah besi. Ketika larutan dari garam Cd, Zn, Ni, atau Mg direaksikan dengan larutan oksin dalam kloroform pada pH tertentu, logam ini akan membentuk ML2 kelat. Akan tetapi dalam beberapa menit, senyawasenyawa ini akan menjadi hidrat dan mengendap keluar dari fase kloroform. Namun, beberapa kelat dapat terbentuk dalam fasa organik, jika ditambahkan lebih ligan, seperti piridin, 1,10-fenantrolin, alkilamina, atau kelebihan oksin, atau dengan pelarut koordinasi seperti MIBK atau amil alkohol (Ueno dkk., 1992).



BAB III METODE PERCOBAAN



3.1 Bahan Percobaan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan KI 10%, CH3COONa 0,1 M, CH3COOH 0,1 M, HCl 4 M, HCl 2 M, oksin 2% dalam alkohol, padatan KBr, larutan KBrO3 0,1015 N, larutan Na2S2O3 0,1497 N, indikator metil orange 0,1%, larutan amilum 1%, kertas saring whatman No. 42, CuSO4.5H2O 0,1 N, alluminium foil, pH universal, dan akuades. 3.2 Alat Percobaan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu ukur 50 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 200 mL, gelas kimia 20 mL, pipet volume 20 mL, labu erlenmeyer 250 mL, gelas ukur 25 mL, labu ukur 25 mL, bulb, pipet tetes, buret 50 mL, statif, corong, hot plate, batang pengaduk, sendok tanduk, sikat tabung, dan neraca analitik. 3.3 Prosedur Percobaan 3.4.1 Pembuatan Larutan Buffer Asetat pH 6 1 mL larutan asam asetat dicampurkan dengan 17,5 mL larutan natrium asetat Dihomogenkan. Diukur pH larutan dengan kertas pH universal. 3.4.2 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N Dipipet 25 mL larutan KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer, kemudian diasamkan dengan HCl 4 N sebanyak 10 mL dan direaksikan dengan larutan KI 10% sebanyak 10 mL. Larutan dititar dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator amilum hingga tidak berwarna.



3.4.3 Penentuan Kadar Cu dalam CuSO4.5H2O dengan Pereaksi Oksin Sebanyak 20 mL larutan logam tembaga 0,0125 N dipipet ke dalam gelas kimia 250 mL. Lalu, ditambahkan larutan buffer yang telah dibuat ke dalam larutan logam tembaga. Selanjutnya, tetes demi tetes larutan oksin 2% dalam alkohol ditambahkan ke dalam larutan tersebut hingga terbentuk endapan hijau kekuningan. Dipanaskan beberapa menit pada suhu 60-70 oC, Lalu disaring dengan menggunakan kertas saring whatman No. 42. Selanjutnya, endapan dicuci dengan air panas untuk menghilangkan sisa-sisa larutan induk. Endapan dilarutkan dengan 25 mL HCl 4 M panas. Lalu, ditambahkan 0,5 gram KBr sebagai katalisator dan 3 tetes indikator metil orange sebelum dititrasi dengan larutan baku KBrO 3. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan baku KBrO3 0,1015 N hingga terbentuk warna kuning muda dan dicatat volume titran yang dipakai. Setelah dititrasi, larutan diencerkan dengan menggunakan larutan HCl 2 M sebanyak 14 mL, kemudian segera ditutup dengan alluminium foil dan disimpan di tempat tertutup kurang lebih 2 menit. Kemudian, ditambahkan 10 mL larutan KI 10% dan akhirnya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1497 N. Setelah mendekati titik akhir titrasi, indikator amilum ditambahkan beberapa tetes kemudian dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 0,1497 N sampai titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi kuning bening. Dicatat keseluruhan volume Na2S2O3 yang digunakan.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil dan Pengamatan 1. Perubahan warna Larutan Cu ditambahkan larutan CH3COONa



: Biru bening



dan CH3COOH Ditambahkan pereaksi oksin



: Hijau kekuningan



Warna endapan yang terbentuk



: Kuning



Endapan ditambahkan dengan larutan HCl panas



: Kuning



Ditambahkan KBr



: Kuning



Ditambahkan KBr dan indikator Metil Orange



: Merah jingga



Dititrasi dengan KBrO3



: Kuning muda



Ditambahkan larutan HCl



: Kuning



Ditambahkan larutan KI 10 %



: Cokelat



Ditambahkan amilum



: Kuning



Dititrasi Na2S2O3



:



Kuning muda



2. Pengendapan dengan pereaksi oksin terjadi pada pH



:6



3. KBrO3 0,1015 N yang digunakan sebanyak



: 2,10 mL = 0,0021 L



4. Na2S2O3 0,1497 N yang digunakan sebanyak



: 16,30 mL = 0,0163 L



4.2 Reaksi 4.2.1 Reaksi Cu2+ dengan 8-Hidroksikuinolin



O



N Cu2+ +



+ 2H+



Cu



N



N



O



OH



4.2.2 Reaksi Pelarutan Kompleks Cu(8-Hidroksikuinolin)2 dengan HCl



N



2



+ HCl



O



+ CuCl2



Cu



N N



O



OH



4.2.3 Reaksi KBrO3 dengan KBr dalam HCl (Titrasi Bromatometri) KBrO3 + 5KBr + 6HCl



6KCl + 3Br2 + 3H2O



4.2.4 Reaksi Brominasi terhadap 8-Hidroksikuinolin Br 2HBr



2Br2 Br



N



N OH



OH



4.2.5 Reaksi kompleks Bromida(8-Hidroksikuinolin) dengan HCl Br 2Cl-



2HCl Br



N OH



N OH



4.2.6 Reaksi Bromin dengan Kalium Iodida Br2 + 2KI



I2 + 2KBr



Br2



4.2.7 Reaksi Iodin dengan Natrium Tiosulfat (Titrasi Iodometri) 2I- + S4O62- + 4Na+



I2 + 2Na2S2O3



4.3 Perhitungan 4.3.1 Pembuatan Larutan Buffer pH 6 pH = - log [H+] 6 = - log [10-6] [H+] = Ka



[CH3COOH] [CH3COONa]



[CH3COOH] [CH3COONa] =



10-6 1,76.10-5



[CH3COOH] 1 [CH3COONa] = 17,5



Jadi, perbandingan volume CH3COOH dan CH3COONa adalah 1:10.



4.3.2 Standarisasi Na2S2O3 0,1N VKIO3 × NKIO3 = Vtio × Ntio 25 mL × 0,1 N = 16,7 mL × Ntio



Ntio =



25mL x 0,1 N 16,7 mL



Ntio = 0,1497 N 4.3.3 Penentuan Kadar Cu dengan Pereaksi Oksin a. Massa KBrO3 V = 2,1 mL



= 0,0021 L



N



= 0,1015 N



m (gram)



= BE x V x N



=



Mr xVxN Valensi



=



167 g/mol x 0,0021 L x 0,1015 N 1



= 0,0356 gram b. Massa Na2S2O3 V = 16,3 mL = 0,0163 L N



= 0,1497 N



m (gram)



= BE x V x N =



Mr xVxN Valensi 158 g/mol



=1



x 0,0163 L x 0,1497 N



= 0,3855 gram c. Penentuan kadar Cu ME Cu =



Ar Cu 2



=



63,546 2



= 31,773 g Cu2+ (g) = (m Na2S2O3–m KBrO3) x ME Cu = (0,3855 g - 0,0356 g) x 31,773 g = 11,1174 g % Cu



=



massa Cu2+ x 100 % massa Cu



=



11,1174 x 100 % = 44,47 % 25



4.4 Pembahasan



Pada percobaan reaksi kation dengan oksin dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar logam Cu dengan reagen oksin. Buffer asam asetat untuk membuat larutan mendekati pH netral ditambahkan pada masing-masing larutan tembaga sehingga pH menjadi 6, sehingga mengakibatkan endapan yang didapatkan maksimal. Pada keadaan ini, titrasi baik untuk dilakukan karena perubahan warna yang terjadi akan sangat jelas. Selain itu, kation-kation cenderung berkopresipitasi pada pH tinggi. Ketika pH menjadi 6, maka ditambahkan tetes demi tetes larutan oksin 2% dalam etanol sambil diaduk hingga terbentuk endapan berwarna kuning. Endapan yang terbentuk pada masing-masing gelas pereaksi merupakan senyawa kompleks antara logam Cu dengan oksin. Dimana oksin adalah senyawa yang berfungsi untuk mengendapkan larutan logam, pengadukan juga merupakan salah satu faktor yang mempercepat terbentuknya endapan. Selanjutnya dipanaskan beberapa menit hingga mencapai suhu 60-70oC. Pemanasan berfungsi untuk menguapkan alkohol yang ada pada oksin dan untuk menghilangkan zat yang mudah menguap yang terdapat pada endapan. Larutan dinetralkan pada pH 6 bertujuan untuk mengendapkan senyawa kompleks dalam larutan. Endapan dan larutan yang telah dipanaskan kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan endapan dari filtratnya. Endapan yang telah didapatkan kemudian dicuci menggunakan air panas untuk menghilangkan sisa-sisa cairan induk dan komponen-komponen pengotor endapan. Kemudian endapan dilarutkan dengan HCl 4 M panas. Endapan tersebut dapat larut karena kompleks oksin-logam terurai akibat penambahan asam kuat dan pH larutan akan menurun. Endapan yang telah dilarutkan ditambahkan dengan KBr 0,5 g dan indikator MO, dimana indikator ditambahkan untuk menandai larutan pada titik akhir akhir tercapai dengan



perubahan warna pada larutan dari merah menjadi kuning muda. Penambahan KBr untuk membantu agar reaksi dapat berjalan cepat ketika dititrasi dengan KBrO 3 0,1015 N. Titrasi yang dilakukan pada tahap ini adalah titrasi bromatometri. Salah satu produk yang dihasilkan ketika titrasi berakhir yaitu, Br 2. Br2 yang dihasilkan berperan dalam proses brominasi oksin. Pada titik akhir titrasi terbentuk kembali endapan, hal ini terjadi karena endapan kurang lama pada saat dipanaskan pada suhu 60-70 oC sehingga dalam endapan masih mengandung kontaminan dari larutan induk atau pelarut oksin sehingga endapan terbentuk kembali dan penambahan HCl 4 N yang kurang membuat endapan terbentuk kembali. Setelah dititrasi, larutan kembali diencerkan dengan menambahkan HCl 2 N agar larutan kembali ke suasana asam. Penambahan asam ini bertujuan agar larutan tetap dalam suasana asam sehingga pada saat dititrasi dengan larutan tiosulfat, ion tiosulfat tidak teroksidasi menjadi ion sulfat. Setelah itu, larutan dibiarkan dalam keadaan tertutup selama kurang lebih 5 menit agar larutan tidak terkontaminasi dengan zat dan udara luar. Kemudian ditambahkan larutan KI 10%. Untuk menghindari oksidasi atau iod terlepas ke udara, larutan dibiarkan dalam keadaan tertutup di tempat gelap. Penambahan KI secara berlebihan pada larutan bertujuan mereduksi analit dan melarutkan I2 hasil reaksi. Kemudian dititrasi kembali dengan larutan baku Na2S2O3 dengan indikator amilum. Titrasi yang berlangsung pada tahap ini adalah titrasi iodometri. Pada titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai indikator yang berfungsi untuk menunjukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning muda menjadi warna larutan semula. Setelah itu dititrasi kembali dengan larutan baku Na2S2O3 0,1497 N hingga berubah warna menjadi kuning bening. Pada percobaan ini titrasi dilakukan senyak dua kali yang



pertama dengan menggunakan KBrO3 dan Na2S2O3. Sebanyak 2,1 mL KBrO3 dan 16,3 mL Na2S2O3 yang dibutuhkan saat titrasi. Berdasakan volume KBrO 3 dan Na2S2O3 yang digunakan pada saat titrasi dihitunglah kadar Cu dalam sampel. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar Cu sebesar 44,47%.



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Kadar kation logam Cu dalam larutan menggunakan oksin adalah 44,47%. 5.2 Saran 5.2.1 Saran untuk Percobaan Sebaiknya sudah dipastikan semua bahan bahan yang digunakan bersih dari kontaminan dan alat-alat dalam keadaan siap pakai. Tetap memakai semua peralatan safety dalam lab demi menjaga keamanan saat melakukan praktikum. 5.2.2 Saran untuk Laboratorium Sebaiknya alat-alat praktikum lebih diperhatikan, apakah ada yang rusak atau tidak, karena apabila ada alat yang rusak lalu digunakan, itu akan mengganggu jalannya praktikum serta melengkapi bahan serta alat yang tidak ada sehingga praktikum berjalan dengan lancar.



DAFTAR PUSTAKA .



Agustina, L., Suhartana dan Sriatun, 2013, Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Cu(II)-8-Hidroksikuinolin dan Co(II)-8-Hidroksikuinolin, Jurnal Kimia, 1(1): 150-155. Andaka, G., 2008, Penurunan Kadar Tembaga pada Limbah Cair Industri Kerajinan Perak dengan Presipitasi Menggunakan Natrium Hidroksida, Jurnal Teknologi, 1(2): 127-134. Day, R.A. dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta. Ferreiro E.A., Bussetti, S.G.D. dan Helmy, A.K., 1988, Sorption of 8-Hydroxyquinoline by Some Clays and Oxides, Clays and Clays Minerals, 36(1): 61-67. Marczenko, Z. dan Balcerzak, M., 2000, Analytical Spectroscopy Library, Elsevier Science B.V., Amsterdam. Matolcsy, G., Nadasy, M. dan Andriska, V., 1988, Pesticide Chemistry, Elsevier Science Publishing Co., New York. Sugiyarto, K.H. dan Suyanti, R.D., 2010, Kimia Anorganik Logam, Graha Ilmu, Yogyakarta. Warra, A.A., 2011, Transision Metal Complexes and Their Application in Drugs and Cosmetics-A Review, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 3(4): 951-958.



Lampiran 1. Bagan Kerja



1. Pembuatan Buffer Asetat pH 6 CH3COOH 0,1 M - Dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL sebanyak 1 mL. - Ditambahkan 17,5 mL CH3COONa 0,1 M, dihomogenkn. - Diukur pH larutan buffer dengan kertas pH universal. Buffer fosfat pH 6



2. Standarisasi Na2S2O3 dan KBrO3 Na2S2O3 0,1497 N



-



Dimasukkan ke buret 50 mL dengan



corong. -



Dipipet sebanyak 25 mL larutan KIO3 lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.



-



Ditambahkan HCl 4 N dan larutan KI 10% masing-masing 10 mL.



-



Dititar dengan Na2S2O3 0,1497 N hingga berubah warna menjadi kuning muda.



-



Ditambahkan amilum sebanyak 3 tetes, lalu dititrasi kembali menggunakan Na2S2O3 0,1497 N hingga larutan tidak berwarna.



Hasil



-



3. Penentuan Kadar Cu dalam Sampel CuSO4.5H2O 0,1 N -



Dipipet 25 mL ke dalam gelas kimia 250 mL.



-



Ditambahkan beberapa tetes buffer asetat pH 6, dihomogenkan.



-



Ditambahkan setetes demi setetes larutan oksin 2% dalam alkohol sambil diaduk hingga terbentuk endapan.



Filtrat



-



Dipanaskan beberapa menit hingga suhu 80 oC.



-



Disaring.



Endapan - Dicuci dengan air panas. - Dilarutkan dalam 25 mL HCl 4 N panas. Filtrat - Ditambahkan 0,5 gram KBr dan beberapa tetes indikator MO. - Dititrasi dengan larutan KBrO3 0,1015 N hingga terbentuk warna kuning muda, dicatat volume titran. Hasil titrasi - Diencerkan dengan 14 mL HCl 2 N. - Ditambahkan 5 mL larutan KI 10%. - Didiamkan dalam keadaan tertutup selama 2 menit. - Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 0,1497 N dengan menggunakan indikator amilum hingga terbentuk warna kuning muda, dicatat volume titran. Hasil



Lampiran 2. Foto Percobaan



Larutan Cu setelah setelah penambahan oksin.



Pelarutan endapan.



Penyaringan endapan.



Setelah dititrasi.



(



(Day dan Underwood, 2002).



(Sugiyarto dan Suyanti, 2012)



(