Refarat Tarsal Tunnel Syndrome [PDF]

  • Author / Uploaded
  • zulfa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Pendahuluan



Tarsal tunnel syndrome merupakan sebuah keadaan yang disebabkan karena adanya kompresi pada nervus tibialis atau yang berhubungan dengan percabangannya yang melewati bagian bawah dari flexor retinaculum pada pergelangan kaki atau di bagian distalnya. Terowongan tarsal berbatasan dengan tibia pada bagian anterior dan pada bagian lateral berbatasan dengan talus dan calcaneus. Terowongan ditutupi oleh ligament tebal yang disebut flexor retinakulum yang berfungsi untuk melindungi dan memelihara struktur yang melewati terowongan tersebut. Tarsal tunnel syndrome dapat disamakan dengan carpal tunnel syndrome yaitu yang terjadi pada pergelangan tangan. Pada tahun 1962, Keck dan Lam pertama kali mendiskripsikan syndrome ini dan terapinya.



Tarsal tunnel syndrome disebabkan oleh beraneka segi kompresi yang menimbulkan neuropathy dengan bermanifestasi sebagai rasa nyeri dan paresthesi yang meluas dari bagian distal dalam pergelangan kaki dan terkadang sampai dengan bagian proximal. Dalam menegakkan tanda-tanda dan gejala dari tarsal tunnel syndrome, maka hal ini didasarkan dari berbagai macam penyebab, yang dikelompok-kelompokkan berdasarkan ekstrinsik dan intrinsik atau faktor-faktor ketegangan. Sebab-sebab ekstrinsik dapat menyebabkan terjadinya tarsal tunnel syndrome. Sebagai contoh trauma eksternal yang dapat disebabkan karena crush injury, stretch injury, fraktur, dislokasi dari ankle dan hindfoot, dan severe ankle sprains. Penyebab lokal misalnya penyebab intrinsik seperti neuropathy. Contoh termasuk spaceoccupying masses, tumor-tumor lokal, bony prominences, dan pleksus dari vena pada tarsal canal. Nerve tension disebabkan dari valgus foot yang identik dengan gejala terkompresinya saraf circumferential.1



1



BAB II DAFTAR PUSTAKA



2.1. Definisi Tarsal tunnel syndrome adalah kelainan pada kaki yang disebabkan kompressi dari nervus tibialis atau percabanganya yang melewati sebelah bawah flexor retinaculum setinggi pergelangan kaki atau lebih kedistal. penekanan dapat berasal dari deformitas, inflamasi selubung saraf, tumor dan cedera saraf, kompresi saraf berhubungan dengan sinyal yang dihantarkan sehingga menyebabkan nyeri dan gejala neuropati lain di kaki. Sindrom Tarsal tunnel adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang menghasilkan gejala sepanjang jalur saraf. Tarsal tunnel syndrome mirip dengan carpal tunnel syndrome, yang terjadi dipergelangan tangan. Kedua gangguan timbul dari kompresi saraf dalam ruang tertutup 2.2. Anatomi dan Fisiologi a.



Nervus Tibialis Nervus tibialis berasal dari bagian anterior dari plexus sacralis. Yang keluar melalui



region posterior dari paha dan kaki, dan cabang-cabangnya masuk kedalam bagian medial dan lateral dari nevus plantaris. Inervasi dari nervus tibialis ke kulit adalah menuju bagian betis dan permukaan plantar dari kaki. Inervasi nervus tibialis ke otot terdapat paling banyak ke daerah posterior dari paha dan otot-otot kaki dan beberapa pada otot-otot intrinsik dari kaki.7



2



b.



Tarsal Tunnel Struktur dari tarsal tunnel pada kaki terdapat di antara tulang-tulang kaki dan jaringan



fibrosa. Flexor retinaculum (ligament laciniate) merupakan atap dari tarsal tunnel dan terdiri dari fascia yang dalam dan deep transversa dari angkle. Bagian batas proximal dan inferior dari tunnel berbatasan dengan bagian inferior dan superior flexor retinaculum. Batas bawah dari tunnel berhubungan dengan bagian superior dari tulang calcaneus, bagian medial dari talus dan distal-medial dari tibia. Sisanya dari fibroosseus kanal membentuk dari tibiocalcaneal tunnel. Tendon dari flexor hallucis longus muscle, flexor digitorum longus muscle, tibialis posterior muscle, posterior tibial nerve, dan posterior tibial artery melewati dari tarsal tunnel.7 Bagian posterior dari saraf tibia berada diantara otot tibialis posterior dan otot flexor digitorum longus pada region proximal dari kaki dan melewati antara otot flexor digitorum longus dan flexor hallucis longus pada bagian distal dari region dari kaki. Saraf tibia melewati bagian belakang dari medial malleolus dan melewati tarsal tunnel dan kemudian membagi menjadi bercabang-cabang ke dalam cutaneus articular dan cabang-cabang vascular. Persarafan utama dari saraf tibialis posterior mempersarafi calcaneal, medial plantar, dan cabang-cabang saraf dari lateral plantar. Saraf medial plantar superior mempersarafi otot abductor hallucis longus dan bagian lateralnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu saraf medial dari kaki, dan saraf medial plantar cutaneous dari hallux. Saraf lateral plantar berjalan langsung melalui bagian tengah dari otot abductor hallucis, di mana kemudian membagi ke dalam percabangan-percabangan.7



3



Inervasi dari percabangan dari saraf tibialis posterior:7 1. Percabangan calcaneal - Aspek medial dan posterior dari tumit 2. Percabangan media plantar – percabangan cutaneous dari aspek plantar medial dari kaki, percabangan motorik dari otot abductor hallucis dan flexor digitorum brevis, dan percabangan talonavicular dan calcaneonavicular joints. 3. Percabangan lateral plantar – percabangan motorik dari otot abductor digiti quinti dan quadrates plantae, saraf cutaneos ke jari ke V, percabangan-percabangan tersebut berhubungan ke saraf bagian jari IV, percabangan motorik ke lumbricalis: kedua, ketiga, dan keempat dari percabangan interosei ke bagian atas dari transversa dari adductor hallucis dan otot pertama dari interosseous space.



2.3. Etiologi Penyebab Tarsal Tunnel Syndrome dapat diklasifikasikan menjadi penyebab intrinsik, ekstrinsik, ataupun kombinasi dari keduanya. Dalam review literatur terbaru, diperkirakan bahwa sekitar 80% kasus, penyebab spesifik terjadinya Tarsal Tunnel Syndrome dapat diidentifikasi.3,6-7 a.



Faktor Intrinsik



Adapun Faktor intrinsik meliputi: osteofit, hipertrofi retinaculum, tendonopathy, space occupaying lesion seperti pembesaran vena, ganglia, lipoma, tumor dan neuroma.3,6-7 Perdarahan sekunder akibat trauma dapat menyebabkan perlengketan dan fibrosis peri-neural. insufisiensi arteri dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan menimbulkan gejala sensorik. Terowongan fibro-osseus memiliki beberapa septa fibrosa yang dalam yang menyatu dengan periosteum disekitarnya. Dan berkas neurovaskular sering melekat pada septa tersebut, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya traksi ringan pada pergerakan kaki.3 b.



Faktor Extrinsik



Penyebab ekstrinsik meliputi: trauma langsung, penggunaan kaki secara konstriktif, varus atau valgus hindfoot, edema pada ekstremitas bawah (kehamilan, kongesti vena), systemic inflammatory arthropathy, diabetes and skar bekas operasi.3,6-7 Sindroma jebakan pada cabang pertama dari N. plantar lateral (N. Baxter) yang diperparah dengan cara berjalan dengan posisi kaki supinasi.3



4



2.4. Patofisiologi Sindrom tarsal tunnel adalah kompresi neuropathy dari nervus tibial pada tarsal canal. Tarsal canal terdiri dari flexor retinaculum, dimana berada posterior dan distal dari maleolus medial. Gejala dari kompresi dan tension neuropathy adalah mirip; akan tetapi, perbedaan dari kondisi ini tidaklah semudah dengan mengidentifikasi gejalanya saja. Pada akhir-akhir ini, kompresi dan tension neuropathy merupakan gejala yang terdapat bersama-sama. Fenomena double-crush yang dipublikasikan oleh Upton dan McComas pada tahun 1973. Dengan hipotesanya adalah: kerusakan lokal pada saraf pada satu sisi sepanjang saraf tersebut dapat cukup merusak dari seluruh fungsi dari sel saraf (axonal flow), dimana sel saraf menjadi lebih mudah terkena trauma kompresi pada bagian distal. Jaringan saraf mempunyai tanggung jawab dalam menyalurkan sinyal afferent dan efferent sepanjang saraf tersebut dan mereka juga mempunyai tanggung jawab dalam penyaluran nutrisi,dimana secara esensial untuk optimalnya fungsi. Pergerakan dari nutrisi intraselular melewati beberapa tipe dari sitoplasma pada sel saraf yang dinamakan axoplasma (sitoplasma dari Akson). Axoplasma bergerak bebas sepanjang dari keseluruhan panjangnya saraf. Jika aliran dari axoplasma (axoplasmic flow) terhalangi, maka jaringan saraf di bagian distal mengalami penurunan dari nutrisi dan mudah mengalami injury sebagai akibat dari penekanan tersebut.7 Upton dan McComas menemukan (75%) dari pasien-pasien yang mengalami lesi saraf perifer, kenyataannya didapatkan adanya lesi sekunder. Penulis menyetujui bahwa dengan adanya lesi-lesi tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala pada pasien. Lesi-lesi tersebut telah dipelajari pada beberapa kasus yang sama sebagai kerusakan dari flexus brachialis dengan meningkatnya insiden dari carpal tunnel neuropathy. Contoh yang dapat disamakan sebagai double crush phenomenon yang terjadi pada kaki sebagai akibat kompresi dari cabang nervus S1, yang dihubungkan dengan compression neuropathy pada kanal tarsal.7



2.5. Diagnosis Diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti dan rinci serta pemeriksaan klinis.3,6 Modalitas pencitraan dan studi elektrofisiologi digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menunjang diagnois dan sebagai informasi tambahan untuk rencana terapi.3 a.



Gejala Klinis Manifestasi awal dan paling khas dari tarsal tunnel syndrome (TTS) adalah iritasi saraf



perifer yaitu, paresthesia atau sensasi terbakar di daerah yang dipersarafi oleh N. tibialis cabang distal.3,5,9 Hal ini juga dapat mengenai N. Plantar media dan N. Plantar Lateral serta cabang 5



dari calcaneus, yang berfungsi dalam innervasi sensorik ke area tumit. Jika hanya mengenai salah satu N.plantaris, maka disebut dengan tarsal tunnel syndrome distal.9 Berjalan atau berdiri yang terlalu lama sering memperburuk gejala. Dysesthesia sering timbul pada malam hari sehingga dapat mengganggu tidur pasien.3,5,9 Gejala juga dapat diperburuk oleh eversi paksa dan dorsofleksi pada kaki. Nyeri juga dapat menjalar ke paha, namun hal ini jarang terjadi. Jika gambaran klinis didominasi oleh rasa nyeri dari iritasi saraf tanpa disertai oleh adanya defisit neurologis konsisten, maka hal ini termasuk dalam bentuk "algetic" dari tarsal tunnel syndrome.9 Seiring dengan meningkatnya derajat kerusakan saraf, defisit neurologis yang secara konsisten juga akan terdeteksi jauh setelah munculnya fenomenasi iritasi subyektif. Derajat hilangnya sensorik



harus dibatasi berdasarkan wilayah saraf yang terkena. Kelemahan



merupakan fenomena akhir yang ditemukan, awalnya di area abduktor dan diikuti pada area fleksor kaki, dan selanjutnya akan ditemukan atrofi otot. Gangguan trofik seperti kurang berkeringat juga merupakan manifestasi akhir.9



b.



Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan fisik pada pasien yang diduga menderita tarsal tunnel syndrome dimulai



dengan penilaian dari hindfoot pada saat pasien berdiri, apakah simetris atau



terdapat



deformitas. Secara biomekanikal, terdapatnya valgus hindfoot akan menyebabkan N.Tibialis menjadi tegang. Atau, terdapatnya varu hindfoot dapat menyebabkan kompresi pada N. Tibialis. Selanjutnya, dalam posisi duduk, palpasi terowongan tarsal untuk menilai adanya tanda-tanda inflamasi dan untuk menilai adanya massa.1 1.



Tes Tinel, dorsofleksi-eversi dan tes Valleix dapat meningkatkan sensitivitas dan



spesifisitas dari pemeriksaan fisik. Tes Tinel, yaitu dengan melakukan penekanan berulang kali pada daerah yang lembut untuk menginduksi gejala nyeri dan / atau hypoesthesia.1.3,6 Tes Tinel dilaporkan memiliki sensitivitas 92%, spesifisitas 100% dan nilai prediksi positif 85%.6



6



2.



Uji dorsofleksi-eversi, kaki berada pada posisi dorsofleksi, selanjutnya dilakukan eversi



kemudian ditahan selama 10-15 detik. Tes dinyatakan positif apabila gejala Tarsal Tunnel Syndrome muncul.1,3,6 Kinoshita et al. Menjelaskan bahwa sensitivitas dan spesifisitas tes dorsofleksi-eversi pada 37 pasien dengan TTS terhadap 50 kontrol. Tes dorsofleksi-eversi memiliki sensitivitas 97% dengan 43/44 TTS pasien positif dan spesifisitas 100% dengan jumlah 0/50 pasien kontrol.6



3.



Pemeriksaan sensorik



Perubahan sensorik terbatas pada distribusi salah satu cabang terminal dari saraf tibialis posterior (medial dan saraf plantar lateral atau cabang kalkanealis). Dorsum pedis tidak akan terpengaruh kecuali falang distal dari jari-jari kaki.3



c.



Radiologi Selain pemeriksaan fisik, modalitas diagnostik lainnya yang dapat digunakan untuk



menunjang diagnosis Tarsal Tunnel Syndrome yaitu



X-ray, MRI, Magnetic Resonance



Neurography (MRN), USG (US) dan studi elektro diagnostik seperti electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS).6 1.



Plain X-Ray pergelangan kaki, berfungsi dalam menunjukkan kelainan struktural



seperti varus / valgus hindfoot, tarsal coalition, osteofit ataupun bukti trauma sebelumnya.1,3,67



7



2.



Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi



etiologi tarsal tunnel syndrome pada setiap pasien. Dalam satu penelitian terbaru, sekitar 85% pasien TTS memiliki gambaran MRI yang abnormal. Dan sebagian besar disebabkan oleh tenosinovitis, selain itu juga terdapat varises, ganglion, lipoma, hemangioma, dan neurofibrosarcoma.1,3,6-7 3.



USG diagnostik sering digunakan untuk mendeteksi ganglia, varises, lipoma,



tenosinovitis dan koalisi talocalcaneal.6,11



Gambar a : Tarsal tunnel syndrome pada pasien dengan tenosinovitis tendon fleksor hallucis



longus. Gambar transversal 12-5 MHz di pergelangan kaki posteromedial



menunjukkan perpindahan dan kompresi saraf tibialis (panah) oleh selubung (tanda bintang) pada tendon fleksor hallucis longus (fhl).



8



Gambar b : gambar skematik yang menggambarkan hubungan selubung bengkok fleksor hallucis longus dengan struktur dalam tarsal tunnel syndrome, termasuk saraf tibialis (panah), tibialis posterior (tp) dan tendon fleksor digitorum longus (fd).



Gambar b : Tarsal tunnel syndrome pada pasien dengan kista ganglion tibiotalar. gambar transversal 12-5 MHz dari pergelangan kaki posteromedial menunjukkan ganglion berlobus besar (tanda bintang) dengan septa yang menempati ruang dalam tarsal tunnel syndrome dan menggeser saraf tibialis (panah) dari arteri tibialis posterior (a) dan vena (v), sehingga mempertahankan sindrom kompresi. Gambar c : Gambar skematis yang menggambarkan hubungan kista ganglion dengan struktur yang terkandung dalam tarsal tunnel syndrome, termasuk saraf tibialis (panah), tibialis posterior (tp), fleksor digitorum (fd) dan tendon fleksor hallucis longus (fhl).



9



Gambar a : Tarsal tunnel syndrome pada pasien dengan varises vena tibialis posterior. Gambar transversal 12-15 MHz dari pergelangan posteromedial menunjukkan vena yang membesar (v) sebagai gambar anechoic bulat atau oval yang berdekatan dengan arteri tibialis posterior (a) dan tendon posterior tibial (tp) dan fleksor digitorum longus (fdl). Di amati bahwa ukuran varices hampir sama dengan saraf tibialis (panah), yang mungkin menyebabkan gangguan pada fungsinya.



Gambar b : gambar skematik yang menggambarkan pembuluh darah vena yang melebar dengan struktur yang terkandung dalam tarsal tunnel syndrome, termasuk saraf tibialis (panah), tibialis posterior (tb), fleksor digitorum (fd) dan tendon fleksor hallucis longus (fhl).



10



Tarsal tunnel syndrome pada pasien yang memiliki taji tulang menonjol pada talus posteromedial setelah fraktur. Gambar transversal 12-5 MHz dari tarsal tunnel syndrome diperoleh (gambar a) di plantar dan (gambar b) selama eversi paksa dan dorsofleksi kaki. (gambar a) dalam fleksi plantar, taji tulang (panah) dilihat sebagai gambar hyperechoic yang menonjol di terowongan antara fleksor digitorum longus (fdl) dan tendon fleksor halusis longus (fhl). Saraf tibialis (panah) terletak di belakang arteri tibialis posterior (a) dan vena (v) dan tampak bengkak dan hypoechoic dibandingkan dengan normalnya. (gambar c, d) menunjukkan taji tulang yang menonjol (panah) yang terlihat pada CT Scan.



4.



Penggunaan EMG dan NCS saat ini masih kontroversial. Dellon melaporkan bahwa



mikro-trauma berulang dalam aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan kelainan EMG dan NCS pada individu tanpa gejala, sehingga sulit untuk menggunakan elektrodiagnostik ini untuk membedakan tarsal tunnel syndrome dengan mikrotrauma pada aktivitas sehaari-hari. Namun, Yalcinkaya et al. Menyatakan bahwa pemeriksaan EMG dan NCS sangat penting, terutama dalam memisahkan TTS dari radiculopathy lumbal [9]. Dan hasil negatif palsu pada elektrodiagnostik jarang ditemukan, oleh karena itu untuk mendapatkan hasil terbaik, pemeriksaan ini harus digunakan untuk mendukung pemeriksaan fisik.6



2.6. Diagnosis Banding a.



Polyneuropathy, gejala yang ditimbulkan berupa paresthesia dari kaki depan biasanya



muncul secara bilateral.9 b.



Morton's metatarsalgiaadalah suatu keadaan dimana terjadi pembesaran cabang dari N.



Interdigialis, biasanyadi sela kedua dan ketiga antara metatarsal di mana saraf plantar lateral dan medial sering bergabung. Gejala khusus yaitu nueri yang tersamar sampai nyeri yang tajam , mati rasa dan / atau kesemutan di digit ketiga dan keempat, sensasi terbakar, kram, danperasaan "berjalan di atas batu".10 c.



Compartment syndrome of the deep flexor compartment, Hal ini dapat menghasilkan



manifestasi klinis dari lesi N. Tibialis distal dimana pada Compartment syndrome of the deep flexor compartmentini saraf tibialis berjalan di samping fleksor kaki.9 d.



Calcaneal spur, arthrosis, inflammatory changes of the fasciae and ligament, namun



pada keadaan tersebut tidak terdaoat rasa nyeriyang khas seperti pada neuropatik



11



2.7. Komplikasi Defisit neurologis dapat timbul sebagai komplikasi pada pasien dengan berbagai jenis neuropati sebagai manifestasinya yang membuat saraf sangat rentan. Complex regional pain syndrome (CRPS) merupakan sekuele yang jarang terjadi setelah operasi; selain itu causalgia di bagian tumit juga dapat muncul akibat adanya lesi pada cabang calcanealis.9 Komplikasi pasca operasi lainnya yang juga dapat terjadi yaitu gangguan penyembuhan luka, infeksi, dan pembentukan keloid. Jika setelah operasi gejala-gejala pasien bertahan dan defisit neurologis tetap tidak berubah, maka diagnosis mungkin perlu dievaluasi kembali, atau kemungkinan bahwa N.tibialis dan cabang-cabangnya belum di dekompresi sepenuhnya akibat adanya segmen yang cukup panjang.9



2.8. Penatalaksanaan Terdapat berbagai pilihan pengobatan, yang tersedia untuk mengobati tarsal tunnel syndrome, yakni: a. Terapi Non Medikamentosa Beberapa terapi yang dilakukan antara lain : 1. Beristirahat. Mengurangi aktifitas yang memberi tekanan kuat pada kaki dapat mencegah cedera lebih lanjut dan mendorong penyembuhan.2,5,9 2. Es. Berfungsi untuk mengurangi pembengkakan di terowongan tarsal, dengan cara menerapkan kantong es di atas handuk tipis pada daerah yang terkena selama 20 menit dari setiap jam bangun. Jangan menempelkan es secara langsung pada kulit.5 3. Imobilisasi, membatasi gerakan kaki dengan mengenakan gips kadang-kadang diperlukan untuk merangsan proses penyembuhan saraf dan jaringan di sekitarnya.1,5 4. Terapi fisik, dengan terapi ultrasound, latihan, dan bentuk lain dari terapi fisik dapat disarankan untuk mengurangi gejala.3,5 5. Perangkat orthotic, berfungsi untuk membantu menjaga lengkungan dan membatasi gerak berlebihan yang dapat menyebabkan kompresi pada saraf.2,3,5 6. Bracing, taping, and massage. 3,5



b.



Terapi Medikamentosa



Terapi medik dari tarsal tunnel syndrome dapat dengan memberikan suntikan lokal steroid ke dalam tarsal canal. Tindakan konservatif yang dapat diterima pada awal terapi dari tarsal tunnel 12



neuropathy termasuk penggunaan lokal anestesi dan steroid, dimana dapat mengurangi nyeri.3,5-7,9 Terapi ini dapat menghilangkan gejala, tetapi harus diberikan secara bijaksana, karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf sebagai akibat dari jarum suntikan tersebut.7



c.



Terapi Operatif



Terapi pembedahan untuk membebaskan terowongan tarsal ditujukan kepada individu atau pasien yang telah menjalani terapi non-operatif selama 3 bulan namun gejala tetap tidak berkurang.1,3,6Reichert et al. melaporkan tingkat keberhasilan dengan terapi bedah sebesar 71% sedangkan penelitian lain melaporkan tingkat keberhasilan mulai dari 44-96%.



2.9. Prognosis Pada akhirnya tindakan dekompresi dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tandanya adalah dengan menurunnya rasa nyeri dan parestesi yang tampak, diikuti dengan berkurangnya gejala. Resolusi komplet dari gejala-gejala tersebut sangatlah jarang terjadi hal ini disebabkan karena banyaknya etiologi yang mendasari penyakit ini dan juga karena area dari saraf yang rusak tidak dapat kembali normal. Meningkatnya rasa nyeri setelah tindakan dekompresi sangatlah jarang terjadi.7 13



BAB III PENUTUP



3.1.



Kesimpulan Sindrom Tarsal tunnel adalah kompresi pada saraf tibialis posterior yang menghasilkan



gejala sepanjang jalur saraf. Penyakit ini lebih dominan pada wanisa dewasa. Beberapa faktor berhubungan dengan terjadinya sindrom tarsal tunnel. Soft-tissue masses dapat menimbulkan compression neuropathy dari bagian saraf tibialis posterior. Contoh termasuk lipoma, tendon sheath ganglia, neoplasma pada tarsal canal, nerve sheath dan nerve tumor, dan vena varicose. Tulang yang menonjol dan exostoses dapat pula menimbulkan gangguan. Gangguan yang timbul adalah gangguan sensorik yang bervariasi dari mulai sharp pain sampai hilangnya sensasi, gangguan motorik dengan resultant atrophy dari intrinsic musculature, dan gait abnormality (Contoh Overpronation dan pincang karena nyeri dengan weight bearing). Faktor resiko terjadinya sindrom tarsal tunnel meningkat pada Rematoid arthritis, memakai sepatu yang menekan, kehamilan, DM dan penyakit tiroid. Selain itu postur kaki yang tidak baik (kaki terlalu miring ke arah dalam) dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit ini Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penurunan sensitivitas akan tekanan ringan, tusukan dengan peniti, dan suhu serta terdapat Tanda Tinel (nyeri yang menyebar dan parestesi sepanjang perjalanan dari saraf) dapat timbul pada bagian posterior dari maleolus medial. Pemeriksaan Electromyography (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) dapatlah berguna untuk mengevaluasi penyebab dari tarsal tunnel syndrome dan untuk memastikan adanya neuropathy. Magnetic resonance imaging (MRI) dan ultrasonography dapat cukup membantu yang berhubungan dengan kasus soft-tissue masses dan space-occupying lesion lainnya pada tarsal tunnel.



14



DAFTAR PUSTAKA



1.



Kiel J, Kaiser K. 2019. Tarsal Tunnel Syndrome. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513273/



2.



Hudes Karen. Conservative Management Of A Case Of Tarsal Tunnel Syndrome. The Journal of the Canadian Chiropractic Association. [serial on internet]. 2010 [cited 2016 Juni].



3.



Ahmad M, Tsang K, Mackenney PJ, Adedapo AO. Tarsal tunnel syndrome: A literature review. European Foot and Ankle Society. [serial on internet]. 2011 [cited 2016 Juni].



4.



Joshi SS; Joshi SD & Athavale SA. Anatomy of Tarsal Tunnel And Its Applied Significeance. Journal of the Anatomical Society of India. [serial on internet]. 2006 [cited 2016 Juni]



5.



Consumer Education Committee. Tarsal Tunnel Syndrome. American College of Foot and Ankle Surgeons,. [serial on internet]. 2006 [cited 2016 Juni]



6.



Ellison T, Saxena S. Tarsal Tunnel Syndrome: An Overview. Austin Journal of Musculoskeletal Disorders. [serial on internet]. 2015 [cited 2016 Juni]



7.



Persich G, Calhoun JH. 2018. Tarsal Tunnel Syndrome. www.medscape.com/ . Diakses : 14 Januari 2020



8.



Rushbrook S, Chapman RW. Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) or Posterior Tibal Neuralgia : Treatment-Exercise. . www.epainassist.com/ . Diakses : 2016 Juni 5.



9.



Antoniadis G, Scheglmann K. 2018. Posterior Tarsal Tunnel Syndrome : Diagnosis and Treatment. Deutsches Ärzteblatt International Journal. [serial on internet]. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020



10.



Mons MC, Vaquero J, Golano P. 2015. The Tarsal Tunnel Syndrome. Madrid. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020



11.



Bianchi S, Martinoli C. Ultrasound Of The Musculosceletal System. Italy. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020



15



16