Referat Apendisitis AJ [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



APENDISITIS



Disusun oleh: dr. Aulia Janer Pembimbing : dr. Ari Oktavendra, Sp.B



Bagian Ilmu Bedah RSUP M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas



DAFTAR ISI 0



BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................3 2.1 Anatomi.............................................................................................3 2.1.1 Lokasi dan Deskripsi.................................................................3 2.1.2 Perkembangan Apendiks..........................................................4 2.1.3 Posisi Ujung Apendiks..............................................................4 2.1.4 Vaskularisasi dan Innervasi......................................................5 2.2 Histologi............................................................................................6 2.3 Fisiologi.............................................................................................7 2.4 Apendisitis Akut................................................................................7 2.4.1 Epidemiologi.............................................................................7 2.4.2 Etiologi......................................................................................7 2.4.3 Pafisiologi.................................................................................8 2.4.4 Manifestasi Klinis...................................................................11 2.4.5 Diagnosis.................................................................................13 2.4.6 Diagnosis Banding..................................................................21 2.4.7 Penatalaksanaan......................................................................23 2.4.8 Komplikasi..............................................................................26 2.4.9 Prognosis.................................................................................27 2.5 Apendisitis Rekurens.......................................................................27 2.6 Apendisitis Kronik...........................................................................28 2.7 Apendektomi...................................................................................29 BAB III. KESIMPULAN................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................30



BAB I 1



PENDAHULUAN



Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis. 1 Apendisitis akut adalah penyebab paling umum dari akut abdomen, dan merupakan kasus intra-abdominal yang paling sering membutuhkan pembedahan darurat untuk mencegah timbulnya komplikasi yang berbahaya.1-4 Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga keempat kehidupan. Dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, pasien usia lanjut dengan apendisitis sering menimbulkan masalah diagnostik lebih sulit karena presentasi manifestasi klinis yang atipikal dan kesulitan komunikasi, memperluas diferensial diagnosis. Faktor-faktor ini berkontribusi pada tingkat perforasi yang amat tinggi terlihat pada orang tua.5 Ketika manifestasi apendisitis dalam bentuk klasik, apendisitis mudah untuk didiagnosis dan diobati. Sayangnya, hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala klasik dan temuan fisik yang khas. Hal ini disebabkan tandatanda dan gejala awal terutama tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi.6 Oleh karena itu, diagnosis yang akurat dan tepat waktu terhadap apendisitis dengan gejala atipikal menjadi salah satu masalah yang paling sering terlewatkan dalam gawat darurat. Meskipun saat ini ada peningkatan penggunaan ultrasonografi, computed tomografi scanning, dan laparoskopi, tingkat misdiagnosis apendisitis tetap konstan (15,3%), begitu juga dengan angka kejadian apendisitis perforasi. Persentase misdiagnosis kasus apendisitis secara signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (22.2 vs 9.3%).5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2



2.1 Anatomi 2.1.1 Lokasi dan Deskripsi Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi antara 8-13 cm, dengan diameter 0,7 cm. 7 Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.8 Dasar apendiks melekat pada permulaan posteromedial caecum, sekitar 2,5 cm di bawah ileocaecalis. Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks. Mesoapendiks berisi arteri dan vena appendicularis, dan saraf-saraf. 7



Gambar 1. Anatomi Apendiks9 Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik Mc.Burney).7



3



Gambar 2. Titik McBurney 5 2.1.2 Perkembangan Apendiks Apendiks mulai terlihat pada minggu kedelapan pada perkembangan embryologi sebagai tonjolan dari bagian terminal sekum. Selama perkembangan antenatal dan postnatal, laju pertumbuhan sekum melebihi apendiks, sehingga apendiks berpindah ke arah medial menuju katup ileocecal. Ujung dari apendiks dapat ditemukan di retrocecal, panggul, subcecal, preileal, atau posisi perikolik kanan.5 Jaringan limfoid pertama kali muncul dalam apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlah jaringan limfoid meningkat saat pubertas, tidak bertambah pada dekade berikutnya, kemudian mulai menurunan stabil dengan usia. Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid dalam apendiks.5 2.1.3 Posisi Ujung Apendiks Vermiformis Terdapat beberapa variasi posisi apendiks vermiformis, yaitu diantaranya10,11 1. di belakang sekum (ascending retrocaecal): 64% 2. inferior sekum (subcaecal), turun ke arah pelvis minor: 32% 3. di belakang sekum (retrocaecal melintang): 2% 4. anterior dari ileum (ascending paracaecal preileal): 1% 5. posterior dari ileum (ascending paracaecal retroileal): 0,5% 4



Gambar 3. Variasi anatomi posisi apendiks12 Pada



65%



kasus,



apendiks



terletak



intraperitoneal.



Kedudukan



itu



memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.8 2.1.3 Vaskularisasi dan Innervasi Arteria appendicularis merupakan cabang arteri ileocaecalis (cabang a.mesenterica superior). Arteri apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi maka apendiks akan mengalami gangren5. Aliran darah balik yaitu melalui vena appendikularis mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal, kemudian menuju vena mesenteric superior dan masuk ke sirkulasi portal.7 Cabang-cabang saraf simpatis (nervus thoracalis X) dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoraxica X.7 Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.8 5



2.2 Histologi apendiks Apendiks memiliki 4 lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan tunika serosa. Lapisan mukosa terdiri dari satu lapis epitel bertingkat dan crypta lieberkuhn. Terdapat jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria. Limfonoduli dengan pusat germinal sangat khas pada apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastik yang membentuk jaringan saraf (pleksus Meissner), pembuluh darah dan limfe. Dinding dalam (inner circular layer) berhubungan dengan sekum dan dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia coli pada pertemuan sekum dan apendiks. Di antara kedua lapisan ini terdapat pleksus myenterik atau pleksus Auerbach, Lapisan serosa merupakan lapisan terluar apendiks.



Gambar 4. Histologi Apendiks



2.3 Fisiologi Apendiks menghasilkan sekret sebanyak 1-2 ml per hari, dan memiliki kapasitas 5 ml/hari. Sekret tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.8 6



Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.8



2.4 Apendisitis akut 2.4.1 Epidemiologi Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.8 Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga keempat kehidupan, dengan usia rata-rata 31,3 tahun. Adapun perbandingan apendisitis pada laki-laki: perempuan yaitu 1,2-1,3: 1.5 2.4.2 Etiologi Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang dominan sebagai pencetus apendisitis akut.5,8 Fekalit adalah penyebab paling umum dari obstruksi apendiks. Fekalit ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, di 65% kasus apendisitis gangren tanpa ruptur, dan hampir 90% dari kasus apendisitis gangren dengan ruptur. Di samping itu terdapat penyebab lain yang lebih jarang seperti hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium yang mengental dari pemeriksaan x-ray sebelumnya, tumor, dan parasit usus (seperti cacing askariasis).5 Selain itu, salah satu penyebab yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E. Histolytica.8 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.8 7



2.4.3 Patofisiologi Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang diikuti oleh infeksi. Setelah terjadi obstruksi, peningkatan produksi lendir terjadi, yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Dengan meningkatnya tekanan dan stasis dari obstruksi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian terjadi. Lendir kemudian berubah menjadi nanah yang menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan luminal.6 Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan kemudian merangsang ujung saraf dari serabut aferen viseral, menghasilkan nyeri yang samar-samar, tumpul, dan menyebar di midabdomen atau epigastrium. Peristalsis juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba, sehingga kram dapat menyamarkan nyeri viseral pada awal perjalanan apendisitis. Distensi ini biasanya menyebabkan refleks mual dan muntah, dan nyeri viseral difus menjadi lebih parah.5 Tekanan luminal yang terus meningkat mengakibatkan obstruksi limfatik terjadi yang kemudian menyebabkan edema pada dinding apendiks. Tahap ini dikenal sebagai apendisitis akut atau fokal.6 Meningkatnya tekanan dalam lumen apendiks melebihi tekanan dari vena, sehingga kapiler dan vena tersumbat. Aliran darah arteriol yang terus berlanjut menyebabkan terjadinya obstruksi dan kongesti vaskular5 dan mengakibatkan edema dan iskemia. Invasi bakteri pada dinding apendiks dikenal sebagai apendisitis supuratif akut.6 Patologi apendisitis dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. 8 Proses inflamasi ini segera melibatkan serosa apendiks kemudian peritoneum parietal, yang menyebabkan pergeseran karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.5 Akibat tekanan yang terus meningkat, terjadi trombosis vena dan arteri, menyebabkan gangren (apendisitis gangerenosa) dan perforasi (apendisitis perforasi).6 Upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa (Walling off) sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.8 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan 8



ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.8 Pada anak-anak dimana memiliki omentum yang pendek, dan pada orang tua yang memiliki daya tahan tubuh yang sudah menurun sulit untuk terbentuk infiltrat sehingga kemungkinan terjadi perforasi menjadi lebih besar.



9



Gambar 5. Patofisiologi Apendisitis



10



Gambar 6. Perjalanan Penyakit Apendisitis13 2.4.4 Manifestasi klinis Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual, kadang disertai muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.8 Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah disebut juga dengan Kocher’s sign.5 Pada beberapa kasus, nyeri epigastrium tidak dirasakan tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar, yang justru dianggap berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi.8 Apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.5,8,14 11



Nyeri atipikal biasanya timbul jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ditemui ketika ujung apendiks terletak di panggul.6 Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Apendiks yang menempel ke kandung kemih dapat menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.6,8 Apendiks yang terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas.14 Sedangkan jika apendiks terletak di belakang ileum akan menyebabkan nyeri testis, mungkin disebabkan iritasi arteri spermatika dan ureter.5 Pada lebih dari 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala yang pertama dirasakan, diikuti oleh nyeri perut, kemudian muntah-muntah (jika muntah terjadi). Jika muntah mendahului timbulnya rasa sakit, diagnosis apendisitis harus dipertanyakan.5 Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan temuan fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal terutama tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika ujung apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif pinggul (psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi selama pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian, pada pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.6 Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bias melukiskan rasa nyerinya. Oleh karenanya apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi.8 Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan mutah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.8 12



Gambar 7. Letak Apendiks selama kehamilan 2.4.5 Diagnosis Anamnesis Pada anamnesis, keluhan utama apendisitis biasanya mula-mula dirasakan di epigastrium atau region umbilical yang kemudian dapat menyebar dan dirasakan di seluruh perut. Nyeri kemudian dirasakan berpindah ke perut kanan bawah, tepatnya di titik Mc Burney. Selain itu terdapat pula keluhan anoreksia, mual, muntah, obstipasi, dan febris. Namun, keluhan yang dirasakan pasien apendisitis dapat berbeda oleh karena gejala ditentukan dari posisi ujung apendiks. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik hasil yang didapatkan ditentukan terutama oleh posisi anatomis dari apendiks yang meradang, serta oleh apakah organ tersebut telah mengalami ruptur ketika pasien pertama diperiksa.5 Tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney yaitu nyeri tekan, nyeri lepas, dan defens muskuler.8 Sedangkan nyeri rangsang peritoneum tidak langsung dapat berupa 8 1. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah– Rovsing’s sign 13



2. Nyeri pada sisi kanan bawah yang timbul saat palpasi dengan tekanan pada kuadran kanan bawah dilepaskan tiba-tiba- Blumberg’s sign 3. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti saat nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan 



Status Generalis Keadaan umum pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Tanda-tanda vital tidak banyak berubah pada apendisitis tanpa perforasi.5 Pada pemeriksaan suhu biasanya didapatkan demam ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC,8 denyut nadi normal atau sedikit meningkat.5 Perubahan signifikan biasanya menunjukkan bahwa komplikasi telah terjadi atau diagnosis lain harus dipertimbangkan.5







Status lokalis8 -



Inspeksi: tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masa atau abses periapendikuler.



-



Palpasi: didapatkan nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas (Blumberg’s sign). Defens muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis.



-



Perkusi: nyeri ketuk Mc Burney karena rangsangan peritoneum



-



Auskultasi: peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforasi.







Pemeriksaan khusus5,8 -



Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.



-



Psoas sign Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah, menandakan apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor.



14



Gambar 8. Pemeriksaan Psoas sign -



Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.



Gambar 9. Pemeriksaan Obturator sign -



Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan sehingga kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada jam 9-12 sewaktu dilakukan colok dubur.



Pada wanita hamil terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, oleh karenanya keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan.Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan 15



nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, maka nyeri tersebut bukan berasal dari apendiks.8 Pemeriksaan Laboratorium 



Laboratorium darah Leukositosis ringan (10.000-18.000 sel/mm3) biasanya didapatkan pada pasien dengan akut apendisitis tanpa komplikasi, dan sering disertai dengan dominasi polimorfonuklear. Jumlah sel darah putih di atas 18.000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan apendiks perforasi dengan atau tanpa abses.5







Urin lengkap Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai sumber infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa berasal dari ureter atau iritasi kandung kemih sebagai akibat dari radang pada apendiks, bakteriuria dalam spesimen urin yang diperoleh melalui kateter umumnya tidak terlihat dalam apendisitis akut.5



Pemeriksaan Radiologi 



Foto polos abdomen Foto polos abdomen jarang mampu menegakkan diagnosis, namun berguna dalam



mengidentifikasi free gas, dan



dapat menunjukkan



appendicolith di 7-15% kasus.4 Ditemukannya sebuah appendicolith membuat kemungkinan apendisitis akut hingga 90%. Pada pasien dengan apendisitis akut, pola gas usus yang abnormal sering terlihat namun bukan merupakan penemuan yang spesifik5 



Ultrasonografi Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi penunjang pilihan pada pasien muda, dan efektif mengidentifikasi apendiks abnormal, terutama pada pasien yang kurus. Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara yang akurat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. Diagnosis sonografi 16



apendisitis akut memiliki sensitivitas dari 55-96% dan spesifisitas 85-98%.5 Hasil



scan



dianggap



positif



jika



terdapat



gambaran



aperistaltik,



noncompressible apendiks ≥6 mm pada arah anteroposterior.15 Terlihatnya appendicolith menetapkan diagnosis. Penebalan dinding apendiks dan adanya cairan periappendiceal sangat sugestif. Demonstrasi sonografi dari usus buntu yang normal yaitu compressible, struktur tabung blind-ending berukuran ≤5 mm, dapat menyingkirkan diagnosis apendisitis akut. 5



Gambar 10. Apendiks normal. A dan B, longitudinal A) dan transversal (B) sonogram, menunjukkan apendiks (panah) dengan diameter kurang dari 7 mm cut-off point, dikelilingi oleh lemak noninflamed normal16



Gambar 11. Apendiks yang mengalami apendisitis. Longitudinal dan transversal sonogram menunjukkan apendiks yang membesar (panah) dikelilingi oleh lemak meradang hyperechoic (panah). 16 Apendiks yang meradang memiliki diameter lebih besar dari 6 mm, dan biasanya dikelilingi oleh hyperechoic inflamed fat di sonografi. Tandatanda yang sangat mendukung apendisitis yaitu adanya appendicolith, penebalan caecal apikal.16 



CT 17



Pada CT, apendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm) dan dinding yang menebal. Biasanya ada bukti peradangan, dengan "lemak kotor," mesoappendix menebal, dan bahkan phlegmon jelas.4,5,17,18 Fekalit dapat dengan mudah divisualisasikan, tetapi adanya fekalit bukan patognomonik dari apendisitis. CT scan merupakan teknik yang sangat baik untuk mengidentifikasi proses inflamasi lain yang menyerupai apendisitis.5



Gambar 12. Apendiks normal memiliki diameter luar maksimum 6 mm, dikelilingi oleh homogeneous non-inflamed fat, dan sering mengandung gas intraluminal. 16



Gambar 13. Apendisitis. CT Scan dengan kontras menggambarkan apendiks yang mengalami distensi dan berisi cairan (panah) dengan periappendiceal fat-stranding.16 



Barium enema 18



Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.5 Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada apendisitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari caecum; pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan apendisitis.5



Gambar 14. Apendiks yang normal pada pemeriksaan barium enema Apendiks terisi penuh dengan kontras, yang secara efektif menyingkirkan diagnosis apendisitis.19 



Laparoskopi Dapat berfungsi baik sebagai manuver diagnostik dan terapeutik untuk pasien dengan sakit perut akut dan yang diduga apendisitis akut.5



19



Gambar 15. Algoritma klinis untuk kasus dugaan apendisitis akut5 Meskipun dilakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus dimana lebih sering terjadi pada perempuan terutama yang masih muda oleh karena keluhan yang menyerupai timbul dari genitalia interna (seperti ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain).8 Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 12 jam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnosis.          Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.5



20



The Modified Alvarado Score Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah Mual-Muntah Anoreksia Tanda Nyeri di perut kanan bawah Nyeri lepas Demam diatas 37,5°C Pemeriksaan Leukositosis Lab Hitung jenis leukosit shift to the left Total Interpretasi dari Modified Alvarado Score:  0-4 : kemungkinan Apendisitis kecil  5-6 : bukan diagnosis Apendisitis  7-8 : kemungkinan besar Apendisitis  9-10 : hampir pasti menderita Apendisitis Gejala



Tabel The



Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10 1.



Modified Alvarado score5 2.4.6 Diagnosis banding Diagnosis apendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu lokasi anatomi dari apendiks yang meradang; tahap proses (yaitu tanpa komplikasi atau sudah tejradi perforasi); usia; dan jenis kelamin pasien.5 



Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltis. Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.







Limfadenitis mesenterika Biasa didahului dengan enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama sebelah kanan serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.







Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. 21







Infeksi panggul Salphingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.







Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat telat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.







Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan instensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasosnografi dapat menentukan diagnosis.







Endometriosis eksterna Endometriosis di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah mestruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.







Urolitiasis Pielum atau ureter kanan. Adanya riwayat kolik dai pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebra an piuria.







Penyakit saluran cerna lainnya divertikulitis, chron’s disease, ileokolitis, typhoid, serta keganasan



22



2.4.7 Penatalaksanaan Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.20 Oleh karenanya, meskipun terdapat modalitas diagnostik yang lebih canggih, pentingnya intervensi operasi segera tidak harus diminimalkan. 5 Pada pasien dengan presentasi atipikal, pemeriksaan fisik adalah alat yang paling penting dalam memutuskan apakah pasien membutuhkan operasi.19 Pasien dengan riwayat klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan analisis urin normal (atau piuria) dan jumlah leukosit yang tinggi dengan pergeseran ke kiri biasanya tidak memerlukan studi pencitraan tambahan sebelum apendektomi. Pembedahan juga diindikasikan pada pasien dengan presentasi atipikal dan temuan radiografi yang konsisten dengan apendisitis. Setiap pasien dengan nyeri perut atipikal yang memiliki (1) nyeri persisten dan menjadi demam, (2) peningkatan jumlah leukosit, atau (3) temuan pemeriksaan klinis memburuk harus menjalani laparoskopi diagnostik dan usus buntu.19 Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi 21 Menurut Society of American Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES) 2010 keadaan yang sesuai untuk dilakukan laparoskopi diantaranya pada pasien dengan apendisitis tanpa komplikasi, anak-anak, dan wanita hamil.19 Prosedur apendektomi laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita22 Sebelum dilakukan operasi, maka perlu dilakukan persiapan seperti hidrasi yang adekuat harus dipastikan, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru, dan ginjal harus ditangani terlebih dahulu. Sebuah penelitian metaanalisis telah menunjukkan efikasi antibiotik pra operasi dalam menurunkan komplikasi infeksi di apendisitis. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi, tidak ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik melampaui 24 jam. Pada apendisitis perforasi atau dengan gangren, antibiotik dilanjutkan sampai pasien tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih normal. Untuk infeksi intra-abdominal dari saluran 23



pencernaan



yang ringan sampai sedang, Surgical Infection Society



telah



merekomendasikan terapi tunggal dengan cefoxitin, cefotetan, atau asam klavulanat tikarsilin. Untuk infeksi yang lebih berat, terapi tunggal dengan carbapenems atau terapi



kombinasi



aminoglikosida



dengan ditambah



sefalosporin untuk



generasi



anaerobik



ketiga, dengan



monobactam,



atau



klindamisin



atau



metronidazole..Rekomendasi serupa untuk anak-anak.5 Penggunaan antibiotik terbatas 24 sampai 48 jam dalam kasus apendisitis nonperforasi. Sedangkan untuk apendisitis perforasi, dianjurkan terapi diberikan selama 7 sampai 10 hari. Antibiotik IV biasanya diberikan sampai jumlah sel darah putih normal dan pasien tidak demam selama 24 jam. 5 Selain itu pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri juga diberikan pada pasien baik sebelum maupun sesudah operasi untuk mengurangi keluhan. Interval apendektomi dilakukan minimal 6 minggu setelah kejadian akut direkomendasikan untuk semua pasien yang diobati baik nonoperatif atau dengan drainase abses sederhana.5 Adapun beberapa macam insisi untuk apendektomi: Insisi Grid Iron (McBurney Incision) 23



Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.



Lanz transverse incision24 Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.



24



Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)25 Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir. Low Midline Incision25 Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.



Insisi paramedian kanan bawah25 Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.



Tabel 2. Macam-macam Insisi untuk apendektomi



2.4.8 Komplikasi 



Massa apendikuler Masa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. 8 Pasien yang datang dengan massa apendikuler telah mengalami gejala untuk durasi yang lebih lama, biasanya setidaknya 5 sampai 7 hari.5 Pasien dewasa dengan masa periapendikuler yang dengan dinding sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotic sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan 25



apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.8 



Abses apendikuler Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.







Perforasi Apendisitis perforasi terjadi pada 25,8% kasus. Anak di bawah 5 tahun dan pasien berusia lebih dari 65 tahun memiliki angka kejadian perforasi tertinggi (45 dan 51%) Telah dikemukakan bahwa terlambatnya diagnosis apendisitis bertanggung jawab untuk sebagian besar apendisitis perforasi. Tidak ada cara yang akurat untuk menentukan kapan dan apakah ada kemungkinan apendiks akan pecah sebelum resolusi proses inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa, pada pasien tertentu, observasi dan terapi antibiotik saja dapat menjadi pengobatan yang tepat untuk akut apendisitis.5 Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks. Ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan masa, serta bertambahnya angka leukosit.21 Ruptur apendiks harus dicurigai jika terjadi demam dengan suhu >39° C dan jumlah sel darah putih >18.000 sel/mm3.5







Peritonitis Peritonitis umum terjadi proses Walling-off tidak efektif saat terjadi perforasi.5 Ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defens muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan.8







Abses hepar







Ileus







Syok septik 26



2.4.9 Prognosis Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi. Risiko kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi dari 16% hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada kelompok usia muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun (55-70%), dimana sering terjadi misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda. Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca operasi menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas terkait.19 2.5 Apendisitis Rekurens Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko terjadinya serangan berulang adalah sekitar 50%.8 2.6 Apendistis Kronik Diagnosis baru dapat ditegakkan jika semua syarat terpenuhi : (1) riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, (2) terbukti terjadi radang kronik baik secara makroskopik maupun mikroskopik (adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik), dan (3) keluhan menghilang pasca apendektomi.8 Insidens apendisitis kronik adalah sekitar 1%.8,19



2.7 Apendektomi8 27



Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.



Teknik Operasi26 1. Apendik adalah organ yang mobile dapat ditemukan dalam variasi lokasi, dalam abdomen kuadaran kanan bawah, pelvis, diatas dan dibawah kolon ascenden, bahkan dapat juga ditemukan di sisi kiri cavum peritoneum. Ahli bedah menentukan lokasi apendik utamanya dari lokasi nyeri maksimal dari pemeriksaan fisik dan mengadaptasi area sekitar. Mayoritas apendik lebih mudah dicapai di insisi kanan bawah muscle splitting, yang mana mrupakan varian dari original Mc.Burney procedure. (gambar 1-3). Jika pasien wanita, dan tidak ada evaluasi laparokopik, banyak ahli bedah memilih midline incision untuk dapat dengan mudah mengeksplor daerah pelvis. 2. Sesaat setelah insisi kulit dan subkutis, ditemukan aponeurosis dari external oblique muscle, dilkukan splitting aponeurosis otot obliq eksternal dari sudut otot rektus kearah flank sejajar dengan serat otot (gambar 4) 3. Eksternal obliq ditahan dengan retractor, otot obliq internal di split parallel dengan serat ototnya ke atas kearah otot rectus abdominis dan kearah lateral ke arah iliac creast (gambar 5 dan 6) 4. Kadang diperlukan membuka otot rektus abdominis 1-2 cm untuk menambah lapangan operasi (gambar 7) 5. Peritoneum di angkat dengan pinset oleh asisten dan operator, lalu peritoneum dibuka dengan pisau bedah mengarah ke atas. Setelah terbuka sedikit, bagian bawah peritoneum dilindungi dengan gagang scalpel untuk mencegah perlukaan usus, lalu peritoneum dibuka lebih lebbar. (gambar 8) 6. Pinging peritoneum di klem, cairan peritoneum di ambli untuk kultur. Identifikasi taenia anterior yang mengarahkan ke apendik. (gambar 9) 7. Identifikasi caecum, lalu diangkat keluar perlukaan, ditahan dengan pad yang lembut. Apendik di identifikasi dan dikeluarkan. (gambar 10-11) 28



8. Mesoapendik dipisahkan diantara klem, pembuluh darah di ikat. Lebih baik melakukan jahitan transfixing disbanding mengikat konten dari klam, untuk mencegah komplikasi perdarahan kemudian. (gambar 12-13) 9. Klem dipindahkan 1 cm kearah ujung apendik, apendik di ligasi diarah proksimal apendik (gambar 14) 10. Jahitan purse-string dilakukan pada dinding caecum pada dasar apendik (gambar 15) 11. Apendik di potong diantara klem dan ligasi (gambar 16) 12. Dasar apendik di masukkan dengan bantuan klem ke dalam dinding caecum diantara jahitan purse-string yang telah di buat. Klem di buka dan jahitan purse-string di ikat. (gambar 17-18) jika terdapat abses local dan perforasi pada apendik, maka secure closure of caecum tadi tidak dapat dilakukan. 13. Cuci area dengan normal salin yang hangat lalu tutupkan omentum pada lokasi. 14. Tutup lapisan peritoneum dengan running atau interrupted suture dengan benang absorbable (gambar 19) Gabungan fasia transversalis dan peritoneum merupakan pondasi jahitan yang baik 15. Jahit secara interrupted pada otot obliq internal (gambar 20) 16. Jahit otot obliq eksternal secara interrupted 17. Jahit subkutis dan kulit



29



30



31



2.8 Laparokopik Apendektomi Laparoskopik apendektomi pertama dilakukan oleh Semm pada 1983. Laparoskopik apendektomi dilakukan dalam anestesi umum, pasien dalam posisi supine, operator dan asisten dapat berdiri di samping kiri pasien menghadap apendik. Operator juga dapat berdiri dibawah kaki pasien. Laparoskopik umumnya memiliki 3 port, port pertama ukuran 10 atau 12 mm pada umbilicus, port kedua dan ketiga berukuran 5 mm pada suprapubik dan kuadran kiri bawah. Apendik di identifikasi seperti pada open appendectomy yaitu mengikuti taenia coli hingga pangkal apendik. Apendik di pegang secara aman dan diangkat kearah jam 10, maka tampak “appendiceal critical view” yaitu taenia libera arah jam 3 dan ileum terminal arah jam 6. Pengangkatan arah jam 10 ini juga baik untuk mengidentifikasi pangkal apendik. Mesenterium secara gentle didiseksi dari pangkal apendik melalui port umbilical. Dilakukan apendektomi, apendik dimasukkan kedalam kantung laparoskopik dan dikeluarkan melalu trocar umbilical.



Laparoskopik apendektomi vs open appenctomy Kelebihan



Kekurangan



Surgical site infection lebih rendah Rasa nyeri lebih kurang



Kejadian Abses intraabdominal lebih tinggi Durasi operasi meningkat



Lama rawatan lebih kuraang Kembali dapat beraktifitas biasa



Biaya operasi meningkat



Dapat sebagai modal diagnostik



Teknik Operasi Laparoskopik26 : 1. Posisi penempatan port, umbilicus, kuadran kiri bawah dan supra pubik (gambar 1), Hasson port ditempatkan dan diamankan dengan jahitan, lalu abdomen di inflasi dengan CO2, tekanan maksimum 15mmHg. Lalu penempatan videoscop, diatur white-balance dan fokusnya. Posisi pasien trendelenburg, dan sisi kanan meja operasi di elevasi secukupnya. 2. Variasi posisi apendik (gambar 2). 3. Mesoapendik yang di ujung apendik diklem kemudian diregangkan dan di lakukan



diseksi



mesoapendik,



kemudian



mesoapendik



dipisahkan 32



menggunakan endoscopic vascular stapler yang dimasukkan melalui Hasson Port. (gambar 3-4). Ujung dari apendik yang meradang diikan dengan jahitan loop. 4. Dilakukan stappling apendik secara linear (gambar 5) kemudian dilakukan rotasi 1800 untuk dapat melihat keseluruhan apendik yang di potong 5. Apendik yang telah di potong dapat dikeluarkan menggunakan port 10 mm, kebanyakan operator menggunakan kantong plastik steril untuk membuangnya melewati dinding perut. (gambar 6) 6. Kemudian area sekitar apendik di cuci dengan cara suction irrigation. 7. Kemudian masing-masing trokar di keluarkan dengan tuntunan videoscop. 8. CO2 Abdomen di dekompresi 9. Kemudia luka bekas insersi trocar di jahit kembali.



33



10.



34



35



BAB III KESIMPULAN



Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus yang kemudian berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Keluhan ini sering disertai mual, kadang disertai muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Namun hanya sebagian dari penderita apendisitis yang mengeluhkan gejala klasik dan pada pemeriksaan fisik menunjukkan gejala yang khas. Oleh karenanya anamnesis, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang sesuai diperlukan untuk menegakkan diagnosis apendisitis sesegera mungkin terutama pada pasien yang mengeluhkan gejala atipikal agar penatalaksanaan yang sesuai dapat diberikan.



36



DAFTAR PUSTAKA



1. Humes DJ and Simpson J: Acute appendicitis. BMJ. 333:530–534. 2006. 2. Boni L, Dionigi G, Rovera F and Di Giuseppe M: Laparoscopic left liver sectoriectomy of Caroli’s disease limited to segment II and III. J Vis Exp. 24:11182009. 3. Binnebösel M, Otto J, Stumpf M, et al: Acute appendicitis. Modern diagnostics - surgical ultrasound. Chirurg. 80:579–587. 2009.(In German). 4. Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG et-al. Primer of diagnostic imaging. Mosby Inc. (2007) 5. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010. 6. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2013 Oct 18, cited



Jul



2014].



Available



from:



http://emedicine.medscape.com/article/195652. 7. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.p230-1. 8. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum: Apendiks Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus OHP, Rudiman Reno. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3rd ed. Jakarta:EGC, 2010.p755-62. 9. Terminal ileum and appendix. Anatomy Directory. [cited 2014 Jul]. Available from: http://www.aokainc.com/terminal-ileum-and-apendiks/ 10. Fritsch H, Kühnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs. Thieme Medical Publishers. (2008) 11. Ghosh BD. Human Anatomy for Students. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 12. Appendix variations. Shie Kasai. [cited Jul 2014] Available from: http://www.shiekasai.com/aux/medical-illustration/ 13. Bewes P. Appendicitis. [cited 2014 Jul]. E-Talc Issue 3. Available from: http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health %2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm. 37



14. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008. 15. Puylaert JB. Acute appendicitis: US evaluation using graded compression. Radiology. 1986;158 (2): 355-60. 16. Appendicitis – Mimics, Alternative nonsurgical diagnoses at sonography and CT. Vriesman AB, Puylaert J. [cited 2014 Jul]. Available from: http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitismimics.html 17. Callahan MJ, Rodriguez DP, Taylor GA. CT of appendicitis in children. Radiology. 2002;224 (2): 325-32. doi:10.1148/radiol.2242010998. 18. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS et-al. Disproportionate fat stranding: a helpful CT sign in patients with acute abdominal pain. Radiographics. 24 (3): 703-15.  19. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited Jul 2014].



Available



from:



http://emedicine.medscape.com/article/773895-



overview#aw2aab6b2b7aa. 20. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81. 21. Doherty GM, Way LW. Current surgical diagnosis & treatment. McGraw-Hill Medical. (2006) 22. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48. 23. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’ Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004. 24. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004. 25. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001). 26. Zollinger RM, Ellison EC. Zollinger’s Atlas O F Surgical Operations 10th Edition. United Stated : The McGraw-Hill,



38