Referat Gangguan Pendengaran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



GANGGUAN PENDENGARAN



Disusun Oleh: Annisa Khaira Ningrum, S.Ked



04054821719060



Nadya Ayu Saraswati, S.Ked



04054821719062



Alia Salvira M., S.Ked



04084821719233



Pembimbing: dr.Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L, FICS



BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2018



HALAMAN PENGESAHAN



Referat dengan judul Gangguan Pendengaran



Oleh: Annisa Khaira Ningrum, S.Ked Nadya Ayu Saraswati, S.Ked



04054821719060 04054821719062



Alia Salvira M., S.Ked



04084821719233



Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KLFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode9 Juli – 13 Agustus 2018.



Palembang,



Juli 2018



dr. Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L, FICS



ii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Pendengaran” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Fiona Widyasari, Sp.T.H.T.K.L, FICS selaku pembimbing referat ini yang telah memberikan bimbingan dan nasihat dalam penyusunan telaah ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga referat ini bisa membawa manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.



Palembang,Juli 2018



Penulis



iii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................ii KATA PENGANTAR .....................................................................................iii DAFTAR ISI ...................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR........................................................................................v DAFTAR TABEL............................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................2 2.1. Anatomi Telinga..........................................................................................2 2.2. Fisiologi Pendengaran...............................................................................16 2.3. Gangguan Pendengaran.............................................................................18 2.4. Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran...............................21 2.5. Penilaian Gangguan Pendengaran.............................................................31 2.6. Diagnosis...................................................................................................32 2.7. Penatalaksanaan........................................................................................42 2.8. Pencegahan Gangguan Pendengaran.........................................................45 BAB III KESIMPULAN................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................48



iv



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Halaman



Gambar 1. Anatomi Telinga.........................................................................2 Gambar 2. Membran Labirin........................................................................3 Gambar 3. Anatomi Koklea..........................................................................6 Gambar 4. Lebar Membran Basilaris dari Basal ke Apeks..........................6 Gambar 5. Sel Rambut Luar dan Dalam pada Mikroskop Elektron..........11 Gambar 6. Tip Link.....................................................................................11 Gambar 7. Organ Corti...............................................................................12 Gambar 8. Jalur Auditori............................................................................15



v



DAFTAR TABEL Gambar



Halaman



1. Tabel 1. Komposisi Cairan Koklea..............................................................7 2. Tabel 2. Interpretasi Pemeriksaan Penala...................................................34 3. Tabel 3. Interpretasi Audiometri Bekessy..................................................40



vi



vii



BAB I PENDAHULUAN Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi masyarakat. Gangguan pendengaran dapat mempengaruhi kehidupan sosial seseorang. Pada orang dewasa, dampak dari adanya gangguan pendengaran dapat dikaitkan dengan penurunan kognitif, depresi dan penurunan fungsi sosial, terutama bila perubahan pendengaran terjadi tanpa disadari oleh individu tersebut (Kurtz, 2016). Menurut data WHO, pada tahun 2012, sekitar 360 juta (5,3%) penduduk dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak-anak (WHO, 2012). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), prevalensi gangguan pendengaran atau tuli meningkat selaras pertambahan umur. Prevalensi tuli pada umur 25-34 tahun yaitu 1% dan melonjak ketika umur 55-64 tahun (5,7%), 65-74 tahun (17,1%) serta umur lebih dari 75 tahun (36,6%). Terdapat 9 provinsi di Indonesia dengan angka prevalensi tuli pada umur lebih dari 5 tahun melebih prevalensi nasional (2,6%) pada 2013, antara lain Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara (Kemenkes RI, 2013). Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012, kompetensi seorang dokter umum adalah dapat mendiagnosis gangguan pendengaran dan menentukan rujukan yang paling tepat ke layanan kesehatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu referat ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan mengetahui tata laksana dari gangguan pendengaran sebagai bahan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Telingadibagiatastelingaluar,telingatengahdantelingadalam.Telingaluarterd iridaridauntelingadanliangtelinga.Telingatengahterdiridarimembrantimpani,kavu mtimpani,tubaeustachius,danselselmastoid(Oghalai&Brownell,2008).Bentuktelingadalamsedemikiankompleksn yasehinggadisebutsebagailabirin.Derivatvesikelotikamembentuksuaturonggatert utupyaitulabirinmembranyangberisiendolimfe.Labirinmembrandikelilingiolehcai ranperilimfeyangterdapatdalamkapsulaotikabertulang.Labirintulangdanmembran memilikibagianvestibulerdankoklear.Bagianvestibulirisberhubungandengankesei mbangan,sementarabagiankoklearis merupakan organpendengaran(Liston & Duvall,1997).



Gambar 1. Anatomi Telinga (Drake, Vogl&Mitchell, 2009).



2



Gambar 2. Membran Labirin (Drake, Vogl & Mitchell, 2009).



2.1.1.Vestibulum Vestibulum adalah bagian pusat dari labirin tulang dan memiliki jendela oval pada dinding lateralnya. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior.Pada dinding lateral vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot plate stapes beserta ligamentum anulare. Dinding medial vestibulum menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial ini terdapat dua cekungan yaitu cekungan sferis untuk sakulus dan cekungan elips untuk utrikulus.Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis semisirkularis dan di dinding anterior vestibulum terdapat dua lubang yang berbentuk elips ke skala vestibularis koklea (Drake, Vogl & Mitchell, 2009).



2.1.2.Kanalis Semisikularis Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran dengan panjangnya hampir sama yaitu ± 0,8 mm. Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel sensori vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada kupula dan basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian vestibular dari kranial ke nervus VII (Barrett & Ganong, 2010).



3



2.1.3.Sakulus dan Utrikulus Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum, sakulus bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula (Drake, Vogl & Mitchell, 2009). Di dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ otolit (makula). Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi semivertikal. Makula mengandung sel pendukung dan sel rambut dikelilingi oleh sebuah membran otolit dimana melekat pada kristal kalsium karbonat yang disebut otolit. Otolit yang disebut juga otokonia atau debu telinga berukuran 3-19 µm pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut melekat pada membran. Serabut saraf dari sel rambut bergabung dengan krista dari bagian vestibular sarafkranial ke VII.



2.1.4.Duktus Koklearis Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang koklea berupa dua setengah sampai dua tiga perempat putaran spiral. Duktus koklearis meluas mulai dari basis koklea sampai ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat helikotrema (Barrett & Ganong, 2010).



4



2.1.5. Koklea& Organ Corti Kokleamerupakansalurantulangyangmenyerupaicangkangsiputdanbergulu ng2½putaran,denganpanjangkuranglebih35mmdenganpusatnyayangdisebutmod iolus. Terbentuknyasegitigadariduktuskoklearisdengansisidasarnyamembentukbatasan taraskalamediadanskalatimpaniyaitumembranbasilarisdanlaminaspiralisparsosse ustermasukdidalamnyasel-selClaudius,selselBoettcherdanorganCorti.Ligamenspiralis,striavaskularis,prominensiaspiralisd ansulkuseksternalsebagaisisilateralnya,sisimiringnyaadalahmembranReissnerda nmembranbasilaris.Kokleaterbagimenjadi3ruangyaituskalavestibuli(atas),skala media(tengah)danskalatimpani(bawah)(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009).



Gambar3.AnatomiKoklea(Nagashimaetal.,2005)



5



Kokleapadatelingadalammengandungselselyangberperanterhadappersepsisuara.Kokleaterdiridarilabirintulang,dimanadal amnyaterdapatstrukturselularyangmembentuklabirinmembran.Termasukdi dalamlabirin



tulang



adalahkapsulotikyangmerupakanbatasluardarikokleadanmodiolus,tabungtulangy angmembentuksumbupusatkokleadanmengandungseratsarafauditoridanselselganglionnya.Didalamkokleaada3ruangberisicairan,yaituskalavestibuli,skalati mpanidanskalamediadandipisahkanolehmembranbasilarisdanmembranReissner. striavaskularisdanligamentumspiralisterdapatdekatdengantulangsepanjangdindi nglateralkoklea.OrganCorti,yangmengandungselrambut(3selrambutluardan1selr ambutdalam)sebagaiselsensorisdanselpenyokong,berbentukspiralpadamembran basilaris (Nagashimaetal.,2005). Kokleaterdiridariberbagaitipeselspesialisasi,sepertiselrambutsensori,selpe ndukung,selsulkus,SLFyangmerupakantipeselyangjumlahnyapalingbanyakdiper ilimfe.KarenaSLFdianggapsalahsatutipeseldidalamkokleayangjumlahnyapaling banyakdanmerekamengeluarkansitokindankemokinsetelahstimulasiproinflamasi ,makadianggapSLFadalahresponderterbesarterhadapsinyal-sinyalsitokindan kemokin tersebut. DidalamorganCortiterdapatsel-selHensen,sel-selDeiters,selselpilar,sel-selbatasdalam,sel-selrambutluardanselselrambutdalam,sulkusdalamdanlimbusspiralisyangberisiselselinterdentaldanmembran



tektorial.Medialdarilamina



spiralisparsosseusterdapatkanalisRosentalyangberisiganglionspiralisdanberhubu ngandenganmodiolus(Moller,2006;Guyton&Hall,2006;



Gillespie&



Müller,



2009). Skalavestibulidanskalatimpaniadalahlabirintulangdarikokleayangberisicai ranperilimfe.Skalavestibulidanskalatimpanisalingberhubungandihelikotremapad aapekskoklea.Padabagian



basis



kokleaskalavestibuliberakhirdiforamenovaledanskalatimpanipadaforamenrotun dum.Skalamediayangberisikancairanendolimfeberadadiantaraskalavestibulidans kalatimpani(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009). Cairan perilimfe memiliki komposisi ion yang mirip dengan cairan cerebrospinalis



6



(CSF) dan juga mirip dengan cairan ekstraseluler, dengankonsentrasi natrium (Na+) tinggi dan kalium (K+) rendah. Sedangkan pada endolimfe, memiliki komposisi ion yang hampir sama dengan cairan intraseluleryaitu konsentrasi natrium (Na+) rendah dan kalium (K+) yang tinggi (Tabel 2.1) (Gillespie&Müller, 2009). Tabel1. KomposisiCairanKoklea(Gillespie&Müller, 2009) KOMPONEN



ENDOLIMFE



SKALAVESTIBULI SKALATIMPANI



Na (mM)



1.3



141



148



K(mM)



157



6



4.2



0.023



0.6



1.3



HCO3(mM)



31



21



21



Cl(mM)



132



121



119



Protein(mg/dl)



38



242



178



pH



7.4



7.3



7.3



Ca (mM)



Striavaskularisterdiridari3lapisanselyaituselmarginal,selintermedietdansel basal.Sel-selstriavaskularismerupakansatusatunyaselyangberhubungandenganpembuluhdarahdikoklea.Striavaskularisberta nggungjawabdalammenjagakonsentrasiionkaliumdalamcairanendolimfetetap tinggidanmenjagapotensialendolimfe skalamediapositiftetaptinggi(Gillespie&Müller, 2009). Membranbasilarisadalahstrukturfibrosayangberlapislapisdarilaminaspiralparsosseuskeligamentumspiralis.Elastisitasmembranbasilar isbervariasidisepanjangkokleadarikekakuandankelebarannya.Membranbasilarist ampakkakudansempitdidaerahbasiskokleadantampaklebihfleksibeldanluasdidae rahapekskoklea(Moller,2006;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009). OrganCortimerupakanrumahdariselsensorispendengaran. OrganCortiterletakdisepanjangmembranbasilaris,danmenonjoldari



7



basiskeapekskoklea(Despopoulos&Silbernagl,2003).UkuranorganCortibervaria sisecarabertahapdaribasiskokleakeapekskoklea.OrganCortidibasallebihkecilseda ngkanorganCortidiapekskoklealebihbesar(Guyton&Hall,2006).OrganCortiterda patselselyangterdiridariselsensoris(selrambutdalamdanselrambutluar),selpendukung(s elDeiters,selPhalangealdalam),ujungsarafaferen(ganglionspiraltipe1dan2)danefe ren(olivokoklearmedialdanlateral),selpilardalamdanluardanselHensen(Moller,20 06;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009).



Gambar 4. LebarMembranBasilarisdari BasalkeApeks (Moller,2006)



OrganCortimerupakanrumahdariselsensorispendengaran. OrganCortiterletakdisepanjangmembranbasilaris,danmenonjoldari basiskeapekskoklea(Despopoulos&Silbernagl,2003).UkuranorganCortibervaria sisecarabertahapdaribasiskokleakeapekskoklea.OrganCortidibasallebihkecilseda ngkanorganCortidiapekskoklealebihbesar(Guyton&Hall,2006).OrganCortiterda patsel-



8



selyangterdiridariselsensoris(selrambutdalamdanselrambutluar),selpendukung(s elDeiters,selPhalangealdalam),ujungsarafaferen(ganglionspiraltipe1dan2)danefe ren(olivokoklearmedialdanlateral),selpilardalamdanluardanselHensen(Moller,20 06;Guyton&Hall,2006; Gillespie& Müller, 2009). Selrambutmerupakanselsensorisyangmenghasilkanimpulssarafdalammena nggapigetaranmembranbasilaris.DiorganCortiterdapat1deretselrambutdalamdan 3deretselrambutluar.Adasekitar4.000selrambutdalamdan12.000selrambutluar(G illespie&Müller, 2009).Bentukdariselrambutdalamsepertibotoldanujungsarafnyaberbentukpialay angmenyelubunginya,sedangkanbentukdari



sel



rambutluar



seperti



silinderdanujungsarafnyahanyapada basis sel (Moller,2006). Badanseldarikeduaselrambutiniberisikanbanyakvesikuladanmitokondriad andidindinglateralnyaterdapatsemacamproteinmembranyangdikenalsebagaiprest insebagaimotorsel.Selainitupadabahanselrambutluarterdapatreticulumendoplas ma(ER)yangterorganisasidankhususdisepanjangdindinglateralnyayaituapicalcist ern,Hensenbody,subsurfacecisterndansubsynapticcistern(Moller, 2006;Gillespie&Müller,2009). Selrambutdalamdanluarinimemegangperananpentingpadaperubahanenergi mekanikmenjadienergilistrik.Fungsiselrambutdalamsebagaimekanoreseptoruta mayangmengirimkansinyalsarafkeneuronpendengaranganglionspiraldanpusatpe ndengaran,sedangkanfungsiselrambutluaradalahmeningkatkanataumempertajam puncakgelombangberjalandenganmeningkatkanaktivitasmembranbasilarispadafr ekuensitertentu.Peningkatangerakanini disebutcochlearamplifieryangmemberikankemampuansangatbaikpadatelingaunt ukmenyeleksifrekuensi,telingamenjadisensitifdanmampumendeteksisuarayang lemah(Gillespie&Müller, 2009). Ujungdariselrambutterdapatberkasserabutaktinyangmembentukpipadanma sukkedalamlapisankutikuler(stereosilia)(Pawlowsky



et



al,



2006).Stereosiliadariselrambutdalamtidakmelekatpadamembrantektorialdanberb entukhurufUsedangkanstereosiliadariselrambutluarkuatmelekatpadamembrante ktorialatasnyadanberbentukhurufW(Gambar2.7) (Pawlowsky et al, 2006).



9



Padabagianujungdaristereosiliaterdapatfilamenaktinyangterpilin,filamente rsebutnantinyaakandikenalsebagaitiplink(Gillespie&Müller, 2009).Tiplinkmenghubungkanujungstereosiliadenganujungstereosiliayanglain.B agianbasaldariselrambutdiliputiolehdendritdarineuronganglionikspiralisyangterl etakpadabagianmodiolus(Gambar2.8adanGambar2.8b)(Gillespie&Müller, 2009).



Gambar 5. Sel RambutLuardanDalamDilihatdengan MikroskopElektron(Pawlowsky et al, 2006)



Gambar 6a.TipLink(Gillespie&Müller, 2009) Gambar 6bTipLink denganMikroskopElektron(Gillespie&Müller, 2009)



Selainselrambutdalamdanluar,komponenutamaorganCortiyanglainadalah3 lapispenyokong(selDeiters,Hensen,Claudius).Membrantektorialdankompleksla minaretikularislempengkutikular(Pawlowsky



et



al,



2006).Sel-



selpendukungyangmengelilingiselrambutluaradalahselDeitersdanselpilarluar.Sel pilarluarberadadisisimodiolardariselrambutluarbarispertamadandiantaraselramb utluarbarispertamadengankedua.SelDeitersberadadiantaraselrambutluarbarisdua dengantigadandisisilateraldariselrambutluarbaristiga.Gabungandariselrambutlua



10



rdenganselDeitersdanselpilarluarmenciptakansebuahpenghalangyangkuatantara endolimfedanperilimfe(Gambar2.9) (Moller, 2006;Gillespie&Müller, 2009).



Gambar7.OrganCorti(Moller,2006)



Membrantektorialadalahstruktursepertigelyangterdiridarikolagen,proteindanglu kosaminoglikan.Membrantektorialterletakdidekatpermukaanlaminaretikulerdari organCorti.Membrantektorialkontaklangsungdenganselrambutluar.Sedangkanun tukselrambutdalamtidakberkontaksecara langsung dengan membran tektorial (Moller,2006). 2.1.6. SistemSarafPendengaranSentral Daerahsentraldarisistempendengaranmeliputiseluruhstrukturpendengarany angletaknya setelahsarafkoklearis, yaitu: a. Kompleksnukleuskoklearis Kompleksnukleuskoklearisterdiri



dari



3inti,yaitunukleuskoklearisanteroventralis,nukleuskoklearisposteroventralis,dan nukleuskoklearisdorsalis.Serabutafferenyangberjalanmenujukompleksnukleusko klearisdibagimenjadiduacabang,yaitucabangascendingmenujukenukleuskokleari santeroventralisdancabangdescendingmenujukenukleuskoklearisposteroventrali



11



sdandorsalis(Moller,2006). Aksonaksonyangterdapatpadanukleuskoklearisdorsalisakanmembentukstriaakustikusd orsalis(striaMonakow)yangkemudianbergabungdenganlemniskuslateraliskontral ateraldanberakhirpadakolikulusinferior.Aksonaksondarinukleuskoklearisposteroventralismembentukstriaakustikusintermedius (Rappaport&Provencal, 2002). Aksontersebutmembentukkompleksolivarissuperiorbilateraldanmenujunu kleuslemniskuslateralis.Beberapaaksonberjalanmenujustriaventralis(corpustrape zoideus)danmembentukkolikulusinferiorkontralateral.Aksonaksondarinukleuskoklearisanteroventralismembentukstriaventralisdanaksonterse butmembentuknukleuslateralisipsilateraldarikompleksolivarissuperiordisebutjug aolivarissuperiorlateralisdanpadaipsilateraldankontralateralterdapatnukleusmedi aldarikompleksolivarissuperioryangdisebutdenganolivarissuperiormedialis,serta kontralateraldarinukleuscorpustrapezoideusyangmembentukbagianipsilateraldar i kompleksolivarissuperior(Moller,2006). Nadafrekuensirendahpadakompleksnukleuskoklearisdihantarolehdaerahko ntralateraldannadafrekuensitinggiolehdaerahdorsomedialis



(Rappaport



&Provencal,2002). b. Kompleksolivarissuperior Kompleksolivarissuperiormeliputiolivarissuperiorlateralis,medialisdannuk leuscorpustrapezoideusmedialisdannukleuspreolivarisdanperiolivarisyangmerup akanbagiandarisistempendengarandescending. (Rappaport&Provencal2002;Moller,2006). c. Lemniskuslateralis Terdiridariselselaksonyangterletakpadakompleksnukleuskoklearis,kompleksolivarislateralisda nlemniskuslateralis.Lemniskuslateralismempunyaitiganukleusyaitunukleusdorsa lis,ventralisdanintermediusyangletaknyapadaponsrostral.Nukleusdorsaliskanand



12



ankiridipertemukanolehkomissuraProbst.Aksonaksondarinukleusdorsalisberakhirpadakolikulusinferioripsilateralataukontralater alviakomissuraProbst(Mills,Khariwala&Weber2006). d. Kolikulusinferior Terdiridaridaerahsentralataukolikulusinferiorsentralyangdikelilingiolehbel tarea.Kolikulusinferiorsentralkanandankiridihubungkandengansuatukomissura. Kolikulusinferiorsentralinimenerimaproyeksikontralateraldarimasingmasingsubdivisikompleksnukleuskoklearis.Bilateraldariolivarissuperiorlateralis dandarinukleusdorsalisdanintermediuslemniskuslateralissertapadaipsilateraldari olivarissuperiormedius,nukleuskorpustrapezoideusmediusdannukleuslemniskusl ateralisventralis.Beltareamenerimaproyeksidarinukleuslemniskuslateralisdorsali sdanventralisdandarinukleuskoklearisventralisdandorsalis.Aksonaksondarikolikulusjugamembentukkolikulusinferiorbrakialis.Padakolikulusinfer iorsentralis,nadafrekuensirendahterletakpadadaerahdorsalisdanfrekuensitinggipa daventrolateralis(Rappaport&Provencal2002). e. Korpusgenikulatummedialis Korpusgenikulatummedialismerupakanbagiandaritalamusauditoriyangme wakilipenyampaianthalamusantarakolikulusinferiordankorteksauditori.Dibagida lam3nukleusyaitunukleusventralis,dorsalisdanmedialis.Korpusiniakanmengirim kansinyalkekorteksauditorius.Nadafrekuensirendahterletakpadabagianlateralisda rinukleusventralisdanfrekuensitinggipadadaerahmedialis(Rappaport&Provencal 2002;Mills,Khariwala&Weber,2006). f. Korteksauditorius Terdiridaridaerahprimer(girusHeschl),yangterletakpadabagianatasgyruste mporalisyangdikelilingiolehBeltarea.Beltareameliputitemporal,gyrustemporalis posterosuperior(areaBroadmann22),gyrusangularis(areaBroadmann40)daninsula .HantaransuarapadakorteksauditoriusyaitupadaareaBroadmann22.Kolikulusinfer iorsentralis,korpusgenikulatummedialisventralisdankorteksauditoriusprimermer



13 Gambar10.JalurAuditori (Guyton & Hall, 2006).



upakanjalurpendengaranyangutama(Mills,Khariwala&Weber,2006;Moller,2006 ).



Gambar8.JalurAuditori (Guyton & Hall, 2006).



14



2.2 Fisiologi Pendengaran Getaransuaraditangkapolehdauntelingayangditransmisikankeliangtelingadanme ngenaimembrantimpanisehinggamembrantimpanibergetar.Amplitudogetaranme mbrantimpanisesuaidenganintensitasbunyi.Getaraniniditeruskanketulangtulangpendengaran(maleus,inkus,stapes)yangberhubungansatusamalain.Ketikag elombangmencapaibasisstapes,iaakanmenggetarkanfenestraovaleyangmerupaka nperlekatandaribasisstapeskekoklea.Lalugetarantersebutakanmendorongcairanp erilemfepadaskalavestibuliyangadadikokleadiaurisinterna.Adanyapendesakancai ranperilimfediskalavestibuli,akanterjadipeningkatantekanandiskalavestibuliterse but.Tekananinikemudianakanditeruskankeskalatimpanimelaluihelikotrema.Cair anpadaskalatimpaniikutterdesak.Halinimengakibatkantekananpadaskalatimpani meningkat,kemudiandesakancairantimpaniakanmendorongfenestrarotundumyan gterdapatdisebelahlateraldariskalatimpanikearahlateral.Karenasifatcompliance/k elenturanfenestrarotundum,makasetelahterdesakkelateral,iaakankembalikeposisi semulasehinggatekananakanterpantulkankembalikeskalatimpani,helikotrema,ke mudiankeskalavestibuli,begituseterusnya.GetaranditeruskanmelaluimembranaR eissneryangmendorongendolimfedanmembranabasilariskearahbawah.Puncakgel ombangyangberjalandisepanjangmembranbasilarisyangpanjangnya35mmterseb ut,ditentukanolehfrekuensigelombangsuara.Membranbasilarisyangterletakdekatt elingatengahlebihpendekdankaku,akanbergetarbilaadagetarandengannadarendah .Halinidapatdiibaratkandengansenargitaryangpendekdantegang,akanberesonansi dengannadatinggi.Getaranyangbernadatinggipadaperilimfeskalavestibuliakanme lintasimembranbasilarisbagianbasal.Sebaliknyanadarendahakanmenggetarkanba gianmembranbasilarisdidaerahapex.Getaraninikemudianakanturunkeperilimfesk alatimpani,kemudiankeluarmelaluiforamenrotundumke telinga tengah untuk diredam. Membranbasilarismerupakanmembranyangmembatasiskalatimpanidenganskala media.Gerakanmembranbasilariskeatasakanmembengkokkanstereosiliakearahst ereosiliayanglebihtinggipadafasedepolarisasimengakibatkanterjadinyapereganga



15



npadaserabuttiplinkdipuncakstereosilia.Ketikatiplinkmereganglangsungmembu kasaluranmekanoelekriktransduksi(MET)padamembranstereosiliadanmenimbul + kanaliranarusK kedalamselsensoris.Alirankaliumtimbulkarenaterdapatperbedaa npotensialendokoklea+80mVdanpotensialintraselulernegatifpadaselrambut,selra mbutdalam-40mVdanselrambutluar70mV.Haltersebutmenghasilkandepolarisasiintraseluleryangmenyebabkankation + termasukkaliumdankalsiummengalirkedalamselrambut.MasuknyaionK akanme ngubahpotensiallistrikdalamselrambutdanmendepolarisasisel,padaakhirnyaselra mbutmemendekdenganmempengaruhimotorselrambutluaratauprestin(Gacek,20 09). Membran



basilaris



bergerak



turun,stereosiliamembengkokkearahstereosiliayangterpendekpadafasehiperpolar isasimengakibatkanterjadinyapengenduranpadaserabuttiplinkdipuncakstereosilia makasaluranMETakantertutup.Bilastereosiliategaklurus,pembukaansaluranMET takakanberpengaruh.Tiplinkini + sepertisaluranelastikyangbisamengendalikanbukatutupnyasaluranMET.IonK ke luardariselrambutluarkedalamruangekstraselulerdisekitarselrambutluarkemudia nmasukkeselpendukung.Rangsangansuaradiubahmenjadigetaranmembranbasila ris,danmengarahkanpadapembukaandanpenutupansaluranMETpadastereosiliake mudianmenghasilkanresponelektrokimiadanakhirnyaakanmepresentasikansuara padasarafpendengaran(Gacek,2009). Serabutserabutserabutsarafkoklearisberjalanmenujuintikoklearisdorsalisdanventralis.Se bagianbesarserabutinti melintasigaristengahdanberjalannaikmenujukolikulusinferiorkontralateral,namu nsebagianserabuttetapberjalanipsilateral.Penyilanganselanjutnyapadalemniskusl ateralisdankolikulusinferior.Darikolikulusinferiorjaraspendengaranberlanjutkek orpusgenikulatumdankemudiankekortekspendengaranpadalobus temporalis(Gacek2009). 2.3 Gangguan Pendengaran



16



Jenis Gangguan Pendengaran a. Gangguan pendengaranKonduktif Gangguan pendengaran konduktif



terjadi



akibat



adanya



abnormalitas pada telinga luar atau telinga tengah, yang dapat mencakup kelainan dari membran tympani. Contoh kelainan meliputi oklusi saluran pendengaran eksternal karena cerumen atau massa, infeksi telinga tengah dan/atau cairan, perforasi membran tympani, atau kelainan tulang pendengaran. Abnormalitas yang terjadi dapat mengurangi intensitas efektif dari hantaran udara menuju koklea, tetapi tidak mempengaruhi hantaran tulang. Oleh karena itu, ambang hantaran tulang lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih dan normal (Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015). b. Gangguan pendengaran Sensorineural Gangguan pendengaran sensorineural (perseptif) disebabkan oleh kelainan pada koklea, nervus VII atau di pusat pendengaran. Pada jenis gangguan pendengaran sensorineural, telinga luar dan telinga tengah tidak mengurangi intensitas hantaran, baik hantaran udara maupun hantaran tulang dalam merangsang koklea. Oleh sebab itu, gangguan pendengaran sensorineural memiliki ambang hantaran tulang sama dengan ambang hantaran udara dan keduanya tidak normal. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak. Gangguan pendengaran sensorineural disebut juga dengan gangguan pendengaran saraf atau gangguan pendengaran perseptif. Gangguan pendengaransensorineural ini dibagi dua, yaitu tuli koklea dan tuli retrokoklea. Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme penghantar pada koklea. Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat



17



membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB. Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali (Dorland, 2012;.Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014). Gangguan pendengaran sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis.Beberapa kelainan yang termasuk gangguan pendengaran sensorineural adalah presbikusis, gangguan pendengaran akibat bising (NIHL), penyakit ménière, dan lesi retrokoklear seperti schwannoma vestibular. (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014; Kurtz, 2016; Lassman, Levine, Greenfield, 2015). Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi: a. Koklea Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari: 1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus) Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis, kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai 2.



dari yang ringan sampai yang berat. Obat ototoksik Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo dan gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural. Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:



18







Antibiotik  Aminogliksida:



streptomisin,



neomisin,



kanamisin,



gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah



   



Netilmisin dan Sisomisin.  Golongan macrolide: Eritromisin  Antibiotik lain: kloramfenikol Loop diuretic: Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin Obat anti malaria: kina dan klorokuin Obat anti tumor: bleomisin, cisplatin



Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain: 



Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada







penggunaan semua jenis obat ototoksik Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga



 3.



akhirnya sampai ke bagian apeks Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat



adanya degenerasi dari sel epitel sensori Presbikusis Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang rebut atau bising. Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya. Adapun



19



faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising yang berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan bunyi, termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa dipengaruhi oleh faktor herediter, dan penyakit-penyakit seperti aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat ototoksik, dan kebiasaan makan yang tinggi lemak. Proses degenerasi yang terjadi secara bertahap ini akan menyebabkan perubahan struktur koklea dan n.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi selsel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding lateral



koklea.



Selain



itu



terdapat



pula



perubahan,



berupa



berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf. Walaupun penyebab pasti presbikusis masih belum diketahui secara pasti, namun telah diterima secara umum bahwa penyebab presbikusis adalah multifaktorial. Berikut beberapa penyebab yang dipercaya dapat menyebabkan terjadinya presbikusis: a. Aterosklerosis Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai hilangnya perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini menyebabkan terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga radikal bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini, menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA mitokondria yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari kerusakan- kerusakan inilah berkembang presbikusis (Rolland, Kutz & Isaacson 2014). b. Diet dan metabolisme Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi serta oksigenasi dari koklea.Pada keadaan diabetes juga didapati proliferasi dan hipertropi dari tunika intima di endotel yang juga nantinya akan menyebabkan gangguan perfusi ke koklea.Penelitian yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan bahwa diet



20



tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E dapat mengurangi progresifitas presbikusis pada tikus (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014). c. Paparan terhadap bising Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus yang memiliki struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa paparan terhadap bising mampu meningkatkan kejadian presbikusis. Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di telinga termasuk di dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV. Dari penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap kerusakanfibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang batas pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus yang terpapar bising menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel spiral ganglion, yang merupakan badan sel dari saraf aferen di koklea, yang bersinaps dengan sel-sel rambut dalam (inner hair cells). Intinya, paparan bising pada usia muda dapat meningkatkan risiko terjadinya presbikusis seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014). d. Genetik Disebut-sebut bahwa



genetik



berperan



penting



dalam



menentukan kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising, obat-obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress. Pada penelitian lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang mengalami mutasi pada penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen SLC26A4. Selain itu, didapati bahwa orang-orang yang mengalami dua mild mutations pada gen GJB2 akan terjadi peningkatan risiko 4.



berkembangnya presbikusis dini (Rolland, Kutz & Isaacson, 2014). Tuli mendadak Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba



tanpa



diketahui



pasti



penyebabnya.Tuli



mendadak



didefinisikan sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau



lebih



paling



sedikit



tiga



frekuensi berturut-turut



pada



pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak,



21



keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini



koklea



sangat



mudah



mengalami



kerusakan.



Iskemia



mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan 5.



membrana basilaris jarang terkena. Kongenital Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70% bersifat otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital), Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).



6.



Trauma Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan



7.



trauma paling umum penyabab tuli sensorineural. Tuli akibat bising Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi.



22



Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam (1–2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama (10–15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. b. Retrokoklea Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari retrokoklea terdiri dari: 1. Penyakit Meniere Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli 2.



sensorineural. Neuroma Akustik Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di cerebellopontin angel. Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat: - trauma langsung terhadap nervus koklearis - gangguan suplai darah ke koklea



c. Gangguan pendengaran Campuran Gangguan pendengaran campuran disebabkan oleh kombinasi dari gangguan



pendengaran



konduktif



dan



gangguan



pendengaran



sensorineural. Pada gangguan pendengaran campuran, ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10 dB atau lebih, dan ambang batas hantaran tulang kurang dari 25 dB (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2014; Kurtz, 2016). Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media . Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma



23



kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2014). Derajat Gangguan Pendengaran  Normal (0-25 dB) Pada level ini, pendengaran berada dalam batas normal.  Gangguan pendengaran ringan (26-40 dB) Gangguan pendengaran ringan dapat menyebabkan inatensi, kesulitan menekan kebisingan latar belakang (background) dan meningkatkan usaha untuk mendengar. Pasien pada derajat kegangguan pendengaranan ini mungkin tidak dapat mendengar suara halus. Pasien anak-anak akan 



merasa lelah setelah mendengar dalam waktu yaang lama. Gangguan pendengaran sedang (41-55 dB) Gangguan pendengaran sedang dapat mengganggu perkembangan bahasa, syntax dan artikulasi, interaksi dengan teman dan penghargaan diri. Pasien







 



akan mengalami kesulitan mendengar beberapa percakapan. Gangguan pendengaran sedang-berat (56-70 dB) Gangguan pendengaran derajat ini dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan menurunkan kejelasan ucapan. Tuli Berat (71-90 dB) Gangguan pendengaran berat dapat mempengaruhi kualitas suara. Tuli sangat berat (>90 dB) Pada gangguan pendengaran sangat berat, kemampuan bicara dan bahasa akan memburuk (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin; 2014; Kurtz, 2016). Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat dibagi pula menjadi dua jenis, yaitu: a.



Prelingual Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum



terjadinya



proses



perkembangan



kemampuan



berbahasa



pada



seseorang. Seluruh gangguan pendengaran yang bersifat kongenital biasanya masuk ke dalam gangguan pendengaran prelingual. Orangorang dengan gangguan pendengaran prelingual biasanya lebih terbatas secara fungsional bila dibandingkan dengan orang- orang



24



dengan



gangguan



pendengaran



yang



telah



melalui



proses



berbahasa(Smith& Wolfe, 2013). b.



Postlingual Gangguan



pendengaran



postlingual



terjadi



setelah



berkembangnya kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6 tahun. Gangguan pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan gangguan pendengaran prelingual. Biasanya gangguan pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan oleh meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti gentamisin (Smith& Wolfe, 2013). 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Pendengaran Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat berasal dari genetik maupun didapat. a. Faktor genetik Gangguan pendengaran karena faktor genetik pada umumnya berupa gangguan pendengaran bilateral tetapi dapat pula asmetrik dan mungkin bersifat statik maupun progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X (contoh: Hunter’s syndrome, Alport syndrome, Norrie’s disease) kelainan mitokondria (contoh: Kearns-Sayre syndrome), atau merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa organ telinga (contoh: stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering dihubungkan dengan malformasi pinna dan rantai osikuler yang menimbulkan tuli konduktif). b. Faktor Didapat Antara lain dapat disebabkan: 1.



Infeksi



25



Rubela konginel, cytomegalovirus, toksoplasmosis, virus herpes, simpleks, meningitis bakteri, otitis media kronik purulenta,



mastoiditid,



endolabrintitis,



kongenital



sifilis.



Toksoplasma, rubela, cytomegalovirus menyebabkan gangguan pendengaran dimana gangguan pendengaran sejak lahir akibat infeksi cytomegalogavirus sebesar 50% dan toksoplasma konginetal 10-15%, sedangkan untuk infeksi herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tuli sensorineural. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 70% anak yang mengalami infeksi cytomegalovirus kongenital mengalami gangguan pendengaran sejak lahir atau selama masa neonatus. Pada meningitis bakteri melalui laporan post-mortem dan beberapa studi klinis menunjukkan adanya kerusakan di koklea atau saraf pendengaran, namun proses patologi yang terjadi tidka begitu diketahui sehingga menyebabkan gangguan pendengaran masih belum dapat dipastikan. 2.



Neonatal hiperbilirubinemia Neonatal hiperbilirubinemia



merupakan



penyakit



hemolisis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh neonatal jaundice. Penyakit neonatal jaundice kebanyakan disebabkan oleh jalur metabolisme bilirubin yang belum matang pada bayi baru lahir. Neonatal hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana kadar bilirubon total >5 mg/dl. Hiperbilirubinemia tampak secara ikterus. Ikterus neonatum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Bilirubin tak terkonjugasi yang masuk dalam otak terutama dalam bentuk bebas atau bilirubin anion, berikatan dengan fosfolipid dan gangliosida pada permukaan membran plasma



neuron.



Ikatan



antara



bilirubin



anion-fosfolipid



kompleks merupakan ikatan yang tidak stabil. Bilirubin anion mengambil ion hidrogen dan membentuk asam bilirubin yang



26



menempel kuat pada membran. Asam bilirubin tersebut akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma sehingga dapat menyebabkan bilirubin anion masuk ke dalam sel neuron. Bilirubin anion yang masuk ke dalam sel akan berikatan dengan fosfolipid pada membran organel subseluler seperti mitokondria, retikulum



endoplasma



dan



nukleus.



Ikatan



ini



akan



menyebabkan terbentuknya asam bilirubin dan kerusakan membran



di



tingkat



memberikandampak



subseluler.



terhadap



Kerusakan



multisistem



tersebut



enzim



dan



menyebabkan kerusakan sel neuron. Salah satu bentuk neurotoksisitas bilirubin adalah abnormalitas



sistem



auditori



pada



hiperbilirubinemia.



Berdasarkan bukti tes audiometrik didapatkan gangguan pendengaran dominan bilateral pada frekwensi tinggi dan simetris dengan fungsi perkembangan suara yang abnormal. Hal tersebut berhubungan dengan lesi patologis pada nukleus koklear. Bilirubin yang terdapat pada otak dapat merusak nuclei audiotori sentral dan jalur vestibular, nuclei serebellar dan ganglia basalis yang dihubungkan dengan hipereaktivitas vestibuler. Terdapat manifestasi auditori sentral yang patologis, melibatkastruktur auditori batang otak termasuk nuclei dorsal koklear maupun ventral, kompleks olivarius superior, nuclei lemniskus lateralisdan kolikuli inferior tanpa keterlibatan thalamus maupun cortical auditory pathways.Tujuh puluh tiga persen bayi dengan kadar bilirubin > 12mg/dl ternyata memiliki hasil BERA abnormal (Baradaranfar et al, 2011). 3.



Masalah perinatal Masalah perinatal adalah masalah-masalah yang terjadi pada masa perinatal. Masa perinatal adalah yakni masa antara 28 minggu dalam kandungan sampai 77 hari setelah kelahiran yang merupakan masa dalam proses tumbuh kembang anak



27



khususnya



kembang



otak.



Masalah



perinatal



meliputi



prematuritas (suatu keadaan yang belu matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu), anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik (gangguan yang terjadi pada alat pendengaran yang terjadi karena efek samping dari konsumsi obat-obatan). Faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada neonatus: a. Riwayat keluarga ditemukan ketulian b. Infeksi intrauterin c. Abnormalitas pada kraniofasial d. Hiperbilirubinemia yang memerlukan tranfusi tukar e. Penggunaan obat ototoksik aminoglikosida lebih dari 5 hari atau penggunaan antibiotik tersebut dengan obat golongan loop diuretik. f. Meningitis bakteri g. Apgar skor 30 = Berat 2. STAT= Supra Threshold AdaptationTest  Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger.  Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekuensi (500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz) pada 110 dB SPL = 100 dB Sl.



36







Artinya nada murni pada frekuensi (500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz) pada 110 dB SPL diberikan secara terus menerus selama 60 detik, terjadi kelelahan maka tes dinyatakan positif (+).



Audiometri tutur  



Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata, Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically Balance Word







LBT (PB,UST) Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui







kaset tape recorder Pada tuli saraf koklea, Pasien sulit membedakan bunyi







S,R,H,C,H,CH Sedangkan, pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score     



90 – 100% : Pendengaran Normal 75 – 90%: Tuli Ringan 60 – 75%: Tuli sedang 50 - 60%: Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan sehari-hari < 50%: Tuli Berat



Audiometri Bekessy      



Prinsipnya mengunakan nada yang terputus dan continyu Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol Ditemukan grafik seperti gigi gergaji Garis yang menaik adalah priode suara yang dapat didengar Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada recruitment amplitude lebih kecil



Tabel 3. Interpretasi Audiometri Bekessy Normal Tuli Saraf Koklea Tuli Saraf Retro koklea



Nada terputus dan terus menerus berimpit Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai frekuensi 1000 hz dan grafi kotinue makin kecil Nada terputus dan terus menerus berpisah



37



 Audiometri Obyektif Terdapat 3 cara pemeriksaan, yaitu:  Audiometri Impedans  Electrokokleografi  Envoke response Audiometri 1. Audiometri impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna a) Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendegaran, kekakuan pada membrane timpani dan membrane timpani sangat lentur. b) Fungsi Tuba Estacius: Untuk mengetahui fungsi tuba (terbuka atau tertutup). c) Refleks stapedius pada telinga normal reflek stapedius muncul pada Rangsangan 70 – 80 dB. d) Pada lesi koklea ambang rangsang reflex stapedius menurun, sedangkan pada lesi retrokolea ambang rangsang itu naik. 2. Elektrokokleografi Pemeriksaan ini digunakan



untuk



merekam



gelombang–



gelombang yang khas dari evoke electro potensial koklea. Caranya dengan elektroda jarum, membran timpani ditusuk sampai ke promontorium kemudian dilihat grafiknya. 3. Evoke Response Audiometri Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan, kemudian direkam gelombang–gelombang yang datang dari batang otak. Pada pemeriksaan dengan BERA, secara fisiologik mekanisme jalur auditorius mulai dari saraf auditorius sampai ke korteks auditorius sangat kompleks. Terdapat lima gelombang yang mencerminkan daerah yang diperiksa, antara lain: 1. Gelombang I timbul dari bagian distal nervus VIII. 2. Gelombang II dari bagian proksimal nervus VIII dengan kemungkinan bagian distal nervus VIII masih ikut berperan.



38



3. Gelombang III dari kompleks olivari superior. 4. Gelombang IV berasal dari neuron ke tiga di nukleus olivarius superior kompleks, nukleus koklearis dan lemniskus lateralis. 5. Gelombang V berasal dari kolikulus inferior. Bila



ditemukan



keadaan



tuli



konduktif,



kurva



serial



latensi/intensitas mempunyai kemiringan yang sama seperti orang normal tetapi mengalami pergeseran ke intensitas pendengaran yang lebih tinggi, maka akan ditemukan semua gelombang (I-V) akan bergeser ke kanan (memanjang), sedangkan interwave latency interval (IWI) dalam batas normal. Lesi tipe sensorineural mempunyai latensi puncak yang sebanding dengan orang normal pada intensitas stimulasi tinggi, tetapi pada intensitas yang lebih rendah, latensi tersebutmemanjang secara signifikan. Untuk membantu interpretasi BERA dalam membedakan gangguan konduktif dan lesi retokoklear diperlukan tes audiometrik khusus yang cermat dan teliti seperti timpanometri.  Pemeriksaan Tuli Anorganik Pemeriksaan ini di perlukan untuk memeriksa seseorang yang pura pura tuli (menginkan asuransi) 1) Cara Stenger  memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian pada sisi yang sehat nada di jauhkan. 2) Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil audiogram berbeda. 3) Dengan Impedans  Audiologi Anak Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam ruangan Khusus (Free Field). Cara memeriksanya dengan beberapa cara: 1) Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak



39



2) Free field test  Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak sedang bermain kemudian diberikan rangsang bunyi, perhatikan reaksinya. 3) Screening  Untuk screening (Tapis masal) dipakai hantaran udara saja dengan frekuensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz. 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tuli sensorieural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup teling (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar. a. Alat Bantu Dengar (ABD) Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat tersebut cocok dan efektif bagi pemakai. Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei



sebagai



sumber



tenaga.



Selanjutnya



dilengkapi



kontrol



penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang. Komponenkomponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau



40



dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis : - Jenis saku (pocket type, body worrn type) - Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear) - Jenis ITE (In The Ear) - Jenis ITC (In The Canal) - Jenis CIC (Completely In the Canal) Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi menjadi sulit. b. Implan Koklea Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai kemampuan



menggantikan



fungsi



koklea



untuk



meningkatkan



kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total bilateral. Indikasi pemasangan implan koklea adalah : - Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD. - Usia 12 bulan – 17 tahun - Tidak ada kontra indikasi medis - Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain : - Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral) - Proses penulangan koklea - Koklea tidak berkembang



41



Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan.Keberhasilan



implan koklea



ditentukan denga menilai



kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.



2.8 Pencegahan Gangguan Pendengaran 



Gunakanlah pelindung pendengaran, jika berada di lingkungan yang memiliki tingkat kebisingan tinggi gunakanlah pelindung pendengaran seperti penutup telinga. Alat ini juga bisa digunakan saat melakukan kegiatan sehari-hari seperti memotong rumput.







Waspadai kebisingan, kapan pun waktunya usahakan untuk mengecikan volume radio, televisi atau speaker.







Berhati-hatilah menggunakan earphone. Jika menggunakan earphone maka aturlah volume agar tidak terlalu keras, jika orang yang disebelah Anda bisa mendengar suara dari earphone maka volumenya sudah terlalu keras.







Berikan waktu bagi telinga untuk beristirahat, semakin sering seseorang terpapar suara maka bisa mempengaruhi gangguan pendengaran, bahkan suara dengan volume rendah sekalipun jika terpapar dalam jangka waktu lama bisa jadi berbahaya. Untuk itu berilah waktu bagi telinga untuk beristirahat dengan berada di dalam ruangan yang tenang.



42







Periksalah telinga secara teratur, tes pendengaran dan pemeriksaan telinga sebaiknya menjadi kegiatan kesehatan yang rutin, karena semakin cepat gangguan diketahui maka penanganannya akan menjadi lebih mudah dan mencegah kerusakan lebih lanjut.



43



BAB III KESIMPULAN Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Gangguan pendengaran konduktif terjadi akibat adanya abnormalitas pada telinga luar atau telinga tengah, yang dapat mencakup kelainan dari membran tympani.Gangguan pendengaran sensorineural disebut juga dengan gangguan pendengaran saraf atau gangguan pendengaran perseptif. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak. Sedangkan campuran disebabkan oleh kombinasi dari gangguan pendengaran konduktif dan gangguan pendengaran sensorineural. Menurut Kurtz (2016), derajat gangguan pendengaran dikategorikan menjadi 5 kategori menurut ambang dengarnya yaitu, 0-25 db normal, 2640 db gangguan pendengaran ringan, 41-55 db gangguan pendengaran sedang, 56-70 db gangguan pendengaran sedang-berat, 71-90 tuli berat, dan lebih dari 90 db disebut tuli sangat berat. Secara garis besar faktor penyebab terjadinya gangguan pendengaran dapat berasal dari genetik maupun didapat. Gangguan pendengaran yang didapat disebabkan oleh infeksi, neonatal hiperbilirubinemia, masalah perinatal, obat ototoksik, trauma dan neoplasma. Penyebab dari tuli sensorineural terbagi dua yaitu koklea dan retroklokea. Tuli koklea dapat disebabkan oleh labirinitis, perbiskusis, tuli akibat obat ototoksik, tuli akibat bising, tuli akibat trauma, kongenital, dan tuli mendadak. Sedangkan tuli retroklokea dapat disebabkan oleh penyakit menier dan neuroma akustik. Untuk mendiagnosis suatu gangguan pendengaran dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat dilakukan pemeriksaan telinga



44



secara menyeluruh untuk dapat menyingkirkan penyebab-penyebab umum dari kehilangan pendengaran, seperti adanya cairan di telinga atau penyumbatan. Pemeriksaan pendengaran meliputi pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan menggunakan garpu tala atau audiometri nada murni.Pada penderita tuli koklea dan retrokoklea, dapat dibedakan dengan pemeriksaan audiometri khusus, audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak. Audiometri khusus dapat membedakan tuli koklea dan retrokoklea dengan memahami rektrutmen yang khas pada tuli koklea, dan kelelahan (decay/fatigue) yang khas pada tuli retrokoklea. Audiometri khusus terdiri dari tes SISI (short increment sensitivity index), tes ABLB (alternate binaural loudness balans test), tes kelelahan (Tone decay), audiometri tutur (speech audiometry), dan audiometri Bekessy. Untuk mencegah gangguan pendengaran dapat menggunakan pelindung telinga, menghindari bising, menggunakan earphone secara bijak, memberikan waktu telinga untuk beristirahat, dan memeriksa keadaan telinga secara teratur karena semakin cepat diketahui maka semakin cepat penanganan dan semakin baik prognosis kedepannya.



45



DAFTAR PUSTAKA Alberti, Peter W. 2001. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing. Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health, Dortmund, Germany, hal. 53-62. Baradaranfar MH, Atighechi S, Dadgarnia MH, Jafari R, Karimi G, Mollasadeghi A, Eslami Z, Baradarnfar A. 2011. Hearing status in neonatal hyperbilirubinemia by auditory brain stem evoked response and transient evoked otoacoustic emission. Acta Med Iran. 2011;49(2):109-12. Bhatt, Rheena A. 2016. Ear Anatomy. Medscape. (http://emedicine.medscape.com/article/1948907-overview#showall, Diakses 9 Agustus 2016). Barrett, KE, Ganong, WF. 2010. Ganong's Review of Medical Physiology. 23rd. New York: McGraw-Hill. Bess FH, HumesLE. 2008. Audiology: The fundamentals. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Bielecki I1, Horbulewicz A, Wolan T. 2011. Risk factors associated with hearing loss in infants: an analysis of 5282 referred neonates.IntJ Pediatr Otorhinolaryngol. Jul;75(7):925-30. doi: 10.1016/j.ijporl.2011.04.007. Despopoulos AM, Silbernagl, SMD. 2003. Color Atlas ofPhysiology (5th ed.). New York: Thieme. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Terjemahan oleh: Albertus, dkk. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 25. DrakeR, Vogl AW, Mitchell AWM. 2009. Gray's Anatomyfor Students. London: Churchill Livingstone. Franks JR. 2001. Hearing Measurement. Dalam: Goelzer B., Hansen CH., Sehrndt GA (Editor). Occupational Exposure to Noise: Evaluation, Prevention and Control. World Health Organization, Federal Institute for Occupational Safety and Health, Dortmund, Germany, hal. 183-202. Gacek RR. 2009. Anatomy of the Auditory and Vestibular System. Dalam: Snow jr JB & Wackym PA.Ballenger’s. Otorhinolaryngology Head and NeckSurgery 17,Centennial edition. Philadhelpia: People’s Medical Publishing House. p. 1- 157.



46



Gillespie PG, Müller U. 2009. Mechanotransduction by Hair Cells: Models, Molecules, and Mechanisms. Cell. Oct 2; 139(1): 33–44. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI. Kileny PR., Zwolan TA. 2010. Diagnostic Assessment, Diagnostic Audiology. Dalam: Flint, Paul W., dkk (Editor). Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery, Edisi V. Mosby Elsevier, Philadelphia, hal. 1887-1903. Kurtz, Joe Walter. 2016. Audiology Pure-Tone Testing. Medscape. (http://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#showall, Diakses 11 Agustus 2016). Liston SL, Duvalu AJ. 1997. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga.Dalam: Adams, GL, Boeis, LR & Highler, PA. Boeis Buku Ajar Penyakit THT.Jakarta : EGC. 27-45. Lassman FM., Levine SC., Greenfield DG. 2015. Audiologi. Dalam: Adams GL., Boies LR., Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 50-55. Martin, F.N. 1986. Introduction to Audiology. Edisi III. Prenctice-Hall, Inc, Engelewood Cliffs, New Jersey. Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. 2006. Anatomy and Physiology of Hearing.In: Head & Neck Surgery-Otolaryngology, 4th Edition. LippincottWilliams & Wilkins. 1884-1903. Moller AR. 2006.Hearing Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory System 2nd ed. Texas: Elsevier.p 41- 56. Nagashima R1, Sugiyama C, Yoneyama M, Ogita K. 2005. Transcriptional factors in the cochlea within the inner ear.J Pharmacol Sci. Dec;99(4):301-6. Oghalai JS, Brownell WE. 2008. Anatomy and physiology of the ear. Dalam:Lalwani , AK. Current Diagnosis & Treatment in OtolaryngologyHead and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill Company. 577-95. Pawlowsky KS, Kikkawa YS, Wright CG, Alagramam KN. 2006.Progression of inner ear pathology in Ames waltzer mice and the role ofprotocadherin 15 in hair cell development. J. Assoc. Res. Otolaryngol. 7: 83-94. Probst R, GreversG, IroH. 2006. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step Learning Guide, 2nd edition. New York:Thieme.



47



Rappaport JM, Provençal C. 2002. Neuro-otology for audiologists. Dalam: Katz JBurkard RF, Medwetsky editors. Handbook of clinical audiology edisi ke5.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.9-30. Rolland PS, Kutz Jr JW, Isaacson B. 2014. Agingand the Auditory and Vestibular System.Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head &Neck SurgeryOtolaryngology. Philadelphia:Lippincott Williams and Wilkins. p 2615-23. Smith J., Wolfe J. 2013. Testing otoacoustic emissions in children: The known and the unknown. Hearing Journal. 66(12):20,22,23. Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi VI. Terjemahan oleh: Sugiharto, L. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 782-792. Soetirto I., Hendarmin H., Bashiruddin J. 2014. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi, EA, dkk. (Editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Indonesia, hal. 10-22.



48