Referat Herpes Simplex [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN INTERNA



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



DESEMBER 2020



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR



Herpes Simpleks



OLEH : Muh. Zulfahmi, S.Ked Sri Gustia Rahman, S.Ked Suryanti Sultan, S.Ked PEMBIMBING : dr. Helena Kendengan, Sp.KK



DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR



1



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama NIM Judul Referat



: Muh. Zulfahmi, S.Ked : 105505404419 : Herpes Simpleks



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Desember 2020 Pembimbing



dr. Helena Kendengan, Sp.KK



2



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama NIM Judul Referat



: Sri Gustia Rahman : 105505404119 : Herpes Simpleks



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Desember 2020 Pembimbing



dr. Helena Kendengan, Sp.KK



3



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama NIM Judul Referat



: Suryanti Sultan : 105505404319 : Herpes Simpleks



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Desember 2020 Pembimbing



dr. Helena Kendengan, Sp.KK



4



KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim.



Alhamdulillahirobbil’alamin,



puji



syukur



penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat yang diberikan, sehingga penulisan referat yang berjudul “Herpes Simpleks” dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Kulit dan Kelamin sebagai syarat kelulusan dapat terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat: 1.



dr. Helena Kendengan, Sp.KK sebagai pembimbing 2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Kulit dan Kelamin Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam pengembangan informasi ilmiah baik bagi penulis khususnya, juga mahasiswa, institusi dan masyarakat pada umumnya. Billahi fii sabilil haq. Fastabiqul Khaerat!



Makassar, Desember 2020



5



BAB I PENDAHULUAN



Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar makula eritematosa. 1 Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang (rekuren), juga karena penularan penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala atau asimtomatis.1,2 Kata herpes dapat diartikan sebagai merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola penyebaran lesi kulit infeksi herpes simpleks genitalis.1 Data World Health Organization (WHO) diperkirakan usia 15-49 tahun yang hidup dengan infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 536 juta. Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding pria, dengan perkiraan 315 juta 30 Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology Vol.29 / No. 1 / April 2017 wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang terinfeksi. Jumlah yang terinfeksi meningkat sebanding dengan usia terbanyak pada 25-39 tahun. Sedangkan, jumlah infeksi HSV-2 baru pada kelompok usia 15-49 tahun di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah wanita dan 10,8 juta adalah pria.1 Penegakan diagnosis penyakit ini dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Penting untuk dapat melakukan diagnosis dengan benar serta penatalaksanaan yang tepat pada pasien herpes simpleks genitalis.1,4 Pengobatan secara dini dan tepat dapat memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih singkat dan angka kejadian rekurensi menurun. Pemberian edukasi juga merupakan aspek penting dalam penanganan herpes simpleks genitalis.1



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



DEFINISI Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks (virus herpes hominis ) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedaangkan infeksi dapat berlangfsung baik primer maupun rekuren.2 Virus herpes simpleks (HSV) adalah virus DNA beruntai ganda pada manusia yang termasuk dalam keluarga Herpesviridae, yang dapat menetap secara laten seumur hidup di neuron individu yang terinfeksi. Secara berkala, HSV dapat memulai kembali siklus replikasi litik, dengan demikian, memasuki proses reaktivasi yang menghasilkan infeksi berulang, pelepasan virus, dan penularan ke host baru. Infeksi HSV menyebabkan lesi kulit yang umumnya terlokalisasi pada tingkat mulut, hidung, dan mata dengan infeksi HSV-1, sedangkan dengan HSV-2, infeksi paling sering terjadi pada daerah genital-kulit dan mukosa. Meskipun umumnya lesi yang diinduksi HSV bersifat jinak, dalam beberapa kasus, infeksi HSV dapat menjadi sangat serius, menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan dan, dalam kasus yang jarang terjadi, ensefalitis virus, meningitis limfositik, atau kebutaan.3 EPIDEMIOLOGI Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 3,7 miliar orang di bawah usia 50 tahun dan 417 juta orang berusia 15–49 tahun masing-masing mengalami infeksi HSV-1 dan -2. Prevalensi infeksi HSV-2 tertinggi di negara terbelakang, termasuk Afrika dan beberapa wilayah Amerika. Selain itu, wanita lebih rentan terhadap infeksi HSV-2 dibandingkan pria. Lebih lanjut, ditemukan adanya hubungan yang kuat antara HSV dan human immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan kerentanan yang lebih



7



tinggi terhadap infeksi HIV pada orang yang terinfeksi HSV-2, dan komplikasi infeksi HSV-2 yang lebih parah pada orang HIV-positif.3 Pada dewasa, seroprevalensi HSV telah dilaporkan menjadi 50% di Amerika Serikat dan hingga 90% di beberapa bagian Afrika. Seroprevalensi HSV telah menurun di AS dan negara lain keterlambatan seropositif HSV dapat menyebabkan peningkatan insidensi HSV.4 ETIOLOGI VHS Tipe 1 dan 2 merupakan virus herpes hominis yang termasuk virus DNA. Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis (tempat predileksi). Pada umumnya HSV 1 akan bermanifestasi pada daerah sekitar mulut dan HSV 2 pada daerah genital, tetapi keduanya dapat menginfeksi oral ataupun genital.2,5 PATOFISIOLOGI



Infeksi genital akibat virus herpes simpleks dapat dibedakan mejadi 5 kategori, yaitu episode I infeksi primer, episode I non infeksi primer, infeksi rekurens, asimtomatik, dan subklinis. Episode I infeksi primer merupakan fase dimana virus yang berasal dari luar masuk kedalam tubuh pejamu. Kemudian virus tersebut akan bergabung dengan DNA pejamu yang



8



kemudian akan terjadi replikasi dan menimbulkan kelainan pada kulit. Pada fase ini pejamu belum memiliki antibodi spesifik terhadap virus sehingga gejala klinis yang timbul lebih berat dan lebih luas.5 Virus kemudian akan menuju ganglion saraf regional melalui serabut saraf dan berdiam diri (laten) tanpa memberikan gejala klinis. Pada fase ini sering terjadi penularan karena asimtomatik. Episode I non infeksi adalah saat telah terjadi infeksi tetapi belum ada gejala klnis. Tubuh telah memiliki antibodi sehingga kelainan yang timbul akan lebih ringan.5 Virus akan kembali reaktivasi dan bereplikasi bila terdapat faktor pencetus seperti trauma koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan,



stress,



emosi,



kelelahan,



alkohol,



obat-obatan



yang



immunosupresif, dan pada beberapa kasus sukar yang tidak diketahui penyebabnya. Tubuh akan membentuk antibodi spesifik sehingga kelaianan yang timbul tidak seberat infeksi primer. Pada fase ini disebut infeksi rekurens.5



GEJALA KLINIS Masa inkubasi umumnya berkisar 3-7 hari atau lebih



lama. Gejala



dapat asimtomatik atau bersifat lebih berat. Pada penelitian retrospektif didapatkan bahwa VHS-2 sebanyak 50-70% asimtomatik. Keluhan subjektif yang dirasakan pasien adalah rasa gatal dan panas pada daerah lesi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Lesi dapat timbul disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Pada pemeriksaan fisik ditemukan vesikel berisi cairan jernih, seropurulen berkelompok diatas kulit sembab dan eritematosa. Bila pecah akan tampak ulserasi dan



krusta. Bila tidak



terjadi infeksi sekunder akan sembuh dalam 5-7 hari tanpa disertai jaringan parut. Predileksi pria adalah daerah preputium, glans penis, dapat juga di muara uretra dan daerah anal pada kaum LSL. Pada wanita umumnya ditemukan pada labia mayor, labia minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.5 Virus herpes simpleks (HSV) 1 dan 2 menginfeksi sebagian besar populasi manusia dengan tingkat seropositif untuk HSV-1 dan -2 masing-



9



masing berada di urutan 67% dan 11%. HSV masuk melalui kerusakan pada permukaan kulit atau mukosa melalui kontak langsung dan dengan cepat menimbulkan infeksi akut pada kulit bersamaan dengan mengakses saraf yang menginervasi tempat infeksi. Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.6 1. Infeksi primer Tempat predileksi VHS tipe 1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak inokulasi dapat terjadi secara kebetulan misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari. Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah terutama di daerah genital, juga menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatal.2 Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti orogenital sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.2 Infeksi primer berlangsung lebih lama dan berat, kira-kira minggu dan sering disertai gejala sistemik misalnya demam, malese dan anoreksia serta dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.2 Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompak diatas kulit yang sebab dan eritematosa berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadangkadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.2 2. Fase laten



10



Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.2 3. Infeksi sekunder Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.2 Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekuren ini dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain/tempat di sekitarnya.2



(a)



(b)



Gambar. Herpes Simpleks (a) Pria dan (b) Wanita DIAGNOSIS Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.2 Diagnosis laboratorium infeksi HSV genital akut atau virus tanpa gejala dibuat melalui deteksi virus langsung. Metode pilihan adalah



11



demonstrasi genom virus di kulit atau usap selaput lendir menggunakan polymerase chain reaction (PCR). PCR dianggap sebagai standar emas diagnosis



di



banyak



laboratorium. Isolasi



virus



terus



untuk



direkomendasikan sebagai metode alternatif untuk diagnosis genital herpes. Selain itu, deteksi antibodi spesifik virus untuk memastikan infeksi HSV banyak digunakan dalam praktik klinis. Namun orang harus menyadari nilai terbatas dari hasil serologi. Serologi HSV terutama berguna untuk mengkonfirmasi serokonversi setelah infeksi primer, melalui demonstrasi IgG.7 DIAGNOSIS BANDING Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului limfogranuloma venereum.2 1. Ulkus Mole



Ulkus mole atau sering disebut sebagai Chancroid ialah penyakit ulkus genital akut, setempat, dapat berinokulasi sendiri (autoinaculation), disebabkan oleh Haemophilusducreyi, dengan gejala klinis khas berupa ulkus ditempat masuk kuman dan seringkali disertai supurasi kalenjar getah bening regional. Penyakit ini lebih sering dijumpat pada laki-laki daripada perempuan. Dibeberapa negara, perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan berkisar 3:1 sampai 25:1. Perempuan dapat menjadi pembaya



12



penyakit karena ulkus yang berlokasi divagina atau serviks itu tidak nyeri (asimptomatik). Masa inkubasi ulkus mole pendek, berkisar antara 3 sampai 7 hari, jarang sampai 14 hari, tanpa gejala prodromal. Diawali dengan papul inflamasi yang cepat berkembang menjadi ulkus nyeri dalam 1-2 hari. Ulkus multiple dangkal, tidak terdapat indurasi dan sangat nyeri. Bagian tepi bergaung, rapuh, tidak rata kulit dan mukosa disekeliling ulkus eritematosa. Dasar ulkus dilapisi oleh eksudat nekrotik kuning keabuabuan yang mudah berdarah jika lapisan tersebut diangkat. Diagnosis ulkus mole dengan cara pemeriksaan PCR (Polymerase chain reactions) dan pewarnaan gram-negatif. 2. Limfogranuloma venerum



Limfogranuloma venerum (L.G.V.) adalah infeksi menular seksual sistemik yang disebabkan oleh chlamydia trachomatis serovar L1,L2 dan L3. Bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal, berupa limfadenitis dan periadentis beberapa kalenjar getah bening inguinal medial dengan lima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi yang akan mengalami perlunakan tak serentak. Jumlah kasus laki-laki lebih banyak daripada kasus pada wanita. Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu, gejala konstitusi timbul sebelum penyakitnya mulai dan



13



biasanya menetap selama syndrome inguinal. Gejala tersebut berupa malaise, nyeri kepala , atralgia, anoreksia, nausea dan demam. Ada



beberapa



pemeriksaan



yang



harus



dilakukan



untuk



menegakkan diagnosis antara lain pemeriksaan dengan NAAT untuk Chlamidya Trachomatis, tes Ikatan complement dan Tes Frei TATALAKSANA Pengobatan dapat diberikan menggunakan antivirus yang telah banyak digunakan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsiklovir. Rasa nyeri atau gatal dapat diberikan analgetik atau antipruritus sesuai dengan kebutuhan tiap individu. Bila pada kehamilan sang ibu menderita herpes genitalis maka saat melahirkan dilakukan seksio caesar sebelum ketuban pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah.5 Untuk mencegah penularan penyakit maka pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit dan proses penularannya. Pasien dan pasangan dianjurkan menggunakan alat proteksi seperti busa spermisidal dan kondom, dan diikuti dengan pencucian alat kelamin menggunakan air dan sabun pasca koitus. Hal ini dapat mencegah transmisi virus herpes simleks hampir 100%.5 Untuk mencegah rekurensi macam-macam usaha yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan imunitas seluler, pernah dilakukan pemberian preparat lupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk VHS tipe II) dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara berkala menurut beberapa penyelidik memberikan hasil yang baik. Efek levamisol dan isoprnosin ialah sebagai imunostimulator. Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi.2 Tabel. Tatalaksana herpes simpleks



Penyakit



Dosis



Durasi



Infeksi



Dewasa Asiklovir 5x200



Anak Asiklovir 15



7-10 hari atau



Primer



mg



mg/kgBB



hingga terjadi



Asiklovir 3x400 mg



terbagi dalam



resolusi gejala 14



Valasiklovir



5 dosis per



2x1000 mg



hari



Famsiklovir 3x250 mg



Infeksi



Asiklovir 5x400



4-5 hari atau



Rekurent



mg



hingga terjadi



Famsiklovir 2-



resolusi gejala



3x500 mg



Valasiklovir



1 hari



2x2000 mg Famsiklovir 1500 mg dosis tunggal



Infeksi



atau 2x750 mg Asiklovir 2x400



Rekurent



mg



(Profilaksis)



PROGNOSIS Selama pencegahan rekurensi masih merupakan problem, hal tersebut secara psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang.2 Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit dengan tumor di system retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.2



15



BAB III PENUTUP Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedaangkan infeksi dapat berlangfsung baik primer maupun rekuren. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 3,7 miliar orang di bawah usia 50 tahun dan 417 juta orang berusia 15–49 tahun masing-masing mengalami infeksi HSV-1 dan -2. Prevalensi infeksi HSV-2 tertinggi di negara terbelakang, termasuk Afrika dan beberapa wilayah Amerika. Selain itu, wanita lebih rentan terhadap infeksi HSV-2 dibandingkan pria. Lebih lanjut, ditemukan adanya hubungan yang kuat antara HSV dan human immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi HIV pada orang yang



16



terinfeksi HSV-2, dan komplikasi infeksi HSV-2 yang lebih parah pada orang HIV-positif. VHS Tipe 1 dan 2 merupakan virus herpes hominis yang termasuk virus DNA. Pembagian tipe 1 dan 2 berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis (tempat predileksi). Pada umumnya HSV 1 akan bermanifestasi pada daerah sekitar mulut



dan HSV 2 pada daerah



genital, tetapi keduanya dapat menginfeksi oral ataupun genital. Pada pemeriksaan pembantu diagnosis virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibody VHS. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.



DAFTAR PUSTAKA 1. Bonita,



L,



Murtiastutik,



2017,



‘A



Retrospektif



Study:



Clinical



Manifestation of Genital Herpes Infection’, Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Periodical of Dermatology and Venereology, Vol. 29, 30-35. 2. Menaldi, Sri Linuwih, 2016, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi Ketujuh), Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Annunziata, G, Maisto, M, Schisano, dkk, 2018, ‘Resveratrol as a Novel Anti-Herpes Simplex Virus Nutraceutical Agent: An Overview’, Journal Viruses, Vol.10, 473. 4. Lobo, AM, Agelidis, Shukla, 2019, ‘Pathogenesis of herpes simplex keratitis: the host cell response and ocular surface sequelae to infection and inflammatio’, Journal HHS Public Access Author Manuscript, Vol.17, 40-49.



17



5. Dr.dr.Ago Harlim. Buku ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK UKI. Jakarta; 2019 6. Singh, N, Tscharke, 2020, ‘Herpes Simplex Virus Latency Is Noisier The Closer We Look’, Journal of Virology, Vol.94, 01701-19. 7. Sauerbrei, A, 2016, ‘Herpes Genitalis: Diagnosis, Treatment and Prevention’, Journal Geburtshilfe und Frauenheilkunde, Vol.76, 13101317.



18