Referat Indriyati Struma Nodusa Non Toksik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



STRUMA NODUSA NON TOXIC



Disusun oleh : INDRIYATI JANUAR TRISNAWAN 20360250 Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Bedah RS Umum Haji Medan Pembimbing: dr. Muharramyah Rambe, M.Ked, Sp.B PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI LAMPUNG RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Paper ini dengan judul “STRUMA NODUSA NON TOXIC”. Penyelesaian Referat ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Muharramsyah Rambe, M.Ked, Sp.B selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan untuk menyelesaikan paper ini. Penulis menyadari bahwa Paper ini tentu tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat.



Medan, Juli 2021



Penulis



ii



DAFTAR ISI Halama



Y JUDUL.....................................................................................................................i KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3 2.1 Definisi.....................................................................................................3 2.2 Klasifikasi.................................................................................................3 2.3 Etiologi.....................................................................................................4 2.4 Anatomi....................................................................................................5 2.5 Fisiologi....................................................................................................6 2.6 Patofisiologi..............................................................................................9 9 10 13 17 18 18 20 21 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN Struma nodusa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme. Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba satu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme disebut struma nodusa non-toksik. Pada keadaan ini biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saa dewasa. Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai pada masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi, atau stress lain. Penyebab terbanyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadic, penyebabnya belum diketahui. Pada beberapa penderita struma nodusa, di dalam kelenjar tiroid timbul kelainan pada sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormone tiroid. Iodium (iodine) merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasi oleh Thyroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel kolid. Pada penyakit struma nodusa nontoksik tiroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien dapat tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan aktivitas simpatis seperti, 1



jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >0,90C dan dingin apabila < 0,90C. Pada penelitian Alve dkk, didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisi Struma nodusa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba



nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme. Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba satu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme disebut struma nodusa non-toksik. Pada keadaan ini biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saa dewasa. 2.2



Klasifikasi Struma nodusa non toxic adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa



disertai dengan gejala-gejala hipertiroid. Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal : 1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter (uninodusa) dan bila lebih dari satu disebut multinodusa 2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodoum radioaktif : nodul dingin (cold nodule), nodul hangat (warm nodule), dan nodul panas (hot nodule) 3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras atau sangat keras Pada struma gondok (goiter) endemic, perez membagi klasifikasi menjadi : 



Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan







Derajat I : terba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakan







Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal







Derajat III: terlihat pada jarak jauh



Burrow menggolongkan struma non toksik sebagai berikut : 1. Nontoxic diffuse goiter 3



2. Endemic 3. Iodine deficiency 4. Iodine excess 5. Dietary goitrogenic 6. Sporadic 7. Congenital defect in thyroid hormone biosynthesis 2.3



Etiologi Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai pada masa



dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi, atau stress lain. Penyebab terbanyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadic, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekuranggan (defisiensi) yodium (iodin) : Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25mcg/d dihubungkan dengan hipotiroidisme dan kreatinisme. 2. Kelebihan iodium : jarang terjadi dan pada umumnya terjadi pada penyakit tiroid autoimun yang ada sebelumnya 3. Goitrogen : 



Obat



:



Propylthiouracil,



expectorants,



litium,



thiocarbamide,



phenybutazone,



sulfonylurea



yang



amino-glutethimide, mengandung



iodium



(penghambatan sintesa bormon) 



Agen lingkungan : phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara







Makanan, sayur jenis Brassica (misalnya kubis, lobak cina, Brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitirin dalam rumput laut liar, (menghambat sintesis hormone)



4. Dishormonogenesis : kerusakan dalam jalur biosintesis hormone kelenjar tiroid 5. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana



4



menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan structural yang dapat berkelanjutan dengan berukrangnya aliran darah didaerah tersebut. 6. Riwayat radisai kepala dan leher : riwayat radiasi selam masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. Pada beberapa penderita struma nodusa, di dalam kelenjar tiroid timbul kelainan pada sistem enzim yang dibutuhkan untuk pembentukan hormone tiroid. Diantara kelianan-kelainan yang dapat dijumpai adalah : 1. Defisiensi mekanisme pengikat iodida, sehingga iodium dipompakan kedalam sel jumlahnya tidak adekuat 2. Defisiensi sistem peroksidase, di mana iodide tidak dioksidasi menjadi iodium 3. Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul triglobulin, sehingga bentuk akhir dari hormon tiroid tidak terbentuk 4. Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormone tiroid, sehingga menyebabkan defisiensi iodium. 2.4.



Anatomi Glandula thyroidea terdiri atas kiri dan kana yang dihubungkan oleh isthmus yang



sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai line oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dubungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringa embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian dari atas lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum, jika ia muscular disebut sebagai muskulus levator glandulae thyroidea. Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung pada ukuran tubuh dan suplai iodiun. Lebar dan panjang dari isthmus sekita 20mm, dan ketebalnnya 2-6 mm. ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4cm. lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39mm. kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam 5



ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari 2/3 bahkan sampai ¾ lingkaran. Arteri carotis communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. Nervus phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia media dan prevertebalis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nodi limfatici cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales. Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai aa. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh nervus recurrens dan cabang dari dari nervus laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang pentingmenerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe darib sebagian besar isthmus dn bagian bawah lobus lateral. Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior, kerusakn nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen. 2.5



Fisiologi Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau



yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormonehormon lain seperti T2. 6



T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif dari pada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah. Hormon-hormon yang lain berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari) kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitary mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangsang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh karena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4. Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TGB) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumin, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu mrnurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. 2.5.1



Metabolisme T3 dan T4 Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen



(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. Pengaturan faal tiroid : ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :



7



1. TRH (Thyrotropin releasing hormone). Tripeptida yang disintesis oleh hipotalamus, merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi. 2. TSH (thyroid stimulating hormone). Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSHreseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormone meningkat. 3. Umpan balik sekresi hormone (negative feedback). T4 ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis, khususnya hormone bebas. T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormone juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid Fungsi kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormone tiroid (T3dan T4), selain itu juga menghasilkan kalsitonin yang berfungsi mengatur kalsium dalam darah. Fungsi tiroid ini diatur dan dikontrol oleh glikoprotein hipofisis TSH (tirotropin) yang diatur pula oleh hormone dari hipotalamus yaitu TRH. Tiroksin (T4) menunjukan umpan balik negatif dari sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Biosintesis hormone tiroid merupakan suatu urutan proses yang diatur oleh enzim-enzim teretntu. Prosesnya sebagai berikut : 



Penangkapan iodide oleh sel-sel folikel tiroid merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan energy, yang didapatkan dari metabolisme aktif dalam kelenjar. Iodide yang tersedia bahan baku berasal dari makanan, air, iodide yang dilepaskan pada deiodinasi hormone tiroid. Tiroid mengambil dan mengkonsentrasikannya hingga 3040 kali kadarnya dalam plasma.







Oksidasi iodide menjadi iodium, proses ini dikatalisir oleh enzim iodide peroksidase.







Organifiksasi iodium menjadi mono-iodotirosin. Pada proses ini iodium digabungkan dengan molekul tirosin sehingga menjadi MIT dan DIT. Proses ini terjadi pada interfase sel koloid.







Proses penggabungan prekursor yang teriodinasi, dan







Penyimpanan



8



2.6



Patofisiologi Iodium (iodine) merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk



pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasi oleh Thyroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel kolid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triyoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Thyroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihipofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran pada kelenjar tiroid biasanya terjadi ketika folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahuntahun lamanya sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. 2.7



Manifestasi Klinis Pada penyakit struma nodusa nontoksik tiroid membesar dengan lambat. Awalnya



kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien dapat tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan aktivitas simpatis seperti, jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multiple). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras 3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada 4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada 5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid; ada atau tidak ada



9



Akibat berulangnya episode hyperplasia dan involusi dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis, nekrosis, kalsifikasi, pembentukan kista, dan perdarahan ke dalam kista tersebut. Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodusa nontoksik ialah adenoma, kista, perdarahan, tiroiditis dan karsinoma. 2.8



Diagnosis Diagnosis struma nodusa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan



fisik, penelaian resiko kegansan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umunya struma nodusa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo-atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsue-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodusa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodusa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodusa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratory. 2.8.1



Anamnesis



1) Informasi pasien Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui pathogenesis/macam kelainan dari struma nodusa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan : 



Umur, jenis kelamin, asal. Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di daerah penggunungan atau datarn rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah endemic struma







Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh







Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspenea, dan suara serak.







Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan, palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.







Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan meninggal. 10



2) Riwayat penyakit 



Keluhan yang ada dapat berupa rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.







Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik)







Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis)







Sejak kapan benjolan timbl







Rasa nyeri spontan atau tidak spontan; berpindah atau tetap







Cara pembesarannya ; cepet atau lambat







Apakah banyak keringat dan sering berdebar-debar







Adakah pasien cepat lelah dan sesak bila bekerja







Gangguan tidur







Ketahanan terhadap udara panas atau dingin



3) Riwayat kelurga  2.8.2



Riwayat paparan peninaran daerah pada waktu kecil/muda Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit



fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikian tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersaman dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedangkan keempat jari yang lain dari arah leteral mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bias digerakan kea rah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan



11



anterior



benjolan.



Keempat



jari



lainnya



diletakkan



pada



tepi



belakang



muskulus



sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut. Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan : 1. Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus 2. Ukuran : dalam sentimeter, diameter panjang 3. Jumlah nodul : satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodusa) 4. Konsistensinya : kistik, lunak, kenyal, keras 5. Nyeri : ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi 6. Mobilitas : ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus 7. Sternokleidomastoideus 8. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak. 2.8.3



Inspeksi situs colli Leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang selangka



dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua muskulus sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trake. 2.8.4



Palpasi situs colli Palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala



dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid.



12



Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid : Gejala Subjektif Dispneu d’ effort Palpitasi Capai/lelah Suka panas Suka dingin Keringat banyak Nervous Tangan basah Tangan panas Nafsu makan ↑ Nafsu makan ↓ BB ↑ BB↓ Fibrilasi atrium Jumlah



Angka +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +1 -1 +3 -3 -3 +3 +3



2.9



Pemeriksaan Penunjang



2.9.1



Laboratorium



Gejala Objektif Tiroid teraba Bruit diatas systole Eksoftalamus Lid retraksi Lid lag Hiperkinesis Tangan panas Nadi 90x/m 19 = hipertiroid



Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnose penyakit tiroid terbagi atas : 1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid Pemeriksaan hormone tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmunoassay (RIA) dan cara enzyme-linked immune-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,75 ng/Dl; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 Mu/L. Kadangkadang meningkat sampai 3 kali normal. 2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.



13



Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun  Antibodi triglobulin  Antibodi microsomal  Antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)  Antibodi permukaan sel (cell surface antibody)  Thyroid stimulating hormone antibody (TSA) Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anestesinya, bahkan tidak jarang untuk informasi diagnostic tersebut sampai memerlukan CT-scan leher. 2.9.2



Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,



tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelaina yang dapat didiagnosis dengan USG : 



Kista







Adenoma







Kemungkinan karsinoma







Tiroiditis



USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk : 1. Dapat menentukan jumlah nodul 2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik 3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid 4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid 5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. 6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsy terarah 7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan



14



Pemeriksaan



tiroid



dengan



menggunakan



radio-isotop



dengan



memanfaatkan



metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membrane sel tiroid yang menangkap iodide dan anion lain. Iodide selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Pemeriksaan sidik tiroid : Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium (iodine) radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk : 



Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya







Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.







Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.



Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormone tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioktivitas yang lebih tinggi. 2.9.3



Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/FNAB) Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi



aspirasi jarum halus tidak nyeri, hamper tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negatif palsu karna lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interprestasi oleh ahli sitology. Metode ini mempergunakan jarum suntik no 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Pemeriksaan histopatologis dengan biopsy jarum hasil (fine needle aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja. Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid : 15



1. Jinak (negatif) 



Tiroid normal







Nodul koloid







Kista







Tiroiditis subakut







Tiroiditis hashimoto



2. Curiga (indeterminate) 



Neoplasma sel folikuler







Neoplasma hurthle







Temuan kecurigaan keganasan tapi tidak pasti



3. Gana (positif) 



Karsinoma tiroid papiler







Karsinoma tiroid meduler







Karsinoma tiroid anaplastic



Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe)/ Frozen section pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan paraffin block. 2.9.4



Termografi Termografi adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu



tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >0,90C dan dingin apabila < 0,90C. Pada penelitian Alve dkk, didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitive dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain,



2.9.5 Petanda Tumor (Tumor Marker)



16



Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian triglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-30 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.



Diagram diagnosis struma nodusa non toksik. *FNA=Fine Needle Aspiration



2.10



Komplikasi I. II.



Gangguan menelan atau bernafas Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga penyakit jantung kongestif (jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)



III.



Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.



2.11



Diagnosis Banding 17



1) Hipertiroid 



Merupakan penyakit yang menyebabkan peningkatan dari hormon tiroid dalam darah,







Gejala yang dirasakan adalah rasa gemetar pada jari tangan, lemas, jantung berdebar cepat, berkeringat banyak walau berada dalam suhu yang dingin, badan semakin kurus walaupun makan masih dalam jumlah yang banyak, pada keadaan yang lebih lanjut lagi disertai dengan diare yang banyak sehingga menyebabkan dehidrasi







Pada penampakan di daerah leher terkadang disertai dengan pembesaran kelenjar gondok.



2) Hipotiroid 



Gejalanya antara lain kelelahan, tidak toleran tehdap dingin, sembelit, dan kulit yang kering dan mengeripik



3) Ca tiroid 



Suatu kanker pada kelenjar tiroid. Ada empat macam yaitu : papiler, folikuler, meduler, dan anaplastic







Nodul tiroid dengan konsistensi condong keras, tidak terasa adanya kapsul







Radiasi merupakan salah satu faktor resiko yang bermakna. Kurang lebih 25% orang yang mengalami radiasi pada usia muda kemudian timbul struma nodusa dan kurang lebih 25% dari struma ini akan menjadi adenokarsinoma tiroid



2.12



Penatalaksanaan Pilihan terapi nodul tiroid :



1. Terapi supresi dengan hormone levotirosin 2. Pembedahan 3. Iodium radioaktif 4. Suntikan etanol 5. US (ultrasound) Guided Laser Therapy 6. Observasi,bila yakin nodul tidak ganas.



18



Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB (Biopsi Jarum Halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu : 1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku. 2. Hail FNAB benigna, FNA dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm. Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku (Frozen section) seperti diatas.



Diagram penatalaksanaan struma nodusa nontoksik



19



2.11.1 Strumektomi Strumektomi dilakukan pada struma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanis. Strumektomi juga diindikasikan terhadap kista tiroid yang tidak mengecil setelah dilakukan biopsi aspirasi jarum halus. Nodul panas dengan diameter >2,5 mm dilakukan operasi karena dikhawatirkan mudah timbul hipertiriodisme. Indikasi operasi (pembedahan) pada struma adalah : 



Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa







Struma uni atau multinodusa dengan kemungkinan keganasan







Struma dengan gangguan tekanan







Kosmetik



2.13



Prognosis 



Prognosisnya adalah baik (ad bonam)







Biasanya, struma (goiter) nontoksik tumbuh (membesar) dengan sangat perlahan dalam jangka waktu lama sampai bertahun-tahun. Jika ditemukan pertumbuhan yang cepat harus dievaluasi akan adanya degenerasi atau perdarahan dari nodul atau suatu pertumbuhan neoplasma







Seringkali, pasien dengan pembesaran struma progresif disertai disfagi atau dispneau harus dievaluasi untuk pertimbangan tiroidektomi subtotal







Pada beberapa pasien, terapi iodium radioaktif dapat dipertimbangkan terutama untuk pasien yang berusia tua



20



BAB III KESIMPULAN



Struma nodusa non toxic adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda adanya hipertiroidisme. Strauma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai pada masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin bertambah terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi, atau stress lain. Penyebab terbanyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadic, penyebabnya belum diketahui. Pada penyakit struma nodusa nontoksik tiroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien dapat tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertiroidisme. Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan aktivitas simpatis seperti, jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan Strumektomi dilakukan pada struma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanis. Strumektomi juga diindikasikan terhadap kista tiroid yang tidak mengecil setelah dilakukan biopsi aspirasi jarum halus. Nodul panas dengan diameter >2,5 mm dilakukan operasi karena dikhawatirkan mudah timbul hipertiriodisme. Prognosisnya adalah baik (ad bonam). Biasanya, struma (goiter) nontoksik tumbuh (membesar) dengan sangat perlahan dalam jangka waktu lama sampai bertahun-tahun. Jika ditemukan pertumbuhan yang cepat harus dievaluasi akan adanya degenerasi atau perdarahan dari nodul atau suatu pertumbuhan neoplasma.



21



DAFTAR PUSTAKA







Mitchell, Richard Sheppard; Kumar, Vinay; Abbas, Abul K.; Fausto, Nelson. Robbins Basic







Pathology (8th ed.). Philadelphia: Saunders.Porth, C. M., Gaspard, K. J., & Noble, K. A. (2011). Essentials of pathophysiology: Concepts ofaltered health states (3rd ed.). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.







Bahn RS, Castro MR. Approach to the patient with nontoxic multinodular goiter. J Clin EndocrinolMetab. 2011 May. 96(5):1202-12.







Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al. Revised American Thyroid Association managementguidelines for patients with thyroid nodules and differentiated thyroid cancer. Thyroid. 2009 Nov.19(11):1167-214.







Knobel M. Etiopathology, clinical features, and treatment of diffuse and multinodular nontoxicgoiters. J Endocrinol Invest. 2015 Sep 21.







Baloch ZW, LiVolsi VA. Fine-needle aspiration of the thyroid: today and tomorrow. Best Pract ResClin Endocrinol Metab. 2008 Dec. 22(6):929-39.







Lang BH, Zhi H, Cowling BJ. Assessing perioperative body weight changes in patientsthyroidectomized for a benign nontoxic nodular goitre. Clin Endocrinol (Oxf). 2015 Sep 19.







Agarwal G, Aggarwal V. Is total thyroidectomy the surgical procedure of choice for benignmultinodular goiter? An evidence-based review. World J Surg. 2008 Jul. 32(7):1313-24.







Weetman AP. Radioiodine treatment for benign thyroid diseases. Clin Endocrinol (Oxf). 2007 Jun.66(6):757-64.







Baczyk M, Pisarek M, Czepczynski R, Ziemnicka K, Gryczynska M, Pietz L, et al. Therapy of large multinodular goitre using repeated doses of radioiodine. Nucl Med Commun. 2009 Mar. 30(3):226-31.



22







Bonnema SJ, Hegedus L. A 30-year perspective on radioiodine therapy of benign nontoxic multinodular goiter. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes. 2009 Oct. 16(5):37984.







Duntas LH, Cooper DS. Review on the occasion of a decade of recombinant human TSH: prospects and novel uses. Thyroid. 2008 May. 18(5):509-16.







Medeiros-Neto G, Marui S, Knobel M. An outline concerning the potential use of recombinant human thyrotropin for improving radioiodine therapy of multinodular goiter. Endocrine. 2008 Apr. 33(2):109-17.







Braverman L, Kloos RT, Law B Jr, Kipnes M, Dionne M, Magner J. Evaluation of various doses of recombinant human thyrotropin in patients with multinodular goiters. Endocr Pract. 2008 Oct. 14(7):832-9.







Fast S, Nielsen VE, Grupe P, et al. Optimizing 131I uptake after rhTSH stimulation in patients withnontoxic multinodular goiter: evidence from a prospective, randomized, double-blind study. J NuclMed. 2009 May. 50(5):732-7.







Bahn Chair RS, Burch HB, Cooper DS, et al. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: management guidelines of the American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Thyroid. 2011 Jun. 21(6):593-646.







Yetkin G, Uludag M, Onceken O, et al. Does unilateral lobectomy suffice to manage unilateral nontoxic goiter?. Endocr Pract. 2010 Jan-Feb. 16(1):36-41.







Phitayakorn R, McHenry CR. Follow-up after surgery for benign nodular thyroid disease: evidencebased approach. World J Surg. 2008 Jul. 32(7):1374-84.







Barczynski M, Konturek A, Hubalewska-Dydejczyk A, et al. Five-year Follow-up of a Randomized Clinical Trial of Total Thyroidectomy versus Dunhill Operation versus Bilateral Subtotal Thyroidectomy for Multinodular Nontoxic Goiter. World J Surg. 2010 Feb 20.







Worni M, Schudel HH, Seifert E, et al. Randomized controlled trial on single dose steroid before thyroidectomy for benign disease to improve postoperative nausea, pain, and vocal function. Ann Surg. 2008 Dec. 248(6):1060-6.







Erbil Y, Barbaros U, Temel B, et al. The impact of age, vitamin D(3) level, and incidental parathyroidectomy on postoperative hypocalcemia after total or near total thyroidectomy. Am J Surg. 2009 Apr. 197(4):439-46. 23







Cramon P, Bonnema SJ, Bjorner JB, Ekholm O, Feldt-Rasmussen U, Frendl DM, et al. Quality o life in patients with benign nontoxic goiter: impact of disease and treatment response, and comparison with the general population. Thyroid. 2015 Mar. 25 (3):284-91.







Berghout A, Wiersinga WM, Drexhage HA, et al. Comparison of placebo with Lthyroxine alone or with carbimazole for treatment of sporadic non-toxic goitre. Lancet. 1990 Jul 28. 336(8709):193-7.







Bonnema SJ, Bertelsen H, Mortensen J, et al. The feasibility of high dose iodine 131 treatment as an alternative to surgery in patients with a very large goiter: effect on thyroid function and size and pulmonary function. J Clin Endocrinol Metab. 1999 Oct. 84(10):3636-41.







Braverman LE, Utiger RD, Hermus AR, Huysmans DA:. Clinical manifestations and treatment of nontoxic diffuse and nodular goiter. In: Werner & Ingbar's The Thyroid. Baltimore, Md: Lippincott Williams & Wilkins;. 2000. 866-871.







Hegedus L, Gerber H. Multinodular goiter. In: DeGroot LJ, Jameson JL, eds. Endocrinology. 2001. 2:1517-1528.







Hermus AR, Huysmans DA. Treatment of benign nodular thyroid disease. N Engl J Med. 1998 May 14. 338(20):1438-47.







Hollowell JG, Staehling NW, Hannon WH, et al. Iodine nutrition in the United States. Trends and public health implications: iodine excretion data from National Health and Nutrition Examination Surveys I and III (1971-1974 and 1988-1994). J Clin Endocrinol Metab. 1998 Oct. 83(10):3401-8.







Huysmans D, Hermus A, Edelbroek M, et al. Radioiodine for nontoxic multinodular goiter. Thyroid. 1997 Apr. 7(2):235-9.







Huysmans DA, Hermus AR, Corstens FH, et al. Large, compressive goiters treated with radioiodine.Ann Intern Med. 1994 Nov 15. 121(10):757-62.







Huysmans DA, Nieuwlaat WA, Erdtsieck RJ, et al. Administration of a single low dose of recombinant human thyrotropin significantly enhances thyroid radioiodide uptake in nontoxic nodular goiter. J Clin Endocrinol Metab. 2000 Oct. 85(10):3592-6. Netterville JL, Coleman SC, Smith JC, et al. Management of substernal goiter. Laryngoscope. 1998 Nov. 108(11 Pt 1):1611-7.



24







Perrild H, Hansen JM, Hegedus L. Triiodothyronine and thyroxine treatment of diffuse non-toxic goitre evaluated by ultrasonic scanning. Acta Endocrinol (Copenh). 1982 Jul. 100(3):382-7.







Rios A, Rodriguez JM, Canteras M, et al. Surgical management of multinodular goiter with compression symptoms. Arch Surg. 2005 Jan. 140(1):49-53.







Ross DS. Thyroid hormone suppressive therapy of sporadic nontoxic goiter. Thyroid. 1992



Fall.



25



2(3):263-9.