Referat Kalayfa Sindrom Kompartemen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERENSI ARTIKEL



SINDROM KOMPARTEMEN



DISUSUN OLEH:



Kalayfa Nabilah Tazakka



G992108033



PERIODE: 4 Oktober - 10 Oktober 2021



PEMBIMBING: dr. Rieva Ermawan, Sp.OT (K)



KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA 2021



HALAMAN PENGESAHAN



Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Bedah, substase Bedah Orthopedi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD Dr. Moewardi Surakarta.



Referensi artikel dengan judul :



SINDROM KOMPARTEMEN



Oleh: Kalayfa Nabilah Tazakka G992108033



Hari, tanggal: Kamis, 7 Oktober 2021



Mengetahui dan Menyetujui,



Pembimbing



dr. Rieva Ermawan, Sp.OT(K) NIP. 19811026201212100



BAB I Pendahuluan



Susunan otot manusia terdiri dari kelompk-kelompok otot yang dipisahkan oleh sebuah lapisan tebal yang disebut fascia. Kelompok-kelompok otot ini terletak di ruangan yang dikenal dengan istilah kompartemen. Apabila tekanan dalam ruang tertutup ini meningkat sampai tingkat tertentu, akan muncul tanda dan gejala yang disebut sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana tekanan perfusi dibawah jaringan tertutup mengalami penurunan. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan tekanan interstisial dari suatu edema progresif di dalam kompartemen baik dari dalam maupun dari luar kompartemen yang secara anatomis mengganggu sirkulasi otot-otot dan saraf intra kompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan didalamnya. Ketika tekanan intra kompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi permanen. Berdasarkan penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala, sindrom kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindrom kompartemen akut adalah penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen akibat fraktur, trauma jaringan lunak, luka bakar, dan balutan yang terlalu ketat. Sindrom kompartemen akut merupakan suatu kegawatdaruratan bedah dan mengakibatkan komplikasi serius apabila tidak terdiagnosis dengan tepat dan diterapi dengan efektif. Sedangkan sindrom kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang seperti lari. Sindrom kompartemen sering terjadi antara lain pada regio lengan atas, lengan bawah, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parastesia, paresis, denyut nadi yang hilang, serta terbatasnya range of motion (ROM), pembengkakkan dan ketegangan pada ekstremitas. Perlu diwaspadai jika terdapat



5P pada pasien, yaitu pain, poikilothermia, pallor, paresthesias, pulselessness. Pulselessness merupakan gejala terakhir (late sign) setelah terjadi kerusakan yang signifikan. Kesalahan diagnosis atau terapi sindrom kompartemen akut dapat menyebabkan kehilangan fungsi tungkai, nekrosis jaringan sampai amputasi tungkai. Apabila sindroma kompartemen telah terjadi lebih dari 8 jam, maka dapat mengakibatkan nekrosis dari saraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik berat yang berlangsung selama 6-8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan, komplikasi sistemik yang dapat diakibatkan oleh sindrom kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika trjadi kegagalan organ secara multi sistem. Maka dari itu sindrom ini penting untuk dibahas lebih jauh dimulai dari penegakkan diagnosis hingga tatalaksana yang tertuang dalam referat ini.



BAB II Tinjauan Pustaka



A. DEFINISI Sindrom kompartemen merupakan kumpulan gejala yang terjadi saat tekanan dalam ruag tertutup kompartemen otot meningkat sampai tingkat berbahaya. Peningkatan tekanan dalam kompartemen otot biasanya diawali proses trauma yang disertai fraktur. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh fraktur, ataupun oleh serangkaian tindakan selama penanganan fraktur (Aprianto, 2017). Menurut Michael S. Bednar et al, sindrom kompartemen adalah kondisi yang terjadi karena peningkatan tekanan di dalam ruang anatomi yang sempit, yang secara akut menggangu sirkulasi dan yang kemudian dapat menggangu fungsi jaringan didalam ruang tersebut. Menurut Stephen Wallace, sindrom kompartemen



adalah



sindrom yangditandai dengan gejala 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat), puffiness (kulityang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan poikilotermis (dingin). Menurut Andrew L. chen, diagnosis sindrom kompartemen dapat ditegakkan jikapada pemeriksaan ditemukan tekanan intrakompartemen yang meningkat di atas 45mmHg atau selisihnya dengan tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa sindrom kompartemen adalah sindrom yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan pergelangan kaki) anatomis



menggangu



sirkulasi



otot-otot



dan



yang



secara



saraf-saraf



intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan di



dalam kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan ditemukan



tekanan intra kompartemenyang meningkat di atas 45 mmHg atau selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30mmHg.



B. ANATOMI DAN FISIOLOGI Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf, dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh epimysium. Anterior kompartemen terdiri dari muskulus brachialis, biceps brachii, coracobrachialis. Neurovascular terdiri dari nervus musculocutaneus, nervus medianus, nervus radialis serta arteri brachialis. Sedangkan posterior kompartemen terdiri dari musculus triceps brachii.



Gambar 1. Kompartemen pada regio ekstremitas bawah.



Gambar 2. Kompartemen pada regio antebrachii.



Pada ekstremitas inferior, tepatnya di tungkai atas, kompartemen anterior terdiri dari muskulus quadriceps, vastus lateralis-intermedius, dan rectus femoris. Kompartemen posterior terdiri dari biceps femoris, semitendinous, semimembranosus dan nervus sciaticus. Kompartemen medial terdiri dari muskulus adductor magnus-brevis, gracillis, arteri dan vena femoralis



Gambar 3. Kompartemen pada regio kruris. Terbagi menjadi kompartemen anterior, lateral, superficial posterior serta deep posterior



Kompartemen tungkai bagian bawah terbagi menjadi empat kompartemen. Kompartemen anterior yang terdiri atas muskulus tibialis anterior, ekstensor halluces longus-digitorum longus, peroneus tertius, nervus deep peroneal, dan arteri-vena tibialis anterior. Kompartemen lateral terbentuk oleh muskulus peroneus longus dan brevis serta nervus peroneal superficial. Kompartemen superficial posterior terdiri dari muskulus gastrocnemius, solues dan plantaris. Sedangkan muskulus tibialis posterior, flexor halluces longusdigitorum longus, popliteus, nervus tibialis, arteri dan vena tibialis serta peroneus membentuk kompartemen deep posterior



C. EPIDEMIOLOGI Insidensi sindrom kompartemen yang akut diperkirakan sebesar 7.3 dari 100.000 pada pria dan 0.7 100.000 pada wanita, dengan sebagian besar kasus disebabkan karena trauma. Fraktur tibia merupakan penyebab utama yang paling sering dari sindrom kompartemen., dimana 1 dari 10% insiden dari sindrom kompartemen akut. Sindrom ini terjadi lebih banyak pada laki-laki dibawah 35 tahun, dikarenakan massa otot intrakompartemen yang relatif lebih besar dan lebih tingginya kemungkinan terjadinya trauma dengan energi tinggi (Torlincasi, Lopez, Waseem, 2021). Ditemukan bahwa 6% dari pasien dengan open fraktur tibia berkembang menjadi sindrom kompartemen sedangkan pada closed fraktur tibia hanya1,2%. Insidensi sindrom kompartemen yang sesungguhnya mungkin lebih besar dari yang dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang keadaanya sangat buruk.



Prevalensinya



juga



lebih



besar



pada



pasien dengan kerusakan vascular. Feliciano et al melaporkan secara keseluruhan, 19% pasien dengan kerusakan vaskulermemerlukan



fasiotomi,



namun



pada



pasien



tanpa fasiotomi diperkirkan angkakejadiannya sekitar 30%. Insiden yang sesungguhnya mungkin tidak akan diketahuikarena banyak ahli



bedah



melakukan



profilaksis



fasiotomi



ketika



melakukanperbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi. Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindrom kompartemen belum diketahui ;namun



sebuah



penelitian



menemukan



angka



kejadian anterior chronic exertional compartment syndrome (CECS) sebesar 14% pada individual yang mengeluhkan nyeri tungkai bawah. Laki-laki



dan



perempuan



presentasinya



adalah



sama dan



biasanyabilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic exertional sindrom kompartemen (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun. Atlet dengan CECS yang meningkatkan latihannya dengan hebat dapat meningkatkan risiko terjadinya eksaserbasi akut, demikian pula pada orang yang tidak aktif yang kemudian memulai latihan yang serius. Secara internasional, prevalensi sindrom kompartemen belum diketahui.



D. KLASIFIKASI Pembagian sindrom kompartemen dibedakan menjadi acute compartment syndrome dan chronic compartment syndrome (Rasul, 2020). 1. Acute compartment syndrome terjadi ketika tekanan pada jaringan dengan kompartemen otot melebihi tekanan perfusi dan mangakibatkan iskemia pada otot dan saraf. Pada umumnya hal ini terjadi pasca kejadian trauma, yang biasanya terdapat fraktur. lebih dikhawatirkan dan membutuhkan penanganan urgensi. Kompartemen sindrom akut umumnya berhubungan dengan terjadinya peningkatan volume dalam ruang tertutup dan pembatasan ekspansi kompartemen. Kondisi akut lebih berbahaya, apabia tidak dilakukan dekompresi dalam delapan jam paska onset akan timbul nekrosis. 2. Chronic compartment syndrome (CCS) merupakan sinrom berulang selama olahraga atau bekerja. CCS dikarakteristikan



berdasarkan nyeri dan disabilitas yang mereda ketika aktivitas berulang atau repetisi dihentikan, tetapi kembali ketika aktivitas tersebut kembali dilakukan. Walaupun pada umumnya CCS lebih banyak terjadi pada kompartemen anterior pada tungkai bawah, pada atlet dan pembalap motor CCS sering terjadi di lengan bawah. Kondisi ini dapat didiagnosis dari riwayat pasien dan dikonfirmasi dengan pengukuran tekanan pada kompartemen sebelum dan setelah berolah raga. Apabila diagnosis terlewat, CECS dapat menyebabkan iskemik dan infark.



E. ETIOLOGI Dikutip dari Aprianto (2021), penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua: 1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh: -



Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah sehingga darah mengisi ruang intra-kompartemen



-



Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan



-



Luka bakar yang menyebabkan perpinahan cairan ke ruang intra-kompartemen



2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intrakompartemen yang tetap. -



Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur



-



Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga mengurangi ruang kompartemen.



F. PATOFISIOLOGI Sindrom kompartemen diawali dengan beberapa kondisi berupa fraktur, cedera pembulih darah, olahraga berlebih, penekanan tungkai dalam waktu yang lama atau benturan. Sindrom ini dapat disebabkan



oleh dua hal yaitu peningkatan voume di dalam kompartemen atau restiksi dari ruang kompartemen. Peningkatan tekanan dalam ruang fibro-osseous, menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Struktur yang paling sering terkena adalah otot rangka dan nervus di dalam kompartemen



tersebut.



Peningkatan



tekanan



intrakompartemen



menyebabkan kolaps dari venula sehingga terjadi penurunan gradien hidrostatik. Peningkatan permeabilitas kapiler akan memicu terjadinya edema yang membuat tekanan interstitial meningkat. Faktor-faktor ini akan membentuk suatu siklus, yang sulit terputus. Kerusakan jaringan, perdarahan, akumulasi cairan dan proses inflamasi berperan dalam peningkatan tekanan intrakompartemen. Proses inflamasi ditandai dengan peningkatan sitokin anti inflamasi pada sindrom kompartemen Perkembangan



proses



sindrom



kompartemen



dipengaruhi



beberapa faktor antara lain durasi peningkatan tekanan, tissue’s metabolic rate, tonus pembuluh darah, dan beratnya kerusakan jaringan lunak disekitarnya. Hasi akhir dari sindrom kompartemen adalah hipoksia seluler yang merupakan kelanjutan dari iskemik, dan memicu terjadinya nekrosis myoneural



Gambar 4. Patofisiologi sindrom kompartemen. Akibat peningkatan voume di dalam kompartemen atau restriksi dari ukuran ruang kompartemen



G. MANIFESTASI KLINIK Menurut Aprianto (2017), pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa nyeri terasa di bagian dalam otot tungkai bawah dan akan terasa lebih nyeri saat digerakkan. Nyeri harus dibedakan dari nyeri trauma primer akibat fraktur. Gejala lain yang sering adalah rasa kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat terjepitnya saraf perifer. Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari pertama an jari kedua kaki. Gejala klasik 5P (pain, pulselessness, paresthesia, pallor, paralysis) tidak selalu dikenali. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting, pada anak-anak tampak gelisah dan memerlukan terapi analgesik lebih banyak dari sebelumnya. Pallor atau pucat diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerh tersebut. Pulselesness yaitu menurun atau hilangnya denyut nadi. Paresthesia atau rasa kesemutan. Paralysis merupakan late sign akibat menurunnya sensasi saraf. Gejala klasik ini sering muncul terlambat saat golden perioe penanganan sindrom kompartemen sudah terlewati. Harus diperhatikan tanda khusus yaitu massa jaringan lunak pada sepertiga bawah tungkai akibat herniasi dan pergeseran otot serta jaringan lemak saat tekanan meningkat. Riwayat trauma wajib ditelusuri lebih lanut; luka tenbus; luka tergilas yang menyebabkan kerusakan beberapa lapisan jaringan (crush injury), fraktur baik terbuka ataupun terturup, dapat digunakan sebagai data penunjang untuk mengenali tanda dan gejala awal sindrom kompartemen (Aprianto, 2017).



H. DIAGNOSIS Diagnosis sindrom kompartemen akut sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah onset dan idealnya sebelum kerusakan ireversibel terjadi. Nekrosis otot ireversibel terjadi secepat 3 jam setelah onset iskemia dan memburuk. Diagnosis sindrom kompartemen akut dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh dan dengan



bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda khas dari sindorm kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu menegakkan diagnosis. Hasil anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis sindrom kompartemen akut yaitu nyeri dan parestesia namun gejala klinis parestesia onsetnya lama. Pemeriksaan fisik mencari tanda-tanda fisik yang terkait dengan sindrom kompartemen akut, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar, penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah) akibat menurunnya perfusi ke jaringan. Pemeriksaan fisik penting untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri pada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan kita dan merupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen akut. Nyeri tersebut biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik termasuk morfin. Bandingkan daerah yang terkena dan daerah yang tidak terkena. Nyeri yang dikeluhkan pasien, harus kita pantau dan pertimbangkan apakah ada saraf yang terkena, saraf sensoris mulai hilang kemampuannya, diikuti oleh syaraf motorik.



I. TATALAKSANA Aprianto (2017) menyebutkan bahwa tatalaksana harus sesegera mungkin. Prinsip utama penanganan sindrom kompartemen adalah dekompresi. Dekompresi dengan tujuan menurunkan tekanan dalam kompartemen dapat dilakukan dengan cara: -



Lepaskan semua plaster yang mengikat tungkai



-



Letakkan tungkai pada posisi sejajar dengan jantung, karena posisi lebih tinggi dari jantung pat menurunkan aliran darah arterial ke otot dan akan memperburuk keadaan iskemia.



-



Lakukan imobilisasi fraktur dengan posisi paling relaks; dengan menyangga kaki dalam posisi sedikit fleksi plantaris (kaki condong ke arah bawah)



-



Lakukan tindakan fasiotomi (pemotongan fascia) apabila ada indikasi. Banyak peneliti menyatakan indikasi dekompresi dengan fasiotomi adalah apabila tekanan kompratemen naik mejadi 30mmHg. Prosedur ini harus dilakukan sesegera mungkin karena kerusakan permanen otot akan teradi dalam 4-12 jam dan kerusakan permanen saraf akan terjadi dalam 1224



jam



sejak



terjadinya



peningkatan



tekanan



intra-



kompartemen. Tindakan fasciotomy merupakan terapi definitif dari sindrom kompartemen, dan harus segera dilakukan setelah tegak diagnosis. Selama menunggu proses operasi, gips atau constricting dressing yang terpasang harus dilepaskan. Operasi untuk dekompresi tidak diindikasikan pada sindrom kompartemen yang lebih dari 48 jam maupun kondisi dimana tidak ada lagi fungsi sisa dari komponen di dalam kompartemen tersebut



Gambar 5. Algoritma tatalaksana sindrom kompartemen. Pasien yang sadar



dengan pasien penurunan kesadaran memiliki



pendekatan diagnosis yang berbeda Pada region femur (thigh) terbagi menjadi tiga kompartemen (anterior, posterior dan medial). Insisi anterior lateral digunakan untuk menangani sindrom kompartemen anterior dam posterior. Sayatan dimulai dari ruang introchanter ke kondilus lateral femur, fascia yang membungkus muskulus vastus lateralis akan terbuka dan menurunkan tekanan kompartemen anterior. Terdapat beberapa teknik fasiotomi pada tungkai bawah regio cruris (leg), antara lain single incision fasciotomy dengan fibulektomi, single incision fasciotomy tanpa fibulektomi, dan



two-incision fasciotomy



(anterilateral dan posteromedial)



J. KOMPLIKASI Tekanan yang tidak teratasi dapat menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan akibat hipoperfusi. Hal ini dapat meningkatkan Volkman contracture. Bila semakin parah dan tidak teratasi maka akan terjadi rhabdomyolisis dan kidney failure. Sindrom kompartemen akut dapat menyebabkan komplikasi antara lain kerusakan saraf yang permanen, sepsis, deformitas kosmetik akibat fasiotomi, kehilangan anggota tubuh, dan kematian.



K. PROGNOSIS Prognosis



sindrom kompartemen bergantung



pada waktu



penegakkan diagnosis dan pengambilan tindakan. Hal lain yang juga mempengaruhi adalah tempat terjadinya sindrom kompartemen, dan penggunaan ekstremitas tersebut pada kehidupan sehari-hari. Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4-6 jam. Kerusakan ireversibel dapat terjadi setelah 8 jam. Jika diagnosis terlambat, dapat menyebabkan cedera saraf dan hilangnya fungsi otot. Meskipun fasiotomi dilakukan



lebih awal, sekitar 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.



DAFTAR PUSTAKA



1. Aprianto, P. 2017. Sindrom Kompartemen Akut Tungkai Bawah. CDK-253: vol. 44 no. 6. 2. Bowyer MW. Lower extremity fasciotomy: Indications and technique. Curr Trauma Rep 2015;1:35-44. 3. Jose, A. 2014. Comprtment Syndrome. In: Sabiston Textbook of Surgery, 19th ed. 4. Mahapatra, A. Raza, H. 2015. Acute Syndrome Compartemen in Orthopedics: Causes, Diagnosis, and Management. Review article, Advances in Orthopedics 2015;1-8. 5. Medlineplus.



Compartment



Syndrome.



Diunduh



http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001224.htm.



dari: Diakses



pada 6 Oktober 2021. 6. Netter FH, Machado C. Arms, Forearm, Thigh/Hip, Leg/Knee. In: Thompson JC, editors. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. 2 nd ed. China: Elsevier:2010.p.131-315. 7. Paula,



R.



(2015).



Compartment



Syndrome,



extremity.



[online]:



http://www.emedicine.com. Diakses pada 6 Oktober 2021. 8. Rasul, A. T. 2020. Acute Compartment Syndrome. [online] Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/307668-overview. Diakses pada 5 Oktober 2021. 9. Smith J. sindrom kompartemen. JAAPA 2013;26(9):48-49. 10. Torlincasi, A. M. Lopez, R. A. Waseem, M. 2021. Acute Compartment Syndrome. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 11. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System; edisike-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 464, 468-476.