Referat Kista Bartholin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Kista barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartholin. Kelenjar ini merupakan kelenjar vestibuler terbesar menyerupai kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral) pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan. Kelenjar ini berfungsi untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus yang bagian dalamnya tersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel transisional. Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan yang belum 40 tahun). Kondisi ini disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara lain adalah E-coli, dan bakteri lainnya. Kista bartholini merupakan masalah yang sering didapatkan pada wanita usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal ini berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartholini yang berkurang pada masa menopause. Kista bartholini terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar minyak dibibir kemaluan bagian dalam (ada dua, di kiri dan kanan) akibat adanya infeksi. Untuk menghindari timbulnya kista dengan menjaga kebersihan (hygienis). Selama kista ini tidak terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak menimbulkan masalah, si wanita tidak akan merasa sakit hanya saja akan ada rasa benjolon di labia mayora vagina (bibir bagian luar vagina). Tapi seandainya kista ini terinfeksi maka disebut dengan abses bartholini. Kelenjar Bartholini berkembang dari epithelium pada area posterior dari vestibula. Kelenjar bartholini terletak bilateral pada sepertiga bawah labia minora dan mempunyai saluran kelenjar bartholin panjangnya 2 cm- 2,5 cm dengan posisi pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. Kelenjar tersebut biasanya hanya berukuran sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kelenjar Bartholin (greater vestibular glands) merupakan homolog dari kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Kelenjar Bartholin terletak bilateral di dasar labia minora di posterolateral dari vestibulum arah jam 4 dan 8, diperdarahi oleh a.bulbi vestibuli dipersarafi oleh n.Pudendus, n.hemoroidal inferior. Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus dan mengalirkan hasil sekresinya melalui duktus sepanjang 2 - 2.5 cm yang bermuara ke dalam vestibulum dan berakhir diantara labia minor dan hymen yang dilapisi sel-sel epitel skuamosa. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi memberikan kelembaban bagi vestibulum, mensekresikan cairan ke permukaan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.



Anatomi kelenjar Bartholini



2



2.2 Definisi Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista Bartholin adalah kista berisi musin akibat obstruksi duktus glandulae vestibulum major atau kelenjar Bartholini. Kista Bartholini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Penyebabnya, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. 2.3 Epidemiologi Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam cenderung sama untuk mengalami kista bartolini. Sedangkan perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista bartolini Paling umum terjadi pada labia majora. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda. 2.4 Etiologi dan Patofisiologi Kista Bartholini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartholini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar Bartholini sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholini seringkali dibedakan secara klinis. Kista Bartholini terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau



3



trauma. Kista bartholini dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholini merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial



Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh bakteri gram negative ,yaitu :



Golongan staphylococcus



Golongan Gonococcus



Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak. Ditimbulkan akibat saluran kista Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Bakteri yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae. 2.5 Manifestasi Klinik



Kista Bartholini



4



Kista Bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista bartholini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan gejala klinik berupa : 



Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.







Umumnya



tidak



disertai



demam,



kecuali



jika



terinfeksi



dengan



mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal. 



Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.







Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual.







Dapat terjadi ruptur spontan.







Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.



Radang pada glandula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa; dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan.



5



2.6 Diagnosis Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :            



Panas Gatal Sudah berapa lama gejala berlangsung Kapan mulai muncul Faktor yang memperberat gejala Apakah pernah berganti pasangan seks Keluhan saat berhubungan Riwayat penyakit menular seks sebelumnya Riwayat penyakit kulit dalam keluarga Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi Riwayat pengobatan sebelumnya



Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap Kista Bartholin adalah sebagai berikut: 



Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral,



 



dan tidak disertai dengan tanda-tanda selulitis di sekitarnya. Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk



mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan. 2.7 Diagnosis Banding Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartholin. Beberapa diantaranya adalah:



6



1. Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseous ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Pada keadaan terinfeksi, diperlukan incisi dan drainase sederhana. 2. Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus dan berlokasi pada introitus atau labia minora.Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosa rektum, dan seringkali asimptomatik. 3. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat berolahraga, kekerasan. 4. Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif, dan kosmetik. 5. Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia majora dan labia minora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi apabila timbul perdarahan dan diangkat bila timbul gejala.



2.8



Penatalaksanaan Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa



gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjar memerlukan drainase. Salah satu penanganan kista dan abses kelenjar bartholin yang memiliki gejala nyeri dan pembengkakan pada kelenjar bartholin adalah incisi dan drainase. Anestesi lokal diinjeksikan diatas abses, dan incisi dibuat di permukaan sebelah dalam dari pintu masuk vagina. Setelah bahan abses dikeluarkan, rongga abses dibalut dengan gauze atau kateter kecil ( kateter word ).



Kateter word



7



Kateter word Kateter word ini memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin, setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan membantu pengaliran berikutnya. Dengan gauze, maka alat dikeluarkan setelah 24-48 jam. Jika memakai kateter kecil maka dibiarkan sampai beberapa minggu untuk mengurangi dari dampak rekuren. Karena penyebab kista bartholin juga bisa dari penyakit menular seksual maka pemberian antibiotik sangat dianjurkan.



Pemasangan word catheter Kelenjar bartholini yang terinfeksi ditangani dengan antibiotik misalnya, Ceftriaxon 125 mg atau Cefixime 400 mg, Clindamycin atau flagyl dapat ditambahkan untuk kuman yang anaerob. Azitromisin dapat diberikan jika terdapat Chlamydia trachomonas.



8



Namun incisi dan drainase dapat memberikan bantuan yang sementara, namun pada akhirnya dapat menjadi terhambat dan berulang. Eksisi kista mungkin diperlukan dalam kasus berulang atau pada pasien pascamenopause Marsupialisasi atau pembentukan kantong, dipakai terutama untuk tindakan pembedahan eksteriorisasi kista dengan melakukan reseksi pada bagian dinding anterior dan jahitan pada bagian tepi irisan sisa kista ke tepi kulit yang terdekat, sehingga membentuk kantong yang sebelumnya merupakan kista tertutup. Pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word terjadi rekurensi. Prinsipnya membuat insisi elips dengan skalpel diluar atau didalam cincin hymen, tidak diluar labium mayor karena dapat timbul fistel selain itu hasilnya jadi jelek, insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista dibawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi dibersihkan. Kemudian dinding kista didekatkan dg kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0 dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.



Marsupialisasi Kista Bartholini (Kiri) Suatu incisi vertikal dibuat pada bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekitar; (Kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupted



9



Eksisi (Bartholinectomy) Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring.



2.9 Komplikasi   



Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. Timbul jaringan parut. Komplikasi yang paling umum adalah kekambuhan.



2.10 Prognosis Jika kista dan abses didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.



BAB III



10



KESIMPULAN Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat saluran Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh infeksi. Bakteri yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria gonorrhoeae. Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang.Selain itu dapat disebabkan bakteri Streptococcus dan Escherichia coli. Kista Bartholini seringkali bersifat asimptomatis, tidak ada tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Jika terdapat infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap Klamidia, Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word, teknik marsupialisasi, maupun eksisi. Insisi dan drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam kesembuhan pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang kembali. Marsupialisasi lebih efektif dibandingkan dengan terapi pembedahan kista Bartholin lainnya.



11



DAFTAR PUSTAKA 1.



Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.



2.



Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.



3.



Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga.



4.



Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.



5.



Blumstein,



A



Howard.



2005.



Bartholin



Gland



Diseases.



http://www.emedicine.com/emerg/topic54. 6.



Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.



7.



Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby, 2001:482–6,645–6.



8.



Aghajanian A, Bernstein L, Grimes DA. Bartholin's duct abscess and cyst: a case-control study.South Med J. 1994;87:26–9.



9.



Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.



12