Referat Konjungtivitis Gonore [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT KONJUNGTIVITIS GONORE



Diajukan kepada : dr. Wahid Heru Widodo, Sp. M



Disusun oleh : Hukama Rosyada U. H.



G1A015046



Ichda Qudsiy Widayati



G1A015048



Talitha Apta Nitisara



G1A015049



SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2018



LEMBAR PENGESAHAN Referat Konjungtivitis Gonore



Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatann Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto



Disusun oleh : Hukama Rosyada U. H.



G1A015046



Ichda Qudsiy Widayati



G1A015048



Talitha Apta Nitisara



G1A015049



Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal 3 Desember 2018 Mengetahui, Pembimbing



dr. Wahid Heru Widodo, Sp. M



BAB I



PENDAHULUAN Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebrae) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu, sehingga rentan terjadi infeksi. Infeksi yang menyebabkan peradangan pada konjungtiva disebut dengan konjungtivitis (Hurwitz, 2011). Konjungtivitis dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Insidensi konjungtivitis di negara maju seperti Amerika Serikat mencapai 135 per 100.000 pasien yang berkunjung ke poliklinik mata, sedangkan di Indonesia, pada tahun 2009



total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva



mencapai 73% dari total 135.749 kunjungan pasien ke poliklinik mata. Konjungtivitis merupakan penyakit yang masuk ke dalam 10 besar penyakit yang dialami oleh pasien rawat jalan pada tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010). Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi salah satunya ialah Neisseria gonorrhoeae. Konjungtivitis gonore dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore atau pada orang dewasa. Infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alat-alat yang terkontaminasi oleh bakteri gonore. Penularan konjungtivitis sangat mudah terjadi, sehingga edukasi kepada pasien dan keluarga sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan (Hurwitz, 2011). Pada referat kali ini akan dijelaskan



mengenai



konjungtivitis



gonore



mulai



penatalaksanaan serta prognosisnya.



BAB II



dari



definisi



hingga



TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis), membungkus permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris), melipat sebagai penghubung keduanya (konjungtiva forniks). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus (Vaughan, 2010). Konjungtiva berfungsi membasahi bola mata terutama kornea karena terdapat sel Goblet yang menghasilkan kelenjar musin dan melindungi mata dari gesekan mata dan berbatasan langsung dengan dunia luar (Vaughan, 2010). Konjungtiva merupakan bagian yang dapat menyerap berbagai macam obat mata. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva (Ilyas, 2014). Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pasa formiks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episkera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di formiks dan melipat berkalikali.



Adanya lipatan- lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak



dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).



Gambar 2.1 Anatomi konjungtiva potongan sagital



Gambar 2.2 Anatomi Konjungtiva tampak anterior B. Definisi Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang pada selaput lendir yang menutupi dalam kelopak mata dan bola mata (Ilyas, 2014). Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non infeksi pada konjuntiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi. Sedangkan konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2010).



Gambar 2.3 Konjungtivitis Gonore



C. Etiologi Konjungtivitis gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif dan merupakan infeksi virulen yang menyebabkan konjungtivitis neonatus. Gonokokus dapat penetrasi pada sel epitel yang intak dan



membelah diri secara cepat di dalamnya. Diagnosis dengan pewarnaan Gram atau Giemsa yang diambil dari pengerokan pada mukosa genitourinary atau



ocular



didapatkan



karakteristik



diplokokus



gram negatif intraselular (McCourt, 2017). Gonokokus memiliki protein pili yang membantu perlekatan bakteri ini ke sel epitel yang melapisi selaput lendir. Pertama-tama mikroorganisme melekat ke membran plasma (dinding sel), lalu menginvasi ke dalam sel dan merusak mukosa sehingga memunculkan respon inflamasi dan eksudasi (McCourt, 2017). Gonokokus akan menghasilkan berbagai macam produk ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel, termasuk diantaranya enzim seperti fosfolipase, peptidase dan lainnya. Kerusakan jaringan ini tampaknya disebabkan oleh dua komponen permukaan sel yaitu LOS (lipooligosakarida) yang berperan menginvasi sel epitel dengan cara menginduksi produksi endotoksin yang mengakibatkan kematian sel mukosa dan peptidoglikan. Mobilisasi leukosit PMN menyebabkan terbentuknya mikroabses subephitelial yang



pada



akhirnya akan pecah dan melepaskan PMN dan gonokokus (McCourt, 2017). D. Patomekanisme Mekanisme konjungtivitis gonore diawali dengan cedera epitel konjungtiva oleh agen perusak yang diikuti oleh edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau pembentukan granuloma. Selain itu, terjadi edema stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan folikel). Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan sel plasma, yang sering kali menunjukkan sifat agen perusaknya. Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel-sel goblet untuk



membentuk



eksudat



konjungtiva,



yang



menyebabkan



"perlengketan" tepian palpebra. Banyaknya leukosit polimorfonuklear



adalah ciri khas konjungtivitis bakteri. Perjalanan konjungtivitis dibedakan menjadi 3 stadium sebegai berikut (Vaughan, 2010). 1. Stadium Infiltratif Berlangsung 1-3 hari. Ditandai dengan palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme. Konjungtiva palpebra hiperemi, bengkak, infiltrative, mungkin terdapat pseudomembran di atasnya. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtival yang hebat, kemotik. Terdapat sekret, serous, terkadang berdarah. 2. Stadium Supuratif atau Purulen Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang. Blefarospasme masih ada. Sekret bercampur darah, keluar terus menerus. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak, oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai mengenai mata pemeriksa. 3. Stadium Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil Berlangsung 2-3



minggu.



Gejala tidak begitu



hebat



lagi.



Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltrative. Konjungtiva bulbi: injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik. Sekret jauh berkurang. E. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Konjungtiva hiperemis, sekret purulen atau mukopurulen dapat disertai membran atau pseudomembran di konjungtiva tarsal (Kemenkes RI, 2014). 2. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan sekret dengan pewarnaan methylene blue, hasil yang didapatkan adalah terlihat sel bakteri berbentuk diplococcus di dalam sel leukosit (Ilyas dan Yulianti, 2015). F. Diagnosis Banding



Tabel 2.1 Diagnosis Banding (Ilyas dan Yulianti, 2015). Penyebab Toksik kimiawi



Serangan 1-2 hari



Sitologi Negatif



Laboratorium Kultur negatif atau



Bakteri



lainnya 1-30 hari



normal Organisme gram Kultur



flora positif



(Pseudomonas



positif atau gram pada agar darah



aeruginosa,



negative



Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus) Herpes simplex



2-14 hari



virus



Multinucleated giant



Kultur negative



cells,



cytoplasmic inclusion bodies, Giemsa positif G. Tatalaksana dan Edukasi 1. Tatalaksana a. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit. b. Sekret mata dibersihkan. c. Pemberian obat mata topikal Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata 0,51% sebanyak 1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut (Kemenkes RI, 2014).



2. Edukasi Memberi informasi pada keluarga dan pasien mengenai (Kemenkes RI, 2014) ;



a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih. b. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya. c. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar d. Pada bayi dengan konjungtivitis gonore jika terjadi komplikasi pada kornea dilakukan rujukan ke spesialis mata. H. Komplikasi Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonococcus. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang sering terjadi terletak marginal dan sering berbentuk cincin. Perforasi kornea dapat menyebabkan endoftalmitis dan panoftalmitis sehingga terjadi kebutaan total (Ilyas dan Yulianti, 2015). Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak, dengan purulensi berat yang dapat memeberikan penyulit keratitis, tukak kornea sepsis, atrhitis, dan dakrioadenitis (Ilyas dan Yulianti, 2015). I. Prognosis Prognosis pada konjungtivitis gonore pada umumnya baik bila diberikan penanganan yang tepat. Antibiotik telah mempengaruhi prognosis secara signifikan pada konjungtivitis gonore, terutama pada infeksi Neisseria gonorrhoeae. Belum pernah ada laporan terkait kematian bayi yang berhubungan dengan konjungtivitis gonore (Mc Court, 2017).



BAB III RINGKASAN



Konjungtivitis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret purulen yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhaea. Adapun perjalanan penyakit ini terdiri atas stadium infiltratif, supuratif atau purulen dan konvalesen (penyembuhan). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dimulai bila terlihat pada pewarnaan methylen blue sel bakteri diplococcus di dalam sel leukosit. Selain penggunaan obat mata topikal kloramfenikol, edukasi pasien dan keluarga juga penting dalam menunjang kesembuhan pasien serta mencegah terjadinya penularan. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain seperti keratitis, tukak kornea, arthritis, dan dakrioadenitis. Pada umumnya apabila penyakit ini diberikan penanganan yang tepat maka prognosisnya baik.



DAFTAR PUSTAKA



Ilyas, Sidarta; Yulianti, Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta : BadanPenerbit FK UI Ilyas, Sidarta; Yulianti, Sri Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta : BadanPenerbit FK UI Hurwitz, S.A., Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial Conjunctivitis. The Cochrane Collaboration. Available at: http://www.thecochranelibrary.com/userfiles/ccoch/file//CD001211.pdf [Accessed 2 Desember 2018] Kemenkes RI, 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Available at: http://www.depkes.go.id [2 Desember 2018]. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. McCourt, Emiliy; Dahl, Andrew. 2017. Neonatal Conjunctivitis (Ophthalmia Neonatorum). Diakses di: http://emedicine.medscape.com/article/ Vaugahn, Daniel G, Asbury Taylor, Riordan Eva, Paul. 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.