REFERAT Speech Delay (Dominika Bernadian Uge Rinu) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SPEECH LANGUAGE DELAY



Pembimbing : dr. Kotё Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes Disusun oleh : Dominika Bernadian Uge Rinu



2015-061-117



Kepaniteraan Klinik Departemen Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya RSUD R. Syamsudin, SH Sukabumi Periode 13 Februari – 11 Maret 2017



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul: “Speech Language Delay”. Adapun Referat ini dibuat pada program Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggokok, dan Kepala Leher di RSUD Syamsudin, SH Sukabumi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan Referat ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang membantu penulisan Referat ini: 1. dr. Oscar Djauhari, selaku kepala SMF Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggokok, dan Kepala Leher, yang memberi kesempatan pada penulis untuk membuat referat ini. 2. dr. Kote Noordhianta, Sp.THT-KL, M.Kes, selaku dosen pembimbing, yang ikut serta membantu memberikan masukan dan dukungan kepada penulis selama penyusunan referat ini. 3. Serta seluruh pihak yang membantu dalam pembuatan Referat ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Dalam pembuatan Referat ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan akibat terbatasnya kemampuan penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca dalam menyempurnakan Referat ini. Akhir kata, penulis berharap Referat ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Terima kasih.



Jakarta, 6 Maret 2016 Penulis



DAFTAR PUSTAKA



KATA PENGANTAR.................................................................................................................2 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................3 BAB I.........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN......................................................................................................................4 1.1.



Latar Belakang.............................................................................................................4



1.2.



Tujuan..........................................................................................................................5



BAB II........................................................................................................................................6 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................6 2.1.



Berbicara dan Bahasa pada Anak................................................................................6



2.2.



Anatomi dan Proses Berbahasa...................................................................................7



2.3.



Speech Language Delay............................................................................................15



2.3.



Pemerikaan Penunjang..............................................................................................34



2.4.



Dampak Gangguan Berbahasa pada Anak................................................................35



2.5.



Intervensi pada Anak dengan Gangguan Berbahasa.................................................36



BAB III.....................................................................................................................................37 KESIMPULAN........................................................................................................................37 BAB IV....................................................................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................39



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Kemampuan berbahasa merupakan sistem yang kompleks dan dinamis yang



digunakan untuk berekspresi maupun mengutarakan pemikiran. Bahasa dapat dikemukakan secara lisan, tertulis, maupun menggunakan gerakan tangan seperti halnya pada bahasa isyarat. Kemampuan seseorang dalam berbahasa dibagi menjadi 2 yaitu kemampuan berbahasa reseptif dan kemampuan berbahasa ekspresif. Kemampuan berbahasa reseptif adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan mengolah bahasa, sedangkan kemampuan berbahasa ekspresif adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan dan mengutarakan isi pikiran dengan kata-kata. Gangguan pada salah satu komponen berbahasa tersebut dapat menyebabkan komunikasi tidak berjalan dengan baik. Berbicara merupakan kemampuan mengutarakan bahasa secara verbal yang dapat terlihat sejak kecil dimulai saat usia 2 bulan sesuai dengan tabel perkembangan milestone. Anak yang terlambat mencapai milestone sesuai dengan usianya memerlukan intervensi sedini mungkin karena dapat berdampak pada kemampuan belajar, sosial, serta atensi di kemudian hari. Penelitian yang dilakukan oleh Burden et al., menyatakan prevalensi keterlambatan berbahasa anak usia 2-7 tahun berkisar antara 2,3% hingga 19%, dimana apabila gangguan berbicara tersebut tidak diterapi sedini mungkin, 40%-75% diantaranya akan mengalami kesulitan untuk membaca dan 40%-60% akan mengalami kesulitan belajar dalam bahasa tulisan dan mata pelajaran akademik. Gangguan dalam berbicara dapat merupakan suatu hal yang normal dalam perkembangan bicara anak, namun dapat pula menjadi suatu gejala dari gangguan psikiatri, neurologis, maupun gangguan perilaku anak. Keterlambatan dalam gangguan berbicara juga dapat merupakan gejala dari berbagai penyakit seperti retardasi mental, gangguan pendengaran, autisme, mutisme selektif, serta cerebral palsy. Berbagai diagnosis gangguan dalam berbicara dan berbahasa inilah yang menyebabkan perlunya ada diagnosis yang tepat serta cepat dari tenaga medis yang kompeten untuk meminimalisir dampak negatif yang akan terjadi di kemudian hari.



1.2.



Tujuan 1. Mengetahui letak pusat bicara dan bahasa, proses berbicara dan berbahasa, serta perkembangan kemampuan berbahasa pada individu. 2. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, serta cara menegakkan diagnosis pada gangguan bicara dan berbahasa pada anak. 3. Mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang gangguan berbicara dan berbahasa pada anak. 4. Mengetahui intervensi yang tepat dalam menangani gangguan berbicara dan berbahasa pada anak.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Berbicara dan Bahasa pada Anak Komunikasi merupakan suatu cara yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi



satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi secara verbal maupun nonverbal, yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau symbol. Berbahasa itu sendiri merupakan proses yang kompleks dan tidak terjadi begitu saja. Setiap individu berkomunika lewat bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Berbahasa dan berbicara pada anak adalah dua hal yang berbeda. Hurlock (1978) mendefinisikan bahasa adalah seluruh sarana untuk berkomunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan yang disampaikan kepada orang lain, dapat melalui tulisan, bicara, bahaya isyarat ekspresi muka, dan lain sebagainya. Sedangkan bicara adalah salah satu bentuk bahasa yang menggunakan kata-kata dan artikulasi dalam penyampaian maksudnya. Bicara adalah alat komunikasi yang paling penting dan luar penggunaannya.Dalam berbicara banyak keterampilan yang dilibatkan, diantaranya keterampilan mental motoric dimana anak belajar mengeluarkan berbagai macam suara dan mengaitkan bentuk suara tersebut terhadap sebuah benda. Berbicara yang baik adalah, ketika anak dapat mengaitkan kata yang dia ucapkan dengan benda yang benar dan ketika anak melafalkan kata-kata tersebut orang lain tau maknanya. Ketika belajar berbicara, anak akan melewati beberapa proses. Proses yang pertama belajar mengucapkan kata, diikuti proses membangun kosa kata, dan terakhir membangun kalimat. Ada enam hal penting yang mempengaruhi anak ketika belajar berbicara; 1. Kesiapan fisik untuk berbicara. Ketika anak lahir secara fisik belum mampu langsung berbicara karena kecilnya saluran bicara, datarnya langit-langit mulut dan terlalu besarnya lidah untuk berbicara. Sebelum semua kemampuan ini berkembang dan matang, syaraf dan mekanisme anak tidak akan dapat menghasilkan suara atau bunyi yang dibutuhkan. 2. Kesiapan mental untuk berbicara. Kesiapan anak untuk berbicara tergantung kematangan otak yang biasanya matang pada saat anak berusia 12 – 18 bulan.



3. Adanya model yang baik untuk ditiru. Model amat penting karena anak akan belajar pelafalan kata dan kemudia akan dikembangkan dan ditiru penggunaannya. Tidak ada model yang baik tentu dsaja akan menyulitkan anak dan hasil bicara anak akan menjadi kurang maksimal. 4. Kesempatan untuk berpraktek. Tidak



adanya



kesempatan



anak



untuk



mempraktekan bahasa akan membuat anak marah dan frustasi yang kemudian juga berpengaruh pada faktor yang kelima, motivasi. 5. Motivasi. Anak akan termotivasi untuk menggunakan bahasa ketika anak tidak memerlukan bahasa untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. 6. Bimbingan. Bimbingan agar anak dapat berbicara dengan baik dapat dilakukan dengan cara menyediakan model yang baik, menggunakan kata-kata yang diucapkan secara perlahan-lahan agar anak mudah memahami dan yang terakhir memberi penguatan dengan cara mengkoreksi kesalahan bicara anak. 2.2.



Anatomi dan Proses Berbahasa 2.2.1.



Pusat Bahasa Pusat bahasa terletak pada hemisfer dominan otak. Pengguna tangan kanan



memiliki hemisfer dominan di sisi kiri, sedangkan pengguna tangan kiri adalah sebaliknya. Disisi lain, hemisfer non-dominan turut berperan dalam membentuk komunikasi yang efektif terutama untuk memahami apa yang dikatakan oleh orang lain. Berikut ini adalah bagian dari otak yang berperan penting dalam proses bahasa yaitu: 1. Korteks - Korteks auditori Korteks auditori primer (AI; area 41) terdapat pada girus temporalis transversal, memanjang hingga fissure lateralis. Girus ini terletak pada bagian atas dari girus temporalis superior. Area ini dikelilingi oleh area auditori asesorius (AII; area 42). Area inilah yang berperan dalam interpretasi bunyi. Pada hemisfer dominan, korteks yang mengelilingi korteks auditori (area 22) berperan untuk memahami bahasa. Area inilah yang dinamakan area Wernicke. -



Korteks visual Korteks visual primer (VI; area 17) yang juga disebut sebagai korteks striata, mengelilingi sulkus kalkarina. Area ini memiliki lapisan granuler dengan neuron yang padat, disebut sebagai kolumna okuler dominan. Makula, bagian paling sensitif dari retina, direpresentasikan pada ujung posterior lobus oksipital. Bagian atas dari pandangan diproyeksikan pada bagian bawah



korteks striata. Area kortikal yang mengelilingi korteks visual primer disebut sebagai area visual asesorius (V2. V3; area 18 dan 19), yang berguna untuk mengenali bentuk. Terdapat aspek tambahan pada fungsi visual yang direpresentasikan pada region lain korteks yang berdekatan seperti V4 untuk pengenalan warna, serta V5 untuk pengenalan gerakan. -



Korteks motorik Korteks motorik primer (MI; area 4) teletak pada girus precentralis. Daerah inilah lokasi mayoritas traktus kortikospinalis, banyak serat kortikobulbar, terutama yang mengatur nervus kranialis motorik. Bagian otak inilah yang berperan dalam pergerakan otot-otot seperti otot wajah, rahang, dan lidah yang penting saat berkomunikasi.



2. Pusat bahasa



Gambar 1. Area Broca dan Wernicke -



Area Broca Terletak di dasar korteks motorik. Area ini berperan dalam mengatur pola artikulasi dari bahasa serta mengatur korteks motorik ketika kita hendak berbicara. Area Broca juga berperan dalam pembentukan kata-kata serta kalimat.



-



Area Wernicke Terletak dekat bagian posterior korteks auditori. Area inilah yang diperlukan untuk memahami kata serta pemilihan kata ketika membentuk kalimat. Area



Wernicke dan Area Broca terhubung oleh bundel serabut saraf yang disebut Fasciculus



Arcuatus.



Seperti



Corpus



Callosum,



serabut



saraf



ini



memungkinkan kedua struktur ini untuk saling berbagi informasi. Pusat bahasa yang terakhir adalah girus angularis. Area ini terletak diantara area Wernicke dan korteks visual, yang mengubah stimulus visual menjadi stimulus auditori dan sebaliknya, sehingga memungkinkan kita untuk mencocokan kata yang diucapkan dengan benda yang mau dideskripsikan. Kemampuan ini sangat penting dalam kapasitas manusia untuk membaca dan menulis. 2.2.2. Proses Berbahasa 1. Menyebut Kata Secara singkat, proses pembentukan suatu kata verbal adalah sebagai berikut Area Wernicke  Fasciculus Arcuatus  Area Broca  Korteks Motorik



Untuk menyebut sebuah kata, awalnya seseorang akan memilih kata-kata yang tersimpan pada otak. Proses dalam mengakses inilah yang mengaktivasikan area Wernicke, termasuk mengidentifikasikan arti dari kata tersebut, bagaimana cara menyebut kata tersebut, dan seterusnya. Informasi fonetik dari kata tersebut (bagaimana cara menyebutnya) akan dikirimkan ke area Broca melewati fasciculus arcuatus. Area Broca akan menentukan kombinasi dari otot artikulasi manakah yang diperlukan untuk memproduksi setiap suara pada kata, serta mengirimkan signal ke korteks motorik untuk menggerakan otot tersebut. 2. Proses Membaca Proses membaca melibatkan struktur pada otak yaitu: Korteks Visual







Girus Angularis







Area Wernicke



Untuk membaca sebuah kata, pertama-tama stimulus harus ditangkap ke korteks visual lewat mata. Girus angularis akan mengkaitkan stimulus berupa bacaan ke katakata yang tersimpan pada otak, dan mengirimkan informasi tentang kata tersebut ke area Wernicke. Area Wernicke akhirnya menginterpretasi hasil tersebut dan memberikan arti dari kata yang dibaca. 3. Proses Pengulangan Kata Proses pengulangan kata melibatkan struktur pada urutan berikut:



Korteks Auditori  Area Wernicke  Area Broca  Korteks Motorik Stimulus akan dibawa ke korteks auditori lewat telinga. Area Wernicke diaktivasi ketika kata yang didengar sesuai dengan kata yang sudah tersimpan di otak. Setelah itu, area Wernicke akan menginterpretasikan arti dari kata tersebut dan mengirimkan informasi fonetik akan kata tersebut ke area Broca, yang akhirnya memberi perintah korteks motoric untuk menggerakan otot-otot artikulasi. 2.2.3. Perkembangan Kemampuan Berbahasa 1. Kemampuan Berbahasa Reseptif Perkembangan bahasa melibatkan interaksi kompleks antara faktor biologis dan lingkungan. Anak pada umumnya memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk mempelajari bahasa yaitu kapasitas mendengarkan bunyi, mengenal pembicaraan, serta lebih memilih suara manusia dibandingkan dengan lainnya. Proses pembentukan suara pada anak akan akan menjadi dasar dari komunikasi oral dan persepsi akan suara ini akan menjadi lebih spesifik dan efisien 1 tahun setelah anak tersebut lahir. Pada usia 6 bulan, anak akan belajar untuk mengenali namanya sendiri, sehingga anak tersebut akan merespon apabila dipanggil oleh orang lain. Pada usia 8 bulan, anak mulai mengenal sebuah kata lewat pecahan suku kata. Kapasitas ini sangat penting sebagai awal mula dari pengenalan suatu kata, pengertian, serta produksi dari kata tersebut. Pada usia 9 bulan, anak akan mulai mengenal kata spesifik yang menjadi bagian dari rutinitas seperti “daa daa”. Sejak tahap inilah pembentukan kata baru akan meningkat secara pesat, sehingga pada usia 15 bulan anak tersebut akan mengenali 150-200 kata. Tipikal anak-anak akan mulai mengerti lebih banyak kata terlebih dahulu sebelum bisa mengekspresikannya pada awal mula proses pembentukan bahasa. 2. Kemampuan Berbahasa Ekspresif Perkembangan berbahasa awalnya dimulai dari pembentukan suara vocal pada bulan-bulan pertama setelah dilahirkan (cooing) dan pembentukan suara konsonan-vokal (babbling) pada bulan ke 6. Pembentukan sebuah kata dimulai pada bulan ke 9-15, dan akhirnya menggabungkan beberapa kata untuk berkomunikasi terjadi pada bulan ke 18-24. Pada usia 3 tahun, anak sudah harus membentuk kalimat dari 3 kata yang berhubungan, dengan kata-kata baru mencapai 1000 kata. Pada masa ini anak masih ditemukan kesulitan dalam menyebut kata yang memiliki huruf /r/, /l/, /z/ dan pada usia 4 tahun akhirnya anak



tersebut dapat berbicara dalam kalimat, mengemukakan pengalamannya, serta terlibat dalam percakapan. Selain berbicara, anak juga membentuk gestur komunikasi seperti menunjuk, memperlihatkan, dan memberikan sesuatu yang muncul pada usia 9 bulan. Hal yang perlu dimiliki seorang anak dalam menggembangkan skill ini adalah:  Konsentrasi : dapat melakukan sesuatu tanpa terganggu oleh hal sekitar.  Pre-language skills : gestures, facial expressions, imitation, eye contact  Social skills : kemampuan untuk ingin berkomunikasi dengan lingkungan 



sekitar Play skills : kemampuan untuk melkukan aktivitas yang dimotivasi dengan sendirinya Berbicara merupakan suatu manifestasi dari berbahasa yang berupa



penggunaan suara, sistem pernafasan, laring, dan sistem oral yang berperan dalam menghasilkan suatu suara. Pada umumnya perkembangan anak pada setiap anak berbeda beda, ada yang terlambat dan ada yang berkembang sesuai dengan umurnya, ada kemungkinan anak yang terlambat dalam perkembangannya, tabel dibawah berikut menjelaskan gambaran prkembangan anak pada umumnya dan warning sign pada setiap batasan umur. Berikut ini adalah tabel milestone kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif yang dicapai oleh anak: Usia -



Reseptif Dapat menyadari adanya



-



suara Memiliki kecenderungan



Ekspresif



untuk mendengar suara Lahir sampai



-



3 bulan



orang tua Menyadari adanya suara dengan



-



-



Dapat menangis Menirukan suara



-



Dapat



mata atau kepala Berkedip atau menangis bila



3 – 6 bulan



menggerakkan



-



mendengar



suara



yang keras Dapat melokalisasi suara Memberi respon pada perubahan nada



emosi



atau



menyebutkan



satu suku kata (/p/, /b/, /d/, /m/)



-



Menikmati mainan yang



-



dapat menghasilkan suara Memberi respon ketika



-



nama disebut Dapat melihat ke anggota keluarga yang namanya



6 – 9 bulan



-



disebut Mengerti kata-kata dan



-



nama dari sebuah gambar Mengerti konsep dasar seperti



-



“tidak”,



sehari-hari



-



Dapat mengerti arti kata untuk



9 – 12 bulan



beberapa



benda



yang umum -



Melihat ketika namanya dipanggil



-



Memahami  70 kata Dapat mengikuti



menyebutkan rangkaian



suku



kata dengan intonasi Menggunakan “mama” dan



“papa”



dengan



tidak spesifik -



Menyebutkan “mama” dan



(misalnya “cilukba”) -



Dapat satu



“iya”,



“selamat tinggal” Dapat mengerti isyarat verbal



-



“papa”



dengan



spesifik -



Menunjuk dengan jari telunjuk



-



Menggunakan



gestur



untuk berkomunikasi -



Menggunakan 1-2 kata



-



Dapat menganggukkan



1



langkah arahan 12 – 15 bulan



Dapat



menganggukkan



kepala sesuai keadaan -



Dapat menunjuk bagian



kepada sesuai keadaan -



tubuh yang disebutkan



15 – 18 bulan



Dapat menggunakan 36 kata



-



Dapat menyerap berbagai



-



kosakata dengan cepat Dapat mengerti “saya”



-



Mengulang kata-kata



dan “kamu”



-



Berkata “tidak”



Dapat menunjuk benda



-



Menggunakan



-



atau gambar -



Mengerti



5-50



kata nama-nama



benda yang umum



-



Menggunakan kata-kata untuk meminta sesuatu yang diinginkan



-



Mempelajari kata-kata



-



baru setiap minggunya “Ledakan” bahasa dimana



-



Dapat



mengikuti



18 – 24 bulan



-



Dapat



mengerti



cerita



sederhana



mempelajari



2



langkah arahan yang



dibacakan



anak



dapat



kata-kata



baru setiap hari -



Dapat



menggunakan



kalimat dengan 2 kata -



Mengerti sekitar 200 kosakata



-



Kemampuan berbahasa  50%



-



Mengerti



“kamu”,



“saya”, “milik saya” -



Mengerti beberapa kata yang



24 – 30 bulan



menggambarkan



posisi (“di atas”, “di bawah”, “di samping”) -



Mengidentifikasi



benda



berdasarkan fungsinya -



Dapat



mengikuti



2-3



langkah arahan -



Mengerti gambar



30 – 36 bulan



benda umum



atau



Dapat



menunjuk



beberapa aktivitas dalam gambar -



-



Mendengarkan



-



dengan 2-3 kata -



Menanyakan pertanyaan sederhana



-



Ikut bernyanyi



-



Dapat



menjawab



pertanyaan -



Dapat



membantu



menceritakan



cerita



sederhana -



Memiliki



900-1000



kosakata -



Menggunakan kalimat



cerita



-



Kemampuan berbahasa



-



 75% Menggunakan kalimat



yang lebih banyak atau percakapan yang lebih panjang



Menggunakan kalimat



dengan 3-5 kata



Mengidentifikasi berbagai warna



36 – 48 bulan



Pengulangan kata dan kalimat berkurang



yang



ditunjuk -



-



dengan 5-6 kata -



Dapat



menyebutkan



nama, usia dan jenis



-



Dapat menunjuk benda sesuai kategori



-



Mengerti



konsep



kelamin dari



-



ukuran dan jumlah -



pengalaman



Mengerti kalimat yang menujukkan



Menceritakan



-



masa



Kemampuan berbahasa mencapai 100%



lampau -



Menggunakan kalimat kompleks dan detail



-



Menggunakan kalimat masa lampau dan masa



48 – 60 bulan



depan -



Menceritakan



cerita



panjang dan bertahan pada topik tertentu Tabel 1. Milestone sesuai usia dalam berbahasa reseptif dan ekspresif



2.3.



Speech Language Delay Kemampuan berbicara dan berbahasa merupakan kegiatan yang dinamis dan juga



berfungsi sebagai indikator yang baik untuk meninjau perkembangan anak Anak-anak yang mengalami gangguan speech language delays memiliki kesulitan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan keinginannya. Permasalahan yang sering dihadapi orang tua adalah mengatakan bahwa anaknya terihat dapat mengerti perkataannya namun kesulitan dalam berbicara. Kebanyakan anak yang memiliki kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan keinginannya pada akhirnya dapat mengikuti ketertinggalannya, namun pada anak yang terus menerus kesulitan dalam hal ini dapat didiagnosis sebagai speech language delays yang dapat disebabkan oleh banyak hal seperti gangguan pendengaran gangguan oral, gangguan mental dan lain sebagainya. Pada dasarnya 75% pengetahuan di masa kanak-kanak didapatkan melalui pendengaran. Kemampuan anak dalam belajar berbicara didapatkan melalu pendengaran. Untuk dapat berbicara, anak harus bisa mendengarkan dengan baik, dan kemudian mengikuti suara yang dia dengar. Ada beberapa hal yang perlu diketehaui terkait dengan speech language delays yaitu : 



Mayoritas laki-laki



    



Dapat diturunkan dari orang tua yang memiliki gangguan berbicara Gangguan fungsi oral dan gangguan makan pada anak sering ditemukan Interaksi orang tua dengan anak kurang Perubahan perilaku pada anak Anak-anak meggunakan komunikasi non verbal lebih sering



2.3.1. Etiologi 1. Spesifik a. Spesific Language Impairment Keterlambatan dalam menguasai kemampuan berbahasa tanpa adanya ketulian pada anak. Hal ini mengenai 7-8% anak pada umumnya. Untuk penyebab hal ini maih tidak diketahui namun ada kaitan yang kuat dengan kelainan genetik berdasarkan penelitian terdapat mutasi dari gen di kromosom 6 yang disebut KIAA0319, anak yang mengalami SLI biasanya memiliki kerabat yang memiliki keluhan yang sama sehingg penting untuk klinisi menanyakan mengenai riwayat keluarga. Pada anak dengan SLI biasanya akan berbicara dengan sendirinya namun bila dibandingkan dengan anak lain, anak dengan SLI akan mengalami keterlambatan. Untuk mendiagnosis anak dengan SLI dapat dilakukan anamnesis kepada orang tua, biasanya orang yang sadar pertama kali adalah orang tua atau guru sehingga menanyakan mengenai bagaimana anak tersebut disekolah menjadi penting. Untuk tatalaksana biasanya anak akan diberikan pelajaran khusus atau disarankan untuk memberikan perhatian lebih pada anak oleh orang tua sehingga anak akan lebih terstimulus dalam mencoba mengucapkan kata. Berikut ini adalah tabel yang memuat Indikator Resiko (Paul, 2007),



b. Global Development Delay yang dimaksud dengan dengan hal ini adalah gangguan menyeluruh dalam perkembangan anak yang memperngaruhi berbagai aspek. Pada dasarnya kemampuan tumbuh kembang anak dapat di prediksi sesuai umur pada umumnya, bila dikatakan mengalami kemunduran dalam tumbuh kembang ini bila tumbuh kembang anak terlambat dari umur yang seharusnya. Seorang anak dikatakan mengalami GDD apabila tidak mencapai 2 hal dalam bidang dibawah ini :  Motor skills : gross motor skill seperti duduk dan berguling, fine motor skill sperti mengambil barang.  Speech and language : babbling, meniru kata, mengenali suara.  Cognitive skill : kemampuan belajar, memproses informasi, mengingat hal.  Social and emotional skill : berinteraksi dengan orang lain c. Articulation or Phonological Disorder Artikulasi



merupakan



kemampuan



dalam



mengucapkan



huruf



konsonan dan huruf vokal hal ini dapat diakibatkan karena kelemahan pada otot-otot yang memproduksi suara. Fonologikal merupakan kemampuan dalam menyusun kata sehingga kata tersebut dapat memiliki kesinambungan dan dapat



dimengerti.



Ganguan



artikulasi



menyebabkan



anak



kesulitan



memproduksi suara, atau dapat terjadi kesalahan dalam memproduksi suara. Sedangkan gangguan fonologikal adalah gangguan dari pola produksi suara, biasanya anak kesulitan menghasilkan suara yang dibentuk di bagian belakang mulut seperti huruf “K”. Sebagian besar gangguan suara bicara tidak diketahui penyebabnya. Kelainan suara bicara dapat disebabkan oleh masalah fisik seperti; gangguan perkembangan (autism), gangguan genetic (Down Syndrome), tuli, sakit, atau gangguan neurologi (cerebral palsy). Anak yang mengalami infeksi telinga berulang ketika kecil beresiko mengalami gangguan suara bicara jika infeksi telinga disertai dengan penurunan pendengaran.



Gangguan artikulasi meiputi masalah membuat suara. Suara bisa diganti, dihilangkan, ditambahkan atau dirubah. Kesalahan ini dapat membuat orang sulit untuk memahami. Anak sering membuat kesalahan dalam berbicara. Misalnya mereka membuat huruf “w” untuk suara “r” (misalnya “wabbit” untuk “rabbit”) atau mungkin menghilangkan kata seperti “nana” untuk “banana”. Anak mungkin memiliki gangguan artikulasi jika kesalahan ini terus ada sampai melewati usia yang diharapkan. Aksen atau logat perlu diperhatikan dalam hal ini. Gangguan proses fonologi melibatkan kesalahan pola suara. Misalnya, mengganti suara yang dibuat dibagian belakang mulut seperti “k” dan “g” dengan kata di depan mulut seperti “t” dan “d” (misalnya mangatakan “tup” untuk “cup” atau “das” untuk “gas”). Aturan lain dari bicara adalah beberapa konsonan mulai dengan dua konsonan, seperti broken atau spoon. Ketika anak tidak mengikuti aturan ini dan hanya mengucapkan satu kata (“boken” untuk “broken” atau “poon” untuk “spoon”), ini membuat pendengar menjadi lebih sulit untuk mengerti. Sementara itu, umumnya anak-anak menghilangkan salah satu kata dalam belajar bicara, namun tidak diharapkan didapati ada anak yang lebih tua. Jika anak terus menunjukan penurunan klaster tersebut, ia mungkin memiliki gangguan proses fonologis. Dalam



mendiagnosis



diperlukan



kemampuan



khusus



dalam



membedakan kedua gangguan tersebut, dan memeriksa meknisme cavum oral dan memastikan apakah fungsi oral dalam batas normal. Dan memastikan hal ini bukanlah aksen dari anak tersebut Penanganan gangguan ini adalah dengan menunjukan bagaimana mengucapkan kata-kata dengan benar, belajar mengenali mana suara yang benar dan salah, dan berlatih berbicara dalam kata-kata yang berbeda. Penanganan proses fonologi melibatkan mengajar aturan berbicara kepada individu untuk membantu mereka mengucapkan kata-lata dengan benar. d. Fluency Disorder (Stuttering) Gagap mempengaruhi kelancaran berbicara. Ini dimulai sejak masa kanak-kanak dan dalam beberapa kasus berlangsung seumur hidup. Kelainan ini dikarateristikan dengan gangguan dalam produksi suara bicara, kelainan ini juga disebut “disfluencies”. Umumnya orang menghasilkan ketidaklancaran dari waktu ke waktu. Misalnya, beberapa kata diucapkan berulang dan lainnya



diawali dengan “um” atau “uh”. Disfluencies bukan merupakan masalah, namun,



hal



ini



dapat



mengganggu



mengucapkannya terlalu banyak. Penyebab pasti gagap



tidak



komunikasi diketahui.



jika



Penelitian



seseorang terbaru



mengemukakan bahwa genetic memainkan peran dalam kelainan ini. Pada beberapa orang peristiwa hidup dianggap memicu gangguan kefasihan ini. Antara usia 2-5 tahun anak belajar banyak aturan tata bahasa Saat mulai belajar berbicara satu atau dua kata kelainan ini tidak kita jumpai. Namun, bila sudah dilanjutkan pada kalimat yang lebih panjang anak mungkin mengalami kesulitan dan ketidaklancaran dalam bicara. Setelah itu, faktor lain dapat menyebabkan anak menjadi semakin mengalami ketidaklancaran berbicara. Misalnya, anak yang mudah frustasi mungkin lebih cenderung untuk mengencangkan atau menegangkan otot bicara dan kegagapan terjadi. Tekanan dapat meningkatkan lamanya ketidaklancaran ini. Respon pendengaran untuk orang yang gagap (menggoda) dapat memperburuk keadaan ini. Reaksi orang yang gagap berbeda-beda terhadap respon pendengar terhadap dirinya. Adanya yang meresponnya secara minimal, ada yang merespon hal tersebut yang membuatnya menjadi malu dan cemas, hal ini dapat memperburuk keadaanya. Sebagian besar kasus, gagap memiliki dampak dalam beberapa aktifitas harian. Aktifitas spesifik yang menjadi tantangan berbeda setiap individu. Bagi sebagian orang, kesulitan berkomunikasi hanya terjadi selama aktivitas tertentu, misalnya, berbicara di telepeon atau di kelompok besar. Orang dengan keadaan ini sangat memikirkan bagaimana reaksi orang terhadap



keadaanya,



sehingga



kadang



mereka



menyembunyikan



ketikdaklancaran bicara mereka, berpura-pura lupa apa yang ingin dibicarakan, atau berhenti untuk berbicara, dan kadang mereka tidak dilibatkan dalam kegiatan karena gagap. Ditandai dengan dua hal primer dan sekunder. Perilaku



primer



termasuk pengulangan suara, suku kata, atau seluruh kata, perpanjangan dalam penyebutan satu kata. Untuk perilaku sekunder termasuk didalamnya adalah gangguan periaku seperi kontak mata berkurang, berkedip berlebihan. Hal ini sering disalahartikan dengan normal disfluensi yang hilang seiring berjalanya waktu. Pada beberapa orang keadaan ini dapat menyebabkan seseorang menjadi dangat tegang ketika berbicara, atau kehabisan kata-kata untuk bicara. Perbicaraannya bisa saja berhenti tiba-tiba atau diblokir.



Identifikasi gagap pada idividu mungkn terlihat seperti hal yang mudah. Ketidak lancaran sering menonjol dan mengganggu komunikasi seseorang. Pendengar biasanya dapat mendeteksi seseorang gagap. Beberapa karateristik bicara tergagap tidak mudah dideteksi oleh pendengar, sehingga butuh evaluasi dari SLP. Selama evaluasi, SLP akan mencatat jumlah dan jenis ketidaklancaran yang dihasilkan seseorang dalam berbagai situasi. Selain itu perlu diperhatikan usia dan riwayat kehidupan orang tesebur. Selain itu perlu ditentukan sejauh mana hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan aktivitas dan berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari. Pada anak-anak perlu dipresiksi juga apakah hal ini akan berlanjut. Evaluasi dilakukan dengan serangkaian test, observasi, dan wawancara yang dirancang untuk memperkirakan resiko anak untuk terus gagap. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah riwayat kegagapan dalam keluarga, gagap berlanjut selama 6 bulan atau lebih, adanya gangguan bicara atau bahasa lainnya dan ketakutan atau kekhawatiran mengenai gagap Tidak ada faktor tunggal yang digunakan untuk memprediksikan apakah kegagapan akan berlanjut. Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat membantu. Dampak dari kegagapan ini dalam kemampuan komunikasi dan partisipasi harus dievaluasi juga.



Informasi



dari



evaluasi



yang



dilakukan



digunakan



untuk



mengembangkan program terapi spesifik, dirancang untuk: membantu orang berbicara lebih lancar, berkomunikasi lebih efektif dan berpartisipasi lebih dalam aktifitas kehidupan. Sebagian besar program terapi untuk orang dengan kegagapan adalah “perilaku”. Ini dirancang untuk mengajarkan kemampuan spesifik perorang atau perilaku yang meningkatkan komunikasi oral. Mereka harus diajarkan untuk mengontrol dan atau memonitor rata-rata yang mereka ucapkan. Sebagai tambahan, orang dapat belajar untuk mulai mengucapkan kata-kata dengan sedikit lebih lambat dan mengurangi ketegangan fisik. Mereka juga dapat belajar untuk mengontrol atau memantau nafas mereka. Ketika belajar untuk mengendalikan laju bicara, orang sering mulai dengan berlatih secara halus, berbicara fasih dengan laju yang jauh lebih lambat dari bicara pada umumnya, menggunakan frase dan kalimat yang pendek. Seiringi berjalannya waktu, orang akan berbicara secara halus namun lebih cepat, dalam kalimat, dan



dalam situasi yang lebih menantang sampai bicara menjadi lebih baik dan alami. e. Selective Mutism Selective mutism (elective mutism) sering terjadi pada masa kanakkanak. Anak-anak dengan kondisi ini tidak berbicara pada situasi tertentu, seperti di sekolah, tapi berbicara di waktu lainnya, seperti rumah atau dengan teman. Kelainan ini biasanya mulai sebelum usia 5 tahun. Biasanya disadari saan anak mulai bersekolah. Anak dengan kelainan ini memiliki atau mengalami gangguan kecemasan, masalah batin mengenai diri atau harga diri, dan masalah bicara, bahasa dan pendengaran. Berdasarkan DSM-5 anak dengan gangguan ini jarang, kurang dari 1%. Gejalanya sebagai berikut; - Gagal secara konsisten untuk berbicara dalam kondisi sosial yang spesifik -



dan mampu berbicara dalam kondisi yang berbeda. Tidak ikut berbicara dalam sekolah atau tempat kerja, atau dengan



-



komunikasi sosial Berlangsung setidaknya 1 bulan (tidak berbatas pada bulan pertama



-



sekolah) Gagal untuk berbicara, tidak berhubungan dengan pengetahuan atau



-



kenyamanan,dengan bahasa lisan dalam situasi sosial. Tidak berhubungan dengan gangguan komunikasi (misalnya gagap). Tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan spectrum autism, skisofrenia, atau gangguan psikotik lainnya). Anak dengan selective mutism juga dapat menunjukan; gangguan



cemas (fobia sosial), rasa malu yang berlebihan, takut malu secara sosial, dan isolasi sosial serta penarikan diri. Anak dengan kondisi ini perlu dibawa ke SLP, serta dokter pediatric atan psikiatrik maupun psikolog. Dalam mendiagnosis perlu ditanyakan riwayat latar belakanya, riwayat belajarnya, skrining pendengaran, penilaian motoric oral, wawancara orang tua atau pengasuh, dan evaluasi bicara dan bahasa. -



Intervensi diberikan sesuai dengan kebutuhan anak dan orang tua. Program terapi perilaku meliputi; Stimulus fanding: melibatkan anak dalam situasi yang rileks dengan seseorang yang mereka dapat bicara dengan bebas, kemudian libatkan orang baru dalam ruangan



-



Shaping: menggunakan pendekatan terstruktur untuk memperkuat semua upaya anak untuk berkomunikasi (misalnya gerakan mengucapkan atau



-



berbisik) sampai bicara terdengar tercapai. Self-modeling technique: membiarkan anak menonton video dirinya melakukan perilaku yang diinginkan (misalnya berkomunikasi secara efektif di rumah) untuk memfasilitasi rasa percaya diri dan terbaw aperilakunya ke dalam kelas. Jika ada masalah biacara dan bahasa maka yang dilakukan adalah:



menargetkan masalah yang membuat perilaku bisu memburuk, menggunakan kegiatan bermain peran untuk membantu anak memperoleh rasa percaya diri untuk berbicara pada pendengar yang berbeda dan bervariasi serta membantu anak yang tidak dapat berbicara karena merasa suara mereka lucu. f. Childhood Apraxia of Speech (CAS) CAS meliputi apraxia bicara dengan penyebab neurologi umum (stroke intrauterine, infeksi, trauma kepala), itu dapat terjadi sebagai tanda primer atau sekunder untuk anak dengan gangguan neurobehavioral yang kompleks (misalnya genetic, metabolic) atau itu tidak berhubungan dengan gangguan neurologi umum atau gangguan neurobehavioral yang kompleks. CAS adalah gangguan fungsi motorik berbicara, anak dengan CAS akan kesulitan dalam mengucapkan suara, suku kata dan kata kata namun hal ini tidak terdapat kelemahan otot atau paralisis dari otot, hanya terjadi kesalahan pada otak dalam merencanakan pergerakan dari organ berbicara, yang khas dalam kelainan ini adalah anak mengerti apa yang ingin dia bicarakan namun kesulitan dalam mengordinasikan gerakan organ berbicara Tanda dan gejala pada setiap anak berbeda, gejala yang dituliskan dibawah ini tidak semuanya dialami oleh anak, sehingga penting untuk mengetahui permasalahan yang ada Pada anak kecil : 



Tidak cooing or babbling







Terlambat mengucapkan kata pertama







Kesulitan dalam mengucapkan kononan dan huruf vokal







Kesulitan dalam menggabungkan dua suara







Mengganti suara yang sulit menjadi lebih mudah







Kesulitan makan Pada anak yang lebih tua : 



mengeluarkan suara yang eror







dapat mengerti bahasa lebih dari yang dia bisa ucapkan







kesulitan mengimitasi suara







kesulitan mengucapkan frase yang panjang







sulit dimengerti oleh orang lain.



Masalah lain yang berpotensi; 



Perkembangan bahasa yang terlambat







Masalah bahasa ekspresif







Kesulitan dalam gerakan atau koordinasi motoric halus







Hipersensitif atau hiposensitif di mulut mereka







Punya masalah ketika belajar membaca, mengucapkan, dan menulis. Cara mendiagnosis adalah terlebih dahulu harus menyingkirkan adanya



ketulian pada anak dengan melakukan pemeriksaan ke audiologis. Selanjutnya dilakukan



penilaian



kemampuan



motoric



oral,



melodi



suara,



dan



perkembangan suara bicara. Penelitian



menunjukan



bahwa



anak



dengan



CAS



memiliki



keberhasilan terapi yang tinggi bila terapi sering diterima (3 – 5 kali per minggu) dan terapi yang intensif. Anak yang sendiri saat terapi melakukan lebih baik dibandingkan bila dalam grup. Ketika sudah ada kemajuan, terapi kurangi durasinya, dan terapi grup menjadi alternative yang baik. Fokus intervensi dari CAS adalah dalam meningkatkan pengurutan rencana dan koordinasi dari gerakan otot untuk menghasilkan suara. Desain pelatihan terisolasi untuk menguatkan otot oral tidak membantu dalam berbicara. CAS merupakan gangguan koordinasi bicara, bukan kekuatan. Untuk meningkatkan kemampuan bicara, anak harus mempraktekan cara bicara. Namun, mendapatkan umpan balik dari sejumlah alat indra, seperti menyentuh dan melihat (misalnya melihat dirinya di cermin) sebaik umpan balik pendengaran, ini sering membantu. Dengan umpan balik multi sensorik ini, anak dapat lebih dengan siapa mengulang suku kata, kata-kata, kalimat,



dan ucapan yang lebih panjang untuk meningkatkan koordinasi otot dan pengurutan untuk berbicara.



Disartria adalah gangguan bicara motoric. Ini merupakan dampak dari gangguan gerakan otot yang digunakan untuk memproduksi suara, meliputi bibir, lidah, pita suara, dan atau diafragma. Tipe dan beratnya disartria bergantung pada area sistem saraf mana yang mempengaruhi. Disartria disebabkan oleh kerusakan pada otak Ini dapat terjadi saat lahir, seperti pada cerebral palsy, distrofi muscular, atau mungkin, atau pada kehidupan selanjutnya yang berhubungan dengan banyak kondisi yang berbeda yang melibatkan sistem saraf, seperti; stroke, kerusakan otak, tumor, penyakit Parkinson, penyakit Lou Gehrig’s atau sclerosis amiotrofik lateral (ALS), penyakit Huntington, dan sclerosis multiple. Tidak ada data yang mengemukakan insiden disartria pada pupopulasi umum karena berbagai macam penyebab. Berikut ini adalah tabel mengenai tipe disartria.



Diagnosis disartria atau kelainan bicara dan bahasa biasanya dilakukan oleh speech-language pathologist (SLP). SLP atau dokter dapat mengevaluasi orang dengan kesulitan bicara dan menentukan sifat dan tingkat keparahan masalah. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat pergerakan bibir, lidah dan wajah, serta bantuan nafas untuk bicara dan kualitas suara. Penilaian juga akan mencakup pemeriksaan proksi suara dalam konteks yang bervariasi. Terapi bergantung pada penyebab, tipe dan beratnya gejala. SLP akan bekerja secara individu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi. Beberapa tujuan yang mungkin untuk terapi adalah; - Memperlambat kecepatan bicara - Meningkatkan bantuan nafas sehingga dapat berbicara lebih keras - Memperkuat otot - Meningkatkan gerakan lidah dan bibir - Meningkatkan produksi suara bicara sehingga berbicara menjadi lebih -



jelas Mengajar pengasuh, anggota keluarga, dan guru strategi untuk komunikasi



-



yang lebih baik dengan orang yang disartria Dalam kasus yang berat, belajar menggunakan alternative komunikasi yang baik (misalnya, gerakan sederhana, papan alphabet, atau peralatan



elektronik berbasis komputer). Saran untuk orang disartria: - Memperkenalkan topik dengan kata atau frasa yang singkat sebelum mulai -



berbicara dalam kalimat yang lebih lengkap. Pastikan pendengar memahami anda. Berbicara perlahan dan keras, dan sering berhenti Cobalah untuk membatasi percakapan ketika anda merasa lelah untuk



-



berbicara. Saat lelah, pembicaraan anda sulit untuk dipahami. Jika anda menjadi frustasu, cobalah dengan metode lain, seperti menunjuk atau isyarat, untuk menyampaikan pesan anda, atau beristirahat dan cobalah lagi nanti.



Saran untuk pendengar; -



Kurangi gangguan dan kebisingan. Perhatikan orang yang berbicara. Biarkan mereka tahun jika anda sulit memahami mereka. Ulangi hanya bagian yang anda mengerti sehingga mereka tidak



-



mengulang seluruh pesan. Jika anda tetap tidak mengerti.. tanyakan pertanyaan ya atau tidak, atau mintalah mereka menulis pesan untuk anda.



2. Pervasive a. Autism Spectrum Disorder Autisme adalah disabilitas perkembangan.(kecacatan). Kelainan ini disebabkan oleh beberapa hal; masalah genetic atau sindrom, infeksi berat yang mempengaruhi otak, atau terpapar toksin atau penyakit selama kehamilan. Anak dengan autism atau ASD, memiliki masalah sosial, komunikasi dan bahasa. Mereka juga memiliki masalah pola perilaku yang terbatas dan berulang-ulang, ketertarikan, atau aktivitas, seperti membolak-balikan barang, echolalia, atau mencium atau menyentuh objek secara berlebihan. Autisme dapat ringan dan berat. Semua anak dengan autism tidak memiliki masalah yang sama. Mereka dapat memiliki kemampuan sosial dan komunikasi dan perilaku umumnya sebagai berikut;



Kemampuan Sosial Kesulitan untuk: -Memberikan fokus dengan



Kemampuan Komunikasi Masalah dalam: -Mengerti atau menggunakan



orang lain mengenai sebuah



gesture, seperti menunjuk,



objek atau pengalaman



melambai, atau menunjukan



bersama untuk berbagi -Bermain dengan sesame atau



barang pada orang -Mengikuti petunjuk -Mengerti dan menggunakan



bertukar mainan -Mengerti perasaan -Membuat dan mempertahankan teman



kata-kata -Melakukan percakapan -Belajar membaca atau menulis. Atau mungkin dia dapat membaca namun tidak mengerti arti (hiperleksia)



Perilaku secara umum -Bermasalah dalam mengubah aktivitasnya -Menepuk tangan, diam, berputar atau menatap -Gelisah oleh suara tertentu -Menyukai sedikit jenis makanan -Memiliki keterbatadan dan ketertarikan yang tidak biasa: berbicata hanya pada 1 topik atau hanya belihat ke 1 benda



Dapat juga: -Mengulang kata yang baru didengar atau kata yang didengar beberapa hari atau minggu sebelumnya (Echolalia) -Berbicara dengan sedikit ekspresi atau menggunakan suara nyanyian -Menggunakan amukan untuk mengatakan apa yang diinginkan Tidak ada pengobatan khusus autism. Dalam beberapa kasus, medikasi dan restriksi diet dapat membantu mengontrol gejala. Intervensi sebaiknya diberikan saat anak masih kecil. Intervensi awal dan program presekolah sangat penting. Yang harus dievaluasi SLP harus lengkap meliputi kemampuan sosial, komunikasi, bahasa dan perilaku. Terapi dapat meliputi kombinasi pendekatan tradisional berbicara dan bahasa, AAC, dan intervensi perilaku. Evaluasi pendengaran juga harus dilakukan.



b. Rett Syndrom Sindrom Rett terjadi akibat kelainan genetik yang mempengaruhi cara otak berkembang. Sindrom ini terjadi secara eksklusif pada anak perempuan. Sindrom Rett mengakibatkan gejala mirip dengan autisme. Banyak bayi dengan sindrom Rett berkembang secara normal pada awalnya, tetapi perkembangannya sering terhambat pada saat mencapai usia 18 bulan. Seiring waktu, anak-anak dengan sindrom Rett fungsi motorik untuk menggunakan tangan, berbicara, berjalan, mengunyah dan bahkan bernapas mereka tidak normal. Sindrom Rett adalah gangguan perkembangan saraf dari substansia grisea otak yang mempengaruhi perempuan lebih sering daripada laki-laki. Fitur klinis termasuk tangan kecil dan kaki dan perlambatan laju pertumbuhan kepala (termasuk microcephaly di beberapa). gerakan tangan berulang, seperti meremas-remas dan / atau berulang kali meletakkan tangan ke dalam mulut,



juga mencatat. Orang dengan sindrom Rett rentan terhadap gangguan pencernaan dan sampai 80% mengalami kejang. Mereka biasanya tidak memiliki kemampuan verbal, dan sekitar 50% dari individu yang terkena tidak dapat berjalan . Scoliosis , kegagalan pertumbuhan, dan sembelit sangat merupakan masalah umum yang terjadi. Gejala Sindrom Rett bervariasi dari anak ke anak. Beberapa bayi menunjukkan



tanda-tanda dari



gangguan sejak lahir



tanpa



periode



perkembangan normal. Penderita lain memiliki gejala lebih ringan dan dapat mempertahankan kemampuan untuk berbicara. Beberapa anak bahkan mengalami kejang-kejang Diagnosis RS klasik mengharuskan pasien memenuhi karakteristik yang diperlukan, mendukung, dan eksklusif tertentu. Karena heterogenitas sindrom, contoh atipikal atau varian dari penyakit ini dapat terjadi; Kriteria utama dan mendukung untuk ini juga telah dirumuskan. Sindrom Rett klasik Kriteria yang diperlukan untuk diagnosis RS klasik adalah sebagai berikut: - Prenatal ternyata normal dan periode perinatal - Pengembangan tampaknya normal melalui setidaknya 5-6 bulan pertama -



kehidupan Lingkar kepala normal saat lahir Perlambatan pertumbuhan kepala (umur, 3 bulan sampai 3 tahun) Hilangnya keterampilan yang diperoleh (umur, 3 bulan sampai 3 tahun), termasuk keterampilan yang dipelajari tujuan tangan, diperoleh celoteh



-



atau kata-kata belajar, dan kemampuan komunikatif Penampilan defisiensi mental yang jelas Penampilan berturut-turut dari stereotypies tangan intens, termasuk meremas-remas tangan atau meremas; mencuci tangan, menepuk, atau



-



menggosok; dan mengucapkan tangan atau lidah menarik Kelainan gaya berjalan di antara gadis-gadis penyandang, termasuk kiprah apraxia, dyspraxia, atau keduanya, serta dendeng ataksia trunkal, dyspraxia



-



tubuh, atau keduanya Diagnosis tentatif sampai individu tersebut berusia 2-5 tahun. Kriteria pendukung untuk diagnosis RS klasik adalah sebagai berikut:



-



Bernapas disfungsi, termasuk apnea periodik selama terjaga, hiperventilasi berselang, nafas-memegang mantra, dan pengusiran paksa udara atau air liur



-



Kembung atau ditandai menelan udara



-



Elektroensefalografik (EEG) kelainan, termasuk latar belakang lambat bangun dan perlambatan berirama intermiten (3-5 Hz) dan pelepasan epileptiform, dengan atau tanpa kejang klinis



-



Epilepsi (berbagai bentuk kejang)



-



Tanda-tanda Spastic, pengecilan otot kemudian, atau ciri-ciri distonik



-



Gangguan vasomotor perifer



-



Scoliosis neurogenic



-



Kaki kecil dan dingin Hypotrophic



-



Retardasi pertumbuhan Pengobatan Sindrom Rett memerlukan pendekatan lintas disiplin,



termasuk perawatan medis yang teratur; fisik, okupasi dan terapi wicara, dan akademis, sosial dan pelayanan kejuruan. Kebutuhan untuk tingkat perawatan dan dukungan tidak berakhir sebagai anak-anak menjadi lebih tua dan biasanya diperlukan sepanjang hidup. Pengobatan yang dapat membantu anakanak dan orang dewasa dengan Sindrom Rett meliputi: terapi fisik dan wicara, konsultasi, dukungan gizi, obat-obatan dan pemantauan jangka panjang. Terapi fisik dan wicara meliputi; 



Terapi fisik dan penggunaan kawat gigi atau gips dapat membantu anakanak yang menderita scoliosis. Dalam beberapa kasus, terapi fisik juga dapat



membantu



mempertahankan



berjalan,



keseimbangan



dan



fleksibilitas, sementara terapi okupasi dapat memperbaiki penggunaan tangan. Terapi wicara dapat membantu meningkatkan kehidupan anak dengan mengajarkan cara-cara berkomunikasi nonverbal. 



Terapi yang menunjang perbaikkan ambulasi, keseimbangan, dan penggunaan tangan sangat penting.







Splints tangan dan perangkat lain yang menurunkan stereotypies tangan dapat membuat enderita RS lebih fokus dan dapat menurunkan perilaku agitasi dan merugikan diri sendiri.







Orthoses pergelangan kaki dan terapi fisik mungkin bermanfaat dalam mengobati kaki berjalan yang dihasilkan dari nada kabel tumit meningkat. Musik, hidroterapi, hippotherapy (yaitu, menunggang kuda), dan pijat kadang-kadang membantu. Kebutuhan lainnya termasuk dukungan psikososial bagi keluarga dan penciptaan dan pelaksanaan rencana pendidikan yang sesuai dengan sekolah. Orang tua mungkin memerlukan bantuan dalam mengakses sumber daya masyarakat untuk item (misalnya, kursi roda atau landai) dan layanan yang memungkinkan perawatan di rumah pasien RS.



3. Condition a. Hearing Impairment Pada anak-anak, infeksi merupakan hal yag paing sering terjadi. Sebagai contoh yaitu otitis media. Merupakan peradangan yang terjadi di telinga tengah ditandai dengan penumpukan cairan yang seharusnya tidak ada pada telinga tengah. Hal ini sering terjadi pada anak karena pada anak anak tuba eustachois letaknya lebih horizontal dan lebih pendek dibanding orang dewasa sehingga infeksi lebih mudah masuk ketelinga tengah. Pada anak dengan kronik otitis media sering mengganggu proses perkembangan dan kemampuan berbicara anak. Namun bila infeksi dapat teratasi maka kemampuan berbicara anak akan berkembang dengan pesat. Berdasarkan penelitian yang ada anak yang mengalami kemunduran berbicara tanpa adanya riwayat otitis media memiliki resiko yang lebih besara dalam kemampuan berbicara. Bila terdapat anak-anak yang memiliki kriteria diatas makan disarankan untuk melakukan pemeriksaan pendengaran. b. Prematurity Pada bayi yang lahir prematur akan mengalami keterlambatan dalam mengikuti standar perkembangan anak yangterdapat di dalam tabel. Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal dengan



gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa. Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak bermakna sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah anak Sebaliknya Byers-Brown dan kawan-kawan melaporkan secara bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara dalam bicara pada bayi prematur. Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.50 c. Socioeconomic Factors Kurangnya stimulus yang diberikan didala keluarga dapat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dalam berbicara, tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga berpengaruh dalam pemberian materi untuk membantu tumbuh kembang anak



2.3.



Pemerikaan Penunjang Untuk pemeriksaan penunjang biasanya jarang dipakai kecuali ada beberapa



kecurgiaan tertentu terhadap suatu penyakit. Bila klinisi mencurigai adanya kelainan pada sistem pendengaran maka pemeriksaan audiometri akan dilakukan, dan apabila terdapat kecurgiaan terhadap fungsi motorik organ untuk berbicara seperti kelemahan otot bisa dilakukan pemeriksaan EMG. Beberapa pemeriksaan penunjang meliputi: o BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik. o Pemeriksaan audiometric Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik: a. Audiometrik tingkah laku Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan



dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atu kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak. b. Audiometrik bermain Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif. c. Audiometrik bicara Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara seharihari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid). d. Audiometrik objektif biasanya memerlukan teknologi khusus. - CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan -



gambaran area otak yanga abnormal. Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani dan system osikuler.



Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, IQ gabungan: -



Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar. Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta



-



untuk mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau benar. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah atau benar.



2.4.



Dampak Gangguan Berbahasa pada Anak Dampak dari gangguan berbahasa sangat bergantung dari penyebabnya. Sebanyak



50%-80% anak dengan keterlambatan berbicara akan memperoleh kemampuan berbahasa pada masa prasekolahnya dan prognosis akan semakin membaik bila anak tersebut tidak



memiliki gangguan kepribadian dan gangguan mood. Disamping itu, anak yang mengalami gangguan berbahasa akibat dari kerusakan otak atau struktural lainnya memiliki dampak yang lebih buruk, dimana gangguan berbahasa akan bersifat jangka panjang. Selain itu, dampak yang ditimbulkan juga dipengaruhi oleh onset terjadinya gangguan berbahasa. Banyak anak dengan gangguan berbahasa yang menetap pada masa prasekolah juga memiliki gangguan belajar pada kedepannya nanti, termasuk kesulitan untuk belajar membaca yang disebut disleksia. Disleksia merupakan sindroma kesulitan membaca, yang disertai dengan gangguan berbicara dan berbahasa, serta kesulitan untuk membedakan kirikanan. Anak dengan disleksia mulai terlihat pada usia 7 tahun ketika anak tersebut belajar di sekolah dasar dimana anak tersebut sangat lamban dalam membaca, memiliki kemampuan pengertian yang kurang, serta memiliki kemampuan yang sangat buruk dalam mengeja kata. Anak dengan gangguan disleksia ini juga akhirnya menghindari membaca dan menulis, sehingga sering kali dapat timbul rasa cemas dan malu akibat kegagalannya. Ketika anak tersebut tumbuh dewasa, sulitnya untuk mengerti dan menggunakan bahasa dapat menyebabkan gangguan pada interaksi sosial dan kemandirian. Selain itu, pada orang dewasa yang memiliki gangguan berbahasa sejak kecil juga dapat muncul gangguan psikis lainnya seperti depresi, kecemasan, emosional, dan gangguan kepribadian.



2.5.



Intervensi pada Anak dengan Gangguan Berbahasa 1. Terapi Tujuan utama dari terapi adalah agar anak tersebut memiliki strategi untuk mengerti apa yang diucapkan oleh orang lain, juga memiliki perilaku komunikatif yang baik. Selain dari anak tersebut, orangtua juga perlu diberikan edukasi agar tetap memberi semangat pada kemampuan komunikasi dari anak tersebut. Terapi yang umumnya digunakan dalam gangguan berbahasa adalah terapi berbicara, dan terapi ini memiliki prognosis yang baik terutama pada gangguan berbahasa ekspresif. Penelitian menyatakan bahwa terapi yang dilaksanakan lebih dari 8 minggu lebih baik daripada yang dilaksanakan kurang dari 8 minggu. 2. Konseling keluarga Apabila anak tersebut belum mencapai milestone yang tepat pada bahasa dan berbicara, ada perlunya untuk tidak memberikan diagnosis pasti terlebih dahulu hingga evaluasi menyeluruh telah diselesaikan. Orangtua dapat diberikan konseling bahwa, apabila anak tersebut telah didiagnosis, ada tenaga professional yang akan membantu anak tersebut dan memberikan hasil yang positif. Apabila anak tersebut memiliki



gangguan perkembangan dan kepribadian, gangguan tersebut dapat menetap, ataupun dapat membaik seiring dengan kemampuan komunikasi anak tersebut meningkat. Orangtua pasien harus terus diberikan follow up dan kilas balik akan apapun terapi yang diberikan pada pasien dan perkembangannya dibandingkan dengan pertemuan yang lalu, bukan hanya membandingkan dengan anak-anak seusia pasien.



BAB III KESIMPULAN Area yang berfungsi dalam pengaturan berbahasa terdapat pada hemisfer dominan yaitu hemisfer kiri pada orang yang menggunakan tangan kanan. Bagian dari otak yang berfungsi sebagai pusat bahasa terdiri atas korteks serta Area Broca dan Wernicke yang masing-masing memiliki kegunaan yang saling berhubungan satu sama lain. Proses berbahasa sendiri terdiri atas integrasi antara komponen-komponen o tak hingga terbentuk proses penyebutan kata, proses membaca, dan pengulangan kata. Proses perkembangan kemampuan berbahasa pada individu terbagi atas kemampuan berbahasa reseptif yang dimulai ketika seorang anak mengenal namanya sendiri, serta kemampuan berbahasa ekspresif yang dimulai dengan pembentukan suara cooing dan babbling. Proses berbahasa dirangkum dalam sebuah tabel perkembangan sesuai dengan milestone. Menurut American Speech-Language-Hearing Association, Gangguan berbahasa merupakan adanya keterlambatan yang signifikan pada pemakaian dan/atau kemampuan untuk mengerti bahasa yang diucapkan maupun dituliskan. Adapun etiologi dari gangguan berbahasa berupa genetik maupun faktor sekunder seperti gangguan neurologis akibat trauma. Gangguan berbicara dan berbahasa sering ditemukan pada anak usia prasekolah, dimana sebanyak 20% anak usia 2 tahun diduga memiliki onset terlambat untuk berbicara, laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Menurut DSM-V, gangguan berbahasa dapat dibagi menjadi 2 yaitu gangguan berbahasa ekspresif dimana gejala yang muncul lebih pada gangguan berbicara dan gangguan berbahasa campuran antara ekspresifreseptif dimana gangguan yang muncul dapat dari kedua aspek berbahasa. Diagnosis dari gangguan berbahasa dapat dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan diagnosis banding, serta memberikan tatalaksana yang tepat sedini mungkin. Dampak yang ditimbulkan akibat gangguan berbahasa bergantung pada penyebabnya, dimana anak dengan gangguan berbahasa akibat kerusakan struktural otak memiliki dampak yang lebih buruk untuk kedepannya. Anak dengan gangguan berbahasa umumnya juga dapat mengalami disleksia yang dapat menyebabkan rasa cemas dan malu, terutama akibat kegagalannya di sekolah. Ketika anak tersebut dewasa nanti, gangguan berbahasa dapat



menimbulkan gangguan psikiatri lainnya seperti depresi, gangguan cemas, serta gangguan kepribadian. Intervensi pada gangguan berbahasa harus dilakukan sedini mungkin. Tujuan dari dilakukannya intervensi adalah agar anak mengerti apa yang dikatakan kepadanya, serta memiliki perilaku komunikatif yang baik. Selain terapi yang diberikan kepada anak tersebut, perlu adanya konseling keluarga terutama untuk memberikan follow up akan perkembangan yang dicapai oleh pasien.



BAB IV DAFTAR PUSTAKA



1. Kaderavek JN. Language Disorders in Children: Fundamental Concepts of Assessment and Intervention. 2nd ed. Boston: Pearson; 2014. 464 p. 2. Mr M. Speech and language delay in children. Am Fam Physician. 2011 May;83(10):1183–8. 3. Hartanto F, Selina H, H Z, Fitra S. Pengaruh Perkembangan Bahasa Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 1-3 Tahun. RS Kariadi Semarang [Internet]. 2011;12. Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-4.pdf 4. Leung AK, Kao CP. Evaluation and management of the child with speech delay. Am Fam Physician. 1999 Jun;59(11):3121–8, 3135. 5. Mod 5 Lesson 5.1 Language and the Brain [Internet]. [cited 2015 Dec 11]. Available from:http://www2.leeward.hawaii.edu/hurley/Ling102web/mod5_Llearning/5mod5.1_ne uro.htm 6. Chapter 11: The Cerebral Cortex [Internet]. [cited 2015 Dec 11]. Available from: https://www.dartmouth.edu/~rswenson/NeuroSci/chapter_11.html 7. Ranuh IGNG, editor. Buku Ajar Tumbuh Kembang anak dan Remaja. Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2002. 8. Ranuh IGNG. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995 9. Hurlock, Elizabeth B. Child Development. Edisi VI. Jakarta: Erlangga; 1978 10. American Speech-Language-Hearing Association. (2007). Childhood Apraxia of Speech [Position Statement]. 11. American Speech-Language-Hearing Association, Preferred Practice Patterns for the Profession of Speech-Language Pathology, ASHA Legislative Council, November 2004.