Referat Tokso Mata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT TOKSOPLASMOSIS PADA MATA



Disusun oleh: Mutiara Adisti 1102013190



Pembimbing: dr. Hj. Elfi Hendriati Sp.M



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA PERIODE 15 OKTOBER – 17 NOVEMBER 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI



TOKSOPLASMOSIS PADA MATA



I. Pendahuluan



Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit obligat intraselluler yang banyak menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Transmisi penyakit ini dimulai dari tertelannya kista yang terinfeksi T.gondii melalui daging mentah atau menelan ookista dalam tanah, air maupun makanan secara tidak sengaja. Apabila penyakit toksoplasmosis mengenai wanita hamil dapat mengakibatkan aborsi, retardasi mental, hidrosefalus dan kebutaan. 1 Toksoplasmosis okular dilaporkan sebagai penyebab umum dari uveitis posterior terutama dalam pasien immunocomromised. Toksoplasmosis okular biasanya muncul dengan uveitis posterior dengan lesi korioretina yang berkaitan dengan vitritis. Toxoplasma gondii dapat memicu infeksi laten yang ditandai dengan kista jaringan di berbagai organ, berujung pada okular toksoplasmosis di kemudian hari maupun skar berulang di retinokoroid. Sekitar 2% individu yang terinfeksi toksopalsmossis akan mengalami gejala pada mata dan mengalami uveitis posterior karena Toxoplasma gondii.2 Toksoplasmosis okular dapat terjadi setiap 1 dari 400 orang di seluruh dunia. Di Negara Brazil prevalensinya menyebabkan uveitis posterior mencapai 85%.3 Toksoplasmosis okular terkadang menyebabkan gangguan visual dan kebutaan pada mata yang terkena, bahkan pada dewasa muda. Penyakit ini pada dasarnya merupakan penyakit infeksi, oleh karena itu dapat dicegah untuk menyebabkan kebutaan. Pada saat ini diagnosis toksoplasmosis menjadi lebih mudah ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah penderita. 2 Toksoplasmosis okular dapat menyebabkan retinokoroiditis. Terjadinya retinokoroiditis tidak selalu merupakan indikasi pengobatan . Tetapi lesi pada arkade pembuluh darah, lesi dekat optic disk, lesi dekat papil optik harus diberikan pengobatan dengan rekomendasi terapi triple drug yaitu pyrimethamine, sulfadiazine dan steroid.4



2



II. Anatomi dan Fisiologi Retina Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya yang terletak di segmen posterior mata. Retina merupakan struktur yang terorganisir memberikan informasi visual ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. Retina berkembang dari cawan optikus eksterna yang mengalami invaginasi mulai dari akhir empat minggu usia janin. 5 Retina menempati dua pertiga sampai tiga perempat bagian posterior bola mata. Retina melapisi bagian posterior mata, dengan pengecualian bagian nervus optikus, dan memanjang secara sirkumferensial anterior 360 derajat pada ora serrata. Retina mendapat vaskularisasi dari arteri oftalmika (cabang pertama dari arteri karotis interna kanan dan kiri) dan arteri siliaris (berjalan bersama nervus optikus). Arteri siliaris memberikan vaskularisasi pada lapisan luar dan tengah termasuk lapisan pleksiform luar, lapisan fotoreseptor, lapisan inti luar, dan lapisan epitel pigmen. Warna retina baisanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada hyperemia. 5



Gambar 1. Anatomi mata dengan skema pembesaran retina (Sumber: www.aao.org)



Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan: 6 1. Lapisan epitel pigmen 2. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut. 3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya. 4. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.



3



5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 6. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 7. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion. 8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua. 9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Didalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.



Gambar 2. Histologi lapisan retina (Sumber: www.researchgate.net)



Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling sensitif terhadap cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel batang dan kerucut yang memiliki peran dalam menangkap stimulus cahaya lalu mentransmisikan impuls melaui nervus optikus ke korteks visual bagian oksipital. Komposisi sel kerucut lebih banyak pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada bagian perifer, sedangkan sel batang densitasnya tinggi pada bagian perifer dan sedikit pada makula (fovea). Sel kerucut berfungsi untuk melihat warna dan siang hari sehingga fovea bertanggung jawab pada pengelihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat warna hitam-putih dan saat malam hari sehingga bagian perifer bertanggung jawab untuk pengelihatan gelap pada malam hari. 5,6



4



Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti: tajam pengelihatan, pengelihatan warna, dan lapang pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG) dan visual evoked respons (VER). 6



III. Toksoplasmosis Okular 3.1 Definisi Toksoplasmosis Okular



Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang merupakan parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia.1 Parasit ini merupakan golongan protozoa yang bersifat parasit obligat intraseluler. Toxoplasma gondii merupakan penyebab yang umum terhadap terjadinya inflamasi intraocular di dunia. Toksoplasmosis okular merupakan infeksi korioretinal yang umum menyebabkan uveitis di berbagai negara. Toksoplasmosis okular pada dewasas diasumsikan merupakan sebagai rekuren dari infeksi yang didapat saat masih dalam kandungan. 1,4



3.2 Siklus Hidup T.Gondii



T. gondii memiliki 2 siklus hidup yang berbeda. Pertama adalah siklus seksual yaitu ookista yang hanya diproduksi dalam hospes definitif (kelompok Felidae) dan aseksual pada mamalia lainnya (termasuk manusia). Dalam siklusnya, T. gondii melibatkan 2 bentuk: takizoit (membelah dengan cepat yang merupakan bentuk infektif dari infeksi) dan bradizoit (berkembang perlahan dan ditemukan pada kista jaringan). Kucing dapat terinfeksi T.gondii dengan memakan daging mentah, burung liar, dan tikus. Siklus seksual dimulai ketika kucing mencerna makanan. Makrogametosit dan mikrogametosit berkembang dari bradizoit yang tertelan dan berfusi menjadi zigot. Zigot kemudian membentuk kapsul keras dan kaku, yang berubah menjadi ookista dan pecah mengeluarkan sporozoit. Manusia dan hospes perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk ookista tersebut.7



5



Gambar 3. Siklus Hidup Toksoplasma gondii (Sumber:Centers for Disease Control http://www.cdc.gov/dpdx/)



3.3 Patogenesis Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk infeksius (termasuk sporozoit) yang terkandung dalam ookista, takizoit dan bradizoit / kista jaringan. Ookista hanya di produksi di sel mukosa usus kucing. Ookista sporulasi berukuran 10 mikron dan berisi 2 sporokista, masing-masing sporokista mengandung 4 sporozoit yang dikelilingi dinding sel.



Bentuk ini kemudian keluar bersama dengan feses



kucing dan menjadi infeksius selama 1-5 hari sebelum sporulasi.



Ookista yang



tertelan oleh hospes baru kemudian menjadi bentuk takizoit. Takizoit menyerupai bentuk bulan sabit dengan ujung runcing dan ujung lain membulat berukuran 6x2 mikron. Takizoit akan membelah dengan cepat pada sel sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah fase ini, hospes sudah dapat mengurang infeksi dan parasit masuk ke fase dorman dengan bentuk bradizoit. Bentuk ini merupakan karakteristik dari infeksi kronis. Biasanya bradizoit terisolasi dalam kista jaringan, terutama di otot dan otak. Kista ini biasanya tidak akan menimbulkan reaksi pada hospes dan menetap seumur hidup dalam hospes. 4 Selain tertelan ookista pada daging mentah maupun sayuran yang tidak dicuci yang tercemar ookista, transmisi toksoplasma juga dapat terjadi melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini dan menularkan pada janin nya. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan toksoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii. 4



6



Terdapat 3 target utama patologi dalam tubuh manusia yaitu plasenta, otak dan mata. Kondisi imun seperti tinggi nya level TGF – β dapat membuat kondisi keseimbangan antara invasi parasit dan daya tahan hospes. Infeksi primer ditandai oleh takizoit yang menginvasi dan berproliferasi pada hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti. Saat parasit mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun hospes, akan dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun hospes memberi respon maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan terbentuklah kista. Kista sangat resisten terhadap pertahanan tubuh hospes, dan akan terjadi infeksi laten yang menjadikannya kronis. Walaupun takizoit dapat ditemukan dalam aliran darah, bukan berarti parasit tersebut dapat menyerang langsung ke jaringan okular. Sel dendrit dan makrofag akan berperan sebagai “Trojan horses” yang mengarahkan parasit menuju organ target. 3 Jika terjadi infeksi subklinis, tidak ada perubahan yang terjadi pada pemeriksaan funduskopi. Kista akan menetap pada retina yang nampaknya normal. Saat status imun host menurun oleh karena sebab apapun, dinding kista akan hancur, melepaskan organism-organisme tersebut ke retina, dan proses inflamasi pun dimulai kembali. Jika terjadi lesi klinis aktif, terjadi proses penyembuhan dan terbentuk chorioretinal scar. Kista seringkali tetap inaktif diantara atau menempel pada scar. Parasit toxoplasma jarang teridentifikasi pada sampel aqueous humor dari pasien dengan toksopasmosis okular aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi parasit terjadi hanya pada fase awal infeksi dan bahwa kerusakan retina mungkin disebabkan oleh respon inflamasi lanjutan. Gejala visual saat retinokoroiditis akut merupakan gejala sekunder dari vitritis atau dari perkembangan infeksi di macula atau saraf optic. Pengelihatan menurun dapat menjadi permanen sesuai dari formasi skar di macula atau atrofi optik. 3 Saat sel epitel berpigmen retina terinfeksi oleh toxoplasma gondii, terdapat peningkatan produksi sitokin – sitokin tertentu termasuk IL-17A. Pasien dengan toxoplasmic retinochoroiditis didapat mempunyai level IL-17A yang lebih tinggi dibanding pasien – pasien asimptomatis. IL-17 dapat mencegah terjadinya apoptosis dalam proses aktif uveitis. Namun disisi lain IL-17 juga dapat berperan dalam respon proinflamasi. Walaupun peran utama dari sitokin tersebut masih ambigu antara aktivitas antipatogenik dan destruksi jaringan, hal ini cukup menjelaskan mengapa



7



pada beberapa individu yang terkena toksoplasmosis dapat berkembang menjadi toksoplasmosis okular, dimana yang lainnya dapat tetap pada tahap asimtomatik. 3



3.4 Epidemiologi



Toxoplasma gondii menginfeksi hampir satu per tiga dari populasi dunia, di Amerika Serikat bukti serologis keberadaan infeksi T.gondii sekitar 3-70% pada populasi dewasa sehat. Prevalensinya paling tinggi pada area tropis. Mayoritas T.gondii yang didapat yang terjadi pada anak dengan imunokompeten adalah asimtomatik. Sementara 10-20% nya akan mengalami self-limited sindrom limfadenopati. 8 Toksoplasmosis okular merupakan penyebab paling seting uveitis posterior. Di Negara Brazil prevalensinya menyebabkan uveitis posterior mencapai 85%. Toksoplasmosis okular dapat terjadi setap 1 dari 400 orang di seluruh dunia. Berdasarkan data sensus di Amerika tahun 2009 didapati 1.075.242 orang terinfeksi Toxoplasma gondii tiap tahun. Sementara gejala ocular dari toksoplasmosis tiap tahunnya terdapat pada 21.505 orang.



3,9



Retinokoroiditis toksoplasma adalah gejala



paling umum pada infeksi kongenital dan dipercaya merupakan hasil dari mayoritas infeksi rekuren toksoplasmosis okular. 8



3.5 Manifestasi Klinis



Toksoplasmosis okular dapat langsung di diagnosis melalui gejala dan pemeriksaan fisik tanpa harus konfirmasi titer T.gondii. Gejala klasik pada mata biasanya terdapat nidus berwarna putih dengan nekrotik fokal retinitis atau retinokoroiditis. Viritis kronis dapat memunculkan gejala klasik “headlight in the fog”. 10 Manifestasi klinis karena T.gondii dapat berupa asimtomatik limfadenopati servikal. Atau pembesaran limfe nodus di suboksipital, supraklavikula, aksila dan inguinal. Pasien yang simtomatik dapat mengalami demam, malaise, keringat malam, myalgia dan ruam makulopapular. Retina merupakan area primer dari infeksi T.gondii pada mata. Lesi retinokoroiditis dapat terjadi baik karena toksoplasmosis kongenital maupun infeksi didapat. Pada mata biasanya terlihat lesi fokal putih dengan caran vitreus yang meradang dan terlihat seperti kabut / headlight in the fog. Infeksi 8



sekunder meliputi infeksi di koroid yang lesi nya tidak akan didapati bila tidak ada infeksi retina. Skar retinokoroid dapat menjadi gejala lesi rekuren yang dapat terjadi dimanapun di fundus. Gejala toksplasmosis retinokoroiditis rekuren meliputi floaters dan mata buram. Pasien juga dapat mengeluh nyeri dan mata merah yang berkaitan dengan reaksi inflamasi segmen anterior. 8,11 Gambaran klinik toksoplasmosis okuler antara lain : Gejala subyektif berupa : 10,11 1. Penurunan tajam penglihatan a. Lesi retinitis atau retinokoroiditis di daerah sentral retina yang disebut makula atau daerah antara makula dan N. optikus yang disebut papilomuskular/bundle. b. Terkenanya nervus optikus. c. Kekeruhan vitreus yang tebal. d. Edema retina 2. Biasa tidak ditemukan rasa sakit, kecuali bila sudah timbul gejala lain yang menyertai yaitu iridosiklitis atau uveitis anterior yang juga disertai rasa silau. Pada keadaan ini ,mata menjadi merah. 3.



“Floaters” atau melihat bayangan-bayangan yang bergerak-gerak oleh adanya sel-sel dalam korpus vitreus.



4.



Fotopsia, melihat kilatan-kilatan cahaya yang menunjukkan adanya tarikantarikan terhadap retina oleh vitreus.



Gejala obyektif berupa : 10,11 1. Mata tampak tenang. Pada anak-anak sering ditemukannya strabismus. Ini terjadi bila lesi



toksoplasmosis kongenital terletak di daerah makula yang



diperlukan untuk penglihatan tajam dan dalam keadaan normal berkembang sejak lahir sampai usia 6 tahun. Akibat adanya lesi, mata tidak dapat berfiksasi sehingga kedudukan bola mata ini berubah ke arah luar. 2. Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut : 10,11 a. Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter atau multipel, yang terletak terutama di polus posterior, tetapi dapat juga di bagian perifer retina.



9



b. Papilitis atau edema papil. c. Kelainan vitreus atau vitritis. Pada vitritis yang ringan akan tampak sel-sel. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga visualisasi fundus okuli terganggu. d. Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis Gejala ini dapat mengikuti kelainan pada segmen posterior mata yang mengalami serangan berulang yang berat Toxoplasma jarang sekali menginvasi korpus vitreum karena sifatnya yang merupakan parasit intraseluler. Retina merupakan bagian yang paling sering terinfeksi dan mengalami kerusakan terparah. Pengetahuan mengenai sifat organisme maupun siklus hidupnya dapat membantu menjelaskan perjalanan penyakit dan memudahkan seorang dokter untuk menegakkan diagnosis. 10 Tingkat keparahan dari uveitis anterior dapat berupa reaksi minimal hingga inflamasi intens dari segmen posterior. Uveitis anterior bisa didapati baik granulomatous maupun non granulomatous. Pada anak dengan toksoplasmosis kongenital, katarak dapat berhubungan dengan retinokoroiditis yang diikuti dengan iridosiklitis. 10 Gejala klinis lain dari toksoplasmosis okular meliputi lesi satelit, skar retinokoroid, vaskulitis fokal, dan hipertensi ocular yang disebabkan karena inflamasi. 10



3.6 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis yang tampak dilihat dengan funduskopi dan hasil pemeriksaan pada pemeriksaan penunjang. Anamnesis Faktor resiko terjadinya toxoplasmosis: 4,10 



Imunodefisiensi (misalnya AIDS), pasien dengan imunosupresi misalnya pada pasien post transplantasi organ atau dengan penyakit keganasan.







Kontak dengan kucing







Riwayat memakan daging mentah atau setengah matang







Gejala: o Pandangan kabur o Floaters o Nyeri



10



o Mata merah o Metamorphopsia o Fotofobia Pemeriksaan Funduskopi Toksoplasmosis Kongenital Trias klasik yang menggambarkan toksoplasmosis kongenital adalah retinochoroiditis, kalsifikasi serebral, dan kejang. Penemuan lainnya meliputi hidrosefalus, mikrosefalus, organomegali, ikterus, ruam, demam, dan retardasi psikomotor. Penemuan tersebut didapatkan pada sedikit kasus, akan tetapi menunjukkan infeksi akut dan fatal. Saat seorang ibu hamil diduga terinfeksi selama kehamilannya, dapat terjadi transmisi transplasental toxoplasma gondii ke dalam tubuh janin, yang pada akhirnya dapat menyebabkan toksoplasmosis kongenital. 1,11 Jika seorang ibu terinfeksi selama trimester pertam kehamilannya, 17% bayi mengalami toksoplasmosis kongenital, akan tetapi tingkat keparahan penyakitnya lebih tinggi. Jika infeksi terjadi pada trimester ketiga, 65% bayi menderita toxoplasmosis kongenital, tetapi kebanyakan dari mereka asimptomatis. Sedangkan infeksi maaternal kronis tidak berhubungan dengan terjadinya toksoplasmosis kongenital. Antibodi antitoxoplasma immunoglobulin M (IgM) muncul pada 75% bayi dengan toxoplasmosis kongenital. Penemuan paling umum pada toksoplasmosis kongenital adalad retinochoroiditis yang mempunyai tempat predileksi di kutub posterior. Penemuan ini didapat pada 75-80% kasus dan bilateral pada 85% kasus.1,11 Retinal scar sekunder akibat toksoplasmosis kongenital:



Gambar 4. Retina scar sekunder akibat toxoplasmosis kongenital (Commodaro et al, 2009)



11



Toksoplasmosis Didapat Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang mengandung kista jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, atau inokulasi yang tidak disengaja saat berada di laboratorium dapat mengakibatkan terjadinya toksoplasmosis didapat. Infeksi yang didapat biasanya subklinis dan asimptomatis. Pada 10 – 20% kasus yang menjadi simptomatis, pasien mengalami gejala mirip flu, misalnya demam, limfadenopati, malaise, mialgia, dan ruam kulit makulopapular yang tersebar di telapak tangan dan kaki. Pada pasien yang imunokompeten, penyakit ini tidak membahayakan dan selflimited. Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3 % pasien dengan infeksi yang didapat mengalami okular toksoplasmosis.



4,8,11



Retinitis makular akut yang dihubungkan



dengan toxoplasmosis ditunjukkan dalam gambar berikut :



Gambar A



Gambar B



Gambar 5. A) Retinal scar dengan toksoplasmosis okular rekuren, B)Toksoplasmosis okular dengan old pigmented & rekuren pada inferior hingga macula (Commodaro et al, 2009)



Selubung nervus optikus dapat menjadi saluran yang memfasilitasi penyebaran langsung dari organisme toksoplasma antara nervus optikus dengan infeksi serebral. Punctate outer toksoplasmosis telah dideskripsikan dalam literatur jepang dan amerika. Bentuk penyakit ini unik, dimana lesi atrofik besar di posterior tidak didapatkan. Sel – sel inflamasi terlihat pada vitreous menyertai retinochoroidal atau lesi papillar. Pada banyak kasus, reaksi inflamasi berlangsung berat, dan detail dari fundus tidak terlihat. Keadaan ini disebut sebagai “headlight in the fog”. Seringkali pada pasien terbentuk presipitat sel – sel inflamasi pada vitreous. Pada keadaan terbentuk untaian atau membran yang tebal di dalam vitreous maka diperlukan vitrektomi. 4,8,11



12



Gambar 6. Vitritis, headlight in the fog (Young, 2013)



Antigen



toksoplasma



bertanggung



jawab



akan



terjadinya



reaksi



hipersensitivitas yang pada akhirnya dapat menyebabkan retinal vaskulitis dan granulomatous atau nongranulomatous uveitis anterior. Jika terjadi uveitis anterior, dapat disertai komplikasi sinekia posterior dan terbentuk keratik presipitat. Saat lesi menyembuh, maka akan



nampak sebagai gambaran punched-out scar, sehingga



nampak sklera putih yang dibawahnya.4,11 Toksoplasmosis pada Pasien Immunocompromised Fungsi imun pasien sangat berperan penting pada patogenitas toxoplasma. Pasien dengan immunocompromised seringkali menderita pneumonitis, myocarditis, dan encephalitis yang mengancam nyawa, selain itu juga necrotizing retinochoroiditis berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Lesi multifokal, bilateral, dan terus menerus berkembang secara progresif menunjukkan bahwa infeksi telah melibatkan mata. Karena immunosupresinya, pasien – pasien ini seringkali memliki masalah dengan reaksi inflamasi yang berlebih, sehingga mengakibatkan sulitnya pebentukan chorioretinal scar. Pada pasien immunocompromised diagnosis serologis sangat sulit ditegakkan. Hanya 1-2% pasien dengan HIV menderita toksoplasmosis okular. Pasien –pasien berusia tua yang terinfeksi toksoplasma memiliki resiko terjadinya retinochoroiditis berat, mungkin disebabkan oleh status imun yang mulai menurun sesuai dengan bertambahnya usia. 4,8,11



Gambar 7. Retinitis karena toksoplasmosis dan CMV pada pasien AIDS (Commodaro, 2009)



13



Hasil laboratorium  Serologi o



Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pemeriksaan fundus. Pemeriksaan serologi hanya sebagai pemeriksaan tambahan



o



Serum titer antibodi antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa tehnik : 4 



Enzyme-Linked immunosorbent assay (ELISA)







Indirect fluorescent antibody test







Indirect hemagglutination test







Complement fixation







Sabin-feldman dye test



o Temuan serologi penting untuk menentukan apakah infeksi ini termasuk akut atau kronik. Infeksi akut didiagnosis dengan seroconversion. Titer IgG menunjukkan 4-fold dan akan memuncak pada 6-8 minggu setelah terjadinya infeksi, dan dapat bertahan selama lebih dari 2 tahun selanjutnya. Antitoxoplasma IgM akan muncul pada minggu pertama infeksi. Selain IgM yang akan muncul, pada infeksi yang akut juga akan ditemukan peningkatan IgA dan IgA dapat bertahan hingga 1 tahun. 4  Imaging Studies o Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan hypoflourescent selama infeksi, dan diikuti dengan kebocoran yang progresif. 4 o USG diiindikasikan untuk memeriksa media penglihatan terutama badan vitreous. Temuan yang paling banyak ditemukan adalah intravitreal punctiform echoes, penebalan dari hyaloids posterior, parsial atau total vitreous detachment, dan penebalan fokal retinokoroid. 4  Pemeriksaan Histopatologi o Pemeriksaan ini adalah kriteria standar untuk diagnosis. Pada pemeriksaan ditemukan, takizoit tampak oval atau bulan sabit. Pewarnaan takizoit dengan menggunakan pewarnaan Giemsa. Pada pewarnaan akan tampak sitoplasma berwarna biru dan nucleus berwarna merah dan berbentuk sferis.4



14



o Pada bentuk kista, pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan PAS positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit. 4 o Peradangan tampak nyata pada retina, vitreous dan koroid. Koroid yang berdekatan dengan retina menunjukkan inflamasi granulomatosa. Retina mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas. Setelah menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi corioretina. 4  Staging o Zona 1  penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan secara permanen. Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis atau 1500 µ dari tepi optik disk. Diagnosis Banding 15 - Penyakit degenrasi retina (Biasanya disertai myopia tinggi, slowly progresif dan menetap) - Kekeruhan badan kaca karena penyakit lain (Biasanya ada penyakit sistemik lain, USG jelas terlihat) - Sifilis (Fluoroscent treponemal antibody absorption/FTA-ABS positif) - Tuberkulosis (Purifed protein derivate/PPD positif dengan abnormalitas rontgen toraks) - Toksokariasis (Biasanya menyerang anak-anak. Terdapat band fibrosa berwarna keputihan di retina. Skar korioretina biasanya tidak terlihat. Toxocara positif menggunakan ELISA)



3.7 Penatalaksanaan Terapi Medikamentosa Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri, sehingga tatalaksana sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak direkomendasikan. Terjadinya retinokoroiditis tidak selalu merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi yang kecil di perifer dapat sembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade pembuluh darah, lesi dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan pengobatan. 4,10,12



15



Sedangkan pada toksoplasmosis okular, beberapa regimen terapi telah direkomendasikan: 



Terapi Triple drug antara lain pyrimethamine (dosis inisiasi 75-100mg pada hari pertama dan diikuti 25-50mg pada hari selanjutnya, diberikan tiap 12 jam), sulfadiazine (dosis inisial 2-4 g selama 24 jam dilanjutkan dengan 1 g q.i.d) dan prednison. 4,10,12,13







Terapi Quadruple adalah pyrimethamine, sulfadiazin, klindamycin dan prednison. Pemakaian pyrimethamine seharusnya dikombinasikan dengan asam



folat



10mg



2x/minggu



untuk



menghindari



komplikasi



hematologi.4,10,12,13 Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada umumnya 4-6 minggu. Pemberian trimetoprim 160 mg dan sulfametoksazole 800mg



selama



3



hari



digunakan



sebagai



profilaksis



toksoplamosis



retinokoroiditis. Setelah observasi selama 20 bulan, 6,6 % dari pasien mengalami infeksi rekuren. 4,10,12,13 Selama kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama trimester pertama. Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine, pyrimethamine dan asam folat direkomendasikan. Spiramycin, pyrimethamine dan asam folat dapat digunakan hingga trimester ketiga. 12 Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai berikut : 12,13 



Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik mata depan







Terapi



depot



steroid



dikontaraindikasikan



untuk



terapi



Ocular



toxoplasmosis. Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata akan menekan sistem imun dari host, sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan yang tak terkendali dan potensial menimbulkan kebutaan. 



Kostikosteroid sistemik digunakan sebagai terapi tambahan untuk meminimalkan reaksi peradangan. Dosis steroid (Prednisone) 20-40 mg p.o. q.d setiap 12-24 jam



Pemberian terapi sikloplegik juga dapat diberikan apabila terjadi peradangan pada bilik mata depan dan mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya sinekia posterior. 16



Agen antitoksoplasma adalah sebagai berikut : 12,13 



Sulfadiazine







Klindamycin o Terapi intraviteal klindamycin (0,1 mg/0,1 ml) dilaporkan menguntungkan



pada individu yang tidak berespon pada



pengobatan oral o Pemberian



intraviteal



klindamycin



(1mg)



dan



intraviteal



dexamethasone (400µg) dibandingkan dengan terapi triple drug dari sulfadiazine (dosis inisial 4g/hari untuk dua hari diikuti dengan 500mg qid), pyrimethamine (dosis inisial 75mg untuk 2 hari dan diikuti 25 mg/hari), asam folat (5mg qd) dan prednisolon (1 mg/kg dimulai pada saat hari ketiga) selama 6 minggu pengobatan retinokoroiditis toksoplasma. Hasil yang didapatkan pada kedua pengobatan adalah pengecilan ukuran lesi, inflamasi pada vitreous berkurang dan peningkatan kemampuan penglihatan. Sedangkan intraviteal klindamycin dan dexamethasone lebih menguntungkan pada retinokoroiditis toksoplama dengan efek samping yang lebih aman. o Pyrimethamine o Atovaquone (750 mg qid) : obat ini digunakan untuk terapi lini kedua o Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama dengan pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti dengan 50mg/hari pada hari selanjutnya) dapat juga digunakan sebagai alternatif. o Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole (160mg) dapat mengurangi ukuran lesi. Terapi bedah14 



Dapat dilakukan fotokoagulasi atau cryoterapi.







Komplikasi yang dapat timbul adalah perdarahan intraretina, perdarahan badan vitreous, dan ablasio retina.



17







Pars plana vitrectomy dapat diindikasikan pada ablasio retina sekunder dari traksi vitreous atau apabila ada kekeruhan pada badan kaca. Dan dianjurkan dilakukan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam.



3.8 Pencegahan Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga. Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat bawaan. Yaitu : 16 1. Diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin



dalam bentuk larutan serta air panas 70˚C yang



disiramkan pada tinja kucing. 2. Mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. 3. Mencuci sayur mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada sayuran 4. Makanan yang matang harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan. 5. Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66˚C atau mengasap dan sampai matang sebelum dimakan. 5. Pada saat hamil sebaiknya melakukan pemeriksaan IgG dan IgM Toxoplasmosis atau pemeriksaan TORCH



18



3.9 Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toksoplasmosis antara lain: 2,3 



Katarak







Glaukoma







Oklusi vena retina







Oklusi arteri retina







Neovaskularisasi







Sinekia posterior







Kerusakan N.Opticus Retinokoroiditis



yang



disebabkan



oleh



okular



toksoplasmosis



akan



merangsang keluarnya sel-sel inflamasi yang dapat menyumbat pembuluh darah dan terjadilah oklusi vena-arteri retina. Pembuluh darah yang tersumbat akan menyebabkan iskemik dan endotel menjadi rusak sehingga mengeluarkan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan terjadilah neovaskularisasi. Sel-sel inflamasi juga akan menyumbat trabecular meshwork sehingga akan menyebabkan glaukoma. Selain itu sel inflamasi akan melepaskan radikal bebas yang direspon dengan keluarnya sel neutrofil dan makrofag. Zat ini selain fungsi protektif juga berpotensi merusak jaringan lokal termasuk epitel lensa, terjadilah kekeruhan di epitel dan subkapsular sehingga dapat terjadi katarak. Eksudasi sel radang, fibrin dan protein akan menyebabkan iris melekat ke permukaan lensa anterior sehingga akan terjadi sinekia posterior. 2,3,17



3.10 Prognosis 



Prognosis lebih buruk pada pasien dengan immunocompromised8.







Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata – rata mencapai 80% dalam 5 tahun. 10







Pasien dengan penyakit yang rekuren nampaknya lebih beresiko memiliki cacat visual permanen. 10



19



IV. Kesimpulan



Penyakit toksoplasmosis merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di berbagai negara dan karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti abortus, lahir mati, kebutaan maupun cacat kongenital lain. Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toksoplasmosis. Toksoplasmosis okular terkadang menyebabkan gangguan visual dan kebutaan pada mata yang terkena, bahkan pada dewasa muda. Penyakit ini pada dasarnya merupakan penyakit infeksi, oleh karena itu dapat dicegah untuk menyebabkan kebutaan. Retinokoroiditis toksoplasma adalah gejala paling umum pada infeksi kongenital dan dipercaya merupakan hasil dari mayoritas infeksi rekuren toksoplasmosis okular. Pada toksoplasmosis okular tatalaksana dengan terapi triple drug antara lain pyrimethamine, sulfadiazine dan prednison. Dalam hal pencegahan toksoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu –20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga. Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi dengan Toxoplasma gondii.



20



DAFTAR PUSTAKA 1. J Saki, N. Mohammadpour et al. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in Women Who Have Aborted in Comparison with the Women with Normal Delivery in Ahvaz, Southwest of Iran. 2015. 2. Mirinae K, Seung YC et al. Patterns of ocular toxoplasmosis presenting at a tertiary eye care center in Korean patients. 2018; 97:15(e0399). 3. Pleyer U, Schluter D, Manz M. Ocular Toxoplasmosis: Recent Aspects of Patophysiology and Clinical Implications. 2014; 52:116-123. 4. Ozgonul C, Besirli C. Recent developments in the diagnosis and treatment of ocular toxoplasmosis. 2016; 57:1-12. 5. Vaughan, Daniel G, Asbury T, Riordan E. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 6. Sidarta Ilyas. 2015. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta: FKUI. 7. John, David T et al. Markell and Voge’s Medical Parasitology 9th ed. St Louis: Elsevier Inc dalam artikel Toxoplasmosis. 2006. http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2006/Toxoplasmosis/lifecycl e.html Diakses 23 Oktober 2018 8. Muccioli C, Belfort R. Ocular Toxoplasmosis dalam Uveitis and Immunological Disorders. New York: Springer; 2007. p 131-141. 9. Jones J, Holland G. Short Report: Annual Burden of Ocular Toxoplasmosis in the United States. 2010; 82(3):464-465. 10. Young Hoon P, Ho Woo N. Clinical Features and Treatment of Ocular Toxoplasmosis. 2013; 51(4): 393-399. 11. Commodaro A, Belfort R et al. Ocular toxoplasmosis – an update and review of the literature. 2009; 104(2): 345-350. 12. Arevalo J. Retinal and Choroidal Manifestations of Toxoplasmosis. 2010. 13. Crosier Y. Update on the treatment of ocular toxoplasmosis. 2009; 6(3): 140142. 14. Asyari F, Redati L. Recent Advances In The Management of Ocular Toxoplasmosis. 2001. 15. Kunimoto D, Kanitkar K, Makar M. The Wills Eye Manual Fourth Edition.. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p 303-304.



21



16. Soedarto. Toksoplasmosis, mencegah dan mengatasi penyakit, melindungi ibu dan anak. 2012. Jakarta: Sagung Seto. 17. Patel A, Newcomb C et al. Risk of Retinal Neovascularization In Cases of Uveitis. 2016; 123(3):646-654.



22