Referat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDAHULUAN ANGINA LUDWIG adalah infeksi spatium submandibula bilateral yang terdiri dari 2 kompartemen pada dasar mulut yaitu spatium sublingual dan spatium submylohioid (submaksila). Istilah Angina Ludwig pertama kali dikemukakan oleh seorang dokter Jerman, Wilhelm Frederick von Ludwig tahun 1836. Infeksi ini seringkali muncul dari infeksi gigi molar 2 dan 3 mandibula. Penyakit ini adalah selulitis yang agresif dan cepat menyebar tanpa limfadenopati yang berpotensi menyebabkan obstruksi jalan nafas dan membutuhkan monitoring dan intervensi cepat untuk mencegah asfiksia dan pneumonia karena aspirasi.



DEFINISI Angina ludwig adalah infeksi yang melibatkan spatium sublingual dan submylohyoid. Diagnosis ini terbatas pada hal berikut : -



Infeksi bermula dari dasar mulut, dengan karakteristik yang cepat menyebar melibatkan spatium submandibula. Infeksi ini adalah selulitis yagn cepat menyeba rtanpa keterlibatan sistem limfatik dan umumnya tanpa pembentukan abses Kedua spatium baik sublingual dan sub mylohyoid terlibat Infeksi terjadi bilateral



PERTIMBANGAN ANATOMI Spatium submandibula terletak di dalam trigonum submental dan submandibula antara mukosa dasar mulut dan permukaan superfisial dari fascia cervicalis profunda. Spatium ini dibagi oleh otot mylohyoid menjadi spatium sublingual (yang berisi kelenjar sublingual, nervus hipoglossus, sebagian kelenjar submandibula, dan jaringan ikat longgar) dan spatium submylohyoid (yang berisi kelenjar liur submandibula dan limfonodi), keduanya dapat



dianggap sebagai sebagai satu kesatuan, karena di bagian posterior kedua ruangan ini terhubung secara langsung di sekitar otot mylohyoid. Ini menjelaskan keterlibatan bilateral oleh karena penyebaran infeksi yang berdekatan di dalam ruang submandibular. MEKANISME PENYEBARAN Lebih dari 2/3 pasien dengan Angina Ludwig memiki masalah gigi sebagai sumber infeksi, biasanya melibatkan gigi molar 2 atau 3 mandibula. Awalnya mengenai ruang submylohyoid, karena akar gigi berada di bawah perlekatan otot mylohyoid ke tulang mandibula. Penyebaran infeksi ke medial terjadi karena aspek lingual dari tulang periodontal disekitar gigi ini tipis. Infeksi meluas melibatkan ruang sublingual sehingga seluruh ruang submandibular terlibat secara simetris. Apabila infeksi menyebar melalui jalur limfatik, ruangan yang telibat cenderung uniateral dibandingkan bilateral. Proses yang serupa terjadi apabila awalnya ruang sublingual yang terlibat (biasanya dari infeksi gigi premolar dan gigi lainnya atau trauma pada dasar mulut. Setelah terbentuk, infeksi berkembang dengan cepat. Lidah bisa membesar sampai dua atau tiga kali ukuran normalnya dan membesar ke arah posterior ke hipofaring, superior melawan langit-langit, dan ke anterior menonjol keluar dari mulut. Pembesaran ke posterior segera dari proses akan secara langsung melibatkan epiglotis. Ada sedikit hubungan berbahaya antara ruang submandibular dan parapharyngeal yang dikenal sebagai celah buccopharyngeal (buccopharyngeal gap). Buccopharyngeal gap dibentuk oleh otot styloglossus saat ia meninggalkan lidah dan lewat diantara m. constictor media dan superior untuk melekat pada prosesus styloideus. Dengan demikian, selulitis pada ruang submandibular dapat menyebar langsung di sepanjang otot styloglossus ke ruang parapharyngeal dan dari sana ke ruang retropharyngeal dan mediastinum superior. MIKROBIOLOGI Angina Ludwig biasanya merupakan infeksi polimikroba yang melibatkat flora rongga mulut. Mikroorganisme yang paling umum yang diisolasi dari deep neck space infections adalah streptococcus viridans, yang paling banyak ditemukan di mulut. Sebagian besar abses yang berasal dari gigi juga mengandung mikroorganise anaero, termasuk spesies Peptostreptococcus, Fusobacterium nucleatum, Bacteroides berpigmen (misalnya Prevotella melaninogenica [sebelumnya Bacteroides melaninogenicus] dan Porphyromonas spp), dan Actinomyces spp. Pada pasien immunocompromised, bakteri aerob Gram-negatif mungkin juga ada. Selanjutnya, Staphylococcus aureus, termasuk S. aureus resisten methicillin (MRSA), dapat menyebabkan deep neck infections pada pasien immunocompromised, terutama pada anak-anak dan orang-orang dengan faktor risiko spesifik.



GAMBARAN KLINIK Pasien biasanya datang dengan demam, menggigil dan malaise, serta nyeri pada rongga mulut, kaku leher, drooling dan disfagia. Pasien juga mungkin memiliki suara teredam atau tidak dapat berbicara sama sekali. Trismus biasanya tidak ada kecuali ada penyebaran ke ruang parapharyngeal. Seiring perkembangan penyakit, pernapasan bisa menjadi sulit; stridor dan sianosis perlu diwaspadai. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri, simetris dan indurasi “woody”, terkadang dengan krepitasi yang teraba pada daerah submandibula. Mulut terbuka karena pembengkakan lingual. Biasanya tidak ada limfadenopati. Dasar orofaring biasanya meningkat dan eritematosa, dan nyeri pada palpasi. Terkadang, peradangan meluas ke epiglotis. Sering didisertai dengan komorbid seperti diabetes mellitis, hipertensi, dan HIV. IMEJING Computed tomography (CT) Scan adalah modalitas pencitraan pilihan untuk diagnosis angina Ludwig dan deep neck space infections lainnya DIAGNOSIS Diagnosis angina Ludwig didasarkan pada adanya temuan klinis yang sugestif, biasanya dengan dukungan studi pencitraan. Karena angina Ludwig biasanya tidak melibatkan pembentukan abses, diagnosis mikrobiologis dari tempat infeksi seringkali tidak mungkin dilakukan. Aspirasi jarum pada ruang submandibular dapat dicoba dan spesimen harus diperoleh untuk pewarnaan Gram dan kultur mikroorganisme fakultatif dan anaerobik [9]. Kultur darah harus diperoleh dari pasien dengan angina Ludwig. TREATMENT Pengobatan angina Ludwig melibatkan penilaian dan pengelolaan jalan napas secara tepat waktu, dan antibiotik spektrum luas empirik. Pembedahan biasanya tidak diperlukan pada tahap awal infeksi (tidak drainable). Surgical drainase penting saat abses teridentifikasi oleh CT-scan atau MRI.



Manajemen jalan nafas - mempertahankan jalan nafas yang adekuat adalah perhatian utama dan mungkin memerlukan trakeostomi yang segera, kebanyakan kasus dapat dilakukan pengelolaan awal dengan pengamatan ketat dan antibiotik intravena. Jika selulitis dan pembengkakan terus berlanjut atau jika terjadi dispneu, kontrol jalan nafas buatan harus segera diberikan, sebelum terjadi stridor, sianosis, dan asfiksia. Trakeostomi dalam kondisi darurat mungkin diperlukan pada kasus yang lebih parah.



Jika curiga jalan nafas terganggu, direkomendasikan untuk melakukan intubasi dengan fiberoptik melalui hidung. Laringoskopi fibroskopis dilakukan untuk menilai jalan napas dan untuk membantu intubasi nasal di bawah pengamatan langsung. Intubasi oral atau nasotrakeal secara buta keduana traumati dan tidak aman pada angina Ludwig stadium lanjut karena berpotensi menginduksi laringospasme berat. Jika intubasi tidak memungkinkan, trakeostomi adalah cara yang paling banyak direkomendasikan untuk kontrol jalan nafas, walaupun krikotiroidotomi dianjurkan oleh beberapa ahli karena komplikasi yang lebih rendah. Antibiotik - Pengobatan angina Ludwig belum dievaluasi dalam uji klinis. Regimen antibiotik empiris didasarkan pada mikrobiologi yang diperkirakan, dan harus disesuaikan jika data mikrobiologi tersedia. Dosis antibiotik yang dianjurkan di bawah ini ditujukan untuk pasien dengan fungsi ginjal normal; dosis beberapa agen ini harus dikurangi pada pasien dengan disfungsi ginjal. Host imunokompeten - Pengobatan antibiotik empiris terhadap pasien imunokompeten memerlukan antibiotik spektrum luas yang dapat melawan bakteri anaerob dan bakteri aerob penghasil beta-laktamase, serta Staphylococcus aureus, termasuk pada beberapa kasus, S. aureus methicillinresentant (MRSA) Untuk host imunokompeten, disarankan salah satu dari rejimen berikut ini:   



Ampicillin-sulbactam (3g IV / 6jam) atau Penicillin G (2 - 4 juta unit IV / 4 -6 jam) + metronidazole (500mg IV / 6-8 jam) atau Clindamycin (600mg IV / 6-8 jam)



Clindamycin adalah obat pilihan pada pasien alergi penisilin. Selain itu, pasien yang berisiko tinggi mengalami MRSA atau infeksi, septik atau berisiko mengalami pemburukan yang cepat, harus ditangani secara empiris untuk MRSA. Untuk cakupan MRSA, selain salah satu rejimen di atas, dapat digunakan vankomisin (15 - 20 mg / kg IV setiap 8 sampai 12 jam, tidak melebihi 2 g per dosis) atau linezolid (600 mg secara oral atau IV setiap 12 jam) . Faktor risiko MRSA mencakup riwayat penggunaan obat intravena, penyakit komorbid (misalnya diabetes melitus), atau berada di lingkungan atau rumah sakit dimana terdapat kejadian MRSA yang substansial. Jika MRSA tidak ada pada hasil kultur, cakupan mikroorganisme ini dapat dihentikan. Host immunocompromised - Pengobatan antibiotik empiris terhadap pasien dengan immunocompromised memerlukan antibiotik spektrum luas dengan aktivitas melawan bakteri bentuk batang Gram negatif fakultatif, dan bakteri aerob dan aerobase yang memproduksi beta-laktamase. Sefalosporin dengan aktivitas melawan Pseudomonas aeruginosa, yang dikombinasikan dengan agen dengan aktivitas melawan bakteri anaerob oral, sering diberikan. Sebagai alternatif, carbapenem (misalnya imipenem atau meropenem) atau kombinasi beta-laktamase-inhibitor broad spektrum (misalnya, piperasilin-tazobaktam) dapat digunakan, terutama pada host immunocompromised dengan infeksi berat. Pengobatan untuk pasien dengan immunocompromised dapat mencakup salah satu dari rejimen berikut ini: 



Cefepime (2 g IV / 12 jam)+ metronidazole (500 mg IV /8 jam) atau



  



Imipenem (500 mg IV /6jam) atau Meropenem (1 g IV / 8 jam) atau Piperacillin-tazobactam (4.5 g IV / 6 jam)



Selain itu, pasien dengan faktor risiko untuk infeksi MRSA harus diobati secara empiris dengan vankomisin (15 - 20 mg / kg IV setiap 8 - 12 jam, tidak melebihi 2 g per dosis) atau linezolid (600 mg oral atau IV setiap 12 jam). Faktor risiko MRSA mencakup riwayat penggunaan obat intravena, penyakit komorbid (misalnya diabetes melitus), atau berada di lingkungan atau rumah sakit dimana terdapat kejadian MRSA yang substansial. Durasi - Secara umum, terapi antibiotik harus dilanjutkan selama dua sampai tiga minggu sampai ada bukti perbaikan klinis yang jelas, dan demam dan leukositosis telah mereda. Pengukuran protein C-reaktif sekuensial adalah alat yang berguna untuk memantau kemajuan pasien. Waktu yang lebih panjang diperlukan apabila ada komplikasi. Antibiotik intravena direkomendasikan untuk seluruh durasi pengobatan. Pembedahan - Dekompresi awal dengan pembedahan tidak mungkin menemukan pus dan hanya dapat memperbaiki jalan napas dengan cukup. Abses berkembang relatif terlambat (biasanya tidak dalam 24 sampai 36 jam pertama) dan terkadang sulit dideteksi secara klinis. Jika pasien tidak berespon secara adekuat terhadap antibiotik setelah periode awal ini, atau jika fluktuasi dapat terdeteksi atau pengumpulan diamati pada pencitraan, aspirasi jarum atau prosedur insisi dan drainase dengan anestesi umum harus dilakukan. Ini harus dilakukan dengan trakeostomi. Selain itu, bila gigi terlibat sebagai sumber infeksi, sebaiknya diekstraksi. Bila aspirasi jarum atau sayatan dan drainase diindikasikan, sampel harus diperoleh untuk pewarnaan Gram dan dikultur untuk mikroorganisme aerob dan anaerobik. KOMPLIKASI Seperti disebutkan di atas, obstruksi jalan nafas adalah komplikasi angina Ludwig, dan memerlukan pemantauan dan intervensi cepat untuk pencegahan asfiksia atau pneumonia aspirasi. Mediastinitis adalah komplikasi yang jarang terjadi akibat penyebaran ke ruang parapharyngeal dan dari sana ke ruang retropharyngeal dan mediastinum superior. Komplikasi lainnya meliputi selulitis nekrotikan servikoasial PROGNOSIS Dengan penggunaan kombinasi antibiotik sistemik dan intervensi bedah pada pasien terpilih, tingkat mortalitas angina Ludwig telah menurun secara dramatis dari lebih dari 50 persen pada era preantibiotik menjadi 0 sampai 4 persen.



PHLEGEMON DASAR MULUT SUATU PENYEBARAN INFEKSI YANG CEPAT, DIFUS, MELIBATKAN JARINGAN IKAT LONGGAR, 3 “SPACE” BILATERAL DAN SELURUH JARINGAN DI DASAR MULUT TANDA2 KLINIS : K.U : - LEMAH - TAMPAK SAKIT BERAT - SUHU BADAN NAIK



LAB : - LEUKOSITOSIS E.O : - PEMBENGKAKAN KERAS PADA SELURUH DASAR MULUT - DIFUS - FLUKTUASI (±) I.O : -TRISMUS - DAGU GANDA - LIDAH TERDORONG KE ATAS - MULUT BERBAU - SUKAR : - BICARA - MENELAN - BERNAFAS → (PD KASUS2 LANJUT)



TERAPY : - PERBAIKI KEADAAN UMUM - JAGA “AIRWAY” → LIFE SAVING (KALAU PERLU TRAKHEOTOMI) - INSISI - ANTIBIOTIKA KOMPLIKASI : - INFEKSI TURUN → KELEHER → KE MEDIASTINUM → MEDIASTINITIS - OBSTRUKSI JALAN NAFAS - SEPSIS



Ludwig's Angina – An emergency: A case report with literature review Ramesh Candamourty, Suresh Venkatachalam, M. R. Ramesh Babu,1 andG. Suresh Kumar



Angina Ludwig adalah bentuk selulitis diffuse berat dengan onset akut dan menyebar dengan cepat, secara bilateral melibatkan ruang submandibular, sublingual dan submental yang menghasilkan keadaan darurat. Diagnosis dini dan perencanaan pengobatan segera bisa menyelamatkan nyawa. Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi odontogenik yang menyebar luas membentang ke leher dengan pendorongan dasar mulut ke atas yang menghalangi jalan napas, yang mengakibatkan sesak napas dan stridor dimana pengelolaan jalan napas sampai dengan trakeostomi elektif dan drainase selanjutnya dari potensi tersebut perlu dilakukan. Pada tahap lanjut dari penyakit ini harus segera ditangani dan diberi perhatian khusus untuk pemeliharaan jalan nafas diikuti dengan dekompresi bedah di bawah terapi antibiotik. Penggunaan yang tepat dari antibiotik parenteral, teknik perlindungan saluran napas, dan drainase bedah dari infeksi merupakan protokol standar pengobatan pada kasus lanjut angina Ludwig. PENDAHULAN Istiah Angina Ludwig dipakai setelah dokter Jerman, Wilhelm Friedrich von Ludwig yang pertama kali menggambarkan kondisi ini pada tahun 1836 sebagai selulitis progresif gangrenous dan progresif cepat disertai edema jaringan lunak leher dan dasar mulut. Dengan pembengkakan progresif pada jaringan lunak dan elevasi dan pendorongan lidah ke posterior, komplikasi angina Ludwig yang paling mengancam jiwa adalah hambatan jalan napas. Sebelum perkembangan antibiotik, mortalitas angina Ludwig melebihi 50%. Sebagai hasil terapi antibiotik, bersamaan dengan peningkatan modalitas pencitraan dan teknik bedah, angka kematian saat ini rata-rata sekitar 8%. Pada angina Ludwig, ruang submandibular adalah tempat infeksi utama. Ruang ini terbagi lagi oleh otot mylohyoid menjadi ruang sublingual di bagian superior dan ruang submaxillary pada bagian inferior.Dalam etiologinya, sebagian besar kasus angina Ludwig bersifat odontogenik, terutama akibat infeksi molar kedua dan ketiga. Akar gigi ini menembus mylohyoid ridge sehingga ada abses, atau infeksi gigi, yang memiliki akses langsung ke ruang submaxillary. Begitu infeksi berkembang, menyebar ke ruang sublingual. Infeksi juga dapat menyebar secara kontinu mencapai ruang faringomaksillary dan retropharyngeal, sehingga melingkari jalan napas. Penyebab lainnya meliputi abses peritonsillar atau parapharangeal, fraktur mandibula, laserasi mulut / tindik atau sialadenitis submandibular, dan keganasan mulut. Faktor predisposisi meliputi karies gigi, perawatan gigi baru-baru ini, penyakit sistemik seperti diabetes melitus, malnutrisi, alkoholisme, sistem kekebalan tubuh yang terganggu seperti AIDS dan transplantasi organ. Tanpa pengobatan, seringkali fatal akibat risiko asfiksia. tingkat kematian 50%. Intervensi bedah agresif, pengenalan antibiotik, dan perbaikan perawatan gigi telah menentukan penurunan yang signifikan dari tingkat kematian hingga kurang dari 10%. DISKUSI



Angina Ludwig dan infeksi leher dalam (deep neck infections) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan edema, distorsi, dan penyumbatan jalan nafas yang mungkin juga timbul sebagai konsekuensi dari kesalahan manajemen saluran napas. Pada tahap awal penyakit, pasien bisa diobati dengan observasi dan antibiotik intravena. Infeksi lanjut memerlukan pengamanan jalan napas dengan drainase bedah. Hal ini diperparah oleh nyeri, trismus, edema jalan nafas, dan pendorongan lidah ke posterior yang membuat jalan nafas terganggu. Streptokokus β-hemolitik berhubungan dengan kuman anaerob seperti peptostreptococcus dan bakteroides berpigmen telah disebut-sebut sebagai agen penyebab. Streptococcus viridans (40,9%), Staphylococcus aureus (27,3%), dan Staphylococcus epidermis (22,7%) diisolasi dari infeksi leher dalam. Penisilin intravena G, klindamisin atau metronidazol adalah antibiotik yang direkomendasikan untuk digunakan sebelum memperoleh hasil kultur dan antibiogram. Beberapa penulis juga merekomendasikan gentamisin. Laporan kasus terbaru menganjurkan penggunaan steroid intravena yang berpotensi menghindari kebutuhan pengelolaan jalan nafas. Jika pasien datang dengan keluhan pembengkakan, nyeri, elevasi lidah, malaise, demam, pembengkakan leher, dan disfagia, saat dipalpasi area submandibular bisa didapatkan indurasi, kadang didapatkan krepitasi dengan jelas. Ketidakmampuan menelan air liur dan stridor menimbulkan kekhawatiran terjadinyab gangguan jalan napas. Komplikasi yang paling ditakuti adalah penyumbatan saluran napas karena elevasi dan pendorongan lidah ke posterior. Untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi, drainase jarum dapat dilakukan. [13]



Gangguan jalan nafas selalu identik dengan istilah angina Ludwig, dan merupakan penyebab utama kematian. Oleh karena itu, manajemen jalan napas adalah pertimbangan terapeutik utama. Tahapan penyakit dan kondisi komorbid pada saat datang, pengalaman dokter, sumber daya yang tersedia merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan. [14] Keterlibatan segera seorang ahli anestesi dan tim otolaringologi sangat penting. [15] Intubasi nasotrakeal buta tidak boleh dilakukan pada pasien dengan angina Ludwig karena potensi perdarahan dan abses pecah. [4,14,15] Intubasi nasotrakeal fleksibel memerlukan keterampilan dan pengalaman, jika tidak memungkinkan, cricothyrotomy dan trakeostomi dengan anestesi lokal kadang-kadang dilakukan di unit gawat darurat pada pasien dengan stadium lanjut. [16] Trakeostomi elektif adalah metode pengelolaan jalan nafas yang lebih aman dan lebih logis pada pasien angina Ludwig. [17] Trakeostomi menggunakan anestesi lokal telah dianggap sebagai "gold standar" pengelolaan saluran napas pada pasien dengan infeksi leher dalam, namun mungkin sulit atau tidak mungkin dilakukan pada kasus infeksi lanjut karena posisi yang diperlukan untuk trakeostomi atau karena distorsi anatomi leher anterior . [18-20] Evidence-Based Diagnosis and Management of ENT Emergencies Ludwig's Angina Dinamai oleh Karl Friedrich Willhelm von Ludwig, angina Ludwig ditandai sebagai selulitis gangren cepat progresif pada jaringan lunak leher dan dasar mulut. [52] Dengan pembengkakan progresif pada jaringan lunak dan elevasi dan pendorongan lidah ke posterior, komplikasi angina Ludwig yang paling mengancam jiwa adalah hambatan jalan napas.



Sebelum pengembangan antibiotik, mortalitas angina Ludwig melebihi 50%. [3] Sebagai hasil terapi antibiotik, bersamaan dengan peningkatan modalitas pencitraan dan teknik bedah, angka kematian saat ini rata-rata sekitar 8%. [3,53] Pada angina Ludwig, ruang submandibular adalah tempat infeksi utama. Ruang ini terbagi lagi oleh otot mylohyoid menjadi ruang sublingual di bagian superior dan ruang submaxillary pada bagian inferior.Dalam etiologinya, sebagian besar kasus angina Ludwig bersifat odontogenik, terutama akibat infeksi molar kedua dan ketiga. Akar gigi ini menembus mylohyoid ridge sehingga ada abses, atau infeksi gigi, yang memiliki akses langsung ke ruang submaxillary. Begitu infeksi berkembang, menyebar ke ruang sublingual. Infeksi juga dapat menyebar secara kontinu mencapai ruang faringomaksillary dan retropharyngeal, sehingga melingkari jalan napas. Infeksi Odontogenic menyumbang lebih dari 90% sebagai penyebab kasus. [55] Etiologi tambahan meliputi fraktur mandibula, trauma leher, tindik lidah, sialdenitis, neoplasma, dan infeksi parapharyngeal lainnya. [3,52,54] Infeksi polimikroba terjadi pada lebih dari 50% kasus. [54] Organisme yang paling sering dikultur termasuk spesies Staphylococcus, Streptococcus, dan Bacteroides. [3] Pasien dengan kondisi immunocompromise, seperti HIV, diabetes, resipien transplantasi, dan pecandu alkohol, berisiko terkena infeksi dari berbagai organisme atipikal. Organisme atipikal yang diisolasi pada pasien ini meliputi Pseudomonas, Escherichia coli, Klebsiella, Enterococcus faecalis, Candida, dan Clostridium. [54] Mayoritas kasus angina Ludwig terjadi pada pasien sehat tanpa penyakit komorbid. [3] Namun demikian, ada beberapa kondisi yang telah terbukti mempengaruhi kejadian angina Ludwig. Kondisi ini meliputi diabetes melitus, alkoholisme, glomerulonefritis akut, lupus eritematosus sistemik, anemia aplastik, neutropenia, dan dermatomiositis. [3,54] Angina Ludwig adalah diagnosis klinis. Mayoritas pasien melaporkan sakit gigi, atau riwayat perawatan gigi baru-baru ini, dan pembengkakan leher. Keluhan yang kurang spesifik meliputi nyeri leher, disfonia, disfagia, dan disartria. Kurang dari sepertiga orang dewasa datang dengan distres pernapasan dengan dyspnea, takipnea, atau stridor. [53] Pada pemeriksaan fisik, lebih dari 95% pasien mengalami pembengkakan submandibular bilateral dan lidah yang terangkat atau menonjol. [3,53] Bengkak submandibular sering terlihat kemerahan dan tegang. Manajemen jalan napas adalah dasar pengobatan untuk pasien dengan angina Ludwig. Sayangnya, keputusan untuk mengamankan jalan nafas terus mengandalkan penilaian klinis dan pengalaman. Saat ini, tidak ada pedoman untuk pengendalian saluran napas pada pasien dengan angina Ludwig. Rekomendasi saat ini terutama didasarkan pada pengalaman individu dan sumber daya institusi. [56] Jelas, pasien yang mengalami gangguan pernapasan atau diperkirakan akan mengalami obstruksi jalan nafas memerlukan intubasi segera. Teknik yang disarankan meliputi intubasi orotracheal dan intubasi nasotrakeal dengan fibreoptik. Intubasi nasotrakeal blind tidak boleh dilakukan pada pasien dengan angina Ludwig karena potensi perdarahan dan abses pecah. [54,56,57] Pada pasien dengan Angina Ludwig yang tidak diintubasi, peralatan jalan nafas, termasuk instrumen trakeostomi dan krikotiroidotomi, harus berada di samping tempat tidur. Antibiotik harus dimulai sesegera mungkin. Antibiotik awalnya harus bersifat luas dan mencakup kuman gram positif, gram negatif, dan anaerobik. Kombinasi penisilin,



klindamisin, dan metronidazol biasanya digunakan. [3] Laporan kasus baru-baru ini menganjurkan penggunaan steroid intravena. [52,54,58] Dalam laporan ini, administrasi kortikosteroid berpotensi menghindari kebutuhan akan pengelolaan jalan nafas. Sampai saat ini, tidak ada uji coba terkontrol secara acak yang menunjukkan kemanjuran kortikosteroid pada pasien dengan angina Ludwig. Sebanyak 65% pasien dengan angina Ludwig mengalami komplikasi supuratif yang memerlukan drainase bedah. [3,53,59] Pemeriksaan fisik saja tidak cukup dalam menentukan pasien mana yang memerlukan prosedur pembedahan. Dalam sebuah studi baru-baru ini mengenai infeksi ruang leher yang dalam, pemeriksaan klinis tidak bisa memperkirakan tingkat infeksi sebenarnya pada 70% pasien. [60] Akibatnya, pencitraan ditunjukkan pada pasien dengan angina Ludwig setelah antibiotik diberikan dan keputusan mengenai pengelolaan jalan nafas telah dilakukan. Meskipun foto polos dapat menunjukkan pembengkakan jaringan lunak submandibular, tetapi tidak memadai dalam mendeteksi pasien yang memerlukan drainase bedah. Sehingga, CT scan dengan kontras intravena dianjurkan untuk mendeteksi pasien yang telah mengalami komplikasi supuratif. [60] American Academy of Emergency Medicine © 2007 American Academy of Emergency Medicine Cite this article: Evidence-Based Diagnosis and Management of ENT Emergencies - Medscape - Feb 16, 2007.



BATAS SUBMANDIBULA SPACE Submandibula space dibatasi oleh mukosa oral dan lidah di superior dan medial, mandibula di superior, lapisan superisial fascia cervicalis profunda dengan perekatannya yang kuat pada mandibula dan os hyoid di lateral, dan os hyoid di inferior. Karena disebelah superior dan lateral dibatasi oleh andibula dan lapisan superisial fascia cervicalis profunda yang merupakan barier kuat, lidah akan dipaksa naik keatas dan ke posterior menyebabkan obstruksi jalan napas.



Infeksi gigi adalah penyebab paling umum dari Angina Ludwig. Salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah hubungan pertumbuhan gigi pada mandibula terhadap perkelatan otot mylohyoid (mylohyoid ridge). Gigi anterior dan molar I biasanya meekat pada bagian superior dari garis ini, dan infeksiyang muncul dari akar gigi ini biasanya menimbulkan abses sublingual yang terbatas.



Akar gigi molar II dan III biasanya melekat pada bagian bawah dari garis ini. Infeksi yang melibatkan akar gigi ini akan menyebabkan infeksi pada submaxila space. Bagian gigi anterior dan molar I berdekatan dengan permukaan lateral mandibula, sedangkan akar gigi II dan III berdekatan dengan permukaan lingual mandibula. Kriteria diagnosis Angina Ludwig; -



Selulitis yang menyebar luas dan cepat dengan kecenderungan yang tidak spesifik untuk membentuk abses Melibatkan kedua space yaitu sublingual dan submaksila, biasanya bilateral Menyebar secara langsung tanpa melewati sistem limfatik Melibatkan otot dan fasia tetapi tidak kelenjar submandibula atau limonodi. Bermula dari submaksila space yang secara progresif meilbatkan sublingual space dan dasar mulut.



ETIOLOGI -



-



Angina ludwig biasanya disebabkan oleh sekuele terhadap infeksi gigi. Biasanya terjadi pada orang dewasa dengan penyekit periodontal. Penyebab gigi menyumbang 75-80% dari seluruh kasus. Luka tembus yang mengenai dasar mulut (luka tusuk, luka tembak, dll) Fraktur mandibula.



BAKTERIOLOGI ANGINA LUDWIG Mayoritas kasus Angina Ludwig disebabkan oleh infeksi gigi. Kultur dari area infeksi ini menunjukkan flora rongga mulut. Bakteri aerob yang paling banyak ditemukan adalah streptococcus ala hemolitikus diikuti oleh stafilokokus. Bakteri anaerob yang ditemukan adalah : peptostreptococcus, peptococcus, fusobacterium nucleatum, dan bakteroides. Kombinasi infeksi mikroorganisme aerobik dan anaerob memiliki efek yang sinergis dari produksi endotoksi seperti collagenase, hyalluronidase, dan protease. Endotoksin ini berperan pada penyebaran cepat dari sellulitis. GAMBARAN KLINIK 1. 2. 3. 4. 5.



Nyeri pada rongga mulut dan leher Oral hygiene buruk Gejala awalnya unilateral kemudian dengan cepat menjadi bilateral Jaringan lunak dasar mulut membengkak Lidah terdorong ke posterior menyebabkan obstruksi jalan nafas



MANAJEMEN Jalan napas : pemasangan oral airway sampai trracheostomy Antibiotik intravena : dengan antibiotik spektrum luas. DOC adaah amoxicilin dengan asa clavulanat. Metronidazole harus diberikan. Dan pertimbangkan pemberian clindaycin pada kasus yang resistens. Surgical drainage :



Dekompresi luas pada regio suprahyoid dapat dipertimbangkan, dilakukan melalui insisi horizontal pada garis median 3-4 jari dari dibaah tepi mandibula. Otot mylohyoid dipisahkan pada garistengah, dan drainage difiksasi dimedial dan lateral. Pus sangat jarang ditemui selama prosedur ini, tetapi mulai terjadi drainase beberapa hari setelah prosedur ini. KOMPLIKASI -



-



Sumbatan jalan nafas Meluas ke mediastinum menyebabkan mediastinitis. Perlu dicurigai apabila terdapat pembengkakan pada leher yang persisten dengan nyeri, demam tinggi dan leukositosis yang menetap. Meluas ke karotis dan retrofaringeal space



Spread occurs along planes of least resistance. Top panel: Coronal section in the region of the first molar teeth: (a) maxillary antrum; (b) nasal cavity; (c) palatal plate; (d) sublingual space (above the mylohyoid muscle); (e) submandibular space (below the mylohyoid muscle); (f) intraoral presentation with infection spreading through the buccal plates inside the attachment of the buccinator muscle; (g) extraoral presentation to buccal space with infection spreading through the buccal plates outside the attachment of the buccinator muscle.



Bottom panel: Lingual aspect of the mandible: (a) apices of the involved tooth above the myohyoid muscle, with spread of infection to the sublingual space; (b) apices of involved tooth below the mylohyoid muscle, with spread of infection into the submandibular space.



Structure of the tooth



Routes of spread of odontogenic orofacial infections



Spread occurs along planes of least resistance. Top panel: Coronal section in the region of the first molar teeth: (a) maxillary antrum; (b) nasal cavity; (c) palatal plate; (d) sublingual space (above the mylohyoid muscle); (e) submandibular space (below the mylohyoid muscle); (f) intraoral presentation with infection spreading through the buccal plates inside the attachment of the buccinator muscle; (g) extraoral presentation to buccal space with infection spreading through the buccal plates outside the attachment of the buccinator muscle. Bottom panel: Lingual aspect of the mandible: (a) apices of the involved tooth above the myohyoid muscle, with spread of infection to the sublingual space; (b) apices of involved tooth below the mylohyoid muscle, with spread of infection into the submandibular space. Reproduced with permission from Chow AW, Roser SM, Brady FA, Ann Intern Med 1978; 88:392.



Fascial spaces around the mouth and face



Left panel: Horizontal section at the level of the occlusal surface of the mandibular teeth. Right panel: Frontal view of the face. Reproduced with permission from Chow AW, Roser SM, Brady FA, Ann Intern Med 1978; 88:392.



Microbial specificity and odontogenic infections*



* A unifying hypothesis demonstrating a microbial shift from a plaque-free tooth surface and progression to supragingival and subgingival organisms. Modified with permission from Chow, AW. Odontogenic infections. In: Infections of the Head and Neck, Schlossberg, D (Ed), Springer-Verlag, New York 1987, p.149.



Microbial specificity and odontogenic infections*



* A unifying hypothesis demonstrating a microbial shift from a plaque-free tooth surface and progression to supragingival and subgingival organisms. Modified with permission from Chow, AW. Odontogenic infections. In: Infections of the Head and Neck, Schlossberg, D (Ed), Springer-Verlag, New York 1987, p.149.



Odontogenic infections



Panel A: Dental caries, pulpal infection, and periapical abscess. Panel B: Periodontal infection with destruction of supporting structures. Panel C: Pericoronal infection.