Refrat Forensik - Lack of Skill - Faisal Bayu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat MALPRAKTIK Lack of Skill



Oleh: Mochamad Faisal Bayu P, S.Ked NIM. 1830912310008 Kelompok XXIX-J



Pembimbing: dr. Nila Nirmalasari, M.Sc, Sp.F



BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT KEDOKTERAN KEHAKIMAN FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/ RSUD ULIN BANJARMASIN September, 2020



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL



i



DAFTAR ISI



ii



BAB 1



PENDAHULUAN .................................................... 1



BAB 2



TINJAUAN PUSTAKA..............................................



BAB 3



KESIMPULAN........................................................... 23



4



DAFTAR PUSTAKA................................................................. 24



ii



BAB I PENDAHULUAN A state of complete physical, mental, and social, well being and not merely the absence of desease or infirmity. Pernyataan tersebut jika di artikan secara bebas bahwa sebuah keadaan fisik, mental, dan sosial, kesejahteraan, bukan hanya mengenai adanya penyakit atau kelemahan.1 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.1 Kesehatan merupakan harta yang paling berharga di dunia ini maka dari itu upaya peningkatan mutu kesehatan semakin diupayakan. Pengupayaan peningkatan kesehatan oleh negara ini tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Jika kualitas hidup manusia meningkat maka kesejahteraan pun akan di dapat.1 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat demikian pula penerapannya yang berpengaruh pada kemajuan pelayanan kesehatan. Para ilmuwan melakukan berbagai penelitian yang sangat berani, tetapi juga sangat menakutkan. Masyarakat pun semakin kitis dalam memandang masalah yang ada, termasuk pelayanan yang diberikan dalam bidang kesehatan. Masyarakat kini menuntut agar tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang lebih baik.1 Dalam Pasal 28 H UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas



1



pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat.3,8 Hubungan dokter dan pasien sudah berjalan sejak masa Hipocrates dan terus berkembang hingga sekarang. Perkembangan terus bergulir hingga terjadi



pergantian



teknologi,perkembangan



ilmiah



serta



sosial,



perkembangan ini sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan cara pelayanan kesehatan serta tindakantindakan medis yang dilakukan oleh dokter. Hal ini merupakan tantangan bagi konsep-konsep dan kewajibankewajiban moral para tenaga medis dan masyarakat yang secara nyata berlaku saat ada pasien yang sakit atau mengalami resiko medis atas dilakukannya tindakan medis oleh dokter.3 Keselamatan pasien merupakan suatu hal yang utama bagi dokter dalam menjalankan tugasnya (solus aegroti salus suprema lex), karena hal ini sudah merupakan suatu kewajiban dokter dalam mengobati orang sakit, sesuai dengan Sumpah Hippocrates, yang dipakai sebagai pedoman dasar bagi dokter sampai saat ini. Di samping itu adalah hak setiap orang untuk mendapatkan



pelayanan



kesehatannya,



karena



itu



dalam



tatanan



masyarakat dimanapun, sudah merupakan kewajiban masyarakat melalui profesi kedokteran untuk mengobati orang sakit, dan mengobati orang sakit adalah “ Fardhu Kifayah” .3 Beberapa hal yang dapat mengacam keselamatan pasien adalah mal praktik. Masalah malpraktik dalam pelayanan kesehatan pada akhir-akhir ini mulai ramai di bicarakan masyarakat dari berbagai golongan. Hal ini ditunjukkan banyaknya pengaduan kasus-kasus malpraktik yang diajukan masyarakat terhadap profesi dokter yang dianggap telah merugikan pasien dalam melakukan perawatan. Sebenarnya dengan meningkatnya jumlah



2



pengaduan ini membuktikan bahwa masyarakat mulai sadar akan haknya dalam usaha untuk melindungi dirinya sendiri dari tindakan pihak lain yang merugikannya.2



BAB II



3



TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengertian Malpraktik Menurut Black Law Dictionary, adalah “any profesional misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiary duties, evil practice, or illegal or immortal conduct..” (perbuatan jahat seseorang ahli, kekurangan dalam keterampilan yang di bawah standar, atau tidak cermatnya seorang ahli dalam menjalankan kewajibannya secara hukum, praktek yang jelek atau illegal atau perbuatan yang tidak bermoral), menyimpulkan sebagai kesalahan dokter karena tidak mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan



sesuai



dengan



standar



profesinya



yang



akhirnya



mengakibatkan pasien terluka atau cacat badan bahkan meninggal dunia. Berbicara mengenai malpraktik atau malpractice berasal dari kata “mal” yang berarti buruk. Sedang kata “practice” berarti suatu tindakan atau praktik. Dengan demikian secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu tindakan medik “buruk” yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien. Di Indonesia, istilah malpraktik yang sudah sangat dikenal oleh para tenaga kesehatan se-benarnya hanyalah merupakan suatu bentuk medical malpractice, yaitu medical negligence yang dalam bahasa Indonesia disebut kelalaian medik.1,2,3,4 Kasus Valentin v. Society se Bienfaisance de Los Angeles, California, 1956 dirumuskan : Malpraktek adalah kelalaian dari dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazimnya diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.1,2,3,4



4



Steadman’s medical dictionary menyebutkan bahwa Malpraktek adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, karena disebabkan sikap tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarakan motivasi kriminal.6 Coughlin’s dictionary of law menyebutkan malpraktek adalah sikaptindak profesional yang salah dari seorang yang berprofesi, seperti dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan. Malpraktek bisa diakibatkan karena sikap-tindak yang bersifat tak pedulian, kelalaian. Atau kekurangan keterampilan atau kehati hatian di dalam pelaksanaan kewajiban profesionalnya; Tindakan salah atau praktek yang bersifat tidak etis.6 World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban



umum,



kewajiban



terhadap



pasien,



kewajiban terhadap



sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri.Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran



Internasional.



Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek



kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak,



arahan



dalam



menilai



baik-buruknya



atau



benar-



salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan



etika



ini



dalam



perkembangannya kemudian



disebut



sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis. 1,2,3,4,6 Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa kelalaian medis merupakan kondisi dimana seorang dokter atau



5



tenaga



medis



melakukan



penyimpangan



terhadap



kode



etik



kedokteran,standar profesi dokter dan standar operasional prosedur (SOP) saat



melakukan



tindakan



medis



terhadap



pasiennya



sehingga



mengakibatkan kerugian yang diderita pasien akibat dari tindakan medis tersebut. Tolok ukur sekaligus syarat pembuktian kelalaian medis.3 B. Penyebab Malpraktik Medis Menurut pengertian dari World Medical Association “Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient” Atau dengan kata lain kegagalan dokter untuk menyesuaikan dengan standar perawatan untuk kondisi pasien, kurang nya keterampilan tenaga medis ataupun kelelaian dalam memberikan perawatan kepada pasien yang dapat langsung mencederai pasien.1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dalam UU No. 36 tahun 2014 dikualifikasikan juga bahwa Tenaga Kesehatan minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis. Lalu, beberapa hal yang dapat menyebabkan seorang tenaga kesehatan melakukan tindakan malpraktik medik, yaitu apabila tidak melakukan tindakan medisi sesuai dengan :



6







Standar Profesi Kedokteran Dalam profesi kedokteran, ada tiga hal yang harus ada dalam standar profesinya, yaitu kewenangan, kemampuan rata-rata dan ketelitian umum.







Standar Operasional Prosedur (SOP) SOP adalah suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.







Informed Consent Substansi informed consent adalah memberikan informasi tentang metode dan jenis rawatan yang dilakukan terhadap pasien, termasuk peluang kesembuhan dan resiko yang akan dialami oleh pasien. Hubungan



antara



dokter



dan



pasien



terjadi



suatu kontrak (doktrin social-contract), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai dengan standar.7 Bertambahnya



kapasitas



pendidikan



masyarakat



(pasien),



mempengaruhi terjadinya pergeseran hubungan antara dokter dan pasien, yang tadinya kedudukan dokter lebih tinggi dibandingkan dengan pasien, dikarenakan pasien merupakan pihak yang ingin disembuhkan oleh dokter yang tahu terkait kondisi kesehatan pasien, saat seperti ini sering kali pasien secara langsung menyerahkan tanggung jawab tindakan medis sepenuhnya kepada dokter karena menganggap dokter tahu segalanya (father knows the best).7 Hubungan pasien dan dokter dalam upaya penyembuhan dipahami tidak lagi sekedar hanya pengobatan pada umumnya, tetapi dipahami sebagai hubungan terapeutik, dimana pasien diwajibkan memahami hak



7



dan kewajiban dalam setiap upaya penyembuhan kesehatannya oleh dokter, dan upaya ini harus diperoleh dari kerja sama antara pasien dengan dokter dikarenakan dalam perjanjian terapeutik kedudukan antara pasien dan dokter adalah sejajar, terkait dengan semua upaya tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, demi kesembuhan pasien dari penyakit. Dari hubungan terapeutik tersebut melahirkan Hak dan Kewajiban dokter dalam menjalankan tindakan kedokteran terhadap pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang mengatur bahwa dokter mempunyai hak : a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d. menerima imbalan jasa.7 Sedangkan kewajiban dokter diatur dalam Pasal 51 UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran mengatur bahwa dokter dalam menjalankan praktek kedokteran mempunyai kewajiban : a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;



8



d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.7 C. Unsur-Unsur Malpraktik Medis Terdapat 4 unsur malpraktik medis yang biasa disebut unsur 4-D menurut Hubbert W. Smith yaitu : 1. Duty to use due care (Kewajiban) Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini bearti harus ada hubungan hukum antara dokter dan pasien atau rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka akibatnya adalah sikap-tindak dokter dirumah sakit harus memenuhi SOP (standar operasional pelayanan) medis di rumah sakit dan jangan sampai pasien menderita cedera dikarenakan hal itu.2,6 2. Dereliction of that duty (Penyimpangan) Jika sudah ada tugas dan kewajiban maka dokter dan tenaga medis wajib bertindak sesuai standar profesi yang berlaku, jika terdapat penyimpangan maka dapat ia dapat dipersalahkan.2,6 3. Damage ( Kerugian) Unsur ketiga penuntutan malpraktik adalah cedera atau kerugian yang diakibatkan kepada pasien walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan luka atau cedera atau kerugian kepada pasien makai a tidak dapat dituntut ganti kerugian.2,6 4. Direct causation (Penyebab langsung)



9



Untuk berhasilnya gugatan ganti rugi berdasarkan malpraktik medik maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap dan Tindakan tergugat dan kerugian yang diderita oleh pasien, sebagai akibatnya Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung . Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua sengketa yang ada memenuhi unsur 4-D berakhir dengan proses peradilan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya unsuer kelima yaitu kelalaian ; yaitu willing plaintiff (keinginan menggugat). D. Bentuk Malpraktik Medis Kelalaian medik adalah salah satu bentuk malpraktik paling sering terjadi, kelalaian ini dibagi menjadi 3 bentuk yaitu : 1. Malfeasance yang artinya adalah Tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat.6 2. Misfeasance artinya adalah Tindakan medis yang tepat tapi tidak dilakasakan secara tepat.6 3. Nonfeasance adalah tidak melakukan Tindakan medis yang wajib baginya.6 Tingkatan kelelaian oleh hukum hanya dapat dibedakan menjadi 2 ukuran tingkat : 1. Yang bersifat ringan, biasa (Culpa levis) : yaitu apabila seseorang tidak melakukan apa yang seseorang biasa, wajar dan berhati-hati akan melakukan atau justru melakukan apa yang orang wajar tidak akan melakukan didalam situasi yang meliputi keadaan tersebut. 2. Yang bersifat kasar, berat (culpa lata): yaitu apabila seseorang dengan sadar dan dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya dilakukan.6



10



Menurut Prof.Leenen suatu Tindakan medik harus memenuhi syarat : a. Harus ada indikasi medik b. Berdasarkan standar c. Dilakukan dengan teliti dan hati-hati d. Harus ada informed consent.8 E. Jenis Malpraktik Jika diukur menruut berat-ringannya malpraktik yang dilakukan oleh profesi kedokteran dapat dibedakan menjadi malpraktik etika, malpraktik disiplin dan hukum Bidang Etika



Sifat Intern



Tujuan Memelihara harkat



martabat skorsing,



profesi Disiplin



Hukum



Hukum publik



Berlaku umum



Sanksi Teguran, dan pemecatan



menjaga mutu Melindungi



sebagai anggota Teguran,skorsing



masyrakat



dan



(termasuk



izin



pencabutan



anggota profesi) Menjaga tata Hukum tertib



perdata=ganti tugi Hukum pidana= sanksi



badan



dan/atau pencabutan izin Tabel 2.1 Perbedaan antara jenis malpratik.6 11



Selain itu jenis-jenis malpraktik medis secara lengkap ialah : 1) Malpraktek Etik Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan, bentuk-bentuk pelanggaran etik kedokteran adalah sebagai berikut : a. Pelanggaran etik murni : (1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi; (2) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya (melanggar Pasal 16 Kodeki) ; (3) Memuji diri sendiri di hadapan pasien (melanggar Pasal 4 huruf a Kodeki) ; (4) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri (pelanggaran Pasal 17 Kodeki).3 b. Terhadap pelanggaran etikolegal antara lain : (1) Pelayanan dokter di bawah standar ; (2) Menerbitkan surat keterangan palsu (melanggar Pasal 7 Kodeki sekaligus Pasal 267 KUHP) ; (3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter (melanggar Pasal 13 Kodeki dan Pasal 322 KUHP) ; (4) Tidak 90 Yustisia. Vol.5 No.1 Januari - April 2016 Penegakan Hukum Malpraktik



pernah



mengikuti



pendidikan



dan



pelatihan



dalam



perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ; (5) Abortus provokatus ; (6) Pelecehan seksual (7) Tidak mau melakukan pertolongan darurat kepada orang yang menderita (melanggar Pasal 14 Kodeki dan Pasal 304 KUHP).3 2) Malpraktek Yuridis dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).3 F. Lack of Skill A. Definisi 12



Lack of skill atau kekurangan keterampilan atau kemampuan adalah salah satu penyebab terjadinya adanya malpraktik medis dimana disebutkan pada salah satu definisi dari World Medical Association, sehingga dapat disimpulkan bahwa lack of skill adalah tenaga medis melakukan Tindakan medis diluar kompetensinya atau diluar standar profesi ataupun tenaga medis kekurangan kompetensi atau dibawah standar profesi yang berlaku dalam hal melakukan tindakan medis.9 Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2014, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam 13 kelompok, tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisisan medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lainnya.9 pengertian



kompetensi



merupakan



kemampuan



melaksanakan



pekerjaan atau tugas yang didasari keterampilan maupun pengetahuan dan didukung oleh sikap kerja yang ditetapkan oleh pekerjaan. Kompetensi menunjukan pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu dari suatu profesi dalam ciri keahlian tertentu, yang menjadi ciri dari seorang profesional. Karakteristik dari kompetensi yaitu sesuatu yang menjadi bagian dari karakter pribadi dan menjadi bagian dari perilaku seseorang dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan.10



13



Namun, tidak semua bekerja di luar kompetensi itu termasuk malpraktik, dikarenakan ada beberapa kondisi tertentu yang mengharuskan seorang tenaga medis bertindak cepat sehingga dapat menyelamatkan nyawa seseorang pasien.1 B. Faktor penyebab lack of skill Beberapa



pakar



mengatakan



bahwa



penyebab



utamanya



melakukan pekerjaan di bawah standar kompetensi khususnya medis adalah dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kurangnya pengalaman di lapangan, pengetahuan dan pengalaman akan saling menunjang dan memperkuat satu sama lain.10 Pengalaman klinik dan proses pendidikan akan memberikan hasil yang lebih cepat dan berkualitas sehingga meminimalisasi adanya bekerja di bawah standar profesi.10 C. Standar Kompetensi Kerja Berdasarkan Undang-undang nomor 36 tahun 2014 pada pasal 21 ayat (4) yang menyatakan bahwa standar kompetensi kerja disusun oleh organisasi profesi dan konsil masing-masing tenaga kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yaitu : 1. Standar Kompetensi Dokter Indonesia Disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006. Standar Kompetensi Dokter Indonesia terdiri atas 7 (tujuh) area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi dokter layanan primer. Tujuh area kompetensi tersebut adalah profesionalitas yang luhur, mawas diri, dan pengembangan diri serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa 14



pengelolaan



informasi,



landasan



ilmiah



ilmu



kedokteran,



keterampilan klinis dan pengelolahan masalah Kesehatan.10 Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (2014) dijelaskan bahwa setiap area dari ketujuh area dalam kompetensi tersebut saling mendukung satu sama lain. Area satu, dua dan tiga yang termasuk kategori soft skill merupakan pondasi dari bangunan kompetensi keseluruhan. Sementara itu, keempat area kompetensi lainnya yang masuk dalam kategori hard skill merupakan pilar dari bangunan kompetensi. Dari gambaran tersebut, ketujuh area kompetensi tersebut haruslah seimbang antara soft skill dan hard skill. Sedangkan pada penelitian ini, diperoleh hasil yang memiliki nilai lebih rendah dibanding area lainnya, yakni area mawas diri dan pengembangan diri, serta landasan ilmiah ilmu kedokteran.10



Gambar 2.1 Skema standar kompetensi dokter.13 15



2. Standar Kompetensi Perawat Disusun oleh Persatuan Perawat Indonesia dengan harapan perawat dapat menghadapi era globalisasi, dengan standar kompetensi yang ekuivalen dengan standar-standar yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain serta dapat berlaku secara internasional. Terdapat tiga area kompetensi utama untuk perawat, yaitu praktik profesional, etis, legal dan peka budaya, pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan, serta pengembangan profesional.10 3. Standar Kompetensi Bidan diatur dalam Kepmenkes RI Nomor: 369/Menkes/SK/111/2007 tentang standar profesi bidan. Terdapat sembilan area kompetensi yang perlu dimiliki seorang bidan di Indonesia. Kesembilan area kompetensi tersebut terkait kompetensi area ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik, asuhan terhadap budaya dan pelayanan, asuhan pada keluarga dan masyarakat, asuhan antenatal selama kehamilan, asuhan selama persalinan, asuhan pada ibu nifas dan menyusui, asuhan bayi baru lahir hingga 1 bulan, asuhan balita sehat, serta asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi. 10 4. Standar Kompetensi Apoteker Disusun oleh Ikatan Apoteker Indonesia pada tahun 2011. Dalam praktik kefarmasian, apoteker harus teregistrasi oleh Komite Farmasi Nasional dan harus memiliki Sertifikat Kompetensi sebagai pengakuan kompetensinya. Terdapat sembilan area kompetensi apoteker Indonesia, yaitu mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik, mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan



16



farmasi, mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan, mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar yang berlaku, mempunyai keterampilan komunikasi dalam pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan, mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat, mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar yang berlaku, mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan interpersonal dalam melakukan praktik profesional kefarmasian, serta mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan kefarmasian. 10



5. Standar kompetensi ahli teknologi laboraturium Memiliki lima area kompetensi yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri



Kesehatan



Nomor



370/Menkes/SK/III/2007.



Kelima



area



kompetensi tersebut adalah menguasai ilmu pengetahuan, kemampuan membuat perencanaan / perancangan proses, pelaksanaan proses teknis operasional,



kemampuan



pemberian



penilaian



/



judgement,



serta



kemampuan dalam mengambil keputusan. 10 6. Standar kompetensi fisioterapi Ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berupa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 376 tahun 2007, dalam meningkatkan kinerja profesi fisioterapi, salah satunya diperlukan standar profesi sebagai dasar setiap fisioterapis dalam menjalankan preofesinya. Terdapat sepuluh area kompetensi dalam standar kompetensi fisioterapi, yaitu analisa ilmu 17



sebagai dasar praktik, analisis dan sinstesis kebutuhan pasien / klien, merumuskan diagnosa fisioterapi, perencanaan tindakan fisioterapi, intervensi fisioterapi, evaluasi dan revaluasi, kemampuan komunikasi dan koordinasi yang efisien dan efektif, pendidikan, penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam praktik fisioterapi, pelaksanaan penelitian, serta tanggung jawab terhadap masyarakat dan profesi. 10 7. Standar kompetensi ahli gizi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374 tahun 2007, standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang ada saat ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda. Dalam penelitian ini standar kompetensi yang diacu adalah ahli gizi madya, sesuai dengan kondisi lingkup penelitian. Terdapat lima standar kompetensi ahli madya gizi, yaitu pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis, pendidik / penyuluh / pelatih / konsultan gizi, pelaku tatalaksana / asuhan / pelayanan gizi klinik, penyelia sistem penyelenggaraan makanan institusi / massal pelaksana pelayanan gizi masyarakat. 10 D. Bekerja Dibawah Standar Kompetensi pada Aspek Medikolegal Terdapat beberapa akibat jika seorang tenaga medis bekerja di bawah standar komptensi yang sudah dibahas diatas sesuai dengan profesi di bidangnya, utamanya adalah terjadi nya kelalaian dan menjerumuskan petugas Kesehatan atau medis menjadi malpraktik.9 Kelalaian medis atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan istilah malpraktek dalam hukum pidana disebut juga dengan kealpaan. Langemeyer “Kealpaan adalah suatu struktur gecomplicerrd. Dia



18



mengandung dalam satu pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir dan menunjuk kepada adanya keadaan batin yang tertentu dan di lain pihak keadaan batinnya itu sendiri, kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu : 1. Tidak mengadakan penduga - duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. Tidak mengadakan penghati -hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Konsep kelalaian dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) dijelaskan dalam Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.1 Pasal 359 KUHP : “ Barangsiapa karena kalpaanya menyebabkan matinya orang lain, diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Pasal 360 ayat (1) KUHP “ Barangsiapa karena kalpaanya menyebabkan luka-luka berat, diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”. Pasal 360 ayat (2) KUHP “ Barangsiapa karena kalpaanya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam pidana penjara sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus juta rupiah”.1 Tanggung jawab dokter tersebut baru timbul apabila seorang pasien mengajukan gugatan kepada dokter untuk membayar ganti rugi atas dasar perbuatan yang merugikan pasien, Melakukan wanprestasi (pasal 1239 KUHPerdata), Melakukan perbuatan melanggar hukum (pasal 1365 KUHPerdata), Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian (pasal 1366 KUHPerdata), Melakukan pekerjaan sebagai penanggungjawab (pasal 1367 KUHPerdata).12 Aspek hukum perdata yang menyangkut gugatan seorang pasien terhadap dokter yang menanganinya hampir semuanya adalah masalah tuntutan ganti kerugian. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap 19



perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian ke-pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 11 Perbuatan



melanggar



hukum



(onrecht-matige



daad)



dalam



perkembangannya diper-luas menjadi 4 (empat) kriteria. Pertama, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; atau kedua, melawan hukum hak subjektif orang lain; atau ketiga, melawan kaidah tata susila; atau keempat bertentangan dengan ke-patutan, ketelitian dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau ter-hadap harta benda orang lain.11 Masalah tanggung jawab dokter dalam ka-sus malpraktik medik, ada relevansi dengan perbuatan melanggar hukum Pasal 1366 dan 1364 K.U.H Perdata yaitu pertama pasien ha-rus mengalami suatu kerugian; kedua, ada ke-salahan atau kelalaian (disamping perseorang-an, rumah sakit juga dapat bertanggungjawab atas kesalahan atau kelalaian pegawainya); ketiga, ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan; dan keempat, perbuatan itu melanggar hukum.11 Secara umum letak sifat melawan hukum malpraktek dibidang kesehatan terletak pada dilangarnya kepercayaan atau amanah pasien dalam kontrak terapeutik. Kepercayaan atau amanah tersebut adalah kewajiban tenaga kesehatan untuk berbuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, secermatcermatnya, penuh kehati-hatian, tidak berbuat ceroboh, berbuat yang seharusnya diperbuat dan tidak berbuat apa yang seharusnya tidak diperbuat. Secara khusus latak sifat melawan hukum perbuatan malpraktek tidak selalu sama, bergantung pada kasus, terutama syarat yang menjadi penyebab timbulnya malpraktek. Faktor sebab dalam kasus malpraktek



20



selalu ada, yaitu timbulnya akibat yang merugikan kesehatan atau nyawa pasien.12 E. Pencegahan adanya lack of skill Pratik kedokteran bukan lah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok professional kedokteran tertentu yang berkompetensi dan mendapatkan izin dari institusi yang berwenang dan bekerja sesuai dengan standar dan profesialisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.6 Untuk memastikan tenaga medis dan Kesehatan berpraktik adalah benar telah memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis dan etika profesi, maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran, UU Praktik Kedokteran dimakisudkan untuk mencapainya akuntabilitas profesi dan layanan Kesehatan.6 Dalam mencegah adanya kinerja dibawah standar profesi atau lack of skill maka diharapkan tenaga medis melakukan pendidikan yang berkelanjutan, praktik yang bermutu dan beretika demi mencari pengalaman dan system dan cara pelayanan Kesehatan bermutu dan beretika pula.6 Di Negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), baik tingkat pusat maupun tingkat cabang, walaupun begitu, adanya MKEK ini masih belum dimaksimalkan dan juga dimanfaatkan oleh tenaga medis khususnya dokter dan juga masyarakat.6



21



BAB III KESIMPULAN Lack of skill atau kekurangan keterampilan atau kemampuan adalah salah satu penyebab terjadinya adanya malpraktik medis dimana disebutkan pada salah satu definisi dari World Medical Association, sehingga dapat disimpulkan bahwa lack of skill adalah tenaga medis melakukan Tindakan medis diluar kompetensinya atau diluar standar profesi ataupun tenaga medis kekurangan kompetensi atau dibawah standar profesi yang berlaku dalam hal melakukan tindakan medis. Beberapa pakar mengatakan bahwa penyebab utamanya melakukan pekerjaan di bawah standar kompetensi khususnya medis adalah 22



dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kurangnya pengalaman di lapangan, pengetahuan dan pengalaman akan saling menunjang dan memperkuat satu sama lain. Berdasarkan Undang-undang nomor 36 tahun 2014 pada pasal 21 ayat (4) yang menyatakan bahwa standar kompetensi kerja disusun oleh organisasi profesi dan konsil masing-masing tenaga kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Terdapat beberapa akibat jika seorang tenaga medis bekerja di bawah standar komptensi yang sudah dibahas diatas sesuai dengan profesi di bidangnya, utamanya adalah terjadi nya kelalaian dan menjerumuskan petugas Kesehatan atau medis menjadi malpraktik.



DAFTAR PUSTAKA 1. Rizki W, Ilahi K, Pascasarjana M, Hukum M, Airlangga U. Resiko medis dan kelalaian medis dalam aspek pertanggungjawaban pidana. 2018;2(April):170-186. 2. Wiriadinata W. Dokter, pasien dan malpraktik. 2014;26(1):43-53. 3. Fitriono RA, Setyanto B, Ginting R. Penegakan hukum malpraktik melalui pendekatan mediasi penal. 2016;5(1):101-102.



4. Heryanto B. Malpraktik dokter dalam perspektif hukum. 2017 :183191. 23



5. Dewi S. Penyelesaian Hukum Dalam Malpraktik. 2014;12:92-100.



6. Aflanie, Iwan dr ., Nirmalasari, dr. Nila ., Arizal dr. MH. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. In: 1. 1st ed. Banjarmasin; 2019. 7. Buamona H. Tanggung jawab pidana dokter dalam kesalahan medis. 2014;2(2):215-238.



8. Hadi IGAA. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pertanggungjawaban Dokter Terhadap Tindakan Malpraktik. 2018;5(1):98-113.



9. Ginting



VPB.



PENANGGULANGAN



MALPRAKTEK



YANG



DILAKUKAN OLEH TENAGA KESEHATAN (Studi di Wilayah Bandar Lampung). 2017;1(1). 10. Silviana S, Darmawan ES. Analisis Standar Kompetensi Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok Tahun 2017. 2017;4(2012):35-47.



11. Sepihak S. Pelanggaran kode etik kedokteran pada kasus pengangkatan indung telur pasien secara sepihak. 2018;5:99-120.



24



12. Bando PA, Ogotan M, Palar NRA. Kemampuan Kerja Tenaga Medis di Pusat Kesehatan Masyrakat Taripa Kecamatan Pamona Timur Kabupaten Poso. 2017:49-55.



25