REFRAT OCD-Zoya DKK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Ada berbagai macam gangguan kecemasan, salah satunya adalah Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Gangguan obsesif-kompulsif berasal dari dua kata yaitu Obsession yang berarti pikiran, ide atau dorongan yang kuat dan berulang yang sepertinya berbeda diluar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya. Sedangkan Compulsion adalah tingkah laku yang repetitif seperti mencuci tangan atau memeriksa kunci berulang – ulang yang dilakukan seseorang sebagai suatu keharusan.



Obsesi bisa menjadi sangat



kuat dan menetap sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan menimbulkan distress dan kecemasan yang signifikan. Sementara kompulsi sering muncul sebagai tindak lanjut dari pikiran obsesif yang muncul dalam frekuensi yang sering dan kuat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan meyebabkan distress yang signifikan.1 Epidemiologi yang dilaporkan oleh American Psychiatric Association, tahun 2000, bahwa tingkat prevalensi gangguan obsesif-kompulsif adalah sebesar 2-3% dari jumlah populasi. Pada pria biasanya terjadi OCD antara usia 6-15 tahun dan wanita biasanya terjadi pada usia 20-29 tahun. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif merupakan diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan pengguanaan zat dan gangguan depresif berat. 2 WHO telah mengidentifikasi gangguan obsesif-kompulsif sebagai penyakit nonfatal yang menjadi penyebab permasalahan global terkemuka. 3 Di Indonesia, prevalensinya sekitar 2-2,4%, dan sebagian besar gangguan dimulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Puncak usia dari permulaan serangan bagi laki-laki



1



2



adalah 6-15 tahun, dan untuk perempuan adalah usia 20-29 tahun. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan sama.1 Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya OCD. Namun, jika dihubungkan dengan struktur otak dan neurotransmiter, ada berbagai gangguan sistem serotoninnergik dan kerusakan anatomis susunan saraf pusat. Berdasarkan alasan tersebut diatas,



penulis tertarik untuk membahas



tentang gangguan psikiatri Obsessive Compulsive Disorder (OCD).



BAB II



3



TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat



mengontrol



pikirannya



tersebut



untuk



menurunkan



tingkat



kecemasannya. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.1 Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikiran tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan “memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.4 Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan juga ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian.4 Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. 3



4



B. Epidemiologi Dalam studi epidemiologi Catchment Area, prevalensi kejadian OCD di Amerika Serikat ditemukan 2,5% dari jumlah populasi dan OCD dialami penderita seumur hidup. Perkiraan saat ini prevalensi seumur hidup umumnya di kisaran 1,7-4%. Kemajuan pendidikan pasien serta penyedia layanan kesehatan yang efektif secara signifikan meningkatkan pelayanan kesehatan penderita OCD. Insiden OCD lebih tinggi pada pasien dermatologi dan pasien bedah kosmetik. 5 Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan gangguan obsesifkompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesifkompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras. 6 Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67



5



persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.6 Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan tidak ramah. 7



C. Etiologi dan Faktor Resiko Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Gangguan obsesif-kompulsif tidak ada kaitan dengan bentuk karakteristik kepribadian seseorang, pada individu yang memiliki kepribadian obsesifkompulsif cenderung untuk bangga dengan ketelitian, kerapian dan perhatian terhadap hal-hal kecil, sebaliknya pada gangguan obsesif-kompulsif, individu merasa tertekan dengan kemunculan perilakunya yang tidak dapat dikontrol. Mereka merasa malu bila perilaku-perilaku tersebut dipertanyakan oleh orang yang melihatnya karena melakukan pekerjaan yang secara berulang-ulang. Mereka berusaha mati-matian untuk menghilangkan kebiasaan tersebut. Berikut adalah penyebab gangguan Obsesif kompusilf:8 1. Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder). 2. Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. 3. Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih



6



cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah 4. Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD. 5. Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan 6. Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri. Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah:8 a.



Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)



b.



Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum.



c.



Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi



d.



Riwayat gangguan kecemasan



e.



Depresi



f.



Individu yang mengalami gangguan seksual



Beberapa faktor yang diduga berhubungan atau sebagai penyebab Obsesif Compulsif Disorder antara lain: 1. Faktor Biologis



7







Neurotransmitter a.



Sistem serotoninergik Banyak percobaan yang dilakukan untuk mendukung hipotesis tentang terlibatnya disregulasi serotonin terhadap munculnya gejala obsesi dan kompulsif pada penyakit ini. Banyak data yang menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan dengan obat lain yang juga mempengaruhi sistem neurotransmitter, tetapi apakah serotonin terlibat sebagai penyebab terjadinya gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.10



b.



Sistem Noradrenergik Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Namun, ada laporan dari peningkatan dalam OCD gejala dengan clonidine oral.9,10



c.



Sistem Neuroimunologi Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi Streptokokus βHemolitikus grup Adapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 1030% pasien juga mengalami Syndenham’s chorea dan Gangguan Obsesif Kompulsif.10 Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif – kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.11



2. Psikologis Gangguan obsesif kompulsif menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut



8



“thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebihlebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat.12 3. Faktor Psikososial a.



Faktor kepribadian Gangguan



obsesif-kompulsif



adalah



berbeda



dari



gangguan



kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesifkompulsif tidak memiliki gejala kompulsif premorbid, dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsessional premorbid.9 b.



Faktor psikodinamika Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif yaitu:10 - Isolasi Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Bahwa kondisi pada umumnya seseorang mengalami secara sadar afek dan khayalan dari suatu gagasan yang mengandung emosi (emotion-laden), terlepas apakah ini berupa fantasia tau ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolas, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait



9



se;urihnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. - Meruntuhkan (Undoing) Adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder adalah diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensive yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan



sekunder yang cukup penting



adalah



mekanisme



meruntuhkan (undoing). Seperti yang dinyatakan oleh katanya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsessional yang menakutkan. - Pembentukan Reaksi (Reaction Formation) Baik isolasi maupun meruntuhkan adalah tindakan pertahanan yang terlibat erat dalam menghasilkan gejala klinis. Pembentukkan gejala menyebabkan pembentukkan sifat karakter, bukannya gejala. Seperti yang diungkapkan istilahnya, pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.



D. Patofisiologi OCD Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa



10



yang stressfull, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap/terus menerus ada. Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara jelas ditemukan. Penelitian dan percobaan terapeutik menduga bahwa abnormalitas pada neurotransmitter serotonin (5-HT) di otak secara berarti terlibat dalam kelainan ini. Secara kuat didukung pula oleh efikasi pengobatan dengan serotonin reuptake inhibitor (SRIs) pada OCD.14 Bukti-bukti yang ditemukan juga terdapat dugaan adanya abnormalitas system transmisi dopaminergik pada beberapa kasus OCD. Pada beberapa penelitian kohort, Sindroma Tourette dan tic kronik multiple pada umumnya ada bersamaan OCD dengan pola autosomik dominan. Gejala OCD pada tipe-tipe pasien seperti ini memiliki respon yang baik dengan terapi kombinasi SSRIs dan antipsikotik. 14 Penelitian dengan menggunakan pencitraan fungsional pada pasien OCD telah memperlihatkan suatu pola yang abnormal. Terutama MRI dan positron emission tomography (PET) telah menunjukkan peningkatan aliran darah dan aktivitas metabolik pada korteks orbitofrontal, system limbic, nucleus kaudatus, dan thalamus, dengan kecenderungan berada perdominan di daerah kanan. Pada beberapa penelitian, daerah yang mengalami over-aktivitas ini telah mengalami perubahan ke arah normal setelah terapi dengan SSRIs dan atau cognitive behavioral therapy (CBT). Temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa gejala pada OCD dikendalikan oleh terganggunya inhibisi intrakortikal dari jalur transmisi orbitofrontal-subkortikal yang berperan dalam mediasi emosi yang kuat, dan respon autonom terhadap emosi tersebut. Cingulotomy, intervensi bedah saraf, kadang-kadang digunakan pada OCD yang resisten pengobatan, untuk mengganggu jalur transmisi tersebut. Abnormalitas inhibisi yang serupa



11



telah diobservasi pada sindroma Tourette, dengan postulat yang mengatakan adanya modulasi abnormal di daerah ganglia basalis.14 E. Gambaran Klinis OCD Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti: 1. Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan kedalam kesadaran individu; 2. Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh; 3. Obsesi dan kompulsi egoalien; 4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan irasional; 5. Individu yang menderita obsesi dan kompulsi merasa adanya keinginan kuat untuk melawan.1 Ada empat pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi yaitu: 1.



Kontaminasi Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontainasi, yang diikuti oleh perilaku mencuci dan membersihkan atau mengindari obyek yang dicurigai terkontaminasi.



2.



Sikap ragu-ragu yang patologi Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu rumah).



3.



Pikiran yang intrusif Pola yang jarang adalah pikiran intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya pikiran berulang tentang sexual atau tidakan agresif.



4.



Simetri Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan janggut. Pola yang lain: obsesi bertemakan keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-gigit jari.



12



Tabel 1. Klasifikasi gambaran klinis obsesi dan kompulsi



Sumber: Rahmah ID, 2013



F. Perjalanan Penyakit Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang stressful, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap / terus menerus ada.1



13



Kira-kira 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna, sementara 40-50% perbaikan yang sedang. Sedangkan sisanya 20-40% gejalanya menetap atau memburuk. Sepertiga dari gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki resiko bunuh diri. Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, onset masa kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian (terutama kepribadian schizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejala yang episodik.1 G. Diagnosis OCD Tampilan khas berupa pikiran obsesif atau tindakan kompulsif berulang. Pikiran obsesif adalah ide, imajinasi atau impuls yang masuk ke pikiran pasien



berulang-ulang



dalam



bentuk



stereotipik.



Pikiran-pikiran



ini



menimbulkan penderitaan dan pasien sering gagal mengendalikannya. Hal ini dikenali pasien berasal dari pikirannya, meskipun bersifat tidak bisa dilawan. Tindakan kompulsif adalah perilaku stereotipik yang diulang-ulang. Hal



tersebut



dirasakan



tidak



menyenangkan



ataupun



menghasilkan



penyelesaian tugas. Fungsinya untuk mencegah suatu kejadian yang buruk, baik berhubungan dengan atau disebabkan oleh pasien, sehingga merasa ketakutan hal tersebut akan terjadi. Umumnya, perilaku ini dikenali pasien sebagai sesuatu yang tidak bertujuan dan berusaha dilawan. Jika tindakan kompulsi dilawan maka kecemasan makin memburuk. Diagnosis Gangguan Obsesif Kompulsif menurut ICD X/PPDGJ III15



14



1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. 2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. 3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut: a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri. b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita. c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas) d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive) 4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.



penderita



gangguan



obsesif



kompulsif



seringkali



juga



menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas



15



diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. 5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 7



Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV TR (Diagnostic & Stacistical Manual IV Text Revision):6 1. Salah satu obsesi atau kompulsi Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut: a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas. b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata. c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan lain. d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran). Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut: a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.



16



b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan. 2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak 3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya. 4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berat). 5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika : Dengan tilikan buruk : jika selama sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 5 H. Diagnosis Banding OCD Berikut ini diagnosis banding dari gangguan obsesif-kompulsif:14 a.



Gangguan depresi mayor



17



Alasan memilih : Penderita gangguan depresi berat sering kali menunjukkan pikiran – pikiran obsesif selama episode depresinya, begitupun sebaliknya penderita obsesif kompulsif sering menunjukkan gejala depresi. Alasan disangkal : Penderita depresi tidak mempunyai usaha untuk melakukan tindakan yang dapat membuat rasa cemas/ pikiran obsesi tersebut menghilang, dan pada depresi cenderung menarik diri dari lingkungan, sedangkan gangguan obsesif kompulsif tidak. b.



Gangguan cemas menyeluruh Alasan memilih : Penderita gangguan cemas dan obsesif kompulsif sama-sama mempunyai perasaan anxietas yang berlebihan. Alasan disangkal :



Penderita



gangguan



cemas



menyeluruh



tidak



mempunyai usaha untuk melakukan tindakan yang dapat membuat rasa cemas tersebut menghilang, pada obsesif kompulsif penderita menyadari bahwa obsesi tersebut berasal dari hasil pikiran mereka sendiri. c.



Gangguan tik Alasan memilih : Kedua gangguan ini sama-sama memilki ciri melakukan gerakan motorik (kompulsif) yang berulang. Alasan disangkal : Perbedaan antara gangguan tik dan obsesif kompulsif adalah biasanya obsesif kompulsif didahului dengan perasaan cemas, sedangkan pada gangguan tik tidak. Pada gangguan tik gerakan motorik dilakukan dengan mendadak dan terbatasnya gerakan, sedangkan pada obsesif kompulsif gerakan cenderung ditentukan oleh tujuannya (memutar benda secara berulang).



I. Penatalaksanaan OCD 1. Farmakoterapi a. Penggolongan 1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik Contoh: Clomipramine.



18



2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors) Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.14 b. Indikasi Penggunaan Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif. Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif: 1. Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut: a. Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri individu sendiri; b. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik); c. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan



atau



kesenangan



(sekedar



perasaan



lega



dari



ketegangan atau ansietas); d. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan/dielakkan oleh penderita; 2. Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability) Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy). 6 Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan



19



peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.6 SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesifkompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 6 Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). 6 Pilih salah satu obat antidepresan di bawah ini (Tabel 2) dan berikan dengan dosis adekuat yang relatif tinggi, dalam dosis terbagi (dicapai dengan titrasi dosis, memerlukan waktu 1-3 minggu).14 Hindari kenaikan dosis yang terlalu cepat karena akan meningkatkan angka penghentian pengobatan (drop out) akibat efek samping yang lebih sering timbul pada dosis yang lebih tinggi. 14 • Jika terapi SSRI gagal maka ganti terapi, jika terdapat panik ganti dengan MAOI, jika terdapat cemas ganti dengan buspiron, jika terdapat depresi ganti dengan litium, jika terdapat tik dan waham berikan antipsikotik. • Jika masih tidak ada respon atau terdapat riwayat bunuh diri lakukan ECT.



20



• Jika ECT gagal, berikan terapi kombinasi 2 SSRI, atau kombinasikan SSRI, ECT, dan terapi perilaku. Tabel 2 Rekomendasi Farmakoterapi Untuk Gangguan Obsesif Kompulsif Nama Obat Klomipramin Fluoksetin Sertralin Fluvoksamin



Dosis 50-250 mg/hari. 20-80 mg/hari. 50-200 mg/hari. 50-300 mg/hari.



Sumber : KEPMENKES RI, 2015



2. Terapi Psikososial 14 1. Terapi Kognitif Perilaku Walaupun baru sedikit perbandingan satu per satu yang telah dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada OCD, dan sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan adanya terapi



perilaku.



Dengan demikian, banyak klinisi



mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi pilihan OCD. Terapi perilaku dapat dilakukan di lingkungan rawat inap dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting didalam OCD adalah pajanan dan pencegahan respons. Desensitasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi implosi dan aversive conditioning juga telah digunakan pada pasien OCD. Di dalam terapi perilaku, pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan. 6 2) Psikoterapi berorientsi tilikan OCD dan Psikoedukasi Psikoterapi berdasarkan tilikan untuk OCD, memerlukan analisis individual yang tepat sehingga dapat melihat perubahan dan gangguan kepribadian obsesif kompulsif terutama dalam menghadapi impuls agresif pada penderita OCD. Psikoterapi pada penderita OCD memerlukan tempat dan waktu, yaitu dengan kontak reguler dan terus-menerus memberikan semangat, rasa sinpatik pada penderita OCD. Selain itu, perhatian anggota



21



keluarga melalu dukungan emosional, penenangan, penjelasan dan saransaran dari keluarga dapat membantu dalam psikoterapi penederita OCD.6 3) Terapi lain Untuk kasus ekstrem pada pasien yang sangat resisten terhadap terapi, terapi elektrokonfulsif dan psychosurgery dapat dipertimbangkan. Terapi elektrokonvulsif tidak seefektif psychosurgery,



tetapi harus dicoba



sebelum melakukan pembedahan. Prosedur psychosurgery yang paling lazim untuk OCD adalah eingulotomi, yang berhasil didala terapi 25-30% pasien yang tidak responsif terhadap terapi lain. Komplikasi psychosurgery yang lazim adalah timbulnya kejang, yang hampir selalu dapat dikedalikan oleh terapi fenitoin (dilantin). 6 3. Cognitive Behavior Therapy Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan ObsesifKompulsif. Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk merespon pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif. 15 J. Prognosis OCD Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan OCD memiliki gangguan depresif berat dan bunuh diri merupakan risiko untuk semua pasien dengan OCD. Prognosis buruk ditunjukkan dengan menyerah pada (bukan menahan) kompulsi, onset pada anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu



22



perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang juga timbul bersamaan, kepercayaan waham, adanya penilaian berlebihan terhadap gagasan (yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi), dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditunjukkan dengan adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang mencetuskan dan sifat gejala yang episodik. Isi pikiran obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.6



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan



23



hendaya yang bermakna. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang berhubungan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.1 Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang stressfull, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap/terus menerus ada. Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara jelas ditemukan.10 B. Saran Dengan diselesaikannya laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan sumber informasi tentang Obsessive Compulsive Disorder bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA 23



1. Elvira.S.D, Hadisukanto. G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Badan Penerbit FK UI: Jakarta. 2013 2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Diakses pada 25 Maret 2017. (Sumber: https://www.nlm.nih.gov/research/umls/sourcereleasedocs/current/DSM4/)



24



3. Grant JE. Obsessive-Compulsive Disorders. The New England Journal of Medicine 2014;371(7):646-53 4. Rahmah ID. Gangguan Obsesif Kompulsif. 5. William.M.G. MD, Bienenfeld. D. MD. Obsessive-Compulsive Disorder. Medscape.2016. Diakses pada 25 Maret 2017. (Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview#a2) 6. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604 7. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri (Psychiatry). 6th rev. ed. Nasrun MWS, translator. Yogyakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004, 238-239 p. 8. Oltmanns dan Emery. (2013). Psikologi Abnormal. Pustaka Belajar: Yogyakarta 9. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p 2569-2580. 10. Sa’adi Y. PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010. 11. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 40-41 12. Kusumawardhani, Dr, Sp.KJ (K) (2013). “Buku Ajar Ilmu Psikiatri”. Jakarta: Penerbit FKUI 13. Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian ilmu kedokteran jiwa FK Unika Atma Jaya: Jakarta. 2013 14. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA 15. Robinson L, Smith M, Segal J. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Helpguide. 2013 Apr. Diakses pada tanggal 30 maret 2017. (Sumber: http://www.helpguide.org/mental/obsessive_compulsive_disorder_ocd.htm)