Resume 5 Genetika Kelamin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GENETIKA KELAMIN RESUME



Disusun untuk Memenuhi Tugas Resume Genetika II Yang dibimbing oleh Prof. Dr.agr. Mohammad Amin, S. Pd, M. Si dan Deny Setiawan, S.Si



Disusun Oleh: Kelompok 10/ Offering Kesehatan/ 2017 Nur Alfi Maghfirotus S.



170342615579



Vina Rizkiana



170342615504



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI SEPTEMBER 2019



BAB I KAJIAN GENETIK KELAMIN 



Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Prokariotik Contoh konkret perkelaminan pada makhluk hidup prokariotik dilaporkan pada Escherichia coli. Watson dkk menyatakan bahwa siklus kemalin E. coli mempunyai ciri yang berbeda. Dinyatakan pula bahwa “ seperti pada makhluk hidup tinggi ada sel kelamin jantan dan betina tetapi sel itu tidak berfusi sempurna yang memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan membentuk genom diploid utuh. Sel kelamin jantan dan betina e. coli dapat dibedakan berdasarkan morfologisnya atas dasar ada tidak adanya suatu kromosom kelamin tidak lazim yang disebut “faktor F”. Sel Eschericia coli jantan (F+) ditandai dengan terkandung faktor F berupa badan terpisah dari kromosom utama. Jika sel Eschericia coli berkelamin betina (F-) jika di dalam sel itu tidak terkandung faktor F. Transfer materi genetik dari sel jantan ke sel betina didahului terbentuknya pasagan konjugasi antara kedua sel. Pasnagan konjugasi terbentuk melalui pelekatan suatu pilus kelamin jantan pada permukaan suatu sel kelamin betina.



Sel E. coli berkelamin jantanyang faktor F nya reintegrasi ke dalam kromosom utama sel akan berubah menjadi sel Hfr. Sel Hfr yang berkelamin jantan tetap membentuk pilus konjugasi dan tetap berfusi dengan sel berkelamin betina yang memungkinkan transfer materi genetik. Watson dkk menyatakan jika sel Hfr berdekatan dengan sel betina akan terjadi replikasi DNA yang terinduksi oleh konjugasi



dan karena ujung pengarah faktor F berdekatan dengan kromosom utama akan terjadi transfer materi genetik kromosom utama.







Ekspresi Kelamin pada Makhluk Hidup Eukariotik Pada chlamydomonas dapat bereproduksi secara vegetatif dengan pembelahan. Biologi asal Jerman menyebutkan jika fungsi pada perkelamina ini yaitu untuk pertumbuhan flagel, konjugasi gaet, penentuan jenis kelamin, faktor kemandulan, dan prekursor dari senyawa penyebaba kemandulan. Watson dkk membedakan kelamin pada S. cerevisiae sebagai kelamin a (dispesifikasi oleh alela MATa) dan α (dispesifikasi oleh alela MATα) yang termanisfestasi jika salah satu alela menempati lokus MAT. Pada S. cerevisiae dan N. Crassa, individu haploid yang memiliki alel kelamin sama biasnaya tidak bergabung satu sama lain memebentuk zigot, sel haploid yang memiliki konstitusi alela yang berlawanan cat bergabung. Pada kelas jamur basidiomycota sekitar 90% termasuk heterotalik (bipolar), sekitar 37% dari heterotalik tersebut kompatibilitas kelamin dipengaruhi oleh 1 pasang faktor Aa. Dari heterotalik (tetrapolar) kompatibilitas kelamin dipengaruhi oleh dua pasang faktor AaBb. Pada lumut hati terdiri dari 7 pasang kromosom yang saling setangkup dan pasangan ke 8 tidak setangkup hal ini dikarenakan adalah satu kromosom lebih besar dari yang lainnya. Kromosom yang lebih besar disebut kromosom X sedangkan yang lebih kecil disebut kromosom Y. Pada tumbuhan berumah satu berpotensi ganda bahkan dikatakan pula bahwa sel tidak mempunyai kromosom kelamin, sedangkan pada tumbuhan berumah dua dikendalikan oleh gen pada satu lokus saja. Pada Ecballium elaterium jenis kelamin ditentukan oleh tiga alela aD, a+, dan ad. Dikatakan aD jika dominan terhadap a+ maupun ad. Pada marga Melandrium yang tergolong tanaman bermah dua ditemukan adnaya kromosom X dan Y, diketahui jika faktor X lebih besar dan sudah dikatakan jika faktor Y membeawa faktor jantan. Analisis kromosom Y Melandrium menunjukkan yaitu, pertama daerah I hilang akan muncul



tumbuhan biseks. Kedua daerah II hilang akan muncul tumbuhan betina, dan ketiga daerah III hilang akan muncul tumbuhan jantan steril. Pada hewan avertebrata yaitu Paramecium bursaria ditemukan 8 kelamin tipe kelamin secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendi tetapi dapat berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain. Pola ekspresi kelamin pada hymenoptera disebut halo-diploidy¸adapula informasi dari Whiting menunjukkan bahwa status segmen kromosom tertentu yang homozigot, heterozigot, dan henizigot menentukan ekspresi kelamin. Dalam hal ini ekspresi kelamin betina tergantung pada heterozogpsitas bagian suatu kromosom. Jika ada tiga segmen kromosom yang disebut Xa, Xb, Xc maka individu yang memiliki komposisi segmen XaXb, XaXc, atau XbXc seluruhnya tergolong kelamin betina atau individu hemizogot tergolong berkelamin jantan. Pada Ophryotrocha kelami ditentukan oleh ukuran tubuh hewan jika berkurang kecil hewan menghasilkan sperma jika tumbuh menjadi lebih besar hewan yang sama akan berubah menghasilkan telur. Pada cacing tanah terdapat dua gonad yang terpisah pada kelamin, satu gonad menghasilkan kelamin jantan asi gonad lainnya menghasilkan gaet betina. Pada crepidula tiap individu akan mengalamisuatu urutan perkembangan mulai dari tahap aseksual yang diikuti oleh suatu tahap jantan. Tahap jantan diikuti oleh suatu tahap perantara dan akhirnta tahap betina. Dikatakan pula selama tahap jantan pada individu yang sudah cukup matang dan bersifat sedenter transformasi ke tahap betina akan menurun. Pada D. melanogaster terdapat kromosom selain X dan Y, dalam keadaan normal akan ditentuka oleh kromosom XX dan XY atau pangan kromosom lengkap sebagai AAXX dan AAXY. Mekanisme ekspresi kelamin pada D. melanogaster dikenala sebagai mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A). Gen Sx 1 mempunyai dua macam keadaan aktivitas yaitu keadaan sedang bekerja dan tidak bekerja. Pada keadaan bekerja gen bertanggungjawab atas perkembangan betina tetapi pada keadaan tidak sedang bekerja maka yang berkembang adalah kelamin jantan. Ditemukan informasi tentang peranan gen dsx (doublesex) dan gen tra (transformer) terhadap fenotip kelamin lalat. Gen tra terletak di kromosom nomor 3, gen dsx mengbah individu jantan maupun betina menjadi individu interex, sedangkan gen tra mengubah individu betina menjadi individu jantan steril. Kromosom Y bertanggung jawab atas fertilitas jantan, kenyataan bahwa pada individu yang berkromosom XO ternyata fenotip kelaminnya jantan tetapi steril.



Pada pisces sangat beragam termasuk tipe mekanisme kromosom kelamin. Berdasarkan dengan tipe perkelaminan gonochoristik ikan yang memiliki gonad dibedakan menjadi dua tipe yaitu spesies yang memiliki gonad yang belum berdiferensiasi dan yang memiliki gonad yang sudah berdiferensiasi. Menurut Gardner pada beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin kromosomal ZZ-ZW seperti halnya pada kebnaykan burung. Dinyatak lebih lanjut bahwa timpa mekanisme kromosom kelamin bukan bersifat spesifik pada spesies-spesies berkerabat dekat atau bukanlah spesifik famili, mekanisme tersebut berevolusisecara independen. Pada amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin, terdapat kromosom kelamin XY-XX maupun ZZ-ZW. Percobaan sex reversal meunjukkan heterogami betina pada Xenopus leavis. Pada reptilia informasi tentang ekspresi kelamin pada hewan reptil tidak banyak, banyak individu reptil heterogamik berkemain jantan dengan timbul ZW dan yang homogamik berkelaim jantan dengan dengan simbol ZZ. Pada Aves kromosom kelamin pada burung disimbolkan XX adu ZZ untuk jantan, dan XO, ZW, atau ZO untuk betina. Kelamin pada ayam dan mungkin juga burung secara keseluruhan sama dengan yang ditemukan pada Drosophila yaitu tergantung pada perimbangan Z dan A atau Z/A. Pada mamalia perkembangan kelamin dibagi menjadi dua proses yaitu diferensiasi kelamin primer dan sekunder. Atas dasar tersebut terlihat bahwa konstitusi kromosom dalam inti adalah yang pertama kali menentukan diferensiasi kelamin dari gonad awal. Dewasa ini pada kromosom kelamin Y dari tikus ditemukan gen atau perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan disebut Sex-reversed trait. Gen menyebabkan zigot tikus yang bergenotip AAXX tumbuh dan berkembang menjadi individu tikus yang berfenotip kelamin jantan . pada mulanya disuda pengendali ciri terpaut pada autosom aka tetapi dari dengan teknik rekombinasi DNA dipastikan jika jika pengendali ciri terpaut pada kromosom Y. Bagian ujung kromosom Y termaksud bergabung dengan ujung kromosom X dan kejadian yang memungkinkan perpindahan diketahui dengan pindah silang nonresiprokral. Pada kromosom Y manusia terdapat TDF yang bertanggungjawab terhadap perkembangan testis, ditemukan pula gen lain yang ikut bertanggungjawab yaitu H-Y . Perkembangan dalam jalur jantan dipengaruhi juga oleh Tfm yang terpaut pada satu-satunya kromosom kelamin X. Gen tersebut mengendalikan



BAB II KROMOSOM KELAMIN SEJARAH PENEMUAN KROMOSON KELAMIN Pada tahun 1891 ahli biologi Jerman H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti tertentu dapat ditemukan (dilacak) selama spermatogenesis serangga tertentu. Separuhnya sperma menerima struktur tersebut sedangkan separuhnya yang lain tidak menerimanya. Henking tidak menyebut manfaat struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya sebagai "X body", dan menyatakan bahwa sperma dipilah atas dasar ada atau tidak adanya struktur itu Pada tahun 1902 CE. McClung membenarkan observasi Henking atas dasar observasi sitologis terhadap berbagai spesies belalang; ditemukan pula sel-sel soma individu betina belalang memiliki jumlah kromosom yang berbeda dibandingkan sel soma individu jantan McClung mengaitkan.X body dengan determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakan spesifik untuk individu jantan Pada awal abad ke 20 E.B. Wilson dkk, menyatakan bahwa X bodi yang dikeluarkan Henking adalah suatu kromosom yang menentukan kelamin dari itu X tubuh dikenal sebagai kromosom kelamin atau kromosom X E.B. Wilson menemukan susunan kromosom yang terdapat pada Lygac turcicus (milkweed bug). Pada serangga ini jumlah kromosom yang sama ditemukan pada sel-sel dari kedua jenis kelamin. Akan tetapi, kromosom "homolog" dari kromosom X adalah lebih kecil ukurannya, dan disebut kromosom Y Lebih lanjut sebagaimana dimaksud zigot XX akan menjadi individu betina, sedangkan zigot XY akan menjadi individu jantan Kemudian fenomena ini dinyatakan berhubungan dengan ditentukannya tipe XX- XY



Atas dasar



penemuan pada berbagai hewan, mekanisme XY lebih umum dikenal dari pada XO. Dewasa ini tipe XX-XY ini diangkat menjadi ciri pada kebanyakan hewan tinggi (termasuk manusia), dan ditemukan juga pada beberapa tumbuhan. EVOLUSI KROMOSOM KELAMIN Pada kelompok-kelompok yang hidup di tingkat takson primitif memang tidak dijumpai kromosom kelamin; demikian pula pada kelompok yang tak ditemukan, ada kromosom yang ditemukan. Evolusi Kromosom kelamin X dan Y pemula Asal mula kromosom kelamin primitif berkaitan urat dengan evolusi kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik. Pola transisi sederhana dari keadaan kelamin tergabung menuju



keadaan kelamin terpisah sempurna melalui kejadian mutasi pada dua lokus. Asah satu lokus yaitu alah f yang mengontrol fungsi betina sedangkan lokus m lainnya megontrol fungsi jantan. Daya seleksi memunculkan suatu transisi evolusioner antara keadaan kelamin tergabung da keadaan keadaan kelamin terpisah berupa tahap dari gynodiocy. Pada kelompok makhluk hidup tingkat takson primitive tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada kelompok tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin.Mekanisme mutasi pada dua lokus, diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y. Setelah terbentuknya sistem kromosom proto X dan proto Y, masih terjadi seleksi lebih lanjut. Proses seleksi lebih lanjut tersebut antara lain berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan pada individu jantan tetapi yang merugikan pada individu betina, yang akan mengarah kepada diferensiasi genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin. Erosi Kromosom Y Setelah terbentuknya kromosom proto Y mengalami proses evolusi spesifik yang disebut sebagai erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y terjadi melalui pola-pola yang hingga sekarang masih bersifat hipotetis. Dikenal dua pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama. Pola erosi kromosom pertama adalah yang melibatkan "Muller's Ratchet" Pola kedua berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui "hitchhiking" dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom Y "Muller's Ratchet" bersangkut paut dengan hilangnya kelompok kromosom yang membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu populasi terbatas akibat "genetic drift" Peristiwa tersebut mengakibatkan peningkatan progresif jumlah rata-rata alela-alela merugikan per individu. Fiksasi mutasi-mutasi terpaut Y yang merugikan, sebagaimana yang telah dikemukakan, terjadi karena ada mutasi-mutasi menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak mengalami rekombinasi. Proses selektif suksesif semacam ini akan menyebabkan terjadinya fiksasi alela-alela merugikan pada banyak lokus terpaut Y. Evolusi determinasi Kelamin X/A dan sistem kelamin XO Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa fs dan mf berakibat munculnya individu-individu jantan parsial (pada tingkat fenotif). Berkenaan dengan determinasi kelamin X/A bervolusi dari keadaan tersebut, tahap selanjutnya yang diduga adalah evolusi suatu alela yang kehilangan fungsi yang terdapat pada kromosom Y



Dalam hubungannya dengan mekanisme keseimbangan X/A pada C.elegans, perlu diperkirakan suatu skenario yang berbeda untuk menjelaskannya. Sebagaimana diketahui pada C. elegans individu yang berkromosom XX berkembang sebagai individu hermaprodit dan individu yang berkromosom XO berkembang sebagai individu jantan Sistem tersebut mungkin merupakan suatu akibat dari evolusi sekunder menuju hermaproditisme dari sistem XX (betina), XO (jantan), yang terdapat pada kebanyakan spesies lain dari Coenorhabditis Kenyataan tentang evolusi determinasi kelamin X/A yang berasal dari sistem determinasi kelamin XY dapat dilihat pada marga Rumex Di kalangan marga Rumex kedua sistem determinasi kelamin itu ditemukan pada beberapa spesies. Akan tetapi, kajian terhadap kenyataan tersebut membutuhkan analisis filogenetik atas kelompok itu untuk memastikan apakah sistem determinasi X/Y sungguh-sungguh primitif atau tidak Kenyataan-kenyataan komparatif yang ada menunjukkan bahwa sistem determinasi kelamin X/Y secara taksonomis jauh lebih luas daripada sistem X/A. KEBAKAAN YANG TERPAUT KELAMIN Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen yang pada kromosom kelamin. Penemuan Morgan tentang Pautan Kelamin pada Drosophila



Pada percobaan persilangan yang telah dilakukan Lela resesif dieksrpesikan hanya pada individu jantan. Atas dasar percobaan persilangan dapat disimpulkan jika gen warna mata terdapat pada kromosom kelamin X. Yang berarti kebendaan mata D. Melanogaster terpaut kromosom kelamin.



Atas dasar kenyataan bahwa individu jantan hanya memiliki satu bromosom X dan sebuah kromosom Y yang tidak memiliki sebagian besar en pada kromosom X, dinyatakan bahwa alela mata putih tersebut pada individu jantan tergolong hemizigot (Gardner dkk, 1991) oleh karena itu alela tersebut diekspresikan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa alela mutan mata putih yang ada pada kromosom X dari individu jantan induk bermata putih mula-mula diwariskan kepada turunan betina (kromosom Y diwariskan kepada turunan jantan); semua turunan betina merupakan carrier alela mutan tersebut. Demikian pula turunan jantan F, bersifat hemizigot, dan 50% dari seluruh turunan jantan F, itu memperoleh kromosom X yang membawahi alela mutan mata putih dari induk betina yang heterozigot Pola Kebakaan dari Gen yang Terpaut Kelamin Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan heterogamet terletak pada kromosom X (Gardner dkk, 1991) Dikatakan lebih lanjut, namun demikian beberapa hewan dapat memiliki sejumlah kecil gen pada kromosom Y yang menghasilkan efek efek fenotif Informasi yang baru dikemukakan ini hanya berlaku untuk kelompok makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin ZZ-ZW, juga dijumpai kebakaan genetik yang terpaut kromosom kelamin (Stansfield, 1983) Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX Y (misalnya pada manusia), gen-gen yang terdapat pada kromosom kelamin X (Stansfield, 1983), sebagian tidak ditemukan sama sekali pada kromosom Y yang disebut terpaut kelamin lengkap(completely sex linked) sebagian dapat berekombinasi melalui pindah silang (crossing over derngan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y, seperti layaknya gen-gen pada autosom-autosom homolog (incompletely sex linked/partially sex linked) Pada kromosom Y juga ditemukan gen-gen yang tidak terdapat pada kromosom X. Gen-gen itu disebut terpaut seluruhnya pada kromosom atau completely Y linked (Stansfield, 1983) atau secara populer dikenal pula sebagai gen-gen holandrik (Stansfield, 1983; Gardner dkk, 1991) Gambar 2.2 memperlihatkan bagan pautan pada kromosom X maupun Y Bagan pautan pada gambar tersebut tidak spesifik untuk manusia Pewarisan sifat-sifat (fenotif) yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola khas, yaitu crisscross pattern of inheritance (Stansfield, 1983, Gardner dkk, 1991).



Pada individu jantan D. Melanogaster sifat resesif yang terpaut kromosom kelamin X dapat diwariskan langsung kepada keturunan jantan. Pewarisan dan ekspresi sifat yang terpaut kromosom kelamin X pada individu betina mengikuti pola yang sama sebagaimana sifat yang dikontrol olah Lela yang terdapat di kromosom. Emotif yang versifat resesif terpaut kromosom kelamin X induk betina hanya tampak pada keadaan homozigot. 



Gen yang terpaut kelamin pada Drosophila melanogaster : yellow, white, vermillion, miniature, rudimentary







Gen yang terpaut kelamin Z pada Unggas :







Gen yang terpaut kelamin X pada manusia : Tfm, atrofi optic, glaucoma juvenile, myopia, epidermal cyst







Gen yang terpaut kelamin Y pada manusia :gen gen hollandrik (h,hg,wt)



SIFAT YANG TERPENGARUH KELAMIN Sifat-sifat yang terpengaruh kelamin bukan merupakan bagian dari kebakaan yang terpaut kelamin. Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin (Stansficld, 1983). Akan



tetapi Maxson, dkk., (1985) menyatakan bahwa gen-gen yang terpengaruh kelamin terdapat hanya pada autosom. Dalam hal ini dinyatakan lebih lanjut bahwa ekspresi dominan atau resesif oleh alela-alela dari lokus-lokus yang terpengaruh kelamin berubah pada individu jantan dan betina, terutama berkaitan dengan perbedaan lingkungan internal yang disebabkan oleh hormon-hormon kelamin. Dinyatakan pula bahwa contoh-contoh sifat yang terpengaruh kelamin kebanyakan mudah ditemukan pada hewan-hewan tinggi yang memiliki sistem endokrin yang telah berkembang baik. SIFAT YANG TERBATAS KELAMIN Sifat yang terbatas kelamin bersangkut paut dengan ekspresi gen yang berbeda pada tiap kelamin. Berkenaan dengan sifat-sifat yang terbatas kelamin tersebut, ada sumber yang menyatakan bahwa beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin (Stansfield 1983) Fenomema tersebut dinyatakan merupakan akibat perbedaan lingkungan hormonal internal atau akibat ketidak-samaan anatomis. Dalam hubungan ini ada juga pendapat yang lebih operasional yang menyatakan bahwa tampaknya hormon-hormon kelamin merupakan faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen (Gardner dkk Contoh sifat yang terbatas kelamin misalnya kemampuan produks susu yang hanya dijumpai pada sapi betina, pada hal gen untuk produksi susu juga terdapat pada sapi jantan (Stansfield 1983, Gardner dkk, 1991). Contoh lain dari sifat yang terbatas kelamin adalah bulu individu jantan pada berbagai unggas (Gardner dkk., 1991). Misalnya, ayam jantan umumnya memiliki bulu-bulu ekor yang panjang serta lancip, sedangkan ayam betina memiliki bulu-bulu ekor yang agak pendek dan tumpul. Rasio kelamin (Kajian pada Manusia) Oleh karena ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y, dan karena pria menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y dalam jumlah yang hampir sama maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua kelamin seharusnya memperlihatkan proporsi 1:1 (Maxson dkk., 1985). Akan tetapi pada manusia rasio kelamin berbeda-beda pada berbagai kelompok umur Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa rasio kelamin primer (di saat konsepsi) sekitar 1,60 (jantan):1,00 (betina). Lebih lanjut rasio kelamin sekunder (di kalangan masyarakat Amerika berkulit putih), yaitu di saat kelahiran adalah sekitar 1,06 (jantan):1,00 (betina); dan rasio kelamin tersier (beberapa waktu setelah kelahiran) misalnya pada umur 20 tahun kira- kira sama antara jantan dan betina, tetapi semakin tua jumlah individu berkelamin betina lebih banyak



BAB III FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN BADAN KROMATIN DAN KOMPENSASI DOSIS Chromatin body atau Barr Body Dewasa ini sel-sel individu betina Mammalia dapat dibedakan dari sel-sel individu jantan. Pembedaan itu didasarkan pada ada atau tidak sdanya struktur yang disebut Barr body Barr body adalah chromatin body pertama kali ditemukan oleh M.L. Barr pada sel-sel syaraf kucing ina(Gardner dkk., 1991). Chromatin body itu dapat diperlihatkan melalui teknik pewarnaan yang tepat dan tampak sebagai satu bentukan kecil gelap yang terdapat dalam inti sel-sel betina. Barr body dapat juga dimanfaatkan untuk diagnosis berbagai jenis abnormalitas kromosom kelamin. Individu yang memiliki dua atau lebih kromosom kelamin X mempunyai chromatin body yang kurang satu, dari jumlah kromosom kelamin X yang ada (Gardner dkk, 1991). Dalam hal ini pada sel individu betina yang memiliki 2kromosom kelamin X, akan ditemukan satu (2-1) chromatin body; dalam sel-sel individu jantan yang hanya memiliki satu kromosom kelamin X tidak ditemukan chromatin body (1-1). Karena jumlah chromatin body adalah satu lebih sedikit daripada jumlah kromosom kelamin X, hal itu berarti sel individu betina yang memiliki 1 kromosom X (sindrom Turner) tidak mempunyai chromatin body; dan sel individu jantan yang memiliki 2 kromosom X dan 1 kromosom kelamin Y (sindrom Klinefelter) mempunyai 1 chromatin body. Demikian pula sel individu betina abnormal yang memiliki kromosom kelamin mempunyai 2 chromatin body Kompensasi Dosis dan Hipotesis Lyon Mekanisme "kompensasi dosis" (dosage compensation); melalui mekanisme tersebut,"dosis gen" yang efektif dari kedua kelamin dibuat sama, atau hampir sama. Berkenaan dengan kompensasi dosis tersebut, ada upaya untuk menjelaskan hal tersebut dalam hubungannya dengan chromatin body pada kromosom kelamin X. Beberapa peneliti secara serentak mengajukan hipotesis yang sama yang menyatakan bahwa kompensasi dosis bersangkut-paut denganchromatin body, dan chromatin body bersangkut- paut dengan inaktivasi satu kromosom kelamin X pada individu betina yang normal.



Hipotesis tentang kaitan antara kompensasi dosis, chromatin body dan inaktivasi kromosom tersebut, secara jelas diajukan setelah Mary F Lvon (ahli genetika Inggris) merumuskan secara rinci atas dasar pengamatan sitologis dan studi genetik terhadap warna bulu pada tikus (mice)(Gardner dkk., 1991) Hipotesis Lyon didasarkan atas pengamatan bahwa jumlah chromatin body pada selsel interfase individu betina dewasa adalah jumlah kromosom kelamin teramati pada preparat metafase dikurangi satu(Gardner dkk, 1991). Dinyatakan bahwa chromatin body adalah suatu kromosom kelamin X yang mengalami "heterokromatinisasi", lebih lanjut, jika premis ini benar, maka hanya satu kromosom kelamin X yang dibutuhkan untuk metabolisme normal pada sel-sel individu betina, dan kromosom kelamin X lainnya (tambahan) mengalami kondensasi menjadi "heteropiknotik", yang tidak aktif secara genetik. Antara kedua kromosom kelamin X mana yang menjadi tidak aktif, merupakan suatu fenomena kebetulan, tetapi jika suatu kromosom kelamin X telah mengalami inaktivasi, maka semua sel turunan akan tetap mempertahankan alternatif kromosom X (terinaktivasi) yang sama, (Gardner dkk, 1991). Oleh karena itu, individu betina merupakan "individu mosaik", beberapa bagian tubuhnya mempunyai alela alternatif yang diekspresikan. Hipotesis Lyon memperlihatkan ada konsekuensi genetik tertentu dari gen pada Mammalia (Gardner dkk., 1991). Konsekuensi genetik itu akan dikemukakan lebih lanjut. (1) Kompensasi dosis untuk individu betina yang memiliki dua kromosom X yang mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya mempunyai satu kromosom X (2) Keanekaragaman ekspresi pada individu betina heterozigot karena inaktivasi acak salah satu dari kedua kromosom kelamin X. INAKTIVASI KROMOSOM KELAMIN X YANG REVERSIBEL Pengaktifan kembali kromosom kelamin X heterokromatis (inaktif) pada individu betina Mammalia berlangsung pada tahap sel germ yang mendahului oogenesis (Gardner dkk., 1991); kedua kromosom kelamin X suatu individu betina aktif pada sel-sel oogonium. Oleh karena itu, danat dijamin bahwa tiap ovum yang dihasilkan pada oogenesis akan mewarisi kromosom kelamin X apa pun yang selalu fungsional Oleh karena pola pewarisan normal sifatsifat yang dikontrol gen-gen pada kromosom kelamin X membutuhkan pengaktifan kembali kromosom kelamin X yang heterokromatis.



KEGAGALAN PENGAKTIFAN KEMBALI KROMOSOM KELAMIN X Banyak kenyataan menunjukkan bahwa pengaktifan kembali yang abnormal secara parsial dapat dihubungkan dengan sebagian besar bentuk keterbelakangan mental menurun pada manusia yang disebut "fragile X syndrome" (Gardner dkk, 1991). Kromosom kelamin X manusia yang tergolong fragile X mengandung suatu tapak fragil (fragile site) di dekat ujung lengan panjang (Gardner dkk, 1991). Tapak fragil tersebut terletak pada posisi Xq27. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sindrom fragil X tidak tergantung hanya pada adanya tapak fragil pada Xq27 (dan terutama beberapa perubahan kromosom kelamin X pada posisi ini yang memunculkan kromosom fragil X yang lazim), tetapi juga tergantung pada beberapa kejadian yang merangsang manifestasi kehadiran fragil ini; apalagi kejadian yang merangsang manifestasi tersebut dapat terjadi hanya pada perempuan.



HORMON DAN DIFERENSIASI KELAMIN Sistem hormon yang mengatur lingkungan internal atau fisiologis makhluk hidup tidak mempengaruhi secara langsung proses fundamen- tal determinasi kelamin (Gardner dkk, 1991), Namun demikian, sistem hormon penting untuk perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder, seperti perbedaan fisiologi (laju metabolisme, tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan), struktur tulang, suara, perkembangan dada, dan rambut Pada hewan-hewan tinggi (termasuk manusia), hormon-hormon kelamin disintesis oleh indung telur, testis, dan kelenjar adrenalin, yang distimulasi oleh hormon-hormon hipofisis.



BAB IV HERMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT ANEUPLOIDI KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA



Contoh penyakit pada manusia yang tak lazim antara lain hermaphroditisme sejati, feminizing



male



pseudohermaphroditsm,



masculining



male



pseudohermaphroditsm,



Guevodoces, female pseudohermaphroditsm, Turner’s syndrome, Klinefelter’s syndrome, serta penyimpangan lain karena aneuploidi kromosom. Pada fenomena tersebut, biasanya terlihat fenotipe alat kelamin yang tak lazim. HERMAPHRODITISMA SEJATI (TRUE HERMAPHRODITISM) Individu hermaphrodit sejati dapat juga muncul sebagai suatu akibat dari kejadian gagal berpisah. Kejadian gagal berpisah tersebut berlangsung pada awal perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XY atau XXY, yang menghasilkan suatu mosaik dari galur-galur sel XO/XY, XX/XY dan sebagainya. Kebanyakan chimera ditemukan karena zigot-zigot yang mengalami berkelamin berbeda (Maxson dkk, 1985) Kariotip chimera semacam itu adalah chi 46XX/46XY Chimera yang terbentuk akibat fusi antara zigot-zigot yang berkelamin sama jauh lebih jarang ditemukan sulit dibedakan. FEMINIZING MALE PSEUDOHERMAPHRODITISM Feminizing male pseudohermaphroditism adalah pseudohermaproditisma jantan yang bersifat kebetinaan. Ada telaah yang menghubungkan feminisasi tersebut dengan suatu gen mutan dominan autosomal yang dipengaruhi kelamin di samping menghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin X (Suryo, 1989 atas dasar Boczkowsky, 1967 dan Barclay, 1966) Contoh macam pseudohermaproditisma ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 Kariotip dari macam pseudohermaproditisma ini adalah 46, XY (Burns 1983), sekalipun ada juga yang berkariotip 46, XY/45, X (atau lainnya; mosaik). Secara keseluruhan pengidap feminizing male pseudohermaphroditism berfenotip perempuan; seringkali karakteristik kelamin sekunder kurang berkembang.



MASCULINIZING MALE PSEUDOHERMAPHRODITISM Sebagaimana pada feminizing male pseudohermaphroditism, kariotin macam pseudohermaproditisma ini lebih sering adalah 46, XY atau mosaik 46, XY/45, X (Burns, 1983). Secara umum individu pseudohermaprodit ini tidak jelas tampak sebagai laki-laki ataupun perempuan; testis tidak sempurna, penis meragukan, tetapi payudara tidak berkembang dan tubuh berambut seperti laki-laki (Suryo, 1989). Perhatikan Gambar 4.2



GUEVODOCES Individu-individu



pseudohermaprodit



berkariotip



46,



XY



tersebut



yang



memperlihatkan alat kelamin luar membingungkan, dinamakan sebagai guevodoces (Maxson dkk. 1985) Kelainan yang diidap pada guevodoces disebabkan adanya suatu alela autosomal resesif yang mempengaruhi penggunaan testosteron (Maxson dkk, 1985). Testosteron secara langsung bekerja atas saluran Wolff, tetapi sebelum menyebabkan virilisasi alat-alat kelamin eksternal, secara biokimiawi harus diubah menjadi suatu senyawa serumpun yaitu dihydrotestosteron. Seorang individu jantan (laki-laki) bergenotip homozigot resesif untuk



alela yang mengontrol enzim yang mengkatalisir testosteron menjadi dihydrotestosteron, tidak memperlihatkan virilisasi struktur alat kelamin eksternal Tampaknya, efek testosteron sendiri cukup untuk menginduksi virilisasi struktur alat kelamin pada masa pubertas. FEMALE PSEUDOHERMAPHRODITISM Kariotip dari macam pseudohermaproditisma ini adalah 46, XX (Burns, 1983). Atas dasar kariotip semacam ini seharusnya individu pseudohermaprodit semacam itu berkelamin betina (perempuan); akan tetapi tanda-tanda kelamin mengarah kepada ciri jantan (pria). Dalam hubungan ini, fenotip umum individu pseudohermaprodit seperti pria; alat kelamin eksternal meragukan, sedangkan ovarium ada, tetapi tidak sempurna. Adapun penyebab dari female pseudohermaphroditism adalah proliferasi kelenjar adrenalin janin perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak pseudohermaprodit tersebut.



SINDROM TURNER Sindrom turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin Kariotip individu. pengidap sindrom Turner adalah 45, XO (Maxson dkk., 1985). Individu betina (perempuan) pengidap sindrom Turner biasanya bersangkut-paut dengan peristiwa gagal berpisah selama meiosis pada gametogenesis (Maxson dkk, 1985); akan tetapi dapat pula bersangkut- paut dengan peristiwa gagal berpisah selama mitosis pada masa perkembangan embrional awal Dalam hubungan ini, jika sindrom Turner itu bersangkut-paut dengan peristiwa gagal berpisah selama mitosis, maka tubuh individu pengidapnya merupakan mosaikjaringan XX dan XO Oleh karena itu, individu perempuan pengidap sindrom Turner



tergolong hemizigot untuk kromosom kelamin X seperti layaknya pria, serta memperlihatkan suatu peningkatan frekuensi ekspresi sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X.



SINDROM KLINEFELTER Sindrom Klinefelter juga terjadi karena aneuploidi kromosom kelamin. Pengidap sindrom Klinefelter pada dasarnya berkelamin jantan (pria). Kariotip pengidap sindrom Klinefelter yang umum (trisomi) adalah 47, XY (Maxson dkk, 1985). Akan tetapi, konstitusi kromosom kelamin lain seperti XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi) XXXXY (pentasomi), dan XXXXYY (heksasomi), juga dikaitkan dengan sindrom Klinefelter (Ayala dkk, 1984; Gardner dkk, 1991); dan konstitusi kromosom kelamin seperti XXXYY (pentasomi) dan XXXXY (heksasomi dikaitkan pula dengan sindrom tersebut (Gardner dkk, 1991) Beberapa ciri kelamin sekunder, para pengidap sindrom Klinefelter mengalami feminisasi (Maxson dkk., 1985). Dalam hubungan ini, individu yang bersangkutan biasanya mempunyai testis kecil yang tidak normal, serta biasanya juga tidak mampu mengalami spermatogenesis (Ayala dkk, 1984). Para pengidap sindrom itu biasanya juga steril, sering berinteligens rendah, serta cenderung mempunyai anggota gerak yang lebih panjang daripada biasanya. Perhatikan Gambar 4.7



PRIA XYY Sindrom pria XYY terjadi pula karena aneuploidi kromosom kelamin, seperti halnya pada sindrom Turner dan sindrom Klinefelter. Perhatikan kembali Gambar 4.5. Frekuensi sindrom pria XYY adalah satu dalam 1000 pria yang terlahir hidup (Ayala dkk, 1984, Maxson dkk., 1985, Gardner dkk., 1991). Kariotip sindrom ini adalah 47, XYY. Secara umum pria XYY terlihat sebagai pria normal termasuk fertil tetapi cenderung lebih tinggi daripada tinggi rata-rata pria normal umumnya (Ayala dkk, 1984; Maxson dkk, 1985). Ada sumber menyatakan IQ para pria XYY agak rendah yaitu antara 85-90 (Gardner dkk, 1991); tetapi ada juga yang menyatakan antara 80-118 (Burns, 1983). Kadang- kadang pada beberapa pria XYY ditemukan kelainan alat kelamin eksternal maupun internal. Perhatikan Gambar 4.8



PENYIMPANGAN KARENA ANEUPLOIDI KROMOSOM KELAMIN YANG LAIN Terlahirnya individu perempuan berkariotip 47, XXX (trisomi), 48 XXXX (tetrasomi), serta 49, XXXXX (pentasomi) juga bersangkut paut dengan aneuploidi kromosom kelamin Perhatikan kembali Gambar 4 Secara bersama para individu perempuan tergebut (trisomi, tetrasomi, dan pentasomi) disebut sebagai "betina super" atau metafemales (Ayala dkk, 1984. BAB V PEMBALIKAN KELAMIN Berbagai fenomena pembalikan kelamin (sex reversal) sudah dilaporkan pada berbagai kelompok makhluk hidup. Pembalikan kelamin terjadi dari yang betina menjadi jantan, atau sebaliknya dari yang jantan menjadi betina. Pada bagian ini akan dikemukakan informasi tentang pembalikan kelamin pada ragi, ikan, dan burung PEMBALIKAN KELAMIN PADA RAGI



Pada ragi dikenal kelamin (mating type) yang tersebut sebagai α dan α (Watson dkk, 1987) Di lain pihak peralihan (perubahan) yang cepat semacam itu tidak ditemukan pada strainstrain heterotalus. Berkenaan dengan sifat homotalus atau heterotalus itu sudah diketahui bahwa yang menentukan adalah sebuah alela yang disebut Ho, yang terletak kromosom 4. Pada mulanya peralihan atau pembalikan kelamin pada ragi itu dinyatakan bersangkutpaut dengan alela MATα dan Mat α(Watson dkk 1987) Alela-alela itu terletak pada kromosom 3, tepatnya di lokus MAT Dinyatakan bahwa alela MATα menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamina dimanifestasikan bilamana alela MATamenempati lokus MAT Dewasa ini sudah diketahui bahwa selain gen MAT, ada juga dua lokus kelamin (tidak terekspresikan) yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari lokus MAT (Watson dkk, 1987). Lokus di sebelah kiri adalah HML terletak pada posisí 200 kb dari lokus MAT, sedangkan yang terletak di sebelah kanan adalah HMR. HML mengandung suatu kopi diam untuk informasia HMR juga merupakan gen diam, mengandung informasi yang spesifik untuk α. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup pemberian informasi genetic dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke lokus MAT.



PEMBALIKAN KELAMIN PADA IKAN Sebenarnya faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok Sosial ikan bukan hanya matinya (penghilangan) individu jantan (pada kelompok protogynous) dan individu betina (pada kelompok ikan protandrous); masih ada beberapa faktor lain yang diduga dapat juga berperan sebagai penginisiasi pembalikan kelamin termaksud. Dalam hubungan ini sudah pernah diduga bahwa pembalikan kelamin dapat diinisiasi oleh perubahan-perubahan fisiologis endogen yang terkait dengan beberapa keadaan atau kondisi Kondisi-kondisi yang menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen termaksud adalah "suatu ukuran tertentu" (Shapiro, 1981a, atas dasar Ballough, 1947 dan Wenner, 1972), "umur"(Shapiro, 1981a, atas



dasar Mc Erlean dan Smith, 1964 dan Warner, 1975), "tingkat perkembangan" (Shapiro, 1981a, atas dasar Liem, 1963 dan Harrington, 1971), serta "peningkatan rasio kelamin (dewasa) betina terhadap jantan (Shapiro, 1981a, atas dasar Shapiro dan Lubbock, 1980) Kondisi-kondisi yang menjadi latar belakang perubahan fisiologis endogen itulah secara singkat disebut sebagai faktor-faktor penginisiasi pembalikan kelamin sebagaimana yang telah dikemukakan. Berkenaan dengan faktor faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada ikan, yang dapat diobservasi secara langsung adalah penghilangan individu jantan pada kelompok protogynous (Shapiro, 1981a, atas dasar Fishelson, 1970 dan Robertson 1972 serta Shapiro, 1979); atau penghilangan individu betina pada kelompok protandrous (Shapiro, 1981a, atas dasar Fricke dan Fricke, 1977) Dewasa ini pembalikan kelamin buatan pada ikan sudah banyak yang dilakukan dengan bantuan sex inducer berupa hormon steroid. Pembalikan kelamin buatan pada ikan dengan bantuan sex inducer tersebut dapat mengubah individu betina menjadijantan maupun sebaliknya. Pembalikan kelamin pada ikan dari individu betina menjadi jantan dilakukan dengan bantuan hormon-hormon steroid yang tergolonginducer jantan;sedangkan pembalikan kelamin dari individujantan menjadi betina dilakukan dengan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer betina. Hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan adalah kelompok androgen, sedangkan yang tergolong inducer betina adalah kelompok estrogen. PEMBALIKAN KELAMIN PADA BURUNG Ayam betina (ZW) yang sudah bertelur diketahui dapat mengalami perubahan ciri-ciri kelamin sekunder seperti perkembangan bulu jantan, serta kemampuan berkokok; bahkan juga mengalami perkembangan testis yang terbukti dapat menghasilkan sel-sel sperma (Stansfield, 1983). Keadaan tersebut dapat terjadi sebagai akibat kerusakan jaringan ovarium karena penyakit; dan pada keadaan tanpa hormon kelamin betina, jaringan testikuler rudimenter yang terdapat di tengah ovarium mengalami proliferasi. Dalam ini individu jantan baru hasil pembalikan kelamin tersebut tetap memiliki genotip ZW



RQA : Vina Rizkiana 1. Jelaskan mengenai hermaphrodit sejati!



Jawab : Individu hermaphrodit sejati dapat juga muncul sebagai suatu akibat dari kejadian gagal berpisah. Kejadian gagal berpisah tersebut berlangsung pada awal perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XY atau XXY, yang menghasilkan suatu mosaik dari galur-galur sel XO/XY, XX/XY dan sebagainya. Nur Alfi M. S. 1. Bagaimana ekspresi kelamin pada makhluk hidup prokariotik? Sel Eschericia coli jantan (F+) ditandai dengan terkandung faktor F berupa badan terpisah dari kromosom utama. Jika sel Eschericia coli berkelamin betina (F-) jika di dalam sel itu tidak terkandung faktor F. Transfer materi genetik dari sel jantan ke sel betina didahului terbentuknya pasagan konjugasi antara kedua sel. Pasnagan konjugasi terbentuk melalui pelekatan suatu pilus kelamin jantan pada permukaan suatu sel kelamin betina. 2. Apa perbedaan kromosom kelamin pada makhluk hidup tingkat tinggi dan rendah ? Pada kelompok makhluk hidup tingkat takson primitive tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada kelompok tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin.Mekanisme mutasi pada dua lokus, diikuti oleh proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun kromosom proto Y