Resume Bridge Bunga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME GIGI TIRUAN JEMBATAN (BRIDGE)



Disusun oleh: Bunga Maulani Iskandar G4G014001 Supervisor: drg. Bambang Tri Hartomo



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2016



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Trauma, karies, penyakit periodontal, dan iatrogenik merupakan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kehilangan gigi. Kehilangan gigi akan menyebabkan beberapa gangguan, misalnya gangguan pada fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan pada lingir alveolar (Jubhari, 2007). Akibat tanggalnya gigi dapat



mengakibatkan



beberapa



permasalahan



dalam



mencerna



makanan, yaitu menurunnya kemampuan menelan, kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari lidah yang menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut. Hal tersebut dapat mengakibatkan tingginya deposit makanan sehingga muncul beberapa permasalahan diantaranya bau mulut, kerusakan gigi, penyakit periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti dengan gigitiruan maka dapat menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang bekas gigi yang hilang. Apabila keadaan ini terus berlanjut, akan mengakibatkan disorientasi dari sendi temporomandibula yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan yang mungkin timbul akibat hilangnya gigi yang tidak segera diganti adalah resorpsi tulang alveolar, perubahan dimensi vertikal, dan status kesehatan gigi dan mulut (Zigurs dkk., 2005). Permasalahan-permasalahan yang muncul



tersebut



dapat



dihindari yaitu dengan cara pembuatan gigitiruan. Saat ini penggunaan gigitiruan cekat (GTC) di kalangan masyarakat sudah sangat populer untuk menggantikan gigi yang hilang, karena GTC memiliki konstruksi



yang baik dan hanya menutupi sedikit jaringan penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang secara cekat di dalam mulut. Gigitiruan cekat adalah resorasi yang direkatkan secara permanen pada gigi yang telah dipersiapkan untuk memperbaiki sebagian



atau



kerusakan/kelainan



seluruh dan



permukaan untuk



gigi



menggantikan



yang



mengalmi



kehilangan



gigi.



Gigitiruan cekat meliputi mahkota tiruan (penuh, sebagian, pasak) dan gigitiruan jembatan (bridge). Gigitiruan jembatan (GTJ) dapat meningkatkan kemampuan mastikasi, menjaga kesehatan dan integritas lengkung gigi serta memperbaiki estetika pada pasien (Martanto, 1981).



BAB II



TINJAUAN PUSTAKA



A. Pemeriksaan pada Pembuatan Gigitiruan Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting terhadap suksesnya pembuatan gigitiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan perawatan pendahuluan pada pembuatan gigitiruan mempunyai beberapa pertimbangan: 1. Membentuk kesehatan jaringan periodontal. 2. Pemulihan gigi pasien. 3. Pemulihan dan mengharmoniskan hubungan oklusal. 4. Penggantian dari gigi yang hilang. Selain diagnosa dan perawatan pendahuluan, ada hal-hal yang sama pentingnya, yaitu: 1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigitiruan yang akan dibuat, 2. 3. 4. 5.



sehingga pasien mengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut. Memastikan kebutuhan gigitiruan untuk pasien. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnesa dan pemeriksaan terhadap pasien. Anamnesa yaitu menanyakan kepada pasien mengenai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gigitiruan



yang akan dipakai. a) Pemeriksaan subjektif Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya: mengunyah di satu sisi, bruxism. Apakah memakai gigitiruan, jika



pernah



bagaimana



pernah



keluhan- keluhan



gigitiruan yang lama. b) Pemeriksaan objektif 1) Pemeriksaan ektra oral a. Bentuk muka/wajah b. Bentuk bibir. Tebal tipis bibir akan mempengaruhi retensi gigitiruan yang akan dibuat, dimana bibir yang tebal akan memberi retensi yang lebih baik.



c. Sendi rahang 2) Pemeriksaan intra oral a. Pemeriksaan terhadap gigi  Gigi yang hilang  Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai ada kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigitiruan, maka sebaiknya gigi tersebut dicabut.  Oklusi, diperhatikan hubungan oklusi gigi atas dengan gigi bawah yang ada.  Warna gigi. Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigitiruan sebagian lepasan terutama pada pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.  Oral hygiene  Rontgen foto, mengetahui kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga, gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar, kista, kelainan periapikal, resorbsi tulang.  Resesi gingival  Vitalitas gigi b. Pemeriksaan terhadap mukosa Inflamasi pada mukosa harus disembuhkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pencetakan. c. Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar (bentuk U, V, d. e. f. g.



datar, sempit, luas, undercut) Ruang antar rahang Adanya torus Pemeriksaan jaringan pendukung gigi Pemeriksaan terhadap frenulum.



B. Definisi Gigitiruan Jembatan Gigitiruan jembatan (bridge) disebut juga fixed partial denture adalah suatu protesa sebagian yang diletakkan secara tetap pada satu



atau lebih dari satu gigi penyangga dan mengganti satu atau lebih dari satu gigi/geraham yang hilang (Martanto, 1981). C. Indikasi dan Kontraindikasi Menurut Martanto (1981), hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan GTJ adalah: 1. Keadaan kesehatan, kedudukan, kondisi dan tempatnya di rahang dari gigi/gerahaam yang masih ada, yang akan dipakai sebagai penyangga Jumlah gigi/geraham yang akan diganti Unsur penderita Keadaan kesehatan gusi, selaput akar dan tulang rahang Kebersihan rongga mulut Indeks karies Oklusi Keadaan/posisi gigi antagonis Adapun indikasi pemakaian dari GTC, yaitu : 1 Usia penderita 20-50 tahun 2 Kehilangan satu atau lebih gigi 3 Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



4 5



edentulus Gigi di sebelah daerah edentulus miring Kondisi periodonsium harus dipastikan melalui foto rontgen



6



tidak ada kelainan Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup



untuk dietsa. Indikasi khusus: 1. Gigi penyangga: - Vital & non vital dengan perawatan saluran akar - Jaringan periodontal sehat - Bone support baik - Bentuk akar yang panjang - Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang - Bentuk dan besar anatomis gigi normal - Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat 2. Gigi antagonis: Oklusi normal 3. Gigi tetangga: Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring. Kontraindikasi pemakaian GTC :



1



Kontra indikasi untuk usia dibawah 20 tahun karena: - Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur - Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas - Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat



pertumbuhan gigi dengan rontgen - Dapat menghambat pertumbuhan tulang 2 Kontraindikasi untuk usia diatas 50 tahun karena: - Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi - Terjadi perubahan jaringan pendukung dan resobsi tulang



3 4 5 6 7 8



alveolar secara fisiologis - Kelainan jaringan yang bersifat patologis Pasien yang tidak kooperatif Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang Kelainan jaringan periodonsium Prognosis yang jelek dari gigi penyangga Diastema yang panjang Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah



anodonsia. D. Komponen-komponen GTJ Gigitiruan jembatan terdiri dari retainer, konektor, dan pontik serta didukung oleh gigi penyangga.



Gambar 1. Komponen Gigitiruan Jembatan 1. Retainer Retainer merupakan komponen GTJ yang direkatkan dengan semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan, dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi. Jenis reatainer terdiri dari : a. Retainer ekstrakorona Retainer yang retensinya berada dipermukaan luar gigi penyangga. Contohnya complete veneer corwn atau partial veneer crown. b. Reainer intrakorona



Retainer yang retensinya berada di bagian dalam mahkota gigi penyangga. Contohnya inlay dan onlay. c. Retainer dowel core Retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat (Barclay, 2001). 2. Konektor Konektor merupakan komponen yang menghubungkan retainerretainer, retainer-pontik, dan pontik-retainer. Konektor terdiri dari: a. Konektor rigid Konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen GTJ. b. Konektor nonrigid Konektor yang memungkinkan terjadinya pergerakan terbatas pada



komponen



GTJ.



Bertujuan



untuk



mempermudah



pemasangan dan perbaikan (Barclay, 2001). 3. Pontik Pontik merupakan komponen yang menggantikan gigi asli yang hilang. Tipe pontik dibedakan menjadi (Shilingburg, 1997): a. Pontik yang berkontak dengan residual ridge 1) Saddle / saddle ridge lap pontic Saddle pontic menutup seluruh permukaan rongga gigi dan embrasure, permukaan yang menghadap ginggiva cekung sehingga sulit dibersihkan, biasanya digunakan untuk regio anterior karena mempunyai estetika yang cukup baik. Pontik tipe ridge lap, mirip dengan tipe saddle tetapi bagian lingual yang kontak dengan ridge tidak seluas tipe saddle. 2) Modified ridge lap pontic Gingiva bagian bukal menempel hingga pada puncak ridge, sedangkan bagian lingualnya menjauh dari ridge berbentuk agak cembung, mudah untuk dibersihkan dan estetika masih cukup bagus terutama untuk daerah posterior



tetapi pontik ini mengakibatkan gangguan bicara pada saat udara dan ludah menekan permukaan lingualnya. 3) Conical pontic Pontik tipe bulat atau konikal, bentuknya membulat dengan ujung menebal pada ridge, biasanya dugunakan pada rahang bawah, tidak bisa digunakan pada bentuk ridge yang lebar karena memudahkan penumpukan debris. 4) Ovate pontic Pontik tipe ovate, ujung pontik membulat masuk ke dalam cekungan bekas pencabutan gigi, memberi kesan gigi tumbuh dari dalam ridge. Pontik ini diindikasikan untuk pasien setelah pencabutan gigi , yang tidak ingin dirawat dengan implan, dan yang menginginkan estetika yang bagus khususnya gigi anterior. Sedangkan kontraindikasinya adalah pada gigi yang coronal-apical ridge tidak cukup tinggi atau bukal-lingualnya tidak cukup untuk membentuk tulang dan kontur jaringan yang penting untuk menampilkan gusi secara keseluruhan (Dylina, 1999). b. Pontik yang tidak berkontak dengan residual ridge 1) Sanitary/hygienic pontic Merupakan pontik yang mudah dibersihkan karena tidak berkontak dengan edentulous ridge. Pontik tipe ini dindikasikan untuk gigi posterior rahang bawah atau pasien dengan kondisi oral hygine yang buruk. 2) Modified sanitary pontic/perel pontic Merupakan modifikasi sanitary pontic. Permukaan dasar pontik cekung pada arah mesiodistal dan fasiolingual. Desain pontik ini memungkinkan terjadinya self cleansing



sehingga diindikasikan untuk gigi posterior rahang bawah dan bila oral hygine pasien buruk (Robert, 2002). 4. Abutment Abutment merupakan gigi yang mendukung GTJ sebagai tempat retainer direkatkan dengan semen.



Menurut Martanto (1981),



persyaratan gigi yang dijadikan sebagi abutment adalah sebagai berikut: a. Perbandingan mahkota-akar Merupakan perbandingan antara jarak oklusal gigi ke alveolar crest dan panjang akar yang tertanam di dalam tulang alveolar. Jika terdapat resobsi tulang alveolar, maka gaya lateral pada gigi dapat menyebabkan rusaknya ligamen periodontal, kemudian mengakibatkan gigi goyang. Bila derajat mobilitas gigi tinggi, gigi dapat lepas dari soket. Perbandingan mahkota akar yang optimal untuk gigi penyangga GTJ adalah 2:3 atau minimal 1:1. b. Konfigurasi akar Gigi penyangga yang memiliki akar dengan dimensi fasiolingual lebih lebar daripada mesiodistal lebih baik daripada gigi penyangga yang berakar bulat. Sedangkan gigi posterior yang memiliki bentuk akar yang menyebar akan mendapat dukungan periodontal lebih baik daripada bentuk akar yang konvergen. c. Luas ligamen periodontal Merupakan jumlah luas permukaan perlekatan ligamen periodontal ke tulang alveolar. Gigi yang lebih besar memiliki luas ligamen periodontal yang besar, sehingga dapat menahan tekanan yang lebih besar. d. Hukum Ante



Hukum ini mengatakan: seluruh luas ligamen perodonsium gigi penyangga harus paling sedikit sama, atau melebihi seluruh luas ligamen periodonsium gigi yang diganti. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam memilih gigi abutment adalah: a. Gigi yang tidak membutuhkan restorasi Bila gigi yang akan dijadikan penyangga GTJ bebas karies dan tidak memiliki kelainan apapun tipe GTJ yang paling tepat digunakan adalah adhesive bridge/resim bonded fixed partial denture. GTJ tipe ini memungkinkan gigi bebas karies ini dipreparasi secara minimal untuk mendapatkan retensi dan estetik yang optimal tanpa membahayakan pulpa. b. Gigi yang membutukan restorasi Gigi penyanggga yang membutuhkan restorasi karena gigi tersebut mengalami karies, fraktur, diskolorasi, erosim abrasi, atrisi, dan kelainan morfologi (bentuk), maka sebelum dilakukan preparasi pada gigi penyangga lesi karies harus dibersihkan dengan sempurna. Setelah itu gigi di preparasi, kemudian direstorasi dan dipersiapkan untuk dijadikan penyangga. c. Gigi yang memerlukan perawatan saluran akar Gigi nonvital yang akan dijadikan penyangga GTJ terlebih dahulu harus dilakuka perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar yang dilakukan harus sempurna dan gigi penyangga tersebut harus telah dipersiapkan dengan pasak dan inti sebagai retensinya. d. Gigi miring Biasanya terjadi pada gigi molar kedua rahang bawah yang miring ke arah mesial akibat hilangnya gigi molar



pertama. Hal tersebut menyebabkan perrubahan inklinasi gigi sehingga tidak mungkin dilakukan peparasi gigi yang sejajar. Agar preparasi tidak membahayakan pulpa dan gigi tetangga, maka perlu dilakukan modifikasi preparasu atau dnegan menggunakan konektor non rigid. E. Desain Preparasi Tepi Restorasi Gigitiruan Preparasi gigi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembuatan mahkota logam porselen sehingga harus dilakukan secara hati-hati terutama pada preparasi subgingiva, agar tidak melukai jaringan gingiva terutama yang tipis dan halus. Bila perlekatan gingiva mengalami luka yang terjadi selama preparasi, dapat menyebabkan resesi. Preparasi subgingiva harus berakhir 0,5 mm lebih pendek dari perlekatan epitel. (Edy, 2005). Bur yang digunakan dapat melukai dan merusak jaringan gingiva, sehingga kontur jaringan lunak secara estetis menjadi buruk. Oleh karena itu diperlukan pengurangan jaringan gigi yang memadai untuk memberi ruangan yang cukup, baik untuk penampilan estetik maupun fungsi yang normal. (Edy, 2005). Berdasarkan lokasinya dikenal tiga jenis akhiran preparasi, yaitu akhiran preparasi supragingiva, akhiran preparasi subgingiva, dan akhiran preparasi setinggi gingiva. Sedangkan menurut bentuknya dikenal empat macam akhiran preparasi. yaitu knifeedge/ feather edge, preparasi shoulder, preparasi bevel shoulder, dan akhiran preparasi chamfer (Edy, 2005). 1 Preparasi shoulder



Preparasi shoulder ini adalah preparasi yang mempunyai bahu mengelilingi seluruh servikal sehingga disebut full shoulder atau partial shoulder jika hanya bagian labial/bukal. Preparasi ini lebih menjamin adanya ruangan yang cukup di daerah servikal terutama untuk kelompok restorasi metal porselen atau metal akrilik. Teknik preparasi ini lebih sulit dan tidak mungkin dikerjakan pada gigi yang mempunyai ruang pulpa yang besar. Bur yang digunakan dalam pembuatan akhiran tepi servikal ini adalah bur bentuk fisur runcing yang ujungnya rata. Bur ini digunakan apabila diperlukan ruangan untuk penempatan restorasi yang terbuat 2



dari porselen (Edy, 2005). Preparasi bevel shoulder Bentuk akhiran tepi servikal ini merupakan kombinasi dari bentuk bahu penuh yang disertai dengan bevel. Preparasi bevel shoulder ternyata dapat menghasilkan kontur yang baik untuk penempatan tepi restorasi karena jika bahu ditempatkan pada lokasi yang tepat maka tepi bevel dapat berada dalam sulkus gingival tanpa mengganggu dasar sulkus gingiva. Preparasi ini memenuhi dua syarat penting pada daerah servikal yaitu, memberikan ruangan yang cukup untuk bahan restorasi yang diperoleh dari bahu dan memungkinkan adaptasi tepi yang adekuat dari bevel. untuk membuat bahu dan bevel di sub gingiva, bahu perlu dipreparasi setinggi tepi gusi yang sehat dan kemudian ditambahkan bevel 0,3-0,5



mm. Cara preparasi ini memungkinkan kontrol penempatan tepi restorasi dengan baik. Bentuk bevel shoulder ini digunakan sebagai akhiran tepi servikal pada restorasi metal porselen, namun porselen tidak ditempatkan pada bagian bevelnya. Bagian bevel biasanya ditempati oleh metal collar atau restorasi yang bagian leher/tepi servikalnya terbuat dari 3



logam (Edy, 2005). Preparasi chamfer Beberapa peneliti menganggap sebuah akhiran servikal yang bersudut tumpul atau bentuk dengan potongan melintang yang melengkung disebut dengan chamfer. Bell dkk yang dikutip oleh Reitemeier menyatakan bahwa preparasi dilakukan dengan pengurangan setebal 1,5 mm, sudut garis internal yang membulat dari sudut cavosurface sebesar



135°.



Desain



preparasi



tepi



ini



sangat



menguntungkan jika dipakai untuk lahkota logam porselin, karena tepi logamnya dapat dibuat relatif tipis. Bentuk chamfer seringkali digunakan sebagai akhiran tepi servikal dari restorasi yang terbuat dari logam, namun bukan berarti bahwa bentuk chamfer lebih istimewa jika dibandingkan dengan bentuk akhiran preparasi servikal lainnya. (Edy, 4



2005). Knife-edge/feather edge atau shoulderless Bentuk preparasi ini dapat digunakan untuk restorasi yang terbuat dari logam. Keuntungan dari bentuk akhiran preparasi ini adalah pengambilan jaringan yang lebih sedikit,



namun preparasi tidak dapat dievaluasi secara tepat pengurangan di bagian tepi servikal sehingga dapat mengakibatkan akhiran tepi servikal terlalu dalam di sulkus gingiva dan mengiritasi jaringan periodontal. (Edy, 2005). Kekurangan dari akhiran tepi servikal knife-edge ini adalah batasnya sulit dilihat secara jelas pada gigi yang dipreparasi maupun pada model. Bentuk akhiran ini memerlukan pengamatan secara lebih teliti oleh laboran terutama pada saat membuat pola malamnya. Bentuk knifeedge merupakan akhiran tepi servikal yang digunakan pula pada restorasi yang terbuat dari bahan emas karena preparasinya



dapat



dibuat



secara



lebih



mudah



dan



pengambilan jaringan gigi tidak terlalu banyak, sehingga tidak membahayakan jaringan pulpa gigi. (Edy, 2005).



Gambar 2. Tepi akhiran preparasi F. Macam-macam Desain



Terdapat 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. 1. Fixed-fixed bridge Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang (Barclay, 2001).



Gambar 3. Gambaran fixed-fixed bridge 2. Semi fixed bridge Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan



antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi (Gambar 4).



Gambar 4. Gambaran semi-fixed bridge 3. Cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan (Gambar 5).



Gambar 5. Gambaran cantilever bridge 4. Spring cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang,



tergantung



pada



posisi



dari



lengkung



gigi



penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigi tiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang (Barclay, 2001).



Gambar 6. Gambaran spring cantilever bridge



5. Compound bridge Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan.



Gambar 7. Compound Bridge G. Dampak Desain yang buruk Desain gigitiruan yang



tidak



memenuhi



syarat



dapat



menimbulkan pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut (Manhold dkk., 1985), terutama pada jaringan gingiva, misalnya: 1 Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar.



2



Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar



3



pembusukan makanan dan gingivitis. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi



4



gingiva. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari perlekatannya terhadap inflamasi



5



jaringan



akibat



toksin



yang



dibentuk



oleh



mikroorganisme yang berinkubasi. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan



6 7



jika



dalam



keadaan



kronik,



dapat



mempercepat



terbentuknya poket. Kontrol plak yang kurang dari pasien Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan



karena



makanan



terperangkap.



Dengan



berkurangnya perawatan di rumah, maka masalah jaringan 8



periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies gigi. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut.



BAB III LAPORAN KASUS



A. Kasus Pasien laki-laki berusia 27 tahun datang ke RSGMP Unsoed ingin dibuatkan gigitiruan. Pasien pernah melakukan pencabutan gigi 1 tahun yang lalu. Saat ini tidak ada keluhan hanya saja pasien kurang nyaman secara esetik karena terlihat ompong. Pemeriksaan objektif gigi 45 missing dikarenakan pencabutan. Tidak terdapat pergerakan pada gigi-gigi sebelahnya, gigi 44 dan 46 dalam keadaan normal, gigi 15 mengalami rotasi. Keadaan umum rongga mulut pasien baik. Tidak dicurigai mengalami kelainan sistemik. Tidak memiliki kebiasaan buruk. Pasien merupakan seorang wiraswasta. Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu foto radiografi periapikal (Gambar 1) menunjukkan daerah kehilangan gigi 45 dengan tulang alveolar belum menutup sempurna dan kondisi gigi-gigi sebelahnya dalam batas normal.



Gambar 1. Gambaran radiografi area edentulous



B. Tahap persiapan pra preparasi 1. Pembuatan mahkota sementara a. Pembuatan pontik gigi menggunakan malam b. Cetak dengan alginat kemudian disimpan sejenak dengan menggunakan tissue yang lembab



c. Setelah preparasi gigi pada model selesai, olesi gigi yang telah di preparasi serta daerah sekitarnya dengan vaseline d. Cetakan alginat yang telah dibuat dicobakan kemudian diberi tanda dengan pensil warna untuk mempermudah reposisi kedudukan pada saat dimasukan kembali kedalam mulut e. Buat adonan cold cure acrylic sewarna gigi pada dappen glass f. Masukan adonan akrilik tersebut kedalam cetakan alginat yang telah diberi tanda. Posisikan kembali cetakan kedalam model gigi yang telah di preparasi fiksasi sebentar hingga mengeras g. Keluarkan cetakan alginat, buang kelebihan akrilik pada alginat, rapikan bagian proksimal, bukal/labial, palatal/lingal, kemudian lepaskam akrilik dari alginat h. Cobakan kembali mahkota tiruan sementara i. Haluskan dan poleh mahkota tiruan sementara 2. Pemilihan warna gigi Warna gigitiruan harus disesuaikan dan dibuat harmonis dengan warna gigi geligi asli yang masih ada di rongga mulut dan warna kulit, rambut serta warna mata. Warna gigi juga hendaknya dapat dibedakan berdasarkan usia, karena seiring bertambahnya usia warna gigi juga semakin gelap. Faktor penentu lain warna gigi juga dapat ditentukan lewat posisi pasien dan sumber cahaya yang digunakan saat pemilihan warna anasir gigitiruan. Cahaya sinar matahari alamiah pada hari yang cerah merupakan sumber utama pencahayaan yang ideal. Selain itu, anasir gigitiruan juga harus diamati dibawah bantuan sinar lampu yang terang pada ruang praktek karena pasien pemakai gigitiruan tersebut akan lebih sering tampil dalam kondisi di dalam ruangan. C. Tahap preparasi 1. Preparasi proksimal Pada prinsipnya sama dengan preparasi mahkota tiruan penuh. Pedoman preparasi dan alat yang dipakai sama, yang terpenting adalah kesejajaran bidang proksimal gigi penyangga satu dengan yang lain. Pelaksanaan menggunakan bur fissure,



preparasi



sebanyak



1,5mm-2mm,



preparasi



bertujuan



untuk



menghilangkan kecembungan yang akan menghalangi masuknya mahkota sampai ke akhiran servikal, menjajar-sisikan bidang mesial dan distal, menjajar-sisikan bidang mesial dan distal dengan arah masuk (path of insertion). 2. Preparasi oklusal Pada gigi posterior sedikit berbeda dikarenakan bidang oklusal yang luas dibandingkan bidang insisal gigi anterior. Menggunakan round end tappered bur, edoman preparasi dengan membentuk groove pada 2 bidang sedalam 1-1,5 mm. Kemudian lakukan pengasahan bidang buko oklusal terlebih dahulu dari goove ke arah mesial-distal, baru dilanjutkan pada bidang linguo oklusal. 3. Preparasi bukal dan lingual Dengan menggunakan bur diamond fissure, buat pedoman groove seperti pada mahkota tiruan penuh. Pengasahan dilakukan sesuai dengan sumbu gigi dan sedikit konvergen 2-5o dari sumbu gigi ke arah oklusal. 4. Preparasi servikal Bentuk preparasi disesuaikan dengan bahan restorasi yang akan digunakan. Untuk restorasi porcelain fused to metal, tepian preparasi yang digunakan adalah tipe chamfer. D. Penurunan jaringan gingiva Hal ini dilakukan sebelum preparasi servikal dan pencetakan sehingga hasil cetakan margin gingiva jelas dan akurat dengan menggunakan retraction cord yang diulasi epinephrine. E. Pencetakan Setelah selesai dilakukan preparasi gigi, tahap selanjutnya adalah pencetakan hasil preparasi. 1 Menggunakan sendok cetak sebagian atau penuh sesuai kebutuhan 2 Menggunakan bahan cetak elastomer dengan teknik double impression 3 Cetakan negatif diisi dengan gips stone 4 Cetakan positif (model kerja) dipasang di okludator. F. Proses pembuatan gigitiruan jembatan PFM G. Insersi GTJ Setelah selesai pembuatan mahkota GTJ dari proses laboratorium GTJ dicobakan terlebih dahulu untuk menilai bentuk, ukuran, kedudukan, keakuratan pinggiran servikal, oklusi, dan artikulasi. Selanjutnya GTJ diinsersikan menggunakan zink phosphate cement atau GIC luting cement.



H. Kontrol paska penggunaan gigitiruan jembatan.



DAFTAR PUSTAKA



Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone. Dylina, T.J. 1999. Contour Determination for Ovate Pontic. J Prosthet Dent, 82 (2) : pp 136 -142. Edy, Machmud. 2005. Desain Preparasi Gigitiruan Cekat Mempengaruhi Kesehatan Jaringan Priodontal. Dentofasial Jurnal Kedokteran. 8(2): 14-15.



Manhold, John A, Balbo MP 1985. Ilustrated dental terminology with spansh, French, and german correlation. 7th ed. Philadelphia: JB Lippincott.p.76 Martanto P., 1981. Ilmu Mahkota dan Jembatan Jilid I. Bandung: Penerbit Alumni. Robert, AL. 2002. Ovate Pontic Design : Maximizing Esthetics, Function of Fixed Partial Bridge,. Dental Product Report, June, p.1.



Shilingburg H, Hobo S, Whitsett L, Richard J, Brackett S. 1997. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. North Kimberly Drive: Quintessence Publishing Co, Inc;.p.1