6 0 237 KB
Nama
: Nidya Tri Pujiati
Nim
: 145206102
Prodi
: Manajemen Bisnis S-1
Semester
: VII (Tujuh) / Sore B
Matkul
: Hukum Bisnis
RESUME UU NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. ( Pasal 1, ayat 1)
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. ( Pasal 1, ayat 2)
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. ( Pasal 1 ayat 3 )
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. ( Pasal 1 ayat 4 )
Pengusaha adalah : orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. ( Pasal 1 ayat 5a, 5b, dan 5c )
Perusahaan adalah : setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. ( Pasal 1 ayat 6a, 6b )
Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan 1
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. ( Pasal 1 ayat 7 )
Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan. ( Pasal 1 ayat 8 )
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. ( Pasal 1 ayat 9 )
Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. ( Pasal 1 ayat 10 )
Pemagangan : bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan dilembaga pelatihan dengan bekerja langsung dibawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. (( Pasal 1 ayat 11 )
Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. ( Pasal 1 ayat 12 )
Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. ( Pasal 1 ayat 13 )
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. ( Pasal 1 ayat 14 )
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. ( Pasal 1 ayat 15 )
Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ( Pasal 1 ayat 16 )
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,terbuka, 2
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. ( Pasal 1 ayat 17 )
Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh. ( Pasal 1 ayat 18 )
Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentangmasalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah. ( Pasal 1 ayat 19 )
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. ( Pasal 1 ayat 20 )
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. ( Pasal 1 ayat 21 )
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. ( Pasal 1 ayat 22 )
Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. ( Pasal 1 ayat 23 )
Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. ( Pasal 1 ayat 24 )
Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. ( Pasal 1 ayat 25 )
Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. ( Pasal 1 ayat 26 )
Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00. ( Pasal 1 ayat 27 )
1 hari adalah waktu selama 24 jam. ( Pasal 1 ayat 28 ) 3
Seminggu adalah waktu selama 7 hari. ( Pasal 1 ayat 29 )
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. ( Pasal 1 ayat 30 )
Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. ( Pasal 1 ayat 31 )
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakan pelaksananaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. ( Pasal 1 ayat 32 )
HUBUNGAN dan PERJANJIAN KERJA
Hubungan kerja terjadi karena ada perjanjian antara pengusaha dengan pekerja. ( Pasal 50 )
Dibuat dengan tertulis maupun lisan ( Pasal 51 ayat 1 )
Perjanjian kerja secara tertulis harus sesuai dengan peraturan. ( Pasal 51 ayat 2 )
Perjanjian tertulis sekurang-kurangnya memuat : Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; Jabatan atau jenis pekerjaan; Tempat pekerjaan; Besanya upah dan cara pembayarannya; Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan Tandatangan para pihak dalam perjanjian kerja. ( Pasal 54 ayat 1a-i )
Perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, PKB dan peraturan perundang-undangan. ( Pasal 111 ayat 2 )
Perjanjian tidak dapat diubah dan diputus sepihak tanpa persetujuan kedua belah pihak. ( Pasal 55 )
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu dan waktu tidak tertentu. ( Pasal 56 ayat 1 )
4
PERJANJIAN UNTUK WAKTU TERTENTU
Perjanjian untuk waktu tertentu tidak boleh atau mensyaratkan masa percobaan ( Pasal 58 ayat 1 )
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, contoh : maksimal 3 thn, bersifat musiman, pekerjaan yang sifatnya percobaan, produk tambahan. ( Pasal 59 ayat 1a-d )
Pekerjaan untuk waktu tertentu tidak boleh untuk pekerjaan yang bersifat tetap. ( Pasal 59 ayat 2 )
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang dan diperbaharui. ( Pasal 59 ayat 3)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diadakan paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali selama-lamanya 1 tahun. ( Pasal 59 ayat 4 )
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. ( Pasal 59 ayat 5 )
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun. ( Pasal 59 ayat 6 )
PERJANJIAN UNTUK WAKTU TIDAK TERTENTU
Dapat mensyaratkan masa percobaan paling lama 3 bulan. ( Pasal 60 ayat 1 )
Dalam masa percobaan dilarang membayar upah dibawah upah minimum. ( Pasal 60 ayat 2)
Perjanjian kerja berakhir : Pekerja meninggal dunia; Berakhir jangka waktu perjanjian kerja; Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Ada kejadian tertentu di dicantumkan dalam Perjanjian kerja, PKB atau Peraturan perusahaan yang menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. ( Pasal 61 ayat 1a-d )
5
Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau hibah. ( Pasal 61 ayat 2 )
Apabila pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. ( Pasal 61 ayat 4 )
Dalam hal pekerja meninggal dunia, ahli waris pekerja berhak mendapat hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. ( Pasal 61 ayat 5 )
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena yang ditentukan undang-undang, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. ( Pasal 62 )
Apabila perjanjian kerja dibuat lisan, maka pengusaha harus membat surat pengangkatan bagi pekerja, yang isinya : nama pekerja, tanggal mulai kerja, jenis pekerjaan dan upah. ( Pasal 63 ayat 1, 2a-d )
Pelaksanaan outsourching diatur dalam pasal 64 s/d 66
6
BAB I sampai BAB VI yang terdiri dari pasal 1 hingga pasal 38. Pada bab I membahas tentang definisi-definisi yang berhubungan dengan ketenagakerjaan seperti apa arti dari istilah tenaga kerja, pengusaha, mogok kerja dll. Sedangkan pada bab selanjutnya membahas mengenai apa asas, landasan, dan tujuan dari pembuatan undang-undang ini. UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Definisi 1.
Ketenagakerjaan
2.
Tenaga Kerja
3.
Pekerja/Buruh
4.
Pemberi Kerja
5.
Pengusaha
6.
Perusahaan
7.
Perencana Tenaga Kerja
8.
Informasi Ketenagakerjaan
9.
Pelatihan Kerja
10. Kompetensi Kerja 11. Pemagangan 12. Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja 13. Tenaga Kerja Asing 14. Perjanjian Kerja 15. Hubungan Kerja 16. Hubungan Industrial 17. Serikat Pekerja / Serikat Buruh 18. Lembaga Kerja Sama Bipartite 19. Lembaga Kerja Sama Tripartite 20. Peraturan Perusahaan 21. Perjanjian Kerja Bersama 7
22. Perselisihan Hubungan Industrial 23. Mogok Kerja 24. Penutupan Perusahaan 25. Pemutusan Hubungan Kerja 26. Definisi Anak 27. Definisi Siang Hari 28. Definisi 1 Hari 29. Definisi 7 Hari 30. Upah 31. Kesejahteraan Pekerja / Buruh 32. Pengawasan Ketenagakerjaan 33. Menteri
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN Pasal 2
Landasan pembangunan ketenagakerjaan
Pasal 3
Asas pembangunan ketenagakerjaan
Pasal 4
Tujuan pembangunan ketenagakerjaan
BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA Pasal 5
Kesempatan yang sama memperoleh pekerjaan
Pasal 6
Perlakuan yang sama dari pengusaha
BAB IV PERENCANAAN TENAGA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN Pasal 7
Penetapan kebijakan dan penyusunan perencanaan tenaga kerja
Pasal 8
Penyusunan perencanaan tenaga kerja berdasarkan informasi
BAB V PELATIHAN KERJA Pasal 9
Tujuan pelatihan penyelenggaraan pelatihan kerja 8
Pasal 10
Dasar, acuan, dan pelaksanaan pelatihan kerja
Pasal 11
Setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan pelatihan kerja
Pasal 12
Tanggung jawab pengusaha dalam pelatihan kerja untuk setiap pekerja
Pasal 13
Pelatihan diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja
Pasal 14
Aturan lembaga pelatihan kerja swasta dan pemerintah
Pasal 15
Persyaratan penyelenggara pelatihan kerja
Pasal 16
Akreditasi untuk lembaga pelatihan kerja swasta dari lembaga akreditasi
Pasal 17
Alasan pemberhentian sementara pelaksanaan pelatihan kerja
Pasal 18
Hak tenaga kerja memperoleh pengakuan (sertifikat) kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja
Pasal 19
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat
Pasal 20
Pelatihan kerja nasional
Pasal 21
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan
Pasal 22
Perjanjian pemagangan antara peserta dan pengusaha
Pasal 23
Tenaga kerja yang mengikuti pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja
Pasal 24
Tempat penyelenggaran pemagangan
Pasal 25
Pemagangan di luar wilayah Indonesia
Pasal 26
Ketentuan penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia
Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30
Menteri dapat mewajibkan perusahaan untuk pelaksanaan program pemagangan Pembentukan koordinasi pelatihan kerja nasional Cara dan tujuan dari pelaksanaan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan oleh pemerintah Pembentukan lembaga produktivitas bersifat nasional
BAB VI PENEMPATAN TENAGA KERJA Pasal 31
Hak dan kesempatan yang sama untuk pindah pekerjaan
Pasal 32
Asas dan tujuan penempatan tenaga kerja 9
Pasal 33 Pasal 34
Pasal 35
Penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri Ketentuan penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dalam undangundang Pemberi kerja dapat melakukan perekrutan atau pelaksanaan penempatan tenaga kerja
Pasal 36
Unsur-unsur pelayanan penempatan tenaga kerja
Pasal 37
Pelaksana penempatan tenaga kerja Larangan pemungutan biaya penempatan tenaga kerja kecuali instansi
Pasal 38
swasta
Pada bab VII membahas perluasan kesempatan kerja. Pada pasal 39 pemerintah berupaya untuk melakuk perluasan kesempatan kerja. Kemudian pada bab selanjutnya yaitu bab VIII diatur tentang penggunaan tenaga kerja asing. Bab ini mengatur ketentuan-ketentuan bagaimana cara perizinan serta rencana penggunaan tenaga kerja asing bagi perusahaan. Sedangkan bab IX dibahas hubungan kerja. Dijelaskan bahwa hubungan kerja dibentuk karena adanya perjanjian kerja. Pada bab IX sangat jelas bagaimana membuat sebuah perjanjian kerja dan masa berlaku dari perjanjian kerja itu didalam perusahaan. Untuk bab X membahas tentang perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan. Bagi kalian yang mencari pasal tentang bagaimana seorang penyandang cacat, anak, perempuan di tempat kerja, pasti kalian akan menemukan jawabannya di bab ini. BAB VII PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Pasal 39 Pasal 40
Pasal 41
Upaya pemerintah dalam perluasan kesempatan kerja Penciptaan kegiatan produktif sebagai perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja Penetapan dan pengawasan oleh pemerintah tentang kebijakan dan perluasan kesempatan kerja
BAB VIII PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING Pasal 42
Ketentuan dan perizinan tenaga kerja asing 10
Pasal 43 Pasal 44
Ketentuan dan tata cara rencana penggunaan tenaga kerja asing Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi pemberi kerja tenaga kerja asing
Pasal 45
Kewajiban pemberi tenaga kerja asing
Pasal 46
Larangan tenaga kerja asing untuk menduduki jabatan yang mengurusi personalia
Pasal 47
Kewajiban pemberi kerja membayar kompensasi kepada setiap tenaga kerja asing
Pasal 48
Pasal 49
Kewajiban pemulangan tenaga kerja asing ke negara asal oleh pemberi kerja ketika hubungan kerja berakhir Ketentuan penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pendamping diatur keputusan presiden
BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Pasal 51
Pembuatan perjanjian kerja
Pasal 52
Dasar pembuatan perjanjian kerja
Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57
Pasal 58 Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61
Pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian kerja Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak Jangka waktu perjanjian kerja Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat tertulis dan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja Kriteria pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu Perjanjian kerja waktu tidak tertentu mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 bulan Sebab berakhirnya perjanjian kerja 11
Kewajiban membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh Pasal 62
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ketika berakhir pernjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditetapkan dan terlepas dari pasal 61
Pasal 63
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
Pasal 64
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis
Pasal 65
Syarat-syarat penyerahan pekerjaan kepada perusahaan pemborongan Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan
Pasal 66
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi
BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN BAGIAN 1: PERLINDUNGAN PARAGRAF 1: PENYANDANG CACAT Pasal 67
Tenaga kerja penyandang cacat wajib diberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya PARAGRAF 2: ANAK
Pasal 68
Pengusaha dilarang memperkerjakan anak Pengecualian anak berumur 13 sampai 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan
Pasal 69
sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial serta persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha untuk memperkerjakan anak pada perkerjaan ringan
Pasal 70 Pasal 71 Pasal 72
Pasal 73
Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan dan dengan syarat tertentu Syarat wajib yang harus dipenuhi pengusaha yang memperkerjakan anak Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya 12
Pasal 74
Pasal 75
Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk seperti yang tercantum Kewajiban pemerintah dalam upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja PARAGRAF 3: PEREMPUAN
Pasal 76
Aturan waktu bekerja pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dan perempuan hamil PARAGRAF 4: WAKTU KERJA
Pasal 77
Kewajiban pengusaha melaksanakan ketentuan waktu kerja seperti yang telah tercantum
Pasal 78
Aturan pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
Pasal 79
Kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh
Pasal 80
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya Aturan pekerja buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
Pasal 81
memberitahukan pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid
Pasal 82
Aturan mendapatkan masa istirahat sebelum dan saatnya melahirkan anak Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
Pasal 83
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
Pasal 84
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh
Pasal 85
Tidak wajib bekerja pekerja/buruh pada hari libur resmi kecuali berdasarkan kesepakatan PARAGRAF 5: KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 86 Pasal 87
Hak pekerja/buruh untuk memperoleh perlindungan seperti yang tercantum Kewajiban perusahaan menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan system manajemen perusahaan
13
BAGIAN 2: PENGUPAHAN Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90
Kebijakan pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan seperti yang telah tercantum Aturan upah minimum Pengusaha dilarang membayarkan upah lebih rendah dari upah minimum, jika tidak mampu dapat melakukan penangguhan Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
Pasal 91
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Penyusunan struktur dan skala upah memperhatikan kriteria tertentu, dan dapat
Pasal 92
melakukan peninjauan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan serta produktifitas Upah tidak dibayarkan apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, dan tidak
Pasal 93
berlaku apabila keadaan-keadaan yang tertentu, pengusaha wajib membayarkan upah kepada pekerja/buruh dengan aturan upah yang telah tercantum Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka
Pasal 94
besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap Aturan denda pada pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalainnya, dan
Pasal 95
pengusaha
yang
karena
kesengajaan
atau
kelalainnya
mengakibatkan
keterlambatan pembayaran upah Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari Pasal 96
hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak Ketentuan penghasilan, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak,
Pasal 97
perlindungan pengupahan, penetapan upah minimum, dan pengenaan denda diatur dengan peraturan pemerintah
Pasal 98
Pembentukan Dewan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan
14
BAGIAN 3: KESEJAHTERAAN Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja Kewajiban
pengusaha
dalam
menyediakan
fasilitas
kesejahteraan
bagi
pekerja/buruh dan keluarganya Pembentukan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan usaha produktif di perusahaan
Di bab XI akan dijelaskan segala seluk beluk tentang aturan hubungan industrial. Aturan hubungan industrial digunakan untuk mengatur hubungan antar pengusaha, pekerja/buruh, dan juga pemerintah. Selain itu hubungan industrial juga membuat lembaga penyelesaian perselisihan serta yang berhubungan dengan mogok kerja diatur di bab ini. Sedangkan pada bab selanjutnya mengatur PHK oleh perusahaan atau pengusaha serta aturan pemberian pesangon juga telah jelas disebutkan besarannya. Jadi para teman-teman pekerja di bidang HR dapat langsung menjelaskan apa saja hak dan tanggung jawab pengusaha jika akan melakukan PHK kepada pekerja/buruhnya. BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL BAGIAN 1: UMUM Pasal 102
Fungsi
pemerintah,
pekerja/buruh/serikat
pekerja,
pengusaha
dan
organisasinya dalam hubungan industrial Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana: a. serikat pekerja/serikat buruh; b. organisasi pengusaha; c. lembaga kerja sama bipartit; d. lembaga
Pasal 103
kerja sama tripartit; e. peraturan perusahaan; f. perjanjian kerja bersama; g. peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan;
dan
h.
lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial BAGIAN 2: SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Pasal 104
Hak pekerja/buruh untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh
15
BAGIAN 3: ORGANISASI PENGUSAHA Pasal 105
Hak setiap pengusaha untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha BAGIAN 4: LEMBAGA KERJA SAMA BIPARTIT Kewajiban membentuk lembaga kerja sama bipartit bagi perusahaan yang
Pasal 106
memperkerjakan 50 orang pekerja/buruh atau lebih yang fungsinya sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hak ketenagakerjaan di perusahaan BAGIAN 5: LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT Fungsi lembaga kerja sama tripartit dalam memberikan pertimbangan, saran,
Pasal 107
dan pendapat kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan pemecahan masalah ketenagakerjaan BAGIAN 6: PERATURAN PERUSAHAAN
Pasal 108
Pasal 109
Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurangnya 10 sepuluh orang wajib membuat peraturan perusahaan Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung dari pengusaha yang bersangkutan Peraturan
perusahaan
disusun
dengan
memperhatikan
saran
dan
pertimbangan dari wakil atau serikat pekerja/buruh Yang termuat dari peraturan perusahaan dan masa berlakunya Aturan dalam pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya
Pasal 113
hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh Kewajiban pengusaha dalam memberitahukan dan menjelaskan isi serta
Pasal 114
pemberian naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh
Pasal 115
Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur dengan Keputusan Menteri BAGIAN 7: PERJANJIAN KERJA BERSAMA 16
Pasal 116
Aturan pembuatan perjanjian kerja bersama oleh serikat pekerja/ serikat buruh Hal musyawarah dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai kesepakatan maka
Pasal 117
penyelesaian dilakukan melaui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Pasal 118
Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan Aturan perwakilan serikat pekerja/ serikat buruh dalam perundingan
Pasal 119
pembuatan kerja bersama dengan pengusaha jika di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat Aturan perwakilan serikat pekerja/ serikat buruh dalam perundingan
Pasal 120
pembuatan kerja bersama dengan pengusaha jika di satu perusahaan hanya terdapat lebih dari satu serikat
Pasal 121
Pasal 122
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota Penyelenggaraan pemungutan suara seperti dalam Pasal 119 ayat (2) oleh panitia yang dibentuk dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus serikat
Pasal 123
Masa berlaku perjanjian kerja bersama dan perpanjangannya
Pasal 124
Hal yang harus dimuat dalam perjanjian kerja bersama
Pasal 125
Kesepakatan dalam perubahan perjanjian kerja bersama
Pasal 126
Kewajiban pelaksanaan kententuan dalam perjanjian kerja bersama
Pasal 127
Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangangan dengan perjanjian kerja bersama Perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian
Pasal 128
kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama Larangan pengusaha dalam mengganti perjanjian kerja bersama dengan
Pasal 129
peraturan perusahaan selama di perusahaan masih terdapat serikat pekerja/buruh
Pasal 130
Ketentuan perpanjangan atau pembaharuan perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya 17
Perjanjian kerja bersama akan tetap berlaku sampai berakhirnya jangka Pasal 131
waktu perjanjian kerja bersama walaupun terjadi pembubaran serikat pekerja/buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan. Dan aturan perjanjian kerja bersama jika terjadi penggabungan perusahaan (merger).
Pasal 132
Aturan mulai berlakunya perjanjian kerja bersama Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatan, perpanjangan,
Pasal 133
perubahan, dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menteri Kewajiban pemerintah melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan
Pasal 134
perundang-undangan ketenagakerjaan untuk mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha Pelaksanaan
Pasal 135
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan
dalam
mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah BAGIAN 8: LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PARAGRAF 1: PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh
Pasal 136
pengusaha dan pekerja/buruh secara musyawarah dan diatur dengan undangundang PARAGRAF 2: MOGOK KERJA
Pasal 137
Mogok kerja sebagai hak dasar akibat gagalnya perundingan Pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh yang bermaksud mengajak
Pasal 138
pekerja/buruh lain untuk mogok kerja dilakukan dengan tidak melanggar hukum Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja untuk melayani
Pasal 139
kepentingan umum dan atau jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa
diatur
sehingga
tidak
mengganggu
kepentikan
umum
atau
membahayakan keselamatan orang lain
18
Kewajiban pekerja/buruh untuk memberitahukan secara tertulis kepada Pasal 140
pengusaha sekurang-kurangnya 7 hari sebelum mogok kerja dan memuat beberapa hal seperti yang tercantum Kewajiban instansi pemerintah dan pihak perusahaan untuk memberikan
Pasal 141
tanda terima atas surat pemberitahuan mogok kerja, dan instansi bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang timbul akibat pemogokkan
Pasal 142
Mogok kerja tidak sah ketika tidak memenuhi ketentuan seperti pada pasal 139 dan pasal 140 Siapapun tidak dapat menghalangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh
Pasal 143
untuk menggunakan hak mogok kerja serta dilarang melakukan penangkapan atau penahanan
Pasal 144
Larangan
pengusaha
mengganti
atau
memberikan
sanksi
kepada
pekerja/buruh terhadap mogok kerja yang dilakukan Pekerja/buruh yang mogok kerja secara sah dalam menuntut hak normative
Pasal 145
yang dilanggar oleh pengusaha, maka pekerja/buruh berhak mendapatkan upah PARAGRAF 3: PENUTUPAN PERUSAHAAN (LOCK-OUT)
Pasal 146
Penutupan perusahaan merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh menjalankan sebagai akibat gagalnya perundingan Penutupan perusahaan dilarang dilakukan pada perusahaan yang melayani
Pasal 147
kepentingan umum atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia seperti yang tercantum
Pasal 148
Kewajiban pengusaha untuk memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan serikat dengan aturan yang telah tercantum Pekerja/buruh, serikat dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima surat pemberitahuan penutupan harus
Pasal 149
memberikan tanda bukti penerimaan yang kemudian dilanjutkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk menyelesaikan masalah
19
BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150
Ketentuan pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi badan usaha seperti pada yang tercantum Pengusaha, pekerja/buruh, serikat, dan pemerintah diupayakan untuk tidak
Pasal 151
terjadi pemutusan hubungan kerja dan jika tidak dapat dihindari harus ada langkah perundingan
Pasal 152
Pasal 153
Permohonan penetapan dapat diterima oleh lembaga penyelesaian hubungan industrial jika telah menempuh langkah perundingan seperti pada pasal 151 Alasan yang dilarang untuk digunakan pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja Penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Pasal 154
seperti pada pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal-hal seperti yang telah tercantum Pemutusan hubungan kerja tanpa adanya penetapan seperti pada pasal 151 ayat (3) batal demi hokum dan selama putusan belum ditetapkan maka
Pasal 155
pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya, serta pengusaha dapat melakukan skorsing pada pekerja/buruh namun dengan tetap wajib membayarkan upah berserta hak Kewajiban pengusaha membayarkan uang pesangon dan atau uang
Pasal 156
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak ketika terjadi pemutusan hubungan kerja yang besarannya telah tercantum Aturan pembentukan komponen upah yang digunakan sebagai dasar
Pasal 157
perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
Pasal 158
dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat seperti yang telah tercantum Pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian
Pasal 159
perselisihan hubungan industrial jika tidak menerima pemutusan hubungan kerja karena telah melakukan kesalahan berat seperti pada pasal 158 ayat (1)
20
Pengusaha tidak wajib membayarkan upah tetapi wajib memberikan bantuan Pasal 160
kepada keluarga pekerja/buruh yang ditahan oleh pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha dengan aturan yang telah tercantum Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setelah memberikan
Pasal 161
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga kepada pekerja/buruh yang melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
Pasal 162
Aturan uang penggantian dan syarat yang harus dipenuhi kepada pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri Kewajiban pengusaha untuk membayarkan pesangon ketika melakukan
Pasal 163
pemutusan hubungan kerja karena pengusaha tidak menerima pekerja/buruh atau pekerja/buruh tidak menerima disaat terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan Hak pekerja/buruh untuk mendapatkan uang pesangon yang besarannya telah
Pasal 164
tercantum ketika pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian, keadaan memaksa (force majeur), atau perusahaan melakukan efisiensi Hak pekerja/buruh untuk mendapatkan uang pesangon yang besarannya telah
Pasal 165
tercantum ketika pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja disebabkan karena perusahaan pailit Hak untuk mendapatkan uang yang besarannya telah tercantum kepada ahli
Pasal 166
waris dari pekerja/buruh yang hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia Pengusaha dapat
melakukan pemutusan
hubungan
kerja terhadap
pekerja/buruh karena pensiun dan jika pengusaha mengikutkannya pada Pasal 167
program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha maka pekerja tidak berhak mendapatkan uang pesangon dan jika tidak diikut sertakan maka pengusaha wajib memberikan uang pesangon yang besarnya telah tercantum Pekerja/buruh yang mangkir selama lima hari kerja atau lebih secara berturut-
Pasal 168
turut tanpa keterangan tertulis dan telah dipanggil pengusaha dua kali dapat diputus hubungan kerjanya karena dianggap mengundurkan diri 21
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja Pasal 169
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika pengusaha melakukan perbuatan seperti yang telah tercantum Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3),
Pasal 170
Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan
Pasal 171
lembaga penyelesaian hubungan industrial dan yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat
Pasal 172
akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya melampaui batas 12 bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon yang besarannya telah tercantum
Di bab XIII hingga XVIII terdiri pasal 173 sampai 193. Di bab-bab terakhir undangundang ketenagakerjaan membahas tentang peminaan ketenagakerjaan, pengawasan oleh pegawai pengawas yang telah ditunjuk oleh pemerintah, penyidikan serta ketentuan-ketentuan atas pelanggaran pidana. BAB XIII PEMBINAAN
Pemerintah melakukan secara terpadu dan terkoordinasi pembinaan Pasal 173
terhadap
unsur-unsur
dan
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
ketenagakerjaan
22
Pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat Pasal 174
pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan
Pasal 175
Pemberian penghargaan oleh pemerintah kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan
BAB XIV PENGAWASAN Pengawasan Pasal 176
ketenagakerjaan
dilakukan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan guna menjamin pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan.
Pasal 177
Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada
Pasal 178
instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota Kewajiban pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota seperti
Pasal 179
pada pasal 178 untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta
Pasal 180
wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Dalam pelaksanaan tugasnya seperti pada pasal 176, pegawai pengawas
Pasal 181
ketenagakerjaan
wajib
merahasiakan
segala
sesuatu
dan
tidak
menyalahgunakan kewenangannya
BAB XV PENYIDIKAN Pasal 182
Wewenang penyidik pegawai negeri sipil seperti yang telah tercantum
23
BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGIAN 1: KETENTUAN PIDANA Pasal 183
Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 74
Pasal 184
Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 167 ayat (5) Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 42 ayat (1), dan (2), pasal
Pasal 185
68, pasal 69 ayat (2), pasal 80, pasal 82, pasal 90 ayat (1), pasal 139, pasal 143, pasal 160 ayat (4) dan (7)
Pasal 186
Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 35 ayat (2) dan (3), pasal 93 ayat (2), pasal 137, pasal 138 ayat (1) Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 37 ayat (2), pasal 44 ayat (1),
Pasal 187
pasal 45 ayat (1), pasal 67 ayat (1), pasal 71 ayat (2), pasal 76, pasal 78 ayat (2), pasal 79 ayat (1) dan ayat (2), pasal 85 ayat (3), dan pasal 144 Ketentuan pidana dari pelanggaran pada pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat
Pasal 188
(2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148 Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan
Pasal 189
kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh BAGIAN 2: SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 190
Ketentuan dan bentuk sanksi administrasi oleh menteri atau pejabat seperti yang telah tercantum
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 191
Semua peraturan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 192
Ordonansi diberbagai permasalahan lain tentang ketenagakerjaan seperti yang telah tercantum
24
Pasal 193
Berlakunya
undang-undang
sejak
tanggal
diundangkannya
dan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
25
DAFTAR PUSTAKA
https://betterworklifeblog.wordpress.com/2016/08/31/rangkuman-uu-no-13-tahun-2003tentang-ketenagakerjaan-part-1/ https://betterworklifeblog.wordpress.com/2017/05/09/rangkuman-uu-no-13-tahun-2003tentang-ketenagakerjaan-part-2/ https://betterworklifeblog.wordpress.com/2017/05/15/rangkuman-uu-no-13-tahun-2003tentang-ketenagakerjaan-part-3/ https://betterworklifeblog.wordpress.com/2017/05/17/rangkumanringkasan-uu-no-13-tahun2003-tentang-ketenagakerjaan-part-4/ http://hrforum.darkbb.com/t8-resume-uu-no-13-tahun-2003 https://dokumen.tips/documents/resume-uu-no-13-tahun-2003-tentang-ketenagakerjaan.html
26