Rev 1 - Proposal Tesis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL TESIS



MODEL BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA BAGIAN PARTS LOGISTICS DAN WAREHOUSE (STUDI KASUS: PT X)



YUSTINA ALDIAST ITHRISA 09211950083012



Dosen Pembimbing: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D.



Departemen Manajemen Teknologi Fakultas Desain Kreatif Dan Bisnis Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2020 i



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL--------------------------------------------------------------------------------------i DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------------ii DAFTAR TABEL---------------------------------------------------------------------------------------iv DAFTAR GAMBAR-------------------------------------------------------------------------------------v ABSTRAK------------------------------------------------------------------------------------------------vi ABSTRACT---------------------------------------------------------------------------------------------vii KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------------------------viii BAB 1 PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------------1 1.1



Latar Belakang--------------------------------------------------------------------------------1



1.2



Rumusan Masalah----------------------------------------------------------------------------4



1.3



Tujuan Penelitian-----------------------------------------------------------------------------4



1.4



Batasan Penelitian----------------------------------------------------------------------------4



1.5



Manfaat Penelitian----------------------------------------------------------------------------5



1.6



Sistematika Penulisan Tesis-----------------------------------------------------------------5



BAB 2 LITERATUR REVIEW------------------------------------------------------------------------7 2.1



Pengukuran Kinerja---------------------------------------------------------------------------7



2.2



Pengukuran Kinerja dalam Supply Chain-------------------------------------------------8



2.2.1



Indikator yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC---------------------------------9



2.2.2



Model yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC-----------------------------------14



2.3



Pengukuran Kinerja Bagian Logistik-----------------------------------------------------16



2.4



Pengukuran Kinerja Model Balanced Scorecard (BSC)-------------------------------21



2.5



Penelitian Terdahulu------------------------------------------------------------------------24



BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN--------------------------------------------------------------26 ii



3.1



Pengumpulan Informasi dan Data---------------------------------------------------------27



3.2



Validitas Informasi dan Data dengan Stakeholders-------------------------------------27



3.3



Penyusunan Model BSC--------------------------------------------------------------------28



3.4



Pendistribusian Angket Pengukuran Kinerja BSC--------------------------------------29



3.5



Interpretasi Hasil Pengukuran Angket BSC---------------------------------------------29



3.6



Rekomendasi Hasil Interpretasi-----------------------------------------------------------30



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN--------------------------------------------------------------31 4.1



Penentuan Kriteria Pengukuran Kinerja--------------------------------------------------31



4.1.1



Penyusunan Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse------------------31



4.1.2



Pembobotan Kriteria Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse-------35



4.2



Penerapan Model Balanced Scorecard---------------------------------------------------36



4.3



Rekomendasi Perbaikan Kinerja----------------------------------------------------------36



DAFTAR PUSTAKA-----------------------------------------------------------------------------------37 LAMPIRAN---------------------------------------------------------------------------------------------41



iii



DAFTAR TABEL



Tabel 1 Atribut Kinerja dan Metrik HOR (Lu et al., 2016)....................................................10 Tabel 2 Perspektif dan Metrik Kinerja (Kumar et al.,2005)...................................................11 Tabel 3 Perspektif dan Strategi (Meena & Thakkar, 2014)....................................................12 Tabel 4 Kategori Pengukuran Kinerja pada Bagian Logistik dan Supply Chain (Angappa Gunasekaran & Kobu, 2007).....................................................................................16 Tabel 5 Pengukuran Kinerja Logistik (Keebler & Plank, 2009).............................................17 Tabel 6 Ukuran Kinerja Collaborative (Papakiriakopoulos & Pramatari 2010).....................18 Tabel 7 Relevansi Strategi dengan BSC (Reefke & Trocchi 2013)........................................19 Tabel 8 Posisi penelitian saat ini dengan penelitian sejenis terdahulu....................................25



iv



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1 Model Supply Chain Operation Reference (SCOR)..............................................14 Gambar 2 Kerangka Kerja BSC (Kaplan dan Norton, 2000).................................................21 Gambar 3 Diagram Alir Penelitian.........................................................................................26



v



MODEL BALANCED SCORECARD UNTUK MENGUKUR KINERJA PADA BAGIAN PARTS LOGISTICS DAN WAREHOUSE (STUDI KASUS: PT X) Nama NRP Dosen Pembimbing



: Yustina Aldiast Ithrisa : 09211950083012 : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D



ABSTRAK Pelemahan sektor konstruksi akibat pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2019 hingga awal 2020 berdampak pula bagi pertumbuhan perusahaan penyedia alat-alat berat. Salah satu perusahaan yang terdampak adalah PT X. Perusahaan kemudian berupaya untuk mempertahankan eksistensinya dengan mengoptimalkan kinerja masing-masing divisi yang mendukung keuntungan perusahaan. Demi tercapainya upaya perusahaan, maka diperlukan suatu penilaian terukur untuk melihat peningkatan kinerja pada unit tersebut. Unit analisa penilitan ini dilakukan pada bagian parts logistics dan warehouse. Desain penelitian ini menggunakan FGD untuk memvalidasi penemuan peneliti dan memperoleh informasi dengan stakeholder. Model pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari model Balanced Scorecard (BSC) dengan menyusun metrik, ukuran kinerja dan sasaran strategis. Selanjutnya dilakukan penyusunan scorecard dari model BSC dan penyebaran scorecard/angket untuk memperoleh data pendukung analisis dan interpretasi kemudian melakukan upaya rekomendasi untuk perbaikan kinerja pada divisi tersebut.



Kata kunci: Supply Chain Management, Balanced Scorecard, Pengukuran Kinerja, Logistics.



vi



PERFORMANCE MEASUREMENT OF PARTS LOGISTICS AND WAREHOUSE DIVISION USING BALANCED SCORECARD MODEL (CASE STUDY: PT X) Name NRP Supervisor



: Yustina Aldiast Ithrisa : 09211950083012 : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M. Eng., Ph. D



ABSTRACT Weakening of the construction sector due to Covid-19 pandemic at the end of 2019 to early 2020 also had an impact on the growth of heavy equipment providers. One of the companies affected is PT X. The company the trying to maintain its existence by optimizing every single division to gain profit for company. In order to achieve the company’s efforts, a measurable assessment is needed to see the performance improvement in these unit. This research analysis is carried out in the parts logistics and warehouse sections. This research design uses FGD to validate the findings researchers and obtain information with related stakeholders. The performance measurement model used in this research is adopted from Balanced Scorecard (BSC) model by compiling metrics, performance meaures and strategic objectives. Subsequently, the BSC model was complied and questionnaires were distributed to obatain supporting data for the analysis and interpretation then giving recommendations for improvement performance in that division.



Keywords: Supply Chain Management, Balanced Scorecard, Performance Measurement, Logistics.



vii



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa



viii



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini telah menjadikan sektor



konstruksi dalam negeri mengalami peningkatan signifikan. Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah nilai perusahaan yang diselesaikan oleh perusahaan konstruksi pada periode tahun 2016, 2017 dan 2018 secara berturut-turut adalah sebesar Rp. 1009 triliun, Rp. 1143 triliun dan Rp. 1271 triliun. Hal ini menandakan sinyal positif tidak hanya bagi perusahaan konstruksi namun juga bagi perusahaan penyedia alat berat. Optimisme perusahaan melakukan ekspansi bisnis untuk mendukung kebutuhan alat berat bagi perusahaan konstruksi dalam rangka pembangunan infratruktur akan berdampak pada ketatnya persaingan bisnis antar perusahaan penyedia alat berat. Menjadi salah satu bagian dari PT Astra International Tbk, dengan jaringan supply chain yang cukup kompleks, PT X hadir sebagai solusi bisnis dalam menciptakan dan mendukung kebutuhan pelanggan. PT X dipercaya sebagai agen dari 13 merek terkemuka dunia untuk memenuhi keperluan alat-alat berat di bidang Industri, Pertanian, Pembangkit Listrik serta Konstruksi Jalan. Namun demikian, diberitakan oleh Kontan.co.id (2019) indutri alat berat berdampak mengalami pelemahan akibat pandemi virus Covid-19. Para distributor atau perusahaan penyedia alat berat menyadari bahwa sampai dengan tahun 2020 sektor bisnis alat berat belum mengalami kenaikkan yang signifikan. Oleh



karena



itu,



demi



meningkatkan



kinerjanya,



perusahaan



tetap



mengoptimalkan layanan purna jual, yaitu kebutuhan akan service dan sparepart. Layanan purna jual tersebut dalam PT X merupakan bagian dari department Product Support, dimana department tersebut membawahi divisi Part dan Service, yang bertanggung jawab atas unit penjualan, pemasaran, logistik dan pergudangan sparepart, pelayanan bisnis dan dukungan pelanggan, dukungan teknisi dan garansi serta pengembangan dan fasilitas.



1



Komitmen perusahaan dalam memberikan solusi yang inovatif secara komprehensif kepada para pelanggannya dibuktikan dengan memenuhi kebutuhan pelanggan, mulai dari ketersediaan barang, akses informasi yang akurat, kemudahan transaksi dan pemberkasan dan pengiriman barang yang tepat waktu serta tidak mengalami keterlambatan. Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut, diperlukan kinerja yang handal dan terukur sehingga dapat dilakukan identifikasi kelemahan maupun kekuatan untuk mengahadapi tantangan-tantangan di masa depan serta memanfaatkan peluang dalam melakukan aktivitasnya sehingga selalu siap dalam menghadapi persaingan global dan fluktuasi bisnis yang bervariasi. Dalam penelitian ini, akan didesain sebuah model pengukuran kinerja untuk mengukur kinerja bagian Parts Logistics dan Warehaouse dengan studi kasus di PT X. Model pengukuran kinerja yang digunakan adalah Model Balanced Scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh R. S. Kaplan & Norton (2000) dengan konsep dasar pengukuran dari empat perspektif yaitu, financial, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. BSC secara komprehensif dapat menerjemahkan visi, misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran yang memberikan informasi tentang faktor pendorong keberhasilan saat ini maupun yang akan datang berupa Key Performance Indicator (KPI). Penelitian terkait dengan penggunaan BSC telah banyak dilakukan dengan penerapannya diberbagai sektor industri. Sistem pengukuran BSC yang diterapkan pada bidang industri kesehatan (Kumar et al., 2005; Meena & Thakkar, 2014), bagian pengadaan (Kumar et al., 2005; Rotchanakitumnuai, 2013), sistem inventory (Garg & Deshmukh, 2012), perilaku dan kemanusiaan (D’Haene et al., 2015a; Farooq & Hussain, 2011), serta penerapan BSC dalam Industri 4.0 (Frederico et al., 2020). Sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan dari penerjemahan visi departemen pengadaan dan 2 (dua) dimensi dasar pengukuran yaitu, efektivitas dan efisiensi menghasilkan 6 (enam) perspektif yaitu, customer, supplier, process, IT System, Learning and griwth dan Overall (Kumar et al., 2005). Sejalan dengan hal tersebut, optimalisasi pengukuran kinerja di bidang kesehatan dapat diperoleh dengan mengintegrasikan metode Interpretive Structural Modeling (ISM) sebagai



2



pendekatan dalam mengidentifikasi indikator-indikator yang sesuai dan Analytic Network Process (ANP) sebagai pembobotan indikator terpilih dalam membentuk kerangka kerja pengukuran BSC (Meena & Thakkar, 2014). Penerapan BSC dalam menelusuri faktor keberhasilan penerapan e-procurement melalui 3 (tiga) dimensi pengukuran yaitu, kemampuan teknis, kepercayaan dan organisasi (Rotchanakitumnuai,



2013).



Pengembangan



kerangka



kerja



BSC



untuk



memahami faktor yang mempengaruhi keberhasilan sistem inventory multi eselon yang dikembangkan dari model dasar SWOT dan divalidasi dengan Action Research (AR) (Garg & Deshmukh, 2012). Pengembangan kerangka kerja BSC dalam konteks humanitarian dengan mengadopsi model SAP – LAP untuk meningkatkan standar humanitarian dalam pengukuran kinerja supply chain (Farooq & Hussain, 2011) dan juga mengemukakan hubungan antara BSC, perubahan (umum, teknologi, sosial dan kepemimpinan) dan kinerja organisasi (D’Haene et al., 2015a). Sistem pengukuran kinerja BSC terkait dengan dimensidimensi supply chain dalam konteks Industri 4.0 yaitu, kapabilitas, teknologi, interoperabilitas, proses supply chain, keuangan dan strategi hasil (Frederico et al., 2020). Penentuan indikator ukuran kinerja untuk mendesain model pengukuran kinerja BSC diperoleh dari literatur review dan wawancara dengan penanggung jawab unit bagian yang akan diteliti. Pengumpulan bahan-bahan kepustakaan terkait dengan indikator-indikator yang digunakan pada BSC dicatat dan disesuaikan dengan area permasalahan yang diteliti, yaitu pada bagian Parts Logistics dan Warehouse. Kemudian, hasil dari literatur review tersebut nantinya didiskusikan dengan penanggung jawab unit bagian Parts Logistics dan Warehouse, dalam hal ini adalah seorang manager Product Support di perusahaan tersebut. Indikator-indikator terpilih hasil diskusi yang telah disepakati kemudian dituangkan kedalam model BSC untuk selanjutnya dilakukan pengukuran dan menilai kinerja unit bagian Parts Logistics dan Warehouse. Sistematis pengukuran direncanakan dengan pengisian angket oleh Kepala Unit di unit bagian Parts Logistics dan Warehouse sebagai pelengkap data analisis dan interpretasi.



3



Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Unit bagian Parts Logistics dan Warehouse dalam melakukan pengelolaan kinerja dalam rangka mendukung sistem manajemen perusahaan yaitu, T Rapid Service (TRS) yang merupakan sebuah platform layanan milik perusahaan sebagai komitmen untuk terus berinovasi, melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mekanisme kerja dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi dalam aktivitasnya.



1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai



berikut: 1.



Bagaimana menentukan kriteria pengukuran kinerja berdasarkan adaptasi model Balance Scorecard pada bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X?



2.



Bagaimana hasil penerapan adaptasi model Balance Scorecard untuk mengukur kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X?



3.



Rekomendasi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X?



1.3



Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka tujuan penelitian



ini adalah sebagai berikut: 1.



Mengetahui kriteria pengukuran kinerja berdasarkan adaptasi model Balance Scorecard pada bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X.



2.



Mengetahui hasil penerapan adaptasi model Balance Scorecard untuk mengukur kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X.



4



3.



Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja bagian Part Logistics dan Warehouse di PT X.



1.4



Batasan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka terdapat



beberapa hal yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1.



Studi kasus penelitian ini hanya berlaku di PT X yang berlokasi di Jakarta.



2.



Data primer diperoleh dengan wawancara terhadap responden yang ditunjuk dan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan data perusahaan.



1.5



Manfaat Penelitian Manfaat praktis dari penelitian ini bagi PT X adalah sebagai bahan



pertimbangan untuk menunjang tercapainya sasaran strategis perusahaan dari masing-masing perspektif yang diadaptasi dari model pengukuran kinerja Balanced Scorecard. Adapun manfaat untuk perkembangan keilmuan adalah penerapan ilmu manajemen sumber daya manusia bagi sebuah perusahaan agar bersinergi dalam mencapai visi dan misi perusahaan. 1.6



Sistematika Penulisan Tesis Sistematika penulisan tesis ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab. Setiap bab



dibagi menjadi sub bab yang berisi uraian lebih rinci yang mendukung isi bab secara sistematis dari setiap bab secara keseluruhan. Sistematika penulisan tesis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 



BAB 1: PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan secara umum isi materi yang akan dibahas pada penelitian, yaitu: latar belakang permasalahan,



5



rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan permasalahan, kontribusi dan sistematika penulisan tesis 



BAB 2: LITERATUR REVIEW Pada bab ini ditunjukkan landasan teori dan literatur review sebagai dasar yang akan digunakan pada objek penelitian. Bab ini akan membahas teori dasar seputar pengukuran kinerja dalam supply chain, metrik dan ukuran yang akan diadaptasi kedalam model pengukuran kinerja Balanced Scorecard (BSC).







BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan metode dan langkah-langkah dalam melakukan penelitian.







BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan tahapan-tahapan penelitian mulai dari tahap pengumpulan informasi dan data, validasi informasi dan data, penyusunan metrik dan ukuran kinerja kedalam model Balanced Scorecard (BSC), pendistribusian angket BSC, interpretasi hasil angket BSC dan rekomendasi.







BAB 5: KESIMPULAN Pada bab ini diuraikan kesimpulan berdasarkan keseluruhan pembahasan penelitian dan dilengkapi dengan saran untuk menunjang perbaikan dalam penelitian berikutnya.



6



7



BAB 2 LITERATUR REVIEW



2.1



Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dalam



upaya meningkatkan kinerja organisasi. Melalui pengukuran kinerja, tingkat capaian kinerja akan dapat diketahui. Sistem pengukuran kinerja atau Performance Measurement System (PMS) dideskripsikan sebagai keseluruhan kumpulan metrik yang digunakan untuk mengukur antara efisiensi dan efektivitas dari sebuah tindakan (Neely 2005; Shepherd & Günter 2011). Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa pengukuran kinerja adalah sebuah proses dalam menilai efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan yang didukung oleh serangkaian terstruktur yang disebut sistem pengukuran kinerja. Salah satu tujuan pengukuran kinerja adalah untuk membantu memperbaiki kinerja perusahaan dengan berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan agar tujuan dan sasaran dapat tercapai. Pentingnya pengukuran kinerja juga ditulis oleh Beamon (1999) kedalam 6 (enam) tujuan, yaitu: Mengidentifikasi keberhasilan; Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan; Membantu organisasi memahami proses bisnis mereka dan mengkonfirmasi pengetahuan mereka terhadap hal tersebut; Mengidentifikasi permasalahan seperti waste dan upaya perbaikan berkelanjutan (improvement sustainability); Membantu dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada fakta; dan Menunjukkan perencanaan perbaikan secara nyata. Angappa Gunasekaran & Kobu (2007) menyatakan bahwa sebuah PMS mengandung banyak ukuran kinerja individu atau metrik, yang selanjutnya oleh Berrah & Clivillé (2007) seluruh ukuran kinerja individu tersebut digabungkan



8



kedalam sebuah kelompok. Melnyk et al., (2004) mengungkapkan bahwa metrik dan sistem pengukuran kinerja merupakan elemen penting dalam menerjemahkan visi, misi dan strategi organisasi. Ketiga elemen tersebut sangat berkaitan dan harus dirancang dengan benar untuk memenuhi kebutuhan mendasar dari aktivitas pengukuran, yakni evaluasi, edukasi dan problem solving. 2.2



Pengukuran Kinerja dalam Supply Chain Sistem pengukuran kinerja (PMS) merepresentasikan sebuah tahapan



pengawasan sebagaimana sebuah alat penilaian kinerja dalam jaringan supply chain, yang kemudian akan menjadi sebuah kunci untuk menemukan beberapa permasalahan yang berpotensi mengganggu dalam supply chain (SC) (Associates et al., 2003). Ip et al., (2011) menunjukkan pentingnya sebuah sistem pengukuran kinerja pada suatu supply chain management (SCM) untuk memahami kekuatan, kelemahan, kinerja terkini, dan ukuran serta gap alami supply chain diantara tujuan strategis. Oleh karena sistem pengukuran kinerja dan metrik merupakan hal yang penting dan harus dipertimbangkan dan disusun dengan benar, maka pendekatan ukuran kinerja dan metrik berguna untuk mengidentifikasi peluang perbaikan dan mengantisipasi permasalahan potensial. Ketidakselarasan metrik dapat menjadi acuan awal sumber ketidakefisiensian dan gangguan pada interaksi supply chain. Sebuah metrik merupakan ukuran yang dapat diverifikasi, dinyatakan dalam bentuk kuantitatif atau kualitatif dan didefinisikan terhadap suatu referensi poin. Melnyk et al., (2004) mengklasifikasikan variasi metrik kedalam dua atribut dasar, yaitu metrics focus (berkaitan dengan sumber daya seperti laporan keuangan dan data lainnya) dan metrics tense (merujuk pada bagaimana metrik yang dibuat dapat dipergunakan sebagai penliaian akhir kinerja ataupun prediksi kinerja masa depan). Dalam upayanya menyusun ukuran kinerja dan metrik, Gunasekaran et al., (2004) kemudian membentuk sebuah framework dengan mempertimbangkan 4 (empat) proses utama dalam aktivitas supply chain, yaitu: Plan; Source;



9



Make/assemble; dan Delivery/customer. Metrik tersebut kemudian diklasifikasi kedalam 3 (tiga) level yaitu: Strategic; Tactical; dan Operational untuk memberikan kejelasan terhadap pengambil keputusan (management) sebagai penanggung jawab dan pihak berwenang untuk ukuran kinerja tersebut. 2.2.1 Indikator yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC Bigliardi & Bottani (2014) secara umum mengklasifikasikan indikator yang paling sering diadopsi untuk mengukur kinerja SC kedalam 6 kelompok metrik, yaitu: Customer service; Finance and marketing; Innovation and learning; Internal business; Supplier performance; dan Transport and logistics. Menentukan sebuah ukuran dan metrik sebagai indikator kinerja tentunya memerlukan sebuah pertimbangan yang matang dari berbagai pandangan. Arif-Uz-Zaman & Ahsan (2014) kemudian menyusun sebuah ukuran, yaitu: Time, Quality dan Flexibility yang dapat merefleksikan kemampuan supply chain sebagai bagian pelayanan terhadap pelanggan dengan prioritas strategi pasar sebagai pertimbangannya dalam proses pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja supply chain dalam konteks lain, yakni organisasi hummanitarian memunculkan desain framework baru seperti yang ditunjukkan oleh D’Haene et al., (2015), ukuran dan metrik kinerja yang berhasil diperoleh berdasarkan studi kasus pada tiga organisasi berbeda yaitu: Inventory quality and accuracy; Service level; Emergency response, Delivery performance; dan On-time delivery yang ditujukan untuk meningkatkan standar kemanusiaan diberbagai organisasi. Pendekatan lain dilakukan oleh Lu et al., (2016) yang mengembangkan ukuran dan metrik yang



berguna



dalam



memonitor



kinerja



bagian



logistik



pada



Hummanitarian Relief Organization (HOR) seperti ditunjukkan pada Tabel 1



10



Tabel 1 Atribut Kinerja dan Metrik HOR (Lu et al., 2016) Atribut Kinerja



Reliability



Responsiveness



Agility



Cost



Indikator Perfect order fulfilment; Percentage of orders delivered in full; Delivery performance to customer commit date; Documentation accuracy; Perfect condition percentage; Store documentation accuracy; Delivery documentation accuracy; Risk mitigation plan. Order fulfilment cycle time; Sourcing cycle time; Assembling cycle time; Delivery fulfilment cycle time; In-stock percentage; External event response. Upside supply chain flexibility; Upside source flexibility; Upside delivery flexibility; Current on-hand inventory; Current purchase order cycle time. Supply chain management cost; Cost to plan; Cost to source; Cost to manage product inventory; Cost to delivery; Supply chain risk mitigation cost; Cost to manage supply chain performance.



Sebuah desain framework lain yang digunakan Cuthbertson & Piotrowicz (2011) untuk menganalisis sistem pengukuran kinerja supply chain, menyusun indikator dan metrik adalah desain framework berbasis content, context, process (CCP). Desain framework ini dikembangkan sebagai metode pendekatan management strategis, yang digunakan untuk mengevaluasi sistem informasi dan pengukuran kinerja, dan dapat pula menangkap konteks dimana pengukuran terjadi, termasuk metode dan metrik pengukuran kinerja serta mempertimbangkan perubahan dinamis



11



dalam konteks. Pada studi kasusnya, Cuthbertson & Piotrowicz (2011) mengklasifikasikan ukuran kedalam tiga kelompok, yaitu: Cost; Quality; dan Delivery. Kemudian mereka menemukan empat metrik penting yang diukur dalam SC, yaitu: Availability; Lead time; Backorder; dan On-time deliveries. Kumar et al., (2005) melakukan pengukuran kinerja yang berfokus pada divisi procurement supaya memberikan keputusan pengadaan yang lebih tepat, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya bagi perusahaan. mereka kemudian menyusun ukuran dan metrik berdasarkan pengamatan perspektif seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Perspektif dan Metrik Kinerja (Kumar et al.,2005) Perspektif Customer



Supplier



Process



IT system Learning and growth Overall



Metrik Percentage of line items on backorder to total line items; Cost per order by customer; Effectiveness of ordering time. Quality of delivery; Cost per order to suppliers; Effectiveness of delivery time; Supplier evaluation. Solvability rate; Stock take discrepancy; Supply chain costs; Effectiveness of processing time; GPO participation; Requisition completion rate. Efficiency of ITS system; Effectiveness of IT system. Training utilization rate; Employee engangement index; Effectiveness of departmen; Effectiveness of policies/projects/procedures; Efficiency of policies/projects/procedures.



Meena & Thakkar (2014) menggunakan pendekatan terintegrasi untuk menemukan korelasi antara tujuan strategis dengan ukuran kinerja,



12



serta mengidentifikasi dan menentukan pembobotan berbagai perspektif untuk mengembangkan sistem yang lebih efektif, serta menentukan hubungan timbal balik antar faktor yang berbeda serta memberikan pembobotan terhadap faktor terpenting. Hasil temuan mereka ditunjukkan seperti Tabel 3. Tabel 3 Perspektif dan Strategi (Meena & Thakkar, 2014) Perspectives



Strategic Objectives Employee satisfaction Length of stay Occupancy Communication



Internal business perspectives



Strategic planning



Financial Learning and growth Customer



Leadership commitment Performance Productivity and profitability Quality assurance Adaption of new technologies and new ideas Employee training Customer satisfaction and perception Culture, Courtesy and respect Outpatient waiting time



Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) menunjukkan tantang baru pengembangan



sistem



pengukuran



kinerja



(PMS)



dalam



konteks



Collaborative supply chain. PMS dikembangkan sebagai alat pelaporan berdasarkan pandangan integartif dari sumber data yang dibagikan dalam supply chain, secara praktis melalui sharing information antara supplier dan retailer.



13



Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) mencoba mengembangkan sebuah sistem pengukuran kinerja (PMS) dalam konteks collaborative network yang terdiri dari supplier produk dan retail chain, yang didasarkan pada kepercayaan dan komitmen. Ukuran kinerja paling kritis yang ditemukan yaitu: Inventory level; Forecast accuracy; Product Availability; dan Imperfect order. Mereka menemukan bahwa penggunaan yang tepat dari TI akan sangat memengaruhi pengembangan PMS dalam konteks collaborative, terutama dalam menghadapi tantangan yang berkaitan dengan perolehan data manajemen, proses bisnis manajemen dan permasalahan kolaborasi supply chain. Sebuah investigasi yang berkaitan dengan pengukuran kinerja logistik dan perluasan cakupan ukuran kinerja dilakukan oleh Björklund & Forslund (2013), yakni kinerja environmental. Kinerja environmental dalam SC erat kaitannya dengan metrik Transportation; Company Internal; Upstream dan Downstream. Tujuannya mencari tahu keunggulan dalam memiliki sebuah sistem pengukuran kinerja lingkungan (EPMS) pada suatu aktivitas logistik. Tujuan kunci kinerja menurut Ip et al., (2011) dirumuskan kedalam lima tujuan kunci kinerja, yaitu: Cost; Dependability; Speed/time; dan Flexibility. Selain tujuan kunci kinerja, terdapat pula ukuran mendasar dari pengukuran kinerja, yaitu: Effectivity;



Efficiency;



Producttivity;



Quality;



Innovation;



dan



Profitability.



Pengukuran kinerja dalam SC sangat diperlukan sebagai pengendali keunggulan SC dan membantu perusahaan untuk mencapai tujuan bisnisnya Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa dua faktor paling penting yang memengaruhi kinerja SC adalah ukuran kinerja Effectivity dan Efficiency. 2.2.2 Model yang diadopsi untuk mengukur kinerja SC Fondas (1993) mendefinisikan proses bisnis sebagai aktivitas terukur dan terstruktur untuk memproduksi output tertentu untuk kalangan pelanggan tertentu. Model SCOR menyediakan kerangka kerja yang unik dalam menghubungkan proses bisnis, metrik kinerja, praktik teknologi terbaik dan orang-orang kedalam struktur terpadu. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen, yaitu business proses re-engineering, benchmarking, dan proses measurement ke dalam kerangka lintas fungsi dalam supply chain. Model SCOR dikembangkan oleh Supply 14



Chain Council 1997 dan telah dideskripsikan sebagai “pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan memonitor kinerja supply chain” (Shepherd & Günter, 2011). Model SCOR mengombinasi elemen dari proses bisnis enginering, benchmarking dan praktis dalam kerangka kerja tunggal. Sekumpulan proses terintegrasi pada model SCOR, yaitu plan, source, make, deliver dan return dari supplier maupun customer, dan secara bersama diselaraskan dengan strategi operasional perusahaan, aliran material, pekerjaan dan informasi, seperti ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini: Sebuah metode evaluasi pengukuran kinerja berbasis fuzzy untuk lean supply chain diusulkan oleh Arif-Uz-Zaman & Ahsan (2014). Metode ini memahami kinerja keseluruhan SC dalam menghadapai persaingan harga, penilaian atribut lean dan strategi bersaing SC. Untuk mencapai tujuan SC, matriks yang dipilih untuk mengukur kinerja lean supply chain secara khusus yaitu high-volume dan low-price product. Hal Gambar 1 Model Supply Chain Operation Reference (SCOR) ini supaya SCChain dapatCouncil, memenuhi (sumber: Supply 2010)pesanan pelanggan lebih cepat dan efisien daripada kompetitor, bahkan SC perlu meningkatkan kestabilan jaringannya dan menambahkan proses perbaikan berkelanjutan dan strategi bersaing supaya tujuannya tercapai. Demi meningkatkan kestabilan SC, sebuah pendekatan terintegrasi dilakukan oleh Ip et al., (2011) untuk pemodelan dan pengukuran kinerja dalam stability supply chain dengan menggunakan sebuah Dynamic System (SD) dan Autoregression Integrated Moving Average (ARIMA) yang innovatif dan praktis, memungkinkan top manajemen untuk membuat keputusan dalam mencapai kinerja yang unggul. Empat langkah integratif yang diusulkan melalui pendekatan ini, yaitu (1) membuat KPI yang berguna untuk kuantifikasi dan dokumentasi pengukuran kinerja; (2) mengembangkan model SD yang mudah dalam penggunaannya; (3) update dan evaluatif bagi kinerja supply chain; dan (4) membangun model univariate ARIMA untuk memeriksa kestabilan supply chain. Pendekatan berbeda dalam pengukuran dilakukan oleh D’Haene et al., (2015b) yang mendasarkan pendekatan pengukuran pada model situation-actor-processlearning-action-performance



(SAP-LAP)



sebagai



jawaban



atas



meningkatnya



kebutuhan analisis manajerial yang fleksibel dan sistemik. Pada dasarnya, model ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu: sebuah situasi untuk dikelola; seorang aktor atau 15



kelompok aktor yang bertanggung jawab; dan sebuah proses atau sekumpulan proses terkait situasi tersebut. Setiap



pendekatan



yang



dipilih



akan



memunculkan



berbagai



macam



permasalahan. Metode yang cukup efektif dalam menangani permasalahan yang kompleks adalah Interpretive Structural Modeling (ISM). ISM merupakan suatu proses pembelajaran dengan bantuan komputer yang memungkinkan individu atau kelompok untuk mengembangkan sebuah peta hubungan yang kompleks antar banyak elemen yang terlibat dalam situasi kompleks tersebut. ISM sering digunakan untuk menyediakan pemahaman mendasar dari suatu situasi kompleks, sebagaimana juga secara bersama-sama menyediakan tindakan sebagai solusi (Meena & Thakkar, 2014). Pemilihan metode yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks, pada akhirnya akan mempermudah para pengambil keputusan dalam melakukan analisis untuk mengambil keputusan. Analytic Network Process (ANP) adalah framework paling komprehensif yang digunakan untuk melakukan analisis sosial, pemerintahan dan keputusan perusahaan yang tersedia bagi pengambil keputusan. ANP merupakan suatu proses yang memungkinkan keseluruhan faktor dan kriteria, baik berupa tangible maupun intangible yang dapat mendukung pembuatan keputusan terbaik. Model ANP memiliki dua bagian: pertama mengendalikan hirarki kontrol atau jaringan tujuan dan kriteria yang mengendalikan interaksi dalam sistem; kedua ada begitu banyak sub-jaringan yang memengaruhi diantara elemen permasalahan dan masing-masing saling mengendalikan kriteria. Teknik ANP akan sesuai diterapkan dengan pertimbangan kompleksitas permasalahan yang ada (Aliakbari Nouri et al., 2019). 2.3



Pengukuran Kinerja Bagian Logistik Berdasarkan survey diberbagai perusahaan manufaktur yang dihimpun oleh World



Bank (2016) menunjukkan bahwa aktivitas yang berkaitan dengan proses distribusi dan logistik (trasnportation, inventory dan warehousing) di Indonesia menyumbangkan pengeluaran terbesar hingga 25 persen dari penjualan manufaktur. Survey sejenis dilakukan Pusat Statistik di UK dan menghasilkan bahwa 40 persen pemborosan terletak pada aktivitas logistik dan distribusi. Terkait dengan fenomena ini, peneliti mencoba untuk menelusuri akar permasalahan. Neely (2005) telah mengungkapkan bahwa sistem pengukuran kinerja dapat digunakan 16



sebagai alat untuk memantau efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Dengan menerapkan prinsip tersebut, peneliti mencoba mengadaptasi sebuah model pengukuran kinerja sebagai salah satu upaya menemukan akar permasalahan dan perbaikan kinerja khususnya pada bagian logistik dan pergudangan, dengan menemukan ukuran, metrik dan indiaktor yang sesuai. Pentingnya memahami ukuran-ukuran kinerja sebelum melakukan pengukuran kinerja menjadi persoalan kritis bagi seorang manajer. Seorang manajer bertanggung jawab atas keputusannya memilihan metrik yang tepat dalam pengukuran kinerja yang spesifik, hal tersebut menjadi tantangan penting untuk dipelajari. Terkait dengan tantangan ini, Angappa Gunasekaran & Kobu (2007) membentuk klasifikasi ukuran kinerja keadalam 7 (tujuh) kriteria dan disajikan dalam Tabel 4 berikut ini:



Tabel 4 Kategori Pengukuran Kinerja pada Bagian Logistik dan Supply Chain (Angappa Gunasekaran & Kobu, 2007) Criteria Balanced Scorecard Perspective



Components of Performances Measures



Location of measures in supply chain links



Decision-Making Level Nature of Measures Measurement Base Traditional vs Modern Measures



17



Details Financial Internal Process Innovation and Improvement Customer Time Resources Utilization Output Flexibility Planning and Product Design Supplier Production Delivery Customer Strategic Tactical Operational Financial Non-Financial Quantitative Non-Quantitative Function Based Value Based



Pengukuran kinerja pada bagian logistics dipertimbangkan oleh Gunasekaran (2007) sebagai salah satu dari empat kompetensi kunci, tiga kompetensi kunci lainnya yaitu positioning, integration dan agility. Berdasarkan sampling frame yang dilakukan Chia et al., (2009) terhadap survey populasi di bidang logistik, manufaktur dan retail, indikator financial menempati posisi terpenting. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Keebler & Plank (2009) kepada hampir 25 industri berbeda, diperoleh 37 ukuran spesifik yang dapat diukur terkait dengan pengukuran kinerja logistik. Ukuran-ukuran ini kemudian dikategorikan menjadi lima dan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Pengukuran Kinerja Logistik (Keebler & Plank, 2009) Category



Effectiveness measures involving trading partner (%)



Effectiveness measure internal focus (%)



Efficiency measures Cost (%)



Efficiency measures Productivity (%)



18



Measure Customer complaints On-time delivery Over/short/damaged Returns and allowances Order cycle time Overall customer satisfaction Days sales outstanding Forecast accuracy Invoice accuracy Perfect order fulfillment Inquiry response time Inventory count accuracy Order fill Out of stock Line item fill Back orders Inventory obsolescence Incoming material quality Processing accuracy Case fill Cash/cash cycle time Outbound freight cost Inbound freight cost Inventory carrying cost Logistics cost/unit/budget Cost to serve Finished good inventory turn Orders processed/labor unit Product unit processed per Warehouse labor unit



Efficiency measures Utilization (%)



Units processed/time unit Orders processed/time unit Product units processed/transportastion unit Space utilization/capacity Equipment downtown Equipment utilization/capacity Labor utilization/capacity



Papakiriakopoulos & Pramatari (2010) dalam penelitiannya terkait collaborative logistic SC menyatakan bahwa pendefinisian ukuran kinerja perlu dilakukan supaya penerapan sistem pengukuran kinerja berlanjut. Informasi yang diberikan pada Tabel 6 menunjukkan ukuran kinerja yang berkaitan dengan inventory level dan product availability berdasarkan investigasi wawancara mendalam. Alasan pemilihan dua ukuran kinerja tersebut karena dianggap sebagai ukuran paling kritis dan ukuran tersebut ada pada area dimana permasalahan supplier dan retailer teridentifikasi, serta dianggap dapat meningkatkan visibilitas SC. Tabel 6 Ukuran Kinerja Collaborative (Papakiriakopoulos & Pramatari 2010) Performance measure Inventory level Forecast accuracy



Product availability



Imperfect orders



Data used Sales Deliveries Forecast plans Sales In-store promotion activities Sales Inventory levels Product assortment Promotion activities Orders Deliveries



Penilaian kinerja yang akurat sangat penting unutk mengontrol supply chain dan juga menjadi landasan dalam mengupayakan pembangunan berkelanjutan. Dukungan prosedural, teknologi dan operasional diperlukan sebagai fasilitator pendekatan yang seimbang terhadap pengukuran kinerja untuk supply chain yang berkelanjutan. Reefke & Trocchi (2013) dalam penelitiannya memberikan kesimpulan berdasarkan perpaduan konsep yang berasal dari literatur tentang pengukuran kinerja supply chain menggunakan balanced scorecard (BSC). 19



dan pembangunan berkelanjutan



Ukuran kinerja supply chain yang tepat akan



memfasilitasi perkembangan dari pembangunan berkelanjutan, artinya pada setiap ukuran kinerja yang dipilih akan berdampak pada tujuan dari pembangunan berkelanjutan dan ditunjukkan seperti Tabel 7 dibawah ini: Tabel 7 Relevansi Strategi dengan BSC (Reefke & Trocchi 2013) Goals Financial perspective Environmentas cost savings Social cost savings Labor cost savings Profit (Revenue growth) Customer perspective Customer satisfaction Firm reputation Product quality Internal process Safer warehousing and transportation Efficient process Quality management Environmental management



Human resources management



Productivity increase Learning and growth Efficient resource planning Motivation management (Employers satisfaction) ISO 1400 application Difficulty to replicate 20



Measures   Cost of fines Energy costs Operating expenditures Costs legal actions Cost of employee benefits The number of people employed Average wage Total sales Total tax paid   Average annual number of customer complaints Fraction of total sales invested for social projects per year Stakeholder involvement in decision makinh The number of stores Product complaints   Employee accident Effectiveness of supplier monitoring Reject products Waste to landfill (%) Certified suppliers Annual personnel turnover Gender diversity Effectiveness of discipline management Effectiveness of compensation management Effectiveness of personnel recruitment and selection Effectiveness of performance management system Lost workdays   LCA performed Average annual training time per employee Fraction of suppliers certifed in ISO 14001 Number of ISO standards developed Effectiveness of supplier training in



Non-market perspective



Waste reduction



Safer working conditions Emission reductions



Working condition improvemnet



enviromental issues Innovations created through supplier partnerships   Annual water consumption Annual energy consumption Waste minimization (recycling rates) Use of recycled materials Effectiveness of reverse logistics system Annual number of recordable accidents per employee Fraction of facilities using renewable energy Truck miles Vehicle fuel used Annual number of recordable incidents Average annual number of recordable employee complaints



Telah banyak penelitian yang menerapkan model pengukuran kinerja BSC dalam bidang manufaktur dan services (pelayanan). Barnabè (2011) menjadikan BSC sebagai dasar dari pembentukan pengukuran kinerja bebasis Dynamic System (SD). Modifikasi model BSC sebagai e-business dilakukan oleh Plant et al., (2003). Garg (2012) melakukan adaptasi BSC dengan menggunakan Auction Research (AR) untuk memperoleh ukuran yang tepat dalam pembentukan ukuran kinerja Multi Echelon Repair Inventory Systems (MERIS). Namun, penerapan model BSC pada bagian logistik masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk melakukan adaptasi model BSC kedalam pengukuran kinerja pada bagian logistik. Peneliti juga melakukan studi empiris untuk menguji model adaptasi BSC yang telah disusun pada bagian logistik dan warehouse di PT X.



2.4



Pengukuran Kinerja Model Balanced Scorecard (BSC) Model pengukuran kinerja BSC merupakan framework dengan karakteristik



pembentukkan klasifikasi indikator kedalam berbagai kategori yang masing-masing memiliki tingkat kepentingan relatif sendiri. Model BSC biasanya mempertimbangkan keberadaan indikator financial dan non-financial (Cagnazzo et al., 2010). Kata ‘balanced’ menjadi fakta menarik bahwa sistem harus seimbang dengan menggabungkan ukuran finansial dan nonfinansial (Kanji, 2002). Oleh karena itu, diperlukan pengukuran kinerja yang bukan sekedar menyediakan angka-angka keuangan namun juga menyediakan ukuran dan indikator pendorong kinerja masa depan. 21



Kaplan & Norton (1993) berkontribusi dalam merancang sebuah sistem pengukuran kinerja model BSC, sebagai sebuah kumpulan ukuran-ukuran yang cepat namun komprehensif dalam membaca sebuah bisnis dan disediakan bagi top managers dalam mengambil keputusan kinerja masa depan. Berdasarkan rancangan tersebut Chia et al., (2009) mengutarakan bahwa BSC dapat membantu senior eksekutif dan memberikan kejelasan serta mengoperasionalkan visi dan strategi dari organisasi, memusatkan perhatian manajemen pada beberapa indikator kritis baik pada kinerja saat ini maupun yang akan datang. BSC merupakan sistem manajemen dalam bentuk kumpulan tujuan dan ukuran kinerja terintegrasi dan diterjemahkan dari misi dan strategi perusahaan yang tersusun ke dalam



empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajran dan pertumbuhan (R. S. Kaplan & Norton, 2000). BSC memberikan sebuah kerangka kerja, menerjemahkan visi dan misi ke dalam tindakan strategis. Pengukuran BSC memberikan informasi kepada para karyawan tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang. Tujuan dari BSC berasal dari visi, misi dan strategi perusahaan yang dikelompokkan kedalah empat perspektif dan menghasilkan kerang kerja seperti Gambar 2 berikut ini: Gambar 1 Kerangka Kerja BSC (Kaplan dan Norton, 2000) Model BSC menyarankan manager untuk melihat organisasi dari empat sudut pandang atau perspektif dan mengembangkan sebuah metrik dari pengumpulan data dan analisis data yang diperoleh yang berkaitan dengan keempat perspektif ini. 1. Perspektif Finansial: What financial steps are necessary to ensure the excecution of the company strategy ? 22



Kaplan & Norton (1996) tetap mengakui kebutuhan akan pengukuran tradisional dari data finansial. Namun mereka mencoba untuk tidak bergantung hanya pada data finansial, tetapi melakukan perluasan pandangan untuk memperoleh matriks terkai perpekstif finansial, seperti Manufacturing Cost, Warehousing Cost, dan Transportastion Cost. 2. Perspektif Pelanggan: Who are the company’s targeted customers, and what is the company’s value proposition in serving them? Pelanggan adalah sumber dari pendapatan perusahaan. Kepuasan pelanggan adalah yang terpenting demi menajaga loyalitas kepada perusahaan. Demi menjaga kepuasan pelanggan, kebutuhan mereka harus selalu terpenuhi. Oleh sebab itu, kinerja yang buruk dari perspektif pelanggan adalah indikasi tidak baik bagi perusahaan dikemudian hari, meskipun secara perspektif finansial tampak baik-baik saja. Beberapa contoh matriks dari perspektif pelanggan, yaitu: Fill Rate, Backorder Level, dan On-Time Delivery. 3. Perspektif Proses Internal: To satisfy customers and shareholders, at what process must the company excel ? Matriks berdasarkan perspektif ini akan membantu manager mengetahui seberapa baik proses bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan pelayanan mereka dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Berbeda dengan sistem pengukuran lainnya yang terpusat pada peningkatan perbaikan kinerja, model BSC berfokus pada strategi dan interaksi antara objective dan ukuran yang diterapkan perusahaan. Dengan demikian, model BSC dapat menuntun perusahaan dalam memperbaiki secara keseluruhan proses bisnisnya untuk mengendalikan pelanggan dan memberikan nilai tambah bagi shareholders. Matriks dari perspektif proses internal ini adalah: Forecast Error. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan: What capabilities and tools do employees require to help them execute company strategy ? Perspektif ini mengikutsertakan budaya perusahaan dan pelatihan karyawan pada perusahaan. Kaplan & Norton (1996) memberikan pandangan lebih luas terkait perspektif “pembelajaran” yang lebih dari sekedar “pelatihan”, dalam hal ini pembelajaran merupakan aktivitas “saling mengajar” seperti mentor dan tutor dalam organisasi, komunikasi yang baik diciptakan untuk saling memahami kebutuhan karyawan dalam organisasi sehingga meredam permasalahan yang mungkin timbul 23



akibat salah paham. Dalam banyak kasus, pembelajaran dan pertumbuhan dijadikan dasar keberhasilan bagi organisasi knowledge-worker. Contoh matriks dalam perspektif pembelajran dan pertumbuhan adalah: Training Center, Sertification, dan Outbound. Penerapan framework BSC dalam sebuah management SC memungkinkan perusahaan untuk melacak aktivitas kunci bisnis mereka yang memengaruhi ukuran kinerja. Evaluasi kinerja yang seimbang dalam SC tidak hanya membantu meningkatkan kemajuan operasional organisasi yang lebih cepat dan lebih luas tetapi juga membantu dalam meningkatkan fungsi internal dan eksternal dari bisnis mereka (Guersola et al., 2018). Pendekatan BSC sangat berpotensi menyediakan fasilitas pengukuran kinerja dalam SC (Reefke & Trocchi, 2013). Keseimbangan dalam sebuah evaluasi kinerja SC tidak hanya membantu organisasi dalam mengontrol kemajuan operasional yang lebih cepat dan lebih luas, namun juga membantu organisasi untuk melakukan perbaikan fungsi bisnis internal dan eksternal (Bhagwat & Sharma, 2007). BSC menjadi salah satu alat pengukuran kinerja yang ampuh dan andal dalam menekankan keterkaitan untuk mencapai kinerja yang luar biasa dalam pengukuran, daripada berkonsentrasi pada pengukuran yang terisolasi (Kanji, 2002).



24



2.5



Penelitian Terdahulu Journal review atas beberapa paper yang terkait dengan bidang penelitian ini telah



dilakukan. Terdapat banyak penelitian tentang pengukuran kinerja supply chain, baik dengan menggunakan sistem pengukuran tradisional, mengintegrasikan berbagai metode pengukuran kinerja maupun pengembangan dan penyusunan kerangka kerja pengukuran kinerja untuk diterapkan pada studi kasus. Masing-masing penelitian memiliki fokus penelitian pengukuran kinerja untuk dimensi atau indikator atau ukuran yang beragam. Secara ringkas pada Tabel 8 akan ditunjukkan komponen indikator yang menjadi fokus para peneliti sebelumnya dan metode pengukuran yang digunakan sebagai berikut:



25



Tabel 8 Posisi penelitian saat ini dengan penelitian sejenis terdahulu



26



BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bersifat kualitatif. Sifat kualitatif diperoleh dari studi pustaka dan literatur review, yang berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai topik penelitian. Pengumpulan data dan demonstrasi penelitian dilakukan dengan studi kasus. Studi kasus dalam sebuah penelitian merupakan studi yang bersifat komprehensif, intens, rinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer dan kekinian (Magnan & Creswell, 1997). Pengumpulan informasi dan data



Validitas informasi dan data dengan stakeholder



Penyusunan model BSC



Pendistribusian angket BSC kepada responden



Interpretasi hasil angket BSC



Rekomendasi hasil interpretasi



Gambar 2 Diagram Alir Penelitian



27



3.1



Pengumpulan Informasi dan Data Peneliti dalam menyelesaikan penelitiannya memilih untuk melakukan observasi



dengan membaca dan menelaah sumber-sumber yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Sumber tersebut berupa dokumen-dokumen dan website resmi yang dimiliki oleh objek penelitian. Obersvasi dilakukan dalam waktu beberapa bulan untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam dan data akurat tentang objek penelitian. Penelitian ini akan berfokus pada lingkungan yang berkaitan dengan objek penelitian. Perusahaan yang dipilih untuk menjadi objek penelitian adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia alat-alat berat, yaitu PT X yang berlokasi di Jakarta Timur. Selain membaca dan menelaan sumber data perusahaan, peneliti telah melakukan studi kepustakaan dan literatur review untuk mendukung informasi dan sumber data yang diperoleh dari perusahaan. Informasi dan data yang diperoleh dalam penelitian ini, akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan matriks dan ukuran kinerja yang akan diadaptasi kedalam model pengukuran kinerja BSC. Pengadopsian matriks dan ukuran kinerja akan disesuaikan pada studi kasus dari objek penelitian. 3.2



Validitas Informasi dan Data dengan Stakeholders Pada tahap ini dilakukan validasi informasi dan data yang telah diperoleh sebelumnya



melalui Forum Discussion Group (FGD) via Microsoft Teams dengan stakeholder. Proses validitas menurut Sugiyono (2007) dibagi kedalam dua macam, yaitu validitas internal dan validitas ekternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai, sedangkan validitas ekternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasi atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. Salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data adalah teknik Triangulasi. Ada beberapa macam cara dari teknik Triangulasi, yaitu Triangulasi Sumber, Waktu, Teori, Peneliti dan Metode. Pada penelitian ini, akan digunakan cara Triangulasi Sumber, artinya dengan membandingkan dan mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda (Bachri, 2010).



28



Metode FGD merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian dengan karakteristik eksplorasi interaksi sosial dalam proses diskusi oleh para informan. Data dari hasil interaksi dalam diskusi tersebut dapat memfokuskan atau memberi penekanan pada kesamaan dan perbedaan pengalaman dan memberikan informasi atau data yang padat tentang suatu perspektif yang dihasilkan dari diskusi kelompok. Dalam penelitian ini, FGD difokuskan untuk membandingkan data dari tahap sebelumnya dan saling bertukar informasi mengenai kondisi saat ini dari objek penelitian. Hasil yang diharapkan dari FGD ini adalah sebuah matriks, ukuran kinerja dan strategi bisnis dari perusahaan. kelompok yang dimaksud dalam FGD pada penelitian ini adalah responden yang merupakan stakeholder dari objek penelitian (Afiyanti, 2008). Stakeholder diterjemahkan sebagai sebagai pemangku kepentingan, adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok-kelompok tersebut mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh perusahaan (Sukada, 2007). Dalam penelitian ini, stakeholder yang dimaksud adalah Direktur Department Product Support dan Kepala Divisi Part yang dianggap sebagai pihak yang akan memberikan gambaran kondisi terkini objek penelitian secara lebih baik. 3.3



Penyusunan Model BSC Setelah semua informasi dan data yang dikumpulkan divalidasi, tahap selanjutnya



adalah proses penyusunan matriks, ukuran kinerja dan strategi bisnis yang telah ditentukan melalui FGD dengan stakeholder, kedalam bentuk scorecard yang diadaptasi dari model BSC. Pada tahap ini akan dimulai penyusunan model BSC untuk mengukur kinerja bagian Parts Logistics dan Warehouse. Sebelum penyusunan model BSC, akan dibuat konsep strategi komponen keberhasilan terhadap perusahaan tersebut, khusunya pada bagian yang menjadi objek penelitian. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 



Mengidentifikasi komponen- komponen BSC.







Menyelaraskan komponen BSC terhadap keberhasilan divisi.







Membuat sasaran strategi.



Diperlukan keterlibatan stakeholder dari divisi dalam menetapkan strategi yang akan diambil dan keterkaitanya dengan penelitian ini, antara lain:



29



o Direktur Parts Logistics dan Warehouse, selaku pemegang keputusan dan tanggung jawab dari department Product Support PT X dimana visi dan misi unit divisi dirumuskan dan didapatkan gambaran kondisi internal dalam department tersebut. o Kepala Divisi Parts, untuk mengetahui bidang mana yang lebih tepat untuk dilakukan penelitian karena salah satu wewenang dan tugas dari kepala bagian adalah melakukan monitoring terhadap unit divisi masing-masing. 3.4



Pendistribusian Angket Pengukuran Kinerja BSC Penelitian bersifat kualitatif terfokus pada representasi terhadap kajian-kajian teori yang



ada sebelumnya dengan mengimplementasikan kajian teori tersebut pada suatu studi kasus, sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu studi empiris yang dapat dijadikan acuan nyata bagi penelitian selanjutnya terkait dengan pengembangan dan perluasan sebuah kajian teori. Dalam rangka studi empiris sebagai bentuk implementasi sebuah kajian teori, maka dilakukan proses pendistribusian scorecard pengukuran kinerja yang telah disusun sebelumnya kepada responden terpilih, yaitu Kepala Unit Parts Logistics dan Warehouse, untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas secara terperinci pada bagian logistik dan pergudangan yang merupakan bagian dari supply chain perusahaan dan bersesuaian dengan topik penelitian. Scorecard yang akan didistribusikan selanjutnya akan disebut sebagai angket pengukuran kinerja yang diadaptasi dari model BSC. Angket tersebut kemudian dilengkapi oleh responden terpilih dan dikembalikan kepada peneliti untuk dilakukan tahap selanjutnya, yaitu interpretasi hasil pengisian angket. 3.5



Interpretasi Hasil Pengukuran Angket BSC Pada tahap ini akan dilakukan interpretasi hasil penerapan pengukuran kinerja pada



bagian Parts Logistics dan Warehouse menggunakan angket yang telah diadaptasi dari pengukuran kinerja model BSC. Proses interpretasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dari pengisian angket oleh responden terhadap target kinerja yang telah ditentukan sebelumnya, serta mengaitkan atau menelusuri hubungan sebab-akibat dengan objective atau sasaran atau tujuan strategis department.



30



3.6



Rekomendasi Hasil Interpretasi Setelah melakukan interpretasi dari hasil pengisian angket sebelumnya, tahap



selanjutnya adalah upaya peneliti untuk memberikan rekomendasi dari hasil interpretasi tersebut. Rekomendasi diberikan oleh peneliti berdasarkan gambaran kinerja bagian Parts Logistics dan Warehouse yang berhasil diterjemahkan oleh peneliti melalui interpretasi tersebut. Rekomendasi diberikan sebagai salah satu upaya dalam perbaikan berkelanjutan pada divisi tersebut untuk jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.



31



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1



Penentuan Kriteria Pengukuran Kinerja Model pengukuran kinerja dalam penelitian ini mencakup penentuan metrik dan



indikator serta prioritas Key Performance Index (KPI) bagian Parts Logistik dan Warehouse. Perusahaan sebaiknya menentukan keputusan dan pilihan KPI yang sejalan dengan strategi perusahaan supaya efektivitas kinerja SC tercapai. Metode pengambilan keputusan Analytic Network Process (ANP) dipilih untuk memberikan nilai bobot minimal pada beberapa kriteria dan memaksimalkan bobot kriteria yang lain. Kriteria apa saja yang diberikan nilai bobot minimal dan nilai bobot maksimal didasarkan pada hasil wawancara terhadap responden terpilih dalam proses FGD. 4.1.1 Penyusunan Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse Penyusunan Balanced Scorecard (BSC) untuk pengukuran kinerja bagian Parts Logistik dan Warehouse dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan balanced scorecard Bhagwat & Sharma (2007) berikut ini: a. Membangun kesadaran akan konsep BSC untuk mengukur kinerja bagian Parts Logistik dan Warehouse dalam proses FGD dan wawancara dengan responden terpilih. Peneliti melakukan pemaparan mengenai pentingnya pengukuran kinerja bagian dengan pendekatan perspektif BSC. b. Mengumpulkan dan menganalisa data perusahaan berupa visi, misi, strategi perusahaan dan departemen dimana bagian Parts Logistik dan Warehouse berada serta dokumen standar operasional prosedur. c. Tujuan dan sasaran spesifik perusahaan pad abagian Parts Logistic dan Warehouse yang disetujui oleh … d. Rancangan awal BSC Parts Logistik dan Warehouse diusulkan 18 KPI kepada management, yang diperoleh dari 12 penggabungan KPI berbagai literatur dan 6 KPI dari dokumen perusahaan untuk dipilih oleh responden terpilih pada department Product Support di PT X. Sistematis pemilihan KPI pada rancangan awal BSC ditunjukkan seperti Tabel 9. e. Hasil FGD bersama stakeholders: Terdapat beberapa usulan KPI …..



32



f. Tercapai kesepakatan dengan management untuk menggunakan BSC Parts Logistic dan Warehouse sebagai sistem pengukuran kinerja unit Parts Logistic dan Warehouse. Secara sederhana, KPI yang telah disusun dibentuk kedalam sebuah strategy map seperti pada Gambar 4. g. Mengomunikasikan BSC yang disusun kepada unit divisi Parts Logistic dan Warehouse sebagai sarana evaluasi kinerja.



33



Tabel 9 Usulan KPI Parts Logistic dan Warehouse PT X



34



35



Berdasarkan hasil FGD dan wawancara terhadap responden, maka terpilih beberapa KPI dari beberapa ususlan KPI yang disediakan, yaitu:  Perspektif Keuangan (Financial) o F1: …. o F2: … dst  Perspektif Pelanggan (Customer) o C1: … o C2: .. dst  Perspektif Proses Bisnis Internal o B1: .. o B2: .. dst  Perspektif Learn and Growth o L1: … o L2: .. dst



36



4.1.2 Pembobotan Kriteria Balanced Scorecard Parts Logistik dan Warehouse Penentuan prioritas KPI dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden terpilih, kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan software Super Decision dan diperoleh tingkat kepentingan KPI dari beberapa KPI terpilih. Sebagai bentuk penyederhanaan, KPI yang terpilih kemudian dibentuk kedalam sebuah strategy map seperti Gambar 4. Gambar 3 Strategy Map



Pengolahaan data selanjutnya adalah penentuan prioritas KPI menggunakan metode ANP (Analytic Network Process). Penentuan dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk menentukan keterkaitan antar KPI. Penggunaan metode ANP dilakukan oleh seorang ahli untuk memberikan penilaian, maka dipilih responden yang dianggap ahli dalam strategi, penilaian dan keputusan terkait logistik dan warehouse di perusahaan ini. Pembobotan KPI logistik dan warehouse dilakukan dengan cara pemberian bobot oleh responden terpilih. Bobot perbandingan antar KPI diberikan dengan skala 1 sampai dengan 9. Skala perbandingna dibagi kedalam dua sisi, yaitu sisi kiri dan kanan, dengan asumsi penilaian sebagai berikut: 



Skala nilai ke kiri dipilih jika kriteria sebelah kiri dianggap memiliki tingkat kepentingan yang lebih dibandingkan kriteria sebelah kanan







Skala nilai 1 merupakan tingkat kepentingan yang dianggap sama penting untuk kriteria sebelah kiri dan kriteria sebelah kanan







Skala nila ke kanan dipilih jika kriteria sebelah kanan dianggap memiliki tingkat kepentingan yang lebih dibandingkan kriteria sebelah kiri.



C1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 F1



37



4.2



Penerapan Model Balanced Scorecard



4.3



Rekomendasi Perbaikan Kinerja



38



DAFTAR PUSTAKA Afiyanti, Y. (2008). Focus group discussion (diskusi kelompok terfokus) sebagai metode pengumpulan data penelitian kualitatif. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(1), 58–62. Aliakbari Nouri, F., Shafiei Nikabadi, M., & Olfat, L. (2019). Developing the framework of sustainable service supply chain balanced scorecard (SSSC BSC). International Journal of Productivity and Performance Management, 68(1), 148–170. https://doi.org/10.1108/IJPPM-04-2018-0149 Arif-Uz-Zaman, K., & Ahsan, A. M. M. N. (2014). Lean supply chain performance measurement. International Journal of Productivity and Performance Management, 63(5), 588–612. https://doi.org/10.1108/IJPPM-05-2013-0092 Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan validitas data melalui triangulasi pada penelitian kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(1), 46–62. Barnabè, F. (2011). A “system dynamics‐based Balanced Scorecard” to support strategic decision making. International Journal of Productivity and Performance Management. Beamon, B. M. (1999). Measuring supply chain performance. International Journal of Operations and Production Management, 19(3), 275–292. https://doi.org/10.1108/01443579910249714 Berrah, L., & Clivillé, V. (2007). Towards an aggregation performance measurement system model in a supply chain context. Computers in Industry, 58(7), 709–719. https://doi.org/10.1016/j.compind.2007.05.012 Bhagwat, R., & Sharma, M. K. (2007). Performance measurement of supply chain management: A balanced scorecard approach. Computers and Industrial Engineering, 53(1), 43–62. https://doi.org/10.1016/j.cie.2007.04.001 Bigliardi, B., & Bottani, E. (2014). Supply chain performance measurement: a literature review and pilot study among Italian manufacturing companies. International Journal of Engineering, Science and Technology, 6(3), 1–16. Björklund, M., & Forslund, H. (2013). The purpose and focus of environmental performance measurement systems in logistics. International Journal of Productivity and Performance Management, 62(3), 230–249. https://doi.org/10.1108/17410401311309168 Cagnazzo, L., Taticchi, P., & Brun, A. (2010). The role of performance measurement systems to support quality improvement initiatives at supply chain level. International Journal of 39



Productivity and Performance Management, 59(2), 163–185. https://doi.org/10.1108/17410401011014249 Chia, A., Goh, M., & Hum, S. H. (2009). Performance measurement in supply chain entities: Balanced scorecard perspective. Benchmarking, 16(5), 605–620. https://doi.org/10.1108/14635770910987832 Cuthbertson, R., & Piotrowicz, W. (2011). Performance measurement systems in supply chains: A framework for contextual analysis. International Journal of Productivity and Performance Management, 60(6), 583–602. https://doi.org/10.1108/17410401111150760 D’Haene, C., Verlinde, S., & Macharis, C. (2015a). Measuring while moving (humanitarian supply chain performance measurement – status of research and current practice). Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 5(2), 146–161. https://doi.org/10.1108/JHLSCM-04-2013-0016 D’Haene, C., Verlinde, S., & Macharis, C. (2015b). Measuring while moving (humanitarian supply chain performance measurement – status of research and current practice). Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 5(2), 146–161. https://doi.org/10.1108/JHLSCM-04-2013-0016 Danaher, A. R. (1999). Development of transit capacity and quality of service manual. In Urban Public Transportation Systems Implementing Efficient Urban Transit Systems and Enhancing Transit Usage (Vol. 42). Transportation Research Board. Farooq, A., & Hussain, Z. (2011). Balanced scorecard perspective on change and performance: A study of selected Indian companies. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 24, 754–768. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.09.043 Fondas, N. (1993). Process Innovation: Reengineering Work Through Information Technology. In Academy of Management Perspectives (Vol. 7, Issue 2). Harvard Business Press. https://doi.org/10.5465/ame.1993.9411302338 Frederico, G. F., Garza-Reyes, J. A., Kumar, A., & Kumar, V. (2020). Performance measurement for supply chains in the Industry 4.0 era: a balanced scorecard approach. International Journal of Productivity and Performance Management. https://doi.org/10.1108/IJPPM-08-2019-0400 Garg, A., & Deshmukh, S. G. (2012). Designing balanced scorecard for multi echelon repair inventory systems. Journal of Modelling in Management, 7(1), 59–96. https://doi.org/10.1108/17465661211208811 Guersola, M., De Lima, E. P., & Steiner, M. T. A. (2018). Supply chain performance 40



measurement: a systematic literature review. In International Journal of Logistics Systems and Management. https://doi.org/10.1504/IJLSM.2018.094193 Gunasekaran, A., & Kobu, B. (2007). Performance measures and metrics in logistics and supply chain management: A review of recent literature (1995-2004) for research and applications. International Journal of Production Research, 45(12), 2819–2840. https://doi.org/10.1080/00207540600806513 Ip, W. H., Chan, S. L., & Lam, C. Y. (2011). Modeling supply chain performance and stability. Industrial Management and Data Systems, 111(8), 1332–1354. https://doi.org/10.1108/02635571111171649 Kanji, G. K. (2002). Performance measurement system. Total Quality Management, 13(5), 715–728. https://doi.org/10.1080/0954412022000002090 Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2000). Having trouble with your strategy? Then map it. Harvard Business Review, 78(5). Kaplan, Robert S., & Norton, D. P. (1996). Linking the balanced scorecard to strategy. California Management Review, 39(1), 53–79. https://doi.org/10.2307/41165876 Kaplan, Robert S., & Norton, D. P. (2009). Putting the balanced scorecard to work. The Economic Impact of Knowledge, 315–324. https://doi.org/10.1016/b978-0-7506-70098.50023-9 Keebler, J. S., & Plank, R. E. (2009). Logistics performance measurement in the supply chain: A benchmark. Benchmarking, 16(6), 785–798. https://doi.org/10.1108/14635770911000114 Kumar, A., Ozdamar, L., & Ng, C. P. (2005). Procurement performance measurement system in the health care industry. International Journal of Health Care Quality Assurance, 18(2), 152–166. https://doi.org/10.1108/09526860510588179 Lu, Q., Goh, M., & De Souza, R. (2016). A SCOR framework to measure logistics performance of humanitarian organizations. Journal of Humanitarian Logistics and Supply Chain Management, 6(2), 222–239. https://doi.org/10.1108/JHLSCM-09-20150038 Magnan, S. S., & Creswell, J. W. (1997). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. In The Modern Language Journal (Vol. 81, Issue 2). Thousand Oaks, Calif. : Sage Publications, [1994] ©1994. https://doi.org/10.2307/328794 Meena, K., & Thakkar, J. (2014). Development of Balanced Scorecard for healthcare using Interpretive Structural Modeling and Analytic Network Process. Journal of Advances in Management Research, 11(3), 232–256. https://doi.org/10.1108/JAMR-12-2012-0051 41



Melnyk, S. A., Stewart, D. M., & Swink, M. (2004). Metrics and performance measurement in operations management: dealing with the metrics maze. Journal of Operations Management, 22(3), 209–218. Neely, A. (2005). The evolution of performance measurement research. International Journal of Operations & Production Management, 25(12), 1264–1277. https://doi.org/10.1108/01443570510633648 Papakiriakopoulos, D., & Pramatari, K. (2010). Collaborative performance measurement in supply chain. Industrial Management and Data Systems, 110(9), 1297–1318. https://doi.org/10.1108/02635571011087400 Plant, R., Willcocks, L., & Olson, N. (2003). Measuring e-business performance: towards a revised balanced scorecard approach. Information Systems and E-Business Management, 1(3), 265–281. Reefke, H., & Trocchi, M. (2013). Balanced scorecard for sustainable supply chains: Design and development guidelines. International Journal of Productivity and Performance Management, 62(8), 805–826. https://doi.org/10.1108/IJPPM-02-2013-0029 Rotchanakitumnuai, S. (2013). Assessment of e-procurement auction with a balanced scorecard. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, 43(1), 39–53. https://doi.org/10.1108/09600031311293246 Shepherd, C., & Günter, H. (2011). Measuring supply chain performance: Current research and future directions. In Behavioral Operations in Planning and Scheduling (pp. 105– 121). Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-642-13382-4_6 Sugiyono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Sukada, S. (2007). Membumikan Bisnis Berkelanjutan. Indonesia Business Links.



42



LAMPIRAN



43