Revisi LP Pneumothorax [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.E DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMOTORAX DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA RSUD dr. DORIS SLYVANUS PALANGKARAYA



Di Susun Oleh: Nama : Melatia Paska NIM : 2018.C.10a.0977



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK 2019/2020



LEMBAR PENGESAHAN Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh : Nama



: Melatia Paska



NIM



: 2018.C.10a.0977



Program Studi : S1 Keperawatan Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Diagnosa Medis Pneumotorax Dengan Kebutuhan Oksigenisasi Di Ruang Gardenia rsud Dr. Doris Slyvanus Palangkaraya” . Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklink Keperawatan 1(PPK1) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh : Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Nia Pristina, S.Kep., Ners



Erika Sihombing, S.Kep., Ners



Mengetahui: Ketua Program Studi S1 Keperawatan,



Meilitha Carolina, Ners., M.Kep KATA PENGANTAR 2



Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Diagnosa Medis Pneumotorax dan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya.



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini



4.



Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Gardenia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di ruang Gardenia.



5.



Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh



dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.



Palangka Raya, 16 Juni 2020



Penulis



DAFTAR ISI 3



SAMPUL DEPAN…………………………………………………………



i



LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….



ii



KATA PENGANTAR ...................................................................................



iii



DAFTAR ISI...................................................................................................



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang.........................................................................................



6



1.2



Rumuan Masalah.....................................................................................



9



1.3



Tujuan......................................................................................................



9



1.4



Manfaat....................................................................................................



10



BAB 2 PEMBAHASAN 2.1



Konsep Penyakit



2.1.1



Definisi................................................................................................



11



2.1.2



Anatomi fisiologi.................................................................................



11



2.1.3



Etiologi................................................................................................



13



2.1.4



Klasifikasi............................................................................................



14



2.1.5



Patofisiologi........................................................................................



16



2.1.6



Manifestasi klinis (tanda dan gejala)...................................................



19



2.1.7



Komplikasi..........................................................................................



19



2.1.8



Pemeriksaan penunjang.......................................................................



20



2.1.9



Penatalaksanaan medis........................................................................



20



Konsep kebutuhan dasar manusia............................................................



22



2.2



2.2.1



Definisi Oksigenasi ............................................................................



23



2.2.2 Anatomi Fisiologi Oksigenasi.............................................................



24



2.2.3



Etiologi Oksigenasi.............................................................................



24



2.2.4



Klasfikasi Oksigenasi.........................................................................



25



2.2.5



Patofisiologi Oksigenasi......................................................................



25



2.2.6



Manifestasi Klinis Oksigenasi.............................................................



26



2.2.7



Komplikasi Oksigenasi.......................................................................



26



2.2.8



Pemeriksaan Penunjang Oksigenasi....................................................



26



2.2.9



Penatalaksanaan Medis Oksigenasi....................................................



27



2.3



Manajemen asuhan keperawatan



2.3.1



Pengkajian keperawatan......................................................................



28



2.3.2



Diagnosa keperawatan.........................................................................



30



2.3.3



Intervensi keperawatan........................................................................



30



4



2.3.4



Implementasi keperawatan..................................................................



32



2.3.5



Evaluasi keperawatan..........................................................................



32



BAB 3 Asuhan keperawatan 3.1



Pengkajian................................................................................................



33



3.2



Diagnosa..................................................................................................



45



3.3



Intervensi.................................................................................................



46



3.4



Implementasi............................................................................................



51



3.5



Evaluasi....................................................................................................



51



BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan.................................................................................................



54



4.2 Saran .......................................................................................................



55



DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 5



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut. Tetapi di era yang modern ini, penyakit-penyakit berbahaya tersebut tidak jarang diderita oleh usia yang masih produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif tersebut adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya peningkatan konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat melanjutkan hidup menjadi lebih baik. Menurut data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan Indonesia, di Jawa Timur pada tahun 2015 jumlah penderita trauma thoraks sebanyak 587 dengan presentase 60% pneumothoraks, 15% hemathoraks, 25% hematopneumothoraks. Pada bulan Januari sampai dengan Maret 2016 presentase jumlah penderita pneumothoraks di Jawa Timur mencapai 1.092 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari IGD RSUD Dr. Mohammad Saleh Kota Probolinggo pada tahun 2015 sebanyak 64 kasus trauma thoraks dengan 19 orang mengalami hemathoraks, 4 orang mengalami hematopneumothoraks dan 41 orang mengalami pneumothoraks. Pada bulan Januari sampai Maret 2016 terdapat 23 kasus pneumothoraks. Dari pasien pneumothoraks sebanyak 23 orang didapatkan hasil bahwa mereka mengalami ketidakefektifan pola nafas. Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua didunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health Organitation). Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan pada kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawat daruratan yang harus di berikan penanganan secepat mungkin untuk menghindari dari kematian. Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti dipopulasi, dikarenakan pada literatur literatur, angka insidennya di masukan pada insiden cedera dada atau trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya pneumothoraks spontan, diantaranya : usia, jenis kelamin, pneumonia, sarkoidosis, penyakit membran hialin pada neonatus, abses paru, tumor paru, asma, kistik fibrosis, benda asing, dan adanya bleb atau bulla paru . Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, tergantung dari masing-masing individu. Penderita mengeluh sesak nafas, nyeri dada, batuk non produktif, bahkan sampai batuk darah. Oleh karena itu diperlukan terapi 6



yang bervariasi, mulai dari observasi sampai tindakan bedah.Pengelolaan pneumothoraks spontan sebenarnya sederhana, tidak selalu membutuhkan multimodalitas, namun jika pengelolaan yang dilakukan tidak mencukupi/adekuat akan menyebabkan resiko rekuren, terjadi komplikasi lain, atau bahkan kematian penderita. Penanganan pada kasus pneumothorax ini adalah dengan tindakan pemasangan Water Seal Drainage (WSD) untuk tetap mempertahankan tekanan negatif dari cavum pleura sehingga pengembangan paru sempurna. Pemasangan WSD akan menimbulkan problematika fisioterapi, yaitu adanya perubahan pada mekanika pernafasan/alat-alat gerak pernafasan, dan juga akan menyebabkan penurunan toleransi aktivitas. Penanganan fisioterapi untuk menangani imapirement diatas adalah dengan (1) breathing exercise, yang ditujukan untuk meningkatkan oksigenasi serta meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan otot pernafasan, (2) deep breathing exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion Exercise (TEE), (Tracker dan Webber, 1996).



TEE adalah latihan nafas dalam yang



menekankan pada fase inspirasi. Inspirasi bisa dengan penahanan nafas selama 3 detik pada waktu inspirasi sebelum dilakukan ekspirasi. Thoracic Expansion Exercise (TEE) dapat digabung dengan teknik clapping atau vibrasi. Teknik ini mermanfaaat untuk membantu proses pembersihan mukus (Webber, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan Tucker dan Jenskins bahwa efek teknik thoracic expansion exercise adalah untuk meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pergerakkan dari sekresi bronchial (Tucker and Jenkins, 1996), (3) latihan gerak aktif, untuk menjaga mobilitas anggota gerak atas agar tidak terjadi keterbatasan gerak yang disebabkan karena pemasangan WSD. Berdasarkan uraian tersebut penulis mempunyai keinginan untuk mengangkat kasus Pneumothorak. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. E dengan diagnosa medis Pneumothorak dan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya? 1.3



Tujuan Penulisan



1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU) Adapun tujuan umum dari laporan ini adalah: Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan diagnosa Pneumothorak dan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2



Tujuan Intruksional Khusus (TIK) 7



1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Pneumothorax 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi ) 1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien Pneumothorak dan kebutuhan dasar oksigenasi 1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.E di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan diagnose pada Tn. di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus. 1.3.2.6 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Tn. E di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.7 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. E di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.8 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. E di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.9 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan. 1.4



Manfaat Penulisan



1.4.1 Bagi Mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya Pneumothorak. 1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Pneumothorak. 1.4.3 Bagi Institusi Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit. 1.4.4



Bagi IPTEK Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan



yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan pneumothorak.



BAB 2 8



TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Konsep Penyakit



2.1.1



Definisi Pneumotorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi



secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2010). Tension pneumothorax disebabkan karena  tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax



dapat



menyebabkan



cardiorespiratory



distress



dan



cardiac



arrest.



Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2009). Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks sangat berkaitan dengan fraktur kosta laserasi dari pleura parietalis dan visceralis. Robekan dari pleura visceralis dan parenkim paru dapat menyebabkan Pneumotoraks, sedangkan robekan dari pleura parietalis dapat menyebabkan terbentuknya emfisema subkutis. Pneumotoraks pada trauma tumpul toraks terjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan ruptur alveolus. Udara yang keluar ke rongga interstitial ke pleura visceralis ke mediastinum menyebabkan Pneumotoraks atau emfisema mediastinum. Selain itu Pneumotoraks juga dapat terjadi ketika adanya peningkatan tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat glotis tertutup menyebabkan peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea dan atau bronchial tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang, sehingga ruptur dari trakea atau bronkus dapat terjadi. Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu (Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al., 2015). Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera kedalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura (smeltzer, 2001), Pneumotoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (corwin, 2000) Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari dinding dada (yaitu trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura visceral. Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi Pneumotoraks adalah adanya udara atau cairan di paru yang cidera kedalam ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura. 2.1.2



Anatomi Fisiologi



9



Gambar 2.1.2 Anatomi Fisiologi 2.1.2.1 Anatomi Paru-paru Paru-paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus



10



membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut. 2.1.2.2



Fisiologi Paru-paru



Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama 2.1.3



Etiologi Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara



melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. 11



Pelebaran /alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema. Pneumotoraks dapat diklasifikasi sesuai penyebabnya. 2.1.3.1 Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab



(trauma



adapun latrogerik) ada dua jenis yaitu : a. Pneumotoraks spontan primer suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasarinnya sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat sampai sekarang belum di ketahui penyebabnya. b. Pneumotoraks spontan sekunder, terjadi karena penyakit paru yang mendasari (tuberculosis paru , PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru). 2.1.3.2 Pneumotoraks traumatic yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma baik trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi venasentral. Pneumotoraks traumatik di bagi 2 jenis yaitu. a.



Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan



misalnnya : jejas pada dinding dada baik terbuka



maupun tertutup. b.



Pneumotoraks (open pneumotoraks) terjadi karena luka terbuka pada dinding dan sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar / melalui luka tersebut.



c.



Pneumotoraks tension terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah dari paru ke ruang pleura melalui sebuah lubang kecil d struktur tubuh (corwin, 2000)



2.1.4



Klasifikasi



Berdasarkan terjadinya yaitu: 2.1.4.1 Artificial            Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura. 2.1.4.2 Traumatic 12



Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura. 2.1.4.3 Barotrauma Pada Paru Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat. Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks. 2.1.4.4 Spontan Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma



atau



inflamasi.



Pneumotoraks



spontan



dapat



diklasifikasikan



menjadi



Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). 1. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis 2. Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis. 3. Berdasarkan jenis fistel.



2.1.4.5 Pneumotoraks terbuka Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi). 2.1.4.6 Pneumotoraks tertutup 13



Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi). 2.1.4.7 Pneumotoraks ventil Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa. 2.1.5



Patofisiologi (Patway) Saat



inspirasi,



tekanan



intrapleura



lebih



negative



daripada



tekanan



intrabronkhial,sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek. Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut: a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat. b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.



14



c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks



15



WOC PNEUMOTHORAX



Idiopatik : Predesposisi Familial



Tauma Penyakit Dasar : PPOK, TB, Milier, Fibrosis, ARDs, Asma Bronkiale, Bronkitis Kronis, Emfisema



Terbuka



Socking Wound



Alveoli, Bleb/Bulla/Blister berisi udara pada paru-paru Ruptur



Ekspirasi : Udara tidak bisa keluar



Inspirasi : Udara masuk ke dalam Cavum Pleura



Udara terakumulasi pada kavum pleura sampai terjadi tekanan seimbang Pneumothotrak



16



Tertutup



Ventil Emergency



B1



Nyeri saat bernapas



Keringat dingin



sianosis



Meningkatnya tekanan intra pleura



Kemampuan dilatasi menurun



Ekspansi dada tidak maksimal



Pola napas abnormal



Pola napas tidak efektif



Mediastinum bergeser kearah paru yang kolaps Nyeri dada



B2



Produksi sputum meningkat



Cardiac Output turun



Batuk tidak efektif



Gelisah



Takikardi



B3



c



Tindakan invasive sekunder



Perdarahan



Filtrasi menurun Risiko perfusi perifer tidak efektif



Dada terasa sempit



Pasokan oksigen ke seluruh tubuh berkurang



Pasokan oksigen ke sistem pencernaan menurun



Diskontinuit as jaringan



Oliguri



Risiko Infeksi



Gangguan eleminasi urin



Irama napas berubah



Motilitas usus menurun



anoreksia



Defisit nutrisi



Sesak napas Bersihan jalan napas tidak efektif



B5



Suplai darah ke ginjal menurun



Pemasangan selang WSD



Sesak napas



Gangguan Pertukaran Gas



B4



17



B6



Pasokan oksigen ke seluruh tubuh berkurang Suplai oksigen kebutuhan



Metabolisme aerob menurun



Terjadi keletihan, kelemahan



Intoleransi aktivitas



2.1.6



Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)



Berdasarkan anamnesis, gejala yang sering muncul : 1. Sesak napas 2. Nyeri dada 3. Batuk-batuk mengeluarkan sputum 4. Gelisah 5. Tekanan darah menurun 6. Dada terasa sempit 7. Keringat dinginSianosis 8. Tampak sisi yang terserang menonjol dan tertinggal dalam pernapasan 9. Perkusi hipersonor 10. Pergeseran mediastinum ke sisi sehat 11. Pola napas melemah pada bagian yang terkena 12. Suara amforik 13. Saat diperkusi terdengar hiperosa 14. Nyeri pleura 15. Hipotensi (Mansjoer, 2000) Gejala-gejala dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan derajat gangguan bisa mulai asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat, bermula pada saat istirahat dan berakhir dalam 24 jam (Sudoyo, 2006). 2.1.7



Komplikasi Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya



pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga dapat terkena dampaknya. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah. 1. Iga : Fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada. 2. Pleura, paru-paru, bronkhi : Hemopneumothoraks – emfisema pembedahan. 3. Jantung : Tamponade jantung, rupture jantung, rupturototpapilar,  ruptur klepjantung. 4. Pembuluhdarahbesar:Hematothoraks. 5. Esofagus:Mediastinitis. 18



6. Diafragma : Herniasivisera dan permukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 2009) 2.1.8 2.1.8.1



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara



2.1.8.2



Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2



2.1.8.3



Pemeriksaan EKG



2.1.8.4



Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)



2.1.8.5



Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa



2.1.8.6



Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah



2.1.8.7



Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU



2.1.8.8



Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %



2.1.9



Penatalaksanaan Medis



Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain  dengan melakukan : 1. Tindakan medis Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar. 2. Tindakan dekompresi Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara : a.  Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif  karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. b. Membuat hubungan dengan udara luar  melalui kontra venil. - Dapat memakai infus set khususnya niddle - Jarum abbocath - Pipa  WSD ( Water Sealed Drainage )



19



Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara thoakar  atau dengan bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut. Penghisapan terus -menerus ( continous suction ). Penghisapan dilakukan terus-menerus apabial tekanan intra pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut. 1. Tindakan bedah 1. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit. 2. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi. 3. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali. 4. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel. 2. Pengobatan tambahan : Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya : - Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis. - Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat perlu mengejan terlalu keras. - Istirahat total



20



- Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk, bersin terlalu keras, mengejan. 2.2



Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenisasi



2.2.1 Definisi Oksigen(O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupseluruh sel – sel tubuh.Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen setiap kali bernapas. Masuknya oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah & Tarwoto 2003). Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan dan aktivitas berbagai organ atau sel (Carpenito, 2006). Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan pembuangan CO² (hasil pembakaran sel). 2.2.2 Fisiologi Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian: 1) Menghirup udara (inpirasi) Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar, tekanan rongga dada turun/lebih kecil. 2) Menghembuskan udara (ekspirasi) Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar. Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi dan transportasi. 3) Ventilasi Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor: 1. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah. 21



2. Adanya kondisi jalan nafas yang baik. 3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru. 4) Difusi 1. Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 2. Luasnya permukaan paru-paru. 3. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan. 4. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis. 5. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB. 5) Transportasi gas Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1.



curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.



2.



kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.



2.2.3 Etiologi Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen: 1) Faktor Fisiologi 1) Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia 2) Menurunnya konsetrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran pernapasan atas, peningkatan sputumyang berlebihan pada saluran pernapasan. 3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya O2. 4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam, ibu hamil,luka,dll. 5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskuloskletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru. 2) Faktor Perkembangan 1) Bayi prematur, yang disebabkan kurangnya surfaktan. 22



2) Bayi dan balita, adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut. 3) Anak usia sekolah dan remaja, resiko saluran pernapasan dan merokok. 4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantungdan paru-paru. 5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun. 3) Faktor Perilaku 1) Nutrisi: misalnya pada obesitas menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menyebabkan anemia, sehingga daya ikat oksigen menurun, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis. 2) Aktivitas fisik: latihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen (meningkatkan heart rate dan respirasi). 3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner. 4) Alkohol dan obat-obatan: menyebabkan asupan nutrisi dan Fe menurun yang mengakibatkan penurunan hemoglobin.Alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan. 5) Kecemasan: Menyebabkan metabolisme meningkat. 4) Faktor Lingkungan 1) Tempat kerja (polusi) 2) Suhu lingkungan 3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Konsentrasi oksigen pada dataran tinggi cenderung lebih rendah, sehingga tubuh berespon untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan untuk memenuhi oksigenasi jaringan). 2.2.4 Patofisiologi Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi adalah proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru, apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi adalah penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan, yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload,



23



dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002). 2.2.5 Menifestasi Klinis Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011). Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011). 2.2.6 Komplikasi 1) Hipoksia 2) Hipoksemia 3) Hiperkapnia 4) Gagal napas 5) Gagal Jantung 6) Kematian 2.2.7 Pemeriksaan Diagnaostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan oksigenasi yaitu: 1) EKG:



menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi



impuls dan posisi listrik jantung. 2) Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner. 3) Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD). 4) Foto thorax : deviasi mediastinal adanya tegangan (tension). 2.2.8 Penatalaksanaan Medis



24



Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan oksigen adalah dengan terapi oksigen. Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik: 1) Sistem aliran rendah Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005). Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu. 2) Kateter nasal Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat (Harahap, 2005). 3) Kanul nasal Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005). 4) Sungkup muka sederhana Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005). 5) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak 25



dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005). 6) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapai 98%, tidak mengeringkan selaput lendir.  Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005) 7) Sistem aliran tinggi Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005). Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2(Harahap, 2005).Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah. 2.2.9 Masalah Oksigenisasi 1) Hipoksia Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen. 2) Perubahan Pola Nafas 1. Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit karena paruparu terjadi emboli. 2. Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit. 3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru. 4. Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal. 5. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan O2. 6. Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan. 7. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. 26



8. Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran nafas 3) Obstruksi Jalan Nafas Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan. 4) Pertukaran Gas Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2 maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular. 2.2.10 Penatalaksanaan 1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif -



Pembersihan jalan nafas



-



Latihan batuk efektif



-



Suctioning



-



Jalan nafas buatan



2) Pola Nafas Tidak Efektif -



Atur posisi pasien ( semi fowler )



-



Pemberian oksigen



-



Teknik bernafas dan relaksasi



3) Gangguan Pertukaran Gas -



Atur posisi pasien ( posisi fowler )



-



Pemberian oksigen



-



Suctioning



4) Nyeri Akut - Berikan tekhnik relaksasi - Atur posisi pasien (semi fowler) - Pemberian analgetik 2.3



Manajemen Asuhan Keperawatan



2.3.1 Pengkajian 2.3.1.1 Identitas klien 2.3.1.2 Keluhan utama Sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit 2.3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang 27



Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll) 2.3.1.4 Riwayat Penyakit Dalam Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering terjadi pada pneumotoraks spontan. 2.3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dll. 2.3.1.6 Psikososial Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya. 2.3.1.7 Pemeriksaan Fisik 1.



B1 (Breathing) 1. Inspeksi Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat. 2. Palpasi Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar. 3. Perkusi Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi. 4. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.



5. B2 (Blood) Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT. 6. B3 (Brain)



28



Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma. 7. B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok. 8. B5 (Bowel) Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. 9.  B6 (Bone) Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum. 2.3.2



Diagnosa Keperawatan



2.3.2.1 Gangguan pertukaran gas berhububungan dengan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax. SDKI (D.0003 : Hal 22) 2.3.2.2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas nyeri saat bernapas SDKI (D.0005 : Hal 26) 2.3.2.3 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang tertahan SDKI (D.0149 Hal : 18) 2.3.2.4 Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan trauma ( D.0015 : Hal 48) 2.3.2.5 Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif. SDKI (0142 : Hal 304) 2.3.2.6 Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia. SDKI ( D.0019 : Hal 56) 2.3.2.7 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, antara suplai dan kebutuhan O2. SDKI (D.0056 : Hal 128)



29



ketidakseimbangan



2.3.3



Intervensi Keperawatan



2.3.3.1 Pola nafas tidak efektif berhububungan dengan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax. Tujuan (Kriteria hasil



Intervensi



SIKI Hal 247, I.01014 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (Frekuensi, keperawatan 1 x 8 jam diharapkan



kedalaman, usaha napas)



pola napas efektif



2. Monitor nilai AGD



kriteria hasil :



3. Monitor adanya produksi sputum



1. Pasien tidak mengeluh sesak 4. Monitor saturasi oksigen napas



5. Posisikan



2. Gerakan dada saat bernapas simetris



fowler



atau



fowler 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi



3. Pasien merasa rileks dan tenang 4. Tidak ada batuk dan sputum 5. Irama



semi



pernapasan



7. Auskultasi bunyi napas.



menjadi 8. Ajarkan teknik batuk efektif



teratur 6. Tidak



paru.



9. Berikan oksigen. ada



suara



napas



tambahan TTV -



TD = 120/80 mmHg



-



RR = 25 x/menit



-



N = 80 x/menit



-



S= 35 0C



30



2.3.3.2



Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas nyeri saat bernapas Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



( SIKI Hal 185, I.01011) Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (frekuensi, keperawatan 1 x 8 jam diharapkan pola napas efektif



kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan



kriteria hasil :



(mis. Gurgling, mengi, wheezing,



1. Ventilasi semenit meningkat ronkhi kering) 2. Kapasitas vital meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Diarmeter thotaks anterior – posterior meningkat aroma) 4. Tekanan ekspirasi meningkat 4. Pertahankan kepatenan jalan 5. Tekanan inspirasi meningkat 6. Dipsnue menurun napas dengan head-tilt dan chin7. Penggunaan otot bantu napas lift (jaw-trust jika curiga trauma menurun 8. Pernapasan cuping hidung servikal) menurun 5. Posisi semi – fowler atau fowler 9. Frekuensi napas membaik 6. Berikan minuman hangat 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 8. Lakukan



penghisapan



lender



kurang dari 15 detik 9. Lakukan



hiperoksigenasi



sebelum penghisapan endotrakeal 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 11. Berikan oksigen, jika perlu 12. Anjurkan asupan cairan 2.000 ml/hari



,



jika



tidak



terkontaindikasi 13. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi



pemberian



bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu 2.3.3.3 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang tertahan 31



Tujuan (Kriteria hasil



Intervensi



1. Batuk efektif meningkat



SIKI hal 142, I.01006 1. Identifikasi kemampuan batuk



2. Produksi sputum menurun



2. Monitor adanya retensi sputum



3. Mengi menurun



3. Monitor input dan outpun cairan



4. Wheezing menurun 5. Mekonium



(pada



(mis. Jumlah dan karakteristik) neonates)



4. Atur posisi semi – fowler atau



menurun 6. Dipsnea menurun



fowler 5. Buang



7. Ortopnea menurun 8. Sulit berbicara menurun



pada



tempat



sputum 6. Jelaskan tujuan dan prosedur



9. Sianosis menurun 10. Gelisah menurun



secret



batuk efektif 7. Anjurkan Tarik napas dalam



11. Frekuensi napas membaik



melalui hidung 4 detik, ditahan



12. Pola napas membaik



selama



2



detik,



kemudian



keluarkan dari mulut dengan bibir



mencucu



(dibulatkan)



selama 8 detik 8. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali 9. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu



2.3.3.4



Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan trauma Tujuan (Kriteria hasil



Intervensi 32



1. Denyut



nadi



SIKI hal 345, I.02079 1. Pemeriksaan sirkulasi perifer



perifer



meningkat



2. Identifikasi



2. Penyembuhan



luka



faktor



risiko



gangguan sirkulasi



meningkat



3. Monitor panas kemerahan,



3. Sensasi meningkat



nyeri, atau bengkak pada



4. Warna kulit pucat menurun



ekstermitas



5. Edema perifer menurun



4. Hindari pemasangan infus



6. Nyeri ekstermitas menurun



atau pengambilan darah di



7. Parastesia menurun



area keterbatasan perfusi



8. Kelemahan otot menurun



5. Hindari pengukuran tekanan



9. Kram otot menurun



darah



10. Bruir fermonalis menurun



dengan keterbatasan perfusi



11. Nekrosis menurun



pada



6. Hindari



ekstermitas



penekanan



dan



12. Pengisian kapiler membaik



pemasangan tourniquet pada



13. Akral membaik



area yang cedera



14. Tungor kulit membaik



7. Lakukan pencegahan infeksi



15. Tekanan



8. Lakukan perawatan kaki dan



darah



sistolik



membaik 16. Tekanan



kuku darah



diastolik



9. Lakukan hidrasi



membaik 17. Tekanan



10. Anjurkan berhenti merokok arteri



rata-rata



11. Anjurkan olah raga rutin



membaik 18. Indeks



ankle



12. Anjurkan -



brachial



untuk



membaik



cek



air



menghindari



mandi kulit



terbakar 13. Anjurkan menggunakan obat penurun



tekanan



darah,



antikoagulan, dan penurun kolesterol 14. Anjurkan pengontrol



minum



obat



tekanan



darah



secara teratur 15. Anjurkan menghindari obat penggunaan obat penyekat 33



beta 16. Anjurkan



perawatan



kulit



yang tepat 17. Anjurkan



program



rehabilitasi vascular 18. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi 19. Informasikan



tanda



dan



gejala darurat yang harus dilaporkan 2.3.3.5



Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif. Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



SIKI Hal 343 I.01022 Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Periksa lokasi insisi adanya keperawatan 1 x 7 jam diharapkan



kemerahan, bengkak, atau tanda-



Risiko infeksi teratasi



tanda dehisen atau eviserasi



kriteria hasil :



2. Monitor volume, warna, dan



1. Tidak ada tanda-tanda infeksi



konsistensi drainase dari paru-



pada luka insisi



paru.



2. Ekspresi wajah pasien rileks 3. Kepatenan



sistem



3. Monitor proses penyembuhan



drainage



WSD dalam kondisi baik 4. Luka sembuh tanpa komplikasi



area insisi 4. Monitor tanda-tanda infeksi 5. Lakukan



5. Mengenali tanda dan gejala



atau perawatan selang dada. 6. Fasilitasi batuk, napas dalam dan



6. Mengetahui cara mengurangi penularan infeksi



tangan



sebelum dan setelah pemasangan



yang mengidindikasikan risiko dalam penyebaran infeksi



kebersihan



ubah posisi setiap 2 jam. 7. Lakukan



perawatan



di



area



pemasangan selang setiap 48-72 atau sesuai indikasi. 8. Ajarkan cara perawatan selang. 9. Ajarkan mengenali tanda-tanda infeksi. 34



2.3.3.6



Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia. Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



SIKI Hal .200, I.03119 1. Porsi makan yang di habiskan 1. Identifikasi status nutrisi meningkat



2. Identifikasi alergi dan intoleransi



2. Kekuatan



otot



pengunyah



meningkat



makanan 3. Identifikasi makanan yang di



3. Kekuatan



otot



menelan



meningkat



sukai 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan



4. Serum albumin meningkat 5. Verbalisasi



keinginan



jenis nutrien untuk 5. Identifikasi



meningkatkan nutrisi meningkat 6. Pengetahuan



tentang



penggunaan selang nasogastric



pilihan 6. Monitor asupan maknan



makanan yang sehat meningkat



7. Monitor berat badan



7. Pilihan tentang pilihan minuman 8. Monitor yang sehat meningkat 8. Pengetahuan asupan



yang



tepat



dan



penyimpanan



dan



11. Sikap



11. Sajikan makan secara menarik dan suhu yang sesuai 12. Berikan makanan tinggi serat



terhadap



makanan/minuman Penyiapan



diet (mis. Piramida makanan)



penyimpanan



minuman yang aman meningkat



dengan



makan, jika perlu 10. Fasilitasi menentukan pedoman



makan yang aman meningkat 10. Penyiapan



tujuan dan



untuk mencegah konstipasi



sesuai 13. Berikan makanan tinggi kalori kesehatan



dan tinggi protein



penyimpanan 14. Berikan suplemen makan, jika



makan yang aman meningkat 12. Perasaan



pemeriksaan



standar 9. Lakukan oral hygiene sebelum



meningkat 9. Penyiapan



hasil



laboratorium



tentang



nutrisi



perlunya



cepat



perlu



kenyang 15. Hentikan pemberian makanan



menurun



melalui selang nasogastric jika



13. Nyeri abdomen menurun 14. Sariawan menurun



asupan oral bisa di toleransi 16. Anjurka



15. Rambut rontok menurun 35



posisi



duduk,



jika



16. Diare menurun



mampu



17. Berat badan membaik 18. Indeks



Masa



17. Ajarkan diet yang di programkan



Tubuh



(IMT) 18. Kolaborasi pemberian medikasi



membaik



sebelum makan (mis. Pereda



19. Frekuensi makan membaik



nyeri, antiemetic), jika perlu



20. Nafsu makan membaik



Kolaborasi



21. Bising usus membaik 22. Tebal



kulit



lipatan



dengan



ahli



gizi



untuk menentukan jumlah kalori



trisep



dam jenis nutrient yang di



membaik



butuhkan, jika perlu 23. Membrane mukosa membaik 2.2.3.7 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2. Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



SIKI Hal .176, I.05178 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi keperawatan



1



x



7



jam



tubuh



meningkatkan toleransi aktivitas pasien



yang



mengakibatkan



kelelahan 2. Monitor



Kriteria hasil :



kelelahan



fisik



dan



emosional



1. Pasien tidak mengeluh sesak 3. Lakukan latihan rentang gerak napas



pasif dan/atau aktif.



2. Pasien tidak mengeluh lelah



4. Fasilitasi duduk di sisi tempat



3. Tidak terjadi kekauan pada otot



tidur, jika tidak dapat berpindah



4. Pasien tampak mampu aktivitas



atau berjalan.



secara perlahan



5. Anjurkan tirah baring.



5. Tidak terjadi pada kekauan otot



6. Kolaborasi



6. Asupan nutrisi dan makanan



tentang



meningkat



sehingga



energi



cara



asupan makanan.



pasien terpenuhi



2.2.4



dengan



Implementasi keperawatan



36



ahli



gizi



meningkatkan



Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2005) 2.2.5 Evaluasi keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan untuk : 1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan 2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum 3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. (Asmadi, 2008). Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan, mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien pulang atau pindah.



37



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN Nama Mahasiswa



: Melatia Paska



Nim



: 2018.C.10a.0977



Tempat Praktik



: Ruang Gardenia



Tanggal Praktek



: Senin 16-21 Juni 2020



Tanggal Pengkajian



: Senin, 16 Juni 2020 (15.00 Wib)



3.1



Pengkajian



3.1.1 Identitas 1) Identitas Pasien Nama : Tn. E Umur : 44 Tahun Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-Laki Status : Menikah  Pendidikan :SMA Pekerjaan : Tukang Kayu/membuat rumah Suku Bangsa : Dayak/ Indonesia Alamat : Jalan Iskandar Tanggal Masuk : 28 Mei 2020 Tanggal Pengkajian : 16 Juni 2020 Diagnosa Medis :Pneumotoraks 3.1.2 Status Kesehatan/Perawatan 3.1.2.1 Keluhan Utama Pasien mengatakan “saya merasakan sesak napas pada bagian dada dan ketika saya bernapas



3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merasakan keluhan sesak napas pada bulan Mei 2020 saat sesak napas tibatiba timbul, pasien hanya beristirahat di rumah saja dan membeli obat yang dijual bebas. Pada tanggal 25 Mei pasien di rawat di puskesmas sepang karena mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama semakin berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Pada tanggal 28 Mei 2020 Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin berat, pasien dibawa keluarga ke RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, disarankan rawat inap untuk dilakukan pemasangan selang WSD. Pasien masuk Ruang Gardenia pada pukul 10.00 Wib. 38



3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya Pasien mengatakan pada tahun 2019 pasien pernah masuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya karena pernah menderita penyakit TB paru, sudah menjalani pengobatan OAT selama enam bulan 3.1.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien GENOGRAM KELUARGA Keterangan: : Perempuan : Laki – laki : Pasien : Meninggal : Tinggal serumah : Garis keturunan 3.1.3 Pemerikasaan Fisik 3.1.3.1 Keadaan Umum : Pasien tampak nyeri sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi fowler dengan badan terlentang, pasien tampak sesak dan terpasang oksigen O2 2 LPM Nasal Kanul (K/P), tampak pada tangan kiri pasien terpasang Infus NaCL 0,9 % 20 tpm, dan tampak pada dada kanan pasien terpasang selang WSD di IC 4-5 di hubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD. 3.1.3.2 Status Mental : Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekpresi wajah pasien tampak meringis, bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas, suasana hati klien gelisah, penampilan klien tidak rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.



39



3.1.3.3 Tanda-tanda Vital : Saat pengkajian TTV klien tanggal 16 Juni 2020 pukul 15:00 WIB, suhu tubuh klien/ S = 36°C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 92 x/menit dan pernapasan/ RR = 32 x/menit, tekanan darah TD = 110/70 mmhg 3.1.3.4 Pernapasan (Breathing) Bentuk dada pasien teraba tidak simestris,dada kanan pasien terlihat lebih cembung dari dada sebelah kiri, pergerakan dada saat bernapas tidak simestris dan dada kanan tertinggal ,klien memiliki kebiasaan merokok = ±1 bungkus/hari, klien mengalami batuk sejak ± 1 bulan yang lalu,



terdapat sputum,



sianosis, terdapat nyeri, pasien tampak sesak saat



aktivitas, nafas pasien tersengal-sengal cepatdan dangkal , type pernapasanan klien tampak menggunakan dada, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler, ada suara nafas tambahan Ronchi. Keluhan lainnya : Ada suara napas tambahan ronchi Masalah Keperawatan : Gangguan Pertukaran Gas 3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding) Pasien merasakan nyeri di dada kanan,nyeri dirasakan saat bernapas dan gelisah nyeri sering muncul jika pasien sedang menarik napas, terpasang selang WSD di dada kanan di IC 4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD dan adanya luka 1 cm dengan jahutan mengelilingi selang WSD. tidak ada merasakan keram dikaki, klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan. Keluhan lainnya : Tidak ada. Masalah keperawatan : Risiko Infeksi 3.1.3.6 Persyarafan (Brain) Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia,



klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak



mengalami kejang. Keluhan lainnya : Tidak ada Masalah keperawatan : Tidak ada 40



Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I



: (olfaktorius) : Pasien sadar Pembauan baik



Nervus Kranial II



: (Optikus) : Pasien sadar penglihatan baik



Nervus Kranial III



: (Okulomotoris) : Pasien dapat mengerakan bola mata kekiri dan



kekanan Nervus Kranial IV: (Trokhlearis)



: pasien mampu menggerakan bola mata keatas dan



kebawah Nervus Kranial V: (Trigeminus)



: Pasien mampu mengunyah dengan baik



Nervus Kranial VI: (Abdusen)



: Pasien dapat menggerakan mata dengan baik



Nervus Kranial VII: (Facialis)



: Ekspresi wajah pasien baik dan simestris



Nervus Kranial VIII : (Akustikus)



: Pasien dapat mendengarkan suara detak jam dengan



baik Nervus Kranial IX : (Glosofaringeus) : Pasien mampu membedakan rasa manis dan asam Nervus Kranial X : (Vagus)



: Pasien mampu menelan makanan dengan baik



Nervus Kranial XI : (Asesoris)



: Pasien tidak mampu menggerakan bahu



Nervus Kranial XII: (Hipoglosus)



: Pasien mampu menggerakan lidah



Uji Koordinasi : Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung. Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1. Keluhan lainnya : Tidak ada Masalah keperawatatan : Tidak ada 3.1.3.7 Eliminasi Uri (bladder) Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin normal, klien tidak mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi. Keluhan lainnya : Tidak ada. Masalah keperawatan : Tidak ada. 3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) : Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien merah, mokosa 41



klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kuning dengan konsistensi lunak, tidak diare tidak konstipasi, tidak kembung, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan. Keluhan lainnya : Nafsu makan menurun 3.1.3.9



Masalah keperawatan : Tidak ada



3.1.3.10 Tulang - Otot – Integumen (Bone) Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian dada, tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Keluhan lainnya : Sesak napas saat beraktivitas Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas 3.1.3.11 Kulit-Kulit Rambut Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris. Keluhan lainnya : tidak ada Masalah keperawatan : tidak ada 3.1.3.11 Sistem Penginderaan a. Mata/Penglihatan Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah a. Telinga / Pendengaran : Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak tuli. c. Hidung / Penciuman: Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi tidak ada, dan tidak ada polip. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.3.12



Leher Dan Kelenjar Limfe



Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien bergerak bebas. 3.1.3.13



Sistem Reproduksi 42



a. Reproduksi Pria Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya. 3.1.4



Pola Fungsi Kesehatan



3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Klien mengatakan ‘‘ saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang kerumah‘‘ 3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah, tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus. TB



: 163 Cm



BB sekarang



: 50 Kg



BB Sebelum sakit : 60 Kg IMT = BB (TB)² =



50 (163)²



= 18,8 ( normal) Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah Keperawatan : tidak ada Pola Makan Sehari-hari Frekeunsi/hari Porsi Nafsu makan Jenis Makanan Jenis Minuman Jumlah minuman/cc/24



Sesudah Sakit 1 x sehari Setengah porsi Kurang baik Nasi,lauk,sayur,buah Air putih 1500-1700 cc



Sebelum Sakit 3x sehari 1 porsi Baik Nasi,lauk,sayur,buah Air putih 1500-1700 cc



Pagi,siang,sore Tidak selera makan



Pagi,siang,malam Tidak ada



jam Kebiasaan Makan Keluhan/masalah 3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur :



Pasien mengatakan tidur 8 jam/hari dan pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pola tidur. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah Keperawatan : tidak ada 3.1.4.4 Kognitif : 43



Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan ingin cepat beraktivitas seperti biasanya” Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran): Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini, klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang ayah, klien orang yang ramah, klien adalah seorang kepala keluarga”. Keluhan lainnya : Tidak ada. Masalah keperawatan : Tidak ada. 3.1.4.5 Aktivitas Sehari-hari Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat setelah beraktifitas pasien merasa sesak, Keluhan lainnya : tidak ada Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas Keluhan lainnya : tidak ada. 3.1.4.6 Koping –Toleransi terhadap Stress Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. E Keluhan lainnya : tidak ada Masalah keperawatan : Tidak ada 3.1.3.8 Nilai-Pola Keyakinan : Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang di anut. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.5



Sosial – Spiritual



3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan keluhan yang dirasakan kepada perawat. 3.1.5.2 Bahasa sehari-hari 44



Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia. 3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn. E selama diarawat di rumah sakit. 3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain. 3.1.5.5 Orang berarti/terdekat : Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah anak dan istri/ keluarga 3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang : 3.1.5.7 Kegiatan beribadah : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu menjalankan shalat 5 waktu dan selama sakit pasien tidak pernah melakukan shalat. 3.1.4 Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) 3.1.4.1 Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan keluarga pasien mengatakan bahwa sakit yang dideritanya pada saat ini karena kurang menjaga pola makan dan pola hidupnya. Dan pasien ingin cepat sembuh dan berkumpul lagi dengan keluarganya. 3.1.4.2 Konsep diri Gambaran diri



: Pasien Menyukai seluruh tubunya.



Identitas diri



: Pasien berpendidikan SMA dan sudah menikah.



Peran diri



: pasien sebagai anak kedua dari dua bersaudara dalam



keluarga. Ideal diri



: pasien berharap agai ia cepat sembuh dan dapat segera pulang



agar dapat kembali berkumpul dengan keluarganya. Harga diri



: Pada saat pasien sadar klien mengatakan dirinya berguna dan



berarti. 3.1.4.3 Hubungan sosial 1. Orang yang berarti :



Istri



pasien mengatakan bahwa orang yang paling bearti bagi pasien



adalah Istri serta anak-anaknya. 2. Hubungan dengan keluarga :



Istri pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan keluarga. 45



3. Hubungan dengan orang lain :



Istri pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain. 4. Hambatan interaksi sosial



Istri pasien mengatakan interaksi pasien didalam ruangan baik. 3.1.4.4 Spiritual 1. Nilai dan keyakinan :



pasien menganut agama Islam dan mempercayai ajaran yang ada pada agama tersebut. 2. Kegiatan Ibadah :



Sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan rajin shalat, dan selama di rawat dirumah sakit pasien tidak melaksanakan shalat. 3.1.5



Data Penunjang ( Radiologis. Laboratorium, Penunjang Lain)



Pemeriksaan Tanggal 16-06-2020 No 1



Parameter Hb



Hasil 14,1 mg%



Nilai Normal



2



Trombosit



207 X 10 /l



11,4 – 15,1 mg% 150 – 300 X 109/l



3



PH



7,30



7,35-7,45



4



paO2



55



5



paCO2



46



6



Be



+2



Arterial 80-105 mmHg Alveolar 90-115 mmHg Arterial 38-44 mmHg Alveolar 38-44 mmHg -2,5- +2,5



7 8



HCO3 SaO2



24 94%



22-26 >95 % atau 100%



9



Leukosit



8000/mm3



4500-1000/mm3



9



Hasil foto CT SCAN (16 Juni 2020) Gambaran pneumotoraks kanan, paru kolaps



46



Hasil pemeriksaan Sputum ( 16 Juni 2020) Pemeriksaan smear sputum gram ditemukan bentukan kuman normal respiratory flora + 2 batang gram negatif, dengan background PMN 1+



3.1.6



Penatalaksanaan Medis Nama obat Codein 10 mg tab 0-1-1



Ceftriaxone 2x1 gr



O2 2 LPM Nasal Kanul (K/P)



Water Seal Drainage (WSD)



Rute Oral



Injeksi IV



Hidung



Dada dengan memasukkan



Indikasi Merupakan obat meredakan nyeri golongan opioid yang digunakan untuk mengobati rasa nyeri sedang sampai berat



Kontra indikasi Hipersensitivitas terhadap codeine, opioid lain atau eksipien lainnya Depresi pernapasan akut Gagal hati Cedera kepala atau kondisi dimana meningkatnya tekanan pada intracranial Obat antibotik Alergi ceftriaxone atau golongan antibiotic lain seperti sefalosporin yang penisilin atau sefalosporin bekerja dengan lainnya cara menghambat Kandung empedu pertumbuhan Penyakit ginjal bakteri atau Penyakit hati membunuh bakteri. Penyakit usus seperti colitis Obat ini juga dapat Sedang hamil. digunakan untuk mencegah infeksi pada luka operasi Terapi oksigen ini diberikan pada kondisi darurat. Terutama pasien mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan



Kontraindikasi utama terapi oksigen dengan nasal kanul adalah jalan napas yang tersumbat, baik akibat trauma hidung, penggunaan tampon hidung, atau akibat infeksi/inflmasi.



WSD (Water Seal Drainage) adalah



Tidak ada kontra indikasi absolut kecuali



47



selang khusus ke dalam rongga pleura



suatu tindakan pemasangan kateter pada rongga thoraks, rongga pleura, mediastinum dengan tujuan untuk mengeluarkan udara atau cairan dari rongga tersebut.



menempelnya paru menempel di dinding dada atau giant bullae. Kontra indikasi relatif gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.



ANALISA DATA N O 1



DATA Data Subjektif :



KEMUNGKINAN PENYEBAB



MASALAH



pneumothoraks



Gangguan Pertukaran Gas



Pasien mengeluh sesak napas,



susah



untuk 48



melakukan



pernapasan



dan nyeri dada kanan saat



mediastinum bergeser kearah paru yang kolaps



bernafas Data Objektif :



deformitas dinding dada



1. Pasien tampak batuk tidak efektif ( tidak mampu batuk)



ekspansi dada tidak maksimal



2. Terdapat sputum (secret putih kental) 3. Pasien tampak keringat dingin.



Gangguan Pertukaran Gas



4. Pasien tampak gelisah 5. Bentuk dada kanan lebih cembung 6. Gerakan pernapasan dada kanan tertinggal 7. Pola napas cepat dan dangkal (Dypsnea) 8. Terdapat suara napas tambahan ronchi 9. Warna kulit pasien tampak pucat 10. Tampak pasien terpasang oksigen O2 2 LPM Nasal Kanul (K/P) 11. Tampak pada tangan kiri pasien terpasang infus NaCL 0,9 % 20 tpm 12. TTV : -



TD = 110/70 mmHg



-



RR = 32 x/menit



-



N= 92 x/menit 49



-



S = 360C



-



Radiologi : foto thorax kolaps pada paru kanan



-



Pemeriksaan smear sputum gram ditemukan bentukan kuman normal respiratory flora + 2 batang gram negatif, dengan background PMN 1+



Data subjektif : 2



Pasien mengatakan nyeri di dada kanan yang terpasang



Tindakan invasif sekunder



selang WSD. Pasien mengatakan tidak mengenal tanda dan gejala



pemasangan selang WSD diskontinuitas jaringan



infeksi. Data Objektif 1. Adanya luka 1cm



Resiko Infeksi



dengan jahitan mengelilingi selang WSD 2. Terpasang selang WSD di dada kanan di IC 4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD -



Rubor : Terdapat kemerahan/peradangan



-



Dolor : Nyeri pada luka insisi post pemasangan 50



Resiko Infeksi



WSD (Skala 5 Nyeri Sedang). -



Kalor : Suhu 36 0 C



-



Tumor : Tidak ada pembengkakan



-



Fungsiolaesa : Luka menganggu pergerakan



Data Subjektif : 3



Pasien mengeluh sesak napas saat beraktivitas Data Objektif 1. Pasien tampak lemah



Pasokan oksigen ke seluruh tubuh berkurang



Intoleransi Aktivitas



2. Pasien tampak lelah dan gelisah



Suplai oksigen kebutuhan↓



3. Pasien tampak terbatas melakukan pergerakan 4. Pasien tampak sesak



Metabolisme aerob menurun



saat dipindahkan posisi dari duduk ke berdiri 5. TTV -



TD = 110/70 mmHg



-



RR = 32 x/menit



-



N= 92 x/menit



-



S = 360C



Terjadi keletihan, kelemahan



Intoleransi aktivitas



Prioritas Masalah 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax ditandai dengan pasien tampak sesak napas dan nyeri dada kanan, batuk tidak efektif, terdapat sputum, sekret putih kental, tampak berkeringat dingin, tampak gelisah, tampak warna kulit 51



pasien pucat, bentuk dada kanan lebih cembung, gerakan pernapasan dada kanan tertinggal, terdapat suara napas tambahan ronchi, irama pernapasan cepat dan dangkal (Dyspsnea), terpasang oksigen O2 2 LPM Nasal Kanul (K/P), pada tangan kiri pasien terpasang infus NaCL 0,9 % 20 tpm, hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70 mmHg, RR : 32 x/menit, N : 92 x/menit, S : 360C, tampak hasil pemeriksaan Radiologi : foto thorax kolaps pada paru kanan, Pemeriksaan smear sputum gram ditemukan bentukan kuman normal respiratory flora + 2 batang gram negatif, dengan background PMN 1+. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai dengan pasien tampak merasakan nyeri pada dada kanan, adanya luka 1 cm dengan jahitan mengelilingi selang WSD, terpasang selang WSD di dada kanan di IC 4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD, Tampak tanda-tanda infeksi Rubor : Terdapat kemerahan/ peradangan pada luka insisi post pemasangan WSD, Dolor : Nyeri pada luka insisi post pemasangan WSD ( Skala 5 Nyeri Sedang), Kalor : Suhu 36



0



C, Tumor : Tidak ada



pembengkakan, Fungsiolaesa : Luka menganggu pergerakan. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 ditandai dengan pasien tampak sesak napas saat beraktivitas, pasien tampak lemah, pasien tampak



lelah dan gelisah, pasien tampak terbatas



melakukan pergerakan, tampak sesak napas saat dipindahkan posisi dari duduk ke berdiri Hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70 mmHg, RR : 32 x/menit, N : 92 x/menit, S : 360C



52



53



RENCANA KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn.E Ruang Rawat : Gardenia Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax ditandai dengan pasien tampak sesak napas dan nyeri dada kanan, batuk tidak efektif, terdapat sputum, sekret putih kental, tampak berkeringat dingin, tampak gelisah, tampak warna kulit pasien pucat, bentuk dada kanan lebih cembung, gerakan pernapasan dada kanan tertinggal, terdapat suara napas tambahan ronchi, irama pernapasan cepat dan dangkal (Dyspsnea).



Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola



Rasional napas 1. Mengetahui tingkat



keperawatan 1 x 8 jam diharapkan



(Frekuensi, kedalaman, usaha



kedalaman napas dan



gangguan pertukaran gas teratasi



napas)



frekuensi napas pasien



kriteria hasil : 1. Pasien



2. Monitor nilai AGD



tidak



mengeluh



2. Menurunnya saturasi



sesak



oksigen (PaO2) atau



napas 2. Gerakan



meningkatnya PaCO2 dada



saat



bernapas



menunjukkan perlunya



simetris



penanganan adekuat atau



3. Pasien merasa rileks dan tenang 4. Tidak ada batuk dan sputum 5. Irama pernapasan menjadi teratur



perubahan terapi 3. Monitor



adanya



produksi 3. Mengetahui tingkat produksi



sputum



sputum



6. Tidak ada suara napas tambahan



4. Monitor saturasi oksigen



7. TTV



5. Posisikan semi fowler atau 5. Posisi fowler



4. Bantuan napas tambahan fowler



semi dapat



fowler



atau



-



TD = 120/80 mmHg



mengurangi



-



RR = 25 x/menit



sesak napas dan agar pasien



-



N = 80 x/menit



merasa lebih rileks



-



S= 35 0C



6. Palpasi kesimetrisan ekspansi 6. Untuk mengetahui paru.



kesimetrisan paru-paru pasien.



7. Auskultasi bunyi napas.



7. Untuk mengetahui ada kelainan pada saluran pernapasan atau suara napas tambahan. 8. Teknik batuk efektif dapat



8. Ajarkan teknik batuk efektif



mengurangi sesak napas karena di keluarkannya sputum



9. Berikan oksigen.



9. Untuk mengurangi sesak napas



1. Periksa lokasi insisi adanya Resiko



infeksi



Tujuan : setelah dilakukan tindakan



kemerahan, bengkak, atau tanda48



1. Membantu



mengevaluasi



tempat terjadinya tanda dan



berhubungan dengan



keperawatan 1 x 7 jam diharapkan efek Risiko infeksi teratasi



tanda dehisen atau eviserasi



gejala infeksi.



2. Monitor volume, warna, dan 2. Mengetahui volume, warna



prosedur



invasif kriteria hasil :



konsistensi drainase dari paru-



dan



ditandai



dengan 7. Tidak ada tanda-tanda infeksi



paru.



paru-paru



pasien



tampak



merasakan



pada luka insisi



3. Monitor proses penyembuhan 3. Mengetahui



nyeri 8. Ekspresi wajah pasien rileks



area insisi



dengan



dalam kondisi baik



4. Monitor tanda-tanda infeksi



4. Mengetahui tanda dan gejala infeksi pada pasien



11. Mengenali tanda dan gejala yang 5. Lakukan



kebersihan



tangan 5. Mencegah



selang



WSD,



mengidindikasikan risiko dalam



sebelum



dan



setelah



terpasang



selang



penyebaran infeksi



pemasangan



atau



perawatan



WSD



di



dada 12. Mengetahui



kanan di IC 4-5 dihubungkan dengan



cara



penularan infeksi



mengurangi



selang dada.



kontaminasi



lingkungan terhadap pasien yang



dapat



memicu



terjadinya infeksi



6. Fasilitasi batuk, napas dalam 6. Untuk menekan daerah yang dan ubah posisi setiap 2 jam.



selang



penyambung



proses



luka insisi



jahitan 10. Luka sembuh tanpa komplikasi



mengelilingi



drainase



penyembuhan dan penutupan



pada dada kanan, 9. Kepatenan sistem drainage WSD adanya luka 1 cm



konsistensi



nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot



ke



dada serta abdomen membuat



botol



WSD,



batuk dan napas lebih efektif,



Tampak



tanda-



dan ubah posisi agar tidak



tanda



infeksi



terjadi kekauan otot



Rubor : Terdapat kemerahan/



7. Lakukan



perawatan



di



area 7. Untuk menjaga kebersihan di



pemasangan selang setiap 48-72 49



area yang terpasang WSD



peradangan



pada



luka



post



insisi



atau sesuai indikasi. 8. Ajarkan cara perawatan selang.



Dolor



dapat



meminimalisirkan



pemasangan WSD,



sehingga



peluang



terjadinya infeksi



:



8. Pasien dan keluarga dapat



Nyeri pada luka



mengetahui cara perawatan



insisi



selang



post



pemasangan WSD



9. Ajarkan mengenali tanda-tanda 9. Pasien dan keluarga dapat



( Skala 5 Nyeri



infeksi.



mendeteksi adanya infeksi



Sedang), Kalor : Suhu



36



0



C,



sedini



mungkin



sehingga



dapat



segera



dilakukan



Tumor : Tidak ada



tindakan agar infeksi tidak



pembengkakan,



semakin parah



Fungsiolaesa



:



Luka menganggu pergerakan.



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Mengetahui perkembangan keperawatan 1 x 7 jam meningkatkan



tubuh 50



yang



mengakibatkan



status kesehatan pasien



toleransi aktivitas pasien



kelelahan



menghindari adanya keluhan



Kriteria hasil : 1. Pasien



tidak



lain. mengeluh



sesak 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Mengidentifikasi



napas



emosional



kekuatan/kelemahan



dan



2. Pasien tidak mengeluh lelah



dapat memberikan informasi



3. Tidak terjadi kekauan pada otot



mengenai pemulihan.



4. Pasien tampak mampu aktivitas 3. Lakukan latihan rentang gerak 3. Mencegah kekakuan sendi, secara perlahan



pasif dan/atau aktif



kontraktur, kelelahan otot,



5. Tidak terjadi pada kekauan otot



meningkatkan



6. Asupan



aktivitas secara dini.



nutrisi



dan



makanan



kembalinya



meningkat sehingga energi pasien terpenuhi Intoleransi



4. Fasilitasi duduk di sisi tempat 4. Mengoptimalkan energi yang tidur, jika tidak dapat berpindah



aktivitas



berhubungan



dengan



kelemahan



umum,



ketidakseimbangan antara



atau berjalan. 5. Anjurkan tirah baring.



dengan



pasien



tampak sesak napas saat beraktivitas,



pasien



tampak



pasien



lemah,



5. Meningkatkan istirahat



suplai dan kebutuhan O2 ditandai



belum digunakan



serta



kenyamanan dukungan



fisiologis/psikologis 6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang



cara



asupan makanan.



tampak lelah dan gelisah, 51



meningkatkan



6. Mempercepat penyembuhan



proses



pasien



tampak



melakukan



terbatas



pergerakan,



tampak sesak napas saat



.



dipindahkan posisi dari duduk ke berdiri. Hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70 mmHg, RR : 32 x/menit, N : 92 x/menit, S : 360C



52



IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Hari/Tangga l Implementasi Evaluasi (SOAP) Jam Senin, 15 Juni 1. Memonitor pola napas (Frekuensi, kedalaman, S = Pasien mengatakan sesak napas sudah mulai 2020 usaha napas) pasien berkurang. 08.00-10.00 Wib



2. Memonitor nilai AGD pasien



= Pasien mengatakan sudah nyaman



3. Memonitor adanya produksi sputum 4. Memonitor saturasi oksigen



Tanda Tangan Dan Nama Perawat



dengan posisi semi fowler O=



5. Memposisikan semi fowler atau fowler pada



-



pasien



Terdengar suara batuk pasien mulai berkurang



6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru pasien.



-



7. Mengauskultasi bunyi napas.



Pasien sudah mulai mampu mengeluarkan sekret



8. Mengajarkan teknik batuk efektif pada pasien



-



Pengembangan dinding dada asimetris



9. Berkaloborasi pemberikan oksigen.



-



Masih terdengar suara napas tambahan ronchi



-



Pola napas pasien sudah mulai teratur



-



Pasien sudah mampu melakukan teknik batuk efektif



53



Melatia Paska



-



Sudah di beri Oksigen 2 LPM Nasal Kanul (K/P)



-



TTV : -



TD = 110/70 mmHg



-



RR = 32 x/menit



-



N= 60 x/menit



-



S = 360C



A = Masalah teratasi sebagian P = Lanjutkan Intervensi 2, 4,6,7, S = Pasien mengatakan nyeri pada luka yang 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, Senin, 15 Juni terpasang selang WSD sudah mulai berkurang 2020 bengkak, atau tanda-tanda dehisen dan = Pasien dan keluarga pasien mengatakan sudah eviserasi. mampu mengenal tanda-tanda infeksi. 13.00-15.00 2. Memonitor volume, warna, dan konsistensi Wib O= drainase dari paru-paru. - Pasien tampak mulai rileks 3. Memonitor proses penyembuhan area insisi - Tampak luka dengan jahitan mengelilingi 4. Memonitor tanda-tanda infeksi pada luka selang WSD pasien. - Terdapat Tanda-tanda infeksi pada luka 5. Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sudah mulai berkurang. setelah pemasangan atau perawatan selang - Rubor : Tanda kemerahan/peradangan dada pada pasien. pada luka insisi post pemasangan WSD 54



Melatia Paska



6. Memfasilitasi batuk, napas dalam dan ubah



sudah mulai membaik



posisi pasien setiap 2 jam.



-



7. Melakukan perawatan di area pemasangan



pemasangan WSD (Skala 3 Nyeri Ringan).



selang setiap 48-72 atau sesuai indikasi 8. Mengajarkan



pasien



dan



keluarga



cara



perawatan selang.



-



Kalor : Suhu 35 0 C



-



Tumor : Tidak ada pembengkakan



-



Fungsiolaesa : Luka menganggu



9. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenali tanda-tanda infeksi.



Dolor : Nyeri pada luka insisi post



pergerakan A = Masalah teratasi sebagian P = lanjutkan intervensi 1,3, 4,7. S = Pasien mengatakan sesak napas saat



Senin 15 Juni 2020 15.00-17.00 Wib



1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang beraktivitas sudah mulai berkurang. O= mengakibatkan kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional



-



Pasien tampak tenang



3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau



-



Pasien tampak sudah mulai segar



-



Pasien tampak mulai bersemangat



-



Pasien



aktif 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak



tampak



sudah



mampu



menggerakkan kaki dan tangan



dapat berpindah atau berjalan. -



5. Anjurkan tirah baring.



Pasien tampak bisa beraktivitas secara bertahap



6. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.



55



-



TTV



-



TD = 110/70 mmHg



Melatia Paska



-



RR = 32 x/menit



-



N= 60 x/menit



-



S = 360C



A = Masalah belum tertasi P = lanjutkan intervensi 1,3,6



56



BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut. Tetapi di era yang modern ini, penyakit-penyakit berbahaya tersebut tidak jarang diderita oleh usia yang masih produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif tersebut adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya peningkatan konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat melanjutkan hidup menjadi lebih baik. pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Berdasarkan laporan kasus diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal : Pengkajian pada pasien Tn. E dengan diagnosa medis pneumotorak dengan kebutuhan dasar oksigenisasi terfokus pada pengkajian pemenuhan oksigenisasi, pengkajian nyeri, perkembangan kesembuhan pasien pengetahuan



pasien mengenai penyakit nya. Diagnosa keperawatan yang



muncul pada laporan kasus ini ada tiga ,yaitu Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax ditandai dengan pasien tampak sesak napas dan nyeri dada kanan, batuk tidak efektif, terdapat sputum, sekret putih kental, tampak berkeringat dingin, tampak gelisah, tampak warna kulit pasien pucat, bentuk dada kanan lebih cembung, gerakan pernapasan dada kanan tertinggal, terdapat suara napas tambahan ronchi, irama pernapasan cepat dan dangkal (Dyspsnea), terpasang oksigen O2 2 LPM Nasal Kanul (K/P), pada tangan kiri pasien terpasang infus NaCL 0,9 % 20 tpm, hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70 mmHg, RR : 32 x/menit, N : 92 x/menit, S : 36 0C, tampak hasil pemeriksaan Radiologi : foto thorax kolaps pada paru kanan, Pemeriksaan smear sputum gram ditemukan bentukan kuman normal respiratory flora + 2 batang gram negatif, dengan background PMN 1+. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif ditandai dengan pasien tampak merasakan nyeri pada dada kanan, adanya luka 1 cm dengan jahitan mengelilingi selang WSD, terpasang selang WSD di dada kanan di IC 4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD, Tampak tanda-tanda infeksi Rubor : Terdapat kemerahan/ peradangan pada luka insisi post pemasangan WSD, Dolor : Nyeri pada luka insisi post pemasangan WSD ( Skala Nyeri Sedang),



Kalor : Suhu 36



0



C, Tumor : Tidak ada pembengkakan, Fungsiolaesa : Luka menganggu



pergerakan. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 ditandai dengan pasien tampak sesak napas saat beraktivitas, pasien tampak lemah, pasien tampak lelah dan gelisah, pasien tampak terbatas melakukan pergerakan, tampak sesak napas saat dipindahkan posisi dari duduk ke berdiri Hasil pemeriksaan TTV = TD : 110/70 mmHg, RR : 32 x/menit, N : 92 x/menit, S : 360C Dalam perencanaan keperawatan pada laporan asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumothorak dilakukan pemasangan WSD.Mengidentifikasi rasa nyeri. Mengajarkan tekhnik napas dalam dan batuk efektif,mengatur posisi klien. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini. Fasilitas yang berada di ruangan mendukung penulis dalam melakukan tindakan-tindakan kepada pasien.Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. 4.2



Saran Penulis mengharapkan agar materi laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar dapat



menambah wawasan tentang keilmuan keperawatan penyakit pneumothorax, dan semoga keilmuan keperawatan penyakit pneumothorax terus dapat berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan. 4.2.1



Bagi Mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan



menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya Pneumothorak. 4.2.2



Bagi Klien dan Keluarga Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya dan



sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Pneumothorak. 4.2.3



Bagi Institusi



Menjadi sumber referensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit. 4.2.4



Bagi IPTEK Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan yaitu



sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan pneumothor



55



Daftar Pustaka Irman, Soemantri. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan. Pasien Dengan Gangguan pneumothorax. Jakarta:FKUI Muttaqin, Arif. (2012). Buku ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2) Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC NOC : Edisi 9. Jakarta : EGC Herdman, T. Heather.(2015). NANDA International Inc. Nursing diagnosises; definitions and classification 2015-2017. Jakarta : EGC Tarwonto dan Wartonah.2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.



56