Ringkasan Materi Sejarah Indonesia Xii [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RINGKASAN MATERI SEJARAH INDONESIA KELAS XII Perjuangan Mempertahankan ancaman integrasi bangsa. Pemberontakan yang terjadi dari tahun 1948-1965. Setelah proses kemerdekaan yang terjadi 1948 ada beberapa pemberontakan yang terjadi. 1. Pembrontakan yang terjadi berkaitan dengan Ideologi A. Pemberontakan PKI Madiun 1948 B. Pemberontakan DI/TII C. Pemberontakan G30s/PKI 2. Pemberontakan yang berkaitan dengan kepentingan A. Pemberontakan APRA B. Pemberontakan Andi Azizi C. Pemberontakan RMS 3. Pemberontakan yang berkaitan dengan sistem pemerintah A. Permesta/PDRI B. BFO 1. Pemberontakan berkaitan dengan kepentingan 1.A Pemberontakan PKI madiun 1948 a. Latar Belakang pemberontakan PKI di Madiun muncul dengan tujuan yang kuat serta memiliki beberapa latar belakang. Berikut ini peristiwa yang melatarbelakangi PKI Madiun 1948. Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin akibat ditandatanganinya perjanjian Renville yang sangat merugikan Republik Indonesia. Setelah tidak lagi menjadi Perdana Menteri, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang kemudian bekerja sama dengan organisasi berpaham kiri seperti Partai Komunis Indonesia, Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dll. Kedekatan Amir Syarifuddin dengan tokoh PKI Muso dan bercita-cita menyebarkan ajaran komunisme di Indonesia. b. Tujuan Pemberontakan Tak hanya berusaha menggulingkan pemerintahan Indonesia, pemberontakan PKI di Madiun juga bertujuan untuk: - Membentuk negara Republik Indonesia Soviet - Mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunisme - Mengajak petani dan buruh untuk melakukan pemberontakan demi mengulingkan pemerintahan dan Kabinet Hatta c. Tokoh Pemberontakan - Musso - Amir Syarifudin d. Akhir Pemberontakan Operasi penumpasan dimulai pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A. H. Nasution. Salah satu operasi penumpasan ini adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo. Dalam peristiwa itu, Musso berhasil ditembak mati. Sedangkan Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah Grobogan, Jawa Tengah. Dengan demikian, pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan oleh pemerintah dengan mengerahkan TNI dan akhirnya dua tokoh PKI Madiun yaitu Musso ditembak mati, sedangkan Amir Sjarifuddin dijatuhi hukuman mati.



1. B. Pemberontakan DI/TI pemebrontakan DI/TII adalah pemebrontakan dilatar belakangi oleh keinginanuntuk merubah ideologi pancasila menjadi ideologi bersyariaat islam. Pemberontakan ini terjadi dibeberapa daerah yaitu:  Pemebrontakan DI/TII di jawa barat A. Latar belakang pemberontakan Awal mula terjadinya gerakan DI/TII di Jawa Barat disebabkan karena penandatanganan Perjanjian Renville yang dilakukan pada 17 Januari 1948. Bersama pasukannya yang berjumlah sekitar 4000 orang, S.M. Kartosuwiryo membangun Darul Islam (DI), Kartosuwiryo menolak hijrah ke Jawa Tengah bersama pasukannya dan tidak menganggap keberadaan RI lagi dan tujuannya yaitu untuk melawan penjajahan Belanda di Indonesia. Setelah semakin kuat, pada 17 Agustus 1949 S.M.Kartosuwiryo menyatakan Negara Islam Indonesia secara resmi berdiri di Desa Cisayong, Jawa Barat dan nama tentaranya adalah Tentara Islam Indonesia (TII) dan banyak rakyat menjadi korban. Usaha yang dilakukan pemerintah untuk menumpas pemberontakan, mereka bekerja sama dengan rakyat sekitar lalu  dijalankan strategi perang yang baru yang disebut Perang Wilayah. Operasi penumpasan gerakan DI/TII digencarkan pada 1 April 1962 dan operasi itu disebut dengan Operasi Bharatayuda. B. Tokoh pemberontakan - S.M. Kartosuwiryo C. Tujuan Pemberontakan -



Mendirikan negara berlandaskan syariat Islam berupa Al Qur’an dan Hadist di wilayah Indonesia. - Menolak Perjanjian Renville. - Mengatasi Dominasi Komunis dan Sosialis. D. Akhir Pemberontakan Pada 4 juni 1962 dengan menggunakan taktis Pagar Betis, pasukan siliwangi berhasil menangkap Kartosuwiryo dan pengikutnya di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Kartosuwiryo pernah meminta grasi ke Presiden tapi grasi tersebut ditolak lalu pada tanggal 16 Agustus 1962, ia divonis hukuman mati di hadapan regu tembak ABRI.  Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilakukan dibawah pimpinan Amir Fatah dan Kyai Sumolangu yang beroperasi di wilayah Tegal, Brebes dan juga Pekalongan. Pada 1946, inti pasukan pemberontak di Jawa Tengah ini yang disebut pasukan Hizbullah dibuat di Tegal dan pada 23 Agustus 1949, Amir Fatah menyatakan pendirian Darul Islam dan mengungkapkan bergabung dengan DI/TII S.M.Kartosuwiryo. Pasukannya diberi nama Tentara Islam Indonesia (TII) dengan sebutan Batalion Syarif Hidayat Widjaja Kusuma(SHWK). Pada Januari 1950, Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibentuk dibawah pimpinan Letkol Sarbini dan komando ini bertujuan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Jawa Tengah. Pemberontakan di Kebumen dilakukan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin Kyai Moh. Mahfudh Abdurrahman (Kyai Sumolanggu). Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah pernah kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Selain itu, daerah Merapi-Merbabu juga terjadi kerusuhan akibat perbuatan Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC), tapi gerakan ini juga berhasil ditumpas. Untuk menghancurkan gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dijalankan operasi Banteng Raiders.



 Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dilakukan dibawah pimpinan Kahar Muzakar. dengan latar belakang berbeda dengan pemberontakan DI/TII lainnya. Pada 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirimkan  surat kepada pemerintah pusat yang berisi tentang permintaan pembubaran Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan meminta para mantan anggotanya dialihkan ke APRIS. Nyatanya, Ia menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah kepemimpinannya. Namun karena banyak dari mereka tak memenuhi persyaratan untuk dinas militer maka tuntutan tersebut ditolak. Kemudian, Pemerintah membuat keputusan untuk mengalihkan para bekas gerilyawan tersebut ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Ketika akan diangkat menjadi Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar dan para pengikutnya kabur ke dalam hutan dengan bersenjata lengkap dan menyebabkan kekacauan. Pada tahun 1952, Kahar menyatakan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari NII. Dibutuhkan waktu sekitar 14 tahun untuk melakukan pemberantasan pada pemberontakan yang dilakukan Kahar Muzakar. Faktor penyebab lamanya penumpasan adalah rasa kesukuan yang ditumbuhkan dan sudah berakar di hati pasukan Kahar Muzakar, selain itu kelompoknya juga memahami sifat rakyat dan menggunakan wilayah yang sudah tidak asing lagi . Pada 3 Februari 1965, dalam gencatan senjata dengan pasukan Indonesia, Kahar Muzakar tewas tertembak.  Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan Di Kalimantan juga terdapat kelompok pemberontak bernama Kesatuan Rakyat Jang Tertindas (KRJT) dibawah pimpinan Ibnu Hadjar alias Haderi alias Angli yang merupakan seorang mantan Letnan dua TNI. Pada akhir tahun 1950, KRJT melakukan penyerangan ke pos-pos TNI di Kalimantan Selatan. Kemudian Ibnu Hadjar menyerahkan dirinya namun setelah ia merasa kuat dan mendapatkan peralatan perang, ia kembali memberontak dengan bantuan Kahar Muzakar dan S.M. Kartosuwiryo. Pada tahun 1954, Ibnu Hadjar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan. Akhirnya, pada tahun 1959 pemerintah melalui TNI gerakan pemberontakan yang pimpin Ibnu Hadjar berhasil ditumpas dan pada 22 maret 1965, pengadilan militer menjatuhi Ibnu Hadjar hukuman mati.  Pemberontakan DI/TII di Aceh Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pemberontakan DI/TII di Aceh diantaranya adanya permasalahan independensi, pertentangan antar golongan, serta pembenahan dan pembaruan daerah yang tidak lancar. Sebelumnya, Aceh adalah daerah istimewa tapi kemudian statusnya  menjadi Keresidenan di bawah provinsi Sumatera Utara. Pemimpin gerakan DI/TII di Aceh adalah Tengku Daud Beureueh yang menyatakan bahwa Aceh adalah bagian Negara Islam Indonesia dan memutuskan hubungan dengan Jakarta pada 21 September 1953. Pemberontakan ini  dapat diselesaikan dengan musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang diadakan pada 17-28 Desember 1962 atas inisiatif Pangdam I Bukit Barisan, Kolonel Jasin. Musyawarah ini membahas mengenai permasalah yang dihadapi dan kesalahpahaman yang terjadi, sehingga bisa dimukan titik terang yang membuat keamanan di Aceh pulih kembali. Tujuan DI/TII di Aceh, antara lain:   



Mengembalikan Otonomi Provinsi Aceh. Mencegah Kembalinya Kekuasaan Uleebalang (pemimpin adat dan formal yang berkembang sebelum Indonesia merdeka). Penegakkan Syariat Islam.



1. C. Pemberontakan G30s/PKI Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.



Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI. Itulah sejarah G30S PKI. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI. Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan antara elit politik nasional. Kecurigaan semakin mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat. Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta. Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965. Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi Angkatan Darat. Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Di samping itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun. Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono.



2. Pemberontakan berkaitan dengan Kepentingan 2. A. Pemberontakan APRA Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah kelompok milisi pro-Belanda yang muncul di era Revolusi Nasional. APRA dibentuk dan dipimpin oleh mantan kapten KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau Tentara Hindia Belanda Raymond Westerling Westerling mempertahankan bentuk negara federal karena menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terlalu Jawa-sentris di bawah Soekarno dan Hatta. Susunan dan Program Kerja Latar Belakang  Terjadinya perang APRA ini didasari dengan adanya hasil keputusan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Agustus 1949.  Hasil dari KMB, yaitu: - Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL dari Indonesia Tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuankesatuan TNI Keputusan ini lantas membuat para tentara KNIL merasa khawatir akan mendapatkan hukuman serta dikucilkan dalam kesatuan.  Asal Muasal Nama Ratu Adil dalam gerakan APRA sudah lebih dulu disebut-sebut, karena memiliki sebuah makna penting bagi masyarakat yang saat itu sedang dijajah.  Ratu Adil menjadi ideologi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menitikberatkan akan datangnya juru selamat yang akan membawa kesejahteraan pada suatu masa.  Karena Ratu Adil sangat diyakini oleh masyarakat, Kapten Westerling pun memanfaatkan nama tersebut guna menarik dukungan dalam melancarkan rencananya.  Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Ultimatum Pada 5 Januari 1950, Westerling sudah mengirimkan surat ultimatum kepada RIS yang berisi tuntutan agar RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Pasundan.  Bahkan pemerintah RIS juga diminta untuk mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.  Surat ultimatum ini tidak hanya meresahkan RIS saja, tetapi juga beberapa pihak Belanda.  Guna mencegah tindakan Westerling, Moh. Hatta mengeluarkan perintah untuk melakukan penangkapan terhadap Westerling.  Jenderal Vreeden pun bersama Menteri Pertahanan Belanda yang merasa resah dengan ultimatum ini kemudian menyusun rencana untuk mengevakuasi pasukan RST tersebut.  Akhir Pemberontakan Kegagalan kudeta yang dilakukan Westerling terhadap RIS menyebabkan adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling dan ia terpaksa melarikan diri ke Belanda.  Larinya Westerling ini kemudian membuat APRA berdiri sendiri tanpa adanya seorang pemimpin yang kuat.  Oleh karena itu, APRA resmi tidak kembali berfungsi pada Februari 1950. 



2. B. Pemberontakan Andi Azis Pada 5 April 1950, terjadi pemberontakan Andi Azis di Makassar. Pemberontakan ini di bawah pimpinan Kapten Andi Azis, seorang mantan perwira KNIL yang baru saja diterima masuk ke dalam APRIS. Pasukan Andi Azis melakukan penyerangan serta menduduki tempat-tempat vital dan menangkap Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J. Mokoginta. Pemberontakan ini terjadi karena gerombolan Andi Azis menolak masuknya pasukan-pasukan APRIS dan TNI serta bertujuan untuk mempertahankan keutuhan Negara Indonesia Timur. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan ultimatum pada 8 April 1950 yang memerintahkan kepada Andi Azis agar melaporkan diri serta mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 24 jam. Ia juga diperintahkan untuk menarik pasukan, menyerahkan semua senjata, dan membebaskan tawanan. Pada 15 April 1950, Andi Azis ditangkap. Pada 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI. 2. C Pemberontakan RMS . Perencanaan yang sudah diatur oleh Soumokil dan Andi Azis terkait NIT pupus. Namun, Soumokil enggan melihat kenyataan bahwa terdapat banyak kalangan yang menyerukan persatuan negara NKRI. Di Ambon, Soumokil masih membawa cita-cita sebelumnya untuk menguasai negara federasi. Ia mengajak beberapa tokoh dan mantan anggota KNIL di Ambon untuk mendeklarasikan lahirnya RMS. Tujuan Soumokil adalah memisahkan Maluku Selatan (Ambon, Buru, dan Seram) dari wilayah NKRI. Ia melancarkan berbagai propaganda untuk menambah pengikut, termasuk beberapa daerah di Maluku Tengah. Pada 25 April 1950, proklamasi RMS dilakukan. Di sisi lain, ada beberapa orang di Ambon yang tidak setuju dengan kehadiran RMS dan menginginkan NKRI. Mereka ditangkap atas perintah Soumokil. NKRI memandang gerakan RMS sebagai pertentangan terhadap pemerintahan yang sah. Maka, dilakukan beberapa upaya untuk mengatasinya. Pertama, Johannes Leimena diutus sebagai wakil pemerintah pusat untuk mengadakan perundingan dengan RMS, tapi ditolak. Akibatnya, pemerintah terpaksa mengerahkan kekuatan militer dengan dengan dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Militer Indonesia saat itu disebut sebagai APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dipakai sesuai kesepakatan dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) maupun saat pengakuan kedaulatan. Perang antara kedua belah pihak pun pecah. Ambon berhasil direbut APRIS pada November 1950. Melihat kekalahan, RMS pergi meninggalkan kota pertahanannya dan memilih perang gerilya. Soumokil akhirnya tertangkap pada 12 Desember 1963. Ia dibawa untuk diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa, Jakarta. Keputusan hakim menyatakan bahwa Soumokil dijatuhi hukuman mati. Tanggal 12 April 1966, Soumokil dieksekusi di Pulau Obi, Halmahera Selatan.