RMK Bab 9 Rasio Keuangan Sektor Publik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RASIO-RASIO KEUANGAN BAGI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK



Oleh kelompok 12 : Kadek Amelia Mustikaningsih



(1733121407)



Putu Eka Juniawati



(1733121172)



Ida Ayu Ary Widyantari



(1733121389)



FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2019/2020



A. LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK Laporan keuangan adalah gambaran tentang neraca / laporan posisi keuangan, laporan rugi laba dan laporan perubahan modal dari suatu perusahaan yang terjadi pada saat tertentu. Sektor Publik dikenal adanya dua entitas yaitu entitas akuntansi dan entitas pelaporan. Entitas akuntansi merupakan unit pemerintahan yang mengelola anggaran, aset dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya. Sedangkan entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan yang bertujuan umum yang terdiri dari : a. Pemerintah pusat b. Pemerintah daerah c. Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat d. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya. Pada organisasi Pemerintah Daerah laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 tahun 2000, Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 pasal 81 ayat (1) serta lampiran XXIX butir (11), PP nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, Permendagri nomor 13 tahun 2003 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, PP nonor 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan yang diperbarui lagi melalui PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai PP nomor 71 tahun 2010, laporan keuangan terdiri dari : a. Laporan realisasi anggaran (LRA) b. Laporan perubahan saldo anggaran lebih (SAL) c. Neraca d. Laporan Operasional (LO) e. Laporan arus kas (LAK) f. Laporan perubahan ekuitas (LKE) g. Catatan atas laporan keuangan (CaLK). Terdapat perbedaan mendasar antara Standar Akuntansi Pemerintah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 dengan Standar Akuntansi Pemerintah berdasarkan PP nomor 71 tahun 2010. Perbedaan mendasar tersebut adalah pada pemakaian basis pencatatan. Jika SAP tahun 2005 menggunakan basis kas modifikasi



atau basis menuju akrual, yang penjelasannya adalah untuk mencatat aset, kewajiban dan ekuitas menggunakan basis akrual, untuk pencatatan pendapatan dan belanja menggunakan basis kas. Pada SAP sesuai PP 71 tahun 2010 sudah ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah harus berkomitmen menggunakan basis akrual dalam setiap pencatatan keuangannya. B. ANALISIS RASIO KEUANGAN SEKTOR PUBLIK Analisis keuangan adalah usaha mengindetifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio keuangan pada sektor publik belum begitu banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap laporan keuangan Pemda perlu dilaksanakan, meskipun kaidah akuntansi dalam laporan keuangan Pemda berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki organisasi privat. Pemda yang memiliki tugas menjalankan kegiatan pembangunan. Pihak yang berkepentingan dengan analisis rasio keuangan pada laporan keuangan daerah adalah: 1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat). 2. Pemerintah eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya. 3. Pemerintah pusat / provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. 4. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan yang akan turut memiliki saham pemerintah daerah, bersedia memberi pinjaman ataupun membeli obligasi. Kegunaan Analisis Ratio pada Sektor Publik : 1) Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi dearah 2) Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah 3) Mengukur sejauhmana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan derahnya 4) Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pendapatan daerah 5) Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu



C. RASIO-RASIO YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGANALISIS LAPORAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK TERDIRI DARI : 1. RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Rasio ini akan menunjukkan seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli Daerah) yang digunakan untuk membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap bantuan dari pihak luar semakin berkurang seperti hibah, bantuan pemerintah pusat maupun provinsi. Rasio ini pun menggambarkan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam melakukan pembangunan karena PAD diperoleh dari masyarakat melalui pajak, retribusi daerah yang menjadi komponen utama dalam PAD. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman (Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu lembaga sektor publik.) Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah



Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Halim 2007 :169) dikemukakan hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undangundang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu :



1. Pola hubungan Instruktif, merupakan peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). 2. Pola hubungan konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola hubungan partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat. 4. Pola hubungan delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah. 2. RASIO EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH Setiap pemerintahan telah memiliki estimasi Pendapatan Asli Daerah yang tentunya disusun berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam realisasinya, Pendapatan Asli Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah diestimasikan. Rasio Efektivitas PAD ini menunjukkan seberapa efektif suatu daerah dalam merealisasikan PAD yang telah dianggarkan tersebut. Dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Efektifitas   =  Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Target Penerimaan PAD yang ditetapkan  Berdasarkan Potensi Riil Daerah (Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu lembaga sektor publik, karena semua rencana benar-benar terlaksana dan hal itu berarti bahwa kinerjanya terbukti) Pemerintah telah menyusun pedoman penilaian tingkat efektivitas keuangan daerah, melalui Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 berikut ini.



Kriteria Efektivitas



Persentase Efektifitas (%)



Sangat Efektif Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif



>100 >90 – 100 >80 – 90 >60 – 80 ≤60



Sumber :Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996 3. RASIO EFISIENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH, Dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah tentunya dikeluarkan biayabiaya, hal ini akan menggambarkan kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan yang diimbangi dengan biaya yang memenuhi batas kewajaran. Dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Efisiensi PAD = Biaya yang Dikeluarkan untuk Memungut PAD / Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik) 4. RASIO AKTIVITAS Rasio ini melakukan perbandingan antara aktivitas-aktivitas baik dari segi apa yang dilaksanakan maupun kapan pelaksanaannya. Secara garis besar aktivitas yang membutuhkan belanja dalam pemerintahan adalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Demikian pula pelaksanaan aktivitas tersebut dapat terbagi-bagi dalam beberapa periode (bagian dalam tahunan). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah khususnya pasal 37 menyebutkan bahwa daerah menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Tujuan dari pelaporan triwulan tersebut disamping sebagai kontrol jangka pendek juga diharapkan adanya pemerataan pelaksanaan dalam tiap periodenya. Apabila dalam tiap periodenya tidak merata berarti ada pemanfaatan tenaga kerja tidak merata pula. Terkadang pula dalam pelaporan triwulan khususnya pada triwulan awal belanja akan diperkecil sehingga laporan APBD terlihat surplus (dengan asumsi realisasi penerimaan sesuai dengan anggaran) ini berarti akan terjadi penumpukan beban pada triwulan akhir.  Rasio belanja terhadap APBD = Total belanja rutin / Total APBN  Rasio belanja pembangunan terhadap APBN = Total belanja pembangunan / Total APBD



Rasio Aktivitas ini akan melihat keserasian antara belanja rutin terhadap APBD dan keserasian antara belanja pembangunan terhadap APBD. 5. DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai belanja daerah. Berdasarkan ukuran tersebut dapat diketahui besaran kemampuan penghimpunan dana yang berasal dari daerah itu sendiri. Selanjutnya ukuran ini dinyatakan sebagai Rasio Derajat Desentralisasi fiskal. Desentralisasi Fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan. Derajat Desentralisasi = Pendapatan Asli Daerah (PAD) / Total Penerimaan Daerah 6. RASIO KETERGANTUNGAN Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah menggunakan dana-dana yang diberikan pemerintah. Rasio Ketergantungan =Pendapatan Transfer/ Total Penerimaan Daerah (Semakin tinggi rasio ketergantungan maka semakin buruk pemerintah daerah karena, tidak adanya dana dari penghasilan daerah sendiri yang seharusnya dapat membiayai kebutuhan daerahnya sendiri) Dengan metode analisis tingkat kemandirian keuangan daerah menurut Abdul Halim (2008) yaitu sebagai berikut :



7. DEBT SERVICE COVERAGE RATIO (DSCR) Dalam melaksanakan roda pemerintahan, tiap daerah diperbolehkan untuk melakukan pinjaman dari pihak luar, namun pemerintah harus memiliki rasio DSCR minimal 2,5. Rasio DSCR tersebut akan menggambarkan kemampuan dalam melakukan pembayaran pinjaman dari pihak ketiga tersebut. DSCR dihitung dengan melakukan perbandingan antara penjumlahan PAD, Bagian Daerah (BD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi Belanja Wajib (BW) dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo. Dapat dirumuskan sebagai berikut : DSCR = (PAD+BD+DAU-BW) / (Angsuran Pokok+Bunga+Biaya pinjaman jatuh tempo) 8. RASIO PERTUMBUHAN (GROWTH RATIO) Rasio ini digunakan untuk mengetahui komponen-komponen (Pendapatan, PAD, Belanja, Belanja Rutin dan sebagainya) mana yang perlu mendapatkan perhatian sebaiknya melihat terlebih dahulu pertumbuhan komponen-komponen tersebut. Selain ini ratio pertumbuhan ini akan menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Sebaiknya pertumbuhan ini dinyatakan dalam bentuk persentase. Pertumbuhan yang diukur dalam organisasi sektor publik meliputi : a. Pertumbuhan Aset = Mengukur perubahan dari aset antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (Aset akhir – Aset Awal) (100%) / Aset awal b. Pertumbuhan Utang = Mengukur perubahan dari Utang antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (Utang  akhir – Utang Awal) (100%) / Utang awal c. Pertumbuhan Ekuitas = Mengukur perubahan dari Ekuitas antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (Ekuitas akhir – Ekuitas Awal) (100%)  / Ekuitas awal



d. Pertumbuhan Pendapatan = Mengukur perubahan dari Pendapatan antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (Pendapatan akhir – Pendapatan Awal) (100%) / Pendapatan awal e. Pertumbuhan Belanja = Mengukur perubahan dari Belanja antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : ( Belanja Akhir – Belanja Awal) (100%)  / Belanja awal f. Pertumbuhan Surplus/Defisit = Mengukur perubahan dari Surplus/Defisit antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (Surplus/Defis akhir – Surplus/Defis Awal) (100%)  / Surplus/Defis awal g. Pertumbuhan SiLPA/SiKPA = Mengukur perubahan dari SiLPA/SiKPA antara satu periode dengan periode yang lain. Rumusnya : (SiLPA/SiKPA – SiLPA/SiKPA Awal) (100%) / SiLPA/SiKPA awal 9. RASIO STANDAR PENERIMAAN PENDAPATAN Rasio standar penerimaan pendapatan bermanfaat untuk pengawasan dan pengendaliian manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah. Rasio standar penerimaan pendapatan meliputi : 1) Rasio Cakupan Rasio cakupan merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat efektifnya pemerintah daerah dalam merealisasikan potensi pendapatannya . Rasio cakupan ini merupakan stnadar efektifnya dalam pendaftaran dan pendataan subyek dan obyek pendapatan dibandingkan dengan potensi pendapatannya. Rasio cakuan dirumuskan sebagai berikut : Rasio Cakupan pendapatan = (Subjek / Objek Pendapatan Yang Terdaftar) / (Potensi Subjek / Objek pendapatan) 2) Rasio Biaya Pemungutan Rasio biaya pemungutan sama dengan rasio efisiensi penerimaan pendapatan sebagaimana sudah dijelaskan pada awal pembahasn . Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh pendaptan



dengan pendapatan yang diperoleh , Agar rasio biaya pemungutan ini baik dalam arti efisien, maka biaya pemungutan harus ditekan seefisien mungkin agar pendapatan versih meningkat. Beberapa pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi pendapatan melakukan strategi outsourcing kepada pihak ketiga untuk penariakan pajak dan retribusi daerah tertentu , seperti pajak hotel dan restoran , retribusi parker , dan sebagainya . Bahkan outsourcing tersebut tidak terbatas pada level pemungutan (koleksi ) , tetapi juga tahap pendataan . 3) Rasio biaya Pelayanan Rasio biaya pelyanan digunakan untuk mengukur efisiensi dalam penerimaan retribusi daerah . Rasio ini diukur dengan cara membandingkan biaya pelayanan yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan tertentu dengan pendapatan retribusi yang dipungut atas pelayanan tersebut . Idealnya pendapatan retribusi dapat mencukupi untuk menutup biaya pelayan yang telah dikeluarkan (cost recovery) bahkan diupyakan lebih besar agar diperoleh keuntungan . Rasio biya pelayanan dirumuskan sebgai berikut : Rasio Biaya Pelayanan Y = Biaya Pelayanan Y / Pendapatan Retribusi Y 4) Rasio Pemungutan Rasio pemungutan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur realisasi pemungutan pajak daerah dibandingkan dengan tunggakan dan tagihan baru . Rasio pemungutan ini juga merupakan bentuk dari rasio efektivitas pajak daerah . Rasio pemungutan dirumuskan sebagai berikut : Rasio Pemungutan = (Hasil tahun sekarang + tagihan tahun lalu) / (Target tahun sekarang + tunggakan tahun lalu) Dari keempat jenis rasio standart tersebut , nilai yang menjadi standar untuk masing-masing rasio adalah sebagai berikut



RASIO



STANDAR



PENERIMAAN NILAI



PENDAPTAN Rasio Cakupan (Coverage ratio ) Rasio Biaya pemungutan Rasio Biaya pelayanan Rasio Pemungutan



95% 10% 90% 95%



DAFTAR PUSTAKA http://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2017/08/08/pengertian-kemandiriankeuangan-daerah/ http://icka-imckaz.blogspot.com/2012/10/rasio-rasio-yang-digunakan-untuk.html jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/download/97/80 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/pdpd/article/download/3952/2880



http://repository.unja.ac.id/2364/1/C0E013027-ARTIKEL.pdf