Robohnya Da'wah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERSEMBAHAN Kepada segenap ikhwah, pemandu dakwah Islam di setiap tempat. Kepada setiap Muslim yang punya ikatan janji setia memperjuangkan agamanya. Kepada seluruh pekerja di ladang dakwah, di seantero negeri Islam dengan beragam suku bangsa dan tradisi. Aku gemakan sebuah gaung kewaspadaan terhadap kerusakan yang melingkupi dan bahaya yang mengancam. Itulah wabah Aids Gerakan Dakwah yang menggerogoti bangunan harakah dan tanzhim serta menghancurkannya menjadi puing. [5] Sebuah wabah yang diingatkan Quran dengan tegas, Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan. (Al-Anfal : 46). Maka adakah yang menyambut gema seruan ini? Saya berharap demikian. Allah sajalah yang memberi pertolongan dan kepada-Nya-lah kita bertawakal. 1 Ramadhan 1409 H Fathi Yakan [6]



PENGANTAR PENERBIT Buku ini berjudul asli Ihdzaru Al-Aids Al-Haraki, yang diterjemahkan menjadi: "Hati-hatilah Terhadap Aids Gerakan". Maksudnya, agar kita hati-hati terhadap penyakit atau virus-virus yang membahayakan gerakan dakwah. Ustadz Fathi Yakan, sebagai orang yang hidupnya dihabiskan di lapangan dakwah, melihat bahwa gerakan dakwah sesungguhnya telah demikian marak digerakkan para aktivisnya. Lembaga dakwah dengan berbagai kecenderungan muncul di mana-mana, baik yang hadir secara formal maupun yang tidak formal. Semua ini tentu sebuah realitas yang menggembirakan. Namun bersamaan dengan maraknya gerakan dakwah itu, muncul pula realitas lain yang potensial menghambat laju gerakan dakwah itu sendiri. Realitas itu banyak yang justru lahir dari dalam sendiri. [11] Ternyata umat belum bisa bersatu dalam mempersepsi persoalan. Keragaman itu lahir dari ragamnya cara pandang dan pemikiran tentang dakwah. Berikutnya gerakan dakwah pun hadir dalam format yang bermacam-macam, visi yang aneka warna, dan orientasi yang bervariasi, meskipun semua mengusung semangat Islam sebagai tujuan akhirnya. Sebenarnya, ragam pendapat clan pemikiran itu sendiri merupakan persoalan yang ada semenjak zaman dahulu. Para sahabat berbeda pendapat tentang beberapa persoalan dan Rasulullah tidak menganggapnya sebagai hal yang negatif. Rahasianya apalagi kalau bukan kenyataan bahwa Rasulullah Saw. berhasil menanamkan prinsip akidah dan akhlak demikian kuat dalam dada hingga mampu menjadikan persoalan perbedaan pendapat sebagai realitas manusiawi yang tidak berpengaruh terhadap prinsip dasar itu. Itulah didikan Rasulullah Saw. Tampaknya itulah yang kini menjadi barang langka. Biasanya sebuah gerakan dibangun pertama kali dengan landasan loyalitas kepada lembaga. Setelah itu bahkan pembinaan keislamannya secara murni tidak berlangsung dengan baik. Akhirnya fanatisme kepada golongan lebih dominan muncul daripada pembelaan terhadap akidah dan keimanan. Orang sering berkata bahwa keragaman institusi Islam yang ada sekarang sebuah realitas positif belaka, agar menjadi media persaingan yang sehat. Sampai batas tertentu pendapat ini bisa dibenarkan. Namun realitas juga yang menjawab bahwa sungguh keragaman yang [12] terus terjadi dan tak kunjung bisa disatukan ini telah melemahkan kekuatan Islam. Umat yang besar ini ternyata tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi berbagai tantangan besar yang dihasilkan dari konspirasi berbagai kekuatan. Tantangan itu hadir melalui wilayah kebudayaan, pemikiran, dan bahkan militer. Inilah sebagian yang disorot oleh Syaikh Fathi Yakan dalam buku ini. Selain mengingatkan kita tentang beberapa "virus" yang menggerogoti bangunan dakwah, penulis memberikan beberapa konsep solusi agar berbagai penyakit itu bisa diminimalisasikan, atau ditiadakan sama sekali. Buku ini, meskipun bentuknya relatif kecil namun memuat pesan-pesan yang padat. Sebagaimana buku-buku beliau yang lain, buku ini menyajikan ulasan yang simpel dan jelas tentang beberapa persoalan konkret yang sungguh butuh menjadi perhatian para dai dan semua orang yang bekerja di ladang dakwah. Penerbit sangat berbahagia bisa menerbitkan ulang buku ini dalam terjemahan



Bahasa Indonesia, karena nilai-nilai hikmah dan bimbingan dalam buku ini memang layakdiambil oleh kaum Muslimin di mana saja. [13]



BAB I FENOMENA KEHANCURAN GERAKAN DAKWAH DI WILAYAH LEBANON SEKILAS TENTANG BEBERAPA KORBAN Ada sebuah fenomena yang menarik perhatian, mengundang orang untuk merenung, memikirkan dan mengkaji, sekaligus mengusik minat mereka untuk menyingkap faktorfaktor penyebab yang melatarbelakanginya. [15] Ia adalah fenomena kehancuran yang menimpa sebagian besar bangunan dakwah, gerakan, kelompok, dan mazhab di seantero wilayah Lebanon. Di bawah roda tragedi yang berputar semenjak 1975, fenomena kehancuran itu telah mengenai berbagai kekuatan partai dan organisasi gerakan dengan beragam visi dan orientasi, baik politik maupun pemikiran. Sebagian dari mereka ada yang musnah sama sekali tak berbekas, sebagian yang lain hancur meninggalkan kepingan-kepingan. Gerakan Amal telah melahirkan aktivitas Islam yang terlibat pertikaian seru dengan kelompok Hizbullah. Pertikaian ini telah menelan banyak korban di kedua belah pihak. Sebagian meninggal dan sebagian luka-luka. Partai Sosial Demokrat Suria telah menyaksikan kehancuran parah tatkala terjadi pertempuran dengan Hizbullah, yang berakibat munculnya upaya saling memusnahkan. Gerakan Nashiriyah terpecah menjadi faksi-faksi kecil, antara lain Al-Murabithun, Persatuan Kekuatan Masyarakat Buruh, Organisasi Masyarakat Nashiri, Kekuatan Nashir, Persatuan Komunis Arab, dan lain-lain. Batalion-batalion militer Lebanon pecah berkeping-keping, dan memunculkan beberapa kelompok kekuatan yang membayangi kekuatan militer nasional. Akibatnya, muncullah dua kepemimpinan: Iliy Hubaikah dan Samir Ja'ja'. Semakin hari kepingan mereka semakin bertambah. Front Lebanon. Ia mengalami guncangan hebat sepanjang sejarahnya. Guncangan pertama terjadi saat kekuatan militer pemerintah melumpuhkan sayap [16] militer Partai Tanah Air Merdeka dalam sebuah pertempuran yang terkenal dengan Perang Shafra'. Kemudian, guncangan berikutnya terjadi ketika kekuatan militer berusaha memusnahkan seorang pemimpin yang membelot, Toni Frangiah beserta keluarga, sebagian besar anggota partainya, dan rekan-rekan politiknya. Peristiwa ini terkenal dengan julukan Penjagalan Ihdan. Gerakan Tauhid Islami secara tiba-tiba dilanda peristiwa yang memilukan di kota Tripoli. Gerakan yang selama ini telah berakar kukuh di kota ini, hanya dalam waktu kurang dari empat tahun diluluh-lantakkan oleh berbagai pertikaian yang melibatkan kekuatan militer dari berbagai pihak. Demikianlah sebuah fenomena kerusakan yang leluasa bergerak dari satu gerakan ke gerakan lain tanpa satu pun dari mereka mengambil pelajaran. Tidak ada di antara mereka yang berusaha menciptakan benteng pertahanan. Setiap kelompok terperosok dalam lubang yang sama dengan lubang yang telah menjerumuskan kelompok sebelumnya. Ia tertimpa musibah yang pernah menimpa orang lain.



Sekarang, kita mencoba melihat apa sesungguhnya yang menjadi faktor penyebab dan melatarbelakangi munculnya fenomena yang berbahaya dan menghancurkan ini, agar kita bisa menarik pelajaran, mengambil faedah, dan memperkaya pengalaman. Rasulullah Saw. bersabda, .‫اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﺤﻜﻤﺔ ﺿﺎﻟﺔ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﺤﯿﺚ وﺟﺪھﺎ ﻓﮭﻮ أﺣﻖ ﺑﮭﺎ‬ Hikmah itu barang hilang seorang mukmin, di mana pun ia menemukannya maka ia paling berhak mendapatkannya. (HR. Tirmidzi).



FAKTOR-FAKTOR KONFLIK



PENYEBAB



MUNCULNYA



BERBAGAI



Ada beragam dan berbilang faktor yang melatar-belakangi munculnya fenomena yang menghancurkan bangunan lembaga dakwah di seantero wilayah Lebanon. Faktorfaktor itu sebagai berikut. Pertama, hilangnya mana'ah i'tiqadiyah (imunitas keimanan) dan tidak tegaknya bangunan di atas fondasi pemikiran dan prinsip yang benar dan kukuh. Adakalanya sebuah organisasi hanya berujud organisasi tokoh, yaitu sebuah organisasi yang tegak di atas landasan loyalitas kepada seorang pemimpin yang diagung-agungkan. Ada lagi yang berupa organisasi figur. Yaitu sebuah organisasi yang dibangun di atas bayangan figur seseorang. Yang lain berupa organisasi kepentingan, yang berorientasi mewujudkan tujuan-tujuan materi semata. Dengan begitu, jadilah bangunan organisasi tadi begitu lemah dan rapuh. Dia tidak mampu menghadapi kesulitan dan tantangan, mudah terguncang dan shafnya tercerai-berai, sehingga muncul berbagai tragedi yang menimpa. Kedua, rekruitmen hanya memperhatikan aspek kuantitas. Artinya, bilangan anggota dan jumlah personel menjadi demikian menyibukkan dan menguras perhatian pemimpin. Ini karena anggapan bahwa jumlah yang [18] banyak menjadi penentu sebuah kemenangan dan kejayaan. Di lain pihak ia tidak memahami bahwa banyaknya bilangan itulah yang sering kali menjadi pemicu setiap problem dan pembakar api pertikaian. Cukuplah sebagai bukti apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang pasukan Islam pada Perang Hunain, tatkala mereka berbangga dengan banyaknya jumlah pasukan, "Kita tidak akan pernah lagi dikalahkan oleh bilangan yang sedikit." Ternyata, justru pernyataan itulah yang menjadi penyebab kekalahan mereka. Hal ini dilukiskan oleh Al-Quran dengan indah. .‫ وﯾﻮم ﺣﻨﯿﻦ إذ أﻋﺠﺒﺘﻜﻢ ﻛﺜﺮﺗﻜﻢ ﻓﻠﻢ ﺗﻐﻦ ﻋﻨﻜﻢ ﺷﯿﺌﺎ وﺿﺎﻗﺖ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻷرض ﺑﻤﺎ رﺣﺒﺖ ﺛﻢ وﻟﯿﺘﻢ ﻣﺪﺑﺮﯾﻦ‬... Dan ingatlah Perang Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu. Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas ini terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) Rekruitmen dengan orientasi kuantitas ini bila dilihat dari kacamata Lebanon dengan segala karakteristiknya, barangkali justru menjadi faktor paling menentukan bagi kehancuran pergerakan di sana. Menilik bahwa kejadian-kejadian yang telah menimpa Lebanon dengan beragam tingkatan dan muatannya selama ini telah berdampak sangat luas di masyarakatnya, maka hal itu melahirkan opini bahwa kejadian-kejadian itu adalah sebuah rekayasa dan permintaan pihak-pihak tertentu. Kondisi ini memudahkan pihakpihak tertentu menciptakan kepemimpinan rakyat untuk menjadi pendukung bagi



terealisasinya tujuan. Namun kepemimpinan rakyat [19] yang sama sudah berdiri di pihak musuh esok hari. Demikianlah silih berganti, tergantung situasi dan kondisi yang mempengaruhi mereka, di tingkat daerah, provinsi, maupun nasional. Sedangkan gerakan-gerakan "haus", yang berambisi secepatnya memperoleh ghanimah dan begitu bernafsu meraih target dan sasaran meskipun dengan jalan pintas, merampok di jalan, menjarah gedung dan sebagainya, mereka itu tentu sangat sulit berinteraksi dengan masyarakat yang demikian banyak. Akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban ulah mereka tanpa yang lain mampu mengambil pelajaran darinya. Ketiga, salah satu faktor penyebab munculnya fenomena kehancuran bangunan organisasi ini karena "tergadai" pihak luar, baik oleh sesama organisasi maupun oleh negara. Bisa juga tergadai oleh basis-basis kekuatan, baik politik, ekonomi, keamanan, maupun keseluruhan unsur ini sekaligus. Akibatnya, organisasi tadi kehilangan potensi cengkeram, orientasinya kabur, dan arah politiknya pun bias. Jadilah ia sebuah organisasi yang diperalat untuk kepentingan pihak lain, meskipun terkadang ia sendiri bisa mendapatkan kepentingannya dengan cara itu. Banyak sekali gerakan dan organisasi di Lebanon yang sudah di bawah kendali atau menjadi tawanan pihak lain. Hal ini boleh jadi karena gerakan dan.organisasi tadi memang rekayasa mereka. Kalau tidak demikian, ia sebuah gerakan yang memang membutuhkan perlindungan politik mereka, atau ia begitu menggantungkan dana dan keamanannya. Kondisi seperti ini [20] menjadi peluang besar bagi pihak luar untuk menyusup ke dalamnya, menguasai dan mengendalikannya, serta merealisasikan tujuan mereka sendiri. Betapa banyak tanzhim yang terbeli dengan beberapa keping dolar dan betapa banyak pula harakah yang tergadai dengan beberapa pucuk senjata. Keempat, salah satu penyebab runtuhnya bangunan organisasi di negeri-negeri Islam adalah karena tergesa-gesa ingin meraih kemenangan, meskipun tidak diimbangi dengan sarana yang memadai. Betapa banyak organisasi gerakan yang mendalangi pembunuhan pihak penguasa. Ia menganggap bahwa terbunuhnya sang penguasa adalah cita-cita akhir gerakannya. Kekuasaan, di mana pun, kemampuannya membagi ghanimah (harta rampasan) kepada aparat sebanding dengan potensinya menderita kerugian. Bahkan ghanimah yang telah diperoleh itu terkadang justru melahirkan cobaan dan bencana bagi gerakannya. Pemicunya adalah sengketa dalam pembagiannya, baik antar personel maupun personel dengan pimpinan, serta penguasa yang berambisi mendapatkan bagian terbanyak. Saya teringat peristiwa pada salah satu organisasi gerakan. Melalui pertempurannya, ia mampu menguasai markas penting musuhnya. Di sana banyak ia dapatkan ghanimah senjata beserta gudangnya. Namun dalam waktu yang teramat singkat kemenangan yang diraih itu berubah menjadi bencana dahsyat lantaran terjadi pertikaian dalam pembagiannya, sehingga memicu pertempuran antar sesarna yang menelan korban lebih [21] separo personel. Kemudian pertempuran ini menggerogoti bangunan gerakan itu sendiri yang mengakibatkan kehancuran tanpa dapat dikembalikan seperti semula. Sesungguhnya, kajian yang jernih terhadap faktor-faktor yang mengantarkan beberapa organisasi partai meraih kekuasaannya atas berbagai wilayah di dunia, mampu mengungkap sejauh mana dampak negatif atau bahaya yang dihadapi oleh partai tadi dibalik kemenangannya. Dampak negatif tadi antara lain berupa keruntuhan dan



kehancuran organisasi tadi, terpecah belahnya menjadi kepingan-kehilangan dan kehilangan prinsip serta orientasi. Akhirnya organisasi tersebut menjadi sebuah kelompok yang mengejar kepentingan hawa nafsu dan materi duniawi semata. Kelima, munculnya pusat-pusat kekuatan, aliran, dan 'sayap-sayap gerakan dalam tubuh organisasi. Kebanyakan bangunan organisasi yang mengalami pertikaian dan perselisihan berpotensi melahirkan hal-hal di atas. Sebuah gerakan, apa pun namanya, apabila memiliki loyalitas bercabang dan dikendalikan oleh beragam kekuatan, tidak tunduk kepada kepemimpinan tunggal, di mana hati para personil dan para penanggung-jawabnya tidak terhimpun pada seseorang yang dipercaya, maka ia menjadi gerakan yang potensial melahirkan pertikaian, berebut pengaruh dan kekuasaan untuk meraih ambisi-ambisi pribadi. Keenam, campur tangan pihak luar. Ini merupakan faktor utama yang berdiri di belakang fenomena kehancuran bangunan gerakan dakwah. Di masa sekarang, [22] faktor-faktor ini telah begitu dominan mempengaruhi dunia. Kekuatan politik, pemikiran, militer, dan intelijen yang beraneka ragam dikerahkan untuk memukul seterunya dengan target kehancuran bangunan organisasi. Hal ini dilakukan melalui deteksi cermat terhadap titik lemah, kemudian menawarkan "dukungan", setelah itu pukul hingga hancur. Pintu masuk menuju ke sana sangat banyak. Adakalanya melalui pintu politik, yaitu dengan menawarkan berbagai tawaran politis yang menguntungkan atau melalui pintu dana, dengan jalan menutup kebutuhan-kebutuhan finansialnya, atau melalui pintu sekuritas, yaitu dengan menjanjikan perlindungan keamanan, dan lain-lain. Hal itu dilakukan satu per satu atau secara bersama-sama. Melihat lemahnya bangunan organisasi secara umum, keringnya spirit keyakinan, baik di tingkat personel anggota maupun pemimpin, sementara beban begitu berat, baik material maupun spiritual yang harus dipikul, akhirnya ia menjadi sebuah bangunan rapuh yang pintu-pintunya terbuka lebar. Orang dengan leluasa masuk ke dalamnya untuk mewujudkan ambisi dengan seribu satu macam cara. Seringkali campur tangan pihak luar itulah yang menjadi penyebab langsung lahirnya pusat-pusat kekuatan, aliran, dan sayap-sayap pertikaian dalam tubuh gerakan. Ketujuh, lemah atau bahkan tiadanya kesadaran politik dalam gerakan dakwah. Ini yang terkadang menjadi faktor penyebab lepasnya elemen-elemen [23] bangunan dan kehancurannya. Sebuah gerakan, di mana saja, apabila tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi dan baik, tidak bisa hidup mengimbangi zaman, tidak memahami kejadian yang ada di sekelilingnya, terkecoh oleh fenomena permukaan, lupa mengkaji apa di balik peristiwa, tidak mampu merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global, tidak bisa membuat footnote setelah membaca "teks", tidak mampu meletakkan kebijakan politik lokal berdasar kondisi-kondisi politis internasional, dan lain-lain kepekaan; kalau sebuah gerakan memiliki kelemahan pemahaman serupa itu, di saat arah politik demikian tumpang-tindih dan keserakahan demikian merajalela, yang tampak di permukaan tidak lagi mencerminkan isinya, maka ia akan menjadi gerakan yang langkahnya terseok, sikap-sikapnya kontradiktif, dan mudah terbawa arus. Apabila sudah demikian, datanglah sang penghancur untuk memutuskan hukuman mati atasnya. [24]



BAB II APA YANG TERJADI DI NEGERI-NEGERI ISLAM? FENOMENA UMUM Salah satu kewajiban kita sebagai bagian dari gerakan Islam di tengah masyarakat dan arus yang melingkupi kita, setelah banyak belajar dari kasus-kasus yang terjadi – khususnya di Lebanon, faktor-faktor penyebab dan dampak-dampaknya – adalah berusaha mengantisipasi kejadian-kejadian ini, dengan terlebih dahulu mengenal kekuatankekuatan yang berdiri dan menjadi motor di belakangnya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, [25] serta dampak-dampak negatif yang dilahirkannya. Pembahasan ini akan mencoba mengungkap fenomena sakit yang paling menonjol, yang menjadi pemicu maraknya berbagai tragedi di Lebanon, yaitu fenomena keporak-porandaan dan kehancuran bangunan partai dan organisasi secara umum, dengan segala tingkatannya. Tujuannya adalah sebagai bahan perenungan dan untuk mendapatkan pelajaran atas berbagai peristiwa yang sudah dan akan terjadi, serta belajar dari pengalaman orang lain yang telah membayar kekurangannya dengan harga yang amat mahal. Target akhir kita adalah melindungi tanah air Islam dan bangunan dakwah kita dari serangan wabah penyakit, agar kita memiliki kesadaran penuh, kewaspadaan tajam, serta kekebalan tangguh, terhadap serangan virus yang melumpuhkan. Tidak lupa pula ingin saya ingatkan bahwa negeri-negeri Islam pada umumnya masih saja lemah kepekaannya menghadapi fenomena-fenomena semacam ini. Hal itu disebabkan beberapa faktor yang berkaitan dengan sistem islami dan sistem tarbiyah, yang merupakan faktor prinsip dalam proses menegakkan aspek keyakinan, ibadah, maupun akhlak. Hanya saja mesti didukung dengan beberapa aspek yang berfungsi melindungi, baik secara individu, kelompok, maupun organisasi. Tidak lupa saya ingatkan akan sebuah poin penting yang seringkali dilupakan oleh banyak orang dan sedikit di antaranya yang memperhatikan, bahwa gerakan Islam dan Dunia Islam pada umumnya, kini menghadapi konspirasi dunia yang didukung dengan kekuatan militer [26] dan perangkat pers, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi, dengan tujuan untuk menjegal shahwah (kebangkitan) Islam dan memusnahkan gerakan Islam dengan berbagai cara. Sarana paling berbahaya yang dipergunakan untuk melumpuhkan gerakan Islam pada umumnya adalah sarana internal, yaitu dengan cara menyulut perbedaan pendapat, permusuhan, menanam benih-benih penyakit, serta melontarkan berbagai slogan, ide, dan gagasan yang menarik. Untuk menghadapi semua ini pada masa sekarang, tidaklah bisa diterima sikap menganggap enteng musuh serta menghadapinya dengan cara sporadisemosional. Sebaliknya, kita harus berinteraksi dan berkenalan dengannya, menggunakan prinsip melemahkan kemudian mengukuhkan.



FENOMENA SAKIT a. Fenomena Ragam Aliran Gerakan (Ta’adudiyah) Dunia Islam kini menyaksikan lahirnya berbagai gerakan, organisasi, jamaah, dan kelompok Islam dengan aliran pemikiran yang beraneka ragam. Hal ini oleh sebagian orang dianggap sebagai fenomena wajar. Namun saya tidak melihat demikian.



Berdasarkan tolak ukur syariat bagi sebuah aktivitas Islam, kemaslahatannya bagi kaum Muslimin, berbagai realita, dan ekses negatif yang saya rasakan, saya menganggap bahwa ini merupakan fenomena mengkhawatirkan dan berbahaya. Tidak ada yang tahu kesudahannya, kecuali Allah Swt. [27] Kalau saja fenomena keragaman ini bersih dari fanatisme, dibarengi suasana penuh ukhuwah, terjalin kerja sama dan saling memahami di antara mereka, maka hal ini tidak membutuhkan pembicaraan. Tetapi kenyataan yang terjadi sebaliknya. Keragaman yang ada kini tidak melahirkan apa pun, kecuali semakin memuncaknya permusuhan. Ia mengembuskan nafsu hasad dan dengki kepada sesama. Akhirnya hal itu mengakibatkan perilaku saling bertengkar dan saling intai kelemahan atas sesamanya. Padahal yang seharusnya mereka kerjakan adalah saling memahami dan menutupi kesalahan. Keragaman hari ini semakin tumbuh subur tak terkendali, sehingga memungkinkan musuh-musuh Islam merajalela di negeri-negeri Islam. Mereka datang dengan bendera dan slogan-slogan Islam di lahirnya, namun di baliknya menyimpan niat busuk yang membahayakan. Ketika menghadapi derasnya arus gerakan dan bertambahnya bilangan jamaah, kaum Muslimin menjadi bingung. Kepada siapa mereka memberikan kepercayaannya? Ke mana mereka mempersembahkan loyalitasnya? Dengan siapa mereka menjalin kerja sama? Seolah-olah musuh Islam itu targetnya memang menciptakan kondisi seperti ini. Itulah kondisi yang pahit, menyedihkan, dan mengguncangkan. Keragaman pada akhirnya menggoreskan sebuah tanda tanya besar kepada seluruh gerakan. Mana di antara mereka yang orisinil dan mana yang palsu. Mana yang benar dan mana yang salah. Dan mana yang selamat dan mana yang sesat. Jadilah aktivitas Islam berjalan tanpa kaidah, tanpa basis, dan tanpa eksistensi, [28] sehingga keseluruhannya menjadi begitu kabur dan guncang. Keragaman merupakan potensi besar bagi lahirnya pertikaian di Dunia Islam, dan inilah yang mereka inginkan. Musuh-musuh Islam tidak akan mencurahkan perhatiannya kepada sesuatu, selain dalam rangka menciptakan pertikaian, agar nantinya mereka leluasa bermain di atasnya, kemudian memanfaatkannya untuk menyusun rancangan politik dan persekongkolan. Keragaman, ke Mana Arahnya? Keragaman ini sebenarnya sudah keluar dari nalar sehat dan melampaui batas. Bagaimana tidak, sebagian jamaah lahir tanpa alasan. Bayangkan, tiga orang berselisih dengan jamaah yang menjadi rumah tinggalnya, lalu membuat jamaah baru. Lima orang yang dicopot dari suatu organisasi, segera menciptakan organisasi baru. Sekelompok orang yang dikeluarkan dari suatu gerakan, segera membuat gerakan penyelamat dan tandingan. Penyakit suka melepaskan diri ini sudah menyerupai hitungan deret ukur. Dari bilangan satu muncul berbilang-bilang. Dari sana muncul lagi pecahan-pecahan baru tanpa hitungan. Pada masa lalu, keragaman jamaah lahir benar-benar memiliki alasan syariat. Para pemiliknya benar-benar memiliki kemampuan telaah dan ijtihad yang memadai. Meskipun begitu, mereka tetap menjaga akhlak dan prinsip ikhtilaf tanpa keluar dari jalur ukhuwah selangkah pun. [29] Adapun kini, keragaman yang ada di Dunia Islam telah melahirkan perbedaan dan



perselisihan tanpa akhlak, tanpa ilmu, dan tanpa landasan syariat. Mereka berlomba meraih pengaruh dan lari dari tanggung jawab. Mereka begitu vokal mempromosikan nama dan panjinya, begitu antusias mendapatkan pengaruh, sekaligus begitu enggan mempersembahkan pengorbanan. Dengan kondisi demikian ini bagaimana mungkin sebuah keragaman bisa diterima dan disebut sebagai fenomena wajar? Ketika sebuah arus pemikiran terpecah menjadi bermacam arus; ketika sebuah mobil yang mestinya berjalan di atas empat roda terbelah menjadi empat yang masing-masing berjalan di atas satu roda; ketika arus pemikiran Salafi terbagi menjadi ekstrem dan moderat, yang moderat terbagi lagi menjadi aliran-aliran yang ekstrem dan moderat pula, dan begitu seterusnya .... Ketika arus pemikiran Khalafi (modern) juga terpecah. Yang satu beraliran moderat dalam bersandar pada rasio, sementara yang lain begitu ekstrem menolak doktrin tekstual, kemudian di antara keduanya masih terjadi arus pemikiran beraneka ragam, juga dalam warna ekstrem dan moderat .... Ketika aktivitas Islam bertumpu pada tarbiyah namun kering pemahaman politik, atau sebaliknya begitu memperhatikan aspek politik namun tanpa tarbiyah, atau bersifat militer tanpa patokan dan pemikiran .... Dunia Islam telah muncul beberapa kelompok orang yang begitu serius memperhatikan nasib kaum [30] Muslimin dan kondisi murtad mereka. Sementara di belahan dunia yang lain orang-orang begitu sibuk memerangi bid'ah maulud Nabi, tasbih pada shalat Tarawih, asyik memperdalam pengucapan huruf dhad yang benar dan bahkan ada di antara mereka yang sedang melamun menunggu datangnya Imam Mahdi. Ketika kita disibukkan urusan seperti ini, maka akhirnya bangunan Islam akan mudah sekali runtuh. Fitnah segera merasuk dalam masjid, sebagai pilar kaum Muslimin yang utama dan terakhir. Semua menjadi lupa bahwa musuh-musuh yang jahat tengah mengancam. Mereka kini bersekongkol dan begitu ambisi ingin melenyapkan eksistensi Islam. Kondisi keragaman yang ada ini hakikatnya ikut memperlancar langkah dan menguakkan jalan bagi mereka. Ketika hal ini – dan yang lebih dari ini – terjadi, maka keragaman dalam Dunia Islam ini telah menjadi perbuatan dosa dan tercela, di samping tentu ia adalah fenomena pahit dan merupakan lembaran hitam sejarah Islam. Rasulullah Saw. bersabda, .‫ﯾﺪ ﷲ ﻣﻊ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ‬ Tangan Allah bersama jama'ah (kebersamaan) (HR. Tirmidzi). Dalam hadits lain, beliau bersabda lagi, [31] .‫ﻓﻌﻠﯿﻜﻢ ﺑﺎﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻓﺈﻧﻤﺎ ﯾﺄﻛﻞ اﻟﺬﺋﺐ اﻟﻘﺎﺻﯿﺔ‬ Maka berpegang teguhlah kepada jamaah, sebab seekor serigala hanya memakan domba yang terpencil sendirian (HR. Nasai). Ketika tragedi pahit ini sudah terjadi, maka kewajiban kita adalah menganalisis faktor penyebab, mengorek latar belakangnya, mengkaji fenomena dengan kajian yang ilmiah dan objektif. Dunia Islam kini terancam dari dalam, dan itu ancaman yang paling berbahaya. Wallahu A'lam. Fanatisme Tercela Keragaman – sebagaimana kita tahu – telah melahirkan bencana dahsyat dan membahayakan. Bencana yang paling menonjol adalah munculnya fanatisme



(ashabiyah), baik terhadap organisasi, partai, jamaah, atau gerakan. Bencana tersebut telah demikian parah sehingga membuat mata-telinga kita buta dan tuli. Fanatisme yang mestinya hanya diberikan kepada kebenaran dan bahwa kembali kepada hukum syariat itu merupakan prinsip, kini ia dipersembahkan kepada organisasi dan para tokohnya. Yang seharusnya seruan dakwah diarahkan kepada Islam, kini seruan itu diarahkan kepada lemabaga atau organisasi, meskipun bukan dari Islam dan tanpa komitmen menegakkan nilai-nilainya. Sesungguhnya sikap fanatik kepada kelompok itulah hakikat bid'ah. Bid'ah yang berbahaya dan dapat menyeret kepada penyelewengan pemikiran, perilaku, dan pendidikan atau tarbiyah. Sorotan pembahasan dalam hal ini tidak berarti penolakan terhadap loyalitas kepada organisasi dan gerakan. [32] Hanya saja, loyalitas terhadap Islam harus didahulukan atas loyalitas kepada lembaga. Sebagaimana pula loyalitas (wala') kepada Allah Swt. harus didahulukan atas loyalitas kepada personel. Komitmen kepada syariat Allah harus diutamakan atas komitmen kepada berbagai aturan dan undang-undang. Kewajiban para pekerja dakwah pertama kali adalah menjadikan dirinya sebagai seorang Muslim. Apabila mereka sudah menjadi Muslim dengan sebenar-benarnya, pastilah mereka akan mampu menjalin ukhuwah dan saling mencintai, meskipun berbeda manhaj dan pandangan atas hakikat amal islami atau aktivitas keislaman. Namun kalau kepekaan kelompok lebih dominan dari kepekaan Islam, rasa kesukuan lebih kuat dari perasaan iman, maka penyimpangan pun pasti segera muncul dan keutuhan kaum Muslimin pun terkoyak. Padahal Allah Swt. mengigatkan kita dengan firman-Nya, .‫ ﻛﻞ ﺣﺰب ﺑﻤﺎ ﻟﺪﯾﮭﻢ ﻓﺮﺣﻮن‬,‫ ﻣﻦ اﻟﺬﯾﻦ ﻓﺮﻗﻮا دﯾﻨﮭﻢ وﻛﺎﻧﻮا ﺷﯿﻌﺎ‬.‫وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻣﻦ اﻟﻤﺸﺮﻛﯿﻦ‬ Janganlah kalian menjadi seperti orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka berkelompok-kelompok. Setiap kelompok berbangga dengan kelompoknya itu. (Ar-Rum : 32). 'Ashabiyah Hizbiyah (Fanatisme kepada Lembaga) Membatalkan Islam Fanatik kepada lembaga itu jelas membatalkan iman dan Islam. Karena pada dasarnya, loyalitas seorang Muslim adalah kepada umatnya. ‫إن ھﺬه أﻣﺘﻜﻢ أﻣﺔ واﺣﺪة وأﻧﺎ رﺑﻜﻢ ﻓﺎﻋﺒﺪون‬ Sesungguhnya umat kalian adalah umat yang satu dam Aku adalah Tuhan kalian maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya': 92) [34] Ukhuwah Islamiyah merupakan perekat yang menyatukan kaum Muslimin dengan sesamanya. .‫إﻧﻤﺎ اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن إﺧﻮة‬ Sesungguhnya kaum mukminin itu bersaudara. (Al-Hujurat : 10) Bahkan Islam mengajak kepada seluruh umat manusia untuk saling berkenalan dan mengikat hati dalam suasana penuh perlombaan dan persaingan meraih kebaikan, hidayah, dan takwa.



Wahai umat manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kalian dari golongan laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa. (Al-Hujurat: 13)



Fanatik dan fanatisme adalah perangai yang dicela Islam dan dibenci Rasulullah Saw. Al-Quran menyeru kita agar melepaskan diri dari belenggu segala bentuk fanatisme; fanatisme kekeluargaan, kekerabatan, kelompok, dan lain-lain sejenisnya. Allah Swt. berfirman, .‫ وﷲ ﻻ ﯾﮭﺪى اﻟﻘﻮم اﻟﻔﺎﺳﻘﯿﻦ‬,‫ﺗﺮﺿﻮﻧﮭﺎ أﺣﺐ إﻟﯿﻜﻢ ﻣﻦ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ وﺟﮭﺎد ﻓﻰ ﺳﺒﯿﻠﮫ ﻓﺘﺮﺑﺼﻮا ﺣﺘﻰ ﯾﺄﺗﯿﻜﻢ ﷲ ﺑﺄﻣﺮه‬ Katakan (Muhammad), "Apabila bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, istri-istrimu, sanak familimu, harta benda yang kamu upayakan, perdagangan yang kamu cemaskan kerugiannya serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah, maka tunggulah keputusan Allah. Dan Allah tidak menunjuki kaum yang fasik". (At-Taubah : 24). Di tempat lain Allah juga berfirman, [34] .... ‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﻻ ﺗﺘﺨﺬوا أﺑﺎءﻛﻢ وإﺧﻮاﻧﻜﻢ أوﻟﯿﺎء إن اﺳﺘﺤﺒﻮا اﻟﻜﻔﺮ ﻋﻠﻰ اﻹﯾﻤﺎن‬ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudarasaudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran daripada keimanan. (At-Taubah : 23). Rasulullah Saw. mengingatkan kita perihal fanatik dan fanatisme dalam sabdanya, .‫ﻟﯿﺲ ﻣﻨﺎ ﻣﻦ ﻗﺎﺗﻞ ﻋﻠﻰ ﻋﺼﺒﯿﺔ وﻟﯿﺲ ﻣﻨﺎ ﻣﻦ ﻣﺎت ﻋﻠﻰ ﻋﺼﺒﯿﺔ‬ Bukanlah dari golonganku orang yang berperang atas dasar fanatisme dan bukanlah golonganku orang yang mati membela fanatisme. (HR. Abu Daud). Selanjutnya beliau bersabda, "Tinggalkanlah, karena ia sesuatu yang busuk." Fanatisme Menceraikan Persatuan Fanatisme – tidak syak lagi – telah menceraikan persatuan, karena ia telah mencabik-cabik wilayah Islam dan menciptakan jarak antara sesama kaum Muslimin. Allah Swt. berfirman, .‫واذﻛﺮوا ﻧﻌﻤﺔ ﷲ ﻋﻠﯿﻜﻢ إذ ﻛﻨﺘﻢ أﻋﺪاء ﻓﺄﻟﻒ ﺑﯿﻦ ﻗﻠﻮﺑﻜﻢ ﻓﺄﺻﺒﺤﺘﻢ ﺑﻨﻌﻤﺘﮫ إﺧﻮاﻧﺎ‬ ..Dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempertautkan hati-hatimu lalu dengan nikmat Nya itu kamu menjadi orang-orang yang bersaudara. (Ali 'Imran: 103). Rasulullah Saw. bersabda,[35] ‫ﻣﺜﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻓﻰ ﺗﻮادھﻢ وﺗﺮاﺣﻤﮭﻢ وﺗﻌﺎطﻔﮭﻢ ﻛﻤﺜﻞ اﻟﺠﺴﺪ إذا اﺷﺘﻜﻰ ﻣﻨﮫ ﻋﻀﻮ ﺗﺪاﻋﻰ ﻟﮫ ﺳﺎﺋ ُﺮ اﻟﺠﺴﺪ ﺑﺎﻟﺴﮭﺮ‬ ‫واﻟﺤﻤﻰ‬ Orang-orang mukmin dalam menjalin hubungan kasih sayang dan cinta itu bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh mengeluh, maka anggota tubuh yang lain akan ikut menderita susah tidur dan demam. (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, .‫إن اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻠﻤﺆﻣﻦ ﻛﺎﻟﺒﻨﯿﺎن ﯾﺸﺪ ﺑﻌﻀﮫ ﺑﻌﻀﺎ‬ Seorang mukmin bagi mukmin lainnya semisal bangunan yang saling mengukuhkan antar sesamanya (H R. Bukhari dan Muslim). Di kesempatan lain beliau bersabda, .‫ﻻ ﺗﺤﺎﺳﺪوا وﻻ ﺗﺒﺎﻏﻀﻮا وﻻ ﺗﻘﺎطﻌﻮا وﻛﻮﻧﻮا ﻋﺒﺎد ﷲ إﺧﻮاﻧﺎ‬



Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling memutuskan (hubungan), dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. (HR. Bukhari dan Malik). Dan dalam hadits yang lain, beliau bersabda, .‫ﻻ ﯾﺆﻣﻦ أﺣﺪﻛﻢ ﺣﺘﻰ ﯾﺤﺐ ﻷﺧﯿﮫ ﻣﺎ ﯾﺤﺐ ﻟﻨﻔﺴﮫ‬ Tidaklah seorang hamba beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim). [36] b. Fenomena Fanatisme Golongan yang Ekstrem Dari waktu ke waktu di negeri-negeri Islam muncul fenomena baru dan tidak lazim. Barangkali di balik itu semua ada kekuatan yang menggerakkannya, dengan tujuan minimal memalingkan umat Islam dari urusan-urusan pokok mereka. Mereka disibukkan dengan sengketa internal yang terus marak. Sengketa internal ini menyebabkan mereka jadi lemah, acuh tak acuh, dan buta-tuli terhadap konspirasi jahat yang tengah mencengkeram. Yang menarik adalah, bahwa fenomena ganjil ini terkadang – kalau tidak boleh disebut sering – dibungkus dengan baju ilmiah dan syariat, padahal hakikatnya jauh dari hal-hal ilmiah dan syariat. Kini, fenomena ini terus menghiasi wilayah-wilayah Islam di Lebanon di saat kekuatankekuatan musuh telah bergerak untuk menghancurkan Islam, baik dari dalam maupun dari luar. Mereka bekerja sama dengan Zionis Internasional yang dipelopori Yahudi, untuk mendorong wilayah-wilayah itu membuat proyek-proyek yang penampilan luarnya tampak baik dan bahkan islami, namun di dalamnya tersimpan kebusukan-kebusukan. Di saat umat Islam harus bahu-membahu, baik secara individu maupun kelompok, dalam rangka menghadapi konspirasi yang sedang mencengkeramnya, yang terjadi justru sebaliknya. Akibatnya, konspirasi jahat global semakin mengukuhkan cengkeramannya di wilayah-wilayah Islam. Mereka membuat langkah-langkah yang disebut [37] sebagai dakwah. Padahal realitasnya, yang mereka ciptakan justru konflik-konflik di tubuh umat Islam, dengan dalih menegakkan Islam atau menghidupkan sunah, atau memberantas bid'ah yang merajalela di tengah masyarakat Islam. Mereka menganggap kelompok lain yang tidak sependapat dengannya sebagai kelompok ahli bid'ah mungkar yang harus dimusuhi dan diperangi. Rasa hasad, dengki, dan permusuhan sesama Muslim ditebarkan untuk mendukung sikap-sikapnya. Langkah ganjil ini memang diklaim sebagai langkah untuk memerangi bid'ah, namun ia sendiri ternyata bid'ah. Berbagai pertikaian, kedengkian, dan kebimbangan yang meluas di kalangan umat akibat upaya tersebut, bahayanya lebih parah daripada bahaya bid'ah yang hendak diperangi. Mereka memerangi syubhat tetapi jatuh kepada yang haram. Mereka mengingkari kemungkaran, tetapi terjerumus ke dalam kemungkaran yang lebih besar. Mereka tidak mengindahkan kaidah yang mengatakan "Tinggalkan kebaikan yang menumbuhkan potensi kerusakan." Juga kaidah, "Menolak kerusakan didahulukan atas mengambil kemanfaatan." Apa Sesungguhnya yang Mereka Kehendaki? Mereka ingin menghapus segala unsur, sarana, dan event yang bisa dimanfaatkan umat Islam sekarang untuk mempelajari Islam dan memperdalam agamanya, disamping untuk meningkatkan kesadaran mereka akan problem-problem kekinian dalam perspektif Islam.



[38] Mereka beralasan bahwa semua itu bid'ah dan Rasulullah Saw. tidak pernah melakukannya. Seakan-akan mereka menginginkan agar umat Islam menghindar dari realitas yang tengah terjadi, serta mengambil jarak dari peristiwa-peristiwa yang melingkupinya hingga mereka senantiasa terpencil dan kepemimpinan umat dan bimbingannya. Bagaimana tidak dikatakan demikian. Ketika diadakan suatu peringatan Isra' Mi'raj – misalnya – dengan tujuan untuk mengingatkan kaum Muslimin akan sejarah dan perjalanan hidup Nabi mereka, untuk menceritakan kembali berbagai peristiwa dan bagaimana mengambil pelajaran dan hikmah daripadanya sebagaimana disebutkan Allah Swt. dan Sunah Nabi-Nya melalui hadits-hadits shahih, kemudian mengaitkan itu semua dengan apa yang terjadi di Palestina sekarang tempat terjadinya peristiwa Isra' dan Mi'raj yang dirusak kehormatannya oleh Yahudi dan Zionis Internasional, dengan serta-merta mereka mengatakan bahwa perayaan itu bid'ah. Ketika diselenggarakan acara untuk memperingati Perang Badar, Fathu Makkah, Perang Ain Jalut, Qadisiyyah, atau lainnya, dengan maksud untuk menjelaskan faktorfaktor yang menyebabkan kemenangan mereka, selain untuk mengukuhkan pijakan kaum Muslimin sekarang yang sedang menghadapi musuh-musuhnya di setiap tempat, dengan serta-merta mereka juga mengatakan bahwa ini adalah amalan bid'ah. Anehnya, mereka bodoh atau berlagak bodoh, lupa atau berlagak lupa, bahwa Alqur’anul Karim sangat kaya [39] dengan pengungkapan sejarah dan kisah-kisah para nabi dan rasul serta para as-sabiqun al-awalun (pendahulu). Al-Quran memberi isyarat akan pentingnya itu semua dengan sangat gamblang, sebagaimana Allah Swt. berfirman, ‫ﻟﻘﺪ ﻛﺎن ﻓﻰ ﻗﺼﺼﮭﻢ ﻋﺒﺮة ﻷوﻟﻰ اﻷﻟﺒﺎب‬ Telah ada dalam kisah-kisah mereka pelajaran bagi orang yang mempunyai pikiran. (Yusuf : 111). ... ‫وﻛﻼ ﻧﻘﺺ ﻋﻠﯿﻚ ﻣﻦ أﻧﺒﺎء اﻟﺮﺳﻞ ﻣﺎ ﻧﺜﺒﺖ ﺑﮫ ﻓﺆادك‬ Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu. Dialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. (Hud: 120) .‫ﻓﺎﻗﺼﺺ اﻟﻘﺼﺺ ﻟﻌﻠﮭﻢ ﯾﺘﻔﻜﺮون‬ Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (Al-A'raf : 176) Aneh pula bahwa mereka lupa atau pura-pura lupa akan manhaj Nabi dalam mengambil manfaat dari momentum dan perayaan untuk menggelar nilai-nilai Islam serta menyampaikan dakwahnya. Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah Saw. melakukan hal seperti itu. Ketika orang-orang sedang berkumpul di sebuah acara tertentu, beliau datang kepada mereka untuk menyeru berbagai kabilah kepada Allah Swt. dan Islam." Mana yang disebut bid'ah, bila kita mengambil kesempatan, memanfaatkan event atau perayaan untuk menyebarkan Islam kepada umat manusia secara bersih dan jernih sebagaimana datang dari Rasulullah Muhammad bin Abdullah Saw., tanpa sedikit pun menganggap bahwa perayaan ini adalah bagian dari syariat Islam? Apabila kaum Muslimin membaca tasbih di antara [40] rakaat shalat Tarawih pada bulan Ramadhan, tanpa menisbatkan hal itu berasal dari syariat, hanya sebagai ibadah tambahan yang memang dianjurkan Allah Swt. dalam hadits Qudsi, "Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunah sehingga Aku mencintainya ...," mereka



mengatakan bahwa ini adalah bid'ah. Sementara pengikut Mazhab Hanafi berkata, "Duduk membaca tasbih ini sesuatu yang disukai, yakni di sela-sela tiap empat rakaat. Bagi yang shalat, ketika duduk harus menyibukkan diri dengan zikir, tahlil, atau diam." Apabila ada suatu kaum begitu tekun dan khusyuk, lidahnya berzikir menyebut nama Allah di suatu masjid dengan suara yang agak keras hingga terdengar, tanpa menjadikannya sebuah kebiasaan atau menganggapnya sebagai bagian dari kesempurnaan shalat atau ada asalnya dari agama, mereka mengingkarinya dengan suara lantang di masjid-masjid. Dengan cara seperti itu, mereka mencegah zikir kepada Allah Swt., bahkan dengan membangkitkan fitnah. Ketahuilah bahwa mengangkat suara dalam masjid adalah sebagian dari tanda-tanda hari kiamat. Namun fitnah lebih jahat dari pembunuhan. Suatu saat, ketika Rasulullah Saw. merasa harus mengingatkan sahabatnya agar merendahkan suara ketika takbiratul ihram – ketika itu mereka sedang dalam bepergian – beliau tidak serta-merta mengatakan, "Sesungguhnya ini adalah bid'ah," akan tetapi meluruskannya dengan menunjukkan apa yang semestinya, seraya bersabda, [41] .‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﻨﺎس ا ْر ﺑﻌﻮا ﻋﻠﻰ أﻧﻔﺴﻜﻢ ﻓﺈﻧﻜﻢ ﻻ ﺗﺪﻋﻮن أﺻ ﱠﻢ وﻻ ﻏﺎﺋﺒﺎ‬ Wahai manusia, tahanlah, sesungguhnya kalian tidak sedang menyeru Dzat yang tuli dan tidak hadir (di hadapanmu) (HR. Bukhari). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kaum Muslimin sepakat bahwa membaca selawat dan berdoa secara siriy (suara tidak terdengar) itu lebih baik". 1) Apabila ada sebuah majelis ditutup dengan doa bersama-sama, mereka katakan bahwa itu adalah perilaku bid'ah. Padahal banyak hadits dan riwayat dari Rasulullah Saw. yang menegaskan agar kita membiasakan diri menyudahi majlis dengan doa. Sebagian hadits itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar r.a., ia berkata, "Jarang sekali Rasulullah Saw. Bangkit dari majelis kecuali setelah kami membaca doa, [42] ‫اﻟﻠﮭﻢ اﻗﺴﻢ ﻟﻨﺎ ﻣﻦ ﺧﺸﯿﺘﻚ ﻣﺎ ﯾﺤﻮل ﺑﯿﻨﻨﺎ وﺑﯿﻦ ﻣﻌﺎﺻﯿﻚ وﻣﻦ طﺎﻋﺘﻚ ﻣﺎ ﯾﺒﻠﻐﻨﺎ ﺑﮫ ﺟﻨﺘﻚ وﻣﻦ اﻟﯿﻘﯿﻦ ﻣﺎ ﺗﮭﻮن ﺑﮫ ﻋﻠﯿﻨﺎ‬ ‫ﻣﺼﯿﺒﺎت اﻟﺪﻧﯿﺎ وﻣﺘّﻌﻨﺎ ﺑﺄﺳﻤﺎﻋﻨﺎ وأﺑﺼﺎرﻧﺎ وﻗﻮﺗﻨﺎ ﻣﺎ أﺣﯿﯿﺘﻨﺎ واﺟﻌﻠﮫ اﻟﻮارث ﻣﻨﺎ واﺟﻌﻞ ﺛﺄرﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ظﻠﻤﻨﺎ واﻧﺼﺮﻧﺎ‬ .‫ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻋﺎداﻧﺎ وﻻ ﺗﺠﻌﻞ ﻣﺼﯿﺒﺘﻨﺎ ﻓﻰ دﯾﻨﻨﺎ وﻻ ﺗﺠﻌﻞ اﻟﺪﻧﯿﺎ أﻛﺒﺮ ھﻤﻨﺎ وﻻ ﻣﺒﻠﻎ ﻋﻠﻤﻨﺎ وﻻ ﺗﺴﻠﻂ ﻋﻠﯿﻨﺎ ﻣﻦ ﻻ ﯾﺮﺣﻤﻨﺎ‬ Ya Allah, anugerahilah kami rasa takut yang menghalangi kami dari maksiat kepadaMu dan ketaatan yang mengantarkan kami menuju surga-Mu serta keyakinan yang meringankan beban kami dalam menghadapi musibah duniawi. Ya Allah, berilah kami anugerah menikmati pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami selama Engkau masih menghidupkan kami dan jadikanlah ia sebagai pewaris kami. Jadikanlah ya Allah, balas dendam kami atas orang-orang yang menzalimi kami, tolonglah kami dalam menghadapi orang yang memusuhi kami dan janganlah engkau timpakan musibah pada agama kami. Jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai perhatian terbesar kami dan sebagai orientasi ilmu pengetahuan kami, dan janganlah Engkau perkenankan orang yang tidak menyayangi kami menguasai kami. 2) Apabila ada sekelompok anak muda di sebuah masjid bergiliran membaca AlQuran dipimpin oleh salah seorang musyrif atau pembina untuk mengontrol bacaan mereka, maka hal itu dikatakan sebagai bid'ah. Padahal banyak riwayat yang menganjurkan kita untuk banyak membaca Al-Quran. [43] Sebuah hadits sahih menegaskan, 1 2



Ringkasan Fatawa Mishriyah. HR. Tirmidzi. Dia mengatakan bahwa hadits ini hadits hasan.



‫ﻣﺎ اﺟﺘﻤﻊ ﻗﻮم ﻓﻰ ﺑﯿﺖ ﻣﻦ ﺑﯿﻮت ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﯾﺘﻠﻮن ﻛﺘﺎب ﷲ وﯾﺘﺪارﺳﻮﻧﮫ ﺑﯿﻨﮭﻢ إﻻ ﻧﺰﻟﺖ ﻋﻠﯿﮭﻢ اﻟﺴﻜﯿﻨﺔ وﻏﺸﯿﺘﮭﻢ اﻟﺮﺣﻤﺔ‬ .‫وﺣﻔّﺘﮭﻢ اﻟﻤﻼﺋﻜﺔ وذﻛﺮھﻢ ﷲ ﻓﯿﻤﻦ ﻋﻨﺪه‬ Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, rahmat menutup mereka, dan para malaikat mengelilinginya. Sedangkan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat di sisi-Nya. (HR. Abu Daud). Dari Abu Hurairah r.a. bercerita bahwa suatu saat ia masuk ke pasar lalu berkata kepada orang-orang, "Saya melihat kalian berada di sini, padahal warisan Rasulullah sedang dibagi-bagikan di masjid". Mendengar itu, orang-orang pun segera menuju masjid meninggalkan pasar. Ketika tidak menjumpai warisan itu, mereka berkata, "Wahai Abu Hurairah, kami tidak melihat ada warisan Rasulullah dibagi-bagikan di masjid." Abu Hurairah menjawab dengan tenang. Lalu bertanya, "Lalu kalian melihat apa?" Mereka menjawab, "Kami menyaksikan orang-orang zikir kepada Allah dan membaca Al-Quran." "Itulah warisan Rasulullah", jawab Abu Hurairah tenang. Sesatnya Bid'ah Tidak Ada Khilaf Bid'ah dalam agama adalah sesuatu yang diada-adakan dan sesat. Tidak ada perbedaan pendapat dalam [44] hal ini. Rasulullah Saw. telah mengingatkan kita tentang sesatnya bid'ah dalam banyak hadits. Salah satunya adalah apa yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dengan sanad sahih dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda, ‫ ﻓﺈﻧﮫ ﻣﻦ ﯾﻌِﺶْ ﻣﻨﻜﻢ ﯾﺮى اﺧﺘﻼﻓﺎ ﻛﺜﯿﺮا وإﯾﺎﻛﻢ وﻣﺤﺪﺛﺎت اﻷﻣﻮر ﻓﺈﻧﮭﺎ‬,ّ‫أوﺻﯿﻜﻢ ﺑﺘﻘﻮى ﷲ واﻟﺴﻤﻊ واﻟﻄﺎﻋﺔ وإنْ ﻋﺒ ٌﺪ ﺣﺒﺸﻲ‬ .‫ ﻋﻀّﻮا ﻋﻠﯿﮭﺎ ﺑﺎﻟﻨﻮاﺟﺬ‬,‫ ﻓﻤﻦ أدرك ذﻟﻚ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﻌﻠﯿﮫ ﺑﺴﻨﺘﻰ وﺳﻨﺔ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮاﺷﺪﯾﻦ اﻟﻤﮭﺪﯾﯿﻦ‬,‫ﺿﻼﻟﺔ‬ Saya wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat, meskipun terhadap hamba sahaya dari Habsyi. Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku, ia akan menyaksikan banyak perselisihan. Waspadalah terhadap upaya membuat amalan-amalan baru. Karena setiap yang baru (yang diada-adakan tanpa landasan syariat) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat. Hendaklah kalian memegang teguh sunahku dan sunah para khulafaurasyidin yang telah mendapat petunjuk. Dan pegang teguhlah sunahku dan gigitlah dengan geraham. (HR. Tirmidzi). Dalam hadits Anas bin Malik r.a., Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt. menutup pintu taubat atas orang-orang ahli bid'ah hingga mereka meninggalkan bid'ahnya itu". (HR. Thabrani, Hasan). Abu Bakar r.a., pernah berkata, "Sesungguhnya saya ini seperti kalian. Dan saya tidak tahu barangkali kalian akan membebani saya sebagaimana Rasulullah saw. [45] mampu mengerjakannya. Sesungguhnya Allah Swt. memilih Muhammad untuk semesta alam dan menjaganya dari bencana. Saya hanyalah seorang pengikut bukan pembuat-buat yang baru. Karenanya, apabila saya istiqamah maka bantulah, apabila saya menyeleweng maka luruskanlah." Ibnu Mas'ud berkata, "Jadilah pengikut dan jangan membuat-buat yang baru. Kalian telah cukup (dengan yang ada, penerj.)" Ibnu Umar r.a. berkata, "Semua bid'ah itu sesat meskipun orang-orang melihatnya sebagai kebaikan." Bid'ah dalam agama adalah perlawanan pada Dzat Pembuat syariat dan keberanian yang kelewat batas pada Allah Swt., selain berarti menuduh secara tidak langsung bahwa syariat



itu mengandung kelemahan. Semoga Allah Swt. merahmati Imam Malik yang pernah berkata, "Barangsiapa menciptakan bid'ah dalam Islam dan mengatakannya sebagai sebuah kebaikan, maka sesungguhnya ia telah mendakwa bahwa Muhammad telah mengkhianati risalah. Karena Allah Swt. berfirman, .‫اﻟﯿﻮم أﻛﻤﻠﺖ ﻟﻜﻢ دﯾﻨﻜﻢ وأﺗﻤﻤﺖ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻧﻌﻤﺘﻰ ورﺿﯿﺖ ﻟﻜﻢ اﻹﺳﻼم دﯾﻨﺎ‬ Hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-lengkapi nikmat-Ku atasmu dan Aku ridha Islam sebagai agama untukmu. (Al-Ma'idah: 3)." Perbedaan Pendapat Hanya Menyangkut Esensi Makna Bid'ah Imam Syafi'i berkata, "Al-Muhdatsat (amalan baru) itu mencakup dua hal. Pertama, yang berlawanan dengan Al-Quran dan hadits, atsar shahabat atau ijmak [46] ulama, maka hal ini adalah bid'ah yang sesat. Kedua, kebaikan yang tidak bertentangan sedikit pun dengan itu semua, maka hal ini tidak termasuk yang tercela". 3) Al 'Iz bin Abdus Salam rahimahullah membagi bid'ah menjadi lima bagian. Beliau berkata, "Bid'ah adalah perbuatan yang tidak dikerjakan pada masa Rasulullah Saw. Itu terbagi dalam bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah ajuran, bid'ah makruh, dan bid'ah mubah. Cara memahami hal itu dengan mencocokkan sebuah bid'ah dengan kaidah syariat. Apabila ia masuk dalam kaidah wajib, maka jadilah ia wajib, seperti menyusun ilmu nahwu yang menjadi sarana memahami firman Allah dan sabda Rasulullah. Ini menjadi wajib karena merupakan upaya menjaga syariat. Sesuatu yang tidak sempurna kewajiban kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib. Sedangkan apabila ia masuk dalam kaidah selain itu, kita menghukumi sesuai dengan kategori hukumnya; makruh, mubah, haram, atau sunah". Wallahu a'lam. Yang berpendapat sesuai dengan definisi ini adalah Ibnul 'Atsir rahimahullah. 4) Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Sebuah bid'ah yang kebaikannya masih ditetapkan oleh dalil syara', maka ia masuk dalam dua kemungkinan. Pertama, ia bukanlah bid'ah dalam agama meskipun secara bahasa ia disebut bid'ah, sebagaimana kata Umar r.a., 'Sebaik-baik bid'ah adalah ini', tatkala mengumpulkan orang-orang dalam satu imam pada shalat Tarawih. Kedua, ini kekhususan dari bentuk umum yang dianggap baik, sedangkan selain itu tetap pada kandungan umumnya, seperti umumnya AlQuran dan hadits". 5) Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah lalu, maka sebelum kita menghukum vonis bid'ah terhadap suatu masalah, pertama-tama hendaklah mengkaji, menganalisis dan mencocokkannya dengan kaidah syariat untuk mengetahui apakah ia memiliki landasan syariat atau tidak. Apabila ada landasannya berarti bukan bid'ah, namun apabila tidak, maka itulah bid'ah dan kesesatan. Oleh karena itu, maka berkumpulnya kaum Muslimin pada momentum-momentum keagamaan dalam rangka menghayati nilai-nilai agama, belajar Islam serta menggali hikmah dan pelajaran, dengan tanpa menetapkannya sebagai sebuah kewajiban atau keharusan mengamalkannya, juga tidak memasukkan di Rasail Al-Ishlah 3/81. Fath Al-Bariy: 13/253, Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam oleh Al-‘Iz bin Abdus Salam 2/204 dan An-Nihayah oleh Ibnu Atsir 1/106. 4 Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam 2/204 dan An-Nihayah fi Gharib al-Hadits 1/106. 5 Majmu' Al-Fafawa 10/370. 3



dalamnya sesuatu yang dianggap keluar dari syariat dan mengada-ada dalam agama seperti pembacaan buku-buku tertentu dalam momen maulid, mendatangkan kemungkaran, menciptakan permainan-permainan, memukul tabuh-tabuhan, menghisap tembakau, bercampur-aduk laki-laki dan perempuan dan tradisi-tradisi lain yang diharamkan, berlebih-lebihan dalam menyanjung Rasulullah Saw. dan menjulukinya dengan sifatsifat yang hanya layak dimiliki Allah Swt., maka hal seperti itu tidaklah termasuk bid'ah. Wallahu a'lam. [48] Akhirnya, yang dituntut, terutama dari kalangan kaum muda, adalah belajaragama Islam terlebih dahulu sebelum berani memberi fatwa dan menetapkan hukum. c. Fenomena Pengasingan Diri (I ’t i za li yah ) Pada saat para pemuda Islam harus mempersiapkan diri untuk menjadi benteng pertahanan dan perisai bagi negeri-negeri Islam selain sebagai pelopor persatuannya dan saat mereka harus menjadi sebuah kekuatan untuk menghadapi musuh, kita menyaksikan realitas yang bertolak belakang dari apa yang menjadi cita-cita dan harapan. Persiapan yang mestinya diarahkan untuk sesuatu yang benar, ternyata kita dapati kenyataan yang sebaliknya. Hal yang kita dapati adalah, munculnya kelompok pemuda yang disibukkan dengan takfir al-muslimin atau menuduh kafir sesama Muslim. Bahkan, mereka juga menuding para ulama sebelumnya dengan tudingan yang sama. Selain itu, muncul pemuda sejenis yang disibukkan dengan fitnah ta'wil (interpretasi ulang) terhadap teks-teks dalil yang telah jelas. Ini telah membuka pintu setan, yang sulit ditutup kembali. Semua itu ditempuh melalui cara-cara permusuhan yang ekstrem. Mereka menjadikan negeri-negeri Islam sebagai ajang perang dan sengketa dengan segala kandungan maknanya, bahkan telah sampai pada batas pertempuran bersenjata yang menumpahkan darah. Na'udzubillahi min dzalik. Selain dalam bentuk pertempuran bersenjata, ada lagi cara-cara yang sangat menyedihkan, di mana masjid-masjid telah menjadi forum [49] pertikaian dan peperangan. Hal yang mengherankan dan mengundang pemikiran serta perenungan adalah, bahwa mereka tidak berfikir sehari pun tentang komunis dan pengingkarannya kepada Tuhan, sekularisme dengan kesesatannya, serta zionisme dengan persekongkolannya. Namun yang selalu menjadi sasaran permusuhan mereka secara terus-menerus, justru para aktivis dakwah, hanya karena berbeda pandangan. Baik para ulama, lembaga atau organisasi Islam, serta gerakan dakwah dan jamaahnya. Jelas Menyalahi Syariat Fenomena yang mencerai-beraikan ikatan persatuan dan ukhuwah di antara sesama Muslim ini, jelas menyalahi manhaj Nabi, hukum syariat, dan nilai-nilai Islam, baik dalam detail maupun globalnya. Karena hal itu membangkitkan permusuhan dan kebencian di antara mereka, selain melumpuhkan kekuatan dan melenyapkan kebesarannya. Akhirnya akan menguakkan jalan bagi para musuh untuk memukul hancur mereka. Ini jelas bertentangan dengan firman Allah Swt., .‫ وأوﻟﺌﻚ ﻟﮭﻢ ﻋﺬاب ﻋﻈﯿﻢ‬,‫وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﺎﻟﺪﯾﻦ ﺗﻔﺮﻗﻮا واﺧﺘﻠﻔﻮا ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺟﺎءھﻢ اﻟﺒﯿﻨﺎت‬ Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah



datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat siksa yang berat. (Ali 'Imran: 105). Juga dengan firman-Nya yang lain, ... ‫وﻻ ﺗﻨﺎزﻋﻮا ﻓﺘﻔﺸﻠﻮا وﯾﺬھﺐ رﯾﺤﻜﻢ‬ Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu. (Al-Anfal: 46). [50] Juga dengan firman-Nya, ... ‫ﻣﺤﻤﺪ رﺳﻮل ﷲ واﻟﺬﯾﻦ ﻣﻌﮫ أﺷﺪاء ﻋﻠﻰ اﻟﻜﻔﺎر رﺣﻤﺎء ﺑﯿﻨﮭﻢ‬ Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya berlaku tegas kepada orang kafir dan kasih sayang sesama mereka. (Al-Fath : 29). Sebagaimana ia juga bertentangan dengan wasiat pemimpin kita Rasulullah Saw., yang sebagian wasiatnya adalah, "Janganlah kalian menjadi kafir kembali setelahku, yang mana sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain". (HR. Bukhari). Sabdanya yang lain, .‫ﻣﻦ ﺣﻤﻞ ﻋﻠﯿﻨﺎ اﻟﺴِﻼح ﻓﻠﯿﺲ ﻣﻨﺎ‬ Barangsiapa menyerang kami dengan senjatanya, maka ia tidak termasuk golongan kami. (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sabdanya, .‫ﻟﯿﺲ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻄﻌّﺎن وﻻ اﻟﻠﻌّﺎن وﻻ اﻟﻔﺎﺣﺶ وﻻ اﻟﺒﺬِﯾﺊ‬ Bukanlah seorang mukmin, orang yang suka mencela, mengutuk, melakukan perbuatan keji, dan kejahatan. (HR. Tirmidzi). Dan sabdanya lagi, "Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan dan kekufuran, kecuali tuduhan itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh tidak terbukti demikian". (HR. Bukhari). Salah satu nasihat Imam Nawawi dalam masalah ini adalah, “Ketahuilah, bahwa mazhab yang benar adalah [51] di mana seseorang tidak mengkafirkan orang lain dari ahli shalat lantaran berbuat dosa, tidak juga mengkafirkan penganut hawa nafsu dan bid'ah. Sesungguhnya barangsiapa mengingkari sesuatu hukum yang sudah diketahui bahwa ia bagian esensial dari Islam, maka ia dihukumi dengan murtad dan kafir, kecuali pada masamasa dekat dengan masuk Islamnya, atau karena bertempat tinggal jauh di kampung, dan lain-lain" (Syarah Muslim) Terlalu Berani Berfatwa Salah satu hal yang mendukung muncul dan berkembangnya fenomena di atas adalah keberanian yang berlebihan dalam memberi fatwa dan menetapkan hukum, termasuk dalam urusan yang paling penting dan masalah yang paling berbahaya sekalipun. Sementara sang mufti tadi adalah seorang pemuda yang masih terbatas ilmu dan sempit wawasannya. Selain itu, ia pun belum memiliki satu syarat pun dari syaratsyarat untuk menjadi seorang mujtahid. Dahulu, para salafusaleh dan orang-orang yang dianugerahi keluasan ilmu pengetahuan dan fiqih Islam, sangat takut memberi fatwa dan memutuskan hukum, karena khawatir terhadap tanggung jawab syariat yang akan dihadapinya. Bandingkan sikap mereka yang gegabah memberi fatwa ini dengan sebuah ungkapan ma'tsur, .‫أﺟﺮَؤﻛﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻔُﺘﯿﺎ أﺟﺮؤﻛﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎر‬ Orang yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah yang paling berani



menantang api neraka. (HR. Ad-Darami) Sejauhmana kedudukan mereka bila dibandingkan dengan orang-orang dahulu yang saleh apabila ditanya selalu menjawab tidak tahu atau melemparkan pertanyaan kepada orang lain lantaran hati-hati dan takut? Utbah bin Muslim berkata, "Saya selalu bersama Ibnu Umar di pagi hari sepanjang tiga puluh empat bulan. Ia seringkali ditanya dan selalu menjawab, 'Saya tidak tahu". Ibnu Qasim berkata bahwa dirinya mendengar Imam Malik berkata, "Sungguh saya telah memikirkan sebuah masalah semenjak umur belasan tahun, sampai sekarang tidak ada satu pun pendapat yang sepakat." Salah satu ungkapan ahli ilmu dari kalangan salafusaleh ketika mencela orang-orang yang mempermudah urusan ijtihad dan fatwa adalah, "Kalau salah seorang dari kalian ada yang memberi fatwa akan sebuah masalah lalu diajukan kepada Umar r.a., sungguh niscaya Umar mengumpulkan ahli Badr untuk menjawabnya." Interpretasi (Ta'wil) Adalah Pintu Setan Ta'wil adalah pemikiran yang merupakan bagian dari pintu masuk setan dalam rangka menghancurkan akidah. Terutama apabila ide ini dilemparkan ketengah para pemuda yang belum matang dan belum memiliki kemampuan penalaran terhadap dalildalil hukum dan syariat, juga belum memiliki pengetahuan yang matang untuk bisa membedakan mana petunjuk dan mana [53] kesesatan, mana kebaikan dan mana keburukan. Cukuplah ta'wil disebut sebagai penyimpangan dengan melihat Al-quranul Karim, sebagaimana Allah Swt. mencela orang-orang yang suka men-ta'wil dengan celaan yang tajam, ... ‫ وﻣﺎ ﯾﻌﻠﻢ ﺗﺄوﯾﻠﮫ إﻻ ﷲ‬,‫ﻓﺄﻣﺎ اﻟﺬﯾﻦ ﻓﻰ ﻗﻠﻮﺑﮭﻢ زﯾﻎ ﻓﯿﺘﺒﻌﻮن ﻣﺎ ﺗﺸﺎﺑﮫ ﻣﻨﮫ اﺑﺘﻐﺎء اﻟﻔﺘﻨﺔ واﺑﺘﻐﺎء ﺗﺄوﯾﻠﮫ‬ Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wil-nya Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wil-nya kecuali Allah (Ali 'Imran: 7). Ta'wil adalah bagian dari prinsip yang rusak dan sesat, yang merasuk dalam Islam. Ia memiliki potensi yang membahayakan sebagaimana filsafat, pengetahuan umum, maupun metodologi berpikir yang tidak dipandu dengan nilai-nilai Islam. Semuanya dapat menghancurkan akidah dan menyibukkan kaum Muslimin dengan urusan logika dan ilmu kalam serta asyik dengan men-ta'wil ayat-ayat Al-Quran, khususnya ayat-ayat sifat, yang penta'wilannya merupakan sikap lancang terhadap Allah Swt. dan menodai kesucian-Nya. Pada akhirnya lahir sikap menundukkan kaidah-kaidah pokok agama kepada logika berpikir, sebagaimana ditetapkan oleh guru mereka: Ibnu Sina dalam Risalah Al-Adhhawiyah. Ta'wil pada hakikatnya juga merupakan tuduhan tidak langsung terhadap agama. Tuduhan bahwa agama ini memiliki kekurangan, kekaburan, dan ketidakjelasan. Apakah tuduhan seperti ini tidak bertentangan dengan firman Allah Swt. .‫اﻟﯿﻮم أﻛﻤﻠﺖ ﻟﻜﻢ دﯾﻨﻜﻢ وأﺗﻤﻤﺖ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﻧﻌﻤﺘﻰ ورﺿﯿﺖ ﻟﻜﻢ اﻹﺳﻼم دﯾﻨﺎ‬ Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu [54] dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (Al-Ma'idah: 3).



Dan firman-Nya,



.‫ﺼ ﻠﻨﺎه ﺗﻔﺼﯿﻼ‬ ّ ‫وﻛﻞ ﺷﯿﺊ ﻓ‬ Dan segala sesuatu telah Ku-jelaskan secara perinci (Al-Isra': 12). Juga firman-Nya yang lain, .‫إن ھﺬا اﻟﻘﺮأن ﯾﮭﺪى ﻟﻠﺘﻰ ھﻲ أﻗﻮم‬ Sesungguhnya Quran ini membimbing kepada yang lebih lurus (Al-Isra': 9). Orang-orang ahli ta'wil dengan perbuatannya itu seolah-olah mendakwakan diri lebih tahu tentang Allah dari Allah sendiri dan Rasul-Nya. Mereka merasa lebih santun kepada orang-orang mukmin dan lebih memperhatikan bimbingan kepada mereka daripada Rasulullah Saw., karena ta'wil yang mereka lontarkan sama sekali tidak keluar dari lisan Rasulullah Saw. Padahal dialah yang mestinya menjelaskan maksud sifat-sifat Allah, sebagaimana diriwayatkan oleh para pemimpin umat yang adil dan tepercaya. Hal itu telah ditinggalkannya dalam bentuk yang gamblang, barangsiapa menyeleweng daripadanya niscaya akan rusak binasa. Beberapa Contoh Kebathilan Ta'wil Mereka membuat ta'wil kata istawa dalam ayat ar-rahman 'ala al-arsy istawa (Allah ber-istiwa di atas 'Arsy), dengan istaula. Istawa dengan istaula maknanya memang bermiripan, yaitu menguasai. Namun kata istaula memiliki pengertian "menguasai sesuatu yang tadinya terhalangi". Apabila kita menggunakan ta'wil [55] mereka itu, berarti bahwa 'Arsy dahulunya milik selain Allah, kemudian Allah menundukkan pemilik pertama, maka direbutlah 'Arsy itu daripadanya (Mahasuci Allah dari anggapan seperti itu). Sekaligus dipahami bahwa mereka menganggap adanya tuhan selain Allah sebagai pemilik 'Arsy yang lebih dulu. Di mana kedudukan mereka bila dibandingkan dengan pemimpin umat seluruhnya, Rasulullah? Mengapa mereka menyimpangkan ayat yang telah disepakati oleh salafusaleh? Mengapa mereka menyebarkan pengaburan dan kesesatan ini di tengah umat Islam, terutama kaum awamnya, yang mereka tidak pernah mendengar hal itu pada mulanya? Mengapa selalu membuat-buat kesulitan dan meracuni udara dan iklim yang sejuk? Pertanyaan-pertanyaan ini diperuntukkan bagi seluruh kaum Muslimin dalam segala tingkatan. Sesungguhnya barangsiapa mau kembali meneliti perkataan Imam yang empat mengenai kata istawa, akan menemukan kesepakatan bahwa istawa adalah sesuatu yang pengertiannya dipahami, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran. Sedangkan bagaimana melakukan istiwa adalah sesuatu yang tidak dipahami. Iman kepadanya merupakan kewajiban dan pertanyaan tentang bagaimananya adalah bid'ah dan zindiq. Dari Ibnu Wahab berkata, "Suatu saat saya berada di samping Malik. Masuklah seseorang seraya bertanya, 'Wahai Abu Abdillah, ar-rahman 'ala al-arsy istawa, bagaimana istawa itu?' Imam Malik lalu diam beberapa saat dan tampak berkeringat. Kemudian ia menengadahkan wajahnya ke atas seraya berkata, [56] 'Ar-rahman 'ala al-arsy istawa itu, sebagaimana Allah menyifati diri-Nya sendiri. Janganlah ditanyakan bagaimana ia melakukan istiwa, karena hal itu tidak bisa diungkap dan tersembunyi, sedangkan engkau ahli bid'ah. Keluarkan dia!'" Mengafirkan Orang Lain (Takfir) adalah Kecerobohan yang Berbahaya Keberanian mengafirkan sesama Muslim, baik pemimpin maupun awamnya, adalah perangai yang sangat berbahaya. Dengan ulahnya seperti itu, pada hakikatnya ia telah meracuni



umat Islam dan menggoncang kepercayaan mereka terhadap ulamanya. Padahal ulama adalah rujukan Islam yang umat Islam mendapatkan ilmu dari mereka. Selain itu, perilaku ini juga merupakan peraguan terhadap peninggalan salafusaleh, sebagiannya atau keseluruhannya. Maka jadilah umat ini hidup tanpa warisan dan sejarah, diterpa angin tak tentu arah. Na'udzubillah min dzalik. Keberanian mengafirkan sesama Muslim telah sampai pada tingkat keyakinan diperbolehkannya mengalirkan darah dan membunuh orang dengan tuduhan kufur dan murtad dari agama (yang mereka yakini), meskipun di antara para ulama itu ada orang terhormat, semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Seandainya beliau hidup, barangkali dibunuhnyajugadengan keyakinan bahwa perbuat-annya itu merupakan taqarub kepada Allah. La haula wala quwata ila billah. [57] Saya tidak perlu menjelaskan alasan tersesatnya perilaku mengafirkan sesama Muslim ini. Hal itu karena bertentangan dengan konsensus para ulama ahlusunah wal jamaah. [58]



BAB III FENOMENA KEPORAK-PORANDAAN NEGERI-NEGERI ISLAM Apabila negeri Lebanon telah menyaksikan fenomena kerusakan dan kehancuran, maka negeri-negeri Islam yang lain pun menyaksikan fenomena serupa yang wabahnya dibawa oleh virus penghancur gerakan. Sejarah perjalanan kita yang masih pendek ini telah memiliki pengalaman yang kaya akan mutiara pelajaran, dan itu telah dibayar mahal oleh Dunia Islam. Hal ini mengharuskan kita mengambil manfaat darinya semaksimal mungkin, agar kasus-kasus semisal tidak terulang lagi. Kita menemukan banyak sekali faktor yang memicu [59] lahirnya keporak-porandaan ini. Barangkali bisa diringkas sebagai berikut:



ORIENTASI MASSAL, ABAIKAN PEMBINAAN Dalam melakukan dakwah Islam, banyak kelompok dan organisasi dakwah menggunakan pola masif dalam aktivitas dakwahnya. Tujuannya menciptakan arus Islam secara umum. Dengan kata lain, membangun Islam tidak dengan pola kaderisasi, namun sepenuhnya kerja yang bersifat massal dan sosial. Pada mulanya, kedua model ini memang dipadukan. Kelompok dakwah ini memadukan antara kerja yang bersifat aktivitas organisasi gerakan dengan proses pembinaan dan kaderisasi. Namun beberapa saat kemudian, haluan diubah ke bentuk organisasi murni dan kepartaian. Sebenarnya, penggunaan pola kerja yang bersifat massal di awal langkah, seringkali menyebabkan oraganisasi dakwah tidak mampu menciptakan proses pembinaan terhadap unsur-unsur SDM maupun perangkat-perangkat lain yang berfungsi mengikat serta membimbing masyarakat yang mengikutinya di kemudian hari. Bekerja dengan pola seperti ini dapat menjadi faktor penyebab masuknya beragam unsur luar dalam barisan dakwah, bahkan pada pos-pos yang strategis dan menentukan. - Di antara mereka ada orang yang tidak memahami sedikit pun tentang Islam,



meskipun hanya [60] prinsip-prinsip dasarnya. Namun karena longgarnya seleksi, ia bisa menduduki posisi yang strategis dalam suatu lembaga dakwah. - Di antara mereka ada yang masuk ke organisasi demi kepentingan pribadi, baik materi, politik, maupun keamanan, atau lain-lainnya. - Di antara mereka ada yang bahkan menjadi mata-mata atau agen intelijen, yang selalu mengawasi dan memantau aktivitas sehingga dapat mengukur kekuatannya. Demikianlah, mayoritas negeri-negeri Islam memberikan loyalitasnya kepada Islam dan dakwah secara kabur dan kontradiktif dan simpang-siur, sehingga bukannya menguatkan bangunan umat, namun justru menjadi beban gerakan dakwah dan penyakit hariannya.



PERHATIAN BERLEBIH TERHADAP SLOGAN Dalam geraknya, pola dakwah yang berorientasi pada massa biasanya lebih banyak mengandalkan slogan daripada kandungan. Sebab – barangkali – karena aspek ini lebih mudah dikalkulasi dan didata. Gerakan dakwah, apabila tidak mampu mengubah slogan menjadi kenyataan atau mewujudkan gambar menjadi realitas, akan kehilangan kehormatan dan pengaruhnya. Akhirnya ia tidak mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang lebih besar dan lebih jauh. Islam memberi perhatian secara fokus pada substansi [61] dan kandungan, tanpa mengabaikan fisik dan kemasannya. Perhatian kepada substansi lebih banyak daripada. nama, kemasan, dan slogan. Allah Swt. berfirman, ... ‫ ﯾﺤﺴﺒﻮن ﻛﻞ ﺻﯿﺤﺔ ﻋﻠﯿﮭﻢ‬.‫ وإن ﯾﻘﻮﻟﻮا ﺗﺴﻤﻊ ﻟﻘﻮﻟﮭﻢ ﻛﺄﻧﮭﻢ ﺧﺸﺐ ﻣﺴﻨﺪة‬,‫وإذا رأﯾﺘﮭﻢ ﺗﻌﺠﺒﻚ أﺟﺴﺎﻣﮭﻢ‬ Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. (Al-Munafiqun: 4). Rasulullah Saw. bersabda, .‫إن ﷲ ﻻ ﯾﻨﻈﺮ إﻟﻰ ﺻﻮَ رﻛﻢ وأﻣﻮاﻟﻜﻢ وﻟﻜﻦ إﻧﻤﺎ ﯾﻨﻈﺮ إﻟﻰ أﻋﻤﺎﻟﻜﻢ وﻗﻠﻮﺑﻜﻢ‬ Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat kepada fisikmu dan hartamu, tetapi Allah melihat kepada amal dan hatimu. (HR. Ibnu Majah). Kelompok-kelompok Islam yang lebih memperhatikan atribut dan slogan, jelas tidak mungkin mampu menerjemahkan idealismenya ke dalam aktivitas harian yang bisa disaksikan orang banyak dan mereka ikut merasakannya. Bahkan seringkali aktivitasnya bertentangan dengan slogan yang senantiasa digembar-gemborkan. Inilah sesungguhnya yang menjadi unsur penghancur paling dominan. Kegiatan memperbanyak bendera, slogan, dan atribut Islam bukanlah suatu cara untuk mewujudkan perubahan Islam dan menegakkan hukum Allah Swt. di [62] muka bumi, sepanjang bendera, slogan, dan atribut itu tidak bisa diterjemahkan dalam realitas kehidupan nyata umat manusia, baik aspek moral maupun perundangan.



PERHATIAN BERLEBIH TERHADAP KUANTITAS Salah satu penyakit kronis yang menjangkiti berbagai macam gerakan pada umumnya adalah perhatiannya yang berlebihan kepada kuantitas atau bilangan, bukannya kualitas. Mereka begitu gigih menciptakan perluasan wilayah gerakan dan memperbanyak anggota



dengan melupakan upaya memperkukuh dan memperkuat cengkeramannya. Islam bertolak belakang dari itu semua. Ia lebih berorientasi kepada kualitas, bukan kuantitas, kendati kuantitas sendiri tentu memiliki nilai tersendiri. Ia memperhatikan bangkitnya nilai dalam diri manusia serta mengangkat derajatnya hingga mencapai kesempurnaan kemanusiaannya. Islam tidak berkepentingan dengan tumpukan personel agar mencapai bilangan sebanyak-banyaknya. Perang Badar dimenangkan oleh kualitas personil pasukan yang baik dalam kelangkaan bilangan. Perang Hunain pun menjadi saksi hancurnya kuantitas yang dibarengi penyakit sejenis riya dan takabur. Hal ini untuk meyakinkan bahwa kemenangan sesungguhya milik orang beriman meskipun sedikit jumlahnya. Pewaris bumi ini adalah hamba-hamba Allah yang saleh. .‫وﻟﻘﺪ ﻛﺘﺒﻨﺎ ﻓﻰ اﻟﺰﺑﻮر ﻣﻦ ﺑﻌﺪ اﻟﺬﻛﺮ أن اﻷرض ﯾﺮﺛﮭﺎ ﻋﺒﺎدي اﻟﺼﺎﻟﺤﻮن‬ Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfudz, bahwasannya [63] b u mi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya': 105) Kapan pun, jumlah besar selalu menjadi beban bagi harakah islamiah. Karena kamiyah atau kuantitas itu selalu terikat dengan nikmat hidup duniawi, yang dilukiskan oleh firman Allah Swt., ‫زﯾﻦ ﻟﻠﻨﺎس ﺣﺐ اﻟﺸﮭﻮات ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء واﻟﺒﻨﯿﻦ واﻟﻘﻨﺎطﯿﺮ اﻟﻤﻘﻨﻄﺮة ﻣﻦ اﻟﺬھﺐ واﻟﻔﻀﺔ واﻟﺨﯿﻞ اﻟﻤﺴﻮﻣﺔ واﻷﻧﻌﺎم‬ .‫ ذﻟﻚ ﻣﺘﺎع اﻟﺤﯿﻮة اﻟﺪﻧﯿﺎ وﷲ ﻋﻨﺪه ﺣﺴﻦ اﻟﻤﺌﺎب‬,‫واﻟﺤﺮث‬ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali 'Imran: 14). Dari sini barangkali bisa dipahami rahasia Khalifah Al-Faruq Umar bin Khathab r.a. ketika memilih empat panglima perang yang dikirim untuk membantu Amr bin Ash pada hari Proklamasi Mesir. Ia menulis, "Saya membantu kamu dengan empat ribu pasukan. Setiap seribu pasukan diwakili satu orang. Setiap orang ini menduduki seribu pasukan. Mereka adalah Zubair bin Awam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin Shamit, dan Maslamah bin Mukhallad. Ketahuilah bahwa besertamu ada dua belas ribu pasukan, dan dua belas ribu pasukan tidak boleh kalah dengan alasan sedikit."



ORIENTASI KEMILITERAN Salah satu fenomena yang ikut menjadi persoalan dalam dakwah adalah sosok dai yang orientasi kemiliterannya lebih besar daripada orientasi lainnya. Inilah yang membangkitkan semangat pemuda yang [64] belum balig namun demam memanggul senjata, untuk mengacak-acak negeri Islam. Bahkan inilah pula yang memberi peluang kepada para pemilik dan penjual senjata dari negeri-negeri "penentu kehidupan", serta pihak-pihakyang hanya mementingkan materi, dengan memanfaatkan arus untuk menutupi wajah dengan topengnya, sekaligus memukul dengan melempar batu sembunyi tangan. Sebenarnya kekuatan militer itu ibarat pedang bermata dua. Kalau tidak dijaga ketat dan dipergunakan dengan baik, akan menjadi bencana bagi pemiliknya. Khususnya apabila senjata ini berada di tangan orang yang tidak bisa dipercaya serta orang-orang yang tidak takut kepada Allah Swt. dan bertakwa kepada-Nya.



Fenomena ini juga telah menjadi sebab lahirnya operasi militer ganjil di negeri Islam. Mereka menggunakan senjatanya itu untuk merampas harta orang guna mewujudkan kepentingan pribadi. Betapa banyak rumah dikosongkan dengan kekuatan senjata. Betapa banyak kaum perempuan dibeli dengan harga murah dan kekuatan senjata. Betapa banyak kehormatan diinjak-injak dan kedudukannya dihinakan dengan kekuatan senjata. Pemilikan kekuatan militer sebelum kekuatan iman, kekuatan akhlak, kesadaran politik, dan loyalitas kepada organisasi, merupakan pintu masuk bagi segenap penyakit jiwa. Seperti ujub, takabur, dan merasa tinggi hati. Sifat-sifat ini merupakan sifat yang harus dijauhi oleh manusia biasa, lebih-lehih oleh para dai Islam dan para pasukannya. [65] Sebuah gerakan yang dimabukkan oleh kekuatan militer dan tertipu oleh banyaknya para pendukung, akan terjerumus ke dalam sugesti menguasai wilayah Islam serta mengklaim sebagai wilayah kekuasaannya. Pada akhirnya ia akan berusaha mengenyahkan kekuatan lain meskipun sesama Islam. Ini bisa terjadi, karena gerakan yang memiliki potensi konflik secara militer, cenderung individualistis dalam melakukan aktivitasnya. Ia tidak akan mengizinkan munculnya pesaing meskipun mereka adalah partner pada awalnya. Dari itu, maka sebuah kekuatan militer harus dibingkai oleh nilai-nilai syariat dan dikendalikan oleh pikiran sehat. Hal itulah yang pernah diungkapkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam untaian kata-katanya mengenai hakikat kekuatan dalam gerakan dakwah. Beliau berkata, "Adapun kekuatan, maka ia adalah slogan Islam dalam segala aturan dan syariatnya. Ikhwanul Muslimin harus kuat dan bekerja dengan segenap kekuatan. Akan tetapi, Ikhwan harus memiliki pemikiran lebih dalam dan wawasan lebih luas, jangan bekerja dan berpikir tanpa perenungan yang mendalam, tidak mempertimbangkan hasil dan maksud di balik sikapnya. Mereka seharusnya mengerti bahwa tingkatan awal kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman. Setelah itu kekuatan ikatan dan persatuan. Baru setelah kedua itu, kekuatan tangan dan senjata. Sebuah jamaah tidak layak disebut kuat hingga terpenuhi seluruh unsur ini. Seandainya ia mempergunakan senjata, sementara ikatan ukhuwahnya rapuh, tatanannya longgar, akidahnya [66] lemah, dan imannya beku, maka akan berakhir dengan kebinasaan dan kehancuran. Ini tinjauan pertama. Sedangkan tinjauan kedua, apakah ajaran Islam yang kekuatan sebagai slogannya, memerintahkan kita untuk menggunakan kekuatan dalam segala situasi dan kondisi? Ataukah ia memberi batasan, menentukan syarat, dan mengarahkannya kepada arah tertentu? Tinjauan ketiga, apakah kekuatan itu dijadikan sebagai alternatif pertama atau apakah ia merupakan penyelesaian terakhir? Apakah seseorang perlu menimbang dan memperhitungkan dampak positif dan negatif yang terjadi akibat penggunaan senjata ini, ataukah ia boleh menggunakannya dengan tanpa peduli apa yang terjadi setelah itu sebagai akibatnya?". 6)



KETERBUKAAN DALAM SEGALA HAL Salah satu kekeliruan yang terjadi di negeri-negeri Islam adalah aktivitas dakwah sering melanggar kaidah "tidak setiap yang diketahui itu perlu dikatakan". Yang terjadi justru siasat "berpikir dengan suara vokal", dengan cara menyingkap tabir seluruh 6



Majmu' Ar-Rasail, h. 134



aktivitas, tujuan, dan langkah-langkahnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Ini semua bertentangan dengan manhaj Nabi yang sering ditegaskan Rasulullah Saw. dengan sabdanya, "Mintalah bantuan dengan kitman (penyembunyian) untuk memenuhi setiap kebutuhan", atau [67] sabdanya, "Mintalah bantuan dengan kitman untuk memenuhi hajat". (HR. Thabrani dan Baihaqi). Dalam Al-Quran banyak diisyaratkan mengenai hal ini, salah satunya adalah wasiat Ya'qub a.s. kepada putranya, ... ‫ وﻣﺎ أﻏﻨﻰ ﻋﻨﻜﻢ ﻣﻦ ﷲ ﻣﻦ ﺷﯿﺊ‬,‫وﻗﺎل ﯾﺎ ﺑﻨﻲ ﻻ ﺗﺪﺧﻠﻮا ﻣﻦ ﺑﺎب واﺣﺪ وادﺧﻠﻮا ﻣﻦ أﺑﻮاب ﻣﺘﻔﺮﻗﺔ‬ Dan Ya'qub berkata, "Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu gerbang yang berlainan. Namun demikian aku tidak dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah (Yusuf: 67). Ayat ini merupakan isyarat dari salah satu nabi Allah akan perlunya kehati-hatian dan sikap waspada, tidak menyingkap seluruh kekuatan dan personel. Prinsip yang paling baik dalam kondisi apa pun, kita harus berpijak di atas kaidah 'alaniatul amal wasiriyatut tandzim. MahabenarAllah Swt. ketika berfirman, .‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﺧﺬوا ﺣﺬرﻛﻢ ﻓﺎﻧﻔﺮوا ﺛﺒﺎت أو اﻧﻔﺮوا ﺟﻤﯿﻌﺎ‬ Hai orang-orang yang beriman, ambillah kewaspadaan lantas majulah berkelompok-kelompok atau bersama-sama. (An-Nisa': 71). Sebenarnya cara kerja yang serba terbuka itulah yang membongkar aktivitas pergerakan, karena sejak awal bisa dideteksi perinciannya, termasuk personel, pemimpin, dan kekuatannya secara keseluruhan. Jadilah segala sesuatu tampak di permukaan bahkan terekspos tanpa ada sedikit pun sisa yang disembunyikan. Dampak yang ditimbulkan dari sikap ini sangat besar dan berbahaya. Perjalanan dakwah selama ini dengan segala dinamika peristiwa di medan perjuangan membuktikan [68] semua itu. Namun sayang, kesadaran baru lahir tatkala waktu sudah terlambat dan daya nalar sudah keruh.



TIADANYA KESADARAN POLITIK Sebagian orang berpikir bahwa menegakkan bangunan iman itu tidak perlu ditopang dengan unsur-unsur penyebab. Tidak perlu adanya kesadaran berpolitik, strategi dan manajemen, dan ketajaman penalaran atas segala sesuatu. Sebenarnya, sejak semula Islam mendorong dan mengimbau kita untuk menggunakan unsur-unsur penyebab, dan salah satunya adalah kesadaran berpolitik. Dengan memiliki kesadaran berpolitik, kita bisa menyingkap misteri, menangkap fenomena, dan memahami hal-hal di balik yang fenomenal. Sebuah gerakan yang tidak memiliki potensi dan sarana yang bisa mempertajam penglihatan terhadap problem dan memperluas cakrawala berpikir terhadap segala urusan untuk memahami hakikat politik, sikap, realitas, konflik yang terjadi, baik di wilayah lokal, nasional, maupun internasional, mengetahui kedudukan setiap peristiwa yang terjadi di wilayah-wilayah Islam pada setiap tingkatannya, adalah sebuah gerakan yang tidak layak diberi hidup. Ia tidak patut mendapatkan taufik dan tidak pantas meraih kebaikan. Khususnya di masa ketika berbagai kepentingan, seperti kepentingan pemerintah, kepentingan lembaga, partai, dan kepentingan-kepentingan individu saling tumpang tindih. Upaya mengurai, menganalisis, dan menarik kesimpulan menjadi urusan tidak sederhana dan membutuhkan [69] telaah [analisa] yang serius dan sarana yang mendukung. Kelompok-kelompok gerakan dakwah dengan potensi seperti ini sesungguhnya tidak memiliki cakrawala politik dan potensi SDM yang bisa membantu mengungkap



peristiwa dan menentukan arah politik yang benar dan lurus. Inilah yang membuat gerakan sering jatuh dalam suasana kontradiktif, baik ucapan, sikap, maupun perilakunya.



JALAN PINTAS Ada lagi fenomena yang mencolok dari berbagai kelompok dakwah, yaitu senang menempuh jalan pintas dalam melakukan perubahan islami di tengah masyarakat. Padahal perlu dipahami bahwa sesungguhnya faktor waktu memiliki nilai dan kedudukan tersendiri dalam setiap aktivitas perubahan, bahkan meskipun sekadar langkah perbaikan. Sebuah perubahan yang membutuhkan sepuluh tahun tidak mungkin diwujudkan hanya dalam waktu setahun. Segala sesuatu yang membutuhkan ratusan tahun tidak bisa direalisasikan hanya dengan puluhan tahun. Perubahan Islam dalam bentuknya yang khusus bukan sekadar masalah memperindah atau mengubah bentuk, tetapi ia mengganti dengan realitas baru, termasuk prinsip-prinsip akidah, pemikiran, perundangan, moralitas, dan budaya. Upaya seperti ini selalu berhadapan dengan kekuatan jahiliah di seluruh dunia yang hendak menjegal keberhasilan dan realisasinya. Karenanya, perlu persiapan yang matang. [70] Setiap target yang dicanangkan oleh musuh-musuh Islam, seperti zionisme, zending, dan komunisme, dalam merealisasikan tujuannya, selalu memperhitungkan masa yang dibutuhkan. Mereka beranggapan bahwa sasaran yang mustahil dicapai hari ini mungkin bisa dicapai hari esok. Rencana yang sulit direalisasikan hari ini bisa jadi mudah di esok hari. Demikian itu karena beberapa faktor, antara lain semakin matangnya persiapan, terciptanya situasi yang kondusif, dan bertambahnya sarana pendukung. Imam Hasan Al-Banna telah mengisyaratkan hal ini dalam risalah Mu'tamar Khamis. Beliau berkata, "Wahai ikhwan, terutama mereka yang bersemangat dan tergesa-gesa di antara kalian. Dengarkan suara lantangku, bahwa jalan kalian ini langkahnya telah digoreskan, batas-batasnya telah diletakkan. Saya tidak melanggar batas-batas ini, yang telah saya yakini bahwa ia adalah jalan yang paling selamat untuk sampai ke tujuan. Tentu saja, jalannya begitu panjang, namun memang tidak ada jalan selainnya. Sesungguhnya, kepahlawanan itu hanya dapat terlihat melalui kesabaran, ketahanan, kesungguhan, dan kerja yang tak mengenal lelah. Barangsiapa di antara kalian tergesa-gesa ingin menikmati buah sebelum masak atau memetik bunga sebelum mekar, maka saya tidak bersamanya sejenak pun. Ia lebih baik minggir dari dakwah ini untuk mencari medan yang lain. Barangsiapa bersabar bersamaku hingga tunas bersemi, pohon tumbuh, buah matang dan layak dipetik, maka pahalanya di sisi Allah. Sekali-kali tidak akan lepas dari kami dan darinya pahala orang-orang yang [71] berbuat kebajikan. Hanya ada dua hal; kemenangan dan kekuasaan atau mati syahid dan kebahagiaan". 7)



LEMAHNYA ASPEK PENDIDIKAN Salah satu penyebab hancurnya berbagai kelompok Islam adalah lemahnya tarbiah atau pendidikan. Ada sebuah kepincangan yang mengharuskan kita berupaya menyingkap dan mengobatinya. Barangkali kepincangan itu muncul dari sisi konsep pembinaannya, atau lemahnya sang murabi (pendidik atau pembina), atau bisa pula dari keduanya secara bersama-sama. Keberhasilan sebuah proses pembinaan ditentukan oleh sejauh mana lurusnya sistem dan kapasitas pendidik secara bersama-sama. 7



Rasail Al-Mu'tamar Al-Khamis



Terkadang bisa juga, lemahnya pendidikan disebabkan oleh rapuhnya strategi atau pincangnya pengaturan langkah kerja. Misalnya, satu bidang kerja mendapatkan porsi perhatian demikian besar, sementara bidang yang lain kurang mendapatkan perhatian. Lemahnya pendidikan bisa juga disebabkan oleh terseretnya gerakan dakwah dalam pertikaian yang tidak mendatangkan manfaat apa pun, atau boleh jadi potensinya terkuras habis dalam sejumlah proyek yang dari segi urgensi maupun skala prioritasnya bukan termasuk urutan pertama. Sesungguhnya lemahnya pendidikan itu merupakan kepincangan yang secara perlahan akan melahirkan [72] penyakit dan problem dalam tubuh gerakan dakwah. Ia membuka peluang bagi musuh untuk menyalakan api fitnah. Lemahnya pendidikan juga menjadi lahan subur bagi tumbuhnya berbagai penyakit hati yang dapat mengguncangkan dan memecah-belah kehidupan berjamaah dan berdakwah. Misalnya, ghibah, namimah, suka mengintai aib orang, kritik yang tidak membangun, gengsi meminta maaf, enggan konfirmasi, fanatik dengan pendapat sendiri, angkuh dan sombong, suka berdebat, hobi menyulut perbedaan pendapat menjadi perselisihan pribadi, dan kerusakan lainnya. Lemahnya pendidikan akan mengancam kualitas takwa dan wara' anggota gerakan dakwah. Pada akhirnya ini mengakibatkan lemahnya kekuatan nilai-nilai syariat dalam membentuk akhlak, karakter, ucapan, dan tindakan pada umumnya. Ini dapat mengakibatkan terjerumusnya gerakan dalam perangkap setan dan nafsu amarah yang pada akhirnya merusak individu dan jamaah sekaligus. Sedangkan lemahnya ketakwaan dan wara' merupakan pintu masuk bagi hadirnya perasaan menganggap enteng dan remeh perbuatan dosa serta mernpermudah pemenuhan nafsusyahwat. Ini bisa menjerumuskan diri dalam perbuatan dosa besar yang merusak, yang dikemas dengan berbagai slogan dan alasan. Semua itu merupakan hasil pengaburan iblis. Inilah yang pernah diisyaratkan Anas r.a. tatkala ia berkata, "Sesungguhnya kalian mengerjakan suatu amalan yang dianggap lebih kecil nilainya dari sehelai [73] rambut, padahal di masa Rasulullah Saw. kami menganggapnya sebagai dosa besar yang merusak". (HR. Bukhari).



MEMBUDAYANYA GHIBAH DAN NAMIMAH Salah satu faktor yang merusak barisan, mengurai ikatan, dan mengguncang bangunan, adalah lahirnya perilaku suka menggunjing, mengadu-domba, mengintai aib orang lain, banyak bicara, dan tersebarnya itu semua tanpa kendali dengan alasan memperbaiki keadaan melalui amar makruf nahi mungkar. Penyakit yang berbahaya ini telah mewarnai gerakan Islam di seluruh wilayah Islam, baik di lingkup lokal, regional, maupun negara. Hasil yang bisa dirasakan adalah tumbuhnya rasa rendah diri, porak-porandanya barisan, lunturnya kepercayaan, serta tersingkapnya kelemahan gerakan di hadapan musuh. Dari sinilah, maka Al-Quran dan hadits dengan keras dan tegas mengingatkan kita melalui firman Allah Swt., ,‫ ﻣﻠﻌﻮﻧﯿﻦ‬.‫ﻟﺌﻦ ﻟﻢ ﯾﻨﺘﮫ اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮن واﻟﺬﯾﻦ ﻓﻰ ﻗﻠﻮﺑﮭﻢ ﻣﺮض واﻟﻤﺮﺟﻔﻮن ﻓﻰ اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ ﻟﻨﻐﺮﯾﻨﻚ ﺑﮭﻢ ﺛﻢ ﻻ ﯾﺠﺎوروﻧﻚ ﻓﯿﮭﺎ إﻻ ﻗﻠﯿﻼ‬ .‫ ﺳﻨﺔ ﷲ ﻓﻰ اﻟﺬﯾﻦ ﺧﻠﻮا ﻣﻦ ﻗﺒﻞ وﻟﻦ ﺗﺠﺪ ﻟﺴﻨﺔ ﷲ ﺗﺒﺪﯾﻼ‬.‫أﯾﻨﻤﺎ ﺛﻘﻔﻮا أﺧﺬوا وﻗﺘﻠﻮا ﺗﻘﺘﯿﻼ‬ Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang yang munafik, orang-orang yang



berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi mereka), kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. Sebagai sunah Allah [74] yang berlaku atas orang-orang terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunah Allah. (Al-Ahzab : 60-62). ‫ ﯾﺎ رﺳﻮل‬: ُ‫ ﻗﻠﺖ‬.‫ ﻗﻞ رﺑﻲ ﷲ ﺛﻢ اﺳﺘﻘﻢ‬:‫ ﻗﺎل‬.‫ ﻗﻠﺖ ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ ﺣﺪﺛﻨﻰ ﺑﺄﻣﺮ أﻋﺘﺼﻢ ﺑﮫ‬:‫ﻋﻦ ﺳﻔﯿﺎن ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ اﻟﺜﻘﻔﻲ ﻗﺎل‬ .‫ ﻣﺎ أﺧْ ﻮفُ ﻣﺎ ﺗﺨﺎف ﻋﻠ ﱠﻲ؟ ﻓﺄﺧﺬ ﺑﻠﺴﺎن ﻧﻔﺴﮫ‬,‫ﷲ‬ Dari Sufyan bin Abdillah r.a., ia berkata, "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, katakan kepadaku sesuatu yang bisa kujadikan pegangan'. Beliau menjawab, 'Katakan bahwa Tuhanku adalah Allah lalu istiqamahlah.' Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, apa yang paling Anda khawatirkan atas diriku?' Rasulullah Saw. Menunjuk mulutnya sendiri dan berkata, 'Ini."' (HR. Tirmidzi) Dari contoh-contoh di atas bisa diambil pelajaran bahwa ada gerakan Islam yang hancur, baik dalam politik maupun militer, lantaran membudayanya sikap suka bicara dan menceritakan apa yang didengar tanpa seleksi. Bermula dari mencela pemimpin lalu ragu-ragu terhadap konsep, hingga hancurlah bangunan gerakan sama sekali. Mereka tidak takut kepada Allah bila menodai kehormatan saudarasaudaranya. Mereka melukai saudaranya seperti seorang dokter memotong-motong jenazah, atau seperti tukang jagal memotong hewan, tanpa menjaga ucapan atau etika perbedaan' antar sesama, Objektivitas dalam mengkritik, serta memperhatikan pilihan kata yang tepat ketika melemparkan [75] pembicaraannya. Rupanya mereka lupa terhadap firman Allah Swt., ‫ وﻣﻦ ﯾﻄﻊ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ ﻓﻘﺪ ﻓﺎز‬,‫ ﯾﺼﻠﺢ ﻟﻜﻢ أﻋﻤﺎﻟﻜﻢ وﯾﻐﻔﺮ ﻟﻜﻢ ذﻧﻮﺑﻜﻢ‬,‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا ﷲ وﻗﻮﻟﻮا ﻗﻮﻻ ﺳﺪﯾﺪا‬ .‫ﻓﻮزا ﻋﻈﯿﻤﺎ‬ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar. (Al-Ahzab: 70-71). Mereka juga lupa terhadap peringatan Rasulullah Saw., .‫وإن أﺣﺪﻛﻢ ﻟﯿﺘﻜﻠّﻢ ﺑﺎﻟﻜﻠﻤﺔ ﻣِﻦ ﺳﺨﻂ ﷲ ﻣﺎ ﯾﻈﻦّ أن ﺗﺒْﻠﻎ ﻣﺎ ﺑﻠﻐﺖْ ﻓﯿﻜﺘﺐ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ ﺑﮭﺎ َﺳﺨَﻄﮫ إﻟﻰ ﯾﻮم ﯾﻠﻘﺎه‬ Sungguh salah satu di antara kalian berbicara dengan kata-kata yang membuat murka Allah tanpa dipertimbangkan akibatnya, maka Allah menetapkan dengan ucapannya itu murka-Nya hingga hari kiamat. (HR. Tirmidzi). Hasil dari perbuatan itu adalah terpecahnya barisan dan guncangnya bangunan. Dengan itu, jadilah barisan gerakan sarang yang subur bagi bercokolnya setan. La haula wala quwata illa billah. Imam Nawawi rahimahullah telah mencantumkan satu bab dalam buku Riyadh AshShalihin yang diberi nama "Bab Orang-orang yang Menjadi Obyek Gunjingan" berkata, "Ketahuilah bahwa menggunjing boleh dilakukan untuk tujuan yang dibenarkan oleh syariat, di mana seseorang tidak akan sampai kepada kebenaran [76] itu kecuali dengannya, yaitu ada enam perkara.



Pertama, aduan. Seseorang yang teraniaya boleh mengadukan penganiayaannya itu kepada penguasa atau yang lainnya, dengan tujuan meluruskannya. Kedua, minta bantuan untuk mengubah suatu kemungkaran dan menyadarkan orang yang berbuat maksiat untuk kembali. Ketiga, minta fatwa dalam rangka memperoleh kebenaran dan menolak kezaliman. Keempat, memperingatkan kaum Muslimin dari kejelekan serta menasihati mereka. Kelima, menyebutkan orang fasik dengan segala perangainya setelah ia menunjukkan dengan jelas kefasikannya. Keenam, boleh menyebut orang dengan julukan yang telah masyhur seperti A'masy (yang kabur matanya), A'raj (yang pincang) dan Ahwal (yang juling matanya). Apabila ada julukan lain yang juga dikenal, sebenarnya lebih baik". 8)



LUNTURNYA KEPERCAYAAN TERHADAP PEMIMPIN Sebagian faktor yang mendukung terpecah-belahnya gerakan dakwah dan munculnya sengketa adalah krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Misalnya dalam bentuk mengungkit-ungkit kelayakan dan kemampuannya [77] memimpin atau mempertanyakan keistiqamahan dan kesungguhannya dalam memegang prinsip. Hal ini terkadang tidak melahirkan dampak yang berbahaya dan kejelekan yang menyelimutinya, kalau saja pemimpin menyerahkan urusannya kepada orang lain atau ia mengundurkan diri demi selamatnya bangunan dakwah dari petaka dan kehancuran. Meskipun demikian, adakalanya dalam situasi tertentu sikap sebaliknyalah yang benar. Pemimpin terkadang bertahan dengan kedudukannya, yang pada hakikatnya ia memancing kedengkian. Ia munculkan pertikaian, kemudian ia belokkan arahnya agar dirinya selamat walau harus ditebus dengan hancurnya jamaah. Kita mohon perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri dan amal kita. Benarlah Rasulullah Saw. ketika bersabda, "Sesungguhnya seorang pemimpin itu apabila melahirkan keraguan pada umat manusia, ia merusak mereka." (HR. Abu Daud dan Ibnu Hiban). Dalam kondisi tertentu, terkadang seorang pemimpin teraniaya. Sedangkan jika ia keluar dari tanggungjawab, maka yang akan muncul adalah kerusakan dan bencana. Menghadapi kondisi yang demikian, lebih baik baginya menyerahkan urusan kepada pihak ketiga untuk memutuskan orang kedua. Dengan demikian, ia akan terlepas dari celaan dan terjauh dari syubhat serta tanggung jawab. Agar selamat dari hunjaman kritik dan tuduhan, sedangkan kepemimipinan tetap bertahan dalam pengertian yang benar, maka seorang pemimpin harus menjauh [78] dari syubhat, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan urusan materi. Hendaklah ia menjadikan dirinya orang yang paling zuhud dan paling jauh dari segala sesuatu yang berbau kenikmatan dan pemanfaatan. Benarlah Rasulullah Saw. ketika bersabda, .‫إزھﺪ ﻓﻰ اﻟﺪﻧﯿﺎ ﯾﺤﺒﻚ ﷲ وازھﺪ ﻓﯿﻤﺎ ﻓﻰ أﯾﺪى اﻟﻨﺎس ﯾﺤﺒﻮك‬ Zuhudlah kamu akan harta dunia, niscaya Allah akan menyukaimu. Zuhudlah kalian akan apa-apa yang ada di tangan orang, niscaya orang akan mencintaimu. 8



Dinukil dari buku Riyadh Ash-Shalihin.



(HR. Ibnu Majah). Dari Auf bin Malik r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, ‫ وﺷﺮار أﺋﻤﺘﻜﻢ اﻟﺬﯾﻦ ﺗﺒﻐﻀﻮﻧﮭﻢ وﯾﺒﻐﻀﻮﻧﻜﻢ‬,‫ﺧﯿﺎر أﺋﻤﺘﻜﻢ اﻟﺬﯾﻦ ﺗﺤﺒﻮﻧﮭﻢ وﯾﺤﺒﻮﻧﻜﻢ وﯾﺼﻠﻮن ﻋﻠﯿﻜﻢ وﺗﺼﻠﻮن ﻋﻠﯿﮭﻢ‬ .‫ ﻣﺎ أﻗﺎﻣﻮا ﻓﯿﻜﻢ اﻟﺼﻼة‬,‫ ﻻ‬:‫ أﻓﻼ ﻧﻨﺎﺑﺬھﻢ ﺑﺎﻟﺴﯿﻒ؟ ﻓﻘﺎل‬,‫ ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ‬:‫ ﻗﯿﻞ‬.‫وﺗﻠﻌﻨﻮﻧﮭﻢ وﯾﻠﻌﻨﻮﻧﻜﻢ‬ Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mencintai kalian, yang kalian jalin hubungan dan menjalin hubungan dengan kalian. Sedang sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang kalian benci dan membenci kalian, yang kalian laknat dan melaknat kalian. Kami berkata, "Wahai Rasulullah tidakkah kita lawan mereka". Beliau bersabda, "Tidak usah, sepanjang mereka menegakkan shalat". (HR. Muslim) [79]



MUNCULNYA SENTRAL KEKUATAN DALAM TATANAN Salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran adalah lahirnya berbagai markas kekuatan di tubuh gerakan. Pada saat yang sama kepemimpinan lemah, sehingga ia tidak memiliki kemampuan menguasai gejolak, menegakkan keseimbangan, mengendalikan dan meredakan perselisihan serta pertengkaran. Faktor penyebab lahirnya markas kekuatan itu bermacam-macam. Adakalanya disebabkan oleh perhatian terhadap aspek politik yang terlalu dominan atau pemberian penghormatan kepada individu tertentu terlalu berlebihan. Mungkin pula karena berlebihan dalam memperhatikan aspek kemiliteran, sehingga melahirkan rasa bangga diri dan congkak para kadernya. Sebab yang lain adalah perasaan gila hormat, yang menjadikannya berani membayar berapa pun untuk dapat memanjat tembok kekuasaan. Apabila ambisi ini telah mendapat peluang yang baik dan unsur-unsur pendukungnya semakin kuat, maka sampailah di tahapan puncak yang sulit untuk kembali turun. Di tempat inilah penyakit congkak dan takabur telah hinggap, yaitu penyakit iblis tatkala berkata, "Saya lebih baik darinya (Adam). (Allah) ciptakan aku dari api dan menciptakan dia dari tanah". (Shad: 76). Sesungguhnya, dalam Islam ketaatan kepada pemimpin merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah Swt., ... ‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا أطﯿﻌﻮا ﷲ وأطﯿﻌﻮا اﻟﺮﺳﻮل وأوﻟﻰ اﻷﻣﺮ ﻣﻨﻜﻢ‬ Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri dari kalian. (An-Nisa': 59) [80] Juga sabda Rasulullah Saw., .‫ﻣﻦ أطﺎﻋﻨﻰ ﻓﻘﺪ أطﺎع ﷲ وﻣﻦ ﻋﺼﺎﻧﻰ ﻓﻘﺪ ﻋﺼﻰ ﷲ وﻣﻦ ﯾﻄﻊ اﻷﻣﯿﺮ ﻓﻘﺪ أطﺎﻋﻨﻰ وﻣﻦ ﯾﻌﺺ اﻷﻣﯿﺮ ﻓﻘﺪ ﻋﺼﺎﻧﻰ‬ Barangsiapa taat kepadaku, maka ia telah taat kepada Allah, dan barangsiapa membantahku, maka ia telah bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa taat kepada pemimpin, maka ia telah taat kepadaku dan barangsiapa membantah pemimpin, maka ia telah membantahku. (mutafaq alaih). Ketaatan ini wajib diberikan oleh setiap individu di segenap posisi dan kedudukannya, sekalipun mereka adalah anggota dewan pimpinan, sehingga otoritas instruksi hanya berada di satu tangan dan pusat kekuatan pun hanya satu. Apabila tidak demikian, kepemimpinan akan bercabang, dan pada akhirnya menumbuhkan pusat-pusat kekuatan baru. Dari sinilah awal keguncangan menimpa.



Satu hal yang aksiomatik, bahwa ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan kepada halhal yang makruf, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, .‫ﻋﻠﯿﻚ اﻟﺴﻤﻊ واﻟﻄﺎﻋﺔ ﻓﻰ ﻋﺴﺮك وﯾﺴﺮك وﻣﻨﺸﻄﻚ وﻣﻜﺮھﻚ وأﺛﺮة ﻋﻠﯿﻚ‬ Hendaklah kamu mendengar dan taat dalam [81] kesulitan maupun kelapangan, dalam gairah maupun keengganan serta ketika engkau tidak dipentingkan. (HR. Muslim). Seseorang boleh saja menarik baiatnya dari seorang pemimpin yang diketahui secara terang-terangan melakukan kekufuran dan kefasikan. Kepercayaan yang telah diberikan oleh ahlu al-hal wa al-'aqd kepadanya dan diangkatnya ia menjadi pemimpin, ternyata hanya mendatangkan mudarat yang lebih banyak daripada manfaat. Akan tetapi, bika ia keluar dari kepemimpinannya, itu pun hanya menyulut keresahan, fitnah, dan permusuhan. Ini adalah bisikan nafsu yang tidak satu dalil syariat pun membenarkannya. Batas-batas penolakan seseorang terhadap suatu kebijakan atau sikap politik tertentu biasanya dikarenakan hal-hal berikut. a. Munculnya masalah yang mengandung syubhat dan mendatangkan kerusakan. Siapa pun hendaknya sudi melakukan konfirmasi dalam menyikapi ekses semacam ini. b. Selisih pendapat dalam menentukan tercapai atau tidaknya sebuah target. Hal ini meskipun sepenuhnya hak pemimpin, tidaklah salah jika para personil ikut memberikan masukan dan pendapatnya. c. Adapun hak seseorang untuk membantah pemimpin hanya ditentukan oleh beratnya kemaksiatan yang dilakukan olehnya kepada Allah, sehingga tidak ada satu alasan syariat pun yang dapat membenarkan sikap dan perilaku tersebut. [82] Dari Ubadah bin Shamit r.a., ia berkata, ‫دﻋﺎﻧﺎ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﺒﺎﯾﻌﻨﺎه ﻓﻘﺎل ﻓﯿﻤﺎ أﺧﺬ ﻋﻠﯿﻨﺎ أن ﺑﺎﯾﻌﻨﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻤﻊ واﻟﻄﺎﻋﺔ ﻓﻰ ﻣﻨﺸﻄﻨﺎ وﻣﻜﺮھﻨﺎ‬ . ٌ‫وﻋﺴﺮ ﻧﺎ وﯾﺴﺮﻧﺎ وأﺛﺮة ﻋﻠﯿﻨﺎ وأن ﻻ ﻧﻨﺎزع اﻷﻣﺮ أھﻠﮫ إﻻ أن ﺗﺮوا ﻛﻔﺮا ﺑَ َﻮ اﺣﺎ ﻋﻨﺪﻛﻢ ﻣﻦ ﷲ ﻓﯿﮫ ﺑﺮھﺎن‬ Rasulullah Saw. memanggil dan mengambil baiat. Ia berkata, "Beliau membaiat kami untuk mendengar dan taat dalam keadaan sulit maupun mudah, dalam keadaan sesemangat maupun malas, dan ketika tidak dipentingkan, agar kami tidak mencopot kepemimpinan dari pemiliknya kecuali bila dia melakukan kufur yang jelas, sehingga kalian bisa memberikan hujah di hadapan Allah". (HR. Bukhari). Sesungguhnya pendalaman terhadap makna taat akan mendatangkan pengetahuan tentang nilai-nilai syariat yang harus dijadikan pijakan. Salah satunya adalah, pemimpin berhak menentukan beberapa pilihan bagi langkah politiknya, asal tetap dalam batas yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan situasi, kondisi, dan kemaslahatannya. Rasulullah Saw. pernah memperlakukan beberapa tawanannya dengan sikap yang berbeda-beda. Sebagian ada yang dibebaskan, ada yang dibunuh, ada yang ditebus dengan harga tertentu, atau ditukar dengan kaum Muslimin yang ditawari. Itu semua dilakukan dengan pertimbangan kemaslahatan. 9) Seorang pemimpin memiliki hak-hak syariat untuk memerangi, berdamai, atau membuat perjanjian. Ini dilakukan juga dengan pertimbangan kemaslahatan, dengan 9



Zaad al-Ma’ad



syarat semua itu dilakukan melalui diskusi dan musyawarah. Ia memiliki wewenang mengambil salah satu kebijakan politik di atas, mendahulukan salah satu, dan menunda yang lain sesuai dengan pertimbangannya. Demikian juga para personel hendaknya siap menerima putusan pemimpin meskipun kadang bertentangan dengan pendapatdan pandangannya, kecuali apabila melihat putusan yang diambil oleh pemimpin itu keluar dari Islam dan bertentangan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika itu terjadi, konfirmasikanlah, mintalah penjelasan dan pertanyakan dengan dalil dan argumentasi yang sehat, tanpa mengabaikan etika dalam melakukan konfirmasi, meminta keterangan dan mengkritik.



KEGAGALAN DAN KEHANCURAN BANGUNAN GERAKAN Salah satu faktor yang dapat melahirkan perbedaan dan perselisihan yang mengakibatkan kehancuran adalah kegagalan gerakan dalam menangani masalah yang urgen atau kekalahannya bertempur. Apabila sumber kekalahan itu pada pemimpin, jemari tuduhan akan diarahkan kepadanya saja. Dari sinilah hawa nafsu mulai tergerak. Sedikit kesalahan dan kekecewaan yang telah lama terkubur bangkit kembali. Seakanakan inilah kesempatan baik dan peluang emas yang tidak boleh disia-siakan. [84] Dalam sekejap, nilai-nilai syariat terlupakan, objektivitas dan kejernihan pikiran tiada lagi, hawa nafsu yang berbicara, emosi pun tak lagi terkendali, dan fitnah berkobar. Akhirnya, semua itu mendorong iblis menguasai jiwa. Na'udzubillah min dzalik. Jiwa yang lengah dan antara dia dengan setan telah terjalin ikatan, menyebabkan pemiliknya lupa saudaranya. Ia lupa, bahwa .‫اﻟﻤﺴﻠﻢ أﺧﻮ اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻻ ﯾﺨﻮﻧﮫ وﻻ ﯾﻜﺬﺑﮫ وﻻ ﯾﺨﺬﻟﮫ‬ Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak mengkhianati, mendustai, dan tidak pula membiarkannya. (HR. Tirmidzi). Ia lupa segala-galanya hingga berubah menjadi binatang buas yang siap menerkam saudaranya tanpa rasa takut dan malu pada Allah Swt. Ingatlah bahwa dalam pembunuhan, ada yang bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir. Dalam lembaran sejarah kita masa kini, kita mencatat pengalaman pahit dan menyedihkan. Kita memohon kepada Allah agar mengentaskan mereka dari fitnah sebelum berhasil merobek dan memorak-porandakan mereka dengan tragis. Penyebab langsung fitnah ini adalah apa-apa yang telah saya sebutkan terdahulu. Telah terjadi kehancuran yang harus dibayar mahal oleh gerakan, baik dengan para tokoh maupun pemudanya. Awalnya saling mencela, menuduh, mengritik, dan melukai perasaan. Akhirnya berlanjut sampai batas saling mendengki. Kemudian porakporandalah barisan [85] bersama qaidah (tatanan) dan qiyadah (pemimpin)nya sekaligus. Na'udzubillah min dzalik. Andaikata mereka berpegang teguh dengan etika Islam dalam menyikapi perbedaan pendapat tersebut, maka selesailah segalanya dengan segera. Akan tetapi, itulah nafsu. Ia menjadikan kita lalai terhadap seiuruh ajaran serta bimbingan-bimbingan Al-Quran dan hadits, seolah-olah sudah merupakan stempel yang dicapkan, sebagaimana Rasulullah Saw. mengisyaratkan, "Sebuah stempel menggantung di tiang Arsy Allah Azza wa Jalla. Apabila kehormatan dirusak, kemaksiatan dikerjakan, dan Allah direndahkan, maka Ia mengutus stempel itu. Dicaplah hatinya hingga setelah itu ia tidak bisa berpikir sedikit pun". (HR. Baihaqi). Disebutkan dalam kitab Adab Al-Ikhtilaf Fi Al-Islam oleh Dr. Thoha 'Ulwan



sebagai berikut: "Setelah kita menyimak beberapa permasalahan ikhtilaf, kita menyimpulkan bahwa hawa nafsu tidak mengendalikan seorang pun dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. Perbedaan pendapat yang bisa mempertahankan adab dan etika Islam itu hanyalah perbedaan yang motivasinya mencari kebenaran semata. Mereka selalu berusaha menghindari perbedaan dan dengan sungguh-sungguh meniadakannya, kecuali kalau memang tidak ada jalan untuk mempersatukannya. Apabila mereka memiliki beberapa alasan yang bisa menyatukan, mereka dengan segera menerimanya. Mereka mengakui kesalahannya tanpa perasaan rendah diri sedikit pun. Tidak seorang pun dari mereka melampaui batas kemampuannya sendiri dan tidak pula [86] meremehkan sesamanya. Masing-masing dari mereka mengetahui bahwa pendapat itu mengandung nilai yang relatif. Kebenaran mungkin berada pada apa yang ia yakini, maka itulah yang benar baginya. Namun mungkin kebenaran itu berada pada apa yang diyakini orang lain, maka itulah yang benar baginya. Tidak aneh bahwa apa yang ia anggap benar ternyata keliru dan bukan aib pula bila ternyata yang ia anggap keliru ternyata benar. Dahulu, ukhuwah islamiah di antara mereka menjadi bagian dari prinsip-prinsip agama yang amat penting, sebab tiada penegakan Islam kecuali dengannya. Ia berada di atas perbedaan pendapat dalam masalah ijtihad." Demikianlah, sesungguhnya perbedaan pendapat yang terjadi pada masa-masa awal dahulu, meskipun sampai melahirkan peperangan, tidak mengeluarkan mereka dari etika Islam. Perbedaan Ali dan Mu'awiyah, meskipun demikian hebat, tidak mengeluarkan salah satu di antara keduanya dari adab dan etika itu. Abu Nu'aim telah meriwayatkan dari Abi Shalih, ia berkata bahwa Dharar bin Shakhrah Al-Kinaniy suatu saat menghadap Mu'awiyah. Mu'awiyah pun berkata, "Katakan kepadaku tentang Ali". Berkata Dharar, "Atau tidak usah saja, wahai Amirul Mukminin?" "Tidak! Kau harus katakan", hardiknya. Dharar pun berkata, "Kalau harus aku katakan, maka sesungguhnya demi Allah, ia tinggi dan kuat, bicaranya runtut, keputusannya adil, ilmunya mengalir dari kanan-kirinya, dan dari sela-sela giginya keluar hikmah. Ia mengasingkan diri dari dunia dan gemerlapnya, ber-asyiq-masyuq dengan malam [87] bersama gulitanya, dan demi Allah, air matanya deras, berpikirnya panjang, telapak tangannya selalu bergetar, dan selalu berkata kepada diri sendiri. Pakaiannya menakjubkan lantaran kesederhanaannya, makanannya juga demikian lantaran kesahajaannya. Demi Allah, dia sebagaimana kita semua. Bila kami datang kepadanya ia mendekat dan bila kita bertanya, ia menjawab. Lantaran kedekatan beliau dengan kami, kami tidak sungkan bila berbicara di hadapannya. Apabila ia tersenyum tampak giginya seperti mutiara berkilau dan teratur, ia menghormati ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin. Orang yang kuat tidak bisa berharap (pembelaan) karena kebatilannya dan orang yang lemah tidak putus asa karena perbuatan adilnya. Maka saya bersaksi, demi Allah saya pernah melihatnya dalam beberapa kesempatan, ketika malam telah menurunkan tirainya dan bintang-bintang telah masuk ke sarangnya, ia menunduk khusyuk di mihrabnya dan tangannya menggenggam jenggot. Ia gemetar seperti orang sakit demam dan menangis laksana orang dilanda kepedihan. Sekonyong-konyong saya mendengar ia berkata, 'Wahai Tuhan kami, wahai Tuhan kami', dengan tunduk dan pasrah kepada-Nya. Ia berkata kepada dunia, 'Kepadakukah engkau memamerkan diri? Untukkukah engkau menghias diri? Tidak mungkin, tidak mungkin. Rayulah orang selainku. Aku telah menceraimu sebanyak tiga kali lantaran usiamu pendek, majlismu hina, dan bahayamu tidak seberapa. Aduhai, aduhai, bekal hanya sedikit sedangkan perjalanan teramat jauh dan jalannya pun sulit". [88]



Serta merta, air mata Mu'awiyah pun mengalir membasahi seluruh jenggotnya hingga ia menyekanya, sementara orang-orang hanyut dalam tangisnya. Berkatalah Mu'awiyah, "Demikian itulah Abu Hasan rahimahullah." Salah seorang dari mereka pernah memperoleh berita tertentu dari Ummul Mukminin 'Aisyah r.a. Lantas ia mendatangi Amar bin Yasir. Dalam Perang Jamal, ia tidak berada di pihak Aisyah. Berkatalah Amar bin Yasir r.a. kepadanya, "Saya tidak akan berkomentar, agar tidak keliru. Apakah engkau akan menyakiti kekasih Rasulullah? Saya bersaksi bahwa ia adalah istri Rasulullah Saw. di surga. 'Aisyah r.a. telah melangkah pada jalannya. Akan tetapi, Allah Swt. bermaksud menguji kita dengannya agar Dia tahu kepada Allahkah kita taat, atau kepadanya (Aisyah)". (HR. Baihaqi). [89]



BAB IV BAGAIMANA MENJAGA BANGUNAN DAKWAH? Bermula dari fenomena kehancuran bangunan gerakan dan organisasi di berbagai wilayah dan negeri, maka sebuah gerakan Islam harus segera mengadakan studi kritis dan mendalam dalam rangka menjaga wilayah-wilayah Islam secara umum serta bangunan lembaga gerakan (tandzim) secara khusus. Ketika kita mengangkat suara, memanggil, menyeru, mengingatkan, dan menyadarkan diri kita dari kelengahan, sebenarnya bukanlah panggilan baru, karena Islam telah memerintahkan kita untuk melakukannya melalui firman Allah Swt., [91] ‫ وأطﯿﻌﻮا ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ وﻻ ﺗﻨﺎزﻋﻮا ﻓﺘﻔﺸﻠﻮا‬.‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا إذا ﻟﻘﯿﺘﻢ ﻓﺌﺔ ﻓﺎﺛﺒﺘﻮا واذﻛﺮوا ﷲ ﻛﺜﯿﺮا ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮن‬ .‫وﺗﺬھﺐ رﯾﺤﻜﻢ واﺻﺒﺮوا إن ﷲ ﻣﻊ اﻟﺼﺎﺑﺮﯾﻦ‬ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar. (Al-Anfal : 45-46). Dan firman-Nya pula, ... ‫ واﻋﺘﺼﻤﻮا ﺑﺤﺒﻞ ﷲ ﺟﻤﯿﻌﺎ وﻻ ﺗﻔﺮﻗﻮا‬.‫ﯾﺎ اﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا ﷲ ﺣﻖ ﺗﻘﺎﺗﮫ وﻻ ﺗﻤﻮﺗﻦ إﻻ وأﻧﺘﻢ ﻣﺴﻠﻤﻮن‬ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (Ali Imran : 102-103). Juga firman-Nya, ‫ وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﺎﻟﺪﯾﻦ‬.‫وﻟﺘﻜﻦ ﻣﻨﻜﻢ أﻣﺔ ﯾﺪﻋﻮن إﻟﻰ اﻟﺨﯿﺮ وﯾﺄﻣﺮون ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف وﯾﻨﮭﻮن ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ وأوﻟﺌﻚ ھﻢ اﻟﻤﻔﻠﺤﻮن‬ .‫ وأوﻟﺌﻚ ﻟﮭﻢ ﻋﺬاب ﻋﻈﯿﻢ‬,‫ﺗﻔﺮﻗﻮا واﺧﺘﻠﻔﻮا ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺟﺎءھﻢ اﻟﺒﯿﻨﺎت‬ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orangorang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-



berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Merekalah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Ali 'Imran: 104-105). Rasulullah Saw. telah mengingatkan dalam banyak pengarahannya tentang bahaya perselisihan dan pertengkaran, selain dampak negatif yang ditimbulkannya. Beliau menyeru kita untuk senantiasa berpegang teguh dengan prinsip, berkasih sayang, saling meringankan beban sesama, di atas landasan i'tisham bi habliliah [92] disamping ukhuwah dan cinta karena Allah. Sabdanya itu antara lain, .‫ﻻ ﺗﺒﺎﻏﻀﻮا وﻻ ﺗﺤﺎﺳﺪوا وﻻ ﺗﺪاﺑﺮوا وﻛﻮﻧﻮا ﻋﺒﺎد ﷲ إﺧﻮاﻧﺎ وﻻ ﯾﺤﻞ ﻟﻤﺴﻠﻢ أن ﯾﮭﺠﺮ أﺧﺎه ﻓﻮق ﺛﻼث‬ Janganlah kalian saling membenci, janganlah saling mendengki, dan janganlah saling membelakangi. Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Tidak halal bagi seorang Muslim memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga hari. (Mutafaq alaih). Sabdanya pula, ‫ وﻻ ﺗﺤﺴﺴﻮا وﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮا وﻻ ﺗﻨﺎﻓﺴﻮا وﻻ ﺗﺤﺎﺳﺪوا وﻻ ﺗﺒﺎﻏﻀﻮا وﻻ ﺗﺪاﺑﺮوا‬,‫إﯾﺎﻛﻢ واﻟﻈﻦ ﻓﺈن اﻟﻈﻦ أﻛﺬب اﻟﺤﺪﯾﺚ‬ .‫وﻛﻮﻧﻮا ﻋﺒﺎد ﷲ إﺧﻮاﻧﺎ‬ Jauhilah prasangka. Karena prasangka adalah pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mengintai, janganlah saling mencuri pembicaraan, janganlah saling bersaing, janganlah saling mendengki, janganlah saling membenci, dan janganlah saling membelakangi. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. (HR. Ahmad). Sekarang, apa sesungguhnya faktor-faktor syariat yang dibutuhkan oleh bangunan dakwah Islam untuk menghadapi penyakit gerakan dakwah ini, yang hendak melumpuhkan imunitas hingga menghancurkannya sama sekali? [93]



TEGAKKAN BANGUNAN DI ATAS LANDASAN TAKWA KEPADA ALLAH Menegakkan bangunan atas dasar takwa kepada Allah Swt pada seluruh elemennya adalah suatu keharusan. Takwa harus menjadi landasan amal islami seluruhnya. Ia menjadi perlindungan keamanan baginya. Selain aktivitas tarbawiy (pendidikan), maka aktivitas siyasiy (politik) pun mesti dibangun dengan landasan takwa. Sebagaimana halnya bidang iqtishadiy (ekonomi), ijtima'iy (sosial kemasyaraktan), maupun maliy (harta benda) wajib ditegakkan tanpa mengandung sedikit pun nilai syubhat. Allah Swt. berfirman, ‫أﻓﻤﻦ أﺳﺲ ﺑﻨﯿﺎﻧﮫ ﻋﻠﻰ ﺗﻘﻮى ﻣﻦ ﷲ ورﺿﻮان ﺧﯿﺮ أﻣﻦ أﺳﺲ ﺑﻨﯿﺎﻧﮫ ﻋﻠﻰ ﺳﻔﺎ ﺟﺮف ھﺎر ﻓﺎﻧﮭﺎر ﺑﮫ ﻓﻰ ﻧﺎر ﺟﮭﻨﻢ وﷲ ﻻ‬ .‫ﯾﮭﺪى اﻟﻘﻮم اﻟﻈﺎﻟﻤﯿﻦ‬ Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam Neraka Jahanam? Dan Alah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109). Sebuah gerakan dakwah, manakala mampu menjaga nilai-nilai ajaran Allah dan takwa kepada-Nya, bisa mengatur langkahnya, menentukan sikapnya, dan mengambil keputusan yang terbaik, baik untuk target jangka pendek maupun jangka panjang, baik terhadap musuh maupun



kawan, ia akan menjadi gerakan yang terhormat. Ketika ia menjaga nilai-nilai ajaran Allah dan takwa kepada-Nya, baik dalam kondisi perang maupun damai, [94] kondisi sempit maupun lapang, juga saat sejahtera maupun penuh kesulitan, senantiasa mendidik dan membina para individunya dengan landasan tersebut dan konsisten dengannya, mampu mewujudkan takwa kepada-Nya, merasa diawasi oleh-Nya, bersemangat mencari kebenaran secara terus-menerus pada diri mereka dengan naungan ridha-Nya, maka ia menjadi gerakan dakwah yang mapan dan kukuh pijakannya. Tatkala ia memiliki perhatian untuk mewujudkan cita-cita di atas hingga tidak dipalingkan oleh kesibukan apa pun dan berapa pun banyaknya, maka gerakan dakwah semacam ini akan senantiasa terlindungi, dengan seizin Allah, dari faktor penghancur dan terpelihara dari perangkap hawa nafsu serta bisikan setan. Untuk mendalami pengetahuan tentang keutamaan takwa dalam gerakan dakwah Islam, baik dalam diri anggota maupun pemimpinya, kita mesti tegak di atas manhaj Nabi dalam proses tarbiyah ruhiyah (pendidikan spiritual). Pendalaman ajaran Allah dan penggalian syariat-Nya, untuk mengenal halal, haram, sunah, makruh, dan lain-lain secara baik, termasuk faktor yang membantu mewujudkan takwa dan amal saleh. Rasulullah Saw. bersabda. .‫ﻣﻦ ﯾﺮد ﷲ ﺑﮫ ﺧﯿﺮا ﯾﻔﻘﮭﮫ ﻓﻰ اﻟﺪﯾﻦ‬ Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka ia akan dipandaikan dalam urusan agama. (HR. Bukhari). syarat untuk meraih itu semua adalah, jika dalam [95] mencari ilmu dan pendalamannya semata ditujukan karena Allah dan dalam rangka mencari ridha-Nya. Apabila tidak demikian, maka masuklah ia dalam golongan orang yang pernah diperingatkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, .‫ي ﺑﮫ اﻟﺴﻔﮭﺎء وﯾﺼﺮفَ ﺑﮫ وﺟﻮه اﻟﻨﺎس إﻟﯿﮫ أدﺧﻠﮫ ﷲ ﺟﮭﻨﻢ‬ َ ‫ﻣﻦ ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻌﻠﻢ ﻟﯿﺒﺎھ َﻲ ﺑﮫ اﻟﻌﻠﻤﺎء وﯾﺠﺎر‬ Barangsiapa mencari ilmu untuk diperhitungkan oleh kalangan ulama dan untuk dihormati orang-orang bodoh serta untuk menarik perhatian orang banyak, maka Allah memasukkannya ke Neraka Jahanam. (HR. Ibnu Majah). Ihsan dalam beribadah kepada Allah merupakan pintu strategis bagi masuknya ketakwaan kepada Allah. Rasulullah Saw. mengisyaratkan hal ini ketika ditanya tentang ihsan. Beliau Saw. bersabda, "Ihsan adalah bahwasanya engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." Shalat ketika ditunaikan dengan ihsan dan disertai hadirnya kalbu akan membangkitkan rasa wara' dalam jiwa dan takut kepada Allah, sebagaimana firman-Nya, .‫إن اﻟﺼﻠﻮة ﺗﻨﮭﻰ ﻋﻦ اﻟﻔﺤﺸﺎء واﻟﻤﻨﻜﺮ‬ Sesungguhnya shalat itu rnencegah perbuatan keji dan mungkar. (Al-'Ankabut: 45). Shaum, apabila dilaksanakan dengan cara yang benar akan menjadi sebuah madrasah (tempat pembinaan) bagi ketakwaan, sebagaimana firman Allah, [96] .‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﻛﺘﺐ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﺼﯿﺎم ﻛﻤﺎ ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﺬﯾﻦ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻜﻢ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺘﻘﻮن‬ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang-orang yang



bertakwa. (Al-Baqarah: 183). Zikrullah yang dilaksanakan secara kontinu akan dapat menenteramkan hati dan melindungi jiwa dari bisikan-bisikan setan, selain memberi pelakunya sebuah kenikmatan hidup bersama Allah dan pengawasan-Nya. Dalam wasiat Nabi Daud a.s. kepada kaumnya dikatakan, "Saya perintahkan kalian untuk berzikir kepada Allah. Karena penjagaan yang paling ketat bagi hamba Allah adalah zikrullah. Ini semisal orang yang dikejar-kejar musuh lalu mendatangi benteng dan berlindung di dalamnya, maka terlindungilah ia dalam benteng itu." Manakala rasa diawasi Allah terasa lemah dalam jiwa, tidak menjadikannya pilaryang menguatkan fisik untuk beraktivitas, maka jadilah ia bola mainan setan yang pola pikir, ucapan, dan logika-logikanya merupakan refleksi dari pemutarbalikan iblis. Orang yang tidak bertakwa kepada Allah, ia berpotensi untuk melakukan kejahatan dan orang lain tidak merasa tenteram berada di sampingnya. Orang yang tidak bertakwa kepada Allah Swt., tidak takut dirinya terperosok ke dalam api fitnah dan tidak pula berhati-hati terhadap ghibah dan namimah di antara sesamanya. Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ia tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan mulut dari [97] menyakiti sesama dengan ucapannya akhirnya menimbulkan retaknya hubungan. Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, kemungkinan dengan mudah akan menjual agama dan dakwahnya dengan satu atau dua keping uang, sebanding dengan dirinya yang sangat lemah dalam menghadapi ujian dan cobaan. Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ia akan memperdagangkan dirinya dengan Islam atau ia memperdagangkan Islam dengan dirinya, ia menawarkan diri atas nama Islam atau ia menawarkan Islam atas nama dirinya. Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah itulah dia yangdisinggung oleh firman-Nya, ‫وﻟﺌﻦ ﺟﺎء ﻧﺼﺮ ﻣﻦ رﺑﻚ ﻟﯿﻘﻮﻟﻦ إﻧﺎ ﻛﻨﺎ ﻣﻌﻜﻢ‬ .‫ وﻟﯿﻌﻠﻤﻦ ﷲ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا وﻟﯿﻌﻠﻤﻦ اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﯿﻦ‬.‫أوﻟﯿﺲ ﷲ ﺑﺄﻋﻠﻢ ﺑﻤﺎ ﻓﻰ ﺻﺪور اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ‬ Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata, "Sesungguhnya kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik. (Al-'Ankabut: 10-11). Barangsiapa tidak bertakwa kepada Allah, ialah yang dimaksud dalam firman-Nya, .‫إﻧﻤﺎ اﻟﻨﺠﻮى ﻣﻦ اﻟﺸﯿﻄﺎن ﻟﯿﺤﺰن اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا وﻟﯿﺲ ﺑﻀﺎرھﻢ ﺷﯿﺌﺎ إﻻ ﺑﺈذن ﷲ وﻋﻠﻰ ﷲ ﻓﻠﯿﺘﻮﻛﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن‬ Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka-cita, sedang pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah [98] dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal. (Al-Mujadilah: 10). Dan orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah, sebagaimana dalam firmanNya, ‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا اﺟﺘﻨﺒﻮا ﻛﺜﯿﺮا ﻣﻦ اﻟﻈﻦ إن ﺑﻌﺾ اﻟﻈﻦ إﺛﻢ وﻻ ﺗﺠﺴﺴﻮا وﻻ ﯾﻐﺘﺐ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﺑﻌﻀﺎ أﯾﺤﺐ أﺣﺪﻛﻢ أن ﯾﺄﻛﻞ‬ .‫ﻟﺤﻢ أﺧﯿﮫ ﻣﯿﺘﺎ ﻓﻜﺮھﺘﻤﻮه واﺗﻘﻮا ﷲ إن ﷲ ﺗﻮاب اﻟﺮﺣﯿﻢ‬



Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12). Orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah, merekalah yang disebut dalam ayat Quran, .‫إن اﻟﺬﯾﻦ ﯾﺤﺒﻮن أن ﺗﺸﯿﻊ اﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ﻓﻰ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﻟﮭﻢ ﻋﺬاب أﻟﯿﻢ ﻓﻰ اﻟﺪﻧﯿﺎ واﻷﺧﺮة وﷲ ﯾﻌﻠﻢ وأﻧﺘﻢ ﻻ ﺗﻌﻠﻤﻮن‬ Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (An-Nur: 19). Orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah itulah mereka yang dimaksud dalam firman-Nya, .‫وﻣﺎ ﯾﺘﺒﻊ أﻛﺜﺮھﻢ إﻻ ظﻨﺎ إن اﻟﻈﻦ ﻻ ﯾﻐﻨﻰ ﻣﻦ اﻟﺤﻖ ﺷﯿﺌﺎ إن ﷲ ﻋﻠﯿﻢ ﺑﻤﺎ ﯾﻔﻌﻠﻮن‬ Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu sedikit pun tidak berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka kerjakan. (Yunus: 36). Dan orang-orang yang tidak bertakwa kepada [99] Allah itulah yang masuk dalam peringatan Quran, ‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا إذا ﺗﻨﺎﺟﯿﺘﻢ ﻓﻼ ﺗﺘﻨﺎﺟﻮا ﺑﺎﻹﺛﻢ واﻟﻌﺪوان وﻣﻌﺼﯿﺖ اﻟﺮﺳﻮل وﺗﻨﺎﺟﻮا ﺑﺎﻟﺒﺮ واﻟﺘﻘﻮى واﺗﻘﻮا ﷲ‬ .‫اﻟﺬى إﻟﯿﮫ ﺗﺤﺸﺮون‬ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu semua akan dikembalikan. (Al-Mujadilah: 9). Mereka yang tidak bertakwa kepada Allah itulah yang dimaksud ayat Quran, .‫واﻟﺬﯾﻦ ﯾﻤﻜﺮون اﻟﺴﯿﺌﺎت ﻟﮭﻢ ﻋﺬاب ﺷﺪﯾﺪ وﻣﻜﺮ اوﻟﺌﻚ ھﻮ ﯾﺒﻮر‬ Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras dan rencana jahat mereka akan hancur. (Fathir: 10). Selanjutnya saya ingin menyimpulkan dari pembicaraan di atas bahwa sesungguhnya takwa adalah benteng pertahanan keamanan, baik bagi individu maupun bagi jamaah. Selain itu, iajuga merupakan faktor penyebab keberhasilan sebuah aktivitas dan cahaya yang menerangi cara pandang dan pola pikir, juga sebuah kekuatan yang dengan itu seseorang mampu dengan ringan menjauhi kemaksiatan dan syubhat, apalagi tindakan keji dan merusak. Tidaklah berlebihan kiranya bila saya katakan bahwa segala bentuk kesulitan dan masalah, sumbernya adalah kelemahan takwa dan sedikitnya wara', baik di tingkat individu kader maupun pemimpinnya. Pada yang terakhir inilah musibah yang menghancurkan seringterjadi. [100]



KUKUHKAN UKHUWAH KARENA ALLAH



Ukhuwah (persaudaraan) karena Allah adalah buhul iman yang paling kukuh, elemen bangunan yang paling kuat dan faktor yang menjadikan gerakan Islam laksana bangunan tegar yang bagian-bagiannya saling melengkapi. Sejauh kekuatan ukhuwah dalam sebuah gerakan, maka sejauh itulah kerapatan barisannya, dan sejauh itu pula kekuatan mempertahankan diri dari segala macam serangan dan kelihaiannya memberi reaksi balik terhadap musuh. Ketika ukhuwah mengalami krisis dan lemah, maka gerakan dakwah hanya menjadi ajang bagi segala kesulitan, penyakit, dan perpecahan. Allah Swt. berfirman, ... ‫واﻋﺘﺼﻤﻮا ﺑﺤﺒﻞ ﷲ ﺟﻤﯿﻌﺎ وﻻ ﺗﻔﺮﻗﻮا‬ Berpegang teguhlah kamu semua dengan tall (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai. (Ali 'Imran: 103). .‫ وأوﻟﺌﻚ ﻟﮭﻢ ﻋﺬاب ﻋﻈﯿﻢ‬,‫وﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮا ﻛﺎﻟﺪﯾﻦ ﺗﻔﺮﻗﻮا واﺧﺘﻠﻔﻮا ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﺟﺎءھﻢ اﻟﺒﯿﻨﺎت‬ Dan janganlah kamu sebagaimana orang-orang yang berselisih dan bertikai setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. (Ali 'Imran: 105) Juga berfirman, .‫إﻧﻤﺎ اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن إﺧﻮة ﻓﺄﺻﻠﺤﻮا ﺑﯿﻦ أﺧﻮﯾﻜﻢ واﺗﻘﻮا ﷲ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺮﺣﻤﻮن‬ Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertawakkallah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat: 10). Nabi Saw. menggambarkan kukuhnya kasih sayang karena Allah dengan sabdanya, [101] ‫ﻣﺜﻞ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ ﻓﻰ ﺗﻮادھﻢ وﺗﺮاﺣﻤﮭﻢ وﺗﻌﺎطﻔﮭﻢ ﻛﻤﺜﻞ اﻟﺠﺴﺪ إذا اﺷﺘﻜﻰ ﻣﻨﮫ ﻋﻀﻮ ﺗﺪاﻋﻰ ﻟﮫ ﺳﺎﺋ ُﺮ اﻟﺠﺴﺪ ﺑﺎﻟﺴﮭﺮ‬ .‫واﻟﺤﻤﻰ‬ Orang-orang mukmin dalam menjalin cinta dan kasih sayang adalah semisal satu badan. Apabila salah satu anggota badan mengeluh sakit, maka seluruh anggota badan merasakan demam dan tidak bisa tidur. (HR. Ahmad). Juga sabdanya, .‫إن اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻠﻤﺆﻣﻦ ﻛﺎﻟﺒﻨﯿﺎن ﯾﺸﺪ ﺑﻌﻀﮫ ﺑﻌﻀﺎ‬ Seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana bangunan yang saling mengukuhkan antara sesamanya. (HR. Bukhari). Sabdanya pula, .‫اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺳﻠﻢ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن ﻣﻦ ﻟﺴﺎﻧﮫ وﯾﺪه‬ Seorang Muslim adalah seseorang yang orang lain selamat dari kejahatan mulut dan tangannya. (HR. Bukhari). Sabdanya, .‫ﻻ ﺗﻘﺎطﻌﻮا وﻻ ﺗﺪاﺑﺮوا وﻻ ﺗﺒﺎﻏﻀﻮا وﻻ ﺗﺤﺎﺳﺪوا وﻛﻮﻧﻮا ﻋﺒﺎد ﷲ إﺧﻮاﻧﺎ‬ Janganlah kalian saling memutuskan hubungan, [102] saling membelakangi, saling membenci dan saling mendengki. Jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. (HR. Bukhari). Nabi juga mengingatkan kita tentang firqah (perselisihan) dan ikhtilaf (perbedaan) seraya bersabda, "Janganlah setelahku kalian menjadi kafir kembali, kalian saling bunuh sesamanya, dan saling mencela". Nabi Saw. juga menjelaskan hak-hak ukhuwah dalam Islam seraya bersabda,



.‫ﻛﻞ اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺴﻠﻢ ﺣﺮام ﻣﺎﻟﮫ وﻋﺮﺿﮫ ودﻣﮫ‬ Setiap Muslim bagi Muslim yang lain adalah haram; darah, harta, dan kehormatannya. (HR. Abu Daud). Sabdanya, "Tidaklah seorang hamba beriman sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari). Beliau Saw. bersabda, "Mereka adalah saudaramu, yang Allah menjadikan mereka di bawah kekuasaanmu. Barangsiapa saudaranya dijadikan Allah berada di bawah kekuasaannya, maka hendaklah ia memberi makan dengan makanan yang ia makan dan memberi pakaian dengan pakaian yang ia pakai. Dan janganlah memberi beban di atas kemampuannya. Apabila memberinya tugas berat, maka bantulah ia". Menegaskan ihwal kesetiaan ukhuwah, Nabi Saw. bersabda, "Tidaklah ada seorang Muslim yang membiarkan sesamanya di suatu tempat di mana kehormatannya dirusak dan harga dirinya dihinakan, kecuali Allah akan membiarkannya di suatu tempat di mana ia membutuhkan [103] pertolongan-Nya". Lalu Nabi Saw. mengingatkan bahaya lisan berupa ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dan buhtan (berdusta). Beliau bersabda, ‫ إن اﻟﻤﻔﻠﺲ ﻣﻦ أﻣﺘﻰ ﯾﺄﺗﻰ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ ﺑﺼﻼة وﺻﯿﺎم وزﻛﺎة‬:‫ ﻓﻘﺎل‬.‫ اﻟﻤﻔﻠﺲ ﻓﯿﻨﺎ ﻣﻦ ﻻ درھﻢ ﻟﮫ وﻻ ﻣﺘﺎع‬:‫ ﻗﺎﻟﻮا‬.‫أﺗﺪرون ﻣﻦ اﻟﻤﻔﻠﺲ‬ ‫ ﻓﺈن ﻓﻨﯿﺖ ﺣﺴﻨﺎﺗﮫ‬,‫وﯾﺄﺗﻰ وﻗﺪ ﺷﺘﻢ ھﺬا وﻗﺬف ھﺬا وأﻛﻞ ﻣﺎل ھﺬا وﺳﻔﻚ دم ھﺬأ وﺿﺮب ھﺬا ﻓﯿُﻌﻄَﻰ ھﺬا ﻣﻦ ﺣﺴﻨﺎﺗﮫ وھﺬا ﻣﻦ ﺣﺴﻨﺎﺗﮫ‬ .‫ﻗﺒﻞ أن ﯾُﻘﻀَﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﯿﮫ أﺧِﺬ ﻣﻦ ﺧﻄﺎﯾﺎھﻢ ﻓﻄﺮﺣﺖ ﻋﻠﯿﮫ ﺛﻢ طﺮح ﻓﻰ اﻟﻨﺎر‬ Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki harta dan uang". Rasul Saw. menjawab, "Orang yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun ia pernah (di dunia) mengumpat orang ini, menuduh zina orang itu, memakan harta orang ini, mengucurkan darah orang itu, dan memukul orang ini. Kemudian orang ini diberi (pahala) kebaikannya dan orang itu pun diberi kebaikannya. Apabila kebaikannya telah habis padahal belum bisa membayar seluruh hutangnya, diambilnyalah kejahatan orang-orang tadi lalu ditimpakan kepadanya kemudian dilemparkanlah ia ke neraka. (HR. Muslim). [104] Di saat lain beliau juga bersabda, "Barangsiapa dari kalangan laki-laki yang menyebarkan sebuah berita tentang saudaranya yang lain padahal ia berlepas diri daripadanya, maka berita itu akan memburukkan dirinya di dunia dan di akhirat kelak dan Allah berhak menghancurkan dirinya di neraka, sehingga ia datang tidak tersisa lagi apa yang ia pernah katakan." Suatu saat kami bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba bertiuplah angin topan, maka bersabda Rasulullah Saw, "Tahukah kalian angin apa ini? Inilah angin orang-orang yang ghibah di antara kaum mukminin." Rasul juga bersabda, "Ghibah dan namimah itu membinasakan iman, sebagaimana binatang gembalaan merusak tanaman."



BANGUNLAH FONDASI SALING WASIAT DALAM KEBENARAN Fondasi yang isinya tawashau bilhaq wa tawashau bishabr, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, menasihati karena Allah, dan beramar makruf nahi mungkar. Setiap bangunan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai tersebut, maka ia menjadi bangunan rapuh yang tidak bisa bertahan lama. Dari sana bakal muncul bisikan nafsu, kepentingan



pribadi, dan berbagai penyakit lainnya. Allah Swt. melaknat Bani Israil disebabkan masalah ini. .‫ﻟﻌﻦ اﻟﺬﯾﻦ ﻛﻔﺮوا ﻣﻦ ﺑﻨﻰ إﺳﺮاﺋﯿﻞ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎن داود وﻋﯿﺴﻰ اﺑﻦ ﻣﺮﯾﻢ ذﻟﻚ ﺑﻤﺎ ﻋﺼﻮا وﻛﺎﻧﻮا ﯾﻌﺘﺪون‬ Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu [105] melampaui batas. (Al-Ma'idah: 78) Sebuah gerakan dakwah yang hubungan antar personel kadernya dan hubungan antara personel kader dengan pimpinannya tidak dilandasi dengan fondasi saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, ia menjadi sebuah gerakan yang tidak mendapatkan petunjuk dan jalan lurus, kehilangan benteng pertahanan dan kendalinya. Akhirnya bakal terhempas ke tengah samudra tanpa arah. Atas dasar inilah Imam Ghazali menjelaskan nilai amar makruf nahi mungkar dalam perjalanan Islam. Ia berkata, "Amar makruf nahi mungkar adalah kutub agung bagi agama ini. Ia adalah urgensi, yang Allah Swt. mengutus semua nabi untuk menegakkannya. Apabila permadani amar makruf dilipat, ilmu dan amalannya disia-siakan, maka sia-sia pulalah kenabian. Akibatnya samudra ilmu pun dangkal, zaman menjadi gersang, kesesatan tersebar luas, kebodohan dan kerusakan pun merajalela. Kebingungan melanda manusia, negeri porak-poranda, dan umat manusia pun hancur". 10) Dari sinilah tanggungjawab menunaikan kewajiban ini dilaksanakan sebelum yang lain, dalam batas yang telah dimaklumi bersama. Rasulullah Saw. benartatkala bersabda, [106] ‫ ﻟﻤﻦ ؟ ﻗﺎ‬:‫ ﻗﻠﻨﺎ‬.‫اﻟﺪﯾﻦ اﻟﻨﺼﯿﺤﺔ‬ Agama adalah nasihat. "Para sahabat bertanya, "Untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum Muslimin serta masyarakat pada umumnya. (HR. Muslim). Perlu rasanya diperinci beberapa patokan yang wajib diperhatikan berkaitan dengan praktek saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, antara individu kader dan pemimpinnya. Pertama, kebenaran berada di atas segala-galanya dan semua orang harus tunduk di hadapannya, baik anggota maupun pimpinan. Allah Swt. berfirman, .‫ﯾﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﻻ ﺗﻘﺪﻣﻮا ﺑﯿﻦ ﯾﺪي ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ واﺗﻘﻮا ﷲ إن ﷲ ﺳﻤﯿﻊ ﻋﻠﯿﻢ‬ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. (Al-Hujurat: 1). .‫ﻓﻼ ورﺑﻚ ﻻ ﯾﺆﻣﻨﻮن ﺣﺘﻰ ﯾﺤﻜﻤﻮك ﻓﯿﻤﺎ ﺷﺠﺮ ﺑﯿﻨﮭﻢ ﺛﻢ ﻻ ﯾﺠﺪوا ﻓﻰ أﻧﻔﺴﮭﻢ ﺣﺮﺟﺎ ﻣﻤﺎ ﻗﻀﯿﺖ وﯾﺴﻠﻤﻮا ﺗﺴﻠﯿﻤﺎ‬ Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa': 65) ‫وﻣﺎ ﻛﺎن ﻟﻤﺆﻣﻦ وﻻ ﻣﺆﻣﻨﺔ إذا ﻗﻀﻰ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ أﻣﺮا أن ﯾﻜﻮن ﻟﮭﻢ اﻟﺨﯿﺮة ﻣﻦ أﻣﺮھﻢ وﻣﻦ ﯾﻌﺺ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ ﻓﻘﺪ ﺿﻞ‬ 10



Ihya’ Ulum Ad-Dien, 2/269.



.‫ﺿﻼﻻ ﻣﺒﯿﻨﺎ‬ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab: 36) [107] Seseorang dikenal karena kebenarannya, bukannya kebenaran dikenal karena orang. Kebenaran lebih berhak untuk diikuti. Bagi kita tidak ada pilihan kecuali mengambil kebenaran itu dari orang yang membawanya, dari anak kecil maupun orang dewasa, atau meskipun kebenaran itu dari musuh kita. Kita harus menolak kebatilan dari orang yang membawanya, entah ia anak kecil ataupun orang dewasa, atau meskipun itu dari kekasih kita. Kedua, semua orang sejajar di hadapan kebenaran, baik anggota maupun pemimpin, bawahan maupun atasan. Tidak ada penghubung antara seseorang dengan Allah, kecuali takwanya. Di hadapan syariat Allah, semua sama. Ketika prinsip ini tidak dipegang teguh, maka bangunan gerakan akan mengalami guncangan dan jadilah ia tempat bercokolnya kepentingan nafsu, bukannya tempat kebenaran bertakhta. Demikian itulah, maka Rasulullah Saw. mengambil sikap tegas tatkala Usamah bin Zaid datang kepada beliau memintakan perlindungan hukum seorang wanita Makhzumiyah yang mencuri, padahal Usamah adalah orang yang paling dicintai Rasulullah. Ia menolak tegas dan berkata, "Apakah engkau meminta perlindungan dari hukum Allah?" Lalu beliau berdiri dan berpidato, "Wahai manusia, sesungguhnya rusaknya orang-orang sebelum kamu adalah karena bila ada kaum bangsawan di antara mereka mencuri, maka mereka biarkan, akan tetapi apabila orang lemah yang mencuri [108] maka mereka menegakkan sanksi hukum. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya." Ketiga, pemimpin berhak melakukan ijtihad tentang sesuatu yang tidak ada teks dalil syariatnya. Ia memiliki wewenang melakukan pilihan di antara keputusan yang dianggap paling baik. Apabila ijtihadnya salah, maka ia dapat satu pahala, dan apabila benar maka ia mendapat dua pahala. Demikian juga para anggota. Mereka punya kewajiban untuk mendengar dan menaati, sepanjang perintah pemimpin tidak mengandung maksiat. Hal yang harus dimaklumi, bahwa hukum-hukum syariat itu berlaku untuk segala situasi dan kondisi, bukan hanya untuk situasi dan kondisi tertentu. Selain itu juga masih mempertimbangkan kekuatan dan kelemahannya, tradisi yang berlaku, serta perkecualianperkecualian, juga mempertimbangkan kemampuan anggota ketika dibebani tanggung jawab, agar ia menunaikannya dengan tanpa keluhan dan rasa berat. Allah Swt. berfirman, .‫ﻻ ﯾﻜﻠﻒ ﷲ ﻧﻔﺴﺎ إﻻ وﺳﻌﮭﺎ‬ Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya. (AlBaqarah: 286). Dari sinilah kita memahami kaidah fiqih "Kesulitan itu bisa mendapatkan keringanan".



Dari sini pula kita boleh mengambil kaidah "Memilih yang lebih ringan di antara dua kejelekan", ketika kita harus memilih. Dari sini pula kita mempertimbangkan kaidah [109] "Menghilangkan kerusakan didahuluk an atas mengambil kemanfaatan." Keempat, para individu anggota hendaknya saling menasihati sesamanya, demikian pula para pemimpin. Apabila ada persoalan yang mengandung kerancuan dan ketidakjelasan, maka hendaklah dilakukan tabayun (konfirmasi). Bagi yang tidak sependapat, maka hendaknya menyampaikan keberatanya dengan argumentasi yang berdasarkan syariat. Apabila ternyata yang menetapkan lebih dari satu qaul (pendapat ulama mujtahid) maka argumentasi yang keberatan gugur dengan sendirinya. Namun apabila ternyata orang yang keberatan tadi bisa menunjukkan argumentasi yang lebih kuat, maka pemimpin hendaknya siap mengubah sikap dan meluruskan kekeliruannya. Nasihat – sebagaimana dikatakan Ibnul Atsir – adalah sebuah keinginan memberi kebaikan kepada yang dinasihati. Rasanya tidak mungkin mengungkapkan hakikat ini dengan satu kata yang bisa menghimpun maknanya selain ungkapan di atas. 11) Amar makruf berarti memerintahkan keutamaan dan kemuliaan akhlak, secara lisan maupun tindakan. Sedangkan nahi mungkar yakni mencegah perbuatan keji dan merusak, baik secara lisan maupun tindakan. Dari pengertian ini, maka tidak mungkin amar makruf itu dilakukan dengan perkataan dan perbuatan mungkar, semisal menuduh berbuat keji kepada kaum mukminin dan mukminat, menyebarkan berita dusta kepada [110] orang-orang yang beriman, congkak, suka mencari kesalahan, menghasut, mengintai aib orang, dan menyebarkan kebohongan di kalangan mereka. Perilaku ini sendiri merupakan perbuatan mungkar, maka bagaimana mungkin ia masuk dalam lingkup makna amar makruf nahi mungkar. Kelima, penegakan amar makruf nahi mungkar dalam syariat Islam hanya ditujukan terhadap sebuah kemungkaran yang tidak diperselisihkan dan tidak boleh ditegakkan terhadap masalah ijtihadiyah. Tentang ini Imam Ghazali berkata, "Kemungkaran harus diingkari apabila kemungkaran itu sudah maklum hakikatnya tanpa perlu ijtihad. Adapun terhadap masalah ijtihadiyah, maka tidak ada amar makruf nahi mungkar baginya." Abul Hasan Mawardi berkata, "Tidak ada aksi amar makruf nahi mungkar terhadap sesuatu yang masih diperselisihkan, berdasar pengertian bahwa setiap mujtahid mendapat pahala." Keenam, dalam menegakkan tradisi nasihat-menasihati dan amar makruf nahi mungkar hendaknya diperhatikan syarat-syarat syar'i. Antara lain: a. Mencari kejelasan dan kebenaran berita sebelum mengambil langkah mengkritikatau menasihati. Demikian itu karena betapa banyak berita dan isu yang beredar santer, padahal sesungguhnya hanyalah isapan jempol belaka. Betapa banyak tuduhan maupun fitnah dibesar-besarkan oleh pembicaraan dari mulut ke mulut 11



An-Nihayah, 4/148.



tanpa [111] ada yang mau mengecek kejadian sebenarnya. Rasulullah Saw. bersabda, . ٌ‫ﻛﺒﺮتْ ﺧﯿﺎﻧﺔ ﺗ ُﺤﺪّث أﺧﺎك ﺣﺪﯾﺜﺎ ھﻮ ﻟﻚ ﻣﺼﺪﱢق وأﻧﺖ ﺑﮫ ﻛﺎذب‬ Adalah pengkhianatan besar apabila engkau berkata kepada saudaramu dan ia membenarkan omonganmu, padahal engkau berdusta. (HR. Ahmad). b. Memeriksa tujuan. Artinya, seseorang yang hendak melancarkan kritik dan memberi nasihat, seyogianya memeriksa motivasi yang mendorongnya melakukan itu. Dikhawatirkan perbuatan itu kecampuran – meskipun sedikit – unsur nafsu, seperti iri hati dan dengki, juga motif-motif keji lainnya. c. Memperhatikan cara. Hendaknya cara yang digunakan untuk memberi nasihat dan melakukan amar makruf nahi mungkar adalah cara-cara yang syar'i tanpa bersentuhan dengan nilai-nilai mungkar. Syarat sah sebuah nasihat adalah apabila dilakukan dengan kebenaran, bukan kebatilan. Allah Swt. berfirman, ‫وﺗﻮاﺻﻮا ﺑﺎﻟﺤﻖ‬ Dan mereka berwasiat dalam kebenaran. (Al-Ashr: 3). Oleh karena itu, maka nasihat sebaiknya dilakukan dengan menyendiri. Karena dalam kesendirian itu akan memberikan dampak lebih kuat dalam hati dan lebih terjaga dari kemungkinan masuknya bisikan setan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Nasihat di hadapan orang banyak itu semisal teguran keras." [112] Oleh karena itu, hendaknya nasihat dilakukan di tempatnya yang sesuai dan hanya diberikan kepada orang yang berkepentingan. Imam Ibnul Qayim melihat bahwa Nabi Saw. mewajibkan kepada umatnya untuk menolak kemungkaran itu dimaksudkan untuk mendatangkan makruf dan kebajikan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, sehingga apabila upaya menolak kemungkaran itu justru mendatangkan kemungkaran lebih parah, ini tidak bisa dibenarkan. Kemudian ia berkata, "Mengingkari kemungkaran itu ada empat tingkatan. 1. Menghilangkan dan menggantinya dengan sebaliknya. 2. Berangsur mengurangi, kalau tidak menghilangkannya sama sekali. 3. Menggantinya dengan sesuatu yang sama kadarnya dengan kemungkaran itu. 4. Menggantikannya dengan yang lebih jelek daripadanya. Tingkatan yang pertama dan kedua merupakan kewajiban berdasarkan syariat, ketiga menjadi bahan ijtihad, sedangkan keempat adalah haram hukumnya". 12) Ketujuh, tidak mengenal kemungkaran dengan cara yang tidak syar'i. Berikut beberapa contohnya: a. Mengintai kelemahan orang lain dengan memasang telinga maupun penglihatannya. [113] Rasulullah Saw. bersabda, .‫إﻧﻚ إن اﺗﺒﻌﺖَ ﻋﻮرات اﻟﻨﺎس أﻓﺴ ْﺪﺗَﮭﻢ‬ Sesungguhnya engkau, apabila mengintai kelemahan manusia, maka hakikatnya telah merusak mereka. (HR. Abu Daud) b. Memata-matai orang, baik langsung maupun tidak langsung, baik sendiri maupun beramai-ramai. Allah Swt. berfirman, "Janganlah kamu saling mematamatai ..." 12



Ihya Ulumudin, 2/280.



Rasulullah Saw. juga bersabda, "Barangsiapa tertimpa kejahatan (maksiat) maka hendaklah menutupinya dengan penutup Allah. Sesunggunya barangsiapa menunjukkan kepada kami kejahatannya, kami akan menegakkan untuknya AlQuran." Dikatakan kepada Abdullah bin Mas'ud bahwa pada jenggot si Fulan terlihat tetesan khamr. Maka ia berkata, .‫إﻧﺎ ﻗﺪ ﻧُﮭﯿﻨﺎ ﻋﻦ اﻟﺘﺠﺴﺲ وﻟﻜﻦ إن ﯾﻄﮭﺮ ﻟﻨﺎ ﺷﯿ ٌﺊ ﻧﺄﺧﺬ ﺑﮫ‬ Sesungguhnya kita sudah dilarang untuk memata-matai orang. Tapi apabila telah tampak oleh kita sesuatu maka kita memberinya sanksi. (HR. Abu Daud). Dikisahkan, suatu ketika Umar bin Khathab r.a. memanjat rumah seseorang. Ketika berada di atas, ia melihat penghuninya sedang melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan dan ia membencinya. Orang yang dilihat pun berkata, "Kalau saya telah [114] melakukan maksiat kepada Allah dalam satu hal, maka engkau telah maksiat kepada-Nya dalam tiga hal". "Apa itu?" tanya Umar r.a. Orang itu berkata, "Allah Swt. telah berfirman "Janganlah kamu memata-matai ...," sedang engkau telah memata-mataiku. Allah Swt. berfirman, "Masuklah ke dalam rumah melalui pintu-pintunya ...," sedang engkau melongokku dari atas pagar. Allah Swt. berfirman, "Janganlah engkau masuk ke dalam rumah orang lain sehingga permisi dan mengucapkan salam kepada penghuninya ...,"sementara engkau tidak mengucapkan salam." Mendengar ucapan ini maka Umar pun meninggalkannya, lalu bertaubat.



TEGAKKAN TRADISI SYURA Prinsip syura harus ditegakkan. Jauhkan kediktatoran dan egoisme. Inilah prinsip yang Allah Swt. tanamkan kepada Nabi-Nya Saw. dengan firman-Nya, .‫وﺷﺎورھﻢ ﻓﻰ اﻷﻣﺮ ﻓﺈذا ﻋﺰﻣﺖ ﻓﺘﻮﻛﻞ ﻋﻠﻰ ﷲ‬ Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Ali 'Imran: 159). Allah Swt. mengidentifikasi umat Islam dengan sifat itu dalam firman-Nya yang lain, .‫وأﻣﺮھﻢ ﺷﻮرى ﺑﯿﻨﮭﻢ وﻣﻤﺎ رزﻗﻨﺎھﻢ ﯾﻨﻔﻘﻮن‬ Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah di antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (AsSyura: 38). Musyawarah ini, baik dilakukan untuk menetapkan putusan yang mengikat maupun pemberitahuan, merupakan benteng perlindungan bagi amal. Ialah jalan [115] yang bisa menunjukkan pemecahan problem dan penguraian benang kusut setiap masalah. Dari sinilah kita memahami apa yang disabdakan Rasulullah Saw., .‫إن أﻣﺘﻰ ﻻ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﺿﻼﻟﺔ‬ Sesungguhnya umatku tidak terhimpun dalam kesesatan. (HR. Ibnu Majah). Sabdanya yang lain, "Tidaklah rugi orang yang bermusyawarah dan tidaklah sesat orang yang menimbang-nimbang. Dan sesuatu yang dimusyawarahkan itu tepercaya. Sebuah gerakan yang memegang teguh prinsip ini, tidak dimonopoli pemikiran pemimpinnya, memperhatikan dan mengambil manfaat pendapat orang lain, maka gerakan itu akan senantiasa berada dalam lindungan Allah. Langkahnya benar dan lurus.



Karenanya Rasulullah Saw. bersabda, "Puncak akal setelah beriman kepada Allah adalah berlemah lembut terhadap orang lain dan mencintai mereka. Tidak ada orang rusak lantaran musyawarah dan tiada orang bahagia lantaran merasa cukup dengan pendapatnya sendiri. Apabila Allah Swt. berkehendak membinasakan seorang hamba, maka pertama kali adalah merusak pendapatnya. Adapun ahli makruf di dunia, mereka adalah ahli makruf di akhirat. Dan ahli mungkar di dunia, merekalah ahli mungkar di akhirat." Apabila kita menganalisis beberapa faktor penyebab yang melatar belakangi berbagai fenomena yang merobek tatanan organisasi dan gerakan, barangkali akan [116] segera tersingkap bahwa salah satu faktor penyebab yang pokok adalah dominasi pemimpin, di mana ia merasa cukup dengan pendapatnya sendiri, tanpa mau mendengar pendapat orang lain. Hal itu merupakan penyakit ujub yang apabila mengenai jamaah, alangkah cepatnya merusak, menceraikan kesatuan, memusnahkan kekuatan, dan menciptakan pertikaian internal. Inilah implikasi negatif yang tidak menjanjikan kebajikan namun justru mengkhawatirkan. Rasulullah Saw. bersabda, .‫ى ﻣﺘﺒﻌﺎ ودﻧﯿﺎ ﻣﺆﺛﺮةً وإﻋﺠﺎب ﻛﻞ ذى رأي ﺑﺮأﯾﮫ ﻓﻌﻠﯿﻚ ﺑﺨﺎﺻﺔ ﻧﻔﺴﻚ‬ ً ‫إذا رأﯾﺖَ ﺷﺤﺎ ﻣُﻄﺎﻋﺎ وھﻮ‬ Apabila engkau melihat kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan dan kekaguman seseorang dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah engkau berpegang pada dirimu sendiri. (HR. Tirmidzi). Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz r.a., apabila sedang berkhotbah lalu datang kekhawatiran terhadap rasa ujub, ia hentikan khotbahnya. Apabila sedang menulis lalu datang kekhawatiran terhadap ujub, ia sobek kertasnya. Selanjutnya ia berkatalah, "Ya Allah, saya minta perlindungan kepada-Mu dari kejelekan diriku." Sesungguhnya, sebuah gerakan apabila hubungan antara anggota dan pemimpinnya semisal budak dengan majikannya, tidak ada ukhuwah dan kebersamaan di dalamnya, ia laksana sekam berapi. Setiap saat siap [117] meledak, kemudian hancur berkeping-keping. Sebuah gerakan yang tidak memberi peluang adanya perbedaan pendapat dan kritik hanya akan menjadi penjara hawa nafsu dan ambisi, yang mudah sekali tergelincir dalam kesulitan dan masalah. Dari sinilah perbedaan pendapat merupakan faktor utama dari berbagai faktor yang menguatkan dan mengukuhkan bangunan gerakan, selama masih dalam batas syariat. Selain itu, perbedaan pendapat semacam itu juga merupakan penjamin keamanan dan keselamatannya, agar tidak terjungkal dalam jurang kegagalan dan kebinasaan. Namun demikian, ini sama sekali tidak berarti bahwa Islam membolehkan oposan untuk keluardari barisan, sebesar apapun perbedaan pendapat yang terjadi. Satu-satunya alasan yang secara syariat membenarkan pihak oposan untuk mencabut mahkota kepemimpinan seseorang adalah apa yang diisyaratkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, . ٌ‫وأن ﻻ ﺗﻨﺎزع اﻷﻣﺮ أھﻠﮫ إﻻ أن ﺗﺮوا ﻛﻔﺮا ﺑَﻮاﺣﺎ ﻋﻨﺪﻛﻢ ﻣﻦ ﷲ ﻓﯿﮫ ﺑﺮھﺎن‬ Janganlah engkau mencabut tanganmu dari ketaatan, kecuali jika engkau melihat kekufuran yang nyata, yang engkau memiliki dalilnya dari sisi Allah. (HR. Muslim). Adapun terciptanya oposisi dengan gerakannya dan munculnya berbagai aliran pendapat dengan sikapnya dalam satu banguanan organisasi, dengan alasan [118] menghilangkan kemungkaran, hal itu dengan sendirinya sebuah kemungkaran yang tidak dibenarkan Islam. Ia jelas akan menjadi faktor penghancur. Inilah yang Rasulullah Saw. isyaratkan dalam sabdanya,



‫ﻣﻦ ﺧﺮج ﻣﻦ اﻟﻄﺎﻋﺔ وﻓﺎرق اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻓﻤﺎت ﻣﺎت ﻣﯿﺘﺔ ﺟﺎھﻠﯿﺔ وﻣﻦ ﻗﺎﺗﻞ ﺗﺤﺖ راﯾﺔ ِﻋﻤّﯿﺔ ﯾﻐﻀﺐ ﻟﻌﺼﺒﺔ أو ﯾﺪﻋﻮا إﻟﻰ ﻋﺼﺒﺔ أو‬ ‫ ٌ وﻣﻦ ﺧﺮج ﻋﻠﻰ أﻣﺘﻰ ﯾﻀﺮب ﺑﺮّھﺎ وﻓﺎﺟﺮَھﺎ وﻻ ﯾﺘﺤﺎﺷﻰ ﻣﻦ ﻣﺆﻣﻨﮭﺎ وﻻ ﯾَﻔﻲْ ﻟﺬى ﻋﮭﺪ ﻋﮭﺪه‬.‫ﯾﻨﺼﺮ ﻋﺼﺒﺔ ﻓﻘﺘِﻞ ﻓﻘﺘﻠﺔ ﺟﺎھﻠﯿﺔ‬ .‫ﻓﻠﯿﺲ ﻣﻨﻰ وﻟﺴﺖُ ﻣﻨﮫ‬ Barangsiapa keluar dari taat dan memisahkan diri dari jamaah kemudian mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa berperang dengan bendera fanatisme, marah demi membela fanatisme, menyeru kepada fanatisme dan menolong demi fanatisme kemudian terbunuh, maka ia terbunuh dalam keadaan jahiliah. Barangsiapa keluar menuju umatku lalu ia membunuh orang-orang yang baik maupun buruk, tidak mengecualikan orang mukminnya dan tidak melindungi janjinya orang yang memiliki janji, maka ia bukanlah golonganku dan aku pun bukan golongannya. (HR. Muslim) Beliau Saw. juga bersabda, [119] .‫إﻧﮫ ﺳﺘﻜﻮن ھﻨﺎتٌ وھﻨﺎت ﻓﻤﻦ أراد أن ﯾُﻔ ّﺮق أﻣﺮ ھﺬه اﻷﻣﺔ وھﻲ ﺟﻤﯿﻊ ﻓﺎﺿﺮﺑﻮه ﺑﺎﻟﺴﯿﻒ ﻛﺎﺋﻨﺎ ﻣﻦ ﻛﺎن‬ Sesungguhnya akan ada hanat dan hanat (fitnah). Barangsiapa memecah-belah umat, padahal ia sudah satu kata, maka bunuhlah orang itu dengan pedang di mana pun ia berada. (HR. Muslim). Imam Syahid Hasan Al-Banna telah meletakkan prinsip dan landasan yang merupakan pilar-pilar tatanan gerakan yang khas, di antaranya berikut ini. "Seorang al-akh (baca: anggota. penerj.) yang memiliki perilaku khusus, ia memandang pemimpin dengan pandangan seorang teman dekat dan tidak begitu memperhatikan pendapatnya kecuali sebagian, maka memberi kepercayaan kepadanya merupakan hal yang membahayakan, betapa pun baiknya dia. Yang demikian itu karena jamaah teperdaya dengan kebaikannya dan ia retak karena perselisihannya". 13) "Dalam membangun jamaah, tidaklah banyak yang bermanfaat kecuali apa-apa yang dibangun oleh pemimpinnya sendiri, atau oleh kesungguhan para ikhwan yang melihat pemimpin (qiyadah) sebagai bagian dari mereka dalam proses tarbiah (pendidikan) dan taklim (pengajaran). Oleh karena itu, segala rumusan yang tanpa mekanisme kepemimpinan tidak banyak bermanfaat". 14) "Jamaah, apabila ingin beralih dari satu tahapan kerja ke tahapan yang baru, hendaklah menata ulang barisan anggotanya. Pihak pemimpin hendaknya memilih personel yang memiliki kompetensi untuk diletakkan di depan. [120] Sedangkan yang tidak memiliki kompetensi diminta rela berada di belakang". 15) "Apabila ada anggota yang beroposisi terhadap pemimpin dan keluar dari jalur yang telah disepakati bersama dengan niat ikhlas dan bermaksud baik akan tetapi salah jalan, maka pemimpin harus berbaik sangka kepadanya. Ia tetap menghargai aktivitas dakwahnya, khidmah dan pengorbanan yang telah dipersembahkan olehnya. Jagalah ukhuwah dan kebersihan hati mereka. janganlah mereka ditindak dengan keras atau dijauhkan dari sesama anggota. Akan tetapi upayakan sebuah terapi yang baik. Apabila mereka kembali kepada kebaikan, itulah yang diharapkan. Namun apabila tetap membangkang, maka pemimpin memiliki kewajiban untuk menyingkirkan mereka". 16) "Adapun apabila muncul persekongkolan dan makar dengan jelas, maka tiada 13



Al-Mudzakirat: 93, 132. Al-Mudzakirat:131. 15 Al-Mudzakirat: 191, 179. 16 Al-Mudzakirat: 115, 118, 119. 14



kebajikan sedikit pun membiarkannya berada dalam tubuh jamaah. Pada saat yang sama, mereka diperkenankan melakukan aktivitas dakwah di luar jamaah. Apabila mereka bekerja di luar jamaah, maka lebih baik bagi jamaah itu sendiri, bagi mereka, dan bagi Islam. Sedangkan perbedaan pendapat diharapkan tidak merusak sedikit pun nilai kasih sayang". 17)



MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PENUH RASA CINTA DAN KASIH SAYANG Lembaga gerakan dakwah harus tegak di atas landasan kasih sayang, rasa cinta, dan rasa senasib sepenanggungan tanpa mengabaikan mekanisme organisasi. Namun demikian, ia juga tidak boleh menjadikan organisasi semata sebagai dasar hubungan antara anggota dan pemimpin, atau pemimpin dengan anak buah. Sejauhmana tingkat kemesraan hubungan antara anggota dengan pemimpin, sejauh itulah tingkat kekuatan dan ketahanan bangunan gerakan dalam menghadapi berbagai unsur penghancur, betapa pun banyak dan beragamnya. Dari sinilah Al-quranul Karim melukiskan hubungan antara Nabi dengan para sahabatnya, sebagaimana ayat-Nya, .‫ﻓﺒﻤﺎ رﺣﻤﺔ ﻣﻦ ﷲ ﻟﻨﺖ ﻟﮭﻢ وﻟﻮ ﻛﻨﺖ ﻓﻈﺎ ﻏﻠﯿﻆ اﻟﻘﻠﺐ ﻻﻧﻔﻀﻮا ﻣﻦ ﺣﻮﻟﻚ‬ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras serta berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali 'Imran 159). Dari sini pula identifikasi Qurani menggambarkan sejauhmana perhatian Rasulullah terhadap para personel bawahannya, .‫ﻟﻘﺪ ﺟﺎءﻛﻢ رﺳﻮل ﻣﻦ أﻧﻔﺴﻜﻢ ﻏﺰﯾﺰ ﻋﻠﯿﮫ ﻣﺎ ﻋﻨﺘﻢ ﺣﺮﯾﺺ ﻋﻠﯿﻜﻢ ﺑﺎﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ رؤوف اﻟﺮﺣﯿﻢ‬ Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang orang mukmin. (At-Taubah: 128). [122] Dari sini pula isyarat dan bimbingan Quran dan hadits untuk membangun hubungan dengan sikap lemah lembut, kasih sayang, dan rendah hati, bukannya hubungan yang penuh kekerasan, kecongkakan, dan kesombongan. .‫واﺧﻔﺾ ﺟﻨﺎﺣﻚ ﻟﻤﻦ اﺗﺒﻌﻚ ﻣﻦ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ‬ Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kaum mukminin. (As-Syu'ara': 215) .‫أذﻟﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ أﻋﺰة ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺎﻓﺮﯾﻦ‬ Bersikap lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras terhadap orang orang kafir. (Al-Ma'idah: 54) .‫أﺷﺪاء ﻋﻠﻰ اﻟﻜﻔﺎر رﺣﻤﺎء ﺑﯿﻨﮭﻢ‬ Mereka bersifat tegas kepada orang-orag kafir dan berkasih sayang antara sesamanya. (Al-Fath: 29) Cinta dan kasih sayang Rasulullah Saw. sampai batas yang orang-orang paling rendah derajatnya sekalipun turut merasakannya, sehingga menjadikan Zaid, pembantu beliau, mengatakan, 'Saya telah melayani Rasulullah Saw. sepanjang hidup saya, selama itu pula 17



Al-Mudzakirat: 124, 125.



tidak pernah sekali pun beliau mengatakan kepada saya, 'Cis!"' Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang mukmin itu terjalin, maka tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak menjalin dan tidak pula terjalin". (HR. Ahmad) Islam datang menyeru dan mengajak kita bersikap lemah lembut terhadap binatang, apalagi terhadap manusia pada umumnya yang telah dimuliakan Allah Swt., juga terhadap sesama Muslim yang telah Allah muliakan dengan Islam secara lebih khusus. ‫وﻟﻘﺪ ﻛﺮﻣﻨﺎ ﺑﻨﻰ أدم‬ Dan kami telah memuliakan keturuan Adam. (Al-Isra': 70) [123] Tidakkah dia mendengar kisah perjalanan orang-orang yang hatinya keras membatu, yang telah malang melintang di negeri-negeri Islam dengan mengoyak-ngoyak tatanan shaf? Tidakkah dia mendengar cerita mereka, yang telah ikut andil menguji Islam dengan tingkah-lakunya? Dan mereka yang telah mencurahkan segala potensinya menindas manusia dan menciptakan aturan kehidupan bagi mereka tanpa malu kepada Allah? Tidakkah mereka mendengar suara Nabi Saw. menyeru mereka untuk berlaku kasih sayang serta mengingatkannya dari sikap keras kepala dan otoriter? Rasulullah Saw. bersabda, "Tidaklah ada kelemah-lembutan dalam sesuatu kecuali membuatnya menjadi indah, dan tidaklah ada kelemah-lembutan itu lepas dari sesuatu kecuali membuatnya menjadi buruk." Rasulullah Saw. berkata kepada Aisyah r.a., .‫ إن ﷲ رﻓﯿﻖ ﯾﺤﺐ اﻟﺮﻓﻖ وﯾﻌ ِﻄﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻓﻖ ﻣﺎ ﻻ ﯾﻌﻄﻰ ﻋﻠﻰ اﻟ ُﻌﻨْﻒِ وﻣﺎ ﻻﯾﻌﻄﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺳﻮاه‬,‫ﯾﺎ ﻋﺎﺋﺸﺔ‬ Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Mahalembut dan Ia mencintai kelemahlembutan. Ia memberi kepada orang yang lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang keras hati dan tidak pula kepada selain mereka. (HR. Muslim) Beliau juga bersabda, .‫ﻣﻦ ﯾُﺤﺮَم اﻟﺮﻓﻖ ﯾﺤﺮم اﻟﺨﯿﺮ‬ Barangsiapa terhalang dari bersikap lemah lembut, maka ia terhalang dari kebajikan. (HR. Ahmad). Sesungguhnya medan dakwah Islam di seantero dunia, saat ini dan kapan pun, selalu membutuhkan para dai. Akan tetapi, mereka yang tidak memiliki perangai kasih sayang dan lemah lembut, yang sudah dicap berperangai keras dan kaku, tidak sesaat pun bisa menjadi kelompok para dai yang dibutuhkan. Bahkan potensi penghancur yang mereka miliki barangkali lebih besar dari potensi pembangun. Benarlah seorang ahli syair tatkala bertutur, Kalaulah ada seribu pembangun dihadapi seorang penghancur, cukuplah sudah. Bagaimana dengan seribu penghancur dihadapi hanya seorang pembangun?



TEGAKKAN LANDASAN SUKARELA DALAM BEKERJA Hendaknya amal yang ditegakkan itu berdasarkan prinsip sukarela dalam bekerja dan jihad, bukan prinsip kemanfaatan pribadi dan mencari rezeki. Gerakan Islam sepanjang sejarahnya yang panjang merupakan medan perlombaan dalam mempersembahkan potensi dan pengorbanan di segala bidang, tidak sekalipun pernah menjadi ajang



berebut pamrih dan manfaat materi. Inilah sesungguhnya inti pembebanan syariat secara prinsip, yang terlihat jelas dalam firman-Nya,



Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan [125] Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Merekalah orang-orang yang benar. (Al-Hujurat: 15). Iman membutuhkan bukti. Bukti iman dan syarat mengikat janji setia dengan Islam adalah upaya mempersembahkan pengorbanan dan kedermawanannya dengan nilai termahal yang bisa dipersembahkan. Apalagi dibandingkan dengan nilai surga, barang dagangan Allah yang teramat mahal, yang tidak mungkin diperoleh kecuali oleh orang yang telah membayar harga mahal. Harga itu bisa kita lihat dalam firman-Nya, ... ‫إن ﷲ اﺷﺘﺮى ﻣﻦ اﻟﻤﺆﻣﻨﯿﻦ أﻧﻔﺴﮭﻢ وأﻣﻮاﻟﮭﻢ ﺑﺄن ﻟﮭﻢ اﻟﺠﻨﺔ‬ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, jiwa dan harta mereka, dengan memberikan surga untuk mereka. (At-Taubah: 111). Demikianlah orang-orang generasi pertama memahami watak dakwah dan kandungan akidah Islam. Mereka berlomba dalam mempersembahkan pengorbanannya di segenap medan. Dalam hal persembahan materi, diriwayatkan dari Umar r.a., ia berkata, "Suatu hari Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kami untuk bersedekah." Kebetulan saya memiliki uang. Lalu saya berkata, "Hari ini saya akan mengalahkan Abu Bakar r.a. yang tidak pernah kukalahkan sehari pun." Maka saya datang dengan separo harta saya. Rasulullah Saw. menanyaiku, "Tidakkah kamu sisakan untuk keluargamu?" Saya jawab, "Saya masih sisakan untuk keluargaku." Beliau bertanya lagi, "Apa yang kamu sisakan untuk mereka?" Saya jawab, "Sejumlah ini." Maka datanglah Abu Bakar dengan seluruh harta miliknya. Rasulullah Saw. pun bertanya, [126] "Wahai Abu Bakar, apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?" Abu Bakar menjawab, "Saya sisakan untuk mereka, Allah dan Rasul-Nya." Lalu saya berkata, "Saya tidak pernah mengalahkannya sama sekali selamanya" (HR. Bukhari). Dikeluarkan oleh Ahmad dari Abdurahman bin Khabbab As-Salmi r.a., ia berkata, "Suatu saat Rasulullah Saw. berkhutbah untuk menyampaikan persoalan jaisyal-'usrah (pasukan sulit) yang perlu bantuan. Utsman bin Affan r.a. berkata, "Saya memiliki seratus unta dengan seluruh muatannya." Kemudian Rasulullah Saw. turun dari mimbar dan mengajaknya. Utsman r.a. berkata lagi, "Saya memiliki seratus unta lagi dengan seluruh muatannya." Abdurahman berkata, "Saya melihat Rasulullah Saw. bersabda – sementara tangan beliau digerakkan laksana orang takjub, 'Apa pun yang akan dilakukan setelah ini, maka ia tidak bakal mencelakakan Utsman."' Dikisahkan bahwa Suhaib Ar-Rumi r.a. ketika akan hijrah dihadang orang-orang kafir Quraisy. Mereka berkata, "Dulu kamu datang ke sini dalam keadaan papa dan hina. Di sini hartamu bertambah banyak seperti ini, lalu kamu mau pergi begitu saja dengan harta itu? Demi Allah, itu tidak boleh terjadi." Suhaib menyahut, "Bagaimana bila harta ini saya berikan kepada kalian, apakah kalian akan melepaskan aku?" Mereka menjawab, "Ya." Ia berkata, "Kalau begitu, ambillah harta ini untuk kalian." Tatkala berita tentang Suhaib sampai kepada Rasulullah, beliau pun berkomentar, "Suhaib sungguh beruntung,



Suhaib sungguh beruntung." [127] Syaddad bin Al-Had bercerita. Seorang Arab datang menghadap Nabi Saw. untuk beriman dan mengikutinya. Ia berkata, "Saya mau hijrah bersamamu." Maka para sahabat memberinya beberapa nasihat. Ketika usai Perang Khaibar, Rasulullah Saw. memperoleh banyak ghanimah lalu dibagi-bagikannya. Tidak lupa, beliau memberikan bagian kepada orang Arab tadi. Ketika ditawari bagiannya itu, ia berkata kepada Rasulullah Saw., "Bukan untuk ini aku mengikutimu, melainkan untuk dilempar tombak di sini (ia menunjuk lehernya dengan tombak) lalu aku mati dan masuk surga." Rasulullah berkata, "Bila engkau sungguh-sungguh karena Allah, Allah pasti mengabulkanmu." Lalu ia bangkit menerjang musuh. Akhirnya ia dibawa ke hadapan rasulullah dalam keadaan terbunuh. Rasulullah berkomentar, "Itukah dia?" "Benar," jawab para sahabat. Rasulullah bersabda, "Ia bersungguh-sungguh karena Allah, sehingga Allah mengabulkannya." Ungkapan ringkas, memuat soal perhatian dan kerja sukarela, bisa kita dapatkan pada apa yang pernah ditulis oleh Imam Hasan Al-Bana rahimahullah dalam kitabnya Mudzakirat Ad-Dakwah wa Ad-Daiyah, ia menulis. "Konsentrasi beramal merupakan awal langkah yang benar ketika dibutuhkannya. Akan tetapi, seyogianya para ikhwan jangan membebani Jamaah untuk menyelesaikan permasalahan mereka secara khusus. Seseorang yang mempersembahkan sesuatu untuk dakwahnya itu lebih baik daripada mengambil sesuatu darinya." Saya tidak ingin lebih jauh menunjukkan bukti-bukti [128] pengorbanan orang-orang terdahulu dengan jiwa dan raganya. Cukuplah kita kembali kepada buku-buku sirah Nabi dan sejarah Islam, niscaya akan kita dapatkan di sana lembaran-lembarannya yang penuh dengan hiasan nama mujahidin dan syuhada yang begitu merindukan surga dan siap menghadapi syahid di jalan Allah. .‫ﻣﻨﮭﻢ ﻣﻦ ﻗﻀﻰ ﻧﺤﺒﮫ وﻣﻨﮭﻢ ﻣﻦ ﯾﻨﺘﻈﺮ وﻣﺎ ﺑﺪﻟﻮا ﺗﺒﺪﯾﻼ‬ Di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggununggu dan mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya. (Al-Ahzab: 23). Betapa medan dakwah Islam membutuhkan introspeksi. Membandingkan hari-hari ini dengan hari-hari kemarin, membandingkan masa-masa kini dengan masa-masa lalu. Betapa perlunya para pemandu dakwah di setiap wilayah mencocokkan lembaran kehidupannyadengan lembaran emas kehidupan orang-orangyangtelah berlalu sebelum mereka, untuk mendapati bahwa perbedaannya sangat besar dan jaraknya demikian lebar. Inilah satusatunya rahasia setiap kegagalan dan faktor penyebab setiap kehancuran. Kita meminta kepada Allah ampunan dan kesehatan, baik di dunia maupun di akhirat. Hari ini, negeri-negeri Islam tengah diuji dengan langkanya orang-orang yang siap memberi dan melimpah-ruahnya orang-orang yang meminta. Dengan kata lain, grafik orangorang yang siap bederma dan berkorban kian menurun. Sesungguhnya upaya mempelajari fenomena ini dengan sendirinya secara bertahap mampu membangkitkan spirit jihad dan semangat bagi para pekerja dakwah. [129] Medan dakwah Islam tidak sekalipun membutuhkan orang-orang yang pamrih pada rezeki dan kemanfaatan duniawi belaka. Hanya perlu rasanya saya ingatkan bahwa pembicaraan saya ini tidak berhubungan dengan prinsip dasar sebuah konsentrasi kerja dakwah, tetapi hanya menyangkut macam dan caranya. Tentu saja gerakan Islam senantiasa sangat membutuhkan lembaga-lembaga yang secara khusus konsentrasi dalam urusan dakwah di segala bidang. Sedangkan memilih personel-



personel yang potensial untuk memenuhi tugas-tugas ini – sampai kapan pun – merupakan kewajiban berdasarkan syariat, berlandaskan kaidah "sesuatu yang tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib."



SUNGGUH-SUNGGUH DALAM MENJAGA NILAI-NILAI SYARIAT DAN DAKWAH Setiap amal harus ditegakkan di atas nilai-nilai akidah dan pemikiran yang benar. Ia harus ditopang oleh prinsip-prinsip politik dan gerakan yang berdasarkan syariat. Ia tidak boleh guncang hanya karena perubahan situasi dan kondisi. Para personelnya jangan sampai mengorbankan prinsip hanya karena alasan murunah (fleksibilitas) Islam dan ijtihad dalam rangka melakukan siasat memanfaatkan peluang. Sebuah gerakan, manakala menolerir pelanggaran terhadap sebagian saja dari nilainilai syariat, hakikatnya telah mempertaruhkan kepribadian dan kehormatannya. [130] Jadilah ia sebuah gerakan tanpa kepribadian dan kehormatan. Perjalanannya akan labil, langkahnya tersendat-sendat, dan bangunannya selalu terancam badai yang siap menghancurkannya setiap saat. Betapa banyak gerakan dakwah yang secara bertahap menerima tawaran dukungan pihak lain yang selanjutnya menjadikannya memiliki rasa ketergantungan. Sementara ia tidak merasa bahwa dukungan tadi secara berangsur-angsur bakal merontokkan bangunan secara keseluruhan beserta nilai-nilainya sekaligus. Pada saat terjadi perubahan besar, sebagian orang menolerir para dai yang melepaskan komitmennya atas sebagian nilai-nilai syariat dengan dalih mengembalikan kondisi normal secara bertahap, meskipun hal ini jelas bertentangan dengan timbangan Quran, sebagaimana firman Allah, ‫إن ﷲ ﻻ ﯾﻐﯿﺮ ﻣﺎ ﺑﻘﻮم ﺣﺘﻰ ﯾﻐﯿﺮوا ﻣﺎ ﺑﺄﻧﻔﺴﮭﻢ‬ Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah (dahulu) apa-apa yang ada dalam jiwa mereka. (Ar-Ra'd: 11). Selain itu, ada pula sebagian lainnya yang memperkenankan aplikasi sektoral atas manhaj Islam. Ini mengakibatkan munculnya fitnah di kalangan orang-orang Islam. Sementara di sisi lain, Islam beserta kaum Musliminnya tengah menghadapi upaya penghancuran secara total. Salah satu kenyataan yang tidak boleh dilupakan, bahwa gerakan Islam saat ini belum sampai membentuk apa yang dikatakan sebagai Jamaatul Muslimin yang dikehendaki oleh sabda Nabi Saw. Gerakan dakwah [131] harus bercita-cita mewujudkannya. Jika telah terwujud, kaum Muslimin hendaknya menghimpunkan diri kepadanya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan Islam. Satu hal yang perl u ditegaskan bahwa yang tidak berhimpun dengan gerakan Islam tidak lalu dikatakan sebagai orang murtad, hanya saja mereka mu-qashir (cacat) dalam menjalankan kewajiban syariatnya. 18) Salah satu prinsip gerakan Islam adalah memperuntukkan dakwahnya bagi semua orang, bukan hanya untuk kalangan tertentu saja. Tidak dilarang pula menghimpun orang-orang yang muqashir dalam beberapa ketaatan, sepanjang mereka masih memiliki rasa takut kepada Allah, menghormati sistem, dan baik dalam menjalankan ketaatannya. Gerakan dakwah bertugas mendidiknya dari dalam. Adapun orang-orang mulhid (ingkar kepada Tuhan), maka tidak ada toleransi baginya, sebagaimana pula orang-orang saleh yang tidak 18



Al-Hudhaibi: 185.



mau menghargai aturan dan tidak menghormati makna ketaatan, karena mereka tidak mendatangkan kebajikan bagi penegakan amal jamai. 19) Salah satu prinsip gerakan Islam adalah memandang kaum Muslimin, dengan segenap perbedaan mazhabnya, sebagai umah wahidah (umat yang satu). Ia berupaya menyatukan mereka dalam memahami hakikat Islam, sebagaimana tersebut dalam Al-Ushul Al-Isyrin. 20) Salah satu prinsip gerakan Islam adalah menganggap [132] kekuatan sebagai slogan Islam dalam segala aspek syariatnya. Tingkatan pertama kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman, setelah itu kekuatan kesatuan dan ikatan, kemudian kekuatan fisik dan senjata. Sebuah jamaah tidak bisa dikatakan kuat sehingga terpenuhinya unsur-unsur kekuatan tersebut. Manakala kekuatan fisik dan senjata dipergunakan sedangkan jamaah retak ikatannya, kacau-balau tatanannya, dan lemah akidah serta imannya, maka langkah jamaah itu akan berujung pada kehancuran dan kebinasaan. 21) Revolusi adalah fenomena kekuatan yang cukup dahsyat. Namun ia bukanlah sarana yang dibenarkan gerakan Islam, karena tidak bisa menjamin hasil yang positif dan manfaat. 22 ) Salah satu prinsip gerakan Islam yang lain adalah tiadanya ketergesaan dalam menapaki jalan. Barangkali langkah yang digariskan demikian panjang, sebab memang tidak ada jalan yang lain. Upaya kita adalah meraih target dengan waktu sependek mungkin namun dengan hasil yang maksimal. Adapun orang-orang yang tergesa ingin memetik buah sebelum matangnya, sebaiknya minggir saja dari jalan dakwah ini. 23) Salah satu prinsipnya adalah, gerakan Islam mengharapkan kebaikan bagi setiap lembaga Islam yang ada dan mendoakannya untuk memperoleh taufik di sisi Allah Swt. Jamaah memandang bahwa langkah terbaik [133] yang harus dilakukan adalah menjauhkan diri dari kesibukan menilai pihak lain, sementara kelemahan dirinya terlupakan. Umat ini membutuhkan kesungguhan dan jihad. Sedangkan waktu yang tersedia tidak memberi peluang untuk asyik meneliti dan mengoreksi orang lain. Setiap kita berada pada lapangannya masing-masing dan Allah beserta orang-orang yang berbuat ihsan. 24) Gerakan Islam selalu berusaha untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga dakwah yang lain. Ia berupaya untuk mendekatkan cara pandang dan memadukan perbedaan pola pikir. Seyogianya para pekerja dakwah tidak mudah direnggangkan oleh masalah-masalah fiqih dan perbedaan mazhab.



BANGUNLAH PENGUASAAN DAN PEMAHAMAN Setiap amal hendaklah ditegakkan di atas dasar kesadaran yang seutuhnya terhadap target, baik jangka pendek maupun jangka panjang, juga terhadap situasi dan kondisi yang melingkupinya, baik yang tersembunyi maupun yang ada di permukaan, selain juga paham akan situasi politik yang muncul, baik pada tingkat lokal, regional, maupun nasional. Bersamaan dengan itu, juga harus paham terhadap unsur-unsur kekuatan yang strategis serta langkah-langkah yang akan digariskan, yang perlu disebarluaskan maupun yang harus disembunyikan. Selain itu, ditambah pula dengan upaya menganalisis 19



Da'watuna, Al-Mudzakirat, dan Mu'tamar Tsalits oleh Imam Syahid. Al-Mudzakirat: 170, Abdul Halim: 41, dan Risalah At-Ta'alim 21 Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis oleh Imam Syahid. 22 Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis wa As Sadis. 23 Risalah Al-Mu'tamar Al-Khamis. 24 Al-Mudzakirat. 20



berbagai kekuatan yang mungkin dimilikinya. [134] Betapa banyak gerakan dan tatanan yang secara bertahap menuju kehancurannya lantaran kurangnya pemahaman dan tiadanya kesadaran akan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia menganggap telah berbuat baik padahal hakikatnya belum melakukan sesuatu yang berarti. Wajib dicatat bahwa langkah yang digariskan oleh suatu negara, organisasi gerakan, dan tatanan jihad tidaklah tetap dan permanen. Ia berganti-ganti dan berubah-ubah mengikuti kemaslahatan yang ditargetkan. Suatu saat terkadang harus secara infiradiy (individual), namun di saat lain secara jama'iy (kolektif). Terkadang langkah darurat ditetapkan pada suatu waktu, langkah permanen ditetapkan pada waktu yang lain. Dari sinilah gerakan Islam wajib menyingkap pemicu berbagai bentuk pertikaian dan pergerakan yang terjadi di berbagai negeri, agar mampu memetakan situasi politik yang bervariasi, lalu menentukan titik-titik rawan yang terdapat pada dinamika kehidupan politik yang bergerak. Dari sana bisa ditetapkan sikap-sikap yang tepat dalam menghadapi kejadian dan peristiwa dengan mempertimbangkan potensi yang ada. Gerakan Islam hendaknya juga mempelajari segala sesuatunya, sampai makna slogan, sejauhmana relevansinya dengan situasi dan kondisi, juga kemampuannya merealisasikan sebelum ditetapkan. Apabila tidak demikian dikhawatirkan slogan-slogan yang digembargemborkan itu hanya menghujat diri, akhirnya bisa menodai makna dan kandungannya. Sebagai gerakan Islam, hendaknya terus mengkaji [135] secara mendalam sikap-sikap politik, pemikiran, maupun sosialnya sebelum ia ditetapkan. Selain perlu juga senantiasa mengevaluasi relevansi kebijaksanaan-kebijaksanaannya dengan patokan-patokan nilai, strategi, maupun tahapan-tahapannya. Juga tidak kalah pentingnya menimbang kelayakan-kelayakannya bagi situasi kini dan mendatang. Betapa banyak gerakan yang mengalami guncangan akibat kontradiksi berbagai keputusan politik yang ada dan kontradiksi antara keputusan politik tersebut dengan nilai-nilai akidah maupun pemikiran yang menjadi landasannya. Betapa banyak pula kelompok dakwah yang secara berangsur terperangkap dalam kekeliruan, ketidakjelasan arah, pertikaian sesama, dan lain-lainnya karena berpijak pada keputusan-keputusan yang hanya menuruti emosi tanpa dikaji secara matang sebelumnya. Dalam jamaah, seseorang tidak dibenarkan sedikit pun memutuskan sikap tertentu kemudian mengumumkannya, bagaimanapun mendesaknya, sebelum dimusyawarahkan, dikaji, dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat para tokoh pemimpin maupun para ahli. Gerakan Islam yang menghadapi konspirasi dunia yang memiliki berbagai sarana, cara, dan strategi, sangat membutuhkan sikap disiplin dengan berbagai prinsip dan landasan tersebut di atas sebelum lain-lainnya. Karena hal-hal itulah yang menjadi objek sasaran konspirasi kaum jahiliah. Mereka akan melumpuhkan itu semua dengan tatanan dan kekuatan militer yang mereka miliki di seluruh dunia. [136]



STRATEGI DAN ORGANISASI Seluruh aktivitas hendaknya ditegakkan di atas perencanaan (takhthit) dan manajemen (tanzhim), dengan melibatkan seluruh anggota dalam memikul tanggung jawab, dan menempatkan personel sesuai dengan kompetensinya. Selain itu, ciptakan interaksi yang memuat pujian dan sanksi untuk memberi dorongan dan penghormatan kepada siapa saja



yang berprestasi baik dalam melakukan tugas, dan memberi sanksi kepada siapa saja yang keliru dengan hukuman yang sekiranya menjadikannya lebih baik dan sadar. Bersamaan dengan itu, dibutuhkan adanya pendidikan dan pembinaan. Yang demikian itu karena perencanaan dan manajemen dengan sendirinya membutuhkan para perencana dan manajer (penata). Tidak setiap orang layak memegang tanggung jawab ini, betapa pun ia seorang pakar syariat, cendekiawan, mubalig ulung, penulis andal, tidak juga pemikir. Orang yang memegang tanggung jawab ini harus seseorang yang memiliki potensi organisasi lebih dahulu, kemudian dilengkapi dengan pengalaman dalam urusan dan teori-teori manajemen. Gerakan Islam hendaknya juga pandai-pandai memanfaatkan setiap produk teknologi masa kini, terutama ilmu-ilmu jurnalistik dengan seluruh sarananya; bagaimana menyusun strategi penulisan, penataan administrasi, menu rubrik, pengolahan data dan informasi, dokumentasi, dan lain-lain. Sesungguhnya, sebuah gerakan yang memiliki [137] sarana-sarana yang menumbuhkan pemahaman, baik pemikiran maupun politik, akan mampu menciptakan strategi dan menetapkan sikap-sikap politisnya dalam kerangka pemahaman, baik secara global maupun terperinci. Selain itu, ia harus memiliki kematangan untuk menghadapi tantangan-tantangan masa kini, baik yang terprogram maupun yang datang secara tiba-tiba. Dari sinilah Islam menyeru kita untuk menyiapkan segala unsur kekuatan sebagaimana firman-Nya, ... ‫وأﻋﺪوا ﻟﮭﻢ ﻣﺎ اﺳﺘﻄﻌﺘﻢ ﻣﻦ ﻗﻮة‬ Dan siapkanlah olehmu untuk menghadapi mereka segala sesuatu dari kekuatan (Al-Anfal: 60). Dalam hal potensi analisis, gerakan Islam kini tengah diuji dengan kemunduran dalam aspek tersebut, selain potensi pemikiran dan penataan. Hal itu secara umum belum sesuai dengan apa yang dituntut oleh syariat dan zaman. Yang dimaksud dengan kemunduran di bidang pemikiran dan penataan ini, yakni tidak menguasainya metodologi pemikiran maupun manajemen, bahkan sering lepas dari padanya. Misalnya dalam merumuskan logika prioritas atas apa yang sedang dan akan dikerjakan. Akibatnya, aktivitas, sikap, dan geraknya sering sporadis, tidak berdasarkan pertimbangan terlebih dahulu, bahkan sering bertabrakan dengan logika alfabeta gerakan. Kemunduran pemikiran dan manajemen (penataan) juga berarti ketidakmampuan menyusun dan membagi proyek, aktivitas, dan strategi dalam persepektif kaidah-kaidah yang benar dan lurus, sehingga menjadikannya tumpang-tindih dan tidak seimbang. [138] Artinya, cacat dalam aspek pemikiran dan manajemen (penataan) berarti cacat dalam amal Islam dan pada gilirannya mengakibatkan cacat, mundur, dan gagalnya gerakan Islam dalam mengemban misinya.



PERHATIKAN KELENGKAPAN DAN KESEIMBANGAN Amal islami ditegakkan di atas prinsip saling melengkapi dan seimbang. Tidak ada bagian aspek yang mendominasi aspek lainnya, atau tumpang-tindihnya satu bagian dengan yang lain. Dominasi satu bagian atas yang lain akan mengakibatkan tubuh gerakan berjalan limbung, tidak seimbang. Gerakan Islam memiliki tujuan-tujuan pokok, yang menjadikannya menuntut perhatian lebih serius daripada aktivitas yang lain, yaitu perhatian mewujudkan keseimbangan dalam setiap bidang garapnya.



Aktivitas pendidikan (tarbiyah) wajib memperoleh perhatian istimewa, betapapun dinamisnya perjalanan gerakan secara umum. Manakala aktivitas ini mengalami kemacetan, kemunduran, atau kelemahan, maka pasti akan terlihat dampak-dampak negatifnya dalam bangunan gerakan, cepat atau lambat. Aktivitas politik wajib dikonsentrasikan pada proyek Islam untuk merealisir tujuan-tujuan Islam yang jelas dan terprogram. Tentu saja semua itu ditegakkan dalam kerangka nilai-nilai akidah dan syariah yang diakui (mu'tamad). Aktivitas sosial wajib ditegakkan dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan Islam. Tentu saja dalam perspektif [139] nilai-nilai akidah dan syariat. Begitulah semestinya setiap aktivitas yang lain dalam kondisi bagaimana pun. Setiap celah pada aspek-aspek ini atau yang lainnya, pada akhirnya akan membuat gerakan dakwah berjalan tidak seimbang dan mengundang kehancuran serta kebinasaan. Kita memohon kepada Allah Swt. hidayah dan petunjuk-Nya. Akhir seruan kami adalah Al-hamdu lillahi rabil 'alamin. [140]