Ryoushin No Shakkin Volume 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Judul: Ryoushin no Shakkin wo Katagawari Shite Morau Jouken wa Nihon’ichi Kawaii Joshikousei to Issho ni Kurasu Koto Deshita Penulis: Megumi Amane Ilustrator: Kakao Gendre: Comedy, Echhi, Romance, School Life, Slice of Life Diterjemahkan Oleh: Libby Translation Dibuat Ke PDF Oleh: Maeru Novel



Bab 1 Kau Tidak Akan Pernah Tahu Apa Yang Akan Terjadi Dalam Hidup



“Hei, Yuya. Di mana ayahmu sekarang?” Aku, Yoshizumi Yuya, yang lagi duduk di ruang tamu rumahku dihadapkan oleh sekelompok pria berwajah menyeramkan yang bersetelan jas serta berkacamata hitam dengan bekas luka di pipinya. Bagi kebanyakan orang, mereka tampak seperti sekelompok orang yang berbahaya. “Aku tidak tahu dia dimana, aku baru saja pulang dan tau-tau menemukan ini ditinggalkan di atas meja...” Aku menyerahkan catatan yang ada di atas meja kepada orang yang terlihat seperti bos dari kelompok menakutkan ini. Begitu dia melepas kacamata hitamnya dan selesai membaca apa yang tertulis di diatas catatan itu, bahunya mulai bergetar. Oh, dia pasti sedang marah sekarang. “Bajingan itu...dia melarikan diri...! Dan dia bahkan meninggalkan putranya sendirian! Sungguh tidak tahu malu!” Kau tidak akan pernah tahu apa yang mungkin terjadi dalam hidup. Itulah yang ayahku biasa katakan kepadaku. Dia biasanya terus-terusan menggunakan tuntutan tren pasar yang terbaru dengan harapan mendapatkan keuntungan, namun sayangnya dia selalu tertinggal satu langkah di belakang yang lain. Jadi, pada saat dia baru memulai, barang-barang mahal sudah ketinggalan zaman dan pada akhirnya dia hanya memiliki barang dagangan yang belum terjual. dengan banyak hutang. Apa hal terakhir yang dia coba ya? Kupikir itu Tapioka, tapi sejujurnya aku tidak ingin mengingatnya. Kecakapannya buruk dan dia tidak memiliki kemampuan untuk berdagang, seseorang yang tidak memiliki harapan tapi sangat dicintai oleh ibuku.



Wajah ibuku awet muda dan sepertinya tidak akan pernah menua. Bahkan saat kami berjalan berbarengan, terkadang orang-orang mengira kalau kami itu kakak-adik. Dia begitu cantik dan juga juru masak yang baik, jadi sebagai putranya, aku merasa sangat bangga terhadap ibuku. Makanya dulu aku pernah bertanya kenapa sih kok dia mau menikah dengan orang yang tidak berguna itu, eh taunya dia menjawabku dengan malu-malu: “Yah, bukankah rasanya menyenangkan melihat seseorang yang tolol bekerja keras dengan caranya sendiri yang tolol? Ibumu menyukai pria seperti itu.” Cinta mampu membuat seseorang menjadi buta, itulah apa yang orang-orang sering nyatakan. Setiap kali aku melihat orang-orang yang bekerja keras, aku tidak punya apa-apa selain rasa hormat terhadap mereka. Hanya saja dalam kasus ayahku, dia benar-benar sudah melampui batas, sampai-sampai aku ingin berkhotbah kepadanya bahwa ‘Manusia harus belajar dari kesalahan mereka.’ Namun sebenarnya, satu-satunya orang yang benar-benar perlu untuk dikhotbahi adalah diriku sendiri. Aku sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepada ayahku, yang memulai bisnis baru dan gagal serta menumpuk hutang, dan juga kepada ibuku, yang mendukung dan mendorong suaminya, Hasilnya ya, kekacauan yang kualami saat ini. “Taka-san. Berapa banyak uang yang kalini ayahku pinjam?” “Ahh? Tidak, aku tidak bisa menyalahkanmu karena tidak tahu. Coba lihat...yah, sekitar 30 juta. Ayahmu terus-terusan meminjam uang dan berjanji akan mengembalikannya, dengan demikian, utang itu terus bertambah seiring waktu.” Sambil mengatakan itu, Taka-san dan kelompoknya menyesap teh mereka. Oh, aku lupa menyebutkannya, tapi aku tidak takut dengan orang-orang ini. Aku sudah mengenal Omichi Takashi alias Taka-san sejak aku masih SD. Dia adalah pria yang kuat dan memiliki pekerjaan yang berat, namun dia baik padaku, bagiku dia itu sudah seperti kakakku sendiri. “Kotaro sialan itu. Kau akhirnya meninggalkan Yuya dan lari ke luar negeri. Dan terlebih lagi, kau menyerahkan sisanya kepada pengacara? Memangnya kau pikir seberapa jauh kau bisa melakukan itu, bangsat!?” Saat aku pulang, aku tidak melihat ibuku di rumah dan lampu dimatikan. Begitu aku masuk ke kamar sambil bertanya-tanya apa yang terjadi, aku menemukan ada surat yang diletakkan di atas meja, yang bertuliskan:



—Yuya! Aku tahu ini memang tiba-tiba, tapi ayah dan ibumu telah memutuskan untuk pindah ke luar negeri! Tampaknya Jepang terlalu kecil untuk kami! Jadi untuk saat ini, kami akan mendapatkan jackpot di kasino Vegas, maka dari itu nantikan saja ya! Jangan khawatir, aku punya teman pengacara yang akan mengurus sisanya! Sampai jumpa!—. Sejujurnya aku meragukan ucapan ayahku, tapi dia pasti serius karena barangbarang ibu dan ayahku sudah tidak ada di rumah. Sekarang apa yang harus kulakukan sendirian begini? Saat aku bingung harus berbuat apa, Taka dan temantemannya datang, dan menciptakan situasi ini. “Meskipun kau dilahirkan dari pasangan seperti itu, Yuya, kau tumbuh dengan baik. Bukankah ini keajaiban? Tidak, mungkinkah itu berkat diriku?” “Haha...yah, setidaknya aku mengetahui bahwa orang tuaku adalah orang terburuk di sekitarku. Lebih penting lagi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Taka-san?” “Ah, itu. Seperti yang bisa dibayangkan, ayahmu tidak melunasi utangnya, dan aku tidak dapat membantumu menghadapi situasi ini lagi. Aku harus membawamu bersamaku.” Taka mengatakan ini dengan ekspresi canggung di wajahnya, Semua rekanrekannya juga memalingkan muka. …Aku mengerti, saat ini akulah yang harus memikul hutang kendati ayahku yang tidak berguna, dan itu juga mungkin tidak dengan cara yang benar. Jika itu masalahnya, apa hidupku akan berakhir di sini dan saat ini? “Yakinlah, Yuya. Aku sudah membujuk ayahmu untuk membiarkanmu tinggal bersamaku. Aku akan melakukan semua yang kubisa untuk memastikanmu hidup dengan baik, jadi jangan khawatir.” “Itu benar, Yuya! Hal yang terbaik bagimu saat ini adalah tetap menjadi seperti dirimu yang biasanya, seorang siswa SMA biasa!” “Jangan menjadi orang seperti kami, Yuya!” Taka-san menggigit bibirnya dan mengatakan ini dengan ekspresi tegas di wajahnya. Rekan-rekannya yang lain juga mengikuti, mengepalkan tangan mereka dan menyemangatiku. Wajah mereka tidak membuatku takut. Yah, memang sih mereka memiliki wajah yang menakutkan, tapi mereka benar-benar orang yang baik. Mungkin itu juga jadi salah satu penyebab ayahku begitu terbawa suasana dengan mereka.



“Oke. Maaf sudah membuat ini tiba-tiba, tapi kau harus ikut denganku. Aku, tidak, kami akan memperlihatkanmu bagaimana dogeza yang sempurna.” (Dogeza: Postur permintaan maaf terbesar di Jepang.) Aku menghargai isyaratnya, tapi kalimat yang menyertainya terdengar sangat tumpang tindih, Taka-san! Dengan senyum pahit di wajahku, aku bangkit dan menuju dapur untuk mencuci piring dan cangkir yang telah diminum semua orang. Ding dong—. Bel berbunyi menandakan datangnya pengunjung. Siapa itu? Masih terlalu dini untuk pengumpulan surat kabar. Apa itu pengacara agama? Tidak, aku sudah mengusir mereka berkali-kali. Aku juga sudah membayar layanan k-vision, jadi siapa itu? Ding dong—, Ding dong—. Setelah dua atau tiga kali, jeda di antara bel berangsur-angsur memendek. Akhirnya, setelah setiap terdengar bunyi bel, paduan suara dari bel berikutnya juga akan berdering. Saking kerasnya sampai-sampai Taka-san dan aku harus menutupi telinga kami. Aku tidak punya pilihan selain merespon,.. “Ya, ya! Aku datang! Siapa itu!?” Aku membuka pintu depan, merasa sedikit kesal karena rentetan ding-dong. Orang yang berdiri di sana… “Halo, Yoshizumi-kun. Aku datang kesini untuk membantumu.”



Gadis di depanku memiliki rambut hitam yang panjang, lurus, dan jernih yang mengingatkanku pada langit malam. Matanya yang seperti mutiara berkilau seperti anak kucing. Agak tidak sopan untuk membandingkan dirinya dengan model-model yang sering terlihat di majalah, bagaimanapun juga, dirinya tampak seperti dewi dari lukisan terkenal. “Hitotsuba Kaede?”



Hitotsuba Kaede, putri sekolah kami, seorang yang memenangkan Grand Prix di Kontes Wanita Nasional SMA dan terpilih sebagai gadis SMA tercantik di Jepang, berdiri di sana sambil tersenyum.



Bab 2 Gadis Paling Imut Di Jepang Punya Lidah Yang Beracun



Hitotsuba Kaede. Kurasa tidak ada siswa/i di SMA Meiwadai tempatku bersekolah yang tidak tahu namanya. Jika memang ada orang yang seperti itu, maka itu adalah orang benar-benar buta informasi. Bagaimanapun juga, setelah memenangkan Grand Prix di Kontes Wanita Nasional gadis SMA yang diadakan pada bulan Desember tahun lalu, dia sebut sebagai gadis SMA tercantik di negara Jepang. Sejak awal, Hitotsuba-san merupakan gadis tercantik di sekolah, dengan penampilan dewasa dan proporsi yang jauh melebihi siswa/i SMA manapun. Bahkan senyumannya yang memikat baik itu pria maupun wanita seringkali digambarkan sebagai senyuman seorang dewi. Aku juga salah satu orang yang mengaguminya. “Ada apa, Yoshizumi-kun? Wajahmu merah tahu. Mungkinkah kau lagi flu!? Itu buruk! Kau harus segera pergi ke rumah sakit--!” “Tidak, tidak apa-apa! Aku tidak flu! Aku sehat kok!” “Apakah begitu...? Tapi untuk berjaga-jaga, aku akan memeriksanya.” 'Whoaaa!' Aku berteriak dengan kasar, tapi itu mau bagaimana lagi. Itu karena Hitotsuba-san melepas sarung tangan yang dia kenakan dan meletakkan tangannya yang indah, yang sebersih salju murni, di dahiku. Suhu tubuhku melonjak saat aku merasakan kehangatan yang sejuk tapi pasti terpancar dari telapak tangannya. Aku merasakan diriku terbakar, dan bukan hanya di pipiku, tapi seluruh tubuhku. Namun, dia sama tidak peduli dengan kegugupanku dan setelah beberapa saat, dia memiringkan kepalanya seolah memikirkan sesuatu. Itu saja sudah merupakan



gerakan yang sangat imut, tapi dengan pipinya yang digembungkan, kekuatan penghancurnya menjadi berlipat ganda. “Hmm… dahimu agak panas loh? Lebih baik kau pergi ke rumah sakit…” “Tidak, aku tidak apa-apa! Itu hanya imajinasimu! Lihat, aku yakin itu karena sampai sekarang aku berada di ruangan berpemanas! Daripada itu, ngapain kau datang ke rumahku? Apa yang kau maksud dengan bantuan?” “Oh! Itu benar. Yoshizumi-kun, apa aku boleh masuk ke rumahmu?” Aku berharap aku bisa menolaknya dengan sopan. Karena saat ini, termasuk Takasan ada sejumlah pria yang sudah ada di dalam rumah, apalagi mereka semua saat ini mengenakan setelan yang memancarkan aura dominan dan menekan. Aku tahu mereka adalah orang-orang yang baik meski penampilan mereka sedikit menakutkan. Namun, jika aku bertemu dengan mereka untuk pertama kalinya, aku akan menderita stroke. Itu sebabnya sebisa mungkin aku ingin menghentikannya untuk masuk, tapi... “Hei, Yuya. Apa kau kedatangan tamu? Maaf, tapi tolong suruh tamu itu untuk pulang dan datang lagi nanti. Karena sekarang kita akan pergi.” Timing lu buruk cuk. Kenapa kau malah datang ke pintu masuk pada waktu yang unik ini, Taka-san! Padahal aku baru saja akan memintanya pergi karena aku tidak mau Hitotsuba-san melihatmu! Tapi Hitotsuba-san, yang menghadapi penampilan menakutkan Taka-san, sama sekali tidak ragu untuk tersenyum seperti dewi di hadapannya. “Waktu yang tepat. Aku ingin berbicara denganmu, Omichi Takashi. Tidak, akankah lebih baik memanggilmu Omichi-san, pemimpin muda klan Haratsu?” Dia segera melemparkan bom kepada kami. Bagaimana bisa dia tahu klan yang diafiliasi oleh Taka-san, bahkan sampai ke posisinya! Harusnya kan dia tidak menjadi bagian dari dunia berdarah seperti itu! Bahkan Taka-san, yang tadinya bersikap ramah, sekarang memiliki kilatan niat membunuh di matanya. “Ta-Taka-san! Tenanglah! Jangan menunjukkan wajah yang seram itu! Dulu saat kau bekerja di kedai yakisoba di sebuah festival, apa kau lupa kalau ada anak kecil yang langsung berlari sambil nangis ketika melihat wajahmu yang menyeramkan!? Kan kau sudah bersumpah kalau kau akan menjadi pria yang baik setelah itu!”



“Maaf, Yuya. Itu adalah cerita yang berbeda dari yang satu ini. ...Hei, nona muda. Kau sepertinya memakai seragam yang sama dengan Yuya...katakan padaku, siapa dirimu?”



Kakakku Taka-san, yang sangat baik padaku beberapa saat yang lalu, telah menghilang, dan yang berdiri di sana adalah Omichi-san, pemimpin muda dari klan tersebut. Dia bertanya pada Hitotsuba-san dengan tekanan yang sama seperti yang akan dia lakukan terhadap ayahku. Tapi gadis itu sama sekali tidak bergeming dan menjawab: “Namaku Hitotsuba Kaede. Oh, kau tidak perlu mengingat nama itu. Faktanya, aku tidak merasa kau bahkan dapat mengingat itu, jadi segera lupakan.” “Oh? Apa kau memperlakukan sebagai orang yang tolol?” “Yah, apa yang harus kukatakan tentang dirimu ya? ...Kau terlihat seperti orang yang hanya memiliki satu sel otak, yang berpikir jika kau melihat orang lain dengan tampilan seperti itu, mereka akan menjadi ketakutan. Oh, aku tidak bermaksud kasar. Tapi membandingkanmu dengan organisme bersel tunggal sebenarnya benar-benar tidak menghormati semua organisme bersel tunggal yang ada di dunia ini. Maafkan aku. Selain itu, dasimu itu terlihat sangat norak.” Kenapa kau malah tertawa dan memprovokasi seperti itu, Hitotsuba-san! Taka-san sebenarnya adalah pekerja yang sangat baik, begitu baik bahkan dia menjadi orang nomor dua di klannya di usia muda! Tapi, tolong jangan tanya aku pekerjaan apa yang dia lakukan. Aku juga tidak ingin tahu. “...Hahaha. Untuk penampilanmu itu, lidahmu cukup beracun ya! Kalau bukan karena dirimu adalah kenalannya Yuya, aku sudah menghukummu dengan banyak cara, tahu? Tapi, untuk kali ini aku akan mentolerir kata-katamu!” Oh tidak, terlepas dari kata-katanya, Taka-san sudah berkaca-kaca dan terlihat sangat murung, aku khawatir dia tidak sekuat yang apa yang tergambarkan dari penampilannya. Tapi dalam pembelaannya, itu bukan tidak masuk akal. Ketika seorang gadis cantik yang baru saja kau temui menghinamu, dan akhirnya mempermalukanmu karena mengenakan dasi ungu norak yang menurutmu akan terlihat bagus untukmu dan akan sesuai dengan selera fashionmu, kau pasti ingin menangis, kan? Ya, aku sih juga akan menangis.



“...Hei, Yuya. Kau juga berpikir kalau ini aku tolol, kan? Aku bisa tahu itu dari melihat wajahmu.” Seriusan nih itu benar-benar terlihat? Tidak, tidak, aku tidak berpikir kau ini orang yang tolol, Taka-san. Malahan, aku sangat menghormatimu. “Huh…Hitotsuba Kaede, kan? Kau sudah cukup ngebacot, tapi kau masih belum menjawab pertanyaanku. Aku akan bertanya lagi. Siapa dirimu?” “...Hitotsuba Yoichiro. Nama itu pasti terdengar tidak asing bagimu, kan?” Mendengar nama itu, aku tidak bisa memikirkan apapun. Aku punya firasat bahwa itu adalah ayah Hitotsuba-san atau orang lain yang berhubungan dengannya, tapi Taka-san sepertinya tahu siapa orang itu. Wajahnya, yang menjadi merah padam karena amarah dan kesal, dikejutkan, perlahan membiru. “Direktur Biro Investigasi Kriminal Badan Kepolisian Nasional...! Apa dirinya adalah ayahmu?” “Tidak, Yoichiro-san adalah pamanku. Tapi seperti ayahku, dia sangat menyayangiku. Aku yakin dia akan sedikit menyalahgunakan otoritasnya jika aku memintanya.” “Tunggu! Apa yang kau inginkan dari kami?” “Sederhana saja. Jangan pernah terlibat lagi dengan Yoshizumi-kun. Tentu saja, aku tidak mengatakan kalau kalian harus pergi dengan tangan kosong. Jumlah uang yang dipinjam orang tua Yoshizumi-kun dari kalian, seluruhnya 36.067.977 yen. Termasuk bunga; semua itu akan ditransfer nanti. Jadi jangan pernah terlibat dengan Yoshizumi-kun lagi.” Woi, woi, woi. Aku mendengarkan semua ini dengan tenang, tapi ceritanya menjadi semakin serius! Mungkinkah paman Hitotsuba-san adalah orang yang sangat penting di Badan Kepolisian Nasional, dan Hitotsuba-san ingin menanggung hutang besar yang ditumpuk oleh ayahku? Dan itu adalah jumlah uang yang gila! Bagaimana hutang ini bisa ditangani seperti itu? Aku sangat bingung sampai-sampai aku tidak bisa memikirkan hal lain. Coba pikirkan, tepat ketika aku putus asa karena orang tuaku telah melarikan diri ke luar negeri dan aku harus mulai bekerja untuk sebuah klan pada usia 16 tahun untuk membayar kembali hutang ayahku, teman sekelasku yang telah terpilih sebagai gadis SMA tercantik di Jepang datang, dan dengan wajah dingin, dia memperlakukan tuan muda klan sebagai orang tolol, dan untuk melengkapi itu, dia menawarkan



untuk melunasi hutang yang kutanggung! Dua kalimat itu sangat panjang dan tidak berurutan karena aku benar-benar bingung dengan situasi ini. Bukankah kalau itu dirimu juga akan panik? Tapi itu saja belum berakhir, itu karena orang lain muncul. “Hei, Kaede. Sudah kubilang untuk jangan mendahuluiku...!” Orang yang dengan santuy melangkah masuk bahkan tanpa membunyikan bel terlebih dahulu adalah seorang wanita cantik yang terlihat seperti Hitotsuba versi dewasa. Dia pasti sedang terburu-buru, karena meskipun lagi di tengah-tengah musim dingin, dahinya dibasahi keringat. “Maaf. Namaku Hitotsuba Sakurako, ibu dari Hitotsuba Kaede yang berdiri di sini, dan seorang pengacara.” …Orang yang kupikir adalah saudarinya ternyata adalah ibu Hitotsuba-san.



Bab 3 Ibu dan Anak Gak Ada Bedanya



Hitotsuba Sakurako, ibu Hitotsuba-san, adalah seorang wanita yang bertubuh ramping dan sedikit lebih tinggi dari Hitotsuba-san. Rambut coklat kemerahannya dipotong sampai ke bahu. Dia memiliki wajah yang cantik dengan alis yang anggun, membuat dirinya terlihat seperti seorang dewi perang yang membawa kemenangan bagi sekutunya kendati dewi kecantikan. “Omichi-san, pemimpin muda klan Harazu. Sepertinya kalian telah melakukan bisnis yang sangat curang.” Ekspresinya tenang. Tapi nada suaranya terdengar setajam pedang dan terasa seperti tidak ada yang bisa lolos dari pedang tak terlihat yang mengarah ke tenggorokan mereka. Bahkan aku, yang tidak terlibat langsung dalam insiden itu, bisa merasakan tekanannya, jadi Taka -san, yang langsung menghadapinya, mungkin merasa ketakutan. “A-apa maksudmu? Kami hanya ingin meminta kembali uang yang kami pinjamkan. Tapi ayahnya melarikan diri ke luar negeri tanpa membayar kembali apa yang dia



pinjam dari kami. Jadi meskipun apa yang kami tidak bertanggung jawab, kami tidak punya pilihan selain untuk meminta bayaran darinya, kan? Bukankah seharusnya begitu?!” Oh, apakah dia secara mengejutkan berhasil mempertahankan ketenangannya? Tidak, itu tidak mungkin benar untuk Taka-san. Dilihat baik-baik, dahinya bersimbah keringat dingin dan sudut mulutnya sedikit bergetar, jelas dia hanya berusaha untuk bersikap keras. Itu persis seperti saat Taka-san menjalankan kedai yakisoba di sebuah pameran. Saat itu dia pikir dirinya tersenyum saat memberikan barang, tapi dia terlihat seperti iblis Jepang Hannya-A yang menakutkan bagi anak-anak! Mereka ketakutan dan menangis, membuat dirinya merasa sangat sedih setelah itu, sehingga dia harus menahan air matanya! “Tidak ada logika seperti itu. Faktanya, bisnis peminjaman uang yang kalian lakukan di luar batas dalam segala hal. Kalian tidak membicarakan perihal suku bunga atau semacamnya, kan? Kalian sadar bahwa kalian melanggar hukum, kan?” “Ha! Bagaimana aku bisa meminjamkan uang jika aku takut pada sesuatu seperti itu! Terus apa, kau akan melakukan apa terhadap kami, nyonya pengacara? Atau, apa kau akan memberitahu atasan di departemen kepolisian? Ayo? Apa yang kau akan lakukan?”



Oh. Taka-san telah membuat keputusan terakhirnya. Meskipun aku yakin jantungnya berdebar kencang, dan dia bermandikan keringat dingin, itu adalah prestasi yang mengesankan baginya. Dalam hatiku, aku meneteskan air mata untuk Taka-san dan bertepuk tangan untuknya. Tapi bagi ibu Hitotsuba-san, Taka-san tidak lebih dari keroco di awal perang. Takasan seperti musuh tutorial yang dia tidak akan pernah kalah darinya. “'Ayahku adalah pria yang paling keren di Jepang.’ Fufufu, dia benar-benar putri yang imut, bukan?” Bahkan tanpa ragu-ragu, dia langsung memberikan serangan mematikan ke musuhnya! Menyadari apa yang baru saja dia katakan, wajah Taka-san menunjukkan tandatanda kaget. Aku mencoba yang terbaik untuk menahan tawaku.



“'Ayahku bekerja keras setiap hari untuk ibuku dan aku. Dia meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Tapi dia selalu memberi ciuman selamat tinggal dan ciuman selamat malam di pipiku. Dan kalau dengan ibu, itu langsung ciuman di bibir.' Ya ampun, bukankah itu terlalu banyak stimulasi untuk putrimu yang masih kelas satu?” “K-K-Kau…! Bagaimana bisa kau mengetahui itu…!” “Jika aku melakukan ciuman panas di depan anakku…aku ingin tahu seperti masa depannya nanti…” Seolah-olah diluncurkan setelah serangan ibunya, Hitotsuba-san melepaskan serangannya sendiri, Duo ibu dan anak ini memang menakutkan. Taka-san menjauh dari mereka; mulutnya terbuka-tutup seperti ikan yang mencaricari oksigen. Benar, Taka-san sangat menyayangi putrinya, Rika-chan. Ia juga sangat mencintai istrinya. Nah, bagaimana aku bisa mengetahui ini? Itu karena aku sudah beberapa kali ke rumah Taka-san. Rika-chan benar-benar imut, dia pasti akan populer di masa depan, aku yakin itu. “Tapi Omichi-san. Untuk istrimu, apalagi putrimu yang menyayangimu, kau hanya mendeskripsikan pekerjaanmu sebagai pegawai kantoran biasa. Apa yang akan terjadi jika mereka tahu yang sebenarnya?” “Oh, itu...itu... tidak! Istri dan anakku tidak ada hubungannya dengan itu!” “Ya, dan menurutku itu sama. Hutang yang ditinggalkan oleh orang tua Yoshizumi Yuya harus dibayar oleh orang tuanya. Yoshizumi Yuya tidak bertanggung jawab untuk itu.” Aku tidak tahu banyak tentang hukum. Kupikir jika orang tuaku membuat masalah bagi Taka-san dan yang lainnya, maka aku, yang merupakan anak merekalah yang harus membersihkan kekacauan mereka. Selain itu, Taka-san telah sangat baik padaku. Dia sudah seperti kakak bagiku. “Tapi itu tidak akan meyakinkanmu atau atasanmu, jadi ayo buat kesepakatan.” Dengan mengatakan itu, ibu Hitotsuba-san mengeluarkan secarik amplop dari tas yang dia pegang. Taka-san menerimanya dan memeriksa isinya dengan tatapan waspada. Setelah melihat sekilas, ekspresi terkejut bisa terlihat di wajahnya.



“Apa kau… gila? Maksudku, kau ini bukan sembarang pengacara, kan?” “Tidak, aku benar-benar hanya seorang pengacara, tahu? Hanya saja suamiku sangat kaya.” Senyuman yang ditunjukkan ibu Hitotsuba-san sangat mempesona, namun pancaran dan pesonanya terasa seperti bunga mawar yang berduri. Mawar seperti itu bisa berakibat fatal bagi seseorang jika disentuh dengan sembarangan. Ini adalah pertama kalinya aku melihat senyuman yang mempesona seperti itu, dan setelah menggaruk kepalanya beberapa kali, Taka-san mengangkat tangannya untuk menyerah. “Baiklah. Jika kau tidak masalah dengan ini, maka kesepakatan ini disepakati. Aku tidak akan pernah terlibat dengan Yuya lagi. Aku berjanji.” Apa? Apa yang kau maksud dengan itu Taka-san? Seluruh hutang 3.607.977 yen itu, akankah itu lunas begitu saja dengan isi amplop itu? Seriusan lunas begitu saja? Itu membuatku takut.



Bab 4 Hutang lunas, tapi...



Hutang yang ditinggalkan oleh ayahku yang tidak berguna cukup besar. Jadi apa yang ada di dalam amplop Hitotsuba Sakurako yang menghapus seluruh hutang itu? Aku cukup penasaran, tapi Taka-san dengan cepat memasukkan amplop itu ke dalam saku jasnya tanpa menunjukkannya. Mungkinkah itu? Seperti cek yang biasa kau lihat di drama lama? “Dengan ini, hutang yang dipinjam oleh bajingan Kotaro Yoshizume telah lunas, kan?” Bjir, dia baru saja menyebut ayahku bajingan di depanku. Memang sih dia adalah bajingan yang tak terbantahkan, tapi ibu Hitotsuba-san sama sekali tidak ragu untuk melontarkannya. Apa mungkin mereka ini saling mengenal? “Ya. Dengan ini pinjaman si tolol itu benar-benar telah dikembalikan. Karena itulah, aku sangat bahagia untukmu, Yuya. Kau bisa menjalani kehidupan yang baik mulai sekarang. Jangan berakhir seperti itu bajingan ya, oke?”



“Tentu saja, aku tidak akan menjadi seperti ayahku. Tapi Taka-san, apa yang terjadi? Aku bahkan tidak mengerti apa yang terjadi!” Saat aku merasa gelisah, Hitotsuba-san dengan lembut meraih tanganku. Aku terkejut dengan tindakannya yang begitu tiba-tiba, dan ketika aku melihat wajahnya, aku melihatnya tersenyum lembut. Sementara senyuman itu membuatku tenang, jantungku juga mulai berdebar kencang sebagai balasannya. Bagaimana mungkin aku menjadi tidak gugup ketika seorang dewi yang kukagumi memegang tanganku dan tersenyum padaku? Tapi bukankah tangan Hitotsuba-san terasa lebih dingin daripada saat dia menyentuh keningku sebelumnya? Terlebih lagi, apa itu hanya imajinasiku bahwa dirinya gemetaran dan sedikit berkeringat? “Yoshizumi-kun. Aku akan memberitahumu apa yang terjadi setelah kesepakatan selesai, jadi jangan khawatir. Tidak apa-apa kok. Tidak ada satupun kerugian pun untukmu.” Jika kau berbicara tentang kerugian, maka setidaknya harus ada manfaatnya, kan? Tapi manfaat dari kesepakatan ini hanya berdasarkan persepsi standar Hitotsubasan, dan itu bisa berubah menjadi buruk bagiku, kan? Dengan kata lain, tidak mungkin aku tidak akan mencurigai pihak lain jika aku tiba-tiba diberi tahu bahwa aku benar-benar memenangkan hadiah pertama lotere akhir tahun. Di tempat pertama, aku bahkan tidak akan membeli lotere seperti itu. “Fufu, mulai dari sini serahkan saja sisanya pada anak-anak. Itu benar, Omichi-san. Jika kau tidak keberatan, apa kau mau minum teh? Apa kau juga ingin berbicara dengan anggota lain dari Asosiasi Korban Yoshizumi Kotaro? Tentu saja, bawahanmu yang menunggu di belakang akan dengan senang hati diterima untuk bergabung dengan kita juga.” “Aku menolak. Jelas jika aku terlibat dengan kalian lebih jauh, aku hanya akan berakhir dalam masalah. Kita akan pulang. Hei, kalian! Kita akan pergi!” Taka-san berteriak, memanggil semua orang yang sedang menunggu di ruang tamu. Bahkan dengan kacamata hitam mereka, aku bisa merasakan kebingungan mereka, tapi Taka-san tidak repot-repot menjelaskan apapun saat dia meninggalkan rumah bersama mereka. Tepat sebelum dia pergi, dia memunggungiku dan berkata kepadaku tanpa berbalik: “Yuya... hubungan antara dirimu dan aku berakhir di sini. Aku tidak akan bertemu denganmu lagi. Itulah mengapa aku mendoakan yang terbaik untuk masa depanmu. Selamat tinggal!”



Dengan kata-kata ini, Taka-san menghilang ke kota remang-remang sambil melambaikan tangannya. Dia berusaha terdengar keren, tapi aku sudah tahu di mana dia tinggal. Malahan, istrinya bahkan telah memintaku untuk datang dan memakan masakannya. Kami bisa bertemu kapan saja. “Yah. Hanya itu dariku. Sisanya kuserahkan padamu, Kaede.” “Ya. Terima kasih, Bu.” “Santuy, tidak perlu berterima kasih. Lebih penting lagi, Yoshizumi Yuya. Maaf telah membuatmu terkejut. Bajingan itu, tidak, ayahmu memintaku untuk melunasi semua utangnya untukmu, jadi tolong jangan khawatir tentang masa depanmu. Ini tidak akan sama seperti sebelumnya, tapi kau masih bisa menjalani kehidupan SMA yang normal.” Aku penasaran dengan kata-kata “itu tidak akan sama seperti sebelumnya”, tapi sebelum aku bisa bertanya tentang itu, ibu Hitotsuba-san sudah meninggalkan rumah. Dan juga, tanganku masih dalam genggaman Hitotsuba-san, tapi bukankah tangannya gemetaran seperti orang gila? Kakinya juga gemetar seperti anak rusa yang baru lahir! “Ada apa, Hitotsuba-san? Kau gemetaran tahu! Sepertinya kau tidak baik-baik saja!” “A-Apa yang kau bicarakan, Yoshizumi-kun? Aku tidak gemetaran...sama sekali tidak. Itu tidak seperti aku tidak ingin kau melihatku yang hampir gemetaran ketika berdiri di depan om-om menakutkan itu dan bukan karena aku membuatnya gelisah lebih dari yang seharusnya. Jadi itu tidak seperti aku takut pada momen menakutkan ketika aku hanya sendirian denganmu, dan aku sama sekali tidak merasa seperti aku akan pingsan.” Dia berbicara dengan cepat ditambah dengan ekspresi sombong, tapi matanya melihat ke sekeliling, Tubuhnya gemetar seolah-olah dia sedang mengalami gempa bumi. Ya, jelas dia tidak baik-baik saja. Tetap saja, aku bisa memahami emosinya. Dulu, aku juga takut pada Taka-san. Aku menghela napas dan menggenggam tangannya. “Hitotsuba-san. Aku akan menyeduhkanmu teh, jadi kenapa kau tidak pergi ke ruang tamu dan istirahat sebentar? Kau akan menceritakan keseluruhan ceritanya, kan?”



“Ya, ya...tentu saja. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu. Setelah kesepakatan selesai, hutang yang ditinggalkan orang tuamu padamu telah dilunasi, tapi itu dengan satu syarat.” Apa itu, kedengarannya menakutkan? “Syaratnya adalah…kau harus tinggal bersamaku.” ...Tunggu, apa? Tinggal bersama? Aku dengan Hitotsuba-san? Kau bercanda kan!? Jika itu masalahnya, aku pasti akan dibunuh tidak hanya oleh semua anak laki-laki di sekolah, tapi oleh penggemarnya dari seluruh negeri!! “Fufu, jangan khawatir. Detailnya akan kujelaskan nanti. Jadi, ayo cepat ke ruang tamu, Yuya-kun.” Hitotsuba-san memanggil namaku dengan senyuman seperti dewi. Senyumannya begitu indah sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengaguminya dan akan menilai itu 99 dari 100. Sayangnya, kakinya yang masih gemetar ketakutan Agak merusak pesonanya, yang jika tidak akan mendapat nilai penuh.



Bab 5 Keegoisan Hitotsuba-san



Aku mengambil tangan Hitotsuba-san yang gemetar dan mengundangnya ke ruang tamu, lalu mempersilahkannya duduk di kursi. Setelah menerima teh dan istirahat, dia akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya, dan perlahan membuka mulutnya. “Sekarang, Yuya-kun. Biar kujelaskan situasimu saat ini. Sejujurnya, situasi ini hanya bisa diringkas dalam beberapa kata: Yuya-kun, kau telah menjadi propertiku sekarang. Itu saja.” “Ya, aku mengerti. Kau tidak berniat menjelaskan, kan? Ya kan?” “Kupikir mengoceh tidak ada gunanya, jadi aku membuatnya singkat dan sederhana. Apa itu salah?”



“Tentu saja salah! Sejak kapan aku menjadi propertimu? Ini tidak seperti kau baru saja membeli hewan peliharaan! Tolong jelaskan kepadaku dengan benar sehingga aku bisa mengerti!” “Hewan peliharaan. Itu benar, mulai hari ini Yuya-kun adalah hewan peliharaanku. Ya, itu bagus. Itu kedengarannya bagus.” Dia tidak mau menjelaskan situasinya dan tidak mau mendengarkan saya sama sekali! Dengan tangan disilangkan dan pipinya yang memerah, dia tersesat dalam imajinasinya sendiri. Terlepas dari sikapnya, merupakan kejahatan menjadi begitu cantik sampai-sampai bahkan postur yang tidak bermartabat itu bisa diubah menjadi lukisan. Aku sengaja membuat suara untuk mendapatkan kembali perhatiannya saat aku menyesap tehku. “Jangan begitu, Pochi. Kau tidak boleh minum seperti itu... Maaf, Yuya-kun. Aku terlalu banyak membayangkan sesuatu. Tadi pembicaraan kita sampai dimana ya?” “...Kurasa kita sampai pada titik di mana aku menjadi 'properti Hitotsuba-san.'“ “Ah, benar. Aku baru saja akan membicarakan mengapa Yuya-kun menjadi propertiku. Ini karena ayahmu menangis-nangis meminta tolong pada ibuku.” Mengapa ayahku secara khusus meminta tolong pada ibu Hitotsuba-san? Hitotsubasan menjelaskannya kepadaku. Singkatnya, ayahku, bajingan dalam keluarga kami, dan ibu Hitotsuba-san, si dewi perang, bersekolah di SD, SMP, dan SMA yang sama. Dia pernah mendengar tentang kegagalan ayahku selama dia melakukan pekerjaannya sebagai pengacara, dan sekitar sebulan yang lalu, dia tiba-tiba dihubungi olehnya. Pesan yang bisa diistilahkan secara singkat: “Tolong bantu aku.” “Awalnya, Ibuku berniat menolak. Dia mengatakan bahwa tidak peduli seberapa busuk hubungan di antara mereka, tindakan tololnya itu tetap merupakan kesalahannya sendiri dengan. Dia juga menambahkan bahwa ibu Yuya-kun sama bersalahnya, karena beliau terus mendukungnya tanpa menghentikan kesalahannya yang fatal.” Ayahku yang brengsek itu benar-benar gila. Aku tidak percaya dia akan mengirim SOS tiba-tiba ke teman masa kecilnya yang sekarang punya keluarga untuk diurus. Saat dia kembali dari luar negeri, aku akan memukulnya sampai aku merasa puas.



“Namun, ayah Yuya menangis dan berkata, 'Tolong selamatkan anakku. Tidak ada yang salah dengan Yuya, dan tidak sepertiku, dia memiliki potensi. Aku tidak ingin menghancurkan masa depannya.'“ “...” “Yah, meski begitu, ibuku tidak punya alasan untuk menganggukkan kepalanya. Baginya, itu malah menambahkan minyak ke dalam api.” ...Kurasa itu benar. Dari sudut pandang ibu Hitotsuba-san, aku hanyalah orang asing. Baginya, itu adalah alasan berpandangan sempit untuk menggunakan putranya sendiri sebagai alasan untuk meminta bantuan. Alasan seperti itu sama dangkalnya dengan genangan air kecil. Ayah tolol itu, kau kan bisa menggunakan kepalamu sedikit lagi. “Jadi, aku yakin Yuya-kun yang cerdas bertanya-tanya mengapa ibuku masih memutuskan untuk menolongnya. Tentu saja, alasannya adalah karena keegoisanku!” Hitotsuba-san membusungkan dadanya dan membuat wajah bangga. Meskipun itu tersembunyi di balik sweter rajutnya, kau bisa melihat gundukan kembarnya bergoyang dengan momentum belaka. Dan cara dia membungkuk membuatnya jadi lebih jelas, sehingga jadi sulit untuk tidak melihat gundukan kembar itu. Aku memalingkan pandanganku dan berkata. “Errr, apa yang kau maksud dengan keegoisanmu, Hitotsuba-san? Bagaimana hal itu jadi bisa menolong ayahku? Ibumu tidak akan mengambil hutang orang lain hanya karena dirimu egois, kan?” “Aku tidak pernah egois dalam hidupku, dan aku selalu menjadi anak yang baik dan patuh. Orang tua dan kakek-nenekku sangat gembira mendengar bahwa putri tunggal mereka begitu egois untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Membuat mereka memasak nasi merah untuk acara ini.” [Catatan Penerjemah: Nasi merah secara tradisional dimasak untuk acara-acara bahagia.] Apa dia hanya memuji dirinya sendiri sebagai gadis yang baik dan tidak mementingkan diri sendiri? Tapi bahkan itu bukanlah poin terbesar yang menggangguku. Apa dia baru saja mengatakan ibunya sangat gembira karena keegoisannya? Aku tidak bisa membayangkan orang yang bermartabat seperti dewi perang itu menangis kegirangan. “Ada dua hal yang membuatku egois. Yang pertama adalah aku ingin ibuku membantumu, Yuya-kun. Itu wajar saja karena kau tidak melakukan kesalahan apa



pun. Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada orang tuamu, tapi aku tidak dapat mengabaikan fakta bahwa dirimu akan menderita karenanya.” Aku tidak yakin mengapa Hitotsuba-san mempedulikanku, tapi meskipun aku tidak tahu alasannya, selalu menyenangkan mengetahui bahwa seseorang mempedulikanmu. “Dan alasan kedua berasal dari keegoisanku. Di hidupku, aku tidak pernah membuat keputusan hanya berdasarkan keegoisanku kecuali untuk yang ini, yang dimana aku ingin kau menjadi propertiku. Lagian, aku bilang kalau aku ingin tinggal bersamamu.” “Oke, bagian ini tidak mungkin untuk dipahami! Itu bahkan bukan keegoisan lagi! Kau baru saja melewatkan bagian pengakuan cinta, bagian lamaran, dan semua bagian lainnya dan hanya mengatakan kepada orang tuamu bahwa dirimu ingin tinggal bersamaku! Kenapa kau melakukan itu!?” “Karena… aku ingin bersamamu, Yuya-kun…” Duh, itu licik! Jika Hitotsuba Kaede yang bermartabat, yang perwujudannya seperti seorang dewi, sedang gelisah dengan jari-jarinya dan mengatupkan mulutnya dengan sikap malu-malu, siapa pun akan langsung jatuh cinta padanya! Keimutan ini bahkan bisa mengakhiri perang! “Setelah itu...semua orang bersemangat dengan diriku yang akhirnya mendapati cinta pertamaku dan keputusanku yang egois. Ayahku menyiapkan cek, ibuku menghubungi ayah Yuya-kun, dan...semuanya diputuskan seperti itu.” Sambil bertanya-tanya apakah aku harus menyebutkan kata-katanya yang mengatakan “cinta pertamaku”, Hitotsuba-san memberikanku selembar kertas. Itu semacam perjanjian, dengan nama dan cap ayahku ditandatangani di bagian bawah. Isinya adalah… “... ‘Pertama. Aku memberi Hitotsuba Kaede izin untuk tinggal bersama Yoshizumi Yuya. Ketua, ketika Yuya berusia delapan belas tahun, dia setuju untuk mendaftarkan namanya dan menjadi menantu keluarga Hitotsuba. Dengan itu, setelah mulai tinggal bersama, setiap kontak dari orang tua Yoshizumi Yuya terhadap Yuya akan dilarang selamanya.' Apa… APA-APAN INI!!??” Tentu saja aku akan berteriak setelah membaca perjanjian seperti itu!



Bab 6 Keluarga Tolol



Aku, tidak hanya aku akan tinggal bersama Hitotsuba-san, tapi tahun depan juga akan menikah! Menjadi menantu keluarganya! Apa orang tuaku menyetujui itu!? Oh benar, mereka sudah menyetujuinya dengan janji yang ditandatangani oleh mereka! …Aku bisa membayangkan ayah brengsekku itu menandatanganinya dengan senyuman di wajahnya, dan ibuku tersenyum riang serta mengatakan hal-hal tanpa beban seperti: “Sekarang Yu-kun akan bahagia.” “Jangan khawatir. Aku sendiri, tentu saja aku akan mendukung Yuya-kun, tapi aku yakin kau sudah memiliki keinginan besar yang tidak akan mengecewakanku. Setelah kau menjadi suamiku, kau akan bekerja bersama ayahku dan akhirnya menjadi pemimpin Kelompok Hitotsuba. Ini telah diputuskan.” Ada apa dengan ayah dan anak perempuan ini? Keluargaku sih tidak penting, tapi keluarga Hitotsuba-san adalah Kelompok Hitotsuba! Mereka mengizinkanku, seorang siswa SMA yang belum pernah mereka temui, untuk menikahi satu-satunya putri mereka yang berharga, dan sekarang mereka telah memutuskan untuk menjadikanku pemimpin berikutnya! “Orang tuamu dan orang tuaku, mereka berdua memberkati kita dengan izin mereka. Dan sayangnya, bagi Yuya-kun, kau tidak memiliki hak untuk menolak. Jika kau menolak…kau tahu apa yang akan terjadi, kan?” Yaa. Aku mengerti apa yang kau maksud. Aku yakin aku akan dipaksa bekerja seperti budak di Kelompok Hitotsuba. Atau mungkin aku akan dipaksa bekerja di bawah tanah seperti di dunia-dunia manga. Hanya neraka yang akan menungguku, di mana aku tidak bisa melihat matahari sampai aku mati. “Fufufu… Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun, kau sangat perspektif. Jika kau menolak, aku membuatmu tetap di sisiku selama sisa hidupmu sebagai pelayan pribadiku. Hanya pelayan, jadi kau tidak akan bisa menciumku, apalagi melakukan hal-hal yang nakal. Kau akan mengalami neraka di mana kau tidak akan dapat menyentuhku meski aku mengekspos tubuhku yang tidak berdaya.” Itu juga terdengar seperti neraka, tapi jelas itu jenis neraka yang berbeda. Aku tidak menyangka kalau aku akan menemui hari ketika aku mendengar Hitotsuba-san berbicara tentang ciuman dan tindakan yang tidak senonoh, tapi fakta bahwa



wajahnya merah padam menunjukkan bahwa dia terlalu memaksakan dirinya. Tapi, cinta terlarang saat melayani wanita itu sebagai pelayan pribadinya, ya? Itu terdengar tidak buruk. Tapi saat aku memikirkan itu, Hitotsuba-san segera menarik kembali kata-katanya. “Oh, tidak, tidak! Aku tidak mau jatuh kedalam cinta yang terlarang! Itu memang bukan hal yang buruk, tapi… toh aku masih lebih suka cinta yang murni…… Aku maunya cinta yang bisa membuatku bersamamu di depan umum…” Apa-apaan dengan gadis ini, dia imut banget. Padahal pas di sekolah, Hitotsuba-san selalu terlihat bermartabat, berbudi luhur dan keren, tapi sekarang, dia terlihat begitu imut dan polos. Dia tampak seperti seorang gadis yang akan menyukai shoujo manga yang ditujukan untuk gadis-gadis remaja. Penampilan dan perilakunya kontras, yang menciptakan celah moe yang besar. Dan laki-laki adalah makhluk sederhana yang rentan terhadap itu. “B-Baiklah. Aku akan menerima tawaran itu. Itu bukan sesuatu yang sejak awal bisa kutolak, dan itu malah merupakan tawaran yang ajaib bagiku. Ini akan menjadi keajaiban bagiku untuk tinggal dengan seseorang seperti Hitotsuba-san dan menikahinya. Bukankah itu namanya mimpi yang menjadi kenyataan? Bukankah itu yang terbaik?” Aku mencoba yang terbaik untuk bersikap ceria. Aku dengan cepat meneguk seluruh teh dari cangkir tehku untuk melembabkan tenggorokanku yang kering. Itu membawa perasaan tenang ke jantungku yang berdetak begitu cepat. Oh tidak, apa yang baru saja kukatakan? Aku membiarkan momentumku menguasaiku begitu saja, dan tanpa berpikir langsung setuju untuk menjadi suaminya setelah tinggal bersamanya. Tapi… ini bagus. Aku bisa hidup bersama dengan wanita yang sangat cantik seperti Hitotsuba-san, menikahinya, dan akhirnya menjadi pemimpin. Jadi ya, ini bagus. Aku sama sekali tidak akan kesepian. “Yuya-kun! Kau kenapa? Apa kau sakit atau semacamnya?” “…… Eh? Ada apa, Hitotsuba-san? Aku tidak merasakan sakit di mana pun…” “Lalu Yuya-kun, kenapa kau menangis…?” Aku menyentuh pipiku. Jari-jariku terasa basah dan dingin. Aneh, kenapa aku menangis? Padahal kan aku dibebaskan dari orang tuaku yang tolol itu, tapi



mengapa rasanya sangat menyakitkan sampai dadaku terasa seperti akan terkoyak? Mengapa… “Tidak apa-apa, jangan khawatir Yuya-kun. Aku akan berada di sisimu. Aku akan selalu berada di sisimu.” Sebelum aku menyadarinya, aku mendapati diriku dipeluk oleh Hitotsuba-san. Dia dengan lembut mengusap punggungku seolah-olah dia sedang merawat anak kecil dan memanggilku. Suaranya penuh belas kasih. Mau tak mau aku merangkul pinggangnya dan memeluk punggungnya. “Pasti segalanya sulit bagimu. Jadi mulai sekarang, ayo berbahagia bersama, Yuyakun.” Pelukan sang dewi terasa begitu nyaman. Aku ingin tetap seperti ini selamanya. “Kalau kau sudah tenang, tolong kemasi barang-barangmu. Kita akan merobohkan rumah ini.” Aku dalam suasana hati yang yang bahagia sampai kata-katanya membawaku kembali ke kenyataan. Tunggu, rumah ini akan dirobohkan? Seriusan? “Kita akan membersihkan tanah dan membangun kembali rumah untuk disewakan. Pendapatan sewa juga akan masuk ke kantong kita. Oh, tapi sarang cinta kita akan baik-baik saja. Aku sudah menyiapkannya kok. Untungnya, besok adalah hari Sabtu dan sekolah kita libur, jadi ayo berbelanja!” Aku terisak dan mengangguk. Hitotsuba-san tersenyum dan menepuk-nepuk kepalaku. Aku tidak mengerti lagi apa yang sedang terjadi. Tampaknya darah ayahku benar-benar mengalir ke seluruh tubuhku, dan aku mungkin telah membuat keputusan penting yang sangat penting yang akan memengaruhi hidupku.



Bab 7 Kau Tidak Akan Pernah Tahu Apa Yang Akan Terjadi Dalam Hidup



Hitotsuba Elektronik. Perusahaan manufaktur elektronik global Jepang yang merayakan hari jadinya yang ke-100 tahun ini. Bisnis perusahaan tersebut tidak terbatas pada peralatan rumah tangga saja, tapi juga meliputi renovasi, kendaraan listrik, dan pembangunan infrastruktur. “Ayahku, Kazuhiro Hitotsuba, saat ini adalah presiden generasi keempat. De era saat ini sistem warisan keluarga mungkin agak kuno, karena itulah ayah berencana untuk tidak mengikuti tradisi seperti itu lagi. Ini artinya kau harus sangat siap jika ingin mengikuti jejak ayahku, oke?” Hukuman mati. Ini adalah hukuman mati yang jelas untukku. Aku dapat memahami bahwa begitu dirimu memasuki dunia kerja, kau harus mengabdikan diri untuk pekerjaanmu. Namun, aku tidak pernah menyangka bahwa sebagai siswa tahun pertama SMA, aku akan diberitahu bahwa aku harus bekerja keras untuk menjadi presiden perusahaan dengan puluhan ribu karyawan. “Kau kau akan kuliah. Ya, paling tidak harus universitas nasional atau negeri. Tapi tidak masalah jika itu pilihan pribadimu selama kau tidak pergi ke tempat asing.” “Tapi jika aku kuliah, aku tidak akan bisa bekerja untuk ayahmu, kan?” “Kau ingin bekerja? Apa kau bermaksud membuang-buang waktu dengan pekerjaan paruh waktu dan kegiatan klub? Atau apa kau ingin bergabung dengan klub minum atau klub kencan untuk bersenang-senang? Tidak, mungkinkah kau ingin dirawat dan diasuh oleh para senpai yang baik hati di pekerjaan paruh waktumu meskipun memiliki aku dalam hidupmu?” Kupikir kau akan tahu tanpa aku harus mengatakannya, tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya bertanya apakah aku bisa bekerja di tempat ayah mertuaku sementara aku akan disibukkan oleh masalah kuliah, karena kupikir aku akan berada di sisi si presiden begitu aku lulus SMA. Bagaimanapun juga, dia bilang bahwa aku akan bekerja untuknya setelah aku menjadi menantunya. “Yuya-kun, yang harus kau lakukan hanyalah menggodaku. Terlepas dari penampilanku, aku adalah orang yang pekerja keras. Aku yakin aku dapat memenuhi harapan dan keinginanmu, tidak peduli betapa uniknya fetish Yuya-kun. Jadi jangan lakukan itu dengan gadis lain, oke?” “Uh, yah. Tentu saja.” Jika seseorang seimut dia mendongak dan mengedipkan mata padamu, kau tidak akan punya pilihan selain setuju! Memangnya bagaimana lagi aku bisa menjawab?



Tetap saja, masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Aku tidak yakin apakah itu ide yang baik untuk menanyakan hal ini setelah memeluknya dan menangis, tapi ada sesuatu yang harus kuketahui. “Hei, Hitotsuba-san. Mengapa kau mencoba membantuku? Aku tidak berpikir kita memiliki banyak interaksi, bukankah begitu?” “Yah, memang benar bahwa Yuya-kun dan aku tidak banyak bicara di sekolah, tapi aku terus memperhatikanmu tahu. Khususnya, di latihan tim sepak bola sepulang sekolah.” Ada beberapa hal yang terus kulakukan sejak aku masih kecil. Salah satunya adalah sepak bola. Namun, tim sepak bola SMA Meiwadai tidak sekuat itu. Posisiku striker, tapi aku sepertinya tidak pernah menerima bola. Alasannya adalah tim sepak bola kami sangat lemah di lini tengah. “Setiap kali matahari terbenam dan semua orang sudah pulang, hanya ada satu pemain yang terus menendang bola sendirian. Setiap hari, dari hari ke hari. Dia tidak pernah bosan. Dia selalu menendang bola ke arah gawang, dan dia memiliki sikap yang biasanya tidak kulihat pada orang lain.” “…” “Orang ini tidak sepertiku. Kupikir dia mampu bekerja keras dengan semua usahanya. Aku sih tidak bisa melakukan hal seperti itu. Dan kemudian, anehnya, sebelum aku menyadarinya, aku telah terus memperhatikan anak laki-laki itu. Aku mendukung dirinya. Aku berharap bahwa usahanya akan membuahkan hasil suatu hari nanti.” Namun usaha tersebut tidak pernah membuahkan hasil. Tadinya aku bermimpi bisa ikut turnamen nasional, tapi hasilnya tim kami kalah di putaran ketiga turnamen regional. Semua latihan harianku tidak pernah membuahkan hasil. “Tapi anak laki-laki itu tidak putus asa atas kekalahannya. Keesokan harinya dia kembali menendang bola sendirian, seperti biasa. Padahal aku berpikir kalau anak laki-laki itu akan istirahat sebentar atau berhenti berlatih sendiri lagi. Ya, kau adalah orang yang luar biasa dengan hati yang kuat yang tidak pernah menyerah pada keputusasaan. Hatiku terpaku pada pesonamu.” “Aku bukan… orang yang luar biasa, tahu?”



“Tidak peduli apa yang kau katakan. Aku telah jatuh cinta dengan kesungguhanmu! Sebelum orang lain melihat pesonamu, aku ingin memastikan bahwa kau hanya akan melihatku!” Aku sangat senang karena Hitotsuba-san, yang terpilih sebagai gadis SMA terimut di Jepang, sangat menghargaiku. Aku tidak pernah berpikir bahwa dia akan jatuh cinta padaku karena selalu menendang bola seperti orang tolol setiap hari. Tapi karena dia menyukaiku dari kejauhan, itu berarti aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Jadi jika kau bertanya padaku apakah aku menyukainya, jawabanku adalah: 'Aku tidak begitu tahu'. “Terima kasih telah memberitahuku perasaanmu. Sungguh menyenangkan disukai oleh gadis cantik sepertimu, Hitotsuba-san. Tapi aku masih belum mengenalmu dengan baik. Jadi, aku tidak bisa memberikan jawaban atas perasaanmu saat ini. “ “Tidak apa-apa. Faktanya, itulah mengapa kau adalah cinta pertamaku. Kau tidak bisa menjawab karena kau tidak tahu Hitotsuba Kaede; kau tidak menerimaku hanya karena penampilanku. Dan dengan jawaban seperti itu, rasa cintaku pada Yuya-kun semakin meroket!” Aku ingin tahu apakah memang itu masalahnya. Hanya saja aku berpikir kalau penting untuk mengetahui siapa orang itu sebelum kau jatuh cinta padanya. Setidaknya dalam benakku, kriteriaku untuk jatuh cinta dengan seorang gadis adalah apakah menyenangkan bersamanya dan apakah dia ingin menunjukkan dirinya yang sebenarnya padaku. Ada juga pertanyaan apakah pihak mampu melihat dan memahami cara kerja batinku, Yoshizumi Yuya, dengan benar. Jika tidak, hubungan akan cepat berantakan ketika orang mulai berkencan hanya berdasarkan penampilan. Nah, dalam kasusku, aku tidak bisa membiarkan itu terjadi. “Fufufu, meski aku agak terlalu memaksa, strategi menghancurkan pertahananmu berhasil. Aku belum tahu bagaimana caranya, tapi suatu hari aku yakin aku akan membuat Yuya-kun berkata, 'Aku menyukaimu', dan menciumku. Lalu aku akan mendorong Yuya-kun ke bawah dan… guhehe…” Jadi dalam khayalannya, bukan aku yang mendorongnya; tapi Hitotsuba-san yang mendorongku ke bawah ya. Dan juga, seorang gadis seusiamu seharusnya tidak mengucurkan air sembarangan sembari mengatakan “Guhehe”! Itu membuangbuang kecantikanmu! Ini akan menghancurkan persepsi publik tentang Hitotsuba Kaede yang bermartabat.



“Yah… Aku tidak yakin harus berkata apa, tapi kupikir aku telah belajar sesuatu yang baru tentang dirimu. Ada kesenjangan besar antara dirimu di sekolah dan di rumah.” “Setiap manusia memakai topeng,. Itu juga sama untukmu, Yuya-kun. Meskipun aku tidak yakin apakah itu kau menyadarinya atau tidak, tapi dirimu yang sekarang dan dirimu saat bermain sepak bola adalah dua orang yang berbeda. Tentu saja, yang kumaksud adalah sesuatu yang positif.” Aku sendiri tidak terlalu tahu, tapi teman-temanku sering mengatakan kepadaku bahwa aku tampak seperti orang yang berbeda di lapangan sepak bola daripada diriku yang biasanya. Aku dibuat sadar bahwa aku bisa menjadi sedikit agresif dan egois, tapi aku tidak yakin apakah itu istilah yang tepat untuk menggambarkanku. “Jika itu dilakukan tanpa disadari, maka tentu kau tidak akan menyadarinya. Ngomong-ngomong, kepribadianku yang mana menurutmu yang merupakan topeng dan mana yang akan menjadi diriku yang sebenarnya?” “Aku belum tahu. Kau bisa menjadi imut seperti dirimu yang sekarang, atau kau bisa menjadi keren seperti dirimu saat di sekolah. Yah, aku tidak punya cara untuk menilai mana yang merupakan sifat aslimu, jadi untuk meminjam kata-katamu, kurasa kita akan tahu itu nanti.” Aku mengagumi Hitotsuba-san karena dia bermartabat, keren, dan dapat diandalkan meskipun dia seorang gadis. Dan juga, aku merasa lucu saat dia membuat wajah konyol ketika dia tenggelam dalam fantasinya atau saat dia tersipu malu. “Ya kau benar. Aku juga ingin mengetahui lebih lanjut tentang makanan favorit Yuya-kun, tipe wanita favorit, kebiasaan seksual, pose favorit, dan banyak lagi. Jadi, ayo lakukan yang terbaik bersama, oke? Ngomong-ngomong, pose favoritku adalah...” “Hentikan! Mari kita bicarakan itu di lain waktu. Ayo mengenal satu sama lain secara lebih normal dulu, oke?” Setiap kali ada kesempatan, dia hanya akan melemparkan bom ke arahku dengan wajah lurus, dan aku tidak akan pernah bisa memprosesnya dengan benar! Selain itu, jika hanya itu saja, maka aku tidak akan terlalu bingung, tapi jika kau mengatakannya dengan ekspresi malu sambil sedikit mengalihkan pandanganmu, jantungku akan meledak! Aku bahkan ingin menduga bahwa ini semua adalah bagian dari rencanamu yang telah dikalkulasikan!



“Baik. Aku hanya bercanda. Yuya-kun, saatnya mulai berkemas. Kita akan pindah setelah mengemasi semua barang yang diperlukan.” “Pindah? Pindah kemana?” “Bukankah sudah jelas? Ke sarang cinta kita. “ Apa? Apa tinggal bersama ini sudah dimulai hari ini?



Bab 8 Sarang Cinta



Sekarang pukul 21:00. Aku berada di dalam mobil mewah yang jarang kulihat melintas di jalanan kota. Tentu saja, di sebelahku adalah pemilik mobil, atau lebih tepatnya pelaku yang memanggil mobil dan supirnya, Hitotsuba-san. Wajahnya berbeda dari yang sebelumnya dan itu bermartabat sehingga mengingatkan pada patung yang terbuat dari es, tapi meski aku malu untuk mengatakannya, itu juga cantik dan mempesona. “Hei, Hitotsuba-san. Aku ingin tahu kemana tujuan mobil ini, atau lebih tepatnya kau mau membawaku kemana?” “Tadi aku sudah bilang, kan? Kita akan pergi ke sarang cinta kita. Jangan khawatir, Ayahku begitu senang sehingga dia membelikan kamar terbaik.” Apa kamar seperti itu akan baik-baik saja. Kumohon berikan aku kamar yang terbaik. Kuharap kau tidak melakukan permintaan seperti itu, yang dimana bisa membuat dunia terpesona. Tapi tetap saja, aku bisa membayangkan kalau ayahnya akan mengatakan ‘Oke sip, tidak akan ada masalah dengan itu’ dan kemudian membelikan kamar. Pemandangan yang terlihat dari jendela mobil semakin mendekati spot nomor satu yang ingin kau kunjungi saat berkencan dengan pacar. “H-hei... Aku tidak meragukanmu, tapi... ini semua tidak bohong, kan?” “......?”



Jangan miringkan kepalamu dan terlihat seperti itu. Perbedaan antara sikap bermartabat dan gerakan imutmu itu membuat detak jantungku meningkat pesat. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk tidak membiarkan suaraku bergetar saat berusaha untuk tetap tenang. “Maksudku, karena bagaimanapun kau melihatnya, area ini adalah daerah pesisir yang sekarang lagi populer, kan? Selain itu, ada apartemen mewah dan nyaman yang baru-baru ini di bangun di area ini. Bukankah itu sangat aneh bagi murid SMA seperti kita untuk tinggal di sini?” “Oh, sepertinya kau mengetahuinya dengan baik. Penting bagi orang-orang yang bekerja untuk memiliki antena informasi yang tinggi. Terlebih lagi jika kau ingin menjadi pemimpin perusahaan. Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun-ku.” Bagaimanapun juga, ayahku yang brengsek itu tidak terlalu peka terhadap informasi. Dia tidak cukup mendapat informasi untuk bergerak sampai mendengar orang-orang menyebut ‘itu lagi tren!’. Bagaimana kita bisa melihat ke depannya dan mengikuti gelombang tren atau menjadi orang yang membuat tren. Untuk melakukan hal-hal tersebut, kebutuhan untuk mengumpulkan informasi semakin terfokus. Meskipun demikian, aku hanya bisa melakukan ini di sela-sela latihan sepak bola, jadi aku tidak bisa berbuat banyak. “Kurasa itu cukup jika kau bisa memiliki gagasan itu untuk saat ini. Mulai sekarang, kupikir kau harus belajar meneliti informasi yang kau kumpulkan di bawah bimbingan ayahku dan belajar bagaimana memanfaatkan informasi itu. Yah, jika itu Yuya-kun, aku yakin kau bisa melakukannya.” Sang dewi memujiku, mengharapkanku, dan tersenyum padaku. Senyum itu sangat indah saat diterangi oleh pemandangan malam yang masuk melalui jendela, membuatku sontak memalingkan pandanganku. Pipiku terasa panas. Inilah sebabnya aku tidak tahan dengan senyum wanita super cantik. “Fufufu. Yuya-kun yang malu-malu juga imut. Oh, kita sudah sampai. Inilah rumah baru akan yang kita tinggali mulai sekarang.” Itu adalah apartemen baru yang super mewah, puncak kemewahan yang kusebutkan belum lama ini. Seriusan nih? Aku akan tinggal bersama Hitotsuba-san di tempat seperti ini? “Kamar kita ada di lantai atas apartemen ini. Ayo pergi!”



Setelah mengatakan itu, dia menyilangkan lengannya di lenganku dan menarikku. Perasaan ini membuat kesadaranku tenggelam dan hampir membuatku pingsan. Kami pun memasuki lift. Oh ya, koper dan pakaian ganti minimal akan dibawakan oleh supir nanti. Aku mengatakan kepadanya kalau aku bisa membawanya sendiri, tapi dia berkata dengan senyum pahit bahwa aku tidak boleh mengambil pekerjaannya. Lift naik dengan kecepatan luar biasa. Angka-angka berubah dengan kecepatan yang memusingkan, tapi ekspresi Hitotsuba-san yang berdiri di sampingku sama seperti saat dia di dalam mobil. Tidak, jika dilihat lebih dekat, pipinya terlihat merah. Setelah beberapa menit. Ketika aku akhirnya turun dari lift, ada sebuah pintu di depanku. Saat aku masih bertanya-tanya apakah hanya ada satu kamar di lantai atas ini, lengan yang disilangkan oleh Hitotsuba-san menarikku dan membawaku ke kamar. Saat aku melewati pintu masuk dan menuju ruang tamu, aku disambut dengan pemandangan yang spektakuler “Fufu. Bagaimana? Apakah kau menyukainya?” “Ini bukan masalah suka atau tidak...apa kita benar-benar akan tinggal di sini? Kau bercanda, kan?” “Sayangnya ini kenyataan. Mulai sekarang, Yuya-kun akan tinggal di rumah ini bersamaku, hanya kita berdua. Jangan khawatir, aku pandai memasak. Aku akan membuat apapun yang kau ingin makan.” Tidak, kalau masak sih aku juga bisa, jadi ayo kita bergiliran. Memberikan semua tugas untuk seseorang bukanlah hal yang baik. Tidak, bukan itu yang seharusnya dibicarakan! Bagaimanapun juga, ruangan ini sangat besar. Ruang tamu dan ruang makan hampir berukuran 30 tikar tatami. Meja makan dan kursinya berdesain menenangkan. Ada sofa yang terlalu besar untuk dua orang mendudukinya dan TV yang besar untuk ditonton saat bersantai setelah makan. Apa ini TV Polytron yang memiliki kualitas gambar lebih tinggi daripada 4K itu? Berapa inci ukurannya? Terlebih lagi. Apa yang membuat malam terasa lebih elegan adalah pemandangan malam yang indah dari teluk yang terbentang di luar jendela besar. Dengan pemandangan ini sebagai saksi, kami akan berpelukan dan dan dengan penuh gairah berciuman satu sama lain, dan setelah itu... hah, apa yang baru saja kupikirkan!?



“Yuya-kun, apa kau baik-baik saja? Wajahmu tampak merah, tahu...?” “Tidak apa-apa! Aku baik-baik saja! Bukannya aku sedang memikirkan sesuatu yang aneh atau semacamnya! Hal-hal seperti itu harus menunggu sampai kita mengenal satu sama lain dengan lebih baik dulu! Interaksi seksual yang tidak murni sama sekali tidak ada gunannya!” “Fufufu. Pria yang lucu. Tapi aku juga suka fakta bahwa kau berusaha menjadi pria yang gentle. Seperti yang diharapkan Yuya-kun.” Berhenti! Jangan membuat evaluasiku lebih meningkat lagi pada Hitotsuba-san! Harapannya yang berlebihan hanya akan menghancurkanku! Aku takut aku jadi tidak bisa tidur ketika tidak bisa memenuhi harapannya! Dan jangan terus-terusan mengatakan ‘Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun’ di setiap kesempatan! “Yah, ini memang agak terlambat, tapi ayo makan malam.” Bel berbunyi bersamaan saat Hitotsuba-san mengatakan itu. Tentu saja, ketika aku memeriksanya dengan interkom, pengunjung adalah supir yang tadi. Hitotsuba-san mengucapkan beberapa terima kasih padanya, lalu meninggalkanku dan menuju ke pintu depan sendirian. “Maaf membuatmu menunggu, Yoshizumi-sam. Koper yang tadi anda—” “Ta-da! Makan malam hari ini telah tiba! Sekarang, ayo makan sebelum dingin!” Apa yang Hitotsuba-san taruh di atas meja dengan wajah tersenyum cerah adalah dua kotak pizza yang bisa di antarkan kerumah bersama satu kotak tambahan. Eh, apa mungkin sopir yang membawanya ke sini tadi sebelum ke sini lagi? “Terima kasih, Miyamoto-san. Apa kau mau makan dengan kami? Kau juga belum makan malam, kan?” “Tidak usah, keperluanku di sini sudah selesai. Selain itu, aku juga tidak tega mengganggu kalian berdua. Orang tua ini akan pergi dulu.” Setelah mengatakan itu, Miyamoto-san, si sopir, membungkuk dan pergi. Meskipun dia menyebut dirinya seorang yang tua, dan memang dia memiliki rambut yang hampir berubah, tapi tulang punggungnya lurus dan suaranya penuh energi, jadi dia sama sekali tidak terasa seperti orang yang sudah tua. Malahan, aku merasakan keanggunan dari dirinya.



“Miyamoto-san adalah seorang berpengalaman yang telah menjadi sopir sejak era kakekku. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dia seperti anggota keluarga bagiku. Yah, meski begitu orangnya sendiri menarik batasan tentang itu. Tapi daripada membicarakan itu, ayo makan sebelum ini jadi dingin.” Untuk saat ini, aku tidak ingin bertanya kapan dia memesan pizza. Aku yakin dia memesan itu bersama dengan beberapa cola saat aku sedang berkemas. Meski begitu, sungguh mengejutkan bahwa wanita cantik seperti Hitotsuba-san akan senang makan junk food. “Fufufu. Apa kau jadi lebih mengenalku lagi?” Ahh. Aku mengerti sekarang. Orang memang tidak terlihat seperti kelihatannya. Citra yang dimiliki orang-orang tentang Hitotsuba Kaede hanyalah sebuah citra. Pada dasarnya, dirinya tidak berbeda dengan gadis SMA lainnya. “Sekali lagi, mulai sekarang mohon bantuannya ya, Yuya-kun.” Menerima kaleng cola darinya, aku membuka tutupnya untuk menghilangkan rasa lelah akibat hari yang penuh gejolak ini. Saat itu terbuka, isinya menyembur keluar dan menjadi semprotan yang membasahi wajahku. Pelaku yang menyebabkan itu menundukan kepalanya saat dia berusaha untuk tidak tertawa. Hal lain yang kuketahui tentang dirinya; terlepas dari penampinnya, Hitotsuba Kaede adalah gadis yang cukup nakal.



Bab 9 Aku Mau Mandi Sendiri



Wajah dan pakaianku menjadi basah karena kejahilan mengocok cola sebelum membuka dan kemudian menyerahkannya. Aku ingin mengeluh tentang betapa geramnya diriku, tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa saat melihat Hitotsubasan tersenyum cekikikan. Untuk saat ini, kami makan pizza selagi hangat. Ada dua pizza, satu yang berbahan dasar daging dan satu berbahan seafood, tapi karena kami sudah lapar, dan karena yang makan ada dua orang, kami memakan semuanya dalam waktu singkat.



“Yah, perutku sudah kenyang, jadi mungkin aku akan mandi. Gak papa, kan?” “Tentu. Gas, listrik, dan air semuanya siap digunakan, jadi silahkan.” Sipp, kalau begitu melegakan. Aku menuju ke kamar mandi sambil menjelajahi rumah ini. Aku membuka pintu satu per satu, tapi hal yang paling menarik perhatianku adalah kamar tidur. Ada tempat tidur berukuran besar, dua bantal, dan satu selimut. Ini seperti kamar tidur pasangan yang serasi. Apa aku akan tidur di sini dengan Hitotsuba-san? Masih ada beberapa waktu sebelum waktunya tidur, jadi aku mengesampingkan itu sebentar dan pergi ke kamar mandi. Bak mandinya juga sangat besar. Cukup untuk dua orang bisa meregangkan kaki dan rileks. Hei, jangan bilang aku akan memiliki kesempatan untuk mandi bersama Hitotsubasan? “Tidak... hanya memikirkannya saja sudah akan membunuh sesuatu yang penting bagiku.” Hanya masalah waktu sebelum citra yang diharapkan akan bergabung dengan spesies yang terancam punah. Meskipun bukan itu masalahnya, delusi remaja lakilaki berbahaya, tapi jika kau tiba-tiba mulai hidup bersama dengan gadis cantik bak dewi seperti Hitotsuba-san, tak heran jika kesalahan bisa terjadi kapan saja. “Oh, aku sih tidak keberatan dengan kesalahan itu? Malahan, dengan senang hati aku menerimanya!” Sebelum aku menyadarinya, Hitotsuba-san sudah berdiri di belakangku. Lengannya terlipat, dan dia memiliki wajah yang tenang, namun kakinya gemetaran. Dia memang bilang kalau dia dengan senang hati menerimanya, tapi bukankah dia sendiri sebenarnya takut. “...Aku tidak akan memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Hal semacam itu hanya terjadi setelah menjadi lebih cocok satu sama lain.” “Aku belum mengatakan apa-apa, tapi aku sangat senang Yuya-kun berpikir begitu. Tapi aku harus mengoreksimu bahwa aku memang akan menerimanya, jadi ingat itu.” Jangan katakan apapun yang membuatku gugup! Itu akan membuatku jadi langsung suka! Aku menghela nafas dan mendesah kesal. Masa depan mungkin memang



sudah pasti, tapi setidaknya biarkan aku menahannya untuk sementara waktu. Setidaknya, aku ingin tahu lebih banyak tentang Hitotsuba Kaede. “Jadi, yakin nih Yuya-kun mau mandi sendirian saja?” “...Hei Hitotsuba-san. Hal semacam itu tidak artinya jika kau mengatakannya saat tubuhmu gemetaran, oke?” “...A-Aku tidak gemetaran!? B-bukankah aku terlihat seperti itu karena bola matamu yang bergetar? A-aku normal-normal saja tahu?” Suaramu bahkan bergetar, tapi menunjukkan itu hanya akan membuatnya lebih panik. Aku hanya mengangkat bahu, mengisi air ke dalam bak mandi, dan menekan tombol air panas. Suhunya 41 derajat. Ini pas untuk orang yang suka mandi lamalama. “Tentu saja, aku akan mandi sendiri, jadi kau bisa menonton TV. Tapi jangan beraniberani untuk mengintip oke.!” “Apa itu sesuatu yang terkadang orang-orang sebut sebagai; jika seseorang mengatakan untuk jangan mengintip, maka orang itu sebenarnya ingin diintip. Dengan kata lain, apa Yuya-kun sebenarnya mau diintipi? Mou, kau harusnya lebih jujur tahu.” Sepertinya dia bahkan tidak mau mendengarkanku. Atau lebih tepatnya, dalam kasus ini, bukankah posisi kita terbalik? Kan harusnya Hitotsuba-san yang mengatakan untuk jangan mengintip. “Aku? Aku sih gak masalah?” Pernyataan semacam itu bukanlah sesuatu untuk dikatakan saat kau membalikkan punggung sampil menutupi tubuh dengan tanganmu. Aku kan jadi bingung, jadi cocokkan ucapanmu dengan tindakanmu. Tapi meski begitu, mulutnya yang cemberut dan pipinya yang memerah sangat imut. “Ya, ya. aku mengerti. Kalau kau bilang begitu maka aku akan mengintip jika ada kesempatan. Tapi aku tidak suka diintip, jadi tolong jangan lakukan itu ya.” Mengabaikan Hitotsuba-san yang cemberut—tapi itu imut—aku mengeluarkan pakaian dalam, piyama, dan handuk mandi dari koper. Untuk beberapa alasan, meskipun peralatan rumah tangga seperti TV, perekam, dan pemurni udara lembab



tersedia, tidak ada mesin cuci atau kulkas. Ada panci dan pisau, tapi tidak ada peralatan makan. Apa yang harus kulakukan? “Bukankah sudah kubilang kalau besok kita akan berbelanja. Besok pagi kita akan membeli mesin cuci dan kulkas di toko elektronik, lalu kita akan pergi Pusat Perbelanjaan untuk membeli peralatan makan. Aku bisa membelinya sendiri, tapi tetap saja aku ingin berbelanja dengan Yuya-kun...” Aku bertanya padanya tentang hal itu ketika aku menunggu bak mandi siap. Aku bisa mengerti bahwa pria dan wanita yang mulai hidup bersama akan pergi berbelanja bersama, tapi kami kan masih SMA? Dan bagaimana dengan uangnya? Atau lebih tepatnya, ayahmu adalah presiden dari perusahaan elektronik, kan? Bukankah lebih baik meminta bantuannya? “Ayahku mengatakan bahwa kita harus melihat baik-baik kulkas, mesin cuci, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan keseharian kita sendiri dan mendengarkan saran pemilik toko sebelum membeli. Aku setuju dengan pendapat itu, tapi apakah itu tidak baik?” Baik atau tidak bukan masalahnya, tapi aku setuju dengan pendapat itu. Ada banyak orang yang berpikir bahwa itu sudah cukup hanya dengan melihat fitur-fitur suatu barang yang ditampilkan di TV, tapi aku ingin menyentuh dan memilih apa yang akan kugunakan setiap hari. Selain itu, bukankah menyenangkan memilih peralatan rumah tangga? “Ya. Aku juga. Mulai sekarang kita akan hidup bersama, jadi ayo kita pilih sesuatu yang kita berdua sepakati. Fufu, aku menantikan hari esok. Ini seperti mimpi. Kupikir aku akan menjadi bawahan Taka-san setelah ayahku yang brengsek kabur ke luar negeri meninggalkannya hutangnya, tapi Hitotsuba-san menyelamatkanku, dan sebagai ganti untuk itu aku tinggal bersamanya dan akan menikahinya di masa depan, yah meski itu terlepas dari niatku. Dan saat ini aku telah pindah ke apartemen dan bersama dengannya akan pergi membeli kebutuhan sehari-hari besok. Dilihat dari sisi lain, itu akan menjadi pemenang hidup indah yang mulus. Nyatanya, aku juga berpikir begitu. “Sekarang, sepertinya bak mandinya sudah siap, jadi ayo masuk. Aku akan membasuhmu.” “Jangan mencoba untuk bergabung denganku secara alami seperti itu. Biarpun Hitotsuba-san tidak keberatan, aku masih malu. Jadi diam dan patuh mendengarkan.”



Setelah dengan lembut menyentil keningnya, aku menuju ke kamar mandi sendirian dan mengunci pintu untuk mencegah gangguan. Klak, klak, klak. Saat itu aku suara mendengar berderak. “Uh, ini aneh! Yuya-kun! Apa yang harus kulakukan! Pintunya tidak mau terbuka!” Hitotsuba-san membuat keributan, tapi aku mengabaikannya. Suara klak, klak, klak. digantikan oleh boom, boom, boom, dan berubah menjadi bang, bang, bang dan terus menjadi lebih intens, tapi aku mengabaikannya. “Haaa... aku akan kehilangan hatiku jika terus begini.” Aku bertanya-tanya berapa hari aku bisa bertahan. Tidak, mungkin saja aku sudah... pikirku sambil perlahan-lahan berendam di bak mandi. Oh, masalah kamar tidur. Apa yang harus kulakukan. Apa saya harus tidur berdampingan di ranjang yang sama?



Bab 10 Serangan dan Pertahanan Sebelum Waktunya Tidur



“Apa kau benar-benar mau tidur sendirian?” Ketika Hitotsuba-san selesai mandi, aku pun akhirnya dihadapkan pada masalah terbesar, yaitu sekarang adalah waktunya untuk tidur. Eh? Apa yang kulakukan saat Hitotsuba-san mandi tadi? Aku sedang bersantai di ruang tamu sambil nonton film? Aku tidak yakin? Yang jelas saat itu, ada suara yang datang dari kamar mandi, “Yuya-kun. Apa kau tidak mau mengintip...? Pintunya tidak terkunci loh...?” Jangan mengatakannya seperti pelawak dengan sweater merah muda yang mengatakan “Tempatku disini kosong loh?”. Ini adalah adegan di mana tidak ada yang akan pergi ke sana, tapi terkadang kontraproduktif. Maka dari itu, aku melakukan yang terbaik agar bisa menghilangkan keinginan untuk terjun ke sana. Aku memikirkan masalah kamar tidur ini tidak hanya pada waktu menunggu, tapi juga ketika aku berendam di bak mandi, itu adalah pemikiran yang begitu dalam dan



semegah bertanya-tanya mengapa dunia tidak terbebas dari konflik. Aku bukan orang yang keras kepala, daripada ngebacot gak jelas dan melakukan diskusi yang tidak berguna, jadi aku bilang kalau aku akan tidur dengan tenang di sofa ruang tamu. “Tidak, Yuya-kun ini sudah cukup keras kepala. Kenapa kau malah mau tidur di sofa meski ada ranjang yang terlalu besar untuk dua orang tidur berdampingan? Apa ini yang disebut pisah ranjang? Aku nanti nangis loh?” Dan sekarang. Hitotsuba-san dan aku duduk di kedua sisi ranjang sambil ngobrol. Jika aku mencoba untuk berbicara lebih dekat, aku mungkin akan mati karena pesona Hitotsuba-san, yang sangat glamor dan seksi setelah di mandi. “Jika bisa, aku ingin sekali tidur di ranjang yang jelas berkualitas tinggi ini. Tapi kau tahu, kalau pria dan wanita yang tidak pacaran tiba-tiba harus tidur di ranjang yang sama, tidak peduli seberapa tidak keberatannya dirimu, aku tidak bisa.” “Kenapa? Aahh...begitu ya! Kau khawatir kalau dirimu akan lepas kendali dan menyerangku kan!? Begitu kan!?” Mengapa kau mengatakannya dengan wajah bahagia meskipun mungkin kau akan diserang? Terlebih lagi, kenapa bilangnya harus sampai repot-repot mendekatiku! Aku kan jadi kewalahan sampai jatuh dari ranjang. “Yuya-kun!? Apa kau baik-baik saja!?” “Tidak apa-apa... aku baik-baik saja, jadi jangan mendekat. Baumu sangat enak, bisabisa aku jadi gila nanti.” Aroma jeruk yang menyegarkan melayang dari Hitotsuba-san dan menggelitik hidungku. Aku penasaran, apakah dirinya tahu kalau aku menyukai aromat itu dan sengaja menyiapkannya untukku? Jika demikian, harus kuakui bahwa dirinya adalah ahli taktik yang sebaik Komei. Aroma sampo dan sabun juga sepertinya menyatu, membuatnya jadi lebih sempurna. Jika aku menyerah pada nafsuku di sini, aku benar-benar ingin memeluk dirinya. “Aku gak masalah tahu? Kau bisa memelukku dan membelaiku seperti anak anjing? Itu memang sedikit memalukan, tapi aku mencintai Yuya-kun yang seperti itu juga kok.” “...Kau ini cenayang apa?”



“Aku ini tahu segalanya tentang dirimu, tahu? Yah, itu hanya bercanda. Lagian semua yang kau pikirkan terlihat jelas di wajahmu.” Seriusan! Apa aku benar-benar terlihat seperti itu? Ini lebih memalukan daripada langsung memberitahunya sendiri kalau aku menahan diri untuk tidak memeluknya. Pokoknya aku tidak akan menyerah pada nafsuku! Tidak akan! “...Baiklah. Sebenarnya aku ingin tidur sambil memelukmu, tapi aku akan menyerah pada itu. Meski begitu, aku ingin Yuya-kun tetap tidur di ranjang yang sama. Jika kau tidur di ruang tamu yang dingin tanpa kasur, kau akan masuk angin. Kecuali kau ingin mendapatkan perawatan lembut dari diriku, maka itu lain cerita lagi. Oh, itu terdengar tidak buruk...” Setelah memejamkan matanya, waktu delusi Hitotsuba-san dimulai. Awalnya, ekspresinya agak muram, tapi perlahan-lahan bibirnya mengendur, dan secara bertahap berubah menjadi wajah yang penuh dengan seringai nakal. Aku ingin bertanya, situasi macam apa yang dibayangkan oleh gadis cantik seperti dirinya dengan mata tertutup sampai-sampai membuat perubahan seperti itu. “Hahahah... Yuya-kun, kau berkeringat. Aku akan menyekakannya untukmu. Jadi tolong buka bajumu dengan patuh..... Ah, punggung yang luar biasa...” “Bahkan jika kau berdelusi, jangan melepas pakaian orang lain begitu saja dan mendekatkan dirimu seperti itu!” Aku menjerit dan menyentil lembut kepalanya, menarik dirinya yang telah tenggelam ke dunia khayalan, kembali ke dunia nyata. “Aw!” Duh, jangan membuat suara yang imut seperti itu. “Muu...padahal itu akan menjadi momen yang bagus. Kenapa kau malah menghentikannya? Itu buruk loh, Yuya-kun. Sebagai hukumannya, ayo kita tidur bersama-sama. Kalau tidak mau, aku tidak akan memaafkanmu.” “...Oke, oke. Cuman tidur bersama kan? Tapi aku akan menjaga jarak sejauh mungkin. Cara tidurku tidak buruk, dan aku tidak memiliki kebiasaan memeluk sesuatu, jadi kupikir aku akan baik-baik saja, tapi aku tetap tidak mau terjadi apapun terhadapmu.” “Aku bukan orang yang bisa tidur diam di tempat dan memiliki kebiasaan memeluk sesuatu, jadi maafin aku ya kalau itu terjadi saat aku tidur!”



“Jika itu terjadi, aku akan mencabik-cabikmu tanpa ampun, aku serius.” “Fuf, meski begitu kau tidak mengatakan akan mendorongku dari ranjang, kau memang baik Yuya-kun. Aku menyukai dirimu yang seperti itu.” Aku memalingkan wajahku saat dia tersenyum padaku. Dia mengatakan sesuatu yang membuat pipiku terbakar lagi. Apa dia benar-benar menganggap enteng kata ‘suka’? “Selain keluargaku, hanya dirimu satu-satunya yang kusukai. Itu bukan kata yang enteng, jadi jangan mengkhawatirkan itu.” Kelihatannya ekspresiku sangat mudah untuk dimengerti. Berkat itu, tubuhku menjadi semakin panas. Aku tidak ingin disadari lagi, jadi aku langsung menyelam ke dalam selimut. Bagaimanapun juga, ada kalanya seorang pria perlu mundur secara strategis. “Yuya-kun tidurlah lebih dulu. Aku mau mengeringkan rambutku sebentar. Kalau begitu selamat malam.” “......Selamat malam” Dia mematikan lampu di kamar dan pergi mengeringkan rambutnya. Aku memejamkan mata dan mencoba menyelam ke dalam mimpi, tapi aku terlalu gugup untuk melakukannya. Suara sayup-sayup dari mesin pengering terasa bising. Suara itu berhenti, dan Hitotsuba-san kembali lalu naik ke ranjang dengan hati-hati agar tidak membuat suara yang terlalu berisik. Tapi dia tidak mengatakan apapun. Segera setelah itu, dia mulai tidur dengan nyenyak. “...Astaga. Bagaimana aku bisa menahan diri kalau seperti ini.” Aku tidak cukup polos untuk tertidur dalam situasi di mana siswi paling imut di Jepang tidur tepat di sebelahku. Baru setelah matahari mulai terbit, aku akhirnya menyerah untuk tidur.



Bab 11 Kejadian Mandi Pagi



Aku jadi tidak bisa tidur gara-gara tepat di sebelahku, siswi SMA paling imut di Jepang sedang tertidur nyenyak dengan mengenakan piyama berbulu halusnya. Aku bangkit dan bangun dari ranjang dengan perlahan agar tidak membangunkan Hitotsuba-san yang masih bermimpi. Kepalaku terasa berat karena kurang tidur. Semua hal yang terjadi kemarin saja sudah membuatku lelah secara mental dan fisik, namun sekarang aku merasa seperti mendapatkan pukulan yang buruk. Di saat seperti ini, berendam di bak mandi air panas adalah satu-satunya cara merilekskan diri. Aku mengatur pemanas dan menggunakan waktu sampai bak mandi siap untuk mengeluarkan konsol gim yang kubawa dari rumah dan menghubungkannya ke TV. Tidak seperti TV murah yang dirumahku sebelumnya, ini adalah TV Polytron 4K terbaru. Jika memainkan gim dengan ini, dunia yang dibuat ulang pasti akan menjadi indah. Resolusinya juga lebih halus, jadi enak untuk dilihat, Ini yang terbaik. “Tapi... sepertinya aku tidak bisa melakukannya...” Aku menghelas nafas saat menghubungkan kabel. Memang menyenangkan bagiku untuk mian gim, tapi bagaimana perasaan Hitotsuba-san saat melihatnya? Jika aku berada di ruang yang sama tapi ditinggal main gim sendirian oleh pasangan hidupku, aku yakin kalau diriku akan merasa kesepian. Hitotsuba-san mungkin akan merasa seperti itu juga. Kalau begitu kuarasa aku hanya harus bersabar. “Yah, kurasa aku bisa melakukanya saat dirinya tidak ada...” Meski aku bilang begitu, karena aku terlibat dalam aktivitas klub, aku tidak akan punya banyak waktu. Jadi aku harus menunggu sampai dia pergi tidur. Aku tidak mau bermain gim di pagi hari. Masih ada waktu sampai bak mandi mendidih. Ketika aku memikirkan apa yang harus dimakan untuk sarapan, aku ingat bahwa tidak ada makanan di rumah ini. Sejak awal, rumah ini tidak memiliki lemari es. Apa yang akan kami lakukan untuk sarapan nanti? “Selamat pagi, Yoshizumi-sama.” “Whoa!? Eh, Miyamoto-san!? Kenapa!? Kau datang dari mana!?”



Si sopir, Miyamoto-san, berdiri di sana seolah-olah dirinya memang sudah berada di sana sejak awal. Di tangannya, ada dua kantong hamburger yang akrab dengan loago M. Eh, mungkinkan dia membawakannya karena tidak apa-apa di sini? “Ya, aku membawakan sarapan untuk kalian berdua.” Bahkan Miyamoto-san bisa membaca pikiranku, ya!? Maksudku, mengapa kita makan hamburger di pagi hari? Itu tidak baik untuk perut, kan? “Ini adalah permintaan Kaede-sama. Dia menghubungiku tadi malam dan mengatakan bahwa dia ingin makan sesuatu yang disebut M* di pagi hari.” Permitaannya Hitotsuba-san? Kemarin pizza, dan pagi ini M*, sepertinya dia sangat menyukai junk food. Yah, aku sendiri sih juga tidak membencinya. Tapi aku jadi khawatir tentang apa kau bilang kemarin kalau dirimu akan memasak untukku. “Jangan khawatir tentang itu. Masakan Kaede-sama memang sedikit aneh, tapi aku bisa menjamin rasanya. Aku ingin anda memakannya sebelum dingin, tapi kenapa tidak anda mandi dulu? “ Melodi dimainkan untuk menandakan bahwa pemanasan ulang telah selesai. Kalau bisa. Aku mau bangunkan Hitotsuba-san yang masih tidur dan memakannya sebelum dingin, tapi aku tidak mau kalau tagihan gasnya jadi boros. “Tidak apa-apa. Kaede-sama lemah di pagi hari saat libur. Dia mungkin belum bangun. Jadi kupikir akan lebih baik jika anda membangungakannya setelah selesai.” “Jadi aku yang akan membangunkannya ya. Yah, itu memang sesuatu yang perlu dipertimbangkan. Tapi terima kasih sudah repot-repot mengantarkan kami sarapan, Miyamoto-san.” “Tidak perlu berterima kasih. Ini juga bagian dari pekerjaanku. Selain itu, kalian hari ini akan pergi, kan? Aku akan ikut dengan kalian, jadi mohon bantuannya.” Setelah membungkuk dengan sopan, Miyamoto-san meninggalkan rumah. Dari cara berbicaranya, apa belanja yang disebut kencan hari ini ditemani dengan sopir? Benar-benar cerita yang mewah. Namun, bukan itu intinya sekarang, tapi bak mandi. Kemunculan Miyamoto-san telah benar-benar menjernihkan kepalaku, tapi aku tetap masuk! Menurutnya, Hitotsuba-san lemah di pagi hari saat libur dan belum bangun, jadi kurasa tidak apaapa. Ayo berendam santuy tanpa ragu.



Mandi air panas untuk menghangatkan tubuh yang dingin dan kemudian menyelam ke dalam bak mandi besar. Ah, ini surga. Sangat menyenangkan berendam di bak mandi yang bahkan meregangkan kaki tetap masih luas. Rasanya mantep euy. “Bagaimana perasaanmu jika berbagi bak mandi besar itu dengan gadis SMA paling imut di Jepang?” “Tentu saja itu yang terbaik. Kalau aku mandi dengan Hitotsuba-san, keberuntungan hidupku pasti sudah habis saat itu.” “Oh, kalau begitu yakinlah bahwa keberuntungan itu akan bertahan seumur hidup, Karena kita akan selalu bersama setiap hari.” “Eh? Mandi bersama dengan Hitotsuba-san setiap hari? Bukankah itu yang terba— kenapa kau ada disini!” Pada saat pintu kamar mandi terbuka, aku menyesali apa yang tanpa sadar kukatakan, tapi pada saat yang sama, aku merasa dunia tampak begitu lamban. Dengan wajah senang yang tidak biasa dan tersenyum seperti dewi, Hitotsuba-san masuk ke kamar mandi.



Bab 12 Serangan Kaede-san



Hitotsuba-san datang untuk merusak waktu mandi pagiku yang elegan dengan membungkus dirinya menggunakan handuk mandi. Meskipun dia menutupinya dengan handuk, aku melakukan yang terbaik untuk melihat ke arah lain sehingga aku tidak akan terganggu oleh dua bom yang merangsang laki-laki. Dalam pikiranku, aku terus menghitung bilangan prima. “Kenapa kau malah masuk!? Kau tahu dan sudah memastikan aku ada didalam, kan!?” “Tentu saja, ketika aku bangun, aku kesepian karena Yuya-kun, yang seharusnya ada di sampingku, tidak ada di sana. Jadi kupikir aku harus membuat dirimu menyembuhkan kesedihan ini meskipun hanya satu atau dua menit, tapi apakah itu salah?”



Tentu saja salah. Pikiran rasionalku nanti akan meluap dalam sekejap. “Tapi tetap saja, tidak kusangka dirimu membiarkan kamar mandi tidak terkunci pagi ini meski kemarin ditutup rapat-rapat... bolehkah aku bersasumsi bahwa kau telah menyerah dalam satu hari? Oh, kenapa kau malah menyembunyikan wajahmu?” “I-Itu...karena dirimu...sekarang sedang telanjang, kan!?” Dengan kulitnya yang putih seperti salju murni mengintip dari bagian yang tidak tertutupi handuk, kakinya yang terlihat seperti bukan di usia SMA, dan fakta bahwa dia tidak sepenhunya telanjang agak mendorong batas erotisme. Jangan lihat, jangan lihat, jangan lihat! “Duuh. Aku tidak menyangkan kau begitu naif. Jika kau laki-laki, tidakkah dirimu ingin melihat tubuh wanita di sini dan kegirangan? Meskipun aku lebih suka jika kau melihatnya...?” Tentu saja aku ingin melihatnya! Aku benar-benar ingin melihatnya, tapi jika aku melihatnya, aku merasa semuanya akan berakhir. Tentunya dia juga berpikir aku tidak bisa melakukan—tidak, lupakan yang baru saja kukatan! Tidak apa, aku pasti akan baik-baik saja! Meskipun aku tidak tahu apa yang baik-baik saja! “Jangan khawatir, Yuya-kun. Handuk yang kukenakan menempel dengan erat. Seperti yang kupikirkan, aku juga masih terlalu malu untuk melakukannya tiba-tiba. Jadi, bukalah matamu?” Dia mengucapkan bagian terakhir dengan bisikan yang samar. Aku percaya pada kata-katanya yang malu dan membuka mataku dengan ragu-ragu. Memang benar dia tidak mengenakan pakaian, tapi handuk mandi melilit tubuhnya dengan erat. “Lihat, kalau begini gak masalah, kan?” “Y-Ya?? Apakah ini benar-benar gak masalah? Tidak, menurutku ini benar-benar masalah...” Berpikirlah dengan tenang. Jangan sampai tertelan oleh situasi. Kalau misalnya dia mandi, bahkan handuk mandi pun bisa terlepas, atau mungkin juga bisa terlepas tanpa sengaja jika dia berendam di bak mandi. Jadi aku tiba-tiba menemukan satu kemungkinan. “Oh, itu benar! Kau pasti memakai baju renang di balik handuk! Kuas pasti berpikir kalau aku akan jadi deg-deean dan membuka handukmu, namun ternyata kau



memakai baju renang dan membuatku jadi kecewa karena terlau berharap! Begitu kan!” “...Fufu. Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun. Aku ingin memujimu karena telah menemukan jawabannya, tapi aku minta maaf. Aku akan melangkah lebih jauh, karena—” Sambil mengatakan itu, Hitotsuba-san melepaskan handuk mandinya. “Aku tidak memakai apa-apa. Lihat.”



Aku mendapati penglihatan sosok telanjang seorang dewi dan secara tidak sengaja berteriak padanya yang melanggar janjinya. Meski begitu, kuakui kalau sosoknya benar-benar cantik! Kulitnya sehat dan lembut seperti salju, aku jadi khawatir kalau dirinya terpapar sinar matahari. Ini adalah saat ketika impian seorang pria menjadi kenyataan untuk dapat melihat dua buah yang terbebaskan dan berlimpah memantul-mantul secara langsung. Kupikir aku harus menyentuh kedua buah itu dan merasakannya, tapi hanya dengan melihatnya saja sudah memberiku perasaan bahagia... Tunggu, bukan itu intinya sekarang. “Kenapa kau berbohong tolol—!!” “K-Karena...cara terbaik untuk memahami satu sama lain adalah dengan melakukan hubungan telanjang, kan?” “Kurasa aku lebih suka melakukan hubungan telanjang di tempat tidur saat malam hari dulu?” “Oh, kalau begitu aku ingin kau mengatakan [Fufu, aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini].” Sial. Itu terlalu imut! Aku melompat keluar dari bak mandi, sambil berteriak dalam pikiranku. Aaaa, aku bisa mendengar suara sedih Hitotsuba-san, tapi aku mengabaikannya. Jika aku di kamar mandi bersamanya, aku akan kehilangan kendali. “Mouuu...dasar Yuya-kun jahat.” Hitotsuba-san menjilat bibirnya saat berbicara, nadanya membuatku merasa seperti mendegarnya dari mulut iblis kecil yang nakal.



Bab 13 Berapa Waktu Lagi Sebelum Terpikat?



Aku menemui pagi yang mengerikan—meski dalam artian bahagia. Aku mengarahkan pandanganku ke TV sambil menyantap sarapan yang benar-benar sudah dingin.



“Hei Yuya-kun. Kita mau pergi ke mana dulu nanti? Kalau aku sih ingin melihat peralatan makan dulu baru peralatan elektronik, bagaimana menurutmu?” Hitotsuba-san mengatakan sesuatu, tapi aku tidak menjawab. Akan mudah untuk menjawab setuju disini, tapi mengingat apa yang terjadi tadi, aku ingin dia sedikit merenungkan itu. “Hei Yuya-kun. Peralatan makan apa yang kau suka? Apa kau lebih menyukai cangkir couple? Berapa banyak nasi yang biasanya kau makan? Kau juga butuh mangkuk, dan piring kari? Kita punya banyak ruang penyimpanan, jadi ayo kita lihat-lihat berbagai hal.” Jangan, jangan menjawabnnya. Meskipun aku menyukai kari dan pasta, tapi jangan sampai terpancing pada ucapannya. Harus fokus pada TV. “Bagaimana dengan peralatan elektronik? Kita adalah murid SMA, jadi kupikir akan lebih baik untuk membeli lemari es yang besar sehingga kita dapat menyimpan makanan untuk bekal. Kalau begitu, kita juga perlu membeli penanak nasi berkualitas tinggi agar nasi tetap terasa enak meskipun sudah dingin, Dan jika kita memiliki microwave yang bagus, kita bisa membuat berbagai hidangan. Oh, apa kau tahu, oven microwave saat ini juga sudah bia membuat pasta loh! Itu luar biasa ya!” Sangat nyaman bisa membuat pasta dengan microwave yang biasanya harus direbus! Dan juga menyenangkan bisa untuk menyantap nasi yang enak meski sudah dingin untuk bekal. Penanak nasi dirumahku yang dulu akan merubah nasi menjadi kuning dan keras segera setelah dihangatkan. Atau lebih tepatnya, bukankah dirinya tahu banyak tentang peralatan elektonik? “Mesin cuci sebaiknya memiliih yang bertipe drum. Pemuatan deterjen dan pelembut kain yang secara otomatis juga cukup nyaman, apalagi hanya butuh waktu 98 menit dari mencuci hingga mengeringkan. Jadi Yuya-kun bisa langsung mencuci pakaian setelah pulang dari aktvitas klub, dan malam sebelum tidur bisa langsung dilipat.” Jika aku tidak harus mengeringkannya, itu akan sangat membantu. Selain itu, sangat nyaman deterjen dan pelembut akan dimuat secara otomatis oleh mesin. Karena aku biasanya selalu tidak mengerti dan memasukkannya begitu saja. Sepertinya Hitotsuba-san benar-benar tahu banyak. “Begini-begini aku adalah putri tunggal presiden perusahaan elekronik. Jadi ini wajar saja.”



“Hahaha. Kau luar biasa, Hitotsuba-san. Aku mah tidak tahu apa-apa tentang peralatan rumah tangga.” “Kupikir kayaknya kalimat kita terbalik. Tapi daripada itu, akhirnya kau berbicara juga denganku. Apa kau marah karena aku tiba-tiba masuk ke kamar mandi?” Sial. Karena refleks, aku jadi bereaksi. “Jangan khawatir. Aku barangkali, sepertinya, mungkin tidak akan melakukannya lagi, jadi kumohon jangan marah kayak gitu.” Aku terkesan dengan pengucapannya yang indah, tapi dapat dipastikan 100% bahwa ini adalah pernyataan dari mereka yang akan terus melakukan hal yang sama. Tidak ada elemen yang dapat membuat perkataannya meyakinkan di mana pun, dan jika ada, itu malah akan terasa lebih buruk. “Kali ini...aku akan melakukannya di ranjang sesuai keinginanmu. Jadi maafkan aku ya, nyan.” “............S-Secara khusus kali ini aku memaafkanmu. Hanya kali ini loh ya! Jika kau melakukan hal yang seperti itu lagi, aku benar-benar tidak akan berbicara denganmu! Yah, mungkin sekitaran tiga jam!” Aku ingin tahu, apakah ada pria yang tidak bisa menyerah pada senyuman gadis cantik dengan gerakan seperti kucing dan mengatakan ‘nyan’. Jadi bukan kesalahan bagiku kalau jadi menyerah! “Fufufu. Aku benar-benar menyukai Yuya-kun yang seperti itu, imut sekali. Sekarang, kita sudah selesai sarapan, ayo segera bersiap-siap. Meskipun kita akan diantar dan dijemput Miyamoto-san, berbelanja membutuhkan waktu dan tenaga. Jika kita tidak pergi lebih awal, kita akan terlambat pulang nantinya.” “Yah...kau benar. Oke, aku akan bersiap-siap.” Aku segera berdiri dari sofa. Tapi dalam kasusku, tidak butuh waktu lama untuk bersiap-siap. Yang harus kulakukan adalah mengganti pakaianku, menata rambut dengan ringan, dan menunggu. Mengapa aku harus menata rambutku? Karena aku ingin tampil sebaik mungkin saat berdiri di samping gadis cantik yang terlihat seperti dewi. “Tidak apa-apa. Seperti sekarang saja kau sudah keren kok. Selain itu, aku menyukai hati Yuya-kun lebih dari apa pun. Penampilan adalah nomor dua. Jadi tidak peduli apapun yang orang katakan, tidak usah dipikirkan, oke?”



Aku menghela nafas dan menggaruk kepalaku. Aku heran kenapa Hitotsuba-san suka mengatakan hal-hal yang membuatku senang dan malu. Apalagi mengatakannya sambil tersenyum, itu terlalu mempesona. Aku ingin menjadi pria yang cukup layak untuk berdiri di sampingnya. Aku sudah mulai merasakan hal itu pada pagi pertama kami tinggal bersama.



Bab 14 Seperti Pasangan Yang Baru Menikah



Kami meninggalkan rumah pada pukul 10:00 dan pergi ke Pusat Perbelanjaan untuk melihat-lihat berbagai peralatan makan sesuai rencana. Ada begitu banyak peralatan makan yang berdesain trendi untuk dipilih, sehingga menjadi sulit untuk memilih satu saja. Tidak hanya itu, ada berbagai peratalan yang biasa digunakan di festival dan toko sampel makanan, membuat suasana lingkungan semakin asyik dinikmati. Hitotsuba-san, yang mleihat ke sana kemari dengan mata berbinar, benar-benar imut. Setelah makan siang, kami pergi ke toko elektronik di Ikebukuro dan membeli satu set peralatan lengkap termasuk kulkas, meski begitu, prosesnya ternyata itu sulit. Hitotsuba-san, yang teringat acara TV tentang petugas toko yang berkacamata tipis biasanya berpengetahuan, memanggil petugas toko yang mirip dengan kriteria itu dan menyanakannya berbagai hal. Selain itu, petugas toko ini tidak peduli bahwa kami adalah murid SMA dan mendengarkan apa yang ingin kami lakukan dan apa yang kami butuhkan, kemudian mengusulkan produk yang sesuai satu per satu. Percakapannya menarik, dan dia memberikan kami diskon. Yang lebih menarik adalah semakin banyak aku mendengarkan ceritanya, semakin banyak peralatan elektronik dari perusahaan Hitotsuba diputuskan ingin dibeli. Perusahaan Hitotsuba yang berkelas dunia memang beda. Namun, itu adalah cerita yang panjang, jadi sudah lewat pukul 19:00 ketika kami menyelesaikan prosedur dan membayar tagihan. Belanja hari ini lebih sering dilakukan oleh Hitotsuba-san, dan aku kebanyakan hanya menemaninya, tapi tentu saja aku memberikan pendapatku sendiri. Sangat



mudah untuk menjadi pria yang baik, tapi Hitotsuba-san dan aku akan hidup bersama. Akan salah jika menyerahkan semuanya padanya. Oh iya. Pembayarannya benar-benar mengejutkan, langsung tunai njir. Ketika aku mengeluarkan segepok uang tunai yang tersegel dari amplop tebal, bahkan petugas toko yang meyenangkan itu langsung membeku. Aku sendiri juga tidak bisa menutup mulutku yang ternganga. “Ayahku mempercayakanku uang ini. Sebagai gantinya, aku harus melaporkan berapa banyak peralatan yang kubeli. Saat itu, aku akan memberi tahu namamu, jadi bisakah kau memberiku kartu namamu?” “Ah, Iya...” Sedikit gemetar, petugas tersebut menyerahkan kartu namanya kepada Hitotsubasan. Saat menerimanya, dia tersenyum seperti seorang dewi. “Terima kasih. Kau telah membuat pengalaman belanjaku hari ini sangat menyenangkan. Aku pasti akan memberitahu ayahku tentang dirimu.” Setelah itu, petugas tersebut melanjutkan jalur karier yang akhirnya membawanya ke level eksekutif, tapi itu nanti di cerita lain. “Apa kau maunya makan dirumah, Yuya-kun?” “Tidak, aku capek banget hari ini. Kalau baru mulai membuat makan setelah pulang nanti, waktu sudah akan larut, jadi kenapa kita tidak makan dulu baru pulang? Yah, meski begitu, kalau itu hanya pasta sederhana, aku akan membuatnya...” Di tempat pertama, tidak ada bahan makanan yang tersedia di rumah. Supermarket akan tetap buka, dan tidak butuh waktu lama untuk membuat pasta meskipun aku membelinya secara acak. Untungnya, kulkas akan dirkirim besok pagi, jadi kami setidaknya bisa membuat makanan tahan satu malam di musim dingin seperti ini. “Yuya-kun akan membuatkannya? Gak masalah nih...kau kan capek?” “Tentu saja aku sebenarnya ingin makan masakan Hitotsuba-san, tapi tidak harus hari ini. Selain itu...akan ada banyak peluang untuk itu di masa depan, kan?” “Ya, ya, tentu saja! Kalau begitu besok aku akan memamerkan keterampilan masakku padamu, jadi bersiaplah! Nah, jika semuanya sudah diputuskan, ayo cepat bertemu Miyamoto-san dan pergi ke supermarket! Aku sangat menantikan masakanmu!”



Dengan senyum terbahagia hari ini, dia menarik tanganku dan kami meninggalkan toko. Aku mengatakan kalau aku akan membuat pasta, tapi rasa apa yang harus kubuat? Apa Hitotsuba-san akan menyukainya? Aku sangat bersemangat dan ingin melihat penampilan seperti apa yang akan dia berikan padaku, tapi saat aku memikirkan bagaimana hari-hari seperti ini akan menjadi bagian dari kehidupan setiap hari, aku merasa hangat di hati.



Bab 15 Masakan Seorang Pria



“Waktunya untuk Yuya-kun memasak! Teng teng teng teng teng!” Pada saat kami sampai dirumah setelah berbelanja, waktu tepat sebelum pukul 21:00. Ini memang agak terlambat untuk makan malam, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku khawatir dengan semangat Hitotsuba-san yang jadi lebih tinggi daripada saat berbelanja, tapi ayo mulai masak sekarang juga. “Chef Yuya. Apa menu hari ini?” “Kurasa aku akan membuat Peperoncino hari ini. Aku suka saus tomat atau saus daging, tapi perlu waktu untuk membuatnya, jadi itu sesuatu yang harus dinantikan lain kali.” Pertama, masukkan air dan garam ke dalam panci yang akan digunakan untuk membuat pasta dan didihkan. Sementara itu, lanjutkan ke menyiapkan bahanbahan. Kupas dua siung bawang putih, pisahkan cabai, lalu buang bijinya, iris daun peterseli, lalu haluskan. Masukkan pasta saat air mendidih. Atur waktu mendidih sekitar satu menit lebih pendek dari resep. Dengan cara ini, pasta akan memanas saat dipadukan dengan saus, sehingga akan memiliki kekerasan yang pas setelah selesai. Jika sudah hampir mendidih, masukkan bawang putih dan cabai yang baru dipotong-potong sebelumnya ke dalam wajan dengan minyak zaitun dan goreng perlahan dengan api kecil. Tekniknya adalah terus mengaduk wajan agar tidak



gosong. Saat aroma harum bawang putih keluar, tambahkan peterseli untuk menambah rasa. Mulai sekarang harus cepat. Masukkan semangkuk air mendidih ke dalam wajan dengan api besar dan aduk rata dengan minyak zaitun, kemudian tambahkan pasta dan terus aduk. “Yap, rasanya pas.” Rasa asinnya juga sempurna. Aku menaruhnya di piring yang baru dibeli, dan menambahkan sedikit cabai serta lada, selesai. “Wow. Luar biasa, Yuya-kun. Kau ahli dalam apa yang kau lakukan dan mempersiapkannya. Aku iri karena aku tidak bisa melakukannya seperti ini. Atau lebih tepatnya, bukankah dirimu adalah juru masak yang lebih baik dariku?” “...Yah, ibuku pandai memasak, dan aku tidak benci memasak, jadi aku telah melakukannya dari waktu ke waktu. Aku akan menantikan masakanmu selanjutnya.” Kami duduk di meja yang saling berhadapan dan makan malam meski agak terlambat. Aroma minyak zaitun dan bawang putih merangsang nafsu makan. Ini bumbu yang sederhana, tapi tidak terlalu asin dan hambar, jadi aku lega. Taburan lada di akhir juga juga merupakan sorotan yang bagus. “Mmmmm---! Enak sekali! Aroma bawang putih yang kuat dan bercampur kesegaran peterseli membuatnya sangan mudah untuk disantap. Rasa ladanya juga menggugah selera! Apa Yuya-kun ini sebenarnya jenius!?” “...Jika ini disebut jenius, maka semua koki di dunia akan menjadi dewa, dan peraih penghargaan akan menjadi pencipta atau semacamnya.” “Tidak apa-apa. Bagiku Yuya-kun adalah chef. Tidak peduli apa yang orang lain katakan, bagiku masakanmu itu enak.” Aku menggaruk pipiku. Ini adalah pertama kalinya aku memasak untuk orang lain selain orang tuaku, jadi sejujurnya aku senang ketika Hitotsuba-san mengatakan itu enak dengan senyum lebar di wajahnya. Meskipun aku jadi sedikit malu. “Fufuf. Kurasa aku juga tidak boleh kalah dari ini. Aku juga akan memasak besok, jadi tolong nantikan. Aku akan membuat sesuatu yang kau sukai!” “Apa kau tahu apa yang kusukai?”



“Tentu saja. Yang paling kau sukai adalah hamburger! Kau biasanya makan roti manis, tapi di hari-hari ketika kantin sekolah menyajikan hamburger, kau akan selalu memakan itu. Bagaimana? Apa aku salah?” “...Benar. Hebat juga ya kau bisa tahu kalau aku tidak akan pernah melewatkan hamburger di kantin sekolah.” Maaf untuk mengatakannya, tapi itu agak menakutkan tahu, Hitotsuba-san. Darimana kau bisa mendapatkan informasi seperti itu? Jika orang terkenal sepertimu mencari tahu tentangku, itu akan menjadi rumor dalam waktu singkat. “Fufufu. Kau ini naif, Yuya-kun. Informasi tidak terbatas pada siswa/i saja. Orang yang memberitahuku informasi ini adalah—orang-orang dari kantin sekolah!” Apa yang kau lakukan bibi kantin? Tunggu, mungkinkah... fakta bahwa dia tahu kalau aku biasanya lapar setelah aktivitas klub, dan terkadang memberikan makanan yang tidak terjual juga karena dia berbicara dengan Hitotsuba-san!? “Tentu saja. Dari apa yang paling kau sukai dan yang tidak kau sukai, dia menceritakan banyak hal padaku, termasuk hal-hal apa yang senang kau bicarakan dengan teman-temanmu. Apa yang lagi booming di antara Yuya-kun saat ini adalah gim fantasi yang baru rilis kan? Dia bilang kalau kau sering mengoceh tentang pesona heroin yang merupakan teman masa kecil dan berpayudara besar...” Mengapa kau menunjukkan percakapan kami dengan begitu akurat, Bibi?? Apakah ada kamera tersembunyi atau perangkat penyadap di suatu tempat!? Aku jadi takut untuk makan di kantin sekolah!? “Bibi kantin itu punya kemampuan khusus. Dan akulah yang memintanya untuk memberikan makanan yang tidak terjual di kantin sekolah kepada Yuya-kun. Kau ingin tahu kenapa aku bisa melakukan itu? Itu gak boleh ditanyain.” Aku terkejut dengan dirinya yang meletakkan jari telunjuknya di mulutnya dan mengedipkan matanya, membuat hatiku jadi terasa meleleh. Yah, meskipun ceritanya bukan hal yang baru, tapi keimutannya sama. Karakter berdada besar dan kikuk memang yang terbaik. “Sepertinya kau tahu cerita itu dengan baik, Hitotsuba-san.” “Fufufu. Karya itu terkenal tahu. Aku juga membacanya. Tapi aku lebih suka karakter pendiam di klub sastra daripada karakter berdada besar yang kikuk.”



Aku terkejut mengetahui bahwa Hitotsuba-san juga membaca novel ringan. Dan anehnya, aku juga lebih menyukai karakter pendiam daripada karakter utama. Mengapa demikian? Karena bukankah itu momen yang terbaik ketika seorang anak yang biasanya pendiam mengeluarkan emosinya? Kami menikmati makan malam yang larut sambil membicarakan hal-hal yang sepele tapi menyenangkan.



Bab 16 Apa Yang Yuya Suka...



Setelah menghabiskan pasta dan mencuci piring, Hitotsuba-san tiba-tiba teringat sesuatu dan bertanya padaku. “Ngomong-ngomong, Yuya-kun. Apa kau tidak mau memainkan gim fantasi yang biasa kau mainkan? Kau belum menyelesaikan ceritanya, kan?” Memang dia benar, ceritanya baru selesai setengahnya. Tapi satu atau dua jam sebelum aku tidur adalah waktu bermain yang sempurna, “Mana bisa aku main gim ketika ada Hitotsuba-san. Karena nanti hanya aku yang bersenang-senang, bukankah membosankan hanya menonton?” Jika itu adalah gim gelud atau gim kehidupan yang bisa dinikmati oleh dua orang sih lain cerita, tapi yang kumainkan adalah gim RPG untuk satu orang. Yah, kalau nontonnya dari awal sih mungkin bisa dinikmati, tapi itu sudah setengah cerita. Kalau sudah begitu malah akan membosankan. “Mmm. Kau memang benar, tapi kau tidak perlu menahan diri, loh? Kalau mau kau bisa memberitahukan ceritanya, dengan begitu kita bisa menikmatinya bersamasama, kan?” Itu cerita yang masuk akal, dan itu tawaran yang sangat bagus. Karena dia juga akan menikmati apa yang kusukai. Kupikir sangat penting untuk berbagi hobi dengan seseorang karena itu akan memubatmu bahagia bersama. Tapi ada alasan lain mengapa aku ingin menolak. Yaitu menyedihkan untuk memberi tahu seorang gadis kebiasaanku.



Aku menempatkan heroin teman masa kecil berdada besar sebagai anggota party dan tumbuh menyukainya. Tidak peduli sebarapa kuat musuhnya, gunakan dia sebanayak mungkin, Itulah yang disebut karater favorit. Tapi, kalau laki-laki yang mengetahuinya sih gak terlalu masalah, tapi kalau perempuan akan sangat memalukan. Tidak, bukan sekedar rasa malu saja, tapi kerusakan mental yang membuatku sulit untuk hidup. Tapi saat aku bertanya-tanya bagaimana aku bisa mengatakan ‘tidak’ supaya kebiasanku tidak diketahui, Hitotusba-san menjatuhkan bom padaku, “Yu-Yuya-kun, apa kau menyukai wanita...b-ber-berdada besar seperti heroim teman masa kecil di gim?” “...Eh? Apa?” “K-kupikir aku tidak kalah jika dibandingkan, menurutku sih!?” Hitotsuba-san memalingkan wajahnya ke arahku, dua buahnya juga berayun mengikuti irama berpalingnya. Terlebih lagi, ia mengenakan gaun bergaris dengan siluet yang pas dengan tubuhnya. Semua itu membuat daya penghancurnya jadi lebih kuat dari biasanya, dan karena dia mencondongkan tubuhnya ke depan, kedua buah yang terduduk di atas meja itu benar-benar buruk untuk mata. “Hei, Yuya-kun. Apa aku...benar-benar tidak menarik? Bahkan dengan ini aku terpilih sebagai gadis SMA terimut di Jepang loh?” “Tidak...itu...” “Padahal aku sudah seperti ini......sungguh memilukan sampai aku tidak bisa menahan air mataku...” Hitotsuba-sam sengaja memegang wajahnya dengan satu tangan dan meniru tangisan. Namun, jelas dia menatapku melalui jarinya. Aku sudah terlalu sering diserang kemarin dan pagi ini, jadi ayo kita bertarung kembali di isni. “Hah...Hitotsuba-san tidak menarik? Jelas itu tidak mungkin lah! Kurasa Hitotsubasan tidak tahu ini, tapi aku adalah salah satu orang yang mengagumi, tahu!? Kupikir kau orang yang keren, namun kau sebenarnya orang yang nakal dan suka berbicara. Gesturmu lucu, dan wajahmu yang memerah saat tersipu itu benar-benat imut! Gadis seperti itu mengatakan kalau dia suka padaku dan mengatakan kalau aku bisa melakukan apapun padanya? Normalnya aku mana bisa menahan diri!”



Sambil memukul meja secara berlebihan, aku juga mencondongkan tubuhku ke depan. Bahu Hitotsuba-san sedikit gemetar. Aku bisa mlelihat rasa antisipasi dan ketakutan di matanya, eh, atau malah itu keinginan? “Dengar, semua laki-laki itu serigala. Kalau bercandanya terlalu berlebihan...aaku...a-aku akan dengan serius menyerangmu, loh? Apa kau tidak masalah dengan itu?” Suaraku gemetar dan tanganku gemetar saat mengatakan ini. Ini bukan sesuatu yang biasa kulakukan, tapi kuharap Hitotsuba-san akan sedikit merenungkannya. Dia terlalu menarik, jadi aku mau supaya dia jangan terlalu gegabah. Namun, ini adalah langkah yang sangat buruk. Ini malah menjadi bumerang. Karena Hitotsuba-san dengan lembut memegang wajahku dengan kedua tangannnya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Eh, Tunggu! Terlalu dekat! Ujung hidungnya bersentuhan dengan hidungku!? Bibirnya yang merah muda, lembut, dan indah berada tepat di depanku?? “Kau tahu Yuya-kun. Kalau kau memang serius...aku tidak keberatan loh?” “Hi...Hitosuba-san. Tapi...itu...” “Fufufu. Aku tahu. Tapi sebaliknya. Aku tidak akan memberimu belas kasihan ketika kau benar-benar jatuh cinta padaku...” Hitotsuba-san menjilat bibirnya dengan tatapan tajam dan mengilap seperti predator. Jantungku berdebar kencang. Gerakannya yang menggoda serta seksi membuatnya sulit dipercaya kalau dia seusiaku, sampai-sampai aku tanpa sadar jadi menelan ludah. Aku ingin tahu, apakah aku akan terbawa suasana jika seperti ini. “Kalau begitu, pertama-tama, mengapa kita tidak memperpendek jarak lebih dulu? Tentu saja, bukan jarak tempat, tapi jarak hati.” Pada titik ini, Hitotsuba-san melepaskanku. Saat itu, aku tanpa sadar membuat suara penyesalan yang tampak seperti orang tolol. Hitotsuba-san melanjutkan berbicara dengan senyum lembut. “Tapi tidakkah menurutmu tidak adil kalau hanya aku yang memanggilmu ‘Yuyakun’? Aku ingin kau memanggilku ‘Kaede’ daripada ‘Hitotsuba-san’. Apa kau keberatan......?” Perubahan tampilannya begitu mempesona. Dia menatapku dengan mata berkacakaca, seperti Chihuahua yang mendominasi iklan, melihat itu dahiku mulai



berkeringat meskipun sekarang musim dingin. Aku menelan ludah lagi, dan sesaat keheningan menyelimuti ruang tamu. Tapi, saling tatap yang dimulai dengan begitu tiba-tiba ini akan segera berakhir. Tidak mungkin aku bisa memenangkannya di adu tatap seperti ini... “Aku mengerti. Aku mengerti. Aku kalah, Kaede-san.” Whoaaa, malu banget cuk. Wajahku benar-benar merah padam sekarang. Itu rasanya sudah seperti terbakar. Tapi pipi Kaede-san juga tidak kalah merahnya, hampir seperti tomat yang baru dipanen. “Aku senang...terima kasih, Yuya-kun” Senyuman muncul di wajahnya saat pipinya merona seperti bidadari, dan yang bisa kulakukan hanyalah merasa malu.



Bab 17 Sakurako-san Emang Menakutkan



Sekarang hari senin. Aku menahan supaya tidak menguap saat lagi bersiap-siap. Nah, apa yang kulakukan pada hari minggu? Aku mengambil absen dari aktivitas klub dan pulang ke rumah lamaku untuk mengemasi barang-barangku. Tentu saja itu sulit, dan sulitnya itu dalam berbagai hal. Sebagian besar pakaian dan barang-barang pribadiku dikemas ke dalam kardus dan dikumpulkan, kemudian sisanya Hitotsuba-san, atau lebih tepatnya ibu Kaede-san— Sakurako-san—meminta kontraktor untuk mengurusnya. “Itu adalah barang-barang yang ditinggalkan orang yang meninggalkan putra satusatunya dan kabur ke luar negeri. Sebenarnya aku ingin membuangnya. Tapi karena pernikahan Kaede juga butuh sesuatu yang memorable, jadi aku akan mengelolanya.” Dia mengatakan itu sambil mengedipkan matanya.



Yah, orang tuaku ini tidak hanya tolol dalam akal sehat, tapi juga tolol sebagai orang tua, jadi pada saat aku bermain sepak bola, mereka akan selalu datang untuk bersorak dan mengambil gambar serta video. Tentu saja, ada banyak album lain juga, termasuk foto masa kecilku, dan jujur saja, akan memalukan kalau ibu Kaede yang aka mengelolanya. “Tidak adil kalau cuman Ibu yang menikmatinya! Tunjukkan juga padaku! Dilarang memonopoli dan mencintai Yuya-kun versi shouta!” “Kau kan sekarang tinggal bersama Yuya-kun. Jadi kau bisa mencintai dirinya sebanyak yang kau mau. Tapi kalau aku tidak bisa tahu? Dengan begitu setidaknya biarkan aku memonopoli dunia delusi!” “Tidak. Yuya-kun adalah Yuya-kun-ku sendiri. Jadi aku memiliki hak untuk potretnya saat masih kecil. Ibu bermesraan saja dengan ayah.” Aku ingin memberi tahu kalau hak potretku adalah milikku, tapi rasanya aku tidak bisa melakukannya. Meski begitu, apa Sakurako-san ini termasuk kaum yang menyukai shouta? Tidak, tunggu sebentar dan bayangkan. Jika dimanjankan dengan lembut oleh wanita yang segar dan kuat seperti Sakurako-san—ini buruk. Beberapa minat anehku akan terdistorsi. “Uhufu, ada apa Yuya-kun? Mungkinkah...kau membayangkannya?” “Yuya-kun!? Itu tidak boleh! Ibu itu tidak baik! Dia memang baik pada awalnya, tapi sifat aslinya adalah penyihir licik yang seperti ular! Aku akan melakukan yang terbaik, jadi kau hanya harus melihatku!” “Ara ara. Kalau baru dua hari hidup bersama tapi sudah begitu mengengakang, kau akan kehilangan kasih sayang, loh? Hei Yuya-kun, setelah ini, kenapa kau tidak mencicipi pesona wanita dewasa? Jangan khawatir, aku akan merahasiakannya dari suamiku kok.” Kaede-san dengan imut berteriak dan menginjak-nginjak tanah. Entah apa sudah yang dipikirkan oleh Sakurako-san. Yah, matanya tertawa, jadi jelas dia tidak serius. Jika demikian, apakah dia begitu menikmati saat menggoda Kaede-san? Sepertinya begitu. Aku penasaran, apakah dia menikmati reaksi dari menggoda seorang gadis yang jatuh cinta untuk pertama kalinya, dan mengujiku juga pada saat yang bersamaan.



“Itu tawaran yang sangat menggirukan, tapi aku akan menolaknya dengan sopan. Aku ini orang yang setia. Selain itu, aku tidak bisa melawan hutang rasa terima kasih pada orang yang membereskan masalah orang tuaku.” “Yuya-kun...kau keren...” Mengapa kau menatapku dengan tangan terkatup rapat dan dengan pipi memerah, Kaede-san? Aku memang bilang aku orang yang setia, tapi aku belum bilang kalau aku menyukaimu. “Oh...apakah aku satu-satunya yang kalah? Kata yang bagus, Yuya-kun, sulit dipercaya kalau dirimu benar-benar anaknya Kotaro. Orang itu, saat dia masih pelajar dulu...yah kita akan menceritakan itu lain kali.” Woy Ayah sialan! Apa yang kau lakukan saat kau masih pelajar!? Meski hanya sesaat, aku bisa melihat adanya cahaya kebencian di mata Sakurako-san! “Kaede. Kau tidak boleh melepaskan Yuya-kun. Dia adalah anak laki-laki yang manis dan sopan, anak laki-laki seperti itu sudah langka sekarang. Pastikan supaya dia hanya terus melihatmu dan mencintaimu.” “Aku tahu. Tidak peduli cara apa yang harus kulakukan, aku pasti akan membuatnya terpikat denganku!” Bisakah kalian membicarakan hal semacam itu saat aku tidak ada? Dan lagi, apa yang membuatmu mengangguk-ngangguk Sakurako-san? Juga, tadi kau mengatakan kalau dirimu akan melakukan cara apapun, tapi apa yang sebenarnya kau rencanakan, Kaede-san? Jika memungkinkan, aku maunya cara yang lebih damai seperti dengan mengenyangkan perut. [Catatan Penerjemah: Kalau gak salah ada isitilah begini, “Cara membuat laki-laki jadi tambah cinta adalah dengan mengenyangkan perutnya.” Mungkin itu yang dimaksud Yuya.] “Kata yang bagus, Kaede. Pikatlah tubuh dan pikiran Yuya-kun. Teknik yang perlu kau lakukan untuk itu adalalah—” “Hentikan!! Apa yang coba kau ajarkan pada putrimu!? Tidak bisakah kau menyerahkan hal semacam itu pada kami satu sama lain?” Ampun dah nih anak sama ibu! Terlebih lagi, menilai dari cara dia mengatakannya, Sakurako-san pasti cukup terampil dan pastinya seorang pemikat yang baik. Jika



orang berbakat seperti Kaede memperoleh pengetahuan seperti itu—aku pasti akan terpikat. Pasti akan terpikat! “Uh... kenapa kau malah menyela, Yuya-kun. Itu adalah informasi yang diperlukan untuk membuat malam menjadi lebih panas...” “Uhufu. Kau benar juga. Hal seperti itu mungkin lebih menyengkan diserahkan pada kalian satu sama lain. Tidak hanya itu akan membuat kalian berdua bahagia, tapi juga membuat perasaan kalian lebih dalam.” Sakurako-san melanjutkan perkataannya sambil menepuk pundak Kaede, yang mulai menangis. “Bagus untukmu, Kaede. Bahkan jika dirimu tidak pandai dalam hal itu, Yuya-kun akan akan tetap menerimamu. Kalian hanya harus melakukan yang terbaik bersama-sama. Sedangkan untuk teknikku, ya...aku akan memberitahumu saat aku mempelajari fetishnya. Tidak apa-apa, Kazuhiro-san saja langsung jadi lunak dengan teknikku, jadi Yuya-kun pasti akan begitu juga.” Sepertinya Kazuhiro-san, si ayah mertua benar-benar diungguli. Yah, jika wanita cantik seperti Sakurako-san mengambil inisiatif, aku akan senang dan tidak ingin menolak. Tapi, jika orang seperti itu dibiarkan melakukan apa yang dia inginkan... “Uhufu. Kupikir Yuya-kun adalah tipe M, tapi secara tak terduga kau sepertinya memiliki faktor S juga. Malahan, kau mungkin adalah seorang raja di ranjang. Kaede, lakukanlah yang terbaik, oke?” “Y-Ya! Yuya-kun! Aku akan melakukan yang terbaik!” Aku hanya bisa mengangguk dengan senyum masam. Aku tidak tahu apakah itu karena Sakurako-san, tapi aku merasa seperti ada pintu baru yang terbuka untukku. Itu adalah hari Minggu yang luar biasa.



Bab 18 Hari Yang Mengerikan



Saat itu senin pagi, sehari setelah Ibu Kaede-san membukakan pintu baru untukku.



Waktu saat ini pukul 7:50. Lokasinya adalah kelas 1D tahun pertama. Saat ini aku sedang menghadapi masalah yang sangat besar. Begitu aku memasuki kelas, hatiku sudah langsung grogi karena dihadapkan oleh tatapan rasa iri hingga tatapan kebencian. “Selamat pagi Yuya. Bagaimana perasaanmu menjadi pusat perhatian hari ini?” Saat aku duduk di kursiku, sahabatku, Shinji Higure memanggilku. Shinji juga merupakan rekan yang unik di lapangan klub sepak bola yang sama. Tingginya 165 cm dan bertubuh kecil untuk pemain sepak bola, tapi umpan kreatif yang keluar dari kakinya tepat untuk kepekaanku. Ditambah dengan penampilannya yang lembut dan tampan serta kepribadian yang ramah, dia juga sangat populer seperti anak anjing. Dan ketika dia pertama kali masuk sekolah, dia mendapat pengakuan cinta dari banyak gadis, terlepas dari teman sekelas ataupun siswi senior, meski begitu dia menolak semuanya. Itu karena Shinji memiliki seorang gadis yang dia cintai pada pandangan pertama dan sudah berpacaran dengan gadis itu. “Selamat pagi, Shinji. Yah, kalau situasi ini mau dijelasakan secara singkat, maka ini adalah neraka.” “Yah, itu wajar saja. Bagaimanapun juga, kau datang ke sekolah sambil bergandengan tangan dengan Hitotsuba Kaede. Bukankah kau harusnya sudah bersiap untuk itu?” “...Bacot. Aku sudah mengatakan padanya berkali-kali kalau itu akan berbahaya. Tapi Kaede-san sama sekali tidak mau mendengarkan. Jika aku melelpaskannya, dia akan mulai menangis—” Ini buruk. Aku secara tidak sadar mengingat penderitaan yang kualami ketika meninggalkan rumah, dan mengatakannya dengan lantang. Darahku mulai terkuras. “Astaga, itulah yang kumaksud, Yuya.” Suara tecengang Shinji menusukkku. Satu-satunya keselamatan adalah setiap orang tertarik, tapi ragu-ragu untuk ikut mendengarkan. Dengan ini, aku akan dapat bertahan sampai suara bel pagi berbunyi. Tepat ketika aku memikirkan itu... “Hei, Yoshi! Kau benar-benar mulai berpacaran dengan Kaede-chan!?”



Munculnya orang yang merusak ketenangan pikiranku mengganggu rencanaku. “...Kau mendengarkan itu dari siapa Otsuki-san?” “Tentu saja dari Kaede-chan sendiri. Dia bilang [Aku akan menyatakan perasaanku pada Yoshizumi-kun] sepulang sekolah pada hari Jum’at, tapi aku belum diberitahu hasilnya. Tapi keributan pagi ini membuatku jadi tahu! Yah, tidak mungkin kau akan menolak pengakuan cinta dari Kaede-chan!” Gadis yang tertawa nyahaha ini adalah Akiho Otsuki, teman sekelas Kaede, merupakan seorang siswi yang terlihat seperti humanoid energik. Dia adalah gadis berutubuh kecil dengan rambut sepanjang sebahu, bisa dibiliang dirinya adalah loli legal. Buahnya lebih besar dari Kaede-san. “Akiho. Sesi kelas sudah mau dimulai loh? Kau tidak seharusnya berada di kelas kami. Cepatlah kembali ke kelasmu.” “Muuu. Shin-kun kejam. Apa kau tidak mau berlama-lama bersamaku?” “Astaga, tentu saja aku ingin bersamamu, tapi jika kau tidak kembali, sensei akan marah loh?” Aku menghela nafas pada pertukaran bucin yang tiba-tiba antara Shinji dan Otsukisan dengan banyak simbol hati yang melayang-layang. Orang yang Shinji jatuh cinta pada pandangan pertama adalah Akiho Otsuki, dan gadis itu sepertinya jatuh cinta dengan Shinji pada pandangan pertama juga, dan sekarang mereka menjadi kekasih terkenal dengan ketololan di kepala mereka. “Jika mau bermesraan, lakukanlah itu di tempat lain pasangan tolol. Aku tidak tahan melihat itu dipamerkan di pagi hari.” “Ah, aku tidak dengar apa-apa! Dan lagi, aku tidak ingin diberi tahu sesuatu seperti itu oleh pasangan yang datang ke sekolah dengan bahagia sejak pagi sambil bergandengan tangan!” “Itu benar, Yuya. Yang kau katakan berbeda dari apa yang kau lakukan, tapi bukankah kau tadi adalah orang yang paling bersemangat dan malu-malu? Kau malah lebih jauh tolol dari kami.” Shinji dan Otsuki-san telah mengesahkan kami sebagai pasangan!? Itu tidak mungkin. Aku tidak mungkin malu-malu.



“—Mulutmu memang mengatakan ingin melepaskannya, tapi kau sebenarnya tidak ingin melepaskannya, kan?” Yah kalau masalah memalukan sih memang memalukan, dan aku tahu itu akan terjadi. Tapi lebih dari itu, aku bisa mencium aroma tubuh Kaede-san, dan lagi, tubuhnya bahkan lebih lembut dan lebih mantep dari yang kubayangkan, jadi tentu saja aku tiadk mau melepaskannya. “Isshhh...jika memang begitu, maka katakan saja dari awal. Jika Yuya-kun mau, aku siap memberikan segalanya untukmu. Dan kalau kau mau, apa kau ingin menikmati tubuhku malam ini?” “...Kaede-san. Kau seharusnya tidak mengatakan itu disekolah. Selain itu aku tidak akan menikmatinya? Atau lebih tepatnya, apa yang kau katakan pagi-pagi begi—” Ketika aku mengistirahkan kepalaku di tanganku, aku tiba-tiba mendengar suara dari belakang. Aku ingin membalas kembali padanya, tapi di tengah-tengah aku menyadari bahwa itu adalah suara iblis kecil yang telah kudengar selama dua hari terkahir, dan ketika aku berbalik ketakutan, aku melihat Kaede-san yang berdiri di sana. Tidak mungkin!? Kenapa kau ada disni Kaede-san! “Aku datang menemuimu karena aku sedih tidak akan bisa melihat pacar kesayanganku sampai siang nanti, apa itu gak boleh?” “Oke, tenang dulu. Aku bukan pacarmu karena aku belum merespon pengakuanmu. Selain itu aku tidak menikmatinya. Dan juga aku sukanya wanita yang pemalu, aku akan menjauh darimu jika kau memikat secara terbuka. Jika kau sudah tahu, maka kembalilah lagi.” “...Oke. Jika kau mengatakan itu, maka bersiaplah malam ini, oke? Akiho-chan, sesi kelas akan segera dimulai, jadi ayo kembali ke kelas.” Berbalik, Kaede-san kembali ke kelasnya bersaa Otsuki-san. Astaga. Pergi ke sekolah aja sudah membuat keributan, dan sekarang repot-repot datang ke kelas untuk menyatakan perang. “...Hei, Yuya. Boleh aku bertanya sesuatu?” “Apa lagi Shinji.” “Tidak, aku tahu ini sepertinya tidak mungkin, tapi ada sesuatu yang benar-benar aku ingin tahu... Apa kau dan Hitotsuba-san tinggal bersama?”



Aku mengingat percakapan yang kulakukan sebelumnya, dan membenturkan kepalaku ke atas meja. Siapa pun yang mendengar percakapan itu pasti akan memikirkan kemungkinan itu. Kenapa aku bisa bodoh sekali. “Yah...Aku mengerti. Aku yakin ada beberapa situasi tapi...aku turut kasihan.” Kata-kata simpati yang diucapkan sahabatku dengan suara tercengang membuat hatiku hancur berkeping-keping. Sungguh hari yang mengerikan! Aku berteriak sekeras yang kubisa dalam pikiranku.



Bab 19 Kau Benar, Shinji-kun



Begitu waktunya istirahat makan siang. Aku maunya langsung melompat keluar dari kelas seperti kelinci. Aku yakin kalau sampai setelah kegiatan klub, aku akan dikerumuni dan dipertanyakan segala sesuatu mulai dari apa yang terjadi pagi ini hingga alasan mengapa aku mengambil absen pada aktvitas klub kemarin. Tapi setidaknya sampai saat itu, aku ingin menghabiskan waktuku dengan tenang. Meski begitu— “Kau mau kemana, Yuya-kun? Kita sudah berjanji untuk makan siang bersama-sama, kan? Padahal aku sudah bersusah payah membuatkanmu bekal makan siang...apa kau tidak mau memakannya?” Yap. Aku tertangkap. Seringai di wajah Otsuki-san muncul di benakku. Jangan bercanda sialan. Kembalikan kedamaianku. “Hamburger yang kubuat kemarin. Kau bilang kalau itu enak dan berharap bisa memakannya sebagai bekal makan siang, jadi aku bangun lebih awal dan membuatnya, tahu?” Memang seperti yang dia katakan, kemarin dirinya membuatkanku makan malam. Itu adalah jus daging yang melimpah sehingga sebanding dengan makanan yang ada di restoran. Rasanya sangat nikmat dengan umami seperti daging sapi dan manisnya lemak daging babi.



“Selain itu...aku selalu ingin mencoba makan siang dengan orang kusukai, apa itu tidak boleh?” “...Tentu saja boleh.” Jika dirinya menurunkan pandangannya dan mengatakan sesuatu dengan wajah gelisah, mana mungkin aku bisa menolak! Selain itu, tatapan di sekitarku. [Bekal makan siang buatan Hitotsuba-san!? Iri banget anjeeeng, jadi pengen gua bunuh tuh orang!] [Apa dia akan menolak undangan untuk makan siang dengannya!? Itu tidak mungkin kan!? Kalau sampai menolak, fix, MATI!] [Dari pada itu, apa kalian dengar dia baru saja megnatakan ‘tadi malam’? Apa itu berarti mereka hidup bersama!? Apa ini cerita Novel Ringan? Tidak, ataukah gim ero?] Tatapan penuh kebencian dan bisikan maut para pria menembus tubuhku. Sepertinya ada orang yang mengatakan itu seperti gim 18+, tapi itu jelas tidak. Meski begitu harus diakui, perkembangan seperti ini tidak jauh berbeda dengan Novel Ringan. Sementara itu, reaksi apra gadis, [Hitotsuba-san benar-benar berani... Aku juga ingin segera bertemu seseorang yang bisa membuatku berpikir begitu.] [Aku iri padanya yang pandai memasak. Terlebih lagi, membuatkan bekal makan siang untuk seseorang yang disukai... Aku ingin tahu, apa harus memasaknya juga ya?] [Aku pernah dengan kalau ada banyak orang yang mengincar Yoshizumi-kun, ace dari klub sepak bola, tapi kalau harus melawan Hitotsuba-san, mereka pasti tidak memiliki peluang untuk menang. Itu juga berlaku sama untuk Higure-kun. Aku jadi mau mencari pria yang baik secepatnya.] Yap. Anggap saja aku tidak mendengar apa-apa. Kenapa begitu? Karena Kaede-san, yang telah pindah ke sampingku, mengeluarkan tekanan yang hebat. Jika disini aku mengaktan [Aku ini populer ya?]. Mudah untuk memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya. “Kau hanya perlu melihatku seorang, karena aku juga hanya akan melihat dirimu.”



Aku benci pada kenyataan bahwa aku punya kecendrungan untuk mudah dibaca melalui wajahku. Aku langsung mendapat serangan pertama meski tidak mengatakannya. Selain itu, dia juga memberiku senyum lebar sembari mengaitkan lengannya dengan erat. Terkejut dengan itu, ruang kelas bergema dengan gertakan gigi dan teriakan gembira dari para gadis. “Ah...maaf, Yuya. Bermseraan sih tidak ada salahnya, tapi jika kita tidak bergegas, istirahat makan siang akan segera berakhir. Gimana nih? Kau mau ke kantin? Atau makan di sini saja?” Woi, Shinji. Memangnya menurutmu siapa di sini yang bermesraaan? Bukankah ini hanya seperti aku dipermainkan secara sepihak? “Itu tidak terlihat seperti itu. Malah, itu membuatku sedikit malu kalau memang terlihat seperti itu.” “Eeh, jangan bilang begitu dong Shin-kun. Aku ingin terus bermesraan denganmu seperti sebelumnya. Apa itu gak boleh?” “Tentu saja tidak apa-apa. Aku juga suka mesra-mesraan dengan Akiho.” Shinji! Jangan menciptakan suasana di mana kau dapat mendengar suara ‘Aku menyukaimu saat mata kita bertemu’! Lihat nih, Kaede-san jadi punya tatapan iri! Astaga, sudah-sudahlah main-mainnya. “Hei, Yuya-kun. Kita juga harus lebih bermes—” “Okeeee! Kita tidak punya banyak waktu, jadi ayo cari makan siang! Shinji, amankan meja! Karena kalau dua tidak akan cukup, jadi kita akan menyatukannya! Dan untuk kalian berdua, karena itu adalah kantin sekolah, tidak akan ada masalah kan!” Tidak akan kubiarkan dia menyelesaikan kalimatnya. Itu adalah pernyataan diri malu-malu yang akan membuatku kewalahan, tapi aku tidak akan kalah! Dan juga, gak ada gunanya meskipun kau mengembungkan pipimu seperti itu tahu. Aku menusuk pipinya dan mengeluarkan udara dari mulutnya, Aah, ekspresi ini juga imut. “Hei, Akiho. Apa kalau aku jadi tsukkomi di sini akan kalah? Akan kalah kan?” [Catatan Penerjemah: Tsukkomi] “Ya...dibiarkan seperti ini sih cukup menarik, tapi karena suasana kelas jadi lebih berat, lebih baik untuk menghentikannya. Shin-kun, aku serahkan padamu!”



“Aku yang menghentikannya!? T-Tidak mungkin! Coba kau lihat mereka Akiho! Yuya tersenyum tidak seperti sebelumnya, dan pipi Hitotsuba-san begitu mengendur! Tidak mungkin aku bisa menghentikannya...” Shinji dan Otsuki-san berisik sekali dah. Aku kan jadi bisa menikmati pipi Kaede-san yang lembut ini. Hmm? Tunggu dulu, menikmati? “Ummm...Yuya-kun. Apa kau bisa menghentikannya...ini agak memalukan...” Ketika aku kembali ke diriku sendiri, Kaede-san, yang pipinya lagi kusentuh, teripu dan memprotes. Apa yang telah kulakukan? Aku jadi panik dan segera melepaskan tanganku. “Fufufu. Ini pertama kalinya aku disentuh oleh Yuya. Kedepannya, ayo kita lakukan lebih banyak sentuhan.” Aku ingin berpikir kalau itu hanyalah imajinasiku saat melihat simbol hati di akhir kata. “Yuya. Menurutku kau harus lebih hati-hati.” Kau benar, Shinji-kun.



Bab 20 Suatu Hari Nanti Akan Berguna



“Wow...hamburger itu kelihatan enak! Apa ini Kaede-chan sendiri yang membuatnya? Itu sudah seperti dibeli dari toko!” “Terima kasih, Akiho. Apa aku mau mencicipinya?” “Boleh nih!? Terima kasih!” Otsuki-san, yang menyantap hamburger buatan Kaede-san, berkata itu sangat enak dengannya matanya yang berbinar, di ini sudah seperti maskot yang lucu. Dari pada itu, pertukaran antara Kaede-san dan Otsuki-san terlihat seperti saudara dekat.



“Hei, Yuya. Aku juga setuju dengan apa yang kau pikrikan. Hitotsuba-san dan Akiho sudah seperti kakak-adik. Kalau begitu, apa aku harus memanggil dirimu kakak ipar?” “Aku tidak mau kau memanggilku kakak ipar.” Apa Shinji benar-benar bisa tahu apa yang kupikirkan? Apa itu memang benarbenar terlihat di wajahku? Jika demikian, aku akan kesulitan saat dilapangan kalau lawanku dapat melihat bidikanku dan waktu lompatanku. “Kalau masalah itu tidak perlu kau khawatirkan. Lagian dirimu sudah seperti orang yang berbeda ketika bermain bola. Baik itu pendidikan jasmani atau kegiatan klub, kau yang biasanya duduk diam seperti kucing di dekat jendala, terasa jadi seperti macan saat bermain sepak bola. Misalnya seperti kau rasanya kek ingin bunuh orang kalau gak dioper.” Apa aku striker yang seperti itu? Padahal aku tidak memiliki tembakan mematikan seperti ‘tendangan macan ngamuk’-nya si Madun. Ngomong-ngomong, hamburgernya enak. “Mungkin itu seperti eogisme moderat? Bukannya aku tidak bisa melihat situasi di sekelilingku, tapi indra Yuya sangat tidak biasa, sehingga sulit untuk mengikutinya. Hambatan permintaan terlalu tinggi. Hei, apa aku juga boleh makan tuh hamburger?” Dia ini ngolok atau muji ya? Hamburger Kaede-san sangat enak, jadi aku benarbenar tidak ingin memberikannya, tapi aku juga mau berbagi kenikmatan ini. Dan karena kau sahabatku, jadi secara khusus akan kuberikan seperempatnya. Kau bisa mencicipi dan memakannya. “Hei, Kaede-chan. Bukankah Yoshi dan Shin-kun sudah seperti saudara? Maksudku, tidakkah menurutmu mereka terlalu dekat?” “Itu benar. Biasanya kan laki-laki tidak akan saling menyuapi satu sama lain. Malahan, itu aneh karena dia menyuapi Higure-kun sebelum diriku!” “Itu benar Yoshi! Shin-kun adalah milikku, jadi kau tidak boleh menyuapinya! Shinkun juga, jangan terlihat bahagia seperti itu! Karena hanya para gadis yang boleh merasakan kebahagian itu!” Kaede-san mendekat dengan wajah tidak puas, sedangkan Otsuki-san marah dan meraih dada Shinji yang sedang makan hamburger. Lagian menyuapi seperti itu



tidaklah memalukan, karena aku hanya melemparkannya ke mulut dan tidak ada sensualitas. “Dengar, Yuya-kun. Kau harus lebih berhati-hati. Jika dirimu dan Higure-kun yang seperti anak anjing bermesraaan, semua orang akan salah paham. Dan tidak hanya itu, mereka malah akan berteriak meminta kalian melakukannya lagi. Jadi tolong hati-hati untuk tidak melakukan sesuatu seperti itu, oke?” “Aaa...ya. Aku mengerti. Aku akan berhati-hati mulai sekarang. Aku tidak akan menyuapi Shinji lagi. Tapi, Kaede-san. Perkataanmu tidak meyakinkan jika dirimu merekam video menggunakan ponselmu. Dan juga jangan bersemangat seperti itu, rasanya menakutkan!?” Jika kau mengeluh tentang hal itu sambil mendengus dan dengan bersemangat mendesah Ha, ha. ha. Itu rasanya menakutkan hinnga aku bersedia bersumpah kepada Tuhan kalau tidak akan pernah melakukannya lagi. Lihat, bahkan Otsuki-san juga jadi takut. “...Tidak seperti itu. Aku hanya berpikir kalau ini suatu hari nanti akan berguna sebagai momen persahabatan antara dirimu dan Higure. Jadi aku tidak punya motif tersembunyi dan perasaan aneh apa pun.” Njir, itu kata yang luar baiasa. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa kembali padanya, karena jika dia mengatakannya secara terbuka, aku akan berpikir bahwa dirinya merekam itu sebagai momen yang berkesan untuk digunakan di masa depan, padahal sebenarnya dia merekam itu untuk kesenangan pribadi. “Hei, Kaede-chan. Apa maksudmu dengan suatu hari nanti itu akan berguna? Apa itu seperti reuni atau semacamnya?” Otsuki-san mengajukan pertanyaan sederhana. Memang benar, tidak diketahui kapan video ini akan berguna di masa depan. Shinji menganggukan kepalanya seolah ingin bertanya juga... Oh benar, pasti di saat itu. Aku juga pasti akan berpikiran seperti itu jika berada di posisi yang sama. “Kenapa kalian malah bertanya...bukankah itu sudah jelas, saat di pernika—” “Tentu saja saat reuni! Itu bahkan tidak perlu dipikirkan lagi, kan!? Nanti akan ada yang bilang begini ‘Sebenarnya, dua orang ini saling jatuh cinta!’ dan menggunakan itu sebagai bahan untuk candaan! Benar begitu kan, Kaede-san!?”



Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya! Dengan rumor kami yang berpacaran saja aku sudah jadi kena banyak masalah, apa lagi kalau tentang pernikahan, Kedamaianku akan hancur. “Tidak, bukan itu Yuya-kun. Ini berguna saat pernika—” “BENAR BEGITU KAN, Kaede-san?” Sudah kubilang, tidak akan kubiarkan! Aku secara fisik menutup mulutnya dengan tanganku dan menekannya dengan seringai. Kaede mengangguk dengan rona di pipinya. Fiuuuh, ini melegakan. “Hei, Shin-kun. Yoshi kelihatan seolah-olah dia berhasil menutupinya, tapi apa menurutmu dia berhasil bisa menutupi itu?” “Akiho. Ada waktunya ketika dirimu memikirkan sesuatu, kau tidak boleh mengatakannya. Jika mereka berdua berpikir sudah berhasil menutupinya. Jadi kita lebih baik untuk diam saja.” Woi, aku bisa dengar dengan jelas tahu! “...Duh. Jangan tutup mulutku begitu tiba-tiba. Kau membuatku kaget tahu?” “Kupikir itu salahmu karena mencoba mengatakan sesuatu secara tiba-tiba, apa kau merasa menyesal?” “Yah...memang aku sedikit ceroboh. Tapi Yuya-kun. Jika kau mau menutup mulutku, kau kan bisa melakukannya dengan mulutmu? Maksudku...aku maunya kau menutupinya dengan ciuman.” Kaede-san...apa kau benar-benar serius mengatakan itu!? Masih lebih mending jika tadi kau mengatakan bahwasannya video itu akan digunakan saat pernikahan! Karena dalam hal ini, orang-orang hanya akan berpikir kalau itu masih terlalu cepat untuk anak SMA yang polos. Kau terkadang melihatnya kan, orang-orang di media sosial yang tanpa malu-malu memposting foto dengan simbol hati bertuliskan [Akan selalu bersama]. Nah, paling-paling semuanya hanya berakhir terlihat seperti itu. “Tapi jika kita mau melakukannya...aku maunya saat kita berdua saja dimalam hari tepat sebelum tidur,” “Oke, ayo diam sebentar. Atau lebih tepatnya, diam. Kumohon. Aku akan melakukan apa saja.”



“Fufufu. Jika kau mengatakan begitu, maka aku akan diam.” Kaede-san berkata dengan senyum lebar, lalu berhenti berbicara. Aku jadi bingung ketika aku ditinggal sendirian. Eh, mungkinkah aku harus melakukan apa yang diinginkan Kaede-san? Kuharap dia akan sedikit berbelas kasihan... “Hei, Shin-kun. Mungkinlah kita juga terlihat seperti itu?” “Kau benar, Akiho. Jadi ayo kita diam di depan semua orang, oke?” Seharusnya itu menjadi istirahat makan siang yang menyenangkan, tapi itu malah menyebabkan badai lain.



Bab 21 Sorakan Kaede adalah yang terbaik di Jepang



“Lari, lari! Terus lari sampai kau jatuh!” “Kau bisa mengejar bola itu, kan!? Kenapa kau menyerah, Yoshizumi!” “Higure juga, anak riaju memang lebih baik meledak aja bangsat!” Setelah sekolah usai. Entah kenapa, sesi latihan klub sepak bola hari ini terasa lebih antsusias. Hari ini kami berlatih tanding antara tim merah melawan tim putih yang jarang dilakukan—ngomong-ngomong aku ada di tim merah—tapi mau itu rekan setim atau musuhku, perlakukan terhadapku sangat buruk. Woi, siapa yang mengucapkan kalimat terakhir itu? Setidaknya dendam pribadi itu harus disembunyikan su. “Ha... ha... sial! Para senior terlalu bersemangat.” Sambil menyentuh tiang gawang, aku mengatur pernapasanku yang kacau. Apaapaan dengan operan barusan itu, aku mengerti kalau kita harus melakukan serangan balik, tapi kenapa umpannya harus dari posisi DF. Bolanya terlalu cepat dan akurasinya terlalu rendah, kualitasnya berkurang signifikan. Tidak mungkin kan aku bisa mengejarnya, berkat itu, aku jadi membuang-buang tenaga. “Yah, penyebab untuk ini pasti... kenapa kau malah melihatku, Kaede-san?”



Itu benar. Sumber dari semangat membara para senior disebabkan oleh orang yang sedang melihat keluar jendela ke arah lapangan sambil tersenyum, Kaede-san. Aah, mata kami bertemu. Woi, jangan melambaikan tanganmu padaku. Aku sih sedikit senang, tapi mata para senior yang melihat itu benar-benar menakutkan. “Yuya-kun, semangat!” Hei, apa kau bisa berhenti!? Jika aku disemangati secara pribadi, kau malah menuangkan minyak pada semangat membara para senpai yang tidak disemangati secara pribadi. Itu akan membuatku diperlakukan dengan semakin keras. “Sepertinya sulit ya untuk dicintai oleh gadis paling imut di Jepang, Yuya.” “Bacot lu njing. Lagian, sudah kubilang kalau kami belum berpacaran.” “Jadi masih belum ya, itu artinya suatu hari nanti itu akan terjadi, kan? Kau ini keras kepala dengan cara yang aneh Yuya. Kau harusnya lebih jujur.” Ketika aku kembali ke wilayah timku sendiri, Shinji, rekan dalam tim merah yang sama, memanggilku dengan riang. Tidak, bukan itu masalahnya, kenapa kau malah ada disini, bagaimana dengan pertahanan? Meskipun itu bukan hakku untuk mengatakannya. “Tidak apa-apa. Para senior sangat antusias untuk menunjukkan hasil yang baik pada Hitotsuba-san, jadi mereka akan bisa bisa bertahan meski tanpa aku atau dirimu.” “Itu akan sama saja untuk tim putih yang menyerang. Astaga, jika saja mereka termotivasi seperti ini, kita bisa memenangkan turnamen kota, kan?” Tim sepak bola kami tidak terlalu termotivasi saat ini. Tapi itu bukan karena keterampilan tiap-tiap individunya rendah, jadi jika kami memiliki pengumpan luar biasa seperti Shinji, bahkan aku, seorang striker biasa, bisa mencetak gol. Setelah itu, jika pertahanannya matang, kami akan memiliki peluang untuk menang. “Jika kau berpacaran dengan Hitotsuba-san dan memintanya untuk menjadi manajer klub sepak bola, mungkin kita bisa memenangkan kejuaran nasional?” “Hahaha. Kau bercanda, kan. Jika Kaede-san menjadi manajer, aku tidak akan bisa lega. Dari pada itu, ayo kita akhiri permbicaraan tidak berguna ini di sini dan mencetak beberapa gol.”



Aku mengarahkan tanganku ke rekanku sambill mengatur poniku, yang lembab dan berkeringat karena berlarian meski saat ini musim dingin. Shinji mengepalkan tinjunya setelah menghela napas. “Kau benar, ayo tunjukkan pada Hitotsuba-san bagian keren dari Yuya di sini. Serahkan padaku untuk membuatmu terlihat keren, striker.” “Haa. Aku tidak berusaha tampil keren untuk Kaede-san yang telah mendukungku dengan keras sejak beberapa waktu lalu! Aku hanya ingin memenangkan pertandingan antara tim merah dan tim putih!” “Ya, ya. Kau yang tsundere itu juga imut kok, Yuya.” Shinji mulai berlari sambil tertawa. Hei, apa maksudnya itu! Tidak mungkin aku seorang tsundere! “Yuya-kun!! Semangat!” Jangan bersorak dari jendela. Dan kenapa kau menyorakiku hari ini? Sampai sekarang kan, kau hanya menonton dengan diam-diam agar tidak diperhatikan. “Tapi... aku tidak merasa buruk untuk disemangati.” Dikatakan bahwa disoraki terkadang dapat membuat seseorang mengerahkan lebih banyak kekuatan daripada yang bisa dilakukan. Kalau begitu, hari ini aku akan melakukan semua yang kubisa sambil mendengarkan suara Kaede-san! Setelah itu, aku mencetak gol setelah menerima umpan indah dari Shinji, dan tim merah akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 3-0. Akulah yang mencetak semua gol dan mendapatkan hattrick, tapi para senior tidak memujiku, melainkan menatapku dengan cemburu. Sinting memang kok mereka ini. “Kyaaaaaaa, Yuya-kun keren sekali!!!” Begitu ya. Mungkin itu karena Kaede-san jadi semakin bersemangat. Dari pada itu Kaede-san, bukankah karaktermu jadi runtuh? Mengapa semangatmu terlalu tinggi? Bukankah kau harusnya menontonku latihan dengan tenang? “Kau sangat dicintai ya, Yuya” “Diam, Shin-kun.”



Kali ini, senyuman di wajah Shinji, yang merupakan seorang dari kekasih yang dijuliki kekasih tolol, membuatku kesal.



Bab 22 Kaede Ingin Berpegangan Tangan



Aku lelah karena menjadi lebih bersemangat dari biasanya saat pertandingan antara tim merah dan tim putih, meski begitu, aku tetap tidak melewatkan latihan menendang bola harianku. Penyerang terbaik dunia, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, juga merupakan striker dan masternya tendangan bebas. Itu sebabnya aku tetap tinggal sendirian dan terus berlatih menendang bola hampir setiap hari. Letih sampai ingin mageran untuk yang pertama kalinya setelah sekian lama, aku hendak meninggalkan gerbang sekolah untuk pulang, namun saat itu, aku mendapati bahuku ditepuk. Ketika aku berpaling untuk melihat, aku menemukan jari yang indah seperti ikan putih menusuk pipiku. Itu adalah Kaede-san, dengan wajah yang sangat bahagia. “Kerja bagus latihannya, Yuya-kun. Kau hari ini sangat keren loh.” Dia mengembuskan napas putih, tapi pipinya merah dan suaranya dipenuhi dengan kegembiraan. Tidak peduli apakah semangat dari pertandingan tim merah dan tim putih masih belum mereda, dia harusnya tidak perlu menungguku di cuaca dingin seperti ini. Tangannya dingin. “Mungkin kita nanti akan terlambat memasak, meski begitu aku benar-benar ingin pulang dengan dirimu. Apa itu tidak boleh?” “...Yah, itu boleh sih. Meski begitu kau tidak harus menunggu di luar, kan? Seharusnya kau menunggu saja di dalam kelas dan mengirimiku pesan, dengan begitu aku akan menjemputmu...” Aku dengan lembut membungkus tangan Kaede dengan kedua tanganku. Aku merasa bersalah karena membuat dirinya menunggu sendirian di bulan Februari ketika musim semi masih jauh, dan sebagai penebusan, aku memberikan tangannya kehangatan.



“U-Um... Yuya-kun? A-Apa yang tiba-tiba terjadi padamu...?” “Udah diam aja. Bukankah kau sangat kedinginan. Ini hukuman karena telah memaksakan dirimu sendiri untuk menunggu di luar saat cuaca dingin.” Ya ampun. Meski berada di depan gerbang sekolah, itu masihlah berbahaya bagi gadis cantik seperti Kaede-san menunggu sendirian di senja-senja begini. Walaupun dia mengenakan mantel, karena dia mengenakan rok, pasti akan kedinginan jika tetap diam di tempat begitu saja. Bagaimana jika nanti dirimu demam? Kaede mengerang sambil melihat ke bawah, tapi keluhan seperti itu dihiraukan saja. Aku tidak akan melepaskan tangan ini sampai itu mencapai suhu kulit normal. “Kalau aku demam. Saat itu... dirimu akan merawatku, kan?” “Tentu saja aku akan merawatmu. Jika kau jadi demam karenaku, aku harus bertanggung jawab. Tapi jika bisa, aku maunya agar kau tidak demam.” Aku pasti akan khawatir. Jika aku meninggalkan dirinya sendirian terbaring sakit di tempat tidur untuk pergi ke sekolah, aku tidak akan bisa fokus pada sesi kelas maupun aktivitas klub karena khawatir akan kondisinya di rumah. “Nah. Pakailah ini. Ayo pulang secepatnya dan makan sesuatu yang hangat. Kita akan singgah dulu ke supermarket untuk membeli sayuran dan daging untuk membuat hotpot (Nabe). Dan sisanya bisa dimakan untuk besok dengan bubur. Bagaimana?” Saat kami berbicara tentang menu makan malam, aku melepas sarung tanganku sendiri dan memberikan itu kepadanya. Aku bisa merasakan udara dingin menyengat kulitku dan perasaan kram di ujung jariku. Aku menutupinya dengan mantelku, tapi rasanya tidak jauh berbeda. Aku ingin cepat-cepat pulang dan berendam air hangat. “T-Tunggu, Yuya-kun! Aku senang kau meminjamkanku sarung tanganmu, tapi dengan begitu tanganmu akan—!” “Aku baik-baik saja. Aku bisa memasukan tanganku ke dalam saku, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Daripada membicarakan ini, ayo pulang secepatnya. Aku mau makan.” “Mmm... aku mengerti. Kalau begitu ayo lakukan ini.”



Kaede dengan cepat meraih tanganku dan memasukkannya ke saku mantelnya. Jarijarinya terjalin dengan jariku dalam apa yang disebut ikatan kekasih. Pipinya memerah seperti dedaunan di musim gugur. Tentu saja bukan hanya dirinya saja, tapi aku juga.



“Dengan begini tanganmu tidak akan kedinginan, kan? Meskipun kita berpegangan tangan, itu tidak akan terlihat dari luar, jadi bagaimana rasanya?” Jangan bilang ‘bagaimana rasanya’ dengan matamu yang berbinar! Hanya dengan memegang tanganmu saja sudah cukup untuk membuatku mendidih, tapi sampai menyelipkannya ke dalam sakumu juga!? Dari luar memang tidak kelihatan, tapi jelas kalau kita sedang berpegangan tangan, malahan ini dilihat sebagai tindakan menambah kedekatan. “...Bukankah dirimu yang menggenggam tanganku sampai beberapa saat yang lalu? Itu jadi tidak meyakinkan jika kau jadi panik sekarang.” “Itu benar tapi... ini sedikit... memalukan...” “Ataukah, kau tidak suka untuk berpegangan tangan denganku dalam perjalanan pulang? Apa kau akan bermasalah jika ada orang yang melihat kita?” Jika ditanya suka atau tidak, tentu saja suka. Menjalinkan jari dan berpegangan tangan seperti ini sudah seperti terjalin dalam hubungan asmara, dan pihak lainnya adalah Kaede-san, tentu saja akan sangat membahagiakan. Eh tunggu sebenar, aneh, bukankah kami memang sudah terjalin? “Ayo, supermarket akan tutup jika kita tidak cepat-cepat!” Aku mengimbangi langkah Kaede yang dipercepat. Di langit yang dingin. Kami mersakan kehangatan tangan satu sama lain saat berjalan pulang.



Bab 23 Yuya Penggoda Yang Baik



“Uyafungama ehiyamikaki hyagetahyoki luar biasa!” Mulut Kaede-san tercekat saat dirinya berbicara dengan tidak jelas. Kau ingin aku menerjemahkannya? Jangan konyol. Aku juga tidak mengerti.



“Bicara memang boleh, tapi setidaknya telan dulu apa yang ada di mulutmu. Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.” Setelah meninggalkan sekolah sambil berpegangan tangan, kami membeli bahan untuk membuat hotpot (Nabe) di supermarket dan pulang. Kami selesai memasaknya dengan cepat dan saat ini lagi makan malam. Kaede-san bersikeras untuk membuat hotpot kimchi. Aku menumis bawang putih yang dihaluskan ke dalam minyak wijen, lalu memasukkan bahan-bahan yang dibeli untuk membuat hotpot. Dengan cara ini, rasanya akan menjadi tambah lezat. Karena sudah larut, kubis yang merupakan salah satu bahan utama sudah terjual habis, sebagai gantinya kimchi-lah yang dibeli dan dimasukkan apa adanya. Hasilnya enak karena itu murah dan menambah kekayaan pada hidangan. Setelah itu tambahkan tauge, jamur, tahu, dan daging babi, kemudian panaskan hingga siap dihidangkan. Mudah dibuat dan mengenyangkan. Selain itu, ini adalah makanan yang sehat karena dirimu bisa memakan sayur mayur yang kaya akan nutrisi. Itulah inti dari hotpot. “Hafu. hafu. Nyam, nyam... hotpot memang enak ya. Itu menghangatkan. Tapi maaf ya, padahal kau kelelahan, tapi justru dirimu yang membuat hotpot ini. Biar aku yang bersihkan dan mengurus sisanya, jadi kau bisa beristirahat.” “Tidak apa, membuatnya juga tidak sulit. Dari pada itu, apa yang tadi kau katakan saat dirimu sedang mengunyah? Aku sama sekali tidak mengerti.” “Oh itu! Saat kau merapikan ponimu, itu benar-benar terlihat keren dan mengagumkan! Membuatku jadi meleleh!” [Catatan Penerjemah: ‘meleleh’ improv dari kata ‘kyun’, intinya klepek-klepek.] Kaede mendongak ke atas sambil menekan jantungnya. Aku hanya melihat itu dengan tatapan kosong. Memangnya apa yang membuat seseorang jadi meleleh hanya karena merapikan poni? Aku tidak mengerti apa yang dia maksud. “Tidak! Ini bukan hanya bagiku saja. Ini mungkin poin meleleh yang umum bagi semua wanita. Itu adalah yang terbaik ketika seorang pria yang bekerja keras menyisir rambutnya sambil berkata [Nah, mungkin aku harus lebih serius sekarang]. Dan jika dia terus memainkan peran utama dalam pertandingan, itu akan membuat orang-orang jadi klepek-klepek! Justru aneh jika tidak seperti itu!” “Eh.... Begitu ya...”



Dia memelotiku dengan tatapan yang menanyakan ‘apa kau benar-benar mengerti’, tapi sejujurnya, aku tidak begitu mengerti. Yah, memang benar kalau merapikan poni akan terasa seperti ada tombol yang ditekan di dalam dirimu, tapi apa itu memang bisa membuat seorang jadi meleleh. Dari pada itu Kaede-san, sungguh menakjubkan dirimu dapat melihat detail gerakan dan memahami apa yang kupikirkan. “Fufufu. Tentu saja. Aku sudah lama menontonmu bermain sepak bola. Aku bisa memahami kapan saat kau akan serius.” “...Eh begitu ya?” “Ya begitu. Selain itu, apa kau tidak ingin memahami perasaan dan pikiran orang yang kau cintai? Aku ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Dan kuharap dirimu juga merasakan hal yang sama.” Aku tahu. Aku sudah tahu kalau perasaanku yang tidak dapat dijelaskan ini telah diarahkan kepada Hitotsuba Kaede. Dan itu hanya dalam tiga hari, dan masih tiga hari. Waktu yang akan kuhabiskan bersama Kaede dapat memungkinkanku melihat bagian-bagian dari dirinya yang tidak kuketahui, mulai mengenal dirinya dengan baik, dan terpikat oleh pesonanya. “Itu benar... Aku juga ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Itulah yang kurasakan.” “Kalau begitu, hari ini adalah waktunya kita mandi bersama! Cara terbaik untuk mengenal satu sama lain adalah dengan melakukan hubungan telanjang! Aku akan menggosok punggungmu nanti!” Mengapa orang ini ingin segera mandi bersama-sama. Apa dia ini memiliki kebiasaan mengekspos dirinya atau semacamnya. Sebagai laki-laki, aku akan sangat bahagia, tapi rangsangannya masihlah terlalu kuat. Ayo tolak ini dengan tegas. Tidak, tunggu dulu, aku akan mengikuti maunya dan melihat reaksinya. “...Yah, itu benar. Kurasa cara tercepat untuk mengenal satu sama lain adalah dengan hubungan telanjang. Oke, habis ini ayo kita mandi sama-sama. Gosokin punggunggku ya?” Sekarang, bagaimana reaksimu Kaede! “Fueh!? A-apa kau serius!? K-Kau benar-benar mau mandi sama-sama!?”



Terima kasih banyak atas reaksi panik dengan wajah merah cerah itu. Jika kau memang malu, jangan memaksakan diri untuk mengatakannya. Meski begitu, dirinya yang panik dan menggoyangkan tangannya di depan wajahnya benar-benar imut, jadi aku memutuskan untuk terus melihat dirinya yang seperti itu tanpa segera memberitahu kalau itu hanya bercanda. Kemudian, setelah aku mengatakan padanya bahwa aku hanya bercanda, dia menggembungkan pipinya dan marah padaku tapi, akan kuberitahu kalau itu juga merupakan cinta.



Bab 24 Berbicara tentang event di bulan Februari?



Ini memang agak mendadak. Tapi jika kau bertanya padaku apa yang menurutku merupakan event terbesar di bulan Februari, maka aku hanya akan mengatakan satu hal. Ya, hari valentine. Ini adalah event besar dengan segala macam konspirasi dari pembuat manisan, dan hari pertumpahan darah bagi pria yang tidak mendapatkannya. Saat itu lagi waktunya makan siang, hari ketiga sejak aku mulai pergi ke sekolah bersama Kaede. Kami berempat, termasuk Shinji dan Otsuki, sedang makan siang dikelas, yang dimana itu sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Gosip di antara manusia biasanya bertahan selama 75 hari, saat kami menyilangkan lengan seperti biasa, aku merasakan degungan gertakan gigi dan tatapan kecemburuan. Tapi sepertinya aku bukan satu-satunya yang merasakan itu. “Kayakya Yuya-kun punya penggemar. Ada beberapa gadis yang menatapku...” “Bukankah itu hanya imajinasimu? Aku orang yang tidak mencolok, tahu?” Aku adalah bocah penyuka sepak bola yang dipenuhi keringat dan lumpur. Aku selalu bersama Shinji di kelas, jadi aku jauh dari gadis-gadis lainnya. Satu-satunya gadis yang kuakrabi adalah Otsuki yang kukenal melalui Shinji. Bagaimana bisa aku dibilang populer? Kau pasti bercanda, kan? “Isssh... inilah kenapa dirimu itu... kau harus lebih sadar akan dayak tarikmu sendiri. Dengar ya Yuya-kun, cara hidupmu itu sangat luar biasa. Caramu mengabdikan



dirimu pada satu hal, sikapmu yang jujur, dan hati yang pantang menyerah. Dan dari waktu-waktu kau juga menunjukkan kebaikan. Kendati wajah yang elok atau semacamnya, batinmu sangat baik. Selain itu, kau harus tahu bahwa ada banyak wanita yang tertarik dengan itu.” “Eh...ya, Aku mengerti.” Dia memberiku ceramah sambil menunjuk-nunjuk jarinya. Apakah memang begitu? Tapi karena Kaede mengatakan demikian, jadi itu mungkin benar. Atau lebih tepatnya, sangat memalukan mendengar itu. Aku jadi sontak memalingkan pandanganku. “Iiisshh. Kenapa kau malah berpaling? Kita ini sedang membicarakan sesuatu yang penting, lihatlah mataku dengan benar.” Jangan memegang kepalaku dan menggerakkannya untuk melakukan kontak mata! Aku menegangkan leherku dan berusaha keras untuk melawan, tapi Kaede menjadi semakin memaksa, dia menggembungkan pipinya saat dia mencoba menggerakkan kepalaku. Tolong aku, Shinji! “Hei, Shin-kun. Kenapa kau tidak menghentikannya? Yoshi dalam masalah tahu?” “Tidak, ini sesuatu yang menarik, jadi biarkan saja. Apa kau tidak ingin melihat bagaimana reaksi Hitotsuba-san saat dia kembali menjadi dirinya sendiri?” “Ah... aku ingin melihatnya. Aku tidak tahu apakah Kaede-chan itu berani atau tolol. Meski begitu, sikap natural itu memang luar biasa.” Hei, pasangan tolol yang di sana! Jangan hanya diam dan menonton! Memang benar aku suka saat melihat wajah Kaede yang memerah ketika dia kembali sadar, tapi ini bukan waktunya untuk menantikan sesuatu seperti itu! “Jangan... melawan! Atau apa dirimu tidak mau berbicara sambil menatapku? Kau... tidak mau?” “Bukan seperti itu! Hanya saja, itu, apa kau bisa berhenti meremas wajahku? Gimana bilangnya ya... ini agak memalukan.” Kaede membuat suara seperti dia akan menangis, jadi aku secara refleks menatapnya dan menyangkal itu. Tingkah ini merupakan kejutan baginya dan hampir tidak luput dari perhatian, tapi hanya ada sedikit jarak antara wajah kami. “Ah... itu... uh ...itu—”



“Bukannya aku tidak mau menatapmu atau semacamnya, aku hanya malu karena dirimu tiba-tiba mengatakan kalau aku baik dan segalanya. Jadi jangan salah paham.” “I-iya... aku mengerti...” Woi Shinji, aku bisa mendengarmu dengan baik saat mengatakan ‘kelahiran pasangan tolol kedua’. Kami ini masih belum pacaran. “Ya, ya. Kesampingan Yoshi di area itu. Hei, Kaede-chan! Apa kau sudah memikirkan apa yang akan kau lakukan di hari Valentine minggu depan?” “Tentu saja, aku berencana membuat kue coklat untuk Yuya-kun.” Sebenarnya tadi malam kami membicarakan hal ini. Event itu akan berlangsung minggu depan, dan Kaede bertanya apa yang kumau, jadi aku dengan santai menggumamkan kue, dan beginilah yang terjadi. Meski begitu, apakah kue adalah sesuatu yang mudah dibuat? “Begitu ya... kalau aku sih tidak bisa membuat kue. Kau luar biasa Kaede-chan.” “Tidak, bukan begitu. Karena Yuya-kun mengatakan dia maunya itu, jadi aku hanya ingin mengabulkan keinginannya. Ini juga merupakan yang pertama kali bagiku membuatnya, jadi aku khawatir kalau-kalau akan membuat kesalahan...” Aku sudah kasih tahu kalau dirinya tidak harus memaksakan diri untuk membuat kue, tapi Kaede menyela dan mengatakan kalau semuanya adalah tantangan. Maka yang bisa kulakukan hanyalah memakan semua kue yang dia buat. Itu akan menjadi caraku menghargai kerja kerasnya. “Kau benar-benar dicintai ya, Yuya.” Berisik. Aku agak kesal saat kau mengatakan itu padaku. Oh, apakah ini yang disebut sebagai senior yang sudah punya pacar? Apa kau bersikap sarkas tentang riwayatku yang tidak memiliki pacar? “Oh iya! Bagaimana kalau akhir pekan ini kita membuat cokelat bersama di rumah Kaede-chan!? Lagipula kita tidak membuat giri-choco* atau tomo-choco*, jadi bukankah akan menyenangkan jika coklat itu dimakan di hari saat dibuat!?” [Catatan Penerjemah: Coklat untuk teman.] Kurasa tidak! Otsuki-san, jangan katakan hal seperti itu! Kalau kalian akan membuat cokelat di rumah Kaede, itu berarti akan diketahui kalau aku dan Kaede-san hidup



bersama. Kaede mungkin juga telah mengetahui hal itu, tapi aku tidak bisa memastikannya. Aku melakukan kontak mata dengan Kaede. Kau sudah tahu jawabannya kan. Kau harus menolak, oke? Aku tahu. Serahkan saja padaku. Fiuh. Itu melegakan. “Membuat coklat ya, kedengarannya menyenangkan. Ayo membuatnya bersama.” “Yay! Seperti yang diharapkan dari Kaede-chan! Kau memang cepat paham!” O-Oi!? Kenapa kok begitu!? Harusnya ditolak kan!? Tapi kenapa kau setuju dan mengacungkan jempol dengan wajah seperti itu! Bukan seperti itu, kau salah, Kaede! “Kalau begitu, apa aku juga boleh pergi ke rumah Hitotsuba-san? Mungkin kita semua bisa makan bersama malamnya?” “Itu benar. Aku akan membuat coklat sementara Yuya-kun dan yang lainnya melakukan aktivitas klub, sekaligus menyiapkan makan malam dan menunggu. Jika ada permintaanm bilang saja!” “Aku! Aku! Aku mau hamburger! Aku mau makan hamburger buatan Kaede-chan!” “Fufufu. Oke.” Ceritanya terus berlanjut dan tidak memberiku ruang untuk menyela. Oh, sudah berakhir. Mereka akan mengetahui bahwa kami tinggal bersama. “Aku sangat menantikannya, Yuya” “...Ah, kurasa begitu.” Senyuman percaya diri sahabatku membuatku muak.



Bab 25 Hanya orang yang siap deg-degan yang bisa membuat orang lain deg-degan



Sekarang hari minggu. Hari dimana Otsuki seharusnya akan datang ke rumah dan membuat coklat untuk Hari Valentine bersama Kaede. Aku mau meninggalkan rumah lebih awal karena ada latihan klub sepak bola di pagi hari tapi, “Nah, Yuya-kun. Ini bekal makan siang buatan istrimu yang tercinta.” “Aku tidak mau membahas mengapa kau merubah statusmu dari pacar menjadi istri karena aku tidak punya waktu untuk itu tapi, apa kau membuatkanku bekal makan siang lagi hari ini?” Kaede menyiapkan bekal makan siang untukku. Dari lima hari aku bersekolah, selama tiga hari aku makan bekal makan siang buatan Kaede. Selain itu, meski kami bergiliran, dia juga yang masak saat malam hari, jadi dia sudah tau seleraku. Ini juga pasti enak. Meski cara dirinya mendesainnya agak berbahaya. “Meski kubilang membuatnya, yang kubuat tidak terlalu banyak kok. Aku menaruh sisa roti dan sayur tumis kemarin. Nasi sudah dimasak pagi ini, jadi mestinya enak. Lakukanlah yang terbaik di aktivitas klubmu, oke? “ “Y-ya... aku akan melakukan yang terbaik” “Fufufu. Tapi setidaknya untuk hari ini, aku ingin kau pulang dengan Higure-kun daripada tinggal berlatih sendiri. Aku ingin kau memakannya, memakan pe-ra-saan-ku.” [Catatan Penerjemah: AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.] Kaede menulis huruf-huruf di dekat jantungku dengan senyum menggoda. Ada apa denganmu!? Bukankah itu terlalu berlebihan untuk memberikan rangsanan di pagi hari begini? Meskipun saat ini sedang musim dingin, suhu tubuhku meningkat pesat dan jantungku berdebar kencang. Naluriku membisikkan sesuatu yang jahat, tapi aku menahannya. “Sebenarnya aku ingin melakukan ciuman sampai jumpa tapi, aku akan menahannya, kurasa hanya perlu menunggu hari ketika itu akan terjadi.” Itu disengaja. Dia melakukannya untuk membuatku gugup dan kewalahan. Tapi aku menyadarinya. Kaede terlalu memaksakan dirinya. Lagian pipinya sedikit memerah! Itu bukti bahwa dia malu untuk melakukan ciuman meski dia sendiri yang mengatakannya. Maka disinilah saatnya untuk melawan balik. Aku bukanlah orang yang akan terus-terusan di serang.



“......Aku pergi dulu, Kaede.” “----Eh?” Aku memanggilnya ‘Kaede’ dan dengan cepat menggeser poninya kemudian mencium keningnya. Saat Kaede terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba itu, aku sekali lagi berkata ‘Aku pergi dulu’ dan kemudian meninggalkan rumah. “Ci...ciuman... di kening...” Melalui celah di pintu yang menutup, aku melihat Kaede tertegun saat dia menyentuh keningnya. Apa kau sudah mengerti Kaede, bahwasannya hanya mereka yang siap untuk deg-degan yang bisa membuat orang lain deg-degan. Aku menunggu lift sambil meniru kaisar jahat di pikiranku. “Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, Yuya-kun menciumku!!!” Teriakan Kaede yang menggema sampai ke pintu masuk membuatku terkejut sampai-sampai bahuku bergidik. Sampai sebegitunya ya cuman ciuman kening? Ini kan bukan dari bibir ke bibir. Bukankah ini sesuatu seperti salam? --“Memberikan ciuman sampai jumpa di kening? Bukankah itu lebih memalukan daripada ciuman langsung?” Ternyata itu tidak normal ya. Ketika aku bertanya kepada Shinji, yang merupakan salah seorang yang dijuluki kekasih tolol, tentang apa yang dia pikirkan tentang ciuman di kening, dia menjawab seperti ini. “Menurutku itu biasa bagi kekasih dan suami-istri untuk berciuman langsung, dan kami juga melakukannya, tapi kurasa kami tidak akan bercium kening. Bagaimanapun juga, itu terlalu memalukan.” “Hah? Kenapa? Justru lebih memalukan untuk berciuman secara normal. Bukankah ciuman di kening itu seperti sapaan?” “Astaga... kau ini. Dengar ya, ciuman itu hal yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Tapi, ciuman di kening itu lain cerita. Karena jarang ada yang melakukannya. Bagaimanapun juga, sangat memalukan untuk melakukan sesuatu yang jarang dilakukan. Meski begitu, aku tidak tahu kenapa menurutmu itu normal.”



Begitukah? Ayah brengsekku biasanya memberi Ibuku ciuman kening setiap pagi, dan itu membuat ibuku senang. Aku belum pernah melihat mereka berciuman langsung. “…Itu jelas tentu saja. Aku juga belum pernah melihat atau ingin melihat orang tuaku berciuman langsung. Haaa… aku ingin tahu bagaimana reaksi Hitotsuba-san ketika dirinya dicium di kening...” “Tidak terlalu buruk. Dia sedikit berteriak, tapi sesaat langsung tenang. Dia pasti akan seperti biasa saat aku pulang.” Biasanya aku terus yang diserang. Jadi setidaknya aku membalsanya supaya dia menjadi deg-degan. Lagian, Kaede terlalu tidak menyadari betapa menariknya dirinya. “Hmm... Hei, Yuya. Aku mau nanya?” “Apa?” “Kau tidak menyangkal bahwa kau memberi Hitotsuba-san ciuman sampai jumpa di kening, kan? Seperti dugaanku, kalian memang tinggal bersama.” Aaa... aku keceplosan.



Bab 26 Yuya yang Keceplosan



Seperti yang diminta Kaede tadi pagi. Hari ini, Shinji dan aku dalam perjalanan pulang bersama tanpa tinggal untuk berlatih sendirian. Untungnya, percakapanku dengan Shinji tidak didengar oleh orang lain. Jika anggota tim sepak bola yang lain mengetahui kalau aku tinggal bersama Kaede, itu benarbenar akan menjadi akhir dari akhir pekanku. Hanya berbicara tentang menjalin hubungan dengan Kaede saja sudah membuatku merasakan niat membunuh dari para pria, apalagi kalau tinggal bersama dengannya, sudah pasti aku akan dihabisi.



“Kau sebaiknya berhati-hati. Kau ini agak tolol, jadi kupikir kau akan mudah terbawa suasana dan keceplosan. Kau yang tinggal bersamanya berarti tidur di ranjang yang sama, kan?” “Yah, meski aku mengatakan kalau kami tidur bersama, kami tidur dengan jarak yang cukup jauh, oke? Jadi jangan salah paham.” “Astaga, kan sudah kubilang tadi. Pada dasarnya aku hanya bertanya apakah kalian ini tidur bersama atau terpisah, jadi kau seharusnya menjawab tidur terpisah. Tapi kau malah menjawab dengan sesuatu yang bakal bikin merepotkan.” Shinji. Kau ini lumayan cerdik juga ya. Bukankah itu tidak adil untuk memanfaatkan kejujuran hatiku dan menggunakan pertanyaan yang menuntun. “Tidak, menurutku dirimu yang jujur itu bukan masalahnya, kau hanya tolol. Kalau begini sih hanya masalah waktu untuk terungkap. Hitotsuba-san juga sepertinya tidak akan menyembunyikannya.” Faktanya itu adalah masalah terbesar. Seolah dia menyatakan kalau kami berpacaran, saat pergi ke sekolah Kaede terus menggandengan tangan kami. menungguku seleai latihan sampai senja, dan meninggalkan sekolah sambil berpegangan tangan. Saat istirahat makan siang, dia akan datang ke kelasku dan makan bekal buatannya sendiri atau makan di kafetaria, intinya kami bersama setiap hari. Entah apa yang akan terjadi jika kami berakhir di kelas yang sama. “Aku yakin dia pasti akan menjadi istri yang hebat. Aku ingin tahu, apa Hitotsubasan juga bisa cemburu?” “Perutku pasti akan sakit kalau begitu. Cemburu ya... Entahlah... Meskipun aku yakin kalau itu akan imut jika dia melakukannya.” Coba bayangkan. Misalnya, apa yang akan terjadi jika aku aktif di kelas penjas dan para gadis bersorak serta melambai padaku dengan senyuman di wajah mereka? Tidak, dia mungin tidak akan cemburu. Kalau itu Kaede, dia pasti akan menyorakiku lebih keras daripada orang lain. Jadi bagaimana jika aku berbicara dengan gadis selain Kaede? Eh, tapi gadis yang akhir-akhir ini selalu aku ajak bcara adalah Kaede, kan? Selain itu, satu-satunya gadis lain yang kuajak bicara adalah pacarnya Shinji, Otsuki Akiho, kupikir aku sudah berbicara banyak dengannya. “Mereka hanya menahan diri. Kerana ada kata ‘Yuya adalah pacarnya Hitotsubasan’. Aku juga awalnya begitu tahu? Semua orang jadi jarang berbicara padaku



karena aku berpcaran denan Akiho. Yah, sekarang sih sudah normal. Namun, dalam kasusmu, pihak lain bukan sembarang pihak lain. “ Siswa laki-laki berpacaran dengan seorang gadis cantik yang terpilih sebagai pemenang Kontes Wanita SMA Nasional. Berbicara dengan pria yang sudah punya pacar saja cukup sulit, apalagi kalau si pacar itu adalah Kaede, semua gadis pasti menghindar. “Tapi tidak apa-apalah. Selama ada Kaede, Shinji, serta Otsuki sih gak masalah. Aku ingin melihat dirinya cemburu, tapi aku tidak ingin membuatnya sedih.” Cemburu berarti membuat merasa tidak nyaman. Aku sangat berhutang budi pada Kaede, dan menghabiskan waktu bersamanya membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Tapi bukan berarti aku tidak mengalami masalah seperti kerja keras dan kelelahan. “Fakta bahwa kata-kata ‘tidak ingin membuatnya sedih’ keluar dari mulutmu dengan begitu mudah adalah hal yang baik tentang dirimu. Kupikr Hitotsuba-san terpikat dengan dirimu yang seperti itu dan menjadi jatuh cinta padamu.” Begitukah? Bukankah itu wajar jika kita tidak ingin membuat orang yang kita kasihi merasa sedih? Tidak peduli apakah itu kekasih, teman, atau anggota keluarga. “Itu adalah sesuatu yang bisa dipikirkan tapi tidak bisa benar-benar bisa diucapkan. Meski begitu, dirimu yang mengucapkannya tanpa ragu itu keren loh. Haaa, Hitotsuba-san sepertinya benar-benar kesulitan.” Shinji terkekeh, ketika aku berpikir untuk mencoba mengatakan sesuatu, dia mengubah topik pembicaraan seolah-olah dia tiba-tiba teringat sesuatu. Ada apa ya? “Dari pada itu, tunggu sebentar Yuya, aku memang tidak pernah melihatnya. Tapi apa kalian setiap hari berpegangan tangan saat pulang sekolah? Apa maksudnya itu? Aku tidak mendengar apapun tentang itu?” Buang cerita itu jauh-jauh. Tidak ada alasan mengapa aku harus repot-repot melaporkan padamu kalau aku dan Kaede berpegangan tangan saat pulang sekolah. “Yah, memang benar kau tidak memiliki kewajiban untuk melapor padaku, tapi kau tidak pacaran sama Hitotsuba-san, kan!? Terus kenapa kalian berpegangan tangan saat pulang sekolah?”



“Oh...itu toh. Kapan hari itu kami berpegangan tangan saat pulang sekolah. Aku sangat malu, tapi Kaede-san sangat senang. Setelah itu, dia akan merajuk kalau aku tidak memegang tangannya. Jadi ini situasi yang agak sulit.” Dalam perjalanan pulang hari itu, di cuaca yang dingin, dia sendirian menungguku selesai latihan. Aku menghangatkan tangannya yang dingin dan Kaede menggenggam tanganku saat kami pulang bersama, dan sejak hari itu, hal itu sudah menjadi kebiasaan. “Itu tidak seperti aku dengan bangga menunjukkan bahwa kami terhubung, oke? Aku memasukkan tanganku ke dalam saku mantelnya dan menjalinkannya di dalamnya. Dengan begitu, tidak akan terlalu mencolok, kan?” Sangat memalukan untuk berjalan dengan tangan disilangkan atau berpegangan tangan secara terbuka. Tapi jika kami berpegangan tangan di dalam mantel, kalau dilihat sekilas tidak akan diketahui. Saat aku memberitahunya tentang ide terobosanku, pipi Kaede entah kenapa merona dan dengan malu-malu mengatakan, [Baiklah, kalau kau tidak masalah dengan itu...]. Kenapa ya? “Haaa... berpegangan tangan di saku mantel pacar ya. Kupikir itu malah seperti kalian itu tinggal di dunia kalian saja, tapi sepertinya kau tidak akan mengerti meski aku menjelaskannya. Bukankah Hitotsuba-san juga biasa dalam hal ini?” Aku tidak mengerti arti desahan Shinji, dan sementara itu, aku dan Shinji sampai di tempat tujuan. Yah, dari sudut pandangku, aku baru saja pulang. “L-luar biasa... jadi ini ya sarang cinta kalian...” “Jangan katakan itu sarang cinta. Ayo, jangan ngetolol di sini. Aku sudah banyak dihubungi Kaede-san yang menanyakan apakah kita sudah sampai.” Aku menarik tangan Shinji, yang tampak sama terkejutnya denganku ketika pertama kali dibawa ke sini, dan bergegas menuju mereka yang telah menunggu dengan kepala terangkat tinggi. Jenis hidangan apa yang akan disajikan? Aku sangat menantikannya. Ngomongngomong, Shinji yang gemetar di lift terlihat seperti rusa kecil yang imut. Yah, saat pertama kali datang ke sini, aku juga merasakan hal yang sama. Aku terkejut ketika aku mencoba masuk sambil mengatakan ‘Aku pulang’. Kaede berdiri di ambang pintu dengan celemek serta sendok di tangannya.



“Selamat datang kembali, sayang! Apa kau mau mandi? Atau mau makan? Ataukh diri-ku?” Aku disambut oleh istri baru yang paling imut di Jepang dengan senyum yang lebar di wajahnya.



Bab 27 Aku Pulang...?



Ketika aku sampai di rumah, gadis SMA paling imut di Jepang sedang menungguku dengan mengenakan celemek. Memang tidak menyebabkan kematian yang purapura, tapi sulit untuk tidak bereaki terhadap ini. Karena itu terlihat sangat cocok untuknya. Pakaian yang dikenakan Kaede hari ini adalah rok krem dan kaus putih. Koordinasi yang longgar secara keseluruhan membuat keimutannya semakin menonjol, dan celemek berbunga yang dikenakan di atas pakaiannya itu menciptakan perasaan seperti istri baru dan sulit untuk dilihat secara langsung. “Ada apa sayang? Apa kau mau makan? Atau mandi? Atau kau mau makan... diriku?” Situasinya terlalu berat untuk diproses oleh otakku. Untuk saat ini, aku menyikut Shinji yang sedang menahan tawanya disampingku, dan mengatakan sesuatu kepada Kaede yang meunggu jawaban dengan leher dimiringkan dan mata yang basah. “Kalau begitu... Kaede” Aku memilihi opsi yang menurutku paling kecil kemungkinannya untuk dipilih dan menjawab dengan santai. Dari sudut mataku, aku melihat Shinji menahan mulutnya agar keterkejutannya tidak muncul, dan aku melepaskan sepatuku untuk berdiri di depan Kaede. “Tungg... eh? Yu-Yuya-kun!?” “Kau ingin aku memakanmu, kan? Kalau begitu dengan senang hati... Aku akan memakanmu, Kaede.”



Wajah Kaede mememerah dan dia mulai gelisah. Aku tidak bisa menahan senyum terhadap cara ekspresinya berubah dari satu momen ke momen berikutnya yang begitu lucu dan menggemaskan. Meski begitu, itu cukup mengesalkan untuk terus kalah dari gadis SMA yang menggoda ini. Sekali-sekali harus dibalas! “Yu-Yuya-kun!? Eh, apa kau akan memberikanku ciuman ‘aku pulang’ di sini!? HiHigure-kun juga ada disini loh!? A-Apa kau mendengarku!?” “Udah diam aja. Tenanglah, Kaede.” Aku perlahan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Kaede, yang kebingungan, memejamkan matanya seolah dirinya telah mengambil keputusan dan mengerucutkan bibirnya. Jantungku berdegub kencang. Imut banget! Tangan kananku yang bertumpu di pundaknya secara alami turun ke pinggangnya, dan aku memeluk kemudiam menciu— “Kaede-chan? Apa yang kau lakukan? Eh, Apa?!?” [Catatan Penerjemah: Bangsat.] Seorang penyelamat tampaknya datang menghentikanku. “Eh!!? A-A-Akiho-chan!? K-kami tidak melakukan apapun, k-kami tidak berciuman. Yuya-kun mencoba menciumku, tapi kami belum melakukannya loh ya!?” Penyangkalanmu itu tidak masuk akal dan meyakinkan ketika kau menaruh tanganmu di sekitar tubuhku dan wajahmu yang dekat dengan dadaku. Sepertinya Otsuki khawatir perihal kami yang tidak segera masuk ke ruang tamu meskipun kami sudah sampai di rumah, jadi dia datang untuk memeriksa kami. Tidak menyangka akan melihat scene ciuman ‘aku pulang’, dia sangat terkejut dan meninggikan suaranya. Tapi biarkan aku mengatakannya, terima kasih banyak, Otsuki. “Hei Shin-kun! Apa mereka beriuman!? Mereka bericuman!? Bener-bener ciuman!?” “Akiho... bukankah lebih menarik untuk membicarakan hal itu saat makan malam? Lagian aku juga ingin mendengar mengapa Yuya melakukan tindakan yang begitu berani ini.” Otsuki setuju padanya. Woi Shinji! Jangan katakan sesuatu yang tidak perlu. Apa yang kau mau aku katakan? Woi, jangan pergi begitu saja ke ruang tamu tanpa kami pemilik rumah.



“Maaf, tapi kami akan menunggu di ruang tamu dulu, jadi Yuya bisa masuk setelah berbicara dengan Hitotsuba-san. Yah, aku mengerti kalau dirimu ingin memeluk gadis yang kau sukai selamanya, tapi secukupnya saja ya, kekasih tolol-san!” “K-kau—!” Meninggalkan senyum iblis di wajahnya, Shinji dibawa oleh Otsuki masuk ke ruang tamu. Kaede dan aku ditinggalkan di ambang pintu, dan seperti yang dia sebutkan, kami masih berpelukan. Tanganku juga melingkari pinggang Kaede, jadi tidak cara untuk membantah ucapannya. “Ah... Kaede-san. Kenapa kita tidak segera menghampiri mereka berdua? Kau dan Otsuki-san sudah selesai menyiapkan masak malam, kan?” “...Tidak......” “Kok tidak... kenapa...” “Kau curang... padahal aku yang mau membuatmu deg-degan, tapi malah kau yang membuatku jadi begitu deg-degan... itu benar-benar curang.” Kaede memberikan lebih banyak kekuatan ke pelukannya di sekitar tubuhku. Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya, kemudian mengangkatnya dalam pose menyerah. “Maafkan aku. Aku juga terbawa suasana... kalau bisa, aku mau kau memberitahuku apa yang harus kulakukan agar suasana hatimu membaik.” “......Cium. Jika kau menciumku, aku akan memaafkanmu.” Gulp, aku menelan ludah. Beginikah caraku mendapatkan ciuman pertama? Apakah ini tidak masalah? Tidak, jelas tidak, kan!? Bagaimanapun juga aku kan belum menyatakan perasaanku padanya!? “Fufufu. Aku bercanda. Ciuman bisa dilakukan lain kali. Sebagai gantinya... peluk aku dengan seluruh kekuatanmu. Peluk aku dengan perasaan... bahwa kau tidak akan memberikanku kepada orang lain.” Baiklah. Aku tidak akan melepaskanmu Kaede. Jika bisa, aku ingin kau tinggal bersamaku selamanya. Dengan pemikiran ini, aku memeluknya dengan lembut tapi erat.



Aaaaaa, sial. Bukankah kami ini benar-benar sudah seperti kekasih. Bukan suatu hal yang tepat untuk memeluknya sebelum mengatakan padanya bahwa aku mencintainya. Meskipun lucu rasanya jika aku mengatakan itu padahal sudah tinggal bersamanya Betapa bahagianya hidup ini! Aku merasa seperti aku sedang bermimpi meskipun aku hanya memeluk tubuhnya yang lembut dan hangat. Selain itu, aroma manis coklat yang berpadu dengan aroma jeruk memberikan kesegaran yang tak terlukiskan. “Yu-Yuya-kun? Itu... u-udahan gih... ini memalukan...” “Hmm... biarakan begini... sebentar lagi...” “Isssh... mau bagaimana lagi deh.” Kaede berbicara dengan suara tercengang tapi lembut, dan menarik tubuhnya lebih dekat. Perasaan ini, kenyamanan ini, aku jadi ketagihan. Aahh, aku ingin melakukan ini selama— “Hei, Shin-kun. Adegan apa ini yang sedang diperlihatkan pada kita?” “Hmm. Singkatnya, ini adalah mahakarya tentang pelukan dua orang yang saling mencintai. Aku akan mengabadikannya sebagai kenangan.” “Oh, aku juga!” Suara dua shutter kamera yang berbunyi di pintu membawa kami kembali ke diri kami sendiri, dan kami buru-buru berpisah, tapi rasa yang seperti terbakar di wajah kami tidak mudah mereda.



Bab 28 Jujur aja kenapa?



“Bagaimana? Tidakkah menurutmu sudut pemotretannya benar-benar pas?” “Itu sempurna. Akiho-chan, tolong kirimkan aku foto itu nanti. Aku akan mencetak dan memajangnya.”



Makan malam hari ini adalah sukiyaki. Seharusnya sih steak hamburger, tapi Otsuki mengatakan jika ada satu hal untuk dimakan bersama-sama di hari yang dingin, maka itu adalah hotpot! Dan kemudian Kaede menyarankannya untuk membuatkan aku dan Shinji daging yang enak setelah kami lelah berlatih. Itu sebabnya makan malam hari ini sukiyaki. Sayuran dibeli bersama dengan bahan untuk membuat coklat, tapi dagigngnya dibawakan oleh Miyamoto-san. Itu adalah daging wagyu yang tidak akan pernah kau temukan di supermarket. Marmernya sangat indah, dan ketika dimakan, kau serasa bisa makan sebanyak yang kau mau karena dagingnya kuat, namun memiliki rasa manis yang meleleh, tanpa sisa rasa yang lengket. “Yuya, apa kau juga mau fotomu yang berpelukan? Tadi aku juga memotretnya, jadi haruskah aku mengirimkannya nanti?” “Kumohon padamu untuk menghapus foto itu sekarang.” “Kenapa? Di foto ini kau dan Hitotsuba-san terlihat sangat bahagia loh.” Hentikan! Aku tahu! Aku memang tahu! Memang benar aku sangat bahagia ketika aku memeluk Kaede! Tapi sekarang setelah aku sadar kembali dan pikiranku tenang, aku merasa sangat malu dengan tindakan itu sehingga aku ingin mati. Selain itu, percakapan yang kami lakukan juga benar-benar berbahya. “Ketika Yuya-kun bilang, [Kau mau aku memakanmu kan? Kalau begitu dengan senang hati... aku akan memakanmu, Kaede.], tiba-tiba aku jadi ingin berteriak. Itu adalah pertama kalinya dia memanggilku Kaede, dan suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya, tapi juga sangat keren!” “Wow! Fakta bahwa dirinya mengatakannya begitu saja sangat keren... seperti yang diharapkan dari sahabatnya Shin-kun. Apa Yoshi ini orang yang cukup berbahaya karena dia bisa melakukannya secara alami...” “Itu benar! Setelah itu, aku memintanya untuk memelukku, dan dia memelukku dengan sangat lembut tapi erat...haaa...aku sangat bahagia.” Disebut-sebut kalau ketiga wanita berkumpul, maka pergosipan akan dimulai, tapi dua wanita saja sudah cukup untuk melakukan itu. Hatiku sudah sangat grogi karena berlangsungnya gejolak atas apa yang telah kulakukan. Bisakah kalian berhenti sampai disitu saja. “Kalian berdua, cukup sampai disitu saja. Daripada membicarakan itu, lebih baik makan daging ini! Kalian tidak akan sering-sering untuk makan daging seperti ini!”



Ah, Shinji. Aku senang kau ada di sini. Jika saja kau tidak ada, itu akan sangat mengerikan meski hanya dibayangkan. Aku pasti akan menangis di bawah selimut dan mengabaikan daging wagyu yang enak ini. “Hahaha. Kau melebih-lebihkan. Tidak ada yang aneh tentang memeluk gadis yang kau sukai dan berpikir kau sangat bahagia.” Dia mengatakan itu sambil mengunyah daging di mulutnya. Kalau itu sih aku juga tahu. Hanya saja situasinya terlalu bergejolak dan perasaanku tidak dapat sinkron. Tidak ada keraguan kalau ini adalah situasi yang disukai oleh pria manapun, tapi ada fakta yang tak terlupakan. Itu telah menetap di hatiku. Ini lebih seperti akulah yang ingin berteriak untuk tidak melepaskannya. “Aku tidak bisa mengatakan apa-apa karena terserah padamu tentang apa yang harus kau lakukan untuk kedepannya. Yang jelas aku berani mengatakan bahwa Hitotsuba-san sama sekali tidak akan keberatan pada apa yang akan kau lakukan.” “Shinji... kau...” “Kau adalah rekanku di lapangan. Jadi aku agak mengerti apa yang akan dirimu pikirkan. Itu sebabnya, Yuya, kupikir kau harus lebih berani dan terjun.” Sambil mengatakan daging itu lezat, Shinji mengunyah lebih banyak daging hingga membuatku bertanya-tanya dimana semua itu dimuat didalam tubuh kecilnya. Aku tersenyum masam dan menghela nafas. Astaga, sahabatku bisa melihat menembus diriku ya. “Haaa, aku akan makan juga! Kaede-san, tambahkan daging dan sayurannya! Otsukisan! Tidak masalah kalau kau mau mengirim foto itu, tapi hanya kepada Kaede-san! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika kau menyebarkannya!?” Untuk saat ini, aku makan daging! Menyantap makanan lezat untuk mendapatkan kembali akal dan bersiap untuk pertempuran. Ini adalah pertempuran dimana aku harus sedikit lebih jujur tentang perasaanku. Jika Kaede-san datang dan membuatku jadi deg-degan, aku akan membuatnya deg-degan juga. “Fufufu. Makan banyak sih boleh, tapi ada makanan penutup yang menunggu kita setelah ini, jadi tolong makan secukupnya saja, oke? Ini adalah Valentine yang sedikit lebih awal.” Kaede mengatakan itu sambil tersenyum seperti seorang dewi. Perhatianku teralihkan pada sukiyaki, tapi hidangan utama hari ini bukanlah daging, melainkan



cokelat Valentine yang dibuat oleh mereka berdua. Shinji, apa kau bisa memakannya nanti kalau sekarang makan seperti ini? “Tidak apa-apa. Yang manis-manis itu lain cerita. Selain itu, jika Akiho berusaha keras untuk membuatnya, aku bisa memakannya tidak peduli seberapa kenyangnya diriku.” Jangan memandangnku seolah-olah mengatakan kalau itu memang seharusnya begitu. Otsuki menyeringai dan Kaede-san menatapku penuh harap. Astaga! “Tentu saja. Tidak mungkin aku akan mengabaikan apa yang Kaede-san buatkan untukku. Selain itu, Sihnji. Makanan buatan Kaede-san adalah yang terbaik di Jepang. Aku tidak akan membiarkanmu memakannya.” “Ya, ya. Aku juga tidak akan memberimu sedikitpun cokelat buatan Akiho, jadi ingatlah itu!” Kedua gadis itu malu-malu dan tertawa karena persaingan yang tiba-tiba para pria dimulai.



Bab 29 Pria Yang Tidak Sadar Lagi Menggoda



Diputuskan bahwa pria akan beres-beres setelah makan malam. Kaede dan Akiho memberi tahu kami untuk beristirahat saja, tapi kami merasa tidak enak untuk membuat mereka beres-beres setelah mereka membuat coklat dan juga memasak. “Sukiyaki tadi enak sekali ya. Hitotsuba-san memang juru masak yang hebat, dari melihat bekal makan siang yang dia buat saja aku sudah bisa tahu itu.” “Kau benar. Rasa dari masakannya tidak pada tingkat yang bisa kau dapatkan dirumah. Aku benar-benar berpikir kalau itu setingkat restoran. Hanya saja,” Saat mencuci piring bersama Shinji, aku ingat pertama kali Kaede memasak makan malam untuk kami. Hari itu, dia membuat hamburger rebus seperti yang kuminta, tentu saja rasanya enak dan membuatku terkesan, tapi apa yang disajikan di atas meja...



“Yang disajkan diatas meja langsung sama pancinya!? Seriusan? Tidak disajikan di atas piring atau apa gitu?” “Serius. Mengejutkan, bukan? Karena itu adalah Kaede-san, kupikir dia akan membuat pengaturan yang sempurna, eh taunya sampai pancinya juga dihidangkan.” Saat itu, aku teringat akan kata-kata Miyamoto-san. Masakan Kaede-sama memang agak aneh, tapi aku bisa menjamin rasanya Bukan masakannya yang aneh, tapi penyajiannya! Jika Miyamoto-san tahu itu, mengapa dia tidak memberitahukannya saja! Sulit untuk dijelaskan pada Kaede-san, yang membawakan panci dengan ekspresi puas di wajahnya seolah itu wajar! Perkataan Kaede-san saat itu juga mengejutkan. Kupikir itu juga bagus untuk mengurangi jumlah piring yang harus dicuci, bukankah begitu? “Hahaha! Gila memang! Yang dikatakan itu memang benar, tapi bukan berarti harus menyajikannya apa adanya begitu!” “Ya kan! Kau juga berpikir begitu, kan!? Meski begitu, wajah cemberut Kaede-san membuatku jadi bertanya-tanya apakah aku yang salah disini, dan membuatku jadi kewalahan...” Tapi dengan bujukanku yang penuh air mata, Kaede telah belajar untuk menyajikannya! Sesekali dia terbawa dorongan untuk membawa panci ke atas meja, tapi dia melakukan yang terbaik untuk melawan, dan pada tingkat ini, dorongan itu akan hilang secara alami. “Isssh, Yuya-kun, tolong jangan mengungkapkan hal-hal yang memalukan seperti itu! Kan Higure-kun jadi menertawanku! A-Akiho-chan juga, ketawamu terlalu berlebihan!” Bagaimana aku tidak bisa untuk membicarakan hal ini ketika mereka berdua ada di isini. Aku teralihkan oleh foto pelukan, tapi Kaede-san yang [menyajikan panci sekaligus] adalah cerita yang sangat bagus. Tidak ada alasan untuk tidak membicarakannya. “Hey Yoshi! Apa kau punya foto di saat itu? Itu adalah pertama kainya Kaede-chan menyajikan dirimu makanan rumahan, kan? Apa kau mengambil setidaknya satu foto?”



Aku senang kau menanyakan itu, Otsuki! Tentu saja aku mengambil foto dengan baik! Lihat wajah yang begitu bangga ini! Saat dia membusungkan dadanya, atau tersenyum malu setelah difoto berkali-kali, seperti apapun dirinya sangat imut, kan? Itu favoritku. “Ah... ya, itu foto yang bagus. Fotonya memang bagus, tapi ini...” “Semua foto itu berfokus pada Hitotsuba-san, dan makanannya benar-benar kebetulan kena foto. Yuya, bisakah kau berhenti bersikap genit secara alami?” “Uh... Yuya-kun tolol... Bukankah kau mengatakan kalau itu hanya rahasia kita berdua...” Setelah ini malah lebih imut lagi! Aneh sekali rasanya menyajikan sampai sama pancinya. Di restoran, makanan disajikan dengan baik di atas piring. Itulah sebabnya aneh sekali menyajikan sama pancinya sekaligus. Saat aku mengatakan kalau biar aku yang mencuci piring, wajahnya menjadi sangat merah dan tampak malu. Sosoknya yang seperti itu benar-benar luar biasa. Bukankah kau juga berpikir begitu, Shinji? “Hahaha... itu benar. Dia orang yang berbeda dari Hitotsuba-san yang di sekolah.” Ya kan, ya kan. Kaede yang bermartabat di sekolah memang cantik dan keren, tapi dia yang terlihat seperti ini juga sangat imut. Woi, kenapa kau membuang muka dan tertawa getir? “Ah, Yuya. Aku mengerti bahwa kau ingin membual tentang sisi imutnya yang hanya dirimu yang tahu, tapi kenapa kau tidak berhenti saja sekarang? Lihat Hitotsubasan. Bukankah dia akan jadi sangat mendidih dan jatuh?” Ketika Shinji memintaku untuk melihat ke arah Kaede, dia terlihat sangat merah sehingga kupikir uap keluar dari wajahnya. Bahunya juga gemetar. “Uh... Akiho-chan. Yuya-kun... Yuya-kun...!” “Tidak apa-apa, Kaede-chan. Pasti sulit ya punya pacar yang tidak sadar kalo lagi menggoda.” [Catatan Penerjemah: 惚気, gak tau sebutan Indonesia-ya, yang jelas itu orang yang berbicara penuh kasih sayang tentang orang yang dicintai.] Hah!? Aku tidak lagi menggoda! Aku hanya ingin kalian berdua tahu betapa lucunya Kaede saat di rumah. “...Disebut penggoda yang tak sadar itu sakit banget ya, Yuya.”



Astaga, bahkan kau juga menyebutku begitu! “Ya, ya. Aku mengerti bahwa Yoshi sangat mencintai Kaede-chan. Namun sudah saatnya untuk beralih ke acara utama hari ini!” Kaede, yang tersadar kembali oleh kata-kata Otsuki, menunjuk ke arahku dan menyatakan. “Kali ini giliran Yuya yang deg-degan! Terimalah cokelat Valentine-ku yang penuh cinta!” Akhirnya, coklat buatan tangan Kaede akan diungkap. Wajahnya yang masih merah cerah itu juga imut.



Bab 30 Kue Coklat Rasa Perasaan



Kaede menyatakan kalau dia akan membuatku deg-degan. Dan aku dengan gugup mengambil tempat duduk. Gawat nih, jantungku sudah berdegub kencang hingga hampir keluar dari mulutku. Ini bukan pertama kalinya aku menerima cokelat dari seorang gadis, tapi kenapa? Saat aku melirik Shinji yang duduk di sampingku, dia memiliki senyum lembut yang sama seperti biasanya. Kenapa kau tidak gugup? “Gugup? Kenapa? Malahan aku menantikannya. Aku begitu senang karena penasaran tentang coklat jenis apa yang akan diberikan pacar tercintaku padaku.” Jadi ini ya ketenangan dari pria yang disebut kekasih tolol di sekolah. Aku sih tidak bisa sepertinya. Itu adalah rasa sesak di dada yang membuatku seperti akan hancur jika aku tidak menjaga akal sehatku. “Nah! Maaf menunggu lama para pria! Yah, meski begitu hanya ada Shin-kun dan Yoshi di sini. Apa kalian mau coklat Valentine spesial buatan kekasih imut kalian?” Kau ini mau pergi ke New York apa!? Otsuki mengangkat tinjunya ke atas dengan senyuman di wajahnya. Bukankah kata-katanya terlau jadul? Dan bukankah



semangatnya terlalu tinggi? Kaede pun terlihat bahagia dengan wajah tersenyum. Tapi aku tidak bisa mengikuti semangat tinggi yang tiba-tiba ini. “Aku mau cokelat buatan Akiho!!” Shinji mengangkat tinjunya dengan cara yang sama dan senyum lebar di wajahnya. Bukankah kau ini terlalu cepat beradaptasi? Eh, Kaede, kenapa kau memiliki wajah yang tidak puas? Bisakah kau tidak berpaling seperti itu? “Hei, Yoshi! Apa kau tidak mau makan cokelat Valentine Kaede-chan?” “Kau tidak mau...?” Kaede bergumam dengan sangat sedih yang berlawanan dengan semangat tinggi Otsuki. Tunggu, kenapa kok aku jadi orang jahat di sini? Aku tidak mau memakannya? Jangan konyol. Tidak mungkin aku tidak akan memakannya. “Tentu saja aku ingin memakannya!!” “Whoa! Jawaban yang bagus Yoshi! Kalau begitu, sudah hampir waktunya, jadi akan kami berikan secepatnya!” Darimana asalnya semua semangat itu? Sambil menyenandungkan suara drum, Otsuki mengulurkan kotak kecil berwarna merah muda di depan Shinji. Kotak itu dibungkus sehati-hati mungkin dengan pita dan stiker yang bertuliskan tulisan tangan Otsuki; [Selamat Hari Valentine]. “Yay, terima kasih Akiho. Apa aku boleh membukanya?” “Fufufu. Tentu saja!” Otsuki menjawab sambil mengacungkan jempol. Shinji mengguncang tubuhnya dengan penuh semangat saat dia perlahan melepas pita dan pembungkusnya. Dia membuka kotak itu dan apa yang dia temukan di dalamnya adalah... “Ini adalah cokelat gateau kesukaan Shin-kun! Kurasa Shin-kun yang tidak terlalu suka sesuatu yang manis bisa memakannya karena itu sedikit pahit. Nah, makanlah!” “...Tidak, aku tidak akan memakannya sekarang. Aku akan memkannya dengan perlahan nanti. Kita tidak bisa bermesraan di depan Yuya dan Hitotsuba-san, kan?”



Woi Shinji! Apa yang kau coba lakukan di rumah orang!? Apa kalian akan saling menyuapi? Ayah tidak akan membiarkanmu melakukan itu! “Ya, ya. Tenanglah, Yuya. Aku tidak akan melakukannya di sini karena itu masih telalu menggairahkan untukmu, jadi jangan khawatir. Yang lebih penting, lihat, Hitotsuba-san sedang menunggumu, tahu?” “Yuya-kun, apa kau sudah siap? Aku bekerja sangat keras untuk membuat ini... jadi, aku ingin kau memakannya.” Kaede-san menggeliat dan ada kue coklat yang dipotong tipis di atas piring di depanku. Aku terkesiap melihat kesempurnaan kuenya, sampai membuatku berpikir sejenak bahwa kue itu habis dibeli dari toko. Itu kaya akan aroma manis yang menggelitik lubang hidung. Tetap saja, itu memiliki aroma menyegarkan yang samar. Dilihat dari penampangnya, itu terdiri dari tiga lapisan. “Ada tiga lapis coklat spons, mousse, dan krim. Di antaranya ada aksen krim oranye. Dan bagian atasnya dilapisi karamel.” Dia menjelaskannya padaku, tapi aku hanya dibuat tertegun. Ketika aku masih SMP, coklat Valentine yang kuterima memang buatan sendiri, tapi itu sekedar kue atau semacamnya, jadi aku belum pernah melihat sesuatu yang seotentik ini. Lagian siapa sangka dia akan membuat seperti ini. Ada tiga lapisan, aksen krim oranye, dan bahkam karamel yang sebanding dengan sesuatu yang kau temukan di toko kembang gula kelas atas. “B-Bagaimana...? Apa rasanya enak?” “Ya. Enak. Sangat enak. Ini adalah pertama kalinya aku makan kue coklat yang begitu enak. Terima kasih, Kade-san.” “Eh, cuman itu doang tanggapanmu Yoshi? Kau benar-benar kang komen yang buruk. Bukankah ada hal lain yang bisa kau katakan? Ayo pikirkan itu!” Kau ini berisik sekali Otsuki! Bahkan aku maunya mengatakan sesuatu yang bagus, tapi aku tidak bisa menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya. Mata Kaede berkaca-kaca dan dia bahkan tidak bisa menatapku. Dan seringainya Shinji benarbenar membuatku kesal. “Gimana bilangnya ya. Rasanya tenu saja enak, tapi kurasa aku sangat senang karena dibuatkan sesuatu yang seperti ini. Bagaimanapun juga, membuat kue



sendiri itu sulit, kan? Sejak awal aku bahkan tidak pernah berpikir kalau sesuatu seperti ini akan dibuatkan untukku. Memikiranku itu saja sudah membuatku begitu senang tapi...” Aku segera berhenti ketika hendak mengatakan ‘tapi, pada saat sama yang aku minta maaf’. Satu langkah, ya, yang harus kulakukan hanyal melangkah maju. Ketakutan yang menempel di hatiku seperti duri membuatku ragu untuk melakukannya, tapi aku harus berubah. “Terima kasih Kaede-san. Terima kasih karena telah membuatkanku kue yang enak. Aku benar-benar bisa merasakan perasaanmu. Jadi mulai sekarang mohon bantuannya ya.” “...Yuya-kun... Ya! Begitu juga denganku, mohon bantuannya juga ya!” Aku berkata dengan rasa malu dan menikmati keasaman jeruk dan manisnya coklat. Harmoni dari dua rasa berpadu di mulutku, di sana aku juga merasakan perasaan yang diberikan oleh Kaede-san. Dan sebelum aku menyadarinya, sudah tidak ada lagi yang tersisa di piring, padahal aku masih mau memakannya. “Fufufu. Tidak apa-apa. Kuenya masih banyak kok, kau mau tambah?” “Ya... aku mau tambah, tapi udahan aja deh. Aku akan memakannya lagi besok. Gak papa kan?” “Tentu saja. Ayo kita makan bersama besok. Aku akan menyuapimu.” “Hahaha. Kalau begitu aku juga akan menyuapimu, sehingga kita akan saling menyuapi.” Mata Kaede terbuka lepar saat mendengar perkataanku yang santai. Tidak hanya itu, suasana di ruangan ini juga membeku. Eh, apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang salah—? “Hei, Shin-kun. Apa kau dengar apa yang barusan Yoshi katakan? Dia bilang ‘aku juga akan menyuapimu’, mungkinkah dia lagi menggoda?” “Ya, aku mendenagrnya Akiho. Yuya bilang ‘kita akan saling menyuapi’. Seharusnya aku merekamnya tadi.” Yang disana diam! Atau lebih tepatnya, cepat pulang sana!



“Itu benar Shin-kun. Jika kita tinggal lebih lama, kita akan menghalangi kemesraan muda-mudi ini, jadi kurasa kita harus membiarkan mereka bebas.” “Kau benar, Akiho. Tidak baik jika mengganggu malam mereka yang indah, jadi kita harus pulang.” Bersiap untuk pulang secepat mungkin, Shinji dan Otsuki (Kekasih tolol) pergi dengan senyuman. Sebuah pesan datang dari Shinji di ponselku. [Bersikaplah dengan lembut padanya, Yuya] “Urus saja urusanmu sendiri tolol.” Menahan keinginan untuk melempaskan ponselku, aku kembali ke ruang tamu. Kaede masih membeku seperti tadi. Astaga, aku mau semuanya diulang.



--Pembicaraan antara Shinji Higure dan Akiho Otsuki yang meninggalkan apartemen--



“Hei Shin-kun. Kurasa aku lupa menanyakan sesuatu yang sangat penting...” “Kau benar, Akiho. Aku lupa bertanya kenapa mereka tinggal bersama.” “Ughhhhh!! Padahal aku lebih tertarik mendengarkan cerita itu daripada cokelat! Suasana bucin mereka berdua begitu berharga sehingga aku melupakannya!” “Hahaha... yah, kurasa kita tidak perlu menanyakannya. Aku yakin suatu saat mereka sendiri yang akan mengatakan alasannya.” “Kau benar! Yoshi pasti akan mengatakannya! Kalau menurutmu sendiri, apa alasannya?” “Hmm... jika mereka berdua tinggal bersama di apartemen yang luar biasa, apa itu berarti Hitotsuba-san memaksa untuk menjalin hubungan?”



“Oh, mungkin begitu! Cinta Kaede-chan untuk Yoshi tidak tanggung-tanggung! Mungkin saja dia mengatakan sesuatu seperti ‘jika kau tidak mau tinggal bersamaku, kau akan mati’.” “Gak segitunya juga kali. Kaede-san tidak mungkin melakukan itu. Sebaliknya, Yuya mungkin telah didorong ke dalam situasi di mana dia tidak bisa melarikan diri. Lagian Hitotsuba-san itu sangat pintar.” Keduanya sedang dalam perjalanan pulang, melakukan percakapan yang mungkin meyakinkan atau mungkin tidak.



Bab 32 Tidak Adil...



Kaede dengan cepat mendapatkan kembali kesadarannya. Sambil meminum teh hangat, kami sedang bersantai di ruang tamu yang tenang. Kaede, yang menatap piring di atas meja, berkata dengan sungguh-sungguh, “Yuya-kun. Aku juga ingin makan kue coklat! Apa boleh aku memakannya?” “Tentu boleh, tapi kenapa kau bertanya?” “Karena... kue ini dibuat untuk dirimu, bukankah akan salah jika aku memakannya?” Yah, mungkin memang begitu, tapi seperti yang Kaede sendiri katakan tadi, jika jumlahnya ada banyak, lebih baik dimakan bersama. Lebih buruk kalau memakan semuanya sendiri begitu saja. Tapi sekarang sudah hampir pukul 22:00. Apakah tidak apa-apa memakan sesuatu yang manis di waktu begini? “Tidak apa-apa! Tidak peduli seberapa banyak makanan manis yang kumakan, itu benar-benar keadilan! Lagipula, aku tidak gemuk!” Dia mengatakannya seperti seorang dokter yang menggunakan keahliannya sebagai senjata untuk mengatakan hal-hal yang membuat para wanita di dunia menggertakkan gigi. Yah, salah satu hal yang kuketahui tentangnya setelah kami tinggal bersama adalah Kaede makannya banyak. Tapi bentuk tubuhnya yang mempesona sama sekali tidak berubah, dan bahkan pelindung dadanya sepertinya telah diperkuat. Itu hanya imajinasiku, kan?



“Ah... Ngomong-ngomong, pakaian dalamku belakangan ini semakin ketat. Kalau Yuya-kun, pakaian dalam seperti apa yang kau suka?” Haaaaah!! Eh, apa? Kau masih bertumbuh!? Dari pada itu, bisakah kau tidak mencondongkan tubuhmu ke depat sambil meremas bagian dada swetermu! Itu merangsang! Rangsanganya kuat banget malahan!! “Kalau bisa aku ingin menyesuaikannya dengan preferensimu, jadi seperti apa? Pakaian dalam seperti apa yang kau ingin aku pakai?” Dengan senyum iblis kecil, dia mendatangiku sambil bersandar di meja. Aku melakukan yang terbaik untuk menoleh ke arah lain untuk menjauhkannya dari pandanganku, tapi Kaede bergerak ke posisi yang sempurna dan muncul di garis pandangku. “Apakah itu jenis yang berwarna putih? Motif bunga yang seperti celemek itu memang lucu, kan! Ataukah biru muda yang menyegarkan? Warna-warna yang cerah memang membuatmu merasa segar! Atau bagaimana dengan warna hitam yang memiliki pesona dewasa? Aku akan merayu dirimu dengan lebih banyak daya tarik seksual! Ngomong-ngomong soal rayuan, itu pasti warna merah muda, kan? Yah, warna merah muda memang terlihat mes—” “Hentikaaaaan!! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi! Yang lebih penting, kau mau makan kue, kan!? Aku akan membawakannya untukmu, jadi duduk diam saja di sini!” Tidak mungkin aku akan membiarkan kata ‘mesum’ keluar dari mulut Kaede. Aku memutuskan percakapan dan meninggalkan meja sambil membawa piring yang sudah kosong. Aku benar-benar tidak suka wajah Kaede yang menyeringai dan bahagia seperti itu. Sepertinya dia benar-benar menikmati reaksiku. Lihat saja kau nanti. Aku mengeluarkan kue dari lemari Es. Dekorasi kue itu sangat indah sehingga kau mungkin akan berpikir bahwa itu adalah kue yang dibeli. Aku ragu-ragu untuk memasukkan pisau ke dalamnya, meski pada akhirnya kue itu akan dipotongpotong. Dengan hati-hati aku memotongnya agar tidak kehilangan bentuknya, dan meletakkannya di atas piring. Garpu masih ada di atas meja, jadi aku tidak perlu membawanya. “Nah, aku membakawanmu kue. Kau ingin makan, bukan?”



“Terima kasih. Eh, mana garpunya?” “Oh, gunakan saja ini. Lagian tidak perlu repot-repot untuk membawa yang baru, kan?” Aku memberikannya kue sekaligus garpu yang tadi kugunakan, meski begitu dirinya tidak langsung memakannya, tapi membeku seperti tadi. Kukukuku. Seperti yang direncanakan. Tapi ini bukanlah akhir. Aku akan membuatmu membayar dosa telah mempermainkanku dengan impian para pria! “Oh iya, tadi kau bilang mau disuapin kan. Okelah, mau bagaimana lagi.” “--Eh!? Yu-YuYuya-kun!? Apa yang kau bicarakan!? Apa kau sudah gila?” Sambil mengatakan ini dengan sengaja, aku memasukkan garpu ke dalam kue dan memotongnya menjadi ukuran yang mudah untuk dimakan. Aku membawanya perlahan ke mulut Kaede, yang bingung dan panik. “Nah, Kaede-san. Bilang aaaaa.” “Ugh......” Dia melihat dari sisi ke sisi, lalu ke bawah, lalu menggelengkan bahunya daan mengapalkan tinjunya, dan kemudian menatap langit-langit dengan suara yang tidak jelas. Sepertinya dia benar-benar mengalami konflik. Yah, itu lucu untuk dilihat, jadi ini sama sekali bukan masalah. “Aaaaa.” Mengatakan itu, Kaede menggigit kue yang ada di garpu. Wajahnya merona merah seperti daun musim gugur. “Bagaimana? Rasanya enak?” “...Aku tidak tahu. Aku sangat deg-degan. jadi aku tidak tahu rasanya.” Kaede berkata dengan suara tipis saat dia melirik-lirikku. Apakah disuapi itu sensasinya begitu mendebarkan sampai kau tidak bisa memahami rasanya? “Karena ini kan... c-ciuman tidak langsung. ...Ini yang pertama kalinya... aku mencium dirimu... jadi tentu saja aku jadi deg-degan...”



Kekuatan penghancur Kaede, saat dia meletakkan garpu di mulutnya dan menatap ke atas dengan malu-malu, jelas merupakan tingkat strategis. Ini adalah kartu truf yang membalikkan situasi pertempuran dengan satu serangan. Tembakan dari [Da mon*] yang digunakan sebagai upaya terakhir, cukup untuk meledakkan hatiku menjadi jutaan keping. Dengan kata lain, wajahku juga benar-benar memerah. [Catatan Penerjemah: だもん(Da mon), berasal dari perkataan Kaede sebelumnya yang ‘aku mencium dirimu (なんだもん)’.] “Oh tidak... itu... Aku hanya berpikir kalau aku akan bisa melihat wajahmu yang malu-malu jika aku memberimu kejutan dengan menyuapimu sebagai balasan telah menggodaku. Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa melihat wajah malu Kaede-san jika aku memberinya kejutan sebagai imbalan karena diejek! Dan aku sama sekali tidak berpikir kalau ciuman tidak langsung—mm!?” Kaede diam-diam memasukkan kue itu ke dalam mulutku saat aku menggerakkan tangan untuk menjelaskan. Dengan begitu, garpu yang berada di mulut Kaede beberapa saat yang lalu sekarang ada di mulutku. Anehnya, kue coklat itu terasa lebih manis dibandingkan dengan saat aku memakannya beberapa waktu lalu. Wajahku benar-benar panas, dan jantungku rasanya ingin meledak. “Aku ingin kau juga mengerti. Aku ingin kau mengerti bahwa tidak mungkin aku tidak merasa malu saat mencium orang yang kucintai, tidak peduli meski itu ciuman tidak langsung. Tapi pada saat yang sama... aku juga bahagia...” Dia memberikan banding dengan berkaca-kaca, dan aku hanya bisa mengangguk. Bagaimanapun juga ini lebih memalukan dari yang kubayangkan. Ciuman tidak langsung melalui suap-suapan ini rasanya sama memalukannya dengan ciuman langsung. Tapi seperti yang Kaede katakan. Entah bagaimana hatiku terasa terisis. “Yuya-kun, kau benar-benar tidak adil. Kenapa kau bisa membuatku deg-degan dengan begitu mudah... padahala aku juga ingin membuat deg-degan dengan menyuapimu... Itu tidak adil!” “Tidak, ini bukan masalah adil atau tidak adil, tahu? Atau lebih tepatnya, kupikir Kaede-san lah yang tidak adil. Tidak, keberadaan Kaede-san sendiri sudah tidak adil!” “A-Apaan sih!? Bukankah itu jahat banget mengatakan keberadaanku tidak adil!?” “Tentu saja! Di tempat pertama, sejak aku tiba-tiba hidup bersama gadis cantik yang kukagumi, setiap hari aku meraskan deg-degan karena sangat bahagia sekaligus



malu! Malahan, tidak ada hari tanpa aku merasakan semua itu! Setidaknya mengertilah itu... dasar tolol.” Setelah mengatakan itu, aku merasa malu dan berdiri dari tempat dudukku. Aku ingin memukul diriku sendiri karena barusan mengatakan kalau aku mengagumi Kaede. Jika saja ada lubang di sini, aku mau masuk ke dalamnya. Namun di saat-saat seperti ini, yang terbaik adalah mandi. Ayo kabur ke kamar mandi. Kamar mandi adalah tempat sakral untuh membasuh semua kejadian yang terjadi di sepanjang hari. “Tidak...! Jangan pergi, Yuya-kun.” Saat aku hendak menuju ke kamar mandi untuk mandi, Kaede memulukku dari belakang. “Jangan tinggalkan aku sendiri. Jika sekarang aku ditinggal sendiri...” “...Jika kau ditinggal sendiri, apa yang terjadi?” Aku menelan ludah dan menunggu kata-kata Kaede. “Jika sekarang aku ditinggal sendiri... aku akan jadi gila karena terlalu bahagia.” Di akhir dia menambahkan, ‘tehee’. Aku terpesona oleh betapa imutnya dirinya. Dan karena aku tidak mau dia jadi gila, aku duduk di sofa bersamanya sampai dia tenang dan menghabiskan malam Valantine yang agak awal dengan tenang.



Bab 32 Menyadari Perasaan



Butuh sekitaran satu jam hingga Kaede kembali tenang. Sementara itu, kami lagi nonton anime yang ditayangkan secara online. Itu adalah anime romcom yang lucu dengan kegembiraan yang tinggi dari awal hingga akhir, membuatnya jadi anime yang menarik. Karakternya bolos berduaan di atap untuk main gim, dan bermain bersama sambil malu-malu. Apa-apaan dengan adegan masa muda ini.



“Sekarang sudah larut, apa kau mau mandi?” “Jadi sudah hampir pukul sepuluh malam ya. Yah, aku akan memanaskan air, tapi Kaede-san bisa mandi lebih dulu. Ataukah, mau mandi sama-sama?” Aku tertawa mengejek dan menyarankan untuk mandi bersama. Mungkin ini akan membuatnya jadi gila lagi setelah dirinya sudah kembali tenang, tapi kupikir tidak apa-apa untuk mengalami hari seperti ini sesekali. Ini adalah hari untuk membalasnya karena selalu membuatku deg-degan. “Isshh. Tolong jangan bercanda seperti dong. Aku akan mandi lebih dulu. Sementara itu, Yuya-kun bisa menunggu sambil main gim.” Oke. Aku akan menunggu dengan tenang. Ini bohong kan, Kaede jadi pemalu dan mengatakan tidak mau? Apa artinya ini? Apa dia memakan sesuatu yang aneh!? “Aku ini juga tidak selalu harus memaksakan diri sepanjang waktu, tahu? Aku telah belajar bahwa terkadang penting untuk mundur!” Kaede mengepalkan tinjunya dan menuju ke kamar mandi. Aku ditinggal sendirian, dan aku tidak mengerti apa yang dia maksud, tapi dipikirin juga gak ada gunanya, jadi aku juga memutuskan untuk mengikutinya perkataannya dan pergi main gim. Kalau dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya aku akan main gim sejak pindah ke rumah ini. Cerita game ini, yang terlalu sibuk untuk kumainkan, sudah berada di tahap tengah. Ini adalah karya yang menarik perhatian dunia karena merupakan remake dari cerita Kisah Ketujuh dan Terakhir. Kupikir ini adalah karya yang terpisah, tapi aku akan menganggapnya menarik. Sampai mati pun aku tidak akan mengeluh selama ceritanya belum diselesaikan. Diam. Waktu berlalu dengan cepat saat aku terpesona oleh grafik yang indah. Kaede kembali dengan mengenakan piyama lembutnya sambil menyeka rambutnya. Sebentar lagi adalah pertarungan dengan bos, jadi aku akan nge-save dulu dan berdiri dari sofa. “Oh, sudah selesai? Kau bisa melanjutkan memainkannya sebentar lagi loh?” “Seingin-inginnya aku melanjutkan, aku juga perlu mandi. Selain itu, aku tidak tahu dimana pemberhentian selanjutnya, jadi udahan aja. Kalau begitu aku akan mandi. Kau bisa tidur duluan.”



“Fufufu. Aku akan menunggumu di sana. Jadi silakan nikmati mandimu.” Entah kenapa, rasanya ada yang aneh. Biasanya di sini dia akan mengatakan sesuatu seperti, ‘Aku mau berendam di bak mandi lagi ahh,’ tapi dia terlihat biasa saja. Yah, tidak ada gunanya memikirkannya. Jika aku bisa mandi tanpa harus memperhatikan penjagaanku, aku bisa lebih menikmati. Aku lelah secara fisik dari kegiatan klub hari ini, dan lelah secara mental karena semua yang terjadi saat makan malam dan pesta Valentine. Aku mau bersantai. --Pada akhirnya aku berendam selama hampir satu jam. Pada saat aku selesai menggosok gigi dan bersiap untuk tidur, tanggal telah berubah. “Kau seharusnya tidak perlu menungguku...” “Gak papa kok. Aku hanya ingin menunggumu. Apa kau merasa lebih rileks setelah mandi?” “Ya. Berkat itu lelahku teratasi, jadi kurasa aku bisa melakukan yang terbaik juga besok.” “Baguslah kalau begitu. Sekarang, ayo pergi tidur.” Kaede mematikan lampu dengan remote di tangannya. Aku kepanasan sehinnga tidak bisa menahan diri untuk tidak naik ke ranjang, tapi itu jelas lebih baik daripada tidak bisa tidur karena kaki yang kedinginan. Banyak yang telah terjadi hari ini. Sukiyaki-nya enak, dan kue coklat Valentine buatan Kaede juga sangat enak. Selain itu, kami bahkan melakukan ciuman tidak langsung—ini buruk, jangan pikirkan itu. Nanti aku tidak bisa tidur. “Hei... Yuya-kun. Apa kau masih bangun?” “Ya. Aku masih bangun, ada apa?” Aku selalu tidur membelakangi Kaede karena aku tidak ingin ada sesuatu yang terjadi padanya dan rasa kantukku akan hilang jika melihat wajahnya yang tertidur. Jadi secara alami aku menjawab pertanyaannya tanpa melihat ke belakang, tapi ternyata itu adalah kesalahan. “Sedikit... lebih dekat... bolehkan aku tidur di sampingmu?”



Kaede, yang telah mendekat sebelum aku menyadarinya, memelukku dari belakang. Dia bertanya padaku dengan suara yang jauh lebih imut dari biasanya, dan aroma lembut lemon yang melayang darinya membuatku merasa nyaman, tapi pada saat yang sama otakku benar-benar dibingungkan. Kehangatan Kaede terasa dari punggungku dan aku bisa merasakan sensasi lembut yang bisa membuat pria jadi gila. Aku bisa merasakan jantungnya yang berdegub kencang hingga seperti itu akan meledak. “Ya... boleh.”



Aku tidak bisa menolak permintaan Kaede, yang telah dia coba lakukan dengan segenap keberanian yang bisa dia kerahkan. Tidak, malahan aku lebih suka berbalik dan memeluknya. Aku diserang oleh dorongan seperti itu. “Aku sangat bahagia hari ini. Orang yang sangat kucintai memelukku dengan erat, memuji kue yang telah kubuat dengan sebaik mungkin supaya rasanya enak, dan bahkan membolehkanku memakannya. Terlebih lagi, kami berciuman tidak langsung. Ini adalah hari yang begitu membahagiakan, aku jadi bisa mati dibuatnya.” Pengakuan Kaede mulai membuat jantungku berdegub kencang. Hentikan itu. Aku memang senang, tapi hetikan. “Tapi... aku ingin merasakan lebih. Aku berpikir bahwa betapa bahagianya diriku jika bisa tidur sambil memeluk orang yang kucintai...” Kau sangat tidak adil Kaede. Ketika kau bermanja seperti itu dengan suara yang terdengar seperti hendak menangis, aku jadi ingin menyerah pada keegoisanmu. “......Terima kasih untuk hari ini, Kaede-san” Saat aku membalikkan tubuh untuk menghadapinya dan dengan lembut memeluknya, bahu Kaede sedikit tersentak. Tapi segera setelah itu, dia mendekatkan pipinya ke dadakau dan tersenyum. “Ehehe... Yuya-kun, kau hangat sekali. Dan baumu menenangkan... kurasa hari ini aku akan tidur lebih nyenyak dari biasanya.” Begitukah. Kalau aku sih mungkin tidak akan bisa tidur sampai pagi. Tapi, jika itu bisa membuatmu bahagia, aku sama sekali tidak masalah. Jika itu bisa membuatmu merasa nyaman, aku sama sekali tidak masalah. Aku juga bahagia bisa bersamamu— “Selamat malam, Yuya-kun. Aku mencintaimu.” Sungguh. Aku tidak bisa menahannya. Hatiku terpikat pada Kaede. Itu adalah suatu malam di bulan Februari ketika aku menyadarinya.



Bab 33 Suasana Stroberi



Minggu sudah berakhir. Akhirnya, hari Valentine pun tiba. Semua anak laki-laki gelisah dan percakapan mereka lebih gak jelas dari biasanya. Di sisi lain, para gadis, tampaknya begitu menikmati bertukar coklat yang dibungkus sendiri dengan teman-teman mereka. Namun, ada api di mata mereka, dan mereka saling menahan. Aku merasa seperti akan tenggelam ke alam mimpi jika aku tidak memikirkan apa pun. “Pagi-pagi begini kau terlihat mengantuk. Ada apa?” Shinji dengan segar memanggilku, yang lagi berbaring di atas meja. Aku ingin bertanya kepadanya, bagaimana dia bisa memiliki senyum menyegarkan yang sama setiap pagi. “Itu karena setiap hari sebelum tidur, aku selalu telponan sama Akiho. Kau sendiri kenapa terlihat sangat mengantuk? Apa terjadi sesuatu padamu sehingga kau tidak bisa tidur?” “Yah... aku melalui banyak hal sejak hari itu. Aku jadi sulit untuk tidur.” Akhir pekan lalu, aku makan malam dengan Shinji dan yang lainnya. Peristiwa yang terjadi setelah pulang, yaitu malam dimana Kaede dan aku berpelukan. Setelah hari itu, jarak antara aku Kaede di rumah semakin dekat. Untuk lebih spesifiknya, kami tidak tidur berpelukan, tapi tidur lebih berdekatan. “Shinji, kau juga harus mencoba untuk mendengarkan napas Otuski-san yang lagi tidur. Rasa kantuk apapun pasti akan menghilang entah kemana dalam sekejap.” “Hee... jadi kau tidur dengan Hitotsuba-san setiap hari. Dan lagi dengan jarak dimana bisa mendengar napasnya saat tidur.” “Ah.........jelas tidak mungkin begitu lah.” Hampir saja. Aku hampir secara tidak sengaja memberi tahu Shinji lagi. Manusia adalah makhluk yang belajar dari pengalaman. Aku tidak akan termakan trik yang sama berulang kali. “Yah, itu seperti kau setengah mengaku...”



Shinji tertawa dan mengeluaran buku teks dari tasnya dan mulai bersiap untuk pelajaran pertama. Sebagiknya aku juga bersiap-siap. Aku meregangkan punggungku yang kaku dan mengeluarkan buku dari tas. Biasanya aku meninggalkannya, tapi aku berubah pikiran ketika tinggal bersama Kaede. Dia itu benar-benar rajin belajar. Melihat itu setiap hari, aku merasa untuk tidak boleh kalah juga darinya. “Daripada itu, Yuya. Bukankah kemah pelatihan minggu depan benar-benar akan menyenangkan? Jarang-jarang ada kemah pelatihan saat ini, tapi akan sangat menyenangkan untuk mengamati langit berbintang dan bermain ski!” “...Itu benar. Aku tidak pernah bermain ski, jadi aku tidak yakin bisa bermain ski dengan baik. Dari pada itu, apa-apan dengan mengamati langit berbintang... dorongan masa muda?” “Jika itu adalah permintaan dari Yuya-kun, aku akan dengan senang hati membelinya loh?” Whoa! Kau ini muncul dari mana Kaede? Dan lagi Otsuki-san bersamamu seperti biasa. Sepertinya kami berembat sudah terbiasa untuk melakukan percakapan sebelum sesi kelas pagi. “Kemah akan berlangsung selama tiga hari di akhir bulan. Sayangnya, kelas kita berbeda, jadi kita akan mengendari bus yang berbeda, tapi ayo habiskan waktu bersama-sama saat di sana!” “Kau benar. Agak kesepian jika kita berpisah, tapi yah, tapi kurasa kita harus menghadapinya begitu kita sampai di sana. Aku menantikannya, Kaede-san. Ayo lihat bintang-bintang bersama.” “Eh... Ya! Aku juga sangat menantikan untuk melihat langit berbintang bersamamu!” Senyuman yang terlihat di rumah memang indah, tapi senyum lebar Keade yyang terlihat di sekolah juga tidak kalah indah. Itu rasanya menyegarkan, atau seperti memiliki rasa yang berbeda gitu. “Hei, Shin-kun. Ada apa dengan suasan manis yang tiba-tiba dimulai ini? Terus kenapa semua anak laki-laki terlihat seperti zombie?” “Itu mau bagaimana lagi, Akiho. Mereka berdua dalam kondisi yang sama seperti saat kita mulai berpacaran. Anak laki-laki memang terlihat seperti sudah mati, tapi para gadis memandang mereka dengan iri.”



“Entah kenapa, Yoshi terasa keren... sebenarnya Kaede-chan datang ke sini karena— ...” “Akiho-chan! Jangan bicara lebih jauh! Kau berjanji untuk tidak mengatakannya, kan!? Apa kau ini punya helium di mulutmu!?” Jadi seperti mulutnya lebih ringan dari udara ya. Sekarang aku jadi tahu kalau aku tidak bisa meminta nasihat dari Otsuki-san. Tadinya aku akan bertanya padanya apa yang bagus diberikan untuk White Day, tapi kupikir lebih tidak usah. “Eehh, kenapa juga harus disembunyikan. Kau kan bilang kalau dirimu khawatir jika saja Yoshi mendapatkan coklat Valentine dari gadis lain.” “A-A-AAkiho-chan tolol!! Kenapa kau malah mengungkapkan semuanya!? Kan nanti Yuya-kun jadi berpikir kalau aku adalah pacar tipe bondage!” Tidak, aku tidak akan salah paham. Hanya saja caramu mengisi parit luar begitu kuat. Yah, jika dilihat dari sisi lain, bondage itu adalah bukti dia sangat mencintai. Itu adalah impian seorang pria untuk dipikirkan sebanyak itu oleh Kaede. Aku tidak pernah begitu bahagia. “Ishh, Yuya-kun tolol...” Kaede tersenyum dengan rona merah di wajahnya. Ah, wajah malu-malunya itu juga imut. “Ya, ya. Terima kasih atas kemesraan di pagi ini! Sudah waktunya kita kembali ke kelas Kaede-chan! Sampai jumpa saat makan siang!” “Ah...! Jangan tarik aku Akiho-chan. Yuya-kun, sampai jumpa nanti!” Aku melihat mereka pergi. Woi, Shinji. Ada apa dengan seringai di wajahmu itu? Apa kau ada masalah, hah? “......Kekasih tolol.” Cuman itu doang! Aku tidak mau mendengar itu darimu!? “Sungguh, kau harus lebih berhati-hati untuk secara tidak sadar menciptakan suasana stroberi. Semua orang akan terkena manisnya dan akhirnya akan pingsan.” Apaan coba itu suasana stroberi!? Tapi pertanyaanku dengan kejam ditenggelamkan oleh bunyi bel.



Bab 34 Jangan Bermesraan Dimana-mana!



Saat itu waktu istirahat makan siang, empat jam setelah Shinji menyuruhku untuk jangan secara tidak sadar menciptakan suasana stroberi. Kami berempat sedang makan di kafetaria. Kejadian tadi pagi membuat kami sulit makan di kelas. Kemah pelatihan tempat kami tinggal adalah fasiltas resort yang menciptakan kembali kota-kota Inggris abad pertengahan di situs seluas 73.000 meter persegi, berdasarkan konsep Inggris tanpa paspor. Eksterior dan interior wisma tempat kami menginap juga sama. Tempat ini juga terkenal sebagai tujuan wisata karena digunakan sebagai lokasi syuting drama TV. Aku tidak pernah terlibat dalam olahraga salju selama hidupku, jadi aku tidak punya peralatan semacam itu, maka dari itu aku berpikir untuk harus segera mempersiapkannya tapi, “Oh, aku sudah menyiapkan satu set pakaian untukmu Yuya-kun. Ngomongngomong, itu berpasangan denganku!” Tau-tau, itu sudah disiapkan oleh Kaede. Pada dasarnya ini adalah pekerjaan Miyamoto-san, si supir dan kepala pelayan. Ketika aku bertanya seperti apa itu, dia menunjukkanku sebuah gambar. Desainnya menampilkan blok warna yang berani dengan warna serupa yaitu biru sederhana dan biru muda. Ngomong-ngomong, punya Kaede berwarna merah dan merah muda. Tunggu, bukankah ini adalah merek yang terkenal dan mahal!? “Kau tidak perlu memikirkan harganya. Ketika aku memberi tahu ayahku tentang itu, dia dengan senang hati membelikannya. Malahan, dia sangat senang karena dengan ini dia bisa bermain ski bersama-sama kita suatu hari nanti!” “Seriusan... itu artinya aku juga harus bisa bermain ski sampai batas tertentu. Apa yang harus kulakukan, Kaede-san?” “Tidak apa-apa! Aku akan mengajarimu secara empat mata pada hari itu! Serahkan saja padaku!” Oh, sungguh kata-kata yang melegakan! Kaede-sensei, tolong beri aku bimbingan sebagai seorang pemula!



“Fufufu. Aku akan mengajarimu dengan lembut dan hati-hati, jadi jangan khawatir. Eheheh... saat kau akan jatuh, aku akan memegang Yuya-kun dan kita akan berpelukan di atas salju... Ehehehe....” Yosh. Aku akan berhati-hati untuk tidak jatuh di depan Kaede-sensei. Dikatakan bahwa saat kau jatuh, maka kau harus mencodongkan tubuhmu ke depan, tapi di depan Kaede, jangan ragu-ragu untuk jatuh dengan menghantamkan pantat. Kalau cuman berduaan sih gak masalah, tapi kalau di depan umum akan sangat memalukan untuk jatuh dan berpelukan di atas salju. “Sepertinya kau tidak bisa mengendalikan suasana stroberi ya, Yuya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi padamu.” “Aku tidak menyangka kalau Yoshi itu orang yang spontan. Kaede-chan, lakukanlah yang terbaik!” “Tidak mungkin... aku tidak bisa tahan jika dia jatuh saat aku tidak mendunganya...” Kaede menunduk, tidak hanya wajahnya tapi juga telinganya merah padam. Aku tidak berpikir aku mengatakan sesuatu yang aneh, tapi katakan padaku, Shinjisenpai! “Begini, kan kau mengatakan kalau itu akan memalukan jika berpelukan di depan semua orang, tapi jika hanya berduaan tidak masalah, siapun yang diberitahu itu pasti akan merasa malu, kan? Kami yang mendengarkan ini saja entah kenapa jadi malu juga.” “Itu benar, Yoshi! Berkat ucapan stroberi yang tidak disadari, HP kami sudah mecapai nol tahu! Kaede-chan berada pada level di mana dia tidak akan bisa pulih meskipun kau merapalakan mantra kebangkitan padanya!” “Uh... tidak apa-apa, Akiho-chan. Jika itu terjadi, aku akan memastikan Yuya-kun bertanggung jawab atas ucapannya.” Apa maksudnya itu, Kaede-san? Jangan bilang, kau tidak akan memintaku memelukmu di atas sajlu meski tidak terjatuh, kan? Itu rintangan yang terlalu tinggi, tahu? “Aku akan memelukmu sampai aku puas. Persiapkanlah dirimu. Aku tidak akan membuatmu tidur malam ini?” “............Tolong jangan membuat pernyataan yang bisa bikin salah paham.”



Untungnya, dia membisikkan pernyataan ini ke telinganku sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya. Namun, itu jelas memperpendek jarak di antara kami. Aku penasaran, apa yang akan terjadi jika kami melakukannya di kafetaria yang penuh siswa/i. Jeritan kuning pasti akan bergema. “Yuya, Hitotsuba-san. Ini bukan rumah, jadi hati-hati, oke?” “Itu benar, Kaede-chan. Kau tidak boleh berbicara seperti itu dengan Yoshi. Atau lebih tepatnya, interaksi di antar kalian terasa terlalu wajar... Kalian ini pengantin baru apa?” Otsuki, bukankah menyamakannya dengan pengantin baru terlalu berlebihan? Memang benar bahwa kami tinggal bersama, dan bahkan jika itu masa depan yang pasti, saat ini itu adalah lompatan yang terlalu ke depan. “Begitukah? Apa kami ini terlihat sepeti penganti baru? “Ya, benar-benar terlihat seperti itu. Kalian seperti penganti baru yang kasmaran. Tapi Kaede-chan, ini adalah sekolah, jadi berperilakulah dengan baik, oke?” Bukankah itu hanyalah pertukaran yang normal? Yah, kupikir itu memang ceroboh untuk berbicara dengan wajah saling berdekatan, tapi bukankah Shinji dan Otsuki juga seperti ini? “Ini masalah karena itu adalah Hitotsuba-san dan dirimu... Ini tidak ada bandingannya antara aku dan Akiho. Tapi kurasa begini saja mungkin juga hal yang baik.” “Shinji, apa artinya itu?” “Karena jika kalian bermesraan secara terbuka, tidak ada yang akan mencoba menghalangi kalian berdua, kan? Mau itu pahlawan atau siapa pun, itu hanyalah orang tolol jika tidak bisa membaca suasana.” Hebat juga dirimu berani mengatakan itu adalah orang tolol jika tidak bisa membaca suasana. Tapi itu ada benarnya. Aku telah menyaksikan Shinji dan Otsuki bergaul setiap hari, meski begitu, pikiran untuk bermain-main dengannya bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Tidak ada ruang untuk masuk ke dalam ikatan yang kuat antara keduanya. “Itulah yang kumaksud. Ada tembok kuat antara Yuya dan Hitotsuba-san yang tidak bisa dilewati siapa pun. Malahan, itu lebih seperti penghalang? Sungguh menakjubkan.”



Apa suasana antara aku dan Kaede seperti itu? Dilihat dari samping, memang benar, tapi bagiku sih masih belum ada apa-apa. Pertama-tama, aku belum memberi tahu Kaede-san bagaimana perasaanku terhadapnya. Itu sebabnya aku akan memberitahunya bagaimana perasaanku di kemah pelatihan kali ini. Orang ini baik-baik saja. Tidak seperti orang-orang itu, jika aku melakukan yang terbaik, dia tidak akan menghilang dari sisiku. “Semoga beruntung, Yuya. Aku mendukungmu.” “Terima kasih, Shinji. Aku sangat senang kau adalah temanku.” Yang harus kau miliki adalah seorang teman. Aku sangat beruntung bertemu Shinji. “Hei, Kaede-chan. Tidakkah menurutmu suasana antara Shin-kun dan Yoshi berbahaya?” “Kau benar, Akiho-chan. Aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar persahabatan di antara keduanya. Ini berbahaya.” Dua gadis yang di sana. Jangan berkhayal yang aneh-aneh! Kemudian, sampai istirahat makan siang berakhir, kami berempat tentah kemah ekstrakulikuler.



Bab 35 Kaede Merajuk



Sama seperti biasanya, aku menyelesaikan latihan sendirianku di kegiatan klub, tapi hari ini ada sesuatu yang berbeda. Kaede sudah pulang duluan. Alasan untuk itu aku tahu. Itu karena coklat yang ada di sakuku. “Kaede-san...” Selama kegiatan klub, di sela-sela kegiatannya, pari siswi datang untuk memberikan coklat kepada anggota tim sepak bola yang mau mereka berikan, termasuk aku, satu per satu. Sebenarnya aku ingin menolak, tapi Shinji, yang berdiri di sampingku,



menerima coklat itu dengan senyum menyegarkan, jadi aku harus menerimanya juga. Kaede yang melihat itu membuat menyipit matanya, “Uh... dasar Yuya tolol... pake malu-malu segala... bodo ah!” Dan kemudia dia lari. Padahal aku sama sekali tidak malu-malu. Aku ingin memanggilnya, tapi ada beberapa gadis di depanku, jadi aku hanya mengulurkan tangan dan bahkan tidak bisa mengejarnya. Pada akhirnya, manajer mengurus semua coklat karena mengganggu latihan, dan coklat-coklat itu dibagikan kepada orang-orang yang tepat setelah kegiatan klub. Itu memang agak menyedihkan, tapi memang tidak baik untuk menghalangi latihan. Alhasil, sekarang aku mendapatkan hadiah dari seorang gadis yang wajah dan namanya tidak kukutahui, tapi sejujurnya, aku dalam masalah. “Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau aku akan mendapatkan coklat dari orang lain selain Kaede-san...” Mungkinkah aku ini tidak berperasaan sehingga tidak berpikir demikian. Tapi itu kan mau bagaimana lagi. Aku mendapatkan cokelat terbaik dari orang yang paling kuinginkan, dan bahkan menghabiskan malam termanis dan terindah dalam hidupku bersamanya. “Sejak awal mereka harusnya lebih baik jangan memberikan coklat kepada orang yang sudah punya pacar. Yah, aku belum menyatakan perasaanku pada Kaede, jadi dia masih belum bisa disebut pacar...” Banyak hal yang diberitahukan padaku oleh Shinji hari ini, namun sepertinya Kaede dan aku tanpa sadar membentuk suasana stroberi yang manis. Aku sudah mencoba membantah bahwa aku tidak bermaksud melakukan itu, tapi kedua kekasih tolol itu dengan lantang mengatakan, “"Diam, Kekasih tolol kedua!"” Mereka bahkan sampai mengumpat. Apa yang salah ya kira-kira? Apa karena aku berjanji kepada Kaede untuk melihat langit berbintang bersama-sama, atau saat aku mengatakan kalau kami bebas berpelukan saat berduaan saja? Tidak, ataukah mungkin semua itu? Sial, aku tidak tahu. “Dari pada itu, apa yang harus kukatakan pada Kaede-san...”



Aku tidak bisa memikirkannya. Tau-tau, aku sudah berdiri di depan rumah. Seriusan nih. Apa yang harus kulakukan. Apa Kaede marah? Ataukah dia menangis? Tidak ada gunanya memikirkannya! Masuk ajalah! “A-Aku pulang...” Biasanya, dia akan datang ke pintu depan dari ruang tamu sambil berkata ‘Selamat datang kembali’, tapi tidak ada jawaban hari ini. Karena pintu tidak terkunci, tidak diragukan lagi kalau di ada di rumah, tapi di mana dia? “...Yuya...kun...” Ada suara nafas yang samar-samar. Itu adalah suara dengan gairah tertentu, berbeda dari suara tangisan. Asal suaranya mungkin dari kamar tidur. Aku menahan nafas dan menyelinap ke tempat kejadian tanpa membuat suara. Ada perasaan seperti mata-mata dengan code name Ular. “Yuya-kun... Yuya-kun...” Suara itu menjadi lebih jelas semakin aku mendekat. Suara itu bilang apa sih, apa suara itu memanggil namaku? Tapi entah kenapa suaranya lebih seksi atau lebih bergairah dari biasanya. “Suu... haa... suu... haa...* peluk aku. Peluk aku erat-erat dan jangan lepaskan aku..." [Catatan Penerjeman: sfk narik nafas.] Kaede-san!? Apa yang kau lakukan!? Sebisa mungkin aku mencoba untuk menahan keinginan untuk berteriak saat mendengar suara yang bergairah datang dari dalam kamar tidur, berhati-hati agar tidak diperhatikan, aku membukan pintu dengan perlahan. “Yuya-kun adalah Yuya-kun-ku seorang! Aku tidak akan memberikannya kepada siapapun!” Jika otakku memproses informasi yang ditangkap bola mataku dengan benar, apa yang terjadi di kamar tidur saat ini adalah Kaede sedang berada di atas kasur, menempelkan wajahnya ke baju tidurku, yang mungkin tertinggal sedikit aroma tubuhku. Apalagi di atas bantal, kakinya di gerak-gerakkan. Entah kenapa itu imut benaget. Tidak, bukan itu masalahnya! “Haaa... baunya enak. Rasanya seperti aku diselimuti dengan Yuya-kun... ini yang terbaik...”



“...Jadi Kaede-san lebih suka mencium bau piyama daripada dipeluk olehku.” “Ya enggak lah! Tentu saja aku lebih suka dipeluk oleh Yuya-kun yang as—!? Yu-YuYuya-kun!? Sejak kapan kau ada di sana?” Dia bangun dengan kaget dan segera berpindah ke sisi lain ranjang, tempat dia biasanya tidur. Tapi dia tidak melepaskan piyamaku dan terus memuluknya dengan erat. Aku ingin tahu, perasaan kekalahan apa ini? “I-ini bukan apa-apa, sungguh!? Ini tidak seperti aku cemburu saat melihat dirimu mendapatkan cokelat dari berbagai gadis, atau karena aku depresi karena mengatakan sesuatu yang buruk padamu!? Aku memang pulang sendiran, tapi itu tidak seperti aku kesepian dan ingin mencium baumu sampai menjadi bergairah saat melakukannya!? Seriusan!!” Dia bernafas ‘Haah... haaah...’ sambil menaikkan pundaknya. Bukankah itu saja sudah memberikan semua jawaban? Tidak perlu diberikan pertanyaan yang menuntun. “Uh... Yuya-kun tolol... Kenapa kau tidak langsung memanggilku? Kau kan biasanya bilang ‘Aku pulang’. Kenapa kau malah diam dan tidak mengatakan apa-apa hari ini?” “Tidak, aku tadi mengatakannya, tahu? Tapi anehnya tidak ada jawaban yang membalas, dan saat itu aku mendegar suara dari dalam kamar... ” Yah, aku minta maaf karena tadi suaraku lebih pelan dari biasanya. Tapi mana kusangka kalau kau akan mengusapkan wajahmu dengan piyamaku? “Yah, itu... maafkan aku? Sebagai permintaan maaf... jika Kaede-san tidak masalah, aku akan tidur sambil memelukmu malam ini. Aku akan melakukan apapun yang kau ingin aku lakukan, jadi perbaiki suasana hatimu, oke?” “...Beneran? Kau akan melakukan apapun yang kuinginkan? Seorang pria tidak boleh melanggar kata-katanya loh ya?” Ehh, ini aneh. Kok tau-tau aku mendapati diriku akan melakukan appaun yang dia inginkan. Ya, itu sih tidak masalah, tapi ada apa dengan tatapan mata itu? “Peluk aku dan belai kepalau. Lalu... jangan lepaskan aku dalam semalaman ini. oke?” “......Sesuai perintahmu, Putriku.”



Setelah mengucapkan kalimat yang ingin kuucapkan sekali, aku menundukkan kepalaku. Jika aku bisa tidur sambil merasakan kehangatan Kaede, aku tidak bisa lebih bahagia. “Fufufu. Aku sangat menantikan malam ini. Oh, ini agak telat, tapi selamat datang kembali, Yuya-kun. Makan malam sudah siap, jadi ayo makan.” “Aku pulang, Kaede-san. Terima kasih atas segalanya ya. Aku menantikan makan malam hari ini.” Kami menikmati Buri teriyaki buatan Kaede-san yang sangat lezat. Setelah itu, aku mandi untuk menyembuhkan keletihanku dan memenuhi permintaan sang Putri. “Ehehe... aku senang. Terkadang mungkin merupakan hal yang baik untuk merajuk.” Sebelum waktu tidur. Saat aku membelai kepala Kaede yang menggunakan lenganku sebagai bantal, dia tiba-tiba mengatakan hal seperti ini. Tidak, jika kau merajuk, itu akan menyakiti hatiku, jadi bisakah kau berhenti? “Jangan gitulah. Kau tidak perlu sampai merajuk, katakan saja padaku dan aku akan melakukan serta memberikan apapun padamu kapanpun kau mau.” “Aku tidak akan pernah melupakan kata-kata itu.” Kaede mendekatkan tubuhnya ke tubuhku. Jika aku menggerakkan wajahku sedikit saja, aku bisa menciumnya. Untuk memastikan itu tidak terjadi, aku menatap ke langit-langit. Masih belum boleh. Aku sudah memutuskan bahwa aku akan menciumnya setelah aku menyatakan perasaanku padanya. Waktunya pun sudah kuputuskan. Meskipun kupikir urutannya ada yang salah, tapi aku harus tahan dulu. “Fufufu. Kedisiplinanmu itu aneh... tapi bagian dari dirimu yang seperti itu juga luar biasa.” “Apa aku harus mengatakan terima kasih di sini?” “Yah, entahlah? Ayo tidur sekarang.” Lampu di kamar tidur padam dan ruangan menjadi gelap. Dengan itu sebagai tanda, aku dengan lembut dan erat memeluk tubuh lembut Kaede. “Selamat malam, Yuya.”



Jangan panggil namaku tiba-tiba seperti itu. Apalagi mengatakannya dengan suara seperti itu, itu adalah pelanggaran. “......Selamat malam, Kaede” Berbisik di telinganya, tirai ditutup pada hari Valentine tahun ini.



Bab 36 Awal Yang Bergejolak?



Waktu berlalu begitu cepat, dan sekarang sudah seminggu sejak hari Valentine. Akhirnya, pagi dimana hari kemah pelathian ekstrakulier datang. Waktu menunjukkan sekarang sudah pukul 9 lewat. Kaede dan aku bersama-sama sedang dalam perjalanan menuju sekolah seperti biasa. Kami semua akan bertemu pada pukul 10 di halaman sekolah. Dari sana, kami akan menaiki bus. Itu adalah perjalanan tiga setengah jam sekali jalan, yang dimana kami akan dibagi per kelas. Namun, Kaede nampaknya sangat tidak puas dengan itu. “Hei, Kaede-san. Tidakkah menurutmu jadi sulit untuk berjalan jika kau memegangku begitu erat? Kita juga punya barang bawaan loh?” “...Gak mau. Aku tidak akan bisa bersamamu selama lebih dari tiga jam dari sekarang. Padahal kita mau bepergian, tapi malah harus dipisah-pisahkan. Aku kan jadi kesepian.” Tidak, itu memang benar. Tapi kan kita biasanya memang tidak banyak menghabiskan waktu bersama di sekolah karena kita berada di kelas yang bereda dan aku ada kegiatan klub. Dibandingkan dengan itu semua, bukankah tiga jam itu cuman sebentar? “Ini berbeda! Karena ini berbeda dari yang biasanya aku jadi tidak bisa tahan selama tiga jam. Aku ingin berbicara, melihat pemandangan, dan melakukan banyak hal bersamamu di dalam bus... tapi sensei-nya juga terlalu keras kepala!” Kau malah menyalahkan sensei? Sebaliknya, jika siswa/i naik bus dengan bebas, akan merepotkan nanti untuk menerima absen, jadi kupikir itu mau bagaimana lagi.



Yah, meski dibilang absen, itu hanya cukup dengan memeriksa satu sama lain. Aku yakin itu akan baik-baik saja, tapi kupikir tidak usah kukatakan. “Issh... dasar tak berperasaan...” “Hei, Kaede-san. Jika bisa, aku sendiri berpikir akan menyenangkan jika aku bersamamu, tapi kalau sudah begini kita gak bisa apa-apa. Ketika kita sampai di sana, akan ada pembelajaran mengenaai budaya Inggris, kan? Kupikir saat itu kisa bisa duduk bersebelahan, dan karena ski dan mengamati bintang yang dilakukan besok dibebaskan, jadi ayo kita bersama-sama juga saat itu. Apa itu tidak cukup?” Jika bisa, aku juga mau bersama Kaede. Sebegitu besarnyalah keberadaan dirinya dalam diriku. Sejak hari itu, ketika kami menghabiskan waktu sama bersama-sama dan tidur berpelukan, perasaan ini semakin meningkat. Tunggu, apa itu berarti aku akan tidur tanpa bisa merasakan kehangatan Kaede selama tiga hari dua malam ke depan? “Aku... aku sudah mencapai titik dimana tubuhku tidak bisa puas tanpa Yuya-kun...” “Yosh! Ayo berhati-berhati dalam berbicara! Mungkin tidak salah, tapi itu bisa menyebabkan kesalahpahaman, jadi harus dikoreksi!” Sudah lebih dari seminggu sejak kami mulai tidur berdampingan di tengah ranjang. Beberapa hari pertama aku gugup banget sampai-sampai tidak bisa tidur nyenyak, tapi sekarang aku sudah benar-benar terbiasa dan terus merasakan kehangatan tubuh Kaede saat aku tertidur, malahan tidak berlebihan untuk mengatakan kalau tubuhku tidak bisa puas tanpanya. “Tapi jangan mengatakannya seperti itu, karena orang-orang akan jadi salah paham nanti. Malahan itu akan jadi lebih buruk karena akan tersebar juga kalau aku tinggal bersamamu. Jadi jangan terlalu terbawa suasana dan mengatakan sesuatu yang tidak perlu, oke?” “Aku tahu, aku akan berhati-hati tentang itu. Kau sendiri harus berhati-hati supaya tidak keceplosan oleh pertanyaan menuntunnya Higure-kun. Yah, aku sih tidak keberatan meski itu terjadi.” Kami bebas untuk memilih tempat duduk di dalam bus, jadi aku akan memilih tempat duduk di sebelah Shinji. Atau lebih tepatnya, duduk di sampai anak laki-laki lain akan menajdi suatu siksaan. Tidak diragukan lagi kalau aku akan dibombardir dengan berbagai pertanyaan dimana aku tidak akan memiliki cara untuk melarikan diri.



“Aku juga akan duduk di sebelah Akiho-chan, jadi kami akan mengobrol banyak hal dalam perjalanan. Kami akan membual tentang hal-hal baik dari pacar masingmasing.” Apaan coba itu, kalian mau membicarakan aku dan Shinji di saat kami tidak ada? Dan karena itu terjadi di dalam bus, maka tak pelak kalau gadis-gadis yang duduk di sekitar kalian akan mendengarnya dan berbagung dalam percakapan, kan? Eh, bagaimana kau akan membicarakan tentang diriku? “Hmm... Kau itu seorang yang bisa bekerja lebih keras dari siapapun. Seorang dengan hati yang kuat yang tidak menyerah pada keputusasaan. Seorang yang peduli. Seorang yang jago masak. Sorang yang tidak bisa terus terang, dan ada beberapa bagian kikuk dari dirinya, tapi dia adalah seorang yang sangat baik dan akan mengatakan kalau dirinya peduli padamu. Kurang lebih itu yang ingin kubicarakan. Eh, ada apa Yuya-kun? Kenapa kau memalingkan wajahmu? Kenapa kau tidak mau menatapku?” Mana bisa aku melakukan itu. Kenapa kata-kata pujian terus keluar dari mulutmu? Aku kan jadi sangat malu dibuatnya. Perasaan panas benar-benar terkonsentrasi di pipiku sehingga aku tidak percaya kalau ini adalah pagi di musim dingin. Malahan telingaku juga terasa panas. Apa yang harus kulakukan? Kami sebentar lagi akan sampai di sekolah? “Fufufu. Itu karena aku selalu memikirkan dirimu. Aku ingin tahu apa yang akan kau katakan ketika Higure-kun bertanya padamu tentang apa yang kau sukai dariku. Aku sangat menantikannya.” Tungguh sebentar. Bukankah ada yang aneh dari caramu mengatakannya? Kalian tidak merencankan sesuatu di tempat yang tidak kuketahui, kan? “Aku tidak bisa menjawabnya. Itu dilarang. Yang jelas nantikan saja ketika bus sudah berangkat.” Apa itu, kok rasanya menakutkan! Apa yang akan ditanya Shinji padaku di dalam bus? Kemah pelatihan ekstrakurikuler menjadi bergolak. Apalagi gejolak itu sudah dimulai. “Kemah pelatihan ekstrakurikuler ini pasti akan menyenangkan!” “Kau benar. Jika kita mengesampingkan cerita barusan, ini pasti akan menyenangkan.”



Yah, tidak peduli apapun yang ditanyakan. Akan kujawab dengan pikiran terbuka. Sebaiknya kau persiapkan dirimu, Kaede-san!



Bab 37 Tenggelam dalam Strategi?



Berkat mendengarkan bacotan alias kata-kata sambutan dari kepala sekolah di saat cuaca yang dingin, tubuhku menjadi kedinginan. Aku ingin tahu, apa dia ini tidak bisa menyingkat sambutannya. Yah, selain itu saja, kami langsung naik ke bus dan pergi tempat tujuan kami. Aku dan Shinji mengambil kursi yang ada di barisan di depan, dimana tidak orang lain yang mau mendudukinya. Mereka tidak mau duduk dekat dengan tempat duduk guru, jadinya mereka memilih untuk duduk di belakang. Dengan kata lain, ini ada pilihan kursi terbaik karena kami akan jauh dari mereka yang suka gosip dan orangorang yang mungkin akan mengajukan pertanyaan merepotkan. “Kurasa mereka tidak akan terlalu mendengar percakapan kita di bus. TIdakkah kau terlalu khawatir?” Menurutmu salah siapa yang membuatku jadi seperti ini? Itu karena kalian sedang merencanakan sesuatu, kan? “Apa sih maksudmu? Dan menurutku itu bukan sesuatu yang istimewa, kan? Kita hanya akan berbicara tentang apa yang kita sukai dari pacar masing-masing. Ataukau kau ingin membicarakannya di depan semua orang saat malam hari?” Aku tidak mau itu terjadi. Kami akan tinggal di pondok dengan empat orang per kamar. Ada dua kamar tidur, dan kami akan dipisahkan ketika tidur, tapi kami mungkin akan berkumpul di ruang tamu untuk mengobrol. Untungnya, tidak termasuk Shinji, dua lainnya punya pacar, jadi kurasa tidak akan ada kecemburuan yang tidak perlu, tapi aku yakin mereka akan tetap bertanya tentang ini dan itu. Aku benar-benar tidak mau itu terjadi. “Tidak, tunggu. Apa kau bermaksud mengatakan pembicaraannya tidak berlangsung di pondok, tapi sekarang? Aku akan dengan sopan menolaknya.”



“Jangan katakan sesuatu yang membosankan lah. Kita sekarang sedang dalam perjalanan dan aku bosan, jadi biarkan aku mendengar semuanya. Ataukah kau ingin mendengarku membual tentang Akiho? Yah, itu gak masalah sih, tapi... persiapkan dirimu, oke?” Mendengarkan Shinji membual tentang Otsuki-san terasa seperti siksaan. Dia selalu menanyakan pendapat dan persetujuanku. Karena dia terlihat begitu bahagia saat membicarakannya, aku tidak menjawab selain mengatakan ‘ya’ atau ‘imut ya’. JIka aku harus duduk di sampingnya selama hampir tiga jam dan mendengarkan dia terus mengatakan itu, maka— “Oke, oke. Aku akan membual padamu.” Perisapkan dirimu. Jika ini yang kau mau, aku akan sedikit serius dan membual tentang Kaede. Kau sudah siap mendengarkanku kan? Roll call selesai dan bus mulai berjalan. Sambil mendengarkan pengumuman pemandu bus, aku memikirkan apa yang harus kukatakan. --Sudah satu setengah jam setelah kami berangkat, dan kami telah melewati belokan ke tujuan kami. Ada yang aneh dengan Shinji yang duduk di sampingku. Dia ini kenapa. “Hei, Yuya... aku yang salah di sini, jadi bisakah kau segera memaafkanku?” “Hah? Kenapa pula harus minta maaf? Sejak awal kan kau sendiri yang ingin mendengarnya.” Aku mengambil rencana Shinji dan menjelaskan secara rinci apa yang menurutku menarik dari Kaede. Shinji pernah datang kerumah kami sekali, jadi dia telah melihat celah Kaede dan itu tidak terlalu mengejutkan baginya, tapi aku memberitahunya contoh spesisifik seperti bagaimana ketika Kaede menggodaku tapi segera menjadi malu ketika aku melawan, terutama tentang apa yang terjadi pada malam Valentine. Aku juga mengatakan kepadanya bahwa Kaede memperhatikanku lebih dari siapapun. Dia tidak pernah menertawakanku yang tinggal berlatih sendiri di klub sepak bola, yang biasanya orang-orang selain Shinji menatapnya dengan dingin, dia juga mengakui kerja keras yang kulakukan. Dia memujiku dan mendorongku untuk melakukan yang terbaik. Aku sangat senang dengan perasaan itu.



Awalnya, itu hanyalah rasa kagum, dan aku menolak untuk menghabiskan waktu bersamanya karena aku enggan, dan lebih dari perasaan enggan, itu karena aku terlalu gugup sampai rasanya mau mati. Tapi sekarang itu menjadi norma, dan aku terpesona saat dia menunjukkan kepadaku lebih banyak sisi dari dirinya yang tidak pernah kukutahui. Terus terang, aku tidak bisa lagi membayangkan bagaimana kehidupan sehari-hariku tanpa Kaede. Yah, meski begitu aku belum mengatakan ini kepada orangnya sendiri. “Hahahaha... maaf Yuya. Aku benar-benar minta maaf. Lebih jauh lagi aku tidak bisa. Aku tidak bisa mendengarnya. Tidak kusangka kau akan seserius ini. Aku yang kalah... “ “Hah? Apa maksudnya itu?” Saat aku hendak menanyai Shinji, bus berhenti di area service. Kami diberitahu bahwa kami akan beristirahat di sini selama lima belas menit. Begitu bus berhenti total, Shinji bergegas keluar dari bus seolah-olah dia mencoba menjauh dariku. Bajingan itu, tidak kubiarkan kau melarikan diri! Aku segera keluar dari bus untuk mengejar Shinji, yang melarikan diri seperti kelinci, tapi sayangnya dia sudah menghilang. Sial, cepat sekali dia. “Ah... Yuya-kun...!” Ketika aku hendak terus mencarinya, aku mendengar suara yang tidak asing memanggil namaku. Melihat ke belakang, itu adalah Kaede. “Kaede-san. Bagaimana rasanya di dalam bus? Apa kau mabuk?” “Uh, ya. Aku baik-baik saja. Di dalam bus aku ngobrol-ngobrol dengan Akiho-chan dan mendengarkan musik. Kau sendiri bagaimana?” Entah kenapa, wajah Kaede tampak merah. Apa di dalam bus terlalu panas? Yah, pemanas di dalam bus kami terlalu efektif. Mungkin itu sebabnya wajahnya merah. Meski begitu, pertanyaan itu benar-benar merepotkan. Aku menghabiskan satu setengah jam terakhir untuk berbicara dengan Shinji tentang bagian-bagian imut dari Kaede. “Y-ya... Seperti yang kau katakan, Shinji menanyakan banyak hal padaku, tapi aku tidak apa-apa. Dan kupikir Shinji malah jadi kewalahan ketika mendengarku membual. Ahahaha!”



Aku memutuskan untuk tertawa dan menutupinya. Tidak mungkin aku bisa mengatakan itu padanya di sini! Aku tidak percaya bahwa aku akan memberi tahu Shinji kalau aku tidak bisa membayangkan seperti apa hidupku tanpa Kaede! Ini bukan pernyataan cinta lagi namanya, tapi sudah seperti lamaran! Aku bahkan belum mengatakan [Aku mencintaimu] pada Kaede dengan sepenuh hati! Semuanya harus dimulai dari kata itu. “J-jadi begitu! I-Itu pasti sulit ya! Oh, aku mau pergi ke kamar kecil! Sampai jumpa di tempat tujuan ya!” Kaede melambaikan tangannya dan berlali kencang ke kamar kecil! Aku bertanyatanya, ada apa dengan perasaan ditinggal sendirian ini? “Yah, sepertinya aku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja! Hai, iblis pembual!” “—Otsuki-san? Eh, iblis pembual? Apa maksudnya itu?” Otsuki-san memanggilku sambil memukul punggunggku. Itu menyakitkan. “Cerita tentang ini yang kumaksud! Cerita tentang Kaede-chan sangat dicintai! Sampai jumpa lagi, Yoshi!” Otsuki mengejar punggung Kaede sambil tertawa. Aku ingin tahu, apa ada sesuatu yang aneh terjadi tanpa sepengetahuanku. “...Kupikir aku akan menyakannya pada Shinji.” Biarpun sekarang dia kabur, saat dia kembali, itu akan menjadi akhir dari dirinya. Aku akan membuatnya menceritakan semua yang telah direncanakan. Ketika Shinji kembali, dia memakai earphone-nya dan mendengarkan musik, mengabaikan pertanyaanku. Ketika aku bertanya padanya, dia hanya memiliki tampilan yang menyesal. “Maaf, Yuya. Kami yang salah di sini. Jadi benar-benar maaf.” Dia haya terus minta maaf. Pada akhirnya, kami sampai di tujuan tanpa aku bisa memastikan kebenarannya.



Bab 38 Menghilangkan Kekhawatiran Sebelum Muncul



Sesampainya di tempat tujuan, kami pertama kali berkumpul di salah satu fasilitas, Manor House, dengan membawa barang bawaan kami. Aku berharap mereka mengizinkan kami melakukan sesuatu terlebih dahulu dengan barang bawaan kami, tapi kepala sekolah menjelaskan tentang fasilitas dan arus hari ini. Pertama-tama, kami akan pindah ke pondok tempat kami akan menginap seperti yang tertera dibuku, beristirahat dan membongkar barang, dan kemudian berkumpul lagi di Manor House satu jam kemudian. Di sana kami akan mendapatkan pengalaman budaya Inggris, seperti yang diputuskan oleh kami masing-masing. Setelah makan malam dan waktu bebas, kami akan kembali ke pondok pada pukul sepuluh malam dan pergi tidur. “Pengalaman budaya Inggris yang akan datang adalah memasak, kan? Aku ingin tahu apa yang akan kita buat. Bikin gak sabaran ya, Yuya.” “Di sini tertulis itu scone atau shortbreead-lah yang harus dibuat, Dan tampaknaya saat itu juga mereka akan langsung menilainya. Hanya saja, mereka akan menjelaskan semuanya dalam bahasa Inggris, jadi ini akan sulit. ” Salah satu nilai jual utama fasilitas ini adalah pengalaman budaya Inggris, tapi instrukturnya adalah orang asing dan semuanya dilakukan dalam bahasa Inggris. Jika kau ingin berkomunikasi, kau tidak boleh berbicara dalam bahasa Jepang dan harus melakukannya dalam bahasa Inggris, tidak peduli seberapa buruknya bahasamu. “Yah, serahkan saja pada Kaede-san! Aku sangat yakin itu akan baik-baik saja. Dan jika itu hanya mendengarkan, kurang lebih aku bisa ngerti, Yah, santai sajalah.” Kurasa itu berkat kelas bahasa Inggris yang kuhadiri selama setahun ketika aku masih kecil. Aku berterima kasih pada orang tua tololku untuk ini. Aku yakin bisa mendengar dan mengerti lebih baik daripada kebanyakan orang, dan aku bahkan dipuji oleh Kaede saat berlatih dengannya untuk hari ini. Setelah mengganti seragam kami menjadi pakaian yang lebih nyaman, Shinji dan aku memutuskan untuk bersantai di ruang tamu pondok. Waktu tepat sebelum pukul 14:00. TV dinyalakan, namun yang ada hanya siaran film layar lebar atau tayangan ulang drama. Namun, kedua teman sekamar kami menikmati tayangan ulang drama detektif di sofa yang di sediakan. “Oh, Higure dan Yoshizumi. Ayo nonton sama-sama.”



“Aku sih lebih suka siaran yang lain... Aku sudah melihat ini berkali-kali...” Daichi Mogi memegang remot di dadanya dan berseru kalau itu tidak masalah meski sudah ditonton berkali-kali. Di adalah anggota klub bisbol, tapi kepalanya tidak botak. Pelatih berpikir bahwa jika dia bisa menang dengan kepala botak, dia tidak akan mendapatkan masalah. Kebetulan, dia adalah shortstop meski masih merupakan murid baru. Pacarnya adalah gadis SMP dan akan memasuki sekolah kami tahun ini. Gadis itu cukup romantis sampai dia mau mengejar pacarnya. Di sisi lain, orang yang dengan enggan menyerah setelah Mogi mengambil remot darinya adalah Minato Sakaguchi. Di memakai kacamata, dan sedikit tidak terduga, dia memiliki pengetahuan yang luas. Dia disebut karakter utama dalam cerita romcom karena memiliki pacar teman masa kecil yang berbeda sekolah. Ngomong-ngomong, drama detektif yang mereka tonton berkisah tentang dua detektif yang tergabung dalam departemen yang dikenal sebagai Kuburan Sumber Daya Manusia. [Satu hal terakhir, apa boleh?] kata karakternya. Aku sih paling suka kombinasi yang pertama. “Yoshizumi dan Higure akan memasak, kan? Aku snooker dan Sakaguchi akan berbicara bahasa Inggris. Daripada itu, pria yang memilih memasak itu cuman kalian, kan?” Bacot. Kami tidak punya pilihan karena Kaede dan Otsuki mengatakan bahwa memasak lebih bagus. Aku dan Shinji sih tidak keberatan karena kami tidak terlalu peduli tentang itu, tapi begitu kami membuka pintu, kami terkejut dengan persentase perempuan yang sangat tinggi. Apalagi semua pria punya pacar. Jadi tentu saja, setiap orang punya cerita serupa. “Kalau tau begini, aku harusnya memilih memasak juga. Aku tidak tahu apa aku bisa melihat Hitotsuba-san mengenakan celemek selama sisa hidupku.” Sayang sekali ya, Mogi. Kalau itu aku sudah sering melihatnya mengenakan celemek imut. Tidak hanya itu, dia bahkan memasak untukku. Ada perasaan seperti istri baru dan aku merasa bahagia setiap kali melihatnya. “Sialan kau Yoshizumi. Aku akan menanyakan banyak hal padamu nanti! Sebaiknya kau persiapkan dirimu untuk itu.” “Tentang itu... Mogi. Aku tidak bermaksud buruk di sini, tapi lebih jangan tanyakan dirinya...” “Hah, apa maksudmu Higure?”



“Yah... gimana bilangnya... mungkin kau akan mati. Kau mati karena kelebihan gula, kesakitan, dan putus asa. Jadi aku tidak bermaksud buruk, tapi lebih baik berhenti saja. Ini adalah nasihat dariku sebagai orang yang pernah mengalaminya.” Mogi mengangguk, mungkin karena dia merasakan sesuatu dari ekspresi tragis dan nasihat tidak menyenangkan dari Shinji, yang terkenal sebagai kekasih tolol. Dengan ini kupikir akan bisa menghindari masalah yang tidak perlu. Kau juga jangan tanya loh ya. Sakaguchi. Tapi tetap saja, bukankah caramu mengatakannya terlalu buruk, Shinji? Memangnya kapan aku mendorongmu ke dalam keputusasaan? Sebagian besar kan salahmu sendiri juga. “Berisik. Apa kau mengerti perasaanku dan Akiho yang diperlihatkan adegan mau suap-suapan dengan cara yang sangat alami? Pikirkanlah perasaanku dan Akiho yang diperlihatkan suasana stroberi itu! Itu terlau manis sampai aku jadi mulas!” Apaan sih!? Memangnya itu salah!? Sejak awal itu karena kalian membuat pernyataan radikal tentang suap-suapan atau saat mengatakan tidak boleh melakukannya di depanku. Jadi jangan salahkan aku, kekasih tolol! “Aku mengerti... aku mengerti dengan sangat baik. Kurasa Yoshizumi dan Hitotsubasan begitu kasmaran sampai-sampai Higure yang disebut kekasil tolol bilang begitu. Seperti jika penanya bertanya bagaimana mereka bertemu, si penanya mungkin akan pingsan mendengar jawabannya. Begitukab?” “Begitulah. Maaf tapi lebih tidak usah terlalu mengungkitnya. Yah, meski jika kau benar-benar ingin mendengarnya, aku tidak akan menghentikanmu...” Sepertinya Mogi memutuskan untuk diam dan berkonsentrasi pada TV setelah menerima nasihat dari Shinji. Sakaguchi menonton drama tanpa memperhatikan kami, mungkin dia tidak tertarik. “Yah, kita masih punya waktu, tapi mungkin lebih baik kita menunggu duluan di Manor House. Aku ingin segera bertemu dengan Akiho, dan kau pasti ingin berbicara dengan Hitotsuba-san, kan?” Kau benar. Aku mungkin bisa menghabiskan waktu di sini, tapi aku ingin bersama Kaede jika mungkin. Aku mendapatkan balasan segera setelah aku mengirimkan pesan. Tampaknya Kaede juga punya merasakan ha; yang sama. Aku senang. “Nah, aku dan Yuya akan pergi duluan, jadi tolong kunci pintunya.”



Shinji dan aku meninggalkan pondok. Aku penasaran dengan wajah Mogi yang terlihat kecewa saati dia mengatakan ‘Ya[. “Sepertinya kau mengambil korban lebih awal ya. Kurasa Mogi tidak akan bertanya lagi. Sakaguchi juga menyaksikan saat kita berempat berkumpul, jadi kurasa dia pikir kalau dia tidak perlu bertanya. Syukur untukmu, Yuya. Tampanya kau tidak perlu menggali lubang kuburmu sendiri. ” Padahal aku tidak keberatan menjawab apa pun yang akan ditanyakan. Aku bisa memberitahu perihal bagian-bagian imut Kaede sama seperti saat aku mengatakannya pada Shinji di dalam bus. “Ya, kumohon dengan sangat hentikan itu.” Shinji menutup telinganya dan mulai berlari seolah-olah dia tidak ingin mendengarnya. Dia teman yang mengerikan, padahal dia sendiri yang ingin mendengarnya.



Bab 39 Masa Muda



Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa Manor House itu, tapi kalau mau dibayangkan, itu seperti Sekolah Sihir Hog〇tsu. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa ruang pembelajaran dan kafetaria yang begitu besar, tempat dimana siswa/i akan bertemu, adalah repilka dari dunia itu. [Catatan Penerjemah: Gua gak tau referensi dari mana. ホグ〇ーツ魔法学校] Terlebih lagi, di dalam lemari wisma, terdapat jubah seperti yang mereka kenakan, seperti sesuatu yang keluar dari tamam hiburan di Osaka. “Yuya-kun! Di sini!” Aku mengalihkan pandanganku ke arah orang yang memanggil namaku. Kaede melambai sambil tersenyum lebar. Dia juga mengganti seragamnya menjadi pakaian kasual yang terlihat mudah untuk bergerak. Pakaian hari ini adalah kombinasi sweter rajut panjang dengan warna lembut dan rok lipit. Roknya yang berkibar itu terlihat lucu.



“Bagaimana? Apa pakaian ini imut?” Kaede meletakkan tangannya di pinggang dan berpose seperti model. Seperti yang diharapkan dari gadis yang memenangkan Kontes Wanita SMA Nasional, penampilannya sangat mengesankan. “Tentu saja itu cocok untukmu. Kau terlihat sangat dewasa sehingga sulit dipercaya kalau kita ini sama-sama anak SMA.” “Issh. Yuya-kun, apa maksudnya itu? Apa itu artinya aku sudah tua?” Kok malah ditafsirkan seperi itu. Aku hanya mengatakan kalau dirimu terlihat dewasa, aku tidak pernah bilang kalau kau sudah tua. Malahan, kau yang terlihat dewasa itu membuatku deg-degan, dan jika kita berjalan berdampingan, kita pasti akan terlihat seperti pasangan yang berbeda usia. Kalau begitu, bisakahan aku dimanjakan sebagai pacarmu yang lebih mudah? “Issh... kalau begitu katakan dari awal dong. Tapi tetap saja, aku jadi pacar Yuya-kun yang lebih tua, ya? Ehehe. Itu terdengar bagus.” Ini buruk. Seringai di wajahnya itu menandakan dirinya sedang membayangkan sesuatu yang buruk. Sekarang dalam benaknya, dia pasti membayangkan adegan di mana dirinya sebagai wanita yang lebih tua memanjakan serta menggodaku yang lebih muda. Kemudian, Kaede-san yang terlihat seperti mendapatkan ide, perlahan mendekatiku, yang bersiap-siap untuk berperang. Ruang belajar ini seperti tangga, jadi tak pelak aku akan melihat ke arah Kaede. “Hei... Yuya-kun. Kau bisa dimanjankan sepuas mungkin oleh Onee-san loh?” Dia berbisik di telingaku dengan suara manis dan akhirnya menghembuskan nafasnya padaku. Apa-apaan dengan suara barusan!? Itu memiliki nada yang berbeda dari biasanya, terasa berkilau dan dewasa. Arus listrik mengalir melalui tubuhku dan membuat bergetar. Pipiku terasa panas dan jantungku berdegub kencang. Napasku bahkan sampai jadi tidak teratur. “Kaede-san!? Apa itu tadi!? Aku jadi terkejut, tahu!?” “Kau memiliki wajah yang seperti ingin dimanjakan oleh seorang Onee-san, jadi aku mencobanya, apa gak boleh?”



Boleh! Atau lebih tepatnya, terima kasih banyak! Duh, apa yang kupikirkan! Jangan terbawa suasana. Jika aku tidak menunjukkan sikap tegas di sini, Kaede akan melanjutkan gelombang serangan kedua. “Kalau begitu... saat kemah pelatihan ini selesai... aku akan memberi cinta yang sangat banyak!” Kaedeeeee!! Kekuatan penghancur dari tindak lanjutnya begitu hebat! Jangan menggodaku dengan cara yang tidak sopan seperti meletakkan tanganmu di bahuku dan memelukku! Jantungku meledak. Pikiranku jadi runtuh. Aku menelan ludah, dan memikirkan kata-kata untuk membuat Kaede, yang memiliki senyum misterius dan sikap penuh kemenangan, terkesiap. “Kau bisa menyerahkan semuanya pada Nee-san, Yu-kun. Kakakmu ini akan memberimu banyak cinta.” “K-Kaede-san, a-a-apa ada yang salah denganmu!? Kau terlihat aneh sejak beberapa waktu lalu!?” “Eh? Tidak ada yang salah dariku, tahu? Aku hanya mencintai Yu-kun. Apa itu tidak boleh?” Kalau terus begini, aku akan ditelan oleh perasaan Kaede-san. Sedikit saja, aku ingin mencondongkan diriku sedikit ke arahnya dan menggantungkan kepalaku di atas buah yang ditekankan oleh sweter rajutnya. Apa itu tidak apa? Tidak apa, kan? “Nah! Maaf mengganggu kegembiraan kalian, tapi cukup sampai di sana! Aku pasti akan mati mendadak karena kelebihan gula melihat dimensi kalian berdua yang terlalu manis!” “Itu benar, Yuya. Aku mengerti perasaanmu, tapi kau harus sedikit menenangkan diri.” Otsuki meraih Kaede dan Shinji mencengkeram leherku dan menarikku. Aku ingin mengeluh tentang apa yang dia lakukan, tapi ketika aku memikirkannya dengan tenang, itu memang berbahaya. Untungnya, selain kami berempat, hanya ada instruktur asing dari staf fasilitas. “Kaede-chan! Tidak peduli seberapa besar kau mencintai pacarmu, kau harus tahu cara yang benar untuk memperlakukannya! Yang barusan itu berlebihan! Jadi renungkanlah itu!”



“......Ya, akan kurenungkan......” Kaede dicerahami oleh Otsuki. Aku tidak berpikir kalau itu adalah sesuatu yang Otsuki, yang sudah sejak lama disebut kekasih tolol, bisa mengatakannya, tapi memang benar Kaede-san tadi terlalu berlebihan. “Yah, mau bagaimana lagi. Ini bukan rumah atau sekolah. Jadi aku yakin Hitotsubasan agak terbawa suasana.” “Yah, kurasa begitu. Terkadang memang ada saat-saat seperti itu...” Kupikir itu terlalu berbeda dari biasanya untuk menjadi optimis. Jika saja ini tejadi di rumah, aku mungkin telah memeluk Kaede dengan sekuat tenaga. “Sepertinya kau sudah sangat terpikat, Yuya. Apa dalam waktu dekat ini kau bisa kencan ganda dengan kami?” “...Berisik.” Kencan ganda kedengarannya tidak buruk, tapi biarkan aku menghabiskan waktu yang berharga beruda saja. Yah, tidak mungkin aku bisa mengatakan itu, jadi aku berulang kali menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan jantungku yang berdegub kencang. Kemudian, ketika aku melihat ke belakang dengan santai, mataku bertemu dengan instruktur asing yang sedang bersiap-siap untuk pelajaran. “Enjoy your youth!” Dia meengedipkan mata, tersenyum menyegarkan, dan mengacungkan jempol! Orang asing emang beda, dia punya gaya. Aku membalas mengacungkan jempol dengan senyuman. Dia benar, aku sedang mengalami apa yang disebut masa muda sekarang! Ceramah Otsuki kepada Kaede masih berlangsung. “Uh... Akiho-chan menggaguku. Yuya-kun, selamatkan aku!” “...Kau menuai apa yang kau tanam, Kaede-san” Ya, itu sangat mendebarkan, dan kupikir di lain waktu aku ingin melakukannya saat kami berduaan aja.



Bab 40 Waktunya Memasak



Aku, Kaede, Shinji, dan Otsuki sedang membuat scone. Kaede, yang menguleni adonan untuk scone, memiliki senyum yang sangat bahagia di wajahnya dalam sosoknya yang mengenakan celemek yang diberikan padanya. [Catatan Penerjemah: Scone.] “Yuya, terpesona sih boleh, tapi kau harus menguleni adonannya, oke?” “...Berisik. Jika kau mengatakan itu, maka kau juga harus melakukannya.” Shinji dan aku sesekali berhenti. Lagian, hanya dengan melihat dua orang yang sedang bekerja di depan kami terlihat sangat akrab begitu menghangatkan hati. Aku ingin melihat ini selamanya. “There boys! Move your hands!” Saat kami terspesona, instruktur menegur kami. Meski begitu nada suaranya ceria, duh harus fokus membuat scone nih, jangan sampai terlau terpesona. Shinji dan aku melihat ke arah bola untuk menyamarkan rasa malu kami dan bekerja keras membuat adonan. “Fufufu. Yuya-kun, apa kau terpesona olehku?” “Shin-kun, kau terpesona olehku?” Benar saja, kedua gadis itu mengejarnya dengan seringai di wajah mereka. Kaede yang dalam situasi sangat menyebalkan. Dia akan terus menatapku sampai aku menjawab, dan jika aku tidak menjawab karena aku malu, dia malah akan menangis dan merajuk. Jadi jika ini terjadi, aku pasti langsung mengibarkan bendera putih. “Ya, itu benar. Kaede-san dan Otsuki-san tampak begitu bersenang-senang sampai kami dibuat terpesona. Apa itu buruk?” “Tungg-, Yuya!? Apa yang kau bicarakan! Aku tidak—” Diamlah Shinji! Biar aku yang menangani ini dan kau cukup diam serta anggukan saja kepalamu! Lebih baik jujur tentang itu daripada dikejar lebih jauh dan membuat mereka terus mempermainkan kita.



“B-Begitu ya... itu sama sekali tidak buruk kok...” “J-jadi Shin-kun juga punya sisi seperti itu ya! Ahaha... Aku baru tahu.” Memangnya ada anak laki-laki yang tidak akan terpesona saat melihat ekspresi spesial seorang gadis yang hanya bisa dilihat di tempat ini, apalagi itu berbeda dengan senyuman si gadis yang selalu dia lihat? Jika ada, maka mata pria berlubang! “Ka-Kaede-chan... Kupikir aku mendengarkan ini di bus. tapi apa Yoshi selalu berbicara seperti ini? Bukankah itu berbahaya?” “Jadi kau akhirnya mengerti ya Akiho-chan... Itu benar. Yuya-kun adalah orang yang spontan. Seperti yang kau dengar saat di bus, dia orang yang tanpa ragu-ragu akan mengatakan sesuatu yang biasanya terlalu memalukan untuk dikatakan. Berkat itu aku selalu dalam kesulitan.” Apa maksudmu dengan itu Kaede-san? Emang salah ya bersikap jujur mengatakan bahwa kau terpesona? Lalu apakah yang benar di sini adalah mengatakan aku tidak terpesona? Jelas tidak, mau bagaiman lagi kalau aku jadi seperti itu. Karena pada dasarnya memang benar aku terpesona dengan senyummu. Kau juga sama, kan, Shinji? Dan ada satu hal lagi yang menggangguku. Apa yang kalian berdua dengarkan di dalam bus? “......Yuya. Mungkin sudah saatnya kita diam?” Shinji memberiku senyum yang mengandung amarah, wajahnya tersenyum tapi matanya tidak. Dan juga, kau yang membanting adonan seperti itu nakutin njir, jadi apa kau bisa jangan membantingnya? “Kalau kau diam dan terus bekerja, maka aku akan berhenti membantingya.” “Memangnya apa sih yang kulakukan, astaga...” Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku tahu bahwa jika aku membuat Shinji semakin marah, aku akan berada dalam masalah serius, jadi aku memutuskan untuk tutup mulut dan berkonsentrasi pada pekerjaanku. Meski begitu, aku bisa mendengar gumaman gadis-gadis lain yang ada di dalam ruangan.



[Enak banget ya, Hitotsuba-san. Aku juga ingin diungapkan secara spontan seperti itu.] [Yoshizumi-kun yang berani mengatakan sesuatu seperti itu tanpa ragu-ragu sungguh keren...] Di sisi lain, aku bisa mendengar beberapa anak laki-laki menyatakan kekalahan. [Mana bisa aku melakukan yang seperti itu... Aku akan mati karena terlalu malu...] [Jadi ini ya keterampilan dari pria yang membuat gadis SMA tercantik di Jepang jatuh cinta... Aku benar-benar tidak bisa melakukannya.] “Enjoying your youth now.” Setelah mendapat tepukan dari instruktur, aku memutuskan untuk diam sampai scone selesai. --Scone berhasil dibuat, tapi sejujurnya, rasanya agak hambar. Itu tidak terasa dan membuat mulut jadi terasa kering. Tidak peduli seberapa manis teh susu yang kuminum, efeknya masih terasa. “Sepertinya rasanya agak kurang. Akan lebih bagus jika kita memiliki selai, tapi sayangnya itu tidak ada.” Seperti yang diharapkan, Kaede memakan scone yang dibuatnya dengan senyum pahit. “Menurutku akan terasa lebih enak jika menambahkan choco chip di dalamnya untuk menambah rasa manis. Yah, untuk hari ini sabar aja. Entar dirumah dibuat ulang.” “Tidak, lebih baik tidak usah...” Daripada membuat scone di rumah, kurasa aku lebih suka kau membuat kue coklat yang seperti tempo hari. Itu rasanya benar-benar enak. Namun membandingkannya seperti ini, aku dapat melihat betapa sulitnya membuat itu. Membuat scone sendiri sih sangat mudah. Yang harus dilakukan hanyalah membuat adonan sesuai instruksi, menguleni, membentuk, dan memanggngnya di oven. Tidak ada proses yang terasa begitu rumit. Namun, kue cokelat yang dibuat Kaede saat



Hari Valentine tidak seperti ini. Dia jelas menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membuatnya. Aku sangat menyadari hal ini, dan pada saat yang sama aku sangat bahagia. “Kuharap kau bisa membuatnya supaya aku bisa memakannya lagi...” “Tentu saja, jika itu yang kau inginkan, aku akan membuatkannya untukmu kapanpun kau mau. Tapi jika mau dibuat, kenapa tidak kita buat bersama-sama saja? Kalau seperti itu pasti akan lebih menyenangkan.” Memang benar. Tidak buruk bagi kami berdua untuk berdiri bersama di dapur dan bersenang-senang membuat kue. Aku yakin pasti akan ada sesuatu yang terjadi, seperti misalnya aku melakukan kesalahan dalam mengukur bahan, atau ketika aku tidak mendapatkan bentuk yang benar. Meski begitu— “Aku tidak tahu apa aku dapat melakukannya dengan baik, tapi aku yakin akan menyenangkan saat menikmati waktu yang kuhabiskan untuk memasak bersama Kaede-san. Itulah yang kurasakan.” “Issh. Kau ini benar-benar tukang gombal. Tapi aku senang jika kau mengatakan itu. Aku tidak sabar untuk membuatnya bersama-sama.” Senyuman Kaede menghangatkan hatiku. Haaaah, aku tidak sabar untuk pulang dan membuat Kue. “...Akiho. Aku tahu apa yang ingin kau katakan, tapi jangan mengatakannya, oke? Jika kau terlibat, kau akan kalah.” “Shin-kun... bukankah itu terlalu mematikan!? Bukankah itu tidak lebih dari siksaan untuk tidak dapat mengatakan apa-apa di depan ruang stroberi ini!?” “Jika kau tidak tahan dengan ini, maka untuk kedepannya juga kau tidak akan bisa tahan, jadi ayo lakukan yang terbaik untuk terbiasa saat kita di sini, oke?” Bisakah kalian berdua berhenti ngebacot? Kami kan jadi tidak bisa memasuki dunia kami sendiri... bukan itu, Shinji! Jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu!? Besok malam. Pertarungan besar yang menentukan menungguku. Bagaimana jika mereka nanti mengetahuinya... “Ada apa, Yuya-kun? Wajahmu terlihat merah?”



Aku sedang memikirkan bagaimana cara mengungkapkan perasaanku padamu, Kaede. Yah, tidak mungkin aku bisa mengatakan itu, jadi aku hanya berpura-pura tertawa dan mengatakan itu bukan apa-apa.



Bab 41 Serangan Kejutan Itu Curang



Aku tidak bisa menghabiskan semua scone yang terasa hambar dan membawa pulang sisanya. Jika aku memaksakan diri untuk memakannya di sini, itu akan menghambat saat makan malam nanti. Dari yang kudengar sih, kayaknya hidangan hari ini adalah ikan dan besok adalah daging. Jika berbicara tentang makan malam kelas atas yang jarang-jarang bisa disantap, semangat secara alami akan meningkat. “Jika bisa aku mau makan daging dalam dua hari ini! Aku ingin mencoba memakan steak yang diiris tebal!” “Kau benar. Dengan daging, kita bisa membuat daging panggang atau semacamnya...” Kami kembali ke pondok dan menghabiskan beberapa waktu di ruang tamu sebelum makan malam. Mogi dan Sakaguchi maunya makan daging dalam dua hari ini. Anehnya, Shinji mengangguk setuju. Kalian tidak bosan apa makan daging setiap hari? Bahkan ikan pun terasa enak saat berlemak. “Ini jelas berbeda darimu, Yuya. Dalam kasusmu, mau itu daging atau ikan, masakan Hitotsuba-san adalah yang terbaik, kan? Bahkan saat ini kau maunya Hitotsuba-san yang memasak untukmu daripada menyantap makanan yang ada di sini.” Padahal aku sama sekali tidak menunjukkan itu baik di wajah atau mulutku, tapi kenapa kau bisa tahu apa yang kupikirkan. Sudah jelas kalau makanan yang Kaede buatkan untukku adalah yang paling enak. “Kau memang benar. Aku tahu kok, Kau ini memang tipe pria yang berani mengatakan hal-hal memalukan seolah itu bukan masalah besar. Maaf, akulah yang tolol karena bertanya.” Jangan hanya mengangkat bahu dan mendesah. Ini tidak seperti aku mengatakan sesuatu yang aneh, kan? Yah, memang mungkin itu aneh ketika membandingkan



masakan siswi SMA dengan masakan seorang profesional, dan menyatakan kalau masakan Kaede-lah yang lebih enak. Tapi itu mau bagaimana lagi. Dia akan terlihat gelisah saat aku makan, dan kemudian senyum imutnya akan mekar saatu memberitahunya kalau itu enak. Mana mungkin aku bisa memberitahumu betapa aku menyukai senyum itu. Itu adalah yang terbaik. “Kupikir kau sebaiknya ingat bahwa godaan yang tidak disadari dapat menyebabkan kematian. Lihat, dua orang yang di sana. Wajah mereka sudah mati, tahu?” Bagaimana mungkin bisa begitu? Bahkan mereka berdua ini punya pacar, apalagi si pacar adalah siswi SMP dan satunya teman masa kecil yang bersekolah di sekolah lain, itu adalah karakter yang kuat untuk seorang pacar. Bukan masalah besar bagiku untuk mengatakan sesuatu seperti itu, kan? “Hei Sakaguchi. Apa kau bisa dengan mudah mengatakan kalau makanan buatan pacarmu adalah yang terenak dari apa pun? Aku sih tidak bisa.” “Aku juga tidak bisa, Mogi. Betapapun enaknya itu, tidak mungkin aku bisa membandingkannya dengan buatan profesional... Yoshizumi emang luar biasa...” Keduanya memucat dan menatap ke langit-langit. Mereka bahkan tidak bertarung, tapi mereka tepar begini? Ini bohong kan, apa aku ini benar-benar aneh? “Itu tidak aneh. Hanya saja kau mengatakannya dengan begitu wajar sehingga membuat orang-orang berpikir tidak akan bisa menang melawanmu. Kau sama sekali tidak malu ataupun berakting, kau mengatakannya dengan mudah dan alami seolah menjawab pertanyaan satu tambah satu adalah dua. Aku juga salah satu dari orang-orang yang berpikir seperti itu. “ Hei, Shinji. Bagaimana mungkin itu tidak memalukan? Aku sendiri merasa malu saat mengatakannya. Tapi jika aku tidak mengatakannya, aku tidak akan bisa menyampaikan rasa terima kasihku. Aku belum mengatakan bahwa aku ‘suka’ pada Kaede, jadi menurutku sulit untuk meyakinkannya. “Sungguh, bagaimana bisa kau mengatakan hal-hal seperti ketika kau bahkan tidak bisa mengatakan ‘suka’ padanyanya? Kenapa kau tidak memberitahukan itu padanya secepatnya?” “...Berisik.” Aku mencibir dan memalingkan wajahku. Hal seperti itu aku sendiri sudah tahu.



--Makan malamnya enak. Hidangan lengkap termasuk salad, makanan pembuka, sup, makanan utama yaitu ikan, dan bahkan makanan penutup. Makannya terlihat sangat luar biasa seihngga kami bisa menikmatinya dengan seluruh indra kami. Itu sangat enak sehingga aku merasa tidak akan bisa kenyang. Aku menantikan steak besok. “Haa... meski begitu aku merasa lelah...” Aku meregangkan punggungku saat bersandar di sofa. Suara-suara retak terdengar saat aku menggerak-gerakkan leherku. Melalui perjalanan berjam-jam dan membuat kue secara tak terduga membuatku merasa lelah. Biasanya di saat-saat seperti ini aku akan berendam dengan santai di bak mandi. Namun sayangnya fasilitas ini tidak memiliki bak mandi yang besar, membuatku tidak bisa menyingkirkan kelelahanku di bak mandi unit yang disediakan. “Aku ingin pulan scepatnya dan pergi mandi...” Ngomong-ngomong, saat ini cuman aku doang yang ada di pondok ini. Shinji bilang dia mau berbicara (bermesraan) dengan Otsuki, jadi dia pergi. Mogi dan Sakaguchi pergi ke pondok anak laki-laki lain untuk beramin. Aku ingin bertemu dan berbicara dengan Kaede, tapi sepertinya dia memiliki sesuatu yang harus dia lakukan. Berkat itu, aku ditinggal sendiran di sini. “Yah, yang jelas... besok...” Pertempuran yang menentukan akan berlangsung satu hari lagi. Mengamati langit berbintang setelah makan malam. Saat itulah takdir akan diputuskan. Shinji bilang, ‘kenapa kau begitu takut pada pertempuran yang telah dipastikan hasilnya,’ meski begitu aku masih merasa gugup. Bagaimanapun juga, ini adalah pertama kalinya aku akan mengungkapkan perasaanku pada seorang gadis secara langsung. “Haa... sepertinya aku tidak akan bisa tidur...” “—Apa tanpaku kau merasa kesepian dan tidak bisa tidur?” Ya, itu benar. Jika Kaede ada di sampingku, mungkin aku bisa tidur nyenyak. Malah akan lebih baik jika melakukan bantal pelukan. “Aku juga... akan merasa kesepian dan tidak bisa tidur tanpamu...”



Eh, aku bicara dengan siapa? Ketika aku masih bertanya-tanya tentang hal itu, aku diselimuti oleh perasaan menggoda dan aroma jeruk yang lembut. Saat aku mendongak, aku melihat ada Kaede di sana. “Eh!? Kenapa kau ada di sini, Kaede-san!?” “Fufufu. Tidak boleh? Aku datang kesini karena ingin bertemu denganmu.” Senangnya. Aku sangat senang karena kau ingin bertemu denganku. Tapi bukankah itu pelanggaran untuk datang menemuiku di pondok? Daripada itu, bukankah itu curang menyelinap dan memelukku dari belakang seperti itu? “Apa itu tidak boleh? Malam ini aku akan tidur tanpa adanya dirimu yang memelukku, jadi aku ingin mengisi bahan Yuya-kun selagi aku bisa.” Kekuatan Kaede yang memelukku semakin erat. Aku dengan lembut menyentuh lengannya dan memutuskan untuk menyerah pada sentuhan yang manis ini. Lagian aku juga ingin memeluk Kaede. “Aku merasa senang. Seperti yang kupikirkan, aku tidak bisa mengakhiri hari tanpa merasakan pelukanmu.” “Ya.... Aku juga... itu... Aku juga suka Kaede-san memelukku.” Apa-apaan dengan situasi yang membuatku berdebar-debar seperti ini!? Bukankah pria-lah yang harusnya melakukan pelukan kejutan! Aku maunya memeluk Kaede dari belakang, jadi kennapa malah aku yang dipeluknya! Yah, meski begitu seperti ini juga terasa menyenangkan. “T-terima kasih... aku juga... suka memelukmu dengan erat! Ahaha, aku jadi malu saat menyadarinya.” Jangan katakan itu dengan wajahmu yang merona, Kaede! Itu benar-benar memalukan, bukan!? Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskanku saat mengatakan itu, malahan di memelukku semakin erat, tapi itu rasanya tidak menyakitkan, justru terasa begitu nyaman. “Hei, Yuya-kun. Beberapa waktu lalu kau bergumam, apa kau akan melakukan sesuatu besok?”



Kaede bertanya sambil mendekatkan wajahnya ke telingaku. Matanya lembut, tapi sudut mulutnya terangkat seperti iblis kecil yang tersenyum. Apa dia mendengakarkan ketika aku berguman sendirian!? “Ngomong-ngomong, besok akan ada pengamatan langit berbintang, kan? Apa di saat itu kau akan memberiku kejutan?” “Yah, itu... kau akan mengetahuinya besok...” Aku terus terang menjawab sambil memalingkan wajahku. Mana mungkin aku bisa mengatakan ini padamu sekarang. Besok, di bawah langit berbintang, aku akan mengungkapkan perasaanku kepadamu. “Fufufu. Oke. Kalau begitu aku akan menantikan kejutan besok.” Lalu Kaede mencium pipiku dan melepaskanku. Aku agak sedih dengan hilangnya kehangatan dirinya, namun sentuhan lembut di pipiku mengirimkan kepanikan ringan ke kepalaku, “Oke! Bahan Yuya-kun sudah diisi ulang sampai penuh! Dengan begini aku akan bisa tidur nyenyak. Terima kasih, Yuya-kun.” Meski disisiku, ciuman kejutanmu itu membuatku merasa begitu deg-degan hingga aku tidak akan bisa tidur. “Ehehe. Sebaiknya aku segera kembali. Aku juga menantikan untuk bermain ski besok! Baiklah, Selamat malam.” “Y-ya... selamat malam, Kaede-san” Kaede meninggalkan pondok seperti angin. Aku merosot di sofa sambil mengusap pipiku yang telah dicium. “Mengejutkan seperti itu curang tahu, Kaede-san...”



Bab 42 Bukankah Lift Itu Menakutkan?



Hari kedua kemah pelatihan ekstrakurikuler. Hari ini kami akan bermain ski dari pagi hingga siang hari, kemudian di malam harinya kami akan mengamati langit berbintang. Dan untukku sendiri, ini adalah hari yang menentukan takdirku. “Fufu. Aku tidak sabar untuk bermain ski. Karena Yuya-kun masih pemula dalam hal ini, aku secara eksklusif akan mengajarimu!” Kaede berbicara dengan suasana hati yang baik saat dia membawa papan ski di bahu kirinya dan memegang tongkat di tangan kanannya. Semangatnya begitu tinggi sehingga seperti ada ♪ yang ditambahkan di akhir perkataannya. [Lihat itu, pakaian ski Hitotsuba-san dan Yoshizumi-kun sama. Itu pakaian couple, kan? Jadi iri melihatnya.] [Hitotsuba-san bisa tertawa santai seperti itu, dan Yoshizumi-kun juga terlihat biasa saja... sungguh, mereka benar-benar pasangan yang cocok.] [Apa Yoshizumi-kun tidak malu mengenakan pakaikan couple seperti itu?] Aku bisa mendengar gadis-gadis itu berbisik satu sama lain, namun biarkan aku mengoreksi satu hal. Couple-an begini cukup memalukan! Yah, aku sih tidak merasa buruk disebut pasangan yang cocok, tapi kan aku baru akan mengungkapkan perasaanku malam ini. “Kenapa kau bengong begitu, Yuya-kun? Mungkinkah kau takut bermain ski? Tidak apa-apa kok, lagian salju adalah teman!” Jangan mengatakannya seperti kalimat terkenal dari karakter utama manga sepak bola; bola adalah teman. Tidak peduli meskipun salju yang banyak dapat membuat rasa sakit saat jatuh jadi tidak terlalu menyakitkan, yang namanya jatuh itu tetap saja masih menakutkan! “Fufufu. Sebelumnya aku sudah bilang, kan? Aku akan menangkapmu dengan benar jika kau akan jatuh. Jadi jangan khawatir, lompat saja ke dadaku, oke?” Aku ingin melakukan itu, malahan, kepalaku-lah ingin yang kujatuhkan di dadamu. Tapi kau yang sedang tersenyum itu sedang berfantasi tentang dirimu yang menyelamatkanku dari kejatuhan dan memelukku di atas salju, kan? [Sial... Yoshizumi sialan itu, kau terlalu terbawa suasana...!]



[Biarkan aku yang ada di posisi ituuuuu—!] [Begini saja, bagaimana kalau kita selesaikan Yoshizumi?] Diam lu semua! Lagian aku tidak terbawa suasana dan aku tidak akan menyerahkan posisi ini! “Hari ini kau memiliki banyak wajah ya. Kupikir kau akan malu, tapi kemudian kau mengerutkan alismu dan marah. Entah kenapa itu terasa seperti sesuatu yang baru.” “Aku tidak malu ataupun marah. Bukankah itu cuman imajinasimu saja Kaede-san?” Aku blak-blakan menjawab kalau aku tidak mau mengakui bahwa aku malu ketika kami yang mengenakan pakaian couple diungkit-ungkit dan marah karena anak lelaki memintaku untuk menyerahkan posisiku yang berada di sisi Kaede. “Fufufu. Kalau begitu akan kuanggap begitu. Nah, ayo pergi! Lereng sudah menunggu kita!” Jangan memeluk lenganku seperti itu karena itu akan berbahaya! Sekalipun kau memakai pakaian yang tebal, sensasi dari dua buah melimpahmu itu tidak bisa disembunyikan! Aku bisa mendegar desahan kecemburan dan kertakan gigi yang penuh kebencian di sekitarku. Yah, lebih abaikan saja. --Apa kendala pertama yang akan dihadapi ketika mulai bermain ski? Tentu saja itu naik lift. Aku duduk di momen yang tepat sambil melirik ke arah bawah di belakang. Perasaan mendaki gunung bersalju sambil duduk dengan papan yang tidak biasa menempel di kedua kaki membuatku merasakan ketakutan yang tak terlukiskan. [Catatan Penerjemah: Lift yang dimaksud di sini adalah lift kursi, rinciannya baca di; Lift Kursi.] “Kau tidak akan jatuh, jadi kau tidak perlu terlihat terlau cemas seperti itu.” “A-Aku tidak cemas! Bahkan tidak takut juga. B-bukankah itu hanya imajinasimu, Kaede-san?” “...Hmm, begitu ya. Kalau begitu... eii!” “Hyaaaa!? Apa yang kau lakukan!?”



Kau ini tolol apa, Kaede!? Apa yang kau pikirkan tiba-tiba meraih bahuku dan menggoyangkannya!? Bagaimana jika aku jatuh!? Tidak peduli betapa lembutnya salju yang ada di bawah, itu berbahaya jika jatuh dari ketinggian ini! “M-Maafkan aku. Aku tidak menyangka kau akan begitu terkejut... seperti yang kuduga, kau memang takut ya.” “Justru karena itu aku jadi takut!? Kau tiba-tiba mengejutkanku, tahu!? Jadi jangan salah paham kalau aku takut terhadap hal lain!” “...Aku benar-benar minta maaf. Tidak apa-apa kok, tidak usah takut. Yakinlah bahwa aku akan memegang tanganmu.” Sudah kubilang kalau aku tidak takut!? Tapi kenapa kau malah memberiku pandangan yang penuh belas kasih seperti itu. Yah, karena kita sedang di lift dan tidak ada yang bisa melihat, jadi tidak akan memalukan untuk berpegangan tangan. Dan yang terpenting aku senng bisa berpegangan tangan dengan Kaede-san. “Fufufu. Kupikir kau sudah tahu ini, tapi turun dari lift jauh lebih sulit daripada naik, loh? Jika kau tidak turun pada waktu yang tepat, kau akan jatuh.” “......Serius?” “Ya, serius. Selain itu, karena sangat berbahaya jika jatuh di depan lift, jadi seluruh lift akan segera dihentikan. Jika itu terjadi, pengguna lain akan ditinggalkan tetap di udara sampai kau bangun dan dipindahkan, jadi itu adalah tanggung jawab yang besar.” Kenapa kau menyeringai dan mengatakan sesuatu yang membuat orang merasa tidak nyaman? Apa kau begitu senang ketika melihatku gemetaran seperti anak rusa yang baru lahir? Bukankah itu kelewatan? “Issh, ini tidak apa-apa, jadi kau tidak perlu seserius itu. Aku akan memegang tanganmu dengan erat dan kita akan turun bersama-sama, jadi jangan khawatir. Serahkan saja semuanya padaku... Yu~u~ya-kun” Jangan meniup-niup telingaku, itu tidak boleh Kaede-san! Di lift begini kita sulit untuk menyeka telinga! Aah, itu terasa sakit! Kenapa kau malah menggigit daun telingaku? “A-A-Apa yang kau lakukan begitu tiba-tiba!? Kau membuatku terkejut tahu!!” “Dau telinga Yuya-kun ada di depanku, jadi... apa itu tidak boleh?”



“Tentu saja tidak! Kau tahu kan kita ada dimana sekarang!? Kita sedang ada di lift tahu! Bagaimana jika terjadi sesuatu!? Jika memang mau melakukannya, tidak bisakah setidaknya kita lakukan di ruangan yang hanya ada kita berdua? Kalau seperti aku juga akan dengan senang hati—” Aku hendak mengatakan kalau aku juga akan dengan senang hati menggigit daun telinga Kaede, tapi aku segera menahan lidahku. Tidak, itu tergantung pada hasil malam ini untuk mengatakan itu. Jika tidak, hatiku tidak akan jernih. “Apa yang akan kau lakukan dengan senang hati terhadapku, Yuya-kun? Tolong beritahu aku. Kalau tidak, aku akan jadi penasaran dan tidak akan bisa tidur malam ini.” “Kalau begitu tidak usah tidur... eh bukan itu! Pikirkanlah waktu dan tempatnya! Jangan di sini... aku lebih ingin di... oh tidak lupakan! Lupakan yang barusan! Lupakan!” “—Fufu. Aku akan memberimu banyak hal saat kita pulang, oke?” Senyum Kaede memesona seperti senyum penyihir, membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku. Selain itu, Hitotsuba Kaede adalah orang yang akan selalu melakukannya ketika dia bilang akan melakukannya. “Nah, nantikan saja itu setelah kita pulang. Yuya-kun, apa kau sudah mempersiapkan dirimu?” “Eh!? Kau mau aku bersiap untuk menerima gigitanmu di daun telingaku!? Bukankah ini terlalu cepat!?” “Issh, bukan itu. Yang kumaksud itu bersiap turun dari lift. Tujuan kita sudah ada di depan.” Oh, itu benar. Apa yang harus kulakukan? Karena Kaede, aku sama sekali tidak mensimulasikan proses turun di kepalaku. Pikiranku menjadi hampa seolah dunia perak menyebar di sekitarku. “Yuya-kun. Peganglah tanganku—yap, dengan ini akan baik-bak saja. Letakkan papanmu di tanah dan berdirilah dengan kuat seperti yang kulakukan. Jika kau melakukan itu, kau akan mulai meluncur secara alami.” Aku mengangguk saat Kaede dengan lembut menyuruhku melakukannya. Asalkan aku memegang tangannya, aku akan baik-baik saja.



“Nah... kita mulai!” Aku berdiri menanggapi teriakan Kaede. Aku sedikit terlambat berdiri dan Kaede menarik tanganku hingga membuatku kehilangan keseimbangan, namun untungnya lift menahan pantatku dan aku berhasil mempertahankan momentum serta naik ke lereng tanpa jatuh. “Kau berhasil Yuya-kun!” “Hahaha... meski begitu pantatku jadi tersentak. Yah, itu lebih baik daripada jatuh.” Aku merasa seperti telah melakukan semuanya, tapi aku masih di titik awal. Dari sinilah hal yang sebenarnya akan dimulai. “Tidak apa-apa! Serahkan pada Kaede-sensei! Aku akan menjadikanmu pemain ski yang hebat!” “Tolog bersikap lembut padaku, Kaede-sensei.” Aku akan melakukan yang terbaik sehingga ketita waktunya tiba untuk bermain ski dengan ayah mertua, aku akan siap!



Bab 43 Pelukan Stroberi di atas Salju



“Pertahankan papan pada posisi bentuk angka delapan dan luncurkan perlahan. Tidak apa-apa. Jika kau melakukannya seperti yang telah kau latih di bawah, kau akan bisa berhenti dengan benar.” [Catatan Penerhemah: Bentuk angka delapan yang dimaksud adalah dalam huruf kanji=八.] “Y-ya... aku tahu. Aku akan meluncur di posisi bentuk angka delapan, dan saat berhenti, berikan banyak tekanan ke dalam. Ya, aku yakin tidak apa-apa.” “Fufufu. Tidak usah terlalu gugup. Jika kau takut, jatuh saja kebelakang dari pinggang. Saat kecepatannya meningkat, jangan panik. oke?” Aku menganggukkan kepalaku, tapi meskipun itu adalah jalur yang lembut untuk pemula, itu cukup menakutkan. Meski begitu, Kaede-sensei yang dilengkapi dengan



kacamata dan mulai meluncur dengan gagah. Whoa, sosoknya meninggalkan jejak ganda yang sejajar dengan indah. Jujur saja, Kaede sangat keren saat dia meluncur menuruni lereng seperti angin. “Yuya-kun! Meluncurlah sampai sejauh ini!” Seriusan nih. Kau sudah mencapai dasar dalam waktu sesingkat ini. Dia tersenyum dan melambai lebar, tapi jujur saja, itu agak memalukan. Karena semua mata disekitarku jadi terfokus padaku. Ada banyak orang di lereng ini selain kami. Apalagi ini adalah jalur untuk pemula. Jadi tidak heran jika rentang usia orang-orang yang ada di sini tergolong rendah. “Yuya-kun!! Ada apa? Cepatlah meluncur!” Tolong jangan mempermalukanku lebih jauh lagi, Kaede-sensei. Lihat, para ayah, ibu dan anak-anak di sekitarku menatapku dengan wajah tersenyum. Uh, aku takut, tapi aku harus pergi! Aku merasa seperti pilot andalan Mobile Suit. Setelah berteriak keras di dalam pikiranku, aku langsung meluncur menuruni lereng. “Bagus, seperti itu! Tetap seperti itu Yuya-kun!” Sungguh! Apa aku meluncur dengan baik!? Pendirianku canggung dan aku hanya bisa berjalan lurus. Nah, kalau aku ingin berbelok, aku harus meletekkan kaki yang berlawanan di depan arah yang kuingin, bukan? Atau haruskah aku meletakkan beban di kaki yang berlawanan dengan arah yang ingin kubelokkan? Pemikiran yang bagus adalah untuk mengedepankan kaki sampai terbiasa. Jadi pertama, gerakkan kaki kiri ke depan. “Bagus! Kau berbelok kanan dengan benar! Selanjutnya, cobalah belok kiri!” Aku mengerti, Sensei. Jika ingin berbelok ke kiri, maka letakkan kaki kanan ke depan. Oh, mengubah arah ini tidak terlalu sulit! “Hahaha! Ternyata cukup mudah untuk berbelok! Sepertinya aku bisa menangani ini, Kaede-san!” Sejujurnya, aku sedikit terbawa suasana oleh fakta bahwa aku bisa bermain ski dengan sangat baik untuk pertama kalinya. Aku bisa berbelok ke kanan dan ke kiri



dengan baik, jadi aku memutuskan untuk meluncur lebih cepat, dan mengambil posisi condong ke depan seperti yang kulihat di video sebelumnya. “—Yuya-kun!? Jangan begitu, itu berbahaya!” “Santuy! Aku bisa menanganinya kok!” Biar kusimpulkan. Aku tidak bisa menanganinya. Segera setelah aku mencondongkan tubuhku ke depan, akselesarasiku semakin dipercepat. Tau-tau akau mendapati diriku telah berbelok ke arah kiri, itu pasti karena aku panik dan memberi terlalu banyak kekuatan di kakiku. Tujuanku sudah dekat, tapi pada saat yang sama, jaring pengaman semakin mendekat. Kaede meneriakkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan baik. “Uwaaa—” “Yuya-kun—” Dengan kecepatan yang wajar, aku terjun ke jaring dan jatuh ke atas salju. Untungnya, dinding salju ini selembut salju segar, jadi tidak terasa sakit. Aku mencoba untuk berdiri, tapi papan yang menghalangiku membuatku tidak bisa berdiri. Aku mencoba untuk melambai pada Kaede, yang tertatih-tatih memanggil namaku, untuk memberi tahu di bahwa aku baik-baik saja, namun saat itu— “Yuya-kun!” “Kaede-san!?” Saat aku menyadarinya, Kaede berlari menaiki lereng dan melompat ke dadaku. Aku berhasil memeluknya, tapi itu membuatku kembali terkubur di dalam salju. “Issh! Kenapa kau mempercepat kecepatanmu! Bagaimana jika kau terluka!?” “Maaf. Aku merasa bisa menanganinya, jadi...” “Yuya-kun tolol...” Pada akhirnya, Kaede yang berbicara tanpa daya, membenamkan wajahnya di dadaku. Hadeeeh. Anggota keluarga yang ada di sini menatapku sambil tersenyum, para siswa yang menunggu di atas lift memancarkan hasrat membunuh ke arahku, dan para siswi tersipun dan berteriak kegirangan.



“Umm... Kaede-san. Sudah saatnnya kau bangun, kalau tidak kau akan menganggu yang lain. Jadi... bisakah kau menyingkir sebentar?” “...Enggak. Aku tidak akan menyingkir.” “Jangan begitu lah. Aku berjanji tidak akan melakukan ini lagi. Jadi untuk sekarang menyingkirlah dariku. Saat kita pulang nanti, aku akan memelukmu sebanyak yang kau mau.” Sambil mengatakan itu, aku menepuk-nepuk kepala Kaede. Kurasa seperti ini tidak apa-apa, bagaimanapun juga, tidak mungkin aku bisa balas memeluk Kaede di depan umum seperti ini. Memang sih tidak buruk berhubungan dekat dengan Kaede di atas salju, dan aku sendiri tidak ingin dia menyingir, tapi akal sehatku sudah hampir mencapai batasnya. “Apa yang kau bilang barusan... jangan lupakan itu ya? Saat kita pulang nanti, aku akan membuatku memeluk dan membelai kepalaku sampai aku puas, itu janji, oke? Jika kau melanggarnya, kau akan ditusuk oleh seribu jarum!” “S-Seorang pria tida akan menarik perkataannya. Jadi, cepatlah berdiri.” Mengatakan itu mau bagaimana lagi, Kaede yang merona berdiri dan mengulurkan tangannya kepadaku. Merasa sedikit malu, aku meraih tangannya dan dia menarikku. Berkat itu aku bisa berdiri dengan baik. “Ayo kembali ke jalur dan bermain ski lagi. Kita akan mencoba di jalur lanjutan saat sore hari!” “Bukankah tingkat lanjut jalurnya lebih curam? Bahkan jika aku berhati-hati untuk tidak terlalu cepat, kemungkinan besar aku akan jatuh secara spektakuler...” “Kalau kau jatuh, maka aku bisa memelukmu lagi secara legal, jadi jatuhlah sesering mungkin. Oh, tentu saja, lakukan itu tanpa membuatku khawatir. Jangan melakukan hal yang seperti tadi lagi, oke?” Itu tidak masuk akal, Kaede-sensei. Aku yakin bahwa setiap kali aku jatuh, kau akan segera berlari ke arahku. Dalam hal ini, aku senang kau mengkhawatirkanku, tapi tidak masuk akal untuk dipeluk setiap saat. Aku tidak tahu kapan bisa balas memelukmu. Dan itu mungkin malam ini— “Jangan malu-malu, kau juga bisa balas memelukku, kok? Fufufu, bercanda.”



Setelah berbisik di telingaku, Kaede menuruni lereng dengan cepat. Tak perlu dikatakan, pipiku langsung memanas, dan aku bersumpah membalas ini nanti malam.



Bab 44 Berisik Kalau Ada Tiga Pria



Setelah mengikuti pelajaran pribadi dari Kaede-san, aku akhirnya tumbuh hingga titik di mana aku bisa bermain ski di jalur lanjutan. Memang sih aku sesekali terjatuh, tapi tidak ada kejatuhan yang mencolok kecuali saat pertama kali aku menabrak jaring, Kaede juga tidak datang dan memelukku. Sekarang sudah lewat pukul 19:30. Hanya setengah jam yang tersisa sampai pertempuran yang akan menentukan takdirku dimulai. Sekarang aku menghabiskan waktu di pondok sampai pengamatan langit berbintang dimulai. Makan malam adalah steak yang juga sempat dibahas kemarin. Anak laki-laki jadi sangat bersemangat. Steak yang dibuat itu mungkin adalah steak tertebal yang pernah kulihat. Namun, itu sangat empuk sehingga pisau dapat memotongnya dengan mudah. Manisnya daging langsung menyebar begitu dimasukkan ke dalam mulut. Dagingnya tidak terlalu berminyak, jadi akan mudah bagi perempuan untuk memakannya. Ketika aku selesai makan hidangan penutup, kelelahanku hilang dan hatiku dipenuhi dengan rasa kenyang dan bahagia. “Ah... ini kebahagiaan. Bermain ski memang agak berantakan, tapi aku senang bisa makan daging yang enak.” “Bermain ski adalah yang terburuk karena ada dua orang membuat ruang manis sialan itu, tapi dagingnya enak, jadi kupikir tidak ada poin minus.” Mogi dan Sakaguchi, yang ada di ruangan yang sama denganku, memberikan kesan mereka tentang hari ini sambil menatapku. Aku membuat ruang manis? Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Malahan, Kaede menertawakanku dari awal sampai akhir, memperlihatkanku dalam sosok yang menyedihkan. “Aku melihatnya dari kejauhan, tapi aku yakin kalian berdua menciptakan ruang yang hanya untuk kalian berdua di lereng itu. Maksudku, kalian terlalu sering bermesraan.”



“Aku dan Kaede-san bermesraan? Mana mungkin kami begitu. Itu hanya terlihat seperti aku diejek secara sepihak, tahu?” “Kekasih tolol adalah apa yang orang-orang bilang terhadap kalian. Kami punya semua bukti, mulai dari interaksi yang begitu dekat di atas lift, Hitotsuba-san yang memelukmu dan kau yang menepuk-nepuk kepalanya ketika di khawatir tentang kau yang terjatuh, dan masih banyak lagi. Sayangnya, kau bersalah di sini, Yuya.” Mogi dan Sakaguchi mengangguk bareng seolah mengatakan itu benar. Dari pada itu, Shinji menyebutkan itu seolah-olah dia ada di sana melihatnya langsung. Mungkinkah dia ada di sekitar situ? “...Nah, kan. Kalian begitu tersesat di dunia kalian sendiri hingga bahkan lupa bahwa aku dan Akiho berada tepat dibelakang kalian. Begitu kalian turun, kalian langsung meluncur begitu saja...” Kalau dipikir-pikir, Shinji dan Otsuki mengantri menaiki lift bersama kami. Begitu ya, jadi itu sebabnya dia melihat semuanya. Jika itu masalahnya, jangan cuman diam dan berbicaralah dengan kami. “Mana bisa aku ngajak bicara!? Kalian berdua tenggelam dalam dunia kalian sendiri dan terus seperti itu, itu sudah seperti penghalang yang akan membuat orang lain menjauh! Selain itu, jika aku mencoba berbicara denganmu, kau pasti akan marah, kan? Menganggapku mencoba mengganggumu atau semacamnya.” “...Itu pasti.” Siapa yang akan marah? Tentu saja kami berdua. “Nah kan, emang kok kekasih tolol. Tidak, kalian berdua tidak di tingkat itu. Kalian ini generasi kedua yang intim. Hmm... bagaimana menuru kalian?” “Bagaimana dengan si penggeram pria? Kalian tahu kan berapa banyak pria yang jadi geram melihat mesranya mereka berdua?” “Kalau aku sih, kelompok korban kelebihan gula...” Apa maksudmu dengan ‘penggeram pria’ Mogi? Jika kau mengatakan itu, kombinasi antara Shinji dan Otsuki saja sudah terlalu mesra hingga lebih dari cukup untuk membuat para pria geram. Bukankah aneh hanya menerapkan itu padaku dan Kaede!?



Dan lagi, apaan coba ‘kelompok korban kelebihan gula’ yang dimaksud Sakaguchi? Apa kau mengeluh mulas saat melihat serta mendengar kemesraanku dan Kaede terlalu manis? Tidak mungkin! “Saran kalian berdua cukup bagus. Kalau sih... cinta sederhena? Dan kalau membuat mulas, bagaima dengan pasangan pemulas?” Shinij tertawa seolah memikirkan itu saja sudah menyenangkan. Setelah itu, mereka bertiga dengan cepat mulai membuat julukan untukku dan Kaede, sebagai pengganti dari julukan kekasih tolol. Aku tidak bisa mengerti mereka. Tapi sejujurnya, aku tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan mereka sekarang. Lebih baik aku kembali ke kamarku dan mensimulasikan pengungkapan perasaanku. “Pegang tangannya dengan lembut, letakkan tanganku di pundaknya saat dia terkejut, tatap matanya, dan katakan ‘Aku mencintaimu’. Sip, ini tidak sulit. Tidak apa-apa... jika itu Kaede-san, pasti......” Aku mengucapkannya berulang kali seperti mantra dan bersiap untuk pertempuran yana menentukan. Pengakuan cinta memang pengalaman yang sangat menegangkan. --Waktu berlalu dengan cepat. Tidak ada gunanya cuman berdiam di sini. Jadi kuputuskan untuk mencari udara segar dan menenangkan pikiranku. Dengan pemikiran itu, aku meninggalkan ketiga orang itu di pondok dan pergi lebih dulu, tapi pada saat itu aku dibuat muak ketika melihat wajah Shinji yang mengekspresikan seolah dia tahu segalanya. Saat aku melihat ke atas langit, ada banyak bintang yang tersebar di malam yang gelap. Ini adalah pemandangan fantastis yang tidak akan pernah bisa di lihat di perkotaan. Di bawah langit berbintang ini, aku dan Kaede akan— “Oh, Yuya-kun...” Saat aku berjalan ke Manor House, aku dipanggil oleh suara seorang gadis. Di sini hanya ada satu gadis yang akan memangillku dengan nama depanku. “Kaede-san. Di mana Otsuki-san dan yang lainnya?”



“Akiho-chan dan yang lainnya menonton TV. Aku pergi lebih awal karena ingin melihat bintang-bintang, tapi apa kau juga sendirian? Di mana Higure-kun dan yang lainnya? Apa mereka menonton TV?” “...Tidak. Aku tidak bisa mengatakan rinciannya, tapi mereka bertiga hanya berbicara omong kosong. Mereka semua mengejekku, dan aku muak, jadi aku pergi keluar.” Sambil mengatakan ini, aku mencoba tersenyum untuk menutupinya. Tidak mungkin aku bisa mengatakan kalau aku sedang mensimulasikan pengungkapkan perasaanku kepadamu, dan pergi keluar untuk menenangkan diri. Selain itu, memang benar kalau sedang diejek di sana, jadi aku tidak bohong. “Oh, itu buruk sekali untuk mengejekmu seperti itu. Apa yang mereka katakan padamu? Aku penasaran!” “......Masalah cinta.” Aku menjawab dengan suara kecil kepada Kaede yang menutup jaraknya denganku. Ah, ini aroma Kaede-san yang biasanya. Aroma yang enak dan menenangkan. “...Eh? Cinta, maksudnya?” “Seperti yang kubilang, masalah cinta. Mereka sepertinya mencoba memikirkan sebutan yang melampaui kekasih tolol untukku dan dirimu.” Astaga. Padahal aku belum menungkapkan perasaanku, tapi kenapa kami harus disebut kekasih tolol? Kalian baru bisa membahas ini setelah apa yang akan terjadi malam ini. “Sepertinya Higure-kun dan yang lainnya juga merepotkan ya. Tapi aku sendiri juga diberitahu oleh Akiho-chan. Katanya dia kaget melihat kita saling bermesraan meskipun dia Higure-kun ada dibelakang kita. Sepertinya yang dia maksud itu saat di atas lift. Tapi apa yang kita lakukan itu normal kan?” Yah, bagiku dan Kaede, interaksi kami di atas lift sama seperti biasanya, tapi bagi Shinji dan Otsuki, itu terlihat seperti kami bermesraan. Jika itu masalahnya, aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu bahwa kami tidak hanya tidur di ranjang yang sama, tapi terkadang juga saling berpelukan. “Yah, apapun yang orang lain katakan, itu sama sekali tidak masalah. Itu sebabnya Yuya-kun—”



Kaede mengulurkannya tangan padaku. Aku tidak perlu diberitahu apa yang harus kulakukan. Aku meraih tangannya, menjalinkan jari-jari kami dan meremasnya. “Fufufu. Tidak ada mantel, jadi ini tidak bisa disembunyikan, tapi terkadang seperti ini juga tidak buruk kan.” “...Kau benar.” Aku ingin mengungkapkan perasaanku saat itu juga, tapi sayangnya, waktu saat ini sudah habis. Karena waktu pertemuan sudah dekat, siswa/i mulai keluar dari pondok. “Aku menantikan untuk mengamati langit berbintang.” “...Kau benar.” Sambil mengulangi kata-kata yang sama, aku memperkuat cengkramanku di tangan Kaede. Aku berharap aku dapat terus memegang tangannya setelah ini. Aku tidak akan pergi kemana-mana kok, Yuya-kun. Aku merasa seperti bisa mendengar gumaman lembut Kaede.



Bab 45 Mungkinkah Ketahuan?



Setelah mengikuti pembelajaran singkat di Manor House, setiap orang diharapkan untuk pergi ke tempat yang mereka mau untuk melihat langit berbintang. Aku, Kaede, Shinji dan Otsuki pergi ke bukit yang memiliki pemandangan bagus. “Jangan khawatir, Yuya. Saat tiba waktunya, aku dan Akiho akan pergi sehingga kalian bisa berduaan. Jadi segeralah menjadi Meotople.” [Catatan Penerjemah: メオ トップル, gua gak ada tau bagaimana harus nerjemahinnya, jadi gua tetap tulis Meotople (gabungan dari Meoto dan Couple), tapi itu intinya sama seperti kekasih tolol, penjelesan lebih lanjut akan ada di bawah.] “Hei, Shinji. Meotople itu apaan lagi? Apa itu sebutan yang telah kalian putuskan melalui diskusi?”



Sambil berjalan di belakang Kaede dan Otsuki, yang berbincang-bincang sambil melihat ke atas langit, Shinji mengucapkan sebutan yang telah diputuskan pada pertemuan tolol tadi. Alasan diputuskan menjadi meotople karena aku dan Kaede begitu rukun seperti suami istri. Yah, aku tidak peduli itu. “Menurutku itu tidak aneh untuk mengatakannya? Kau dan Hitotsuba-san seperti pengantin baru yang kasmaran.” Aku menyentil kepala Shinji saat dia berbicara dengan gembira. Apanya yang suamiistri. Jangan datang dan menganggu ke pertarungan besar pertamaku. Cepatlah pergi dari sini. “Ya, ya. Aku mengerti. Para pengganggu akan segera pergi, jadi—semoga beruntung, Yuya.” Dia mengatakan itu dan menepuk punggungku. Pembicaraan ini mungkin adalah cara Shinji untuk mencoba menenangkanku yang begitu gugup dan cemas seolahseolah jantungku akan meledak. “Hitotsuba-san juga terlihat agak gelisah. Kupikir Akiho sedang mencoba menenangkannya dengan caranya sendiri. Hadeeh, sungguh pasangan yang merepotkan. Dan pada dasarnya, ini semua karena dirimu.” “...Berisik. Tidak kau beritahupun aku sudah tahu.” Kaede sesekali menoleh ke belakang dan menatapku. Tatapan mata yang dia berikan itu hanya mengartikan satu hal. Kau ingin aku ada di sampingmu, kan? Aku tahu kok, Kaede. Aku akan segera menyusulmu. “Tinggalkan kami berdua, Shinji. Kau sendiri juga ingin bermesraan dengan Otsukisan, kan?” “Ya. Aku ingin melihat langit berbintang yang indah ini sambil bermesraan dengan pacarku.” Saat kami dengan cepat mendekati mereka berdua, aku segera berdiri di samping Kaede dan Shinji segera berdiri di samping Otsuki. Shinji meraih tangan Otsuki dan kemudian berkata, “Kalau begitu, tidak masalah kan kalau sekarang kita berpisah di sini? Aku dan Akiho ingin melihat langit berbintang ini berduaan saja, dan kalian juga maunya seperti itu, kan?”



“Iya! Aku juga ingin melihatnya berduaan saja dengan Shin-kun, jadi ayo kita lakukan seperti itu! Kaede-cahn juga ingin melihatnya berduaan dengan Yoshi, kan?” “Y-Ya! Aku ingin melihatnya berduaan dengan Yuya-kun, ya kan?” “Tentu saja, aku sendiri ingin melihatnya bersama Kaede-san tanpa diganggu oleh siapa pun.” Sama seperti yang dilakukan Shinji, aku dengan lembut menggenggam tangan Kaede dan menjalinkan jari-jari kami. Melihat matanya yang terkejut, aku melanjutkan kata-kataku, “Kalau begitu, sampai jumpa lagi. Ayo pergi, Kaede-san.” “Y-Ya...” Aku dengan lembut menarik tangan Kaede, yang tiba-tiba menjadi diam seperti kucing, dan mulai berjalan. Sekarang, kemana kami harus pergi? Aku ingin tempat yang tenang jika memungkinkan. “Yuya-kun, lewat sini. Aku diberitahu kalau perbukitan di depan adalah tempat yang bagus namun jarang diketahui untuk melihat bintang-bintang. Kenapa kita tidak pergi ke sana, saja?” “Jadi ada tempat seperrti itu, ya. Ngomong-ngomong, siapa yang memberitahumu? Instruktur?” “Ya. Saat aku bertanya di mana tempat terbaik untuk mengamati langit berbintang, dia memberitahuku tempat ini. Ayo cepat ke sana!” Aku ditarik oleh Kaede dengan cara yang sama seperti biasa. Tapi berbahaya untuk tiba-tiba berlari di tempat yang gelap seperti ini. Di tanah juga ada banyak salju, akan gawat jika kita terpeleset. “Tidak masalah! Ayo, Yuya-kun, cepatlah—Kyaa!?” “Kaede-san—!” Aku menarik Kaede ke arahku saat dia terbawa suasana hingga hampir terjatuh karena tersandung oleh tanah yang membeku. Tak pelak kami berakhir dengan berpelukan, namun perasaan lega menghampiriku lebih dulu sebelum rasa malu.



“Kan sudah kubilang. Apanya yang tidak masalah, ini benar-benar berbahaya, tahu?” “Terima kasih.” Kaede menyandarkan kepalanya dengan lembut di dadaku. Ekspresinya yang menyesal itu terlihat lucu hingga sulit untuk menggambarkannya. Hal berikutnya yang kutahu, dia melingkarkan lengannya di pinggangku dan memelukku dengan erat. Aku senang, tapi kalau seperti ini kami tidak akan bisa berjalan. “Hei, jika kita tidak segera pergi, kita tidak akan punya waktu untu melihat bintangbintang loh?” “Uh... sebentar lagi, aku ingin melakukan ini sebentar lagi... apa itu tidak boleh?” “......Tidak.” Untuk sekarang, tambahku di dalam hatiku dan dengan lembut melepaskan tubuh Kaede. Dia mengeluarkan desahan kecewa, tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya dan mulai berjalan. “Ayo, Kaede-san. Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu. Setelah itu jika kau tidak keberatan...” Aku ingin memelukmu. Aku ingin kau memelukku. Tapi aku tidak bisa mengungkapkannya. Bagaimanapun juga, itu sugguh memalukan. Selain itu, jika aku mengatakan itu, itu sudah seperti memberikan jawaban atas apa yang akan kukatakan. “Saat kau sudah mengatakan apa yang ingin kau katakan... bisakah kita melanjutkan ini?” Itu akan tergantung pada jawabanmu, Kaede. “Fufufu. Aku sangat menantikannya. Cerita penting Yuya-kun. Aku tidak sabar untuk segera mendengarnya, jadi ayo cepat.” Eh, mungkingkah aku yang ingin mengungkapkan perasaanku sudah diketahui?



Bab 46 Di Bawah Langit Berbintang



“Itu adalah segitiga musim dingin Betelgeuse, Sirius, dan Procyon!” Kaede yang tersenyum bahagia menyebutkan nama bintang magnitudo pertama dengan ritme yang bagus sambil menunjuk langit malam selatan. Jika ini adalah segitiga besar di langit malam musim panas, itu bisa menjadi sebuah lagu. “Langit berbintang seindah ini tidak akan bisa kita lihat di perkotaan!” “Kau benar... ini sangaaaaat... indah.” Yang indah itu bukan bintang-bintang ini, melainku dirimu Kaede. Yah, jelas tidak mungkin aku mengatakan itu. Bukit yang diberitahukan instruktur kepada Kaede memang menjadi spot penglihatan yang sempurna. Hanya dengan mendaki sedikit lebih tinggi, aku merasa seolah-olah aku semakin dekat dengan langit. “Aku senang bisa melihat langit berbintang yang indah ini bersamamu. Bagaimana perasaanmu tentang ini, Yuya-kun?” Kaede melepaskan tanganku yang menggengam tangannya dan sebagai gantinya melingkarkan lengannya ke tubuhku. Cara dia yang menatapku dengan mata menengadah dan menunggu jawabanku sangatlah imut. Jika itu aku yang sebelumnya, aku pasti akan malu dan mengalihkan pandanganku, tapi hari ini bebeda. “Aku merasakan hal yang sama. Aku senang bersama denganmu... itu benar-benar suatu kebahagian.” “K-Kau senang bersamaku? Sungguh... kau sungguh berpikir seperti itu?” Kaede bertanya dengan nada yang sedikit gemetar. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Mengapa dia terlihat begitu cemas seperti ini. “Hei, Kaede-san. Ada sesuatu yang sudah lama tidak bisa kuberitahukan kepadamu, apa kau mau mendengarkannya?” “...Tentu saja. Aku akan mendengarkan sampai akhir, jadi tolong katakan padaku bagaimana perasaanmu. Aku sudah bertekad untuk itu.”



Bukankah bertekad itu terlalu berlebihan. Kan di sini aku yang akan melakukannya. Hanya dengan berpikir bahwa kau akan menolaku saja sudah cukup membuatku cemas. Aku melepaskan tangannya yang memelukku dan menghadapinya. Setelah aku menarik nafas panjang— “Sudah hampir sebulan sejak kita hidup bersama karena suatu kesempatan yang begitu gila. Saat aku perlahan semakin mengenal sosokmu yang tidak kukenal sebelumnya, aku perlahan tumbuh untuk menyukaimu. Dan semakin aku tumbuh menyukaimu... aku juga menjadi semakin takut. Aku takut kau akan meninggalkanku dan pergi ke suatu tempat. Aku takut meskipun aku tahu kalau kau bukanlah orang yang seperti. Bagaimanapun, aku ditinggalkan oleh orang tuaku... Itu sebabnya aku tidak ingin mengalami hal seperti itu lagi. Aku tidak ingin sendirian. Ketika aku memikirkan itu, aku menjadi tidak bisa mengungkapkan bagaimana perasaanku terhadapmu. Tapi, aku sudah mencapai batasku. Aku menjadi sangat menyayangimu sehingga aku tidak bisa menahan perasaanku padamu.” “......Yuya-kun......” “Hanya kau, Kaede. Hanya dirimu yang mengakui kerja kerasku. Dan bukan hanya itu, kau juga memujiku dan menyemangatiku untuk melakukan yang terbaik. Aku sangat senang dengan perasaan itu. Awalnya, aku hanya mengagumi, tapi semakin aku mengenalmu, semakin aku jadi menyukaimu...” Aku memotong kata-kataku di sini dan menarik napas dalam-dalam. Kaede menangis. “Kaede-san. Aku menyukaimu lebih dari siapa pun di dunia ini. Yoshizumi Yuya mencintai Hitotsuba Kaede.” “Yuya-kun!” Apa aku terlalu berlebihan. Kaede memelukku begitu aku selesai mengatakannya. Aku menerima pelukannya dan mendekapnya dengan lembut. “Aku senang... akhirnya. Aku akhirnya mendengar perasaanmu.” “Maaf telah membuatmu menunggu selama ini.”



“Tidak apa-apa. Itu pantas untuk ditunggu. Hei, apa kau tahu? Jantungku berdegub sangat kencang, loh? Tapi... fufufu. Sepertinya jantungmu juga dalam masalah ya, Yuya-kun.” Tentu saja. Aku mengungkapkan perasan yang selama ini kupendam pada Kaede. Tidak dapat dipungkiri bahwa jantungku akan berdegup kencang seperti itu akan hancur. Tapi di saat yang sama aku juga tahu bahwa jantung Kaede berdebar-debar sepertiku. Aku bahkan hampir bisa mendengar suaranya. “Aku juga... Hitotsuba Kaede mencintai Yoshizumi Yuya. Aku menyukaimu lebih dari siapa pun, Yuya-kun.” Dengan air mata dan senyum di wajahnya, Kaede menjawab perasaanku. Aku menyeka air matanya dan dengan lembut menyentuh pipinya, membuatnya mendengkur seperti kucing. Sungguh, dia benar-benar imut. “Yuya-kun... aku sangat senang kau memeluk dan membelaiku... tapi apa hanya itu saja?” “......Kaede-san?” “Issh... gak peka sekali sih. Ini maksudku—” Dia mengangkat tangannya yang melingkari pinggangku sampai ke leherku dan berjinjit saat dia meletakkan bibirnya di bibirku. Ciuman pertamaku dengan Kaede terasa seperti air mata. Aku dibuat bingung oleh situasi yang begitu tiba-tiba, tapi segera aku dipenuhi dengan begitu banyak kebahagiaan dan tidak dapat memikirkan apa pun. Aku ingin menikmati kebahagiaan ini untuk sekarang. “Yuya-kun... aku mencintaimu.” “Aku juga mencintaimu, Kaede-san” Kami saling berpelukan dengan erat sehingga kami tidak merasakan dingin dan saling memberi kehangatan. Begitu aku memberitahu Kaede bagaimana perasaanku terhadapya, anehnya, aku menjadi tidak ragu lagi untuk mengatakan bahwa aku mencintainya. Malahan, aku ingin mengatakannya berulang kali. “Terima kasih, Yuya-kun. Aku sangat bahagia sekarang.”



Semoga kebahagiaan ini berlanjut selamanya. Dengan bintang-bintang di langit malam yang jernih menjadi saksi, aku dan Kaede berciuman untuk kedua kalinya. Ini adalah hari yang tidak akan kami lupakan. Suatu momen yang akan kami kenang selamanya.



Bab 47 Aku Ingin Memonopoli



Aku dan Kade terus menmandangi langit berbintag hingga menit-menit terakhir. Tentu saja, sepanjang waktu kami terus bergandengan tangan. Mulutnya berkedut tidak puas, tapi kalau-kalau ada sesuatu yang tidak teduga terjadi, akan memalukan jika saat itu kami masih saling berpaling berpelukan. “Mmh... kau harus pastikan untuk menebus ini, oke?” “...Iya, iya. Aku akan menebusnya saat kita pulang.” Justru di sini aku ingin memintanya untuk membiarkanku memeluknya sesuka hatiku. Hanya dengan merasakan panas dan aroma tubuhnya Kaede, aku jadi begitu bahagia hingga ingin tetidur apa adanya. “Oh ya... malam ini aku ingin tidur bersamamu. Kau satu kamar dengan Higure-kun, bukan? Karena aku sekamar dengan Akiho-chan, tidak bisakah kita bertukar kamar secara diam-diam? Dengan begitu semua orang akan bahagia!” Memang benar, jika kami bertukar kamar secara diam-diam, kami tidak akan ketahuan. Bahkan jika ada pematrol yang datang, aku bisa memberi tahu mereka kalau Shinji terlalu lelah hingga dia tertidur pulas. Tapi— “Aku sangat ingin melakukan itu, tapi tidak bisa. Sekalipun Shinji dan Otsuki-san setuju, aku akan dengan tegas menentangnya. Aku tidak akan mau menerimanya.” “Kenapa? Apa kau tidak mau menghabiskan malam bersamaku?” “Bukannya begitu. Jika bisa, aku sendiri maunya tidur di ranjang yang sama denganmu seperti biasanya. Apalagi di hari-hari seperti ini. Tapi. aku tidak suka jika ada pria selain diriku yang melihit dirimu... gimana bilangnya, melihat dirimu yang mengenakan piyama...” Memang mungkin untuk bertukar kamar tanpa memberitahu Mogi dan Sakaguchi. Tapi bagaimana jika mereka tiba-tiba masuk ke kamar begitu saja? Sosok Kaede yang mengenakan piyama akan terlihat oleh mereka. Itu tidak boleh. Itu tidak bisa diterima.



“Cuman aku satu-satunya pria yang boleh melihat sosok Kaede yang mengenakan piyama. Sekalipun itu adalah Shinji yang merupakan sahabatku, itu tetap tidak boleh. Apalagi kalau Mogi dan Sakaguchi, itu tidak perlu ditanya lagi apakah boleh atau tidak. Selama ada kemungkinan seperti itu, aku tidak mau menerima ini. Maaf ya, Kaede-san.” “...Mungkinkah kau ini sebenarnya posesif?” “Begitukah? Bukankah itu wajar untuk berpikir kalau kaulah satu-satunya orang yang tahu betapa cantiknya orang yang kau sukai?” Mungkin benar jika ini disebut posesif. Tapi bukankah semua pria seperti itu? Aku sangat yakin kalau ada sisi dari Otsuki-san yang hanya diketahui oleh Shinji dan tidak akan dia tunjukkan atau beritahukan padaku. Itu sama saja “Issh... Yuya-kun benar-benar orang yang spontan. Itu curang tahu membuatku degdegan begitu saja. Tapi... yah, aku sendiri tidak ingin ada pria lain yang melihatku dalam sosok piyama selain dirimu. Lagian itu adalah sosokku yang tak berdaya.” Mengatakan itu dia memeluk lenganku. Senyumnya bersinar secerah bintang di langit malam. Rambut hitam mengkilapnya sehalus pasir yang tidak bisa tersangkut di jemariku. Sensainya begitu enak ketika dibelai, “A-ada apa Yuya-kun? Tiba-tiba membelai kepalaku seperti itu!?” “Apa kau tidak menyukainya? Aku akan berhenti jika kau memang tidak menyukainya...” “Tidak! Jangan berhenti! Justru aku maunya kau membelaiku lebih banyak! Rasanya begitu hangat dan menyenangkan saaat kau membelaiku.” Mengatakan itu, dia tertawa dengan nakal. Astaga, dia ini imut sekali. Kalau seperti ini aku jadi ingin memeluknya! “Hei, Yuya-kun. Apa kau hanya akan membelaiku? Sebelum kita kembali... aku mau kau menciumku lagi.” “...Mmh. Aku juga ingin menciummu.” Perlahan, jarak di antara wajah kami semakin mendekat. Memejamkan mataku, aku hendak meletakkan bibirku di bibir Kaede yang lembut dan seksi, kemudian— “Oh! Mereka ada di sini! Ahh...”



“Akiho! Jangan berlari seperti itu, bahaya! Ahh...” Kekasih tolol tiba-tiba muncul, membuatku dan Kaede segera berpisah dengan panik. Bangsatlah kalian ini! Padahal itu momen yang begitu bagus, bisa gak sih jangan ngeganggu! “Ini sudah hampir waktunya untuk kembali, jadi kupikir untuk menjemput kalian. Tapi tetap saja... aku tidak menyangka kau begitu berani Kaede-chan...” “Akiho-chan tolol! Padahal itu benar-benar momen yang bagus, tahu!? Kenapa kau malah mengganggu momen terbaik ciuman bahagiaku dengan Yuya-kun!?” Kaede segera memegang bahu Otsuki, yang menghela nafas sambil menggelengkan kepanya, dan menggoyang-goyangkannya sebagai bentuk protes, Mantap Kaede, pertahankan seperti itu! “Dari kelihatannya, tampaknya kau berhasil menyampaikan perasaanmu dengan baik, Yuya.” “Yah, begitulah. Tapi setidaknya pikirkanlah sedikit tentang timing-nya. Jangan mengangguku di saat yang terbaik seperti itu!?” “Hahaha. Kurasa aku harus minta maaf soal itu.” Yah, ini yang ketiga kalinya, jadi kurasa aku masih bisa memaafkanmu. Tapi jika itu yang kelima kalinya, sekalipun kita adalah sahabat, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Bagaimanapun juga, itu adalah kenangan yang akan selalu kukenang seumur hidupku. “Whoa. Yuya, kau ini benar-benar orang yang akan melakukannya ketika kau harus melakukannya, bukan? Aku akan berhati-hati mulai sekarang.” “Kaede-chan. Aku mengerti perasaanmu. Ya, itu benar. Begitu kau menciumnya, kau akan sangat bahagia dan ingin menciumnya lagi dan lagi. Apalagi jika kau diungkapkan perasaan di bawah langit berbintang seperti ini, itu akan menjadi semakin bergairah.” Mata Shinji terbula lebar karena terkejut dan Otsuki, yang dicengkram bahunya dan digoyang-goyangkan, menjelaskan perasaannya dengan tatapan penuh pengertian. Dan untuk Kaede, dia mengubah targetnya dari Otsuki menjadi diriku dan memuluku dengan lemah saat ekspresinya wajahnya merona.



“Ishh! Kenapa kau malah mengatakan sesuatu seperti itu begitu saja, Yuya-kun? Apa kau tidak malu!” “M-Maaf. Tentu saja itu rasanya memalukan, tapi aku lebih kecewa karena tidak bisa menciummu...” “Ugh... aku benar-benar tidak bisa mengalahkan orang yang spontan sepertimu...” Kaede meletakkan wajahnya di dadaku tanpa kekuatan apa pun. Aku pun membelainya dengan lembut. “Hei, Shin-kun. Sekarang aku lagi ngelihat Yoshi membelai kepala Kaede-chan dengan begitu alami, apakah ini mimpi?” “Sayangnya ini adalah kenyataaan, Akiho. Dan seperti inilah Yuya saat dia jujur. Meski aku tidak menyangka akan sampai sejauh ini...” Bisakah kau tidak mengatakan apa pun yang ingin kau katakan, Shinji? Apakah sangat tidak biasa bagiku untuk membelai kepala Kaede? Kan ini cuman belaian. Apalagi wajah Kaede terlihat begitu imut saat dia dibelai. “Yu-Yuya-kun. Kalau seperti ini aku juga merasa malu...” “Mmh... biarkan aku membalaimu sedikit lagi, gak boleh?” “Ugh... tidak... apa-apa.” Sippp, dengan izinnya, aku bisa membelainya sebanyak yang kumau. Apa-apaan dengan wajahmu itu Shinji? Apa kau mencoba menganggu kami? “Aku tidak bermaksud menggangu dunia kalian berdua, oke? Tapi kupikir sudah waktunya bagi kita untuk kemmbali.” “Shin-kun. Ayo tinggalkan meotople ini berduan dan kembali lebih dulu. Palingpaling ini akan berlangsung selamanya.” “Kau benar. Kalu begitu kami kembali lebih dulu, Yuya, Hitotsuba-san. Tolong jangan terlalu berlama-lama di sini.” Setelah mengatakan itu, mereka berdua kembali ke pondok. “...H-Haruskah kita kembali juga?”



“K-Kau benar, ayo kita kembali! Kita akan melanjutkan ini besok saat kita pulang..” Aku memegang tangannya dengan erat dan mulai berjalan. Malam ini adalah malam terbaik dalam hidupku. Aku akan pergi tidur untuk menikmati pijaran kebahagian ini. “Hei, Yuya-kun. Tidak bisakah kau menyusup ke kamarku malam ini? “ Tentu saja itu tidak bisa.



Bab 48 Suasananya Berubah...?



Sayangnya semalam aku berpisah dengan Kaede, dan sekarang kami menyambut pagi terakahir kemah pelatihan ekstrakulirer. Jadwal kami untuk hari ini adalah pergi melihat-lihat toko suvenir di fasilitaa dan pulang pada sore hari. “Sepertinya kita tidak punya banyak waktu. Apa ada sesuatu yang kau inginkan Yuya-kun?” Setelah meninggalkan barang bawaan di bus dan mencoba pergi berbelanja, saat itu Kaede bertanya kepadaku. Meletakkan tanganku di dagu, aku memikirkannya. “Hmm... Aku tidak benar-benar ingin mengatakannya. Tapi jika bisa aku ingin membeli sesuatu yang cocok dengan Kaede-san.” Ini adalah tempat di mana aku mengungkapkan perasaanku padanya, dan merupakan momen yang tidak akan terlupakan bagiku. Kuharap ada sesuatu untuk memperingati hari itu. Lebih baik jika itu adalah sesuatu yang akan membuatnya mengingat event di malam terakhir setiap kali dia menggunakan atau melihatnya. Aku tidak berpikir bahwa mudah menemukan sesuatu seperti itu, tapi akan menjadi kenangan yang menyenangkan jika kami berdua mencarinya bersama-sama. “Yah, aku senang bisa melihat-lihat dengan santai bersamamu. Kalau ada sesuatu yang kita berdua sukai, kenapa kita tidak membelinya saja?”



“Issh... kau mengatakannya dengan spontan seperti itu lagi, tapi aku senang... karena aku juga merasakan hal yang sama!” Dengan itu, Kaede memeluk lenganku. Melihat senyumannya yang cerah bak sinar mentari pagi, oto-otot wajahku tanpa sadar menjerit. “Y-Ya... Haruskah aku membeli sesuatu untuk keluargmu? Mereka sangat baik kepadaku, jadi aku harus membelikan sesuatu untuk berterima kasih kepada mereka...” “Fufufu. Tidak apa-apa, jangan khawatirkan itu. Tapi ya, mungkin ada baiknya jika membeli teh asli dari tempat ini. Ayah dan Ibuku sama-sama suka teh, jadi aku yakin mereka akan senang.” Karena fasilitas ini dirancang dengan model Inggris, mereka memili berbagai macam teh otentik Pilihan manisan juga ada banyak, dan entah mertua akan menyukainya atau tidak, kurasa membeli biskuit juga tidak masalah. “Nah, kalau sudah diputuskan, ayo cepat!” Aku dan Kaede berjalan menuju ke toko suvenir dengan jari-jari kami yang terjalin erat saat bergandengan tangan. [Bukankah ada suasana yang berbeda antar Hitotsuba-san dan Yoshizumi-kun? Jarak di antara mereka jadi lebih dekat dibandingkan dengan kemarin....] [Aku ingin tahu apakah Yoshizumi-kun teleh menjadi lebih gentle, tapi entah kenapa, aura cinta Hitotsuba-san sungguh meluap-luap?] [Sampai mempedulikan oleh-oleh untuk orang tuanya Hitotsuba-san... sungguh pacar yang sangat baik. Dibandingkan dengan itu, pacarku... haa...] Aku bisa mendengar suara desahan para gadis. Apa maksudnya dengan menjadi lebih gentle? Aku sama sekali tidak berpikir kalau aku telah berubah. Kupikir mereka benar tentang jarak di antara kami yang semakin dekat. Tapi itu bukan jarak fisik, tapi jarak hati. Setelah aku menyatakan perasaanku pada Kaede, aku menjadi tidak ragu lagi untuk berinteraksi dengannya. Sebelum aku menyatakan perasaanku padanya, aku akan gugup dan ragu-ragu untuk berpegangan tangan dengannya, tapi aku sekarang bisa bangga pada diriku sendiri. Yah, meskipun aku masih sedikit gugup.



Tetap saja, apa yang dimaksud dengan aura cinta Kaede meluap-luap? Memang benar perasaannya begitu besar dan tidak harus disembunyikan, jadi aku tidak bisa menyalahkannya dia karena membocorkannya. [Anjing... Bajingan Yoshizumi itu... pagi-pagi begini sudah memamerkan meotople...!] [Menaburkan suasana manis meotople seperti itu! Jangan bercanda, bangsat!] [Tapi lihat senyuman di wajah Hitotsuba-san! Itu adalah senyumam bahagia yang tidak pernah aku lihat...! Jika melihat senyumannya yang seperti itu... aku sudah tidak akan memiliki kesempatan...] [Tidak bisa... Aku tidak bisa menangani pasangan kemanisan itu...] Seperti biasa, ratapan para perjaka begitu mengerikan. Dari pada itu, apa-apaan ini, ada banyak sebutan lain selain meotople. Bukankah harusnya cuman satu sebutan saja? [Catatan Penerjemah: Sekedar ngingatin, Meotope itu sama artinya dengang kekasih tolol, tapi dalam tingkat suami istri, gua gak tau gimana mau nulis bahasa Indonesianya seperti apa, jadi gua tetap nulis seperti yang ada di raw, dan kalau lu bingung dengan kalimat ‘Dari pada itu, apa-apaan ini, ada banyak sebutan lain selain meotople’ di atas. Itu karena sebuta pasangan kemanisan (Sugarple). “Fufufu. Bukankah aneh mengatakan bahwa itu adalah meotople? Kita memang masih pacaran sekarang, tapi sudah diputuskan kalau kita akan menjadi suami-istri di masa depan, jadi itu sebutan yang sempurna untuk kita.” Aku tidak menyangka Kaede akan menyukai lelucon tentang nama ini. Tidak diragukan lagi akan menjadi merepotkan jika mereka tahu bahwa itu disetujui oleh Kaede. “Bukankah itu tidak apa-apa? Karena itu adalah bukti bahwa kita saling mencintai. Kita telah melampui Akiho-chan dan Higure-kun yang merupakan kekasih tolol.” Aku ingin bertanya apakah dia tidak masalah dengan itu, tapi jika dia bilang begitu, kurasa tidak masalah. Jika saja dia membuat wajah tidak senang di sini, aku harus memberi Mogi, Sakaguchi, dan Shinji sanksi pukulan tangan besi, tapi seperinya nyawa mereka masih selamat. “Dari pada itu! Sekarang sudah waktunya belanja yang menyenangkan, Yuya-kun!” Setelah itu, aku dan Kaede menikmati belanja bareng hingga menit-menit terakhir.



Kami membeli sepasan boneka beruang, satu dengan topi merah dan yang satunya lagi dengan top biru sebagai kenang-kenangan untuk kami berdua. Kami memutuskan untuk memajangnya di pintu masuk. Selain itu, Kaede juga hendak membeli boneka binatang yang berukuran cukup besar. Ngomong-ngomong, saat aku bertanya kenapa dia menginginkan itu, “...Ini sebagai pengganti untuk dipeluk ketika kau pulang terlambat dari kegaiatan klub atau ketika aku kesepian dirumah. Apa itu tidak boleh?” Tidak mungkin aku bisa mengatakan tidak padanya jika dia mengatakan itu dengan suara sedih sambil menyembunyikan wajahnya dengan boneka binatang. “Itu sangat lucu, jadi tidak apa-apa, Kaede-san,” Kami akhirnya membeli boneka binatang dan mengirimkannya ke alamat kami. Kaede menangis karena tidak bisa membawanya ke dalam bus.



Bab 49 Bus Yang Sama Untuk Pulang



Bus dalam perjalanan pulang lebih berisik daripada saat kami berangkat. Terkadang kami berbicara tentang apa yang terjadi di kemah pelatihan ini, dan setiap orang begitu bersemangat untuk pulang. Ngomong-ngomong, aku merasakan banyaknya tatapan yang dipenuhi dengan berbagai emos dari belakangku dibandingkan saat kami dalam perjalanan berangkat. Alasannya— “Fufufu~. Aku senang bisa duduk di sebelahmu dalam perjalanan pulang!” Seperti yang bisa dinilai dari perkataan itu, alasannya adalah Kaede duduk di sebelahku. Aku duduk di dekat jendela dan Kaede duduk di sisi lorong. Ngomongngomong, Shinji duduk sendirian di seberang kami. Jawabannya atas bagaimana ini terjadi sederhana: kami menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berbelanja.



Pada saat kami memilih oleh-oleh untuk orang tua Kaede dan mengatur pengiriman boneka binatang, saat itu waktu pertemuan sudah dekat. Karena begitu terburuburu, kami lupa kalau kami berpegangan tangan dan naik bus bersama-sama. Sambil terengah-engah, kami duduk di kursi kosong seolah itu adalah hal biasa, tapi tentu saja, guru jadi marah. Tapi kami tidak ingin membuang-buang waktu untuk mengembalikan Kaede yang berasal dari kelas yang berbeda, jadi kami memutuskan untuk pergi apa adanya. “Kemah pelatihan ini menyenangkan. Ayo kita melakukan perjalanan untuk bermain ski pada liburan musim dingin mendatang! Aku ingin bermain ski lagi bersamamu!” “Kau benar. Kuharap kita bisa bermain ski lebih banyak di musim dingin mendatang. Aku yakin kau bisa bermain di jalur yang sulit, jadi tunjukkan padaku bagiang-bagian dirimu yang keren, oke?” Keterampilan Kaede cukup baik karena setiap tahunnya dia akan liburan dengan bermain ski bersama keluarganya, dan peluncurannya sangat indah sehingga mau tidak mau aku hanya bisa mengaguminya, Bahkan instruktur juga memujinya. Aku harus membawa kamera saat berikutnya kami pergi. “Kalau begitu aku juga akan mengambil banyak fotomu Yuya-kun, oke? Aku harus memotret wajah imutmu yang sedang jatuh dan malu-malu, apapun yang terjadi!” Tidak, jangan mengambil fotoku yang setolol itu. Jika kau memang mau mengambil foto, maka potret saja saat aku terlihat keren. Yah, meski tidak ada yang akan seperti itu saat aku bermain ski. “Tidak apa-apa, oke? Menurutku Yuya-kun yang bekerja keras meski tidak terbiasa keren banget. Aku suka bagian itu dari dirimu, jadi bukankah aku harus memotretnya sebagai kenang-kenangan?” Sambil tertawa, dia meletakkan kepalanya di bahuku. Sungguh, aku tidak bisa mengatakan tidak jika diberitahu seperti itu, aku tidak bisa menggunakan hak penyangkalanku jika dia tersenyum kepadaku. “Lakukanlah apa saja yang kau inginkan... Tidak mungkin aku bisa mengatakan tidak jika keu memperlihatkan wajah imut itu padaku. Itu curang...” Aku ingin mengambil foto dari senyuman itu dan mengaturnya sebagai wallpaper di ponselku. Oh iya, mengapa aku tidak mengambil fotonya menggunakan kamera ponsel dalam posisi ini?



“I-Itu tidak boleh! Menurutku itu tidak baik untuk berfoto di dalam bus!! Perhatikan tata krama! Perhatikan tata krama!” Kaede membuat alasan sambil mengangkat kepalanya dan mengatakannya dua kali karena menurutnya itu penting, tapi tampaknya bukan itu masalahnya. Jika melihat sekeliling, semua orang sedang mengambil foto sesuka mereka. “Kalau mau aku bisa mengambilkan foto untuk kalian? Kupikit aku akan bisa mendapatkan foto yang bagus dari sudut ini?” “A-A-Apa yang kau katakan Higure-kun!?” “Sip, aku mengandalkanmu, Shinji!” Aku memberikan ponsel-ku ke Shinji, dan meletakkan daguku di bahunya sambil memeluk Kaede dari belakang. Wajah hingga daun telinganya langusng memerah semerah daun musim gugur. “Yu-Yuya-kun!?” “Oke, chees.” “Eh!? Higure-kun!? Apa kau barusan memotretnya!?” Kerja bagus Shinji! Itu benar-benar sempurna saat kau tidak melewatkan momen ketika Kaede terkejut dan segera menekan shutter! Itu adalah bagian yang paling imut! “Mmh, kurasa aku berhasil mengambil foto yang bagus dari wajah panik Hitotsubasan. Bagaiman, Yuya? Apa kau ingin mengambil foto lain?” “Ayo berfoto lagi! Aku akan melakukannya dengan benar kali ini, jadi ayo berfoto lagi! Benar, kan Yuya-kun?” “Tentu saja. Tolong fotokan, Shinji.” Shinji kembali memegang kamera sambil tersenyum. Aku kembali memeluk Kaede dengan erat. Tidak seperti sebelumnya yang terkejut, kali ini Kaede menyandarkan kepalanya ke tubuhku. Wajahnya masih merah, tapi dia masih tetap tenang. “Oke, chees!”



Dalam foto kedua yang dipotret oleh Shinji, kami terlihat sangat bahagia, meskipun jika aku sendiri yang mengatakannya. “Yuya-kun. Kirimkan foto itu padaku nanti, oke?” katanya, merasa sedikit malu. Aku menjawab “tentu saja”, dan kembali membelainya. Kaede-san sedikit mengeluh tapi dia terlihat nyaman, itu sangat menggemaskan. “Ahahahaha... Tolong aku Akiho. Sepertinya aku akan kena diabetes...” Aku pura-pura tidak mendengar tawa kering Shinji.



Bab 50 Apa Hal Pertama Yang Harus Dilakukan Saat Pulang?



“Yuya! Mulai sekarang kendalikan—, bukan itu, pertimbangkan situasinya! Aku hampir mati karena mulas!” “Ah... berisik kau, Shinji. Aku baru bangun dan kepalaku masih pusing, jadi jangan berteriak...” Setelah melalui 3 jam perjalanan, kami kembali ke sekolah dengan selamat. Saat itu juga kami langsung dibubarkan, tapi Shinji mengejekku dan Kaede yang mengusap mata kami yang mengantuk. Padahal aku tidak melakukan apa pun yang membuatbta kesal. “Apa... Kau serius mengatakan itu!? Hal seperti ini...! Kau pikir tidak ada kesalahan dalam melakukan hal seperti ini! Kau pikir aku tidak akan gila karena kalian bersikap begitu manis?” Bang. Shinji menunjukkan layar ponselnya dengan efek suara yang terdengar seperti sesuatu dari anime. Ketika aku dan Kaede melihatnya, kami melihat bahwa itu adalah foto saat kami tertidur di dalam bus, dengan kepala Kaede di pundakku dan aku bersandar padanya. “Shinji. Itu tidak boleh tahu mengambil foto diam-diam seperti itu?”



“Bacot! Ini adalah kejahatan yang diperlukan untuk membuat kalian berdua menyadari betapa kejamnya perilaku meotople kalian! Apa-apaan dengan wajah penuh kebahagiaan ini! Tidur berduaan sambil menghela napas kecil yang lucu seperti itu! Apa kau tahu perasaanku ketika aku berada di bus yang berbeda dari Akiho?” Tidak, aku tidak tahu. Bagaimana bisa aku tahu seperti apa penampilan atau bagaimana aku bernapas saat tidur. Eh, Kaede, ada apa? Kok kau terus menatap foto itu. “Higure-kun. Bisakah kau mengirimkan foto ini kepadaku sekarang agar aku bisa mengingatnya? Yuya-kun terlihat sangat imut di foto ini.” Kaede menghela napas dengan penuh pesona. Yah, memang sih saat aku melihat wajah Kaede di foto ini, itu sangat imut. Kebetulan, tolong kirimkan itu juga padaku, Shinji. “Kuu... Jadi ini ya kekuatan meotople. Aku tidak percaya kalian tidak menyesal melihat foto itu, tapi justru memamerkan keintiman kalian...!” “Shin-kun. Sudah cukup, ayo menyerah saja. Mereka berdua ini telah menjadi orang yang tidak kita kenal. Mereka adalah keberadaan yang melampaui kekasih tolol, mereka adalah meotople. Oh, nanti aku akan mengirimkannya kepada Kaede-chan. Shin-kun bisa mengirimkannya nanti ke Yoshi!” Aku menepuk Shinji, merasa sedikit tidak enak padanya yang menurunkan bahunya dengna lemas. Dengan erangan yang tak terdengar, Shinji mengirimiku foto itu. Terima kasih. “Nah, kurasa sudah waktunya kita pulan!? Ayo pergi, Kaede-san.” “Ya. Kalau begitu Akiho-chan, Higure-kun. Sampai jumpa lagi di sekolah.” Menerima ucapan “Semoga bahagia” dari kekasih senior itu, aku dan Kaede pulang sambil berpegangan tangan. “Hei, Shin-kun. Mereka berdua benar-benar terlihat seperti pasangan yang sudah menikah, bukan?” “Kau benar, Akiho. Aku sudah tahu itu sejak Yuya menjadi lebih jujur, tapi aku tidak menyangka dia akan berubah begitu banyak setelah menyatakan perasaannya dan resmi berpacaran. Sungguh, aku tidak tahu seberapa besar dia mencintai Hitotsubasan...”



“Kaede-chan juga sama seperti itu. Ada aura cinta kepada Yoshi yang begitu luar biasa. Itu sudah seperti Stroberi. Kerja bagus, Shin-kun.” “Terima kasih. Akiho. Ayo kita pulang juga.” --Di perjalanan pulang ke rumah. Aku memikirkan tentang apa yang harus dibuat untuk makan malam. Oha iya, kalau tidak salah, kami punya daging babi di kulkas. Karena ada sisa kimchi, kurasa aku akan membuat tumis kimchi babi sederhana. Haruskah aku membuat sup Cina setelah itu? Kurasa seperti inilah masakan siswa SMA yang tepat. “Padahal kau lelah, tapi ini seperti dirimu yang biasanya ya, tidak kepikiran buat makan diluar saja. Kau tidak perlu memaksakan dirimu, tahu?” “Tidak, aku hanya berpikir jika aku bisa membuatnya, maka akan lebih baik jika dibuat sendiri. Keluargaku tidak bisa makan di luar terlalu sering, jadi ini mungkin kebiasaan yang kudapat dari itu.” Bagaimanapun, kami terbebani utang. Untuk mengurangi biaya makanan, kami lebih sering masak sendiri. Tidak peduli meskipun orang tua Kaede kaya, hal seperti itu juga tidak boleh dilupakan begitu saja. “Meskipun lingkungan hidupmu berubah, hidupmu sama sekali tidak berubah ya. Fufu, seperti yang diharapkan dari, Yuya-kun. Singkatannya SasuYu*!” [Catatan Penerjemah: SasuYu: Gabungan dari kata ‘sasuga’ dan ‘Yuya’.] “Hei, Kaede-san. Aku sama sekali tidak merasa sedang dipuji, tapi apa aku seharusnya bahagia di sini?” “Tentu saja, aku memujimu! Aku menantikan masakanmu.” Akan kulakukan yang terbaik untuk memenuhi harapan Kaede. Kami langsung pulang tanpa mengambil jalan memutar. Senang rasanya bisa pulang kembali kerumah setelah dua hari, tapi entah kenapa Kaede menyuruhku menunggu dulu di luar. Ada apa? “Aku akan masuk lebih dulu, jadi Yuya-kun, luangkan waktumu sebentar sebelum kau masuk. Yah, sekitar sepuluh detik saja sudah cukup.”



“...Kenapa kau melakukan perilaku misterius seperti itu?” “Tolong jangan bertanya apa pun tentang itu! Dengar ya, silakan masuk setelah sepuluh detik, kau bisa masuk dan bilang ‘aku pulang’!” Setelah mengatakan itu, Kaede membuka kunci pintu dan masuk ke dalam rumah seolah dia sedang melarikan diri. Aku ingin tahu apa yang mau dia lakukan dalam waktu sesingkat ini. Aku menantikannya tapi juga merasa cemas. “...A-Aku pulang.” Tepat 10 detik kemudian. Aku membuka pintu seperti yang diinstruksikan (?). “Selamat datang kembali, Yuya-kun.” Kaede berdiri di sana sambil tersenyum dan membuka lengannya. Oh, jadi begitu. “Aku pulang, Kaede-san.” Aku meletakkan barang bawaanku di tempat, melepaskan sepatuku, dan mendekatinya dengan tangan terbuka kemudian memeluknya dengan erat. “Ehehe. Aku ingin mengatakan ‘selamat datang kembali’ padamu. Apa itu salah?” “...Tentu tidak. Aku sangat bahagia.” Saat aku merasakan kehangatan dari orang yang kucintai, Kaede tiba-tiba menatapku. Ada apa? Ketika aku bertanya-tanya, tau-tau dia sudah menciumku. “I-Iini ciuman ‘selamat datang kembali’! Sekarang, ayo ganti baju dulu! Lalu kita akan memasak makan malam bersama!” Kaede lari ke kamar tidur dengan wajah merah padam. Aku ditinggalkan sendirian di ambang pintu, tercengang. “...Berciuman itu curang tahu, Kaede-san...” Aku bejanji pada diriku sendiri bahwa suatu hari aku akan memberinya ciuman ‘aku pulang’.



Bab 51 Aku Ingin Menebusnya



Makan malam dibuat dengan cepat dan sekarang sedang dinikmati dengan santai. Film yang menyertai kami yang sedang makan adalah salah satu film yang ditayangkan secara online. Atas permintaan Kaede, kami menonton anime robot yang di reanimasi sebagai movie untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun. Ceritanya berkisah tentang karakter utama, yang kelangsungan hidupnya telah dibisikkan sejak saat itu, dihidupkan kembali dan menjalankan misi terakhirnya. Itu adalah karya yang menghangatkan hati dengan desain yang terbaru. “‘Hanya mereka yang siap untuk ditembak yang dapat menembak orang lain.’ Kalimat ini keren sekali, kan...” “Aku terkejut kau adalah penggemar dari karya ini.” “Yang mendesain karakternya adalah mangaka favoritku, jadi kupikir aku harus menontonnya. Tau-tau ternyata itu menarik dan aku jadi menyukainya. Apa kau juga menyukainya Yuya-kun?” Tentu saja! Bagaimanapun juga, itu adalah salah satu dari 10 anime favoritku. Aku sangat menyukainya sampai-sampai menontonnya berulang kali. “Tidak kusangka akan tiba saat dimana aku bisa membicarakan anime favoritku denganmu. Lalu, apa drama favoritmu, Yuya-kun? Kalau aku—” Percakapan sederhanan itu pun berubah menjadi waktu yang sangat menyenangkan. Setelah Kaede memberitahuku apa yang dia sukai, aku jadi mulai ingin tahu lebih banyak tentang dirinya. Aku ingin menambah jumlah sosok Hitotsuba Kaede yang hanya aku yang ketahui. Apakah itu egois jika aku berpikir demikian? “Sesekali ngobrol tentang ini juga menyenangkan ya. Oh, kurasa sudah waktunya untuk mandi, kalau tidak akan terlalu larut nanti. Apa yang ingin kau lakukan? Apa kau mau mandi bersamaku hari ini?” “...Kaede-san. Kau tidak boleh mengatakan sesuatu seperti dengan enteng...” Tentu saja aku mau! Sampai aku mengungkapkan perasaanku, aku selalu menahan diri dari berbagai godaan dengan pengendalian diri baja, tapi sekarang setelah kami resmi berpacaran, pengendalian diriku meronta-ronta setelah kami berpelukan dan



berciuman. Apalagi jika aku di ajak untuk mandi bersama-sama seperti itu! Aku tahu apa yang kukatakan tidak sinkron dengan apa yang kupikirkan, tapi aku tidak boleh menganggukkan kepalaku untuk setuju. Meski begiu, hari ini Kaede berbeda dari yang biasanya. Biasanya dia akan menjulurkan lidahnya dan menggodaku dengan mengatakan ‘Aku hanya bercanda’, tapi malam ini, dia mengatakan itu padaku dengan wajahnya yang memerah. “A-Aku... mau mandi bersamamu... Aku ingin berendam di bak mandi sambil dipeluk. Selama dua hari ini, waktu yang kita habiskan untuk bersama lebih sedikit dari biasanya, dan itu membuatku jadi kesepian. Selain itu...” Kaede memotong perkataannya di sini. Aku sendiri juga merasa kesepian karena kami memiliki lebih sedikit waktu untuk dihabiskam bersama, jadi aku senang mengetahui bahwa Kaede marasakan hal yang sama denganku. Dan mungkin aku bisa menebak apa akan dia katakan selanjutnya. “Aku kecewa karena tidak bisa bersamamu malam itu saat kau mengatakan dirimu menyukaiku.” Yap, sepertinya kami memang sepemikiran. Aku juga kecewa karena tidak bisa menghabiskan malam itu dengan Kaede. Ini kesalahanku karena tidak memikirkan apa yang akan dilakukan setelahnya karena terlalu fokus untuk mengungkapkan perasaanku di bawah langit berbintang. “Dan juga... malam itu kau mengatakan, [Aku akan menebusnya saat kita pulang.] Aku akan membuatmu memenuhi janji itu!” Tidak, memang benar aku bilang kalau aku akan menebusnya! Aku memang bilang begitu tapi, bukankah mandi bersama itu agak aneh, Kaede? “Ataukah, kau benci untuk mandi bersamaku...?” “Aku tidak membencinya!” Jika kau melihatku dengan mata basah seperti itu, aku tidak punya pilihan selain jujur! Ini memalukan, tapi bisa mandi bersama Kaede adalah hak istimewa yang hanya aku yang bisa menikmatinya! Aku tidak akan memberikan hak itu kepada orang lain! “Ehehe. Aku berhasil! Mandi bersamamu adalah mandi yang sudah lama kutunggutunggu! Kalau begitu aku akan segera mempersiapkannya!”



“Y-Ya, kuserahkan itu padamu. Aku akan ngeberesin piring...” Kaede mengucapkan terima kasih, dan bergegas ke kamar mandi. Meski saat itu sudah malam, semangatnya sedang memuncak. Hanya saja, dia yang sedang dalam suasana hati bahagia itu sampai-sampai membawa piringnya ke westafel. Itu memang seperti dia yang biasanya. “Aku menyetujuinya begitu saja, tapi apa aku akan baik-baik saja...” Saat mencuci piring, aku kembali ke diriku sendiri dan mencoba untuk berpikir dengan tenang. Yah, aku tidak punya pilihan selain menutup mata dan menghitung bilang prima untuk bertahan. Biasanya cukup lama untuk membersihkan bak mandi, tapi Kaede sudah kembali ke ruang tamu. Aku melanjutkan menonton film yang kuhentikan di tengah penayangan, tapi pikiranku tidak bisa fokus pada film itu. Aku beroda semoga bak mandinya belum siap. Namun, doa itu tidak terkabul, dan melodi yang ringan dimainkan untuk menginformasikan bahwa bak mandi siap digunakan. “Ayo! Ini waktunya mandi bersama yang menyenangkan, Yuya-kun! Aku akan masuk sebentar lagi, jadi kau bisa berendam di bak mandi lebih dulu. Oh ya, jangan kabur saat aku masuk seperti yang sebelumnya, oke?” “Iya, iya... aku tidak akan kabur. Aku... sudah memantapkan tekadku.” Sadarlah aku! Mungkin kami memang akan mandi bersama! Tapi selama aku memejamkan mata dan membelakanginya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Asalkan aku tidak melihat langsung tubuh telanjang sang dewi, akal sehatku tidak akan hilang. Jadi tidak apa-apa, aku bisa melalui ini. Aku membasuh tubuhku sampai bersih dan membuka tutup bak mandi. Di dalamnya, aku memasukkan krim mandi yang telah ditempatkan di depan pintu kamar mandi. Air jerinh yang ada di bak mandi itu pun berubah menjadi keruh. “Begitu ya. Dengan ini mungkin akan baik-baik saja...” Kaede tampaknya juga tidak tolol. Untuk saat ini, itu melegakan. Haaaah, senang rasanya bisa meregangkan kaki dan mandi setelah sekian lama. “Yuya-kun. Bagaimana suhu airnya?”



“Ya... suhunya mantap. Kaede-san juga harus segera masuk.” “Oke, aku aka masuk sekarang.” Pintu terbuka sambil mengeluarkan suara pelan. Aku menelan ludahku. “Maaf membuatmu menunggu, Yuya-kun.” Kaede, yang membungkus tubuhnya dengan handuk, berdiri di sana dengan pipi yang merona.



Bab 52 Seseorang Yang Begitu Polos Untuk Diolok-olok



Kulit putih dan halus seperti tembikar. Kaki yang sehat dengan proporsi daging yang tepat. Gunung kembar, yang menonjolkam handuk, benar-benar kencang dan sangat menarik. Selain itu, tampilan rambut yang disanggul terasa segar dan sangat imut. “Ada apa, Yuya-kun? Mungkinkah kau... mengharapkan sosok telanjangku?” “T-Tolol! Bukan seperti itu!” Aku menyangkalnya dengan kebiasaan detektif SMA dan memunggungi Kaede. Malahan, sosok dirinya yang mengenakan handuk seperti itu meningkatkan lebih banyak gairah kendati melihatnya telanjang. Justru karena tubuhnya tidak terlihat semuanya, sehingga esensi kecantikan wanita dapat terlihat di sana. Eh, apa sih yang kupikirkan. “Fufufu. Kau aneh Yuya-kun. Harap tunggu sebentar sementara aku membilas tubuhku,” Aku menunggu sambil mendengarkan Kaede bersenandung saat menggunakan shower di belakangku. Aku bisa merasakan tubuhku begitu tegang dan sensasi yang seolah jantungku akan melompat keluar dari mulutku. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat dibanding saat aku mengungkapkan perasaanku.



“Hei, Yuya-kun. Aku juga ingin berendam di bak mandi, jadi boolehkah aku memintamu geser sedikit?” “Y-Ya! Boleh!” “Fufufu. Kenapa kau menggunakan nada hormat? Sungguh, kau aneh Yuya-kun.” Mengatakan permisi, Kaede perlahan-lahan memasukkan kakinya ke dalam bak mandi dan menenggelamkan tubuhnya. Saat volume meningkat, air hangat meluap dari bak mandi. Suara seperti air terjun pun bergema di kamar mandi yang tenang. “Kau tidak akan bisa merilekskan diri jika berada di tepi seperti itu, tahu?” “A-Aku baik-baik saja di sini. Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa cukup rileks dengan ruang seluas ini!” Jangan melihat ke belakang. Kaede yang sekarang jelas merupakan Kaede dalam mode menyihir yang tidak kuketahui. Handuk yang menempel di tubuhnya menjadi transparan. Kulitnya lembut dan beruap. Rambut yang menjadi basah karena mandi. Tetesan air yang mengalir di dagunya dari dahinya akhirnya jatuh ke tulang selangkanya yang indah. Membayangkannya saja sudah seperti akan membuatku meledak. “Jika Yuya-kun tidak ke sini, maka aku yang akan pergi ke sana.” “Eh...? Kaede-san, apa yang kau katakan—eh?” Sosok Kaede yang lembab teras di punggungku. Lengannya melingkari pinggangku, pipinya menempel di leherku, dan hembusan nafasnya menggelitiku. Sensasi surgawi ini membunuh pikiran rasionalku. “Hei, Yuya-kun. Kenapa kau tidak mau melihatku? Mungkinkah... aku tidak menarik?” “A-Apa yang kau katakan!? Kaede-san sangatlah menarik! Bahkan hal seperti tidak perlu dipertanyakan lagi!” “Kalau begitu... melihatlah ke sini dan peluk aku...?” Aku mendengar suara sesuatu yang terlepas. Sesaat setelah itu, aku melihat handuk mandi mengapung lembut di bak mandi. Eh, itu berarti, Kaede sekarang— “Ka-Kaede-san... aku, itu... umm...”



Benar. Jika aku berbalik dengan cepat sambil memejamkan mata, aku bisa memeluk tubuh telanjang sang dewi tanpa melihatnya. Sebagai ganti dari tidak bisa melihatnya, aku akan merasakan sensasi buah yang menakjubkan dengan seluruh tubuhku, ayo puaskan diri dengan itu. Sippp, ayo lakukan—! “Pu... fufufu... maafkan aku. Aku sudah gak tahan lagi...! Yuya-kun terlalu imut!” Eh? Apa yang kau maksud dengan itu Kaede? “Habisnya, reaksimu sangat polos. Ini mungkin pembulian... tapi aku hanya ingin menjahilimu.” “......Kaede-san.” “Tapi begini-begini aku juga merasa deg-degan, tahu? Namun tau-tau kau justru puluhan kali lebih deg-degan daripadaku, dan caramu yang berusaha keras untuk berpaling begitu lucu sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk bersikap iseng.” Menambahkan ‘tehe’ di akhir perkataannya, Kaede kembali membungkus handuk di sekitar tubuhnya dan kemudian menarik diri dariku. Aku berulang kali manarik napas dalam-dalam untuk menenangkan napasku yang tidak teratur. Kepalaku terasa pusing. “Issh, mau berapa lama kau seperti itu? Kenapa kau tidak meregangkan kakimu dan merilekskan diri. Kalau mau, aku bahkan bisa memberikan pijatan kaki. Ataukah kau ingin aku memelukmu dari belakang dan menggosok punggungmu?” Oh, itu usulan yang sangat menarik! Itu kalimat yang begitu indah. Tapi sayangnya, aku tidak punya cukup waktu untuk menikmatinya. “Maaf, Kaede-san... aku... tidak bisa lagi...” “Eh? Yu-Yuya-kun! A-Apa kau baik-baik saja!?” Kesadaranku menjadi gelap ketika mendegar suara panik Kaede.



Bab 53 Bantal Pangkuan Adalah Impian Seorang Pria



Begitu aku kembali sadarkan diri, aku merasakan sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya di kepalaku. Seingatku, harusnya aku mandi dengan Kaede, dan dia mengatakan sesuatu tentang memelukku dari belakang dan memijatku, tapi aku tidak ingat apapun selain itu. “Oh! Kau sudah sadar Yuya-kun. Bagaimana perasaanmu?” Apa yang masuk ke dalam pandanganku adalah dua bukit. Wajah Kaede mengintip dari puncaknya, dengan ekspresi seorang dewi yang penuh kasih. Nampaknya aku sedang berbaring di ranjang di kamar tidur. Eh, kenapa wajahnya berada tepat di atasku? Dan lagi sensasi ini, mungkinkah ini adalah bantal pangkuan seorang gadis yang legendaris itu? “Kepalaku masih agak pusing, tapi aku baik-baik saja. Lebih penting lagi, situasi ini...?” Meski aku merasa senang dengan bantal pangkuan, aku juga merasa malu, jadi aku mencoba untuk bangun, tapi Kaede menghentikanku. “Kau tidak boleh bangun dulu, bagaimanapun juga kau habis pingsan di bak mandi. Aku kaget ketika kau tiba-tiba terjatuh tadi. Jadi kau harus tetap di pangkuanku sampai aku mengatakan tidak apa-apa.” “Begitu ya... itu pasti membuatmu khawatir. Maaf, Kaede-san.” Mengatakan tidak apa-apa, Kaede menatapku dengan lembut. Begitu ya, jadi aku pingsan di bak mandi, ya? Hmm? Tunggu sebentar, aku yakin kalau aku telanjang saat aku pingsan tadi. Tapi sekarang aku sudah memakai piyama. Siapa yang mengenakan ini padaku!? Jangan bilang—! “Itu... aku tahu segalanya tentangmu. Aku tahu kalau itu adalah sesuatu yang seharusnya tidak kuketahui dulu, tapi ini darurat, jadi mau bagaimana lagi...” Kaede menjawab dengan malu-malu sambil tersipu. Seriusan nih. Apa Kaede menggantikan pakaianku? Apa aku benar-benar mengungkapkan segalanya padanya? Entah kenapa aku merasa seperti orang yang menyendihkan dan ingin mati saja. “Tubuhmu, itu... meski kencang, tapi juga sangat lembut dan indah. Aku sangat ingin menyentuhnya.” “Hmm...? Kau ingin menyentuhnya? Apa kau cuman melihat tadi?”



“Aku berharap aku bisa melakukan segalanya sebagai pacar, tapi seperti yang bisa dibayangkan, mustahil bagiku untuk menyelamatkanmu dari bak mandi, mengenakan pakaian, dan membawamu ke ranjang sendirian. Jadi aku meminta bantuan dari Miyamoto-san.” Mengatakan itu adalah kesalahan seumur hidur, Kaede mengepalkan tangannya karena frustasi. Begitu ya, kalau dipikir-dipikir, seorang gadis normal tidak akan memiliki kekuatan untuk menggendong seorang anak laki-laki SMA. Dalam hal ini, dia tidak punya pilhan selain meminta Miyamoto-san, si kepala pelayan, untuk membantunya. “Miyamoto-san yang melakukan segalanya, dan aku hanya bisa menonton... itu disayangkan.” “Tidak, itu sama sekali tidak disayangkan. Dari pada itu, bisakah kau berhenti berbohong seperti itu adalah kebenaran? Itu buruk untuk jantung tahu.” “Pada akhirnya, aku tidak bisa melihat tubuh Yuya-kun dengan baik... Oh, benar! Tubuhmu masih terasa cukup panas, kan? Kenapa kau tidak melepas atasanmu saja? Tidak, ayo lepaskan! Biarkan aku melepaskannya!” “Tungg— Kaede-san!? Tidak! Hentikan!” [Catatan Penerjemah: Jijik ajg gua baca kalimat raw-nya (Dame! Yameteeeee!).] Aku meraih tangannya dan berusaha keras menahannya yang mencoba meraih ujung piyamaku. “Ugh... ini hukuman untuk anak yang melawan!” Kaede yang sangat kesal memilh tindakan untuk menekan buah melimpahnya ke wajahku. Saat mandi, HP-ku terkikis saat merasakan senansi yang luar biasa dari gabungan kelembutan dan elastisitas di punggunggku. Dan saat kuperhatikan, orang ini tidak mengenakan apapun di balik piyamanya. Dengan kata lain, Kaede sekarang— [Catatan Penerjemah: HP yang dimaksud di sini adalah Hit Points yang menjelaskan kondisi nyawa dalam suatu gim.] “Oke, oke! Aku yang kalah! Kau nanti bisa melakukan apapun yang kau inginkan padaku, jadi untuk sekarang menjauhlah dariku! Kumohon!” “Fufu... Fufu... Aaah... Fufufu. Baguslah kalau kau mengerti. Kalau begitu, permisi—”



Saat ujung piyamaku ditarik, Kaede meletakkan kepalanya di atas perutku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya bahagia, tapi dia memicingkan matanya dengan puas. “Haaa... bantal perut Yuya-kun memang yang terbaik. Bolehkah aku tidur seperti ini?” “......Tidak boleh.” “Issh. Yuya-kun pelit banget. Jika kau meminjamiku perut ini malam ini, besok malam kau bisa menggunakan perutku sebagai bantalmu loh? Atau, kau maunya mengubur wajahmu di tempat lain daripada di perutuku?” Guhaa! Aku memuntahkan darah dari jantungku terhadap Kaede yang dari sosok dewi menjadi iblis dengan senyuman menyihir. Bahkan sampai membuatku jadi tersedak. “Ka-Kaede-san! Apa sih yang kau bicarakan!?” “Eh, kau tidak mengerti? Yang kumaksud bukan perutuku, tapi payud—” “Hentikaaaaaaaan!! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi!” Untuk memulai kembali Kaede yang memasuki mode pelarian, aku tanpa ampun memukulnya dengan sentilan di kepalanya. “Aduh” jeritnya dengan imut. Maaf ya, tapi aku tidak punya pilihan selain melakukan ini untuk membuatmu kembali ke akal sehatmu. “Aku tidak akan membiarkanmu menggunakan perutku sebagai bantal, dan juga tidak akan menggunakan perutmu sebagai bantal. Sebagai gantinya... apa ini tidak apa-apa?” Aku dengan lembut mendekati Kaede, yang sedang duduk sambil memegangi kepalanya, dan memeluknya. Dia mengeluarkan desahan gembira, tapi ini bukanlah akhir. Aku menggendong tubuhnya di lenganku dan membaringkannya ke atas ranjang. “Aku tidak akan melepaskanmu malam ini. Jadi bersiaplah untuk itu, Kaede-san.” “Y-Ya... itu, terima kasih.”



Dengan sikap lemah lembut seperti kucing dan pipi semerah apel yang siap dimakan, Kaede membenamankan wajahnya di dadaku. Segera setelah aku memasuki selimut dan memejamkan mata sambil memeluk Kaede, aku mulai tidur. “Ugh... bahkan setelah menjadi pacar, Yuya-kun tetap seperti Yuya-kun yang biasannya. Penjagaannya terlalu ketat... Tidak, malah mungkin menjadi lebih ketat lagi? Apa yang harus kulakukan....” Apa sih yang kau pikirkan, Kaede? Tapi tanpa berani menyela, aku melepaskan kesadaranku ke dalam mimpi.