SAATNYA PENELITI BERBICARA DI MEDIA, Membumikan Sains, Mencerdaskan Bangsa
 9786021681527 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...

Table of contents :
cover 07292019.pdf (p.1)
Media OL 20190729.pdf (p.2-218)

Citation preview

SAATNYA PENELITI



BERBICARA DI MEDIA Membumikan sains, mencerdaskan bangsa



Penulis: Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si. Peneliti Ahli Utama, Pusat Litbang Hutan



Editor: Theresia Sufa The Jakarta Post



PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN



Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan



Bogor, 2019



i



SAATNYA PENELITI BERBICARA DI MEDIA, Membumikan Sains, Mencerdaskan Bangsa



©Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang (2019)



Penulis



: Hendra Gunawan (Peneliti Ahli Utama, Pusat Litbangn Hutan)



Editor



: Theresia Sufa (The Jakarta Post)



Penyunting bahasa : Sugiarti (Humas LIPI) Desain sampul dan tata letak



: Tatang Rohana (Humas LIPI)



Kontributor foto



: Sugiarti (LIPI), Arief Raditya (FORDA), Tri Atmoko (Balitek KSDA Samboja), Keni Sultan ( Taman Safari Indonesia), Anton Ario (CI), Mercusiana (TN. Gunung Halimun Salak).



Penerbit



: Pusat Litbang Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610



ISBN



: 978-602-1681-52-7



Cara pengutipan: Gunawan H. 2019. Saatnya Peneliti Berbicara di Media, Membumikan Sains, Mencerdaskan Bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.



ii



SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki tugas menyelenggarakan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang liingkungan hidup dan kehutanan, termasuk penyebarluasan hasil-hasilnya kepada pengguna, baik internal maupun eksternal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oleh karen a itu, merupakan suatu keharusan bagi para peneliti untuk memiliki keahlian di bidang penelitian, pengembangan dan inovasi serta ketrampilan dalam mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pengguna. Penyebarluasan Ilmu, pengetahuan dan teknologi (IPTEK) hasil-hasil litbang dan inovasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Disamping melalui cara yang standar seperti penerbitan majalah ilmiah, seminar maupun sosialisasi, juga sangat efektif disebarluaskan melalui media publik, seperti koran (baik cetak maupun on line), radio dan televisi. Media publik seperti koran, radio dan televisi memiliki jangkauan yang lebih luas sehingga lebib banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi IPTEK hasil litbang dan inovasi. Disamping itu, bahasa yang digunakan di media publik juga lebih mudah dimengerti dan dipahami sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima oleh masyarakat umum. Ketrampilan berkomunikasi dengan bahasa populer, baik tertulis maupun lisan masih merupakan kendala yang harus diatasi oleh banyak peneliti. Pelatihan-pelatihan penulisan populer untuk koran, presentasi sains untuk masyarakat umum dan pelatihan berbicara sains kepada media merupakan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka penyebarluasan IPTEK sehingga meningkatkan nilai guna hasil litbang dan inovasi bagi masyarakat umum. Kehadiran buku berjudul “Saatnya Peneliti Berbicara Di Media, Membumikan Sains, Mencerdaskan Bangsa” diharapkan dapat membantu dan memotivasi para peneliti untuk lebih banyak mengkomunikasikan hasil litbang dan inovasinya kepada masyarakat melalui berbagai media publik. Kepada penulis, disampaikan penghargaan dan terima kasih atas kontribusinya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya peneliti melalui sharing pengetahuan dan pengalamannya. Semoga buku ini banyak memberikan manfaat bagi pembacanya.



Jakarta,



Maret 2019



Kepala Badan Litbang dan Inovasi.



Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc.



iii



SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang pengelolaan hutan. Salah satu fungsinya adalah mendiseminasikan hasil penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang pengelolaan hutan. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan ketrampilan yang baik pula. Peneliti sebagai aktor utama dalam kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi telah dibekali ilmu pengetahuan tentang kerisetan melalui pendidikan formal maupun diklat fungsional. Peneliti tidak hanya dituntut harus handal dalam melaksanakan penelitian, tetapi juga harus terampil dalam menyampaikan hasil-hasil penelitian melalui berbagai media. Kemampuan dalam menulis di majalah ilmiah maupu presentasi di seminar ilmiah, sudah tidak perlu diragukan lagi. Faktanya, penyebarluasan hasil litbang dan inovasi melalui majalah dan seminar ilmiah masih dirasa kurang memberikan manfaat karena sulit diakses dan dimengerti oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, hasil-hasil litbang dan inovasi perlu disebarluaskan melalui media publik yang memiliki jangkauan lebih luas dan mudah dimengerti oleh masyarakat umum sehingga lebih mudah diterima dan diaplikasikan. Kemampuan peneliti dalam mengkomunikasikan hasil litbang dan inovasi dengan bahasa populer di media publik seperti koran, redio dan televisi, masih menjadi kendala yang perlu dibenahi, baik melalui pelatihan maupun pembinaan. Buku Saatnya Peneliti Berbicara Di Media, Membumikan Sains, Mencerdaskan Bangsa” diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi para peneliti untuk berbicara di media publik agar hasil-hasil litbang dan inovasinya dapat menyebar lebih luas dan menjangkau lebih banyak masyarakat. Kepada penulis disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kontribusinya berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk dalam rangka peningkatan kerampilan mengkomunikasikan hasil litbang dan inovasi di media publik. Akhirnya, semoga buku ini memberikan banyak manfaat bagi pembacanya. Bogor,



Maret 2019



Kepala Pusat Litbang Hutan



Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc.



iv



KATA PENGANTAR Penelitian memegang peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa dan negara. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang merupakan basis dari berbagai kemajuan suatu bangsa bersumber pada penelitian, pengembangan dan pengkajian yang dihasilkan oleh para peneliti. Banyak hasil penelitian tidak termanfaatkan secara optimal disebabkan kurang dikomunikasikan kepada publik. Menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak umum memerlukan metode dan media yang berbeda dengan mempublikasikan karya tulis ilmiah di majalah ilmiah. Hasil penelitian yang bersifat ilmiah dan rumit bagi masyarakat awam perlu diterjemahkan dalam bahasa publik yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. Dalam hal ini, kemampuan berkomunikasi seperti yang dimiliki oleh para humas (public relation) memegang peran yang penting. Di sisi lain, para jurnalis atau wartawan memiliki kemampuan penulisan jurnalistik yang menarik dan mudah dibaca oleh khalayak awam. Peneliti, humas dan jurnalis dapat bersinergi bersama sama menyampaikan sains kepada publik, sehingga hasil penelitian menjadi membumi dan bisa menjadi alat menerdaskan bangsa. Buku ini merupakan kompilasi atau kliping koran yang memuat hasil penelitian dan pendpat peneliti berbasis keahlian dan pengalaman hasil penelitian yang dimuat di berbagai media. Buku ini dimaksudkan untuk mendorong para peneliti muda agar aktif berbagi pengetahuan hasil penelitan kepada publik, sebagai bentuk tanggung jawab moral atas hasil kerja yang dibiayai oleh uang rakyat. Penulis juga ingin menekankan pentingnya peran wartawan sebagai partner peneliti dan pentingnya peran humas sebagai penyampai (komunikator) hasil penelitian. Di sisi lain, peneliti perlu meningkatkan kecakapan berkomunikasi dan membangun jejaring dengan awak media. Oleh karena itu, penulis juga menyampaikan materi-materi sebagai bekal bagi para peneliti untuk “berbicara kepada media”. Materi-materi tersebut dikompilasi dari berbagai sumber termasuk dari modul pelatihan yang pernah penulis ikuti. Akhirnya, penulis berharap buku ini bermanfaat, khususnya bagi para peneliti pertama dan peneliti muda, minimal sebagai inspirasi dan motivasi untuk lebih aktif menyebarluaskan hasil-hasil penelitia melalui berbagai media yang mampu menjangkau masyarakat luas. Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini. Bogor, Maret 2019. Penulis,



Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si.



v



UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada: MEDIA: www.thejakartapost.com, nationalgeographic.grid.id, REPUBLIKA.co.id, Lipi.go.id, m.inilah.com, megapolitan.antaranews.co, m.antaranews.com, detikNews, Serambinews.com, Liputan6.com, www.radarbogor.id, Tribunnews.com, TEMPO.CO, Merdeka.com, Sindonews.com, Kabar24.com, dishut.jabarprov.go.id, jabarprov.go.id, puslitbanghut.or.id, puspijak.org, jatim.antaranews.com, www.suarasurabaya.net, www.kompasiana.com, Greeners.co, Garutnews.com, www.perhutani.co.id, www.mongabay.co.id, VIVA.co.id, news.detik.com, www.kaskus.co.id, URI.co.id, jabar.tribunnews.com, www.menlhk.go.id, www.gedepangrango.org, Kontan.co.id, harian.analisadaily.com, www.forda-mof.org, www.nu.or.id, sultra.antaranews.com, m.antarakepri.com, agroindonesia.co.id, balitek-ksda.or.id, www.pertamina.com, matachrip.wordpress.com, mediaindonesia.com, greatedu.co.id, www.validnews.id, www.biotek.lipi.go.id, www.bpk-palembang.org, www.kebunrayasriwijaya.com, www.unesco.org, haisukabumi.wordpress.com, sindobatam.com, ppid.menlhk.go.id, m.harnas.co, www.jakartaforum.co.id, aeknauli.org, en.antaranews.com, kompas.id, , jabarklik.com, jabar.pojoksatu.id, ksdae.menlhk.go.id, industri.kontan.co.id, wcclas.org, swara samboja. LEMBAGA: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen KSDAE, LIPI, Badan Litbang dan Inovasi (FORDA), Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pusat Litbang Hutan (Puskonser), Puslit Biologi LIPI, Pusltbang Sosekjak PI, Puslit Biotek LIPI, UNESCO, JICA, Balai Litbang Teknologi KSDA Samboja, Balai Litbang LHK Palembang, Balai Litbang LHK Aek Nauli, Balai Litbang LHK Manado, Taman Nasional Gunung Gede-Gunung Pangrango, Perhutani, Taman Safari Indonesia, Kebun Binatang Bandung, PT. Pertamina RU VI Balongan, PT. AGM Gunung Putri, PT. TIV Ciherang, PT. AGM Mekarsari, PT. TIV Babakan Pari, WCCLAS (Wild Cat Conservation Legal Aid Society), Komunitas Fotografi Forda (KFF), Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (FORMATA), Forum Konservasi Rafflesia dan Amorphophalus (FORAMOR).



vi



PERORANGAN Sugiarti (Humas LIPI), Valerina Daniel, Prita Laura (Metro TV), Tantri Moerdopo (Metro TV), Theresia Sufa (The Jakarta Post), Laily Rahmawaty (Antara), Ratih Prahesti Sudarsono (kompas.id), Subagyo (Antara), Dwi Murdaningsih (Republika), Panji Prayitno (Liputan6), Azis Senong (Antara Sultra), Hariyawan A. Wahyudi (Mongabay), Teuku Muhammad Guci Syaifudin (Tribunnews), Mukhlis Dinillah (detikNews), Anwar Siswadi (Tempo.co), Dian Rosadi (Merdeka.com), Haryudi (SindoNews), Samdysara Saragih (Bisnis.com), Parno (jabarprov.go.id), Sintia Juniar(Kompasiana), Danny Kosasih (Greeners.co), Indra Syahputra (Harian Analisa), Sugiharto (Agro Indonesia), Achmad Sudarso (Liputan6), M. Sidik Permana (Tempo.co), Saud MC Kashmir (Antara Kepri), Farhan (detikNews), Rizda Hutagalung (FORDA), Noverius Laoli (Kontan.co.id), Elisabet Hasibuan (validnews.co), Donny Iqbal (Mongabay), Avi (biotek.lipi.go.id), Nauval Astuti (URI.co.id), Kristiadi (Medcom.id), Dwi Pramudyawardhani (Kompasiana), Ahmad Rozali (NU online), Yenny Hardiyanti (School Media News), Yudha Manggala P. Putra (Repblika.co.id). Didik Kusbiantoro (Antara Jatim), Fatkhurohman Taufik (suarasurabaya.net), Dian Purbarani (CSR Pertamina), Hanum H. Ilmi (CSR Pertamina), Winarni (Kebun Raya Cibodas), Arya Dipa (The Jakarta Post), Slamet Agus Sudarmojo (antaranews.com), Priyo Kusumedi (FORDA), Wanda Kuswanda (aeknauli.org). Mulya Achdami (Harian Nasional), Djati Witjaksono Hadi (Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tuti (FORDA), Sutana (sindobatam.com ), M. Rofik (sindobatam.com), Esti Winasti (Puslit Biologi), Noverius Laoli (kontan.co.id), Ali Mulyanto (www.gedepangrango.org), Kristiadi (Metrotvnews.com). Abdulah Fikri Ashri (Kompas), Izan (Antara), Lilis (Republika), Nunung (Media Indonesia). Arie Suchair (FORDA), Raditya Arif (FORDA), Budi Kanto (FORDA), Tri Atmoko (Balai Litbang Teknologi KSDA Samboja). Atas kerjasama dan dukungannya, semoga Tuhan YME membalasnya dengan limpahan anugerah dan keberkahan. Amin YRA. Penulis,



Dr. Hendra Gunawan, M.Si.



vii



DAFTAR ISI Halaman SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI



iii



SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN



iv



KATA PENGANTAR



v



UCAPAN TERIMA KASIH



vi



DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN



ix



I.



PENDAHULUAN



1



II.



MENGAPA PENELITI HARUS MENGGUNAKAN MEDIA?



3



III.



MEMAHAMI WARTAWAN



4



IV.



LUMPERS DAN SPLITTERS



7



V.



MENGHADAPI WAWANCARA



8



VI.



MENCARI BANTUAN DARI AHLI KOMUNIKASI



9



VII.



KAPAN HARUS BICARA KEPADA MEDIA?



10



VIII. 7 KIAT DALAM MERENCANAKAN MENGGUNKAN MEDIA



11



IX.



MERANCANG PESAN



13



X.



MENYAMPAIKAN CERITA



14



XI.



WAWANCARA DENGAN MEDIA



16



XII.



UNTUK MEDIA APA CERITA ANDA COCOK?



18



XIII. JIKA MEDIA DATANG KEPADA ANDA



20



XIV. 10 KIAT MENGHADAPI WAWANCARA KONTROVERSIAL



21



XV.



22



KIAT UNTUK BERBICARA DENGAN MEDIA



XVI. 22 KIAT TENTANG APA YANG HARUS DIPAKAI UNTUK WAWANCARA TV



24



XVII. APA YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA BERBICARA KEPADA MEDIA



26



XVIII. 5 KESALAHAN YANG ANDA BUAT SAAT BERBICARA KE MEDIA



28



XIX. MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI PEWARTA PENELITIAN



30



DAFTAR PUSTAKA



32



LAMPIRAN KLIPING MEDIA ON LINE



35



BIOGRAFI PENULIS



viii



viii



194



DAFTAR LAMPIRAN KLIPING MENURUT KELOMPOK TOPIK BERITA No.



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA 1.



FOKSI Gelar Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa



dishut.jabarprov.go.id



28 Jan 2014



38



2.



Macan Tutul Jawa Terancam Punah, FOKSI Gelar Konferensi Nasional



dishut.jabarprov.go.id



28 Jan 2014



39



3.



Macan Tutul Jawa dinyatakan langka



Sindonews.com



29 Jan 2014



40



4.



Konservasi Macan Tutul Jawa Dirumuskan



TEMPO.CO



30 Jan 2014



41



5.



Macan Tutul Jawa Teridentifikasi di Hutan Konservasi Jatim



jatim.antaranews.com



04 Feb 2014



42



6.



More Plans Made to Save Javan Leopard



www.thejakartapost.com



03 Feb 2014



43



7.



Leopard Detected in Conservation Forests in East Java



en.antaranews.com



04 Feb 2014



44



8.



Macan Tutul Jawa Teridentifikasi di Hutan Jatim



www.suarasurabaya.net



05 Feb 2014



45



9.



Perlindungan Bagi Raja Hutan Jawa



www.perhutani.co.id



12 Feb 2014



46



10.



Camera Traps Reveal Undiscovered Leopard Population in Javan forest



wcclas.org/index.php



19 Feb 2017



47



11.



Ujung Batas Satwa Karnivora yang Tersisa di Pulau Jawa



www.kompasiana.com



07 Feb 2014



48



12.



Inilah Ancaman Serius Macan Tutul



Garutnews.com



22 Feb 2014



50



13.



Pertama Kali Terfoto Kamera Trap, MacanTutul Terbukti Masih Ada di Cikepuh



www.mongabay.co.id



10 Feb 2017



52



14.



Empat Ekor Macan Tutul Turun Gunung



jabar.metrotvnews.com



03 Apr 2015



54



15.



Jejak Macan Tutul Kembali Terlihat Di Cagar Alam Cabak, Jawa Tengah



m.rri.co.id



7 Mar 2017



55



16.



KLHK Temukan Jejak Macan Tutul di Blora



Kabar24.com



07 Mar 2017



56



17.



Macan Tutul Sering Masuk Pemukiman, Puslitbang Hutan Membuat Peta Rawan Konflik Macan Tutul



puslitbanghut.or.id



21 Mar 2017



57



ix



No.



x



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



18.



Jejak Macan Tutul Terlihat Lagi di Pati Jateng



m.inilah.com



08 Mar 2017



58



19.



Cerita Macan Tutul Turun Gunung Sawal ke Permukiman Warga



news.detik.com



25 Apr 2017



59



20.



Ahli: Habitat Macan Tutul di Jabar Berada di Gunung



Tribunnews.com



25 Apr 2017



60



21.



Ahli: Habitat Macan Tutul di Jabar Berada di Gunung



www.kaskus.co.id



25 Apr 2017



61



22.



Ini Penyebab Macan Tutul turun gunung masuk permukiman warga



Merdeka.com



25 Apr 2017



62



23.



Kelestarian Macan Tutul Perlu Pengawasan Intensif dan Restorasi Kawasan



dishut.jabarprov.go.id



25 Apr 2017



63



24.



Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar



URI.co.id



25 Apr 2017



64



25.



Sawal Forest Coverage Area is Decreased



dishut.jabarprov.go.id



25 Apr 2017



65



26.



Preservation of Leopards Requires Intensive Monitoring and Area Restoration



dishut.jabarprov.go.id



25 Apr 2017



66



27.



Teritorial Macan Tutul di Jawa Barat Mulai Menghilang



jabar.pojoksatu.id



26 Apr 2017



67



28.



Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar



jabar.tribunnews.com



25 Apr 2017



68



29.



Nasib Hutan dan Tanggungjawab Kita



harian.analisadaily.com



29 Jul 2018



69



30.



Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah BBTNGGP



ksdae.menlhk.go.id



13 Des 2017



70



31.



Seminar Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)



www.gedepangrango.org



16 Des 2017



72



32.



Status Populasi dan Habitat Macan Tutul Jawa Kembali Dievaluasi



www.menlhk.go.id



01 Feb 2018



74



33.



BKSDA: Populasi Macan Tutul Di Jabar Misterius



jabarklik.com



Tanpa tanggal



75



34.



Mengenal Macan Tutul Jawa dengan Carnival



www.kompasiana.com



04 Des 2018



76



No. 35.



Judul Berita Sedih, Macan Tutul Ini Mati Ditembak karena Dianggap Meresahkan



Media www.mongabay.co.id



Tanggal Terbit 05 Des 2018



Hal. 78



KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI PEGUNUNGAN MEKONGGA 36.



Mengusung Mekongga sebagai Kawasan Konservasi



www.forda-mof.org



28 Mei 2012



82



37.



Pegunungan Mekongga Diusulkan Jadi Kawasan Taman Nasional



sultra.antaranews.com



22 Jan 2013



83



38.



Kawasan Mekongga Diusulkan Jadi Taman Nasional



Lipi.go.id



30 Jan 2013



84



39.



Lokakarya Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung Komplek Hutan Pegunungan Mekongga Menjadi Taman Nasional



puslitbanghut.or.id



22 Jan 2013



85



40.



Berdasarkan Riset, Pegunungan Mekongga Layak sebagai Kawasan Konservasi



www.forda-mof.org



31 Jan 2013



86



41.



International Cooperative Biodiversity Group - ICBG 20092013: Capaian dan Pembelajaran



www.forda-mof.org



20 Apr 2013



88



KEANAEKARAGMAN HAYATI PULAU PEJANTAN 42.



KLHK Fokus Pencarian Black Geyser di Pejantan



kepri.antaranews.com



30 Jan 2017



92



43.



Di Pulau Pejantan-Kepulauan Riau, Peneliti KLH Temukan Ekosistem Unik yang Tidak Ada di Klasifikasi Tipe Ekosistem



www.forda-mof.org



08 Mar 2017



93



44.



Spesies Biawak dan Tupai Terbang Baru Ditemukan di Kepri



news.detik.com



08 Mar 2017



94



45.



Pejantan yang Masih Perawan



m.harnas.co



08 Mar 2017



95



46.



Pulau Pejantan, Kawasan Esensial Yang Belum Terjamah



www.jakartaforum.co.id



08 Mar 2017



96



47.



Akrabkan Diri dengan Media, BLI Adakan Jumpa Pers



www.forda-mof.org



08 Mar 2017



97



48.



Peneliti KLHK Rekomendasikan Pulau Pejantan Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Berbentuk TWA atau KKE



www.forda-mof.org



08 Mar 2017



98



49.



Pulau Pejantan, Kawasan Esensial yang Belum Terjamah



www.forda-mof.org



09 Mar 2017



100



xi



No.



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



50.



KLHK Teliti Pulau Pejantan yang Belum Terjamah



m.inilah.com



09 Mar 2017



101



51.



Mengenal Pulau Pejantan



aeknauli.org



09 Mar 2017



102



52.



Banyak Spesies Baru di Pulau Pejantan, KLHK Kirim Peneliti



TEMPO.CO



09 Mar 2017



103



53.



Pulau Pejantan, Tempat Dimana Hutan Tumbuh di Atas Batu



VIVA.co.id



09 Mar 2017



104



54.



Ada 350 Spesies Baru di Pulau Pejantan Riau? Ini Temuan Kemen LHK



Liputan6.com



09 Mar 2017



106



55.



Pulau Pejantan: Potensi Ekonomi yang Belum Terekspos



puspijak.org



09 Mar 2017



107



56.



Pulau Pejantan Kawasan Esensial yang Belum Terjamah.



www.forda-mof.org



09 Mar 2017



108



57.



40 Spesies di Pulau Pejantan Belum Teridentifikasi



REPUBlIKA.co.id



10 Mar 2017



109



58.



Pulau Pejantan Jadi Pusat Penelitian Dunia



sindobatam.com



27 Mar 2017



110



59.



Kementrian LHK Bahas Temuan Pejantan



m.antarakepri.com



12 Jul 2017



112



60.



Tindak Lanjut Sinkronisasi Kegiatan BLI dan Ditjen KSDAE terkait Pulau Pejantan



www.forda-mof.org



21 Mar 2018



113



61.



Mengungkap Misteri Pulau Pejantan



agroindonesia.co.id



02 Agt 2017



114



62.



KLHK Teliti 350 Spesies Baru di Pulau Pejantan



Greeners.co



12 Mar 2017



116



PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN MITIGASI BENCANA



xii



63.



Pendidikan Pelestarian Lingkungan untuk Pelajar. Kerjasama PT. Sharp dan Balitek KSDA



balitek-ksda.or.id



06 Mei 2015



118



64.



RU VI Fasilitasi Penyusunan Kurikulum Sekolah Mangrove



www.pertamina.com



05 Jun 2017



119



65.



Pendidikan Pelestarian Lingkungan untuk Pelajar



www.forda-mof.org



05 Mei 2015



120



66.



Karangsong Terus Dikembangkan Pelestarian Mangove masuk Kuirikulum Sakolah



Kompas.id



29 Okt 2017



121



No.



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



67.



Karangsong: Kemolekan Surga Mangrove di Pesisir Indramayu yang Lahir Setelah Petaka



matachrip.wordpress. com



30 Des 2017



122



68.



Sekolah Mangrove Seru di Indramayu



Liputan6.com



07 Okt 2017



124



69.



Sekolah Mangrove, Tongkat Estafet Penjaga Lingkungan Pesisir Indramayu



mediaindonesia.com



23 Jul 2018



125



70.



Sekolah Mangrove Ini Pantas jadi Contoh, Untuk Masa Depan Ekonomi Masyarakat Pesisir



Serambinews.com



16 Des 2018



126



71.



Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Mencetak Generasi Peduli Lingkungan



nationalgeographic.grid. id



19 Des 2018



128



72.



Pertamina RU VI Adakan Bimbingan Teknis Kurikulum Mangrove bagi Guru dan Kepala Sekolah



www.pertamina.com



11 Jul 2018



130



73.



Pertamina RU VI Bagikan Ribuan Buku PLH Mangrove



REPUBLIKA.co.id



16 Jan 2019



131



74.



Environmental Education Supports Mangrove Conservation in Indramayu



www.thejakartapost.com



31 Des 2018



132



75.



Mitigasi Bencana Bagian Dari Pendidikan Lingkungan Hidup



m.antaranews.com



17 Jan 2019



133



76.



Mitigasi Bencana Bagian Dari Pendidikan Lingkungan Hidup



megapolitan.antaranews. com



17 Jan 2019



134



77.



KLHK: Bencana dan Kerusakan Lingkungan Satu Lingkaran



www.validnews.id



17 Jan 2019



135



78.



Bencana dan Lingkungan Rusak Berkaitan, KLHK: Mitigasi Bencana Harus Masuk Kurikulum



greatedu.co.id



17 Jan 2019



136



79.



Pendidikan Mitigasi Bencana Saatnya Masuk Kurikulum Sekolah



www.koran-jakarta.com



18 Jan 2019



137



80.



Kurikulum Mangrove Karya Peneliti KLHK Raih Rekor MURI



www.indopos.co.id



17 Feb 2019



138



81.



Rekor Muri untuk Kurikulum Sekolah Mangrove



Kompas.id



15 Feb 2019



140



82.



Pendidikan Mitigasi Bencana Perlu Diadopsi dalam Kurikulum Pendidikan



www.nu.or.id



18 Jan 2019



142



xiii



No.



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



83.



Kurikulum Mangrove Karya Peneliti KLHK Raih MURI



m.inilah.com



18 Feb 2019



143



84.



Raih Rekor Muri, Kurikulum Mangrove KLHK Dijadikan Instrumen Cinta Lingkungan Sejak Dini



klikhijau.com



18 Feb 2019



144



85.



Menteri LHK Siti Nurbaya Dorong Badan Litbang Dan Inovasi Jadikan Hutan Mangrove Karangsong Sebagai Pusat Riset Mangrove Indonesia



puslitbanghut.or.id



15 Feb 2019



146



86.



Tanam “Masa Depan Pesisir Indramayu”



Kompas



20 Juni 2019



148



PEMBINAAN PENELITI 87.



HKI Akan Menjadi Salah Satu Target Badan Liitbang Kehutanan



Balitek-ksda.or.id



21 Okt 2014



150



88.



“State of The Art" Penulisan Ilmiah



www.forda-mof.org



21 Okt 2014



151



89.



State of the Art Penulisan Ilmiah



Balitek-ksda.or.id



22 Okt 2014



152



90.



Peneliti Harus Berorientasi Pada Inovasi



www.bpk-palembang.org



10 Des 2015



153



91.



Saatnya Peneliti Muda Membangun Jejaring di Blantika Riset



www.biotek.lipi.go.id



18 Sep 2017



154



92.



Buku Inovasi BLI, Kisah Sukses Peneliti



www.forda-mof.org



18 Mar 2017



156



KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI EX SITU, TAMAN KEHATI DAN HUTAN KOTA



xiv



93.



KLHK : Taman Kehati Tingkatkan Keanekaragaman Hayati



94.



95. 96.



m.antaranews.com



12 Mei 2016



158



Bantu Pembangunan Taman Kehati, www.forda-mof.org Peneliti BLI Tulis Buku Sistem Monev Kehati di Taman Kehati



12 Mei 2016



159



Pelatihan Pengelolaan Keaneragaman Hayati



www.forda-mof.org



05 Agt 2015



160



Taman Kehati Tingkatkan Keanekaragaman Hayati



REPUBLIKA.co.id



24 Mei 2016



161



No.



Judul Berita



Media



97.



Laporan Hasil Kegiatan Percepatan www.kebunrayasriwijaya. Pembangunan Taman com Keanekaragaman Hayati dan Kebun Raya di Jakarta



98.



KLHK: Pembangunan Taman Kehati Dukung Konservasi



99.



Tanggal Terbit



Hal.



22 Jun 2016



162



industri.kontan.co.id



16 Mei 2016



164



School students get involved in reforesting W. Java industrial park



www.thejakartapost.com



13 Nov 2016



165



100.



Bunga Bangkai di Majalengka Bukan Rafflesia Arnoldii, Lalu Apa?



Liputan6.com



18 Okt 2016



166



101.



Kini Indramayu Punya Rusa dari Bogor



Kompas.id



03 Nov 2017



167



102.



One Man One Tree Jaga Kualitas dan Kuantitas Air Aqua Tanam 100 Pohon



haisukabumi.com



10 Mar 2017



170



103.



Siswa SD Belajar Konservasi di Taman Kehati



megapolitan.antaranews. com



18 Nov 2017



171



104.



Puslitbang Hutan Dukung Program “Taman Kehati” Ditjen KSDAE melalui Riset dan Pendampingan Tenaga Ahli



www.forda-mof.org



19 Mar 2017



172



105.



Kenali Lingkungan Sejak Dini



www.radarbogor.id



20 Nov 2017



173



106.



Pemkab Bogor Mendorong Perusahaan Membangun Taman Kehati



megapolitan.antaranews. com



18 Nov 2017



174



107.



Tanaman Langka Keberadaan Bunga Rafflesia di Kuningan Perlu Perlindungan



kompas.id/baca/ nusantara



6 Mei 2019



175



RESTORASI EKOSISTEM 108.



FGD Restorasi Ekosistem: Kriteria Penentuan Lokasi Strategis bagi IUPHHK-RE di Hutan Produksi



dishut.jabarprov.go.id



31 Mar 2014



178



109.



UNESCO Supports the Strategic Environmental Assessment to Conserve the Tropical Rainforest Heritage of Sumatera



www.unesco.org



29 Sep 2014



180



110.



Bedah Buku: Restorasi Ekosistem Merapi Pasca Erupsi



www.forda-mof.org



23 Nov 2014



182



111.



FGD Restorasi Ekosistem Kriteria Penentuan Lokasi Strategis bagi IUPHHK-RE di Hutan Produksi



www.forda-mof.org



31 Mar 2014



184



xv



No.



Judul Berita



Media



Tanggal Terbit



Hal.



KOMUNITAS FOTOGRAFI FORDA (KFF)



xvi



112.



Fotografi dalam Riset, Lebih dari Sekedar Hobi



www.forda-mof.org



26 Jul 2013



186



113.



Capacity Building, KFF Bekerjasama dengan ICRAF Selenggarakan Fun Bike dan Photo Hunting



www.forda-mof.org



09 Des 2013



187



114.



Konsolidasi Komunitas Fotografi FORDA (KFF)



www.forda-mof.org



04 Nov 2013



188



115.



Workshop Fotografi “Nature and Wildlife ” untuk Riset dan Humas



www.forda-mof.org



18 Apr 2016



189



116.



Workshop Fotografi Konservasi KFF-Fortamas LIPI



www.forda-mof.org



28 Agt 2015



190



117.



Workshop Fotografi Konservasi



puslitbiologi.wordpress. com



02 Sep 2015



192



xvii



xviii



PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang giat membangun di berbagai sektor. Berbagai pengalaman negara maju, dalam proses pembangunan menuju negara maju, peran penelitian dan pengembangan sangat penting dan dapat menentukan akselerasi pembangunan.



Banyak ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi



merupakan jalan cepat menuju kemajuan suatu bangsa.



Negara-negara maju



umumnya merupakan negara-negara yang menghasilkan dan menggunakan teknologi tinggi berbasis pada penelitian. Pengalaman penulis sebagai peneliti, banyak pertanyaan sinis yang sering penulis terima dari berbagai pihak. Umumnya mereka menanyakan kontribusi penelitian bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara secara langsung, misalnya bagi peningkatan perekonomian dan perubahan kualitas hidup. Banyaknya pertanyaan publik kepada peneliti tentang kerja dan hasil penelitian dapat dimaklumi karena pewartaan hasil penelitian di media publik di Indonesia masih jarang. Umumnya hasil penelitian dipublikasikan pada jurnal atau majalah ilmiah yang pembacanya terbatas, hanya para peneliti dan akademisi dari rumpun keahlian yang sama. Dengan demikian hasil penelitian yang ditujukan untuk masyarakat menjadi tidak sampai kepada masyarakat yang semestinya menjadi pengguna hasil penelitian tersebut. Diperlukan suatu terobosan agar hasil-hasil penelitian yang bersifat ilmiah dan rumit dapat sampai di masyarakat dalam bahasa yang sederhana, dapat dicerna, diadopsi dan diaplikasikan oleh masyarakat.



Mewartakan hasil penelitian di media publik



seperti koran, majalah, radio dan televisi memerlukan kerjasama antara peneliti, humas (komunikator) dan Wartawan. Humas atau komunikator merupakan mediator atau penghubung yang menjembatani antara peneliti dengan Wartawan. Hal ini karena ada perbedaan dari kedua kelompok tersebut dalam hal cara berpikir dan cara bekerja. Kebanyakan Wartawan bersifat lumpers yang menginginkan gambaran umum, ringkasan, overview, generalisasi dan implikasi yang luas. Sementara hampir semua ilmuwan dan peneliti tergolong ke dalam kelompok splitter



yang



menginginkan detail. Diperlukan tambahan ketrampilan bagi peneliti untuk dapat mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada publik melalui media. Buku ini memberikan sebagian



1



panduan bagi peneliti untuk belajar mengkomunikasikan hasil penelitiannya melalui media. Uraian dalam Bab 2 sampai Bab 14 merupakan terjemahan bebas sebagian isi buku berjudul “Talking science with the media” karya Toss Gascoigne and Jenni Metcalfe yang diterbitkan tahun 2009 oleh Econnect Communication Pty Ltd. Kuripa Studio, 14 Horan St, West End, Brisbane, Australia. Buku ini dilengkapi juga dengan kliping berita koran yang melibatkan penulis sebagai narasumbernya. Kliping telah di lay out tanpa mengubah isinya, hanya untuk alasan estetika.



Dengan membaca beberapa contoh media (koran) pada



kliping tersebut, pembaca dapat mempelajari karakteristik dari masiang-masing media dan dapat dijadikan referensi di masa mendatang ketika ingin mewartakan hasil penelitiannya.



MAKSUD DAN TUJUAN Buku ini diterbitkan karena keprihatinan penulis atas kurangnya pemberitaan hasil riset di media, sehingga peneliti dan karyanya kurang dikenal publik, dan berujung pada kurang dihargainya profesi peneliti. Salah satu faktor penyebab kurangnya pewartaan hasil riset di media publik adalah kurangnya kemampuan peneliti dalam mengkomunikasikan pemikiran dan hasil risetnya kepada media. Oleh karena itu, buku ini dimaksudkan untuk membuka cakrawala para peneliti, khususnya peneliti muda, dan untuk memotivasi mereka agar berani berbicara di media, sehingga sains hasil riset mereka ―membumi‖ dan dapat ikut berperan dalam mencerdaskan bangsa. Tujuan dari buku ini adalah memberikan guidance mulai dari persiapan hingga praktek bicara kepada media. juga



dilampiri



dengan



Buku ini



kliping



koran



tentang pemberitaan hasil penelitian yang melibatkan penulis. Hal ini semata hanya untuk memotivasi dan sebagai referensi bagi



para



peneliti



yang



akan



menggunakan media untuk mewartakan hasil risetnya.



Media menjadi peluang bagi peneiti untuk mempromosikan dirinya dan menyebarkan hasil-hasil penelitiannya dengan jangkauan yang luas



2



MENGAPA PENELITI HARUS MENGGUNAKAN MEDIA? Bekerja dengan media bisa jadi memakan waktu dan penuh risiko, tetapi tidak harus merasa terganggu. Media dapat merupakan cara yang efektif untuk menyampaikan pesan kepada khalayak dalam jumlah yang besar. Meskipun demikian perlu dipertimbangkan ketika akan menggunakan media, apa yang ingin dicapai? Beberapa alasan untuk menggunakan media meliputi: 



Menaikkan atau memelihara pendanaan riset yang sedang dilakukan (para pengambil keputusan biasanya mempertimbangkan apa yang ada di media).







Mendapatkan umpan balik untuk ide-ide yang dapat dikembangkan.







Memuaskan perhatian publik, karena masyarakat biasanya tertarik pada ilmu dan teknogi







Sebagai pertanggungjawaban atas riset yang dibiayai oleh dana publik.







Menginformasikan diskusi dan debat dengan fakta-fakta riset yang tersedia dan memungkinkan publik bekerja dengan isu tersebut.







Mengkoreksi mis-informasi dan mis konsepsi (kesalahpahaman)







Mempengaruhi sikap dan perilaku (misal perubahan cara bertani, perubahan kebijakan dan adopsi ide atau teknologi baru)







Menyiapkan masyarakat untuk berubah, misalnya dalam hal teknologi dan ide.







Memperoleh partisipasi dalam riset, misalnya ketika membutuhkan relawan untuk uji klinis, survei, atau uji coba di lahan mereka.







Mendapatkan partner kolaboratif baru untuk riset (termasuk dari kalangan bisnis)



Melalui media, peneliti dapat menarik donor untuk pendanaan penelitian atau kegiatan yang relevan dengan bisnis donor



3



MEMAHAMI WARTAWAN



Bekerja dengan media harus dimulai dengan memahami dan menghargai bagaimana Wartawan bekerja dengan tekanan dan tutuntan pekerjaan mereka.



Tanpa



memahami Wartawan, maka tak dapat memahami media dan membuatnya bermanfaat untuk Anda.



TENTANG IDE ANDA, BUKAN BAHASA ANDA Mungkin hanya sedikit Wartawan yang benar-benar mengerti aspek riset Anda, istilah atau ekspresi yang Anda gunakan setiap hari. Sebagai contoh dalam bidang sains, wartawan biasa mungkin hanya memiliki kualifikasi sekolah umum.



Oleh



karena itu temukan cara untuk menerangkan konsep-konsep teknis yang kompleks dengan bahasa sehari-hari. Buat sketsa diagram yang sederhana. Buatlah orang tertarik pada kualitas ide Anda bukan dengan bahasa ilmiah yang kompleks dan sulit dipahami.



APA YANG MEMOTIVASI WARTAWAN? Organisasi media umumnya adalah perusahaan bisnis swasta yang mencari untung. Mereka mendapatkan uang dari pemirsa, pendengar dan pembaca. Rating iklan mereka tergantung pada jumlah orang yang membaca, mendengar dan menonton program mereka. Editor surat kabar atau produser radio dan televisi perlu membuat program berita yang menarik masyarakat untuk mendengar, membaca atau menontonnya. Tidak cukup hanya membuat riset menjadi berita tetapi juga harus menarik perhatian masyarakat biasa (awam)



DAMPAK BAGI KOMUNITAS WARTAWAN Wartawan ingin tahu bagaimana suatu riset dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat biasa.



Contoh, lebih baik mengatakan sebagai berikut: ”saya bekerja



untuk meningkatkan kualitas air di ..... dengan memperkenalkan sebuah cara baru untuk pemurnian aliran air di lahan basah” jangan ketakan seperti ini: “saya sedang meneliti proses transportasi unsur hara dalam sainitasi rendah di lahan basah”.



4



WARTAWAN SEBAGAI MITRA Wartawan ingin menyenangkan editornya.



Mereka ingin membuat semua cerita



Anda. Cerita yang baik, headline yang bombastis dan banyak hal menonjol akan menjadi berita yang menarik dan menjadi berita yang baik bagi Wartawan. Oleh karena itu jadikan Wartawan sebagai partner atau mitra.



Bantu mereka dengan



membuat cerita Anda mudah ditulis, mudah difilmkan dan mudah diceritakan. Berikan diagram pendukung dan pointers untuk media cetak, dan bantu mereka mengilustrasikan cerita dengan memberikan foto-foto yang menarik. Gunakan frasa yang penuh warna, ringkas namun berkualitas tinggi ketika menjawab Wartawan radio. Untuk tampil di televisi perlu diingat bahwa televisi membutuhkan gambar, sehingga harus tampil menarik.



MENCARI TAHU WARTAWAN Mencari tahu Wartawan dari media dan memilih yang tepat untuk membantu Anda, maka harus membaca koran, menonton televisi dan mendengarkan radio untuk mengidentifikasi Wartawan yang cocok untuk mewartakan cerita Anda. Kemudian Anda dapat meminta nama Wartawan tersebut. Wartawan menyukai sumber berita yang memahami bagaimana Wartawan bekerja, karena orang-orang seperti ini membuat tugas Wartawan lebih mudah dan Wartawan akan kembali lagi dan lagi kepada orang yang seperti ini untuk mendapatkan berita.



SIAPA, APA, KAPAN, DIMANA, MENGAPA DAN BAGAIMANA? Wartawan dilatih untuk menanyakan enam pertanyaan dasar; siapa, apa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana. Bagi media, ―apa‖ dan ―mengapa‖ merupakan pertanyaan kunci, mereka biasanya kurang tertarik dengan pertanyaan ―bagaimana‖ SIAPA yang terlibat dan siapa yang akan terpengaruh? APA isi cerita dan apa pentingnya bagi masyarakat? DI MANA riset dilakukan? Daerah-daerah mana yang akan dipengaruhi? KAPAN hasilnya akan dapat digunakan? MENGAPA riset ini penting? Mengapa riset ini dilakukan? BAGAIMANA Anda mendapatkan temuan-temuan?



5



GENERALIS DAN SPESIALIS Banyak reporter adalah generalis. Mereka mungkin akan melaporkan kecelakaan lalu lintas di pagi hari dan kejadian lokal lainnya di siang harinya. Pekerjaan riset Anda betahun tahun mungkin hanya akan menjadi pekerjaan mereka dalam 30 menit dan merupakan satu dari empat cerita yang mereka buat dalam hari itu. Jangan pernah mengharapkan mereka memiliki pengetahuan spesialis. Wartawan adalah orang yang memiliki pengetahuan luas, tetapi pengetahuan mereka tidak terlau mendalam.



Keahlian mereka adalah menguasai pertanyaan-



pertanyaan yang tepat untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat cerita yang mengenai sasaran. Ada beberapa Wartawan yang memiliki spesialisasi, khususnya di sebagian besar surat kabar. Spesialisasi mereka meliputi sains, lingkungan dan kesehatan, politik, kebijakan dan bisnis. Beberapa Wartawan seperti ini memiliki gelar akademik yang relevan, interest dan pengalaman kerja dan memiliki daftar kontak narasumber yang lengkap. Mereka akan mengetahui tentang area subyek Anda.



Mereka akan



mengetahui isu, jargon dan para pelaku tanpa harus menjadi spesialis khusus di bidang yang sama dengan Anda. Para Wartawan spesialis ini umumnya mengerti kultur orang yang diwawancarai. Jika Anda menyukai kerja mereka, berusahalah membuat janji dengan mereka. Mereka akan cenderung menyisihkan waktu lebih dengan Anda daripada generalis. Wartawan spesialis sains akan lebih tertarik pada riset yang Anda lakukan dan menanyakan “how”. Sementara, Wartawan generalis akan lebih banyak fokus pada



Mengenal dan menjalin hubungan baik dengan banyak awak media, baik cetak, radio, televisi maupun online akan memudahkan kita untuk ―membumikan‖ hasil penelitian



6



Foto oleh: Sugiarti



implikasi dari cerita Anda. Ini yang disebut faktor “so what” untuk pembaca mereka.



.



LUMPERS DAN SPLITTERS Dunia dapat dibagi dua kelompok yaitu “lumpers” dan “splitters”. Lumpers menginginkan gambaran umum, ringkasan, overview, generalisasi dan implikasi yang luas. Hampir semua Wartawan tergolong dalam kelompok lumper. Splitter menginginkan detail. Derajat sangat penting bagi splitter. Hampir semua ilmuwan dan peneliti tergolong ke dalam kelompok splitter. Belajarah menjadi lumper ketika berbicara kepada Wartawan!



PERBEDAAN ILMUWAN DAN WARTAWAN Ilmuwan dan Wartawan memiliki jargon dan kulturnya masing-masing. Ada perbedaan dari kedua kelompok ini dalam hal cara berpikir dan cara bekerja. Dengan mengenali dan memahami perbedaan ini dapat membuat Anda lebih efektif dalam membuat kesepakatan atau janji dengan Wartawan.



PERSAMAAN ILMUWAN DAN WARTAWAN    



Keduanya senang menyampaikan pertanyaan dan menyelidiki masalah Keduanya berjiwa kompetitif dan kadang kolaboratif Keduanya bekerja di wilayah yang penuh dengan teka teki dan jargon Keduanya fokus pada akurasi. Wartawan sangat memperhatikan akurasi karena dapat kehilangan karirnya jika melakukan kesalahan serius.



Tabel 1. Perbedaan ilmuwan dan peneliti dengan Wartawan PERBEDAAN



Deadline



Detail dan Presisi



Fokus pertanyaan Struktur tulisan



ILMUWAN DAN PENELITI



Lebih lama, tiga bulan untuk sebuah laporan, tiga tahun untuk sebuah proyek, tiga dekade untuk sebuah ide membuahkan hasil Materinya dan metodologinya presisi, temuan dan penjelasan membutuhkan kualifikasi yang ketat. Mitra bestari dapat menemukan kesalahan sekecil apapun. Bagaimana? Suatu penjelasan dari riset dan kesimpulannya.



Motivasi



Banyak poin penting dapat ditemukan dalam bab diskusi dan kesimpulan Fakta obyektif. Presisi informasi.



Golongan



Splitters



WARTAWAN



Lebih pendek, berita radio berikutnya sudah menunggu pada jam berikutnya, setiap jam. Deadline cetak jam 7 pm Lebih penting menjelaskan poin utama dari suatu cerita dan implikasinya. Akurasi juga penting. So what? Implikasi dari riset bagi pembaca atau pemirsa. Mengapa mereka harus peduli? Poin terpenting disajikan pada kalimat pertama – prinsip piramida terbalik. Menyampaikan cerita untuk menarik pembaca Lumpers



7



MENGHADAPI WAWANCARA Banyak peneliti lupa bahwa mereka adalah ahli. Ketika akan berbicara kepada media, Anda harus pro aktif, tidak hanya menunggu pertanyaan Wartawan datang kepada Anda. Anda harus mengetahui apa yang ingin Anda katakan sebelum wawancara dimulai. Wartawan mungkin terlatih tetapi tidak memiliki pengalaman di bidang keahlian Anda, dan mungkin juga tidak memiliki waktu untuk meneliti cerita Anda sebelum datang untuk mewawancari Anda. Mereka juga mungkin belum membaca rilis media atau meberikan pertanyaan yang benar.



Mereka mungkin memulai wawancara



dengan sedikit kesalahpahaman. Meskipun demikian, Wartawan dilatih untuk tampil meyakinkan dan tampak percaya diri, dan hal ini dapat menakutkan bagi yang diwawancarai. Anda harus meyakinkan Wartawan untuk mengapresiasi poin yang menurut Anda sampaikan dan membuatnya memahami apa yang Anda pikir merupakan aspek penting dari cerita Anda. Anda harus mengormati kemampuan Wartawan dalam menterjemahkan cerita Anda ke dalam bahasa yang mudah dipahami pembaca mereka.



Mungkin Anda tidak



menyukai gaya tuturnya, tetapi sepanjang substansinya benar maka Anda sudah mendapatkan dua hal yaitu memperoleh cerita akurat yang menarik dan



Foto. Dok Hendra Gunawan



tersampaikan ke masyarakat banyak.



Jika kita sudah memiliki hubungan akrab dengan media, maka berbicara dengan mereka tidak membuat kita gugup atau takut.



8



MENCARI BANTUAN DARI AHLI KOMUNIKASI Nilai dari seorang spesialis komunikasi terletak pada kemampuannya membantu ilmuwan mengemas dan menyampaikan cerita secara terencana di media. Seorang komunikator sains atau penghubung media merupakan orang yang terbaik untuk: 



Mengembangkan strategi media sebagai bagian dari strategi komunikasi.







Membantu Anda mengidentifikasi cerita.







Mendiskusikan cerita dan membantu menemukan penjelasan sederhana untuk ide atau proses yang rumit dan komplek.







Merencanakan bagaimana cerita akan dirilis.







Bekerja bersama Anda untuk mengidentifikasi pesan-pesan kunci.







Menghasikan materi rilis media yang jelas dan ringkas.







Merencanakan acara media (media event), termasuk kesempatan mendapatkan gambar.







Membantu Anda berlatih teknik wawancara.







Mencari media pada acara media (media event),.







Menghubungi Wartawan secara personal







Menyebarkan rilis media dan menindaklanjutinya dengan Wartawan kunci







Membuat kliping dan merekam wawancara media



Jika Anda memiliki cerita yang ingin disampaikan ke media, bicaralah kepada penghubung media Anda dan rencanakan tanggal pertemuan untuk wawancara.



Bekerjasama dengan Humas yang sudah pasti ahli dalam komunikasi dan memiliki jejaring media, akan sangat membantu peneliti dalam berhubungan dengan media. Foto Penulis bersama Humas LIPI.



9



KAPAN HARUS BICARA KEPADA MEDIA? Banyak sains dan cerita riset dibuat sebagai cerita serial yang menarik dalam media. Anda dapat menemukan sudut pandang baru untuk berbicara tetang riset Anda mulai dari pertama kali mencari isu riset hingga mendapatkan hasil yang sudah diaplikasikan. Anda dapat berbicara kepada media untuk: 



Menyampaikan kepada mereka tentang suatu masalah penting, dan Anda memulai proses menemukan penyebab dan solusinya.







Mencari pendanaan dan dukungan riset baru untuk menjawab permasalahan atau kebutuhan penting dalam rangka mempersiapkan masyarakat untuk perubahan.







Membuat masyarakat (khususnya di lokasi riset) mengetahui tentang eksperimen yang Anda kerjakan dan mengapa hal itu penting?







Mendiskusikan hasil atau hasil awal agar masyarakat mengetahui informasi yang relevan atau menyiapkan mereka untuk kemungkinan berubah.







Mengumumkan riset penting yang telah di-review (khususnya jika dipublikasikan pada jurnal yang prestisius seperti Nature of Science).







Mempromosikan adopsi atau transfer teknologi dari riset Anda untuk industri, pembuat kebijakan atau publik (mereka semua memperhatikan media).







Mempromosikan perubahan yang telah dihasilkan oleh riset Anda, misalanya kebijakan baru.



Banyak kesempatan untuk menggunakan media. Anda tidak perlu menunggu sampai Anda memiliki hasil yang di-review oleh mitra bestari, karena bisa sangat terlambat untuk diketahui oleh publik. Anda dapat menghubungi media ketika Anda mendengar atau membaca cerita yang mengandung kesalahan. Jika Anda seorang ahli dari subyek yang sedang didiskusikan, hubungi stasiun radio/tv atau surat kabar untuk mengatakan pada mereka tentang ketidak akuratan tersebut. Mereka mungkin berminat mewawancarai Anda untuk mendapatkan cerita yang benar. Meskipun penelitian belum selesai, dapat memberikan kontribusi yang penting untuk debat publik. Pembuat kebijakan seringkali tidak dapat menunggu sampai hasil penelitian di-review oleh mitra bestari, mereka membutuhkan informasi terbaik yang ada saat ini.



10



7 KIAT DALAM MERENCANAKAN MENGGUNKAN MEDIA 1. TUJUAN Memiliki konsep yang jelas tentang apa yang ingin dicapai. Mengapa Anda ingin menggunakan media?



Harus jelas peran apa yang akan Anda mainkan. Pesan



dan strategi media akan berbeda jika Anda mengambil peran advokasi dibandingkan jika menjadi ahli yang netral (impartial), khususnya ketika menyangkut isu-isu kontroversial. Memiliki tujuan yang jelas dapat membantu mengevaluasi seberapa sukses Anda menggunakan media.



2. AUDIENS Siapa yang ingin Anda jangkau? Siapa yang akan terpengaruhi hasil riset Anda? Media seperti apa yang akan dibaca oleh orang tersebut dan artikel seperti apa yang akan dibacanya? Hal ini akan menentukan bentuk media apa yang tepat untuk digunakan. Wartawan selalu mencari cerita yang relevan dengan pembaca /pemirsanya, dan pertanyaan mereka adalah pertanyaan audiensnya.



3. PESAN Memiliki pesan yang jelas.



Hal ini harus diperhitungkan dalam tujuan dan



kebutuhan audiens. Apa batas-batasnya, apa yang ingin disampaikan dan tidak ingin disampaikan. Cerita yang sama mungkin perlu dibentuk kembali agar tampak berbeda di media.



Sebagai contoh, media keuangan tertarik pada implikasi terhadap



industri. Media umum mungkin lebih tertarik pada aspek lain, misalnya rekreasi alam terbuka baru yang dihasilkan riset Anda.



4. POIN KUNCI TERTULIS Tulislah 2-3 poin kunci dan berikan kepada media yang mungkin tertarik meliput ceritanya. Hal ini bisa berupa ―rilis media‖ resmi atau hanya berupa daftar poin kunci.



Berusahalah memberikan info tertulis kepada Wartawan sebelum



melakukan wawancara.



5. PERSIAPAN Jika Anda menghendaki liputan TV atau media cetak, Anda perlu memikirkan penampilan gambar.



Aturlah wawancara dalam suasana pekerjaan Anda.



11



Misalnya, jika Anda kerja di bidang kesehatan maka wawancaralah di rumah sakit dimana TV dan media cetak dapat mengambil gambar yang menarik. Hal ini lebih baik daripada wawancara di suasana kantor yang membosankan.



6. BERLATIH KEMBALI Berlatihlah dengan komunikaor Anda atau dengan anggota keluarga atau teman (bukan kolega, karena mereka akan bertanya hal yang menarik untuk mereka, bukan apa yang ingin diketahui oleh pemirsa yang ingin Anda sasar).



7. WAWANCARA Mengetahui apa yang akan Anda katakan sebelum wawancara dimulai. Andalah ahlinya, Anda tahu apa ceritanya, dan Anda tahu apa implikasinya. Pikirkan lebih jauh apa yang ingin Anda katakan, dan yakinkan hal ini akan keluar di dalam wawancara (bahkan ketika Wartawan tidak menanyakannya).



Tanggungjwab



adalah milik Anda. Dengan media, pertanyaan seorang Wartawan tidak menuntut Anda memberikan jawaban yang kaku, tetapi lebih memberi peluang kepada Anda untuk mengeluarkan semua poin yang sudah Anda siapkan. Ketika Wartawan menelpon, bicaralah seluruh poin utama cerita Anda dengannya sebelum memulai wawancara.



Berpeganglah pada poin-poin tersebut selama



wawancara (yang bisa jadi berarti bertanya balik), kemudian periksa kembali



Foto. Dok Hendra Gunawan



apakah mereka sudah mengerti poin kunci Anda. Sederhana, jelas dan langsung.



Selalu mencatat dan mengingat poin-poin kunci yang ingin disampaikan sebelum wawancara



12



MERANCANG PESAN Hal penting untuk diingat dalam merancang pesan adalah relevansi. Media tertarik pada bagaimana riset Anda dapat mengubah kehidupan pembaca dan pemirsanya. Mereka tidak tertarik pada sains yang rumit tetapi tidak menyentuh kehidupan mereka. Keilmiahan riset masih sangat penting untuk Anda dan kolega profesional. Tetapi Anda perlu mempertimbangkan audiens lain yang dijangkau media, publik, pembuat kebijakan, lembaga donor, dan industri. Mereka semua ingin mendengar tentang apa yang Anda ketahui, pemikiran Anda dan prediksi terbaik Anda meskipun riset Anda belum selesai dan laporan akhir belum diterbitkan. Anda harus berusaha membantu, tetapi pada saat bersamaan memberikan indikasi yang jelas tentang tingkat kepercayaan terhadap materinya. Merancang pesan Anda adalah merupakan cara terbaik untuk mencapai tujuan komunikasi Anda dalam merespon kebutuhan audiens. Pesan perlu dirancang dengan hati-hati untuk semua media, khususnya untuk isu yang sensitif dan kompleks. TUJUAN, RELEVANSI, KEJELASAN Tiga pertanyaan berikut mengandalkan pandangan Anda tentang audiens yang ingin Anda jangkau. 1. Tujuan Anda. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada audiens? Ini mudah, pikirkan tentang poin kunci yang ingin Anda buat, tetapi jangan berhenti disini. Semua komunikasi efektif juga mempertimbangkan kebutuhan audiens. 2. Relevansi. Apa yang ingin diketahui oleh audiens dari cerita Anda? Wartawan akan menanyakan lima W satu H (Who, What, When, Where, Why dan How) berkaitan dengan apa yang menurut mereka menarik bagi audiens. 3. Kejelasan. Audiens tidak mungkin salah, kalau Anda menekankan informasi yang benar? Hal ini bisa berarti mencari tahu tentang persepsi dan perhatian audiens Anda. Anda harus menggunakan jawaban yang Anda berikan pada pertanyaan kedua dan ketiga untuk membangun jawaban yang sudah Anda berikan pada pertanyaan pertama.



13



MENYAMPAIKAN CERITA



Seringkali bukan karena masalah kualitas, sains diliput media, tetapi karena bagaimana cara Anda mengemas ceritanya. Gunakan ide ini untuk mengekspresikan sains di media dengan gaya yang bersahabat. Anda mungkin terkejut menemukan bahwa banyak hal yang menarik bagi peneliti, hanya sedikit yang menarik bagi Wartawan, mereka lebih fokus pada latar belakang fakta yang kurang penting. Bekerjalah dengan seorang komunikator berpengalaman dalam membuat kesepakatan dengan media untuk menemukan sudut pandang cerita Anda yang akan menarik audiens target. Sebagian besar kisah penelitian di media, yang menarik adalah tentang memecahkan masalah atau berkisar pada fakta-fakta yang unik. Berusahalah untuk membangun elemen-elemen berikut ini dan cobalah untuk membangun sebanyak mungkin elemen berikut ke dalam cerita Anda. 



So what? Lebih fokuslah pada konsekuensi dari riset daripada detil dari riset. Ini merupakan faktor “so what”. Bicara lebih banyak tentang implikasi dari apa yang telah Anda lakukan, misalnya dampak kontribusi ekonomi, penghematan yang dapat ditawarkan kepada konsumen, atau perbaikan gaya hidup. Penting untuk membuat topiknya relevan dengan audiens yang luas.







Kebaruan. Sesuatu yang terjadi kemarin lebih baru dibanding yang terjadi seminggu yang lalu. Jika berita yang akan disampaikan merupakan berita lama maka Anda perlu untuk mengemasnya agar waktu tidak menjadi penting, implikasinya tidak terikat waktu. Ini yang disebut media event atau launches, yaitu menciptakan berita. Anda mungkin memiliki hasil riset yang penting beberapa bulan yang lalu, tetapi media event membuatnya menjadi berita baru karena baru diberitakan sekarang.







Tindakan. Seseorang yang melakukan sesuatu lebih menarik dibandingkan ia mengekspresikan opininya. Ceritakan tentang apa yang Anda sedang atau sudah lakukan dan mengapa melakukannya (dengan TV bersiaplah untuk “act out” riset Anda di depan kamera).



14







Perubahan.



Apakah riset yang Anda lakukan menyarankan perubahan?



Lingkungan yang lebih baik, harga minyak yang lebih tinggi? komputer yang lebih kecil? Semua itu adalah sebuah perubahan dan beritanya bernilai. 



Konflik. Media menyukai argumentasi. Sifat riset yang seputar masalah dan solusi dapat menghasilkan konflik, dan Anda dapat mengambil keuntungan dari hal ini. Sebagai contoh, jika lahan basah terancam oleh kelebihan beban wisatawan, dan riset Anda adalah mengatasi masalah ini, maka Anda memiliki cerita yang potensial kontroversial yang akan muncul di media. Mereka dapat membicarakannya dari dua sisi yang berlawanan.







Nyata. Media menyukai hal-hal yang konkrit atau nyata dibandingkan yang abstrak, oleh karena itu ilustrasikan pekerjaan Anda dengan sebuah contoh.







Kedekatan. Media akan selalu memberi prioritas pada sebuah cerita dengan implikasi lokal.







Personalisasi. Audiens senang mendengar cerita orang lain. Pikirkan untuk mendiskusikan pekerjaan Anda dengan bicara tentang bagaimana itu mempengaruhi orang tertentu misalnya petani, pasien atau konsumen. Temukan orang yang tepat untuk bicara tentang pentingnya riset Anda. Anda bisa juga mempertimbangkan sebuah cerita media yang menampilkan profil Anda sebagai peneliti yang melakukan sesuatu yang menarik.







Langka. Media menyukai hal-hal ―yang pertama‖, seperti pertama di dunia, pertama di Indonesia, dan seterusnya.







Aneh dan hebat. Jika Anda melakukan sesuatu yang membuat orang terpesona, maka kemungkinan besar itu termasuk dalam kategori ini. Media menyukai cerita aneh, seperti katak yang langka, planet baru, penemuan kerangka manusia mirip hobbit, dsb.



PIKIRKAN 2-3 POIN YANG INGIN ANDA SAMPAIKAN DALAM WAWANCARA Kisah riset umumnya efektif jika Anda dapat menjawab tiga pertanyaan berikut: 1. Apa masalahnya atau isu apa yang akan diatasi dengan riset Anda, siapa yang akan terpengaruh? Berapa memakan biaya? 2. Riset apa yang sedang Anda lakukan atau apakah Anda sudah mengatasi masalahnya? 3. Solusi apa yang dicari melalui riset Anda, bagaimana dan siapa yang terpengaruhi?



15



APA ITU BERITA? Tak seorangpun yang sungguh-sungguh mengetahui apakah itu berita. Wartawan berpengalaman dapat merasakannya tetapi tak dapat mendefinisikannya. Satu metoda yang digunakan adalah “cocktail party test”. Jika orang-orang menikmati penjelasan tentang penelitian Anda dalam acara pesta koktail atau pesta makan



Foto. Dok Data & Informasi BLI



malam, ada kemungkinan Anda memiliki berita baik di sana, di suatu tempat.



Perlu latihan untuk dapat menyampaikan hasil riset yang rumit dengan bahasa publik yang mudah dimengerti seperti sebuah cerita yang menarik (penulis berbicara pada acara press tour mempromosikan PLH tematik mangrove di Indramayu)



16



WAWANCARA DENGAN MEDIA Bagi media, orang yang diwawancarai disebut “talent”. Hal ini tidak harus berarti Anda bagus. Talent yang bagus adalah ringkas, menggunakan bahasa sehari-hari, antusias dengan ceritanya.



Mereka tahu apa yang ingin dikatakan sebelum



wawancara dimulai. Hal tersebut memerlukan persiapan: 1. Luruskan cerita Anda



Sebelum setiap wawancara, berilah Wartawan ringkasan informasi tertulis dari cerita Anda. Bisa berupa rilis resmi atau ringkasan sederhana dari isu utama yang dikirim via email. Hal ini mendorong Anda untuk memikirkan isu-isu itu dan mendapatkan detail yang benar. Hal ini juga akan membantu Wartawan mendapatkan informasi yang benar pula.



2. Persiapkan penjelasan sederhana



Gunakan kata dan kalimat pendek, dan perbandingan dengan proses-proses atau obyek-obyek yang familiar (seperti “mesin ini bekerja seperti pengocok telur”). Gunakan bahasa yang sederhana dan hindari jargon dan bahasa birokratis.



3. Spesifik, tidak abstrak



Media menyukai hal-hal yang nyata dan bukan generalisasi atau ide abstrak. Gunakan contoh nyata dan spesifik untuk menunjukkan luasnya pekerjaan Anda.



4. Berpikir dengan nilai uang



Berapa banyak riset Anda akan memakan biaya? Apa manfaatnya bagi negara dalam nilai uang? Berapa uang yang hilang disebabkan oleh masalah yang sedang Anda teliti? Berapa banyak yang bisa dihemat dari uang belanja rumah tangga mingguan?



5. Fokus pada poin utama



Apa tiga hal utama yang ingin Anda katakan? Tulislah sebelum wawancara. Selama wawancara selalu kembali kepada poin-poin tersebut. Pertanyaanpertanyaan dapat dijawab: “lihat, hal paling penting tentang ini adalah.....”



6. Periksa dua kali bahwa Wartawan telah jelas dengan poin-poin utama



Periksa kembali seluruh cerita bersamanya, klarifikasi poin-poin utama. Kemudian cek kembali pada akhir wawancara.



17



PANDANG PERTANYAAN SEBAGAI PELUANG Orang-orang berlatar belakang akademisi dan riset seringkali berpikir harus menjawab pertanyaan media secara harafiah.



Seharusnya



Anda tidak demikian.



Anda harus mendengar pertanyaan Wartawan tetapi bersiaplah untuk selalu mengarahkan pembicaraan kembali ke poin-poin utama yang Anda ingin buat. Kadang-kadang Wartawan menanyakan pertanyaan yang tidak relevan, karena mereka tidak meneliti cerita Anda dan tidak banyak mengetahui tentang cerita tersebut. Kadang mereka menanyakan hal yang tidak tepat, di luar keahlian Anda atau memancing pendapat politik Anda. Kadang mereka hanya memancing agar Anda menceritakan pekerjaan Anda dan mereka mungkin tidak memperhatikan apa yang Anda ucapkan jika itu akan disiarkan di TV atau radio. Jangan menunggu dengan sikap defensif terhadap pertanyaan yang datang kepada Anda.



Pandanglah



pertanyaan-pertnyaan



sebagai



peluang



untuk



menyampaikan pendapat Anda. Ketika mempersiapkan sebuah wawancara, sangat penting untuk menyiapkan secara total apa yang ingin Anda katakan sebelum wawancara dimulai. Jika Anda ingin bertanya balik, di bawah ini adalah beberapa kalimat yang bisa digunakan: “Izinkan saya menjawab pertanyaan Anda dengan menunjukkan bahwa di tiga bulan terakhir, kita memiliki........” “Saya pikir pertanyaan Anda lebih tepat ditujukan kepada ....... tetapi apa yang bisa saya katakan adalah .......” “ Untuk menghargai posisi kami dalam masalah itu, penting bagi Anda untuk terlebih dahulu memahami …...” “Yah, itu poin yang menarik tetapi hal utama yang ingin saya katakan adalah ...” “Hal yang paling menarik tentang penelitian ini adalah....”



JIKA ANDA TIDAK INGIN MENJAWAB SUATU PERTANYAAN Selalu beri sebuah alasan: “Saya tidak dapat mengatakan soal itu karena saya bukan orang yang tepat.....” atau “......karena ini rahasia dagang...” atau “karena penelitian belum sepenuhnya selesai...” Kemudian tambahkan: “tetapi yang dapat saya katakan adalah ....‖ dan kembali ke pesan utama yang telah Anda siapkan.



18



UNTUK MEDIA APA CERITA ANDA COCOK? Setelah bersusah payah menemukan cerita dan menyetujui untuk menerbitkannya, maksimalkan paparan Anda. Siapkan versi berbeda dari desain rilis yang sama untuk memenuhi minat berbagai media. Televisi lebih tertarik pada aspek bergambar, warta ekonomi lebih tertarik pada dampak riset Anda pada industri dan lapangan kerja, Media lokal lebih ingin tahu bagaimana hasil riset Anda berpengaruh pada wilayahnya, Wartawan gaya hidup (lifestyle) akan lebih tertarik pada perubahan sosial yang mungkin terjadi sebagai dampak dari hasil riset Anda. Rilis Anda dapat dibuat untuk bisa tampil pada setiap jenis media tersebut. Semua media adalah lembaga komersial dan rating iklan mereka tergantung dari jumlah pembaca dan pemirsanya. Mereka fokus untuk mempublikasikan cerita yang akan menarik konsumen mereka. Apakah prioritas dari masing-masing media?



KORAN LOKAL 



Kebutuhan utama: cerita untuk mengisi ruang di antara iklan-iklan.







Sering kali menerbitkan cerita persis sama dengan yang Anda tulis dengan foto-foto yang Anda berikan.







Seringkai deadline-nya mingguan atau dua mingguan.



KORAN HARIAN BESAR 



Kebutuhan utama: kualitas, cerita yang menghibur (lebih disukai yang ekslusif).







Kompetitif – mereka menerima ratusan rilis setiap hari dan hanya sedikit yang diterbitkan.







Umumnya tidak akan mencetak foto yang Anda berikan (kecuali jika fotonya khusus dan sulit didapatkan di tempat lain oleh mereka).







Tidak akan mencetak rilis media – tapi mengirim reporter mereka untuk bicara kepada Anda.







Beroperasi dengan deadline harian.







Memiliki halaman online dengan cerita yang diakses secara teratur.







Mungkin memiliki reporter khusus tentang sains, perkotaan, lingkungan, obatobatan, kesehatan, teknologi atau pendidikan dan karenanya mengambil cerita yang kompleks (detail).



19



MAJALAH 



Kebutuhan utama: cerita ekslusif yang tidak terikat waktu.







Majalah wanita banyak dibaca dan menyukai topik lingkungan, kesehatan, obat-obatan dan isu-isu wanita.







Majalah memiliki waktu yang lama; sebagian besar cerita disusun beberapa minggu sebelumnya.







Banyak majalah memperkerjakan penulis freelance



untuk menulis artikel



features, oleh karena itu sangat baik jika mendekati mereka secara langsung untuk menerbitkan cerita Anda,



RADIO 



Kebutuhan utama: berita segar yang disampaikan oleh talent yang dapat menerangkan fakta dengan bahasa sederhana dan penuh warna.







Radio memiliki berbagai bentuk: berita, fitur sains khusus, acara obrolan, kabar terkini







Langsung menghubungkan antara ilmuwan dengan pendengar, sering tanpa proses editing.







Cepat dan mudah, bisa dilakukan melalui telepon (kadang-kadang wawancara di lapangan atau di studio).



TELEVISI 



Kebutuhan utama: gambar yang mencolok dan dramatis dari aksi yang dapat mereka tunjukkan untuk menyampaikan cerita. TV yang baik memiliki action, drama dan emosi serta humor.







Berita, kabar terkini dan program khusus sains.







Sebagian besar media televisi memperhatikan penampilan - menilai bagaimana penampilan Anda, kemudian bagaimana suara Anda, dan terakhir pada apa yang Anda katakan.







Memakan waktu paling banyak - berita dapat memakan waktu 1-3 jam untuk direkam, dan untuk cerita khusus dapat memakan waktu berhari-hari.







Sangat kompetitif untuk dapat masuk televisi, khusunya di wiayah metropolitan.



ONLINE



20







Situs berita online sekarang menjadi arus utama, dan merupakan tambahan penting bagi surat kabar dan media lainnya. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan iklan online.







Situs web yang tidak tergantung dan tidak terhubung ke outlet media tradisional semakin populer dan signifikan, bersama dengan blog dan wiki.







Dapat menjadi sumber berita bagi media lain.



.



JIKA MEDIA DATANG KEPADA ANDA



7 ATURAN KETIKA MEDIA TIBA-TIBA MENGHUBUNGI ANDA 1. Bekerjasamalah, tetapi Anda tidak perlu terburu-buru untuk wawancara (walaupun mungkin terlihat sedikit aneh jika Anda adalah seorang ahli terkemuka di bidangnya, atau seorang manager senior yang seharusnya tahu). 2. Cari tahu artikel atau program apa yang diawaki Wartawan. Cari tahu wawancara macam apa yang diinginkan (hanya 10 detik atau wawancara lebih lama) 3. Cari tahu mengapa mereka ingin membuat cerita. Sudahkah mereka mendapatkan rilis media atau informasi lain dari sumber lain? Minta mereka untuk mengirimkannya dan berjanjilah Anda akan menelepon kembali dalam waktu 20 menit. 4. Jangan pernah mengatakan “no comment” karena berprasangka bahwa Anda menyembunyikan sesuatu.



Wartawan



akan



5. Bicaralah dengan atasan Anda, kolaborator dan petugas media Anda untuk mengetahui apa yang ingin Anda katakan. 6. Buat pesan dalam bahasa sederhana dan kembalilah ke Wartawan sebagaimana disepakati. Bersiaplah untuk mengirimi mereka materi wawancara atau informasi pendudakung secara tertulis.



Bersikap kooperatif, di manapun para wartawan mewawancarai kita, manfaatkan setiap menit yang ada untuk menyampaikan poin kunci yang ingin kita sampaikan. Foto penulis sedang diwawancarai oleh wartawan Media Indonesia pada acara penyerahan Rekor MURI untuk Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove pertama di Indonesia 15 Februari 2019.



Foto oleh Sugiarti



7. Katakan apa yang telah Anda persiapkan - dan kemudian hentikan - jangan terjerumus ke dalam percakapan yang tidak direncanakan.



21



10 KIAT MENGHADAPI WAWANCARA KONTROVERSIAL 1. Cobalah untuk mencari tahu sebanyak mungkin tentang agenda Wartawan. Mengapa mereka melakukan wawancara? Apakah ada orang lain yang mengeluarkan rilis? Kepada siapa lagi mereka akan berbicara? 2. Cari tahu siapa penonton/pembaca untuk Wartawan ini - ini akan membentuk pertanyaan dan agenda pewawancara. 3. Untuk TV: di mana mereka ingin melakukan wawancara? Bagaimana lokasi akan mempengaruhi gambar Anda dan organisasi Anda? Pertimbangkan gambar yang mungkin muncul di belakang Anda. 4. Apakah Anda ingin melakukan wawancara? Apa keuntungannya jika menampilkan Anda dan organisasi Anda? Apa kerugiannya jika Anda menolak? 5. Jika Anda setuju untuk melakukan wawancara. Pikirkan baik-baik apa yang ingin Anda katakan, dan apa yang tidak ingin Anda bicarakan - gambarkan batas yang sangat jelas di sekitar cerita Anda. 6. Berlatihlah dengan seseorang yang dapat mengajukan pertanyaan sulit kepada Anda. 7. Berpikir positif dan jangan duduk dan menunggu pertanyaan ―kusut‖ menghampiri Anda. Menteri kabinet selalu tahu apa yang akan dikatakan sebelum wartawan mengajukan pertanyaan. 8. Ingatlah untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah penuh perhatian - bahkan meski tidak ada dasar rasional untuk itu. Jangan sombong 9. Selama wawancara, pertahankan poin-poin penting yang ingin Anda sampaikan. Sebuah pertanyaan adalah peluang untuk mengatakan apa yang Anda inginkan, dan Anda tidak boleh mencoba menjawabnya secara literal (kecuali jika cocok untuk Anda) 10. Tetap tenang, sabar dan sopan selama wawancara, bahkan jika Anda diprovokasi. Jika pewawancara menjadi agresif, maka dialah yang kalah, bukan Anda.



22



KIAT UNTUK BERBICARA DENGAN MEDIA1



KENALI AUDIENS ANDA Cari tahu tentang outlet media dan masalah apa yang diperhatikan Wartawan dan bagaimana mereka mewakili audiens-nya.



RENCANAKAN APA YANG AKAN ANDA KATAKAN Mengembangkan 2-3 poin pembicaraan utama bersama dengan kebijakan dan praktik yang mendukungnya. Rencanakan apa yang akan Anda pakai jika diwawancarai secara pribadi.



BERLATIH Berlatihlah dengan menjawab pertanyaan terberat dan terbaik yang Anda duga akan ditanyakan oleh reporter.



SELAMA WAWANCARA ANDA DENGAN REPORTER 



Bersiaplah dan jadilah diri sendiri.







Simpan ―lembar contekan‖ Anda yang berisi 2-3 poin dengan contoh pendukung.







Bersikap positif, jujur, dan terus terang - anggap wawancara sebagai percakapan yang baik, bukan debat.







Gunakan kisah-kisah pribadi untuk mengilustrasikan poin Anda, dan analogi jika mungkin untuk memperjelas poin Anda.







Bicaralah dan dengarkan.







Gunakan bahasa sehari-hari; jangan gunakan jargon.



1



Sumber: National Council of English Teacher. 1998-2019 . Tips for Speaking with the Media. http://www.ncte.org/action/speak-media



23







Akui saat Anda tidak tahu jawaban atas pertanyaan; jangan pernah mengatakan “no comment” atau "Tidak ada komentar."







Mendengarkan; berempati; berhenti sejenak untuk mengumpulkan pikiran Anda; dan jangan izinkan kata-kata dimasukkan ke dalam mulut Anda (jangan biarkan didikte atau disetir).



BAGAIMANA KITA HARUS MEMANDANG PERS DAN REPORTER Mereka bukan musuh kita. Mereka adalah profesional seperti kita peneliti.







Tugas mereka adalah menyampaikan cerita.







Mereka mencari sudut dan beberapa kutipan bagus.







Adalah tugas mereka untuk mengajukan pertanyaan sulit.







Mereka memiliki batasan kata.







Mereka mendatangi Anda karena mereka tahu Anda adalah seorang ahli dan mereka ingin Anda berbagi keahlian Anda.







Mereka terikat oleh standar etika.







Mereka kadang-kadang datang ke sebuah cerita dengan asumsi yang salah tetapi mereka akan menyerah ketika Anda memberi mereka bukti yang tepat.



Foto oleh Sugiarti







Selalu positif, jujur, antusias dalam memberikan penjelasan kepada media dan berempati kepada mereka.



24



22 KIAT TENTANG APA YANG HARUS DIPAKAI UNTUK WAWANCARA TV2 Berikut daftar singkat Apa yang Harus Dipakai dan Tidak Dipakai! yang dikembangkan oleh Jess Todtfeld - salah satu otoritas terkemuka dalam pelatihan media di dunia, dengan lebih dari 20 tahun pengalaman pelatihan media - dan pelatih media lainnya, sehingga Anda dapat terlihat hebat untuk wawancara TV Anda. 1. Jangan memakai putih, hitam atau merah. Putih bersinar dan menjadi hal yang paling mencolok di layar TV. Hitam terlalu keras dan bisa menyedot semua cahaya. Warna merah darah memendar pada kamera dan mengganggu. 2. Kemeja warna pastel bekerja dengan baik di TV. 3. Warna teraman di TV adalah biru. 4. Jangan memakai anting-anting yang menjuntai karena mengalihkan perhatian. 5. Lepaskan perhiasan yang bergerak, menimbulkan kebisingan, atau bisa mengenai mikrofon Anda. 6. Bebas kerut. 7. Jangan memakai garis, motif herringbone (tulang ikan herring), desain rumit kecil, atau perhiasan mencolok karena sulit untuk tertangkap kamera TV. 8. Jangan kenakan motif kotak-kotak (hitam-putih) 9. Jangan berpakaian sederhana, membosankan, kecuali jika Anda seorang perancang busana. 10. Pemirsa TV harus fokus pada wajah Anda dan apa yang Anda katakan, bukan pakaian Anda. 11. Pria seharusnya memiliki sekitar satu inci dari manset baju mereka yang tampak. 12. Hindari celana berwarna terang. 13. Kenakan kaus kaki yang panjang sehingga kulit Anda tidak terlihat jika Anda menyilangkan kaki. 14. Jangan memakai lebih dari satu cincin per tangan. 15. Wanita seharusnya tidak mengenakan rok pendek jika Anda ingin orangorang fokus pada pesan Anda.



Sumber: 2 Scott Lorenz. 2019. 22 Tips on What to Wear For a TV Interview. Westwind Communications. Plymouth Michigan. http://www.westwindcos.com/22-tips-on-what-to-wear-for-a-tv-interview/.



25



16. Jika sedang mengenakan kemeja gelap, jas hitam, dan dasi gelap, Anda akan terlihat seperti Anda mengikuti audisi untuk menjadi pembunuh bayaran di Sopranos. 17. Rompi terlihat pengap di TV. 18. Jangan memakai garis-garis. Mereka menari-nari di layar dan mengganggu. 19. Hindari produk rambut yang menambah kilau. 20. Tidak ada logo perusahaan atau merek yang terlihat, kecuali logo perusahaan Anda sendiri. 21. Orang tidak seharusnya menilai Anda dari penampilan Anda, tetapi mereka akan menilai Anda. 22. Jika Anda melakukan atau memakai sesuatu yang mengganggu di TV, orang akan mengingatnya dan tidak ingat yang Anda katakan. Pakaian adalah faktor utama dalam mengendalikan penampilan Anda di mata penonton. Sementara penampilan sangat penting untuk kesuksesan di televisi, Anda juga harus memperhatikan kata-kata yang keluar dari mulut Anda, pengetahuan yang Anda tampilkan, dan kepercayaan diri yang Anda tunjukkan. Pastikan Anda sepenuhnya siap untuk hari besar Anda!



Foto oleh Sugiarti



Intinya: Relax, Anda akan baik-baik saja. ―Melayang‖ yang Anda rasakan adalah apa yang akan mendorong Anda untuk melakukan yang terbaik! Ingat, ini tidak seperti mereka akan menanyakan kepada Anda akar kuadrat dari 656! Mereka bertanya tentang buku Anda, perusahaan Anda, kisah Anda yang jelas Anda ketahui. Cukup ikuti kiat-kiat bermanfaat ini dan Anda akan terlihat sebagus suara Anda.



26



Ada baiknya juga peneliti mengikuti pelatihan seperti ―kursus kepribadian‖ sehingga bisa membuat percaya diri untuk tampil di media seperti televisi.



APA YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA BERBICARA KEPADA MEDIA3 Rencanakan wawancara. Anda tidak boleh melakukan wawancara tanpa memiliki kesempatan untuk berpikir sebelumnya. Ketahui siapa reporter itu dan pikirkan apa yang biasanya ia tulis. Yang lebih penting, cari tahu apa topik wawancaranya sehingga Anda bisa bersiap untuk itu. Pikirkan semua pertanyaan yang mungkin ditanyakan tentang topik tertentu dan putuskan apa jawaban Anda nantinya. Jika Anda menerima permintaan untuk wawancara langsung, tanyakan apakah Anda dapat menelpon kembali reporter dalam 15 menit. Anda ingin waktu untuk persiapan, meskipun itu tidak banyak. Putuskan apakah wawancara ini sesuai minat Anda. Meski ini sebuah sanjungan untuk memberikan wawancara pada suatu topik, Anda tidak berkewajiban untuk memberikan wawancara. Jika tidak pada topik di mana Anda akan dapat melakukan yang terbaik, maka itu tidak sepadan dengan pengorbanan waktu Anda. Upaya terbaik adalah hanya mengatakan hal-hal yang Anda merasa nyaman dan kuasai topiknya. Kembangkan dan berpeganglah pada pesan utama Anda. Saat mempersiapkan wawancara, putuskan apa pesan utama Anda. Menurut Mark dan Rosemary (MLA’s Executive Director), ini adalah satu-satunya hal terpenting yang dapat Anda lakukan — dan itu adalah sesuatu yang merupakan tantangan nyata bagi orang-orang berpendidikan tinggi. Anda harus memiliki tiga poin kunci paling banyak, dan Anda harus menuliskannya. Pesan tidak perlu identik atau bahkan bertema sama. Tetapi Anda perlu memutuskan apa tujuan Anda untuk wawancara dan selalu membawa percakapan kembali ke poin itu. Lagi pula, jika Anda tidak mengatakan apa yang Anda inginkan, mereka tidak akan dapat mengutip pernyataan Anda. Tetap sederhana. Saat bekerja untuk tetap berpegang pada poin utama Anda, akan sangat membantu untuk berbicara dalam kalimat singkat. Kalimat dengan satu poin di dalamnya adalah yang terbaik dan hindari jargon. Jangan menganggap wawancara sebagai percakapan atau dialog. Sebagai cendekiawan, kita dilatih untuk menganalisis dan kemudian berbicara atau menulis tentang subyek kita dalam paragraf panjang. Saat kita mengajar, kita akan sering meminta siswa untuk menanyakan apa yang kita katakan atau melihat satu subyek dari berbagai perspektif. Meskipun pendekatan ini bekerja dengan baik di ruang kelas, hampir selalu menambah kesulitan ketika berbicara kepada media. Semakin lama Anda berbicara tentang suatu subyek, semakin mudah bagi seorang Wartawan untuk memilih kata-kata yang mereka sukai, tetapi Anda tidak. Pastikan Anda tetap berpegang pada poin utama Anda. 3



Sumber: Brian Croxall. 2011. What to Do When Speaking to the Media. The Chronicle of Higher Education. Washington, D.C. https://www.chronicle.com/blogs/profhacker/what-to-do-when-speaking-to-the-media/30161.



27



Jangan biarkan wartawan memasukkan kata-kata ke mulut Anda. Para Wartawan akan sering mengutarakan ulang apa yang Anda katakan dengan "Jadi, apa yang Anda katakan adalah …...." Jika apa yang mereka katakan bukanlah sesuatu yang sepenuhnya Anda setujui, akan efektif untuk mengatakan, "Bukan itu yang saya katakan. Yang saya maksudkan adalah ….... "Mengambil pendekatan ini membuatnya sangat jelas apa pesan Anda. Anda perlu memastikan bahwa ide-ide Anda diungkapkan dengan cara yang Anda inginkan. (Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar reporter tidak jahat. Mereka hanya mencoba untuk mendapatkan perspektif Anda dengan benar dan Anda membantu mereka melakukan pekerjaan mereka menjadi spesifik.) Latihan jeda. Reporter sangat pandai menunggu setelah Anda selesai berbicara. Tujuan mereka adalah membuat Anda gugup dan membuat Anda berbicara lebih banyak. Ketika Anda mengatakan apa yang Anda inginkan, berhenti saja. Tunggu. Reporter pada akhirnya akan berbicara lagi.



Tampil Sederhana dan jangan pernah mengatakan no comment atau off the record.



Periksa kembali apakah poin kunci sudah dimengerti oleh wartawan. Foto penulis sedang diwawancarai wartawan Kompas pada acara penyerahan Rekor MURI untuk Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove pertama di Indonesia 15 Februari 2019.



28



Foto Dok. Hendra Gunawan



Tidak ada yang namanya off the record. Apa pun yang Anda katakan kepada wartawan adalah permainan yang adil untuk dikutip dalam sebuah cerita. Jadi simpan permintaan untuk berbicara "off the record".



5 KESALAHAN YANG SERING TERJADI SAAT BERBICARA KE MEDIA4 Mendapatkan liputan media tidak selalu mudah, manfaatkan peluang ini sebaik mungkin agar upaya Public Relation Anda bermanfaat bagi pekerjaan Anda. Tapi ingatlah lima kesalahan umum di bawah ini yang dapat Anda hindari untuk memastikan wawancara Anda berhasil.



Kesalahan # 1: Tidak menyebut nama organisasi Anda. Ketika Anda sedang diwawancarai, mudah untuk mengatakan "Aku" atau "kita." Tapi jangan lupa bahwa wawancara media adalah kesempatan untuk menyebutkan bisnis Anda. Pastikan untuk sering menggunakan nama organisasi Anda. Sekali saja tidak cukup — orang mungkin mendengarkan wawancara setengah jalan atau mungkin hanya setengah mendengarkan sambil melakukan hal-hal lain. Gunakan nama perusahaan Anda kapan pun memungkinkan untuk meningkatkan peluang yang didengarnya. Semakin banyak seseorang mendengar nama organisasi Anda, semakin besar kemungkinan orang itu untuk mengingatnya, tetapi pastikan itu alami.



Kesalahan # 2: Panjang bertele-tele yang tidak penting (Rambling). Rambling atau berbicara panjang lebar, bertele-tele dan isinya tidak penting, adalah musuh terburuk Anda selama wawancara. Sangat kecil kemungkinan media akan menggunakan semua yang Anda katakan. Faktanya, mereka cenderung mengedit cerita Anda menjadi beberapa kalimat pendek sederhana. Karenanya, sangat penting untuk fokus pada poin-poin utama Anda dan menjaga pernyataan Anda singkat (510 detik per pernyataan). Kisah berita televisi lokal yang khas hanya berlangsung sekitar 40 detik, dan artikel yang dicetak biasanya hanya menampilkan beberapa kutipan satu atau dua kalimat. Jadi cerdaslah dengan kata-kata Anda dan tetaplah tepat sasaran. Jangan serahkan kepada editor untuk menebak bagian monolog Anda mana yang paling penting. Berikan hanya pernyataan final.



Kesalahan # 3: Menggunakan (atau mengulangi) pernyataan negatif. Pepatah mengatakan "Jika Anda tidak bisa mengatakan sesuatu yang baik, jangan katakan apa-apa" mungkin merupakan aturan praktis yang baik ketika menghadapi media. Jangan Anda tergoda untuk menyebutkan sesuatu yang negatif tentang orang atau bisnis lain. Jaga pesan positif dan fokus pada hal-hal baik tentang organisasi Anda daripada terlibat dalam mudslinging (penghinaan dan tuduhan, secara tidak adil, dengan tujuan merusak reputasi lawan).



4



Sumber: J’Neal Hachquet. 2017. 5 Mistakes You’re Making When Talking to the Media. SmartBug Media, Inc., intelligent



inbound marketing agency. https://www.smartbugmedia.com/blog/5-mistakes-youre-making-when-talking-to-the-media.



29



Jika pewawancara menanyakan pertanyaan yang menyertakan pernyataan negatif, jangan ulangi pernyataan negatif itu, bahkan jika Anda tidak setuju dengan itu dan menggunakannya untuk menyiapkan bantahan Anda. Anda tidak pernah tahu bagaimana pernyataan Anda akan dipotong.



Kesalahan # 4: Mengatakan " no comment” Pernahkah Anda mendengar seseorang di media mengatakan “no comment” atau tidak ada komentar dan Anda langsung berasumsi bahwa orang itu menyembunyikan sesuatu? Itu karena pernyataan tersebut terlalu sering dikaitkan dengan rasa bersalah. Mengatakan "tidak ada komentar" juga membuat Anda kehilangan peluang untuk mempromosikan bisnis Anda. Jika Anda pernah menghadapi situasi atau pertanyaan yang menantang dengan media, gunakan itu sebagai kesempatan untuk mengarahkan kembali percakapan dan menampilkan sesuatu yang positif. Misalnya, jika seorang reporter bertanya tentang bagaimana operasi Anda mungkin berdampak negatif terhadap lingkungan, jangan katakan ―tidak ada komentar.‖ Sebaliknya, bagikan segala upaya yang dilakukan perusahaan Anda untuk menyelidiki masalah potensial dan meyakinkan orang-orang bahwa perusahaan Anda peduli dengan lingkungan (dengan asumsi itu benar). Bicara tentang cara perusahaan Anda bertanggung jawab terhadap lingkungan atau sosial. Tapi jangan pernah bohong.



Kesalahan # 5: Berasumsi bahwa Anda " off the record".



Berbicara kepada audiens yang bukan komunitas peneliti, gunakan bahasa sederhana, hindari istilah yang tidak umum serta jangan bertle-tele



30



Foto oleh Sugiarti



Berhati-hatilah dengan apa yang Anda katakan di depan media. Para profesional media dapat membantu Anda — bahkan, media dapat menjadi teman terbaik Anda. Tapi kita semua manusia, dan kesalahan bisa terjadi. Hal-hal bisa disalahpahami. Agar aman, jangan pernah mengatakan apa pun yang membuat Anda tidak nyaman untuk disiarkan. Selalu berasumsi bahwa semuanya ada dalam catatan.



.



MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI PEWARTA PENELITIAN Untuk menjadi peneliti yang dapat mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada media publik, kita dituntut memiliki beberapa kualifikasi dan kompetensi yang dapat kita peroleh melalui pengalaman dan pelatihan-pelatihan singkat. Bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna di dunia ini, dan tak ada seorangpun yang ahli di semua bidang, menyadarkan kita untuk terus belajar,



memperbanyak pengetahuan dan



meningkatkan ketrampilan agar kita dapat memberikan karya-karya yang terbaik dan lebih baik lagi. Peneliti umumnya terdidik dan terlatih untuk menjadi ilmuwan yang kaya dengan pengetahuan tentang metode, analisis, sintesis hingga prediksi, namun seringkali kurang memiliki bekal ketrampilan berkomunikasi dengan publik. Seorang peneliti sudah pasti pandai menulis karya tulis ilmiah tetapi tidak banyak peneliti yang piawai menulis di surat kabar atau majalah populer. Semua peneliti pasti pandai presentasi di depan seminar atau sidang ilmiah, tetapi tidak banyak peneliti yang mahir mengkomunikasikan pemikirannya dan hasil penelitiannya kepada khalayak awam. Mengikuti beberapa pelatihan dapat menjadi jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan dan ketrampilan dalam berkomunikasi dengan khalayak atau media. Beberapa pelatihan ―non penelitian‖ yang cukup bermanfaat dan mendukung kinerja peneliti antara lain: 



Pelatihan penulisan artikel ilmiah populer. Di sini kita dilatih menulis dengan gaya bahasa populer yang sering digunakan dalam surat kabar.







Pelatihan Presentation performance. Di sini kita dilatih berbicara dengan audiens, wawancara dengan media, press release, dan tata cara berpenampilan (kepribadian).







Pelatihan Talking Science with Media. Di sini kita dilatih teknik berbicara dengan media surat kabar, radio dan televisi. Kita juga dilatih membuat press release dan berbagai teknik dan strategi menyiapkan bahan berita sains di media.







Pelatihan Persenting Science. Di sini kita dilatih untuk membawakan presentasi di forum ilmiah dan forum umum dengan berbagai teknik dan strateginya.



31



Beberapa contoh sertifikat pelatihan yang relevan



32



PUSTAKA Croxall B. 2011. What to Do When Speaking to the Media. The Chronicle of Higher Education. Washington, D.C. https://www.chronicle.com/blogs/profhacker/what-to-do-when-speaking-tothe-media/30161. Diunduh 13-02-2019. Gascoigne T and Metcalfe J. 2009. Talking science with the media. Econnect Communication Pty Ltd. Kuripa Studio, 14 Horan St, West End, Brisbane, Australia. Hachquet J. 2017. 5 Mistakes You’re Making When Talking to the Media. SmartBug Media, Inc., intelligent inbound marketing agency. https://www.smartbugmedia.com/blog/5-mistakes-youre-makingwhen-talking-to-the-media. Diunduh 13-02-2019. Lorenz S. 2019. 22 Tips on What to Wear For a TV Interview. Westwind Communications. Plymouth Michigan. http://www.westwindcos.com/22-tipson-what-to-wear-for-a-tv-interview/. Diunduh 13-02-2019. National Council of English Teacher. 1998-2019 . Tips for Speaking with the Media. http://www.ncte.org/action/speak-media. Diunduh 13-02-2019.



33



Foto oleh: Sugiarti



KLIPING KORAN



Foto oleh: Sugiarti



KEGIATAN RISET DAN HASIL RISET Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si.



Foto Macan: Camera Trap CI



Foto Rapat: Taman Safari Indonesia



Foto dok. Taman Safari Indonesia



BICARA KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA Foto dok. Taman Safari Indonesia



FOKSI Gelar Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa 2014-01-28 00:00:00 | BERITA 189



BANDUNG (28/1) - Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menjadi satusatunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. Namun, nasib suram harimau jawa diperkirakan tidak lama lagi akan menghampiri macan tutul jawa bila manusia hanya diam saja. Macan tutul jawa masuk dalam kategori critically endangered (kritis) dalam daftar spesies-spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan berada dalam kategori apendiks 1 dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alami yang rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. Dari berbagai macam pemberitaan di media, kabar mengenai penderitaannya di alam lebih santer ketimbang berita kebahagian kelahirannya di penangkaran. Terjadi sembilan pertemuan macan tutul jawa dengan manusia medio 2011-2013. Enam ekor diantaranya kini terpaksa hidup di penangkaran. Seekor mati terkena jeratan babi di Jawa Tengah.



38



Ironis karena sejumlah aturan hukum sebetulnya sudah dibuat guna melindungi satu dari sembilan keluarga macan tutul di dunia ini, mulai dari Undang-Undang No. 5/1990 hingga SK Mentan No. 421/Kpts/Um/8/1970. Satwa ini bahkan punya posisi istimewa di Jawa Barat karena ditetapkan sebagai fauna identitas daerah ini sejak 2005. Dari release FOKSI yang diterima jabarprov.go.id, atas dasar keprihatinan itu, berbagai pihak baik pemerintah, lembaga konservasi, dan kelompok pemerhati satwa liar, berinisiatif menggelar acara ini. Forum Konservasi Satwaliar Indonesia (FOKSI), Kementerian Kehutanan RI, Taman Safari Indonesia (TSI), bekerja sama dengan Conservation Breeding Specialists Group (CBSG) - Indonesia Program, Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), dan Forum Harimau Kita, duduk bersama menggelar konferensi nasional pertama tentang macan tutul jawa di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, 29-30 Januari 2014. Diharapkan, selepas konferensi ini, dapat segera ditindaklanjuti pengesahan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa dan pembentukan forum macan tutul jawa. .-(pun)



http://jabarprov.go.id/index.php/news/8147/2014/01/28/FOKSI-Gelar-Konferensi-Nasional-Konservasi-Macan-Tutul-Jawa



Macan Tutul Jawa Terancam Punah, FOKSI Gelar Konferensi Nasional Ironis karena sejumlah aturan hukum sebetulnya sudah dibuat guna melindungi satu dari sembilan keluarga macan tutul di dunia ini, mulai dari Undang-Undang No. 5/1990 hingga SK Mentan No. 421/Kpts/Um/8/1970. Satwa ini bahkan punya posisi istimewa di Jawa Barat karena ditetapkan sebagai fauna identitas daerah ini sejak 2005.



Illustrasi



Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menjadi satu-satunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. Namun, nasib suram harimau jawa diperkirakan tidak lama lagi akan menghampiri macan tutul jawa bila manusia hanya diam saja. Macan tutul jawa masuk dalam kategori critically endangered (kritis) dalam daftar spesies-spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan berada dalam kategori apendiks 1 dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alami yang rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. Dari berbagai macam pemberitaan di media, kabar mengenai penderitaannya di alam lebih santer ketimbang berita kebahagian kelahirannya di penangkaran. Terjadi sembilan pertemuan macan tutul jawa dengan manusia medio 2011-2013. Enam ekor diantaranya kini terpaksa hidup di penangkaran. Seekor mati terkena jeratan babi di Jawa Tengah.



Atas dasar keprihatinan itu, berbagai pihak baik pemerintah, lembaga konservasi, dan kelompok pemerhati satwa liar, berinisiatif menggelar acara ini. Forum Konservasi Satwaliar Indonesia (FOKSI), Kementerian Kehutanan RI, Taman Safari Indonesia (TSI), bekerja sama dengan Conservation Breeding Specialists Group (CBSG) Indonesia Program, Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), dan Forum Harimau Kita, duduk bersama menggelar konferensi nasional pertama tentang macan tutul jawa di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, 29-30 Januari 2014. Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan dijadwalkan membuka acara ini, sekaligus menjadi keynote speaker dalam konferensi. Beberapa narasumber yang akan memberikan materi adalah leopard specialist dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (FORDA) Hendra Gunawan, Kepala KPH Cianjur Perhutani Unit III Jabar Banten Bambang Juriyanto, Sekjen PKBSI Tony Sumampau, peneliti dari Conservation International (CI) Indonesia Anton Ario, dan Ani Mardiastuti dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fahutan IPB. Diharapkan, selepas konferensi ini, dapat segera ditindaklanjuti pengesahan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa dan pembentukan forum macan tutul jawa.



http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=3692



39



Macan Tutul Jawa dinyatakan langka Haryudi



Rabu, 29 Januari 2014 - 23:15 WIB



Sumampouw mengatakan, jumlah macan tutul yang ada di lembaga konservasi nasional pada 2011, hanya mencapai 31 ekor. "Di sini (TSI Cisarua, Bogor) saja hanya ada 19 ekor. Selebihnya ada di kebun binatang lain, sedang di Indonesia sendiri baik yang di lembaga konservasi maupun di alam liar totalnya sekitar 400-an ekor," ungkapnya.



Ilustrasi, (SINDOphoto).



Sindonews.com - Keberadaan Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) semakin langka dan terancam punah. Pasalnya, kucing besar asli Jawa itu, diperkirakan jumlahnya kurang dari 500 ekor dan tersebar dari ujung barat Pulau Jawa (Ujung Kulon) hingga timur Pulau Jawa (Taman Nasional Alas Purwo). Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan menyadari, pihaknya masih kurang perhatian dan penelitian t e r h a d a p M a c a n Tu t u l J a w a . "Sehingga, keberadaannya sulit dipastikan, baik kondisi maupun jumlahnya. Karena sejauh ini kita masih kurang literatur akurat terkait mereka (Macan Tutul Jawa)," kata Menhut dalam Konferensi Nasional Macan Tutul Jawa di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu (29/1/2014. Lebih lanjut ia menjelaskan, pihaknya berharap dalam konferensi ini ada langkah strategis guna mengatasi kelangkaan satwa tersebut. Khususnya, terkait dengan data-data termutakhir dalam mendeteksi keberadaannya. Selain itu, pihaknya meminta masukan agar masyarakat yang tinggal di habitat Macan Tutul, itu tidak terjadi konflik, dalam hal ini dilakukan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat. Mengingat konflik satwa dengan manusia ini juga, rentan terjadi akhir-akhir ini. "Masa setiap ketemu Menteri Kehutanan yang ditanyakan soal konflik dan kebun binatang terus," ucapnya. Sementara itu Direktur Taman Safari Bogor Tony



40



Sementara itu pemerhati Macan Tutul Jawa, Hendra Gunawan mengatakan, macan ini menjadi satu-satunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. "Kondisi serupa (punah) akan dialami Macan Tutul Jawa, bila manusia hanya diam saja," tegasnya. Menurutnya, Macan Tutul Jawa masuk dalam kategori critically endangered (kritis) dalam daftar spesies terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan berada dalam kategori apendiks satu dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alami yang rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat, menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. "Sejak pemetaan empat tahun di Pulau Jawa. Populasi Macan Tutul Jawa lebih banyak ditemui di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) maupun di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)," tuturnya. Menurutnya, satwa asli pegunungan itu. keberadaannya sering ditemukan tak jauh dari wilayah pemukiman warga, karena sudah kekurangan satwa buruannya di hutan atau gunung. “Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya (kera, babi, landak dan lutung) sudah habis dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," pungkasnya. (maf)



https://nasional.sindonews.com/read/831289/15/macan-tutul-jawa-dinyatakan-langka-1391012135



KonservasiMacanTutulJawaDirumuskan Oleh : Tempo.co Kamis, 30 Januari 2014 10:38 WIB



Anak macan tutul yang nyaris jadi santapan serigala memeluk induknya di cagar alam Masai Mara, Kenya. Dailymail.co.uk



TEMPO.CO, Bogor - Puluhan peserta konferensi konservasi macan tutul merumuskan upaya aksi perlindungan bagi hewan itu di Taman Safari Bogor, 29-30 Januari 2014. Hari ini rumusan akan diselaraskan dengan rencana strategi dan aksi Kementerian Kehutanan. Konferensi ini berangkat dari keprihatinan para aktivis lingkungan dan wartawan terhadap nasib macan tutul yang terus menjadi korban dalam konflik dengan manusia. Sebagai hewan endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, macan tutul kini menjadi pemangsa teratas (top predator) setelah harimau Jawa dinyatakan punah. Keberadaan macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) menjadi indikator kelestarian alam. Peneliti khusus macan tutul Jawa, Hendra Gunawan, mengatakan konflik macan dengan manusia cenderung meningkat sepanjang 20012012. Dari hasil risetnya, macan tutul di Jawa Tengah lebih terancam dibanding yang ada di Jawa Barat. "Jawa Tengah lebih rawan, sekitar 44 persen, karena 80 persen hutan produksi," katanya.



Rancangan strategi dan rencana aksi Kementerian Kehutanan untuk konservasi macan tutul Jawa terdiri dari enam bagian. Di antaranya mempertahankan keberadaan macan tutul di alam, pemantauan di lapangan, konservasi di ex-situ seperti kebun binatang, dan pendanaan konservasinya. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan konservasi macan tutul Jawa harus melibatkan semua pihak, seperti pemerintah hingga masyarakat. "Jawa tanpa macan tutul dan badak, kerugiannya tidak terkira," ujarnya. Konferensi tersebut melibatkan Forum Konservasi Satwaliar Indonesia (FOKSI), Kementerian Kehutanan RI, dan Taman Safari Indonesia (TSI), bekerja sama dengan Conservation Breeding Specialists Group (CBSG)-Indonesia Program, Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), dan Forum Harimau Kita. ANWAR SISWADI



https://nasional.tempo.co/read/549568/konservasi-macan-tutul-jawa-dirumuskan



41



Macan Tutul Jawa Teridentifikasi di Hutan Konservasi Jatim Selasa, 4 Februari 2014 20:01 WIB Tulungagung (Antara Jatim) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim mengidentifikasi indikasi keberadaan macan tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) di empat kawasan hutan konservasi yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Teknis BKSDA Jatim, Hartoyo, Selasa, menanggapi deklarasi penyelamatan macan tutul Jawa pada Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari 2014. "Sementara ini kami baru mendapat laporan indikasi keberadaan macan tutul jawa berdasar laporan dan kesaksian warga," kata Hartoyo dikonfirmasi Antara melalui saluran telepon. Diakuinya, eksistensi atau keberadaan Macan Tutul Jawa selama ini belum terdokumentasi secara baik karena belum masuk satwa prioritas yang dilindungi, berdasar peraturan Menteri Kehutanan RI. Tiga jenis satwa langka yang telah diidentifikasi dengan cukup baik dan menjadi prioritas pengawasan BKSDA berdasar Permenhut RI adalah Banteng Jawa (Bos Javanicus), Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi), serta Kakatua Jambul Kuning (Cacatua Galerita). Macan Tutul Jawa belum masuk prioritas pengawasan BKSDA karena selama ini belum dimasukkan dalam daftar satwa langka dilindungi, mesko eksistensinya di alam bebas samasama diambang kepunahan. "Kami masih menunggu aturan serta payung hukumnya yang menetapkan macan Tutul Jawa sebagai spesies yang dilindungi dari ancaman kepunahan, sebelum menyusun langkah ataupun rencana tindak lanjut," terang Hartoyo. Keberadaan kucing besar yang diprediksi populasinya semakin sedikit seiring alih fungsi lahan secara masif di pulau Jawa, perburuan serta konflik dengan manusia, hingga penyakit lain itu hanya teridentifikasi di BKSDA berdasar keterangan maupun kesaksian masyarakat. Selama kurun lima tahun terakhir, lanjut Hartoyo, laporan keberadaan macan tutul Jawa dilaporkan teridentifikasi di kawasan Cagar Alam Ijen (Bondowoso), Cagar Alam Sempu (Malang selatan), Cagar Alam Sigoho dan Picis (Ponorogo).



42



lindung di sepanjang pesisir selatan Jatim mulai Trenggalek hingga Malang selatan juga mengonfirmasi keberadaan Macan Tutul Jawa di beberapa lokasi. Namun data yang terdokumentasi di KPH Blitar maupun KPH Kediri juga masih berdasar analisis okuler, dan belum dilakukan pengamatan secara metodologis. "Kami mencatat sedikitnya tiga kali pertemuan manusia dengan sejenis macan tutul, macan seruni dan macan kumbang di kaki Gunung Kelud (daerah Wlingi, Kabupaten Blitar) pada Juni 2012, dan di kawasan hutan produksi di Kecamatan Campurdarat (Tulungagung) pada Juli 2012," terang Kaur Lingkungan KPH Blitar, Dwi Endang, Pihaknya pernah mencoba melakukan pengamatan langsung dengan metode biodiversity, yakni teknik pengamatan flora/fauna pada satu garis wilayah pada sampel petak yang telah ditentukan). Namun saat itu belum menemukan adanya jejak macan tutul Jawa, meski lokasi sampel area yang diambil berada tak jauh dari lokasi pertemuan karnivora langka tersebut di kaki Gunung Kelud (jarak sekitar 3-5 kilometer). Pemerhati macan tutul jawa, Hendra Gunawan mengatakan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menjadi satusatunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. "Namun, nasib suram harimau jawa diperkirakan tidak lama lagi akan menghampiri macan tutul jawa bila manusia hanya diam saja," kata dia saat memberi ulasan dalam Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari. Macan tutul jawa masuk dalam kategori "critically endangered" (kritis) dalam daftar spesies-spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan berada dalam kategori apendiks 1 dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alaminya rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. "Sejak pemetaan empat tahun di pulau jawa. Populasi macan tutul jawa lebih banyak ditemui di halimun-salak atau gedepanggrango," kata Hendra.



Namun kepastian mengenai keberadaan, populasi, serta area jelajah Macan Tutul Jawa ataupun yang jenis Macan Kumbang di empat kawasan tersebut belum terklarifikasi melalui suatu metode penelitian dan pengamatan secara ilmiah.



Ia juga melihat bahwasannya keberadaan macan tutul jawa saat ini sudah mencakup wilayah perukiman. Hal tersebut disebabkan hewan asli pengunungan tersebut sudah kekurangan satwa buruannya.



"Ini masih berdasar analisis okuler, dimana indentifikasi keberadaan masih bersifat general berdasar keterangan dan kesaksian warga. Untuk pertemuan langsung antara petugas (BKSDA) dengan satwa bersangkutan, sejauh ini belum pernah, kecuali di kawasan Ijen beberapa waktu lalu," terang Hartoyo.



"Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya sudah habis (kera, babi, landak, lutung) dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," kata Hendra. (*)



Sumber Antara di KPH Perhutani Blitar maupun KPH Kediri Selatan yang menaungi kawasan hutan produksi dan hutan



Pewarta : Editor: Didik Kusbiantoro COPYRIGHT © ANTARA 2019



https://jatim.antaranews.com/berita/126355/macan-tutul-jawa-teridentifikasi-di-hutan-konservasi-jatim



More plans made to save Javan leopard Bogor, West Java / Mon, February 3, 2014 / 10:26 am Arya Dipa The Jakarta Post



The Forestry Ministry will soon draw up a strategy and action plan on Javanese leopard conservation to help save the species from extinction.



Ministry, the Conservation Breeding Specialist Group, the PKBSI, the Indonesia Safari Park and the Harimau Kita Forum.



The ministry has received recommendations from dozens of participants attending the National Conference on Javan Leopard Conservation, which was held recently at the Indonesia Safari Park in Cisarua, Bogor, West Java.



A Javan leopard researcher from the Conservation Development and Rehabilitation Research Center at the Forestry Ministry, Hendra Gunawan, said the Javan leopard topped the food chain in the forest ecosystem in Java.



In the conference, various recommendations emerged regarding plans to conserve the Javan leopard.



There is no clear information on Javan leopard numbers in the wild. Forestry Minister Zulkifli Hasan estimated the leopards numbered less than 500 across Java.



The recommendations were divided into four main areas: the conservation of the Javan leopard in its natural habitat, the role of conservation institutions (such as zoos and wildlife refuges), public awareness and budgets for conservation activities and research groups supporting conservation. The two-day forum concluded that a studbook keeper on the Javan leopard in Indonesia was required to maintain the genetic quality of the animal in various conservation institutions. It also highlighted the need for standard methods in surveying the population of the leopard, technical guidelines on the protection of the animals victimized in conflicts and the establishment of the Javan Leopard Forum. Our job is to formulate the feedback into a strategy and action plan,' said Agung Nugroho, a representative from the Directorate General of Forest Protection and Natural Conservation, when receiving recommendations from conference participants. Indonesia Zoo and Aquarium Association (PKBSI) secretary-general Tony Sumampau said the conference was necessary to obtain input regarding measures to save the Javan leopard, the only remaining large cat on Java. 'This species must be saved, otherwise it will become extinct like the Bali tiger and the Javan tiger,' said Tony, who is also head of the Indonesian Wild Animals Conservation Forum (Foksi). Owing to these concerns, a number of conservationists and journalists affiliated with the forum have made efforts to initiate the conference backed by the Forestry



'The Javan leopard is the key species that is very important for a balanced ecosystem,' said Zulkifli. In his research, Hendra explained that problems between humans and the Javan leopard between 2001 to 2012 had tended to rise. In 2001, only one case was recorded, but in 2011 the number increased to 16 cases. Competition between the predators and man cannot be separated from the struggle for land. This has resulted in the leopard being further threatened in Central Java than in West Java. The threat is due to the condition of forests ' the Javan leopard's habitat in Central Java ' which is dominated by production forests directly connected with human activities. 'While on the other hand, West Java has more protected forests,' added Hendra. The forum was declared by 10 representatives of various stakeholders from state-run forestry enterprise PT Perhutani, Foksi, Java Carnivore Awareness, the Indonesia Institute of Sciences (LIPI), the Bogor Agricultural Institute, the Conservation Breeding Specialist Group Indonesia and the Zoological Society of London. 'We will later work in line with guidelines in the strategy and action plan on Javan leopard conservation, which will be approved by the forestry minister. This forum is quite good because it accommodates every stakeholder involved in the conservation program,' said Tony.



https://www.thejakartapost.com/news/2014/02/03/more-plans-made-save-javan-leopard.html



43



Leopard detected in conservation forests in East Java 4th February 2014



"We are awaiting a legal decision to declare the Javanese leopard as a protected animal before we can make any protection plans," he emphasized. He explained that the existence of the big cat has been threatened by the loss of habitat due to deforestation as well as conflict with humans and diseases. In the past five years, the Javanese leopard has been spotted in the Ijen (Bondowoso), Sempu (Malang), Sigoho, and Picis (Ponorogo) forests, he claimed. (Phantera pardus melas/java leopard) (ANTARA/Musyawir)



Tulungagung, E Java (ANTARA News) - The East Java chapter of the Natural Resources Conservation Agency (BKSDA) has detected Javanese leopards (Panthera Pardus Melas) in four conservation forests in the region, stated its head, Hartoyo. He released the statement here on Tuesday, in response to a declaration on saving the endangered Javanese leopard issued at a Javanese leopard conservation conference in Bogor, West Java, on January 29-30, 2014. "So far, we have come to know about it, based on the reports indicating the existence of the wild animal and also from some eye witnesses," he remarked during a telephonic conversation, when asked to give confirmation about the existence of the Javanese leopard. He admitted that the existence of the Javanese leopard was not properly documented as it is not included as species whose protection must be prioritized based on the ministerial regulation. The Javanese bull (Bos Javanicus), Javanese eagle (Nisaetus Bartelsi), and cockatoo (cacatua galerita) have been identified by the ministry as three rare species and their monitoring has been prioritized. The Javanese leopard is not included in the BKSDAs monitoring priority list as it is not included in the list of protected animals, although its existence in the forests is almost extinct.



44



However, their existence had yet to be confirmed based on the research and scientific monitoring data, he added. "Now, confirmation of its existence is based on an ocular analysis and general information obtained from the witnesses. There has been no direct contact between the BKSDA officials and the animal, except in Ijen, some time ago," he stated. Leopard observer Hendra Gunawan pointed out that the Javanese leopard is the only big cat that still exists in Java after the Javanese tiger (panthera tigris sondaica) was declared extinct in the 1980s. "Thus, unless serious efforts are made to protect the leopard, the fate of this big cat will also follow suit," he remarked at the conference in Bogor. The Javanese leopard has been categorized as critically endangered species and put in the list of the International Union for Conservation of Nature under the category Appendix I in CITES. No exact data is available on the exact numbers of the Javanese leopard existing in the forests of Java. "Since mapping was conducted four years ago, the animal was mostly found in Halimun-Salak or Pangrango Mountain (West Java)," Hendra reported. Reporting by Slamet Agus Sudarmojo (T.KR-SAS/H-YH/INE/S012) EDITED BY INE Editor: Aditia Maruli Radja



https://en.antaranews.com/news/92533/leopard-detected-in-conservation-forests-in-east-java



MacanTutulJawaTeridentifikasidiHutanJatim Laporan Fatkhurohman Taufik | Rabu, 05 Februari 2014 | 06:00 WIB



Suarasurabaya.net - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim mengidentifikasi indikasi keberadaan macan tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) di empat kawasan hutan konservasi yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Teknis BKSDA Jatim, Hartoyo, Selasa, menanggapi deklarasi penyelamatan macan tutul Jawa pada Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari 2014. "Sementara ini kami baru mendapat laporan indikasi keberadaan macan tutul jawa berdasar laporan dan kesaksian warga," kata Hartoyo dikonfirmasi Antara melalui saluran telepon. Diakuinya, eksistensi atau keberadaan Macan Tutul Jawa selama ini belum terdokumentasi secara baik karena belum masuk satwa prioritas yang dilindungi, berdasar peraturan Menteri Kehutanan RI. Tiga jenis satwa langka yang telah diidentifikasi dengan cukup baik dan menjadi prioritas pengawasan BKSDA berdasar Permenhut RI adalah Banteng Jawa (Bos Javanicus), Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi), serta Kakatua Jambul Kuning (Cacatua Galerita). Macan Tutul Jawa belum masuk prioritas pengawasan BKSDA karena selama ini belum dimasukkan dalam daftar satwa langka dilindungi, mesko eksistensinya di alam bebas sama-sama diambang kepunahan. "Kami masih menunggu aturan serta payung hukumnya yang menetapkan macan Tutul Jawa sebagai spesies yang dilindungi dari ancaman kepunahan, sebelum menyusun langkah ataupun rencana tindak lanjut," terang Hartoyo. Keberadaan kucing besar yang diprediksi populasinya semakin sedikit seiring alih fungsi lahan secara masif di pulau Jawa, perburuan serta konflik dengan manusia, hingga penyakit lain itu hanya teridentifikasi di BKSDA berdasar keterangan maupun kesaksian masyarakat. Selama kurun lima tahun terakhir, lanjut Hartoyo, laporan keberadaan macan tutul Jawa dilaporkan teridentifikasi di kawasan Cagar Alam Ijen (Bondowoso), Cagar Alam Sempu (Malang selatan), Cagar Alam Sigoho dan Picis (Ponorogo). Namun kepastian mengenai keberadaan, populasi, serta area jelajah Macan Tutul Jawa ataupun yang jenis Macan Kumbang di empat kawasan tersebut belum terklarifikasi melalui suatu metode penelitian dan pengamatan secara ilmiah. "Ini masih berdasar analisis okuler, dimana indentifikasi keberadaan masih bersifat general berdasar keterangan dan kesaksian warga. Untuk pertemuan langsung antara petugas (BKSDA) dengan satwa bersangkutan, sejauh ini belum pernah, kecuali di kawasan Ijen beberapa waktu lalu," terang Hartoyo. Sumber Antara di KPH Perhutani Blitar maupun KPH Kediri Selatan yang menaungi kawasan hutan produksi dan hutan



lindung di sepanjang pesisir selatan Jatim mulai Trenggalek hingga Malang selatan juga mengonfirmasi keberadaan Macan Tutul Jawa di beberapa lokasi. Namun data yang terdokumentasi di KPH Blitar maupun KPH Kediri juga masih berdasar analisis okuler, dan belum dilakukan pengamatan secara metodologis. "Kami mencatat sedikitnya tiga kali pertemuan manusia dengan sejenis macan tutul, macan seruni dan macan kumbang di kaki Gunung Kelud (daerah Wlingi, Kabupaten Blitar) pada Juni 2012, dan di kawasan hutan produksi di Kecamatan Campurdarat (Tulungagung) pada Juli 2012," terang Kaur Lingkungan KPH Blitar, Dwi Endang, Pihaknya pernah mencoba melakukan pengamatan langsung dengan metode biodiversity, yakni teknik pengamatan flora/fauna pada satu garis wilayah pada sampel petak yang telah ditentukan). Namun saat itu belum menemukan adanya jejak macan tutul Jawa, meski lokasi sampel area yang diambil berada tak jauh dari lokasi pertemuan karnivora langka tersebut di kaki Gunung Kelud (jarak sekitar 3-5 kilometer). Pemerhati macan tutul jawa, Hendra Gunawan mengatakan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menjadi satusatunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. "Namun, nasib suram harimau jawa diperkirakan tidak lama lagi akan menghampiri macan tutul jawa bila manusia hanya diam saja," kata dia saat memberi ulasan dalam Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari. Macan tutul jawa masuk dalam kategori "critically endangered" (kritis) dalam daftar spesies-spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan berada dalam kategori apendiks 1 dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alaminya rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. "Sejak pemetaan empat tahun di pulau jawa. Populasi macan tutul jawa lebih banyak ditemui di halimun-salak atau gede-panggrango," kata Hendra. Ia juga melihat bahwasannya keberadaan macan tutul jawa saat ini sudah mencakup wilayah perukiman. Hal tersebut disebabkan hewan asli pengunungan tersebut sudah kekurangan satwa buruannya. "Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya sudah habis (kera, babi, landak, lutung) dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," kata Hendra. (ant/fik)



http://www.suarasurabaya.net/print_news/Kelana%20Kota/2014/130087-Macan-Tutul-Jawa-Teridentifikasi-di-Hutan-Jatim



45



Perlindungan Bagi Raja Hutan Jawa Koran Tempo, Jakarta – Belakangan ini, warga Desa Alam Endah di kaki Gunung Patuha, Ciwidey, Kabupaten Bandung, resah. Maklum, empat anjing milik penduduk dilaporkan lenyap. Sementara di seberang jalan, mereka menemukan tetesan darah dan bulu anjing berceceran. Tuduhan tertuju ke macan tutul yang menghuni kawasan hutan di sana. Jika ada macan tutul, artinya lingkungan sekitar baik,” kata Sigit Ibrahim, koordinator pengasuh di Pusat Rehabilitasi Satwa Aspinall Foundation Ciwidey, yang mendapatkan laporan dari Desa Alam Endah. Dia senang karena macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) kini berstatus kritis atau diambang kepunahan. Konflik warga dengan kucing besar tersebut memang kerap terjadi. Karena itu, akhir Januari 2014, puluhan perwakilan dari Perhutani, Perkebunan, Taman Nasional, kebun binatang, serta aktivis lingkungan dan satwa liar, membahas strategi dan rencana aksi konservasi macan tutul jawa. Konferensi di Hotel Taman Safari Cisarua, Bogor, Jawa Barat, yang dibuka Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan tersebut merumuskan dan memberi masukan rencana konservasi yang telah dibuat pemerintah. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan, Novianto Bambang, mengatakan ada enam target yang diharapkan tercapai mulai 2016. Pertama, mempertahankan macan tutul hidup di alam dengan ukuran jumlahnya tetap atau bertambah. Kedua, habitat macan tutul tidak berkurang. “Selanjutnya, membangun infrastruktur dan meningkatkan kapasitas Kementerian Kehutanan dalam pemantauan dan evaluasi upaya konservasi macan tutul,” kata Novianto. Peneliti Utama di Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi Badan Litbang Kementerian Kehutanan, Hendra Gunawan mengatakan konflik manusia dengan macan tutul cenderung meningkat dalam 10 tahun terakhir. Dari satu kasus pada 2001 menjadi 16 kasus pada 2011. Adapun sepanjang 2012, ada lima laporan kasus gangguan macan tutul yang ke luar dari hutan dan masuk perkampungan. Beberapa kasus dari laporan media massa yang dikumpulkan Forum Konservasi Satwa Liar (FOKSI) adalah penangkapan macan oleh warga di kaki Gunung Syawal, Ciamis, Jawa Barat, pada 2011. Kemudian di Kalapagunung, Kuningan, pada Oktober 2012, dan seekor macan yang kemudian mati setelah terjerat perangkap babi hutan di Desa Kuta Agung, Dayeuhluhur, Cilacap. Tahun lalu, ada juga seekor macan yang masuk kandang unggas dan ditangkap warga kampung Dukuh Duplak, Desa Tempur, di kaki



46



pegunungan Muria, Jawa Tengah. Hendra, yang blusukan meneliti macan tutul di Jawa Barat dan Jawa tengah sejak 1986, mengatakan macan tutul keluar hutan bukan hanya karena kekurangan mangsa, tapi juga akibat perebutan wilayah kekuasaan. Fakta temuannya, semua macan tutul yang keluar dari habitatnya itu berjenis kelamin jantan yang siap kawin dengan umur 2-2,5 tahun atau lebih. Dari pemetaan dan riset selama 2010, diperkirakan macan tutul tersebar di 75 lokasi di pegunungan Jawa Barat hingga Banten. Sebagian besar menyebar di hutan hujan tropis pegunungan berketinggian 1.000 meter dari permukaan laut (mdpl). Selebihnya hidup di hutan hujan tropis dataran rendah yang kurang dari 1.000 mdpl, hutan tanaman pinus, mahoni, dan kayu rimba campuran. “Hampir semua gunung di Jawa Barat bermacan tutul,” ujarnya. Ancaman hidup satwa ini di Jawa Barat berkisar 15 persen. Tingkatnya lebih rendah daripada di Jawa Tengah, yang mencapai 44 persen. Bisa dipahami karena 80 persen hutan di Jawa Tengah jenis produksi, yang ditanam untuk ditebang Perhutani. Di Jawa Tengah, Hendra menemukan 48 lokasi tinggal macan. Terbanyak di daerah hutan pinus, lalu jati, hutan alam pegunungan, hutan tanaman campuran, dan hutan alam dataran rendah. Sementara ini, Hendra baru menghitung jumlah populasi macan tutul di Jawa Tengah dengan metode campuran, yakni survei dan pemodelan. Berdasarkan inventarisasi, jumlahnya 234-383 ekor. Adapun dari hasil pemodelan spasial, jumlahnya 240400 ekor. Jumlah populasi itu belum termasuk faktor angka kelahiran dan kematian macan tutul karena masih sulit menghitungnya. Tindakan sekarang yang men desak, kata Hendra, adalah menyelamatkan macan yang turun dari lereng gunung. Caranya dengan mempertahankan luasan habitat hingga menambah area jelajahnya. Macan jantan yang paling tinggi jelajahnya, mencapai luasan teritori 400 hektare. “Semakin besar tubuh predator, daya jelajahnya juga luas,” katanya. Skenario lain, pemerintah harus menyediakan tempat suaka (sanctuary) seperti badak Sumatera di Lampung. Luas area hutan yang dibutuhkan untuk suaka macan tutul di Jawa idealnya 600-1.000 hektare. Menurut Hendra, area jelajah macan tutul di kawasan suaka bisa dipersempit hanya sekitar 50 hektare. Caranya dengan menyediakan banyak hewan mangsa, seperti babi hutan atau rusa, sebagai sajian utama untuk Sang Raja. Jurnalis : Anwar Siswadi Koran Tempo | 12 Februari 2014 | Hal.12



http://www.perhutani.co.id/2014/02/perlindungan-bagi-raja-hutan-jawa/



Camera traps reveal undiscovered leopard population in Javan forest Posted on February 19, 2017Author WCCLASCategories borders, camera traps, Cikepuh, conservation, critical habitat, Critically Endangered, decline, distribution, enforcement, enroachment, Environment and Forestry, extinct, forest, habitat loss, health, human wildlife conflict, Indonesian Ministry, IUCN, Javan, leopard, population, prey predator ratio, protection, research, sanctuary, species survival, study, wildlife management



since the fall of strongman President Suharto in the late 1990s. Before 2014, the presence of leopards in Cikepuh had never been comprehensively studied, said Erwin Wilianto, project officer at Forum HarimauKita, an NGO. It was the previous year that reports of leopard sightings began to gain traction. Nearby cattle farmers said big cats emerging from the forest had attacked their calves. According to a report published last week by Mongabay’s Indonesia team, the Indonesian Ministry of Environment and Forestry announced that hidden cameras had confirmed the presence of Javan leopards (Panthera pardus melas) in Cikepuh, a wildlife sanctuary along the island’s southern coast. The animals, listed as Critically Endangered by the IUCN, were previously believed to have died out there in the early 2000s. Only some 250 Javan leopards are thought to still roam throughout the island’s forests. Habitat loss, prey-base depletion, poaching and conflict with humans have decimated their numbers. The species is still holding on in Cikepuh. The government’s camera traps spotted three individuals: two with yellow fur and black spots, and one with an all-black coat. Eight more leopards are believed to inhabit the sanctuary, according to the ministry. “The return of this species indicates that the sanctuary has been successfully restored,” ministry spokesperson Djati Witjaksono Hadi said in a statement. Encroachment has been a problem in the area



A series of studies, including one by Bogor Agricultural University students, reinforced the notion that leopards might still exist the sanctuary. Researchers from International Animal Rescue, an NGO, found what appeared to be leopard footprints and droppings. Last summer, the Natural Resources C o n s e r v a t i o n A g e n c y, a n a r m o f t h e environment ministry, installed the camera traps. Over 28 days, the three leopards were spotted seven times. “The leopards’ presence in Cikepuh has finally been confirmed,” Wilianto told Mongabay. Encroachment in some parts of Cikepuh isn’t as bad it once was, and the forest has begun to reclaim some areas, which makes for “very good for leopard habitat,” said Hendra Gunawan, head of the Javan Leopard Conservation Forum, an NGO. “As long as it’s not encroached upon, the leopard population will be able to develop nicely,” he told Mongabay. The leopards compose a small, isolated population. The next closest one is more than 200 kilometers away in Mount Jampang. The corridor that once connected the two areas is mostly farms now.



https://wcclas.org/index.php/2017/02/19/camera-traps-reveal-undiscovered-leopard-population-in-javan-forest/



47



Ujung Batas Satwa Karnivora yang Tersisa di Pulau Jawa 7 Februari 2014 08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015 02:04 Penyempitan dan degradasi kualitas habitat ini secara otomatis telah mengancam kelestarian macan tutul jawa, karena macan tutul jawa bukan seperti kucing rumahan atau kucing peliharaan yang keberadaanya berlimpah ruah hidup berdampingan dengan manusia.



"Macan Tutul Jawa Panthera Pardus di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat. Ilustrasi/Admin



“Mari selamatkan ekosistem hutan di Jawa dengan melindungi kucing besar jawa!”. Kucing besar jawa yang resminya disebut dengan macan tutul jawa, merupakan satwa karnivora besar yang setidaknya masih menyisahkan harapan terhadap hutan di Pulau Jawa sebagai kunci ekosistem setelah mulai sirnanya keberadaan harimau akibat deforestasi yang berlebihan di Indonesia. Namun perlu diketahui bahwa harapan-harapan kecil pada si macan tutul jawa sangat perlu dijaga agar tidak menjadi mimpi buruk di kemudian hari, karena pada saat ini hewan bertotol-totol ini berstatus secara kritis terancam punah dan sudah berada di dalam daftar merah IUCN. Kisah memilukan ini tidak semata-mata terjadi dengan sendirinya, berbagai macam sebab yang seiring terjadi demi berjalannya pemenuhan kebutuhan hidup manusia sudah menjadi alasan mengapa keberadaan macan tutul jawa semakin terancam. Habitat macan tutul jawa makin terkikis akibat fragmentasi habitat yang dibutuhkan untuk pemukiman, pertanian, pembangunan jaringan jalan, jaringan listrik SUTET, dan sistem silvikultur tebang habis. 48



Macan tutul jawa merupakan kucing besar pemalu yang hidup menyendiri tanpa overlap dengan individu jantan lainnya di dalam area teritorinya (daerah jelajah) yang relatif luas, melebihi 600 ha, dan akan keluar hanya pada saat musim kawin. Walaupun macan tutul jawa sangat mudah beradaptasi, hewan bertubuh warna dasar coklat kekuningan ini hanya menempati wilayah yang bertoleransi tinggi terhadap iklim dan makanan untuk tempat berburu dan berlindung, tempat melindungi dan memelihara anak, tempat istirahat, dan tempat mengasuh anak. Dan menurut dari penelitian yang dilakukan oleh Hendra Gunawan dkk, sebagian besar macan tutul jawa hidup di hutan pinus pada ketinggian lebih dari 500 dpl, beriklim basah dan topogra inya lebih dari 60% curam sampai sangat curam. Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 100 ekor macan tutul jawa yang masih tersisa di seluruh Pulau Jawa. Namun disayangkan jumlah keberadaan satwa liar ini terus menurun akibat penyebarannya yang diperkirakan terus menyempit. Demi pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia yang semakin beragam dan meningkat, nasib si pemegang kunci ekosistem ini makin cenderung terabaikan. Satwa liar yang seharusnya memperoleh perlindungan maksimal ini justru rawan mengalami persaingan habitat dengan manusia, yang menyebabkan satwa liar ini terisolasi dalam area jelajah yang sempit, sehingga sulit untuk memungkinkan satwa liar ini dapat melakukan aktivitas dan memenuhi



kebutuhan hariannya. Padahal satwa langka ini memegang peranan penting dalam ekosistem sebagai predator tinggi yang menekan populasi spesies lain dengan dijadikan mangsanya. Dapatkah kita bayangkan apa yang terjadi pada ekosistem hutan apabila keberadaan macan tutul jawa tercapai punah? Berbagai jenis satwa yang biasa menjadi mangsa macan tutul jawa seperti kijang, monyet abu-abu, lutung, anjing kampung, dan babi hutan akan mengalami peningkatan jumlah populasi yang secara tak terkendali. Apabila jenis satwa tersebut membludak jumlah populasinya, hutan mungkin tak akan mampu menyokong kehidupan satwa-satwa tersebut dan akan terjadi gangguan kestabilan sebuah ekosistem. Tak dapat dihindari jikalau hutan tidak mampu memnyediakan panganan bagi s a t w a - s a t w a y a n g m e m b l u d a k j u m l a h populasinya ini nantinya akan merusak pertanian atau menghampiri pemukiman warga. Hal ini dapat memicu kon lik berdarah antara manusia dan satwa liar. Sedangkan kita sebagai manusia pun harus menghargai bahwa setiap satwa memiliki hak hidup. Hilangnya satu spesies dapat mengurangi kekayaan alam. Harus kita pahami bahwa setiap antar spesies satu sama lain memiliki simbiosis tertentu. Apabila salah satu jenis makhluk hidup m e n g a l a m i k e p u n a h a n , m a k a d a p a t memungkinkan akan mengancam makhluk hidup lain. Kita sebagai manusia memerlukan hutan untuk menjaga struktur tanah agar tidak terjadi longsor dan banjir, menyuplai oksigen untuk bernapas, dan membiarkan berbagai jenis tanaman herbal hidup secara liar. Keberadaan lora dan fauna di hutan tak dapat dipisahkan. Sebagian lora membutuhkan sebagian fauna dalam memegang andil bagi pertumbuhan dan persebaran tumbuhan. Tanpa fauna, proses pertukaran genetik pada tumbuhan akan terganggu dan hal ini dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tumbuhan-tumbuhan tersebut untuk dapat hidup. Semakin rendah tingkat keanekaragaman genetik pada suatu individu, semakin rendah tingkat pertahanan hidupnya. Apabila fauna punah, maka kelestarian hidup



berbagai lora di hutan pun akan terancam dan dapat menyebabkan kualitas fungsi hutan yang kita butuhkan dapat terdegradasi. Maka itu dari uraian panjang di atas yang merujuk pada pentingnya kehidupan macan tutul jawa, kita perlu melakukan upaya atau pertimbangan untuk melestarikan atau melindungi satwa langka tersebut. T e r d a p a t b e r b a g a i h a l y a n g p e r l u dipertimbangkan sebagai upaya mendukung untuk melindungi satwa liar ini, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kontinuitas habitat tutul jawa di hutan produksi. Hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah perlu dibuatnya pemetaan penyisahan k o r i d o r s e b e l u m m e l a k u k a n k e g i a t a n pembangunan non-konservatif untuk menjamin kontinuitas habitat agar terus dapat menyokong kebutuhan harian macan tutul jawa. Kegiatan seperti pertanian secara tumpangsari, sistem tebang habis, atau pembangunan jalan di hutan produksi sangat perlu dipertimbangkan agar tidak memotong ruang jelajah macan tutul jawa. Selain itu, perlu peraturan keras untuk menetapkan berbagai jenis petak hutan yang mutlak dijadikan kawasan konservasi (High Conservation Value Forest), agar tidak digunakan untuk keperluan lainnya. Apabila satwa liar ini sudah terlanjur terjebak dalam area hutan yang sempit, maka harus dilakukan penyelamatan dengan mentranslokasikan satwa liar ini ke area hutan lainnya yang dapat memenuhi atau menyediakan komponenkomponen yang dibutuhkan oleh macan tutul jawa. Selain pertimbangan yang diuraikan di atas, dibutuhkan juga tenaga ahli khusus yang disediakan dan alokasi anggaran khusus untuk mendukung upaya konservasi macan tutul jawa. Dengan memberikan perlindungan maksimal terhadap satwa liar khususnya macan tutul jawa, maka kontinuitas ekosistem di hutan produksi akan berjalan baik, dan akan memberikan manfaat yang baik untuk manusia. Maka itu, marilah kita sama-sama beraksi untuk menyelamatkan dan melestarikan kehidupan macan tutul jawa!



https://www.kompasiana.com/okky_dwi_pramudyawardhani/552ff1c16ea834df6e8b4577/ujung-batas-satwa-karnivora-yang-tersisa-di-pulau-jawa



49



Inilah Ancaman Serius Macan Tutul By admin - February 22, 2014 Garut News ( Sabtu, 22/02 – 2014 ).



Semua bisa dia makan, dia makan. Umumnya primata. Ternyata keragaman satwa tak memengaruhi keberadaan mereka, katanya pula. Iklim merupakan parameter terpenting dari habitat macan tutul, terbukti dari uji statistik. Terdapat korelasi antara macan tutul dengan iklim tertentu. Status fungsi hutan juga terdapat korelasinya. Sebanyak 79% macan tutul ada di hutan produksi. Ini ancaman bagi kita. Perlu mendapat perhatian, imbuh Hendra Gunawan. Anak macan Tutul yang Lahir di Taman satwa Cikembulan. (Foto: John Doddy Hidayat).



Macan tutul di dunia terdapat sembilan subspesies, salah satunya Panthera pardus melas hanya terdapat di Pulau Jawa, dan beberapa pulau di sekitarnya, seperti Kangean, Nusa Kambangan, dan Pulau Sempu. Macan tutul jawa semakin semakin terancam, ditunjukkan status diberikan IUCN, padahal dilindungi sejak 1970, berdasar SK Menteri Perhutanan.Salah satu keunikan macan tutul jawa, melanisme. Macan tutul di daerah lain langka terjadi melanisme, berupa penghitaman. Pigmen hitamnya menjadi dominan, sehingga banyak ditemukan macan kumbang di Jawa. Ada menduga ini proses adaptasi dari hutan tropis, mencari mangsa sebagai penyamaran, tetapi belum diketahui pasti. Asumsinya, kemungkinan di Jawa Barat lebih banyak macan kumbang daripada di Jawa Tengah lantaran merupakan proses adaptasi mereka dari hutan tropis. Demikian dikemukakan Hendra Gunawan pada Konfrensi Nasional Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), di Taman Safari Cisarua, Bogor, akhir Januari lalu. Dikemukakan, macan tutul mendapat ancaman utama dari kehilangan habitat (degradasi habitat, penurunan kualitas habitat, dan tak terasa fragmentasi habitat), katanya.



Ketinggian tempat pun, ada korelasinya. Macan tutul menyukai tempat tinggi karena populasi penduduknya lebih kecil. Mereka berkumpul di dataran rendah, sehingga sekarang tersisa di daerah gunung-gunung, Gunung Slamet, Sindoro, di Jawa Tengah. Hampir semua gunung di Jawa Barat terdapat macan tutulnya. Frekuensi habitat. Sebenarnya macan tutul berada di satu tempat ini ngacak atawa memilih? Ternyata matul memilih tempat. Macan tutul memilih hutan dataran rendah daripada hutan campuran. Mereka memilih lereng. Ketinggian tempat di atas 1.000 mdpl lebih disukai. Ini teruji secara statistik. Dia memilih bukan lantaran terpaksa atawa karena tak ada tempat lain. Tempat lain itu ada, hanya saja mereka memilih. Kerawanan habitat ini penting. Untuk memanajemen populasi, kita kudu mengetahui kondisi kerawanan tersebut. Kerawanan saya dekati dari kemungkinan terhadap gangguan manusia. Karena itu kerawanan habitat model spasialnya menggunakan topografi ketinggian tempat dan status fungsi. Dengan pembobotan, di Jawa Tengah 44% habitat memiliki kerawanan tinggi, artinya tak aman. Sementara di Jawa Barat, 15% habitat rawan. Ini logis juga karena 80% hutan di Jawa Tengah hutan produksi setiap saat bisa ditebang habis.



Ketiga sektor itu menyebabkan habitatnya menjadi tak sesuai, populasi menurun, sehingga menjadi punah lokal. Bahkan beberapa ada terisolasi. Macan tutul jawa ini kata dia, posisinya penganti Harimau Jawa sebagai spesies kunci di ekosistem Jawa.



Kemudian peta kerawanan. Dengan pengetahuan ini bisa melakukan pemetaan manajemen, di habitat rawan kita kudu berbuat apa dan di habitat aman kita harus berbuat apa.



Pada sisi lain, data tentang macan Tutul Jawa ini masih sangat kurang, sehingga upaya konservasi masih mengalami kesulitan. Karena itu, ke depan masih perlu banyak diteliti.



Inilah pentingnya melakukan penelitian. Di Jawa Barat, masih cukup banyak habitat aman dibandingkan rawan. Kesesuaian habitat. Model kesesuaian habitat dipakai di mana-mana.



Berikut beberapa lintasan Macan Tutul Jawa dari hasil penelitiannya. Macan tutul di Jawa menghuni hampir semua hutan, hutan alam maupun hutan tanaman. Tetapi hasil penelitian itu, terdapat kencenderungan mereka menyukai hutan tertentu, misalnya di Jawa, lebih menyukai hutan alam, hutan tropis pegunungan.



Di Amerika, hampir semua satwa menggunakan model kesesuaian habitat. Dengan model kesesuaian habitat itu, kita bisa melakukan upaya konservasi apa.



Di Jawa Tengah hutan tropis dataran rendah. Sedangkan satwa mangsa, mereka memangsa apa saja. Pernah menemukan mereka memangsa landak di daerah Carita.



50



Provinsi Jawa Barat masih beruntung, lantaran lebih banyak hutan konservasi daripada hutan produksi, sehingga statusnya masih aman. Topografi juga ada korelasinya swebab macan tutul ternyata menyukai daerah terjal, curam, lantaran di lokasi ini tak ada manusia, dan terbukti juga macan tutul mengalami kepunahan lokal berada di daerah datar sebab diambil alih manusia, dijadikan ladang dan kebun.



Saya mencoba membuat model kesesuaian habitat macan tutul di Jawa Tengah. Jawa Barat belum dibuat karena data belum lengkap. Data sulit dibuat membuat klasifikasi mangsa. Kalau yang lain bisa menggunakan data spasial yang ada. Klasifikasi mangsa, kita kudu mengecek satu per satu ke lapangan, itu sulit.



Di Jawa Tengah ternyata ada 15% kantong habitat sesuai dan aman, 32% sesuai, tetapi tak aman, 10% kesesuaian tinggi dan aman. Sebagian besar sesuai, tetapi tak aman. Status populasi. Macan Tutul Jawa tersebar pada hampir seluruh Pulau Jawa. Umumnya tersebar di gunung-gunung dan beberapa gunung besar merupakan mainland island atawa sumber kolonisasi populasi-populasi di sekitarnya. Umumnya, hutan-hutan konservasi habitat inti dari macan tutul, sementara hutan lain di sekitarnya hanya habitat pendukung. Kelestarian populasi macan Tutul Jawa tergantung mainland island ini. Dimaksud mainland island adalah populasi besar, sebagai sumber kolonisasi populasi di sekitarnya. Misalkan di Jawa Barat Gunung Salak, Gunung Gede itu mainlandnya. Sedangkan di Jawa Tengah terdapat Gunung Slamet menjadi mainlandnya. Dari Gunung Slamet menyebar ke mana-mana. Fragmentasi. Dalam manajemen populasi, fragmentasi menjadi masalah penting sebab fragmentasi sangat berat di Pulau Jawa ini. Sebagai contoh hutan alam di Jawa Tengah dari 1990-2006, 88%-nya hilang. Nanti ada parameter-parameternya. Kantong-kantong habitatnya menurun jumlahnya. Di Jawa Barat masih relatif lebih ringan. Sebagai contoh, hutan lahan kering sekunder dari 123 fragmen menjadi 86 fragmen kantong-kantong habitat. Hutan primernya dari 23 fragmen menjadi 18 fragmen. Jadi memang terdapat penurunan. Nah, ini parameter-parameter fragmentasi bisa kita gunakan untuk memanajemen populasi. Kelihatan sekali, dari luasannya menurun, dari jumlah kantong habitatnya juga menurun. Sementara total age-nya itu, kita tahu di manajemen populasi ada istilah age effect, effectably, semakin tinggi age-nya, effectably-nya makin banyak. Itu semakin mengancam kelestarian satwa-satwa, khususnya satwa interior atawa satwa tak suka di daerah pinggiran. Seperti macan tutul ini kan tak suka di daerah pinggiran. Beda dengan monyet ekor panjang. Ini gambaran klasifikasi di Jawa. Kemudian metapopulasi. Ada empat tipe metapopulasi: tipe classic, mainland island, neo equilibirum (populasi terpencar, tapi tak saling terhubungkan), patchy population. Saya membuat tipe-tipe metapopulasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ini contoh patchy population di Jawa Barat, daerah Kuningan. Patchy population ini tak terlalu mengkhawatirkan karena masing-masing populasi masih bisa terhubung. Masih bisa kawin dengan populasi di sekitarnya. Mengkhawatirkan neo equilibirum, populasi terpencar, apalagi jika terisolasi. Dia tak bisa kawin dengan tetangganya, akhirnya lama-lama punah juga akibat inbreeding. Tipe classic, masih bisa berhubungan, tetapi ada penghalang sangat sulit dilewati, tetapi ada beberapa bisa melewati.



ada pemukiman, akhirnya dia masuk ke pemukiman. Risiko punah. Baru menganalisis risiko kepunahan di Jawa Tengah, Jawa Barat saya belum punya. Jawa Tengah memiliki risiko punah tinggi, 17% dari populasi yang ada. Saya buat peta risiko kepunahan. Populasi-populasi saya gambar merah, peluang tinggi punah secara lokal dalam waktu dekat. Yang kuning sedang, hijau rendah. Cara seperti ini memermudah kita mengetahui apa kudu dilakukan terhadap populasi di daerah sini, ancamannya tinggi. Ini sangat berguna untuk pihak manajemen mengolah populasi di alam. Jawa Barat, kecil sekali tak terlalu kelihatan. Kemudian konflik. Jika kita melihat ada kecenderungan meningkat dari 2001-2013. Apabila kita lihat per bulannya tak ada pola. Misalkan kalau kemarau tinggi, kalau musim hujan rendah. Ternyata tidak. Terpola. Kita lihat lokasinya, di Ciamis paling banyak. Ada beberapa hal penting perlu kita ketahui. Pertama tak terkait musim. Macan tutul keluar umumnya tubuhnya tak kurus, melainkan kekar, kuat. Usianya muda antara 2,5-3 tahun. Semuanya jantan, tak ada betina. Beberapa tak makan ternak, hanya keluar. Terjebak di kandang ayam, terjebak di kamar mandi, tetapi tak makan. Sehingga diagnosanya itu antara lain, dia keluar dari habitatnya karena teritorial. Ketika macan tutul jantan baru disapih induknya, dia kudu mencari teritori sendiri. Di luar teritori bapaknya. Kalau dia bisa mengalahkan bapaknya, bapaknya kudu keluar. Tapi dia kalah, dia keluar mencari teritori baru. Perkiraan saya itu, macan tutul jantan memerlukan lahan seluas 600 hektare. Ketika hutan hanya 2000 hektare, hanya bisa menampung beberapa jantan. Sisanya harus keluar. Namun ini juga jadi indikasi baik, banyaknya macan tutul jantan keluar artinya reproduksi bagus, hanya tempat kurang. Daya dukung. Kasus paling banyak terjadi di Ciamis, di suaka margasatwa Gunung Salak. Kita lihat sekitar Gunung Salak itu seperti apa. Sekitar Gunung Salak menjadi kebun kopi, dibabat habis. Gunung Salak itu tak mampu tanpa dukungan Perhutani sekitarnya. Hutan-hutan di sekitarnya menjadi kebun kopi. Ada juga mengikuti mangsanya. Ternyata kebun penduduk lebih bagus daripada kebun kopi. Jadi satwa mangsanya lari ke sana. Kijang, monyet lari ke kebun penduduk. Macan tutul mengikuti mangsanya, tetapi ternyata di sana ada kambing dan lebih seksi. Sehingga indikasinya jelas, ada manajemen habitat, manajemen populasi, dan manajemen konflik. Dan ini nanti kita tindaklanjuti di FGD. Inilah ancaman matul kita sekarang. Ada kehilangan habitat, degradasi, fragmentasi, perburuan, dan konflik, demikian dipresentasikan Hendra Gunawan.



Ya ng mainland island. Populasi di Gunung Gede mengolonisasi populasi di sekitarnya. Jadi selama sumbernya masih ada kosong, bisa diisi lagi selama ada koridor. Itulah maka, koridor Halimun Salak. Contoh di Jateng, neo equilibirum, lebih banyak. Ada Gunung Muria dan beberapa gunung lainnya, membuat macan tutul Jawa bisa punah dengan sendirinya akibat inbreeding. Mainland island, Gunung Slamet mengolonisasi populasi di sekitarnya. Ada yang ke daerah Majenang, Pemalang, Dieng. Gunung Muria juga sebenarnya dulu mainland island, tetapi terpotong pemukiman sekitarnya, maka ketika ada macan tutul Gunung Muria mau mengolonisasi ke Gunung Cendering, singgah dulu di kamar mandi. Ini dulu ada beritanya di TV. Jadi kemungkinan dia bukan keluar untuk makan di sana, dia mengolonisasi. Tetapi karena



Induk macan Pasca Melahirkan di taman Satwa Cikembulan. (Foto: John Doddy Hidayat).



http://garutnews.com/inilah-ancaman-serius-macan-tutul.html



51



PertamaKaliTerfotoKameraTrap,MacanTutulTerbukti MasihAdadiCikepuh oleh Hariyawan A Wahyudi, Jakarta di 10 February 2017 Hasil yang positif di tahun 2014 tersebut dilanjutkan oleh sebuah kelompok studi satwaliar dari IPB di tahun 2015 yang semakin menguatkan dugaan bahwa macan tutul memang menggunakan SM Cikepuh sebagai habitatnya. “Penelitian menggunakan kamera trap ini sangat penting, karena keberadaan macan tutul jawa di SM Cikepuh akhirnya dapat dipastikan keberadaannya,” kata Erwin yang dihubungi Mongabay, Kamis (09/02/2017). Hal senada diungkapkan oleh Hendra Gunawan, Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata) menyampaikan bahwa memang belum pernah ada penelitian tentang macan tutul jawa di SM Cikepuh sebelumnya. Namun informasi tentang macan tutul jawa ini sering didapatkan dari masyarakat. “Pada tahun 2013 yang lalu, saya masih mendapat informasi macan tutul terlihat oleh masyarakat,” jelasnya. Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) yang telah dinyatakan punah di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat, kembali terdeteksi. Informasi ini disampaikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui siaran pers di Jakarta, 8 Februari 2017 yang lalu. Kehadiran karnivora terbesar di Jawa ini terdeteksi pertama kali dari hasil penelitian mahasiswa dan informasi masyarakat di sekitar Suaka Margasatwa seluas 8.127 hektar ini. Selain itu, peneliti dari International Animal Rescue(IAR) juga melaporkan adanya tanda-tanda keberadaan macan tutul jawa saat melakukan survei primata di kawasan ini. Tanda-tanda tersebut berupa cakaran, kotoran dan juga tapak kaki. Untuk menindaklanjuti informasi tersebut, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat bekerjasama dengan IAR dan Forum HarimauKita menindaklanjuti dengan melakukan penelitian menggunakan kamera trap. Kamera tersebut dipasang di tempat-tempat yang diduga menjadi wilayah jelajah serta tempat-tempat ditemukan tanda-tanda keberadaan macan tutul jawa.



Pada saat SM Cikepuh masih dikuasai oleh para perambah, Hendra juga sering mendapat informasi keberadaan macan tutul jawa. Apalagi di kawasan ini terdapat kawasan berupa savana, di mana dahulu perambah menjadikan area ini sebagai pusat penggembalaan sapi. Beberapa kali ada informasi anak sapi yang diserang macan. Perlu Peningkatan Manajemen Habitat Menghilangnya macan tutul jawa di kawasan SM Cikepuh tak lepas dari permasalahan perambahan kawasan ini di awal era reformasi di tahun 1998-2001 yang lalu. Menurut data KLHK, sekitar 50% kawasan pesisir selatan Jawa Barat ini dikuasai secara ilegal oleh perambah. Tak bisa dipungkiri juga bahwa perburuan ilegal satwaliar juga terjadi seiring terjadinya perambahan itu. Temuan macan tutul jawa di SM Cikepuh ini, menurut Kepala BBKSDA Jawa Barat, Sustyo Iriyono, merupakan salah satu indikator keberhasilan rehabilitasi dan restorasi ekosistem kawasan yang menjadi zona inti Geopark Ciletuh ini. Menurutnya, keberhasilan rehabilitasi bukan hanya dilihat



Setelah pemasangan 24 unit kamerta trap selama 28 hari, didapatkan tujuh frame video yang menunjukkan aktifitas macan tutul jawa di SM Cikepuh. Dari ketujuh file tersebut, teridentifikasi sebanyak 3 individu, 2 diantaranya dengan pola tutul dan 1 individu berupa varian tutul hitam, yang sering dikenal sebagai macan kumbang. Erwin Wilianto, Project Officer Forum HarimauKita, yang juga turut meneliti macan tutul di SM Cikepuh menyampaikan bahwa keberadaan macan tutul jawa di SM Cikepuh belum pernah diteliti secara komprehensif sebelum tahun 2014. Sehingga belum pernah ada catatan deteksi keberadaan dan populasi karnivora besar terakhir di Jawa ini. Tanda-tanda kehadiran macan tutul mulai ditemukan kembali semenjak tahun 2014. Pada tahun itu, dilakukan survey occupancy untuk mendeteksi keberadaan satwa ini.



52



Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) varian tutul hitam atau macan kumbang yang terekam kamera jebak di di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat pada Juni – Agustus 2016. Sebelumnya macan tutul ini dinyatakan punah di kawasan SM Cikepuh. Foto : KLHK/IAR/FHK



Sustyo juga menyampaikan untuk mencoba mengintroduksikan satwa-satwa yang pernah hidup di kawasan ini. Namun, dia menjelaskan bahwa program reintroduksi satwa merupakan program strategis yang memerlukan banyak pihak .Pentingnya Kawasan Sekitarnya Ketika ditanya tentang keberlangsungan populasi macan tutul jawa di SM Cikepuh, Hendra Gunawan menjelaskan bahwa SM Cikepuh merupakan kawasan yang dinilai bagus untuk menunjang keberlangsungan populasi yang ada. Meski sempat dirambah, banyak kawasan sekunder yang saat ini sedang mengalami suksesi. Satwa mangsa seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan (Sus sp.) juga cukup melimpah.



Macan tutul (Panthera pardus), salah satu satwa dilindungi yang hidup di kawasan Gunung Ciremai. Satwa ini terancam karena terjadinya kebakaran di Taman Nasional Gunung Ciremai. Foto : CI Indonesia



dari lebatnya kawasan oleh tumbuhan saja. Puncak dari keberhasilan restorasi adalah hadirnya kembali berbagai jenis satwaliar di kawasan pasca rehabilitasi dan menjadi habitat alaminya. “Restorasi kawasan seharusnya bukan hanya dilakukan terhadap tumbuhan, melainkan juga terhadap satwaliar yang ada di dalamnya,” jelasnya. Sustyo juga menyampaikan untuk mencoba mengintroduksikan satwa-satwa yang pernah hidup di kawasan ini. Namun, dia menjelaskan bahwa program reintroduksi satwa merupakan program sHal senada diungkapkan oleh Hendra Gunawan, Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata) menyampaikan bahwa memang belum pernah ada penelitian tentang macan tutul jawa di SM Cikepuh sebelumnya. Namun informasi tentang macan tutul jawa ini sering didapatkan dari masyarakat. “Pada tahun 2013 yang lalu, saya masih mendapat informasi macan tutul terlihat oleh masyarakat,” jelasnya. Pada saat SM Cikepuh masih dikuasai oleh para perambah, Hendra juga sering mendapat informasi keberadaan macan tutul jawa. Apalagi di kawasan ini terdapat kawasan berupa savana, di mana dahulu perambah menjadikan area ini sebagai pusat penggembalaan sapi. Beberapa kali ada informasi anak sapi yang diserang macan. Perlu Peningkatan Manajemen Habitat Menghilangnya macan tutul jawa di kawasan SM Cikepuh tak lepas dari permasalahan perambahan kawasan ini di awal era reformasi di tahun 1998-2001 yang lalu. Menurut data KLHK, sekitar 50% kawasan pesisir selatan Jawa Barat ini dikuasai secara ilegal oleh perambah. Tak bisa dipungkiri juga bahwa perburuan ilegal satwaliar juga terjadi seiring terjadinya perambahan itu.



Menurut Hendra, macan merupakan spesies yang cenderung mudah menyesuaikan diri dengan kondisi habitat. Selama makanan dan air tersedia, populasi macan akan berkembang lebih mudah. Namun juga dengan catatan minimnya gangguan seperti perambahan dan perburuan. “Bekas perambahan di Cikepuh sudah menjadi hutan kembali. Hal ini sangat bagus sebagai habitat macan tutul. Selama kawasan tidak dirambah, populasi macan akan mampu berkembang dengan baik,” jelasnya lebih lanjut. Justru yang paling penting untuk diperhatikan adalah keterhubungan SM Cikepuh dengan habitat macan tutul jawa di sekitarnya. Secara spasial, saat ini SM Cikepuh cenderung terisolasi dengan kantong-kantong populasi macan di tempat lain. Lokasi terdekat adalah Gunung Jampang, Garut, namun Hendra menyampaikan bahwa rintangannya cukup berat. Koridor yang menghubungkan antara SM Cikepuh dengan Gunung Jampang, mayoritas merupakan perkebunan rakyat. Namun ada hal positif yang masih dapat didorong agar populasi macan tutul jawa di SM Cikepuh ini tidak terisolasi. Hendra menjelaskan bahwa sistem yang digunakan masyarakat dalam mengelola tanahnya yaitu hutan rakyat, dengan komoditas kayu hutan seperti jati dan tanaman kayu lainnya. Tinggal bagaimana semua pihak termasuk masyarakat dapat turut mendukung upaya konservasi macan di wilayah mereka. “Hutan rakyat antara Cikepuh dengan Gunung Jampang ini dikelola sangat bagus oleh masyarakat, karena komoditasnya seperti jati dan kayu keras lainnya. Sistem ini sangat bagus untuk konservasi satwaliar termasuk macan tutul,” imbuhnya. Menindaklanjuti temuan terkait macan tutul jawa ini, KLHK akan menyusun beberapa program dan rencana kerja yang disinergikan dengan program strategis kawasan lainnya. Program-program tersebut diantaranya inventarisasi macan tutul, mitigasi konflik antara macan tutul dengan masyarakat, pengendalian kebakaran hutan, pengembangan zona inti Geopark Ciletuh, reintroduksi satwaliar lainnya serta restorasi habitat satwa.



Temuan macan tutul jawa di SM Cikepuh ini, menurut Kepala BBKSDA Jawa Barat, Sustyo Iriyono, merupakan salah satu indikator keberhasilan rehabilitasi dan restorasi ekosistem kawasan yang menjadi zona inti Geopark Ciletuh ini. Menurutnya, keberhasilan rehabilitasi bukan hanya dilihat dari lebatnya kawasan oleh tumbuhan saja. Puncak dari keberhasilan restorasi adalah hadirnya kembali berbagai jenis satwaliar di kawasan pasca rehabilitasi dan menjadi habitat alaminya. “Restorasi kawasan seharusnya bukan hanya dilakukan terhadap tumbuhan, melainkan juga terhadap satwaliar yang ada di dalamnya,” jelasnya. Macan tutul Jawa di habitatnya, Taman Nasional Halimun Salak. Sumber: CIFOR



https://www.mongabay.co.id/2017/02/10/pertama-kali-terfoto-kamera-trap-macan-tutul-terbukti-masih-ada-di-cikepuh/



53



Empat Ekor Macan Tutul Turun Gunung Kristiadi • 03 April 2015 16:35



medcom.id, Ciamis: Empat ekor macan tutul (Panthera pardus melas) turun gunung ke pemukiman warga di Desa Mekarbuana, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Turun gunungnya macan tutul ini diduga dampak dari perubahan ekositem hutan. Mereka kesulitan mencari makanan. Empat ekor macan tutul tersebut terdiri dari satu induk dan tiga anaknya. Keempatnya berasal dari Suaka Margasatwa Gunung Sawal Kabupaten Ciamis. Peneliti Utama Konservasi Sumberdaya Hutan, Hendra Gunawan, mengatakan empat ekor macan tutul itu keluar dari habitatnya karena diduga ekosistem Gunung Sawal yang dikelilingi hutan lindung dan hutan produksi terbatas sudah berubah. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? Happy Inspire Confuse Sad "Saya sudah kontak KSDA Ciamis, macan itu dari SM Gunung Sawal. Hasil penelitian, menemukan Gunung Sawal sudah dikepung kebun kopi yang berada di Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas yang sebenarnya merupakan buffer Suaka Margasatwa 54



Gunung Sawal," katanya, Kamis (2/4/2015). Menurut dia, macan tutul itu ingin memperluas daerah kekuasaannya karena semakin terdesak oleh hutan produksi. Gunung Sawal merupakan salah satu target kerja forum macan tutul. Sebab, konflik antara macan tutul dengan manusia selalu berulang dan sudah terjadi sejak tahun 2001 sampai sekarang. "Sejak tahun itu, warga Desa Mekarbuana, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis diliputi rasa ketakutan akan kehadiran macan tutul. Karena banyak warga yang mengaku pernah memergoki keempat ekor macan tutul tengah berkeliaran di ladang milik warga," ujarnya. D a n r a m i l P a n a w a n g a n , K a p t e n J o h a r, membenarkan macan tutul yang berhabitat di Hutan Mekarbuana kerap berkeliaran di permukiman warga. "Anggota TNI, Polri dan BKSDA terus melakukan patroli dan melakukan penjagaan di sekitar perkampungan warga dan berupaya untuk mengembalikan macan tutul tersebut ke habitatnya," kata Johar.



https://nusantara.medcom.id/jawa-barat/peristiwa/Zke6ZpqK-empat-ekor-macan-tutul-turun-gunung



Jejak Macan Tutul Kembali Terlihat Di Cagar Alam Cabak, Jawa Tengah 7 March 2017 14:19 trap) juga akan dilakukan untuk memantau keberadaan Macan Tutul di CA Cabak. CA Cabak adalah kawasan konservasi seluas 33,4 ha yang terletak di Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 21 Februari 1919, No. 6 Lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1919, No. 90. Status tersebut diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.359/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004.



Jejak Macan Tutul terlihat di Cagar Alam Cabak, Jawa Tengah



KBRN, Jakarta : Tim Patroli Resort Pati Timur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Kementerian LHK menemukan jejak yang diperkirakan Macan Tutul di kawasan Cagar Alam (CA) Cabak, Senin (27/02/2017). Penemuan jejak ini terdapat pada titik koordinat (49M 558014 9222031) UTM. Jejak yang ditemukan berukuran ± 7 cm, sedangkan diameter jejak kaki Macan Tutul diketahui umumnya berukuran antara 7 – 9 cm. Identifikasi lebih lanjut dilakukan tim patroli melalui pencetakan dengan menggunakan gypsum. Pemasangan kamera jebak (camera



Tahun 1914 Kooders pernah melakukan penelitian botani di lokasi ini, dalam penelitiannya Kooders telah mencatat 105 jenis tumbuhan yang ada di kawasan ini. Berdasarkan penelitian Dr. Hendra Gunawan pada tahun 2010, lokasi CA Cabak merupakan habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), karena satwa ini menyukai tipe hutan alam kering, serta adanya ketersediaan pakan, seperti kijang, landak, merak dan sumber air. Penemuan satwa ini merupakan berita yang menggembirakan bagi dunia konservasi satwa liar, sebagaimana sebelumnya telah ditemukan tanda-tanda keberadaan Macan tutul di SM Cikepuh, Provinsi Jawa Barat pada awal Februari 2017 lalu. Dengan ditemukannya satwa-satwa tersebut, diharapkan dapat menjadi indikator pengelolaan kawasan konservasi yang baik d a n p e r l u d i p e r t a h a n k a n . (KLHK/Witjaksono/Evie D/BCS).



http://m.rri.co.id/voi/post/berita/368854/ruang_publik/jejak_macan_tutul_kembali_terlihat_di_cagar_alam_cabak_jawa_tengah.html



55



KLHK Temukan Jejak Macan Tutul di Blora Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim telah berhasil menemukan jejak macan tutul di kawasan Cagar Alam Cabak, Jawa Tengah. Samdysara Saragih | 07 Maret 2017 16:54 WIB



Macan tutul - www.santabanta.com



Kabar24.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim telah berhasil menemukan jejak macan tutul di kawasan Cagar Alam Cabak, Jawa Tengah. Temuan itu didapat Tim Patroli Resort Pati Timur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jateng KLHK, Senin (27/2/2017). Jejak tersebut berada pada titik koordinat (49M 558014 9222031) UTM. Jejak yang ditemukan berukuran kurang lebih 7 cm, sedangkan diameter jejak kaki macan tutul umumnya berukuran antara 7 cm–9 cm. Identifikasi lebih lanjut dilakukan tim patroli melalui pencetakan dengan gypsum. Tim juga berencana memasang kamera jebak untuk memantau keberadaan macan tutul di CA Cabak. Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi mengatakan temuan ini menjadi berita gembira bagi dunia konservasi satwa liar. Sebelumnya, tanda-tanda keberadaan macan tutul juga ditemukan di Suaka Margasatwa Cikepuh, Jawa Barat, pada awal Februari 2017. 56



“Dengan ditemukannya satwa-satwa tersebut diharapkan dapat menjadi indikator pengelolaan kawasan konservasi yang baik dan perlu dipertahankan,” katanya dalam siaran pers, Selasa (7/3/2017). CA Cabak merupakan kawasan konservasi seluas 33,4 ha yang terletak di Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jateng. Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam berdasarkan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 21 Februari 1919. Status tersebut diperkuat dengan SK Menteri Kehutanan No. 359/2004 yang terbit pada 1 Oktober 2004. Pada 1914, Kooders pernah melakukan penelitian botani di lokasi ini dan mencatat terdapat 105 jenis tumbuhan. Berdasarkan penelitian Hendra Gunawan pada 2010, lokasi CA Cabak merupakan habitat macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) karena satwa ini menyukai tipe hutan alam kering serta adanya ketersediaan pakan seperti kijang, landak, merak, dan sumber air.



https://kabar24.bisnis.com/read/20170307/78/634805/klhk-temukan-jejak-macan-tutul-di-blora



MACAN TUTUL SERING MASUK PEMUKIMAN, PUSLITBANG HUTAN MEMBUAT PETA RAWAN KONFLIK MACAN TUTUL Peta –peta kesesuaian habitat dan kerawanan konflik yang dibuat oleh Puslitbang Hutan memiliki validitas di atas 80% atau dengan perkataan lain, akurat. Hasil penelitian menemukan bahwa di Jawa Tengah 79,17% populasi macan tutul berada di daerah rawan konflik sehingga terancam. Sementara 70,59% populasi macan tutul yang sudah punah seara lokal, memang berda di daerah kerawanan konflik yang tinggi.



Puslitbanghut (21/3/2017) Dalam satu dekade terakhir, kasus masuknya macan tutul ke pemukiman dan memangsa ternak, semakin sering terjadi. Peneliti macan tutul dari Puslitbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Dr. Hendra Gunawan yang telah melakukan penelitian macan tutul sejak tahun 2009 mencatat di jawa barat saja telah terjadi 75 kasus macan tutul keluar hutan dan memasuki pemukiman. Sebanyak 51 kasus (68%) terjadi di sekitar Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Ada 20 desa di sekitar Gunung Sawal yang pernah didatangi oleh macan tutul dari Gunung Sawal. Meningkatnya kasus masuknya satwa liar ke pemukiman dan pemangsaan ternak seiring dengn meningkatnya kerusakan hutan yang menjadi habitatnya. Penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang positif antara kerusakan hutan dengan meningkatnya kasus keluarnya macan tutul dari hutan. Oleh karena itu, sebagai langkah mitigasi, Peneliti dari Puslitbang Hutan melakukan penelitian untuk membuat peta rawan konflik macan tutul. Prinsip pembuatan peta ini mirip dengan pembuatan peta rawan gempa atau peta rawan bencana alam, yaitu menggunakan analisis pemodelan spasial menggunkan GIS. Disamping peta kerawanan konflik antara macan tutul dan manusia, penelitian juga membuat peta kesesuaian habitat (habitat suitability) untuk macan tutul. Dengan peta ini dapat diketahui, dimana saja habitat yang sesuai bagi macan tutul. Peta ini berguna ketika akan melakukan pelepas liaran macan tutul yang tertangkap dan sudah direhabilitasi. Ada delapan parameter yang digunakan untuk menyusun peta kesesuian habitat macan tutul. Sedangkan untuk membuat peta kerawanan konflik macan tutul menggunakan pendekatan tiga parameter utama yaitu topografi, elevasi dan status fungsi kaawasan hutan. Topografi digunakan sebagai parameter karena terkait dengan kerawanan perambahan, dimana kawasan hutan yang dirambah umumnya adalah yang bertopografi datar sampai landai. Demikian juga dengan elevasi atau ketinggian dari permukaan laut. Umumnya pemukiman padat terpusat di daerah elevasi rendah, misalnya di bawah 1000 m dpl, sehingga kawasan hutan yang menanggung tekanan dari masyaraat pun umumnya pada ketinggian di bawah 1000 dpl. Sementara status fungsi kawasan (hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi) sangat menentukan pola dan model manajmennya. Misalnya, hutan produksi ditujukan untuk memproduksi kayu, sehingga ada areal yang ditebang atau digarap oleh masyarakat dengan pola tumpang sari atau pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), sehingga lebih rawan konflik dibandingkan dengan hutan konservasi dan hutan lindung yang dalam pengelolaannya tidak ada penebangan dan tidak ada penggarapan oleh masyarakat.



Di Jawa Barat dan Banten, 40 % habitat macan tutul rawan konflik (15% kerwanan tinggi) dan 60% dalam keadaan aman. Sementara di Jawa Timur 65% Kerawanan tinggi, 19% kerawanan sedang dan hanya 16% kerawanan rendah atau aman. Hasil analisis mengarah pada penyebab konflik macan tutul dan manusia disebabkan oleh 4 penyebab utama yaitu: Perilaku teritorial, biasanya yang keluar dari hutan dan tertangkap adalah macan tutul jantan muda yang baru disapih sehigga harus mencari teritori sendiri, di luar teritori ayahnya. Daya dukung dan tampung habitat terlampaui akibat populasi macan tutul yang bertambah, hal ini menunjukkan reproduksi yang baik di alam. Habitat terdegradasi luas dan kualitas tak mampu mendukung dan menampung macan tutul. Kasus ini biasanya terjadi di daerah yang masif penggarapan hutan, baik hutan produksi, htan lindung maupun hutan konservasi, baik legal dengan pola PHBM maupun illegal. Salah satu contohnya kasus di Gunung Sawal, dimana penggarapan dilakkan secara legal dengan pola PHBM di hutan produksi di sekitar SUaka Margasatwa. Hutan produksi sekitar Suaka Margasatwa yang selama ini menjadi bagian habitat macan tutul di gunung Sawal menjadi berkurang karena digarap menjadi kebun kopi dengan pola PHBM, Akibatnya terjadi banyak kasus macan tutul keluar dari Suaka Margasatwa untuk mencari mangsa. Mengikuti mangsa yang habitatnya rusak kemudian pindah ke kebun penduduk. Kasus di sekitar Gunung Sawal juga bisa diduga dengan asumsi ini, satwa mangsa seperti babi hutan dan kijang yang biasanya berada di hutan produksi, pindah ke hutan rakyat atau kebun penduduk yang lebih baik potensi hijauannya dibandingkan di hutan prouksi yang telah menjadi kebun kopi tanpa tumbuhaan bawah yang hijau. Dr. Hendra Gunawan Peneliti Utama Bidang Konservasi Sumberdaya Hutan Ketua Forum Konservasi Macan Tutul Jawa/FORMATA



Peta Kerawanan Konflik Macan Tutul di Jawa Barat dan Banten



http://puslitbanghut.or.id/index.php/berita/2017/03/21/Macan-Tutul-Sering-Masuk-Pemukiman-Puslitbang-Hutan-Membuat-Peta-Rawan-Konflik-Macan-Tutul



57



Jejak Macan Tutul Terlihat Lagi di Pati Jateng Rabu, 08 Maret 2017 | 08:56 WIB



INILAHCOM, Jakarta - Tim Patroli Resort Pati Timur, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah Kementerian LHK menemukan jejak yang diperkirakan Macan Tutul di kawasan Cagar Alam (CA) Cabak, Senin (27/02/2017). Penemuan jejak ini terdapat pada titik koordinat (49M 558014 9222031) UTM. Jejak yang ditemukan berukuran 7 cm, sedangkan diameter jejak kaki Macan Tutul diketahui umumnya berukuran antara 7 9 cm. Identifikasi lebih lanjut dilakukan tim patroli melalui pencetakan dengan menggunakan gypsum. Pemasangan kamera jebak (camera trap) juga akan dilakukan untuk memantau keberadaan Macan Tutul di CA Cabak. CA Cabak adalah kawasan konservasi seluas 33,4 ha yang terletak di Desa Cabak, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini ditunjuk sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 21 Februari 1919, No. 6 Lembaran



58



Negara Hindia Belanda tahun 1919, No. 90. Status tersebut diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.359/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004. Tahun 1914 Kooders pernah melakukan penelitian botani di lokasi ini, dalam penelitiannya Kooders telah mencatat 105 jenis tumbuhan yang ada di kawasan ini. Berdasarkan penelitian Dr. Hendra Gunawan pada tahun 2010, lokasi CA Cabak merupakan habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), karena satwa ini menyukai tipe hutan alam kering serta adanya ketersediaan pakan seperti kijang, landak, merak dan sumber air. Penemuan satwa ini merupakan berita yang menggembirakan bagi dunia konservasi satwa liar, sebagaimana sebelumnya telah ditemukan tanda-tanda keberadaan Macan tutul di SM Cikepuh, Provinsi Jawa Barat pada awal Februari 2017 lalu. Dengan ditemukannya satwa-satwa tersebut, diharapkan dapat menjadi indikator pengelolaan kawasan konservasi yang baik dan perlu dipertahankan. [hid]



https://m.inilah.com/news/detail/2364579/jejak-macan-tutul-terlihat-lagi-di-pati-jateng



Selasa 25 April 2017, 15:45 WIB



Cerita Macan Tutul Turun Gunung Sawal ke Permukiman Warga Mukhlis Dinillah - detikNews



Macan Tutul di Gunung Sawal. Foto: dok. BKSDA Jabar



Bandung - Selama 15 tahun terakhir terdeteksi sebanyak 10 ekor macan tutul beragam usia turun Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat. Macan itu masuk ke permukiman warga sekitar area gunung tersebut. Apa pemicu satwa bernama latin Panthera pardus ini muncul ke permukiman? Aktivitas tak biasa ini rupanya diakibatkan perebutan teritorial di area habibat. Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata) Hendra Gunawan mengatakan macan tutul yang terdeteksi turun gunung itu sebagian berusia muda. Biasanya, macan muda itu kalah dalam pertarungan perebutan wilayah kekuasaan. "Catatan kami, sembilan ekor itu merupakan macan muda. Mereka (macan) kalah dalam perebutan wilayah hingga akhirnya keluar kawasan," kata Hendra dalam diskusi penanganan konflik Macan Tutul Sawal di Kebon Binatang Bandung, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (25/4/2017).



Macan Tutul di Gunung Sawal. Foto: dok. BKSDA Jabar



ke pemukiman warga itu bukan semata-mata mencari makan. Melainkan melintas untuk mencari kawasan hutan atau gunung sekitar untuk dijadikan tempat tinggal baru. Hendra menjelaskan, harus ada penyelesaian secara terintegrasi antarberbagai pihak berkaitan konflik macan tutul di Gunung Sawal. Salah satunya, menyediakan jalur khusus untuk macan tutul yang terdegradasi ke hutan atau gunung lainnya. "Di luar negeri sudah menyediakan (jalur khusus) itu. Jadi mereka (macan) tidak masuk permukiman warga untuk melintas ketika terdegradasi dari habitatnya. Karena macan itu takut dengan manusia," ujar dia mengungkapkan. “Solusi lainnya, lahan garapan itu dibuat sedemikian rupa agar tetap bisa menjadi habitat ikon Jawa Barat ini. Karena lambat laun reproduksi akan berlangsung," kata Hendra menambahkan.



Hendra menjelaskan, wilayah kekuasaan seekor macan tutul di suatu habitatnya itu mencapai 700 hektare. Apabila ada macan lainnya yang memasuki kawasan itu, akan ada perkelahian untuk mempertahankannya. Luasan Gunung Sawal mencapai 10.515 hektare. Namun, hanya sekitar 6 ribu hektare lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai habitat macan tutul. Populasi menipis dengan adanya degradasi habitat. "Adanya aktivitas lahan garapan atau produksi di sana (Gunung Sawal), semakin membuat habitat menyempit. Sehingga, secara perlahan macan itu keluar kawasan mencari makan atau tempat tinggal," tutur Hendra. Menurut dia, aktivitas macan tutul turun Gunung Sawal



Diskusi penanganan konflik Macan Tutul Sawal di Bandung. Foto: Mukhlis Dinillah



https://news.detik.com/read/2017/04/25/152955/3483376/486/cerita-macan-tutul-turun-gunung-sawal-ke-permukiman-warga



59



Ahli: Habitat Macan Tutul di Jabar Berada di Gunung Selasa, 25 April 2017 16:36 WIB



Dalam kurun waktu 2001-2016, sebanyak 13 ekormacan tutul jawa dilaporkan keluar dari habitatnya. Ia menduga mereka tidak memiliki teritorial setelah kalah bertarung dengan macan tutul jawa lainnya. "Sebanyak 12 dari 13 ekor itu teridentifikasi remaja jantan. Mereka keluar habitat karena kalah dengan yang dewasa," terang Hendra.



Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S



Secara alami macan tutul jawa yang kalah merebut wilayah akan mencari wilayah lain. Lantaran luas hutan terbatas dan tak ada jalan menuju hutan lain, macan tersebut masuk ke permukiman warga.



TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Macan tutul jawa merupakan satwa dilindungi. Jumlahnya di Jawa Barat belum bisa dipastikan karena tak ada data pasti dari sejumlah instansi terkait.



"Itu yang kami khawatirkan. Di Suaka Margasatwa Gunung Sawal saja bisa menampung 17 ekor jika kondisi hutannya bagus. Tapi baru terdeteksi 5 ekor," kata Hendra.



Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata), Hendra Gunawan, memprediksi hewan yang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas itu ada di setiap wilayah di Jabar.



Hendra menilai pengelolaan suaka margasatwa di Jabar sebetulnya sudah sangat baik, satu di antaranya Suaka Margasatwa Gunung Sawal.



"Ada 76 titik lokasi di mana macan tutul (jawa) ditemukan. Dari 76 titik ini ada 26 kluster populasi. Dari satu kluster terdapat beberapa macan tutul jawa," kata Hendra dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat macan tutul jawa di suaka margasatwa Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017).



Namun, kata Hendra, masih diperlukan pengelolaan yang terintegrasi menyusul pengelolaan hutan di Gunung Sawal bukan hanya BBKSDA Jabar.



Sumber Lain Seorang Pria Terluka Saat Mencoba Menangkap Macan Tutul



Dikatakan dia habitat macan tutul jawa kebanyakan berada di gunung. Meski belum teridentifikasi jumlahnya, kata dia, hampir di semua gunung di Jabar terdapat macan tutul jawa. " Ya n g j a d i p e r s o a l a n s a a t i n i d a y a tampungnya karena seekor macan tutul jawa itu teritorialnya 600 sampai 700 hektare," Hendra menambahkan. 60



"Macan tutul jawa tidak mengenal hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan lindung. Agar semua bisa jadi habitat, hutannya jangan sampai gundul, gulma di hutan produksi jangan disiram herbisida, dan lainnya. Makanya perlu pengaturan dengan model pengelolaan yang terintegrasi," kata Hendra. Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahli: Habitat Macan Tutul di Jabar Berada di Gunung, http://www.tribunnews.com/regional/2017/04/25/ahli-habitatmacan-tutul-di-jabar-berada-di-gunung. Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin Editor: Y Gustaman



http://www.tribunnews.com/regional/2017/04/25/ahli-habitat-macan-tutul-di-jabar-berada-di-gunung



Ahli: Habitat Macan Tutul di Jabar Berada di Gunung 25-04-2017 16:42



Dalam kurun waktu 2001-2016, sebanyak 13 ekor macan tutul jawa dilaporkan keluar dari habitatnya. Ia menduga mereka tidak memiliki teritorial setelah kalah bertarung dengan macan tutul jawa lainnya. "Sebanyak 12 dari 13 ekor itu teridentifikasi remaja jantan. Mereka keluar habitat karena kalah dengan yang dewasa," terang Hendra.



Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Macan tutul jawa merupakan satwa dilindungi. Jumlahnya di Jawa Barat belum bisa dipastikan karena tak ada data pasti dari sejumlah instansi terkait. Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata), Hendra Gunawan, memprediksi hewan yang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas itu ada di setiap wilayah di Jabar. "Ada 76 titik lokasi di mana macan tutul (jawa) ditemukan. Dari 76 titik ini ada 26 kluster populasi. Dari satu kluster terdapat beberapa macan tutul jawa," kata Hendra dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat macan tutul jawa di suaka margasatwa Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017). Dikatakan dia habitat macan tutul jawa kebanyakan berada di gunung. Meski belum teridentifikasi jumlahnya, kata dia, hampir di semua gunung di Jabar terdapat macan tutul jawa. "Yang jadi persoalan saat ini daya tampungnya karena seekor macan tutul jawa itu teritorialnya 600 sampai 700 hektare," Hendra menambahkan.



Secara alami macan tutul jawa yang kalah merebut wilayah akan mencari wilayah lain. Lantaran luas hutan terbatas dan tak ada jalan menuju hutan lain, macan tersebut masuk ke permukiman warga. "Itu yang kami khawatirkan. Di Suaka Margasatwa Gunung Sawal saja bisa menampung 17 ekor jika kondisi hutannya bagus. Tapi baru terdeteksi 5 ekor," kata Hendra. Hendra menilai pengelolaan suaka margasatwa di Jabar sebetulnya sudah sangat baik, satu di antaranya Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Namun, kata Hendra, masih diperlukan pengelolaan yang terintegrasi menyusul pengelolaan hutan di Gunung Sawal bukan hanya BBKSDA Jabar. "Macan tutul jawa tidak mengenal hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan lindung. Agar semua bisa jadi habitat, hutannya jangan sampai gundul, gulma di hutan produksi jangan disiram herbisida, dan lainnya. Makanya perlu pengaturan dengan model pengelolaan yang terintegrasi," kata Hendra. S u m b e r : http://www.tribunnews.com/regional/2...radadi-gunung



https://www.kaskus.co.id/thread/58ff19f0c1d7708f6b8b4570/ahli-habitat-macan-tutul-di-jabar-berada-di-gunung



61



Ini penyebab Macan Tutul turun gunung masuk permukiman warga Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir sedikitnya ada 10 ekor Macan Tutul yang terdeteksi turun dari gunung. Oleh: Dian Rosadi 25 April 2017 19:55



ekor itu merupakan macan muda. Mereka (macan) kalah dalam perebutan wilayah hingga akhirnya keluar kawasan," katanya. Untuk itu, lanjut Hendra diperlukan upaya serius dari berbagai pihak untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni dengan membuat jalur khusus untuk kawanan Macan Tutul. Sehingga mereka tidak masuk ke permukimam warga. Merdeka.com, Bandung - Semakin menyempitnya habitat macan tutul yang berada di Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis membuat mereka terusik. Berdasarkan catatan, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir sedikitnya ada 10 ekor Macan Tutul yang terdeteksi turun dari Gunung Sawal ke permukiman warga sekitar. Hal itu diungkapkan Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata) Hendra Gunawan dalam acara diskusi penanganan konflik Macan Tutul Sawal yang digelar di Kebun Binatang Bandung, Jalan Tamansari, Selasa (25/4). "Dengan adanya aktivitas lahan garapan atau produksi di sana, membuat habitat (macan tutul) menyempit. Sehingga, secara perlahan macan itu keluar kawasan (Gunung Sawal) untuk mencari makan atau tempat tinggal," ujarnya. Hendra mengatakan, Gunung Sawal sendiri memiliki luas sekitar 10.515 hektar. Namun dari jumlah tersebut hanya sekitar 6 ribu hektare lahan yang menjadi luasan habitat Macan Tutul . Menurut Hendra, Macan Tutul yang turun dari gunung dan masuk ke permukiman warga bukan hanya mencari makan, tetapi mereka mencari kawasan hutan atau gunung untuk dijadikan tempat tinggal baru. "Catatan kami 9 62



"Jadi salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan jalur khusus untuk Macan Tutul yang terdergradasi ke hutan atau gunung. Jadi mereka tidak masuk permukiman warga untuk melintas ketika terdergradasi dari habitatnya," ucapnya. Di tempat yang sama, Kepala BKSDA Jabar Sustyo Iriono mengatakan bahwa belum ada angka pasti terkait populasi Macan Tutul di Jawa Barat. Namun dari temuan di lapangan, sedikitnya ada 76 titik lokasi di mana Macan Tutul ditemukan. "Belum ada angka pasti karena belum pernah ada penelitian terkait populasi Macan Tutul di Jabar," katanya. Untuk mencari data terkait populasi Macan Tutul, Sustyo mengaku akan melakukan penelitian. Pihaknya akan bekerjasama dengan pemerintah dan NGO (Non Government Organization). "Ke depan kita akan melakukan kerjasama dengan pemerintah serta lembaga NGO untuk mencari data mengenai populasi Macan Tutul di Jabar. Dengan begitu kita bisa melakukan upaya penyelamatan habitat mereka (Macan Tutul)," ujarnya.



http://m.merdeka.com/bandung/halo-bandung/ini-penyebab-macan-tutul-turun-gunung-masuk-permukiman-warga-170425e.html



Kelestarian Macan Tutul Perlu Pengawasan Intensif dan Restorasi Kawasan 2017-04-25 17:53:00 BANDUNG–Suaka Margasatwa (SM) Gunung Sawal, Ciamis, Jawa Barat masih layak menjadi habitat macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Demikian garis besar hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim kolaboratif yang terdiri atas Balai Besar Konservasi Jawa Barat (BBKSDA Jabar), Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (P3H), Taman Safari Indonesia (TSI), Forum Konservasi Macan Tutul Jawa (FORMATA), Conservation International (CI), Pemerintah Kabupaten Ciamis, Kader Konservasi Ciamis, dan didukung oleh Tierpark Berlin dan ZGAP. Ketua FORMATA, Hendra Gunawan mengatakan, diperlukan langkah-langkah pengawasan dan restorasi kawasan agar tingkat kelayakan ini tetap terjaga dan semakin baik. “Penelitian macan tutul jawa di Gunung Sawal ini berangkat dari keprihatinan atas konflik macan tutul jawa dengan manusia yang kerap terjadi di sekitar kawasan tersebut,” ucap Hendra, di Aula Gedung Kesenian Kebun Binatang Bandung, Selasa (25/04).



Dalam diskusi bertema “Pembahasan Hasil Studi Populasi dan Habitat Macan Tutul Jawa dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Ciamis”, Hendra menyatakan, penelitian macan tutul jawa di Gunung Sawal ini dilakukan menyusul keprihatinan atas konflik macan tutul jawa dengan manusia yang kerap terjadi di sekitar kawasan tersebut. “Tercatat 12 peristiwa konflik terjadi antara tahun 2003 hingga 2016 dan penelitian ini dilakukan sebagai dasar pengelolaan populasi dan mitigasi konflik macan tutul jawa,” jelasnya. Hendra menyatakan, hasil penelitian FORMATA menunjukkan, kepadatan relatif macan tutul jawa di lokasi penelitian masih cukup bagus, yaitu 15,62 individu/100 km2 atau sama dengan satu individu per 6,4 km2. Daya jelajah macan tutul sendiri sekitar 6-8 km2/individu. “Kepadatan populasi macan tutul jawa di SM Gunung Sawal ini tidak berbeda jauh dengan kepadatan populasi di kawasan hutan lainnya di Jawa Barat. Dengan luasan sekitar 54 km2, SM Gunung Sawal diperkirakan dapat dihuni hingga 8 individu,” tuturnya. (Parno)



http://jabarprov.go.id/index.php/news/22667/2017/04/25/Kelestarian-Macan-Tutul-Perlu-Pengawasan-Intensif-dan-Restorasi-Kawasan



63



Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar REPORTER: NAUVAL ASTUTI SELASA, APRIL 25, 2017



tampungnya karena seekor Macan Tutul Jawa itu teritorialnya 600-700 hektare,” ujar Hendra. Dalam kurun waktu 2001-2016, kata Hendra, 13 ekor Macan Tutul Jawa dilaporkan keluar dari habitatnya. Ia menduga, ke-13 ekor yang keluar dari habitatnya itu tidak memiliki teritorial setelah kalah bertarung dengan Macan Tutul Jawa lainnya. Foto Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar



Laporan Wartawan URI.co.id Jabar Teuku Muh Guci S BANDUNG, URI.co.id – Macan Tutul Jawa merupakan satwa yang dilindungi. Jumlah hewan itu di Jabar pun masih misterius. Instansi terkait tak memiliki data pasti soal jumlah hewan yang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas itu. Namun keberadaannya diprediksi ada di setiap wilayah di Jabar. Hal itu dikatakan Hendra Gunawan, Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata). “Ada 76 titik lokasi di mana macan tutul (Jawa) ditemukan. Dari 76 titik ini ada 26 kluster populasi. Dari satu kluster terdapat beberapa Macan Tutul Jawa,” kata Hendra dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat Macan Tutul Jawa SM Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017). Pria yang juga peneliti di bidang konservasi di Pusat Litbang Hutan Bogor mengatakan, habitat Macan Tutul Jawa itu kebanyakan di gunung. Meski belum teridentifikasi jumlahnya, kata dia, hampir di semua gunung di Jabar terdapat Macan Tutul Jawa. “ Ya n g j a d i p e r s o a l a n s a a t i n i d a y a



64



“12 dari 13 ekor itu teridentifikasi remaja jantan. Mereka keluar habitat karena kalah dengan yang dewasa,” ujar Hendra. Secara alami, kata Hendra, Macan Tutul Jawa yang kalah merebut wilayah itu akan mencari wilayah di hutan lain. Lantaran luas hutan terbatas dan tak ada jalan menuju hutan lain, macan tersebut masuk ke permukiman warga. “Itu yang kami khawatirkan. Di Suaka Margasatwa Gunung Sawal saja bisa menampung 17 ekor jika kondisi hutannya bagus. Tapi baru terdeteksi 5 ekor,” kata Hendra. Hendra menilai, pengelolaan suaka margasatwa di Jabar sebetulnya sudah sangat baik, satu di antaranya Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Namun, kata dia, masih memerlukan pengelolaan yang terintegrasi menyusul pengeolaan hutan di Gunung Sawal bukan hanya BBKSDA Jabar. “Perlu manajemen integrasi mengelola suaka margasatwa dan hutan karena Macan Tutul Jawa tidak mengenal hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan lindung. Agar semua bisa jadi habitat, hutannya jangan sampai gundul, gulma di hutan produksi jangan disiram herbisida, dan lainnya. Makanya perlu pengaturan dengan model pengelolaan yang terintegrasi,” kata Hendra. (Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar) (uri/auval/stuti/NA)



https://jabar.uri.co.id/read/7988/2017/04/macan-tutul-jawa-ada-di-semua-gunung-di-jabar



Sawal Forest Coverage Area is Decreased 2017-04-25 18:40:00 | NEWS



BANDUNG-Chairman of the Javanese Leopard Conservation Forum (FORMATA), Hendra Gunawan, said the changes in forest function between 2006 to 2014, there has been a decline in total forest cover of Mount Sawal up to 116.5 Ha. "The decrease of forest cover is caused by the addition of forest management with the community (PHBM) area in production forest," said Hendra, in a discussion entitled "Discussion on the Study Results of Population and Habitat of Javanese Leopard and Socio Economic Community Around Wildlife Reserve, Ciamis/Pembahasan Hasil Studi Populasi dan Habitat Macan Tutul Jawa dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Ciamis", at Hall of Arts Building of Zoo Bandung, Tuesday (25/04). Hendra assessed the destruction of production forests around SM Sawal mount which has now been planted with coffee and the clearcutting system with t h e c le a n s i n g o f u n d e r g r o w t h in production forest to be replaced by coffee plant has eliminated the herbivorous animal feed which became the prey of leopard.



"The use of chemical herbicides to remove underneath plants, which weeds a coffee plant, not only eliminates the source of herbivorous animal feed, but also poison the soil and drift into the surrounding waters," he said. According to Hendra, the condition of community forest of agroforestry model is more attractive to herbivorous animals, compared to production forest planted with coffee. This matter then makes javanese leopard prey in SM Sawal mount come to the forest of people around the community settlement, which then followed by leopard. "Their prey animals, such as wild pigs and antelope, commonly in production forests, are moving into the people's forests or gardens of greener residents than production forests that have become coffee gardens, with no green plants," he said. (Parno)



http://jabarprov.go.id/En/index.php/news/3157/2017/04/25/Sawal-Forest-Coverage-Area-is-Decreased



65



Preservation of Leopards Requires Intensive Monitoring and Area Restoration 2017-04-25 18:30:00 | NEWS



BANDUNG-Wildlife Reserve (SM) of Sawal Mountain, Ciamis, West Java is still suitable to be the habitat of Javanese leopard (Panthera pardus melas). Similarly, the outline of the research conducted by a collaborative team consisting of West Java Conservation Center (BBKSDA Jabar), Center for Research and Development of Forest (P3H), Taman Safari Indonesia (TSI), Javanese Leopard Conservation Forum (FORMATA), Conservation International (CI), Ciamis Government, Ciamis Conservation Cadre and supported by Tierpark Berlin and ZGAP. F O R M ATA C h a i r m a n , H e n d r a Gunawan, said that steps for supervising and restoring the area are required so the level of feasibility is maintained and the better. "Javanese leopard research on Mount Sawal departs from the concerns about the java leopard conflict with the human that often occur around the area," said Hendra, at the Hall of Art Building Zoo Bandung, Tuesday (25/04). In a discussion entitled "Discussion on the Study Results of Population and Habitat of Javanese Leopard and Socio Economic Community Around Wildlife Reserve, Ciamis/Pembahasan Hasil



66



Studi Populasi dan Habitat Macan Tutul Jawa dan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Ciamis", Hendra stated, Javanese leopard research on Mount Sawal was done following the concerns of Javanese leopard conflict with humans that often occur Around the area. "It was recorded that there were 12 conflict incidents occurred between 2003 and 2016 and this study was conducted as a basis for population management and conflict mitigation of Javanese leopard," he explained. Hendra said, FORMATA research results showed, the relative density of javanese leopard in the study location is still quite good, i.e. 15,62 individuals / 100 km2 or equal to one individual per 6.4 km2. The leopard cruising range is about 6-8 km2 / individual. "The density of Javanese leopard population at SM Gunung Sawal is not much different from the density of population in other forest areas in West Java. Within an area of ??about 54 km2, BC Gunung Sawal is estimated to be occupied by up to 8 individuals, "he said. (Parno)



http://jabarprov.go.id/En/index.php/news/3156/2017/04/25/Preservation-of-Leopards-Requires-Intensive-Monitoring-and-Area-Restoration



Teritorial Macan Tutul di Jawa Barat Mulai Menghilang Wednesday, 26 April 2017 | 14:43 WIB



Macan Tutul Jawa



POJOKJABAR.com, BANDUNG – Keberadaan satwa dilindungi macan tutul masih belum bisa dipastikan jumlahnya secara pasti. Hal tersebut disampaian Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata). Menurut dia, hewan yang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas terindikasi ada diseluruh gunung di Jawa Barat. Dalam kurun waktu 2001-2016, kata Hendra Gunawan, 13 ekor Macan Tutul Jawa dilaporkan keluar dari habitatnya. Ia menduga, ke-13 ekor yang keluar dari habitatnya itu tidak memiliki teritorial setelah kalah bertarung dengan Macan Tutul Jawa lainnya. “12 dari 13 ekor itu teridentifikasi remaja jantan. Mereka keluar habitat karena kalah dengan yang dewasa,” ujar Hendra dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat Macan Tutul Jawa SM Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017).



Pria yang juga peneliti di bidang konservasi di Pusat Litbang Hutan Bogor mengatakan, habitat hewan tersebut kebanyakan di gunung. “Yang jadi persoalan saat ini daya tampungnya yang kurang sebab, seekor Macan Tutul Jawa itu teritorialnya 600-700 hektare,” tambahnya. Secara alami, lanjut Hendra, macan tutul jawa yang kalah merebut wilayah itu akan mencari wilayah di hutan lain. Lantaran luas hutan terbatas dan tak ada jalan menuju hutan lain, macan tersebut masuk ke permukiman warga. “Itu yang kami khawatirkan. Di Suaka Margasatwa Gunung Sawal saja bisa menampung 17 ekor jika kondisi hutannya bagus. Tapi baru terdeteksi 5 ekor,” kata Hendra.



Ada 76 titik lokasi dimana hewan itu ditemukan. Dari 76 titik ini ada 26 kluster populasi. Dari satu kluster terdapat beberapa Macan Tutul Jawa.



https://jabar.pojoksatu.id/bandung/2017/04/26/teritorial-macan-tutul-menghilang/



67



MacanTutulJawaAdadiSemuaGunungdiJabar Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S



Selasa, 25 April 2017 15:38



Dalam kurun waktu 2001-2016, kata Hendra, 13 ekor Macan Tutul Jawa dilaporkan keluar dari habitatnya. Ia menduga, ke-13 ekor yang keluar dari habitatnya itu tidak memiliki teritorial setelah kalah bertarung dengan Macan Tutul Jawa lainnya. "12 dari 13 ekor itu teridentifikasi remaja jantan. Mereka keluar habitat karena kalah dengan yang dewasa," ujar Hendra. Seekor anak macan tutul berhasil diselamatkan Balai Besar Konservasi Satwa Daerah (BBKSDA) Jawa Barat setelah dari habitatnya di kaki Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Kepala BBKSDA Jawa Barat Sylvana Ratina menyebutkan penemuan macan tutul itu tepatnya di wilayah Desa Pamokolan, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, pada Senin 9 November 2015 lalu, sekitar pukul 07.15 WIB.



Secara alami, kata Hendra, Macan Tutul Jawa yang kalah merebut wilayah itu akan mencari wilayah di hutan lain. Lantaran luas hutan terbatas dan tak ada jalan menuju hutan lain, macan tersebut masuk ke permukiman warga.



BANDUNG, TRIBUNJABAR.CO.ID - Macan Tutul Jawa merupakan satwa yang dilindungi. Jumlah hewan itu di Jabar pun masih misterius. Instansi terkait tak memiliki data pasti soal jumlah hewan yang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas itu.



"Itu yang kami khawatirkan. Di Suaka Margasatwa Gunung Sawal saja bisa menampung 17 ekor jika kondisi hutannya bagus. Tapi baru terdeteksi 5 ekor," kata Hendra.



Namun keberadaannya diprediksi ada di setiap wilayah di Jabar. Hal itu dikatakan Hendra Gunawan, Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata). "Ada 76 titik lokasi di mana macan tutul (Jawa) ditemukan. Dari 76 titik ini ada 26 kluster populasi. Dari satu kluster terdapat beberapa Macan Tutul Jawa," kata Hendra dalam pembahasan hasil studi populasi dan habitat Macan Tutul Jawa SM Gunung Sawal di Kebon Binatang Bandung, Selasa (25/4/2017). Pria yang juga peneliti di bidang konservasi di Pusat Litbang Hutan Bogor mengatakan, habitat Macan Tutul Jawa itu kebanyakan di gunung. Meski belum teridentifikasi jumlahnya, kata dia, hampir di semua gunung di Jabar terdapat Macan Tutul Jawa. "Yang jadi persoalan saat ini daya tampungnya k a r e n a s e e k o r M a c a n Tu t u l J a w a i t u teritorialnya 600-700 hektare," ujar Hendra.



68



Hendra menilai, pengelolaan suaka margasatwa di Jabar sebetulnya sudah sangat baik, satu di antaranya Suaka Margasatwa Gunung Sawal. Namun, kata dia, masih memerlukan pengelolaan yang terintegrasi menyusul pengeolaan hutan di Gunung Sawal bukan hanya BBKSDA Jabar. "Perlu manajemen integrasi mengelola suaka margasatwa dan hutan karena Macan Tutul Jawa tidak mengenal hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan lindung. Agar semua bisa jadi habitat, hutannya jangan sampai gundul, gulma di hutan produksi jangan disiram herbisida, dan lainnya. Makanya perlu pengaturan dengan model pengelolaan yang terintegrasi," kata Hendra. (cis) Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Macan Tutul Jawa Ada di Semua Gunung di Jabar, Penulis: cis Editor: Kisdiantoro



http://jabar.tribunnews.com/2017/04/25/macan-tutul-jawa-ada-di-semua-gunung-di-jabar.



NasibHutandanTanggungjawabKita Oleh: Indra Syahputra, Minggu, 29 Juli 2018 Nasib hutan kita akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Deforestasi yang terjadi di hutan Indonesia sebagian besar disebabkan oleh konversi hutan menjadi perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Di Sumatera sendiri, lebih dari 7 juta hektare hutan yang merupakan habitat Harimau Sumatera telah berubah menjadi perkebunan, dan kawasan HTI untuk kertas dan tisu. Sejak tahun 1985 hingga kini, hutan Sumatera terus menyusut dengan angka laju deforestasi sebesar 2,9 persen setiap tahunnya. Kini hanya tinggal 24 persen luas hutan alami yang tersisa di Sumatera, dan akan semakin menyusut jika permintaan komoditas hutan seperti tisu terus meningkat dan tidak terkendali. Ancaman tersebut kemudian diperparah dan menjadi serius karena hutan-hutan alam dikonversi, praktek illegal logging, perambahan dan kebakaran hutan. Kondisi seperti ini berdampak pada kelangsungan hidup makhluk yang menghuni hutan dan manusia itu sendiri. ila hutan sudah rusak akan berdampak pada kerusakan alam yang memicu terjadi bencana di mana-mana, seperti banjir, longsor, gunung meletus dan gempa bumi. Disusul hilangnya habitat satwa di dalamnya sehingga terancam punah. Contohnya, akhir-akhir ini banyak hewan yang masuk ke pemukiman warga karena habitat mereka rusak. Hewan mengganggu pemukiman warga merupakan bentuk dari ketidaknyaman mereka. Hutan yang mereka tempati sebagai rumah untuk bertahan hidup sehari-hari sudah rusak dan tak dapat lagi ditempati. Akibatnya hewan-hewan itu mencari makanan keluar dari hutan sehingga terjadi konflik dengan manusia, seperti terjadi barubaru ini, di mana seekor harimau yang bernama Bonita menyerang warga. Ditambah lagi dengan tertangkapnya seekor macan tutul jantan berusia sekitar satu tahun yang masuk pemukiman warga di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di bawah kaki Gunung Gede, Pangrango, Desa Perbawati, pada 17 Mei lalu. Ini menunjukkan bahwa hewan sudah tidak mendapatkan apa yang diinginkannya di hutan tersebut. Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata) Hendra Gunawan mengatakan, macan tutul yang terdeteksi turun gunung itu sebagian berusia muda. Biasanya, macan muda kalah dalam pertarungan perebutan wilayah kekuasaan. Luas wilayah kekuasaan seekor macan tutul di suatu habitatnya mencapai 700 hektare. Apabila ada macan lainnya yang memasuki kawasan itu, akan ada perkelahian untuk mempertahankannya. Namun, hanya sekitar 6 ribu hektare lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai



habitat macan tutul. Populasi menipis dengan adanya degradasi habitat. "Adanya aktivitas lahan garapan atau produksi di sana (Gunung Sawal), semakin membuat habitat macan tutul menyempit. Sehingga, secara perlahan hewan itu keluar kawasan mencari makan atau tempat tinggal”, tutur Hendra. (Detik.com) Ini menandakan kehidupan mereka telah terusik. Karena itu jangan salahkan bila satwa penghuni hutan hutan mengganggu pemukiman warga, sebab habitatnya telah dirusak. Hewan yang sudah terusik tidak merasakan tenang karena sulit mendapatkan makanan di habitat sendiri. Sebenarnya manusia dan hewan bisa hidup berdampingan, asalkan kebutuhan serta fasilitas yang diinginkan dapat terpenuhi. TanggungJawab Siapa? Setiap 21 Maret, masyarakat dunia, termasuk Indonesia memperingati Hari Hutan Internasional. Apa makna yang dapat kita ambil pada moment penting tersebut? Kita tak ingin peringatan Hari Hutan Internasional hanya sekedar seremonial belaka, tanpa kesan yang kita dapatkan. Sementara kondisi hutan terutama di Indonesia makin merana. Izin-izin skala raksasa sudah membebani dan mengubah puluhan juta hektar hutan negeri sejak lama, kini terus bertambah. Dalam kondisi seperti ini bukan hanya satwa atau keanekaragaman hayati kehilangan tempat berpijak, manusia juga terancam dan menderita. Di lansir dari situs mongabay.co.id bahwa data pemerintah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis deforestasi 2016-2017 sebesar 496.370 hektar, alami penurunan dari periode tahun sebelumnya sekitar 630.000 hektar per tahun. Angka yang tidak kecil meskipun sudah ada penurunan, ini di luar penghilangan hutan dengan terencana alias karena keluar beragam izin. Analisis Forest Watch Indonesia (FWI), deforestasi di delapan provinsi (saja) pada 2009-2016 seluas 1,78 juta hektar. Ia meliputi Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah. Maka ini menjadi PR kita bersama bagaimana kita seharusnya memperlakukan apa yang sudah di amanahkan oleh Sang Pencipta kepada kita. Keseimbangan antara alam dan manusia harus kita jaga seiring dengan perkembangan waktu. Jangan sampai tanggungjawab ini dibiarkan begitu saja tanpa memperhatikan apa yang akan terjadi nantinya. (Penulis adalah pemerhati lingkungan dan Relawan Sungai Deli



http://harian.analisadaily.com/mobile/lingkungan/news/nasib-hutan-dan-tanggungjawab-kita/593499/2018/07/29



69



Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah BBTNGGP 13 Desember 2017



B o g o r , 1 3 D e s e m b e r 2 0 1 7 . Te l a h dilaksanakan kegiatan “Seminar Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah”, di Hotel Amaris Pajajaran Bogor dengan jumlah peserta 40 orang yang terdiri dari Pejabat Struktural Balai Besar TNGGP, Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar TNGGP, perwakilan dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Besar KSDA Jawa Barat, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Para Akademisi (Institut Pertanian Bogor dan Universitas Nusa Bangsa), dan Pakar Satwa yaitu Resit Sozer, M.Sc. (PPS Cikananga Sukabumi), DR. Entang Iskandar (Pusat Studi Satwa Primata), dan DR. Ir. Hendra Gunawan, M.Si. (Forum Konservasi Macan Tutul Jawa), serta Deni, S.Hut, M.Sc (Universitas 70



Kuningan) sebagai moderator. Tujuan dari seminar ini adalah: 1. M e n i n g k a t k a n k u a l i t a s d a t a keanekaragaman hayati dalam hal ini data populasi 3 spesies prioritas; 2. Meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia (PEH) dalam monitoring satwa liar; serta 3. Meningkatkan kerjasama dengan mitra dan akademisi. Kegiatan seminar ini dibuka oleh Kepala Balai B e s a r Ta m a n N a s i o n a l G u n u n g G e d e Pangrango (TNGGP) yang diwakili oleh Ir. Mimi Murdiah selaku Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNGGP. Dalam sambutannya, melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini terkait populasi satwa liar prioritas di TNGGP dengan k u a l i t a s d a t a y a n g d a p a t



dipertanggungjawabkan. Setelah pembukaan, seminar dilanjutkan dengan presentasi oleh Koordinator PEH Balai Besar TNGGP, Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah I Cianjur, Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah II Sukabumi, dan Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah III Bogor. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembahasan oleh narasumber dan diskusi. Dalam presentasinya, koordinator PEH menyampaikan hasil monitoring satwa liar terancam punah prioritas 3 tahun terakhir (2015 - 2017), macan tutul jawa, owa jawa, dan elang jawa pada lokasi monitoring yang telah ditetapkan sesuai S.K. Kepala BBTNGGP No. SK.126/IV-11/BT-5/2015 tanggal 22 April 2015. Monitoring ini dilakukan selain merupakan salah satu kewajiban dalam pengelolaan satwa liar juga dalam rangka memonitor peningkatan populasi satwa terancam punah sebagaimana S.K. Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan 25 Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10% pada tahun 2015. Hasil monitoring adalah sebagai berikut : Owa Jawa Site Monitoring Bodogol Bogor (2.759 ha) tahun 2015 102 - 112 individu, tahun 2016 82 – 115 individu dan tahun 2017 89 – 103 individu. Macan Tutul Jawa Site Monitoring Jublegan Cianjur (2.720 ha) tahun 2015 2 ekor, tahun 2016 3 ekor dan tahun 2017 2 ekor. Elang Jawa Site Monitoring Situgunung Sukabumi (3.477 ha) tahun 2015 6 ekor, tahun 2016 17 ekor dan tahun 2017 12 ekor. Ada beberapa catatan penting dari hasil pembahasan dalam diskusi, yaitu: 1. Perserta seminar (termasuk narasumber dan akademisi) mengapresiasi data hasil monitoring satwa liar terancam punah prioritas yang disajikan oleh presenter dan direkomendasikan untuk dipublikasikan. 2. Hasil monitoring satwa liar tidak harus selalu meningkat karena populasi satwa liar dipengaruhi oleh daya dukung habitat. Apabila daya dukung habitat sudah optimal, maka populasi satwa liar di dalamnya akan stabil.



3. Mengingat keterbatasan camera trap yang digunakan dalam monitoring macan tutul, maka monitoring macan tutul perlu dibantu dengan monitoring secara manual yaitu monitoring berdasarkan temuan jejak baik cakaran, faces, sisa makanan, dan lain-lain. Idealnya, dalam 1 grid ukuran 2 km x 2 km habitat macan tutul diletakkan 1 camera trap sehingga dengan luas lokasi monitoring macan tutul sebesar 2.720 ha, diperlukan camera trap minimal 27. 4. Berdasarkan video hasil camera trap diperoleh informasi bahwa di lokasi yang dimonitoring terdapat macan tutul dengan anaknya yang menunjukkan bahwa populasi macan tutul dalam kondisi berkembang. 5. Monitoring elang jawa dilakukan berdasarkan perjumpaan namun untuk selanjutnya, monitoring elang jawa disarankan pada sarang sehingga hasilnya lebih akurat. 6. Untuk memperoleh data yang lebih baik disarankan untuk memperbanyak titik pengamatan, baik melalui camera trap maupun pengamatan manual. Saran tindak lanjut Untuk memperoleh data hasil monitoring satwa liar yang berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan maka kegiatan monitoring satwa liar perlu didukung dengan peralatan dan anggaran yang memadai, kapasitas pelaksana yang mumpuni serta konsistensi pengambilan data baik lokasi maupun metoda yang tepat. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu ditindaklanjuti adalah: 1. Penambahan peralatan penunjang monitoring antara lain camera trap, binokuler/ monoculer, GPS Geodetik, buku pengenal jenis, dan lain-lain. 2. Alat ukur jarak dengan lasser 3. Peningkatan kapasitas pelaksana (PEH) dalam identifikasi satwa liar sehingga identifikasi setiap individu satwa liar bisa lebih akurat. “Berkualitas dan Bijaksana dengan Ilmu, Bekerja Gembira dengan Kerjasama”. Sumber: Ali Mulyanto – Koordinator PEH Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango



http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2365/hasil-monitoring-spesies-utama-terancam-punah-bbtnggp.html



71



Seminar Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) 16 Desember 2017



Bogor (13/12/2017), telah dilaksanakan kegiatan “Seminar Hasil Monitoring Spesies Utama Terancam Punah”, di Hotel Amaris Pajajaran Bogor dengan jumlah peserta 40 orang yang terdiri dari Pejabat Struktural Balai Besar TNGGP, Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar TNGGP, perwakilan dari Direktorat Konservasi Ke a n e k a ra g a m a n H a y a ti Ke m e n te ri a n Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Besar KSDA Jawa Barat, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Para Akademisi (Institut Pertanian Bogor dan Universitas Nusa Bangsa), dan Pakar Satwa yaitu Resit Sozer, M.Sc. (PPS Cikananga Sukabumi), DR. Entang Iskandar (Pusat Studi Satwa Primata), dan DR. Ir. Hendra Gunawan, M.Si. (Forum Konservasi Macan Tutul Jawa), serta Deni, S.Hut, M.Sc (Universitas Kuningan) sebagai moderator.



72



Tujuan dari seminar ini adalah: 1. M e n i n g k a t k a n k u a l i t a s d a t a keanekaragaman hayati dalam hal ini data populasi 3 spesies prioritas; 2. Meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia (PEH) dalam monitoring satwa liar; serta 3. Meningkatkan kerjasama dengan mitra dan akademisi. Kegiatan seminar ini dibuka oleh Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang diwakili oleh Ir. Mimi Murdiah selaku Kepala Bidang Teknis Konservasi Balai Besar TNGGP. Dalam sambutannya, melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini terkait populasi satwa liar prioritas di TNGGP dengan kualitas data yang dapat dipertanggungjawabkan.



Owa Jawa



Macan Tutul Jawa



Site Monitoring:



Site Monitoring:



Site Monitoring:



Bodogol Bogor



Jublegan Cianjur



Situgunung Sukabumi



2.759 ha



2.720 ha



3.477 ha



2016



102 – 112 individu 82 – 115 individu



2 ekor 3 ekor



6 ekor 17 ekor



2017



89 – 103 individu



2 ekor



12 ekor



Tahun



2015



Setelah pembukaan, seminar dilanjutkan dengan presentasi oleh Koordinator PEH Balai Besar TNGGP, Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah I Cianjur, Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah II Sukabumi, dan Koordinator PEH Bidang PTN Wilayah III Bogor. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembahasan oleh narasumber dan diskusi. Dalam presentasinya, koordinator PEH menyampaikan hasil monitoring satwa liar terancam punah prioritas 3 tahun terakhir (2015 – 2017), macan tutul jawa, owa jawa, dan elang jawa pada lokasi monitoring yang telah ditetapkan sesuai S.K. Kepala BBTNGGP No. SK.126/IV-11/BT-5/2015 tanggal 22 April 2015. Monitoring ini dilakukan selain merupakan salah satu kewajiban dalam pengelolaan satwa liar juga dalam rangka memonitor peningkatan populasi satwa terancam punah sebagaimana S.K. Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan 25 Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10% pada tahun 2015. Hasil monitoring adalah sebagai berikut: Ada beberapa catatan penting dari hasil pembahasan dalam diskusi, yaitu: 1.



2.



3.



dibantu dengan monitoring secara manual yaitu monitoring berdasarkan temuan jejak baik cakaran, faces, sisa makanan, dan lain-lain. Idealnya, dalam 1 grid ukuran 2 km x 2 km habitat macan tutul diletakkan 1 camera trap sehingga dengan luas lokasi monitoring macan tutul sebesar 2.720 ha, diperlukan camera trap minimal 2.



Elang Jawa



Perserta seminar (termasuk narasumber dan akademisi) mengapresiasi data hasil monitoring satwa liar terancam punah prioritas yang disajikan oleh presenter dan direkomendasikan untuk dipublikasikan. Hasil monitoring satwa liar tidak harus selalu meningkat karena populasi satwa liar dipengaruhi oleh daya dukung habitat. Apabila daya dukung habitat sudah optimal, maka populasi satwa liar di dalamnya akan stabil. Mengingat keterbatasan camera trap yang digunakan dalam monitoring macan tutul, maka monitoring macan tutul perlu



4.



Berdasarkan video hasil camera trap diperoleh informasi bahwa di lokasi yang dimonitoring terdapat macan tutul dengan anaknya yang menunjukkan bahwa populasi macan tutul dalam kondisi berkembang.



5.



Monitoring elang jawa dilakukan berdasarkan perjumpaan namun untuk selanjutnya, monitoring elang jawa disarankan pada sarang sehingga hasilnya lebih.



6.



Untuk memperoleh data yang lebih baik disarankan untuk memperbanyak titik pengamatan, baik melalui camera trap maupun pengamatan manual.



Saran tindak lanjut Untuk memperoleh data hasil monitoring satwa liar yang berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan maka kegiatan monitoring satwa liar perlu didukung dengan peralatan dan anggaran yang memadai, kapasitas pelaksana yang mumpuni serta konsistensi pengambilan data baik lokasi maupun metoda yang tepat. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu ditindaklanjuti adalah: 1. Penambahan peralatan penunjang monitoring antara lain camera trap, binokuler/ monoculer, GPS Geodetik, buku pengenal jenis, dan lain-lain. 2. Alat ukur jarak dengan lasser 3. Peningkatan kapasitas pelaksana (PEH) dalam identifikasi satwa liar sehingga identifikasi setiap individu satwa liar bisa lebih akurat. “Berkualitas dan Bijaksana dengan Ilmu, Bekerja Gembira dengan Kerjasama”. Sumber: Ali Mulyanto – Koordinator PEH Balai Besar TNGGP



https://www.gedepangrango.org/seminar-hasil-monitoring-spesies-utama-terancam-punah-balai-besar-taman-nasional-gunung-gede-pangrango-tnggp/



73



StatusPopulasidanHabitatMacanTutulJawa kembaliDiEvaluasi populasi dan habitat Macan Tutul Jawa dengan data dan informasi dari para pengelola kawasan dan peneliti serta pemerhati. Sebaran satwa ini mulai dari provinsi Banten hingga kawasan TN Alas Purwo, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian di dalam dokumen SRAK Macan Tutul telah terjadi kepunahan lokal di beberapa habitat yang pernah dijumpai keberadaan Macan Tutul terutama di kawasan hutan produksi.



Banten (1/2/2018). Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal KSDAE bekerjasama dengan Taman Safari Indonesia dan Persatuan Kebun Binatang SeIndonesia didukung oleh IUCN-SSC dan mitramitra terkait menyelenggarakan Workshop Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas). Workshop ini diselenggarakan pada tanggal 30 Januari – 2 Februari 2018 di Aviary Hotel, Bintaro, Banten. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh UPT lingkup Direktorat Jenderal KSDAE yang memiliki habitat Macan Tutul Jawa di wilayahnya, anggota Forum Macan Tutul Jawa (FORMATA), perwakilan KPH Perhutani, akademisi, anggota PKBSI, perwakilan kebun binatang di luar negeri yang memiliki Macan Tutul Jawa, mitra LSM dan peneliti serta pemerhati Macan Tutul Jawa. Macan Tutul Jawa merupakan salah satu satwa dilindungi di Indonesia. Arahan pengelolaan satwa jenis ini telah disusun di dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konsevasi (SRAK) Macan Tutul Jawa periode tahun 2016-2026 melalui Peraturan Menteri LHK NOMOR P.56/Menlhk/Kum.1/2016. Workshop ini bertujuan untuk menganalisa dan memperbaharui kembali sebaran, kondisi



74



Ancaman terhadap kelestarian satwa ini semakin meningkat di habitatnya. Salah satu bentuk ancaman yang saat ini terjadi adalah kejadian konflik dengan masyarakat. Kejadian konflik ini berdasarkan paparan dari narasumber pada workshop ini sebagai akibat dari semakin terdesaknya keberadaan Macan Tutul Jawa di dalam habitatnya. Alih fungsi lahan berhutan menjadi perkebunan, fragmentasi habitat sebagai dampak dari pembangunan infrastruktur dan perburuan yang masih terjadi di beberapa habitatnya menjadi faktor yang menjadikan ancaman kelestarian satwa ini semakin meningkat. Di dalam workshop ini peserta dibagi menjadi empat grup untuk mendiskusikan beberapa topik diantaranya Protokol survey, Pengelolaan dan penyelamatan Macan Tutul berada di luar habitatnya, MItigasi konflik dan perburuan liar, Integrasi pengelolaan populasi dan habitat pada tiga jenis hutan yang berbeda bersama pengelola kawasan. Pada akhir workshop disusun rekomendasi yang diperoleh dari masing-masing grup sebagai bahan masukan dan pemutakhiran pengelolaan Macan Tutul Jawa di Indonesia. Selain itu, juga dibahas mengenai peran eksitu (lembaga konservasi) dalam upaya konservasi satwa ini yang berada di luar habitatnya. Sumber: Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati



http://www.menlhk.go.id/berita-10042-status-populasi-dan-habitat-macan-tutul-jawa-kembali-di-evaluasi.html



http://jabarklik.com/bksda-populasi-macan-tutul-di-jabar-misterius/



75



Mengenal Macan Tutul Jawa dengan Carnival 4 Desember 2018 23:39 Diperbarui: 27 Desember 2018 15:38



Pemberian buku karangan Hendra Gunawan kepada partisipan yang interaktif



Indonesia memliki keanekaragaman satwa yang berlimpah namun sekaligus juga memiliki tingkat ancaman kepunahan yang tinggi, mendorong para ahli konservasi untuk segera melakukan langkah nyata untuk mencegah kepunahan atau paling tidak menurunkan tingkat ancaman terhadap satwa-satwa tersebut. Salah satu satwa terancam punah yang dimiliki Indonesia adalah macan tutul jawa (Panthera pardus melas) merupakan satwa endemik pulau jawa. Dalam daftar IUCN 2012 mengenai spesies-spesies terancam, macan tutul jawa termasuk kategori kritis (critically endangered), dan termasuk kategori Appendix 1 dalam CITES. Di Indonesia, macan tutul jawa termasuk satwa dilindungi dalam UU No. 5 tahun 1990 dan PP. no. 7 tahun 1999, dimana sejak tahun 1970 macan tutul jawa termasuk satwa dilindungi berdasarkan SK Mentan No. 421/Kpts/Um/8/1970 (tertulis: Felis pardus). 76



Penilaian Penilaian status macan tutul jawa telah diberikan oleh IUCN sejak tahun 1978 dengan status vulnerable, 1988 berstatus Threatened, 1994 berstatus Indeterminate, dan pada tahun 1996 berstatus kritis (endangered spesies) . Macan tutul memiliki daerah penyebaran yang paling luas diantara jenis kucing liar lainnya. Penyebaran macan tutul jawa merata dari ujung barat pulau jawa ( TN. Ujung Kulon) hingga ujung timur pulau Jawa (TN. Alas Purwo). Selain itu satwa ini juga hidup di pulau Kangean dan Nusakambangan, mereka hidup tidak hanya dikawasan konservasi seperti taman nasional, cagar alam dan suaka margasatwa, namun juga diketahui hidup dikawasan non-konservasi seperti hutan lindung, dan hutan produksi yang dikelola oleh Perum perhutani. Namun kondisi antar habitat macan tutul jawa telah mengalami fragmentasi merata dengan sangat signifikan,



terutama di jawa tengah dan DIY Yogyakarta. Saat ini keberadaan macan tutul jawa yang telah diketahui berdasarkan penelitian dengan kamera perangkap (camera trap), jejak berupa tapak, kotoran, cakaran dipohon, dan juga informasi dari pengelola kawasan dan masyarakat sekitar kawasan hutan di provinsi Jawa Barat, antara lain: di TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Ciremai, CA Gunung Simpang, CA Gunung Tilu, CA Gunung Tangkuban Perahu, CA Gunung Burangrang, CA Gunung Guntur/Kamojang, SM Gunung Sawal, SM Cikepuh, TB Kareumbi Masigit, CA Sancang, HL Gunung Malabar, HL Gunung Wayang-Windu, HL Gunung Limbung. Hingga saat ini estimasi populasi macan tutul jawa yang hidup di seluruh pulau Jawa berdasarkan survei lapangan belum mendapatkan data akurat tentang populasi yang tersisa di alam an hanya berdasarkan asumsi tentang kepadatan dalam suatu wilayah. Seperti pada data tahun 1992, diasumsikan populasi diseluruh pulau Jawa, misalnya 1 individu per 10 km2 di habitat yang tidak terganggu dan 1 Individu per 5 km2 untuk habitat yang telah terganggu. Dengan menggunakan asumsi tersebut, diperkirakan luasan habitat yang tersisa, kurang lebih 350700 ekor macan tutul jawa yang hidup dalam kawasan konservasi di seluruh pulau Jawa. Berkurangnya habitat macan tutul jawa karena aktivitas mausia yang semakin meningkat, mengakibatkan ketersediaan mangsa bagi macan tutul jawa semakin sedikit. Dampak ini membuka peluang macan tutul jawa mencari mangsa diluar habitatnya. Hal ini yang menyebabkan banyaknya kasus macan tutul jawa masuk ke perkampungan dan memangsa hewan ternak yang menimbulkan konflik dengan manusia. Diperlukan upaya-upaya nyata dalam melestarikan macan tutul jawa ditengah tekanan yang masih berlanjut. Oleh karena itu dalam upaya konservasi macan tutul jawa diperlukan pencerdasan dan sosialisai terhadap masyarakat yang mungkin masih minim pengetahuannya akan pentingnya macan tutul jawa di alam dan apa akibatnya jika salah satu top predator ini punah. Carnival adalah talkshow edukatif mengenai pentingnya menjaga kelestarian salah satu top predator pada khalayak umum. Conservation of Javan Leopard Talkshow (CARNIVAL)



merupakan acara yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Biologi Universitas Padjadjaran dengan mengangkat tema upaya konservasi macan tutul jawa di Jawa Barat. Bertempat di Gedung Bale Santika UNPAD Jatinangor, mahasiswa biologi unpad mempertemukan kembali para pemerhati konservasi khususnya karnivora untuk memaparkan pengalaman mereka di bidang konservasi kepada masyarakat umum. Tidak hanya menampilkan kajian-kajian dari para narasumber tetapi juga mengadakan berbagai kegiatan menarik, seperti penampilan musik, game berhadiah dan merchandise dari beberapa pemateri kepada partisipan beruntung yang hadir. Aspinal Foundation yang merupakan salah satu lembaga rehabilitasi primata di Indonesia turut serta meramaikan acara ini. Acara talkshow ini dimoderatori oleh Susanti Withaningsih yang merupakan salah satu dosen biologi UNPAD dan mendatangkan empat orang pembicara. Diantaranya Anton Ario (Program Manager Conservation International); Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si (Peneliti Utama IV/r Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Badan Litbang dan Inovasi, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan); Toni Setiana, S.Hut., M.Si (Pihak BBKSDA Jawa Barat); dan Didik Raharyono, S.Si (Direktur Peduli Karnivor Jawa), talkshow ini berhasil menarik perhatian baik dari mahasiswa maupun masyarakat umum. Talkshow diawali dengan sesi pertama dengan pembicara oleh pak Anton Ario dan Pak Hendra Gunawan yang sama- sama telah melakukan riset mengenai hewan endemik satu ini. Acara ini berlangsung meriah ketika kedua narasumber tersebut membagikan pengalaman menarik dan fakta-fakta unik yang mungkin sebagian orang tidak mengetahui. Kemudian talkshow dilanjutkan sesi kedua dengan narasumber yang berbeda yaitu pak Toni Setiana dan Pak Didik Raharyono. Banyak pesan dan kesan yang bisa diambil dari kegiatan seperti ini seperti apa peran penting menjaga kelestarian satwa dan upaya apa saja yang dapat kita lakukan dari hal sekecil apapun untuk mencegah punahnya satwa endemik khususnya macan tutul di Jawa Barat.



https://www.kompasiana.com/sintiajuniar/5c069f9dab12ae66734f0bf2/mengenal-macan-tutul-jawa-dengan-carnival



77



Sedih,MacanTutulIniMatiDitembakkarenaDianggapMeresahkan oleh Donny Iqbal [Bandung] di 5 December 2018



Suparman, menyesalkan kejadian tersebut. Menurut dia, ketiadaan laporan masyarakat membuat pihaknya kesulitan merunut asal-muasal konflik. “Info yang kami peroleh benar. Ada macan tutul mati dua minggu lalu. Dari foto yang beredar, diperkirakan usia 1-1,5 tahun dengan tinggi kurang dari 60 sentimeter,” jelasnya. Konflik antara manusia dengan macan tutul jawa terjadi lagi. Pertengahan November 2018, seekor Panthera pardus melas mati di daerah Sukanagara, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Senapan angin yang tidak diketahui jenis dan ukuran pelurunya, menghujam tubuh sang penjaga rimba terakhir Jawa.



Tim Gugus Tugas BKSDA Jabar yang dikerahkan masih melakukan investigasi. Menurut Memet, macan tutul lebih menghindari konflik dengan manusia, kecuali ada faktor lain seperti persaingan atau terfragementasinya hutan di jalur jelajahnya. “Tindakan yang menyebabkan matinya satwa berstatus terancam punah ini tidaklah dibenarkan. IUCN memasukan statusnya terancam punah ke Daftar Merah dan terdata juga dalam CITES Appendix I.”



Riki Jajat (39), warga yang dekat lokasi kejadian, menceritakan informasi yang baru mencuat 14 hari setelah menjadi konsumsi publik jagat maya, di Sekertariat Walhi Jabar, Kota Bandung, Jumat (29/11/2018) lalu. “Informasinya minim,” tutur lelaki yang juga anggota Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Bandung Selatan.



Memen menegaskan, pihaknya belum dapat mengambil kesimpulan. “Akan tetapi, bila ada indikasi ke tindakan hukum pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait,” terangnya.



Kasus matinya macan tutul ini, sesungguhnya belum jelas, bangkainya belum ditemukan. Hanya foto yang menunjukkan macan tutul digantung di sebatang dahan pohon.



Data Forum Pemerhati Macan Tutul Jawa mencatat, sejak tahun 2008, konflik macan tutul dengan manusia telah terjadi 55 kasus. Hampir sebagian besar terjadi di Jabar. Yang menjadi catatan, rasio



Riki menuturkan, jelang pagi macan tutul terlihat berjalan di sekitar jamban umum. “Katanya, ada warga yang berinisiatif melaporkan ke polsek. Namun, karena minim keahlian soal penanganan satwa, polisi meminta warga untuk mengusirnya,” ucapnya. Perintah itu, kata Riki, ditafsirkan berbeda. Mereka kemudian memburu dengan mengerahkan anjing kampung. Hingga akhirnya, mati oleh bidikan senapan angin. Entah berapa kali. “Sampai saat ini siapa penembaknya, kaliber peluru yang digunakan masih misteri,” imbuhnya. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, melalui Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah II, Memen



78



Macan tutul di kandang ini dilepasliarkan di kawasan Cagar Alam Gunung Tilu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pertengahan 2018 lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia



direstorasi melalui upaya win-win solution dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan satwa.” Terkait populasi macan tutul, kata Hendra, data keseluruhan individu saat ini belum lengkap. Di beberapa lokasi sudah ada angka taksiran melalui metode camera trap. “Tapi lebih banyak lokasi yang belum dilakukan perhitungan.”



Macan tutul jawa yang terekam kamera jebak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Foto: Conservation International/TNGHS



p e l e pa s l i a r a n m a c a n t u t u l l e b i h ke c i l d a r i penangkapan. Sebagaian besar justru ditangkap tanpa kejelasan pelepasliaran. Sisanya, berakhir dengan kematian. Begitu pun dengan standar oprasional penangkapan hingga proses rehabilitasi yang dinilai belum ideal. Kondisi yang dikritisi Ketua FK3EI Jabar, Dedi Kurniawan. Dia menilai, sinergitas antar-pihak terkait penanganan mitigasi konflik manusia dengan satwa terkesan lambat. “Kami mendorong, dalam hal ini BBKSDA Jabar segera melakukan inventarisir matinya macan tutul. Ini penting sebagai poin rekomendasi, agar tak berlarut dan mencegah konflik kembali terjadi,” ujarnya. Hilang Dihubungi terpisah, Peneliti utama Puslitbang Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) Hendra Gunawan berpendapat, hutan yang menjadi lahan terbangun seperti perkebunan, pemukiman dan lainnya menjadi salah satu faktor pememicu konflik berkepanjangan. Artinya, kondisi yang mendekatkan aktivitas manusia dengan macan tutul. Berdasarkan SK MENHUT No.195/KPTS-II/2003 luasan hutan konservasi di Jawa Barat sekitar 132.180 hektar, tersebar di 50 kawasan. KLHK merilis laporan, sekitar 75 persen satwa dilindungi berada di luar kawasan konservasi. Gunawan menerangkan, hampir semua kawasan konservasi memiliki bufferhutan seperti Hutan lindung maupun hutan produksi. “Lokasi habitat yang sudah terlanjur terganggu dan ada konflik, perlu dikaji daya dukungnya. Jika mungkin ditranslokasi sebagian untuk mengurangi kelebihan populasi. Lahan buffer yang sudah terlanjur rusak dan berkurang fungsinya perlu direhabilitasi atau



Berdasarkan informasi yang dihimpun, macan tutul mempertahankan teritori melalui tanda–tanda berupa suara, cakaran, maupun urine dan kotoran. Macan tutul jawa membuang kotoran tanpa disembunyikan, melainkan diletakkan di tempat–tempat yang terbuka sebagai tanda batas. Macan tutul sangat tidak selektif dalam menentukan habitatnya, mereka hanya menggunakan wilayah hutan yang memiliki kecukupan akan ketersediaan sumber pakan, air dan shelter (Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, 1978). Guggisberg 1975 memperkirakan, rentan hidup macan tutul di alam antara tujuh sampai sembilan tahun. Rata–rata masa buntingnya, 90-95 hari dengan Jumlah anak per kelahiran adalah 1-3 ekor setahun. Seekor macan tutul memerlukan ruang habitat antara 600-800 hektar per ekor (Gunawan, 2010). Bila diasumsikan dengan luasan Cagar Alam Gunung Tilu (8.000 hektar), lokasi terdekat tempat macan tutul ini terlihat di desa, diperkirakan dapat menampung sekitar 10-13 ekor macan tutul. Saat berita ini diturunkan, Mongabay telah mengkonfirmasi Toni Setia, anggota Tim Gugus Tugas BBKSDA Jabar, Senin, (3/12/2018). Toni mengatakan, tim telah melakukan penggalian tempat bangkai macan tutul dikubur. “Kami baru menemukan kulit macan. Kami masih melakukan pedalaman lebih lanjut, sambil melaporkan ke pimpinan,” pungkasnya.



Macan tutul yang mati tergantung di dahan pohon akibat ditembak di Soreang, Jawa Barat, ini fotonya viral di dunia maya. Sumber foto: Istimewa



https://www.mongabay.co.id/2018/12/05/sedih-macan-tutul-ini-mati-ditembak-karena-dianggap-meresahkan/



79



Foto: Camera Trap TN Gunung Halimun Salak



Foto oleh: Sugiarti



Penulis sedang berbicara tentang pengusulan Pegunungan Mekongga sebagai Taman Nasional, di TVRI lokal.



BICARA KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI PEGUNUNGAN MEKONGGA



Mengusung Mekongga sebagai Kawasan Konservasi FORDA (Bogor, 28 Mei 2012)_Hutan Lindung Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara, yang kaya biodiversitas serta merupakan daerah tangkapan air bagi 3 DAS penting di 4 kabupaten, layak untuk dijadikan kawasan konservasi. Demikian disampaikan oleh Dr. Hendra Gunawan, Associate Program (AP)-4 Leader International Cooperative Biodiversity Group (ICBG)-Indonesia dalam Workshop dan Diseminasi Hasil ICBG pada 23 Mei 2012 lalu di Gd. Manggala Wanabakti, Jakarta. Usulan tersebut lahir melalui workshop “Masa Depan Mekongga” pada Nopember 2011 lalu di Lasusa, Kab. Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Workshop ini dihadiri Pejabat Pemda Kolaka dan Kolaka Utara serta para stakeholder termasuk pejabat camat dan desa, indigenous people, tokoh adat, LSM lokal serta guru dan pelajar. “Workshop inilah yang menghasilkan kesepakatan bersama untuk mengusulkan Mekongga menjadi kawasan konservasi, sehingga prosesnya bottom up, bukan top down, “ tegas Hendra Gunawan. Dr. Rosichon, Peneliti Biologi LIPI dalam paparannya menyampaikan bahwa kegiatan ICBG-Indonesia di Mekongga Sulawesi Tengara merupakan kerjasama internasional yang melibatkan LIPI, Kemenhut, ITB, University of California-Davis, University of California-Berkeley dan University of California-San Fransisco. Kerjasama ini ber tujuan untuk menggali kekayaan biodiversitas Indonesia yang dilaksanakan di Pegunungan Mekongga, Sulawesi Tenggara bagi kesejahteraan manusia.



82



Hasil studi ini akan dikembangkan sebai rekomendasi untuk melindungi biodiversitas dari terancam punah, selain untuk pengetahuan dasar dan lokal. Oleh karenanya, Kementerian Kehutanan memandang kerjasama ICBG-Indonesia penting, mengingat masih banyak manfaat sumberdaya hutan yang belum dieksplore terutama manfaat non timber seperti keanekaragaman flora fauna dan mikroorganisme. Kedua sumberdaya alam tersebut memilki potensi ekonomi yang nilainya diyakini lebih tinggi dari nilai kayu, khususnya untuk mikroorganisme yang di masa mendatang akan memegang peranan penting untuk menjawab kelangkaan energi dan menjadi alternatif obat-obatan dan pangan. Demikian disampaikan oleh Dr. Iman Santoso, M.Sc, Kepala Badan Litbang Kehutanan dalam pembukaan Workshop dan Diseminasi Hasil ICBG tersebut.



Dalam kurun waktu 2008 – 2013, kerjasama dilaksanakan melalui 4 Associate Program (AP), yaitu (AP-1) Survey taksa terpilih Makroorganisme dan vertebrata di hutan dataran rendah dan tinggi; (AP-2) Survey taksa terpilih Mikroorganisme di hutan dataran rendah dan tinggi; (AP-3) Studi bioprospeksi (bacteria, fungi, plants dan insects) untuk bahan baku obat dan energi; d a n ( A p - 4 ) Pe n d i d i k a n ko n s e r va s i , kemitraan dan Etika.



Dr. Rosichon yang juga merupakan AP2 Co-Leader tersebut juga menyampaikan laporan kemajuan pelaksanaan program tersebut sampai tahun 2011. Pada AP1 hasil survei, antara lain telah ditemukan beberapa jenis baru Amphibi dan Reptile, Invertebrata lebih dari 1 juta specimen sudah diproses, c. 15,000 insect sudah disor ting, mounting dan labelling. S edangkan untuk tum buhan tel ah ditemukan genus baru dari bambu, dan s p e c i e s ba r u d a r i R h o d o d e n d ro n , Syzygium, Osmocylon, dan beberapa lainnya.



“AP-1 melakukan survey biodiversitas, AP-2 dan AP-3 melakukan studi mikro dan makro-organisme untuk pencarian bahan lam sebagai obat dan energi alternative sedangkan AP-4 mengembangkan sistem konservasi, edukasi dan pemberdayaan biodiversitas untuk ekologi, ekonomi dan sosial politik, “ kata Rosichon lebih lanjut.



Dari AP2 Isolasi mikroba (yeast, bakteri dan aktinobakteri serta filamentous fungi) dari Sulawesi Tenggara telah dilakukan skrining untuk bioenergi. Cara Skrining mikroba dengan selulosa dan xylan untuk Bioenergi. Pada AP3 telah diidentifikasi dan dievaluasi flora dan mikroba yang potensial untuk immunitas tubuh tehadap



beberapa penyakit. Pada AP4 telah dilaksanakan publikasi dan penyebaran informasi hasil penelitian, yaitu dengan koordinasi dan diskusi dengan pemangku kepentingan daerah Mekongga. Dengan menggunakan dasar informasi hasil dari AP1, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan yang berwenang mengusulkan kawasan konservasi Mekongga melalui s e m i n a r d a n p ro m o s i s e r t a d e n g a n mengembangkan training workshops dan curricula untuk masyarakat lokal. “Perubahan status semata dari kawasan hutan lindung menjadi kawasan pelestarian alam tidak serta merta akan menjamin bahwa keanekaragaman hayati di wilayah tersebut terjaga,” kata Dr. Dede Rohadi, peneliti Puspijak menanggapi usulan tersebut. Perlu pemikiran yang lebih mendalam bagaimana pemerintah pusat, daerah dan masyarakat bersama-sama merancang model pengelolaan yang cocok untuk wilayah tersebut. Model yang mampu memberikan ruang bagi usaha masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, namun juga secara logis lebih menjamin upaya pelestarian kawasan. “Supaya komprehensif dan didukung banyak pihak, maka tentunya proses perancangan tersebut harus fully participative,” katanya lebih lanjut. Usulan itu juga harus dilengkapi dengan kajian aspek sosekbud masyarakat sekitarnya, termasuk analisis resiko dan potensi konflik land tenure, demikian masukan dari peserta workshop, Kepala PuskonseR dan Kepala Badan Litbang Kehutanan. “Kerjasama yang akan selesai pada akhir 2013 ini akan dilanjutkan dengan identifikasi sumberdaya genetik flora, fauna, mikroorganisme yang sudah dikoleksi dan pembangunan bank mikroorganisme berstandar Internasional,” kata Dr. Adi Susmianto, Kepala PuskonseR.



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/956



Pegunungan Mekongga Diusulkan Jadi Kawasan Taman Nasional Selasa, 22 Januari 2013 14:03 WIB akhir dialihfungsikan kawasan pegunungan itu menjadi kawasan konservasi," katanya. Hal senada diungkapkan salah seorang pejabat dari Bappeda Provinsi, Dr Illa Ladamai mengatakan, perubahan status kawasan harus jelas peruntukannya, demi untuk menghindari terjadi hal-hal yang merugikan satu pihak, utamanya masyarakat yang ada disekitar kawasan itu," katanya. "Kalau memang usulan itu nantinya disetujui, tentu kepentingan masyarakat di dalamnya harus jelas, apakah mereka masih diperbolehkan untuk membuka lahan perkebunan dalam bentuk musiman ataukah dalam bentuk lain," katanya seraya menambahkan, keterlibatan masyarakat terkait usulan pegunungan Mekongga menjadi Taman Nasional sangat perlu. Suasana Lokakarya usulan perubahan status kawasan hutan Mekongga menjadi Taman Nasional. Nampak DR Illa Ladamai dari Bappeda Prov.Sultra memaparkan materi.(Foto-ANTARA/Azis Senong).



"Tentu sebelum mendapat pengakuan pemerintah pusat terkait status kawasan Mekongga itu, harus diberi penjelasan mendalam kepada masyarakat terkait manfaat serta tujuan akhir dialihfungsikan kawasan pegunungan itu menjadi kawasan konservasi,” . Kendari, (ANTARA News) - Kawasan Pegunungan Mekongga yang berada pada wilayah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), kini diusulkan perubahan fungsinya dari Hutan Lindung menjadi Hutan Konservasi atau Taman Nasional. Usulan perubahan status kawasan hutan Mekongga untuk jadi Taman Nasional itu terungkap pada Lokakarya yang diselenggarakan Departemen Kehutanan dibawa Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung bekerjasama dengan beberapa lembaga dan instansi terkait diantaranya LIPI, UCDAVIS dan ICBD, di Kendari, Selasa. Pada lokakarya tersebut, hadir beberapa nara sumber diantaranya dari Bappeda Provinsi Sultra, Akademisi, Bappeda Kabupaten dan mewakili kalangan legislatif di dua kabupaten dan beberapa lembaga non departemen yang pro terhadap lingkungan. Kadis Kehutanan Provinsi Sultra, Ir. Amal Jaya mengatakan, usulan untuk perubahan fungsi kawasan hutan lindung pada pegunungan Mekongga menjadi hutan konservasi adalah hal yang sangat mendasar demi penyelamatan hutan di masa yang akan datang.



Sebab beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini, ada kawasan hutan yang sudah mendapat pengakuan pemerintah ternyata masih diklaim masyarakat karena mereka mengaku bahwa kawasan itu sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung atau taman nasional, wilayah itu sudah dijadikan lahan perkebunan masyarakat sejak dulu kala yang dibuktikan dengan beberapa tanaman jangka panjang di dalamnya. Sementara dari LIPI maupun dari Internasional Bioversity cooperative Group (ICBG) Indonesia mengatakan, berdasarkan hasil penelitian mereka, bahwa tujuan dari usulan pegunungan Mekongga menjadi Taman Nasional adalah untuk memberikan dasar ilmiah dan obyektif atas usulan perubahan fungsi Hutan Lindung Mekongga menjadi Hutan Konservasi (KPA). Sedangkan sasarannya adalah terjaminnya kelestarian fungsi ekosistem pegunungan Mekongga sebagai tempat untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan. Disamping itu, pengawetan sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta pemanfaatan secara lestari. Peneliti dari ICBG, Hendra Gunawan mengatakan, hutan lindung Mekongga dengan luas 258.519,5 hektare atau merupakan pegunungan tertinggi di Sultra dengan ketinggian 2.620 meter, memiliki berbagai manfaat serta zonasi yang harus dilindungi. Apalagi fungsi kawasan pegunungan Mekongga itu merupakan penyangga utama pada tiga tangkapan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan memiliki sedikitnya 30 Sungai, diantaranya DAS Konaweha-Lahumbuti, DAS Taori dan DAS Waimendoa-Lasusua, sehingga dari dasar itulah perlu dilakukan perubahan status, demi kelestarian hutan dimasa datang.



Namun demikian, kata dia, usulan perubahan kawasan itu, masih memerlukan waktu yang panjang serta dukungan semua pihak baik dari kalangan pemerintah setempat, pihak legislatif dan terutama lagi adalah masyarakat yang ada di sekitar wilayah itu.



Menurut Hendra, jauh sebelum kawasan itu diusulkan menjadi taman nasional, pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi dan meminta dukungan masyarakat dan Provinsi khususnya di dua wilayah kabupaten tersebut.(Ant).



"Tentu sebelum mendapat pengakuan pemerintah pusat terkait status kawasan Mekongga itu, harus diberi penjelasan mendalam kepada masyarakat terkait manfaat serta tujuan



Pewarta : Azis Senong Editor: Laode Masrafi COPYRIGHT © ANTARA 2019



https://sultra.antaranews.com/berita/266546/pegunungan-mekongga-diusulkan-jadi-kawasan-taman-nasional



83



Kawasan Mekongga Diusulkan Jadi Taman Nasional KENDARI - Kawasan pegunungan Mekongga di wilayah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), kini diusulkan jadi Taman Nasional atau hutan konservasi Internasional Bioversity Cooperative Group (ICBG) Indonesia. Sebelumnya, kawasan tersebut berstatus sebagai kawasan hutan lindung. Peneliti dari ICBG Indonesia, Hendra Gunawan, mengatakan, kawasan hutan lindung Mekongga seluas 258.519,5 hektare dengan ketinggian 2.620 meter di atas permukaan laut, memiliki berbagai manfaat serta zonasi yang harus dilindungi. Di kawasan tersebut terdapat tiga tangkapan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan memiliki sedikitnya 30 sungai, di antaranya DAS Konaweha-Lahumbuti, DAS Taori, dan DAS Waimendoa-Lasusua. Keberadaan tiga DAS dan sejumlah sungai itulah perlu dilakukan perubahan status, demi kelestarian hutan di masa datang. Jauh sebelum kawasan itu diusulkan menjadi taman nasional, sudah disosialisasikan kepada masyarakat, sekaligus meminta dukungan pemerintah provinsi dan pemerintah di dua wilayah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, katanya dalam lokakarya yang diselenggarakan Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung Kementerian Kehutanan di Kendari, Selasa (22/1). Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sultra Amal Jaya mengatakan, usulan perubahan status fungsi kawasan hutan lindung kawasan pegunungan Mekongga itu menjadi hutan konservasi, untuk menyelamatkan kawasan yang memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi. Namun, usulan perubahan status kawasan tersebut masih memerlukan dukungan berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah setempat, legislatif, maupun masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan tersebut. Masyarakat setempat harus diberi penjelasan mendalam, utamanya yang menyangkut manfaat dan tujuan akhir dari dialihfungsikannya kawasan pegunungan itu menjadi kawasan konservasi. 84



Memberi pemahaman kepada masyarakat itu sangat penting, agar mereka bisa ikut terlibat menjaga dan memelihara kawasan tersebut dari berbagai ancaman kerusakan, katanya. Menurut Amal, kawasan pegunugan Mekongga memiliki keragaman hayati cukup tinggi. Hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di kawasan tersebut terdapat jenis tanam an obat yang bisa menyembuhkan penyakit kanker. Keterangan serupa juga diungkapkan salah seorang pejabat dari Bappeda Provinsi Sultra, Illa Ladamai. Menurutnya, perubahan status kawasan harus jelas peruntukan nya, guna menghindari kerugian satu pihak, utama nya masyarakat yang ada di sekitar kawasan itu. Kalau memang usulan itu nantinya disetujui, tentu kepentingan masyarakat di dalamnya harus jelas. Apakah mereka masih diperbolehkan untuk membuka lahan perkebunan dalam bentuk musiman ataukah dalam bentuk lain, katanya. Dia menambahkan, ke terlibatan masyarakat terkait usulan pegunungan Mekongga menjadi Taman Nasional sangat diperlukan. Ini karena pengalaman di beberapa dae rah, kawasan hutan yang sudah mendapat pengakuan pemerintah sebagai kawasan lindung, ternyata masih diklaim masyarakat. Namun, sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung atau taman nasional, wilayah itu sudah dijadikan lahan perkebunan masyarakat yang dibuktikan dengan beberapa tanaman jangka panjang di dalamnya. Makanya, sebelum kawasan pegunungan Mekongga ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional, masyarakat setempat perlu diberi pemahanan soal manfaat dari perubahan status itu. Dengan begitu, ketika kawasan tersebut mendapat persetujuan dari pemerintah tidak menimbulkan benturan dengan masyarakat seperti yang terjadi di daerah lain, katanya.



http://lipi.go.id/berita/single/Kawasan-Mekongga-Diusulkan-Jadi-Taman-Nasional/8884



LOKAKARYA USULAN PERUBAHAN FUNGSI HUTAN LINDUNG KOMPLEK HUTAN PEGUNUNGAN MEKONGGA MENJADI TAMAN NASIONAL



Kendari, 22 Januari 2013 - Kapuskonser selaku advisory board ICBG (International Cooperative Biodiversity Group) membuka Lokakarya Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung Komplek Hutan Pegunungan Mekongga menjadi Taman Nasional (TN) yang terletak di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara. Calon TN Mekongga, bisa menjadi yang pertama dibidani oleh Puskonser bekerjasama dengan LIPI, ITB dan UC Davis. TN ini juga bisa menjadi yang pertama yang didasari oleh Riset komprehensif oleh kerjasama Peneliti Nasional dan Asing. TN ini juga bisa menjadi model TN yang menempuh proses bottom up, sehingga ke depan diharapkan tidak ada konflik.



Lokakarya ini dikomandani oleh AP4, satu satunya AP dalam ICBG yang leader dan co leader serta timnya dari Indonesia. Setelah Lokakarya akan dilanjutkan dengan Pelatihan Pengolahan Kelapa Terpadu dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar Mekongga sehingga tekanan terhadap hutan menurun. Pelatihan ini juga skaligus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan SDA secara lestari. Pengolahan kelapa terpadu menggunakan Mikroba dapat menghasilkan VCO, minyak goreng, pupuk organik, kecap dan pakan ternak. *HG



http://puslitbanghut.or.id/index.php/berita/2013/01/23/Lokakarya-Usulan-Perubahan-Fungsi-Hutan-Lindung-Komplek-Hutan-Pegunungan-Mekongga-menjadi-Taman-Nasional



85



Berdasarkan Riset, Pegunungan Mekongga Layak sebagai Kawasan Konservasi Lebih lanjut Dr. Hendra menyampaikan, secara akademik akan ditambahkan kajian tentang kearifan masyarakat di sekitar Mekongga. Tujuannya agar persepsi masyarakat dapat diakomodasi sebagai bagian dari pola manajemen penetapan dan pengelolaan kawasan. Sejak tahun 2011 APP-4 telah merintis komunikasi yang baik dengan berbagai stakehlders dan membangun persepsi di tingkat lokal, kabupaten hingga Provinsi Sulawesi Tenggara tentang pentingnya melindungi Pegunungan Mekongga.



Puskonser (Bogor, 31/01/13)_International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) Indonesia menilai hutan lindung Pegunungan Mekongga di Sulawesi Tenggara secara ilmiah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi. Penilaian ini didasarkan pada kajian Tim Associate Program (AP)-4 ICBG terhadap hasil-hasil riset AP-1, AP-2 dan AP-3 serta kesesuaian dengan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang ada. Associate Program (AP)4 memiliki tugas utama meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati. “Kalau kawasan Pegunungan Mekongga ini bisa menjadi kawasan konservasi, mungkin ini adalah kawasan konservasi pertama yang usulannya berdasarkan hasil riset,” kata Ir. Adi Susmianto, M.Sc., Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) sekaligus Advisory Board ICBG, pada pembukaan Lokakarya Usulan Perubahan Fungsi Hutan Lindung Komplek Hutan Pegunungan Mekongga Menjadi Taman Nasional di Kendari, Selasa (22/01). “Hampir semua kriteria untuk menjadi kawasan konservasi terpenuhi, yakni kriteria fisik wilayah, biologi, ekologi, hidrologi dan sosial ekonomi,” kata Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama di Puskonser yang juga merupakan AP-4 Leader, di Kendari, Selasa (22/01). 86



“Associate Program (AP)-4 ICBG telah berhasil menggalang dukungan di tingkat lokal (kabupaten) untuk mengusulkan kawasan Pegunungan Mekongga yang sebelumnya berstatus Hutan Lindung untuk ditingkatkan menjadi Hutan Konservasi,“ kata Ir. Adi Susmianto, M.Sc.Untuk itu, AP-4 telah menyiapkan draft Naskah Akademik Usulan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pegunungan Mekongga Menjadi Hutan Konservasi. Dukungan lokal tersebut tergambar dari sambutan positif Pemerintah Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara pada workshop“Masa Depan Mekongga” di Lasusa, Kab. Kolaka Utara , 15 November 2011 lalu. Melalui workshop yang dihadiri pejabat Pemda Kolaka dan Kolaka Utara serta para stakeholder termasuk indigenous people, tokoh adat, LSM lokal serta guru dan pelajar, dihasilkan kesepakatan bersama untuk mengusulkan Mekongga menjadi kawasan konservasi. Ini menunjukkan usulan tersebut melalui proses bottom up, bukan top down. Dukungan tersebut bahkan juga diperoleh dari P e m e r i n t a h P r o v i n s i S u l a w e s i Te n g g a r a . Lokakarya pada Selasa (22/01) di Kendari ini merupakan program AP-4 ICBG bekerja sama dengan Pemprov. Sulawesi Tenggara. Lokakarya ini bertujuan untuk sosialisasi dan pemantapan dukungan serta komitmen dari berbagai stakholders, terutama pemerintah daerah tingkat II dan provinsi, sebagai proses bottom up pengusulan perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan konservasi (taman nasional). Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Nur Alam, M.Si.



secara tegas menyampaikan komitmennya tentang dukungan daerah terhadap pengusulan perubahan fungsi kawasan tersebut. "Kalau kawasan pegunungan Mekongga itu sudah menjadi taman nasional, maka legitimasi akan lebih kuat ketimbang selama ini menjadi hutan lindung," kata Gubernur, pada penutupan lokakarya tersebut. Pemerintah daerah, menurut Gubernur, sangat menyadari mengenai pentingnya melestarikan hutan di Pegunungan Mekongga sebagai pusat keanekaragaman hayati Sulawesi yang kaya dan unik. Pemerintah daerah juga memiliki keinginan yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam mengamankan dan mengelola hutan lindung Mekongga jika kelak ditetapkan menjadi taman nasional. P e m p r o v S u l a w e s i Te n g g a r a b e r e n c a n a mengusulkan kepada Menteri Kehutanan dan memfasilitasi tim terpadu dalam rangka perubahan



fungsi tersebut. Usulan perubahan fungsi tersebut diharapkan dapat disetujui pemerintah pusat sebelum tahun 2014 mendatang. Terkait proses bottom up dan partisipatif, Agus Budi Utomo, Direktur Eksekutif Burung Indonesia, membagi pengalamannya dalam proses pembentukan taman nasional melalui paparan mengenai Lesson Learned Pengelolaan Taman Nasional. Proses tersebut telah berhasil menjadikan kawasan Manupeu Tanadaru sebagai taman nasional yang dibanggakan dan dijaga oleh masyarakat sekitarnya. Proses membangun partisipasi masyarakat dalam pembentukan TN. Manupeu Tanadaru di mulai dari penetapan batas-batas kawasan hingga pada perencanaan dan pengelolaan kawasan. Pengalaman ini dapat dijadikan salah satu pembelajaran dalam proses pembentukan Taman Nasional Mekongga di Sulawesi Tenggara. (DP)***



ICBG Indonesia International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) merupakan kerjasama penelitian antara Badan Litbang Kehutanan, LIPI, ITB dan University of California - Davis, USA dengan lokasi penelitian di Pegunungan Mekongga, Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kerjasama dibagi ke dalam empat program (Associate Program/AP) yaitu : AP-1 : Survei keanekaragaman hayati (Leader : Andrew Engilis Jr. (zoologist), Curator of Museum of Wildlife and Fisheries Biology, UC Davis; Prof. Dr. Rosichon Ubaidilah, LIPI; Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, LIPI). AP-2 : Survei mikroba untuk menemukan solusi masalah energi (Leader: Kyria Boundy-Mills, Curator of the Phaff Yeast Culture Collection, UC Davis; Dr. Irnayuli Sitepu, Badan Litbang Kehutanan; Atit Kunti, M.Sc, LIPI) AP-3 : Penelitian untuk menemukan solusi masalah kesehatan (Leader: Len Bjeldanes, Professor, UC Berkeley; Dr. Heddy Julistiono, LIPI; Dr. Leonardus Kardono, LIPI). AP-4 : Peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati (Leader: Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama Badan Litbang Kehutanan; Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo, LIPI; Dr. Endah Sulistyawati, ITB). Kerjasama yang telah berlangsung selama 2009 hingga 2013 ini telah menghasilkan berbagai temuan keanekaragaman hayati flora-fauna, baik yang sudah tercatat maupun temuan baru. Penelitian ini juga telah menemukan jenis-jenis mikroba yang potensial sebagai sumber energi terbarukan (biofuel) dan obat-obatan (misalnya anti kanker). Dukungan pemerintah daerah terhadap usulan perubahan fungsi kawasan Pengunungan Mekongga juga merupakan capaian besar yang diperoleh dari kerjasama ini. Saat ini, ICBG telah mengoleksi lebih dari 5.845 nomor koleksi flora dari 820 spesies. Ditemukan 170 famili serangga dan 531 spesies. Beberapa diantaranya 18 jenis kelelawar, dimana 10 diantaranya endemik Sulawesi, 10 jenis udang baru (belum dikenal di dunia pengetahuan), 15 jenis amfibi, 24 jenis reptilia, 17 jenis mamalia darat. Selain itu, hampir semua satwa khas Sulawesi ditemukan di Mekongga seperti anoa pegunungan (Bubalus quarlesi), anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), rangkong Sulawesi (Aceroscassidix), tarsius (Tarsius sp.), kuskus (Phalanger ursinus dan Phalanger celebensis) serta babirusa (Babyrousa babirussa). Ditemukan juga 99 jenis burung, dimana29 jenis merupakan jenis sebaran terbatas dan penting di Pegunungan Mekongga. (HG)***



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1223



87



International Cooperative Biodiversity Group- ICBG 2009-2013: Capaian dan Pembelajaran yakni Prof. Elizabeth A. Wijaya (LIPI) wakil dari AP1, Dr. Irnayuli Sitepu (FORDA) dan Atit Kanti, M.Sc (LIPI) wakil dari AP2 dan Dr. Heddy Julistiono dan Arif Nurkanto (LIPI) wakil dari AP3, serta Dr.Hendra Gunawan (FORDA) leader AP4 dan Prof. Eko Baroto co-leader AP4. Kerjasama ICBG International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) merupakan kerjasama penelitian antara Badan Litbang Kehutanan, LIPI, ITB dan University of California - Davis, USA, yang dibagi ke dalam empat program (Associate Program/AP) yaitu :



Puskonser (San Francisco, 23/03/13)_ Menjelang berakhirnya MoU International Cooperative Biodiversity Group- ICBG antara Indonesia dengan Amerika Serikat pada Mei 2013 mendatang, diselenggarakan annual meeting pada 19-22 Maret 2013 di University of California-Davis, USA. International Cooperative Biodiversity Group (ICBG) merupakan kerjasama penelitian antara Badan Litbang Kehutanan, LIPI, ITB dan University of California - Davis, USA, yang dibagi ke dalam empat program (Associate Program/AP). Annual meeting tersebut bertujuan mengevaluasi capaian dan efektifitas kinerja serta dampak manfaat bagi para pihak yang terlibat dalam kerjasama dan merancang kemungkinan kerjasama berikutnya. Dalam pertemuan, dipaparkan dan didiskusikan hasil capaian dari setiap Associate Program/AP. Pe r te m u a n d i l a n j u t k a n d e n g a n e va l u a s i d a n revisi/amandemen MoU dan MTA (Material Transfer Agreement) oleh Advisory Board menyangkut prinsip kesetaraan, saling menguntungkan, transparansi dan pengendalian. Advisory Board dan para peneliti melakukan brainstorming untuk menggagas kelanjutan kerjasama ICBG pasca berakhirnya MoU pada bulan Mei 2013.



88



AP-1



: Survei keanekaragaman hayati (Leader : Andrew Engilis Jr. (zoologist), Curator of Museum of Wildlife and Fisheries Biology, UC Davis; Prof. Dr. Rosichon Ubaidilah, LIPI; Prof. Dr. Elizabeth A. Widjaja, LIPI).



AP-2



: Survei mikroba untuk menemukan solusi masalah energi (Leader: Kyria Boundy-Mills, Curator of the Phaff Yeast Culture Collection, UC Davis; Dr. Irnayuli Sitepu, Badan Litbang Kehutanan; Atit Kunti, M.Sc, LIPI)



AP-3



: Penelitian untuk menemukan solusi masalah kesehatan (Leader: Len Bjeldanes, Professor, UC Berkeley; Dr. Heddy Julistiono, LIPI; Dr. Leonardus Kardono, LIPI).



AP-4 : Peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati (Leader: Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama Badan Litbang Kehutanan; Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo, LIPI; Dr. Endah Sulistyawati, ITB).Lokasi penelitian ICBG di lapangan adalah Pegunungan Mekongga yang terletak di wilayah Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara, dan kawasan Papalia di Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi analisis laboratorium dilaksanakan di Puslit Mikrobiologi LIPI, Puslit Biologi LIPI, Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser), UC-Davis dan Gallo Clinic and Research Centre, Berkely. Capaian ICBG 2009 – 2013 Secara umum ke-4 AP telah memperoleh hasil seperti yang diharapkan.



Pertemuan tersebut dihadiri oleh 4 advisory board Indonesia yakni Dr. Iman Santoso, Kepala Badan Litbang Kehutanan; Ir. Adi Susmianto, M.Sc, Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser); Dr. Nuramaliati Prijono, Deputi LIPI; dan Dr. Bambang Sunarko, Kepala Pusat Litbang Biologi-LIPI. Pertemuan tersebut juga dihadiri Konsulat Jenderal RI untuk San Francisco yakni Asianto Sinambela.



Jenis tersebut meliputi bangsa burung (Aves), hewan pengerat (Rodent), hewan melata (Reptil), kelelawar (Chioptera), amfibi, mamalia dan serangga (Insect). Salah satu temuan spesies baru adalah sejenis tawon raja yang telah diberi nama Megalara garuda.



Pertemuan ini dihadiri oleh peneliti terkait dari Indonesia,



Pada bangsa tumbuhan ditemukan beberapa spesies baru



AP1 menemukan jenis-jenis hewan endemik Sulawesi.



antara lain dari bangsaGesneriaceae, Melastomataceae, Araliaceae, Myrtaceae dan Orchidaceae. Temuan ini menambah koleksi herbarium dan zoology, baik di Indonesia maupun di UC Davis. Transfer teknologi dilakukan melalui pelatihan taksonomi kepada para peneliti di Indonesia. Data base koleksi sudah dibangun dan dapat diakses oleh kedua belah pihak. Ap2 menemukan ratusan jenis mikroba. Mikroba tersebut terdiri dari jenis-jenis bakteri, jamur (Fungi) dan ragi (Yeast) baru yang terbukti potensial menghasilkan bio-diesel (high-oil yeast) yang dapat dikembangkan untuk bio-energi generasi ke tiga. Berbagai jenis tersebut masih diteliti kemungkinan penggunaannya untuk menghasilkan bioenergi masa depan di laboratorium Mikrobiologi Puskonser, UC-Davis dan LIPI. Proses transfer teknologi sudah dilaksanakan melalui program post-doctoral Dr. Irnayuli Sitepu (peneliti Balitbanghut) di UC Davis. Laboratorium Mikrobiologi Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi telah dicatat dalam jaringan International Culture Collection dengan sistem data base yang bisa diakses kedua belah pihak. Ap3 menganalisis ekstrak berbagai jenis flora dari AP1 dan mikroba dari AP2 untuk menemukan obat-obatan masa depan. Test laboratorium di Puslit Biologi LIPI dan di UC Berkeley mengindikasikan adanya bio-aktif antara lain untuk anticancer, anti-inflammatory activities, dan untuk pengobatan system syaraf (mengurangi rasa sakit, ketergantungan, depresi). Skrining obat dilakukan di tiga institusi di US: Gallo Center, UC San Francisco (Dr. Jennifer Whistler dan tim); UC Berkeley (Prof. Len Bjeldanes dan tim) dan UC Santa Cruz (Dr. Tyler Johnson, Postdoc). Di Indonesia, skrining obat dilakukan di LIPI Kimia dan LIPI Mikrobiologi untuk mencari obat anti tuberkolosis (TB). Crude extracts asal tanaman disiapkan oleh LIPI Kimia (Dr. Leonardus Kardono dan tim), sedangkan asal mikroba disiapkan di LIPI Mikrobiologi (Dr. Heddy Julistiono dan tim). Sampai saat ini analisis masih terus dilakukan. Untuk setiap analisis kandungan bio-aktif di UC Berkeley telah dilibatkan Dr. Heddy Julistiono dan Arief Nurkanto, MS (peneliti LIPI) sebagai bagian dari transfer teknologi. AP4 melaksanakan kegiatan peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat lokal untuk mendukung kelestarian keanekaragaman hayati. KegiatanParticipatory Rural Appraisal (PRA) untuk menggali persepsi dan dukungan masyarakat terhadap konservasi dan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan untuk peningkatan ekonomi; Lokakarya di tiga tingkatan (kabupaten, provinsi dan nasional) untuk menyebarkan hasil riset ICBG kepada para pihak dan menggalang dukungan pemerintah daerah dan masyarakat lokal serta nasional bagi konservasi keragaman hayati pegunungan Mekongga;



Pelatihan ketrampilan pengolahan kelapa terpadu guna peningkatan ekonomi masyarakat lokal sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap hutan dan keragaman hayati; Kampanye konser vasi keragaman hayati Mekongga khususnya kepada berbagai lapisan masyarakat dan dinasdinas terkait di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara serta Provinsi Sulawesi Tenggara; Membantu pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menyusun kajian akademis (Academic paper) dalam rangka pengusulan perubahan fungsi hutan lindung pegunungan mekongga menjadi hutan konservasi (taman nasional). Akademik paper yang memuat semua hasil penelitian untuk dasar pengusulan telah disampaikan kepada Pemda Kabupaten (Kolaka dan Kolaka Utara), Pemda Propinsi Sultera, dan Ditjen PHKA untuk proses lebih lanjut. Prestasi ini, yang dikoordinir Dr. Hendra Gunawan (peneliti Balitbanghut), memperoleh apresiasi luar biasa dari pihak US, baik dari UC Davis maupun National Institutes of Health (NIH).



Gagasan kelanjutan kerjasama ICBG Kerjasama semacam ICBG masih diperlukan namun perlu ada penyempurnaan atau modifikasi pola menyangkut hal teknis yang perlu diatur dalam Technical Agreement sehingga lebih fokus agar lebih efektif dan langsung mengarah pada pemanfaatan hasil riset. Lokasi penelitian perlu diperluas tetapi masih di Pegunungan Mekongga, karena penelitian yang dilakukan masih di satu wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) dari 3 (tiga) wilayah DAS yang ada di Mekongga, sehingga masih ada 2 (Dua) wilayah DAS yang perlu dieksplorasi. Apabila penelitian akan berpindah lokasi maka perlu dipertimbangkan urgensi, prioritas, manfaat dan sinergitas dengan program Kementerian Kehutanan, misalnya di lokasi calon taman nasional lain yang usulannya belum didasarkan pada hasil riset.



Pembelajaran bagi Badan Litbang Kehutanan Pembelajaran (lesson learnt) dari kerjasama penelitian ICBG, adalah perlunya langkah strategis yang harus dilakukan Badan Litbang Kehutanan untuk memperkuat posisi dan mengoptimalkan manfaat yang dapat diambil dalam kerjasama ICBG, yaitu antara lain sebagai berikut : Revitalisasi fasilitas herbarium dan zoology dengan menambah tenaga taksonomi yang memadai. Hal ini mengingat masih banyak potensi flora/fauna yang belum diketahui dan teridentifikasi dengan baik. Mengembangkan Laboratorium Mikrobiologi Hutan Tropis (Indonesian Tropical Forest –Culture Collection atau InTroFCC) di Bogor, agar aplikasi pemanfaatan IPTEK, khususnya untuk menghasilkan bio-energi dari pemanfaatan mikroba, dapat segera terwujud. Modal dasar seperti blue-print dan design maket laboratorium, SDM peneliti dan teknisi, serta sebagian peralatan laboratorium sudah tersedia.(HG)***



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1302



89



Foto oleh: Tri Atmoko



Penulis (ransel kuning) ke ka memimpin ekspedisi Keanekaragaman haya ke Pulau Pejantan di Selat Karimata, Kepri.



BICARA KEANAEKARAGMAN HAYATI PULAU PEJANTAN



Tindak Lanjut Sinkronisasi Kegiatan BLI dan Ditjen KSDAE terkait Pulau Pejantan ini perlu segera dielaborasi dan dihigh light untuk segera dilaksanakan,” kata Sylvana saat memimpin rapat. Sebagaimana diketahui, sebelumnya, tim peneliti BLI telah melakukan ekspedisi ke Pulau Pejantan. Dipimpin oleh Dr. Hendra Gunawan, peneliti Pusat Litbang Hutan, ekspedisi tersebut dilakukan selama 13 hari, 25 Januari sampai 6 Februari 2017.



BLI (Bogor, 21/03/2018)_Sebagai tindak lanjut sinkronisasi kegiatan penelitian dan pengembangan bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem, Badan Litbang dan Inovasi (BLI) dengan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mengadakan pertemuan di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (20/03/2018). Adapun yang menjadi bahasan yaitu terkait Pulau Pejantan. Hasil rapat menegaskan, untuk kemandirian hasil penelitian, sangat diharapkan kegiatan eksplorasi dan sur vey di kawasan konser vasi dan keanekaragaman hayati dengan membentuk Tim Eksplorasi Pulau Pejantan yang melibatkan instansi terkait dari beberapa kementerian/lembaga. Instansi yang akan dilibatkan, yaitu BLI, Ditjen. KSDAE (KKH, BPEE, BBKSDA Riau), Ditjen. PKTL (BPKH XII Tanjung Pinang), Setjen KLHK, LIPI (Puslit Biologi dan Deputi Ilmu Hayati Kebun Raya), KKP (Dit. Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang berubah nomenklatur menjadi Ditjen. Pengelolaan Ruang Laut), Kemenko Maritim, Kemenhub (Ditjen. Hubla), Pemkab. Bintan dan DPD Bintan (Robi).



92



Menurut Hendra dan tim, Pulau Pejantan yang terletak di Desa Mentebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ini sangat unik, ekslusif dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata. Disebut unik karena ekosistem ini belum pernah ada, bahkan di klasifikasi tipe ekosistem. “Unik, karena vegetasi hutan di atas batu granit, di sela-sela atau lapisan tanah tipis di atas batu granit dan eksklusif karena memiliki perbedaan keanekaragaman hayati yang jauh berbeda dengan pulau-pulau di sekitarnya,” kata Hendra. Hendra menjelaskan, ekosistem yang ditemukan di Pulau Pejantan seluas 9,63km2 dan berpenduduk 40 orang, 12 kepala keluarga ini terdiri dari ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan hujan dataran rendah, vegetasi di habitat batu granit, ekosistem goa, ekosistem terumbu karang. Selain itu, indikasi ada spesies-species baru flora dan fauna (proses spesiasi) karena isolasi, adaptasi, evolusi jutaan tahun. Beberapa diantaranya seperti bajing spesies baru, penyu sisik, penyu pipih dan lain sebagainya. Riset awal, terungkap jika berdasarkan karakteristik biologis baik flora maupun fauna di Pulau Pejantan mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan ekosistem yang ada di pulau Kalimantan.



Hal ini sesuai dengan arahan Sekretaris BLI, Dr. Sylvana Ratina, yang mengatakan bahwa untuk menindaklanjuti ekspedisi yang telah dilakukan peneliti BLI KLHK, perlu melibatkan banyak tim sesuai kepakaran, agar penelitian lebih mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap potensi Pulau Pejantan.



Mengenai jumlah sepesies baru, belum dapat dipastikan karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA, memerlukan penetapan kawasan sebagai daerah yang dikonservasi/dilindungi, misalnya kawasan konservasi berbentuk Taman Wisata Alam (TWA) dan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), dan bisa menjadi trigger pembangunan wilayah pulau terpencil/terluar dengan basis ekowisata.***



“Perlu segera ada tindak lanjut dengan menggandeng pihak-pihak terkait, sehingga kegiatan



Sumber: Litbang KLHK



http://www.menlhk.go.id/berita-10434-tindak-lanjut-sinkronisasi-kegiatan-bli-dan-ditjen-ksdae-terkait-pulau-pejantan.html



DiPulauPejantan-KepulauanRiau,PenelitiKLHK TemukanEkosistemUnikyangTidakAdadiKlasifikasiTipeEkosistem mineralisasi yang memungkinan tanaman dapat tumbuh di sana. Ada kemungkinan mikroorganisme yang menghancurkan batu menjadi tanah sebagai tempat tumbuh," kata Hendra di hadapan 17 media massa: media cetak dan elektronik yang hadir di Kampus BLI Gunung Batu Bogor.



FORDA (Bogor, 08/03/2017)_Dalam rangka mengkaji keanekaragaman hayati, beberapa waktu lalu, peneliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan ekspedisi ke Pulau Pejantan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Dari eksplorasi yang dilakukan selama hampir dua minggu, 25 Januari - 6 Februari 2017 ini, tim ekspedisi menemukan ekosistem unik di Pulau Pejantan, yaitu vegetasi hutan yang tumbuh di atas hamparan batu granit. "Kami menemukan ekosistem unik yaitu vegetasi hutan yang tumbuh di atas batu granit, di sela-sela atau lapisan tanah tipis di atas batu granit. Disebut unik karena ekosistem ini belum pernah ada (bahkan di klasifikasi tipe ekosistem)," kata Dr. Hendra Gunawan, ketua tim ekspedisi saat jumpa pers yang diadakan Badan Litbang dan Inovasi (BLI)-KLHK, Rabu (08/03). Untuk itu, kepada Kepala BLI dan para Kepala Pusat Litbang, Hendra dan tim merekomendasikan, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap potensi di Pulau Pejantan. “Bagaimana bisa vegetasi tumbuh di atas batu granit, ini perlu diteliti. Pasti ada proses



Selain memiliki ekosistem yang unik, Hendra mengatakan, Pulau Pejantan juga terindikasi memiliki spesies-spesies baru, baik flora dan fauna. Hal ini terlihat dari tampilan morfologi beberapa jenis tumbuhan dan satwa yang ditemukan. Ada satu spesies bajing yang diduga merupakan spesies baru yaitu Cynopterus sp. dan terdapat dua spesies penyu dilindungi yang secara rutin bertelur di Pulau Pejantan yaitu Penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan Penyu pipih (Natator depressus). "Meski demikian, mengenai jumlah spesies baru belum dapat dipastikan, karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA," kata Hendra. Dari karakteristik biologis, tim menemukan, baik flora maupun fauna di Pulau Pejantan mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan flora dan fauna dari Kalimantan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa induk dispersal flora-fauna Pulau Pejantan berasal dari Pulau Kalimantan. Beberapa jenis pohon yang berkerabat dengan jenis pohon di Kalimantan antara lain jenis-jenis Dipterocarpaceae, Lauraceae, Dilleniaceae, Moraceae, Apocynaceae, Meliaceae, Verbenaceae dan Burseraceae).***RH



http://www.forda-mof.org/berita/post/3493



93



Rabu 08 Maret 2017, 18:10 WIB



Spesies Biawak dan Tupai Terbang Baru Ditemukan di Kepri Farhan - detikNews



Pulau Pejantan selama 4 tahun, dari tahun 2009 hingga 2013. Kita tidak bermaksud untuk mengklarifikasi atau mencari seperti yang m e r e k a s a m p a i k a n . Ta p i k a r e n a k i t a mempunyai tanggung jawab, maka kita kirim tim ke sana," jelas Henry, Rabu (8/3/2017).



Kepala Badan Litbang dan Inovasi Henry Bastaman (Sol/detikcom)



Bogor - Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut melakukan eksplorasi di Pulau Pejantan, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Dalam eksplorasi itu, para peneliti menemukan sejumlah hewan yang diduga spesies baru. Kepala Badan Litbang dan Inovasi Henry Bastaman mengatakan penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan temuan yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Institute of Critical Zoologist (ICZ), Belanda, yang menyebutkan ada 350 spesies baru baik hewan maupun tumbuhan di Pulau Pejantan. Salah satunya ialah biawak berukuran besar dan tiga jenis tupai terbang yang memiliki corak berbeda dengan jenis tupai pada umumnya. Hasil temuan tersebut, kata Henry, dirilis dalam website www.criticalzoologist.org. Dalam web tersebut juga disebutkan bahwa ada black geyser di Pulau Pejantan. Namun temuan itu masih dugaan, karena peneliti akan melakukan tes DNA terhadap spesies-spesies yang diduga temuan baru itu. “Informasinya, mereka melakukan penelitian di



94



Meski demikian, Henry menyebut jumlah spesies hewan dan tumbuhan baru tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Karena menurutnya, cukup mustahil ada 350 spesies hewan dan tumbuhan baru di Pulau Pejantan, yang memiliki area seluas 927,34 hektare itu. "Peneliti kita berani mengatakan seperti black geyser tidak ditemukan, seperti yang diinformasikan dalam riset ICZ. Kayaknya nggak mungkin ada (black geyser) di situ," kata Henry. Hendra Gunawan, salah satu peneliti yang ikut dalam ekspedisi Pulau Pejantan, mengakui Pulau Pejantan memang merupakan pulau yang unik sekaligus indah. Dari informasi yang ia dapat, kata Hendra, tidak sedikit kapal pesiar yang mengangkut warga asing datang ke Pulau Pejantan untuk berwisata setiap tahunnya. Di pulau tersebut, lanjut Hendra, juga ditemukan banyak vegetasi yang tumbuh di bebatuan granit. Selain itu, ia mengaku menemukan hewan jenis tupai yang berbeda dengan tupai yang ditemukan di Borneo, Kalimantan. "Untuk memastikan spesies baru atau bukan harus dengan pembuktian tes DNA. Tidak bisa kalau tidak dites DNA-nya. Kemungkinan itu memang spesies baru," terangnya. (rvk/fjp)



https://news.detik.com/read/2017/03/08/181049/3441773/10/spesies-biawak-dan-tupai-terbang-baru-ditemukan-di-kepri



Pejantan yang Masih Perawan Rabu, 08 Maret 2017 20:42



Ketua Tim Ekspedisi, Hendra Gunawan menuturkan salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. “Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang”, jelas Hendra.



Peneliti dari Puslit Sumberdaya Pesisir dan Laut (Puslit Sumberdaya Pesisir dan Kelautan)



JAKARTA (HN) - Di tengah mirisnya sejumlah ekosistem flora dan fauna negero ini yang terancam punah, ternyata masih menyisakan harapan baru pada habitat di kawasan esensial yang masih menyimpan ratusan spesies baru. Hasil kajian Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan kawasan esensial habitat flora dan fauna yang belum terjamah. Kepala BLI, Henri Bastaman menyebut Pulau Pejantan, sebuah kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini menjadi harapan baru pelestarian flora dan fauna khas Indonesia. Penelitian di pulau ini sebagai tindak penelitian yang dilakukan Institute of Critical Zoologist (ICZ) Jepang pada tahun 2005-2009. Berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teridentifikasi. Pulau yang luasnya 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif.



Menurutnya, pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi”, Hendra menambahkan. Pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya satwa langka yaitu Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi. Beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir putih, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial, Antung Deddy R berpendapat, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. “Pulau Pejantan dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk time series”, ungkap Antung. Reportase : Mulya Achdami Editor : Mulya Achdami



http://m.harnas.co/2017/03/08/pejantan-yang-masih-perawan



95



PULAU PEJANTAN, KAWASAN ESENSIAL YANG BELUM TERJAMAH Rabu, 8 Maret 2017



“Pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi”, Hendra menambahkan. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi.



Jakarta -PULAU PEJANTAN, KAWASAN ESENSIAL YANG BELUM TERJAMAH, Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 8 Maret 2017. Suatu ekosistem esensial baru telah diteliti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui ekspedisi Tim Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI) KLHK. Hal ini disampaikan oleh Kepala BLI, Dr. Henri Bastaman dalam Konferensi Pers di Kantor BLI, Bogor (08/03/2017). Pulau Pejantan, nama kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini, diteliti sebagai tindak lanjut arahan Menteri LHK terkait penemuan pulau oleh lembaga penelitian asal Jepang yaitu Institute of Critical Zoologist (ICZ) pada tahun 2005-2009. Berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teridentifikasi. Atas dasar ini pula, KLHK segera menurunkan Tim ekspedisi untuk meneliti lebih lanjut. Pulau yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif. Ketua Tim Ekspedisi, Dr. Hendra Gunawan menuturkan bahwa salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. “Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang”, jelas Hendra. 96



Beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir putih, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial, Ir. Antung Deddy R., MP, yang turut hadir sebagai narasumber pada acara ini berpendapat, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. “Pulau Pejantan dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk time series”, ungkap Antung. Pada kesempatan ini pula, Henri Bastaman memberikan penjelasan sejarah BLI KLHK dan mengajak para undangan untuk berkeliling setiap laboratorium dan melakukan penanaman. “Konferensi pers ini merupakan awal komunikasi untuk ekspose hasil-hasil penelitian bidang LHK, karena banyak materi hasil penelitian yang bagus dan bermanfaat, namun memerlukan upaya publikasi yang lebih optimal”, pesan Henri. Kantor BLI KLHK telah berdiri sejak tanggal 1 Juli 1897 dan merupakan lokasi penelitian kehutanan paling lengkap, yang memiliki herbarium (koleksi daun tanaman hutan), arboretum (koleksi pohonpohon hutan), dan xylarium (koleksi jenis-jenis kayu). Xylarium BLI KLHK merupakan tempat koleksi kayu terlengkap nomor tiga di dunia, setelah Amerika dan Belgia, karena memiliki 34.301 jenis kayu. Dalam rangka optimalisasi identifikasi kayu, BLI KLHK juga akan mengembangkan teknologi digital berupa aplikasi identifikasi kayu.



https://www.jakartaforum.co.id/2017/03/pulau-pejantan-kawasan-esensial-yang.html



Akrabkan Diri dengan Media, BLI Adakan Jumpa Pers Posted by Tuti - 03:21 pm, 08. March 2017



“Semoga kita bisa ketemu format. Kami betul hargai dan apresiasi Mas Subagyo, bagaimana kita ekspose hasil litbang karena materinya banyak tapi komunikasinya perlu upaya lebih dari bidang lainnya,”tambah Kabadan. Kabadan berharap bahwa kegiatan jumpa pers dengan BLI bisa dilaksanakan secara rutin tiap bulan sekali untuk meningkatkan diseminasi hasil litbang. Bahkan lokasinya tidak hanya di Kampus BLI Gunung Batu-Bogor, tetapi bisa juga di UPT BLI yang ada di daerah. Rencananya bulan depan akan dilaksanakan di Yogya. FORDA (Bogor, 08/03/2017)_Bebagai cara dilakukan oleh Badan Litbang dan Inovasi (BLI) untuk mengekspose hasil penelitiannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Salah satunya adalah merangkul media. Terkait hal tersebut, BLI telah mengadakan acara “Jumpa Pers Badan Litbang dan Inovasi” di Kampus BLI Gunung Batu – Bogor, Rabu (08/03).



Acara yang dihadiri oleh kurang lebih 19 orang dari 17 media tersebut dimeriahkan dengan dialog interaktif “Ekspedisi Keanekaragaman Hayati Pulau Pejantan” yang disampaikan oleh Dr. Ir.Hendra Gunawan, M.Si., Peneliti Pusat Litbang Hutan (P3H) sekaligus Ketua Tim Ekspedisi dan “Perlindungan Ekosistem Esensial di Pulau Pejantan” oleh Ir. Antung Deddy Radianyah, MP., Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial.



“Trigger (picu) kegiatan ini adalah dari Mas Subagyo (Pers Antara) pada saat dialog pimpinan KLHK dengan media di Ciwidey (23/03),”kata Dr. Henri Bastaman, M.Es., Kepala BLI (Kabadan) saat menyampaikan sambutannya.



Selain itu, kegiatan tersebut juga dimeriahkan dengan pelepasan 4 (empat) ekor rusa timor (cervus timorensis) serta penanaman 3 jenis tanaman oleh media, yaitu jamblang, kapur dan gandaria.



Disadari bahwa dalam pertemuan tersebut, Subagyo menyatakan bahwa litbang tidak dikenal dan diketahui oleh media, padahal litbang strategis untuk mengangkat berita positif di KLHK. Selain itu, litbang juga dikenal sebagai rumah hantu dimana ada ketakutan media untuk berkunjung karena birokrasinya agak rumit, sedangkan media berkeinginan prosedurnya simple/sederhana.



Rusa timor yang dilepas pada kegiatan tersebut terdiri dari 3 ekor indukan dan 1 ekor anakan. Pelepasan rusa timor tersebut dilakukan oleh Kabadan, wartawan Antara (Subagyo) dan Reporter Kompas TV (Mutiara). Keberadaan rusa timor ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa di Kampus BLI Gunung Batu – Bogor ada research center terutama terkait konservasi.



“Ini yang kita sebut Kampus BLI Gunung Batu. Menurut saya eksotik. Satu komplek yang lengkap dimana ada arboretum, herbarium dan xylarium,”kata Kabadan memperkenalkan Kampus BLI Gunung Batu.



“Ini bisa memotivasi masyarakat tentang konservasi lingkungan sehingga akan tertanam jiwa riset konservasi alam dan cinta terhadap lingkungan,”kata Dr. Kirsfianti L.Ginoga, M.Sc., Kepala Pusat Litbang Hutan (P3H).



Kabadan menyatakan bahwa kampus BLI Gunung Batu Bogor ini sudah digunakan untuk kegiatan riset sejak tahun 1913 yang saat itu dikenal dengan Bosbouw Proef Station Voor Het Boswezen. Banyak teknologi di masa lampau dan sebagian besar peninggalan Belanda masih digunakan oleh BLI, meskipun sudah ketinggalan. “Untuk lebih mengenal BLI, nanti ada kesempatan untuk keliling. Saya harapkan apa yang kita lihat bisa mentrigger lebih dalam ada apa di BLI,”kata Kabadan.



Kirsfianti berharap dengan keberadaan rusa timor di Kampus BLI Gunung Batu Bogor ini bisa lebih mendekatkan riset kepada masyarakat. Kegiatan jumpa pers ditutup dengan kunjungan ke beberapa laboratorium, yaitu herbarium, koffco, mikroba/gaharu, ruang display hasil hutan serta xylarium. ***THS.



http://www.forda-mof.org/berita/post/3485



97



Peneliti KLHK Rekomendasikan Pulau Pejantan Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Berbentuk TWA atau KKE Posted by Rizda - 11:00 pm, 08. March 2017



kami adalah ekowisata. Wisata tidak mengambil apa-apa, hanya mengambil foto, tapi kalau izin tambang akan meninggalkan kerusakan. Jadi ekowisata, adalah pemanfaatan yang tidak merusak,” kata Hendra saat Jumpa Pers Badan Litbang dan Inovasi (BLI) di Gunung Batu, Bogor, Rabu (8/3). “Ekowisata dapat dikembangkan di kawasan konservasi berbentuk TWA maupun ekosistem esensial, yang penting ada payung hukumnya,” tambah Hendra.



FORDA (Bogor, 08/03/2017)_Ekspedisi yang dilakukan peneliti BLI-KLHK ke Pulau Pejantan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu menghasilkan beberapa temuan berupa adanya ekosistem unik, indikasi adanya spesies baru flora dan fauna serta berbagai potensi lainnya. Berdasarkan itu, sebagai tindak lanjutnya, tim ekspedisi merekomendasikan agar Pulau Pejantan ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan konservasi, apakah berbentuk taman wisata alam (TWA) atau kawasan ekosistem esensial (KKE). Dr. Hendra Gunawan, peneliti Puslitbang Hutan selaku ketua tim ekspedisi menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan tim peneliti dalam rekomendasi tersebut. Pertimbangan pertama adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati yang ada di sana. Pertimbangan kedua kenapa kawasan konservasi berbentuk TWA atau KKE adalah untuk pengembangan Pulau Pejantan sendiri dengan melibatkan penduduk lokal dan semua pihak yang berkepentingan. Dengan begitu memberikan manfaat bagi masyarakat. “Mekanisme yang menciptakan keduanya: melindungi dan memberikan manfaat menurut 98



Diinformasikan, Pulau Pejantan yang secara administrasi berada di Desa Mentebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ini telah dihuni oleh beberapa generasi. Saat ini terdapat 12 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 40 orang. Sebagian besar penduduk merupakan Suku Melayu Tambelan dan seluruhnya berprofesi sebagai nelayan, dengan fasilitas pendidikan yang minimal bagi anak-anak mereka. Kepada tim ekspedisi, penduduk lokal Pulau Pejantan yang diwawancarai menitipkan aspirasinya untuk disampaikan kepada pihak yang berwenang. Aspirasi tersebut antara lain pembangunan sarana pendidikan dengan jumlah guru yang memadai; pembangunan sarana air bersih; instalasi listrik (genset) atau panel surya yang memadai untuk seluruh penduduk; radio komunikasi dan parabola; serta pengembangan daerah tujuan wisata dan meningkatkan status Pulau Pejantan menjadi desa, sehingga dapat memperbaiki kesejahteraan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu menurut Hendra, perlu dilakukan pengembangan daerah sekaligus sustainable biodiversity dengan menjadikannya sebagai lokus model penelitian eko-biogeografi pulau terpencil untuk mempelajari sejarah alam. Selain memiliki ekosistem yang unik, Hendra mengatakan, Pulau Pejantan juga terindikasi



memiliki spesies-spesies baru, baik flora dan fauna. Hal ini terlihat dari tampilan morfologi beberapa jenis flora dan fauna yang ditemukan. "Meski demikian, mengenai jumlah spesies baru belum dapat dipastikan, karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA," kata Hendra. Disamping keanekaragaman hayati, tim juga mengidentifikasi wisata alam yang sangat potensial untuk pengembangan daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat. Potensi wisata yang dapat dikembangkan antara lain wisata selam dan snorkeling, wisata alam pantai/bahari, wisata khusus panjat tebing (rock climbing), jungle tracking ekosistem batu granit dan wisata konservasi penyu (pelepasan tukik). Tim juga menemukan potensi wisata lainnya, yaitu adanya bekas penambangan yang diduga penambangan batu mulia peninggalan masa penjajahan. Selain itu, juga ditemukan adanya bekas penambangan tradisional batu mulia oleh masyarakat untuk pembuatan akik ketika pasaran batu akik sedang ramai. Menurut Hendra, setelah penetapan Pulau Pejantan sebagai kawasan konservasi berbentuk TWA, perlu dibentuk kelembagaan pengelola ekowisata dan konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu dilakukan eksplorasi yang lebih mendalam dan komprehensif yang melibatkan para ahli berbagai disiplin ilmu, baik dari KLHK maupun dari lembaga penelitian lainnya. “Pengelolaan wisata di sana perlu manajemen. Banyak yang datang ke sana tanpa bayar. Maka perlu manajemen sehingga yang ke sana perlu bayar. Selain itu pengunjung yang tidak bisa menyelam bisa datang dengan belanja souvenir produk masyarakat sehingga ini akan mengangkat perekonomian masyarakat setempat,” kata Hendra. Menanggapi pertanyaan wartawan terkait rekomendasi TWA tersebut, Ir. Antung Deddy Radianyah, MP, Direktur BinaPengelolaan Ekosistem Esensial, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang turut hadir pada Jumpa Pers tersebut menjelaskan perbedaan kawasan konservasi dengan TWA maupun ekosistem esensial. Menurutnya, opsi kedua, TWA adalah opsi yang potensial karena akan memberdayakan



masyarakat, bagaimana masyarakat berperilaku melindungi hutan, ini dapat menjadi potensi wisata. “Dengan melindungi alamnya sendiri dan keunikan alamnya, hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat sendiri. Karena kolaborasi untuk memasukkan pemerintah daerah dalam mengelola bersama dan melakukan kegiatan konservasi itu adalah prinsip pemanfaatan ekosistem esensial,” kata Antung. Dari eksplorasi yang dilakukan selama hampir dua minggu ini, tim ekspedisi mencatat ada enam tipe ekosistem di P. Pejantan yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem goa, ekosistem hutan mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan hujan dataran rendah, dan ekosistem vegetasi di atas batu granit. Vegetasi yang tumbuh di atas hamparan batu granit merupakan keunikan yang dimiliki Pulau Pejantan, karena ekosistem tersebut belum pernah ditemukan bahkan tercatat di klasifikasi tipe ekosistem. Jenis-jenis satwa yang berhasil tercatat adalah lima spesies mamalia, 10 spesies aves, dan delapan spesies reptilia. Selain itu tim peneliti berhasil mengoleksi 145 specimen herbarium jenis-jenis pohon, enam spesies anggrek, satu spesies kantung semar (Nepenthes), dua spesies pandan dan tiga spesies palem. Dari karakteristik biologisnya, tim juga menemukan bahwa flora dan fauna di pulau ini mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan flora dan fauna di Kalimantan (Borneo). Dengan demikian, dapat diduga bahwa induk dispersal flora-fauna P. Pejantan berasal dari Pulau Kalimantan. Jenis fauna Pulau Pejantan yang sama atau mirip dengan jenis-jenis fauna Kalimantan antara lain: bajing tiga warna (Callosciurus prevostii sanggaus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelelawar vampire palsu (Megaderma spasma), pergam laut (Ducula sp.), dan biawak monitor (Varanus salvator). Sedangkan jenis pohon yang berkerabat dengan jenis pohon di Kalimantan antara lain jenis-jenis Dipterocarpaceae, Lauraceae, Dilleniaceae, Moraceae, Apocynaceae, Meliaceae, Verbenaceae dan Burseraceae.***RH



http://www.forda-mof.org/berita/post/3495



99



PULAU PEJANTAN, KAWASAN ESENSIAL YANG BELUM TERJAMAH 08 MAR 2017 Nomor : SP. 51 /HUMAS/PP/HMS.3/03/2017 Jakarta, Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 8 Maret 2017. Suatu ekosistem esensial baru telah diteliti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui ekspedisi Tim Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI) KLHK. Hal ini disampaikan oleh Kepala BLI, Dr. Henri Bastaman dalam Konferensi Pers di Kantor BLI, Bogor (08/03/2017). Pulau Pejantan, nama kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini, diteliti sebagai tindak lanjut arahan Menteri LHK terkait penemuan pulau oleh lembaga penelitian asal Jepang yaitu Institute of Critical Zoologist (ICZ) pada tahun 2005-2009. Berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teridentifikasi. Atas dasar ini pula, KLHK segera menurunkan Tim ekspedisi untuk meneliti lebih lanjut. Pulau yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif. Ketua Tim Ekspedisi, Dr. Hendra Gunawan menuturkan bahwa salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. “Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang”, jelas Hendra. “Pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi”, Hendra menambahkan. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga



100



kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi. Beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir putih, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial, Ir. Antung Deddy R., MP, yang turut hadir sebagai narasumber pada acara ini berpendapat, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. “Pulau Pejantan dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk time series”, ungkap Antung. Pada kesempatan ini pula, Henri Bastaman memberikan penjelasan sejarah BLI KLHK dan mengajak para undangan untuk berkeliling setiap laboratorium dan melakukan penanaman. “Konferensi pers ini merupakan awal komunikasi untuk ekspose hasil-hasil penelitian bidang LHK, karena banyak materi hasil penelitian yang bagus dan bermanfaat, namun memerlukan upaya publikasi yang lebih optimal”, pesan Henri. Kantor BLI KLHK telah berdiri sejak tanggal 1 Juli 1897 dan merupakan lokasi penelitian kehutanan paling lengkap, yang memiliki herbarium (koleksi daun tanaman hutan), arboretum (koleksi pohonpohon hutan), dan xylarium (koleksi jenis-jenis kayu). Xylarium BLI KLHK merupakan tempat koleksi kayu terlengkap nomor tiga di dunia, setelah Amerika dan Belgia, karena memiliki 34.301 jenis kayu. Dalam rangka optimalisasi identifikasi kayu, BLI KLHK juga akan mengembangkan teknologi digital berupa aplikasi identifikasi kayu.(***) Penanggung jawab berita: Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hi dup dan Kehutanan, Djati Witjaksono Hadi – 081375633330



http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/554



KLHKTelitiPulauPejantanyangBelumTerjamah Kamis, 09 Maret 2017 | 07:48 WIB



"Pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi," tambah Hendra. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi.



(Foto: Istimewa)



INILAHCOM, Jakarta - Suatu ekosistem esensial baru yakni Pulau Pejantan di Bintan, Kepulauan Riau telah diteliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui ekspedisi Tim Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI). Hal ini disampaikan Kepala BLI Henri Bastaman dalam Konferensi Pers di Kantor BLI, Bogor (8/3/2017). Pulau Pejantan, nama kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini, diteliti sebagai tindak lanjut arahan Menteri LHK terkait penemuan pulau oleh lembaga penelitian asal Jepang yaitu Institute of Critical Zoologist (ICZ) pada tahun 2005-2009. Berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teridentifikasi. Atas dasar ini pula, KLHK segera menurunkan Tim ekspedisi untuk meneliti lebih lanjut. Pulau yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di D e s a M a n t e b u n g , K e c a m a t a n Ta m b e l a n , Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif. Ketua Tim Ekspedisi, Hendra Gunawan menuturkan bahwa salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. "Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang," jelas Hendra.



Beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir putih, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial Antung Deddy R yang turut hadir sebagai narasumber pada acara ini berpendapat, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. "Pulau Pejantan dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk time series", ungkap Antung. Pada kesempatan ini pula, Henri Bastaman memberikan penjelasan sejarah BLI KLHK dan mengajak para undangan untuk berkeliling setiap laboratorium dan melakukan penanaman. "Konferensi pers ini merupakan awal komunikasi untuk ekspose hasil-hasil penelitian bidang LHK, karena banyak materi hasil penelitian yang bagus dan bermanfaat, namun memerlukan upaya publikasi yang lebih optimal", pesan Henri. Kantor BLI KLHK merupakan lokasi penelitian kehutanan paling lengkap, yang memiliki herbarium (koleksi daun tanaman hutan), arboretum (koleksi pohon-pohon hutan), dan xylarium (koleksi jenis-jenis kayu). Xylarium BLI KLHK merupakan tempat koleksi kayu terlengkap nomor tiga di dunia, setelah Amerika dan Belgia, karena memiliki 34.301 jenis kayu. [*]



http://m.inilah.com/news/detail/2364870/klhk-teliti-pulau-pejantan-yang-belum-terjamah



101



Mengenal Pulau Pejantan March 9, 2017



Pada akhir bulan januari 2017 tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan ekspedisi ke Pulau Pejantan. Kegiatan penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi keanekaragaman hayati yang terdapat di pulau tersebut. Wanda Kuswanda, S.Hut., M.Sc, peneliti utama Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, adalah salah satu peneliti yang turut serta dalam ekspedisi tersebut. Pulau Pejantan merupakan salah satu pulau terluar di Kepulauan Riau. Pulau ini ditempuh dengan waktu kurang lebih 8 jam perjalanan laut menggunakan kapal dari Pulau Tambelan. Secara administrasi, Pulau Pejantan masuk Desa Mentebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Di pulau unik ini masih banyak terdapat hewan dan tumbuhan yang belum teridentifikasi. Tim Data Informasi dan Kerjasama



102



(DIK) BP2LHK Aek Nauli tertarik untuk mengulik pengalaman berharga yang diperoleh Wanda selama kurang lebih 5 hari berada di pulau tersebut. Informasi yang diperoleh dari Mansyur (RT Pulau Pejantan), pulau tersebut dihuni oleh 40 orang dan memiliki rumah/ bangunan sebanyak 15 buah. Di Pejantan belum dijangkau jaringan komunikasi. Demikian dengan transportasi. Tidak ada kapal regular yang melayani rute tambelan-pejantan atau sebaliknya. “Jika hendak menuju ke sana, harus menyewa kapal dengan biaya yang cukup besar,” cerita Wanda sambil memperlihatkan foto-foto yang diperolehnya selama di pulau tersebut.



terjal di atas 45%. Topografi datar hanya ditemukan di atas bukit dan berbatu. Tim yang berangkat ke Pulau Pejantan yaitu Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si (Peneliti P3H), Wanda Kuswanda, S.Hut, M.Sc (Peneliti BP2LHK Aek Nauli), Ir. Adi Susilo, M.Sc (Peneliti P3H), Tri Atmoko, S.Hut, M.Si (Peneliti Balitek KSDA), Sugito, S.Hut, M.Sc (PEH BBKSDA Riau), dan Deddy Saputra Hasnur (Polhut BBKSDA Riau). *** Narasumber: Wanda Kuswanda Kontributor Foto: Hery Susanto dan Wanda Kuswanda



Informasi yang diperoleh Wanda dari masyarakat, Pulau Pejantan memiliki kondisi alam yang ekstrim sehingga hanya orang-orang yang dianggap kuat (red: jantan) dan bernyali tinggi yang sanggup sampai ke pulau itu. Secara umum topografi Pulau Pejantan berbukit dengan kelerengan curam sampai



http://aeknauli.org/kearifan-lokal-penduduk-pulau-pejantan/



BanyakSpesiesBarudiPulauPejantan, KLHKKirimPeneliti Oleh : Tempo.co Kamis, 9 Maret 2017 06:07 WIB



indonesia yang jauh dan sulit dijangkau, "Mungkin kita harus membentuk badan dan regulasi untuk pengelolaannya karena harus melibatkan pihak pemda," kata dia.



Seekor kupu-kupu harimau bertengger di atas daun, di Indonesia terdapat berbagai jenis kupu-kupu. Di pulau Jawa dan Bali saja, TEMPO.CO, Bogor -Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, Direktorat Jendral Konservasi Daya Alam dan Ekosiatem, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengirimkan penelitinya untuk meriset keanekaragaman hayati di Pulau Pejantan, Kecamatan Tambelan, Kepulauan Riau. Penelitian itu dilakukan untuk menindaklanjuti temuan 350 spesies baru di Pulau Pejantan oleh peneliti Institute of Critical Zoologists (ICZ) dari Jepang. "Sebanyak 11 orang peneliti Balitbang dan Inovasi, langsung kami tugaskan untuk melakukan riset selama dua minggu di Pulau Pejantan," kata Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan inovasi KLHK Henri Bastaman, Selasa 8 Maret 2017. Balitbang KLHK termotivasi melakukan riset di Pulau Pejantan setelah temuan peneliti asal Jepang itu diposting dalam web-nya www.criticalzoologist.org. Dalam laporan itu disebutkan tim ICZ menemukan 350 spesies yang diduga spesies baru dalam observasi dari tahun 2009 hingga 2013. Henri mengatakan diduga banyak pulau terisolir di Indonesia memiliki ekosistem yang luar biasa, seperti Pulau Pejantan tersebut. "Informasi ini menggugah kita, ternyata masih banyak pulau terjauh memiliki ekosiatem luar biasa, yang harus kita jaga karena menjadi kekayaan 'Kehati' yang luar biasa," kata dia. Hingga saat ini, Balitbang KLHK tidak memiliki data pulau-pulau yang dimungkinkan memiliki ekosistem yang luar biasa, karena masih banyak lagi pulau-pulau di



Akan tetapi berdasarkan hasil temuan kesebelas peneliti yang langsung ke Pulau Pejantan selama lebih dua pekan tersebut, pihaknya meragukan ada 350 sepesies baru seperti yang dirilis di laman ICZ karena kawasan pulau Pejantan tersebut hanya memiliki luas 926 hektar. Peneliti Balitbang dapat mendatangi dan menjangkau seluruh kawasan pulau itu dalam waktu dua minggu. "Jika ditemukan spesies baru di Pulau Pejantan sudah pasti ada, karena peneliti kami pun menemukan sejumlah flora dan fauna yang diduga spesies baru, " kata dia. Dia menyatakan, catatan di www.criticalzoologist.org, peneliti Institute of Critical Zoologists (ICZ) Jepang menyebutkan jika di pulau Pejantan tersebut ditemukan Black Geyser (semburan air hitam) dan ditemukan spesies burung yang menyerupai burung Cendrawasih, " Tapi di lapangan, black geyser itu tidak ada, dan di pulau tersebut juga sangat minim ditemukan burung," kata dia. Hendra Gunawan, Peneliti utama Balitbang dan Inovasi KLHK, yang melakukan penelitian di Pulau Pejantan mengatakan, banyak keistimewaan dan keunikan yang ditemukan di pulau tersebut, "Salah satu hal yang unik yakni pada puncak perbukitan di Pulau tersebut adalah batu granit yang mengeluarkan mata air, sehingga banyak ditumbuhi pohon'" kata dia. Tim Balitbang KLHK menemukan banyak flora dan fauna spesies baru, diantaranya jenis tupai tiga warna yang jenisnya berbeda dengan tupai tiga warna di Borneo serta sejenis kalong. Mereka juga menemukan tiga jenis tumbuhan kantung semar. "Bahkan jenis anggrek yang kita temukan di sana semuanya hidup di batu bukan di pohon," kata dia. Tapi untuk memastikan spesies baru atau bukan harus dengan pembuktian tes DNA. "Semuanya harus dites dan diteliti lebih lanjut baik DNA atau pun spesimennya," kata dia.



https://tekno.tempo.co/read/854080/banyak-spesies-baru-di-pulau-pejantan-klhk-kirim-peneliti



103



PulauPejantan,TempatDimanaHutanTumbuhdiAtasBatu



Tampilan satelit Pulau Pejantan di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau



VIVA.co.id – Pejantan, demikian nama pulau yang terletak Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau ini. Namanya masih terasa asing di ingatan. Cukup sulit mencari referensi pulau ini di laman pencari. Bahkan untuk foto saja, Pulau Pejantan tak pernah muncul di laman pencari internet. Ia hanya muncul di peta, dengan posisi di tengah Samudera Pasifik, diapit Pulau Kalimantan dan Pulau Batam, atau tepatnya berada persis di atas Pulau Bangka Belitung. Lalu, apa istimewanya pulau yang konon hanya dihuni oleh 40 orang ini? Hampir 12 tahun lalu, tepatnya pada 2005, sebuah riset yang diduga tak berizin dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Jepang yang tergabung dalam Institute of Critical Zoologists (ICZ). Secara bertahap, hingga 2009 mereka berdiam di Pulau Pejantan dan melakukan sejumlah 104



penelitian. Mulai dari flora, fauna hingga ke seluruh kehidupan di sudut pulau yang memiliki luas 927,34 hektare itu pun diteliti. Bertahun-tahun hasil riset itu pun menjadi konsumsi ICZ. Hingga kemudian laporan hasil penelitian itu terkuak di laman resmi milik ICZ. Hasilnya mengejutkan, lembaga peneliti ini rupanya mengungkap ada fenomena unik di Pulau Pejantan. Seperti dikutip dari laman mereka, peneliti ICZ ternyata menemukan ada 350 spesies baru yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya. Di laporan itu, ICZ bahkan menampilkan sejumlah foto unik. Mulai dari cacing pasir aneh, ikan lentera yang bercahaya di dalam laut, burung surga, kodok mata merah, cacing bercahaya, kura-kura langka, hingga ke geiser hitam atau fenomena semburan air panas yang keluar dari dalam pasir. "Ekosistem di Pulau Pejantan benar-benar baru



melakukan eksplorasi dan pengujian sejumlah sampel. Dan hasilnya sekali lagi memang mengejutkan. Pulau Pejantan memang benar-benar seperti surga ekosistem baru bagi tumbuhan dan satwa.



dibanding dengan ekosistem di tempat lain di dunia," kata Darrel Covman, Project Manager of SCPR-IarBIS (Scientific Committee on Pacific Research Island Biodiversity Information Systems) dilansir dalam ICZ.



"Kami menemukan ekosistem unik yaitu vegetasi hutan yang tumbuh di atas batu granit, di sela-sela atau lapisan tanah tipis di atas batu granit. Disebut unik karena ekosistem ini belum pernah ada (bahkan di klasifikasi tipe ekosistem)," kata Hendra Gunawan, ketua tim peneliti dalam siaran persnya dikutip VIVA.co.id, Kamis, 9 Maret 2017.



Ya, ICZ memang mengklaim benar-benar menemukan keanekaragaman hayati yang baru dan unik di Pulau Pejantan. Dan itu berbeda dengan yang pernah ditemukan di belahan dunia lain.



Tak cuma itu, sejumlah spesies baru dan unik memang betul-betul masih ditemukan di pulau pasir tersebut. Beberapa yang diungkap seperti, bajing spesies baru, penyu sisik, penyu pipih dan lain sebagainya.



"Orang biasa berpikir jika mengunjungi pulau yang berdekatan di wilayah yang sama, maka kesamaan keanekaragaman hayati pasti tampak jelas. Tapi di Pejantan, ini tidak terjadi," kata Darrel.



Sejauh ini dari riset awal, terungkap jika berdasarkan karakteristik biologis baik flora maupun fauna di Pulau Pejantan mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan ekosistem yang ada di pulau Kalimantan.



I n d o n e s i a B a g a i m a n a ? Fenomena surga baru bagi spesies di Pulau Pejantan yang ditelusur ICZ sontak menghentak. Terutama bagi Indonesia yang sejatinya sebagai pemilik wilayah.



Dengan demikian, dapat diduga bahwa induk dispersal flora-fauna Pulau Pejantan memang berasal dari Kalimantan. "Meski demikian mengenai jumlah sepesies baru belum dapat dipastikan. Karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA," kata Hendra.



Pulau Pejantan yang terentang laut ratusan kilometer itu, sejak awal memang tak pernah dipedulikan atau kalau boleh disebut diperhitungkan. Meski begitu, riset ICZ yang disinyalir tak berizin atau ilegal itu pun akhirnya memaksa pemerintah ikut mencari tahu. Laporan bahwa ada 350 spesies baru yang berbeda di banding belahan dunia mana pun itu, segera direspons oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Atas itu, pada 25 Januari hingga 6 Februari 2017, sejumlah peneliti Indonesia pun diterjunkan ke Pulau Pejantan. Selama dua pekan, tim pun



Atas itu juga, Hendra Gunawan bersama tim peneliti merekomendasikan agar ada penelitian lebih mendalam dan menyeluruh guna mengungkap potensi Pulau Pejantan. Dengan itu, terlepas telah adanya riset dari ICZ soal kehidupan unik di Pejantan, Indonesia harus memiliki basis data sendiri soal fenomena langka pulau di tengah samudera tersebut. "Bagaimana bisa vegetasi tumbuh di atas batu granit, ini perlu diteliti lebih dalam," katanya. Lalu seperti apa Pulau Pejantan? Mungkin ada baiknya, kita mulai membicarakan ini. Rasanya cukup sudah Pejantan milik Indonesia dijamah oleh asing. Mumpung belum terlambat. (mus)



http://www.viva.co.id/berita/nasional/892225-pulau-pejantan-tempat-dimana-hutan-tumbuh-di-atas-batu



105



Ada350SpesiesBarudiPulauPejantanRiau? IniTemuanKemenLHK Achmad Sudarso 9 Maret 2017, 10.02 WIB



Pulau Pejantan



Liputan6.com, Bogor - Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) meragukan hasil riset Institute of Critical Zoologists (ICZ) Jepang yang menemukan 350 spesies baru di Pulau Pejantan, Kecamatan Tambelan, Kepulauan Riau. Dari hasil eksplorasi awal di pulau tersebut, tim peneliti Kemen LHK tidak menemukan sebanyak 350 species seperti disebutkan ICZ yang dimuat di web www.criticalzooloist.org. "Memang di Pulau Pejantan ditemukan spesies baru, tapi tidak banyak," ujar Kepala Badan Litbang dan Inovasi Henry Bastaman di Bogor, Kamis (9/3/2017). Penelitian yang dilakukan Kemen LHK pertengahan Januari 2017, tim hanya menemukan 93 spesies. "53 spesies sudah teridentifikasi dan 40 spesies belum teridentifikasi," ujar dia. Tak hanya itu, temuan black geyser atau mata air panas hitam yang ditulis oleh ICZ, juga diragukan. Selama tim berada di sana, mereka tidak menemukan adanya black geyser. "Peneliti kami berani mengatakan seperti itu karena emang tidak ada dan kayaknya nggak mungkin ada (black geyser) di situ," ucap Henry. Meskipun demikian, pihaknya tidak ingin menyebut ahwa penelitian yang dilakukan ICZ selama 4 tahun di Pulau Pejantan ini tidak tepat. Namun secara scientific, hasilnya diragukan karena tidak valid.



106



"Tapi kami melihat pulau itu sangat unik dan harus, dipertahankan karena memiliki potensi besar untuk pariwisata dan pusat keragaman hayati," terang Henry. Untuk meyakinkan hasil tersebut, pihaknya masih perlu melakukan penelitian dan kajian lebih dalam lagi terkait jumlah tersebut di pulau yang memiliki luas 927,34 hektare ini. "Mereka lakukan penelitian selama 4 tahun, kami hanya 1 bulan. Karena itu kami punya tanggung jawab, jadi kami kirimkan tim ke sana (Pejantan) untuk penelitian lanjutan," terang Henry. Salah satu Peneliti Konservasi Sumberdaya Hutan, Hendra Gunawan mengatakan, selama melakukan penelitian di Pulau Pejantan, dia menemukan spesies baru. Di antaranya tupai yang memiliki bulu tiga warna, biawak dengan corak berbeda, pepohonan di atas batu granit, dan aliran air di bawah batu granit. "Di sana memang banyak fenomena yang jarang kami jumpai di tempat lain," kata dia. Akan tetapi, merujuk informasi yang dia baca di situs ICJ Jepang telah ditemukan 350 spesies baru di Pulau Pejantan, ia mengaku tidak mempercayainya. Terlebih di situs tersebut tidak disebutkan secara detail jenis spesiesnya. "Mustahil dengan luasan pulau 900 hektare lebih ditemukan 350 spesies (baru)," Henry memungkas.



https://www.liputan6.com/news/read/2880233/ada-350-spesies-baru-di-pulau-pejantan-riau-ini-temuan-kemen-lhk



PULAU PEJANTAN: Potensi Ekonomi yang Belum Terekspos 2017/03/09 - 06:34 am



eko-wisata yang tinggi. Banyak hal yang bisa di garap di sana, mulai dari diving, wisata bahari, panjat tebing, hinggajungle tracking. Ada pula konservasi penyu yang dari situ tentu saja akan ada atraksi pelepasan tukik (anak penyu)”, paparnya.



Eksplorasi Pulau Pejantan ternyata membawa banyak kejutan bagi para peneliti Indonesia. Tim eksplorasi yang terdiri dari Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI) menemukan flora dan fauna jenis baru. Selain flora dan fauna, potensi ekonomi yang dimiliki Pulau Pejantan cukup besar. Ini dijelaskan oleh ketua tim eksplorasi, Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si, saat memaparkan hasil eksplorasinya pada Press Conference dengan kalangan media nasional seperti kompas TVyang diadakan di ruang R. Soediarto, BLI, Bogor. Pulau Pejantan merupakan pulau bagian dari daerah Pulau Tambelan, Kepulauan Riau. Pulau ini bisa diakses melalui Pulau Bintan dilanjutkan ke Pulau Tambelan lalu transit menggunakan kapal kano. “Pulau Pejantan memiliki potensi



Hendra memaparkan jika pemerintah menetapkan dan mengelola Pulau Pejantan sebagai daerah eko-wisata, maka tidak butuh waktu lama untuk mendatangkan turis. “Setiap bulan November dan Desember, selalu ada kapal feri berbendera Singapura mampir dan berwisata ke pulau itu secara gratis. Sayangnya para turis itu tidak dipungut sepeserpun. Kan bisa dipatok karcis dan lainlain”,terangnya. Potensi yang dikandung oleh Pulau Pejantan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah Iindonesia karena dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Sayang dari segi aksesibilitas Pulau Pejantan masih sangat sulit dijangkau. Namun bila hal tersebut bisa diperbaiki, maka tidak menutup kemungkinan Pulau Pejantan bisa menjadi salah satu wisata andalan Indonesia. “Ketika saya datang ke Pulau Pejantan, saya hanya melihat keindahan”. Hendra berucap puitis.



http://puspijak.org/index.php/berita/detail/144



107



PulauPejantan,KawasanEsensialyangBelumTerjamah Posted by lusi - 08:33 am, 09. March 2017



“Pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teriden fikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seper biawak, tupai ga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi”, Hendra menambahkan. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga kawasan ini bernilai pen ng untuk dilakukan konservasi.



Jakarta, Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 8 Maret 2017. Suatu ekosistem esensial baru telah diteli oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui ekspedisi Tim Badan Peneli an, Pengembangan dan Inovasi (BLI) KLHK. Hal ini disampaikan oleh Kepala BLI, Dr. Henri Bastaman dalam Konferensi Pers di Kantor BLI, Bogor (08/03/2017). Pulau Pejantan, nama kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini, diteli sebagai ndak lanjut arahan Menteri LHK terkait penemuan pulau oleh lembaga peneli an asal Jepang yaitu Ins tute of Cri cal Zoologist (ICZ) pada tahun 2005-2009. Berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teriden fikasi. Atas dasar ini pula, KLHK segera menurunkan Tim ekspedisi untuk meneli lebih lanjut. Pulau yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif. Ketua Tim Ekspedisi, Dr. Hendra Gunawan menuturkan bahwa salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. “Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang”, jelas Hendra.



108



Beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir pu h, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle racking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial, Ir. Antung Deddy R., MP, yang turut hadir sebagai narasumber pada acara ini berpendapat, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. “Pulau Pejantan dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk me series”, ungkap Antung. Pada kesempatan ini pula, Henri Bastaman memberikan penjelasan sejarah BLI KLHK dan mengajak para undangan untuk berkeliling se ap laboratorium dan melakukan penanaman. “Konferensi pers ini merupakan awal komunikasi untuk ekspose hasil-hasil peneli an bidang LHK, karena banyak materi hasil peneli an yang bagus dan bermanfaat, namun memerlukan upaya publikasi yang lebih op mal”, pesan Henri. Kantor BLI KLHK telah berdiri sejak tanggal 1 Juli 1897 dan merupakan lokasi peneli an kehutanan paling lengkap, yang memiliki herbarium (koleksi daun tanaman hutan), arboretum (koleksi pohon-pohon hutan), dan xylarium (koleksi jenis-jenis kayu). Xylarium BLI KLHK merupakan tempat koleksi kayu terlengkap nomor ga di dunia, setelah Amerika dan Belgia, karena memiliki 34.301 jenis kayu. Dalam rangka op malisasi iden fikasi kayu, BLI KLHK juga akan mengembangkan teknologi digital berupa aplikasi iden fikasi kayu.(***)



http://www.forda-mof.org/berita/post/3491-pulau-pejantan-kawasan-esensial-yang-belum- terjamah



40SpesiesdiPulauPejantan BelumTeridentifikasi Jumat 10 Mar 2017 19:34 WIB Red: Yudha Manggala P Putra



Pulau Pejantan



REPUBLIKA.CO.ID, BINTAN -- Tim ekspedisi dari Balitbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan 40 spesies yang belum teridentifikasi di Pulau Pejantan Tambelan, Kepri. "Dari 93 spesies yang kami temukan pada ekspedisi Februari lalu, sebanyak 53 spesies sama dengan yang ada di Kalimantan. Sementara 40 spesies lainya belum teridentifikasi," kata Ketua Tim Ekspedisi Pulau Pejantan Hendra Gunawan, Jumat (10/3). Selain itu, keberadaan titik "Black Geyser" juga tidak ditemukan. Bahkan, kondisi lingkungan serupa hamparan pasir luas seperti yang diabaikan dalam dokumen foto Institute Of Critical Zoologists (ICZ), juga tidak terlihat. "Kami tidak menemukan adanya hamparan pasir seperti di dalam foto ICZ. Jika pun ada, lahan tersebut merupakan wilayah pantai dan



Foto: Google Earth



pemukiman penduduk, selebihnya tebing terjal langsung ke laut," ujarnya. Menurut dia, tindak lanjut terhadap temuan spesies di Pejantan tersebut masih menunggu arahan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. "Seandainya tim kembali ke Pejantan, maka sebaiknya turun dengan tim yang besar. Artinya semua ahli ikut di dalam tim, seperti ahli serangga, ahli reptilia, ahli mirip organisme, ahli tumbuhan dan lain sebagainya," ungkap Hendra. Dalam hal ini Hendra mengatakan kementerian terkait telah menghubungi pihak ICZ dari Jepang yang diduga menemukan 350 spesies baru pada 2005-2009. "Tapi sampai sampai sekarang pihak ICZ belum berhasil dikonfirmasi," ungkapnya.



https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/03/10/omlmy3284-40-spesies-di-pulau-pejantan-belum-teridentifikasi



109



Pulau Pejantan Jadi Pusat Penelitian Dunia REPORTER: TIM KORAN SINDO BATAM SENIN, 27 MARET 2017 | 11:27



PINANG – Pulau Pejantan di Kecamatan Tembelan, Kabupaten Bintan dijadikan pusat kajian dan penelitian dunia terkait ekosistem dan species baru di pulau tersebut. Hal ini berdasar hasil penelitian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan para ahli dari Jepang.



Anambas juga memiliki keindahan alam dan laut yang masih sangat alami dan bagus. Karena itu, ia meminta pemerintah setempat untuk menjaga keaslian lingkungan, dan tidak memperbolehkan masuknya investasi bidang industri berat, yang bisa merusak lingkungan.



Gubernur Kepri Nurdin Basirun yang mendapat laporan ini, langsung menyatakan setuju dan mendukung penuh. Ia pun berencana menjadikan pulau tersebut sebagai destinasi wisata baru di Kepri.



“Saya lebih ingin di sana (Natuna dan Anambas) dikembangkan khusus untuk pariwisata,” katanya.



Nurdin mengatakan, jajarannya akan berkoordinasi dengan KLHK, untuk menindaklanjuti langkah selanjutnya. “Mudah-mudahan hasil penelitian itu membawa manfaat bagi masyarakat Kepri,” kata Nurdin usai pelantikan pengurus Ikatan Wa r g a K a b u p a t a n K a r i m u n ( I W K K ) Tanjungpinang-Bintan di Asrama Haji Tanjungpinang, Minggu (26/3). Menurut Nurdin, saat ini sudah jarang ditemukan wilayah atau pulau yang memiliki lingkungan yang terjaga dan memiliki berbagai spesies baru yang dikenal. Ia berjanji, pemerintah daerah akan menjaga dan merawat Pulau Penjantan agar tetap lestari, dan tidak dirusak tangan-tangan jahil. “Kami akan lihat dan tanya kepada KLHk, apakah pulau itu nantinya juga bisa dijadikan destinasi wisata alam. Apakah tidak menyalahi aturan, dan menggangu proses penelitian atau semacamnya,” kata dia. Selain Pejantan, lanjut Nurdin, pulau-pulau lain di Kepri, terutama di wilayah Natuna dan



110



Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepri Iskandarsyah mengatakan, hasil penelitian KLHK menemukan ada 93 spesies dimana 53 spesies yang sudah teridentifikasi dan sisanya belum. Sedangkan Institute of Critical Zoologists (ICZ) dari Jepang lebih besar lagi, ada 350 spesies baru di pulau itu. Ia meminta Pemprov Kepri menindaklanjuti hasil penelitian kedua lembaga tersebut. Menurutnya, Pejantan layak dijadikan kawasan wisata alam, di antara selam (diving), jelajah goa dan panjat dinding (rock climbing), susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu. “Dengan kekayaan alam yang luar biasa itu, sebaiknya Kepri mengusahakan ke Kementerian LHK agar Pulau Pejantan ditetapkan sebagai kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial(KEE),” katanya. Eskosistem Unik Di pulau seluas 927,34 hektare ini, tim menemukan spesies baru seperti tupai yang memiliki bulu tiga warna, biawak dengan corak berbeda, pepohonan di atas batu granit, dan aliran air di bawah batu granit.



Selain itu, ada ekosistem hutan mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, ekosistem goa batu granit, dan terumbu karang. Pulau Penjantan dihuni 12 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif. Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Tambelan di Tanjungpinang Robby Patria mengatakan, hasil temuan KLHK dan peneliti Jepang tersebut sudah cukup menjadi dasar menetapkan Pejantan sebagai Kawasan Konservasi. Karena peneliti Jepang sudah meneliti selama 4 tahun ditambah dengan hasil riset Tim KLHK. Menurut Robby, dengan ditetapkannya Pejantan sebagai kawasan konservasi, setidaknya menyalamatkan dapat flora dan fauna agar tetap lestari. “Tentu ada yang menarik sehingga mereka sampai 4 tahun meneliti pulau yang jauh dari jangkauan. Kami mendorong pemerintah lebih serius menyelamatkan Pejantan dari kegiatan ilegal yang terjadi di sana,” katanya. Hendra Gunawan, Ketua Tim Ekspedisi Badan Litbang dan Inovasi (BLI)-KLHK, mengatakan, tim menemukan ekosistem unik di Pulau Pejantan, yaitu vegetasi hutan yang tumbuh di atas hamparan batu granit. “Hutan itu ada di sela-sela atau lapisan tanah tipis di atas batu granit. Disebut unik karena ekosistem ini belum pernah ada (bahkan di sistem klasifikasi tipe ekosistem),” katanya. Hendra mengatakan, timnya sudah merekomendasikan kepada Kepala BLI dan Kepala Pusat Litbang, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam dan menyeluruh



untuk mengungkap potensi di Pulau Pejantan. “Bagaimana bisa vegetasi tumbuh di atas batu granit, ini perlu diteliti. Pasti ada proses mineralisasi yang memungkinan tanaman dapat tumbuh di sana. Ada kemungkinan mikroorganisme yang menghancurkan batu menjadi tanah sebagai tempat tumbuh,” kata Hendra. Selain keunikan itu, lanjut Hendra, Pulau Pejantan juga terindikasi memiliki spesiesspesies baru, baik flora dan fauna. Hal ini terlihat dari tampilan morfologi beberapa jenis tumbuhan dan satwa yang ditemukan. Ada satu spesies tupai/bajing yang diduga merupakan spesies baru yaitu Cynopterus sp. dan terdapat dua spesies penyu dilindungi yang secara rutin bertelur di Pulau Pejantan yaitu Penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan Penyu pipih (Natator depressus). “Meski demikian, mengenai jumlah spesies baru belum dapat dipastikan, karena perlu kajian taksonomis dengan dukungan analisis DNA,” katanya. Dari karakteristik biologis, tim menemukan, baik flora maupun fauna di Pulau Pejantan mengindikasikan adanya kedekatan atau kekerabatan dengan flora dan fauna dari Kalimantan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa induk dispersal flora-fauna Pulau Pejantan berasal dari Pulau Kalimantan. Beberapa jenis pohon yang berkerabat dengan jenis pohon di Kalimantan antara lain jenis-jenis Dipterocarpaceae, Lauraceae, Dilleniaceae, Moraceae, Apocynaceae, Meliaceae, Verbenaceae dan Burseraceae). sutana/m rofik



http://sindobatam.com/pulau-pejantan-jadi-pusat-penelitian-dunia/



111



KLHK Fokus Pencarian Black Geyser di Pejantan Senin, 30 Januari 2017 13:04 WIB



“Tim sendiri juga dilengkapi dengan kamera berbagai jenis untuk mendeteksi hewan malam dengan infra red dan GPS untuk memastikan titik lokasi penting di Pejantan” Tambelan, Bintan (Antara Kepri) - Balitbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan fokus melakukan pencarian "Black Geyser" di Pulau Pejantan Kecamatan Tambelan, Kepulauan Riau. "Black geyser ini yang pertama akan kami keroscek di Pulau Pejantan, karena ini yang mudah dicari untuk membuktikan kebenaran pemberitaan di Institute Of Critical Zoologists (ICZ)," kata Ketua Tim Penelitian Pulau Pejantan Dr Hendra Gunawan, Sabtu malam. Menurut dia, jika black geyser tersebut tidak ditemukan maka pemberitaan ICZ melalui web www.criticalzooloist.org tentang Pulau Pejantan, tidak benar. Penemuan tersebut juga akan menentukan eksplorasi untuk 350 spesies unik di Pejantan sebagaimana yang diberitakan ICZ. "Kalau temuan itu ada. Kita yang mengeksplor sendiri karena pontensi tersebut adalah milik kita. Jangan orang lain yang melakukannya," kata Hendra, Secara teknis, Hendra menjelaskan bahwa survei ke Pejantan dilakukan sekitar lima hari. bergerak ke Pejantan pada 29 Januari 2017 pagi menggunakan kapal kayu KM Taurus menempuh perjalanan laut sekitar 78 jam.



menuju Pontianak, dilanjutkan dengan perjalanan ke Jakarta (6/2). "Tim sendiri juga dilengkapi dengan kamera berbagai jenis untuk mendeteksi hewan malam dengan infra red dan GPS untuk memastikan titik lokasi penting di Pejantan," ungkapnya. Untuk penginapan, Hendra mengaku akan menempati perumahan dinas navigasi di Pejantan sekaligus akan dimanfaatkan untuk mengisi daya kamera dan alat lainnya selama proses penelitian. "Untuk hasil penelitian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berhak mengekspose," tegasnya. Di sisi lain, Hendra sangat berterimakasih kepada masyarakat Tambelan yang telah mendukung penelitian tersebut. Mulai dari fasilitasi penginapan di Pulau Tambelan, sampai armada, perkiraan cuaca, informasi penting dan panduan untuk tiba di Pejantan. "Masyarakat Tambelan sangat membantu proses penelitian ini," ujar Hendra. Ia berharap penelitian yang dilakukan tersebut dapat mengklarifikasi informasi yang simpanag siur tentang keunikan di Pulau Pejantan.(Antara) Editor: Dedi Pewarta : Saud Mc Kashmir



Setelah itu, 5 Februari 2017 tim segera meninggalkan Kecamatan Tambelan



112



https://kepri.antaranews.com/berita/40472/klhk-fokus-pencarian-black-geyser-di-pejantan



Kementrian LH Bahas Temuan Pejantan Rabu, 12 Juli 2017 16:27 WIB



“Dari 93 spesies yang ditemukan, sebanyak 53 spesies sama dengan yang ada di Kalimantan. Sementara 40 spesies lainnya belum teridenti ikasi” Bintan (Antara Kepri) - Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam wak tu dekat akan menjumpai Pemprov Kepri untuk membahas hasil survei di Pulau P e j a n t a n , K e c a m a t a n Ta m b e l a n , Kabupaten Bintan beberapa waktu lalu. "Pembahasannya kami rencanakan dalam waktu dekat, kalau tidak ada halangan dijadwalkan minggu depan di Kantor Pemerintahan Provinsi Kepri," kata Ketua Badan Litbang KLHK Henry Bastaman. Menurut dia, hasil pembahasan itu turut menentukan tindak lanjut terhadap temuan di Pulau Pejantan yang berada di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan. Ia mengatakan, Badan Litbang KLHK telah melakukan survei dengan mengirim tim ekspedisi ke Pulau Pejantan Februari 2017 lalu. Temuan awal di pulau tersebut memiliki kekhasan ekosistem esensial. "Namun masih perlu diteliti lebih mendalam, oleh karena itu diperlukan koordinasi bersama Pemprov Kepri," tegasnya. Pada wawancara sebelumnya, Ketua Tim Ekspedisi ke Pulau Pejantan dari Balitbang KLHK Hendra Gunawan mengungkapkan bahwa tim tersebut menemukan 40 spesies yang belum teridentifikasi di Pulau Pejantan.



40 spesies lainnya belum teridentifikasi," kata Hendra Gunawan. Ia menambahkan bahwa keunikan Pulau Pejantan adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. Terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karangâ, jelas Hendra. Menurut dia, masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka Penyu Sisik dan Penyu Pipih, sehingga kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi. (Antara) Editor: Evy R. Syamsir Pewarta : Saud MC Kashmir Editor: COPYRIGHT © ANTARA 2019



"Dari 93 spesies yang kami temukan pada ekspedisi lalu, sebanyak 53 spesies sama dengan yang ada di Kalimantan. Sementara



http://m.antarakepri.com/berita/42333/kementrian-lh-bahas-temuan-pejantan



113



Mengungkap Misteri Pulau Pejantan By Redaksi, Agustus 2, 2017



Litbang dan Inovasi Kementerian LHK dengan membentuk Tim Kajian Keanekaragaman Hayati di Pulau Pejantan. Tim dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala BLI No. SK. 5/Litbang/P3H/ REN.2/1/2017, pada 23 Januari 2017.



DR Ir Hendra Gunawan (kanan)



Publik di tanah air sempat heboh dengan laporan tentang Pulau Pejantan yang dipublikasikan Institute of Critical Zoologist (ICZ) dan d i t a y a n g k a n p a d a l a m a n www.criticalzooloist.org. Bagaimana tidak, laporan yang dibuat oleh tim peneliti yang dipimpin Dr Darrel Covman mengungkap, ditemukannya 350 spesies keanekaragaman hayati baru di Pulau Pejantan. Dr Darrel merupakan Manajer Proyek Komite Ilmiah Sistem Informasi Keanekaragaman Hayati Pasific Research Island. Dia menuliskan bahwa hampir 50 spesies baru tersebut adalah untuk zoologi. Di Pulau Pejantan terdapat banyak hal kompleks untuk semua kelompok organisme hidup. Di antaranya ada serangga yang hidup langsung dari deposit tercurah mineral ‘black geyser ’ dan jenis burung yang sangat bergantung pada kabut pagi di pulau tersebut. Disebutnya mineral ‘black geyser’ membuat laporan tersebut semakin menarik perhatian publik. Merespons kehebohan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memberi arahan dilakukannya eksplorasi Pulau Pejantan. Arahan tersebut ditindaklanjuti Badan



114



Untuk tahu lebih banyak bagaimana eksplorasi Pulau Pejantan dan hasilnya, berikut petikan wawancara Agro Indonesia dengan Dr Ir Hendra Gunawan, Peneliti Utama BLI Kementerian LHK yang menjadi Ketua Tim Ekspedisi Pulau Pejantan. Bisa diceritakan latar belakang mengapa ekspedisi ini dilakukan? Ya ekspedisi ini dilakukan tidak lepas dari apa yang dipublikasikan oleh Institute of Critical Zoologist (ICZ) dan tayangkan pada laman www.criticalzooloist.org. Hasil penelitian tim peneliti yang dipimpin Dr Darrel Covman mengungkap ada 350 spesies keanekaragaman hayati baru di Pulau Pejantan. Informasi ini kemudian ramai diberitakan. Kami berangkat, melakukan eksplorasi ke sana pada akhir Januari lalu. Kami amati, catat, dokumentasikan, dan koleksi spesimen yang ada. Untuk menyiasati keterbatasan waktu, kami juga melakukan wawancara mendalam dengan masyarakat setempat. Informasinya kan banyak spesies baru di sana. Kesannya lokasi Pulau Pejantan sangat terpencil dan tidak terjamah. Sebenarnya, bagaimana kondisinya? Pulau Pejantan ini sebenarnya bagian dari Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan. Tapi lokasinya dekat dengan Kalimantan. Di sana ada penduduknya. Sekitar 40 orang. Juga ada kelas jauh, meski hanya sampai kelas 3. Luas pulaunya sendiri sekitar 900 hektare.



Memang lokasinya cukup jauh. Tim kami melakukan perjalanan cukup panjang sekitar dua hari perjalanan. Dari Jakarta, kami naik pesawat menuju Tanjung Pinang, kemudian kami naik kapal sabuk nusantara menuju Pulau Tambelan. Dari situ lanjut dengan kapal motor Taurus menuju Pulau Mentebung. Ini empat jam di laut. Kemudian dilanjutkan empat jam lagi menuju Pulau Pejantan. Masih lanjut lagi naik perahu kecil sebelum sampai di Pulau Pejantan. Perjalanannya cukup menantang. Apalagi sempat ada larangan untuk berlayar karena cuaca buruk. Satu orang wartawan yang ikut dalam ekspedisi akhirnya memutuskan mundur karena nggak kuat. Bagaimana hasil eksplorasi yang dilakukan? Kami mengidentifikasi ada beberapa ekosistem yang ada di Pulau pejantan. Yaitu ekosistem mangrove. Tidak luas, hanya sekitar 100 meter. Ini menunjukan bahwa di Pulau Pejantan ada aliran air tawar. Di ekosistem itu hidup jenis mangrove seperti bruguiera, rhizophora dan ada juga nipah Kemudian di belakang ekosistem mangrove ada ekosistem hutan pantai. Di sana tumbuh bintaro, nyamplung, bungun, pongamia ketapang, waru laut, pandan laut, dan bakung. Di hutan pantai ini sebagian juga sudah ditanami kelapa oleh penduduk setempat. Kemudian di belakang hutan pantai ada ekosistem hutan hujan dataran rendah yang membentang hingga puncak bukit. Di sini kami temukan banyak pohon jenis Dipterocarpaceae, yang justru snagat banyak ditemukan di Kalimantan. Relatif sama dengan Pulau lain di Indonesia ya? Nah yang menarik, kami juga identifikasi adanya habitat unit di batu granit. Selama 22 tahun saya menjadi peneliti, baru ini menemukan ekosistem seperti ini. kalau yang sudah ada kan ekosistem di atas batu kapur, yaitu ekosistem karst. Ini batu granit. Ini unik . Sebab biasanya pohon bersimbiosis dengan mikoriza. Nah, mikoriza apa yang tahan di batu granit. Ini perlu penelitian khusus.



Pada ekosistem hutan dataran rendah, kami juga temukan kayu hitam, yang berbeda dengan yang ada di Sulawesi. Bisa jadi bisa jadi jenis dipterocarpaceae itu adalah spesies baru yang belum tercatat. Ada juga ekosistem goa, dan ekosistem terumbu karang. Sebagian terumbu karang memang ada yang dirusak karena bom. Tapi sebagian besar masih bagus. Menurut Informasi banyak orang asing melancong ke situ di bulan November Desember. Bagaimana dengan satwanya? Satwanya dengan waktu yang terbatas tak banyak kami temukan. Tapi ada indikasi jenis baru. Ada jenis macaca fascicularis, tapi di sana rambutnya lebih putih, mirip hanoman. Kemudian kami temukan tupai tiga warna, sama seperti tupai tiga warna Kalimantan. Tapi tupai tiga warna ini sepertinya spesies baru, karena saya cari di literatur tidak ada yang sama. Ada juga kalong yang setelah kami identifikasi tidak ketemu yang sama. Bisa jadi spesies atau sub spesies baru. Untuk spesies baru ini butuh penelitian lanjutan. Prosesnya panjang, bisa dua tahun sebelum dideklarasikan. Untuk burung, tak banyak yang kami temukan. Tapi ada spesies unik, kuau kerdil. Spesies ini melakukan ritual menari-nari untuk membersihkan areal sebelum kawin. Ada juga merpati putih yang perlu diperdalam lagi. Sejumlah reptil juga kami temukan. Sebab mereka adalah pionir dalam evolusi suksesi. Apa kesimpulan awal dari ekspedisi yang dilakukan? Untuk mineral black geyser tidak kami temukan. Tapi Pulau Pejantan ini memang memiliki ekosistem unik. Yaitu batu granit yang tidak ada di tempat lain. Ada juga indikasi spesies baru. Perlu penelitian lanjutan untuk memastikan. Kawasan ini perlu dilindungi atau dikonservasi. Bisa menjadi kawasan konservasi untuk wisata, berupa Taman Wisata Alam sehingga pemerintah daerah bisa mendapat pemasukan dari sana. Bisa juga menjadi kawasan ekosistem esensial. Yaitu



http://agroindonesia.co.id/2017/08/mengungkap-misteri-pulau-pejantan/



115



KLHKTeliti350SpesiesBaru diPulauPejantan Greeners, Jakarta, Sabtu (11/03).



Ilustrasi: U.S. Departement of Agriculture/ flickr.com



Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meneliti ekosistem esensial baru bernama Pulau Pejantan. Kawasan yang belum banyak terjamah oleh manusia ini, diteliti sebagai tindak lanjut arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait penemuan sebuah pulau oleh lembaga penelitian asal Jepang yaitu Institute of Critical Zoologist (ICZ) pada tahun 2005-2009. Kepala Badan Penelitian dan Inovasi, Dr. Henri Bastaman, mengatakan, berdasarkan hasil temuan Tim ICZ, Pulau Pejantan diduga memiliki 350 spesies baru yang belum teridentifikasi. Atas dasar ini, KLHK menurunkan tim ekspedisi untuk meneliti lebih lanjut temuan tersebut. Pulau yang diketahui memiliki luas 927,34 hektare ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan. “Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif,” ujar Henri seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh



116



Ketua Tim Ekspedisi Dr. Hendra Gunawan menuturkan bahwa salah satu keunikan kawasan ini adalah ditemukannya ekosistem vegetasi di atas batu granit yang cukup luas dan memiliki mata air yang mengalir. Di sana, katanya, terdapat enam jenis ekosistem khas di Pulau Pejantan, yaitu ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, vegetasi yang tumbuh di batu granit, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang. “Pada masing-masing ekosistem juga ditemukan flora dan fauna endemik yang belum dapat teridentifikasi seluruhnya dan diduga merupakan spesies baru, seperti biawak, tupai tiga warna, burung kuau kerdil, kalong, kantong semar, anggrek, dan masih banyak lagi. Hal menarik lainnya adalah pulau ini juga merupakan habitat bertelurnya dari satwa langka penyu sisik dan penyu pipih, sehingga kawasan ini bernilai penting untuk dilakukan konservasi,” kata Hendra. Direktur Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial, Ir. Antung Deddy R., MP,menyatakan, peluang Pulau Pejantan sangat besar untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Pulau Pejantan, lanjutnya, dapat diusulkan untuk menjadi kawasan Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). Untuk itu diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Daerah dan verifikasi data ilmiah dalam bentuk time series. “Selain itu, beberapa potensi wisata alam juga dapat dikembangkan di Pulau Pejantan antara lain wisata selam (diving), pemandangan pantai pasir putih, wisata goa dan panjat dinding (rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu,” kata Antung. Penulis: Danny Kosasih



https://www.greeners.co/berita/klhk-teliti-350-spesies-baru-pulau-pejantan/



Foto dok: Hendra Gunawan



Penulis bersama Valerina Daniel pembawa acara televisi dan putrinya ke ka mempromosikan Buku Pendidikan Lingkungan Hidup Tema k Mangrove



BICARA PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN MITIGASI BENCANA



118



https://balitek-ksda.or.id/2015/05/06/



RU VI Fasilitasi Penyusunan Kurikulum Sekolah Mangrove 2017-06-05 08:00:00 csr-news 60



Bertempat di Gedung Persatuan Wanita Patra, Kompleks Bumi Patra ndramayu, RU VI Balongan menyelenggarakan Workshop Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove untuk Guru Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu, (17/5), sebagai bagian dari program CSR RU VI Balongan pilar Pendidikan. Acara dibuka oleh HSE Manager RU VI Balongan Pri Hartanto dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, Ali Hasan serta Ketua Tim Fasilitator Workshop Hendra Gunawan dari Puslitbang KLHK. Workshop selama lima hari ini bertujuan untuk menyusun materi tematik mangrove yang akan dituangkan dalam buku paket dan buku lembar kerja siswa sebagai patokan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, RU VI bekerja sama dengan Puslitbang KLHK, CIFOR (Center For International Forestry



Research), ICRAF (International Council for Research in Agroforestri), dan Wetland International Indonesia. Acara diikuti perwakilan guru dari 20 Sekolah Dasar terpilih, Dinas Perikanan & Kelautan, Dinas Lingkungan Hidup, dan BAPPEDA Kabupaten Indramayu. Sekolah-sekolah tersebut ditunjuk berdasarkan nominasi wilayah yang berdekatan dengan wahana belajar di Arboretum Mangrove Karangsong. Program Sekolah Mangrove tahun lalu sudah mencetak tiga sekolah terpilih, yaitu SDN Karangsong 1, SDN Pabean Udik 1, dan SD Unggulan. Program yang terselenggara atas kerja sama dengan Dinas Pendidikan ini diharapkan mampu menjadi tongkat estafet terkait pengetahuan dan pelestarian mangrove bagi generasi masa depan.•RU VI



https://www.pertamina.com/en/viewarchive/csr-news/ru-vi-fasilitasi-penyusunan-kurikulum-sekolah-mangrove



119



Pendidikan Pelestarian Lingkungan untuk Pelajar Posted by priyo - 11:00 pm, 05. May 2015



lingkungan hidup memaparkan tentang proses regenerasi dan rantai ekosistem dalam hutan. Terungkap bahwa dalam rantai makanan di hutan, ada yang disebut predator puncak yang nantinya juga akan mati dan terurai ditanah. “Ini yang disebut dengan rantai makanan, sebagai indikator keseimbangan lingkungan hutan,” jelas Hendra. Di akhir pemaparannya, Hendra mengajak seluruh pelajar untuk melestarikan hutan untuk masa depan penuh harapan.



BPTKSDA (Samboja, 02/5/2015)_Dalam rangka menanamkan cinta lingkungan dan hutan kepada pelajar, PT Sharp Electronics Indonesia (PT SEID) bekerjasama dengan Balitek KSDA mengadakan kegiatan Pendidikan Pelestarian Lingkungan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Samboja, Sabtu (02/05). Kegiatan ini diikuti oleh pelajar SMAN 2 Samboja dan SMK Kehutanan Negeri Samarinda ini berlangsung ceria dan penuh semangat. Fasilitator dalam kegiatan ini adalah Dr. Hendra Gunawan (Peneliti Utama dan Koordinator Riset Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Melani Kurnia Riswati, S.Si (Pranata Humas Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor - LIPI) dan Tri Atmoko, S.Hut, M.Si (Peneliti Madya Balitek KSDA). "Balitek KSDA sangat bangga bisa ikut dilibatkan dalam salah satu agenda dari PT SEID dengan judul "SHARP Kualitas Takumi Roadshow" di Pulau Kalimantan,” ungkap Drinus Arruan, S.Hut (Kepala Seksi Program, Evaluasi dan Kerjasama Balitek KSDA) dalam sambutannya. Menurut Drinus, pendidikan mengenai pelestarian lingkungan dan kehutanan harus ditanamkan sejak dini dan pelajar didorong untuk melakukan aksi nyata terkait pelestarian lingkungan tersebut.



Pada sesi kedua, para pelajar belajar mengenai kultur jaringan tanaman anggrek sebagai salah satu upaya pembudidayaan dan pelestarian anggrek alam Kalimantan yangdisampaikan oleh Melani Kurnia Riswati. Pada sesi ini, pelajar secara berkelompok ditugaskan untuk membuat kultur jaringan dari anggrek yang telah disediakan oleh panitia pelaksana. Hasil karya mereka tersebut kemudian dijadikan souvenir untuk dipelihara di sekolah sebagai contoh kegiatan pelestarian tumbuhan. Usai sesi presentasi, panitia dan peserta mengunjungi KHDTK Samboja, tepatnya di Rintis Baru Km 4. Setiba di lokasi, peserta menanam Damar Borneo (Agathis borneensis), Kapur/kamfer (Dryobalanops lanceolata), Gaharu (Aquilaria microcarpa), Damar Gunung (Shorea leprosula) dan Meranti Merah (Shorea balangeran) di lokasi yang telah disediakan panitia. Terlihat beberapa pelajar ada yang terpeleset saat berjalan di hutan namun mereka tetap menikmati dan merasakan kebanggaan tersendiri telah melakukan hal kecil yang kelak akan memberikan manfaat besar bagi lingkungan dan hutan. Setelah menanam, para peserta diajak belajar mengenal hutan Dipterocarpa dengan dipandu oleh Tri Atmoko. Terlihat beberapa pelajar mulai aktif bertanya mengenai bijibiji Dipterocarpa yang mereka temukan di sekitar mereka. “Fungsi sayap pada biji yang kalian pegang tersebut adalah membantu proses pemencaran biji agar tidak terlalu dekat dengan pohon induknya,” jelas Tri Atmoko. Keingintahuan yang besar dari para pelajar mengenai apa saja yang ada di hutan, merupakan tanda awal kepedulian mereka terhadap hutan itu sendiri. Harapan besar terhadap pelestarian lingkungan dan hutan tentu saja tersemat di pundak mereka sebagai generasi penerus bangsa.***ADS



Pandu Setio selaku PR, CSR dan Promotion Manager PT SEID mengajak pelajar untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa mengenai pentingnya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup. Kegiatan ini diawali dengan sesi presentasi mengenai ekosistem lingkungan hidup dan teknik kultur jaringan tanaman anggrek, kemudian dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke KHDTK Samboja untuk mengenal ekosistem Hutan Dipterocarpa dan penanaman jenis pohon hutan asli Kalimantan. Hendra Gunawan pada sesi pengenalan ekosistem



120



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/2086



Karangsong Terus Dikembangkan Pelestarian Mangrove Masuk Kurikulum Sekolah 29 Oktober 2017



INDRAMAYU, KOMPAS — Setelah menjadi pusat pengembangan mangrove wilayah barat Indonesia 2015, kawasan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, kini menjadi pusat penelitian mangrove. Programnya fokus pada pelestarian mangrove, konservasi keanekaragaman hayati, ekowisata, erubahan iklim, dan pemberdayaan masyarakat. Hal itu dideklarasikan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balitbang dan Inovasi KLHK) bersama Pemerintah Kabupaten Indramayu, Sabtu (28/10), di Karangsong. Kepala Balitbang dan Inovasi KLHK Henry Bastaman mengatakan, penetapan Karangsong sebagai pusat penelitian mangrove karena warga yang tergabung dalam Kelompok Pantai Lestari mampu menangani abrasi cukup parah satu dekade lalu. Sejak dikembangkan tahun 2008 dengan bantuan tanggung jawab sosial PT Pertamina RU VI Balongan, lebih dari 20 hektar lahan sekitar pantai telah tertutupi mangrove. Warga Karangsong juga mencoba mengembalikan mangrove Indramayu yang kini tersisa 103,19 hektar. Sepuluh tahun lalu luas hutan mangrove 17.782 hektar. ”Peneliti kami akan melihat mengapa masyarakat di Karangsong bisa melakukan hal ini. Pelajaran ini akan disebarkan ke daerah pesisir lain,



terutama yang sudah rusak,” ujar Henry. Henry mengatakan, program tersebut menindaklanjuti arahan Menteri KLHK Siti Nurbaya yang encanangkan Karangsong sebagai pusat pengembangan mangrove wilayah barat Indonesia dua tahun lalu. Penegasan itu dilakukan pada Karangsong Mangrove Festival yang digelar Kompas bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero). Pusat mangrove wilayah timur lebih dulu ditetapkan di Bali. Di Karangsong, berbagai jenis mangrove dikembangkan antara lain pidada, api-api, dan berbagai jenis mangrove lain. Rimbunan pokok mangrove yang mencapai tinggi 4 meter itu menjadi tempat 49 spesies burung. Peneliti Utama Puslitbang Hutan Balitbang dan Inovasi KLHK Hendra Gunawan mengatakan, hasil penelitian di Karangsong terkait keanekaragaman hayati, ekowisata hingga pemberdayaan masyarakat akan ditularkan ke daerah pesisir lain. Apalagi, tutupan hutan mangrove di Indonesia semakin turun, dari 3,5 juta hektar tahun 1990 menjadi 2,9 juta hektar pada 2016. Padahal, Indonesia menyumbang 26-29 persen dari mangrove dunia. Salah satu kendala pengembangan mangrove, menurut Hendra, adalah pembuatan tambak yang tidak mempertimbangkan dampak abrasi. ”Padahal, ada cara agar masyarakat tetap jadi petambak, tetapi tidak menebang mangrove. Ini akan dikembangkan,” katanya.



Kompas.id



121



Karangsong: Kemolekan Surga Mangrove di Pesisir Indramayu yang Lahir Setelah Petaka “Dulu saya tidak percaya. Mana ada burung yang mau hidup di tempat yang gersang tanpa tanaman,” imbuh Latief saat menghadiri puncak peringatan HUT Ke 59 PT Pertamina (Persero) yang digelar di Pantai Lestari Karangsong pada 10 Desember 2016. Tepian hutan mangrove Karangsong dengan jajaran huruf ala Hollywood yang menggoda pengunjungnya untuk berselfe. (Dok. Pri)



“Dulu ada yang bilang kalau nanti ada banyak burung yang hidup di sini,” kenang Abdul Latief sambil menyapukan pandangannya ke seantero Pantai Lestari Karangsong. Tepat di seberangnya, nampak gugusan pepohonan mangrove yang merimbun kehijauan. Sementara, pada tepian hutan yang menghadap ke arah muara sungai Praja Gumiwang, sepuluh bentuk huruf kapital berjajar merangkai dua buah kata: “KARANG SONG”. Rangkaian huruf ala landmark Kota Hollywood itu dibentuk dari lempengan tebal seng setinggi 2 meter dan berwarna jingga sehingga nampak mencolok dengan hijaunya dedaunan mangrove yang merimbun di belakangnya. Di atas muara yang memiliki lebar sekitar 40 meter ittu, seekor bangau terbang melintas dari arah utara. Kemudian burung berwarna putih itu berbelok tajam, lantas memijakkan kaki panjangnya di atas huruf “G” pada “SONG”. Bangau yang tengah memamerkan pesona bulu-bulu putihnya itu tidak sendiri. Bersamanya, masih ada puluhan bangau dan beragam jenis burung lainnya di kawasan hutan mangrove Karangsong yang ditumbuhi sekitar 15.000 ribu bakau itu. Menurut hasil observasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dirilis pada Oktober 2017, hutan mangrove yang memiliki luas sekitar 50 Ha itu dihinggapi oleh 49 spesies burung, seperti cangak abu (Ardea cinerea), cangak merah (Ardea purpurea) kokokan laut (Butorides straiatus), belilibis kembang (Dendrocygna arcuata), dan lainnya.



122



pantai. Ternyata benar, kebocoran itu benar-benar terjadi. Dengar-dengar kejadiannya sekitar jam sepuluh pagi.” Sesampainya di pantai, ia dan ratusan warga lainnya menyaksikan ceceran minyak mentah dengan warnanya yang kehitaman yang sudah mengumpul di bibir pantai sepanjang 1 km. Warna ombak pun sudah memekat. Mendapati situasi pantai yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, kekhawatiran akan datangnya malapetaka yang lebih besar pun mulai menghantui.



Dan, Petaka Itu pun Datang Sehari sebelumnya, Latief menjadi pembicara dalam bedah buku “Berlabuh di Pantai Karangsong: Refleksi Ceceran Minyak Pesisir Indramayu 2008” di Gedung Bumi Patra Ayu, Indramayu. Abdul Latief, Ketua Kelompok Tani Jaka Kelana usai menjadi pembicara dalam bedah buku saat peringatan HUT ke 59 PT Pertamina (Persero) pada 9 Desember 2016 di Indramayu, Jawa Barat (Dok. Pri) “Hampir semuanya saya ingat,” ucap Latief saat ditemui usai acara berlangsung. Ketika itu, sore hari tanggal 14 September 2008, Latief yang saat itu tengah ngabuburit menunggu datangnya waktu berbuka puasa dikejutkan oleh sebuah kabar yang disampaikan oleh petugas Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Indramayu. Selang minyak (floating hase) milik PT Pertamina (Persero) Refinary Unit VI Balongan mengalami kebocoron. Demikian kabar yang mengejutkan itu. Di tengah kebingungan yang merayapi benaknya, ayah dua anak itu segera berbegas menuju pantai. Di sepanjang perjalanan, warga Desa Pabean Udik, Kecamatan Pabean, Kabupaten Indramayu itu meneruskan kabar buruk yang didengarnya kepada setiap warga yang dijumpainya. “Tetangga-tetangga, saya kasih tahu,” kenang Latief. “Kami semua datang ke



“Besoknya, minyak sudah berceceran di pantai,” lanjutnya. “Di sepanjang pantai yang terlihat hanya ceceran minyak.” Tiga hari berselang, situasi semakin tak menentu. Arah angin berubah-ubah. Demikian juga dengan arus laut. Dampak yang ditimbulkan oleh kebocoran selang minyak pun semakin meluas. Akibatnya, 14 pantai yang memanjang di pesisir Indramayu terpapar. “Dari Balongan sampai Cangkring … kena semua,” tandas Latief. Petaka yang Memecut Asa Sebenarnya, bocornya floating hase bukanlah awal dari malapetaka yang menerjang pesisir Indramayu. Sejak awal 1980-an, pantai Indramayu sudah mengalami kerusakan parah. Ketika itu, lebih dari 2.53 hektar wilayah pesisir pantai Indramayu hilang karena abrasi dan intrusi air laut yang mencapai lebih dari 17 km dari pantai. Selain karena faktor alam, reklamasi pantai untuk perluasan perluasan lahan perumahan serta budidaya perikanan juga turut menyumbang besaran kerusakan bibir pantai. Menurut catatan, pada 1982 hutan



Dari tanaman pidada, warga Karangsong dan sekitarnya menghasilkan sejumlah produk yang dijual kepada para pelancong (Dok. Pri)



Jika Kelompok Petani Tambak Pantai memilih kegiatan konservasi dengan terus melakukan pembibitan, penanaman, serta pemeliharaan mangrove.



Sodetan hutan mangrove Karangsong yang ramai dilintasi perahu setiap hari libur tiba (Sumber foto Kompasiana/Didno)



Sementara kelompok tani lainnya Jaka Kelana yang dipimpin oleh Latief memilih untuk mengembangkan produk-produk bernilai ekonomi dengan bahan baku mangrove.



mangrove Karangsong sudah sepenuhnya gundul. Dan, jika dibiarkan, dalam hitungan seratusan tahun ke depan, wilayah Indramayu akan tenggelam.



Mendapati perubahan demi perubahan, perlahan asa warga pun kembali bangkit. Dari asa itulah semangat warga untuk membangun Karangsong semakin terpecut.



Semakin parahnya kerusakan lingkungan pesisir Indiramayu yang disebabkan oleh ceceran minyak mentah inilah yang memecut kesadaran masyarakat pesisir pantai Indramayu, PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan, Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Indramayu, serta instansi-instansi terkait di Kota Mangga lainnya.



Sama seperti Latief, Sodikin pun tidak menyangka jika pantai Karangsong berubah justru setelah petaka “September 2008” itu datang. Warga Desa Karangsong itu bahkan sempat mencibir tetangganya yang ketika itu masih bergulat melawan kerusakan lingkungan pantai.



Atas rekomendasi Tim Ahli IPB, sebanyak 17 desa yang berada di 4 kecamatan dengan luas sekitar 343 hektar perlu dipulihkan dengan menanami mangrove, kelapa, nyemplung, cemara laut, dan tumbuhan pantai lainnya.



Kegiatan penanaman yang dilakukan selama kurun waktu 2010-2016 itu pada awalnya melibatkan 37 kelompok masyarakat dan 13 instansi pemerintah, baik kabupaten, propinsi, maupun pusat. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu, partisipasi masyarakat pesisir mengalami pasang surut. Namun demikian, ada dua kelompok yang masih terus menunjukkan komitmennya sejak awal konservasi mangrove hingga kini. Mereka adalah Kelompok Petani Tambak Pantai Lestari dari Desa Karangsong dan Kelompok Tani Jaka Kelana dari Desa Pabean Udik. Keduanya memiliki cara pendekatan yang berbeda dalam mencintai lingkungannya.



Dodol, es krim, yogurt, dan coklat berbahanbakukan hasil mangrove yang diproduksi Kelompok Hawa Kreasi (Dok. Pri)



menggunakan perahu. Ada beragam aneka perahu yang siap mengantarkan pengunjung.



Rerimbunan pohon api-api di sepanjang hutan mangrove Karangsong (Sumber foto Dok Pri)



“Kayane sih beli mungkin pisan,” ujar Sodokin mengungkapkan ketidakpercayaannya dalam bahasa Cherbonan yang disertai logat kental dermayonnya.



Pantai Karangsong yang membentang di sebelah utara hutan mangrove Karangsong (Sumber foto Kompasiana/Didno)



Chef Aiko tengah memasak dengan menggunakan kecap hasil olahan buah pidada yang tumbuh di hutan mangrove Karangsong saat peringatan HUT ke 59 PT Pertamina (Persero) pada 9 Desember 2016 di Indramayu, Jawa Barat (Dok. Pri)



Saat dijumpai, Sodikin yang dalam kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan itu tengah membantu istrinya membuatkan minuman yang dipesan pelancong. “Kalau dari plat-nya (plat nomor kendaraan) yang datang ke sini banyakandari Indramayu, Subang, Cirebon, Bandung, terusan dari Jakarta,” kata Sodikin. Menelusuri Surga di Pesisir Indramayu Tidak ada jembatan penghubung hutan mangrove Karangsong dengan area-area lain di sekitarnya. Selain karena faktor teknis dan biaya yang menyulitkan pembangunannya, keberadaan jembatan pun pastinya akan mengganggu lalu lalang kapalkapal nelayan berukuran besar saat melintasi muara sungai Praja Gumiwang. Untuk mencapai hutan mangrove yang diinisiasi oleh PT Pertamina (Persero) RU IV Balongan ini pengunjung harus



Ada perahu yang dilengkapi dengan atap terpal. Ada perahu tanpa atap. Ada juga perahu yang dibuat dari dua buah banana boat yang digabung dengan mengikatkan beberapa bilah papan yang juga difungsikan sebagai tempat duduk bagi penumpangnya. Kesemua perahu itu menyandar pada dermaga sederhana yang dibuat dari anyaman bambu. Dari dermaga sederhana itu, pengunjung dibawa menyeberangi muara sungai Praja Gumiwang. Di tengah muara yang berombakan kecil, pengunjung dapat mengambil foto ataupun berselfie dengan mengambil latar belakang deretan sepuluh huruf kapital yang membentuk dua buah kata: “KARANG SONG”. Dari muara sungai Praja Gumiwang, perahu tidak dapat langsung berlabuh di bibir pantai hutan mangrove Karangsong, tetapi harus terlebih dahulu melewati sodetan yang berada di sisi selatan hutan.



Siswa SDN Karangsong 1 saat merawat tanaman di kawasan kebun botani hutan mangrove Karangsong pada 10 Desember 2016 (Dok. Pri)



https://matachrip.wordpress.com/2017/12/30/karangsong-kemolekan-surga-mangrove-di-pesisir-indramayu-yang-lahir-setelah-petaka/



123



Sekolah Mangrove Seru di Indramayu Panji Prayitno 07 Okt 2017, 07:03 WIB



mangrove, siswa juga bisa mengamati spesies burung yang menggantungkan hidup pada kawasan mangrove.



Liputan6.com, Indramayu - Mangrove adalah akar kehidupan masyarakat pesisir pantai di Indramayu. Namun, warga baru menyadari bahwa mangrove memberikan banyak manfaat bagi mereka setelah hal itu banyak tercerabut akibat abrasi. Untuk menyelamatkan kehidupan, sejumlah warga giat mengampanyekan pentingnya mempertahankan mangrove. Latief termasuk di antara penggiat mangrove yang terkonsentrasi di kawasan Eco Wisata Mangrove Karangsong, Balongan, Kabupaten Indramayu. Sasaran Latief dan kawan-kawannya adalah anakanak sekolah. Namun, warga umum tak jarang diedukasi tentang cara menjaga mangrove. "Ke warga sering dan hampir setiap hari kita selalu beri edukasi sekarang kami ingin edukasi mangrove masuk ke sekolah," kata Latief, Minggu, 27 Agustus 2017. CSR RU VI Pertamina Balongan Indramayu Hanum Ilmi mengatakan kesadaran warga akan pentingnya menjaga mangrove sudah ada melalui pendidikan karakter. "Sekarang jadi bagian dari kearifan lokal, tapi belum jadi bagian dari pendidikan siswa," kata Hanum. Belakangan, Sekolah Mangrove didirikan di Kabupaten Indramayu. Sekolah Mangrove merupakan media edukasi yang menerapkan pelajaran ekstrakurikuler Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dengan tematik mangrove. Dengan kemasan belajar di alam, minat para siswa mempelajari mangrove meningkat drastis. Selain belajar tentang jenis tanaman mangrove, anak-anak berkesempatan praktik menanam mangrove. "Mereka saking senangnya sampai kami tidak kenal lelah," kata Hanum. Dia menyebut, ada 29 jenis mangrove yang ditanam di Arboretum Mangrove, seluas 2 hektare itu. Selain



124



Jadi Muatan Lokal Arboretum merupakan pusat pembelajaran keanekaragaman hayati dan budi daya mangrove yang dibangun pada Desember 2016. Dalam kegiatan ini, peserta merupakan perwakilan dari empat sekolah di Kecamatan Indramayu, yakni, SDN Pabean Udik II, SDN Pabean Udik III, SDN Karangsong II dan SDN Karangsong III. "Kami sudah bekerja sama dengan Disdik dan sepakat menjadikan mangrove sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Kami juga sudah buat buku tentang mangrove untuk kelas 4 sampai kelas 6. Guruguru kami buatkan workshop juga agar dijadikan kurikulum," sebut dia. Dia berharap, salah satu pilot project Pertamina Balongan itu menjadi bagian dari mata pelajaran wajib yang diterapkan di sekolah dasar. "Sejauh ini, sudah ada tujuh sekolah yang kami ikutkan dalam program Sekolah Mangrove dan rencana bersama Disdik untuk menjangkau ke seluruh sekolah, khususnya di pesisir pantai di Indramayu," kata Hanum. Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Indramayu, Jahirin mengatakan, pendidikan lingkungan di usia dini sangat penting diterapkan di sekolah. Meski belum menjadi mata pelajaran wajib, pelajaran lingkungan hidup mendapat jatah menjadi bagian dari ekstrakurikuler. "Kami justru sepakat jika kurikulum tentang mangrove bukan hanya diterapkan di tingkat SD saja, tapi SMP juga perlu," kata dia. Dia berjanji akan bekerja maksimal mengajak sekolah lain di pesisir Indramayu untuk ikut ekstrakurikuler tentang lingkungan hidup. Hal itu penting untuk menekankan pesan bahwa yang alam berikan saat ini hanyalah dipinjamkan. "Ketika diabaikan kelestarian lingkungan, maka apa jadinya generasi yang akan datang," kata dia. Jahirin setuju pemberian pengetahuan berbasis lingkungan harus dilakukan secara berkala. Maka itu, Disdik Kabupaten Indramayu menyatakan mangrove menjadi bagian dari muatan lokal di sekolah. "Karena pengenalan lingkungan juga bagian dari pendidikan karakter jadi di samping ekstrakurikuler kita memiliki tanggung jawab moral juga untuk menjaga mangrove bersama-sama," kata dia.



https://www.liputan6.com/regional/read/3118746/sekolah-mangrove-seru-di-indramayu



Sekolah Mangrove, Tongkat Estafet Penjaga Lingkungan Pesisir Indramayu Penulis: .(Mut/S1-25) Pada: Senin, 23 Jul 2018, 08:00 WIB



Indramayu M Ali Hasan berharap hasil kerja sama dengan PertaminaRUVIberupapenguatanpendidikankarakteryang diimplementasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler itu dapat bermanfaatbagiparasiswadiIndramayu.



DOK PERTAMINA



PERTAMINA Refinery Unit (RU) VI Balongan melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) bidang lingkungan telah berhasil mengubah wajah pesisir pantai Karangsong, Indramayu,JawaBarat,menjadikawasanekowisatamangrove. RUVIBalonganmerupakansalahsatukilangPertamina,yang memproduksi BBM khususnya untuk kebutuhan Jakarta, Banten,danJawaBarat. Kegiatanitudilakukanbersamadenganmasyarakat,khususnya KelompokPantaiLestari,danberkoordinasidenganPemerintah Kabupaten Indramayu. Tujuannya, selain untuk mencegah abrasi juga sekaligus melestarikan ekosistem pantai. Seiring waktu, dengan banyaknya masyarakat yang berkunjung, kawasaninipunberkembangmenjadikawasanekowisata. HaltersebutsebagaisalahsatubuktibahwaPertaminaRUVI Balongan berkomitmen lebih untuk memperluas implikasi dengan mempunyai multiplier effect dalam mendorong peningkatan perekonomian di Kabupaten Indramayu, tidak hanya melalui operasional bisnisnya. Tak hanya di bidang lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, di bidang pendidikan, Pertamina RU VI Balongan menginisiasi terwujudnya sekolah berwawasan lingkungan tematik mangrove. Dengan hadirnya sekolah tersebut diharapkan dapat menjadi sarana pendidikan bagi masyarakat khususnya generasi penerusbangsaini,mengenaimanfaatmangrove.Pada2017, PertaminabekerjasamadenganDinasPendidikanKabupaten Indramayu mendorong pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup(PLH)tematikmangrovedi11sekolahdasar(SD)ditiga kecamatandiKabupatenIndramayu. Pada 2018, jumlah sekolah yang menerapkan PLH tematik mangrove makin meningkat dan tersebar di sebagian besar wilayah Indramayu. Mengingat Indramayu merupakan kabupaten dengan garis pantai yang cukup panjang, PLH tematikmangrovemestinyaakanmenjadikebanggaandanciri khasmasyarakatKabupatenIndramayu. Program itu pun diharapkan mampu menjadi tongkat estafet penjagalingkunganpantaiIndramayu.KepalaDinasPendidikan



“Kelakkemudiansiswadapatmemanfaatkansecaramaksimal untuk kepentingan dirinya, masyarakat sekitar, maupun kepentingan daerah,” ujarnya. Senada, Bambang Sugiharto, guru SDN Unggulan Indramayu, menyatakan kurikulum tematik mangrove yang telah dijalankan sangat bermanfaat bagisekolah. Utamanya menjadikan anak-anak lebih gembira dan ceria karena belajar langsung di alam atau keluar dari kebiasaan yangselamainihanyabelajardikelas. “Jadimerekayangdulunyakurangpeduliterhadaplingkungan, kini mulai peduli terhadap lingkungannya.” Bahkan, menurutnya, kegiatan itu tak sekadar mengajarkan peduli lingkungan,tetapijugamulaimemperkenalkanprodukolahan mangrove sebagai bahan makanan dan kesehatan sehingga merekadapatmemanfaatkannyadalamkehidupansehari-hari. D u a  k e g i a t a n  b e s a r Pengembangan sekolah mangrove dari Pertamina RU VI Balongan memiliki fokus utama penyempurnaan program tahun sebelumnya dengan level meningkat menjadi muatan lokal PLH tematik mangrove (SK Kepala Dinas Pendidikan KabupatenIndramayu).Penyempurnaantersebutmeliputidua kegiatan utama, yaitu penyusunan buku referensi tambahan berupa buku panduan guru, buku kurikulum muatan lokal, serta buku lembar kerja siswa untuk kelas 4, 5, dan 6. Penyempurnaanbahanajardipersiapkangunameningkatkan level PLH tematik mangrove menjadi muatan lokal di Kabupaten Indramayu yang menjadi kekhasan daerah (SK bupati). KemudianpenyempurnaaninisiasiAkuSobatMangrove.Selain bersinergi dengan pemerintah, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian  LHK juga akan melibatkan mitra binaan CSR lainnya, yaitu safetyman (FOKSI), Kelompok Pantai Lestari, serta pekerja Pertamina RU VI Balongan (employee volunteerism).Padatahuninijugadilakukanreplikasisekolah mangroveyangmeliputiduakegiatanbesar. Pertama, bimbingan teknis pendidikan lingkungan hidup tematikmangroveyangdilaksanakanpada11sekolahdasardi tigakecamatan(sekolahmangroveexisting)ditambahdengan 15sekolahdasarreplikasiyangterletakdiring1danring2 pengembangan.Kegiatantersebuttelahdilaksanakanpada5-7 Juli2018(untukguru)dan9-11Juli2018(kepalasekolah). Harapannya,dengan26sekolahpelaksanatersebutnantinya akanmemberikanimbaspadasekolahlainsehinggasemakin banyaksekolahyangmenerapkanPLHtematikmangrove. Kegiatan kedua ialah pencetakan materi untuk sekolah replikasi (buku pedoman siswa, buku pedoman guru, buku kurikulum muatan lokal, serta LKS sebanyak 26 sekolah). Dengan pelaksanaan Program Sekolah Mangrove ini, diharapkan dapat mengingatkan anak-anak di Indramayu, untuktidakhanyasekedarmenanamdanmemelihara,tetapi jugamencintailingkunganpesisir.(Mut/S1-25)



http://mediaindonesia.com/read/detail/173590-sekolah-mangrove-tongkat-estafet-penjaga-lingkungan-pesisir-indramayu



125



Sekolah Mangrove Ini Pantas jadi Contoh, Untuk Masa Depan Ekonomi Masyarakat Pesisir Minggu, 16 Desember 2018 00:58



National Geographic/Amri Rachman Siswa di sekolah mangrove



SERAMBINEWS.COM - Sekolah Mangrove mungkin belum terdengar familiar dalam konteks pendidikan. Sekolah ini baru dibentuk pada 20 Juli 2016. Dan menjadi yang pertama tidak hanya di Kabupaten Indramayu, tapi di Indonesia.



Saat ini, Sekolah Mangrove sudah menerapkan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove sebagai muatan lokal.



Sekolah Mangrove sudah diadopsi oleh 26 Sekolah Dasar (SD) se-Kabupaten Indramayu. Di sekolah binaan Pertamina RU VI Balongan ini, siswa diedukasi mengenai pemahaman penanaman mangrove atau bakau di lingkungan sekolah.



Kurikulum ini disusun secara bottom up, dimulai dengan pelatihan yang melibatkan guru, peneliti, pemerhati, aktivis bakau, pengambil kebijakan, dari lembaga yang terkait dengan dukungan dari Pertamina RU VI Balongan.



Pertamina RU VI Balongan sadar betul akan pentingnya semangat konservasi lintas generasi. Karena itu, langkah konkret yang dilakukan adalah dengan membuat Sekolah Mangrove.



Sedangkan substansi pembelajaran disusun oleh tim yang terdiri dari para peneliti, praktisi pendidikan (guru dan pengawas) dan pemerhati.



Dipilihnya tingkat SD karena pendidikan dasar akan menjadi pondasi bagi anak-anak ke depannya. Anak-anak yang belajar di Sekolah Mangrove kelak akan meneruskan 126



perjuangan melestarikan lingkungan di Indramayu.



Hasil pencapaian ini adalah bukti eksistensi Pertamina RU VI Balongan terhadap lingkungan dan dunia pendidikan. Unit Manager Communications & CSR Pertamina RU VI Balongan, Rustam Aji



mengatakan bahwa Sekolah Mangrove merupakan program corporate social responsibility (CSR) berkelanjutan. Ini merupakan kegiatan CSR Pertamina yang akan berbeda setiap tahunnya. Namun memiliki tujuan akhir kemandirian dari penerima manfaat. “Kami menyiapkan roadmap CSR. Ketika program ini sudah mandiri, kami akan melaksanakan program lain untuk membantu kelompok rentan lainnya,” ungkap Rustam di kantornya. Namun, lanjutnya, karena Sekolah Mangrove beroperasi di Indramayu, maka Pertamina tidak akan melepas begitu saja. Meski kelak programnya berakhir. “Ini menjadi sekolah binaan kami yang akan tetap mendapat perhatian dari Pertamina. Mungkin perannya saja yang akan diatur lagi,” jelas Rustam. Program yang sudah berjalan dua tahun ini masih akan dipantau secara intensif oleh Pertamina RU VI Balongan. Pendampingan akan terus dilakukan, mulai dari pengadaan buku pegangan siswa, LKS, pelatihan guru, hingga pendampingan di sekolah-sekolah. “Namun, ketika semuanya sudah lengkap hingga guru sudah ahli dalam mengajar terkait mangrove. Maka bantuan Pertamina nantinya hanya bersifat melengkapi,” terang Rustam lebih lanjut. Misalnya, ketika 26 Sekolah Mangrove butuh tambahan untuk cetak buku, maka akan disiapkan. Atau, ketika kurikulum 13 ini berubah ke depannya, Pertamina RU VI Balongan akan menyesuaikan semua bukubuku pegangan dan LKS-nya. “Kalau sekarang kita lebih mengembangkan pelatihan kapabilitas guru dan kepala sekolah menyusun buku-buku terkait Kurikulum Muatan Lokal PLH Tematik Mangrove ini,” katanya. Kabupaten Indramayu yang sebagian wilayahnya merupakan pesisir, sangat mengandalkan perekonomian di sektor kelautan dan perikanan. Memiliki panjang pantai 147 km dan dihuni oleh penduduk dengan 35 desa pesisir dari 11 kecamatan. Pemerintah Kabupaten Indramayu berkomitmen melestarikan hutan bakau di



sepanjang pesisir utara. Karena itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, bersama para stakeholderdengan dukungan Pertamina RU VI Balongan, memasukkan Kurikulum Muatan Lokal PLH Tematik Mangrove ke sekolah dasar. Total ada 26 sekolah dasar di pesisir Indramayu yang telah melaksanakan kurikulum ini. Sekolah Mangrove ini merupakan kebanggaan Pemerintah Kabupaten Indramayu. Karena hanya ada satu di Indonesia. “Ada banyak program dari lembaga lain yang peduli dengan mangrove, tetapi hanya fokus pada ekowisata. Berbeda dengan kami yang ingin menyasar ke dunia pendidikan. Bahkan, program yang sudah berjalan dua tahun ini banyak yang ingin mereplikasi,” terang Rustam. Menurut Rustam, keunggulan dari Sekolah Mangrove adalah para siswa belajar teori di kelas bersama guru masing-masing dengan menggunakan perangkat pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal PLH Tematik Mangrove. Siswa diajarkan bagaimana melakukan pembibitan, dan lainnya. Di Indramayu sendiri, para siswa sudah membibitkan dua jenis mangrove di sekolah masing-masing, yaitu mangrove jenis rizhophora mucronata dan soneratia caseolaris. “Ke depannya kami ingin melalui Sekolah Mangrove ini, para generasi muda memiliki kepedulian terhadap hutan mangrove. Dan, nanti mereka dapat mengembangkan manfaat dari mangrove itu sendiri, baik untuk olahan pangan dan non-pangan,” katanya.(National Geographic) Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Sekolah Mangrove Ini Pantas jadi Contoh, Untuk Masa Depan Ekonomi Masyarakat Pesisir, http://aceh.tribunnews.com/2018/12/16/sek olah-mangrove-ini-pantas-jadi-contohuntuk-masa-depan-ekonomi-masyarakatpesisir?page=3. Editor: Taufik Hidayat



http://aceh.tribunnews.com/2018/12/16/sekolah-mangrove-ini-pantas-jadi-contoh-untuk-masa-depan-ekonomi-masyarakat-pesisir



127



Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Mencetak Generasi Peduli Lingkungan Na onal Geographic Indonesia - Rabu, 19 Desember 2018 | 09:00 WIB



Amri Rachman



Memperkenalkan siswa dengan kurikulum baru.



Nationalgeographic.co.id - Tidak mudah membuat masyarakat sadar untuk peduli dengan lingkungan saat ini. Jika tidak dimulai sejak dini, mungkin keinginan untuk menjaga lingkungan akan sangat minim. Maka itu, sangat penting mencetak generasi masa depan agar lebih sadar lingkungan sedini mungkin. Dimulai dari hal kecil dengan menjaga kelestarian bakau yang ada di pesisir pantai Indonesia. Salah satunya adalah hutan bakau yang terkenal di Indramayu, Jawa Barat, yaitu Karangsong. Saat itu sudah ada kelompok yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan di sana, walau belum membawa dampak yang maksimal. Kemudian pada tahun 2008, daerah ini sempat terkena dampak dari pecahnya floating hose milik Pertamina. Berbagai tindakan pemulihan pun dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan di sana. Tidak hanya itu, setelah proses pemulihan lingkungan berjalan, Pertamina juga memberikan berbagai



128



pendampingan bagi masyarakat sekitar. Melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR), penampilan pesisir pantai Indramayu terlihat lebih menawan. Bakau memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat di sekitar pesisir pantai. Oleh karena itu, kelestariannya harus terus dijaga hingga anak cucu dapat merasakan manfaatnya. Berkaca dari masa lalu, Dinas pendidikan Kabupaten Indramayu bersama para stakeholder dengan dukungan dari PERTAMINA RU VI Balongan menginisiasi adanya pembentukan kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove. “PLH menjadi salah satu upaya mencetak generasi peduli lingkungan yang akan menjadi pelaku dan pengawal pembangunan berkelanjutan di masa mendatang. Hal tersebut dikarenakan, pembentukan karakter yang paling efektif adalah melalui sistem pendidikan formal dan diberikan kepada anak usia sekolah dasar (SD),” kata Suherna di Kantor Dinas Pendidikan Indramayu, Senin (8/10/2018) lalu.



Suherna berharap, dengan adanya PLH Tematik Mangrove, anak-anak dapat memiliki sifat dan pengetahuan yang baik tentang lingkungan hidup. Punya keterampilan yang baik pula dalam upaya melestarikan hutan bakau, sehingga muncul rasa cinta dan memiliki. Pembelajaran Tidak Monoton



Amri Rachman Proses belajar di lapangan tidak terasa membosankan.



Erni Heriningsih, salah satu tim Pengembang Kurikulum PLH Tematik Mangrove Dinas Pendidikan Indramayu mengatakan, kurikulum PLH Tematik Mangrove sudah dirancang sedemikian rupa, jadi per kelas sudah ada kurikulumnya masing-masing. Hal itu yang membuat interaksi di dalam kelas tidak monoton.



Suherna kemudian juga ikut terlibat dalam membentuk kurikulum pembelajaran PLH Tematik Mangrove. “Dengan adanya kurikulum ini, diharapkan dapat mencetak generasi muda agar lebih memiliki kecintaan dan komitmen melestarikan lingkungan, khususnya mangrove. Sehingga di masa depan akan terbentuk agen-agen pembangunan yang berwawasan lingkungan,” jelasnya.



“Ada teori, pengayaan, dan kunjungan. Jadi kita membuat 4 kurikulum, pertama kurikulum untuk semua guru dari kelas 4 sampai kelas 6. Kedua, kurikulum panduan guru untuk masing-masing kelas. Ketiga, kurikulum teks siswa, dan keempat kurikulum LKS Siswa. Saat ini kami masih fokus untuk sekolah dasar, namun untuk ke depannya tidak menutup kemungkinan akan diterapkan juga untuk SMP dan SMU,” jelas Erni.



Kurikulum PLH, lanjutnya, sudah masuk dalam pembelajaran sekolah dasar (SD) kelas 4-6 di 26 sekolah pesisir Indramayu. “Tahun ini, PLH Tematik Mangrove sudah masuk ke dalam sistem pendidikan dasar Kabupaten Indramayu. Sebelumnya masih berupa kegiatan ekstrakulikuler wajib,” katanya.



Menurut Erni, pada dasarnya sekolah bakau sama dengan sekolah dasar umum lainnya. Hanya saja, ada penambahan kurikulum. Kurikulum itu diberikan selama 70 menit dalam satu minggu. Dan biasanya diimplementasikan pada hari Sabtu.



Adapun kurikulum yang sudah dirancang adalah terkait isi, kompetensi inti, dan kompetensi dasar. Bahkan sudah ada pula buku pembelajarannya. Semuanya sudah lengkap dan sudah disajikan kepada guru dan siswa. Saat ini, hanya sedang menunggu proses legalitas lebih lanjut.



“Diharapkan, tahun depan ada penambahan sekolah lagi. Dibentuknya kurikulum mangrove ini juga didukung Pertamina yang mengadakan pelatihan bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas. Perangkat kurikulum dan pembelajaran. Termasuk buku panduan guru, buku teks siswa, dan LKS siswa. Semuanya diperbanyak oleh dinas pendidikan dan didukung oleh Pertamina” ungkapnya.



“Gurunya juga sudah dilatih. Jika sekolah lain ada yang meminta diterapkan kurikulum mangrove dan berada di luar pesisir sekolah bisa mengajukan ke dinas pendidikan. Kurikulum ini sebenarnya memang untuk diterapkan ke seluruh SD se-Indramayu, hanya untuk pelaksanaannya bertahap. Saat ini, SK untuk kepala dinas masih terbatas, hanya untuk SD di wilayah pesisir terlebih dahulu,” jelas Suherna. Dia menambahkan, sejauh ini pihak sekolah cukup antusias dengan adanya kurikulum PLH Tematik Mangrove. Pembelajaran untuk mencetak generasi peduli lingkungan bisa dimulai dari kelas 4 SD. Pada usia itu, siswa sudah siap menerima kurikulum PLH Tematik Mangrove. Jadi, anak tidak terbebani dengan kurikulum tersebut. Sedangkan untuk usia di bawah itu, tidak akan diberikan, karena dirasa belum siap. Terutama dari sisi mental anak.



Perlu diketahui, edukasi terkait bakau sudah dimulai sejak tahun 2016 di tiga sekolah. Saat itu, hanya bekerja sama dengan mahasiswa KKN dari UGM. Kemudian pada 2017, bertambah menjadi 11 sekolah. Dari sini mulai dibentuk kurikulum khusus terkait bakau, hingga akhirnya pada tahun 2018 bertambah menjadi 26 sekolah. Penulis: Agus Wahyudi



Hasil dari dibuatnya kurikulum ini rupanya berdampak signifikan bagi lingkungan hutan bakau. Banyak hasil yang didapat. Salah satunya, para siswa rutin menanam bibit bakau. “Saat ini, bibit-bibit yang mereka tanam itu sudah besar-besar. Bisa dibayangkan, berapa pohon yang sudah mereka tanam selama ini,” katanya.



Amri Rachman Belajar langsung ke lapangan.



http://nationalgeographic.grid.id/read/131268522/kurikulum-pendidikan-lingkungan-hidup-mencetak-generasi-peduli-lingkungan?page=all



129



Pertamina RU VI Adakan Bimbingan Teknis Kurikulum Mangrove bagi Guru dan Kepala Sekolah 2018-07-11 17:11:00 csr-news 248



INDRAMAYU – Upaya Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan untuk menjaga lingkungan hidup terutama dalam melestarikan mangrove terus dilakukan. Salah satunya dengan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) kurikulum muatan lokal pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove untuk guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah se-Kabupaten Indramayu. Acara dilaksanakan selama 6 hari, pada 5-11 Juli 2018 dan berlangsung di dua lokasi. Untuk pemaparan materi dilaksanakan di Gedung Patra Ayu Perumahan Bumi Patra Indramayu, sedangkan tinjauan lapangan dilaksanakan di Ekowisata Mangrove Karangsong. Kegiatan ini diikuti oleh 86 orang guru SD, 26 Kepala Sekolah, dan 2 orang pengawas sekolah, dengan pemateri oleh pengawas sekolah dan para aktivis lingkungan. Unit Manager Communications & CSR Pertamina RU VI Balongan Rustam Aji saat membuka acara menyampaikan, Bimbingan Teknis ini digelar sebagai sebagai bentuk kepedulian Pertamina RU VI Balongan terhadap kelestarian alam terutama kelestarian tanaman Mangrove yang merupakan program CSR RU VI di bidang pendidikan.



130



Rustam Aji menambahkan, CSR RU VI bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu berusaha agar ekstrakurikuler Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove ini bisa diajarkan kepada para siswa sehingga siswa bisa memahami pentingnya tanaman mangrove untuk keseimbangan alam. “Semoga guru-guru bisa menanamkan budaya mencintai tanaman mangrove serta mengajarkan kepada siswa seluk-beluk terkait mangrove yang memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan," ujar Rustam Aji. Saat ini, Kurikulum Mangrove yang diinisiasi Pertamina RU VI Balongan telah menjadi kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Dasar (SD) kelas 4, 5, dan 6 di 26 Sekolah Dasar di 4 Kecamatan di Kabupaten Indramayu, di antaranya di Kecamatan Balongan, Kecamatan Indramayu, Kecamatan Pasekan, dan kecamatan Cantigi. Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Drs. Jahirin dalam kesempatan tersebut menyampaikan terima kasih kepada RU VI Balongan yang telah peduli terhadap lingkungan dan pendidikan dasar di Indramayu. "Semoga kegigihan Pertamina memasukkan pendidikan tematik mangrove ini menjadi kurikulum muatan lokal tetap terus dibina," pungkasnya.*RU VI



https://www.pertamina.com/id/news-room/csr-news/pertamina-ru-vi-adakan-bimbingan-teknis-kurikulum-mangrove-bagi-guru-dan-kepala-sekolah



Pertamina RU VI Bagikan Ribuan Buku PLH Mangrove Rabu 16 Jan 2019 13:32 WIB Red: Agus Yulianto



PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan menyerahkan bantuan buku Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) tematik Mangrove kepada 26 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Indramayu. Bantuan diserahkan secara simbolis oleh Officer Communication & Relation RU VI Balongan Agustiawan kepada guru SDN Majakerta 1, Selasa (15/1). Foto: Foto: Humas Pertamina RU VI Balongan



Sekolah mangrove yang digagas RU VI Balongan kini menjadi pendidikan mulok SD. REPUBLIKA.CO.ID, BALONGAN -- PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan menyerahkan bantuan buku Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) tematik Mangrove kepada 26 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Indramayu. Bantuan diserahkan secara simbolis oleh Officer Communication & Relation RU VI Balongan Agustiawan kepada guru SDN Majakerta 1, Selasa (15/1). Total buku yang diserahkan sebanyak 5.502 buku, terdiri atas buku Lembar Kerja Siswa (LKS) sebanyak 2696 buku. Kemudian untuk buku referensi siswa sebanyak 2.696 buku, buku guru sebanyak 84 buku, dan buku kurikulum sejumlah 26 buku. Ke 26 sekolah dasar yang menerima bantuan buku pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove tersebut tersebar di 6 (enam) kecamatan yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu, di antaranya di



Kecamatan Balongan, Indramayu, Cantigi, Pasekan, Karangampel, dan Juntinyuat. Officer Communication & Relation RU VI Balongan Agustiawan mengatakan, bantuan buku ini merupakan langkah Pertamina RU VI Balongan dalam melestarikan mangrove guna menjaga keseimbangan alam. "Buku pendidikan mangrove ini diharapkan bisa menjadi media pembelajaran bagi guru-guru kepada siswa tentang pentingnya manfaat tanaman mangrove bagi kehidupan manusia dan biota laut," ujar dia dalam keterangannya yang disampaikan kepada Republika.co.id. Sekolah mangrove yang digagas RU VI Balongan juga, kata dia, kini menjadi pendidikan muatan lokal (mulok) di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu. Penyusunan kurikulum muatan lokal pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove tersebut bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu. Agustiawan menambahkan, penyerahan bantuan buku lingkungan hidup tematik mangrove ini juga merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan potensi mangrove di Indramayu sangat besar, disamping untuk konservasi lingkungan, mangrove juga bisa dikembangkan ke berbagai macam industri yang bisa memberikan pemasukan masyarakat, seperti membuat produk olahan makanan dan minuman berbahan dasar mangrove. Mujahidin, guru SDN Majakerta 1 saat menerima bantuan dari RU VI mengatakan, dengan adanya kurikulum tematik mangrove menyatakan siswa menjadi mengerti jenis-jenis mangrove dan paham manfaat dari tanaman mangrove.



https://m.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/19/01/16/plevhw396-pertamina-ru-vi-bagikan-ribuan-buku-plh-mangrove



131



Environmental education supports mangrove conservation in Indramayu Theresia Sufa The Jakarta Post Bogor, West Java / Mon, December 31, 2018 / 02:27 pm



education had become part of the curriculum in several areas, including Indramayu, he went on. Hendra said books for fourth graders introduced biodiversity, while for fifth graders, the books talked mainly about how they could identify flora and fauna in the mangrove ecosystem. Meanwhile in textbooks for sixth graders, students can learn about the causes of mangrove ecosystem damage and various measures that can be employed to conserve mangroves and mitigate natural disasters in coastal areas, said Hendra, who is also a Bogor Agricultural University lecturer. Guardian of nature: Hendra Gunawan, principal researcher at the Innovation, Research and Development Center in the Environment and Forestry Ministry's office in Gunung Batu, Bogor, shows mangrove-themed school text books. (JP/Theresia Sufa)



Indramayu has become among the few regencies to adopt environmental education curriculum in schools.



Supported by teachers, researchers and staff members from the Indramayu Education Agency and the Plant Conservation Center at the Bogor Botanical Gardens, Hendra helped compose the textbooks for Indramayu students. The books are also part of the Indramayu administration's efforts to develop the Karangsong Mangrove Center. (ebf)



The adoption of the curriculum, which is currently focused on mangrove conservation and natural disaster mitigation, is aimed at raising awareness about the importance of mangrove ecosystems in coastal areas. Hendra Gunawan, principal researcher at the Innovation, Research and Development Center at the Environment and Forestry Ministry's office in Gunung Batu, Bogor, said the government had distributed school textbooks on mangrove conservation in September 2017. The books were specially designed for fourth, fifth and sixth graders, he added. The government distributed student worksheets and teacher guidelines in September this year to complete the textbooks, Hendra said. Environmental



132



Raising awareness: School textbooks published by the government aim to educate students on mangrove conservation. (JP/Theresia Sufa)



https://www.thejakartapost.com/news/2018/12/31/environmental-education-supports-mangrove-conservation-in-indramayu.html



Mitigasi bencana bagian dari pendidikan lingkungan hidup Kamis, 17 Januari 2019 10:38 WIB



b a n y a k , " k a t a n y a . Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back) yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup.



Perwakilan Ikatan Ahli Geologi Indonesia NTB Kusnadi (kanan) menjelaskan tentang retakan permukaan (surface rupture) dampak gempa Lombok saat sesi kunjungan lokasi pada Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana di Dusun Panggung Barat, Desa Slengen, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, NTB, Selasa (8/1/2019). (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/wsj.)



Hendra mengatakan, beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung memunculkan sejumlah isu. Diantaranya, perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan k e s i a p s i a g a a n b e n c a n a . "Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," katanya.



Bogor (ANTARA News) - Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan k e r u s a k a n l i n g k u n g a n .



Dan sampai saat ini, lanjutnya, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipkan.



"Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan kepada A n t a r a d i B o g o r , K a m i s .



Menurut dia, ketiga pemerintah masih berwacana pendidikan mitigasi bencana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak t a h u n 2 0 0 8 .



Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga d i s e b a b k a n o l e h m a n u s i a . Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrovenya tidak ada. "Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih



"Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra. Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina.* Pewarta: Laily Rahmawaty Editor: Erafzon Saptiyulda AS COPYRIGHT © ANTARA 2019



https://m.antaranews.com/berita/788386/mitigasi-bencana-bagian-dari-pendidikan-lingkungan-hidup



133



Mitigasi bencana bagian dari pendidikan lingkungan hidup Kamis, 17 Januari 2019 6:36 WIB katanya. Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back) yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup. Hendra mengatakan, beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung memunculkan sejumlah isu. Diantaranya, perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana. Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, KLHK, Hendra Gunawan dan peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI, Sugiarti mengenalkan buku panduan pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove yang didalamnya terdapat pelajaran mitigasi bencana tsunami. (Megapolitan.Antaranews.Com/Foto: Laily Rahmawaty).



Sangat tepat jika pendidikan mi gasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, dak bisa dipisahkan.



Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan. "Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan kepada Antara di Bogor, Kamis. Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia. Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena magrovenya tidak ada. "Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada magrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak,"



134



"Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," katanya. Dan sampai saat ini, lanjutnya, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipikan. Menurutnya, ketiga pemerintah masih berwacana pendidikan mitigasi bencana, kabupaten Indramayu, Jawa Barat sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak tahun 2008. "Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra. Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina. Pewarta : Laily Rahmawaty Editor: Feru Lantara COPYRIGHT © ANTARA 2019



https://megapolitan.antaranews.com/berita/48116/mitigasi-bencana-bagian-dari-pendidikan-lingkungan-hidup



KLHK:BencanadanKerusakan LingkunganSatuLingkaran Pendidikan mitigasi bencana penting dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kesiapsiagaan bencana 17 Januari 2019 , 11:13



bencana tsunami menelan lebih banyak korban. “Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove sehingga korbannya jadi lebih banyak,” terang Hendra. Menurutnya, bencana dan kerusakan lingkungan berada dalam satu lingkaran atau berdampak satu sama lain. Karenanya sangat tepat memasukkan pendidikan mitigasi bencana sebagai bagian dari lingkungan hidup.



Sejumlah murid Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) melindungi kepala mereka saat mengikuti Simulasi Mitigasi Bencana di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. ANTARA FOTO/Moch Asim



BOGOR – Mitigasi bencana sangat tepat dimasukkan dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup karena identik dengan kerusakan lingkungan. Hal tersebut seperti disampaikan Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan. “Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan,” ujarnya seperti dilansir Antara, Kamis (17/1). Bencana alam sendiri dapat terjadi karena kondisi alam maupun dampak dari aktivitas manusia yang merusak lingkungan. Namun terlepas dari penyebabnya, bencana hampir selalu menelan banyak korban. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat mengetahui mitigasi bencana, termasuk menjaga kekayaan alam yang mampu mencegah bencana. Hutan mangrove misalnya yang bisa memecah ombak sehingga ketika terjadi tsunami hempasannya tidak terlalu besar terhadap daratan. Sayang, banyak mangrove yang telah digunduli sehingga beberapa



Jika mengacu pada bencana yang terjadi sepanjang 2018, ada banyak hal yang seharusnya dapat meminimalkan dampak bencana tersebut. Sebut saja sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana. “Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian,” lanjutnya. Sayang, hingga saat ini pendidikan mitigasi bencana baru sebatas wacana. Belum ada tindak lanjut mitigasi bencana akan dibentuk seperti apa. Satu hal yang pasti, mitigasi bencana tidak akan menjadi satu pelajaran tersendiri, melainkan dipadukan dengan pelajaran lain. Salah satu pemerintah daerah (pemda) yang sudah menerapkan pendidikan mitigasi bencana adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Di kabupaten tersebut pendidikan mitigasi bencana diselenggarakan melalui Sekolah Mangrove sejak tahun 2008. “Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya,” kata Hendra. Buku panduan tersebut disusun oleh tim dari KLHK, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pemkab Indramayu, dan Pertamina. (Elisabet Hasibuan)



https://www.validnews.id/KLHK--Bencana-Dan-Kerusakan-Lingkungan-Satu-Lingkaran-zsO



135



Bencana dan Lingkungan Rusak Berkaitan, KLHK: Mitigasi Bencana Harus Masuk Kurikulum yenny hardiyanti Kamis, 17 Januari 2019 | 16:17 WIB 6 Ilustrasi bencana tsunami, Foto: Pixabay



Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Hal itu dikatakan Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan, hari ini. "Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Hendra Gunawan, Kamis, 17 Januari 2019. Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia. Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrovenya tidak ada. "Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak," katanya. Menurut Hendra, ada umpan balik yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana merupakan bagian dari lingkungan hidup. Beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung, kata Hendra,



136



memunculkan sejumlah isu. Hendra menjelaskan, maka perlu adanya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana. "Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," kata Hendra. Sampai saat ini, kata Hendra, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Namun, belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipkan. Menurut Hendra, meski pemerintah masih berwacana terkait pendidikan mitigasi bencana, namun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak tahun 2008. "Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra. Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina



https://greatedu.co.id/greatinfo/mitigasi-bencana-bagian-dari-pendidikan-lingkungan-hidup



Pendidikan Mitigasi Bencana Saatnya Masuk Kurikulum Sekolah Jumat 18/1/2019 | 01:00



BOGOR - Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan. “Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan,” kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan , di Bogor, Kamis(17/1). Hendra mengatakan bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia. Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrove-nya tidak



ada. “Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak,” katanya. Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back) yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup. Hendra mengatakan beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018. Terakhir, tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten dan Lampung memunculkan sejumlah isu, di antaranya perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana. “Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum, termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian,” katanya. Ant/P-5



http://www.koran-jakarta.com/pendidikan-mitigasi-bencana-saatnya-masuk-kurikulum-sekolah/



137



Kurikulum Mangrove Karya Peneliti KLHK Raih Rekor MURI Editor: Ali Rahman Minggu, 17 Februari 2019



Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (kedua dari kanan), menyaksikan penyerahan rekor MURI dalam rangkaian kegiatan Coastal Clean Up Pantai Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019). Foto: Kementerian LHK untuk INDOPOS



INDOPOS.CO.ID - Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove meraih penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Kurikulum ini tersusun atas kontribusi para pihak yang kompeten di bidangnya. Salah satunya adalah Dr. Hendra Gunawan, peneliti utama pada Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang berperan s e b a g a i K e t u a Ti m d a n K o o r d i n a t o r Penyusunannya. Piagam MURI diserahkan oleh Senior Manager MURI, Yusuf Ngadri kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu dan PT. Pertamina Rafinery Unit (RU) VI Balongan, sebagai pihak yang memasukan kurikulum PLH tematik mangrove di sekolah dasar untuk yang pertama kalinya di Indonesia. 138



Penyerahan rekor MURI ini digelar dalam rangkaian kegiatan Coastal Clean Up Pantai Kejawanan, Cirebon, serta disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Jumat (15/2/2019). “Tadi kita juga menyaksikan, bagaimana inovasi muncul di Indramayu dengan buku kurikulum. Hal-hal seperti ini sungguh sangat membanggakan,” kata Menteri Siti dalam sambutannya. Keberhasilan Indramayu meraih MURI sangat diapresiasi oleh Siti. Dari peristiwa sulit yang dialami Indramayu, kemudian dapat dijadikan pembelajaran serta diwujudkan dalam kurikulum, “Ini kan keren banget!” pujinya. Soal mangrove, lanjut Siti, tahun ini sangat penting menjadi program utamanya juga



kementerian. Oleh sebab itu kehadiran kurikulum tematik mangrove ini sangat penting bagi Indonesia. Karena ini adalah instrumen dan sarana pendidikan. “Artinya kita membangun generasi muda kita yang memahami lingkungan dan mencintai lingkungan,” pungkasnya. Saat ditemui di sela-sela acara, Hendra menjelaskan bahwa keprihatinan atas semakin luasnya kerusakan hutan mangrove di Indonesia melatarbelakangi penyusunan kurikulum ini. Baginya, diperlukan lebih dari sekedar gerakan menanam. Menumbuhkan kesadaran dan memelihara semangat konservasi alam, terutama lintas generasi, adalah hal sangat penting yang harus dilakukan. “Hanya melalui kurikulum, kita bisa membangun karakter cinta mangrove secara terstruktur dan melekat sepanjang hidup,” tegas Hendra. Kurikulum PLH tematik mangrove ini secara efektif mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2 0 1 7 / 2 0 1 8 p a d a 11 S D s e - K a b u p a t e n Indramayu, selanjutnya meluas mencakup 26 SD pada 2018/2019. Pada saat ini kurikulum diterapkan mulai SD kelas 4, 5 dan 6. Dipilihnya tingkat SD karena pendidikan dasar akan menjadi pondasi bagi anak-anak ke depannya. Diharapkan kelak, mereka dapat meneruskan perjuangan melestarikan lingkungan di Indramayu. “Saya dan tim penyusun berharap, kedepan, PLH tematik mangrove ini dapat diajarkan di semua sekolah di pesisir Indonesia. Dan ini merupakan juga salah satu upaya mitigasi bencana tsunami. Karena di dalam buku ini ada bab mitigasi bencana di wilayah pesisir,” pungkas Hendra. Kepala Pusat Litbang Hutan (P3H), Kirsfianti Ginoga bersyukur bahwa aplikasi hasil riset dan inovasi mangrove karya peneliti BLI (Dr Hendra Gunawan), telah mendapatkan pengakuan dunia dengan tercatat di MURI. “Ini semakin memacu BLI untuk terus mereplikasi dan mengaplikasikan inovatif solution hasil litbang mangrove dengan menggalang kerjasama di tingkat lokal, nasional dan global, termasuk penguatan Pusat Riset Mangrove Karangsong,” jelasnya. Selama ini, menurut Kirsfianti, BLI telah banyak melakukan kegiatan riset mangrove. Berbagai



aspek seperti konservasi, sosial ekonomi dan budaya dan aspek lingkungan, telah diteliti. Termasuk juga penguatan kapasitas dan edukasi pada generasi muda untuk turut melestarikan mangrove dan ekosistemnya. Sejak 2017, Hendra dan tim telah menyusun buku-buku penunjang mencakup buku kompetensi inti dan dasar, buku teks, buku LKS serta buku panduan guru. Seluruhnya ada 10 buku. Tim terdiri atas peneliti dan widyaiswara KLHK; peneliti IPB, ITB dan Wetland internasional; serta para guru Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan PT. Pertamina Unit VI Balongan. Selanjutnya, tim penyusun juga terlibat dalam melatih guru-guru pengampu PLH tematik mangrove. Kurikulum ini disusun secara bottom up, dari keinginan dan komitmen Pemerintah Kabupaten Indramayu serta masyarakat Indramayu sendiri. PT. Pertamina Unit VI Balongan mendukung kegiatan ini sebagai kontribusi nyata kepedulian lingkungan hidup sekitarnya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu, pada beberapa waktu lalu, dalam upaya melindungi hasil publikasi (buku), tiga judul buku yang diterbitkan Pusat Litbang Hutan kembali mendapatkan Sertifikat Surat Pencatatan Ciptaan yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI, kementerian Hukum dan HAM RI. Ketiga judul buku IPTEK tersebut adalah: 1. Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat) 2. Metode Standar untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia Versi I (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat) 3. Metode Standar untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia Versi II (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat). Diharapkan dengan semakin meningkatnya sertifikat Surat Pencatatan Ciptaan yang diperoleh Pusat Litbang Hutan, dapat memberikan tambahan semangat menulis bagi peneliti lingkup Pusat Litbang Hutan. (srv)



https://www.indopos.co.id/read/2019/02/17/165623/kurikulum-mangrove-karya-peneliti-klhk-raih-rekor-muri



139



LINGKUNGAN



Rekor Muri untuk Kurikulum Sekolah Mangrove Oleh ABDULLAH FIKRI ASHRI 15 Februari 2019 · 18:07 WIB



Perwakilan Muri menyerahkan rekor penerapan pertama kali kurikulum pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove kepada Bupati Indramayu Supendi dan General Manager PT Pertamina RU VI Balongan Burhanuddin dalam acara Coastal Clean Up di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019).



CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, bersama PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan meraih penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia sebagai pihak yang pertama kali menerapkan kurikulum pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove di Indonesia. Kurikulum itu tidak hanya mengajarkan siswa sekolah dasar tentang mangrove, tetapi juga turut melestarikan tanaman pencegah abrasi tersebut. Senior Manager Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) Yusuf Ngadri menyerahkan rekor tersebut kepada Bupati Indramayu Supendi dan General Manager PT Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan Burhanuddin dalam acara Coastal Clean Up di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Jumat (15/2/2019). Turut hadir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta ratusan orang yang ikut membersihkan pesisir pelabuhan. Sekolah mangrove di Indramayu dimulai sejak 2016 di SDN 1 Karangsong, SDN 1 Pabean Udik, dan SDN Unggulan. Pada 2017, PT Pertamina RU VI Balongan menggagas kurikulum dan bahan ajar terkait mangrove. ”Hingga kini, sudah ada 26 SD di 11 kecamatan pesisir



140



yang menerapkan kurikulum sekolah mangrove sebagai mata pelajaran muatan lokal,” ujar Supendi. Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu juga telah menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Indramayu tentang Penetapan SD Pelaksana Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove pada Dinas Pendidikan Indramayu. eputusan tersebut menjadi pedoman bagi SD yang menjalankan sekolah mangrove.



Hingga kini, sudah ada 26 SD di 11 kecamatan pesisir yang menerapkan kurikulum sekolah mangrove sebagai mata pelajaran muatan lokal. Indramayu merupakan kabupaten dengan panjang pesisir pantai 147 kilometer. Pohon mangrove pun hidup di pesisir tersebut. Namun, pembukaan lahan untuk perumahan dan tambak mengikis mangrove. Abrasi terjadi seperti di Juntinyuat dan Dadap. Meski demikian, salah satu kawasan pusat pengembangan mangrove, yakni Karangsong, tetap terjaga. Kini, Karangsong dikembangkan sebagai tempat penelitian



KOMPAS/WINDORO ADI



KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI



Pantai Karangsong di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, kini berbenah dari sebuah pantai kotor penuh polusi menjadi kawasan hutan mangrove yang asri, Selasa (2/10/2018).



Hendra Gunawan, Peneliti Utama Kehutanan KLHK



mangrove. ”Kami tidak ingin pemahaman tentang mangrove terputus. Hari ini, banyak yang menanam mangrove. Tetapi, di sisi lain, kerusakan mangrove juga tidak terkendali. Mengapa? Karena orangtuanya menanam mangrove, tapi anaknya sama sekali tidak tahu tentang mangrove. Makanya, butuh kurikulum sekolah mangrove untuk keberlanjutannya,” tutur Hendra Gunawan, ketua tim penyusun kurikulum pendidikan lingkungan hidup tematik mangrove.



Tidak hanya secara teks, tetapi juga praktik di lapangan, seperti membuat bibit mangrove. ”Di SDN Paoman, sebanyak 200 siswa sudah dua kali menanam pohon mangrove,” ujar Kepala SDN 4 Paoman.



Menurut dia, saat ini, terdapat 10 buku terkait kurikulum mangrove. Buku itu terdiri dari teks bacaan untuk siswa SD kelas 4, 5, dan 6; lembar kerja siswa sekaligus praktiknya; serta buku panduan bagi guru. Buku tersebut disusun atas kerja sama peneliti KLHK, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, serta PT Pertaminan RU VI Balongan. Buku tersebut tidak hanya berisi aneka jenis mangrove, tetapi juga pemanfaatannya untuk sumber ekonomi baru, seperti makanan untuk udang dan ikan. Bahkan, fungsi sebagai pengurang dampak tsunami dan abrasi juga tertuang dalam buku tersebut.



Tantangannya adalah bagaimana membuat pendidikan tentang mangrove yang biasanya diajarkan di universitas dapat dimengerti siswa SD. Menurut dia, penerapan kurikulum sekolah mangrove telah berdampak positif bagi siswa. ”Sekarang, mereka mencintai lingkungannya. Kalau ada sampah plastik dari makanan ringan, mereka simpan ke dalam botol untuk membuat ecobrick,” ujarnya. Siti Nurbaya pun mengapresiasi langkah Pemkab Indramayu dan PT Pertamina RU VI Balongan untuk melestarikan mangrove. Dia berharap, inovasi tersebut diikuti oleh kabupaten/kota lain.



”Sebelum pemerintah gencar membicarakan fungsi mangrove yang dapat mengurangi dampak tsunami, kami sudah mengajarkan di tingkat SD di Indramayu,” ujar Hendra. Pembuatan kurikulum dan penulisan buku dilakukan sejak Mei 2017 hingga September 2018. Kurikulum ditujukan kepada siswa SD kelas 4, 5, dan 6 agar pengetahuan tentang mangrove tertanam sejak dini. ”Tantangannya adalah bagaimana membuat endidikan tentang mangrove yang biasanya diajarkan di universitas dapat dimengerti siswa SD. Makanya, kami lengkapi dengan gambar dan praktik lapangan. Kami berharap, sekolah mangrove terus meluas ke pendidikan formal,” ujar dosen Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di IPB tersebut. Ketua Kelompok Kerja Guru Mangrove Indramayu Lutfiya mengatakan, pendidikan terkait mangrove diajarkan setiap dua jam dalam sepekan.



KOMPAS/RINI KUSTIASIH



Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menanam bibit mangrove dalam acara Karangsong Mangrove Festival, di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Minggu (14/6/2015). Dalam acara itu, Menteri menetapkan Karangsong sebagai pusat mangrove di wilayah barat Indonesia.



Kompas.id



141



PendidikanMitigasiBencanaPerluDiadopsi dalamKurikulumPendidikan Jumat, 18 Januari 2019 00:42 yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup.



Relawan bersama TNI saat Bencana Palu Sulteng



Jakarta, NU Online Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan. "Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan seperti dikutip Antara di Bogor, Kamis (17/1). Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia. Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrovenya tidak ada. "Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak," katanya. Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back)



142



Hendra mengatakan, beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung memunculkan sejumlah isu. Diantaranya, perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana. "Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," katanya. Dan sampai saat ini, lanjutnya, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipkan. Menurut dia, ketiga pemerintah masih berwacana pendidikan mitigasi bencana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak tahun 2008. "Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra. Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina. (Red: Ahmad Rozali)



https://www.nu.or.id/post/read/101613/pendidikan-mitigasi-bencana-perlu-diadopsi-dalam-kurikulum-pendidikan



Kurikulum Mangrove Karya Peneliti KLHK Raih MURI Senin, 18 Februari 2019 | 13:28 WIB



(Foto: Istimewa)



INILAHCOM, Jakarta - Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove meraih penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Kurikulum ini tersusun atas kontribusi para pihak yang kompeten di bidangnya. Salah satunya adalah Dr. Hendra Gunawan, peneliti utama pada Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, yang berperan sebagai Ketua Tim dan Koordinator Penyusunannya. Piagam MURI diserahkan Senior Manager MURI, Yusuf Ngadri kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu dan PT Pertamina Rafinery Unit (RU) VI Balongan, sebagai pihak yang memasukan kurikulum PLH tematik mangrove di sekolah dasar untuk yang pertama kalinya di Indonesia. Penyerahan rekor MURI ini digelar dalam rangkaian kegiatan Coastal Clean Up Pantai Kejawanan, Cirebon, serta disaksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Jumat (15/2/2019). Tadi kita juga menyaksikan, bagaimana inovasi muncul di Indramayu dengan buku kurikulum. Halhal seperti ini sungguh sangat membanggakan, kata Menteri Siti dalam sambutannya. Keberhasilan Indramayu meraih MURI sangat diapresiasi oleh Siti. Dari peristiwa sulit yang dialami Indramayu, kemudian dapat dijadikan pembelajaran serta diwujudkan dalam kurikulum, Ini kan keren banget! pujinya. Soal mangrove, lanjut Siti, tahun ini sangat penting menjadi program utamanya juga kementerian. Oleh sebab itu kehadiran kurikulum tematik mangrove ini sangat penting bagi Indonesia. Karena ini adalah instrumen dan sarana pendidikan. Artinya kita membangun generasi muda kita yang memahami lingkungan dan mencintai lingkungan, tambahnya. Saat ditemui di sela-sela acara, Hendra



menjelaskan keprihatinan atas semakin luasnya kerusakan hutan mangrove di Indonesia melatarbelakangi penyusunan kurikulum ini. Baginya, diperlukan lebih dari sekadar gerakan menanam. Menumbuhkan kesadaran dan memelihara semangat konservasi alam, terutama lintas generasi, adalah hal sangat penting yang harus dilakukan. Hanya melalui kurikulum, kita bisa membangun karakter cinta mangrove secara terstruktur dan melekat sepanjang hidup, tegas Hendra. Kurikulum PLH tematik mangrove ini secara efektif mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2 0 1 7 / 2 0 1 8 p a d a 11 S D s e - K a b u p a t e n Indramayu, selanjutnya meluas mencakup 26 SD pada 2018/2019. Pada saat ini kurikulum diterapkan mulai SD kelas 4, 5 dan 6. Dipilihnya tingkat SD karena pendidikan dasar akan menjadi pondasi bagi anak-anak ke depannya. Diharapkan kelak, mereka dapat meneruskan perjuangan melestarikan lingkungan di Indramayu. Saya dan tim penyusun berharap, kedepan, PLH tematik mangrove ini dapat diajarkan di semua sekolah di pesisir Indonesia. Dan ini merupakan juga salah satu upaya mitigasi bencana tsunami. Karena di dalam buku ini ada bab mitigasi bencana di wilayah pesisir, tambah Hendra. Kepala Pusat Litbang Hutan (P3H), Kirsfianti Ginoga, saat dihubungi melalui telepon genggamnya, bersyukur bahwa aplikasi hasil riset dan inovasi mangrove karya peneliti BLI (Dr Hendra Gunawan), telah mendapatkan pengakuan dunia dengan tercatat di MURI. Ini semakin memacu BLI untuk terus mereplikasi dan mengaplikasikan inovatif solution hasil litbang mangrove dengan menggalang kerjasama di tingkat lokal, nasional dan global, termasuk penguatan Pusat Riset Mangrove Karangsong, jelasnya. Selama ini, menurut Kirsfianti, BLI telah banyak melakukan kegiatan riset mangrove. Berbagai aspek seperti konservasi, sosial ekonomi dan budaya dan aspek lingkungan, telah diteliti. Termasuk juga penguatan kapasitas dan edukasi pada generasi muda untuk turut melestarikan mangrove dan ekosistemnya. [*]



https://m.inilah.com/news/detail/2510248/kurikulum-mangrove-arya-peneliti-klhk-raih-muri



143



Raih Rekor Muri, Kurikulum Mangrove KLHK Dijadikan Instrumen Cinta Lingkungan Sejak Dini 18/02/2019 oleh Ian Konjo



Klikhijau.com – Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove Dijadikan Instrumen Cinta Lingkungan Sejak Dini meraih penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (Rekor Muri). Kurikulum ini tersusun atas kontribusi para pihak yang kompeten di bidangnya. Salah satunya adalah Dr. Hendra Gunawan, peneliti utama pada Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK, yang berperan sebagai Ketua Tim dan Koordinator Penyusunannya. Piagam Rekor Muri diserahkan oleh Senior M a n a g e r M U R I , Yu s u f N g a d r i k e p a d a Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu dan PT. Pertamina Rafinery Unit (RU) VI Balongan, sebagai pihak yang memasukkan kurikulum PLH tematik mangrove di sekolah dasar untuk yang pertama kalinya di Indonesia. Penyerahan Rekor Muri ini digelar dalam rangkaian kegiatan Coastal Clean Up Pantai Kejawanan, Cirebon, serta disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti 144



Nurbaya, Jum’at (15 Februari 2019) lalu. “Tadi kita juga menyaksikan, bagaimana inovasi muncul di Indramayu dengan buku kurikulum. Hal-hal seperti ini sungguh sangat membanggakan,” kata Menteri Siti dalam sambutannya. Keberhasilan Indramayu meraih Rekor Muri sangat diapresiasi oleh Siti. Dari peristiwa sulit yang dialami Indramayu, kemudian dapat dijadikan pembelajaran serta diwujudkan dalam kurikulum, “Ini kan keren banget!” pujinya. Soal mangrove, lanjut Siti, tahun ini sangat penting menjadi program utamanya juga kementerian. Oleh sebab itu kehadiran kurikulum tematik mangrove ini sangat penting bagi Indonesia. Karena ini adalah instrumen dan sarana pendidikan. “Artinya kita membangun generasi muda kita yang memahami lingkungan dan mencintai lingkungan,” pungkasnya.



Saat ditemui di sela-sela acara, Hendra menjelaskan bahwa keprihatinan atas semakin luasnya kerusakan hutan mangrove di Indonesia melatarbelakangi penyusunan kurikulum ini. Baginya, diperlukan lebih dari sekadar gerakan menanam. Menumbuhkan kesadaran dan memelihara semangat konservasi alam, terutama lintas generasi, adalah hal sangat penting yang harus dilakukan. “Hanya melalui kurikulum, kita bisa membangun karakter cinta mangrove secara terstruktur dan melekat sepanjang hidup,” tegas Hendra. Kurikulum PLH tematik mangrove ini secara efektif mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2 0 1 7 / 2 0 1 8 p a d a 11 S D s e - K a b u p a t e n Indramayu, selanjutnya meluas mencakup 26 SD pada 2018/2019. Pada saat ini kurikulum diterapkan mulai SD kelas 4, 5 dan 6. Dipilihnya tingkat SD karena pendidikan dasar akan menjadi pondasi bagi anak-anak ke depannya. Diharapkan kelak, mereka dapat meneruskan perjuangan melestarikan lingkungan di Indramayu. “Saya dan tim penyusun berharap, kedepan, PLH tematik mangrove ini dapat diajarkan di semua sekolah di pesisir Indonesia. Dan ini merupakan juga salah satu upaya mitigasi bencana tsunami. Karena di dalam buku ini ada bab mitigasi bencana di wilayah pesisir,” pungkas Hendra. Kepala Pusat Litbang Hutan (P3H), Kirsfianti Ginoga, saat dihubungi melalui telepon genggamnya, bersyukur bahwa aplikasi hasil riset dan inovasi mangrove karya peneliti BLI (Dr Hendra Gunawan), telah mendapatkan pengakuan dunia dengan tercatat di MURI. “Ini semakin memacu BLI untuk terus mereplikasi dan mengaplikasikan inovatif solution hasil litbang mangrove dengan menggalang kerjasama di tingkat lokal, nasional dan global, termasuk penguatan Pusat Riset Mangrove Karangsong,” jelasnya. Selama ini, menurut Kirsfianti, BLI telah banyak melakukan kegiatan riset mangrove. Berbagai aspek seperti konservasi, sosial ekonomi dan budaya dan aspek lingkungan, telah diteliti.



Sejak 2017, Hendra dan tim telah menyusun buku-buku penunjang mencakup buku kompetensi inti dan dasar, buku teks, buku LKS serta buku panduan guru. Seluruhnya ada 10 buku. Tim terdiri atas peneliti dan widyaiswara KLHK; peneliti IPB, ITB dan Wetland internasional; serta para guru Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan PT. Pertamina Unit VI Balongan. Selanjutnya, tim penyusun juga terlibat dalam melatih guru-guru pengampu PLH tematik mangrove. Kurikulum ini disusun secara bottom up, dari keinginan dan komitmen Pemerintah Kabupaten Indramayu serta masyarakat Indramayu sendiri. PT. Pertamina Unit VI Balongan mendukung kegiatan ini sebagai kontribusi nyata kepedulian lingkungan hidup sekitarnya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu, pada beberapa waktu lalu, dalam upaya melindungi hasil publikasi (buku), tiga judul buku yang diterbitkan Pusat Litbang Hutan kembali mendapatkan Sertifikat Surat Pencatatan Ciptaan yang dikeluarkan oleh Ditjen HKI, kementerian Hukum dan HAM RI. Ketiga judul buku IPTEK tersebut adalah: 1. Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat) 2. Metode Standar untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia Versi I (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat) 3. Metode Standar untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia Versi II (penulis: Haruni Krisnawati, Rinaldi Imanuddin, Wahyu Catur Adinugroho, Silver Hutabarat). Diharapkan dengan semakin meningkatnya sertifikat Surat Pencatatan Ciptaan yang diperoleh Pusat Litbang Hutan, dapat memberikan tambahan semangat menulis bagi peneliti lingkup Pusat Litbang Hutan. (kh)



Termasuk juga penguatan kapasitas dan edukasi pada generasi muda untuk turut melestarikan mangrove dan ekosistemnya.



https://klikhijau.com/read/raih-rekor-muri-kurikulum-mangrove-klhk-dijadikan-instrumen-cinta-lingkungan-sejak-dini/



145



146



https://klikhijau.com/read/raih-rekor-muri-kurikulum-mangrove-klhk-dijadikan-instrumen-cinta-lingkungan-sejak-dini/



147



MENTERI LHK SITI NURBAYA DORONG BADAN LITBANG DAN INOVASI



JADIKAN HUTAN MANGROVE KARANGSONG SEBAGAI PUSAT RISET MANGROVE INDONESIA Puslitbanghut (15/2/2019)_Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam menerapkan kurikulum lingkungan hidup tematik mangrove ke dalam kurikulum pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu merupakan hal yang membanggakan. Dan yang lebih membanggakan adalah penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas penerapan kurikulum lingkungan hidup yang pertama di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya di hadapan tamu undangan dan peserta Coastal Clean Up di Pantai Pelabuhan Cirebon, 15 Februari 2019. Seperti diketahui, Pantai utara Desa Karangsong, Indramayu, sebelum tahun 1960an masih berupa jalur hijau hutan mangrove. Pada tahun 1962 mulai ada pembukaan tambak memanfaatkan tanah timbul di Desa Karangsong dan terus berkebang sehingga pada 1968 mulai terjadi konversi hutan mangrove secara masif yang menyebabkan hilangnya mangrove di Desa Karangsong pada tahun 1982. Dengan diinisiasi oleh PT. Pertamina RU VI Balongan dan Kelompok Pantai Lestari pada tahun 2008, dimulai rehabilitasi pantai di Desa Karangsong dengan tujuan memulihkan kembali jalur hijau mangrove pantai utara Indramayu untuk melindungi daratan dari abrasi, pemulihan perairan yang tercemar tumpahan minyak dan pemberdayaan perekonomian masyarakat



148



setempat. Hingga tahun 2016 mangrove yang ditanam secara swadaya oleh masyarakat bersama Pertamina di pantai utara Indramayu telah mencapai luas 103,19 hektar yang meliputi Kecamatan Balongan, Indramayu, Cantigi dan Pasekan. Hingga awal 2017, jumlah spesies yang telah ditanam mencapai 22 sepsies dari 19 genus dan 15 famili dengan Indeks keanekaragaman jenis (diversity index) 1,92. Dari 22 spesies tersebut dapat digolongkan ke dalam jenis vegetasi mangrove 36,4%, jenis vegetasi pantai (36,4%) dan jenis lainnya (27,3%). Melihat keberhasilan dalam rehabilitasi mangrove di Desa karangsong, Pemkab Indramayu melalui Dinas Pendidikan dengan dukungan dari PT. Pertamina RU VI Balongan telah memasukkan Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove ke dalam kurikulum Sekolah Dasar kelas 4, 5 dan 6 sebagai muatan lokal. Buku tersebut disusun oleh Tim Penyusun yang diketuai oleh Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si., peneliti utama, ahli konservasi keanekaragaman hayati di Pusat Litbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan hal tersebut, Menteri LHK mendorong Badan Litbang dan Inovasi untuk menjadikan Hutan Mangrove Karangsong sebagai Pusat Riset Mangrove Indonesia melalui kerjasama para pihak.



http://puslitbanghut.or.id/index.php/berita/2019/02/16/Menteri-LHK-Siti-Nurbaya-Dorong-Badan-Litbang-dan-Inovasi-Jadikan-Hutan-Mangrove-Karangsong-sebagai-Pusat-Riset-Mangrove-Indonesia



BICARA PEMBINAAN PENELITI



Foto oleh: Sugiarti



Penulis sedang memberikan pengarahan prak k pengumpulan data kepada para peserta Diklat Fungsional Peneli pada PUSBINDIKLAT-LIPI



150



https://balitek-ksda.or.id/hki-akan-menjadi-salah-satu-target-badan-litbang-kehutanan/



State of The Art" Penulisan Ilmiah Posted by priyo - 11:00 pm, 21. October 2014



Selain itu peneliti diharapkan juga memiliki bekal kemampuan bahasa dan tata bahasa yang sesuai dengan standar penulisan ilmiah agar tulisan ilmiah yang dihasilkan dapat dimengerti oleh pembaca. "Seringkali ditemukan paragraf yang tidak selesai, atau tidak ada kaitan antar paragraf," ujar Hendra. Untuk itu, Hendra Gunawan menyarankan agar dalam 1 paragraf minimal ada 3 kalimat dan ada aliran yang mengaitkan antar paragraf. "Selain itu, ada baiknya juga untuk meminta kepada teman atau orang lain yang berpengalaman untuk membaca tulisan kita," sarannya



BPTKSDA (Samboja, 22/10/2014) Sembari tertawa, Dr. Hendra Gunawan menceritakan ikhwal dirinya tersesat ke Samboja Kuala. "Niatnya mau ke Balitek KSDA Samboja, saya malah nyasar ke Samboja Kuala, maklum selama ini sering diantar saja, " ujarnya tersenyum. Akibat tragedi tersasar ini, pembinaan yang seharusnya dimulai jam 09.00 WITA tertunda sampai setengah jam. Diadakan di ruang rapat, pembinaan pada selasa pagi ini bertujuan untuk mengingatkan kembali para peneliti untuk lebih baik dalam membuat karya tulis ilmiah dan proposal penelitian. Berbekal pengalaman menulis dan menjadi leader tim penelitian, Dr. Hendra Gunawan berbagi teknik menulis yang baik dan mendorong teman-teman peneliti di Balitek KSDA untuk lebih aktif dalam menulis ilmiah "Peneliti harus memiliki state of the art dalam menghasilkan tulisan," pungkas Hendra memulai pemaparannya. Seringkali, penelitian yang dituangkan dalam tulisan ilmiah tidak dapat dengan kuat memberikan alasan mengapa harus dilaksanakan dan apa manfaatnya. "Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemakaian referensi yang mendukung," terang Hendra. Sebagai implikasi dari kekurangan ini, dewan redaksi di Puskonser telah mensyaratkan jumlah minimal referensi dalam setiap tulisan adalah 15 buah, dengan pembagian 10 referensi utama dan 5 referansi pendukung Setiap proses dalam penulisan harus difikirkan secara detail dan dituangkan secara matang mulai dari pendahuluan, perumusan masalah, hipotesis, tujuan, tinjauan pustaka, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. "Beberapa peneliti masih sulit untuk membuat kesimpulan yang menjawab permasalahan penelitian," ujar Henda. Bahkan, terkadang Hendra Gunawan masih menemukan kesimpulan yang dibuat tanpa ada kaitannnya dengan tujuan penelitian. "Padahal, kesimpulan dibuat untuk menjawab masalah dan memenuhi tujuan dari penelitian yang dilakukan,” terang Hendra



Pada sesi diskusi, Mukhlisi, peneliti dari Kelti Konservasi Kawasan menanyakan perihal pembuatan kesimpulan dalam tulisan Ilmiah. "Apakah lebih baik dalam bentuk point per point atau dalam satu paragraph single statement?" tanya Mukhlisi. Menurut Hendra Gunawan, kesimpulan lebih baik dalam bentuk point per point. "Agar lebih spesifik dan jelas dalam menjawab permasalahan penelitian," terangnya Usai pemaparan dan diskusi tentang penulisan ilmiah, pembinaan dilanjutkan dengan pembuatan proposal penelitian. "Penapisan kegiatan layak bisa dilihat dari 5W 1 H yaitu Why, Who, What, When, Where dan How," ujar Hendra Gunawan. 5W dan 1 H tersebut adalah mengapa riset ini penting(Why), siapa yang akan menerima manfaat(Who), apa kontribusi penelitian(What), kapan hasil riset bisa selesai dan diaplikasikan(When), dimana hasil riset akan diaplikasikan (lokal, regional, nasional, internasional) (Where) dan bagaimana transfer hasil riset kepada pengguna(How). "Dari beberapa elemen yang ada ini, dapat dibuat parameter kelayakan dan prioritas dari sebuah kegiatan penelitian," terang Hendra Pada kesempatan ini Beliau juga mengingatkan agar dalam pembuatan rencana penelitian, sebagai peneliti kehutanan sebaiknya menyesuaikan dengan kebutuhan ataupun prioritas yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan. "Bukan berarti yang lainnya tidak boleh, namun kita upayakan agar yang kita lakukan dapat bermanfaat secara langsung dengan mitra kita di kementerian. Untuk topik selain yang ditentukan, dapat kita lakukan dengan upaya pendanaan dari luar kementerian," terang Hendra Gunawan sembari mempersilahkan para peneliti di Balitek KSDA untuk tidak ragu-ragu menghubunginya baik melalui email atau sms jika ada pertanyaan lebih lanjut Drinus Arruan, S.Hut., Kepala Seksi Perencanaan, Evaluasi dan Kerjasama, mengharapakan dengan adanya pembinaan ini, peneliti dapat lebih giat dalam menghasilkan tulisan ilmiah sesuai dengan kegiatan penelitian yang telah dilakukan. "Kegiatan ini juga sebagai persiapan kita dalam menghadapi RPI periode 2015 -2019, agar rencana kegiatan dan output yang akan dibuat dapat selaras dan berjalan dengan baik," ujar Drinus sekaligus mengakhiri kegiatan tepat pukul 12.00 WITA. *ADS



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1880



151



152



https://balitek-ksda.or.id/state-of-the-art-penulisan-ilmiah/



Peneliti harus Berorientasi pada Inovasi Senin, 14 Des 2015



BPK Palembang. Peneliti Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditutuntut untuk melakukan penelitian yang mampu menghasilkan inovasi. Hal tersebut dikemukakan oleh Dr. Hendra Gunawan, M.Si dalam rangka pembinaan peneliti yang digelar di Balai Penelitian Kehutanan Palembang pada hari Kamis lalu (10/12/2015).



keras dan fokus dari para peneliti dalam melakukan penelitian dengan target inovasi. “Banyak definisi tentang inovasi, namun secara sederhana inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang baru serta berpotensi untuk diadopsi atau telah diadopsi oleh pengguna”, kata oleh Dr. Hendra. Dengan demikian, dua kunci dari inovasi adalah kebaruan dan adopsi.



Dr. Hendra mengatakan bahwa Badan Litbang dan Inovasi KLHK menargetkan seratus buah inovasi dapat dihasilkan dalam satu tahun. Sekitar 120 hasil penelitian yang berpotensi menjadi inovasi kini tengah diseleksi untuk kemudian dirilis ke publik. Badan Litbang dan Inovasi KLHK menargetkan 300 buah inovasi dapat dihasilkan oleh para peneliti dalam lingkup KLHK. Untuk itu maka diperlukan kerja



Inovasi tidak hanya berbentuk teknologi atau produk, tetapi dapat juga berupa proses, alat, metode dan bahkan gagasan. “Oleh karena itu inovasi dapat menjadi target capaian pada berbagai bidang riset, baik riset yang bersifat teknis dalam bidang silvikultur, pemuliaan, keteknikan maupun riset-riset dalam bidang sosial, ekonomi dan kebijakan”, demikian pungkas Dr. Hendra. (Mamat Rahmat) ***



http://www.bpk-palembang.org/information/reportase/peneliti-harus-berorientasi-pada-inovasi.html'



153



SAATNYA PENELITI MUDA MEMBANGUN JEJARING DI BLANTIKA RISET salah satunya Indonesia. Research link adalah ajang untuk berjejaring bagi para peneliti UK, juga para peneliti yang berasal dari Asean Region. Hal ini dikarenakan UK ingin melakukan sesuatu untuk program global yang dihadapi oleh seluruh negara.



Cibinong - Prof. Dr. Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI menghimbau agar para peneliti muda aktif dalam mencari jejaring riset, dalam acara sosialisasi Newton Fund di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong (18/9/17). “Kita jangan takut untuk mencoba, agar kita mendapatkan pengalaman. Mengetahui apa yang menjadi kekurangan kita, dan mengetahui apa yang diinginkan oleh parapanelis. Meskipun basic research, disarankan bagi yang telah memiliki link untuk segera mengkontaknya. Diawali dengan pertemuan workshop, dilanjutkan membuat proposal bersama, kemudian menjadi PI. LIPI akan menggandeng pihak diluar LIPI untuk membuat proposal kerjasama dengan pihak UK. Sebaliknya, pihak Newton fund harus menginformasikan, hal-hal yang dapat menyebabkan proposal yang diajukan tidak diterima. Jadi hasilnya target oriented, agar dapat diterapkan dan disesuaikan dengan program yang telah kita miliki. Terbentuknya sharing tentang Newton fund diharapkan adanya kerjasama antara peneliti dari UK dan Indonesia, “ tegas Enny dalam sambutannya. Femi Sumantri, perwakilan Newton Fund Indonesia, menguatkan bahwa Newton fund memiliki dana khusus untuk sains dan teknologi dari Britania Raya (UK). Di Asia Tenggara ada 5 (lima) negara yang terpilih, 154



Peneliti senior dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Dr. Dwi Susilaningsih turut memberikan motivasi bagi para peneliti muda yang ingin mengembangkan sayapnya agar giat bekerjasama dengan pihak asing. Mengangkat topik ”Mencari Partner dan Dana di Dunia Riset”, Dwi menuturkan bahwa “dunia riset saat ini belum menjadi hal yang utama, namun kesempatan yang ditawarkan sangat banyak”. Beberapa program kerjasama yang pernah diikutinya antara lain: Toray, KNAW, kompetitif LIPI, Sinas, Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi, Asean Foundation, dll. “Disini kita sangat membutuhkan kerja tim yang solid. kita harus percaya diri untuk memperkenalkan kemampuan yang kita miliki, baik antar institusi, maupun antar negara. Juga membangun kepercayaan (trust), komunikasi yang aktif dan cepat, “ ujar Dwi menggugah para peneliti muda yang hadir. “Disini kita sangat membutuhkan kerja tim yang solid. kita harus percaya diri untuk memperkenalkan kemampuan yang kita miliki, baik antar institusi, maupun antar negara. Juga



membangun kepercayaan (trust), komunikasi yang aktif dan cepat, “ ujar Dwi menggugah para peneliti muda yang hadir. Memasuki sesi diskusi ,diawali dengan pertanyaan mengenai kontribusi social reserah, yang dilontarkan oleh salah seorang peneliti. Tanggapan Femi Sumantri bahwa Newton fund multifungsi. Saat ini terdapat bebrapa tema yakni sains, teknologi, seni dan teknik (engineering). UK juga sangat tertarik dengan biodiversitas Berikutnya salah satu peserta acara, Briliant bertanya tentang keberadaan Nota Kesepahaman (MOU) yang bisanya digunakan sebagai instrumen dalam melandasi kerja sama riset. Femi mewakili pihak Newton fund menjawab bahwa MOU tidak menjadi wajib untuk kepentingan aplikasi proposal.



Narasumber terakhir dalam sosialisasi Newton fund, Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si- Peneliti Utama bidang Konservasi Sumberdaya Hutan (KLHK). Hendra memotivasi generasi muda dengan mengatakan “kita tidak perlu berkecil hati, meskipun kita lulusan dari dalam negeri, yang terpenting memiliki kemampuan dalam menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri. Tak lupa Ia berbagi tips usaha mengenai pembuatan proposal dengan mengutamakan 6 hal: 1) hal yang menjadi kepentingan untuk negara kita; 2) penting untuk pembangunan dan pengetahuan; 3) impactnya jelas untuk pengetahuan dan pembangunan; 4) sasarannya untuk peneliti, dosen, mahasiswa dan mahasiswa pasca; kemudian 5) pendanaannya; 6) serta dibutuhkan dukungan dari lembaga. "Setelah proposal kita lolos, agar kita dikenal orang, bekerja dengan baik.



Dengan demikian, kita dapat rekomendasi oleh orang lain,” pungkasnya. Dua pertanyaan yang dilontarkan pada sesi diskusi yang terakhir, diantaranya oleh Dr. Wahyuni, Peneliti Puslit Bioteknologi LIPI yang bertanya tentang kondisi para peneliti dewasa ini yang sering terkerangkeng dengan kompetensi inti. Hendra pun menguraikan pengalamannya. Salah satu yang pernah ia lakukan adalah bagaimana konsep ekologi yang sesuai dengan bidang keahliannya, bisa untuk penelitian Sosial-Ekonomi (Sosek). Singkatnya, ia melanjutkan, bagaimana mensiasati dan mengkaitkan tema penelitian yang berbeda dengan kompetensi inti si peneliti agar tetap berkelindan sehingga diakui hasil penelitiannya. Pertanyaan lainnya yang memungkas sesi diskusi berasal Deden, peneliti dari Puslit Biologi LIPI, kali ini dengan mengutarakan pendapat, “kenyataannya jika belum ada MOU, atau MOU belakangan , maka belum bisa berjalan”. Solusinya, “jika tidak ada MOU, perlu agreement untuk memperkuat, agar kita jangan sampai dirugikan”, tutup Hendra.(Avi Humas)



http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/publication/berita/umum/1844-saatnya-peneliti-muda-membangun-jejaring-di-blantika-riset



155



Buku Inovasi BLI, Kisah Sukses Peneliti Posted by Rizda - 05:00 am, 19. October 2017



FORDA (Serpong, 18/10/2017) Buku inovasi Badan Litbang dan Inovasi (BLI) merupakan success story atau kisah sukses para peneliti. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris BLI, Dr. Ir. Sylvana Ratina, M.Si saat mendampingi tim penyusun Buku 200 Inovasi BLI dalam menggali informasi hasil penelitian yang ada di Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL), salah satu Puslitbang BLI. “Buku inilah yang dibawa-bawa sebagai bukti hasil litbang kita,” kata Sylvana di hadapan peneliti dan teknisi P3KLL di kantor P3KLL Serpong, Banten, Rabu (18/10). Menurut Sylvana, kisah sukses para peneliti BLI berupa inovasi hasil penelitian dan pengembangan jangan didiamkan, melainkan harus diekspose supaya inovasi tersebut diketahui oleh publik dan dapat digunakan. Sebagaimana diketahui, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK telah menerbitkan Buku 100 Inovasi pada tahun 2015 dan Buku



156



150 Inovasi pada tahun 2016 lalu. Tahun ini, 2017, BLI akan kembali menerbitkan buku inovasi dengan target bertambahnya 50 inovasi dari buku sebelumnya, yaitu menjadi 200 inovasi. Untuk itu, Sylvana mengajak para pihak, yaitu peneliti, teknisi dan manajemen lingkup BLI untuk bersinergi dan berkoordinasi dalam penyusunan buku tersebut. “Adalah tugas kami para struktural membantu mempublikasikan success stories tersebut. Sedangkan bagaimana meningkatkan kualitas buku ini adalah tugas kita bersama. Kita berharap inovasi dapat ditampilkan dengan bahasa populer yang menarik,” kata Sylvana. Pada kesempatan tersebut, ketua tim penyusun, Dr. Hendra Gunawan , Peneliti Utama dari Puslitbang Hutan menjelaskan apa dan bagaimana inovasi. Dimulai dari defenisi litbang, Hendra menjelaskan defenisi inovasi menurut para ahli, ciri-ciri dan klasifikasi inovasi serta contohnya.***RH



http://www.forda-mof.org/berita/post/4032



Foto oleh: Sugiarti



Penulis bersama Prita Laura –pembawa acara berita metro tv- ke ka launching dan sosialisasi buku “Sistem Monitoring dan Evaluasi Keanekaragaman Haya di Taman Keha .



BICARA KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI EX SITU, TAMAN KEHATI DAN HUTAN KOTA



KLHK : Taman Kehati tingkatkan keanekaragaman hayati Kamis, 12 Mei 2016 18:46 WIB



pohon, semakin tinggi indeks keanekaragaman hayatinya. Selain itu, lanjutnya, semakin beragam jenis pohon, maka fauna yang ada juga akan semakin beragam. Di Babakan Pari, kami menjumpai sejumlah hewan yang dilindungi termasuk kucing hutan. Ada juga burung raja udang," katanya. Pembangunan Taman Kehati merupakan amanat dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2012. Buku yang disusun para peneliti Pusat Litbang Hutan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk monitoring dan evaluasi pembangunan Taman Kehati. Ilustrasi - Keanekaragaman fauna, sebagai salah satu bagian dari keanekaragaman hayati. (istimewa)



“Indeks keanekaragaman hayati berhasil meningkat mendekati kondisi di hutan alam,”



Jakarta (ANTARA News) - Peneliti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, pembangunan Taman Kehati secara benar dipastikan bisa meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung konservasi flora dan fauna di luar kawasan hutan. "Indeks keanekaragaman hayati berhasil meningkat mendekati kondisi di hutan alam," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan Kementerian LHK Dr Hendra Gunawan, di sela bedah buku "Sistem Monitoring dan Evaluasi Keanekaragaman Hayati Di Taman Kehati" pada Gelar Teknologi Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, di Jakarta, Kamis. Hal itu, menurut dia, merupakan hasil monitoring dan evaluasi di Taman Kehati yang dibangun, produsen air minum dalam kemasan, di Babakan Pari, Sukabumi, Jawa Barat. Luas Taman kehati tersebut 6,5 hektare yang terbagi dua blok yakni di Blok I indeks keanekaragaman hayati meningkat dari 1,69 pada tahun 2010 menjadi 4,14 pada tahun 2014, sementara di Blok II indeks meningkat dari 1,42 pada tahun 2012 menjadi 3,75 pada tahun 2015. "Indeks pada skala 4 sudah cukup bagus. Di hutanhutan Kalimantan, indeks berkisar 7," katanya. Menurut dia, besar kecilnya nilai indeks ditentukan antara lain keragaman jenis pohon di setiap hektarenya, yang mana semakin beragam jenis



158



Sejauh ini telah ada 72 Taman kehati yang dibangun di seluruh Indonesia, sedangka sedangkan produsen air minum dalam kemasan Aqua, telah membangun 18 Taman Kehati dengan luas total mencapai 109 hektare. Kepala Pabrik Aqua Babakan Pari Obrin Sualang menjelaskan, program Taman Kehati yang dijalankan pihaknya adalah bagian dari komitmen pihaknya untuk untuk pelestarian lingkungan di sekitar wilayah operasional "Dengan pembangunan Taman Kehati ini, kami berharap dapat melestarikan flora dan fauna endemik lokal," katanya. Dia melanjutkan, dalam pengelolaan Taman Kehati ini, masyarakat sekitar terlibat aktif dalam proses penanaman dan perawatan. Dalam melakukan proses penanaman dan perawatan tersebut, mereka juga dapat menanam tanaman produktif di lahan pabrik yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menambah sumber pendapatan. Taman Kehati yang dibangun juga juga berfungsi sebagai pusat observasi untuk mengamati flora fauna, bahkan mampu memberi nilai ekonomis kepada masyarakat sekitar. Obrin menuturkan, berkembangnya program Taman Kehati di pelosok Indonesia belum diiringi dengan dengan penerapan pengetahuan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu menurut dia, buku yang disusun oleh Pusat Litbang Hutan kementerian LHK diharapkan bisa menjadi referensi dan standar dalam melakukan sistem monitoring dan evaluasi. Kami juga berharap buku ini dapat bermanfaat untuk edukasi lingkungan dalam pengembangan program Kehati di Indonesia," ujar Obrin. Pewarta: Subagyo Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © ANTARA 2016



https://m.antaranews.com/berita/560446/klhk--taman-kehati-tingkatkan-keanekaragaman-hayati



Bantu Pembangunan Taman Kehati, Peneliti BLI Tulis Buku Sistem Monev Kehati di Taman Kehati “Satu hal yang belum dibuat di tempat lain adalah kita mencoba membuat barcode di papan nama pohon sehingga hanya dengan menggunakan smartphone, kita sorot semua informasi muncul dan bisa dilink ke website. Kami sudah mengaplikasikan di sini,” kata Hendra. Mengapresiasi buku yang ‘laris manis’ dibagikan ke beberapa kabupaten yang membangun taman kehati saat lokakarya taman kehati di Hotel Peninsula beberapa waktu lalu ini, Dr. Agus P. Kartono, dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, pembahas dari sisi fauna mengatakan buku ini telah sesuai dengan peraturan tentang taman kehati untuk mendukung pemantauannya. Namun menurutnya, buku yang sangat bermanfaat ini masih terlalu global. “Oleh karena itu, jika buku yang sangat bagus ini diharapkan bisa digunakan masyarakat umum, seyogyanya pedoman atau petunjuk monitoring ini lebih dirinci kembali berdasarkan target yang diamati,” kata Dr. Agus. FORDA (Jakarta, 12/05/2016) Untuk membantu para pihak dalam pembangunan Taman Kehati, salah satu program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Peneliti Badan Litbang dan Inovasi (BLI), bersama seorang Humas Pusat Konservasi Tumbuhan LIPI menulis buku Sistem Monitoring dan Evaluasi Keanekaragaman Hayati di Taman Kehati. “Buku ini sengaja kami buat untuk membantu para pembangun taman kehati untuk melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) keanekaragaman hayati di Taman Kehati... karena sejak dilaunching tahun 2012 pada Peraturan Menteri Kehutanan pada waktu itu, belum ada pedoman pelaksanaan taman kehati, bagaimana cara membangunnya, dan bagaimana memonitor pembangunannya,” kata Dr. Hendra Gunawan , salah satu penulisnya saat mempresentasikan buku tersebut pada acara Bedah Buku dalam rangkaian kegiatan Gelar IPTEK Hasil Litbang BLI di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis (12/5). Dr. Hendra, peneliti konservasi Sumber Daya Alam pada Puslitbang Hutan ini menjelaskan, sampai tahun ini, ada sekitar 72 Taman Kehati yang telah dibangun para pihak, baik pengusaha maupun pemerintah daerah kabupaten dan provinsi dari 300 Taman Kehati yang ditargetkan KLHK di seluruh Indonesia sampai akhir tahun 2019. “Perusahaan-perusahaan ini bukanlah ahli-ahli keanekargaman hayati dan bukan peneliti. Untuk itu, Badan Litbang mencoba mambantu membuat pedoman yang mudah diaplikasikan. Ini kami rancang bisa dilakukan termasuk oleh lulusan SMA yang kita training 2-3 hari,” kata Dr. Hendra di hadapan para undangan yang hadir dari berbagai kalangan. Isi buku tersebut diawali dengan latar belakang kenapa melakukan monev, tujuan dan apa yang ingin dicapai dengan buku ini. Dr. Hendra menjelaskan tujuan monev Taman Kehati adalah untuk memastikan pembangunan dan pengelolaan Taman Kehati sesuai dengan prinsip dan ketentuan, memberikan manfaat, dan memastikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan rencana dan kriteria yang melibatkan para pihak. Mengingat kemungkinan buku ini akan dipakai oleh orang-orang tidak berlatar belakang kehutanan atau keanekaragaman hayati, pada buku tersebut dibuatkan definisi dan pengertian istilah-istilah sehingga memiliki pemahaman yang sama. “Prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi khususnya keanekaragaman hayati perlu diperhatikan agar data-data yang diperoleh itu valid, yaitu obyektif dan professional, transparan, partisipatif, akuntabel, berorientasi solusi dan terintegrasi,” lanjut Dr. Hendra.



Hal lain yang perlu diperhatikan menurut Dr. Agus adalah penetapan tujuan monitoring yang bisa diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tujuan ilmiah dan tujuan pengelolaan karena ini sangat berbeda. “Oleh karena itu tujuan pemantauan dan evaluasi ini harus ditetapkan secara tegas karena berdasarkan tujuan itu kita bisa mendeskripsikan peubah apa yang harus kita ukur, dimana, kapan dan bagaimana. 4 komponen itu menjadi titik penting dalam pemantauan keanekargaman hayati,” jelas Dr. Agus. “Dengan demikian saya harapkan buku yang sangat bagus ini bisa direvisi dengan menuliskan berbagai metode yang perlu ditambahkan, karena dalam buku ini ada gambar kamera trap, tetapi bagaimana memantau satwa dengan kamera trap belum dijelaskan. Perlu juga dijelaskan bagaimana kelebihan dan kelemahannya,” tambah Dr. Agus. Pembahas lainnya dari sisi flora, Dr. Prijanto Pamoengkas, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB juga mengucapkan selamat dan apresiasinya atas diterbitkannya buku sistem monitoring keanekaragaman hayati khususnya di Taman Kehati ini. “Saya yakin, buku ini akan memperkaya khasanah perbendaharaan terkait pedoman dalam areal konservasi tentang keanekaragaman hayati,” kata Dr. Prijanto yang dilanjutkan dengan penyampaian beberapa catatan sebagai koreksi dan masukan. “Kalau kita perhatikan, struktur penyajian penulisan buku ini, di awal bab penekanannya lebih menekankan kepada aspek monev. Perlu adanya pengkayaan hal terkait pentingnya keanekaragaman hayati di areal pencadangan sumberdaya hayati terutama di taman kehati,” tambah Dr. Prijanto. Di dalam buku ini, menurut Dr. Prijanto, kita dapat melihat bagaimana monitoring itu untuk memvalidasi data/monitoring database yang dimiliki. Itu penting, karena poin-poin database itu akan dipakai sebagai guideline sehingga perlu juga ada monitoring terhadap guideline yang akan dipakai sebagai based management practises. Menurut Dr. Prijanto, keberhasilan pengembangan ini tidak terlepas dari pemilihan jenis yang tepat, penanaman dan pemeliharaan yang intensif, modifikasi tempat tumbuh termasuk disain dari vegetasinya itu, dan penciptaan dari kondisi iklim mikro yang akan mengundang satwa sehingga proses pemencaran berlangsung. “Bagaimana kita mengevaluasi, apakah program penanaman itu mendekati berhasil atau tidak, sudah ada di buku ini. Metode pengambilan datanya sudah ada, hanya perlu tambahan: diversity, growth, struktur vegetasi dan proses-proses ekologisnya.***RH



http://www.forda-mof.org/berita/post/2717



159



Pelatihan Pengelolaan Keaneragaman Hayati Pelatihan ini dalam rangka pengelolaan Taman Kehati yang diikuti oleh 20 peserta dari karyawan 4 Pabrik AQUA di bawah naungan PT. Tirta Investama (AQUA Group). Ke-4 Pabrik tersebut adalah PT. Tirta Investama (TIV) Babakan Pari, TIV Citeureup, TIV Ciherang, dan PT. Aqua Golden Mississippi Mekarsari.



Puslitbang Hutan (Bogor, 05/08/2015)_ Kerjasama antara Puslitbang Hutan dengan PT. Tirta Investama (AQUA Group Danone), salah produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) telah terjalin sejak tahun 2014. Pelatihan Pengelolaan Keaneragaman Hayati ini merupakan konstribusi Iptek Puslitbang Hutan dalam capacity building kegiatan pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) program AQUA Lestari. Hal ini disampaikan Ir. Harisetijono, M.Sc, Kepala Bidang PDTLP, mewakili Kapus Litbang Hutan pada pembukaan Pelatihan Pengelolaan Kehati di Ruang Audiovisual, Gedung Ko n s e r va s i , Ke b u n R a y a B o g o r, R a b u (5/08/2015). Lucy Nawaningtyas, Koordinator Program Regional Barat PT. Tirta Investama (AQUA Group Danone) menyampaikan harapanya kepada para peserta agar dapat mengimplementasikan hasil pelatihanya sehingga proper perusahaan masing-masing dapat meningkat dan sesuai yang ditargetkan.



160



Pelatihan selama 3 hari ini selain pemaparan dari nara sumber dan diskusi pada hari pertama dan kedua, pada hari ketiga dilakukan praktek identifikasi flora dan fauna serta praktek kultur jaringan. Nara sumber dalam pelatihan ini berasal dari peneliti yang pakar terkait dengan keaneragaman hayati dari Puslitbang Hutan dan LIPI. Para pakar tersebut antara lain Dr. Hendra Gunawan, Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc, Dr. Ika Heriansyah, Dra. Marfuah Wardani, MP, Ir. Sugarti, Melani Kurnia Riswanti S.Si, Yupi Isnanini, M.Si, Eka Martha Della Rahayu, M.Si. Jenis-jenis tanaman yang akan ditanam di dalam Taman Kehati di beberapa pabrik AQUA yang berada di Regional Jawa Barat diharapkan selain dapat mendukung konservasi tanah dan air juga merupakan konservasi sumberdaya genetik ex-situ jenis tanaman langka. Lebih jauh lagi diharapkan tanaman langka yang dipilih sesuai dengan program pemerintah sehingga dapat meningkatkan proper perusahaan. Peserta selain mendapatkan materi presentasi para nara sumber juga mendapatkan beberapa buku yang terkait dengan Kehati dan binokuler untuk pengamatan satwa.



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/2195



Taman Kehati Tingkatkan Keanekaragaman Hayati Selasa 24 May 2016 15:43 WIB Red: Dwi Murdaningsih



R E P U B L I K A . C O . I D , J A K A R TA - Pembangunan Taman Kehati diharapkan bisa meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung konservasi flora dan fauna di luar kawasan hutan. Taman Kehati yang dibangun, produsen air minum dalam kemasan, di Babakan Pari, Sukabumi, Jawa Barat. "Indeks keanekaragaman hayati berhasil meningkat mendekati kondisi di hutan alam," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hendra Gunawan, di sela bedah buku "Sistem Monitoring dan Evaluasi Keanekaragaman Hayati Di Taman Kehati belum lama ini. Luas Taman Kehati sekitar 6,5 hektare terbagi dua blok yakni di Blok I indeks keanekaragaman hayati meningkat dari 1,69 pada tahun 2010 menjadi 4,14 pada tahun 2014, sementara di Blok II indeks meningkat dari 1,42 pada tahun 2012 menjadi 3,75 pada tahun 2015. "Indeks pada skala 4 sudah cukup bagus. Di hutan-hutan Kalimantan, indeks berkisar 7," katanya. Menurut dia, besar kecilnya nilai indeks ditentukan antara lain keragaman jenis pohon di setiap hektarenya, yang mana semakin beragam jenis pohon, semakin tinggi indeks keanekaragaman hayatinya. Selain itu, lanjutnya, semakin beragam jenis pohon, maka fauna yang ada juga akan semakin beragam. Pembangunan Taman Kehati merupakan amanat dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2012. Sejauh ini telah ada 72 Taman kehati yang dibangun di seluruh Indonesia. Produsen air minum dalam kemasan Aqua, telah membangun 18 Taman Kehati dengan luas total mencapai 109 hektare. Kepala Pabrik Aqua Babakan Pari Obrin Sualang menjelaskan, program Taman Kehati yang dijalankan pihaknya adalah bagian dari komitmen untuk pelestarian lingkungan di



Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Indah Sari, Tepus, Gunung Kidul, Yogyakarta. Foto: Republika/Wihdan Hidayat



sekitar wilayah operasional. Masyarakat sekitar terlibat aktif dalam proses penanaman dan perawatan. Dalam melakukan proses penanaman dan perawatan tersebut, mereka juga dapat menanam tanaman produktif di lahan pabrik yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menambah sumber pendapatan. Taman Kehati yang dibangun juga berfungsi sebagai pusat observasi untuk mengamati flora fauna, bahkan mampu memberi nilai ekonomis kepada masyarakat sekitar. Obrin menuturkan, berkembangnya program Taman Kehati di pelosok Indonesia belum diiringi dengan penerapan pengetahuan monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, menurut dia, buku yang disusun oleh Pusat Litbang Hutan kementerian LHK diharapkan bisa menjadi referensi dan standar dalam melakukan sistem monitoring dan evaluasi. "Kami juga berharap buku ini dapat bermanfaat untuk edukasi lingkungan dalam pengembangan program Kehati di Indonesia," ujar Obrin. Sumber : antara



https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan-hidup-dan-hutan/16/05/24/o7oax9368-taman-kehati-tingkatkan-keanekaragaman-hayati



161



22 Juni 2016



Laporan Hasil Kegiatan Percepatan Pembangunan



Taman Keanekaragaman Hayati dan Kebun Raya di Jakarta Jakarta, 17 Juni 2016 Bertempat di Hotel Menara Peninsula Jakarta – Kegiatan P e r c e p a t a n P e m b a n g u n a n Ta m a n Keanekaragaman Hayati dan Kebun Raya di hadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Kemendagri, Kapus Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air, Bappenas, Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten/Kota, Badan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Badan Lingkungan Hidup Provinsi, Kabupaten/Kota, Kepala UPTD Kebun Raya Provinsi, Kabupaten/Kota dan LIPI (Daftar Terlampir). Kegiatan dimulai pukul 09.30 Wib yang dibuka oleh Bapak Ir. Antung Deddy Radiansyah, MP selaku Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Sekaligus memberikan materi “Kebijakan Nasional Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Kebijakan Ekosistem Esensial”. Adapun Narasumber terdiri dari : 1. Kasubdit Pelestarian Fungsi Lingkungan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Ibu DR. Sudhiani Pratiwi, ST. MSc yang memberikan materi Strategi Perencanaan Pendanaan Kawasan Ekosistem Esensial. 2. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Kemendagri Bapak Drs. Nyoto Surwignyo. MM membawakan materi Kewenangan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati.



162



3. Joko Ridhowinoto, M.Si selaku Kepala Pusat Tumbuhan Kebun Raya LIPI memberikan materi Pengembangan Kawasan Konservasi Tumbuhan ex Situ dalam bentuk Kebun Raya. 4. Kegiatan dilanjutkan dengan Lesson Learn Taman Keanekaragaman Hayati Provinsi DI Yogyakarta yang dibawakan oleh Bapak Suharyanto (Kepala Badan Lingkungan Hidup DI Yogyakarta). 5. Lesson Learn Kebun Raya Kuningan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kuningan Bapak Bunbun. 6. Hendra Gunawan dan Sugiarti dari PT. Danone Aqua yang membawakan Lesson Learn Taman Keanekaragaman Hayati Aqua Danone Mekarsari. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi oleh para peserta dan narasumber yang hasilnya adalah : 1. Dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI terhadap daerah yang memiliki Taman Keanekaragaman Hayati dan Kebun Raya dan apa yang harus dipersiapkan daerah untuk meningkatkan Taman Kehati dan Kebun Raya (BLH Mesuji Lampung). 2. BLH Kab. Tasikmalaya (Bapak Dadang). Agar Bappenas memberikan rekomendasi ke Bappeda Provinsi, Kab/Kota mendukung anggaran untuk Taman Keanekaragaman Hayati dan Kebun Raya. Kelembagaan yang ada di daerah seharusnya di pimpin oleh esselon III.



3. BLH Kota Palu mengusulkan Kebun Raya Palu pada Tahun 2008 ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, langkah-langkah apa yang harus diambil Pemerintah Kota Palu sehingga terwujudnya Kebun Raya Palu. 4. Kepala Kebun Raya Batu Raden Bapak Prabowo menyampaikan agar status Kebun Raya masuk bagian Provinsi atau Kab/Kota. 5. Alamsyah, Mpd selaku Kepala Balitbangnovda Prov. Sumsel menjelaskan Kebun Raya Sriwijaya Sumsel dirintis dan dibangun Oleh Balitbangnovda Prov. Sumsel sampai sekarang, kelembagaan dipimpin oleh Kepala UPT. Kebun Raya masuk Balitbangnovda Prov. Sumsel diperuntukan sebagai tempat penelitian, pendidikan dan kesehatan. Pengelolaan Kebun Raya di Kab/Kota dilihat dari tingkat kerjaannya harus dipimpin oleh esselon III. Berdasarkan hasil pembahasan para narasumber dan peserta pada acara percepatan pembangunan taman kehati dan kebun raya, merumuskan hal-hal sebagai berikut: 1. Semua pihak menyatakan komitmen untuk pencapaian target 5 Nasional melalui percepatan pembangunan taman keanekaragaman hayati dan kebun raya; 2. Berdasarkan revisi Undang Undang 5 Tahun 1990 tentang konservasi keanekaragaman hayati mengatur pelestarian keanekaragaman hayati yang dilakukan penetapan status perlindungan ekosistem melalui penetapan kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial termasuk Kebun Raya;



3. Penetapan kawasan ekosistem esensial dilakukan melalui penunjukan, meliputi penetapan daerah penyangga kawasan konservasi; koridor ekologis atau ekosistem penghubung; areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT); areal konservasi kelola m a s y a r a k a t ( A K K M ) ; Ta m a n keanekaragaman Hayati dan kawasan ekosistem lainnya termasuk Kebun Raya; 4. Menyepakati percepatan pembangunan Taman keanekaragaman Hayati dan kebun raya bertujuan untuk mencapai target 11 Nasional guna pencapaian 17 persen wilayah daratan dan air; 5. Perlunya kerjasama teknis yang saling mendukung untuk pelaksanaan Taman keanekaragaman Hayati dan kebun raya; 6. Koordinasi, sinkronisasi, kolaborasi dan harmonisasi para pihak (pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat, LSM dan pihak swasta) diperlukan dalam pengelolaan kawasan konservasi ex situ; 7 . Ta n t a n g a n p e n g e l o l a a n Ta m a n keanekaragaman Hayati dan kebun raya antara lain pendanaan, SDM, infrastruktur; 8. Pemetaan urusan harus dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota; 9. Untuk tetap mempertahankan kebun raya di kabupaten/kota, kebun raya harus masuk dalam isu kehati; 10.Kewenangan Kebun Raya diusulkan masuk kedalam urusan bidang lingkungan hidup, sub urusan Keanekaragaman Hayati;



http://www.kebunrayasriwijaya.com/id/laporan-hasil-kegiatan-percepatan-pembangunan-taman-keanekaragaman-hayati-dan-kebun-raya-di-jakarta/



163



KLHK:PembangunanTamanKehati dukungkonservasi Senin, 16 Mei 2016 / 17:42 WIB Menurut Hendra, semakin beragam jenis pohon, maka fauna yang ada juga akan semakin beragam. Di Babakan Pari, pihaknya menjumpai sejumlah hewan yang dilindungi termasuk kucing hutan. "Ada juga burung raja udang," imbuhnya. Pembangunan Taman Kehati merupakan amanat dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2012. Buku yang disusun Hendra dan kawan-kawan peneliti Pusat Litbang Hutan bisa menjadi pedoman untuk monitoring dan evaluasi pembangunan Taman Kehati.



JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengapresiasi pembangunan Taman Kehati yang dilakukan produsen air minuman dalam kemasan Aqua. Pasalnya, pembangunan taman ini dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung konservasi flora dan fauna di luar kawasan hutan. Untuk itu pemerintah mendorong upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan Aqua dan perusahaan lain.



Kepala Pabrik Aqua Babakan Pari Obrin Sualang menjelaskan, program Taman Kehati yang dijalankan Aqua merupakan bagian dari komitmen pihaknya untuk untuk pelestarian lingkungan di sekitar wilayah operasional “Dengan pembangunan Taman Kehati ini, kami berharap dapat melestarikan flora dan fauna endemik lokal,” katanya.



Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan KLHK Hendra Gunawan mengatakan, indeks keanekaragaman hayati saat ini berhasil meningkat mendekati kondisi di hutan alam. Kesimpulan itu diambil setelah melakukan monitoring dan evaluasi di Taman Kehati yang berlokasi di Babakan Pari, Sukabumi, Jawa Barat.



Dia melanjutkan, dalam pengelolaan Taman Kehati ini, masyarakat sekitar terlibat aktif dalam proses penanaman dan perawatan. Dalam melakukan proses penanaman dan perawatan tersebut, mereka juga dapat menanam tanaman produktif di lahan pabrik yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menambah sumber pendapatan.



Luas Taman ini 6,5 hektare (ha) yang terbagi dua blok. Di Blok I indeks keanekaragaman hayati meningkat dari 1,69 pada tahun 2010 menjadi 4,14 pada tahun 2014. Sementara di Blok II indeks meningkat dari 1,42 pada tahun 2012 menjadi 3,75 pada tahun 2015.



Taman Kehati yang dibangun juga juga berfungsi sebagai pusat observasi untuk mengamati flora fauna, bahkan mampu memberi nilai ekonomis kepada masyarakat sekitar.



“Indeks pada skala 4 sudah cukup bagus. Di hutanhutan Kalimantan, indeks berkisar 7,” kata Hendra, Senin (16/5). Ia menjelaskan, besar kecilnya nilai indeks ditentukan antara lain keragaman jenis pohon di setiap hektarenya. Semakin beragam jenis pohon, semakin tinggi indeks keanekaragaman hayatinya.



164



Sejauh ini telah ada 72 Taman kehati yang dibangun di seluruh Indonesia. Sedangkan produsen Aqua, telah membangun 18 Taman Kehati dengan luas total mencapai 109 hektare.



Obrin menuturkan, berkembangnya program Taman Kehati di pelosok Indonesia belum diiringi dengan dengan penerapan pengetahuan monitoring dan evaluasi. Buku yang disusun oleh Pusat Litbang Hutan kementerian LHK diharapkan bisa menjadi referensi dan standar dalam melakukan sistem monitoring dan evaluasi. Reporter: Noverius Laoli Editor: Dikky Setiawan



http://industri.kontan.co.id/news/klhk-pembangunan-taman-kehati-dukung-konservasi



School students get involved in reforesting W. Java industrial park Theresia Sufa The Jakarta Post Bogor, West Java / Sun, November 13, 2016 / 12:02 pm



excels or tualang, and Vatica pauciflora or resak. Cicadas water lover community members and local leaders also joined in the event. Housing 164 companies, the Cicadas industrial zone also encompasses residential areas.



Save the earth: Students from state elementary school SD Negeri 1 Cicadas plant trees on a plot of idle land inside the factory complex of bottled-drinking water PT Aqua Golden Misisipi in Citeureup, Bogor. (JP/Theresia Sufa)



Around 100 students from state elementary school SD Negeri 1 Cicadas have participated in a tree-planting activity at the Cicadas industrial zone in Gunung Putri, Bogor, West Java. Jointly held by the Bogor Forest Development and Research Center at the Environment and Forestry Ministry's (KLHK) Forestry and Innovation Research and Development Agency and bottled-drinking water PT Aqua Golden Mississippi Citeureup Bogor, the program aimed to develop urban forests. It also aimed to spread awareness among company owners in the industrial zone to be more willing to provide plots of land for green spaces. The school students planted 150 trees, which comprised 12 species, on idle land belonging to Aqua Golden Mississippi. They included rare tree species, such as shorea or locally known as meranti, breadfruit or citeureup, Koompassia



KLHK conservation researcher Hendra Gunawan said there should be awareness from local leaders, company owners and all residents on the importance of being active in carrying out tree-planting activities as the Cicadas industrial zone was a highly-populated area, which had high pollution levels. “One person needs two trees to produce oxygen needed for his or her entire life. It's important to plant trees both in residential areas and industrial zones,” said Hendra on Friday. Aqua Golden Mississippi planning director Tatang Sondana said his company allocated a 0.77-hectare area inside its factory complex as a green space. (ebf)



Green campaign: Environmental conservationist Ridwan teaches school students how to plant vegetables in a pot. (JP/Theresia Sufa)



https://www.thejakartapost.com/news/2016/11/13/school-students-get-involved-in-reforesting-w-java-industrial-park.html



165



Bunga Bangkai di Majalengka Bukan Rafflesia Arnoldii, Lalu Apa? Panji Prayitno 18 Okt 2016, 12:32 WIB Tidak hanya di Bengkulu, bunga Rafflesia juga bisa tumbuh di beberapa daerah di Jawa, seperti di Nusakambangan, Pangandaran, Gunung Gede, dan terakhir ditemukan di Kabupaten Kuningan. "Bunga Rafflesia juga banyak jenisnya. Kalau Rafflesia arnoldii itu di Bengkulu dan sekitarnya. Sementara yang di Nusakambangan dan Pangandaran, namanya Rafflesia patma," ucap Hendra. Bunga bangkai berdiameter 50 cm dan tinggi 75 cm itu tumbuh di pekarangan rumah warga milik Uung Mahrudin. (Liputan6.com/Panji Prayitno)



Liputan6.com, Cirebon - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan bunga bangkai yang tumbuh di permukiman warga Desa Andir, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, bukan jenis Rafflesia arnoldii. Peneliti utama bidang Konservasi Pusat Litbang Hutan KLHK RI, Hendra Gunawan, menjelaskan, bunga bangkai yang tumbuh di pekarangan warga merupakan jenis Amorphophallus. "Itu bukan Rafflesia arnoldii, Mas. Memang sih orang sering salah dan ketukar nama," ujar Hendra kepada Liputan6.com, Selasa (18/10/2016). Kesimpulannya didasarkan pada ciri-ciri yang tampak pada bunga bangkai tersebut. "Itu (Amorphophallus) kan jenis suweg yang umum ada di pekarangan," kata dia. Hendra menambahkan, bunga bangkai Rafflesia tidak bisa tumbuh di sembarang tempat. Bunga tersebut memerlukan syarat tumbuh tertentu dan bersimbiosis dengan tumbuhan lain jenis tetrastigma. "Ada yang sampai di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut," ujar Hendra.



166



Dia menerangkan, bunga bangkai biasa umumnya hanya berusia seminggu dan kemudian akan membusuk dengan sendirinya. Bunga bangkai Amorphophallus yang tumbuh di permukiman warga biasanya akan muncul tiap tahunnya. "Amorphophallus yang liar seperti itu tidak tentu. Tetapi untuk yang dipelihara seperti di kebun raya, biasanya setiap tahun mekar," kata Hendra. Pada kesempatan tersebut, dia menyarankan jika masyarakat menjumpai flora atau fauna yang aneh aneh, langka, agar segera menanyakan pada ahli untuk mengonfirmasi kebenaran. "Bisa ke Litbang, atau LIPI agar tidak salah informasi. Kalau memang jenis langka, nanti bisa diteliti dan bisa menjadi temuan baru," kata dia. Sebelumnya, warga Desa Andir, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, dihebohkan dengan tumbuhnya bunga bangkai di pekarangan rumah. Bunga berdiameter 50 cm dan tinggi 75 cm itu tumbuh di pekarangan rumah warga milik Uung Mahrudin. Pemilik rumah mengaku awalnya menanam umbiumbian. Namun, bukan umbi-umbian yang tumbuh, justru muncul bunga bangkai. “Empat hari yang lalu tumbuhnya, Mas. Awalnya saya tidak peduli, saya pikir tumbuhan asing. Tapi lama kelamaan kok aroma bau busuknya menyengat. Setelah saya periksa ternyata bunga bangkai," ujar Uung, pekan lalu.



https://www.liputan6.com/regional/read/2629034/bunga-bangkai-di-majalengka-bukan-rafflesia-arnoldii-lalu-apa



KILAS LINGKUNGAN



Kini Indramayu Punya Rusa dari Bogor RATIH P SUDARSONO 3 November 2017 · 09:36 WIB



https://kompas.id/baca/metro/2017/11/03/kini-indramayu-punya-rusa-dari-bogor/



167



168



https://kompas.id/baca/metro/2017/11/03/kini-indramayu-punya-rusa-dari-bogor/



169



OneManOneTreeJagaKualitasdanKuantitasAir AquaTanam-100-Pohon POSTED ON 28 FEBRUARI 2017 UPDATED ON 1 MARET 2017



mahluk hidup. Fungsi pohon untuk menjaga keseimbangan alam dan juga sebagai tempat hidup berbagai macam mahluk hidup,” ungkap Triadi Lesmono. Hari ini kita melakukan penanaman bukan untuk kita, tapi untuk beberapa tahun kemudian. Dan ini merupakan tanggung jawab kita dengan menanam dan tumbuh untuk generasi kita yang akan datang.



One Man One Tree : Kepala Pabrik PT Aqua Golden Mississipi, Triadi Lesmono saat menanam bibit pohon di area sumber mata air kubang, desa Mekarsari, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/2/2017).



SUKABUMI – Dalam rangka HUT Aqua ke-44 dan program One Man One Tree, PT Aqua Golden Mississipi bersama Puslitbanghut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Pulau Pejantan melakukan penanaman sebanyak 100 bibit pohon langka di Taman Kehati, area sumber mata air Kubang, Desa Mekarsari Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/2/2017). Penanaman pohon tersebut bertujuan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air oleh Volunteer Aqua. 100 pohon langka yang ditanam itu yakni, Artocarpus Elasticus (Teurep), Baccaurea Racemosa (Menteng), Canarium Asperum, Casuarina Sumatrana, Dillenia Indica, Dryobalanops Lanceolata, Elaeocarpus Sphaericus, Koompassia Excela, Lucuma Cainito, Shorea Pinanga, Teijsmanniodendron Bogoriense dan Vatica Pauciflora. Kepala Pabrik PT Aqua Golden Mississippi, (AGM) Triadi Lesmono mengungkapkan, kegiatan bertema ‘One Man One Tree’ ini merupakan upaya dari perusahaan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di lingkungan pabrik. Sesuai tema, penanaman pohon dilakukan secara langsung oleh seluruh karyawan. Satu orang satu pohon. ” Konservasi penanaman “One Man One Tree” Satu Orang Satu Pohon, sari satu pohon untuk semua 170



“Aqua selalu berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui sejumlah program konservasi. Untuk kesuksesannya dalam hal ini AGM bekerja sama dengan Pusat Litbang Hutan Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujarnya.



Foto: Google Earth



Foto bersama karyawan PT Aqua Golden Mississipi



Ditambahkan Triadi, Air nya Aqua adalah air pegunungan dan harus kita jaga. Semakin banyak kita menanam pohon, maka akan semakin terjaga kedepannya untuk air kita yang lebih baik, tambahnya. Dalam kesempatan yang sama, tim Puslitbanghut KLHK Hendra Gunawan , mengatakan bahwa penanaman pohon langka dan dilindungi ini selain untuk menjaga kualitas dan ketersediaan air, juga bertujuan untuk menaikan index Keanekaragam Hayati di wilayah sumber kubang. “Program ini mendapat dukungan juga dari masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Taman Kehati Mekarsari. Akhir pekan ini kami akan mengadakan pelatihan pembuatan Arang kompos dari Bambu untuk kelompok tani di sini, ujar hendra menambahkan.(H-6)



https://haisukabumi.wordpress.com/2017/02/28/one-man-one-tree-jaga-kualitas-dan-kuantitas-air-aqua-tanam-100-pohon/



Siswa SD Belajar Konservasi Di Taman Kehati Sabtu, 18 November 2017 19:09 WIB



"Taman Kehati memiliki fungsi sebagai konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati, sekaligus sarana untuk pendidikan konservasi," kata Hendra. Kepala Bidang Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Erlina mengapresiasi kehadiran Taman Kehati Ciherang, sehingga turut menambah jumlah ruang terbuka hijau di wilayah tersebut. "Pembangunan Taman Kehati ini sifatnya sukarela, tetapi Pemkab Bogor terus mendorong perusahaanperusahaan yang ada untuk membangun Taman Kehati ini," kata Erlina.



Puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri Batu Kembar, Desa Cijerum, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belajar pendidikan konservasi di Taman Kehati Ciherang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/11). (Foto Antara/ Laily Rahmawaty/17).



Taman Kehati memiliki fungsi sebagai konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati, sekaligus sarana untuk pendidikan konservasi. Bogor (Antara Megapolitan) - Puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri Batu Kembar, Desa Cijerum, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belajar pendidikan konservasi di Taman Kehati Ciherang, untuk memperingatai Hari Cinta Puspa dan Satwa, Sabtu. Para siswa diajak mengenal Taman Kehati Ciherang, fungsi maupun tujuan pembangunannya, menanam pohon, sekaligus belajar mengenal berbagai tanaman, dan tumbuhan, termasuk diberi pemahaman tentang bahaya sampah plastik bagi lingkungan. Taman Kehati Ciherang memiliki luas 3,76 hektare berada di dalam area pabrik air minum PT Tirta Investama, berkolaborasi dengan Badan Litbang Kehutanan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pendamping program. Peneliti Utama Badan Litbang Kehutanan dan Inovasi KLHK Hendra Gunawan menjelaskan pembuatan Taman Kehati berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012 sebagai upaya pencandangan sumber daya alam. Taman Kehati memiliki fungsi sebagai penyelamatan berbagai spesies tumbuhan asli/lokal yang memiliki tingkat ancaman sangat tinggi terhadap kelestariannya atau ancaman yang mengakibatkan kepunahan. "KLKH memiliki target 30 Taman Kehati terbangun hingga 2019, di wilayah Kabupaten Bogor sudah ada satu Taman Kehati Ciherang yang dikelola oleh swasta (PT Tirta Investama-red)," kata Hendra. Ia mengatakan KLHK bersinergi dengan PT Tirta Investama mengembangkan Taman Kehati Ciherang, hingga kini tekah memiliki 2.654 tanaman yang termasuk ke dalam 143 spesies, 113 genus, dan 48 famili. Jumlah spesies tanaman di Taman Kehati Ciherang terus mengalami peningkatan karena adanya penanaman dari tahun ke tahun.



Menurutnya tidak banyak perusahaan yang memiliki komitmen kuat dalam upaya pelestarian lingkungan. Karena untuk membangun Taman Kehati perusahaan harus memiliki lahan seluas tiga hektare minimal. "Taman Kehati juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan konservasi, dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk belajar pendidikan lingkungan," kata Erlina. Manajer Bidang Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (CSR) PT Tirta Investama Ciherang, Heri Yunarso menyebutkan Taman Kehati Ciherang telah dirintis sejak tahun 2014 melalui program "Blue Field" meliputi bidang energi, panen air, dan bebas sampah. Total ada enam Taman Kehati yang dibangun. "Taman Kehati Ciherang menanam pohon-pohon lokal yang ada di kawasan Gunung Gede Pangrango," katanya. Taman Kehati Ciherang menjadi komitmen kepatuhan PT Tirta Investama Ciherang dalam melaksanakan perlindungan keanekaragaman hayati. Pembangunannya bertujuan untuk menyelamatkan berbagai spesies tumbuhan asli (lokal) yang memiliki tingkat ancaman sangat tinggi terhadap kelestariannya atau ancaman yang mengakibatkan kepunahannya. Erna Ningsi Guru SDN Batu Kembar, Desa Cijerum, Kecamatan Caringin merasakan manfaat pendidikan konservasi yang diikutinya bersama para murid. Menambah wawasan terutama dalam menanam tumbuhan dan merawatnya. "Sekolah kami cukup luas lahannya, ditumbuhi banyak tanaman pohon keras, kami juga mau ada tanaman bunga seperti yang ada di Taman Kehati," kata Erna. Erna berharap kegiatan pendidikan konservasi terus berlanjut dengan kedatangan pihak KLHK, dan PT Tirta Investama ke sekolah untuk membantu penataan taman di sekolah. "Walau sekolah kami berada di kampung terpencil, tapi SDN Batu Kembar memiliki akreditasi A. Kami sangat ingin pihak terkait hadir membantu membangun taman di sekolah," kata Erna. Pewarta : Laily Rahmawaty Editor: Naryo COPYRIGHT © ANTARA 2017



https://megapolitan.antaranews.com/berita/34897/siswa-sd-belajar-konservasi-di-taman-kehati



171



Puslitbang Hutan Dukung Program “Taman Kehati” Ditjen KSDAE melalui Riset dan Pendampingan Tenaga Ahli Keunggulan lainnya, Puslitbang Hutan juga memasang camera trap di Taman Kehati Aqua Danone Group. Dengan ini, Taman Kehati ini bisa jadi yang pertama dilengkapi camera trap untuk monitoring satwa. Selain itu, aliran permukaan di Taman Kehati Aqua Danone juga dimonitor melalui plot monitoring erosi. S e ba g a i m a n a d i ke t a h u i , a n c a m a n ke p u n a h a n keanekaragaman hayati dan usaha konservasi eksitu merupakan salah satu isu strategis yang dihadapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini. Pembangunan Taman Kehati di setiap kabupaten dan kota merupakan upaya menjawab isu tersebut. P3H (Bogor, 19/03/2017)_Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (Puslitbang Hutan) berkomitmen mendukung program Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) melalui riset dan pendampingan tenaga ahli. Sebagai hasil risetnya, Puslitbang Hutan telah menerbitkan dua buku yang bersifat panduan teknis y a i t u b u k u “ S i s te m M o n i to r i n g d a n E va l u a s i Keanekaragaman Hayati di Taman Kehati” yang telah di launching tahun 2015 dan buku “Membangun Taman, Melestarikan Keanekaragaman” yang rencananya akan dilaunching tahun 2017 ini. Buku ini diterbitkan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang memiliki kapasitas teknis di bidang pembangunan pengelolaan Taman Kehati. Selain menyediakan IPTEK melalui penerbitan buku, P3H juga terlibat langsung dalam pembangunan Taman Kehati bersama para mitra berupa piloting, pendampingan dan bimbingan teknis sumber daya manusia pengelola Taman Kehati. Saat ini ada enam Taman Kehati binaan Puslitbang Hutan dengan tenaga a h l i k e a n e k a r a g a a n h a y a t i , Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Utama Bidang Konservasi Sumberdaya Hutan. Taman Kehati Aqua Danone Group, salah satu binaan Puslitbang Hutan memiliki berbagai keunggulan program. Bahkan mungkin menjadi Taman Kehati yang pertama, yang sudah dilengkapi dengan Pangkalan Data Berbasis Satelit dan pohon-pohonnya telah dipetakan secara geolokasi. Pohon-pohonnya telah dilengkapi papan nama yang berbasis Quick Respond Code (QRCODE) yang dapat langsung terhubung ke pusat data online.



172



Taman Kehati menjadi salah satu indikator kinerja sasaran program peningkatan efektifitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE), KLHK. Dalam masa kerja 2 0 1 5 - 2 0 1 9 , D i t j e n K S DA E m e n e t a p k a n t a rg e t pembangunan Taman Kehati sebanyak 30 unit lembaga. Untuk itu, Direktorat Jenderal KSDAE melalui Direktorat Bina Ekosistem Esensial (BPEE) bekerjasama dan bersinergi dengan Puslitbang Hutan, Badan Litbang dan Inovasi (BLI) dalam menyiapkan dan membangun Taman Kehati, khususnya Taman Kehati yang diinisiasi oleh sektor swasta. Dengan demikian, apa yang telah dilakukan Puslitbang Hutan ini diharapkan dapat mendukung Ditjen KSDAE sebagai pengguna IPTEK internal KLHK. Hal ini mengingat Badan Litbang dan Inovasi memiliki tugas dan fungsi mengakomodasi kebutuhan IPTEK bagi pencapaian indikator kinerja program (IKP) dan indikator kinerja kegiatan (IKK) Eselon I lainnya di KLHK 2015-2019. Secara umum, ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan para pihak. Karena sebagai negara megabiodiversity yang kaya dengan sumber daya alam hayati, mempertahankan keberadaan kekayaan hayati tersebut dari ancaman kepunahan sekaligus harus dapat memanfaatkannya secara lestari untuk mendorong perekonomian adalah tantangan besar.*** Informasi lebih lanjut, hubungi: Dr. Hendra Gunawan Ketua Kelompok Peneliti Konservasi Keanekaragaman Hayati Email: [email protected] Jl. Gunung Batu No. 5, Po. Box. 165, Bogor 16610, Telp. 0251- 8633234, 520067, Fax. 0251 - 8638111



http://www.forda-mof.org/berita/post/3527



Kenali Lingkungan sejak Dini Oleh radbogmin - 20 November 2017 CARINGIN–Memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2017, pabrik Aqua Ciherang memperkenalkan keberadaan Taman Kehati Ciherang serta jenisjenis tumbuhan Indonesia yang dilindungi seperti anggrek dan kantong Semar kepada siswa dan guru sekolah dasar di sekitar Taman Kehati Ciherang. Sebanyak 70 siswa SD Batu Kembar didampingi para guru, berkeliling di Taman Kehati Ciherang, Sabtu (18/11) akhir pekan lalu. Mereka hadir dan mendengarkan penjelasan mengenai keanekaragaman hayati yang disampaikan para ahli dari Puslitbang Hutan dan Kebun Raya Bogor. “Kita perlu memberikan pendidikan lingkungan hidup sejak dini kepada anakanak. Mereka perlu mengetahui lebih jauh tentang flora dan fauna, dimulai dari yang ada di sekitar mereka,” jelas Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Pandji Ksyatriadi. Sementara itu, Kepala Pabrik Aqua Ciherang Vijaya Anggraeni merasa bangga karena terus dilibatkan untuk melestarikan dan memberikan pendidikan lingkungan kepada masyarakat. Tujuan edukasi ini agar dapat lebih mengenal flora dan fauna. Selanjutnya, terbangun kecintaan serta kebanggaan terhadap kekayaan Nusantara tersebut. “Taman Kehati Pabrik Aqua Ciherang ini, merupakan salah satu bentuk komitmen kepatuhan. Terutama dalam melaksanakan perlindungan keanekaragaman hayati,” ujarnya. Pembangunan Taman Kehati ini untuk menyelamatkan berbagai spesies tumbuhan asli Indonesia. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2012 tentang Taman Keanekaragaman Hayati.(don/c)



http://www.radarbogor.id/2017/11/20/kenali-lingkungan-sejak-dini/



173



174



175



Foto oleh: Sugiarti



Mempromosikan Buku Restorasi Ekosistem Gunung Merapi Pasca Erupsi



BICARA RESTORASI EKOSISTEM



 FGDRestorasiEkosistem:KriteriaPenentuanLokasiStrategis Posted by Rizda - 12:00 am, 31. March 2014 bagiIUPHHK-REdiHutanProduksi Menurut Mangarah Silalahi, Kepala Resource Center, Pengembangan RE Burung Indonesia dalam pres rilisnya, penentuan lokasi ini penting karena dapat mengoptimalkan RE. Pengelolaan IUPHHK-RE berpeluang untuk mempertahankan konektivitas bentang hutan alam, mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, pengembangan usaha multi produk dan jasa, mempertahankan ragam manfaat hutan bagi masyarakat luas, mengurangi laju deforestasi dan emisi karbon dari hutan produksi.



178



FORDA (Bogor, 28/03/2014) Burung Indonesia (Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia) bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan kembali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Restorasi Ekosistem (RE), Kamis (27/03) di Ruang Rapat Sudiarto, Kampus Badan Litbang Kehutanan, Gunung Batu, Bogor.



Dengan demikian, FGD RE ke-2 ini dapat merekomendasikan kebijakan berupa kriteria dalam penentuan lokasi IUPHHK-RE ideal yang sejalan dengan tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 tahun 2008 dan konsep pengelolaan hutan berbasis ekosistem yang dimandatkan dalam UU No. 41 tahun 1999.



FGD RE yang diikuti sekitar 60 orang dari berbagai instansi/lembaga terkait ini membahas Kriteria Penentuan Lokasi Strategis bagi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) di Hutan Produksi. Topik ini terkait dengan alokasi areal seluas 2.695.026 hektar bagi IUPHHK-RE dari 14,57 juta hektar hutan alam produksi yang telah dicadangkan pemanfaatannya.



Terkait hal itu, Dr. Putera Phartama, M.Sc., Plt. Kepala Badan Litbang Kehutanan dalam sambutannya saat membuka diskusi tersebut menyampaikan keyakinannya bahwa restorasi ekosistem ini akan menjadi mainstraim pembangunan kehutanan di Indonesia. “Menurut saya, restorasi ekosistem ini merupakan agenda sangat penting ke depan,” kata Putera.



Beberapa kriteria yang dihasilkan dari diskusi ini, antara lain lokasi RE harus sesuai dengan identitas, fungsi dan proses pemulihan yang berbasis ekosistem; harus dapat menampung kawasan dengan ekosistem rentan (pulaupulau kecil dan HCVF); merupakan habitat flora dan fauna langka dan dilindungi; dan mempunyai kemendesakan yang tinggi terkait dampak negatif pada lingkungan sekitarnya; serta mempunyai konektifitas dengan hutan utuh dan kawasan konservasi. Areal RE juga harus merupakan areal yang kompak, tidak terpencil dan memiliki akses yang memadai, dengan potensi konflik yang dapat diatasi.



Terlebih, restorasi ekosistem ini juga sangat relevan dengan target-target jangka menengah 5 tahun ke depan yang menurutnya beberapa memang sangat bombastis, seperti spesies terancam punah berkurang hingga 20 jenis dan nilai eksport HHBK meningkat menjadi 5 triliun rupiah, karena restorasi juga menyangkut HHBK dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, menurut Putera, FGD ini merupakan sebuah langkah antisipatif dan sangat strategis. “Nanti ketika restorasi menjadi mainstraim di pengelolaan kehutanan, segalanya sudah siap,” tambah Putera



sebelum membacakan 8 point resume FGD RE I yang menjadi acuan diskusi kali ini, antara lain perlunya perubahan paradigma pengelolaan hutan alam produksi berbasis kayu menjadi berbasis sumber daya alam dan ekosistem melalui restorasi ekosistem; dan perlunya mengatasi perbedaan pemahaman dan tantangan implementasi restorasi ekosistem. FGD II-2014Hadir sebagai narasumber pada acara tersebut, yaitu Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Ir. Adi Susmianto, M.Sc. yang memaparkan Aspek-aspek Restorasi Ekosistem dan Direktur BRPUK (Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan), Ditjen BUK, Ir. Drasospolino, M.Sc yang menyampaikan Kriteria Calon Areal IUPHHK-RE dalam Hutan Produksi yang dimoderatori oleh Ir. Wahyudi Wardoyo, M.Sc., mantan Kepala Badan Litbang Kehutanan yang saat ini aktif di The Nature Conservancy (TNC).



dengan diskusi terfokus yang difasilitasi oleh Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Badan Litbang Kehutanan. Di akhir acara, dilakukan pembacaan draf rumusan oleh tim perumus (Pokja Litbang, Burung Indonesia dan Fasilitator) di hadapan peserta yang hadir dari berbagai kalangan, antara lain intern Kemenhut (BRPUK, peneliti Litbang Kehutanan, PHKA, Planologi Kehutanan, Pusdal), akademisi, NGOs (Burung Indonesia, TNC, Tropenbos Int. Indonesia, JICA-RECA), dan swasta (PT. R H O I , P T. R M U , P T. R i m b a R a y a Conservation) serta media. IUPHHK Restorasi Ekosistem Luas hutan alam produksi Indonesia saat ini sekitar 73,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 35,04 juta hektar telah mendapatkan izin pemanfaatan yang termasuk di dalamnya izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 480.093. Kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi diawali dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No. SK.159/MenhutII/2004 tentang Restorasi Ekosistem di hutan produksi. Melalui kebijakan tersebut, kegiatan restorasi ekosistem dapat dilakukan di hutan produksi dalam kerangka IUPHHK-RE.



Dalam paparannya, Kepala Puskonser “menawarkan” prinsip umum restorasi yang perlu dicermati bersama, antara lain biodiversity, connectivity, produkctivity, dan sustainablity dan 5 aspek teknis yang perlu diperhatian dalam melakukan suatu RE HP, yaitu sejarah lokasi, tipologi ekosistem bahkan tipologi sub ekosistem, tipologi sosial sekitar lokasi, kapasitas pengelola lapangan dan intensitas petugas di lapangan yang menjadi salah satu rumusan dari FGD tersebut. Setelah mendengarkan paparan para narasumber, topik tersebut diulas dari aspek praktis oleh Dr. Sukianto Lusli, Presdir PT. HBI dan aspek akademis oleh Dr. Ir. Bahruni, Fahutan IPB & Prof.Dr. Haryadi Kartodiharjo, Guru Besar Kehutanan IPB dan dilanjutkan



Berdasarkan PP 6/2007 jo PP 3/2008, restorasi ekosistem merupakan upaya untuk mempertahankan fungsi dan keterwakilan ekosistem hutan alam melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan. IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada kawasan produksi yang memiliki ekosistem penting dengan mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.*** Reporter: Risda Hutagalung http://www.forda-mof.org Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1681



179



UNESCOSupportstheStrategicEnvironmentalAssessment toConservetheTropicalRainforestHeritageofSumatera 29.09.2014 - UNESCO Office in Jakarta



Forestry reminded participants that physical development inside protected areas could not be denied, however it should have careful management systems in place to minimize impact on environment. In these opening sessions, the representative of North Sumatra Governor, Dr. Hidayati said about how to synergize between human and environmental concerns for sustainable development. She outlined the Strategic Environmental Assessment will reduce spatial development conflict.



The workshop was attended by 104 participants including key stakeholders from Ministry of Forestry, Coordinating Ministry of People’s Welfare, Ministry of Public Works, Ministry of Foreign Affairs, Ministry of Environment, National Parks, Local Government (province and district), NGOs that specifically work in TRHS, IUCN, Danida and media representatives. The workshop addresses key concerns of main stakeholders regarding the planned road construction with reference to the WHC’s Decision 38 Com 7A.28 putting TRHS in Danger List. The workshop was officially opened by the Chairman of Indonesia National Commision for UNESCO, Prof. Arief Rachman, who remarked that Indonesian Government has a high responsibility to comply with its promise in maintaining the TRHS as a natural world heritage with Outstanding Universal Value. The Chairman for Indonesia World Heritage Task Force, Dr. Haswan Yunas highlighted how the the management of the TRHS could be realized in a sustainable and benefecial manner to improve the welfare of the community in and around TRHS area. Mr. Hartono, the Director of Conservation and Protected Areas from Ministry of



Dr. Shahbaz Khan, the Deputy Director and Senior Program Specialist for Ecological and Earth Science UNESCO Jakarta Office delivered a presentation in which he introduced the project titled “Building a Resilient Tropical Rainforest Heritage of Sumatra for Climate Change Mitigation and Biodiversity Conservation” projects. The duration of the project is 24 months and it involves key stakeholders including the Indonesia World Heritage Task Force (Pokja Warisan Dunia). Main partner institutions of the project are Ministry of Forestry, Ministry of Public Works, Ministry of Foreign Affairs, Coordinating Ministry of People’s Welfare, and Ministry of Environment. The project activities consist of Inception Workshop, Support for SEA, and SEA dissemination and Monitoring. Within this project, UNESCO is requesting proposals for Legal Status Analysis of the Road Development Planned in TRHS, Socio-economic Impact Assessment, Ecological Impact Assessment leading to integrated SEA. Mr. Pecth Manopawitr the Deputy Southeast Asia Group of IUCN gave remarks on TRHS Environmental Assessment and World Heritage. He emphasized that Strategic Environmental Assessment (SEA) is a win-win solution for development and conservation, preserving Outstanding Universal Value (OUV) of World Heritage site as a basis for decision making.



180



conflict, livelihood and income of local community. Road development has a complex problem both in socio-economic or political aspects. Key questions on road development are; what was the urgency on road development? And how road development will accommodate local communities to reach their interest?



The technical aspects and regulation of the road construction planned in TRHS was presented by the Head of Environmental and Road Safety Engineering from Ministry of Public Works, Dr. Maulidya Indah Junica. She explained about the current condition of national roads crossing TRHS. She highlighted that the new proposed plan roads in TRHS are not national road. New proposed plan roads should have a MoU between Ministry of Public Works, Local Goverments and National Parks. However Mr. Alfiansyah from Jambi’s Regional Development Planning Agency said that new proposed plan roads need to be developed to provide evacuation routes to enable the population of the Kerinci Valley to escape the impacts of natural disaster – in particular volcanic eruption, floods and earthquakes.



The final presentation was from Dr. Peter Oksen, from Danida Environmental Support Programme. He was talking about Strategic Environmental Assessment (SEA) program in Indonesia. He emphasized the need for the improvement of Indonesia’s SEA practice and capacity, making SEA as a useful policy dialogue tool for decision-makers. As a tool for policy dialogue, SEA should be precise, short, and based on analyses of data and should feed into planning process. In the rest of the workshop, participants were grouped in three groups which discussed about the socio-economical impact of roads construction, ecological impact and legal status of the road development planned in Tropical Rainforest Heritage of Sumatra. This discussion would be a valuable input for the next step of the project. The official closing for this event was delivered by Dr. Shahbaz Khan who emphasized UNESCO will support the Government of Indonesia to carry out a Strategic Environmental Assessment (SEA) of the cumulative effects of all road development plans in the Bukit Barisan Mountain area which is part of the TRHS area. The SEA will also identify alternative transport options for the region that do not adversely impact the property’s Outstanding Universal Value, including improved maintenance of existing legal roads. The result of SEA will be submitted to the World Heritage Centre as the inputs for TRHS management and strategy for its removal from the In Danger list. Further information: Shahbaz Khan, Deputy Director and Head of Environmental Science Unit ([email protected]) (Link : Sumatra Rainforest In Danger by The Jakarta Post)



Overviews of TRHS’s key species were delivered by Orangutan Information Center (OIC), Harimau Kita, Yayasan Badak Indonesia (YABI) and Veterinary Society for Sumatran Wildlife (Veswic). They gave detailed outline about the negative impact of roads development through protected areas for wildlife. Dr. Hendra Gunawan from FORDA also confirmed when roads are developed inside protected areas, they fragment habitat of species (both flora and fauna). Needs of road development cannot be avoided but we need to minimize the impacts. Analysis of the socio-economical impact of the proposed road development through protected area was delivered by Dr. Fadjri Alihar from Center of Population Research, Indonesian Institute of Science (LIPI). Socio-economic factors that should be addressed are land ownership, kinship of local community, local community settlement patters, social http://www.unesco.org/new/en/jakarta/about-this-office/single-view/news/unesco_supports_the_strategic_environmental_assessment_to_co/



181



Bedah Buku: Restorasi Ekosistem Merapi Pasca Erupsi Posted by priyo - 11:00 pm, 23. November 2014



Lestari Tata dan Sukaesih Prajadinata. Merapi mempunyai nilai yang penting karena merupakan penyangga kehidupan bagi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Saat ini kawasan Merapi mengalami degradasi yang disebabkan oleh bencana alam dan kegiatan perambahan. Merapi merupakan gunung paling aktif di Indonesia, dengan periodisasi letusan relatif pendek 3-4 tahun yang menyebabkan ekosistem di Merapi. Untuk mengembalikan fungsi Merapi, maka diperlukan adanya restorasi yang sesuai dengan kondisi di kawan Merapi. “Oleh karenanya kami menyambut baik upaya Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah menerbitkan buku Restorasi Ekosistem Pasca Erupsi” kata Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya pada buku.



FORDA (Yogyakarta, 19/11/2014). Restorasi Ekosistem Merapi Pasca Erupsi merupakan satu-satunya buku yang dibahas dari 22 judul buku yang diluncurkan dalam rangkaian acara Seminar Nasional Benih Unggul untuk Hutan Tanaman, Restorasi Ekosistem dan Antisipasi Perubahan Iklim pada Rabu (19/11) di Auditorium LPP, Yogyakarta. “Buku ini ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan selama dua tahun dan kajian referensi yang relevan serta ditelaah oleh ahli ekologi” demikian tertulis dalam kata pengantar buku oleh tim penulis yang terdiri dari Hendra Gunawan, Sugiarti, Marfuah Wardani, M. Hesti 182



Penulisan buku ini bertujuan untuk: (1) memberikan pemahaman tentang kondisi ekosistem hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), (2) pemahaman tentang dampak erupsi terhadap ekosistem, vegetasi dan satwa di TNGM; (3) memberikan informasi hasil-hasil penelitian dan aplikasinya dalam kegiatan restorasi ekosistem TNGM; (4) menampilkan deskripsi ekologi jenis-jenis pohon asli Gunung Merapi; dan (5) menjadi panduan bagi manajemen dalam pelaksanaan restorasi ekosistem. Buku dibagi dalam tujuh bab, yaitu Pendahuluan, Karakteristik Ekosistem Gunung Merapi, Dampak Erupsi Gunung Merapi, Suksesi Alam dan Ancaman Invasi Spesies Asing, Restorasi Ekosistem, Teknik



Koleksi Herbarium dan Pertelaan Jenis-Jenis Pohon Asli untuk Restorasi Ekosistem Gunung Merapi. Salah satu penyebab degradasi di kawasan Merapi yaitu ancaman invansi spesies asing (alien species) jenis Acacia decurens. “Acacia decurens mungkin primadona untuk tanaman produksi, tapi menjadi haram untuk kawasan konservasi” jelas Hendra Gunawan, salah satu penulis buku. Acacia decurens mampu tumbuh secara cepat dan invasif di areal rusa akibat erupsi dengan kerapatan mencapai 2.697 individu/Ha. Lebih lanjut Hendra mengatakan bahwa Acacia decurens menjadi sesuai yang menakutkan bagi konservasi karena akan merambah kawasan konservasi, namun ternyata Acacia decurens hanya tumbuh pada kawasan yang kosong. Buku juga membagi kawasan pasca erupsi TNGM dalam empat zonasi restorasi yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan dan tidak terkena erupsi. Dalam acara bedah buku tersebut hadir Prof. Dr. Djoko Marsono, dari Fakultas Kehutanan UGM sebagai pengulas buku. “Sebenarnya materi dalam buku ini penting, buku ini 120 halaman, halaman 1-37 mengenai restorasi, halaman 37-38 mengenai pelibatan masyarakat dan sisanya teknik herbarium” ungkap Djoko Marsono dalam ulasannya. Lebih lanjut Djoko mempertanyakan apakah buku ini mengenai restorasi atau herbarium, karena restorasi hanya dibahas dalam buku



sebanyak 30% sedang 70% sisanya mengenai teknik herbarium. Dosen Ekologi Hutan tersebut juga mengingatkan bahwa ekosistem merapi tidak semuanya hutan, ada juga yang padang rumput. “Dalam deskripsi mengenai flora fauna luasan lengkap, namun deskripsi tentang kawasan yang kena erupsi tidak ada” jelas Djoko. “Dalam restorasi Merapi halaman 24, metode masing-masing tidak diikuti. Termasuk pembagian kawasan dalam empat zona, tapi tidak dijelaskan kriterianya apa, dengan alasan bukan bidang atau kepakaran penulis” imbuh Djoko. Lebih lanjut Djoko menjelaskan zonasi yang ada dalam buku menyulitkan pembaca, karena dalam setiap taman nasional itu ada jenis zonasi-zonasi lain. Tipe-tipe ekosistem juga ada beberapa, jika hanya beberapa jenis tidak lengkap. Yang dibahas disini hanya dari zona rimba, padahal ada zona rumput dll. “Jenis-jenis yang diuraikan untuk restorasi, namun bila dikembalikan ke definisi restorasi maka artinya dikembalikan keadaaan semula, maka tidak akan kembali tapi menuju ke rehabilitasi” jelas Djoko. Dalam akhir ulasannya Djoko Marsono menyarankan perlunya banyak perbaikan karena banyak hal yang masih perlu dipertimbangkan karena belum banyak diulas. Prof. Dr. Naiem, sebagai moderator bedah buku menyimpulkan perlunya menggunakan metode yang lebih detail dan gamblang dalam upaya restorasi. ***(TS)



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1919



183



FGD Restorasi Ekosistem: Kriteria Penentuan Lokasi Strategis bagi IUPHHK-RE di Hutan Produksi dan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, menurut Putera, FGD ini merupakan sebuah langkah antisipatif dan sangat strategis. "Nanti ketika restorasi menjadi mainstraim di pengelolaan kehutanan, segalanya sudah siap," tambah Putera sebelum membacakan 8 point resume FGD RE I yang menjadi acuan diskusi kali ini, antara lain perlunya perubahan paradigma pengelolaan hutan alam produksi berbasis kayu menjadi berbasis sumber daya alam dan ekosistem melalui restorasi ekosistem; dan perlunya mengatasi perbedaan pemahaman dan tantangan implementasi restorasi ekosistem.



Illustrasi



FORDA (Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia) bekerjasama dengan Badan Litbang Kehutanan kembali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Restorasi Ekosistem (RE). FGD RE yang diikuti sekitar 60 orang dari berbagai instansi/lembaga terkait ini membahas Kriteria Penentuan Lokasi Strategis bagi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) di Hutan Produksi. Topik ini terkait dengan alokasi areal seluas 2.695.026 hektar bagi IUPHHK-RE dari 14,57 juta hektar hutan alam produksi yang telah dicadangkan pemanfaatannya. Beberapa kriteria yang dihasilkan dari diskusi ini, antara lain lokasi RE harus sesuai dengan identitas, fungsi dan proses pemulihan yang berbasis ekosistem; harus dapat menampung kawasan dengan ekosistem rentan (pulau-pulau kecil dan HCVF); merupakan habitat flora dan fauna langka dan dilindungi; dan mempunyai kemendesakan yang tinggi terkait dampak negatif pada lingkungan sekitarnya; serta mempunyai konektifitas dengan hutan utuh dan kawasan konservasi. Areal RE juga harus merupakan areal yang kompak, tidak terpencil dan memiliki akses yang memadai, dengan potensi konflik yang dapat diatasi. Menurut Mangarah Silalahi, Kepala Resource Center, Pengembangan RE Burung Indonesia dalam pres rilisnya, penentuan lokasi ini penting karena dapat mengoptimalkan RE. Pengelolaan IUPHHK-RE berpeluang untuk mempertahankan konektivitas bentang hutan alam, mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, pengembangan usaha multi produk dan jasa, mempertahankan ragam manfaat hutan bagi masyarakat luas, mengurangi laju deforestasi dan emisi karbon dari hutan produksi. Dengan demikian, FGD RE ke-2 ini dapat merekomendasikan kebijakan berupa kriteria dalam penentuan lokasi IUPHHK-RE ideal yang sejalan dengan tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 tahun 2008 dan konsep pengelolaan hutan berbasis ekosistem yang dimandatkan dalam UU No. 41 tahun 1999. Terkait hal itu, Dr. Putera Phartama, M.Sc., Plt. Kepala Badan Litbang Kehutanan dalam sambutannya saat membuka diskusi tersebut menyampaikan keyakinannya bahwa restorasi ekosistem ini akan menjadi mainstraim pembangunan kehutanan di Indonesia. "Menurut saya, restorasi ekosistem ini merupakan agenda sangat penting ke depan," kata Putera. Terlebih, restorasi ekosistem ini juga sangat relevan dengan targettarget jangka menengah 5 tahun ke depan yang menurutnya beberapa memang sangat bombastis, seperti spesies terancam punah berkurang hingga 20 jenis dan nilai eksport HHBK meningkat menjadi 5 triliun rupiah, karena restorasi juga menyangkut HHBK



184



Hadir sebagai narasumber pada acara tersebut, yaitu Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Ir. Adi Susmianto, M.Sc. yang memaparkan Aspek-aspek Restorasi Ekosistem dan Direktur BRPUK (Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan), Ditjen BUK, Ir. Drasospolino, M.Sc yang menyampaikan Kriteria Calon Areal IUPHHK-RE dalam Hutan Produksi yang dimoderatori oleh Ir. Wahyudi Wardoyo, M.Sc., mantan Kepala Badan Litbang Kehutanan yang saat ini aktif di The Nature Conservancy (TNC). Dalam paparannya, Kepala Puskonser menawarkan prinsip umum restorasi yang perlu dicermati bersama, antara lain biodiversity, connectivity, produkctivity, dan sustainablity dan 5 aspek teknis yang perlu diperhatian dalam melakukan suatu RE HP, yaitu sejarah lokasi, tipologi ekosistem bahkan tipologi sub ekosistem, tipologi sosial sekitar lokasi, kapasitas pengelola lapangan dan intensitas petugas di lapangan yang menjadi salah satu rumusan dari FGD tersebut. Setelah mendengarkan paparan para narasumber, topik tersebut diulas dari aspek praktis oleh Dr. Sukianto Lusli, Presdir PT. HBI dan aspek akademis oleh Dr. Ir. Bahruni, Fahutan IPB & Prof.Dr. Haryadi Kartodiharjo, Guru Besar Kehutanan IPB dan dilanjutkan dengan diskusi terfokus yang difasilitasi oleh Dr. Hendra Gunawan, Peneliti Badan Litbang Kehutanan. Di akhir acara, dilakukan pembacaan draf rumusan oleh tim perumus (Pokja Litbang, Burung Indonesia dan Fasilitator) di hadapan peserta yang hadir dari berbagai kalangan, antara lain intern Kemenhut (BRPUK, peneliti Litbang Kehutanan, PHKA, Planologi Kehutanan, Pusdal), akademisi, NGOs (Burung Indonesia, TNC, Tropenbos Int. Indonesia, JICA-RECA), dan swasta (PT. RHOI, PT. RMU, PT. Rimba Raya Conservation) serta media. IUPHHK Restorasi Ekosistem Luas hutan alam produksi Indonesia saat ini sekitar 73,9 juta hektar. Dari luasan tersebut, sekitar 35,04 juta hektar telah mendapatkan izin pemanfaatan yang termasuk di dalamnya izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 480.093. Kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi diawali dengan terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan No. SK.159/Menhut-II/2004 tentang Restorasi Ekosistem di hutan produksi. Melalui kebijakan tersebut, kegiatan restorasi ekosistem dapat dilakukan di hutan produksi dalam kerangka IUPHHK-RE. Berdasarkan PP 6/2007 jo PP 3/2008, restorasi ekosistem merupakan upaya untuk mempertahankan fungsi dan keterwakilan ekosistem hutan alam melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan. IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada kawasan produksi yang memiliki ekosistem penting dengan mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.



http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=&idBerita=3818



Ak itas sebagai ketua Komunitas Fotografi FORDA



TENTANG KOMUNITAS FOTOGRAFI FORDA



Fotografi dalam Riset, Lebih dari Sekedar Hobi Posted by Editor - 12:00 am, 26. July 2013



KFF dibentuk sebagai wadah pembelajaran fotografi untuk menghasilkan visualisasi kegiatan dan hasil riset yang lebih baik untuk peningkatan kualitas diseminasi hasil litbang. Syarat untuk menjadi anggota KFF adalah warga Badan Litbang Kehutanan.



FORDA (Bandung, 25/07/13)_Dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di era teknologi informasi saat ini, fotografi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap aktivitas. Sebaik dan sebagus apapun kegiatan yang dilakukan, tanpa didokumentasikan dan kemudian disampaikan kepada pihak terkait, maka makna dan manfaat kegiatan itu hanya berhenti pada waktu, orang dan lokasi kegiatan tersebut berlangsung. Kegiatan riset pun tidak terlepas dari aktivitas fotografi sebagai metode pendokumentasian proses maupun hasilnya. Tanpa dokumentasi dan diseminasi yang baik, riset hanya akan berhenti sebagai sebuah aktivitas, tidak mempunyai makna apalagi manfaat. Di sini jelas terlihat, bahwa peran fotografi jauh dari sekedar aktivitas hobi. Badan Litbang Kehutanan mempunyai tugas menyelenggarakan litbang bidang kehutanan termasuk penyebarluasan hasil-hasilnya kepada pengguna internal dan eksternal Kementerian Kehutanan. Untuk menjalankan tugas tersebut dengan baik, harus tersedia dokumentasi kegiatan dan hasil riset yang berkualitas.



Deklarasi KFF dibacakan oleh Ir. Tri Joko Mulyono, MM., Sekretaris Badan Litbang Kehutanan dan ditandatangani oleh 5 (lima) perwakilan kelompok, yakni wakil struktural (Sekretaris Badan), wakil peneliti (Dr. Hendra Gunawan), wakil teknisi (Wendra S. Manik, S.Hut.), wakil fungsional umum (Cahyo Riyadi, S.Hut.) dan wakil purnatugas (Dr. Boen M. Purnama). Dalam deklarasi ini sekaligus diluncurkan logo KFF yang didesain oleh S. Agung Sri Rahardjo, S.Hut., MT, peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Sampai dengan berita ini ditulis, tercatat sebanyak 67 orang telah mendaftar online sebagai anggota KFF. Warga Badan Litbang Kehutanan lainnya yang berminat menjadi anggota KFF dipersilakan mendaftar secara online pada link yang disampaikan dalam milis litbang dengan subjek KFF Registration Online. Agenda KFF selanjutnya akan dibahas setelah Rakornis 2013.(DP)***



Didasari semangat untuk saling mendukung dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan menghasilkan ini foto yang berkualitas untuk visualisasi kegiatan riset dan diseminasi hasilnya, dalam Rakornis Badan Litbang Kehutanan tahun 2013 hari kedua, 24 Juli 2013, dideklarasikan Komunitas Fotografi FORDA (KFF). 186



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1407



Capacity Building, KFF Bekerjasama dengan ICRAF Selenggarakan Fun Bike dan Photo Hunting Posted by Rizda - 12:00 am, 09. December 2013



kerjasama ini tidak berhenti di sini, bukan hanya dalam rangka 100 tahun litbang kehutanan Indonesia dan 20 tahun ICRAF di Indonesia, tetapi bisa tetap saling berkomunikasi, dan bersinergi dalam rangka memajukan fotografi kita,” kata Tri Joko. Menyambut baik hal tersebut, Dr. Suyanto mewakili Regional Coordinator ICRAF setuju bahwa kerjasama ini bisa ditingkatkan, bukan hanya dalam rangka ulang tahun. Suyanto menyampaikan sukacitanya atas terselenggaranya acara ini karena dapat meningkatkan wawasan dan kecintaan kita terhadap lingkungan melalui fotografi sekaligus mengucapkan selamat atas terbentuknya Komunitas Fotografi FORDA.



FORDA (Bogor, 08/12/2013) Guna Capacity Building, bekerjasama dengan ICRAF (World Agroforestry Centre), Komunitas Fotografi FORDA (KFF) menyelenggarakan acara Fun Bike & Photo Hunting dalam rangka 100 tahun litbang kehutanan Indonesia dan 20 tahun ICRAF beroperasi di Indonesia, Sabtu (07/12) di Bogor. Agenda pada acara tersebut mencakup Fun Bike, sambutan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan dan Perwakilan ICRAF, penyerahan ID Card secara simbolik oleh Ketua KFF kepada anggota KFF yang diwakili Tri Joko, Ahmad Fauzi dan Rufi’i, photo hunting dan kontes foto. Sebelum photo hunting, peserta dibekali materi capacity building tentang teori dasar fotografi oleh narasumber dan diakhiri dengan pemilihan foto terbaik oleh Sony, praktisi foto dari Sony Photography & Co. Berangkat dari Kampus Litbang Kehutanan, Gunung Batu Pasir Mulya - Perumahan Selakopi -Sindang Barang Jero - Jl. CIFOR - Kandang Rusa - dan berakhir di Pusat Informasi Hutan Penelitian (HP) Dramaga acara ini diikuti sekitar 76 peserta dari berbagai institusi, seperti FORDA (Badan Litbang Kehutanan), ICRAF, YKII (Yayasan Keluarga Istimewa Indonesia), Zoom Infotek dan Megatower. Mengawali sambutannya, Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Ir. Tri Joko Mulyono, MM menyampaikan bahwa litbang memerlukan upaya diseminasi, penyaluran hasil penelitian supaya lebih dikenal oleh para stakeholdernya. Salah satu sarana publikasi diseminasi tersebut adalah melalui foto maupun video. “Terkait kebutuhan ini, KFF perlu berusaha menjawab kebutuhan litbang tersebut, terlebih KFF melibatkan segenap unsur Badan Litbang Kehutanan, baik PNS aktif maupun pensiunan. Dengan acara ini mari kita eratkan ikatan persaudaraan kita dan kita tingkatkan kapasitas fotografi melalui narasumber,” kata Tri Joko di Pusat Informasi HP Dramaga. Tri Joko juga mengucapkan terimakasih kepada ICRAF atas dukungan terselenggaranya kegiatan ini. “Kami berharap



KFF Fun Bike & Photo HuntingICRAF sangat mendukung agar hasil-hasil fotografi ini dapat berguna untuk diseminasi dan publikasi hasil penelitian. “Oleh karena itu, melalui capacity building pada kegiatan ini, diharapkan kecintaan fotografi tersebut bisa ditingkatkan ke profesional,” harap Suyanto. Setelah sambutan kedua belah pihak, Sekbadan dan perwakilan ICRAF saling bertukar souvenir. Ir. Tri Joko Mulyono, MM memberikan kenang-kenangan, berupa topi dan rompi berlogo KFF kepada Dr. Suyanto. Selanjutnya, untuk meningkatkan kapasitas anggota KFF, Sony, narasumber menjelaskan beberapa teori dasar fotografi, antara lain 3 pendekatan dalam menghasilkan sebuah foto yang menarik, 3 komposisi foto, 3 elemen foto type SLR, dan 4 elemen komposisi foto. Sony menyebutkan bahwa yang terpenting dari sebuah foto adalah komposisi dan elemennya, lebih dari teknik dan gearnya. “Untuk menjadi fotografer, kita perlu belajar, memahami dan melatih kemampuan kita menangkap moment sehingga kita semakin berpengalaman. Keep shooting, selalu bawa kamera dan terus membuat karya yang bagus,” pesan Sony memotivasi peserta. Di akhir acara, Sony memilih 4 foto terbaik dari 31 foto hasil photo hunting yang masuk ke panitia. Juara favorit berjudul Akar kehidupan; juara 3: Regeneration oleh Hendra Gunawan (FORDA); juara 2: Deep root oleh Retno (ICRAF), komposisinya bagus dan diekspose dengan sangat bagus; dan juara 1: Late Breakfast oleh Sidik (Zoom infotek), fotografernya dapat menangkap moment dengan baik dan judulnya sesuai. Untuk itu, para juara mendapatkan hadiah menarik, berupa kamera dan tas kamera yang diserahkan oleh Sekbadan Litbang dan perwakilan ICRAF. Menutup acara, Sekbadan, Tri Joko mengatakan dalam setiap pertandingan pasti ada pemenang. “Menang kalah tidak menjadi penting, yang terpenting bagaimana kita continue improvement dan terus memperbaiki diri. Ini adalah kegiatan lapangan perdana KFF bersama ICRAF. KFF akan terus merancang kegiatan, tidak hanya di sini, tapi juga di UPT, karena anggota KFF juga ada di UPT,” pesan Tri Joko. (RH)*** Foto-foto: Datinfo



http://www.forda-mof.org/berita/post/1602-capacity-building-kff-bekerjasama-dengan-icraf-selenggarakan-fun-bike-dan-photo-hunting



187



Konsolidasi Komunitas Fotografi FORDA (KFF) Posted by Rizda - 12:00 am, 04. November 2013



proses dari penelitian,” kata Dr. Ir. Amir Wardhana, M.For.Sc. peserta lainnya menambahkan. Untuk meningkatkan minat dan kreatifitas para anggota, Amir berharap secara periodik dapat diadakan kontes, baik intern FORDA maupun terbuka untuk pihak luar. Menanggapi hal tersebut, Tri Joko menyampaikan bahwa untuk tahap awal akan mengadakan kontes intern KFF saja, walau demikian ke depan tidak tertutup kemungkinan akan dibuka untuk umum. “Selama ini kita masih eksibisi, ke depan kita akan adakan kontes foto intern KFF sebagai apresiasi terhadap karya-karya anggota KFF, sehingga anggota dapat menjalankan hobi sambil berprestasi,” kata Tri Joko. Beberapa hal yang telah diputuskan pada Rapat Konsolidasi tersebut, yaitu: FORDA (Bogor, 01/11/13)_Setelah dideklarasikan di Bandung tiga bulan lalu, untuk pertama kalinya Komunitas Fotografi FORDA (KFF) melaksanakan Rapat Konsolidasi Anggota, Rabu (30/10) di Kampus Litbang Kehutanan, Bogor. Beberapa pemikiran yang dibahas pada rapat tersebut, antara lain tentang kepengurusan dan fasilitator KFF serta hal-hal lain yang dirasa perlu. Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Ir. Tri Joko Mulyono, MM. yang memimpin rapat tersebut menyampaikan bahwa dari awal idenya, KFF dibentuk sebagai wadah pembelajaran fotografi untuk menghasilkan visualisasi kegiatan dan hasil riset yang lebih baik untuk peningkatan kualitas diseminasi hasil litbang. “Ibarat kurikulum, kegiatan ini merupakan pelajaran ekstrakurikuler, tapi tetap dalam konteks mendukung kelitbangan,” kata Tri Joko mengawali rapat. Lebih lanjut Tri Joko menyebutkan bahwa di beberapa unit kerja Badan Litbang Kehutanan, seperti BPK Banjarbaru dan BPK Palembang, semangat fotografi mulai dikembangkan dan hasilnya telah ditampilkan pada kegiatan diseminasi hasilhasil penelitiannya. Tentang semangat fotografi, Tri Joko juga menyampaikan kebanggaannya saat bisa meresmikan Tanggo Gallery, galeri foto BPK Palembang bertepatan dengan Seminar Hasil Penelitiannya beberapa waktu lalu. Konsolodasi KFF“Saya bangga, Teman-teman BPK Pelembang dengan kreativitas sendiri membangun galeri yang berani dan menarik. Demikian juga dengan BPK Banjarbaru, meskipun belum resmi dideklarasikan sebagai galeri foto hasil peneitian, tetapi mereka sudah menampilkan hasil-hasil karyanya,” tambah Tri Joko. Terkait galeri foto, Tri Joko juga menyampaikan akan memfungsikan rumah dinas jabatan Sekbadan di Bogor sebagai galeri foto riset dan hasil riset, Senin (04/11). “Hari Senin nanti, saya akan memfungsikan rumah dinas jabatan, sekalian dijadikan galeri KFF, karenanya masing-masing UPT harus mengirimkan satu foto unggulannya untuk ditampilkan di geleri tersebut,” tegas Tri Joko. Tentang foto unggulan, menurut Dr. Dede Rohadi, salah satu peserta rapat adalah foto yang bisa “bicara” dan menyampaikan pesan, sehingga hasil litbang bisa dikemas dengan baik. “Selain bercerita, juga mampu menjelaskan



188



KFF bertujuan untuk menghasilkan visualisasi kegiatan dan hasil riset yang lebih baik untuk peningkatan kualitas diseminasi hasil litbang. Pengurus KFF: - Ketua : Dr. Hendra Gunawan (Peneliti Puskonser) - Wakil Ketua : Dr. Tuti Herawati (Peneliti Pusprohut) Selanjutnya, para pengurus diharapkan menyusun rumusan etika kerja yang praktis sebagai rambu-rambu kegiatan, dan merancang programnya untuk dapat menyusun rencana kerjanya. Untuk mempermudah pengelolaannya, Sub Bag./Sub Bid./Seksi Datinfo, baik di Sekretariat Badan, maupun di Puslitbang/UPT akan menjadi fasilitator KFF yang akan dikoordinir oleh Kepala Sub Bagian Datinfo, Sekretariat Badan Litbang Kehutanan. Ke depan, KFF diagendakan akan menyelenggarakan workshop bagi semua anggota KFF dengan mengundang pakar fotografi sebagai narasumber. Selain itu, di website Badan Litbang Kehutanan (FORDA) nantinya akan diberi space foto riset dan hasil riset dari setiap unit kerja maupun dari anggota KFF yang ingin menampilkan karya-karyanya. Diputuskan juga bahwa cakupan kegiatan KFF digabung dengan kegiatan videografi yang telah dimulai lebih dulu oleh Datinfo. "Hal ini karena videografi yang belum mempunyai wadah tersebut mempunyai tujuan yang sama dengan fotografi, yaitu untuk menghasilkan visualisasi kegiatan dan hasil riset yang lebih baik untuk peningkatan kualitas diseminasi hasil litbang. Karenanya, kegiatan fotografi dan videografi harus seimbang, karena keduanya turut mendukung diseminasi hasil riset," jelas Tri Joko tentang putusan tersebut. Selain itu, kegiatan videografi yang mulai dilaksanakan sejak 2 tahun terakhir dinilai telah cukup maju dengan adanya output berupa film riset lingkup Badan Litbang Kehutanan karya masing-masing unit kerja hasil 2 kali workshop yang diselenggarakan Badan Litbang Kehutanan. Rapat konsolidasi tersebut dihadiri sekitar 30 anggota dari 84 anggota yang sudah terdaftar secara online sampai berita ini dirilis. Peserta yang hadir merupakan anggota yang bekerja di unit kerja Badan Litbang Kehutanan Jakarta dan Bogor serta beberapa undangan. (RH)***



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1561



Workshop Fotografi “Nature and Wildlife ” untuk Riset dan Humas Posted by Rizda - 02:12 pm, 18. April 2016 - 845 klik



Harapan senada juga disampaikan Sekretaris BLI (Sekbadan), Ir. Tri Joko Mulyono, MM dalam arahannya sekaligus membuka acara di di Gedung Konservasi, KRC, Jumat (15/4). “Kita harus meningkatkan kapasitas karena ke depan, saya ingin semua hasil penelitian ini dijadikan buku seperti halnya buku 100 foto riset yang sudah kita terbitkan (tahun 2015) dan ibu Menteri LHK bersedia memberikan kata sambutannya,” kata Sekbadan. Selain itu, tahun 2013 Balai Besar Dipterokarpa juga menerbitkan buku "The Hidden Treasures of Labanan" yang berisi foto eksplorasi flora dan fauna di Hutan Labanan, Kalimantan Selatan yang dikombinasikan dengan puisi yang sangat menginspirasi. FORDA (Cibodas, 16/04/2016)_Dalam rangka meningkatkan kemampuan fotografi guna menunjang pemasyarakatan hasil penelitian, Komunitas Fotografi Forda (KFF) Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bekerjasama dengan Kebun Raya Cibodas (KRC) mengadakan Workshop Fotografi untuk Riset dan Humas di KRC, Cipanas, Cianjur 15-16 April 2016. Bertema “Nature and Wildlife”, workshop ini menghadirkan Riza Marlon, Fotografer Alam Liar sebagai narasumber. Sebagai seorang yang lebih dari 20 tahun berpengalaman di bidangnya, menurut Riza Marlon, yang paling penting dalam fotografi alam dan satwa liar adalah passion yaitu ketertarikan terhadap 3 hal, yaitu fotografi, petualangan serta flora dan faunanya. “Fotografi adalah ilmu terapan, tidak bisa cuma teori. Ada 3 kombinasi penting yang harus sering dilatih, yaitu kecepatan, diagfragma dan ISO. Jadi, dipraktekkan aja, kalau ada yang nggak pas dicoba terus, biar tahu kenapa salah dan tetap semangat memotret untuk mendokumentasikan alam dan satwa liar Indonesia,” pesan Riza Marlon yang biasa dipanggil Bang Caca ini kepada peserta di akhir workshop.



“Untuk ke depan, buku ini akan menggunakan tematik iptek yang siap diterapkan, misalnya iptek sutera alam, iptek kayu putih, iptek biodisel. Untuk itu, peneliti mulai membuat foto tematik, sehingga gambarnya berbicara,” lanjut Sekbadan yang berharap, bekal yang diberikan narasumber dan pengalaman di lapangan bisa menyajikan foto yang berbicara. Menurut Sekbadan, yang penting bukan baik-buruk hasilnya melainkan sejauh mana peserta bisa menerapkan teori yang ada, karena disamping pengetahuan, fotografi juga keterampilan. “Melalui kerjasama dengan KRC ini, saya berharap bisa memperoleh hasil yang lebih. Saya yakin sudah banyak yang terampil, tapi evaluasi dari narasumber perlu. Oleh karena itu, mari gunakan momentum ini, selain untuk meningkatkan kapasitas dalam memotret, tetapi juga berinteraksi membangun jejaring,” pesan Sekbadan. Menindaklanjuti workshop yang terlaksana atas kerjasama BLI dengan KRC ini, rencananya, kata Dr. Hendra Gunawan, Ketua KFF, hasil foto ini, 100 foto terbaik akan dikumpulkan untuk disusun menjadi buku.



Sebelumnya di awal acara, menyambut baik workshop yang diikuti lebih dari 50 peserta dari kedua belah pihak yang terdiri dari anggota KFF, peneliti, humas dan staf data dan informasi ini, Kepala KRC, Agus Suhatman, MP berharap nantinya workshop ini bisa memperkaya dan meningkatkan kualitas dari peserta.



“Hasil diskusi, kemungkinan, KRC akan berkontribusi untuk pembiayaan, mungkin untuk pameran pada Hari Bumi, Hari Keanekaragaman Hayati dan Hari Cinta Puspa, kita (KFF dan KRC) bisa cetak 100 foto terbaik dan pamerkan,” kata Hendra.



“Saya berharap pengalaman ini mudah-mudahan bisa memperkaya dan meningkatkan kualitas dari temen-teman kami di sini dari Cibodas, peneliti dan para humas, dimana pekerjaan tersebut sangat memerlukan fotografi di lapangan,” kata Agus.



Dari hasil photo hunting, di akhir acara ditetapkan 5 foto terbaik berdasarkan 3 kategori, yaitu flora, fauna dan lanskap. 5 peserta yang mendapat apresiasi dari foto terbaik tersebut, yaitu Andi Nopriansyah dari Balai Litbang LHK Palembang; Agustina Dwi Setyowati dari Balitek KSDA Samboja; Deden Nurhayadi dari Puslitbang Hasil Hutan; dan Sahru Difan dari Puslitbang Hutan; serta Risda Hutagalung dari Sekretariat BLI.



Menurut Agus, di KRC banyak objek, baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang dapat dijadikan objek dalam workshop ini. Bahkan jika beruntung, kata Agus, peserta dapat bertemu dengan burung-burung khas malam hari, babi hutan, kijang, termasuk objek yang cukup menantang seperti macan kumbang mengingat KRC ini berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.



Acara ditutup dengan saling memberi cinderamata antara Sekretaris BLI dengan Kepala KRC, antara Ketua KFF dengan Kepala KRC, serta pemberian cinderamata oleh Kepala KRC kepada narasumber yang dilanjutkan dengan foto bersama.***RH



http://www.forda-mof.org/berita/post/2652-workshop-fotografi-%E2%80%9Cnature-and-wildlife--%E2%80%9D-untuk-riset-dan-humas



189



190



https://puslitbiologi.wordpress.com/2015/09/02/workshop-fotografi-konservasi/



191



Workshop Fotografi Konservasi KFF-Fortamas LIPI Posted by Rizda - 11:00 pm, 28. August 2015



“Jadi acara hari ini merupakan suatu moment yang penting buat kami untuk bersama-sama belajar bersama bapak, ibu (anggota KFF) dan narasumber. Mari kita gali keindahan di Kebun Raya ini untuk kita sampaikan pesan-pesan konservasi kepada masyarakat,” kata Sugiarti kepada sekitar 80 orang peserta yang hadir dari berbagai satker BLI maupun LIPI. Lebih lanjut, Sugiarti menyampaikan bahwa KFF sudah bekerjasama dengan Kebun Raya untuk persiapan Simposium Internasional Raflesia di Bengkulu bulan depan (September).



F O R D A ( B o g o r, 2 9 / 0 8 / 2 0 1 5 ) _ D a l a m r a n g k a meningkatkan kapasitas sekaligus menjalin silaturahmi para anggotanya, Komunitas Fotografi FORDA (KFF) Badan Litbang dan Inovasi (BLI) bekerjasama dengan Forum Pranata Humas (Fortamas) LIPI menyelenggarakan Workshop Fotografi Konservasi di Kebun Raya Bogor (KRB), Jumat (28/08). Pemaparan tips dan trik teknik fotografi oleh narasumber dari Sony Photography Co. merupakan agenda utama yang dilakukan untuk membekali peserta sebelum berburu foto. Foto-foto karya para peserta direview oleh narasumber dan tiga di antaranya ditetapkan sebagai foto terbaik, yaitu (1) karya Deden Nurhayadi dari Puslitbang Hasil Hutan; (2) Bunga Sepatu oleh Yetty Lestriani dari Fortamas Kebun Raya Cibodas; (3) Nemplok karya Raditya Arief dari Sekretariat BLI. Foto terbaik pertama ini rencananya akan dipajang di Tanggo Galeri, Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Selain itu juga terpilih dua foto favorit, yaitu Menggapai Sinar karya Agus Astho dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) mewakili KFF; dan Lotus karya Trisno Utomo dari Kebun Raya Cibodas mewakili Fortamas. Ketua Fortamas KRB-LIPI, Ir. Sugiarti dalam sambutannya di awal acara menyampaikan bahwa para humas perlu dibekali ilmu pengetahuan atau materi-materi terkait pelayanan infomasi bagi masyarakat dan stakeholder. Hal ini mengingat humas bekerjasama dengan peneliti sebagai bagian depan satuan kerja LIPI untuk menginformasikan hasil-hasil riset serta diseminasi apa yang sudah dilakukan para peneliti di masing-masing satuan kerjanya.



192



“Kami sudah menyeleksi sekitar 50 foto, jadi Bapak, Ibu bisa memvote foto yang disukai, baik menurut standar fotografi tentunya, yang akan kita sampaikan di simposium yang rencananya juga akan dihadiri oleh Ibu Menteri LHK,” tambah Sugiarti yang berharap, ke depan, kegiatan seperti ini dapat dilakukan di kampuskampus LIPI lainnya. Menyambut baik hal tersebut, Ketua KFF, Dr. Hendra Gunawan juga berharap kepada kedua belah pihak, pelatihan seperti ini dapat difasilitasi untuk diadakan setiap tahun. “Melalui kerjasama dengan Fortamas LIPI ini kita perlu belajar memasyarakatkan hasil-hasil penelitian kita, apalagi dengan kemampuan fotografi yang kita miliki,” kata Hendra dalam sambutannya. Senada dengan itu, dalam arahannya, Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Ir. Tri Joko Mulyono, MM berharap bahwa anggota KFF yang mayoritas peneliti, ketika melakukan penelitiannya dapat menghasilkan gambar-gambar yang berkualitas yang bisa ’berbicara’ sehingga pesannya dapat ditangkap oleh yang melihatnya. Lebih lanjut, Sekbadan menjelaskan bahwa pada INAFOR tahun ini akan dilakukan kontes foto-foto penelitian. "Silahkan mengirim foto-fotonya, nanti kita akan lakukan kontes, kebetulan lokusnya ada di Botani Square (Bogor), kita akan minta para professional untuk menilainya,” kata Tri. Di akhir acara, Sekbadan mengucapkan terimakasih pada Fortamas, narasumber yang telah memfasilitasi peserta dan semua pihak yang telah mensukseskan acara tersebut. “Dengan gambar (foto) kita bisa bekerja sambil bermain, tentu saja produktif. Sukses untuk kita semua, mudah-mudahan kita dapat terus bersilahturahmi melalui gambar,” kata Tri menutup acara.***RH



http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/2233



Foto dok : Hendra Gunawan



BIOGRAFI PENULIS Sumber : Swara Semboja Vol.VI/No.1/2017



193



Profil



194



195



196



197



198



199