Sajak Sebatang Lisong Sosiologi Sastra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jamas Adri Waskito 18201241049 / PBSI B UNY 2018 ANALISIS PUISI “Sajak Sebatang Lisong” KARYA W.S Rendra DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA



Sajak Sebatang Lisong Menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka Matahari terbit. Fajar tiba. Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan. Aku bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet, dan papantulis-papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan. Delapan juta kanak-kanak menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan, tanpa pepohonan, tanpa dangau persinggahan, tanpa ada bayangan ujungnya. ………………… Menghisap udara yang disemprot deodorant, aku melihat sarjana-sarjana menganggur berpeluh di jalan raya; aku melihat wanita bunting antri uang pensiun. Dan di langit; para tekhnokrat berkata : bahwa bangsa kita adalah malas, bahwa bangsa mesti dibangun; mesti di-up-grade disesuaikan dengan teknologi yang diimpor



Gunung-gunung menjulang. Langit pesta warna di dalam senjakala Dan aku melihat protes-protes yang terpendam, terhimpit di bawah tilam. Aku bertanya, tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di kaki dewi kesenian. Bunga-bunga bangsa tahun depan berkunang-kunang pandang matanya, di bawah iklan berlampu neon, Berjuta-juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau, menjadi karang di bawah muka samodra. ……………… Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan. Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa, mencatat sendiri semua gejala, dan menghayati persoalan yang nyata. Inilah sajakku Pamplet masa darurat. Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan. ANALISIS 1. Bait pertama Pada larik pertama yaitu /menghisap sebatang lisong/ apabila dipandang menurut teori sosiologi sastra akan memiliki makna merasakan linting tembakau, larik kedua /melihat Indonesia raya/ bermakna mengamati Negeri, larik ketiga /mendengar 130 juta rakyat/ yang bermakna memperhatikan 130 juta rakyat, larik ke empat /dan di langit/ bermakna tahta yang tinggi, larik ke lima /dua tiga cukong mengangkang/ bermakna pemimpin yang berperilaku yang semena-mena, dan larik kelima /berak di atas kepala mereka/ yang berarti menganggap rendah bawahannya. Dari penjelasan di atas ini dapat kita analisis bahwa menurut larik pertama dengan merasakan lintingan tembakau sambil mengamati Negeri yang berisikan 130 juta rakyat



dan penguasa-penguasa yang bersikap semena-mena pada rakyatnya. Pada bait pertama ini menggambarkan bahwa pada masa itu terjadi penyimpangan sosial yang berupa tindakan semena-mena yang dilakukan oleh petinggi-petinggi negeri kepada masyarakat. Bagian ini terfokuskan pada teori sosiologi yang lebih tepatnya adalah teori masalah sosial. Suatu masalah yang merupakan manifest sosial problem adalah kepincang-pincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat diperbaiki, dibatasi, atau bahkan dihilangkan.



2. Bait kedua Pada bait kedua ini larik pertama matahari terbit bermakna subuh, larik kedua fajar tiba bermakna pagi, larik ketiga dan aku melihat delapan juta kanak-kanak berarti banyak generasi muda, larik ke empat tanpa pendidikan bermakna terlantar tidak sekolah. Penjelasannya ialah pada larik pertama dan kedua menandakan waktu pengamatan itu terjadi kemudian larik tiga dan empat merupakan objek dimana banyak generasi muda terlantar tidak bersekolah, jadi pada bagian ini apabila dikaitkan dengan sosiologi sastra berarti generasi muda pada negeri ini mengalami ketidak adilan yang berupa keterlantaran dan tidak mendapatkan pendidikan.



3. Bait ketiga Pada bait ketiga larik pertama yakni aku bertanya bermakna timbulnya sebuah pertanyaan pada pengamat, larik kedua tetapi pertenyaan-pertanyaanku akan tetapi pertanyaan yang dimiliki, larik ketiga membentur meja kekuasaan yang macet bermakna terhalang oleh penguasa, larik keempat dan papantulis-papantulis para pendidik bermakna dan jatidiri seorang pendidik, larik kelima yang terlepas dari persoalan kehidupan bermakna yang tidak bisa berbuat apa-apa. Penjelasan dari arti yang ada diatas ialah pengamat pada larik pertama merasa kebingungan, pada larik dua sampai tiga segala pertanyaan-pertanyaan yang ada tidak mungkin diucapkan karena adanya penguasaa-penguasa, dan larik empat sampai lima seorang pendidikpun tidak mampu berbuat atau mengambil tindakan sendiri. Apabila dikaitkan dengan sosiologi sastra maka menggambarkan seseorang yang ingin memperbaiki atau membantu kondisi pada saat itu pasti akan mendapati sebuah halangan.



4. Bait keempat Pada larik pertama delapan juta kanak-kanak yang bermakna banyak generasi muda, larik kedua menghadapi satu jalan panjang bermakna dihadapkan masa depan yang tanpa tujuan, larik ketiga tanpa pilihan bermakna tidak ada kebebasan, larik keempat tanpa pepohonan yang berarti tanpa bantuan, larik kelima tanpa dangau persinggahan bermak tanpa masukan pendapat, larik keenam tanpa ada bayangan ujungnya bermakna tanpa masa depan yang jelas. Dari larik puisi yang telah diartikan maka dapat dianalisis bahwa generasi-generasi muda pada masa itu tidak dapat memilih pilihan hidup yang bebas bahkan untuk bertanyapun generasi muda pada saat itu tidak bisa sehingga kebanyakan generasi bangsa itu banyak yang tidak memiliki bayangan masa depan yang jelas.



5. Bait kelima Larik pertama menghisap udara bermakna menghirup udara, larik kedua yang disemprot deodorant memiliki makna yang telah terkontaminasi oleh puisi, larik ketiga aku melihat sarjana-sarjana menganggur bermakna dengan nyata sarjana tanpa pekerjaan, larik keempat berpeluh di jalan raya bermakna bersusah payah, larik kelima aku melihat wanita bunting bermakna wanita hamil, dan larik keenam antri uang pensiunan bermakna tanpa suami berusaha menghidupi anak. Dari arti-arti diatas dapat dianalisis bahwa udara yang dihirup pada masa itu sudah tercemar dan kenyataan yang diterima para sarjana untuk mencari pekerjaan pada masa itu sangatlah sulit bahkan seorang ibu yang hamilpun tidak luput dari susahnya menncari kehidupan pada masa itu.Apabila dikaitkan dengan teori sosiologi maka pada bait kelima ini terfokuskan pada teori kemiskinan yakni kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. 6. Bait keenam Pada larik pertama yang berbunyi dan di langit bermakna di atas tahta yang tinggi, larik kedua para tekhokrat berkata yang berarti para petinggi berkata, larik ketiga bahwa bangsa kita ini adalah malas bermakna manusia-manusia kita malas, larik keempat bahwa bangsa mesti dibangun bermakna pemikiran manusia yang harus dibenahi, larik kelima mesti di-up-grade memiliki makna harus ditingkatkan, larik keenam disesuaikan dengan tekhnologi yang diimpor bermakna agar menyaingi pemikiran orang luar. Pada bait kelima ini apabila dianalisis menggunakan teori sosiolgi atau teori kemasyarakatan maka menghasilkan para petinggi hanya bisa berbicara saja bahwa pemikiran manusia-manusia pada zaman itu harus dirubah dan dikembangkan agar mampu menyaingi pemikiran-pemikiran orang luar. Pada bagian ini para petinggi tidak melihat kenyataan-kenyataan yang ada pada negeri ini dan atas permasalahanpermasalahan yang bermunculan. Dan teori yang sangat sesuai dengan bait keenam ini adalah teori masalah sosial yaitu suatu masalah yang merupakan manifest social problem adalah kepincang-pincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat diperbaiki, dibatasi, atau bahkan dihilangkan. Makna yang terdapat didalam puisi bait keenam ini sesuai dengan teori masalah sosial karena petinggi inginkan perubahan pola piker terhadap masyarakat pada masa itu. 7. Bait ketujuh Larik pertama gunung-gunung menjulang memiliki makna kekayaan yang semakin menjadi, larik kedua langit pesta warna di dalam senjakala bermakna pemegang tahta bersenang-senang di atas penderitaan, larik ketiga dan aku melihat bermakna didalam masyarakat aku melihat, larik keempat protes-protes yang terpendam bermakna angan-angan terbengkalai, larik kelima terhimpit di bawah tilam bermakna tertanam di bawah kasur. Pada bait ketujuh jika dianalisis menggunakan pendekatan sosiologi atau teori kemasyarakatan maka para pemimpin dapat merasakan, meraut hasil, dan bersenang-senang padahal masyarakat



sedang mengalami kekacauan yang luarbiasa seperti kelaparan sedangkan masyarakat tidak bisa melakukan ssesuatu hal apapun mereka hanya mampu memendam perasaan yang ada. 8. Bait kedelapan Pada larik pertama yang berbunyi aku bertanya memiliki sebuah makna bahwa didalam masyarakat ada seseorang yang hendak bertanya, pada larik kedua tetapi pertanyaanku bermakna bahwa akan tetapi pertanyaan yang hendak dia tanyakan, larik ketiga membentur jidat penyair-penyair salon bermakna menemui kegagalan yang hanya dapat diungkapkan melalui kata-kata, larik keempat yang bersajak tentang anggur dan rembulan bermakna yang hanya hanya kiasan semata, larik kelima sementara ketidak adilan terjadi disampingnya bermakna sedangkan penindasan sedang berlangsung, larik keenam sementara delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan yang bermakna bahwa jutaan anak-anak terlantar tanpa mengenyam pendidikan, dan larik ketujuhtermangu-mangu di kaki dewa kesenian bermakna menyaksikan tindasan penguasa. Jadi didalam pandangan masyarakat salah seorang dari mereka memiliki sebuah pertanyaan yang tidak mampu diucapkan dan generasi muda pada masa itu hanya bisa menyaksikan dan mengamati kehidupan-kehidupan orang-orang yang kaya. Pada bagian ini apabila dikaitkan dengan teori sosiologi maka akan terfokuskan pada teori masalah sosial yaitu suatu masalah yang merupakan manifest social problem adalah kepincang-pincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat diperbaiki, dibatasi, atau bahkan dihilangkan. 9. Bait kesembilan Dari bait kesembilan ini dapat kita artikan pada larik pertama yang berbunyi bungabunga bangsa tahun depan bermakna generasi yang akan datang, larik kedua berkunangkunang pandang matanya bermakna tidak memiliki pandangan yang jelas, larik ketiga dibawah iklan berlampu neon bermakna dikehidupan yang suram, larik keempat berjuta-juta harapan ibu dan bapak yang bermakna berbagai harapan orang tua, larik kelima menjadi gemalau suara yang kacau bermakna pupus, larik keenam menjadi karang di bawah samodra bermakna terhempas ke angan-angan. Dari kumpulan arti perlarik dapat kita analisi menggunakan teori sosiologi masalah sosial yaitu pada masa itu generasi muda yang menjadi harapan keluarganya dikehidupan yang suram itu sirna dan terhempas kembali keangan-angan kedua orang tuanya. 10. Bait kesepuluh Pada bait yang kesepuluh ini terkumpul sebuah arti dari lerik – larik yang ada sebagai berikut: larik pertama kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing yang bermakna kita harus memiliki jati diri dan berhenti berketergantungan dengan orang lain, larik kedua diktatdiktat hanya boleh memberi metode bermakna pemimpin-pemimpin boleh memberi cara untuk masyarakat, larik ketiga tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan bermakna bahwa diri kita yang sebenar harus pandai-padai langkah apa yang akan kita ambil, larik keempat kita mesti keluar dijalan raya bermakna masyarakat harus terjun diperkotaan seacara langsung, larik kelima keluar kedesa-desa bermakna masyarakat harus terjun secara langsung kepelosok desa, larik keenam mencatat sendiri semua gejala bermakna masyarakat harus terjun secara langsung dan mencatat apa saja penyebabnya, larik ketujuh dan menghayati persoalan yang ada bermakna bahwa masyarakat haruslah memikirkan bagaimana persoalan bisa terjadi



bagaimana jalan keluarnya. Masyarakat dalam pengertian tadi bermakna sebagai pemimpin, jadi apabila kita ingin berhenti membeli rumus-rumus asing pemimpin seharusnya tidak hanya memberi cara akan tetapi pemimpin harus terjun secara langsung ke kota dan pelosok desa bahwa inilah kenyataan yang mesti kita hadapi, bahwa negeri kita ini sedang kacau dan perlu diperbaiki, dan yang bisa memperbaiki hal ini adalah kita sendiri bukan orang lain. 11. Bait kesebelas Pada larik pertama yang mengatakan inilah sajakku bermakna inilah ungkapanku, larik kedua pamplet masa darurat bermakna pada masa kehancuran atau kekacauan, larik ketiga apakah artinya kesenian bermakna kesenian saja tidak akan membantu, larik keempat bila terpisah dari derita lingkungan bermakna tidak berbaur dengan lingkungan atau tidak bermasyarakat, larik kelima apakah artinya berpikir bermakna tidak ada gunanya apabila hanya berpikir dan merencanakan, larik keenam bila terpisah dari masalalu kehidupan bermakna apabila melupakan kehidupan-kehidupan yang telah dilaluinya. Dari pengertian-pengerian diatas bahwa itulah sekumpulan ungkapanku dimasa kehancuran atau kekacauan bangsa ini ketidak berdayaan para masyarakat apabila hanya dituangkan dalam bentuk seni dan apagunanya kita memiliki pikiran apabila diri kita ini tidak pernah mau belajar dari masalalu yang pernah ada. Dari analisis-analisis yang ada dapat kita simpulkan bahwa pada puisi W.S Rendra ini terdapat berbagai masalah yang dibahas seperti masalah kemiskinan yang berbunyi sebagai berikut kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengantaraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.