Sak Kehilangan Dan Berduka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KEPERAWATAN JIWA “SAK KEHILANGAN DAN BERDUKA”



KELOMPOK 5: 1. Siswanti



(P1337420116056)



2. Anindia Putri R.



(P1337420116073)



3. Septiana Gayuh W.



(P1337420116092)



4. Novita Nafiatul A



.(P1337420116096)



5. Tri Wahyu Diah L.



(P1337420116098)



6. Taskia Nafis



(P1337420116099)



7. Indri Lestari



(P1337420116105)



8. Refa Noor Indah P.



(P1337420116108)



D III KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2018



TUGAS KEPERAWATAN JIWA “SAK KEHILANGAN DAN BERDUKA”



KELOMPOK 2: 1. Devi Endah Lestari



(P1337420116060)



2. Meutia Azkia M D



(P1337420116063)



3. Nadia Lazuardi Z



(P1337420116070)



4. Amelia Sabili Dintya I



(P1337420116075)



5. Pretty Erawati



(P1337420116080)



6. Dani Witan Susanto



(P1337420116082)



7. Erina Dwi Hardiani



(P1337420116087)



8. M Ainun Ikhsan



(P1337420116106)



9. Amalia Dwi Nur C



(P1337420116107)



D III KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2018



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan



pribadi



ketika



hubungan



klien-kelurga-perawat



berakhir



karena



perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).



B. Permasalahan Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.



C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah: 



Tujuan umum 1. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka. 2. Mengetahui



asuhan keperawatan pada kehilangan dan berduka



disfungsional 



Tujuan khusus 1. Mengetahui jenis-jenis kehilangan. 2. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka. 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.



BAB II LANDASAN TEORI A. Kehilangan 1.



Definisi kehilangan Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan



(Lambert



dan



Lambert,1985,h.35).



Kehilangan



merupakan



pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: 1. Arti dari kehilangan 2. Sosial budaya 3. kepercayaan / spiritual 4. Peran seks 5. Status social ekonomi 6. Kondisi fisik dan psikologi individu



2.



Tipe Kehilangan Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: a. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai. b. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.



3.



Jenis-jenis Kehilangan Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu: a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh. c. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersamasama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.



d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru. e. Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. 4.



Rentang Respon Kehilangan Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance a. Fase denial 



Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan







Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.







Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.



b. Fase anger / marah  Mulai sadar akan kenyataan  Marah diproyeksikan pada orang lain  Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.  Perilaku agresif. c. Fase bergaining / tawar- menawar. 



Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.



d. Fase depresi 



Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.







Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.



e. Fase acceptance 



Pikiran pada objek yang hilang berkurang.







Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi



B. Berduka a.



Definisi berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.



b. Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. a.



Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.  Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.



 Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.  Fase III (restitusi) Berusaha



mencoba



untuk



sepakat/damai



dengan



perasaan



yang



hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.  Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.  Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. b. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:  Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.  Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.



 Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.  Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.  Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. c.



Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.



d. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 



Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.







Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.







Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia seharihari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.



PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA ENGEL (1964)



Shock dan tidak



KUBLER-ROSS



MARTOCCHIO



(1969)



(1985)



Menyangkal



Shock and disbelief



Marah



Yearning and protest



Tawar-menawar



Anguish,



RANDO (1991)



Penghindaran



percaya Berkembangnya kesadaran Restitusi



Konfrontasi



disorganization and despair Idealization



Depresi



Identification in bereavement



Reorganization / the out come



Penerimaan



Reorganization and restitution



akomodasi



BAB III STRATEGI PELAKSANAAN KLIEN DENGAN BERDUKA DAN KEHILANGAN



Kasus : Ibu M, usia 50 tahun mempunyai seorang suami yang sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Saat ini ia tinggal bersama 2 orang anaknya. Anaknya yang pertama sudah bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga sedangkan anaknya yang kedua masih berusia 15 tahun. 1 bulan yang lalu anak sulungnya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kematian. Saat bertemu perawat ibu M mengatakan bahwa anaknya tersebut masih hidup, klien sering diam dan melamun dan mengatakan anaknya belum meninggal dan juga klien enggan untuk berbicara dengan orang lain dan terkesan menarik diri dari lingkungannya. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukan tekanan darah klien 150/100 mm Hg, nadi 110 x/menit, pernapasan 25 x/menit



Pertemuan ke-1 A. Proses Keperawatan 1. Kondisi klien Klien tampak sering diam dan melamun dan mengatakan bahwa anaknya belum meninggal. Klien enggan untuk berbicara dengan orang lain dan tampak menarik diri dari lingkungannya. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukan tekanan darah klien 150/100 mmHg, nadi 110 x/menit, pernapasan 25 x/menit. 2. Diagnosa Keperawatan Ansietas berhubungan denga ketidakefektifan koping individu terhadap respon kehilangan anggota keluarga yang berulang. 3. Tujuan khusus 



Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat







Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya







Klien merasa lebih tenang



4. Tindakan keperawatan 



Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien







Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi







Ajarkan klien teknik relaksasi



b. Strategi Pelaksanaan 1. Fase orientasi 



Salam terapeutik



“Assalamualaikum, selamat pagi bu, perkenalkan saya Pipit Mentari, ibu bisa panggil saya suster Pipit. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil apa? Kalau begitu Ibu saya panggil Ibu M ya? Baiklah Ibu M, saya perawat hari ini yang bertugas merawat Ibu dari pukul 08.00 sampai 14.00” 



Evaluasi validasi



“Bagaimana keadaan ibu M hari ini? Apa yang ibu rasakan?” 



Kontrak kerja



“Baikalah bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang sebentar? Kita berbincang-bincang untuk mendiskusikan masalah yang ibu alami. Kira-kira 15 menit saja Bu, bagaimana? Dimana sebaiknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di taman? Baiklah kita akan berbincang-bincang selama 15 menit ke depan di taman saja ya bu”



2. Fase Kerja 



“Ibu, coba ibu ceritakan kepada saya apa yang ibu rasakan saat ini “ “ iya bu, saya mengerti apa yang ibu rasakan, sabar ya bu”







“coba sekarang ibu berpikir kembali jika ibu pulang ke rumah ibu tidak akan bertemu dengan anak ibu karena ia memang sudah meninggal dan itu sudah menjadi kehendak Tuhan”







“ibu, hidup dan matinya seseorang itu sudah diatur oleh yang maha kuasa “



“ tidak ada satupun yang mau orang yangdisayanginya dipanggil yang Maha Kuasa dan tidak ada yang bisa mngetehauinya kapan hal tersebut terjadi”







“Ibu tidak perlu cemas, ibu masih punya keluarga yang bersedia mendukung dan membantu ibu dan saya juga yakin ibu pasti memiliki keahlian yang bisa ibu manfaatkan untuk menunjang kehidupan ibu “ “apakah ibu bisa memahaminya?”







“Bagaimana kalo sekarang saya mencoba membantu ibu untuk mengatasi rasa cemas yang ibu alami? Caranya dengan melakukan teknik relaksasi, ibu bisa melakukan tarik napas dalam, tahan sebentar, dan hembuskan perlahan-lahan melalui mulut”







“Coba ibu sekarang lakukan sendiri” “ iya bu, bagus sekali, benar seperti itu”



3. Fase terminasi 



Evaluasi ( subjektif)



“Bagaimana perasaan ibu sekarang? Apakah ibu sudah menyadari apa yang sebenarnya terjadi pada ibu ?” 



Evaluasi (objektif)



“Coba ibu sebutkan kembali, apa yang harus ibu lakukan jika ibu sedang dalam perasaan cemas” 



Rencana tindak lanjut



“Iya bu betul sekali, ibu melakukan teknik relaksasi menarik napas dalam jika ibu sedang dalam kondisi cemas” 



Kontrak yang akan datang



“Ya bu karena sudah 15 menit kita berdiskusi, saya akhiri diskusi kali ini ya bu, besok pagi setelah makan pagi jam 9, saya akan kembali ke ruangan ibu untuk mendiskusikan tentang hobi ibu” “ dimana ibu bisa melakukan diskusi dengan saya, bu? baiklah kita akan berdiskusi di taman saja ya? apakah 20 menit cukup bu? baiklah kalau begitu, besok kita akan berdiskusi selama 20 menit di taman ya bu “ sekarang saya pamit dulu ya bu, selamat pagi”



Pertemuan ke-2 Proses Keperawatan  Kondisi klien Klien sudah tampak lebih bersemangat dari sebelumnya, klien sudah tidak terlihat diam dan melamun tetapi klien masih terlihat enggan untuk berbicara dengan orang lain dan tampak menarik diri”  Diagnosa keperawatan:



Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan  Tujuan khusus Klien tidak lagi menarik diri dan bisa berinteraksi dengan orang disekitar Tindakan keperawatan 



Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama aktivitas yang ia sukai







Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan benar



Strategi pelaksanaan Fase orientasi 



Salam terapeutik: “Selamat pagi bu M.” “ masih kenal dengan saya bu ? “ “ iya saya perawat pipt”







Evaluasi validasi: “Bagaimana perasaan Ibu pagi ini? Apakah sudah lebih baik dari kemarin?”







Kontrak: “Baiklah bu, sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan berbincang sebentar sambil berjalan-jalan di sekitar taman rumah sakit, apakah ibu siap?. Seperti janji kita kemarin,kita akan melakukannya selama 20 menit ya , bu.”



Fase kerja “Baik bu M, saya senang sekali melihat ibu hari ini sudah mulai semangat, begitupun yang saya liat pada anak ibu, anak ibu sangat bahagia melihat ibu mulai semangat. Hari ini kita akan berbincang tentang hal yang ibu sukai, oh iya bu kalau boleh saya tahu hobi ibu apa saja ? Boleh tahu tidak bu kapan saja ibu meluangkan waktu untuk menjahit?.Cukup sering ya bu “ “bolehkah saya melihat hasil jahitan ibu ?”. Wah kerudung hasil jahitan ibu bagus sekali mungkin ibu bisa memulai usaha menjahit, contohnya ibu bisa buat kerudung seperti ini kemudian dijual kepada orang sekitar sehingga bisa menghasilkan uang, jadi ibu tidak perlu cemas untuk membiayai uang sekolah anak ibu dan kehidupan ibu juga.” “ dirumah sakit ini juga ada pasien yang suka menjahit bu. Bagaimana kalau sekarang saya ajak ibu untuk bertemu dengan beliau , agar ibu bisa bertukar pikiran seputar hobi itu “ “ ibu S, perkenalkan ini ibu M” “ beliau mahir sekali menjahit , bu dan hasil jahitannya pun bagus “ “ coba ibu M tunjukan hasil jahitan ibu kepada ibu S ” “ coba bu M tunjukan kepada



kami cara menjahit kerudung yang baik dan menghasilnya kerudung yang cantik seperti yang ibu punya” “ wah ibu hebat sekali ya , ibu sangat mahir dan rapi sekali dalam menjahit” “ nah, sekarang silahkan ibu-ibu saling berbagi dan berdiskusi seputar cara-cara dan teknik menjahit yang baik dan benar” “ wah ibu sudah mulai tampak akrab ya dengan ibu S “ “ nah , bu disaat ibu sedang merasakan kesepian ibu bisa berdiskusi atau melakukan kegiatan bersama dengan ibu S agar ibu tidak bersedih jika mengingat akan anak ibu” Fase terminasi 



Evaluasi



(subjektif) : “Bagaimana perasaan ibu sekarang , apakah jauh lebih baik dari kemarin?” (objektif): “Kalau begitu, coba ibu sebutkan manfaat apa saja yang ibu dapatkan jika ibu melakukan hobi ibu” “ iya bu betul, Bagus sekali, sepertinya Ibu sudah paham.” 



Tindak lanjut: “Baiklah Bu M, jika ibu merasakan kesepian ibu bisa melakukan hobi ibu yaitu menjahit atau ibu bisa berkumpul dengan ibu-ibu lain yang memiliki hobi sama dengan ibu”







Kontrak: “Saya rasa pembicaraan kita sudah cukup. Seperti hari ini, besok jam 9 pagi saya akan datang kembali ke ruangan ibu untuk mengajak ibu menjual hasil jahitan ibu ke perawat dirumah sakit ini” “ saya pamit dulu ya bu, selamat pagi”



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.



DAFTAR PUSTAKA 



Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.







Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.







Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.







stikes.fortdekock.ac.id







Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.