SAK Typoid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Asuhan Keperawatan Pada Typoid



1. PENGERTIAN Typhoid adalah penyakit infeksi mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. ( Ngastiyah, 1997). Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ) Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000: 432). 2. ETIOLOGI Menurut (Rahmad Juwono, 1996) : a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: 1) antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida) 2) antigen H(flagella) 3) antigen V1 dan protein membrane hialin b. Salmonella parathypi A c. Salmonella parathypi B d. Salmonella parathypi C e. Faces dan Urin dari penderita thypus



3. PATOFISIOLOGI Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.



52



Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281). Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.



53



4. WOC Salmonella typhi



Mulut



Musnah



Lambung



Usus halus Jaringan limfoid



peradangan/ nekrosis



Jaringan limfe mesentrial



tukak mukosa



sekresi



enzim Usus halus



cerna



meningkat Sirkulasi porta dari usus Peristaltik



aliran darah melalui duktus thoraxilus



imobilisasi



malabsorbsi



perforasi



usus halus



limfa/ hati



bakterimia



difagosit



endotoksin



perdarahan



diare



hidup



mati



sintesa dan pelepasan zat pirogen



pembuluh darah



Hypotalamus



septikemia



hypertermi



syok septik



penurunan kesadaran



Gangguan rasa nyaman



evaporasi meningkat



reabsorbsi air dalam kolon meningkat



resti cedera



keringat banyak



cairan ekstraseluler berkurang konstipasi



54 gangguan keseimbangan cairan



55



5. GAMBARAN KLINIS Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah. Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422). Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu: a. Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecahpecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan. c. Gangguan Kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.



56



d. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.



6. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah: a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan. Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.



7. Pemeriksaan Penunjang Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah: a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia). b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita.



57



c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga. d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif. e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal). Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid. Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui: 1. Pemeriksaan leukosit Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan. 3. Biakan darah Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. 4. Uji widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid. Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433). Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu: a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman). b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman). c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).



58



Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid. Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal Faktor yang berhubungan dengan klien: a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu. 8. Penatalaksanaan Medis Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol”. “Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Perawatan Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.



59



2. Diet Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid. 3. Obat Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah: a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian. b. Tiamfenikol Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari. c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam. d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari. e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid. f. Fluorokinolon Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obat simtomatik antara lain: a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.



60



b. Kortikosteroid Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”. (Sjaifoellah, 1996: 440). 2. KONSEP DASAR ASKEP TEORITIS 2.1Pengkajian 1. Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat) 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri dan pusing b. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh nyeri otot. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya d. Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan). 3.Fokus Pengkajian a. Aktivitas dan Istirahat. Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit. b. Sirkulasi Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor. c. Integritas Ego Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan. Tanda: Menolak, perhatian menyempit.



61



d. Eliminasi Gejala: Diare/konstipasi. Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada konstipasi/adanya peristaltik. e. Makanan/cairan Gejala: Anoreksia, mual dan muntah. Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat. f. Hygiene Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan. g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium. Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium. h. Keamanan penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.C-40Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38 i. Interaksi Sosial Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami. j. Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output berlebih. 2. Gangguan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. 3. Gangguan eliminasi bowel: konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus. 4. gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. 5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.



62



INTERVENSI Diagnosa Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.



Tujuan Rasa nyaman kembali terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil: - Suhu tubuh pasien dalam batas nomal. 0 (36-37 C). - Pasien mengatakan dirinya sudah merasa nyaman



Intervensi Mandiri : 1. Lakukan kompres hangat.



Rasional 1. Membuka pori-pori memperlancar sekresi kreringat



2. Lakukan monitor TTV 2. Mengetahui sebelum dan setelah kompres. perubahan suhu. 3. Anjurkan keluarga pasien untuk tidak menggunakan selimut 3. Agar sirkulasi tebal. lancar. 4. Anjurkan keluarga pasien untuk memberikan pakaian yang tipis. 4. Memberikan respirasi pada kulit. 5. beri posisi senyaman mungkin 6.Anjurkan klien untuk banyak minum 5.agar klien merasa rileks Observasi :



6. agar mengganti O7. observasi cairan masuk dan asupan cairan yang



63



keluar, hitung balance cairan



keluar akibat panas



 8. Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak bila kontraindikasi 9.observasi tanda-tanda vital



7. untuk mengetahui balance cairan



Kolaborasi 9. Kolaborasi dengan tim medis 8.agar tidak terjadi pemberian antipiretik kelebihan cairan (paracetamol ). 9. untuk mengetahui keadaan umum klien



10. Menurunkan panas.



64



Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.



Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dalam tubuh setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil: - orang tua mengerti jenis makanan bagi anak typoid. - Nafsu makan meningkat. - Pasien menghabiskan 1 porsi makan rumah sakit. - Mempertahankan berat badan dalam kondisi normal.



Mandiri : 1.Berikan makanan yang tidak 1.Untuk menimbulkan merangsang saluran cerna, dan selera pasien dan sajikan dalam keadaan hangat mengembalikan status nutrisi



2. Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien



2. Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan



3.. Pertahankan oral hygien 3.. Membatu sebelum dan setelah makan. medorong nafsu makan. 4. Berikan porsi kecil tapi sering.



5. Sajikan menarik.



makanan



4. Menambah asupan nutrisi.



secara 5. Meningkatkan motivasi untuk makan.



6. Memantau interaksi orang 6. untuk mengetahui tua/anak selama makan, jika komunikasi antara diperlukan anak dan orang tua



65



 7. Mengontrol keadaan lingkungan 7.lingkungan mempengaruhi selera ketika makan. makan anak  8. Mengontrol turgor kulit, jika 8. untuk mengetahui keelastisitas kulit diperlukan 9. Kolaborasi dengan tim gizi 9. Memenuhi untuk pemberian diiet lunak ( kebutuhan nutrisi. BBS) TKTP.



Penkes: 10. Beri PenKes tentang 10. Agar orang tua pentingnya nutrisi bagi anak dapat mengerti pentingnya nutrisi. typhoid.



Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output berlebih sekunder terhadap diare.



Mandiri : Terpenuhinya kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh setelah dilakukan tindakan 2 1. Anjurkan pasien untuk banyak x 24 jam dengan kriteria minum. hasil: - Input dan output cairan elektrolit seimbang. 2. Catat output dan input cairan. - Menunjukkan membran mukosa lembab dan



66



1. Membantu memenuhi cairan tubuh. 2. Untuk mengetahui derajat kekurangan cairan.



turgor jaringan normal.



3. Ajarkan orangtua membuat 3. Mengganti larutan elektrolit pengganti, elektrolit yang larutan gula garam. terbuang. Observasi : 4. observasi tanda-tanda vital 4. untuk mengetahui (suhu tubuh) paling sedikit setiap keadaan umum pasien 4 jam 5. Monitor tanda-tanda 5. Untuk mengetahui meningkatnya kekurangan cairan: kebutuhan cairan turgor tidak elastis, ubun-ubun klien cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah 6. observasi dan mencatat berat 6. untuk mengetahui badan pada waktu yang sama dan berat badan ideal dengan skala yang sama 7. monitor pemberian cairan 7. untuk mengetahui melalui intravena setiap jam berapa cairan yang masuk Kolaborasi : 8. Kolaborasi dengan tim medis 8.untuk mengganti untuk pemberian cairan intravena cairan dalam tubuh.



67



kristaloid 9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik



Penkes : 10. Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan



68



9.mengetahui pemberian dosis yang tepat



10.agar dapat mengetahui tentang pentingnya cairan



DAFTAR PUSTAKA McFarland, Gertrude K et al. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Persatuan Ahli Bedah Indonesia. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.



69