Salpingitis - Eka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



AGUSTUS 2020



UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA



SALPINGITIS



Disusun Oleh: Eka Zuriaty PM 111 2018 1003 Pembimbing: Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG(K)



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2020



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................1 HALAMAN PENGESAHAN........................................................................2 KATA PENGANTAR................................................................................3 DAFTAR ISI.............................................................................................4 BAB I



PENDAHULUAN.......................................................................5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................6 2.1 Definisi...............................................................................................6 2.2 Epidemiologi .....................................................................................6 2.3 Faktor Risiko......................................................................................6 2.4 Patofisiologi.......................................................................................8 2.5 Jenis Sindrom Hepatorenal....................................... ...............................................................................................................11 2.6 Gejala Klinis....................................................................................13 2.7 Diagnosis…………………….....................................................................13 2.8 Tatalaksana.....................................................................................15 2.9 Pencegahan....................................................................................17 2.10 Prognosis.......................................................................................18 BAB III KESIMPULAN.........................................................................19 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama



: Eka Zuriaty PM



NIM



: 111 2018 1003



Universitas



: Universitas Muslim Indonesia



Laporan Kasus



: Salpingitis



Adalah benar telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik berjudul Salpingitis dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisorpembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri & Ginekologi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Makassar,



Agustus 2020



Supervisor Pembimbing



Dr. dr. Trika Irianta, Sp.OG(K)



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus ini sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu



Kesehatan



Masyarakat



dan



Kedokteran



Keluarga



Fakultas



Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Dalam studi kasus ini penulis melakukan pembahasan mengenai “Salpingitis”. Kami sanga tmenyadari bahwa penulisan studikasus ini belum mencapai sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan studi-studi kasus selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain. Akhir kata, semoga penulisan ini dapa memberikan sumbangsih bagi keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.



Makassar, Agustus 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN Tuba fallopi memanjang dari rahim, memiliki satu disetiap sisinya, dan kedunya membentang didekat ovarium. Selama ovulasi, sel telur yang dilepaskan (ovum) memasuki tuba fallopi dan disapu oleh rambut-rambut kecil (fimbria) menuju rahim. Salpingitis adalah peradangan pada saluran tuba. Hampir semua kasus disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.1 Peradangan menyebabkan sekresi cairan yang berleh atau bahkan dapat membuat nanah (pus) terkumpul di dalam tuba falopi. Infeksi pada tuba falopi disebabkan oleh adanya infeksi yang berada di tempat lain, biasanya akibat migrasi bakteri melalui pembuluh limfe yang berada didekatnya.1 Salpingitis adalah salah satu penyebab paling umum dari ketidaksuburan wanita. Tanpa perawatan yang tepat, infeksi dapat merusak tuba falopi secara permanen sehingga telur yang dilepaskan setiap siklus menstruasi tidak dapat bertemu dengan sperma. Jaringan parut dan penyumbatan tuba falopi adalah komplikasi jangka panjang yang paling sering dari Pelvic Inflammatory Disease (PID).1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Salpingitis



adalah



infeksi



yang



menyebabkan



terjadinya



peradangan pada saluran tuba. Salpingitis merupakan sebuah bentuk dari penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID), yang mengacu pada infeksi pada organ reproduksi wanita. Beberapa pasien dengan PID tidak selamanya menderita salpingitis, meskipun istilah PID digunakan untuk merujuk pada sejumlah penyakit pada saluran genital wanita.2 2.2 Epidemiologi Inflamasi pada saluran tuba adalah infeksi paling umum pada wanita usia reproduksi. Sekitar 2% dari wanita yang aktif secara seksual mengalami salpingitis setiap tahun.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Price dkk, didapatkan bahwa wanita yang berusia 35-44 tahun sekitar 33,6% mengalami seitdaknya satu episode PID dan salpingitis, 10,7% pernah mengalami satu episode salpingitis, dan tidak ada episode PID lebih lanjut sekitar 3,7%.3 Usia berbanding terbalik dengan tingkat salpingitis akut dan langsung berhubungan dengan gejala sisa jangka panjang. Remaja yang aktif secara seksual berisiko 3 kali lebih tinggi terkena salpingitis akut



dibandingkan wanita berusia 25-29 tahun. Hal ini disebabkan oleh karakteristik biologis dan perilaku kelompok usia ini, seperti usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual, banyak pasangan seksual, frekuensi tinggi melakukan hubungan seksual tanpa kondom, dan peningkatan angka untuk mendapatkan pasangan baru dalam waktu 30 hari.4 2.3 Etiologi Salpingitis adalah penyakit menular yang telah dikaitkan dengan banyak organisme. Neisseria gonorrhea dan Chlamydia trachomatis adalah patogen yang paling sering ditemukan pada PID dan salpingitis. Patogen lain yang mungkin termasuk Gardnerella, Escherichia coli, Haemophilus influenzae, Streptokokus Heta-hemolitik grup B, dan Bakteroides. Setelah dilakukan program skrining luas untuk infeksi Gonore dan Klamidia, hal tersebut menjelaskan bahwa patogen lain menjadi lebih umum sebagai penyebab salpingitis di negara maju. 4 2.4 Patogenesis Salpingitis diyakini sebagai infeksi



ascending yang diakibatkan



oleh penyebaran langsung kanalikuli organisme dari endoserviks ke endometrium dan kemudian ke mukosa tuba falopi. Menurut Stamm et al dan Platt et al, 10-40% wanita yang tidak mendapat perawatan dengan baik karena servisitis gonokokal atau klamidia dapat mengalami gejala klinis salpingitis akut.2



Ada empat faktor yang diperkirakan berkontribusi terhadap infeksi ascending mikroorganisme:3 1. Instrumentasi serviks dan uterus selama pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), biopsy endometrium, serta dilatasi dan kuretase yang melalui barier mekanis serviks. 2. Perubahan hormonal selama menstruasi menyebabkan perubahan



serviks



yang



menyebabkan



hilangnya



penghalang mekanis seperti lendir serviks 3. Menstruasi retrograde 4. Faktor virulensi mikroorganisme itu sendiri. 2.5 Manifestasi Klinis Wanita dengan PID dalam hal ini salpingits dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis yang dimulai dari tanpa gejala hingga gejala yang parah. Wanita dengan PID akut mungkin mengalami gejala yang tidak khas dan tidak spesifik seperti dispareunia, disuria, atau gejala gastrointestinal yang mungkin tidak terkait dengan infeksi panggul. 5 Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mencari perawatan bagi banyak pasien. Ketika gejala PID ringan-sedang muncul, wanita mungkin menggambarkan nyeri perut bagian bawah atau panggul, kram, atau disuria. Pasien juga akan mengeluhkan tanda-tanda seperti perdarahan vagina intermitten atau pasca-koital, keputihan, atau demam. Tanda



sistemik seperti demam, menggigil, mual, dan muntah seringkali tidak ada pada kasus ringan hingga sedang.5 Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak didapatkan bukti infeksi eksternal, tetapi dapat ditemukan nyeri tekan uterus, nyeri gerakan serviks, atau adneksa. Pada pemeriksaan panggul, pasien akan merasakan sangat nyeri sat dilakukan palpasi uterus dan ovarium. Hal ini sering disebut sebagai ”Chandelier sign” karena wanita seperti ”merasa ingin meraih lampu gantung” karena ketidaknyamanan selama dilakukan pemeriksaan.6 Pada PID berat, wanita tampak sangat sakit dengan demam, menggigil, vagina bernanah, keputihan, mual, muntah, dan terjadi peningkatan jumlah sel darah putih (WBC). Indikator laboratorium lainnya, seperti Laju Sedimentasi Eritrosit / LED, dan protein C-rekatif (CRP) juga dapat meningkat. 5 Salpingitis akut klasik muncul dengan nyeri perut bagian bawah bilateral, demam, dan keputihan bernanah. Perut bagian bawah mungkin teraba lunak dan bahkan kaku jika telah terjadi peritonitis, dengan bising usus yang tidak ada. Selain itu, dapat pula didapatkan keputihan yang bernanah



dan terkadang disertai nyeri tekan pada forniks dengan



pembesaran adneksa. Tenderness atau massa adneksa yang teraba adalah temuan umum pada wanita dengan salpingitis dan berhubungan dengan tingkat keparahan peradangan yang diliat melalui laparaskopi. 8



Data yang tersedia menunjukkan bahwa beberapa wanita yang mengalami infeksi saluran genital bagian atas dapat menyebabkan terjadinya infertilitas. Namun , hal yang paling dikhawatirkan adalah terjadinya “Silent PID” yang menimbulkan tantangan diagnostik dan pengobatan.5 2.6 Diagnosis Salpingitis pada manusia sulit didiagnosis karena gejalanya seringkali tidak khas. Salpingitis kronik dapat asimtomatik, namun beberapa gejala akut termasuk nyeri adneksa, nyeri perut bagian bawah, dan nyeri punggung, biasanya terjadi misdiagnosis sebagai apendisitis akut karena gejalanya serupa. Secara umum, laparaskopi adalah baku emas untuk mendiagnosis dan mengkonfirmasi adanya salpingitis akut. Salpingitis sering menyebabkan oklusi tuba dan hidrosalping yang selanjutnya dapat menyebabkan kehamilan ektopik. 7 Berdasarkan pada suatu studi, hanya sekitar 65% pasien dengan diagnosis



klinis



PID



mengalami



salpingitis



yang



dikonfirmasi



menggunakan laparoskopi, 23% memiliki temuan normal, dan 12% sisanya laparoskopi menunjukkan kondisi patologis. Tenderness atau massa adneksa yang teraba adalah temuan umum pada wanita dengan salpingitis dan berhubungan dengan tingkat keparahan peradangan yang diliat melalui laparaskopi.8



Hasil penelitian Romosan menunjukkan bahwa temuan USG yang menunjukkan salpingitis akut, sedang atau berat adalah adanya massa adneksa bilateral atau adanya massa bilateral yang terletak berdekatan dengan ovarium. Sebagian besar massa yang terletak berdekatan dengan ovarium kasus salpingitis berbentuk padat, lebih sedikit yang merupakan massa kistik unilokular berdinding tebal ata massa bulat atau multilokuler padat yang mengandung cairan echogenic. Sebagian besar lesi ini berukuran 2-3 cm dan memiliki vaskularisasi yang baik pada USG Doppler.8 2.7 Tatalaksana Ketika pasien datang dengan nyeri pada adneksa, demam, dan peningkatan laju endap darah, penting untuk menentukan apakah pasien memerlukan rawat inap atau cukup dengan rawat jalan. Pasien hamil, yang mengalami abses tubo ovarium, muntah-muntah hebat, dan demam tinggi, atau mereka yang tidak merespon terhadap manajemen rawat jalan harus di rawat inap. Rejimen rawat ini untuk salpingitis termasuk cefotetan IV, cefotixin ditambah doksisiklin, atau klindamisin ditambah gentamisin. Dua puluh empat jam setelah perbaikan klinis, pasien cukup diberikan doksisiklin selama 2 minggu.



Beberapa



rejimen



tersedia



untuk



pengelolaan salpingitis rawat jalan. Ceftriaxone ditambah doksisiklin dengan atau tanpa metronidazol dan cefotixin ditambah probenesid dan doksisiklin dengan atau tanpa metronidazol keduanya cukup efektif. 2



Tidak ada bukti bahwa IUD harus dilepas pada pasien yang didiagnosis dengan salpingitis. Wanita yang mempertahankan IUD memiliki hasil yang serupa dengan mereka yang AKDR-nya dilepas. Tindak lanjut yang ketat pada wanita yang mempertahankan IUD adalah wajib,



karena



pengangkatan



diperlukan



pada



pasien



yang



tidak



menunjukkan perbaikan klinis setelah 72 jam pengobatan. 4 2.8 Prognosis Prognosis salpingitis akan baik jika pasien ditangani dengan tepat dan hingga tuntas. Namun jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, pasien dengan salpingitis dapat berkembang menjadi nyeri panggul yang kronik. Nyeri kronik ini mungkin disebabkan oleh adhesi pelvis atau pembentukan abses tubo-ovarium. Abses yang tidak pecah dapat diobati dengan antimikroba, sedangkan abses yang sudah pecah harus ditangani dengan tindakan pembedahan. Riwayat salpingitis atau PID yang berlangsung lama atau berulang dapat menyebabkan infertilitas dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Dengan satu episode salpingitis, risiko infertilitas adalah 8-17%. Dengan 3 episode salpingitis, risikonya



bertambah



menjadi



40-60%,



meskipun



bergantung pada tingkat keparahan tiap episode. 4



risiko



pastinya



BAB III KESIMPULAN Salpingitis disebabkan oleh bakteri eksogen yang berasal dari transmisi penyakit menular seksual Neisseria gonorrhoeae dan bakteri endogen di vagina. Dasar pathogenesis salpingitis adalah infeksi ascending dari traktur genitalia bagian bawah ke tuba fallopi melalui seviks yang terinfeksi dan terjadi kerusakan mukosa serviks, sehingga bakteri dapat menyebar ke traktur genitalia bagian atas. Salpingitis dapat ditangani dengan menggunakan antibiotic. Namun bila tatalaksana yang diberikan tidak adekuat, maka akan menyebabkan komplikasi berupa Chronis Pelvic Pain, Kehamilan ektopik, bahkan mampu menyebabkan infertilitas.



DAFTAR PUSTAKA 1. Salpingitis. Diakses melalui https://www.betterhealth.vic.gov.au pada



tanggal 23 Agustus 2020. 2. Chelmow, David. 2018. Salpingits : Diagnosis and Treatment. Diakses



melalui https://emedicine.medscape.com/ pada tanggal 23 Agustus 2020 3. Price, dkk. Pelvic Inflammatory Disease and Salpingitis: incidence of primary and repeat episodes in England. 2016. University of Birmingham. 4. Bardawil, Tarek. Fallopian Tube Disorders. 2018. Diakses melalui



https://emedicine.medscape.com/ pada tanggal 23 Agustus 2020 5. Pelvic Inflammatory Disease. National STD Curiculum. 2020. Diakses



melalui https://cdn.std.uw.edu/ pada tanggal 23 Agustus 2020. 6. Beckmann CRB, Ling Fw, Smith Rp, et al. Obstetric and Gynecology. Fifth Edition, Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkns. 2006. 7. Owhor, Loveth. Salpingitis Impairs Bovine Tubal Function and SpermOviduct Interaction. Publisherd 26 Juli 2019. 8. Romosan, et al. Ultrasound for diagnosing acute salpingitis : a prospective observational diagnostic study. Human reproduction Vol. 27 No.6. 2013