Sambungan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/318531983



Elemen Mesin I Book · January 2016



CITATIONS



READS



0



235



1 author: Raden Edy Purwanto Politeknik Negeri Malang 16 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE



All content following this page was uploaded by Raden Edy Purwanto on 19 July 2017. The user has requested enhancement of the downloaded file.



i



ii



ElEmEn mEsin 1



ElEmEn mEsin 1 RmE 3012 (Edisi Perdana)



Oleh:



R. Edy Purwanto Akhmad Faizin Imam Mashudi



Desain sampul: Maziyatuzzahra Munasib Hak Cipta © 2016, pada penulis Hak publikasi pada Polinema Press Dilarang memperbanyak, sebagian atau seluruhisi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit. Cetakan ke- 01 Tahun 2016 Polinema Press Politeknik Negeri Malang (Polinema) Jalan Soekarno Hatta No. 9, Malang PO BOX Malang Telp. (0341) 404424/404425 Fax. (0341) 404420 E-mail: [email protected] ISBN: 978-602-19379-1-4



iii



Prakata Penulis



Penyusunan buku dalam rangka memudahkan proses belajar mengajar bagi mahasiswa Politeknik Jurusan Teknik Mesin, sebagai upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar. Buku ini disusun disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan pemahaman bagi mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, untuk membimbing mahasiswa sebelum terjun ke lapangan, sehingga perlu adanya beberapa ilustrasi untuk membantu membayangkan kondisi riil yang akan dihadapi di lapangan nantinya. Oleh karena itu buku ini bersifat khusus untuk dipakai kalangan sendiri tidak untuk diperjual belikan/diperdagangkan. Buku ini diharapkan menjadi sebuah buku ajar yang komunikatif, lengkap dan mudah dipahami, sehingga tujuan penyusunan buku dalam rangka peningkatan mutu proses belajar mengajar dapat tercapai. Namun tentunya akan lebih sempurna apabila adanya masukan-masukan dan kritik yang konstruktif untuk melengkapi isi buku agar menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga buku ini dapat membawa manfaat serta memberikan dampak positif untuk kalangan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang, dalam meningkatkan mutu proses belajar mengajar dan memudahkan pemahaman sebelum melakukan kegiatan praktikum, ataupun persiapan terjun ke lapangan. Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif sebagai informasi positif demi kesempurnaan tulisan ini serta demi menunjang perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.



Penulis



iv



ElEmEn mEsin 1



v



Daftar Isi



Prakata Penulis ...........................................................................



iii



Daftar Isi ......................................................................................



v



Bab 1 Konstruksi Sambungan .................................................



1



A. Sambungan Lem ..........................................................



2



1.



Fungsi dan Pengaruh ............................................



2



2.



Pengunaan Sambungan Lem ...............................



5



3.



Bahan Perekat, Pemilihan dan Pengerjaan .........



5



4.



Bentuk Sambungan Lem ......................................



6



5.



Perhitungan Kekuatan Sambungan Lem ............



6



Sambungan Solder .......................................................



10



1.



Proses Penyolderan ...............................................



11



2.



Bentuk Sambungan Solder ...................................



13



3.



Perhitungan Kekuatan Sambungan Solder .........



14



Sambungan Paku Keling .............................................



16



1.



Aplikasi ..................................................................



16



2.



Bentuk ....................................................................



19



3.



Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling ..



25



4.



Sambungan Paku Keling dengan Beban Eksentrik ...



35



5.



Sambungan Paku Keling untuk Konstruksi (Lozenge Joint) ......................................................



41



D. Sambungan Baut ..........................................................



46



B.



C.



1.



Penggunaan ...........................................................



46



2.



Baut, Mur, dan Pengaman ....................................



47



3.



Bentuk Ulir .............................................................



50



4.



Penerusan Gaya dan Efisiensi ...............................



52



5.



Momen dan Gaya Pengencangan ........................



55



vi



ElEmEn mEsin 1 6.



Pembebanan Baut .................................................



55



7.



Beban Kombinasi Tarik dan Tarik karena Momen ..



58



8.



Beban Kombinasi Geser dan Geser karena Torsi ..



59



9.



Beban Kombinasi Geser dan Tarik karena Momen ..



60



10. Beban Kombinasi Geser dan Tarik karena Momen dan Geser karena Torsi .........................................



62



Sambungan Las ............................................................



64



1.



Macam-macam Sambungan Las ...........................



65



2.



Desain Konstruksi Las ...........................................



69



3.



Perhitungan Kekuatan Las Sambungan Las ........



72



4.



Pengelasan Eksentrik ............................................



76



5.



Pembebanan Tidak Simetris dan Beban Kombinasi .



78



Bab 2 Poros dan Pasak .............................................................



87



A. Poros .............................................................................



87



E.



B.



1.



Material Poros .......................................................



89



2.



Perancangan Poros ................................................



90



3.



Putaran Kritis dan Kekakuan Poros .....................



94



4.



Perencanaan Poros dengan Mempertimbangkan Rigiditas ................................................................. 139



Pasak ............................................................................. 147 1.



Jenis Pasak ............................................................. 147



2.



Gaya yang Bekerja pada Pasak Benam ................ 152



3.



Kekuatan dariPasak Benam .................................. 152



4.



Efek daripada Alur Pasak ..................................... 157



Bab 3 Ulir Penggerak ............................................................... 159 A. Macam-macam Penggunaan Ulir Penggerak ............ 159 B.



Definisi .......................................................................... 169



C.



Momen Torsi dan Efisiensi Ulir ................................... 170



D. Analisis Tegangan ........................................................ 173



Konstruksi Sambungan



1



Bab 1 Konstruksi Sambungan



D alam



konstruksi mesin dikenal bermacam-macam cara penyambungan antara dua komponen atau lebih. Pemilihan metode dan jenis sambungan tersebut, didasarkan pada:



· ·



Kondisi pembebanan dari konstruksi; Maksud perakitannya.



Jenis sambungan yang umum digunakan dalam konstruksi mesin ada 9 (sembilan) macam, yaitu: 1.



Sambungan Lem;



6.



Sambungan Pin;



2.



Sambungan Solder;



7.



Sambungan Kerucut;



3.



Sambungan Paku Keling;



8.



Sambungan Baji;



4.



Sambungan Las;



9.



Sambungan Susut.



5.



Sambungan Baut;



1



2



ElEmEn mEsin 1



Berdasarkan sifat dan fungsinya, jenis sambungan di atas dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: a.



Sambungan tetap;



b. Sambungan tidak tetap. Sambungan tetap adalah sambungan yang tidak bisa terlepas tanpa adanya perusakan dari komponen penyambung atau komponen yang disambung. Termasuk dalam sambungan tetap: 1.



Sambungan Lem;



2.



Sambungan Solder;



3.



Sambungan Paku Keling;



4.



Sambungan Las;



5.



Sambungan Susut.



Sambungan tidak tetap adalah sambungan yang bisa dilepaspasang tanpa adanya perusakan dari komponen penyambung atau komponen yang disambung. Termasuk dalam sambungan tidak tetap: 1.



Sambungan Baut;



2.



Sambungan Pin;



3.



Sambungan Kerucut;



4.



Sambungan Baji.



A. Sambungan Lem 1. Fungsi dan Pengaruh Sambungan lem adalah sambungan antara beberapa komponen yang sama atau berbeda, baik logam atau non-logam, melalui perekatan permukaan dengan menggunakan bahan perekat yang sesuai.Sambungan lem termasuk sambungan tetap. Konstruksi yang menggunakan sambungan lem memiliki keuntungan sebagai berikut:



· ·



Dapat menyambung material yang sama ataupun berbeda; Pemanasan, pengerasan, dan oksidasi tidak berpengaruh pada material;



Konstruksi Sambungan



3



·



Tidak ada atau sedikit tegangan termal pada material akibat distorsi panas;



· · · ·



Sambungannya padat, tidak ada rongga, dan terisolasi;



· · · · ·



Sambungan komponen bebas takik;



Tidak kerusakan permukaan; Tidak kontak korosi; Tidak ada pengurangan penampang komponen akibat lubang, seperti pada sambungan baut atau sambungan paku keling, sehingga jauh lebih ringan; Distribusi gaya dan tegangan merata; Peredam getaran; Memungkinkan konstruksi dengan tampilan visual yang canggih; Memungkinkan konstruksi sandwich kekakuan tinggi dan berat (ringan).



Selain itu, konstruksi dengan sambungan lem juga memiliki kerugian seperti berikut:



·



Diperlukan pengerjaan permukaan khusus pada bagian yang disambung;



·



Waktu penyambungan yang lama untukmendapatkan hasil yang optimal;



·



Dalam penyambungan diperlukan tekanan permukaan dan panas berlipat;



· · · ·



Pada pembebanan jangka panjang akan timbul creep; Ketahanan terhadap lelah, panas, dan getaran rendah; Sensitif terhadap tumbukan dan beban kejut; Tidak memungkin dilakukan pengujian non-destruktif.



Untuk material non-logam seperti kardus, kertas, kulit, karet, kayu, perekatan telah lama berhasil dengan baik. Berdasarkan perkembangan material perekat yang digunakan dan teknologi perekatan yang semakin maju, penggunaan sambungan lempada material logam juga semakin luas dibandingkan sambungan paku keling, las, dan solder. Perbedaan denganjenis sambungan lain, sambungan lem memiliki ketahanan panas dan kekuatan bahan



4



ElEmEn mEsin 1



perekat yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen yang disambung. Aplikasi sambunganlem pada konstruksi adalah meliputi seluruh bidang teknik (teknik mesin, otomotif, aerospace engineering, teknik elektro, dan lain-lain). Terutama pada industri dengan volume produksi yang besar, sambungan lem pada logam dapat memberikan keuntungan secara ekonomi yang berlipat. Gambar 1.2 menjelaskan aplikasi sambungan lem pada berbagai macam konstruksi,misalnya pada sambungan pipa (Gambar 1.2a – c), panel laminasi kayu (Gambar 1.2d), papan komposit (Gambar 1.2e), sambungan lem pada sayap depan pesawat (Gambar 1.2f),sambungan lem pada penguat tangki (Gambar 1.2g), sambungan lem pada lapisan sepatu rem (Gambar 1.2h), Sambungan lem pada profiluntuk penguatan lambung pesawat (Gambar 1.2i).



Gambar 1.2 Aplikasi Sambungan Lem



Konstruksi Sambungan



5



2. Penggunaan Sambungan Lem Pemakaian sambungan lem sudah meluas dimana-mana, khususnya jika diinginkan konstruksi ringan. Sambungan ini banyak digunakan pada penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang, dijumpai sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap helikopter. Bentuk konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi sambungan lem. Aplikasi sambungan lem pada kendaraan adalah: sambungan pada rangka sepeda dan sepeda motor, lapisan rem, lapisan kopling, konstruksi bak kendaraan angkutan. Pada industri peralatan kelistrikan meliputi pembungkusan pelat, isolasi pada komponen pemutus arus. Penggunaan lain dari sambungan lem adalah pada sambungan perpipaan, konstruksi logam ringan, pompa, peralatan pendingin, katup geser dan sebagainya. 3. Bahan Perekat, Pemilihan dan Pengerjaan Pada sambungan lem digunakan bahan perekat dengan kualitas tinggi, seperti epoxyd- atau phenol-resin (lihat Tabel 1.2). Bahan perekat dibedakan berdasarkan jumlah komponennya: a.



Bahan perekat satu komponen, yaitu bahan perekat yang dapat mengeras dengan sendirinya, sehingga dapat diperlukan memegang komponen yang disambung;



b. Bahan perekat dua komponen, yaitu bahan perekat yang terdiri dari resin dan pengeras. Dalam penggunaannya kedua komponen harus dicampur. Bahan perekat dibedakan berdasarkan suhu pengelupasannya: a.



Bahan perekat, yang dapat terkelupas pada suhu kamar atau suhu pemanasan tertentu (lihat Tabel 1.2);



b. Bahan perekat, yang hanya terkelupas pada suhu pemanasan tertentu. Khususnya jika diinginkan konstruksi ringan. Sambungan ini banyak digunakan pada penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang, dijumpai sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap helikopter. Bentuk konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi sambungan lem.



6



ElEmEn mEsin 1



4. Bentuk Sambungan Lem Bagian yang disambung hanya dimungkinkan menerima beban tekan, sehingga lapisan perekatan harus diletakkan pada arah beban tersebut. Tegangan tarik, tegangan pengelupasan, dan beban kejut harus dihindarkan. Bentuk sambungan lem yang kurang baik dan lebih baik dapat dilihat pada Tabel 1.1. Hal yang perlu diperhatikan pada sambungan lem adalah permukaan perekatan. Kekuatan sambungan lem (kekuatan geser) dari bahan perekat berada di bawah kekuatan bagian yang disambung. Jika permukaan perekatan lebih luas, kekuatan sambungan lebih besar. Panjang pelapisan lu sekitar 10 – 15 kali tebal pelat yang disambung. Ketebalan film perekat sangat mempengaruhi kekuatan sambungan. Semakin tebal film perekat, kekuatan sambungannya semakin lemah. Kekuatan sambungan maksimum adalah pada ketebalan film perekat sebesar 0,1 – 0,2 mm, untuk sambungan roda/naf sebesar 0,03 mm. Guna menambah kekuatan tempat perekatan atau untuk menghindari penglepasan, dilakukan penyambungan kombinasi (paku keling, sekrup, las titik). Tempat perekatan harus mempunyai ketahanan terhadap tekukan. Selain itu, harus diperhatikan juga pengaruh terhadap suhu dan korosi. 5. Perhitungan Kekuatan Sambungan Lem



Gambar 1.3 Beban F dan Momen Puntir M



Hal yang harus dihindari pada sambungan lem adalah terjadinya pembebanan tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan benar. Contoh desain yang disarankan seperti pada Tabel 1.1.



Konstruksi Sambungan



7



Pada Gambar 1.3a menggambarkan sambungan lem yang menahan beban F dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser ( g terjadi): g terjadi



= F = F. A b IU



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang yang menahan (mm2) = b ⋅ lU (mm2);



b



= lebar sambungan (mm);



lU



= panjang sambungan (mm).



Pada Gambar 1.3b menggambarkan sambungan lem yang menahan beban momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser ( g terjadi): g terjadi



=



M .d .b . d



2



M



= 2



.d 2 .b



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi (N/mm2);



M



= beban momen (Nmm);



d



= diameter sambungan lem (mm);



b



= panjang sambungan lem (mm).



Tegangan geser yang terjadi ( g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan geser bahan lem ( g lem) dan menghasilkan faktor keamanan (S):



S=



glem g terjadi



atau



g izin



=



glem



S



Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada kondisi sambungannya.



8



ElEmEn mEsin 1 Tabel 1.1 Bentuk Sambungan Lem



Konstruksi Sambungan



9



Tabel 1.2 Perekatan Dingin dan Panas (



Perekatan Dingin



Cara Perekatan



Dingin



No.



g



adalah tegangan geser dalam N/mm2)



Bahan Perekat



Basis Kimia



Perbandingan Suh u Campuran Pengerasan (ºC)



1.



AGOMET M



Acryl resin



Degusa, Hanau



100:3



20 50



2.



Araldit AY 105 Pengeras HY 953



Epoxydresin



CIBA AG. Wehr/Baden



100:100



20 60 120 150



3.



Bostik 778



Polyesterresin



Bostik GmbH Oberursel



100:120



23



4.



Metallon K



Epoxydresin



Henkel u. Cie GmbH, 100:50 Dusseldorf



5.



Sicoment 85



Cyanacrylat



Sichel-Werke AG Hannover-Limmer



Perekat komponen tunggal



6.



Technicoll 876



Epoxydresin



P. Beiersdorf chem. Fabrik Hamburg



20 1:1 60 bagian volume 120 150



7.



Araldit AT 1



Epoxydresin



8.



Bostik 776



Phenolresin



Bostik GmbH Oberursel



9.



Hidux 1233



EpoxydPhenolresin



CIBA AG, Wehr/Baden



10.



Redux 64



PhenolresinCIBA AG, Polyvinylforma Wehr/Baden l



11.



Technicoll 880



Epoxydresin



12.



Scotch-Weld Klebefilm AF-42 Primer EC 1956



13.



FM 34 Primer BR 34



Perekatan



Perekatan Panas



Pabrik Pembuat



CIBA AG, Wehr/Baden



20 100



Perekat komponen tunggal



20



110 200 250



Waktu (Jam)



Keterangan



Baja, logam lunak, plastik keras, kekuatan sambungan B pada: Alu/Alu : sampai 48 Baja/Baja: sampai 39 Suhu ketahanan sampai 80ºC Logam, gelas, keramik, 30 duroplast 5 B : Alu/Alu: 12... 20, tergantung 1 pada suhu perkerasan. 0,33 Suhu ketahanan sampai 60ºC Logam. Khusus waktu perekatan lebih dari 1 hari B : 48... 168 15...18. Suhu ketahanan sampai 80ºC Logam, keramik, gelas, kayu 24 B :10... 20 (proses dingin) 1...3 28... 31 (proses panas) Logam dan material tidak 5dtk - 5mnt berpori. tergantung : Alu/Alu : 26 materialnya B Keeratan setelah 36 jam. Logam, duroplast,keramik, 24 gelas 2 1 B :20... 25 0,25/0,5 Suhu ketahanan sampai 80ºC 28 Bentuk tersedia: tepung, logam, 0,5 keramik, gelas, plastik 0,12 dikeraskan B:Alu/Alu : 35 ...57 Baja/Baja: 50...55 24 1



150 200



0,6 0,3



Logam, keramik, duroplast B:Alu/Alu : 38 Suhu ketahanan sampai 90ºC



145



0,6



Logam, B:Alu/Alu : 20, 10 sampai 200ºC Suhu ketahanan sampai 200ºC



-



145 180



0,5 0,1



Logam,tabung rem Suhu ketahanan sampai 300ºC



P. Beiersdorf chem. Fabrik Hamburg



-



150 175 200



4,5 1,75 0,45



Logam,keramik, gelas, duroplast B: 20 ... 30 Suhu ketahanan sampai 150ºC



NylonEpoxydresin



3-M Company, Niederlassg. Dusseldorf



-



175 230



1,0 30 detik



Logam,gelas, keramik, AFK B: Alu/Alu: 34 Suhu ketahanan sampai 120ºC



Plyimid



Bloomingdale Rubber Company Niederlassung Zurich



-



260



1,5



Logam,sambungan dasar B: Baja/Baja: 30 sampai 20ºC Suhu ketahanan sampai 350ºC



-



100:80



10



ElEmEn mEsin 1



B. Sambungan Solder Sambungan solder merupakan proses penyambungan beberapa komponen logam menjadi satu bagian. Sambungan solder juga memungkinkan menyambung komponen keramik dari tungku pelapis perak. Baja, besi, tembaga, kuningan, seng dapat disolder dengan mudah, tetapi aluminium dan campurannya lebih mudah dilas. Penyambungan dengan solder diperoleh dengan bantuan bahan tambah (solder) yang dilelehkan. Bahan tambah memiliki titik lebur yang lebih rendah daripada komponen yang disambung. Untuk itu, pemberian pembebanan berupa suhu pada komponen yang diseolder, harus lebih rendah dari pada titik lebur bahan tambahnya. Hal dikehendaki dari sambungan solder adalah ketahanan dan/atau kerapatan terhadap korosi akibat penyolderan. Dalam proses penyolderan, permukaan yang akan disolder harus dibersihkandan diatur serapat mungkin satu sama lain dan pada tempat yang disolder harus seluruhnya diberi media pengalir. Media pengalir untuk membantu dalam proses penyolderan adalah sebagai berikut:



· ·



Solder keras: borax, natrium-tetraborat, asam ortho-bor; Solder lunak: sengkhlorida (air solder, pasta solder), asam garam untuk seng, resin untuk keperluan teknik listrik dan penyolderan tangki.



Untuk komponen dari bahan aluminium dan campurannya, media pengalirnya: khlorida, bromida, fluorida. Penyolderan lunak adalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di bawah 450ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang ringan dan suhu rendah, misalnya untuk penyambungan listrik, peralatan pendingin, tangki, tabung dan konstruksi dengan beban rendah yang memerlukan kerapatan. Penyolderan kerasadalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di atas 500ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang besar dan suhu tinggi (di atas 200ºC, tidak rusak), misalnya untuk mengikat sambungan naf dan roda, untuk penyambungan pipa pada rangka sepeda atau sepeda motor,untuk sambungan antara flens dengan pipa, antara pipa dengan tangki, dan sebagainya. Dalam banyak hal, sambungan solder dapat



Konstruksi Sambungan



11



dibebaskan dari pembebanan yang besar, misalnya pada sambungan kaleng melalui lipatan, pada flens pipa melalui penjepitan atau pengaluran dengan penggilasan, dan sebagainya. Komponen yang disolder keras dapat dikeraskan setempat, karena titik lebur dari solder Cu di atas suhu setempat.Sambungan solder sebaiknya hanya dibebani dengan tegangan tekan saja, sedang pada solder keras dalam keadaan tertentu dapat juga menerima beban tarik. Pada proses penyolderan, solder dan benda kerja ditempatkan pada suhu kerja, sebesar suhu titik beku solder, sehingga solder mengalir, permukaan yang disolder terbasahi, dan komponen dapat tersambung. Solder cair akan terhisap ke dalam celah penyolderan dengan adanya gaya kapiler. Gaya pengikatannya merupakan gaya ikatan molekul antara komponen yang sambung – solder – komponen yang disambung. Keuntungan:



·



Aliran solder yang optimal, karena kerataan dan kontinuitas sambungan;



· ·



Tidak ada beban takik;



·



Melalui pemilihan bahan solder yang tepat, suhu kerja dapat diturunkan;



·



Pada dinding yang tipis tidak akan timbul bahaya tembus (seperti pada sambungan las);



·



Sambungan solder relatif lebih bersih dibanding sambungan yang lain, sehingga tidak diperlukan pengerjaan lanjut.



Tidak ada pengurangan penampang (seperti pada sambungan baut dan paku keling);



Kerugian:



· · ·



Untuk penyolderan masal, komposisi campuran harus tepat; Hasil penyolderan yang kurang bagus dapat mudah dikenali; Konstruksi lebih rumit.



1. Proses Penyolderan Penentuan penyambungan dengan solder ditentukan oleh komponen yang akan disambung, temperatur yang diizinkan,



12



ElEmEn mEsin 1



dan kekuatan yang dikehendaki. Besarnya kekuatan tarik dan kekuatan geser dari sambungan solder sangat tergantung pada keeratan dari komponen yang disambung, lebar celah yang dikehendaki (0,1 - 0,2 mm), dan permukaaan solder. Mengenai ketahanan kekuatan sambungan solder masih belum banyak diteliti. Proses penyolderan tergantung pada kondisi pengerjaan dan dapat menentukan proses pelaksanaan yang ekonomis, seperti berikut: a) Penyolderan batang. Penyolderan dikerjakan dengan suatu batang tembaga yang dipanaskan, hanya sesuai untuk penyolderan lunak dan diperlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal dan penyolderan masal pada kontak listrik; b) Penyolderan nyala. Sesuai untuk penyolderan lunak maupun keras. Dilakukan dengan api dari lampu solder atau api dari zat asamasetilat dan juga memerlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal; c)



Penyolderan celup. Dilakukan mencelupkan bagian yang akan disolder dan hanya bagian logam yang telanjang ke dalam bak solder lunak atau keras yang dicairkan; atau mencelupkan (bagian khusus yang disolder) ke dalam suatu bak garam panas, dimana solder udah disiapkan pada permukaan penyolderan yang tepat. Sesuai untuk penyolderan masal;



d) Penyolderan tungku. Dilakukan dengan menyiapkan bagian yang disolder dan bak garam penyolderan. Kemudian dilewatkan pada suatu tungku yang menyala terus-menerus dengan pengurangan gas yang melingkupi, tanpa penambahan media pengalir; e) Penyolderan induktif. Dilakukan dengan memanaskan bagian yang disolder bersama solder dan media pengalir di dalamnya. Pemanasan dilakukan dengan gulungan induksi listrik. Proses ini menghemat waktu dan sangat sesuai untuk penyolderan dengan ban berjalan dari penyolderan benda-benda serupa; f)



Penyolderan ultrasonik. Penyolderan yang sangat dimungkinkan dalam lingkungan solder dari aluminium dan campurannya. Ultrasonik dapat mencegah pembentukan lapisan oksida.



Konstruksi Sambungan



13



Gambar 1.4 Sambungan solder pada pipa rangka sepeda



2. Bentuk Sambungan Solder Sambungan solder dirancang sedemikian rupa, supaya hanya menerima beban tekan saja. Beban tarik dan beban bengkok, sebaiknya dihindarkan (terutama pada sambungan solder lunak). Celah penyolderan dibuat sejajar. Penampang melintang searah dengan arah pengaliran cairan solder, arahnya dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi, celahnya tidak melebar. Bagian yang disolder dipasangkan pada posisi yang kuat, sehingga saling mempertahankan proses penyolderan. Semua sambungan solder dirancang supaya terbebas dari tegangan yang terus-menerus, misalnya dibuat pengaluran, pelipatan, pasak, sekrup, atau dudukan yang dipres. Panjang pelapisan (overlapping) pada penyambungan kaleng 4 – 6 kali tebal (s) dari kaleng yang tipis. Jika pelapisan lebih panjang, menjadi tidak kuat, karena tidak seluruhnya dapat dialiri solder. Permukaan sebaiknya dibuat sedikit kasar (Rmaks = 10 – 15 m). Pada permukaan yang halus (hasil poles), solder sulit menempel, sehingga perlu dibuat kasar. Solder yang mengalir ke atas dan mengalir melalui celah yang sempit, harus diusahakan dengan suhu yang lebih panas. Kemampuan mengalir ke atas dalam celah dari elektrolit tembaga sampai 100 mm.



14



ElEmEn mEsin 1



3. Perhitungan Kekuatan Sambungan Solder



Gambar 1.5 Beban Tarik F dan Momen Puntir M



Seperti halnya sambungan lem, sambungan solder sebaiknya dihindarkan terhadap terjadinya pembebanan tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan benar. Contoh desain yang disarankan seperti pada Tabel 1.3. Pada Gambar 1.5a menggambarkan sambungan solder yang menahan beban F dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser ( g terjadi):



g terjadi



= F = F. A b IU



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang yang menahan (mm2) =



b



= lebar sambungan (mm);



lU



= panjang sambungan (mm).



(mm2);



Pada Gambar 1.5b menggambarkan sambungan solder yang menahan beban momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser ( g terjadi):



Konstruksi Sambungan M



=



g terjadi



.d .b . d



2



15



M



= 2



.d 2 .b



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi (N/mm2);



M



= beban momen (Nmm);



d



= diameter sambungan solder (mm);



b



= panjang sambungan solder (mm).



Tegangan geser yang terjadi ( g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan geser solder ( g solder) dan menghasilkan faktor keamanan (S): S=



solder



atau



g terjadi



g izin



=



solder



S



Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada kondisi sambungannya. Tabel 1.3 Dimensi Celah Solder pada Suhu Kamar



Solder



Logam ringan solder L-AISI



Lebar Celah untuk Material Dasar Logam Ringan



Material Baja



Logam Berat-NE



0,15 – 0,60, semakin panjang sambungan makin lebar celahnya 0,05 – 0,10 0,25 – 0,40 pada penyolderan baja – logam keras



Tembaga Solder kuningan



0,10 – 0,25



0,10 – 0,40



Solder perak



0,20 – 0,30



0,10 – 0,40



Solder tembaga-fosfor



0,10 – 0,30



Solder perak-tembaga-fosfor



0,05 – 0,20



Solder perak



0,15 – 0,65



0,05 – 0,20



0,05 – 0,25



Solder lunak



0,20



0,10



0,10 – 0,20



16



ElEmEn mEsin 1



Penyolderan lunak



Tabel 1.4 Bentuk Sambungan Solder



C. Sambungan Paku Keling 1. Aplikasi Sambungan paku keling merupakan jenis sambungan tertua yang digunakan untuk menyambung komponen berbentuk pelat atau profil. Jenis sambungan ini dapat dilepas melalui perusakan kepala paku keling atau pengeboran paku keling. Seperti halnya jenis sambungan yang lain, sambungan paku keling banyak digunakan: a.



Sebagai sambungan penahan beban, misalnya pada konstruksi baja, pesawat angkat (crane), konstruksi pesawat terbang,



Konstruksi Sambungan



17



konstruksi pesawat luar angkasa, dan konstruksi kendaraan (konstruksi ringan); b. Sebagai sambungan pengikatan (tanpa beban yang jelas), misalnya konstruksi asesori untuk bagian luar kendaraan atau pesawat terbang; c.



Sebagai sambungan kedap, misalnya konstruksi tangki, cerobong asap yang tidak bertekanan. Pada konstruksi pesawat terbang, umumnya tangki dan rongganya disambung dengan paku keling guna mendapatkan sambungan yang kedap udara.



Dalam berbagai aplikasi, sambungan paku keling sering digantikan dengan sambungan las. Sambungan paku keling membutuhkan waktu pengerjaan relatif lebih lama dan konstruksinya lebih rumit dibanding dengan sambungan las. Pada sisi lain sambungan paku keling terlihat jauh lebih aman dan mudah dilakukan pengontrolan. Khusus untuk konstruksi ringan, sambungan paku keling lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sambungan las. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kekuatan akibat kenaikan temperatur pada proses pengelasan. Cara pemasangan paku keling dapat dilihat pada Gambar 1.6. Bagian yang akan disambung (2 buah pelat) disatukan, dilubangi hingga tembus. Selanjutnya dipasang paku keling dan dipukul dengan pembentuk kepala, hingga saling mengikat dengan erat. Pengelingan panas, yaitu proses pemasangan paku keling yang menggunakan proses pemanasan. Paku keling baja berdiameter di atas 10 mm dipanaskan hingga berpijar merah (sekitar 1000ºC). Pada saat proses pendinginan, paku keling akan menyusut bersama lubangnya, hingga batas yield dan komponen yang disambung menekan satu sama lain. Pengelingan dingin, yaitu proses pendingan tanpa adanya proses pemanasan. Paku keling baja berdiameter di bawah 10 mm (begitu juga kuningan, tembaga, dan logam ringan) dibentuk pada suhu dingin.



18



ElEmEn mEsin 1



Gambar 1.6 Pemasangan dan Dimensi Sambungan Paku Keling



Konstruksi Sambungan



19



2. Bentuk Material paku keling pada umumnya digunakan U St 36-1 dan untuk konstruksi khusus yang menggunakan baja kelas tinggi seperti St 52-1 digunakan paku keling dengan material RSt 44-2. Proses pembentukan paku keling untuk diameter di bawah 10 mm menggunakan pemukulan dingin, sedang untuk diameter di atas 10 mm, menggunakan proses pembentukan melalui pemanasan. Pada paku keling yang terlalu panjang memungkinkan terjadinya pembengkokan saat pemukulan, sehingga panjang penjepitan ditentukan s = 4 . d . Spesifikasi untuk pemilihan diameter paku keling dapat dilihat pada Tabel 1.5. Sebagai pendekatan, dimana s d 50 . s _ 2 adalah tebal pelat yang paling tipis dari bagian yang disambung. Panjang batang l = s + 1,4...1,6 . d , untuk jenis paku keling setengah bulat dan l = s + 1,4...1,0 . d , untuk jenis paku keling terbenam. Derajat kelangsingan yang diizinkan untuk batang tekan ³ 250 ³ 150 pada konstruksi pada konstruksi baja bertingkat dan jembatan. Pengaturan posisi paku keling harus dirancang sedemikian rupa, sehingga bentuknya simetris dan tidak menimbulkan beban eksentrik. Lubang paku keling harus dibuat melalui proses pengeboran dan peluasan (reaming). Lubang yang ditusuk tidak diperbolehkan digunakan pada konstruksi baja.



20



ElEmEn mEsin 1



Konstruksi Sambungan



Gambar 1.7 Macam-macam Paku Keling



. . . . . . .



.



Gambar 1.8 Dimensi Paku Keling



21



22



ElEmEn mEsin 1



Tabel 1.5 Dimensi Paku Keling pada Konstruksi Baja dan Logam Ringan s



4-6



5-7



6-8



7-9



d



12



14



16



18



8 - 11 10 -14 13 - 17 16 - 21



Konstruksi Baja



Konstruksi Logam Ringan



s d



20



< 1,3 1,4 - 2 2 - 3,2 3 – 4,5 4,5 - 7 2



3



5



7



10



22 6 -9 14



24



27



7 - 10 8 – 12 16



20



Pada konstruksi baja, diameter lubang sama dengan d + 1 mm, sedang pada konstruksi logam ringan, diameter lubang sama dengan d + 0,1 ... 0,2 mm. Kerusakan paku keling dapat dibedakan seperti berikut: a.



Terjadinya geser pada paku keling



Luasan geser yang terjadi pada paku keling



x d2 A = s 4 Kemampuan paku keling menahan geser



x d2 x Ps = n x 4 b. Terjadinya tumbukan pada paku keling



Konstruksi Sambungan luasan tumbukan paku keling Ac = d.t = n.d.t



Penyebab kerusakan paku keling:



Gambar 1.9 Kerusakan Paku Keling



23



24



ElEmEn mEsin 1



Metode Penyambungan dengan Paku Keling a.



Sistem sambungan ini mengakibatkan terjadinya tegangan bengkok dan tegangan geser pada paku keling.



b.



Sistem sambungan dua pelat kurang sesuai untuk sambungan kawah, karena pelat terkena tegangan tekan.



c.



b. dan c. Sistem sambungan tiga pelat. Pada sistem ini akan terjadi tegangan geser pada paku keling dan tegangan tekan pada pelat.



d.



Sambungan siku/ sudut jika menggunakan paku keling.



Gambar 1.10 Metode Penyambungan Paku Keling



Kerusakan plat pada sambungan paku keling a.



Sobek pada pinggir plat



m = 1,5 d



Konstruksi Sambungan



25



b. Sobek diantara dua paku keling



A1 = (p - d)t P1 = A 1 .



1



= (p - d)t .



1



3. Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling Perhitungan kekuatan dari sambungan paku keling diperoleh dari tegangan yang terjadi pada paku keling (kepala dan batang) dan tegangan yang terjadi pada pelat yang disambung. Tegangan nominal pada paku keling: a.



Melalui gesekan, diperoleh gaya yang membebani setiap paku keling: F1 = FN .



=



N



.



. d 2. 4



b. Melalui beban geser pada batang paku keling, diperoleh gaya yang membebani setiap paku keling: F2 =



c.



S



.



.d 2 4



Total gaya yang membebani setiap paku keling: F = F1 + F2 =



.d 2 . ( 4



N



. +



S



)



26



ElEmEn mEsin 1 Jenis pembebanan: 1. Beban geser pada kepala paku keling; 2. Beban geser pada batang paku keling; 3. Beban tarik pada batang paku keling; 4. Beban tekan pada landasan kepala paku keling; 5. Beban tekan pada permukaan lubang;



a. Asumsi untuk b. Tekanan yang perhitungan sebenarnya 6. Beban tekan pada pelat; 7. Beban geser pada pelat di belakang paku keling; 8. Beban tarik pada pelat akibat pengurangan luasan; 9. Beban bengkok pada paku keling.



Gambar 1.11 Pembebanan pada Sambungan Paku Keling



1) Sambungan dengan dua pelat (lap Joint)



Konstruksi Sambungan



Single rivet



double rivet



27



double rivet zigzag



Gambar 1.12 Tegangan tarik dan macam susunan paku keling lap joint



28



ElEmEn mEsin 1



1) Tegangan geser pada kepala paku keling: g terjadi



=



F Fz = .z . A d x



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



x



= ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).



2) Tegangan geser pada batang paku keling: g terjadi



= F = A



F 4



. d2



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameterbatang paku keling (mm).



3) Tegangan tarik pada batang paku keling: t terjadi



= FZ = A



4



FZ . d2



Dimana: t terjadi



= tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm).



4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling: F F = t terjadi = . d2 A 4



Konstruksi Sambungan



29



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm).



5) Tegangan tekan pada permukaan lubang: t terjadi



F = F = A 0,5 . .d . t



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm);



t



= tebal pelat (mm).



6) Tegangan tekan pada pelat: t terjadi



= F = A



F 4



. (D2- d2)



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



D



= diameter kepala paku keling (mm);



d



= diameter batang paku keling (mm).



7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling: t terjadi



= F = . F. A 2 t e1



Dimana: = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



30



ElEmEn mEsin 1



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



t



= tebal pelat (mm);



e1



= jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).



8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan: t terjadi



= F = . F . A t (I - 2 d)



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter paku keling (mm);



t



= tebal pelat (mm);



l



= panjang total pelat (mm).



9) Tegangan bengkok pada paku keling: b terjadi



= Mb = Wb



F. y . d3 32



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



Mb



= momen bengkok yang terjadi (N);



Wb



= momen tahanan bengkok (mm2);



F



= beban (N);



y



= jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);



d



= diameter paku keling (mm).



Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan tegangan izin dari material yang digunakan.



Konstruksi Sambungan 2) Sambungan dengan tiga pelat (butt joint)



Gambar 1.13 Sambungan Tiga Pelat (butt joint)



31



32



ElEmEn mEsin 1



1) Tegangan geser pada kepala paku keling: g terjadi



=



F Fz = .z . A d x



Dimana: g terjadi



= tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



x



= ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).



2) Tegangan geser pada batang paku keling:



F = F = A 2 . . d2 4 Dimana: g terjadi



g terjadi



= tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm).



3) Tegangan tarik pada batang paku keling: t terjadi



= FZ = A



4



FZ . d2



Dimana: t terjadi



= tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm).



4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling: F = F g terjadi = . d2 A 4



Konstruksi Sambungan



33



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm2);



Fz



= beban aksial (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm).



5) Tegangan tekan pada permukaan lubang: t terjadi



F = F = A 0,5 . .d . t



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/ mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter batang paku keling (mm);



t



= tebal pelat (mm).



6) Tegangan tekan pada pelat: t terjadi



= F = A



F 4



. (D2- d2)



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



D



= diameter kepala paku keling (mm);



d



= diameter batang paku keling (mm).



7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling: t terjadi



= F = . F. A 2 t e1



Dimana: g terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



34



ElEmEn mEsin 1



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



t



= tebal pelat (mm);



e1



= jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).



8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan: F F = t terjadi = A t .(I - 2 . d) Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



F



= beban (N);



A



= luas penampang menahan (mm2);



d



= diameter paku keling (mm);



t



= tebal pelat (mm);



l



= panjang total pelat (mm).



9) Tegangan bengkok pada paku keling: b terjadi



= Mb = Wb



F. y . d3 32



Dimana: t terjadi



= tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);



Mb



= momen bengkok yang terjadi (N);



Wb



= momen tahanan bengkok (mm2);



F



= beban (N);



y



= jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);



d



= diameter paku keling (mm).



Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan tegangan izin dari material yang digunakan.



Konstruksi Sambungan



35



4. Sambungan Paku Keling dengan Beban Eksentrik (MD, RS Khurmi, p.323-324) 1). Menentukan titik berat paku keling X1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu y X2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu y X3 = dst Y1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu X Y2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu X Y3 = dst A1 = luas lubang paku keling 1 A2 = luas lubang paku keling 2 A3 = dst



n = jumlah paku keling



36



ElEmEn mEsin 1



2) Terjadi beban geser pada paku keling arah ke bawah karena beban yang besarnya sama untuk setiap paku keling P Ps = n



P



= beban



Ps = beban yang ditanggung setiap paku keling e



= jarak beban ke pusat berat



3) Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan menggunakan persamaan phytagoras



c = a2 + b2 c a



b



4) Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling F1 = gaya geser karena momen pada paku keling 1 F2 = gaya geser karena momen pada paku keling 2 F3 = dst



Konstruksi Sambungan



37



L1 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 1 L2 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 2 L3 = dst



5) Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser kebawah akibat beban dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling



38



ElEmEn mEsin 1



6) Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya, kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.



(R ) =



4



x



d



2



x



Contoh soal (MD, RS Khurmi, p.325-326) Beban eksentrik P = 50.000 N; jarak beban dengan pusat berat e = 400 mm; jumlah paku keling n = 7; tegangan geser = 65 N/mm2 dan tegangan tumbukan c = 120 N/mm2



a.



Menentukan titik berat paku keling



Konstruksi Sambungan



39



b. Terjadi beban geser pada paku keling arah ke bawah karena beban, yang besarnya sama untuk setiap paku keling



P 50 x 10 3 = 7143 N Ps = n = 7 c.



Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan menggunakan persamaan phytagoras



40



ElEmEn mEsin 1



d. Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling



e.



Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser ke bawah akibat beban dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling



Konstruksi Sambungan



f.



41



Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya, kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.



5. Sambungan Paku Keling untuk Konstruksi (Lozenge Joint) (MD, RS Khurmi p.314-322) Sambungan paku keling untuk konstruksi disusun dalam bentuk diamond, Baris 1 satu paku keling Baris 2 dua paku keling Baris 3 tiga paku keling....dst, kemudian pada sisi yang lain tersusun kebalikannya.



42



ElEmEn mEsin 1



1) Perhitungan diameter paku keling



d=6 t t = tebal paku keling dalam mm d = diameter paku keling 2) Perhitungan jumlah paku keling Pt = = (b - d) t x



PS = 1.75 x PC = d



2



x



t



t



4 x



x



d



2



x



C



Jumlah paku keling adalah kekuatan tarik maksimum sambungan Pt, dibagi oleh Ps atau Pc diambil yg nilainya kecil. n=



Pt Least of PS or PS



3) Susunan konstruksi paku keling dengan bentuk diamond



4) Ketebalan plat penjepit Tp = 1,25 t untuk penjepit tunggal Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda 5) Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling Baris 1-1 Pt 1 = (b - d) t x



t



Konstruksi Sambungan



43



Baris 2-2 Pt 2 = (b - 2d) t



x



t



ditambah tegangan geser 1 paku di depannya



x



t



ditambah tegangan geser 3 paku di depannya



Baris 3-3 Pt 3 = (b - 3d) t



Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps dan Pc dibagi dengan tegangan plat P



Contoh Soal: Diketahui: suatu konstruksi dengan lebar plat lebar b = 350 mm dan tebalnya t = 20 mm, dengan penjepit ganda. Tegangan t= 90N/mm2; = 60 N/mm2; dan c = 150 N/mm2 Penyelesaian a) Perhitungan diameter paku keling



d = 6 t = 6 20 = 26.8 mm maka diameter lubang paku dibuat 2 mm lebih besar ~ 29 mm b) Perhitungan jumlah paku keling Pt =



jumlah paku keling ~ 9



44 c)



ElEmEn mEsin 1 Susunan paku lozenge joint



d) Ketebalan plat penjepit Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda t1 = 0.75 t = 0.75 x 20 = 15 mm 6) Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling Baris 1-1 Pt1 = (b - d) t x



t



= (350 - 29) 20 x 90 = 577 800 N



Baris 2-2 Pt2 = (b - 2d) t x



t



+ 1 Ps



= (350 - 2 x 29) 20 x 90 + 69 360 = 594 960 N Baris 3-3 Pt3 = (b - 3d) t x



t



+ 3 Ps



= (350 - 3 x 29) 20 x 90 + 3 x 69 360 = 681 480 N



Konstruksi Sambungan



45



Baris 4-4 Pt3 = (b - 3d) t x



t



+ 6 Ps



= (350 - 3 x 29) 20 x 90 + 6 x 69 360 = 889 560 N Tegangan geser 9 paku keling Ps = 9 x 69 360 = 624 240 N Tegangan tumbukan 9 paku keling Pc = 9 x 87 000 = 783 000 N Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Pt4, Ps dan Pc dibagi dengan tegangan plat P Tegangan plat tanpa paku keling P =bxtx



t



= 350 x 20 x 90 = 630 000 N



Least of Pt1 , Pt2 , Pt3 , Ps or Pc P 577 800 = 630 000 =



= 0.917 or 91.7%



Jika 9 paku disusun dengan model rata Pt1 Pt3 = (b - 3d) t x =



Least of Pt1 , Pt2 , Pt3 , Ps or Pc P



= (b - 3d) t x =



t



t



= (350 - 3 x 29) 20 x 90 = 473 400 N



473 400 = 0.752 or 75.2% 630 000



Dengan jumlah paku yang sama 9 buah paku keling, ternyata disusun dengan model lozenge joint lebih efisien jika dibandingkan dengan susunan model baris 3 x 3



46



ElEmEn mEsin 1



D. Sambungan Baut 1. Penggunaan Berdasarkan fungsi utamanya, baut dibedakan menjadi baut pengikat dan baut penggerak. Fungsi utama baut adalah:



-



Pengubah beban, artinya mengubah beban keliling yang kecil menjadi beban aksial yang besar, seperti transmisi pada roda gigi cacing;



-



Pengubah gerakan, artinya mengubah gerakan keliling yang besar menjadi gerakan aksial yang kecil, seperti ulir penggerak pada mikrometer.



Sambungan baut adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan dalam elemen mesin. Tujuan penggunaan sambungan baut adalah sebagai berikut: 1.



Sebagai baut pengikat untuk sambungan yang dapat disambung/ dilepas;



2.



Sebagai baut pengencanguntuk proses pengencang (baut pengencang);



3.



Sebagai baut penutup untuk menutup lubang, misalnya lubang pembuangan oli;



4.



Sebagai baut landasan untuk melandasi atau mengatur keausan atau kelonggaran;



5.



Sebagai baut pengukur untuk mengukur jarak, seperti pada mikrometer;



6.



Sebagai pemindah gaya untuk mengubah gaya yang kecil menjadi gaya yang memanjang yang besar, seperti pada mesin pres;



7.



Sebagai baut penggerak untuk mengubah gerakan berputar menjadi gerakan memanjang, seperti pada ulir pengarah atau mengubah gerakan memanjang menjadi gerakan berputar, seperti pada ulir pengebor;



8.



Sebagai baut diferensial untuk menghasilkan lintasan yang kecil dalam putaran yang besar.



Beberapa kekurangan dalam penggunaan sambungan baut dan perlu diperhatikan dalam proses perancangan mesin adalah sebagai



Konstruksi Sambungan



47



berikut:



-



Pada baut pengencang, momen pengencangan, ketahanan pengencangan sangat perlu diperhatikan, dan pengaruh takikan pada ulir;



-



Pada baut penggerak memiliki efisiensi yang rendah, keausan sisi luar ulir, kelonggoran ulir, dan kerusakan ulir.



Pembuatan alur ulir dapat dilakukan dengan tanpa pemotongan yaitu proses pengerolan atau pengepresan alur ulir dan pencetakan kepala baut. Proses snei dilakukan dengan pemutaran atau penggilingan, desnei dengan suatu profil gigi penggerus putaran tinggi atau digerinda dengan batu gerinda berprofil.



Gambar 1.16 Sambungan pada flens. a) sambungan dengan baut yang ditembuskan; b) sambungan dengan baut pin; c) sambungan dengan baut kepala; d) sambungan dengan baut elastis yang ditembuskan dan bagian penjaga jarak; e) sambungan dengan baut elastis mur ganda; f) sambungan dengan baut yang kepalanya disembunyikan. Pada saat dikencangkan, permukaan flens dirapatkan a) sampai c) tanpa pengaman penahan perantara.



2. Baut, Mur, dan Pengaman Suatu sambungan baut pengikat terdiri dari:



-



Baut (batang baut, batang ulir, spindel ulir) dengan ulir luar; Mur dengan uli dalam yang terkait; Ring (tidak selalu); Pengaman (tidak selalu); Perkakas untuk mengencangkan dan mengendorkan sambungan.



48



ElEmEn mEsin 1



a. Baut Pada sambungan baut disamping harus memiliki baut yang kuat, murnya harus memiliki kekuatan yang sesuai. Untuk itu, biasanya digunakan cincin pengaman dan juga pengaman yang lain. Pada konstruksi mesin, baut dengan kepala segi enam atau mur segi enam memegang peranan penting, misalnya sebagai baut tembus, baut sekrup kepala (tanpa mur), dan sebagai stud (tanpa kepala dan mur). Jika ingin menyembunyikan kepala bautnya, maka digunakan baut inbus. Baut khusus merupakan baut yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Pada pembebanan dinamis digunakan baut elastis. Untuk pelat baja tipis dan plastik digunakan baut pelat. Pembuatan ulir dalam (tapping) dilakukan langsung oleh sekrupnya sendiri. Dalam beberapa aplikasi digunakan juga kepala mur dan baut silindris yang untuk pengunciannya digunakan sisi yang diratakan atau lubang radial, alur memanjang atau gerigi (mur berlubang melintang, mur beralur, dan sebagainya). Beberapa bentuk khusus lainnya adalah baut penutup, baut pengunci, baut angker, dan lain-lain. Macam-macam baut standar dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Macam-macam Baut Standar DIN 601, 960, 931



DIN 558, 933, 961



DIN 601, 7990



DIN 561



a. Baut segi enam DIN 912



b. Baut segi enam DIN 6912



c. Baut segi enamdan mur DIN 84



d. Baut segi enam dengan tap DIN 88



g. Baut inbus tinggi DIN 551



h. Baut inbus rendah DIN 2509



m. Baut stud DIN 910, 7604



n. Baut sekrup DIN 906



s. Baut penutup dengan sabuk



t. Baut penutup ulir kerucut



2) Mur



i. Baut silinder alur



DIN 564



DIN 609, 610, 7968



e. Baut segi enam dengan f. Baut pas segi enam ujung panjang DIN 7988 DIN 7971



j. Baut cembung alur k. Baut cembung alur silang



l. Baut pelat silinder alur



DIN 833, 835, 836, 938, 939, 940



DIN 551



DIN 427



DIN 913



o. Baut stud DIN 464



p. Stud ulir beralur DIN 14579



q. Baut poros beralur



r. Stud ulir inbus



u. Baut dengan kepala bersabuk



v. Baut inbus radius



Konstruksi Sambungan



49



b. Mur Mur yang sering digunakan adalah mur yang sudah distandarkan, seperti pada Tabel 1.7. Mur khusus merupakan mur dibutuhkan untuk tujuan tertentu, misalnya mur yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dinamis dari sambungan baut. Mur bentuk khusus lainnya adalah mur plat jepit (untuk pengamanan), mur kapsul untuk baut elastis, mur spindel, dan sebagainya. Macammacam mur dapat dilihat pada Tabel 1.7. Tabel 1.7 Macam-macam Mur Standar DIN EN 24034, EN 24032, EN 28673



DIN 431, 936 EN 24035, EN 24036, EN 28675



DIN 935



a. Mur segi enam DIN 548, 1816



b. Mur segi enam (tipis) DIN 1804



c. Mur mahkota DIN 315



g. Mur dengan lubang melintang



h. Mur beralur memanjang DIN 466



i. Mur kupu-kupu



n. Mur kepala bersabuk



o. Mur pelat dengan lubang tersembunyi



m. Mur pelat untuk las titik



c.



DIN 935



d. Mur mahkota (>M12) DIN ISO 582



j. Mur cincin DIN 546



DIN 1587



DIN 557



e. Mur tutup DIN 928



f. Mur segi empat DIN 929



k. Mur las segi empat



l. Mur las segi enam



p. Mur beralur melintang



Pengaman



Pengaman dibutuhkan untuk mengamankan sambungan baut terhadap kemungkinan kendor atau lepas dengan sendirinya. Pengaman yang paling sederhana dan handal adalah pemanfaatan gesekan dalam ulir dan gesekan pada landasan kepala mur atau kepala baut. Pada baut pengencang tidak akan terjadi pengendoran, selama pada proses pemasangan ditegangkan dengan benar sesuai dengan besar momen pengencangan yang telah distandarkan. Pengaman baut seperti pada Gambar 1.17 terdiri dari: a.



Mur mahkota dengan alur melintang;



b. Pelat pengaman; c.



Kawat pengaman;



50



ElEmEn mEsin 1



d. Ring pegas; e.



Pelat pegas;



f.



Pelat gerigi;



g. Dudukan kerucut (meningkatkan gesekan); h. Mur yang mengamankan sendiri; i.



Mur kontra, j) Mur pengaman;



k.



Ring pengaman plastik.



Gambar 1.17 Pengaman Baut



3. Bentuk Ulir Bentuk dasar dari ulir adalah garis baut seperti pada Gambar 1.17. Garis itu terbentuk melalui penggulungan sebuah garis lurus pada silinder dengan jari-jari r. Dari dengan sudut kemiringan konstruksi penggulangannya dapat diperoleh: y = tan x



=



P (2 . . r)



Dimana: = sudut kenaikan P = kenaikan (pitch)



Konstruksi Sambungan



51



Ulir sebuah baut dapat dibentuk dengan arah ke kiri (ulir kiri), arah ke kanan (ulir kanan), atau memiliki beberapa buah alur (ulir ganda, ulir tripel, dan seterusnya). Bentuk (potongan melintang) sebuah ulir yang dinamakan profil ulir dapat berupa segitiga (ulir segitiga), trapesium (ulir trapesium), segiempat (ulir segiempat), setengah lingkaran (ulir bulat), mata gergaji (ulir gergaji), dan sebagainya. Berdasarkan besar kenaikan (pitch), ulir dapat dibedakan pula menjadi ulir kasar dan ulir halus. Ulir halus banyak digunakan pada pipa dan poros dan ditetapkan tinggi ulir h3 dengan kenaikan P yang berhubungan dengan sudut kenaikan adalah kecil. Sedang ulir beralur lebih dari satu, banyak digunakan untuk ulir penggerak, dan kenaikan P yang besar. untuk mendapatkan efisiensi



b



sudut kecil : pergeseran (jarak) besar - Cocok untuk baut pengikatan, gaya aksial besar; - Pengaturan halus (pegerakan putaran besar menghasilkan gerakan aksial kecil); - Efisiensi rendah, self-locking.



c



sudut besar : pergeseran (jarak) kecil - Cocok untuk baut penggerak, batang cacing; - Efisiensi tinggi, tidak ada self-locking.



Gambar 1.18 Garis ulir dan penggulungannya dengan kenaikan Ph dan sudut kenaikan . a) Ulir umum; b) ulir tunggal; c) ulir beralur banyak (ulir tripel dengan pembagi (lead) P sama, dan kenaikan (pitch) Ph)



52



ElEmEn mEsin 1



4. Penerusan Gaya dan Efisiensi Pada ulir datar dengan sudut sisi = 0º seperti pada Gambar 1.19 diberikan sebuah gaya memanjang F dan gaya keliling FU pada ulir dengan diameter sisi d2. Akibat gesekan, maka dapat diperoleh gaya resultan FR pada arah normal (tegak lurus bidang) dan, FU = F . tan P dengan tan = . . . (2 d2) Pada perhitungan gesekan dengan angka koefisien gesek = tan , maka akan mulai terjadinya gerakan, jika resultan gaya FR pada sudut gesekan terhadap normal meningkat. Maka: FU = F . tan( ) , (+) untuk menaikkan beban, (-) untuk menurunkan beban. > 0º, maka



Untuk ulir runcing dengan tan ‘=



tan cos(



2



) serta



‘=



cos(



2



digantikan ’ dengan



) , maka untuk gaya gesek selalu



arahnya ke bawah ke sisi ulir yang ditentukan oleh gaya yang bekerja. Pada ulir runcing, pada kondisi yang sama, gaya gesek selalu lebih besar dari pada ulir datar, sehingga ulir runcing hanya digunakan untuk baut pengencang. Maka besarnya: FU = F . tan(



‘)



dan untuk momen putarnya MT = FU . d2 = F . tan( 2



‘ ) . d2 2



Gaya gesek arahnya selalu berlawanan dengan arah gaya, (+) menunjukkan pengencangan baut (pengangkatan beban), (-) menunjukkan pengendoran baut (penurunan beban).



Konstruksi Sambungan



Gerakan



a Naik + Turun



Kondisi Gaya Dorong



b Naik



c Turun



d Diam



tidak ada self-locking FU atau FS



Efisiensi



=1



self-locking



FU



FS F S . PH FU . . d 2



WH WA tan tan( + ) H



A



u



s



H



2



53



-FU (gaya pengendoran) FU . . d2 F S . PH



WA WH tan( - ) tan A



H



u



2



s



H



Diam (= angka koefisien gesek statis)



Gambar 1.19



μ π ⋅=dtan 2 ρ



Gaya-gaya pada baut dengan ulir datar (FS = gaya memanjang, Ph = kenaikan, FU= gaya keliling, panjang , WH= kerja pengangkatan, WA= kerja lintasan = pemutaran; pada ujung ulir r’ sebagai pengganti r; (koefisien gesek dinamis); μ 0 = tan ρ 0 (koefisien gesek statis).



Efisiensi adalah perbandingan antara pemakaian terhadap pengeluaran. Efisiensi dari gerakan baut dan mur besarnya: Pada perubahan momen putar menjadi gaya memanjang: tan = tan( + ‘ ) Pada perubahan gaya memanjang menjadi momen putar: tan( _ ‘ ) = tan Self-locking (penghentian sendiri) adalah merupakan tujuan dari sebuah baut pengencang, jika gaya memanjang F tidak dapat menimbulkan momen putar, jika FU = F . tan( _ ‘ ) ³ 0 , yaitu ³ ‘ dan ‘ ³ 0 atau < 0,5. Pada baut metris dengan 2,5 o juga menghasilkan self-locking, selama nilai kekasaran ‘ = tan ‘ 0,04.



54



ElEmEn mEsin 1



Selama baut penguatan dikencangkan (F>>0), tidak dapat kendor atau lepas akibat guncangan.



Gambar 1.20 Gaya normal pada ulir runcing



Gesekan kering: Terjadi bila antara permukaan itu kering.



kedua



Gesekan dengan pelumasan: Terjadi bila antara kedua permukaan terdapat cairan. Gambar 1.21 Gesekan Pada sambungan baut biasanya terjadi gesekan kering, dimana hal ini mempunyai manfaat agar sambungan dapat kuat/tidak kendor. Tabel 1.8: Koefisien Gesek m



Bahan Baja/baja



0,22



Baja/perunggu



0,20



Besi tuang/perunggu



0,15



Besi tuang/besi tuang



0,15



0,25



Untuk gesekan licin antara baja/baja besarnya Pada sambungan baut umumnya digunakan



tan



= 0,25



o



= arc tan 0,25 = 14 40



= 0,1.



= 0,25, sehingga:



Konstruksi Sambungan



55



5. Momen dan Gaya Pengencangan Pada saat pengencangan baut, tidak hanya didapatkan gesekan pada ulir saja, tetapi juga gesekan pada landasan kepala baut dan Da + D i landasan mur yang berhubungan (diameter gesekan dA = , 2 dengan koefisien gesek A). Jumlah momen keseluruhan untuk gaya pengencangan FV adalah:



MG = M T + MA = FV .



d2 . tan( 2



dA . 2



‘)



A



(+) untuk momen pengencangan total MGA; (-) untuk momen pengendoran total MGL (MGL< 0). Untuk baut standar dengan dapat disederhanakan menjadi: MG A = FV . 0,16 . P + 0,5 . ‘. d2 + 0,5 .



= 60º, momen pengencangan



A



. dA



Nilai ’ dan A berfluktuasi antara 0,008 – 0,4, sesuai permukaan luar dan pelumasannya. 6. Pembebanan Baut a) Baut dengan beban memanjang Pada dasarnya, baut tidak boleh mengalami pemuaian, sehingga pada sambungan baut tidak boleh dibebani lebih dari batas elastisnya. Alur ulir berfungsi sebagai takikan untuk mempertinggi beban statis dan menurunkan pembebanan dinamis. Besarnya penampang tegangan, yaitu penampang yang menahan beban adalah: AS =



. d 2 + d3 4 2



2



=



4



. d2 S



a



b



Gambar 1.22 Baut elastis. a) Baut langsing, b) Baut berlubang



56



ElEmEn mEsin 1



Melalui hipotesa perubahan bentuk, tegangan besarnya pembanding: FV FV Tegangan tarik: = Z = AS . d2 S 4 Tegangan puntir:



t



=



F V . d 2 . tan( + ‘ ) Mt = Wt . d3 2. S 16



Tegangan pembanding: 2



V



=



2 Z



+3.



2 t



FV . d2 S 4



=



+3.



F V . d 2 . tan( 2.



16



+ ‘)



2



. d3



Vdiizinkan



S



0,9 . 0,2 , Menurut hasil penelitian, pada ulir kasar atau Vdiizinkan 0,8 . 0,2 atau atau Vdiizinkan 0,9 . S, pada ulir halus Vdiizinkan 0,8 . S



Vdiizinkan



Besarnya



0,2



dan



S



dapat dilihat pada Tabel 3.1.



b) Baut dengan beban melintang Sambungan baut yang dibebani melintang seperti terlihat pada Gambar 1.23.



a) Baut pas, b) Baut tembus, c) Baut tembus dan tabung belah. Gambar 1.23 Sambungan Baut dengan Beban Melintang.



Konstruksi Sambungan



57



Baut pas (tidak ada kelonggaran pada poros) berfungsi seperti sambungan paku keling. Bentuk rancangan ini mahal. Baut ini menerima beban melintang F mengakibatkan terjadinya tegangan geser g pada penampang melintang poros sepenuhnya A = . d 2 4 dan tekanan badan 1: g



=



F . A m. n



g izin



dan



I



g



=



F . A m. n



g izin



I



Dimana: n = jumlah baut; mi = jumlah patahan. Baut tembus (dengan kelonggaran poros) akan meneruskan gaya melintang melalui gaya gesekan .Fv yang ditimbulkan oleh gaya memanjang Fv dari baut. Pada konstruksi baja bertingkat sering digunakan sambungan HV (sambungan kekuatan tinggi) dengan baut HV (DIN 6912 sampai 6918, kualitas 10.9). Nilai gesekan m yang digunakan 0,45 (0,6) untuk bagian konstruksi dari St 37 (St 52). Pada konstruksi mesin umumnya, permukaan yang dibaut dikerjakan dengan halus dan tidak bebas lemak, sehingga digunakan nilai gesekan 1,1 – 0,15. Gaya tegangan Fv yang diperlukan dengan faktor keamanan n, maka diperoleh: F.V FV = . . mI n Nilai batas: n = 1,25 untuk konstruksi bertingkat (bagian konstruksi St 37 atau St 52, pembebanan H), n = 1,6 untuk konstruksi jembatan dan konstruksi pesawat angkat (bagian konstruksi St 37 atau St 52, pembebanan H) Fv H” 8.F (konstruksi mesin, baut ditanam). Besar gaya FV = 0,7 . 0,2 . A . Pemeriksaan ulang melalui tegangan pembanding V V diizinkan. Tegangan yang diizinkan untuk baut HV 0,2 = 900 N/mm2. Untuk bagian konstruksi dari St 37 dengan baut kualitas 4.6 dan pembebanan H, DIN 1050, 1 izin = 280 N/mm2 dan untuk bagian konstruksi dari St 52 dengan baut kualitas 5.6, g izin = 0,5 . 1 izin. Tabung belah dan stud pas juga dapat meneruskan gaya melintang, sehingga memerlukan baut tembus yang ringan saja.



58



ElEmEn mEsin 1 Tabel 1.9: Nilai Kekuatan Baut



Kelas kekuatan baut



Baru



3.6



4.6



4.8



5.6



5.8 6.6



6.8



6.9



8.8



10.9



12.9



14.9



Saat ini



4A



4D



4S



5D



5S



6S



6G



8G



10K



12K



-



1400



6D



≤ > M16 M16 Kekuatan tarik σB



N/mm2



330



400



420



500



520 600



600



600



800



830



1040



1220



Batas elastis σS



N/mm2



190



240



320



300



400 360



480



-



-



-



-



-



0,2 Batas elastis



N/mm2



-



-



-



-



-



640



660



940



1100



1260



%



25



22



14



20



10



12



12



9



8



7



41Cr4 34CrMo4



42CrMo4 30CrNiMo8



10



12



Perpanjangan patah



S185 9S2



Material baut Kelas kekuatan Mur Tegangan percobaan (σZL) 1) Material mur



1)



S235 9S20 4



N/mm2



5202) S235 9S20



16



C35 E295 35S20 5



8



12



C35 E295 10S20 6



520 – 6303) 600 600 – 7203) 600 C35 E295



C35 E295



C35 C45 34Cr4 8 800 – 9203)



1040–10603) 1140–11703)



C35 C45 35S20



14 1400



C45



2)



Tegangan percobaan ZL merupakan besarnya tegangan tarik terbesar baut, yang dipasangkan dengan murnya, ketika kemampuan pembebanan sambungan dapat terjamin hingga batas pembebanan pada baut, dengan kata lain pada pasangan baut yang masih rapat tersebut murnya mengalami kerusakan; untuk M 16 . . . M39;



3)



tergantung pada diameter baut.



7. Beban kombinasi tarik dan tarik karena momen (MD, RS Khurmi, p.402-427) Beban yang ditahan oleh baut adalah tarikan ke bawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan ditambah beban tarik ke bawah karena beban momen W dikalikan jaraknya.



Konstruksi Sambungan a.



59



Tarik karena beban ke bawah



Wt1 = W n Beban tarik pada jarak L1 dan L2 W1 = w.L1 = w1.L1 x L1 = w(L1)2 W2 = w.L2 = w2.L2 x L2 = w(L2)2 Persamaan momen = 2w(L1)2 + 2w(L2)2 W.L = 2w(L1)2 + 2w(L2)2 Wt2 = W2 = w.L2 =



W.L



w=



2[(L1)2 + (L2)2]



W.L.L2 2[(L1)2 + (L2)2]



Total beban yang ditahan oleh baut Wt = Wt1 + Wt2



Wt =



4



.(dC)2



t



8. Beban kombinasi geser dan geser karena torsi Beban yang ditahan oleh baut adalah geser ke bawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan ditambah beban geser ke bawah karena beban momen W dikalikan jaraknya.



60



ElEmEn mEsin 1



Beban geser ke bawah untuk setiap baut



15 x 10 3 W = 3750 N Wt1 = n = 4 Persamaan momen



w =



15 x 103 (100 + 50 + 325 + 50) W.L = 27.5 N/mm = 2 2 2 [(L1) + (L2) ] 2 [(50)2 + (375)2]



Wt2 = w x L2 = 27.5 x 375 = 10312 N Beban total yang diterima baut Wt = Wt1 + Wt2 = 3750 + 10312 = 14062 N Jika diketahui diameter minor baut, dc = 0,84 d; d = 25 mm



14062 = tb



4



(dC)



2 tb



=



2



4



(0.84 x 25)



tb



= 346.4



tb



= 14062/346.4 = 40.6 N/mm2 = 40.6 MPa



9. Beban kombinasi geser dan tarik karena momen Beban yang ditahan oleh baut adalah geser ke bawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan ditambah beban tarik ke depan karena beban momen W dikalikan jaraknya.



61



Konstruksi Sambungan Beban geser ke bawah untuk setiap baut WS = W/n Persamaan momen W.L.L 2 Wt2 = Wt = 2[(L1)2 + (L2)2] Wsc = Wsc =



1 2



[ W + (W ) + 4(W ) [ 1 ( W ) + 4(W ) [ 2 [ 2



t



2



t



s



2



2



t



s



Contoh perhitungan



375



50 Beban geser ke bawah untuk setiap baut W 12 Ws = n = 4 = 3 kN Persamaan momen



Wt = Wsc = =



W.L.L 2 2[(L1)2 + (L2)2]



1 2



[W+ t



=



12 x 400 x 375 2[(50)2 + (375)2]



[



( Wt ) 2 + 4(Ws )2 =



1 2



= 6.29 kN



[ 6.29 +



1 (6.29 + 8.69) = 7.49 kN = 7490 N 2



[



2



( 6.29) 2 + 4 x 3 kN



62



ElEmEn mEsin 1



Diameter minor baut yang diperlukan



7490 =



4



(dc )



2 t



2



=



2



4



(dc ) 84 = 66 (dc )



(dc ) = 7490 / 66 = 113.5



or



2



dc = 10.65 mm



10. Beban kombinasi geser dan tarik karena momen dan geser karena torsi Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W terbagi sama rata untuk setiap baut dan beban tarik ke depan karena beban momen W dikalikan jaraknya L= 300 dan beban geser karena momen W x e.



Geser ke bawah 13500 W = 3375 N Ws1 = n = 4



Konstruksi Sambungan Tarik karena momen untuk kedua baut yang atas = 2(w.L1) L1 + 2(w.L2) L2 = 2w [(L1)2 + (L2)2] = 2w [(37.5)2 + (237.7)2] = 115625 wN-mm L1 = 37.5 mm and L2 = 237.5 mm = W.L = 13500 x 300 = 4050 x 103 N-mm = 4050 x 103 / 115625 = 35.03 N/mm



w



= w.L2 = 35.03 x 237.5 = 8320 N Geser karena torsi



Ws2 =



1



=



W.e.l1



=



( l1 )2 + (l2 )2 + ( l3 )3 + (l4 )2



= 135o, and



4



2



=



3



13500 x 250 x 141.4 4 (141.4) 2



= 45o



Kombinasi beban menjadi tegangan tarik



=



1 2



1



+



1 2



(



2



1



) + 4



2



t



= 5967 N



63



64



ElEmEn mEsin 1



Kombinasi beban menjadi tegangan geser max



=+



1 2



(



2



1



) + 4



2



Beban maksimum geser pada baut no 1 dan 4 =



( Ws1 )2 +( Ws2 )2 + Ws1 x Ws2 x cos 45 o



=



( 3375) 2 +( 5967)2 + 2 x 3375 x 5967 x 0.7071



= 8687 N



Beban maksimum geser pada baut no 2 dan 3 =



( Ws1 )2 +( Ws2 )2 + 2 Ws1 x Ws2 x cos 135 o



=



( 3375) 2 +( 5967)2 _ 2 x 3375 x 5967 x 0.7071



= 4303 N



E. Sambungan Las Sambungan las dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan, tidak hanya untuk baja, baja tuang, dan besi tuang, tetapi juga untuk tembaga, aluminium, paduan magnesium, nickel, seng, timah hitam, dan bahan sintetik termoplastik. Konstruksi baja yang dilas, dimana sebelumnya disambung dengan paku keling adalah tabung bejana atau ketel. Komponen yang sebelumnya dituang atau ditempa, sekarang banyak dilas adalah untuk perbaikan kak atau aus, sebagai penguat, untuk menutup bagian yang bocor. Komponen yang dilas, tidak menjadi lebih murah, tetapi desain tertentu dengan kekakuan dan kekuatan yang sama, menjadi lebih ringan daripada dituang atau disambung dengan paku keling. Salah satu kekurangan sambungan las adalah kesulitan untuk mengetahui kualitas hasil pengelasan dan pengerjaannya memerlukan pengalaman khusus. Untuk konstruksi baja (rangka baja, jembatan, Crane) yang dilas, beratnya sekitar 20% di bawah konstruksi serupa yang disambung dengan paku keling. Untuk konstruksi ketel dan tangki, digunakan sambungan las pada pelat dengan kampuh temu (butt weld), untuk menghindari adanya overlap, sehingga lebih mudah. Kekuatan sambungan bisa mencapai 70% hingga 100% dari kekuatan pelatnya, sedang sambungan paku keling bisa mencapai 60% hingga 87%.



Konstruksi Sambungan



65



Sambungan las, banyak digunakan untuk konstruksi mesin, khususnya pembuatan komponen dalam jumlah kecil dan waktu pemesanan yang cepat.Sebagai bentuk sambungan tetap, sambungan las sangat cocok untuk tujuan:



-



menerima gaya, momen bengkok dan momen torsi;



-



komponen yang bekerja pada temperatur tinggi;



biaya murah untuk komponen baik jumlah sedikit maupun produksi masal; bentuk desain yang mudah dirawat; sambungan yang rapat.



1. Macam-macam Sambungan Las Untuk mendapatkan hasil penyambungan las yang kuat (sesuai yang dirancang), sambungan las harus dirancang sesuai dengan aplikasinya. Berbagai macam bentuk kampuh merupakan variasi dari sambungan temu (butt joint) dan sambungan sudut (fillet joint). Pada Gambar 1.24 ditunjukkan berbagai jenis kampuh beserta petunjuk penggunaannya.



1)



Penggambaran simbol dihasilkan dengan garis lambang dan simbol



2)



Kampuh flens sampai dengan J-ganda merupakan kampuh temu



66



ElEmEn mEsin 1



Kampuh las berikut harus digambar lengkap dengan ukurannya: Kampuh Tiga pelat



Kampuh V dengan Kampuh U



Kampuh K dengan Kampuhsudut ganda



Kampuh HV dengan Kampuhsudut ganda



Tanda-tanda tambahan dan aplikasinya:



Kampuh datar



Kampuh cembung



Kampuh cekung



Kampuh benam



Pada sambungan diratakan



Pada sambungan diratakan



Kampuh kepala terbalik



Kampuh sudut kontinyu



Gambar 1.24 Jenis Kampuh



Atas dasar pengalaman, petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan adalah: a.



Jumlah kampuh harus dirancang seminim mungkin, karena biaya pengelasan berbanding lurus dengan banyaknya kampuh. Untuk itu konstruksi las dibangun dari potongan yang besar, lebih disukai kampuh las tipis yang panjang. Pada volume yang lebih kecil memiliki luas penampang yang menahan sebesar (a ⋅ l) .



b. Komponen lebih baik dibuat dari bentuk profil, pelat, atau bentuk potongan yang dipotong menggunakan api. Bentuk yang rumit dilas secara terpisah dan skrap diusahakan seminim mungkin. c.



Persiapan sebelum dilas dengan pengerjaan mesin diusahakan seminim mungkin dan hanya sesuai untuk jumlah produksi kecil. Untuk produksi masal perlu digunakan jig.



d. Tegangan akibat penyusutan dan tegangan takik dapat direduksi melalui desain yang baik, misalnya: untuk mengurangi pengaruh pemuaian, konstruksi diperbaiki dengan menggeser lokasi kampuh; penggunaan kampuh yang tipis; penggunaan kampuh yang terputus pada daerah perpotongan. e.



Supaya konstruksi memiliki ketahanan getar, kekakuan, ketahanan bengkok, dan ketahanan puntir tinggi, digunakan dinding lebih



67



Konstruksi Sambungan



tipis dengan penampang segi empat atau lingkaran, dengan konstruksi sel, atau konstruksi ringan. f.



Kampuh yang penuh (tidak terputus) cocok untuk support pelat dan segi empat. Pada ujung support sebaiknya ditutup dengan las untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap karat.



g. Support yang menahan beban bengkok, sebaiknya didekatkan dengan lokasi beban untuk mengurangi momen yang terjadi. h. Jika batang penumpu dipasang dengan baik, kampuh las dapat menerima beban tekan sebesar 1/10 nya. i.



Pada penampang yang menerima beban tarik, jika tidak bisa diseimbangkan, perlu diperhatikan timbulnya tegangan akibat penyusutan yang sulit digeser.



j.



Pengelasan di dekat daerah yang dirol dingin perlu dihindarkan, karena akan timbul tegangan sisa. Jika tidak, perlu dilakukan normalizing. Tabel 1.10: Koefisien Bentuk Kampuh v1 pada Beban Dinamis Jenis Kampuh



Kampuh temu (butt weld)



2),4) 3),6) ll



Jenis Kampuh



V dgn pengerjaan



Flens



t l



t l



t l



t l



0,5



0,7



0,9



0,5



0,7



0,8



0,9



0,8



0,42



0,56



0,72



0,56



HV dgn rusuk



HV tanpa rusuk



K dgn rusuk



K tanpa rusuk



a l



a l



s l



s l



0,4



0,6



0,5



0,7



2),4)



0,6



0,7



0,68



0,8



3),6) ll



0,32



0,48



0,4



Gambar Penampang kampuh v1 1),5)



Cembung



Satu sisi Rata



0,28



2),4) 3),6) ll



Jenis Kampuh Kampuh T (fillet weld)



X atau V kepala



Gambar Penampang kampuh v1 1),5)



Kampuh T (K dan HV)



V



0,56 Dua sisi Rata



Cekung



Cembung



Cekung



0,3



0,33



0,38



0,42



0,5



0,5



0,54



0,6



0,54



0,6



0,7



0,28



0,3



0,33



0,38



0,42



0,5



Gambar Penampang kampuh v1 1),5)



a l



2 a l



68



ElEmEn mEsin 1 Jenis Kampuh



Kampuh sudut



Rata



Rata ganda



V



V fillet



Butt weld with root



Gambar Penampang kampuh v1 1),5)



a l



2 a l



a l



a l



s l



0,22



0,3



0,3



0,45



0,5



2),4)



0,44



0,6



0,5



0,7



0,8



3),6) ll



0,22



0,3



0,3



0,45



0,5



a) Tarik dan Tekan ( σ1)b) Bengkok(σ1) c) Geser( ll)



1)



Tarik – Tekan;



2)



Bengkok;



3)



Geser;



4)



Koefisien v1 pada pembebanan bengkok dari kampuh las umumnya lebih menguntungkan daripada pembebanan tarik-tekan, karena tegangan yang relevan berkurang pada serat terluar akibat pengaruh tumpuan;



5)



Nilai



6)



Nilai



II dapat



disarankan;



dapat disarankan.



Berbagai macam konstruksi, biasanya kembali pada penggunaan kampuh temu atau kampuh sudut. Pada Tabel 1.10 ditunjukkan pembagian bentuk kampuh, yang menyambung komponen satu dengan yang lain. Kampuh temu digunakan pada pelat dan profil dengan pengelasan kontinyu. Kampuh temu lebih tahan terhadap beban statis dan dinamis dibanding kampuh sudut, tetapi umumnya lebih mahal biaya produksinya, karena perlu persiapan dalam pembuatan alur. Pada pengelasan ganda dapat meningkatkan kekuatan terhadap beban dinamis. Pelat hingga ketebalan 3 mm dapat dilas tanpa pembuatan alur, hingga ketebalan 20 mm digunakan alur V (dengan sudut chamfer 60º), hingga ketebalan 40 mm digunakan alur X, U, atau U-ganda. Kampuh T biasanya digunakan menggunakan dengan permukaan datar.



Konstruksi Sambungan



69



Dibandingkan dengan kampuh temu, kampuh T lebih murah. Pada beban dinamis biasanya digunakan kampu dengan permukaan cekung. Ketahanan jenis kampuh sudut satu sisi sangat rendah. Tabel 1.7 Tabel Bentuk Kampuh dan Tinggi (a) dan Panjang Kampuh (l)



No.



Jenis Kampuh



Gambar



Tinggi kampuh (a) dan panjang kampuh (l)



1.



Kampuh temu (butt)



a = t1, jika t1< t2



2.



Kampuh HV-ganda (K)



a = t1



3.



Kampuh HY-ganda (K dengan leher)



a = t1



t1 5 3 mm t



1



C c



5



3



4.



Kampuh sudut (fillet)



mm



Tinggi kampuh a adalah tinggi dari segitiga sama kaki. Untuk aluminium: a ≤ 0,7. t1



Kampuh satu sisi: a max max= 0,7 . t 1 a



0



,



7



t



1



Kampuh ganda: amax = 0,5 . t 1 max a



0



,



5



t



1



Dimana:



aamin = t max _ 0,5mm 0,5 mm 3mm 3 mm min



5.



Kampuh sudut miring (fillet miring)



6.



Kampuh tiga pelat



7.



Kampuh temu



Kampuh sudut dgn. dahi



max



t1>10 mm a = t1 Arah gaya: t2ke t3 t1 ke t2 atau t3



a = t2, untuk t2< t3 a=c



l = b, jika tidak ada kawah yang bebas, selain itu l = b – 2a



2. Desain Konstruksi Las Keberhasilan suatu konstruksi las sangat tergantung pada bentuk kerangka yang dilas. Pada Tabel 1.11 dijabarkan berbagai contoh desain las yang dirancang berdasarkan beberapa aspek.



70



ElEmEn mEsin 1 Tabel 1.11: Contoh Desain Las Jelek



Baik



Keterangan Persiapan pekerjaan, seperti proses penggerindaan sebaiknya dihindarkan. Rumah buffer: Hindari pemborosan material sekrap.



Drum tali: Penghematan dengan membatasi pemotongan, jumlah kampuh las dan sirip. Kampuh ganda hanya untuk beban berat



Sambungan kotak: Hindari mengelas pada sambungan fitting. Las bagian dalam, hanya untuk beban berat. Tebal flens digunakan ukuran sebelum dikerjakan, dengan toleransi ± 2 mm untuk panjang



sampai 1 m dan ± 4 mm untuk panjang lebih dari 1 m.



Roda gigi: Pada rodagigi yang besar, pengelasan lebih murah dibanding tempa atau pemesinan.



Flens poros: Pada flens yang besar, pengelasan lebih murah dibanding tempa atau pemesinan. Dapat dilakukan penghematan melalui: Pemotongan dengan api (flame cutting); Penggunaan baja profil; Pembengkokan dengan radius.



Roda gigi: Rim dirol tanpa kampuh. Rusuk diperlukan hanya pada roda gigi miring.



Rusuk tidak dipotong, digunakan pelat ( sebaiknya berdiri di atas rusuk.



flat steel ). Rim



Konstruksi Sambungan



71



Hindari penumpukan kampuh (tegangan susut), kampuh melintang dibuat putus-putus.



Tangki: Kampuh memanjang dibuat bergeser (zig-zag). Tangki: Kampuh pada sudut tangki sangat berbahaya, perlu dihindarkan.



Bahaya robek dapat direduksimelalui pengaturan kampuh yang tepat.



Pada sambungan temu dengan beban dinamis harus dihindarkan dari perubahan tebal pelat. Aliran beban yang aman adalah melalui perubahan penampang yang bertahap.



Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban tarik.



Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban tarik.



Sambungan pipa.



Kampuh untuk perapat dibuat di dalam.



Tekukan akibat penyusutan kampuh perlu dihindarkan.



Untuk kecepatan tinggi dan beban yang besar, pertemuan sambungan pipa dibuat radius dan letak kampuh digeser dari lokasi tersebut.



Support khusus untuk beban tinggi dibuat radius. Pada ujungnya dilubangi, pemotongan dengan api, dibengkokkan dalam kondisi panas, kemudian dilas penuh.



72



ElEmEn mEsin 1



3. Perhitungan Kekuatan Sambungan Las Pada perhitungan kekuatan pengelasan diasumsikan bahwa:



-



Beban dapat terdistribusi secara merata pada seluruh kampuh;



-



Tegangan yang terjadi menyebar pada setiap titik penampang efektif.



a. Sambungan Temu Sebuah alur las berbentuk V tunggal dibebani gaya tarik sebesar F. Gambar 1.26 menunjukkan dua buah pelat yang dilas dengan sambungan temu menerima beban tarik. Pada kampuh las akan terjadi tegangan tarik ( t) sebesar:



Gambar 1.26 Beban Tarik pada Sambungan Temu



t



=



F F = A s .I



Dimana: t



= tegangan tarik yang terjadi (N/mm2);



F = gaya tarik (N); s = tebal pelat (mm); l = panjang kampuh (mm). b. Sambungan Tumpang (lap joint) Dua buah pelat yang dilas dengan sambungan tumpang menerima beban sebesar F (Gambar 1.27). Pada kampuh las terjadi tegangan geser ( g) sebesar:



Konstruksi Sambungan



73



1). Beban Geser pada Sambungan Tumpang



2). Kerusakan dan tebal kampuh Gambar 1.27



g



=



F F = . A 2 0,707 . a . l



Dimana: g



= tegangan tarik yang terjadi (N/mm2);



F = gaya tarik (N); s = tebal pelat (mm); l = panjang kampuh (mm). c.



Sambungan T (T joint)



Dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain dan menerima beban F sejajar dengan panjang kampuh pada jarak tertentu dari lokasi kampuh (Gambar 1.28). Pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser ( g) secara langsung dan tegangan bengkok ( b), sehingga tegangan total dapat dihitung seperti berikut:



74



ElEmEn mEsin 1



Gambar 1.28 Pembeban Geser dan Momen pada Sambungan T



Tegangan geser yang terjadi: g



=



F 0,707. A



Tegangan bengkok yang terjadi: b



=



F .h Mb = Wb 0,707. W



Tegangan geser total yang terjadi: total



2



=



g +



2 b



=



. F . 1+ 6h l 0,707. A



( (



2



Dimana: A = 2 .a. l ; W = 2.



a . l2 l ; =A. 6 6



A = luas penampang yang menahan beban geser (mm2); W = Momen tahanan bengkok (mm3).



Konstruksi Sambungan



75



Bila dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain, menerima beban tarik sebesar F sejajar sumbu dan momen M (Gambar 1.29), maka pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser total ( total) seperti berikut:



Gambar 1.29 Pembeban Tarik dan Momen pada Sambungan T



Tegangan geser total yang terjadi: total



=



M F + . 0,707 W 0,707. A



Dimana: A = 2 .a. l ; W = 2.



a . l2 l ; =A. 6 6



A = luas penampang yang menahan beban geser (mm2); W = Momen tahanan bengkok (mm3). Bila sebuah profil bulat pejal dilas tegak lurus pada pelat dengan sambungan T, menerima momen puntir Mt (Gambar 1.30),



76



ElEmEn mEsin 1



maka pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser total ( seperti berikut:



total



)



Gambar 1.30 Pembeban Momen Puntir pada Sambungan T



Tegangan geser total yang terjadi: total



=



2.Mt 0,707. a.d2



Dimana: M t = Momen puntir yang terjadi (Nmm); a = Tebal kampuh (mm); d = Diameter profil bulat (mm).



4. Pengelasan Eksentrik (MD, RS Khurmi, p.360-371) Langkah awal adalah menentukan posisi titik berat, dimana beban P berada.



Konstruksi Sambungan Persamaan momen pada las bagian atas = la x



x a



Persamaan momen pada las bagian bawah = lb x



x b



Total momen la x



x a - lb x



x b = 0



la x a = lb x b l = la x lb lxb , a+b



la =



and



lb =



P = 200 kN = 200 x 103 N ;



lxa , a+b



= 75 MPa = 75 N/mm2



Persamaan momen 200 x 103 = 0.707 s x l x l



= 0.707 x 10 x l x 75 = 530.25 l



= 200 x 103 / 530.25 = 377 mm



la + lb = 377 mm Jarak titik berat (200 - 10) 10 x 95 + 150 x 10 x 5 190 x 10 + 150 x 10 a = 200 - 55.3 = 144.7 mm



b =



= 55.3 mm



77



78



ElEmEn mEsin 1



Panjang las la =



lxb 377 x 55.3 = = 104.2 mm a+b 200



lb = l - la = 377 - 104.2 = 272.8 mm



5. Pembebanan Tidak Simetris dan Beban Kombinasi a. Beban geser dan momen



Luasan kampuh las =txlx2=2txl = 2 x 0.707 s x l = 1.414 s x l ( ... t = s cos 45o = 0.707 s) Beban geser ke bawah =



P P = A 1.414 s x l



Perhitungan momen Z = =



t x l2 x2 6 0.707 s x l 2 s x l2 x2 = 4.242 6



M =Pxe b



=



M P x e x 4.242 4.242 P x e = = 2 Z sxl s x l2



Konstruksi Sambungan Beban gabungan dijadikan tegangan tarik t(max)



1 2



=



b



1 2



+



(



2



) + 4



2



b



Beban gabungan dijadikan tegangan geser



max



=



1 2



(



2



2



) + 4



b



Luasan kampuh las A = 2t x l = 2 x 0.707 s x l = 1.414 s x l = 1.414 s x 40 = 56.56 x s mm2 Beban geser ke bawah =



P 2000 35.4 = = N/mm 2 A 56.56 x s s



M = P x e = 2000 x 120 = 240 x 10 3 N-mm Z = b



=



s x l2 s (40)2 3 = = 377 x s mm 4.242 4.242 2 M 240 x 10 3 636.6 = N/mm = Z 377 x s s



Tegangan kombinasi 25 =



s



1 2



(



2



) + 4



b



2



=



1 2



= 320.3 / 25 = 12.8 mm



2



( ( ( ( 636.6 35.4 +4 s s



2



= 320.3 s



79



80



ElEmEn mEsin 1



b. Beban geser, tarik dan momen



Luasan kampuh las dan tegangan geser



A = t (2b + 2l) = 0.707 s (2b + 2l) = 0.707 s (2 x 150 + 2 x 100) = 353.5 s mm)2 =



P 25 x 10 3 70.72 = = N/mm 2 A 353.5 s s



Perhitungan momen M = P x e = 25 x 10 3 x 500 = 12.5 x 10 6 N-mm



(



b2 3



Z = t b.l +



(



[



= 0.707 s 150 x 100 + 6



b



=



75 =



c.



M 12.5x 10 = Z 15907.5 s



=



2 785.8 N/mm s



1 2



=



1 2



(



2



) + 4



b



2



[



(150) 2 3 = 15907.5 s mm 3



2



( ( ( (



2



785.8 70.72 = 399.2 +4 s s s



Beban geser dan geser karena momen



Konstruksi Sambungan Tegangan geser 1



=



Load P P = = A Throat area 2txl



=



P P = 2 x 0.707 s x l 1.414 s x l



Tegangan geser karena momen 2



r2



= =



2



=



= Constant



r 2



r2



xr



P x e x r2 T x r2 = J J



Tegangan geser kombinasi A



(



=



2



1



) + (



2



2



) +2



1



x



2



x cos



cos



Momen inersia polar J = 2 [lxx + A x x 2 ]



[



[



(



2 = 2 A x l + A x x2 = 2 A l2 + x2 12 12



(



Luasan kampuh las A = 2 x t x l = 2 x 0.707 s x l = 1.414 s x l = 1.414 x s x 50 = 70.7 s mm2



= r1 / r2



81



82



ElEmEn mEsin 1



Geser ke bawah karena beban 15 kN



P 15 x 10 3 212 = N/mm 2 = s A 70.7 s



= 1



Geser ke bawah karena momen J



tl (3b 2 + l 2 )



=



0.707 s x 50 [3 (80)2 + (50)2 ]



=



6



6



= 127 850 s mm 4 2



(



2



2



(AB ) + (BG ) =



r2 =



4



mm



... t = 0.707 s)



2



( 40 ) + ( 25 ) = 47 mm 3



2



cos



=



P x e x r2 15 x 10 x 125 x 47 689.3 = = N/mm 2 J 127 850 s s



=



25 r1 = = 0.532 r2 47



Geser kombinasi =



80 =



s



(



2



1



) + ( 2



2



2



) +2



1



( ( ( ( 212 s



+



x



2



2



cos



689.3 + 2 x 212 689.3 822 x 0.532 = x s s s s



= 822 / 80 = 10.3 mm



Konstruksi Sambungan



83



Rumus diambil dari tabel



l2



x =



2l + b



J = t



[



=



(50) 2 2 x 50 + 100



(b + 2l) 3 _ l 2 (b + l)3 12 b + 21



J = 0.707 s



[



= 12.5 mm



[ [



(100 + 2 x 50)3 _ (50) 2 (100 + 50)3 . t = 0.707 s) ...(.. 12 100 + 2 x 50 3



3



3



= 0.707 s [670 x 10 - 281 x 10 ] = 275 x 10 s mm



4



e = 150 + 50 - 12.5 = 187.5 mm r1 = BG = 50 - x = 50 - 12.5 = 37.5 mm AB = 100 / 2 = 50 mm r2 = cos



2



2



2



2



( AB) + (BG ) + ( 50 ) + (37.5) = 62.5 mm



=



r1 37.5 = = 0.6 r2 62.5



Luasan kampuh las A = 2 x 0.707s x l + 0.707s x b = 0.707 s (2l + b) = 0.707s (2 x 50 + 100) = 141.4 s mm2 Geser ke bawah karena beban 60 kN



= 1



P 60 x 10 3 424 = N/mm 2 = s A 141.4 s



Geser ke bawah karena momen



2



=



P x e x r2 J



3



=



60 x 10 x 187.5 x 62.5 3



275 x 10 s



=



2557 s



N/mm 2



84



ElEmEn mEsin 1



Geser kombinasi



=



140 = s



(



2



1



) + ( 2



2



2



) +2



1



( ( ( ( 424 s



+



2557 s



2



x



2



x cos



+ 2 x 424 x 2557 x 0.6 = 28.32 s s s



= 2832 / 140 = 20.23 mm



Konstruksi Sambungan



85



86



ElEmEn mEsin 1



Poros dan Pasak



87



Bab 2 Poros dan Pasak A. Poros



P



oros adalah bagian dari mesin yang berputar yang dipergunakan untuk memindahkan daya dari satu mesin ke mesin yang lain. Daya yang dipindahkan poros diakibatkan oleh adanya gaya-gaya tangensial dan resultan torsi atau momen puntir yang bekerja pada poros dan memungkinkan daya tersebut dapat dipindahkan ke beberapa mesin yang disambungkan pada poros tersebut.Untuk memindahkan daya dari satu poros ke poros yang lain diperlukan beberapa komponen seperti pulley, roda gigi, sabuk/belt, rantai dan sebagainya. Komponen ini dipasangkan pada poros, sehingga dapat mengakibatkan momen bengkok pada poros. Dengan kata lain bahwa poros yang digunakan untuk memindahkan momen torsi juga akan menerima momen bengkok. Komponen-komponen tersebut dipasang pada poros dengan bantuan pasak/key atau juga spline, sehingga pada poros harus dibuat alur-alur sebagai tempatnya. Menurut pembebanannya, poros yang digunakan untuk memindahkan daya diklasifikasikan menjadi: 1.



Poros Transmisi. Poros ini menerima beban puntir dan bengkok. Pemindahan daya pada poros ini menggunakan kopling, pulleybelt, roda gigi, rantai sproket, dan lain-lain. Poros jenis ini digunakan untuk memindahkan daya dari sumber daya menuju mesin-mesin yang menyerap daya.Ukuran standard dari poros transmisi: -



25 mm hingga 60 mm dengan 5 mm sleps.



-



60 mm hingga ll0 mm dengan 10 mm sleps.



-



110 mm hingga 140 mm dengan 15 mm sleps.



-



140 mm hingga 500 mm dengan 20 mm sleps.



87



88



ElEmEn mEsin 1



2.



Spindel. Poros ini menerima beban utama berupa momen puntir. Dimensi spindel pendek, banyak digunakan pada mesin perkakas. Pengerjaan poros ini harus presisi dan deformasi yang diizinkan sangat kecil;



3.



Gandar (Axle). Poros ini berbentuk serupa dengan poros, tetapi merupakan komponen mesin yang tidak ikut berputar (stasioner) dan jika dipergunakan untuk transmisi hanya akan menerima momen bengkok saja. Poros ini digunakan pada roda kereta api;



4.



Poros. Poros yang digunakan untuk memindahkan daya dari mesin penggerak ke peralatan yang lain. Poros ikut berputar, sehingga selain menerima beban bengkok juga beban puntir;



5.



Poros Fleksibel. Poros yang digunakan memindahkan dua mekanisme, dimana porosnya berputar dan membentuk sudut satu sama lain. Daya yang dipindahkan biasanya kecil.



Hal penting yang perlu diperhatikan dalam perancangan poros adalah sebagai berikut: 1.



Kekuatan poros. Poros harus dirancang untuk kuat menahan beban yang terjadi. Pada umumnya poros menerima berupa: momen puntir, momen bengkok, kombinasi momen bengkok dan momen puntir, atau beban aksial dan kombinasi momen torsi dan momen bengkok. Selain itu, pengaruh tegangan konsentrasi akibat bentuk poros bertingkat dan adanya alur pasak harus dipertimbangkan dengan baik.



2.



Kekakuan poros. Kekakuan poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mekanisme yang ada. Selain kekuatan yang cukup, defleksi atau puntiran yang terjadi dapat menimbulkan terjadinya getaran. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan yang serius pada konstruksi.



3.



Putaran kritis. Poros yang terkena beban dan mengalami defleksi, jika berputar pada kecepatan putar tertentu, dapat mengakibatkan getaran yang serius.Putaran ini disebut putaran kritis. Untuk itu, poros harus dirancang sebaik mungkin, hingga putaran kerjanya tidak diperbolehkan sama dengan putaran kritis.



4.



Tahan korosi. Poros yang digunakan pada turbin air, turbin uap, dan pompa harus dirancang supaya tahan terhadap korosi akibat kavitasi.



Poros dan Pasak



89



1. Material Poros Material yang digunakan untuk poros biasanya mild steel. Akan tetapi bila diperlukan kekuatan yang tinggi, dapat digunakan baja paduan seperti baja nickel, baja chrom atau baja chrom vanadium. Pada umumnya sebuah poros dibentuk dengan proses pengerolan panas (hot rolling) dan proses pengerjaan akhir (finishing) pada ukuran yang sesuai dengan proses cold drawing seperti dengan mesin bubut (turning) dan mesin gerinda (grinding). Pengerjaan poros dengan proses cold drawing hasilnya akan lebih kuat dari pada hot rolling (tetapi memiliki tegangan sisa/residual yang lebih tinggi). Tegangan sisa/residual ini dapat menyebabkan distorsi pada poros ketika dikerjakan dengan mesin, terutama bila dipotong untuk tempat slot atau pasak. Poros dengan diameter lebih besar biasanya dikerjakan dengan forging/tempa, kemudian dibubut dengan menggunakan mesin bubut. Tegangan yang umum terjadi pada poros adalah: a.



Tegangan geser akibat momen torsi yang dipindahkan;



b. Tegangan bengkok (karena beban tarik/tekan) akibat berat dari komponen-komponen seperti pulley, roda gigi, atau akibat berat poros sendiri; c.



Kombinasi dari momen torsi dan momen bengkok.



Besarnya tegangan izin poros transmisi yang menerima beban tarik/tekan atau geser secara global dapat diperkirakan seperti berikut. Perkiraan ini harus diperiksa kembali sesuai dengan jenis material yang digunakan, jenis beban yang bekerja, proses pengerjaan, dan bentuk/desain yang dipilih. Untuk beban tarik atau tekan dapat diambil: a.



112 N/mm2untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak;



b. 84 N/mm2untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak. Untuk poros tertentu tegangan tarik yang diizinkan dapat diambil 60% daritegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 36% tegangan tarik maksimum.Tegangan geser yang diizinkan dapat diambil sebagai berikut: a.



56 N/mm2 untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak;



b. 42 N/mm2 untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak.



90



ElEmEn mEsin 1



Untuk poros tertentu tegangan geser yang diizinkan dapat diambil 30% dari tegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 18% tegangan tarik maksimum. 2. Perancangan Poros a.



Poros dengan Beban Momen Torsi



Poros yang menerima beban utama berupa momen puntir, seperti pada poros motor yang dihubungkan melalui sebuah kopling. Momen puntir yang ditransmisikan dapat dihitung berdasarkan daya P (HP) dengan putaran n (rpm) poros sebagai berikut: P=



M.n 2 . p . Mt. n F . V = t = 33000 . 12 33000 63000



atau Mt = 63000 . P (Ib in) n



Dimana: P = Daya yang ditransmisikan (HP); Mt = Momen puntir yang terjadi (Nmm); n = Putaran poros (rpm); F



= Gaya keliling (lb);



V = Kecepatan (fpm). Apabila satuan dikonversikan menjadi metris, maka: Mt = 71620 . P (kg cm) n



Dimana: P = Daya yang ditransmisikan (HP); n = Putaran poros (rpm); Apabila momen puntir Mt(lb in) ditransmisikan melalui sebuah poros dengan diameter dp (in), poros akan menerima tegangan puntir τp (psi) sebesar: tp =



5,1 . Mt Mt Mt = = Wt p . dp3 dp3 16



Poros dan Pasak



91



Dalam perancangan poros, tegangan puntir yang terjadi pada poros harus lebih kecil dari pada tegangan puntir bahan poros yang digunakan, sehingga: 5,1 . Mt < t izin dp3



atau dp > 3 5,1 . Mt tizin



b. Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Tresca)



Pada umumnya poros mentransmisikan daya melalui pulleybelt, roda gigi, atau rantai/sproket. Untuk itu, poros yang demikian akan menerima beban lentur dan beban puntir. Beben geser akibat momen puntir dan beban lentur akibar gaya-gaya yang bekerja pada transmisi. Untuk bahan poros yang ductile (ulet) dapat digunakan teori tegangan geser maksimum dari Teori Tresca:



(s2



2



(



2 2 tmaks = s + 4 . t = 2



x



+ t2



Untuk poros dengan penampang bulat pejal yang menerima beban statis: sx =



2 2 32 . Mb dan 16 . Mt , sehingga tt = tmaks = (16 . Mb) + (16 . Mt ) 3 3 3 3 p . dp p . dp p . dp p . dp



Dalam perancangan poros, diharuskan tegangan maksimum yang terjadi selalu di bawah tegangan yang diizinkan dari bahan poros. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros dapat diperoleh tegangan tarik yield (luluh) dibagi dengan faktor keamanan, yang besarnya seperti berikut: tizin =



t yield syield = n 2.n



Selanjutnya dapat dihitung diameter poros dp: (16 . Mt ) < syield (16 . Mb) + 3 3 2.n p . dp p . dp 2



2



dp > 3 10,2 . n . Mb2 + Mt2 syield



92



ElEmEn mEsin 1



Dimana: σx



= Tegangan bengkok yang terjadi (Psi);



τp



= Tegangan puntir yang terjadi (Psi);



Mb = Momen bengkok yang terjadi (lb in); Mt



= Momen puntir yang terjadi (lb in);



σyield = Tegangan luluh bahan poros (Psi); V



= Faktor keamanan.



Untuk poros berlubang: 16 3



. Mb2 + Mt2 < syield 2.n



( ( )(



p . do . 1 -



dI do



3



Apabila beban bekerja pada poros berlubang, maka digunakan persamaan Soderberg:



( (



(



2



(



2



1. t s sm + yield . s batas + t m + yield . t batas < syield t te e 2.n 4



Dimana: m



= Tegangan rata-rata untuk bengkok atau tarik (Psi);



batas



= Tegangan batas untuk bengkok atau tarik (Psi);



yield



= Tegangan luluh dari bahan poros (Psi);



e



= Batas ketahanan bengkok/tarik dari bahan poros (Psi);



= CR . C S . C D .



1 Kf . S n



τe = Batas ketahanan geser dari bahan poros (Psi); = CR . C S . C D .



1 Kfg . S ng



Kf = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk bengkok; Kfg = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk geser; τyield = 0,5



yield



= Tegangan geser luluh bahan poros (Psi);



τm = Tegangan rata-rata untuk puntir (Psi);



Poros dan Pasak



93



τbatas = Tegangan batas untuk puntir (Psi); τyield = Tegangan geser luluh bahan poros (Psi). Batas ketahanan (endurance limit) suatu material dapat dinyatakan dengan: σe = σ1e . CR . CS . CD Dimana: σ1e = batas ketahanan dari material CR = faktor beban



CD = faktor ukuran CS = faktor pengerjaan permukaan Tabel 2.1: Faktor Pembebanan Faktor



Jenis Beban



CR CD



Bengkok



Puntir



Aksial



1,0



0,58



0,9



1,0



D ≤ 0,4 in



0,9



0,4 < D < 2 in



CS



c.



1,0



Lihat gambar



Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Energi Distorsi)



Menurut teori Energi Distorsi pada teori kegagalan untuk tegangan dua dimensi adalah:



( (



2



syield = s12 - s 1 . s2 + s 22 n



dan 2 adalah tegangan utama, bila diterapkan pada 1 tegangan uniaksial, syield = s x2 - 3 . t 2 n



Jika disubstitusikan, menjadi:



(



(



2



(



syield syield . s t yield . t batas + 3 . t m + batas = sm + n se te



(



2



94



ElEmEn mEsin 1



Sehingga diameter poros dapat dihitung: dp >



(



32 . n . p . syield



(M + ss



yield



3



m



(



2



. M batas +



e



((



(



2 t yield 3 . Mt batas . Mt m + te 4



d. Poros dengan Beban Berulang dan Kejut



Apabila selama poros bekerja menerim beban bengkok dan beban kejut, seperti pada mesin pres dan mesin roll, maka pada perancangannya harus dimasukkan faktor pengaruh kelelahan akibat beban yang berulang. Faktor Km untuk momen bengkok dan Kt untuk momen puntir. Pada poros dengan beban bengkok tetap besarnya Km = 1,5, untuk tumbukan ringan Km = 1,5 – 2,0, untuk tumbukan berat Km = 2,0 – 3,0. Dengan demikian persamaan yang dipakai adalah: a.



Teori Tegangan Geser Maksimum:



(



(



(



(



t yield 16 . K . M + syield . M 0,5 . s yield . Mt batas = m b batas + K t . Mt m + bm 3 n se te p . dp 2



2



b. Teori Energi Distorsi



(



(



(



(



t yield 32 . K . M + syield . M s yield . Mt batas = m b batas + K t . Mt m + bm 3 n s te p . dp e 2



2



3. Putaran Kritis dan Kekakuan Poros Poros yang selalu bekerja pada putaran tinggi, dalam perancangannya harus dipertimbangkan terhadap terjadinya putaran kritis. Putaran kerja dari mesin, harus dirancang berada di bawah atau di atas putarn kritisnya. Secara umum dapat diperhitungkan bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi 80 % putaran kritisnya. Perhitungan putana kritis pada poros dengah dengan dua tumpuan, digunakan persamaan Rayleigh: n c = 187,7 . W1 . Y12 + W2 . Y22 + W3 . Y32 + ... + Wm . Ym2 W1 . Y1 + W2 . Y2 + W3 . Y3 + ... + Wm . Ym



Dimana: nc = putaran kritis (rpm); Wm = berat masa yang berputar pada titik m (lb); Ym = defleksi yang terjadi pada masa Wm (in).



Poros dan Pasak



95



Kekakuan poros terhadap momen puntir sangat berpengaruh terhadap terjadinya defleksi sudut. Jika defleksi melampaui batas tertentu, dapat menimbulkan getaran, sehingga besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi. Untuk poros yang dipasang pada mesin secara umum yang berada dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi sudut dibatasi 0,08 (º/ft) panjang poros.Untuk poros transmisi besarnya defleksi sudut dibatasi 1,0º untuk panjang poros 20 x diameter poros. Untuk poros Cam pada motor bakar dalam dibatasi 0,5º untuk segala panjang poros. Besarnya defleksi sudut pada poros dapat dihitung dengan rumus: q = 584 .



Mt . L 4 G . dp



Dimana: θ = defleksi sudut (º); Mt = Momen puntir yang terjadi (lb in); L = panjang poros (in); dp = diameter poros (in); G = modulus geser bahan poros (lb/in2). Contoh soal 1 Sebuah poros lurus yang berputar pada 200 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp. Poros ini terbuat dari mild steel yang memiliki tegangan geser izin 420 kg/cm2. Tentukan diameter poros tersebut jika momen bengkok yang terjadi pada poros diabaikan! Penyelesaian : Kecepatan putar poros :



n = 200 rpm.



Daya yang dipindahkan:



P = 25 hp.



Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros: τs = 420 kg/cm2. Momen torsi yang terjadi : T=



4500 . P 4500 . 25 = 89,5 kgm = 8950 kgcm = 2.p.n 2 . p . 200



96



ElEmEn mEsin 1



Diameter poros pejal: 3 p T= . ts . d 16 16 . T 16 . 8950 3 d =3 =3 = 108,5 = 4,77 cm = 5,0 cm p . ts p . 420 Contoh soal 2 Tentukan besar diameter poros pejal yang digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada putaran 200 rpm. Tegangan geser maksimum untuk steel sebagai bahan poros 3600 kg/cm2, sedangkan faktor keamanan 8 ! Tentukan pula dimensi dari poros jika untuk menggantikan poros di atas digunakan sebuah poros berlubang (hollow shaft) dan diketahui perbandingan diameter dalam di dan diameter luar do adalah 0,5 (di = 0,5 . do) ! Penyelesaian: Daya yang dipindahkan:



P = 25 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 200 rpm.



Tegangan geser maksimum dari bahan poros: τs maks. = 3600 kg/cm2. Faktor keamanan:



V = 8.



Tegangan geser yang diizinkan: t s izin =



t s maks. 3600 2 = = 450 kg/cm 8 V



Momen torsi yang tejadi: T=



4500 . P 4500 . 25 = 89,5 kgm = 8950 kgcm = 2.p.n 2 . p . 200



Diameter poros pejal: d =3



16 . T = p . ts



3



16 . 8950 3 = 101,3 = 4,66 cm = 5,0 cm p . 450



Bila yang digunakan adalah poros berlubang: 4 4 3 T = p . ts . ( do - dI ) = p . t s . d o3 . (1 - ( dI ) ) = p . 450 . d o . (1 - ( 1 ) ) 16 do 16 do 16 4 4



4



Poros dan Pasak



97



Sehingga: do =



16 . T



3



4 p . 450 . (1 - ( 1 ) ) 2



=3



16 . 8950 4 p . 450 . (1 - ( 1 ) ) 2



= 3 108 = 4,75 cm = 5,0 cm



dI = 0,5 . do = 0,5 . 0,5 = 2,5cm



Contoh soal 3 (dalam satuan SI) Sebuah poros pejal sedang memindahkan daya sebesar 1 MW pada kecepatan putar 240 rpm. Tentukan besar diameter poros, jika momen torsi maksimum yang terjadi adalah 20 % lebih besar dari momen torsi rata-rata! Tegangan geser dari bahan poros yang diizinkan 60 N/mm2. Penyelesaian: Daya yang dipindahkan:



P = 1 MW = 1.000.000 Watt.



Kecepatan putar poros:



n = 240 rpm.



Torsi maksimum yang terjadi:



Tmaks. = 1,2 . Trata-rata



Tegangan geser bahan poros yang dizinkan: τs = 60 N/mm2. Momen torsi yang dipindahkan: 2 . p . n . T rata-rata P= 60 106 = 2 . p . 240 . T rata-rata 60 Trata-rata =



60 . 10 = 39788 Nm = 39788000 Nmm 2 . p . 240



Jadi: Tmaks. = 1,2 . 39 788 000 = 47 750 000 Nmm Perhitungan diameter poros: Tmaks. =



3 p . ts . d 16



16 . T maks. = p . ts



16 . 47745000 = 3 4052770 = 159,4 mm = 160,0 cm p . 60



d=



3



a.



Poros dengan Beban Momen Bengkok



3



Jika suatu poros menerima momen bengkok, maka tegangan bengkok maksimum (akibat beban tarik atau beban tekan) yang terjadi diberikan menurut persamaan:



98



ElEmEn mEsin 1



M = sb l y



Dimana : M = momen bengkok yang terjadi (kgcm). I



= momen inersia dari penampang poros terhadap sumbu polar (cm4).



sb = tegangan bengkok yang terjadi (kg/cm2). y = jarak terjauh dari sumbu netral ke sisi/serat terluar (cm). p . d4 dan Diketahui bahwa untuk poros pejal: l = 64



y= d 2



Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh: p . p . d3 M b = sb , sehingga M = p . d4 d 32 2 64



Dengan menggunakan persamaan di atas akan diperoleh diameter poros. p . (do4 - d4I ) Untuk poros berlubang: I = 64



dan y = d o 2



Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh: 4 4 p . s . (do - dI ) = p . sb . do3 . (1 - ( dI )4 ) M b = sb , sehingga M = 4 4 do p . (d o - d I ) d o 32 do 32 2 64



Dengan menggunakan persamaan di atas dan perbandingan antara diameter dalam di dan diameter luar do akan diperoleh dimensi dari poros berlubang. Contoh soal 4 Sepasang roda pada sebuah gerbong kereta api menerima beban 5 ton di setiap roda pada axlenya. Jarak antara roda dari ujung axle tersebut 10 cm. Jarak antara kedua rel 140 cm. Tentukan besar diameter axle tempat memasang roda, bila tegangan dari bahan tidak boleh melebihi 1000 kg/cm2 !



Poros dan Pasak



99



Penyelesaian:



Gambar 2.1 Poros dengan beban bengkok



Beban pada tiap axle:



W = 5 ton = 5000 kg.



Jarak beban dari roda:



a = 10 cm.



Jarak rel:



L = 140 cm.



Tegangan yang terjadi maksimum:



σb = 1000 kg/cm2.



Momen bengkok maksimum yang terjadi pada roda di C dan D: M = W . a = 5000 . 10 = 50 000 kg Diameter axle dapat dihitung dengan hubungan sebagai berikut: M= d=



p . s . d 3 , sehingga b 32 3



32 . 50000 3 32 . M = 509 = 7,984 cm = 8,0 cm =3 p . ss p . 1000



b. Poros dengan Beban Kombinasi Puntir dan Bengkok



Bilamana suatu poros menerima beban kombinasi momen puntir dan momen bengkok, maka poros harus direncanakan dengan dasar kedua momen tersebut secara simultan. Terdapat beberapa macam teori yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dari tipe pembebanan kombinasi. Berikut ini ada dua teori penting dari bermacam-macam teori di atas: 1) Teori tegangan geser maksimum atau teori Guest. Teori ini biasanya dipergunakan untuk bahan yang kenyal (ductile) seperti baja lunak/mild steel;



100



ElEmEn mEsin 1



2) Teori tegangan normal maksimum atau teori Rankine. Teori ini biasanya dipergunakan untuk bahan yang rapuh (brittle) seperti besi tuang/cast iron. σb = tegangan bengkok (tegangan tarik atau tekan) akibat momen bengkok. τs = tegangan geser akibat momen torsi. Berdasarkan teori tegangan geser maksimum (teori Guest), tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros: t s = 1 . s b2 + 4 . t s2 2



Dengan memasukkan harga σb dan τs diperoleh: 32 . M 2 16 . T 2 ts maks. = 1 . ( )+4.( ) 3 3 2 p.d p.d sb maks. =



16 . T . M2 + T 2 3 p.d



Atau: 3 2 2 p .t M +T s maks. . d = 16



Faktor M2 + T 2 dinamakan momen torsi ekivalen dan biasanya dinyatakan dengan Te. Te ini diasumsikan sebagai momen torsi yang bekerja sendiri dan mengakibatkan tegangan geser (τs) yang sama seperti momen torsi sebenarnya. Dengan pembatasan tegangan geser maksimum (τs maks.) sama dengan tegangan geser yang diizinkan (τs izin) dari bahan poros, maka persamaan di atas: 3 2 2 Te = M + T = p . t s . d 16



Dari persamaan di atas, besar diameter poros d dapat dihitung. Berdasarkan teori tegangan normal maksimum, besar tegangan normal maksimum yang terjadi pada poros adalah:



Poros dan Pasak



101



Faktor ( 1 . (M + M + T )) dinamakan momen bengkok ekivalen 2 dan biasanya dinyatakan dengan Me.Me ini diasumsikan sebagai momen bengkok yang bekerja sendiri dan mengakibatkan tegangan tarik atau tegangan tekan (σb) yang sama seperti momen bengkok sebenarnya. Dengan pembatasan tegangan normal maksimum (σb ) sama dengan tegangan bengkok yang diizinkan (σb izin) dari maks. bahan poros, maka persamaan di atas menjadi: 3 p 2 2 Me = 1 . (M + M + T )) = . s3 . d 32 2 Dengan persamaan di atas, maka diameter poros dapat dihitung. 2



2



Catatan: 1.



Jika digunakan poros berlubang (hollow shaft), maka persamaan ii sampai v dapat ditulis sebagai berikut :



Dimana: k = dI do



2.



Untuk pemilihan diameter poros dari hasil perhitungan kedua teori tersebut di atas diambil harga yang terbesar (harga yang lebih aman).



Contoh soal 5 Sebuah poros berpenampang bulat pejal menerima beban momen bengkok sebesar 30 000 kgcm dan momen torsi 100 000 kgcm. Poros ini dibuat dari baja karbon yang mempunyai tegangan tarik maksimum 7000 kg/cm2 dan tegangan geser maksimum 5000 kg/cm2. Jika faktor keamanan diambil 6, tentukan diameter poros tersebut! Penyelesaian: Momen bengkok yang terjadi:



M = 30 000 kgcm.



Momen torsi yang terjadi:



T = 100 000 kgcm.



Tegangan tarik maksimum dari bahan poros: σt maks. = 7000 kg/cm2.



102



ElEmEn mEsin 1



Tegangan geser maksimum dari bahan poros: τs maks. = 5000 kg/cm2. Faktor keamanan:



V = 6.



Tegangan tarik yang diizinkan st izin: st izin =



st maks. 7000 = = 1166,67 kg/cm2 6 V



Tegangan geser yang diizinkan ts t s izin =



izin



:



t s maks. 5000 2 = = 833,33 kg/cm 6 V



Diameter poros dihitung dengan: 1.



Teori tegangan geser maksimum: Momen puntir ekivalen: Te = M2 + T 2 = 300002 + 1000002 = 10,44.104 kgcm



Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut: 3 p Te = .t .d 16 s 3 4 10,44.10 = p . 833,3 . d 16 Sehingga: d=



2.



3



10,44 . 10 4 . 16 = 3 638 = 8,6 cm p . 833,3



Menurut teori tegangan normal maksimum: Momen bengkok ekivalen: 4 4 1 2 2 Me = 1 . (M + M + T )) = . (30000 + 10,44.10 ) = 6,72.10 kgcm 2 2



Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut: 3 p Me = .s .d 32 b 3 6,72.104 = p . 1166,67 . d 32 Sehingga: d=



3



6,72 . 10 4 . 32 p . 1166,67



= 3 586,6 = 8,37 cm



Dari kedua hasil perhitungan diambil harga terbesar, yaitu: d = 8,6 cm ≈ 9,0 cm.



Poros dan Pasak



103



Contoh soal 6 Sebuah roda gigi yang dipasang pada poros dengan ditumpu pada dua buah bantalan seperti terlihat pada Gambar 2.2. Diameter roda gigi 12,5 cm. Daya yang dipindahkan 5 pk pada kecepatan putar 120 rpm. Bahan poros mempunyai tegangan geser yang diizinkan sebesar 420 kg/cm2. Tentukan diameter poros tersebut! Penyelesaian: Diameter roda gigi:



D = 12,5 cm.



Daya yang dipindahkan:



P = 5 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 120 rpm.



Tegangan geser izin bahan poros:



τs = 420 kg/cm2.



Gambar 2.2 Poros dengan Beban Torsi



Besar momen torsi yang dipindahkan poros: T =



4500 . 5 4500 . P = 29,85 kgm = 2985 kgcm = 2.p.n 2 . p . 120



104



ElEmEn mEsin 1



Gambar 2.3 Pembebanan pada Roda Gigi



Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi adalah: 2 . 2985 2.T = 477,6 kg = 480 kg = F = D 12,5 Momen bengkok yang terjadi pada pusat roda gigi D: M=



477,6 . 1255 = 2895 kg 2



Diameter poros dapat dicari dengan menggunakan persamaan Te dan diperoleh sebagai berikut: Te = M2 + T 2 = 2985 2 + 3000 2 = 4232 kgcm



Padahal telah diketahui bahwa: 3 p Te = . ts . d 16 Sehingga: d=



3



4232 . 16 = 3 51,4 = 3,7 cm = 4,0 cm p . 420



Contoh soal 7 Sebuah poros dibuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya sebesar 120 hp pada putaran 300 rpm. Panjang poros adalah 3 m. Poros ini juga menerima beban dari dua buah pulley yang masing-masing mempunyai berat 150 kg dan bekerja pada jarak 1 m dari masing-masing ujungnya. Jika harga tegangan yang diizinkan digunakan sebagai dasar perhitungan kekuatan, tentukan diameter poros yang sesuai!



Poros dan Pasak



105



Penyelesaian:



Gambar 2.4 Free Body Diagram



Daya yang dipindahkan:



P = 120 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 300 rpm.



Panjang poros (jarak antara kedua bantalan): L = 3 m. Berat masing-masing pulley:



W = 150 kg.



Jarak antara pulley ke ujung poros:



a = 1 m.



Momen torsi yang dipindahkan: T =



4500 . P = 286,4 kgm = 28640 kgcm 2.p.n



Gaya reaksi pada kedua bantalan A dan B akibat beban pulley: RA = RB = 150 kg. Momen bengkok maksimum yang terjadi pada titik C dan D: M = 150 . 1 = 150 kgm = 15000 kgcm Momen puntir ekivalen: Te = M2 + T 2 = 150002 + 286402 = 32330 kgcm 3 p . ts . d Perhitungan besar diameter poros d: Te = 16 3 p Telah diketahui bahwa:ts = 600 kg/cm2, sehingga 32330 = 16 . 600 . d



Jadi: d=



3



32330 . 16 = 3 274,4 = 6,49 cm = 6,5 cm p . 600



Contoh soal 8 (dengan menggunakan satuan S.I.) Sebuah poros lurus digerakkan sebuah motor yang terletak secara vertikal di bawahnya. Sebuah pulley dengan diameter 1,5 m



106



ElEmEn mEsin 1



dipasangkan pada poros ini dengan belt yang memiliki tegangan 5,4 kN pada sisi kencang dan 1,8 kN pada sisi kendornya. Kedua tegangan ini diasumsikan tegak (vertikal). Pulley berada overhang dengan jarak pusat 400 mm terhadap bantalan. Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros ts= 42 N/mm2 ! Penyelesaian: Diameter pulley:



D = 1,5 m.



Radius pulley:



R = 0,75 m = 750 mm.



Tegangan belt pada sisi kencang:



S1 = 5,4 kN = 5400 N.



Tegangan belt pada sisi kendor:



S2 = 1,8 kN = 1800 N.



Jarak antara pusat pulley terhadap bantalan: Tegangan geser yang diizinkan:



L = 400 mm.



τs = 42 N/mm2.



Gambar 2.5 Pembebanan pada Poros



Momen torsi yang dipindahkan oleh poros: T = (S1 - S2) . R = (5400 - 1800) . 750 = 2700000 Nmm Dengan asumsi bahwa berat poros diabaikan, gaya total pada arah vertikal yang bekerja pada pulley: W = S1 + S2 = 5400 + 1800 = 7200 N Momen bengkok yang terjadi: M = W . L = 7200 . 400 = 2880000 Nmm Momen puntir ekivalen: Te = M2 + T 2 = 28800002 + 27000002 = 3,95.106 kgcm



Poros dan Pasak



107



3 p . ts . d Perhitungan diameter poros d: Te = 16 3 6 p .t .d Sehingga: 3,95.10 = 16 s



Jadi: d=



3



3,95.106 . 16 3 = 479000 = 78,2 cm = 80 cm p . 42



Contoh soal 9 (dengan menggunakan satuan S.I.) Sebuah poros didukung oleh dua buah bantalan yang berjarak 1 m. Sebuah pulley dengan diameter 600 mm dipasangkan pada jarak 300 mm di sebelah kanan dari bantalan kiri dan digunakan untuk menggerakkan sebuah pulley yang berada di bawahnya dengan bantuan belt yang mempunyai tegangan maksimum 2,25 kN. Pulley lain dengan diameter 400 mm dipasangkan pada jarak 200 mm di sebelah kiri dari bantalan kanan dan digerakkan dengan belt oleh sebuah motor listrik yang terletak horizontal di sebelah kanan. Sudut kontak untuk kedua pulley adalah 180° dan koefisien gesek μ = 0,24. Rencanakan sebuah poros pejal yang sesuai, jika tegangan tarik yang diizinkan dari bahan poros 63 N/mm2 dan tegangan gesernya 42 N/mm2 dengan asumsi bahwa besar momen torsi yang terjadi pada semua pulley sama! Penyelesaian: Jarak antara kedua bantalan:



L = 1 m.



Diameter pulley C:



∅D1 = 600 mm = 0,6 m.



Radius pulley C:



R1 = 0,3m.



Jarak pulley C dari bantalan kiri (dari A):



a = 300 mm = 0,3 m.



Tegangan maksimum belt pada pulley C:



S1 = 2,25 kN = 2250 N.



Diameter pulley D:



∅D2 = 400 mm = 0,4 m.



Radius pulley D:



R2 = 0,2 m.



Jarak pulley D dari bantalan kanan (dari B): b = 200 mm = 0,2 m. Sudut kontak untuk kedua pulley:



θ = 180° = π radian.



Koefisien gesek:



μ = 0,24.



108



ElEmEn mEsin 1



Tegangan tarik izin dari bahan poros:



b = 63 N/mm2.



Tegangan geser izin dari bahan poros:



s = 42 N/mm2.



Tegangan belt pada sisi kendor pada pulley C (S1 dan S2) :



Beban vertikal yang bekerja pada poros di C adalah: WC = S1 + S2 = 2250 + 1060 = 3310 N Diagram beban vertikal ditunjukkan pada Gambar 2.6c. Momen torsi pada pulley C: T = (S1 - S2) . R1 = (2250 - 1060) . 0,3 = 357 Nm Tegangan yang terjadi pada pulley D (S3 dan S4) : Momen torsi yang terjadi pada kedua pulley adalah sama, sehingga:



Harga S3 dari persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, akan diperoleh:



Beban horizontal yang bekerja pada poros di D: WD = S3 + S4 = 3370 + 1585 = 4955 N



Poros dan Pasak



109



Diagram beban horizontal ditunjukkan pada Gambar 2.6d. Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: 1.



Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV) : RAV + RBV = 3310 N. Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol (Σ MA = 0):



Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MAV = MBV = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C: MCV = RAV . 0,3 = 2317 . 0,3 = 695,1 Nm Besar momen yang terjadi pada titik D: MDV = RAV . 0,8 - WC . 0,5 = 2317 . 0,8 - 3310 . 0,5 = 198,6 Nm Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan pada Gambar 2.6e. 2.



Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) : RAH + RBH = 4955 N. Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol (Σ MA = 0):



110



ElEmEn mEsin 1



Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MAH = MBH = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C: MCH = RAH . 0,3 = 991 . 0,3 = 297,3 Nm Besar momen yang terjadi pada titik D: MDH = RAH . 0,8 = 991 . 0,8 = 792,8 Nm Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan pada Gambar 2.6f. 3.



Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: Resultan momen pada titik C: 2 2 2 2 MC = MCV + TCH = 695,1 + 297,3 = 756 Nm



Resultan momen pada titik D: 2 2 2 2 MD = MDV + TDH = 198,6 + 192,8 = 817 Nm



Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan Gambar 2.6g. Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya: Mmaks. = MD = 817,2 Nm. Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung: Dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = M2 + T 2 = 817,22 + 3572 = 892 Nm = 892.106 Nmm 3 p Telah diketahui bahwa: Te = 16 . t s . d , maka:



d=



3



892.10 3 . 16 3 Te . 16 = 108.103 = 47,6 mm =3 p . ts p . 42



Poros dan Pasak



111



Gambar 2.6 Perhitungan Momen pada Poros



Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen: 2 1 2 2 Me = 1 . (M + M + T )) = . (817,2 + 892) = 854,6.10 kgcm 2 2 3 2 p p . 63 . d 3 Telah diketahui bahwa: Me = 32 . sb . d , maka: 854,6.10 = 32



Jadi: d=



3



854,6.10 2 . 63 3 = 138,1.103 = 51,7 mm p . 63



112



ElEmEn mEsin 1



Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi: d = 51,7 mm » 55,0 mm. Contoh soal 10 Sebuah poros didukung oleh bantalan A dan B yang berjarak 80 cm. Sebuah roda gigi lurus dengan α = 20° mempunyai diameter pitch 60 cm terletak 20cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan A) dan sebuah pulley dengan diameter 70 cm terletak 25 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan B). Roda gigi digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial ke bawah, sedang pulley digunakan untuk menggerakkan belt mendatar dengan sudut kontak 180°. Pulley yang berfungsi sebagai roda gila ini mempunyai berat 200 kg. Tegangan belt maksimum 300 kg dan perbandingan tegangan 3:1. Hitung besar momen bengkok maksimum yang terjadi dan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser poros yang diizinkan 400 kg/cm2! Penyelesaian: Jarak antara bantalan A dan B:



L = 80 cm.



Sudut tekan roda gigi C:



α = 20°.



Diameter lingkaran pitch roda gigi C:



D1 = 60 cm.



Rdius lingkaran pitch roda gigi C:



R1 = 30 cm.



Jarak roda gigi terhadap bantalan A:



a = 20 cm.



Diameter pulley D:



D2 = 70 cm.



Radius pulley D:



R2 = 35 cm.



Jarak pulley D terhadap bantalan B:



b = 25 cm.



Sudut kontak belt pada pulley D:



θ = 180° = π radian.



Berat pulley D:



W = 200 kg.



Tegangan maksimum belt:



S1 = 300 kg.



Perbandingan tegangan:



S1 : S2 = 3 : 1.



Tegangan geser yang diizinkan bahan poros:



τs = 400 kg/cm2.



Poros dan Pasak



113



Momen torsi yang terjadi pada poros di titik D: T = (S 1 + S2) . R 2 = S1 . (1 - S2 ) . R 2 = 300 . (1 - 1 ) . 36 = 7000kgcm 3 S1



Gaya tangensial yang bekerja pada roda gigi C: T 7000 = = 233,3 kg 30 R1 Diasumsikan torsi di D sama dengan di C. Ft =



Beban normal yang bekerja pada roda gigi: WC =



F t = 233,3 = 248,3 kg o cos a cos 20



Beban normal yang bekerja pada sudut 20° terhadap arah vertikal ditunjukkan seperti gambar berikut.



Gambar 2.7 Arah Pembebanan



Beban normal ini dapat diuraikan menurut arah vertikal dan horizontal seperti berikut ini: Komponen vertikal dari WC merupakan beban vertikal pada poros di C: WCV = WC . cos 20o = 248,3 . cos 20o = 233,3 kg Komponen horizontal dari WC merupakan beban horizontal pada poros di C: WCH = WC . sin 20o = 248,3 . sin 20o = 84,9 kg Tegangan belt:



114



ElEmEn mEsin 1



Beban horizontal yang bekerja pada poros di D: WDH = S1 + S2 = 300 + 100 = 400 kg Beban horizontal yang bekerja pada poros di D: WDV = W = 200 kg Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: 1.



Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV): RAV + RBV = 233,3 + 200 = 433,3 kg Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol (Σ MA = 0):



Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MAV = MBV = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C: MCV = RAV . 20 = 237,5 . 20 = 4750 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik D: MDV = RBV . 25 = 195,8 . 25 = 4895 kgcm 2.



Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) : RAH + RBH = 84,9 + 400 = 484,9 kg Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol (Σ MA = 0):



Poros dan Pasak



115



Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MAH = MBH = 0. Besar momen yang terjadi pada titik C: MCH = RAH . 20 = 188,6 . 20 = 3772 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik D: MDH = RBH . 25 = 296,2 . 25 = 7405 kgcm 3.



Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: Resultan momen pada titik C: 2



2 2 2 M C = MCV + TCH = 4570 + 3772 = 6064 kgcm



Resultan momen pada titik D: 2



2 2 2 M D = MDV + TDH = 4895 + 7405 = 8876 kgcm



Dari diagram di bawah ini (Gambar 2.8) terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya: Mmaks. = MD = 8876 kgcm. Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi ekivalen: Te = M2 + T 2 = 7000 2 + 88762 = 11300 kgcm 3 3 p . t s . d , maka 11300 = p . 400 . d Telah diketahui bahwa: Te = 16 16 Jadi:



d=



3



11300 . 16 = 3 143,8 = 5,5 cm p . 400



116



ElEmEn mEsin 1



Gambar 2.8 Perhitungan Momen pada Poros



c.



Poros dengan Beban yang Berfluktuasi (dengan Standard ASME)



Dalam bab terdahulu telah dibahas tentang poros yang menerima beban momen torsi dan beban momen bengkok secara konstan. Dalam praktek yang sebenarnya poros tersebut menerima beban momen torsi dan momen bengkok yang berfluktuasi. Untuk itu, dalam perencanaan suatu poros harus dipertimbangkan adanya faktor kombinasi beban kejut (shock) dan faktor kelelahan (fatigue)



117



Poros dan Pasak



untuk menentukan besar momen torsi (T) dan momen bengkok (M) yang terjadi. Untuk poros yang menerima beban kombinasi momen bengkok dan torsi: Besar momen torsi ekivalen: Te = (K m . M)2 + (K t . T)2



Besar momen bengkok ekivalen: Me = 1 . (K m. M + (K m . M) + (K t . T) ) 2 2



2



Dimana: Km = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk bengkok. Kt = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk torsi. Tabel 2.2 menunjukkan harga Km dan Kt (dari standard ASME) berdasarkan sifat pembebanannya. Tabel 2.2: Harga Km dan Kt Sifat Pembebanan 1. Untuk poros stasioner : a. Pembebanan normal/gradual b. Pembebanan tiba-tiba/kejut 2. Untuk poros yang berputar : a. Pembebanan normal/gradual b. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut kecil c. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut besar



Km



Kt



1,0 1,5 - 2,0



1,0 1,5 - 2,0



1,0 1,5 - 2,0 2,0 - 3,0



1,0 1,0 - 1,5 1,5 - 3,0



Contoh soal 11 Sebuah poros yang digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada kecepatan putar 200 rpm terbuat dari mild steel. Poros ini menerima beban yang terpusat sebesar 90 kg dan didukung oleh bantalan yang berjarak 2,5 m. Dengan asumsi sifat pembebanan gradual, hitung beban-beban yang terjadi pada poros tersebut! Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 420 kg/ cm2 sedang tegangan tarik dan tegangan tekan maksimum yang



118



ElEmEn mEsin 1



terjadi tidak boleh lebih dari 560 kg/cm2, tentukan diameter poros yang diperlukan! Penyelesaian: Daya yang dipindahkan:



P = 25 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 200 rpm.



Beban terpusat:



W = 90 kg.



Jarak antara kedua bantalan:



L = 2,5 m = 250 cm.



Tegangan geser yang diizinkan bahan poros:



τs = 420 kg/cm2.



Tegangan tarik/tekan maksimum yang terjadi:



σt = 560 kg/cm2.



Besar momen torsi yang dipindahkan: T =



4500 . 25 4500 . P = 89,5 kgm = 8950 kgcm = 2.p.n 2 . p . 200



Besar momen bengkok yang terjadi: 90 . 250 = 5625 kgcm M= W.L = 4 4



Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = M2 + T 2 = 5625 2 + 89502 = 10571 kgcm 3 p p . 420 . d 3 Telah diketahui bahwa: Te = 16 . t s . d , maka: 10571 = 16



d=



3



10571 . 16 p . 420



= 3 128,18 = 5,04 cm



Perhitungan diameter poros menggunakan momen bengkok ekivalen: 2 2 2 2 1 2 2 Me = 1 . (M + M + T ) Me = (M + M + T ) = 1 . (5625 + 5625 + 8950 ) 2 2 2



= 8098 kgcm Telah diketahui bahwa: Me = d=



3



8098 . 32 p . 560



p . s . d3 p . 560 . d3 b , maka: 8098 = 32 32



= 3 147,29 = 5,28 cm = 5,5 cm



Poros dan Pasak



119



Jika beban yang terjadi bersifat gradual, untuk menghitung diameter poros d digunakan Km = 1,5 dan Kt = 1,0 : Momen torsi ekivalen:



3 3 p . t s . d , maka: 12300 = p . 420 . d Telah diketahui bahwa: Te = 16 16



d=



3



12300 . 16 p . 420



= 3 149 = 5,3 cm = 5,5 cm



Contoh soal 12 Rencanakan sebuah poros untuk memindahkan daya sebesar 1,5 hp pada kecepatan putar 120 rpm dari sebuah motor listrik pada sebuah head stock sebuah mesin bubut melalui sebuah pulley dengan bantuan belt. Berat pulley 20 kg dan terletak pada jarak 10 cm dari pusat bantalan. Diameter pulley 20 cm. Sudut kontak dari belt 180° dan koefisien gesek antara belt dan pulley 0,3. Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok 1,5 dan momen torsi 2,0. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 350 kg/cm2. Penyelesaian: Berat pulley:



W = 20 kg.



Jarak antara kedua bantalan:



L = 10 cm.



Diameter pulley:



D = 20 cm.



Radius pulley:



R = 10 cm.



Daya yang dipindahkan:



P = 1,5 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 120 rpm.



Sudut kontak belt:



θ = 180° = π radian.



Koefisien gesek belt dan pulley:



μ = 0,3.



Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros:



τs = 350 kg/cm2.



Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok: Km = 1,5. Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi:



Kt = 2,0.



120



ElEmEn mEsin 1



Gambar 2.9 Pembebanan pada Poros



Momen torsi yang dipindahkan: T =



4500 . P 4500 . 1,5 = 8,95 kgm = 895 kgcm = 2.p.n 2 . p . 120



Jika tegangan belt yang kencang S1 dan yang kendor S2, maka:



Persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, maka:



Jumlah beban vertikal yang terjadi pada pulley: FV = S1 + S2 + W = 146,5 + 57 + 20 = 223,5 kg Momen bengkok yang terjadi pada pulley: M = (S1 + S2 + W) . L = 223,5 . 10 = 2235 kgcm Momen torsi ekivalen: Te = (K m . M)2 + (K t . T)2 = (1,5 . 2235)2 + (2,3 . 895)2 = 3800 kgcm



Poros dan Pasak



121



Sehingga besar diameter poros yang diperlukan: 3 p Te = . ts . d 16 3 3800 = p . 350 . d 16 d=



3



3800 . 16 = 3 55,3 = 3,8 cm = 4,0 cm p . 350



Contoh soal 13 Sebuah poros horizontal terbuat dari baja nickel didukung oleh dua buah bantalan A di sebelah kiri dan B di sebelah kanan dengan jarak 250 cm. Pada poros tersebut dipasangkan dua buah roda gigi, yaitu roda gigi C dengan jarak 30 cm di sebelah kanan bantalan A dan roda gigi D dengan jarak 45 cm di sebelah kiri bantalan B. Diameter pitch dari roda gigi C 60 cm dan dari roda gigi D 20 cm. Poros ini digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada kecepatan 120 rpm. Daya ini diterima oleh roda gigi C dan dikeluarkan oleh roda gigi D. Berat roda gigi C 95 kg dan roda gigi D 35 kg. Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk bengkok 1,5 dan untuk torsi 1,2. Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan tarik yang terjadi maksimum 900 kg/cm2 dan tegangan gesernya 500 kg/cm2! Penyelesaian: Diameter pitch roda gigi C:



DC = 60 cm.



Radius:



RC = 30 cm.



Diameter pitch roda gigi D:



DD = 20 cm.



Radius:



RC = 10 cm.



Daya yang dipindahkan:



P = 25 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 120 rpm.



Tegangan tarik yang terjadi maksimum:



σt = 900 kg/cm2.



Tegangan geser yang terjadi maksimum:



τs = 500 kg/cm2.



Berat roda gigi C:



WC = 95 kg.



122



ElEmEn mEsin 1



Berat roda gigi D:



WD = 35 kg.



Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok: Km = 1,5 Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi:



Kt = 1,2



Gambar 2.10 Pembebanan pada Poros



Momen torsi yang dipindahkan: T =



4500 . P 4500 . 25 = 149,2 kgm = 14920 kgcm = 2.p.n 2 . p . 120



Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi C: F tC =



14920 T = 497,3 kg = RC 30



Beban total yang terjadi pada poros di titik C dengan arah vertikal ke bawah: FC = FtC + WC = 497,3 + 95 = 592,3 kg Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D: F tD =



14920 T = 1492 kg = RD 10



Beban total yang terjadi pada poros di titik D dengan arah vertikal ke bawah: FD = FtD + WD = 1492 + 35 = 1527 kg Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi: Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RA dan RB): RA + RB = 592,3 + 1527 = 2119,3 kg Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol (Σ MA = 0):



Poros dan Pasak



123



Besar momen yang terjadi pada titik A dan B: MA = M B = 0 Besar momen yang terjadi pada titik C: MC = RA . 25 = 785,1 . 25 = 19627,5 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik D: MD = RB . 40 = 1334,2 . 40 = 53368 kgcm Jadi momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya: Mmaks. = MD = 53368 kgcm Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (K m . M)2 + (K t . T)2 = (1,5 . 53368)2 + (1,2 . 14920)2 = 82029,7 kgcm 3 p p . 500 . d3 Telah diketahui bahwa: Te = 16 . t s . d , maka: 82029,7 = 16



d=



3



82029,7 . 16 = 9,42 cm p . 500



Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen bengkok ekivalen:



3 2 p p . 900 . d3 Telah diketahui bahwa: Me = 32 . sb . d , maka: 81040,85 = 32



124 d=



ElEmEn mEsin 1 3



32 . 81040,85 = 9,72 cm p . 900



Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu: d = 9,72 cm ≈ 10,0 cm.



Contoh soal 14 Sebuah drum hoisting berdiameter 50 cm diikatkan pada sebuah poros yang didukung oleh dua buah bantalan dan dihubungkan dengan sebuah gear box yang mempunyai perbandingan reduksi 12:1 dengan digerakkan motor listrik. a.



Barapakah daya penggerak motor listrik jika beban maksimum yang digulung oleh drum hoisting adalah 800 kg dengan kecepatan penggulungan 50 m/menit dan efisiensi dari penggerak 80 %?



b. Hitung momen torsi yang terjadi pada poros drum dan kecepatan motor! c.



Berapakah diameter poros yang diperlukan jika poros tersebut terbuat dari baja dengan tegangan tarik yang terjadi maksimum 1150 kg/cm 2 dan tegangan geser yang terjadi maksimum 500 kg/cm 2 ? Roda gigi penggerak yang digunakan mempunyai diameter 45 cm dan dipasangkan di ujung poros yang overhang 15 cm dekat bantalan.



Penyelesaian: Asumsi:



Km = 2,0, Kt = 1,5.



Kecepatan penggulungan:



v = 50 m/menit.



Diameter drum:



D = 50 cm.



Radius drum:



R = 25 cm.



Perbandingan reduksi:



i = 12 : 1



Beban maksimum:



W = 800 kg.



Efisiensi penggerak:



η = 80% = 0,8.



Tegangan tarik yang terjadi maksimum:



σt = 1150 kg/cm2.



Tegangan geser yang terjadi maksimum:



τs = 500 kg/cm2.



Poros dan Pasak



125



Diameter roda gigi penggerak:



D1 = 45 cm.



Radius roda gigi penggerak:



R1 = 22,5 cm.



Jarak overhang roda gigi:



a = 15 cm.



Daya dari motor penggerak: P = W . v = 800 . 50 = 40000 kgm/menit Daya pada drum hoist: PHoist =



Daya motor penggerak 4500



=



40000 = 8,9 hp 4500



Karena efisiensi penggerak 80%, daya motor penggerak akan lebih besar: P Hoist 8,9 Psebenarnya = = = 11,1 hp 0,8 0,8 Momen torsi yang terjadi pada poros drum: T = W . R = 800 . 25 = 20000 kgcm Kecepatan sudut dari drum hoist: 50 w= V = = 200 radian/menit R 0,25



Dengan perbandingan reduksi 12 : 1, kecepatan sudut dari motor listrik: ωmotor = ω . 12 = 200 . 12 = 2400 radian/menit Kecepatan putar dari motor: wmotor 2400 = = 382 rpm 2.p 2.p Gaya tangensial pada gigi roda gigi penggerak akibat momen torsi pada poros drum 20 000 kgcm: n=



F t1 =



T = 20000 = 890 kg R1 22,5



Dengan asumsi bahwa sudut tekan pada roda gigi penggerak 20°, gaya tekan maksimum yang terjadi pada poros yang ditimbulkan: Ftekan=



890 F t1 = o = 947 kg cos 20o cos 20



126



ElEmEn mEsin 1



Sehingga mengakibatkan momen bengkok pada bantalan yang besarnya: M = Ftekan . a = 947 . 15 = 14205 kgcm Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (K m . M)2 + (K t . T)2 = (2 . 14205)2 + (1,5 . 20000)2 = 41320 kgcm 3 3 p . t s . d , maka: 41320 = p . 500 . d Telah diketahui bahwa: Te = 16 16



d=



3



16 . 41320 = 7,49 cm p . 500



Perhitungan diameter poros d menggunakan momen bengkok ekivalen:



3 3 2 p p Telah diketahui bahwa: Me = 32 . sb . d , maka: 34865 = 32 . 1150 . d



d=



3



32 . 34865 = 7,49 cm p . 1150



Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu: d = 7,49 cm ≈ 7,50 cm. Contoh soal 15 Sebuah poros pejal didukung dengan dua bantalan yang barada pada 180 cm dan berputar dengan kecepatan 250 rpm. Suatu roda gigi involventa D dengan sudut 20° berdiameter 30 cm dipasangkan pada poros dengan jarak 15 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan Q). Dua buah pulley, yaitu pulley B berdiameter 75 cm terpasang pada poros dengan jarak 60 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan P) dan pulley C berdiameter 60 cm dengan jarak 135 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan Q). Suatu unit penggerak memberikan daya sebesar 40 hp ke roda gigi penggerak, dimana selanjutnya didistribusikan ke suatu permensinan dengan mengambil 25 hp pada pulley C dan 15 hp pada pulley B. Putaran



Poros dan Pasak



127



dari pulley B mengarah vertikal ke bawah sedangkan putaran pulley C mengarah ke bawah dengan sudut 60° terhadap garis horizontal. Pada kedua puley mempunyai perbandingan tegangan 2 dengan sudut kontak 180°. Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk momen bengkok 2,0 dan untuk momen torsi 1,5. Tentukan dimensi poros yang sesuai jika bahan poros memiliki tegangan tarik yang terjadi maksimum 840 kg/cm2 dan tegangan geser 420 kg/cm2 ! Penyelesaian: Jaral antar bantalan P dan Q:



L = 180 cm.



Kecepatan putar poros:



n = 250 rpm.



Sudut tekan roda gigi D:



α = 20°.



Diameter pitch roda gigi D:



DD = 30 cm.



Radius pitch roda gigi D:



RD = 30 cm.



Diameter pulley B:



DB = 30 cm.



Radius pulley B:



RB = 15 cm.



Diameter pulley C:



DC = 75 cm.



Radius pulley C:



RC = 37,5 cm.



Daya yang diterima oleh roda gigi D:



PD = 40 hp.



Daya yang dipindahkan oleh pulley C:



PC = 25 hp.



Daya yang dipindahkan oleh pulley B:



PD = 15 hp.



Tegangan tarik yang terjadi maksimum:



σt = 840 kg/cm2.



Tegangan geser yang terjadi maksimum:



τs = 840 kg/cm2.



Faktor pembebanan momen bengkok:



Km = 2,0.



Faktor pembebanan momen torsi:



Kt = 1,5.



Perbandingan tegangan pada pulley B dan C: SB1 : SB2 = 2, SC1 : SC2 = 2. Sudut kontak pulley dan belt:



θ = 180° = π radian.



Beban total yang terjadi: 1.



Pada roda gigi D: Momen torsi yang diberikan ke roda gigi D: TD =



4500 . PD 4500 . 40 = 114,6 kgm = 11460 kgcm = 2.p.n 2.p.n



128



ElEmEn mEsin 1



Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D: TD 14460 = 764 kg = RD 15



F tD =



Beban normal yang terjadi pada gigi roda gigi D: WD =



F tD = 764 o = 813 kg cos a cos 20



Gambar 2.11 Arah Pembebanan



Komponen horizontal WD: WDH = WD . sin α = 813 . sin 20o = 278,062 kg Komponen vertikal WD: WDV = WD . cos α = 813 . cos 20o = 763,9 kg 2.



Pada pulley C: Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley C: TC =



4500 . PC 4500 . 25 = 71,6 kgm = 7160 kgcm = 2.p.n 2.p.n



Gaya yang terjadi pada belt:



S Telah diketahui bahwa SC1 = 2, sehingga: C2



Poros dan Pasak



129



(2 . SC2 - SC2) = 238,7 SC2 = 238,7 kg SC1 = 2 . SC2 = 477,4 kg Beban total yang terjadi pada pulley C: WC = SC1 + SC2 = 477,4 + 238,7 = 716,1 kg Beban ini bekerja pada arah 60° terhadap garis horizontal.



Gambar 2.12 Arah Pembebanan



Komponen horizontal WC: WCH = WC . sin 60o = 716,1 . sin 60o = 620 kg Komponen vertikal WC: WCV = WC . cos 60o = 716,1 . cos 60o = 358,05 kg 3.



Pada pulley B: Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley B: TB =



4500 . PB 4500 . 15 = 43 kgm = 4300 kgcm = 2.p.n 2.p.n



Gaya yang terjadi pada belt:



S B1



Telah diketahui bahwa S = 2, sehingga: B2



130



ElEmEn mEsin 1 (2 . SB2 - SB2) = 114,7 SB2 = 114,7 kg SB1 = 2 . SB2 = 229,4 kg



Beban total yang terjadi pada pulley B: WB = SB1 + SB2 = 229,4 + 114,7 = 344,1 kg Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut:



Tipe pembebanan Vertikal Horizontal



Beban (kg) di titik D 754 278



di titik C 620 358



di titik B 344,1 0



Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: 1.



Akibat pembebanan vertikal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPV dan RQV): RPV + RQV = 764 + 620 + 344,1 = 1728,1 kg Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol (Σ MP = 0):



Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPV = MQV = 0 Besar momen yang terjadi pada titik B: MBV = RPV . 60 = 448,1 . 60 = 26880 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik C: MCV = RQV . 45 - WD . 30 = 1280 . 45 - 764 . 30 = 34680 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik D:



Poros dan Pasak



131



MDV = RPV . 15 = 1280 . 15 = 19200 kgcm Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan pada gambar 14e. 2.



Akibat pembebanan horizontal. Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPH dan RQH): RPH + RQH = 278 + 358 = 636 kg Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol (Σ MP = 0):



Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPH = MQH = 0 Besar momen yang terjadi pada titik B: MBH = RPH . 60 = 112,7 . 60 = 6765 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik C: MCH = RQH . 45 - WD . 30 = 523,3 . 45 - 278 . 30 = 15208,5 kgcm Besar momen yang terjadi pada titik D: MDH = RQH . 15 = 523,3 . 15 = 7849,5 kgcm Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan pada gambar 14f. 3.



Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban horizontal: Resultan momen pada titik B: 2 2 2 2 MB = MBV + MBH = 26880 + 6765,5 = 27720 kgcm



Resultan momen pada titik C: 2 2 2 2 MC = MCV + MCH = 34680 + 15208,5 = 37870 kgcm



Resultan momen pada titik D: 2 2 2 2 MD = MDV + MDH = 19200 + 7849,5 = 20740 kgcm



132



ElEmEn mEsin 1



Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan pada gambar 14g. Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik C, yang besarnya: Mmaks. = MC = 37 870 kgcm. Momen torsi maksimum pada titik C akibat daya yang dipindahkan ke roda gigi D adalah: Tmaks. = TD = 11 460 kgcm. (hasil dari perhitungan sebelumnya). Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi ekivalen: Te = (K m . M)2 + (K t . T)2 = (2 . 817,2)2 + (1,5 . 357)2 = 7,77.104 kgcm



Gambar 2.13 Perhitungan Momen



Poros dan Pasak



133



3 4 p p . 420 . d 3 Telah diketahui bahwa Te = 16 . t s . d , maka: 77,7.10 = 16



d=



3



77,7.10 4 . 16 = 9,8 cm p . 420



Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen: 2 2 4 Me = 1 . (K m. M + (K m . M) + (K t . T) ) = 1 . (2 . 37870 + 7,77.10 ) = 76720 kgcm 2 2



3 3 p p Telah diketahui bahwa Me = 32 . sb . d , maka: 76720 = 32 . 840 . d



d=



3



76720 . 32 = 9,76 cm p . 840



Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi: d = 9,8 cm ≈ 10,0 cm. d. Poros dengan Beban Aksial serta Kombinasi Torsi dan Bengkok



Bila suatu poros menerima beban aksial (F) sebagai tambahan dari adanya momen torsi dan momen bengkok seperti pada poros propeler dari perahu dan juga poros pada roda gigi cacing, maka tegangan ditimbulkan harus ditambahkan pada tegangan bengkok σb. Dari persamaan tegangan bengkok:



Tegangan yang terjadi akibat beban aksial: 1.



2.



Untuk poros pejal: 4.F F sa = p . d2 = p . d2 4 Untuk poros berlubang:



134



ElEmEn mEsin 1



dI Dimana: k =



do



Resultan tegangan yang terjadi pada poros pejal:



F.d Dimana: M1 = M + 8 Resultan tegangan yang terjadi pada poros berlubang:



Dimana: M1 = M +



F . d0 . (1 + k4) 8



Bilamana porosnya panjang menerima beban tekan, maka dalam perhitungan perlu ditambahkan suatu faktor yang dikenal dengan column factor α. Jadi tegangan yang terjadi akibat beban tekan: Untuk poros berbentuk silinder pejal: sa =



a.4.F 2 p.d



Untuk poros berbentuk silinder berlubang: sa =



a.4.F 2 p . do . (1 + k4)



Harga column factor α untuk beban tekan diperoleh sebagai berikut: 1.



Untuk L < 115 : K a=



2.



1



1 - 0,00044 . L K L > 115 : Untuk K



Poros dan Pasak a=



135



sy L 2 .( ) 2 K C.p .E



Dimana: L



= panjang poros/jarak antara bantalan (cm).



K



= radius girasi terkecil (cm).



σy



= tegangan tekan yield dari bahan poros (kg/cm2).



C



= koefisien dalam formula Euler tergantung pada kondisi kedua ujung. = 1,00 untuk kedua ujung bebas. = 2,25 untuk kedua ujung tetap. = 1,60 untuk ujung yang sebagian bersandar pada bantalan.



α



= 1,00 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.



L/K = perbandingan silinder. Catatan: Pada umumnya untuk poros berlubang yang menerima beban yang berfluktuasi antara beban momen torsi, momen bengkok dan beban aksial, persamaan untuk momen torsi ekivalen (Te) dan momen bengkok ekivalen (Me) dapat ditulis sebagai berikut:



Dimana: K = 0 dan do = d untuk poros pejal. F = 0 untuk beban aksial sama dengan nol. α = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik. Stiffness suatu poros: S= T = C.l q L



136



ElEmEn mEsin 1



Stiffness dari poros berlubang: SH =



4 4 p C . . (do - dI ) l 32



Stiffness dari poros pejal: SS =



4 p C . .d L 32



Perbandingan stiffness dari poros berlubang dengan poros pejal:



Jika do = d dan k = do/di, maka:



Contoh soal 16 Sebuah poros berlubang menerima beban berupa momen torsi maksimum sebesar 15 000 kgcm dan momen bengkok maksimum sebesar 30 000 kgcm. Pada saat yang sama bekerja pula gaya axial sebesar 1000 kg. Dengan asumsi bahwa beban bekerja secara gradually, perbandingan diameter dalam dan diameter luar dari poros adalah 0,5 dan diameter luar poros 8 cm, berapa tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut! Penyelesaian: Momen torsi maksimum yang dipindahkan:



T = 15 000 kgcm.



Momen bengkok maksimum yang terjadi:



M = 30 000 kgcm.



Beban aksial yang terjadi:



F = 1000 kg.



Diameter luar:



do = 8 cm.



Diameter dalam:



di = 0,5 . do



Kondisi pembebanan gradually:



Km = 1,5. Kt = 1,0.



Poros dan Pasak



137



Selanjutnya dipakai hubungan sebagai berikut:



Dalam hal ini α = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.



Contoh soal 17 Sebuah poros berlubang yang mempunyai diameter luar 50 cm dan diameter dalam 30 cm digunakan untuk menggerakkan propeller dari marine vessel. Poros dirakit pada bantalan yang berjarak 6 m dan daya yang dipindahkan sebesar 7500 hp pada kecepatan putar 1500 rpm. Gaya dorong aksial maksimum dari propeller 50 000 kg, sedang berat poros itu sendiri 7000 kg. Tentukan: a.



Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros!



b. Sudut puntir yang terjadi pada poros sepanjang jarak antara bantalannya! Penyelesaian: Diameter luar:



do = 50 cm.



Diameter dalam:



di = 30 cm.



Panjang poros/jarak antara kedua bantalan:



L = 6 m = 600 cm.



Daya yang dipindahkan:



P = 7 500 hp.



Kecepatan putar poros:



n = 150 rpm.



Gaya dorong aksial:



F = 50 000 kg.



Berat poros:



W = 7 000 kg.



138



ElEmEn mEsin 1



Besar momen torsi yang dipindahkan oleh poros: T =



4500 . P 4500 . 7500 6 = 35810 kgm = 3,581.10 kgcm = 2.p.n 2 . p . 150



Momen bengkok maksimum yang terjadi: 5 7000 . 600 = 5,25.10 kgcm M= W.L = 8 8



Column factor α dengan menggunakan persamaan radius girasi terkecil:



L



600 = 41,15 Jadi: K = 14,58



Column factor a: 1 a=



(1 - 0,00044) . L K



1



=



= 1,2



(1 - 0,00044) . 41,15



Sehingga: a.



Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros:



b. Sudut puntir yang terjadi: T = G.q L l



G = 8,4.105 kg/cm2



Poros dan Pasak



139



4. Perencanaan Poros dengan Mempertimbangkan Rigiditas Kadang-kadang suatu poros direncanakan dengan dasar rigiditas dari bahan poros itu sendiri. Dalam hal ini akan dibahas dua jenis rigiditas, yaitu: rigiditas torsional dan rigiditas lateral. a.



Rigiditas Torsional



Rigiditas torsional ini penting sekali dalam perencanaan cam shaft pada suatu motor bakar, dimana ketepatan waktu dari pembukaan dan penutupan katup (valve) harus efektif.Sudut puntir yang terjadi tidak boleh lebih dari 0,25° untuk tiap satu meter panjang poros. Untuk poros lurus atau poros transmisi batas besar lendutannya 2,5° sampai 3° untuk tiap meter panjang poros. Penggunaan luas lendutan untuk poros dibatasi sampai 1° untuk suatu panjang poros yang sama dengan 20 kali diameter porosnya. Defleksi torsional dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan torsi: T = G.q L l q= T.L G.l



Dimana: θ = defleksi torsional atau sudut puntir yang terjadi (radian). T = momen torsi yang terjadi pada poros (kgcm). I = momen inersia polar luas penampang poros terhadap sumbu polar (cm4). 4 p . d , untuk poros bulat pejal. = 32 4 4 p . (do . dI ), untuk poros berlubang. = 32 G = modulus rigiditas (modulus geser) dari bahan poros kg/cm2. L = panjang poros (cm)



140



ElEmEn mEsin 1



b. Rigiditas lateral



Ini sangat penting dalam perencanaan poros transmisi dan poros yang bekerja pada kecepatan tinggi, dimana lendutan lateral akan menyebabkan huge-out dari kesetimbangan gaya-gaya. Rigiditas lateral juga penting untuk: •



menjaga clearance pantaloon yang dikehendaki.







membetulkan kelurusan gigi-gigi dari roda gigi.



Jika poros mempunyai penampang yang uniform, maka lendutan lateral poros bisa diperoleh dengan menggunakan persamaan lendutan seperti dalam ilmu kekuatan bahan.Tetapi pada poros yang mempunyai penampang bervariasi, maka lendutan lateralnya dapat diperoleh dari persamaan dasar untuk kurva elastis dari suatu batang, misalnya: 2



dy M = dx 2 E . I



Contoh soal 18 Sebuah poros spindel terbuat dari baja digunakan untuk memindahkan daya sebesar 5 hp pada kecepatan putar 800 rpm. Sudut puntir yang terjadi tidak boleh lebih dari 0,25° tiap meter dari panjang spindel. Jika modulus rigiditas bahan spindel 0,84.106 kg/cm2, tentukan diameter dari spindel dan juga tegangan geser yang terjadi pada spindel tersebut! Penyelesaian: Daya yang dipindahkan:



P = 5 hp.



Kecepatan putar spindel:



n = 800 rpm.



Sudut puntir yang terjadi maks.: θ = 0,25° = 0,25 =



p = 0,00436 rad 180



Panjang spindel:



L = 1 m = 100 cm.



Modulus rigiditas:



G = 0,84.106 kg/cm2.



Besar momen torsi yang dipindahkan: T =



4500 . P 4500 . 5 = 4,476 kgm = 447,6 kgcm = 2.p.n 2 . p . 800



Poros dan Pasak



141



Diameter poros dapat dicari menggunakan hubungan sebagai berikut:



Jadi: d=



4



32 . 447,6 . 100 = 4 124,5 = 3,34 cm = 3,5 cm p . 0,84.10 6 . 0,00436



Tegangan geser yang terjadi pada spindel: 3 p T = . ts . d 16 Maka: ts =



16 . T 16 . 447,6 = = 53,17 kg/cm2 3 3 p . 3,5 p.d



Contoh soal 19 Bandingkan berat, kekuatan dan stiffness dari poros berlubang yang mempunyai diameter luar sama dengan diameter poros yang pejal. Diameter dalam dari poros berlubang adalah setengah diameter luarnya. Kedua poros tersebut mempunyai panjang dan bahan yang sama. Penyelesaian: Diameter dalam dari poros berlubang:



di = 0,5 . do.



Perbandingan diameter luar dan dalam:



k = di : do = 0,5



Diameter poros pejal:



d = do



Perbandingan berat: Berat dari poros berlubang: WH = luas penampang x panjang x massa jenis =



p 2 2 . (do - dI ) . panjang . massa . jenis 4



142



ElEmEn mEsin 1



Berat dari poros pejal: WS = luas penampang x panjang x massa jenis =



p 2 . d . panjang . massa . jenis 4



Karena kedua poros tersebut mempunyai panjang yang sama dan terbuat dari bahan yang sama, sehingga:



Karena do = d, maka:



Perbandingan kekuatan: Kekuatan poros berlubang: 3 p TH = . t s . do . (1 - k4) 16 Kekuatan poros pejal: TS =



3 p . ts . d 16



Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan do = d, maka:



Perbandingan stiffness: Stiffness suatu poros: S= T = C.l q L



Stiffness poros berlubang: SH =



C . p . (d4 - d4 ) o I L 32



Poros dan Pasak



143



Stiffness poros pejal: SS =



C . p . d4 L 32



Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan do = d, maka:



Jadi: SH 4 4 = 1 - k = 1 - 0,5 = 0,9375 SS



Tahukah anda: 1.



Apakah perbedaan poros dengan axle ?



2.



Bagaimanakah cara membuat poros ?



3.



Terangkan macam-macam jenis poros dan ukuran standard dari poros transmisi !



4.



Apakah tipe tegangan yang terjadi pada poros ?



5.



Bagaimanakah cara perencanaan poros jika poros menerima beban torsi ?



6.



Apakah yang dimaksud dengan momen ekivalen untuk beban torsi dan beban bengkok. Jelaskan bagaimana jika keduanya digunakan dalam perencanaan suatu poros !



7.



Jika poros menerima beban yang berfluktuasi, bagaimanakah momen bengkok ekivalen dan momen torsi ekivalennya ?



8.



Jelaskan tentang rigiditas tosional dan rigiditas lateral !



Latihan: 1.



Sebuah poros pejal berputar pada 400 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 15 hp. Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 400 kg/cm2, hitung diameter poros yang diperlukan ! (Jawab : 35 mm).



144 2.



ElEmEn mEsin 1



Sebuah poros berlubang dari rotary compressor digunakan untuk memindahkan momen torsi maksimum sebesar 475 kgcm. Tegangan geser dari bahan poros terbatas hingga 500 kg/cm². Tentukan diameter dalam dan diameter luar poros, jika perbandingan diameter dalam dan diameter luar 0,4 ! (Jawab : 32 mm ; 80 mm).



3.



(Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros berlubang terbuat dari baja digunakan memindahkan daya sebesar 600 kW pada putaran 500 rpm. Tegangan geser maksimum dari bahan poros 62,4 N/mm2. Tentukan dimensi dari poros, jika diameter luarnya dua kali diameter dalamnya dan momen torsi maksimum 20 % lebih besar dari momen torsi rata-ratanya ! (Jawab : 180 mm ; 90 mm).



4.



Sebuah poros dari motor sebuah mobil berbentuk silinder terbuat dari baja dengan diameter dalam 30 cm dan tebal 4 mm. Mesin mobil menghasilkan daya 15 hp dengan putaran 2000 rpm. Berapakah tegangan geser yang terjadi, jika poros kemudian diberi beban yang berfluktuasi pada pusat poros sebesar 25 N dengan tipe pembebanan gradually ! Silinder tersebut memiliki perbandingan maksimum 4 : 1, bila daya dipindahkan melalui roda gigi. (Jawab : 310 kg/cm2).



5.



Sebuah poros lurus sedang berputar pada 200 rpm digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 pk. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 420 kg/cm2. Jika poros juga menerima beban terpusat sebesar 90 kg yang ditumpu pada kedua bantalannya yang berjarak 3 m. Tentukan diameter poros tersebut, jika tegangan tarik/tekan maksimum tidak boleh melebihi 560 kg/cm2 ! (Jawab : 50 mm).



6.



Crank shaft sebuah mesin mempunyai panjang lengan piston 15 cm dan tekanan udara yang menghasilkan momen torsi maksimum dari crank pin 4,2 kg/cm2. Tentukan diameter poros, jika tegangan geser maksimum yang terjadi tidak boleh melebihi 525 kg/cm2 ! (Jawab : 55 mm).



Poros dan Pasak 7.



145



(Dengan menggunakan S.I.) Sebuah pompa sentrifugal digunakan untuk sirkulasi suatu kondensor turbin uap dihubungkan pada sebuah motor dengan kopling fleksibel. Pompa tersebut menghasilkan 30 000 liter/menit pada putaran 900 rpm dengan head dynamic 8 meter. Efisiensi pompa 80 %. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 56 N/mm2. Tentukan diameter poros yang diperlukan ! (Jawab : 35 mm).



8.



Sebuah poros lurus digunakan untuk memindahkan daya sebesar 40 hp pada putaran 160 rpm. Poros tersebut digerakkan oleh sebuah motor yang diletakkan langsung di bawahnya dengan menggunakan sabuk/belt untuk transmisi dayanya. Pada ujung poros dipasang sebuah pulley dengan diameter 100 cm. Tegangan sabuk/belt pada sisi kencang 2,5 kali tegangan pada sisi kendornya. Pusat pulley overhang sejauh 15 cm dari pusat bantalan pada ujung poros. Tentukan diameter poros yang sesuai, jika bahan poros mempunyai tegangan geser izin 560 kg/cm2 dan berat pulley 160 kg ! (Jawab : 60 mm).



9.



Sebuah poros berlubang tergantung menyangga sebuah pulley yang mempunyai diameter 90 cm dan berada pada jarak 25 cm dari bantalan yang terdekat. Berat pulley 60 kg dengan sudut kontak 180°. Pulley tersebut diputar oleh sebuah motor yang berada vertikal di bawahnya. Tegangan sabuk/belt yang diizinkan 265 kg dan koefisien gesek antara permukaan pulley dan sabuk adalah 0,3. Tentukan diameter poros, jika diameter dalamnya adalah 0,6 diameter luarnya ! Tegangan sentrifugal diabaikan, tegangan tarik dari bahan poros yang diizinkan 840 kg/cm2 dan tegangan gesernya 630 kg/cm2.



10. Sebuah poros menerima beban momen torsi sebesar 900 Nm dan momen bengkok 500 Nm. Beban tersebut merupakan beban gradually. Tentukan diameter poros yang sesuai ! (Jawab : 55 mm).



146



ElEmEn mEsin 1



11. Sebuah poros terbuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya sebesar 20 hp pada putaran 210 rpm. Poros tersebut ditumpu oleh dua buah bantalan yang mempunyai jarak 75 cm. Pada poros tersebut dipasangkan dua buah roda gigi. Sebuah pinion yang mempunyai jumlah gigi 24 buah dengan modul 6 mm terletak 10 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan dan memindahkan daya dengan arah horizontal ke sebelah kanan. Sebuah roda gigi yang mempunyai jumlah gigi 50 buah dengan modul 6 mm terletak 15 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri menerima daya dengan arah vertikal dari bawah. Jika tegangan geser yang terjadi tidak boleh lebih dari 530 kg/ cm2 dan faktor kombinasi fatigue dan shock untuk momen torsi dan momen bengkok sama dengan 1,5. Hitunglah besar diameter poros tersebut ! (Jawab : 66 mm). 12. Sebuah poros dari mesin ditumpu oleh dua buah bantalan yang terpasang pada jarak 75 cm dan digunakan untuk memindahkan daya sebesar 250 hp pada putaran 600 rpm. Sebuah roda gigi yang mempunyai diameter 20 cm dengan profil gigi 20° terletak 25 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri dan sebuah pulley yang mempunyai diameter 45 cm dipasangkan pada jarak 20 cm di sebelah kanan dari bantalan kanan. Roda gigi tersebut digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial, sedangkan pulley menggerakkan sabuk/belt dengan arah horizontal dan mempunyai sudut kontak 180°.Berat pulley 100 kg dan perbandingan tegangan sabuk/belt (sisi kencang dan sisi kendor) adalah 3. Tentukan besar diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 630 kg/cm2 ! (Jawab : 80 cm). 13. Dari soal nomor 12 sabuk/belt pemutar mempunyai sudut 60° dari garis sumbu horizontal, sedang faktor kombinasi fatigue dan shock untuk momen bengkok adalah 1,5 dan untuk momen torsi 1,0. Tentukan besar diameter poros yang diperlukan ! 14. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros digunakan untuk memindahkan daya sebesar 1 MW pada kecepatan putar 240 rpm.



Poros dan Pasak



147



Sudut puntir yang terjadi pada poros tidak boleh lebih dari 1° untuk suatu panjang yang sama dengan 15 kali diameternya. Jika modulus rigiditas dari bahan poros 80 kN/mm2, tentukan diameter poros yang diperlukan dan juga tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut ! (Jawab : 165 mm ; 46 N/mm2). 15. Diameter dalam sebuah poros berlubang 2/3 dari diameter luarnya. Jika dibuat dalam bentuk pejal dengan bahan dan berat yang sama, bandingkan kekuatan dan stiffness kedua poros tersebut dengan asumsi do = d ! (Jawab : 1,93 ; 2,6).



B. Pasak Pasak adalah sepotong baja lunak (mild steel) yang dipasangkan /diselipkan di antara poros dan hub atau boss dan pulley untuk menghubungkan keduanya agar terjadi kebersamaan gerak/ putaran. Pada umumnya pasak dipasangkan sejajar dengan sumbu poros. Fungsi utama dari pada pasak adalah sebagai pengunci sementara, sehingga beban yang bekerja berupa beban desak (crushing) dan beban geser (shearing). Untuk pemasangan pasak harus dibuat alur pada poros dan hub dari pulley. 1. Jenis Pasak Berikut ini adalah beberapa jenis pasak yang sering digunakan: •



Sunk key (pasak benam).







Saddle key (pasak sadel).







Tangent key (pasak tangensial).







Round key (pasak bulat).







Spline.



a.



Sunk Key (Pasak Benam)



Pasak ini dipasang pada poros sedalam setengah tebal pasak masuk dalam alur poros. Sedangkan setengah lagi masuk ke dalam



148



ElEmEn mEsin 1



alur hub atau boss dari pulley yang akan diikatkan pada poros tersebut. Jenis-jenis pasak benam: 1) Rectanguler sunk key (pasak benam segi empat)



Gambar 2.14 Pasak Benam d d .W Lebar pasak: W = ; Tebal pasak: t = 4



4



Dimana: d = diameter poros atau diameter lubang hub. Pasak ini mempunyai kemiringan/taper 1 : 100. 2) Square sunk key (pasak benam bujur sangkar) Dalam jenis ini lebar dan tebal pasak sama. W=t= d 4 3) Parallel sunk key (pasak benam paralel) Pasak ini berbentuk bujur sangkar atau segi empat, tetapi tidak mempunyai kemiringan dan umumnya digunakan untuk mengikat komponen yang tidak tetap (yang dapat diluncurkan sepanjang poros itu). Biasanya dipasang pada roda gigi, pulley dan lain-lain. 4) Gib head key (pasak benam dengan kepala) Yaitu pasak benam segi empat dengan sebuah kepala pada salah satu ujungnya dan dikenal sebagai gib head. Ini dimaksudkan untuk pasak yang dapat dilepas.



Gambar 2.15 Pasak Benam dengan Kepala



Poros dan Pasak



149



d 2 .W= d Lebar pasak: W = ; Tebal pada ujung yang besar: t = 4 3 6 5) Feather key



Yaitu pasak yang diikat pada salah satu komponen yang digabung dan memungkinkan adanya gerakan relatif pada arah aksial, sehingga disebut sebagai feather pasak. Jenis ini khusus seperti pasak paralel yang dipakai untuk memindahkan momen puntir dengan kebebasan gerakan aksial.



Gambar 2.16 Feather Key Tabel 2.3: Pasak Paralel dan Pasak Berkepala Standard



Dporos Penampang pasak > (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) 6 2 2 8 3 3 10 4 4 12 5 5 17 6 6 22 8 7 30 10 8 38 12 8 44 14 9 50 16 10 58 18 11 65 20 12 75 22 14



Dporos > (mm) 85 95 110 130 150 170 200 230 260 290 330 380 440



Penampang pasak Lebar (mm) Tebal (mm) 25 14 28 16 32 18 36 20 40 22 45 25 50 28 56 32 63 32 70 36 80 45 90 45 100 50



Pada gambar 2.16a, pasak diikat dengan sekrup pada poros sehingga tetap, sedang pulley dapat berputar bersama poros dan



150



ElEmEn mEsin 1



pasak, disamping itu pulley juga dapat bergerak relatif secara aksial terhadap pasak dan poros. Pada gambar 2.16b, pasak mempunyai gib head pada kedua ujungnya, sehingga pulley akan diam di atas pasak tersebut. Sedangkan pasak bersama pulley dapat berputar bersama poros hanya saja pasak dan pulley dapat bergerak relatif secara aksial bersama poros. 6) Wood ruff key Yaitu jenis pasak yang mudah diatur. Pasak ini berbentuk potongan silinder yang penampang segmennya seperti pada Gambar 2.17.



Gambar 2.17 Wood ruff key



Pembuatan pasak ini dapat dengan menggunakan cutter pada mesin milling, tentunya yang memiliki cutter yang sama. Jenis ini banyak dipakai pada mesin perkakas serta konstruksi kendaraan. Keuntungan dari pasak jenis ini: a) Bila diperlukan adanya kemiringan pada hub atau boss dari komponen yang akan dipasang, maka kemiringan tersebut dapat dihasilkan dengan mengatur posisi pasak. b) Berguna sekali pada poros dengan bentuk miring disampingnya. Adanya kedalaman ekstra pada poros dapat mencegah kemungkinan perputaran dalam alur kerja. Kerugian: a) Adanya kedalaman pasak akan mengurangi kekuatan poros. b) Jenis ini tidak dapat dipakai untuk jenis feather (pasak yang disatukan dengan poros). b. Saddle key (pasak sadel)



Ada dua jenis pasak sadel: Flat saddle key (pasak sadel rata) dan Hollow saddle key (pasak sadel radius).



Poros dan Pasak



151



Flat saddle key adalah pasak dengan kemiringan yang diikat tetap dalam alur pasak pada hub dan bagian yang rata pada porosnya (lihat Gambar 2.18).



Gambar 2.18 Saddle key



Pemasangan pasak sadel ini disisipkan pada poros lingkar dengan dipukulkan, sehingga hanya sesuai untuk beban ringan saja. Hollow saddle key dilengkapi dengan kemiringan pasak yang tetap pada alur hub, sedang bentuk bawahnya sesuai bentuk kurva keliling porosnya. c.



Spline



Kadangkala pasak dibuat menjadi satu dengan poros yang mengikat erat alur pasak yang dibaut pada hub. Poros macam ini disebut spline seperti ditunjukkan pada Gambar 2.19. Poros ini biasanya mempunyai 4, 6, 10 atau 16 spline. Dengan demikian spline relatif lebih kuat daripada poros yang mempunyai alur pasak tunggal.



Gambar 2.19 Spline



Spline digunakan bila gaya yang dipindahkan besar dibanding ukuran poros, seperti poros transmisi kendaraan dan transmisi roda gigi. Dengan menggunakan spline akan diperoleh gerakan aksial, sehingga didapatkan gerakan putar yang positif.



152



ElEmEn mEsin 1



2. Gaya yang Bekerja pada Pasak Benam Bila sebuah pasak digunakan untuk memindahkan momen puntir/torsi dari sebuah poros ke sebuah hub dari rotor, maka terdapat 2 macam gaya yang bekerja pada pasak tersebut, yaitu : a.



Gaya (F1) yang akibat pengencangan pasak pada alurnya, seperti dalam hal pengencangan pasak lurus/straight key juga pasak konis/tapered key dengan mendorongkan pada tempatnya. Gaya ini mengakibatkan tegangan tekan pada pasak yang besarnya sukar untuk diketahui.



b. Gaya (F) akibat momen puntir/torsi yang dipindahkan oleh poros, gaya ini mengakibatkan tegangan geser (shearing stress) dan tegangan desak (crushing stress).



Gambar 2.20 Pembebanan pada Pasak



Distribusi gaya sepanjang pasak tidak merata/uniform karena gaya-gaya tersebut hanya terpusat di dekat ujung dari input torsi. Ketidak merataan ini disebabkan oleh puntiran poros dalam hub tersebut. Gaya-gaya yang bekerja pada pasak untuk torsi yang dipindahkan dari sebuah poros ke sebuah hub dengan putaran ke kanan (searah jarum jam) ditunjukkan pada Gambar 2.10. Dalam perencanaan pasak, beban yang disebabkan oleh pengencangan pasak dapat diabaikan dan diasumsikan bahwa distribusi gaya sepanjang pasak merata. 3. Kekuatan dari Pasak Benam Pasak yang menghubungkan poros dengan hub ditunjukkan pada gambar 9. Selanjutnya notasi yang digunakan adalah: T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros. F = gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros.



Poros dan Pasak



153



D = diameter poros. L = panjang pasak. W = lebar pasak. t = tebal pasak. τs dan σc = tegangan geser dan desak pasak. Selama pasak memindahkan daya, maka kemungkinan pasak akan rusak akibat beban geser/shear atau desak/crushing. Dengan memperhitungkan beban geser pada pasak, maka gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros adalah: F = τs . A Dimana: τs = tegangan geser yang terjadi (N/mm2). A = luasan yang menahan (mm2) = L . W Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah: T = F . d = L . W . ts . d 2 2



Dengan mempertimbangkan beban desak pada pasak, maka gaya desak tangensial pada sekeliling poros adalah: F = σc . A Dimana: σc = tegangan desak yang terjadi (N/mm2). A = luasan yang menahan (mm2) = L . t/2 Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah: T = F . d = L . t . sc . d 2 2 2



Selanjutnya pasak akan mempunyai kekuatan-kekuatan yang sama baik terhadap beban geser maupun desak, jika: s .t L . W . t s . d = L . t . sc . d , maka W = c s 2 t 2 2 2 Pada umumnya besar tegangan desak yang diizinkan untuk bahan pasak minimum dua kali tegangan geser yang diizinkan. Sehingga dari persamaan (iii) diperoleh W = t.



154



ElEmEn mEsin 1



Dengan kata lain, suatu pasak bujur sangkar mempunyai kekuatan sama terhadap beban geser dan beban desak. Untuk mendapatkan panjang pasak yang diperlukan untuk memindahkan daya dari sebuah poros, dapat digunakan persamaan tegangan geser yang terjadi pada poros yang besarnya sama dengan tegangan geser akibat momen torsi. Diketahui bahwa persamaan tegangan geser pada pasak adalah: T = L . W . ts . d 2



Sedang tegangan geser yang terjadi pada poros akibat momen torsi adalah: 3 p Te = . t s1 . d 16 Dalam hal ini τsl adalah tegangan geser dari bahan poros. Dari persamaan (iv) dan (v) akan diperoleh hubungan sebagai berikut: L . ts .



3 d p = . t s1 . d 2 16



Dengan W = d/4, maka: p . t . d3 s1 p . d . t s1 1,571 . d . t s1 L= 8 = = 2 . ts W . ts ts Bila bahan pasak sama seperti bahan dari porosnya, maka τs = τs1. Sehingga dari persamaan (vi) dengan W = d/4 akan diperoleh hubungan sebagai berikut: 2



T=



p.d = p . d = 1,157 . d 2 8.W



Contoh soal 1 Rencanakan sebuah pasak segi empat/rectangular key untuk poros yang berdiameter 50 mm. Tegangan geser dari pada pasak maksimum 420 kg/cm2 sedang tegangan desaknya 700 kg/cm2. Penyelesaian: Diameter poros:



d = 50 mm = 5 cm.



Tegangan geser maksimum dari bahan pasak:



τs = 420 kg/cm2.



Tegangan desak maksimum dari bahan pasak:



σc = 700 kg/cm2.



Poros dan Pasak



155



Perencanaan pasak segi empat: Dari tabel 1, untuk diameter poros 50 mm diperoleh: Lebar pasak: W = 16 mm = 1,6 cm. Tebal pasak: t = 10 mm = 1 cm. Panjang pasak diperoleh dengan memperhitungkan, bahwa pasak tersebut menerima beban geser dan beban desak. Selanjutnya dimisalkan bahwa: L = panjang dari pasak. T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros. Perhitungan pasak terhadap beban geser: 3 T = L . W . t s . d , atau p . ts . d = L . W . t s . d 16 2 2



Dimana: 3 p . ts . d 16 p . d2 = L . W 2 16



T=



Sehingga: 2



L=



2 p.d = p . 5 = 6,15 cm 8 . W 8 . 16



Perhitungan pasak terhadap beban desak:



Maka: 2



L=



2 p . ts . d = p . 420 . 5 = 11,8 cm 4. t . sc 4 . 1 . 700



Kemudian dipilih harga terbesar dari kedua hasil perhitungan di atas, sehingga panjang pasak adalah 11,8 atau 12 cm.



156



ElEmEn mEsin 1



Contoh soal 2 Sebuah rotor dengan daya 20 hp dan putaran 960 rpm mempunyai poros terbuat dari mild steel yang berdiameter 4 cm, sedangkan penambahan panjang 7,5 cm. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak 560 kg/cm2 sedang tegangan desaknya 1120 kg/cm2. Rencanakan alur pasak pada poros motor tersebut dan periksa pula tegangan geser pada pasak terhadap tegangan normal dari poros! Penyelesaian: Daya dari motor:



P = 20 hp.



Putaran motor:



n = 960 rpm.



Diameter poros:



d = 4 cm.



Panjang tambahan:



L = 7,5 cm.



Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak: τs = 560 kg/cm2. Tegangan desak yang diizinkan dari bahan pasak: σc = 1120 kg/cm2. Momen torsi yang dipindahkan oleh motor adalah: T =



4500 . P 20 . 4500 = 14,92 kgm = 1492 kgcm = 2.p.n 2 . p . 960



Perencanaan alur pasak: Perhitungan pasak terhadap beban geser: T = L . W . ts . d 2 1492 = 7,5 . W . 560 . 4 2



Dimana: W = lebar alur pasak. W=



1492 . 2 = 0,17 cm = 1,7 mm 7,5 . 560 . 4



Lebar alur pasak ini amat kecil, sehingga digunakan lebar alur pasak minimum yang besarnya d/4. Jadi lebar dari alur pasak: W = d = 4 = 1 cm = 10 mm 4 4



Poros dan Pasak



157



Karena σc = τs . 2, maka pasak jenis segi empat dipilih. Pemeriksaan tegangan geser pada pasak terhadap tegangan normal poros:



4. Efek dari pada Alur Pasak Adanya pemotongan sebagian poros untuk tempat alur pasak akan sedikit mengurangi kekuatan poros dalam menerima beban/ gaya yang dipindahkan. Hal ini disebabkan timbulnya konsentrasi tegangan di dekat sudut-sudut alur pasak serta adanya pengurangan luas penampang lintang poros tersebut. Dengan kata lain tegangan torsi dari poros tersebut menurun. Berikut ini diberikan hubungan antara pengaruh alur pasak terhadap kelemahan poros yang dihasilkan oleh percobaan HF Moore. h e = 1 - 0,2 . W - 1,1 . d 2



Dimana: e = Faktor kekuatan poros yang merupakan perbandingan kekuatan poros alur pasak terhadap kekuatan poros sama tanpa pasak. W = lebar pasak. d = diameter poros. h = kedalaman alur pasak. Biasanya diasumsikan bahwa kekuatan poros dengan alur pasak adalah 75 % dari kekuatan poros yang sama tapi pejal. Hal ini ternyata lebih besar dari harga yang didapat dengan rumus HF Moore di atas. Untuk pasak yang terlalu panjang dan pasak tipe luncur, maka sudut puntir akan membesar dan ratio kQ diberikan menurut hubungan sebagai berikut: h kQ = 1 - 0,4 . W - 0,7 . d d



Dimana: kQ = faktor reduksi sudut puntir.



158



ElEmEn mEsin 1



Ulir Penggerak



159



Bab 3 Ulir Penggerak A. Macam-macam Penggunaan Ulir Penggerak



U



lir penggerak digunakan untuk meneruskan gerakan secara pelan dan merata serta untuk menghasilkan gerakan linear dari gerakan berputar. Kiematika dari gerakan ulir penggerak sama dengan gerakan kinematika dari baut dan mur, tetapi hanya terdapat perbedaan dari geometri ulirnya. Ulir penggerak memberikan aplikasi gerakan, sedang baut dan memberikan aplikasi sebagai pengikat. Macam-macam aplikasi ulir penggerak adalah: dongkrak mobil, klem C, penggerak komponen tempat tidur pasien, penggerak eretan pada mesin bubut, penggerak pada mesin pres, dan lain-lain. Secara umum ulir penggerak mempunyai efisiensi antara 30 % hingga 75 %, tergantung pada sudut kemiringan ulir dan koefisien gesek antara bahan baut dan mur. Bila diinginkan efisiensi lebih tinggi (hingga 90%), dapat digunakan ulir bola (ball screw). Ulir ini telah dikembangkan oleh Saginav Steering Devision, General Motor Corp. Jenis ulir penggerak yang digunakan sebagai penggerak atau penerus gaya adalah sebagai berikut: Ulir Acme, Ulir Stub Acme, Ulir 60º Stub Acme, ulir Segi Empat, Ulir Gigi Gergaji. 1. Ulir Acme Ulir Acme adalah tipe ulir penggerak pertama yang dibuat dengan mesin perkakas. Ulir ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a.



Ulir yang digunakan secara umum. Ulir ini diklasifikasikan menjadi 3 kelas fit, yaitu 2G untuk penggunaan umum, 3G dan 4G yang digunakan menerima reaksi balik yang kecil.



159



160



ElEmEn mEsin 1



b. Ulir yang memusat. Ulir ini mempunyai unit toleransi, yaitu kelonggaran antara diameter besar dengan ulir pada mur. Ulir yang memusat dibedakan atas kelas-kelas seperti 2C, 3C, 4C, 5C, dan 6C tergantung pada diameter minor dari ulir seperti pada Gambar 3.1.



q = 14



30º



h = 0,5 pt = 0,5 pF = 0,3707 pp = pitch (in) Gambar 3.1 Ulir Acme



2. Ulir Stub Acme Ulir Stub Acme memiliki bentuk yang kasar dan dangkal. Ulir ini hanya mempunyai satu kelas, yaitu 2G untuk penggunaan umum seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ukuran dasar untuk ulir Acme dan ulir Stub Acme dapat dilihat pada Tabel 3.1.



Ulir Penggerak



161



Gambar 3.2 Ulir Stub Acme



2q = 29 q



= 14



30º



p



= pitch (in)



n



= jumlah ulir setiap inch



N



= jumlah putaran ulir setiap inch



h



= 0,3 p, tinggi dasar ulir *)



Fcn = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread Fcs = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread Frn = 0,4224 p – 0,259 X, major – diameter allowance on internal thread Frs



= 0,4224 p – 0,259 X, minor – diameter allowance on external thread – pitch diameter allowance on external thread



*)



modified stub acme forms exis t having h = 0,375 p and



h = 0,250 p



162



ElEmEn mEsin 1



Tabel 3.1: Ukuran Dasar Ulir Acme dan Ulir Stub Acme (dalam inch) Acne Thread



Stub Acne Thread



General purpose (all classes) and Centralizing Classes 2C, 3C, and 4C



Centralizing classes Basic Thread Height 5C and 6C Helix Angle Nominal Basic Height per inch of Basic of size Helix Angle of Thread Basic 1/p Pitch Thread Basic Major Helix Angle of Basic h (in) Major h Diameter Diameter of Basic Pitch Pitch Diameter (in) D Diameter D Diameter



1 4 5 16 3 8 7 16 1 2 5 8 3 4 7 8 1



1 1 8 1 1 4 3 1 8 1 1 2 3 1 4 2



16



0,03126



0,2500



5 12’



-



-



0,01875



5 54’



14



0,03571



0,3125



4 42’



-



-



0,02143



4 28’



12



0,04167



0,3750



4 33’



-



-



0,02500



4 20’



12



0,04167



0,4375



3 50



-



-



0,02500



3 41



10



0,05000



0,5000



4 3’



0,4823



4 13’



0,03000



4 52’



8



0,06250



0,6250



4 3’



0,6052



4 12’



0,03750



4 52’



6



0,08333



0,7500



4 33’



0,7284



4 42’



0,05000



4 20’



6



0,08333



0,8750



3 50’



0,8516



3 57



0,05000



3 41’



5



0,10000



0,1000



4 3’



0,9750



4 10’



0,06000



4 52’



5



0,10000



1,1250



3 33’



1,0985



3 39’



0,06000



3 25’



5



0,10000



1,2500



3 10’



1,2220



3 15’



0,06000



3 4’



4



0,12500



1,3750



3 39’



1,3457



3 44’



0,07500



3 30’



4



0,12500



1,5000



3 19’



1,4694



3 23’



0,07500



3 12’



4



0,12500



1,7500



2 48’



1,7169



2 52’



0,07500



2 43’



4



0,12500



2,0000



2 26’



1,9646



2 29’



0,07500



2 22’



2



1 4



3



0,16667



2,2500



2 55’



2,2125



2 58’



0,10000



2 50’



2



1 2



3



0,16667



2,5000



2 36’



2,4605



2 39’



0,10000



2 32’



2



3 4



3



0,16667



2,7500



2 21’



2,7085



2 23’



0,10000



2 18’



3



2



0,25000



3,0000



3 19’



2,9567



3 22’



0,15000



3 12’



1 2



2



0,25000



3,5000



2 48’



3,4532



2 51’



0,15000



2 43’



4



2



0,25000



4,0000



2 26’



3,9500



2 28’



0,15000



2 22’



1 4 2



2



0,25000



4,5000



2 8’



4,4470



2 10’



0,15000



2 6



5



2



0,25000



5,0000



1 55’



4,9441



1 56’



0,15000



1 53’



3



163



Ulir Penggerak 3. Ulir 60º Stub Acme



Ulir ini memiliki sudut puncak 60º seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Ukuran dasar untuk ulir 60º ulir Stub Acme dapat dilihat pada Tabel 3.2.



Gambar 3.3 Ulir 60º Stub Acme



Tabel 3.2: Ukuran Dasar Ulir 60º Stub Acme (dalam inch) Thread Width of flat (in) Thickness Root of (Basic) Crest of Screw (Basic) Screw t =0,5 p F=0,250 p Fc=0,227 p (in)



Thread per inch



Pitch p (in)



Depth of Thread (Basic h=) 0,433 p (in)



Total Depth of Thread (h+0,02 p) (in)



16



0,06250



0,0271



0,0283



0,0313



0,0156



0,0142



14



0,07143



0,0309



0,0324



0,0357



0,0179



0,0162



12



0,08333



0,0361



0,0378



0,0417



0,0208



0,0189



10



0,10000



0,0433



0,0453



0,0500



0,0250



0,0227



9



0,11111



0,0541



0,0503



0,0556



0,0278



0,0252



8



0,12500



0,0541



0,0566



0,0626



0,0313



0,0284



7



0,14286



0,0619



0,0647



0,0714



0,0357



0,0324



6



0,16667



0,0722



0,0755



0,0833



0,0417



0,0378



5



0,20000



0,0866



0,0906



0,1000



0,0500



0,0454



4



0,25000



0,1083



0,1133



0,1250



0,0625



0,0567



164



ElEmEn mEsin 1



4. Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat Secara umum ulir segi empat lebih efisien dibanding jenis ulir lainnya, tetapi memiliki kelemahan dalam hal keuntungan mekanis. Untuk itu, dilakukan modifikasi ulir segi empat dan dapat memperbaiki kelemahan mekanis tersebut, seperti terlihat pada Gambar 3.4.Ukuran Dasar Ulir Segi Empat dapat dilihat pada Tabel 3.3



a) Ulir Segi Empat



b) Modifikasi Ulir Segi Empat Gambar 3.4 Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat



Ulir Penggerak p



= pitch



h



= basic depth of thread = 0,5 p



H



= total depth thread of thread = 0,5 p + clearance



t



= thickness of thread = 0,5 p



Fc



= flat at root of thread = 0,4563 p – (0,17 . clearance)



F



= basic width of flat at crest of thread = 0,4563 p



165



Tabel 3.3: Ukuran Dasar Ulir Segi Empat (dalam inch) Square Thread Thread per inch



Minor Diameter (in)



Modified Square Thread Thickness of the Thread at the root (in)



10



0,163



0,0544



8



0,266



0,0680



0,366



0,0837



5



0,575



0,1087



1



4



0,781



0,1357



1 2



3



1,208



0,1812



1,612



0,2416



2,063



0,2718



2,500



0,3160



3,418



0,3624



Nominal Diameter (in) 1 4 3 8 1 2 3 4



1



6



1 2



1 4



2



2



1 4



2



3 4



3 4 1 1 2 1



5. Ulir Gigi Gergaji Ulir gigi gergaji hanya mampu menahan beban dalam satu arah saja dan lebih kuat dibanding jenis ulir lainnya, karena ketebalan gigi terutama pada daerah kakinya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.



166



ElEmEn mEsin 1



Gambar 3.5 Ulir Gigi Gergaji



Keterangan Gambar: Nominal major diameter D Height of sharf V-thread h = 0,89064p Basic height of thread h = 0,6 p Root radius r = 0,07141 p Root truncations = 0,08261 p Depth of engagement he = h – G/2 Crest truncations f = 0,14532 p Crest width F = 0,16316 p Major diameter of internal thread (nut) Dn = D + 0,12542 p Minor diameter of external thread (screw) Kt = D -1,32542 p - G Height of thread of internal thread (nut) hn = 0,66271 p Height of thread of external thread (screw) hs = 0,66271 p Ulir gigi gergaji sering digunakan pada propeler pesawat terbang, mekanisme senjata berat. Mengingat aplikasi yang sangat khusus tersebut, ulir gigi gergaji tidak mempunyai standar ukuran pada Tabel 3.4.



Ulir Penggerak



167



Tabel 3.4: Asosiasi Pitch



Diameter (in) 1 2 >



sampai 11 16



Assosiated pitches, (threads/in)



11 16



20, 16, 12



sampai 1



> 1 sampai



1



1 2 2



>1



1 2



sampai



>2



1 2



sampai 4



16, 12, 10 16, 12, 10, 8, 6 1 2



16, 12, 10, 8, 6, 5, 4 16, 12, 10, 8, 6, 5, 4



> 4 sampai 6



12, 10, 8, 6, 5, 4, 3



> 6 sampai 10



10, 8, 6, 5, 4, 3,



> 10 sampai 16



10, 8, 6, 5, 4, 3,



> 16 sampai 24



8, 6, 5, 4, 3,



2



1 2



1 2 1 2 2



,2



, 2,



1



2



, 2,



1



1 2



1 1 ,1 2 4



,



1



1 4



,1



6. Ulir Bola (Ball Screw) Ulir bola berfungsi sama dengan jenis lainnya. Pada saat proses pemindahan daya maupun putaran, gesekan yang timbul ulir jenis ini sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh gerakan bola yang berputar, tidak bergesekan dengan alur pada batang ulir. Efisiensi ulir bola bisa mencapai 90% ke atas, jika digunakan untuk merubah gerakan aksial menjadi gerakan berputar, efisiensi bisa mencapai 80% ke atas dan bila sudut maju cukup kecil, maka ulir bola dapat mengunci sendiri. Bentuk ulir bola dapat dilihat pada Gambar 3.6.



Gambar 3.6 Ulir Bola



168



ElEmEn mEsin 1



Keuntungan penggunaan ulir bola: a.



Efisiensi tinggi



90%;



b. Umurnya lebih panjang; c.



Tidak ada pengaruh terhadap slip;



d. Panas yang ditimbulkan kecil dan bisa diabaikan; e.



Momen puntir awal rendah, dapat dipakai pada motor yang berdaya kecil;



f.



Gerakannya halus dan dapat dikontrol selama gerakan



g. Bentuknya kecil, karena mur dengan bola kecil, tetapi mampu menahan beban tinggi; h. Dapat mengeliminasi beban balik tanpa menambah gesekan; i.



Mempunyai posisi yang tepat.



Kerugian penggunaan ulir bola: a.



Diperlukan pelumasan;



b. Akibat gesekan kecil, memiliki efisiensi tinggi, tetapi supaya dapat mengunci sendiri diperlukan rem; c.



Bila ada kotoran masuk, dapat mengganggu dan mengurangi umurnya;



d. Akibat kemampuan menahan beban tinggi, perlu diperhatikan lenturan dan putara kritis yang ditimbulkan. Contoh penggunaan ulir bola: a.



Mesin perkakas: kontrol posisi, kontrol pahat, kontrol meja, dan slide;



b. Pesawat udara: pengatur flap dan slot, pengatur gigi pendaratan, pengatur pemasukan udara, pengatur dorongan baik; c.



Senjata: pengatur sudut elevasi Canon, pengatur Roket;



d. Pesawat angkat: kesetimbangan rantai, konveyor, meja cetakan, lengan; e.



Aplikasi lain: dongkrak, kaki antena, peralatan instrumen, tempat tidur pasien di rumah sakit.



Ulir Penggerak



169



B. Definisi Bila dilihat pada satu putaran dari sebuah ulir, dapat digambarkan sebagai satu segi tiga siku-siku, yang alasnya merupakan keliling dari lingkaran dengan diameter rata-rata ulir dan tingginya sama dengan jarak majunya (lead). Sudut a adalah sudut maju dari ulir (helix angle) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7. Segitiga siku-siku merupakan hubungan keliling dengan jarak maju dari sebuah ulir yang dibentangkan adalah sudut antara garis menyilang tegak lurus sumbu atau bidang tegak lurus sumbu normal dengan kemiringan berputarnya satu ulir.



Gambar 3.7 Segitiga Siku-siku



p = Jarak puncak (pitch) adalah jarak antara bentuk ulir yang berdekatan diukur sejajar dengan sumbu ulir. l = Jarak maju (lead) adalah jarak mur bergerak sejajar dengansumbu sekrup bila mur diberi satu putaran (3600). Untuk ulir tunggal jarak maju sama dengan jarak puncak. Bila ulir ganda, maka jarak maju (l) sama dengan dua jarak puncak dan seterusnya (n p), sehingga dapat dirumuskan. l = n p Dimana: l = jarak maju n = jenis ulir p = jarak puncak a = sudut helikal (helix angle)



170



ElEmEn mEsin 1



C. Momen Torsi dan Efisiensi Ulir Ulir penggerak adalah alat yang dipakai dalam pemesinan untuk mengubah gerakan sudut menjasi gerakan linier dan biasanya bertujuan untuk memindahkan daya. Dalam pemakaiannya pada mesin press yang digerakkan oleh motor seperti terlihat pada gambar 3.8. satu momen torsi diberikan pada ujung skrup melalui transmisi roda gigi, sehingga menggerakkan kepala mesin press ke bawah terhadap beban. Pada Gambar 3.8 ulir penggerak yang digunakan adalah jenis ulir segi empat dengan ulir tunggal dengan diameter rata-rata dm, jarak puncak p, sudut maju , dan sudut ulir dibebani dengan gaya tekan aksial F dari diagram bebas seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.



Gambar 3.8 Mesin Press dengan Ulir Segi Empat



Ulir Penggerak



171



Gambar 3.9 Ulir Segi Empat



Kesetimbangan gaya dari gaya-gaya yang bekerja, pada saat menaikkan beban diperoleh: Fx = 0,P N . sin Fy = 0,F + .N . sin



. N. cos



=0



N. cos



=0



Dari persamaan di atas diperoleh: F . (sin P =



cos



+ . cos ) . sin



Sedangkan kesetimbangan pada saat menurunkan beban diperoleh:



Fx = 0, P N . sin Fy = 0,F



. N . sin



+



. N. cos



N . cos



=0 =0



172



ElEmEn mEsin 1



Dari persamaan di atas diperoleh:



F . ( . cos P =



sin ) . sin



cos



dan Dari kedua persamaan P, jika kedua ruas dikalikan 1/cos digunakan persamaan tan = l/( dm), maka diperoleh gaya P untuk menaikkan dan menurunkan beban sebesar: F.



l .dm +



1



.



PNaik =



l .dm



l .dm



F. dan



PTurun = 1+



.



, sehingga



l .dm



Momen puntir yang bekerja pada ulir penggerak:



M T = P.



dm 2



Apabila gaya P dimasukkan pada persamaan momen puntir, diperoleh:



M T Naik =



F . dm.(l + . . dm) F . dm. ( . . dm l) dan M T Turun = . . . 2 ( dm l) 2 . ( . dm + . l)



Momen puntir tersebut yang diperlukan untuk melawan sebagian gesekan dalam menaikkan beban (MTNaik) dan menurunkan beban (MT Turun). Jika momen puntir (MT Turun) negatif atau nol, maka beban akan turun dengan sendirinya dan menyebabkan uir berputar tanpa usaha dari luar. Jika momen puntir (MT Turun) positif, maka ulir penggerak mengunci sendiri (self locking). Kondisi pada saat locking adalah: . . dm l Jika kedua ruas dibagi dengan tan = l/( dm), maka diperoleh:



.



.



dm dan digunakan persamaan tan



Untuk melakukan analisis terhadap ulir penggerak, maka digunakan efisiensi. Jika = 0 disubstitusikan pada persamaan momen puntir, diperoleh:



M T0 =



F. l 2.



Ulir Penggerak



173



Mengingat gesekan ulir telah dieliminir, momen puntir yang diperlukan hanya untuk menaikkan beban, maka efisiensinya: =



F. l M T0 = . . T 2 M T Naik



Persamaan-persamaan di atas telah diaplikasikan pada ulir segi empat, dimana beban normal sejajar dengan sumbu ulir penggerak. Untuk ulir acme, beban normal ulir posisinya miring terhadap sumbu, karena sudut ulir 2 dan sudut majunya . Karena sudut maju kecil, kemiringan ini dapat diabaikan dan sudut ulir yang dipertimbangkan. Pengaruh sudut adalah menaikkan gaya gesekan pada ulir. Dengan demikian momen puntir yang dibutuhkan untuk menaikkan beban adalah: M T Naik =



F . dm (l. . . dm. sec ) = 2 ( . dm _ . l . sec )



Besarnya efisiensi:



=



tan .[1 tan



. (sec . tan )



+ ( . sec )



yang dihubungkan dengan beban Harga koefisien gesek dimana gesekan terjadi pada kondisi ulir sudah bergerak (well run-in) seperti pada Tabel 3.5. Tabel 3.5: Koefisien Gesek Beban Ulir Baja (kering) Baja (pelumasan) Perunggu



Baja 0,15 – 0,25 0,11 – 0,17 0,08 – 0,12



Kuningan 0,15 – 0,23 0,10 – 0,16 0,04 – 0,06



Perunggu 0,15 – 0,19 0,10 – 0,15 -



Besi Tuang 0,15 – 0,25 0,11 – 0,17 0,06 – 0,09



D. Analisis Tegangan Untuk mengetahui kekuatan atau tegangan yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dilakukan analisis terhadap beban yang bekerja pada ulir tersebut dan sifat bahan yang digunakan. Jenis tegangan yang terjadi adalah: tegangan bantalan, tegangan geser, tegangan tarik, tegangan kombinasi, dan tegangan tekuk.



174



ElEmEn mEsin 1



1. Tegangan Bantalan Besarnya tegangan tekan yang terjadi antara permukaan ulir pada ulir penggerak dengan permukaan ulir pada murnya, yang saling terkait, adalah sebagai berikut: F Tekan = . dm. h.n Dimana: Tekan



= tegangan tekan yang terjadi (psi);



F = beban pada ulir (lb); dm = diameter rata-rata ulir (in); h = kedalaman ulir (in); n = jumlah ulir. Tegangan yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan yang diizinkan dari bahan yang digunakan. Pada Tabel 3.6 ditunjukkan penggunaan dari beberapa material untuk bahan ulir penggerak dan murnya. Tabel 3.6: Perancangan Tekanan Bantalan untuk Ulir



Jenis Peralatan



Bahan Ulir Mur Penggerak



Perancangan Tekanan Bantalan (psi)



Press Tangan



Baja



Perunggu



2500 - 3500



Dongkrak Dongkrak Ulir Pengangkat Ulir Pengangkat Ulir Gerak Maju



Baja Baja Baja Baja Baja



Besi Tuang Perunggu Besi Tuang Perunggu Perunggu



1800 - 2500 1600 - 2500 600 - 1000 800 - 1400 150 - 240



2.



Kecepatan gesek pada diameter rata-rata ulir (fpm) Rendah dengan pelumasan Rendah, v < 8 Rendah, v ≤ 20 Sedang, v = 20 – 40 Sedang, v = 20 – 40 Tinggi, v ≥ 50



Tegangan Bengkok



Untuk mendapatkan besarnya tegangan bengkok yang terjadi pada ulir, diasumsikan bahwa ulir sebagai sebuah batang kantilever yang pendek, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.10. Tegangan bengkok yang terjadi adalah sebagai berikut:



Ulir Penggerak



Bengkok



=



Mb



=



Mb



175



3.F.h . dm. n.b 2



Dimana: Bengkok



= tegangan bengkok yang terjadi (psi);



Mb = momen bengkok yang terjadi (lb in); Wb = momen tahanan bengkok (in3); F



= beban pada ulir (lb);



dm = diameter rata-rata ulir (in); h



= kedalaman ulir (in);



b



= tebal ulir (in).



Gambar 3.10 Tegangan Bengkok pada Ulir



Tegangan bengkok yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan bengkok yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 3. Tegangan Geser Tegangan geser yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari besarnya beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan, seperti yang diasumsikan pada batang (beam). Tegangan geser yang terjadi pada batang ulir: 3.F Geser = 2. . dr . n.b Tegangan geser yang terjadi pada mur: 3.F Geser = 2. . do. n.b



176



ElEmEn mEsin 1



Dimana: Geser



= tegangan bengkok yang terjadi (psi);



F = beban pada ulir (lb); dr = diameter kaki ulir (in); do = diameter besar ulir (in). Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 4. Tegangan Tarik dan Tekan Tegangan tarik dan tekan yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari besarnya beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan, yang besarnya: F 4.F = Bengkok = Tekan = . d21 A Pada perhitungan luasan yang menahan, digunakan diameter kaki ulir atau diameter batang yang tidak berulir. 5. Tegangan Kombinasi Jika batang ulirnya pendek, maka beban pada kolom dapat diabaikan, sehingga ulir penggerak hanya menerima beban tekan saja. Jika ditinjau pada diameter kaki ulir, pada kondisi dua dimensi, maka pada luasan tersebut akan terjadi tegangan kombinasi antara tegangan tekan dan tegangan geser yang ditimbulkan oleh momen puntuir saat memutar ulir tersebut. Berdasarkan teori kegagalan, yaitu teori tegangan geser maksimum atau teori Tresca, besarnya tegangan geser yang terjadi: 2 Maksimum



=



2



+



2



Tegangan geser yang terjadi akibat momen puntir: d d Mt . 2 Mt . 2 16 . Mt = = = g . d3r I . d4r 32



Ulir Penggerak



177



Jika rumus tegangan tekan dan tegangan geser dimasukkan, menjadi: 2 16 . Mt 2 F + Maksimum = . d3r 2 .A Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan. 6. Tegangan Tekuk (Buckling) Pada saat ulir penggerak bekerja, sebagian batang ulirnya bergeser/keluar dari murnya, sehingga batang ulir tersebut menahan beban secara aksial. Jika jarak antara beban dan mur tersebut L, diameter ulir yang digunakan (diameter kaki) dr, maka diperoleh perbandingan panjang dengan diameter ulir sebesar L/dr. Jika perbandingan tersebut kecil, akan terjadi tegangan tekan seperti pada umumnya, tetapi jika perbandingan tersebut terlalu besar, akan terjadi tegangan tekuk. L 8 , terjadi tegangan tekan dr L dr



8 , terjadi tegangan tekuk



Untuk batang kolom yang panjang, perhitungan menggunakan rumus Euler, dimana besarnya beban kritis: K . 2. A. E FKritis = 2 I k Untuk batang kolom pendek,perhitungan menggunakan rumus Ritter, dimana besarnya beban kritis: Kritis



=



2 F . I . 1+ A k



yield



2



. K.E



Dimana: Tekan yield



= tegangan tekan yang terjadi (psi); = tegangan luluh (psi);



178



ElEmEn mEsin 1



A = luas penampang yang menahan (in2); L



= panjang kolom di antara penyangga (in);



F



= beban kolom (lb);



E = modulus elastisitas (psi); I A (in);



k = jari-jari girasi =



K = faktor yang tergantung dari kondisi penyangga;



Kasus 1, K = 0,25 Kasus 2, K = 1,0 Kasus 3, K = 2,0 Kasus 4, K = 4,0



Apabila beban yang bekerja pada batang ulir adalah beban eksentrik dengan eksentrisitas (e) sebagai jarak beban terhadap sumbu batang ulir, maka beban ini akan menimbulkan beban momen bengkok, sehingga tegangan yang terjadi merupakan tegangan kombinasi yang besarnya: Kritis



=



2 F . I . 1+ A k



yield



2



. K.E



+



c .e 2 k



Dimana: c



= jarak sumbu batang ulir ke kulit terluar (in);



L/k = angka kerampingan; Jika L/k < 100, maka analisis menggunakan persamaan Ritter; Jika L/k > 100, maka analisis menggunakan persamaan Euler.



Ulir Penggerak



179



7. Torsi yang diperlukan untuk menaikkan beban pada ulir segiempat



(a) Development of a screw



(b) Forces acting on the screw



tan = p / d F = .R N P cos = W sin + F = W sin + .RN RN = P sin + W cos P cos = W sin + ( P sin + W cos ) = W sin + P sin + W cos P cos P sin = W sin + W cos P (cos sin ) = W (sin + cos ) (sin + cos ) ... P=Wx (cos sin ) sin + tan cos P=Wx cos tan sin sin cos + sin cos P=Wx cos cos sin sin sin ( + ) =Wx = W tan ( + ) cos ( + ) Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan d d T1 = P x = W tan ( + ) 2 2 Adanya beban aksial menimbulkan gesekan pada kerah dudukan beban, maka diperlukan perhitungan besarnya torsi untuk mengatasi gesekan pada kerah



T2 = =



2 x 3 1



1 x W



xW



( R 1 )3 ( R 1 )2



( R 1 + R2 ) = 2



( R 1 )3 ( R 1 )2 1



WR



180



ElEmEn mEsin 1



Total torsi T = T1 + T2 Jika untuk memutar konstruksi menggunakan lengan sepanjang L maka besarnya gaya yang dibutuhkan untuk memutar beban P1adalah T = Px



d = P1 x l 2



8. Torsi yang diperlukan untuk menurunkan beban pada ulir segiempat



P cos



= F - W sin =



RN - W sin



RN = W cos



- P sin P cos



P cos P (cos



+



P sin



+



sin



=



(W cos



=



W cos



-



=



W cos



- W sin



) = W ( P=Wx



P=Wx



(tan



cos



( cos



sin )



( cos + tan sin ) (sin cos cos sin ) ( cos cos



P sin



cos - sin ) ( cos sin )



= tan P=Wx



- P sin



+ sin sin )



+ sin )



) - W sin - W sin



Ulir Penggerak



P=Wx



sin (



)



cos (



)



= W tan (



181



)



Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan d d = W tan ( ) T1 = P x 2 2 9. Efisiensi ulir segiempat saat mengangkat beban P = W tan (



+



)



P0 = W tan = = = =



Ideal effort Actual effort T0



=



T



=



P0



W tan



=



P



W tan (



+



)



=



tan tan (



+



)



P0 x d / 2 Pxd/2+



tan )



=



1



.W . R sin / cos



tan (



+



sin (



+



2 sin



x cos (



+



)



2 cos



x sin (



+



)



=



) / cos (



)



sin



x cos (



+



)



cos



x sin (



+



)



sin (2 +



)



sin (2 +



) + sin



.. 2 sin A cos B = sin (A + B) + sin (A ... . 2 cos A sin B = sin (A + B) sin (A



sin



B) B)



sin (2 +



max



=



)=1 2 = 90 o sin (90 o + )



+



=



sin (90 o



+



sin



) + sin



=



sin 90 o



sin



sin 90 o + sin



=



1



sin



1 + sin



10. Efisiensi ulir segiempat pada kondisi mengunci sendiri (self locking)



=



tan tan (



+



)



182



ElEmEn mEsin 1



Self locking



tan



tan



tan ( + )



tan



tan 2



(1 tan2 ) 2 tan ... ... tan 2



1



tan2



2



2



=



2 tan 1 tan2



Efisiensi self locking lebih kecil dari ½ atau 50% W = beban yang diangkat h = ketinggian beban diangkat Output = W.h Input =



Output



= Input W.h



=



W.h



Output = 1 1



1 1



W.h



W.h = W.h



1



1



W.h 1 or



1 2



or 50%



Contoh soal (MD, RS khurmi, p.648) Alat press hand wheel W



= 30 kN = 30 x 103 N;



d0



= 75 mm;



p



= 6 mm;



D



= 300 mm; = tan



= 0.12



Ulir Penggerak Diameter ulir dc = do - p = 75 - 6 = 69 mm *d



tan



=



do + d c



75 + 69



=



2 = 72 mm 6 p = = d x 72 = 0.0265



2



Torsi ada ulir T1 = P x



d 2



= W tan ( =W



d



)



2 + tan



tan 1 tan



= 30 x 10 3



d



+ tan



2



0.0265 + 0.12



72



1 0.0265 x 0.12



2



= 158 728 N-mm



Gaya yang diperlukan untuk meutar hand wheel 158 728 = P1 x



D 2



= P1 x



300



= 150 P1



2



P1 = 158 728 / 150 = 1058 N Besarnya tegangan tekan



c



=



W



Ac



W



= 4



(dc )



2



=



30 x 10 3 4



(69)



2



= 8.02 N/mm2 = 8.02 Mpa



183



184



ElEmEn mEsin 1



Jumlah ulir yang kontak dengan mur



Height of nut



n=



=



150



Pitch of threads



= 25 threads



6



t = p/2 = 6/2 = 3 mm W



Pb =



30 x 10 3



=



d.t.n 16 T



=



(dc )



= 1.77 N/mm 2



x 72 x 3 x 25



=



16 x 158 728



3



(69)



= 2.46 N/mm 2



3



Diameter rata-rata d = do - p/2 = 75 - 6/2 = 72 mm Tegangan geser maksimum 1



=



max



(



2



c



) +4



2



2



=



1



2



2



(8.02) + 4 (2.46)



2



= 4.7 N/mm2 = 4.7 MPa Efisiensi



T = W tan =



T0



T



=



x



d



3



= 30 x 10 x 0.0265 x



2 28 620 158 728



72



2 = 0.18 or 18%



= 28 620 N-mm



Ulir Penggerak Contoh soal 2 (MD, RS khurmi, p.658-665) Perancangan screw jack



W=



c



x Ac =



c



2



x 4



(d c )



Torsi yang diperlukan untuk mengangkat beban



T1 = P x



d 2



= W tan ( + )



d 2



Gaya geser terjadi karena adanya torsi



=



16 T1 (d c )3



185



186



ElEmEn mEsin 1



Tegangan tekan karena beban aksial c



W



=



4



(d c )2



Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan tekan c (max)



=



1



+



c



2



(



c



)2 + 4



2



Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan geser max



1



=



2



(



c



)2 + 4



2



Bearing pressure pada mur Pb h = tinggi mur = n.p n = jumlah ulir pada mur p = pitch W



Pb = 4



(d o )2 (d c )2 n



Pemeriksaan tegangan yg terjadi pada ulir dan mur (screw)



(nut)



= =



W



.n.dc .t W .n.do .t



t = p/2



Ulir Penggerak W = W =



4 4



(D1 )2 (d o )2



t



(D2 )2 (D1 )2



c



D1.t1.



W =



187



D3 = 1.75 d o .D4 = D3 / 4 ;



D1 = diameter dalam D2 = diameter luar t1 = tebal kerah mur Torsi yang diperlukan untuk mengatasi gesekan pada ulir bagian atas



2 T2 = x 3 =



1



1



W



(R 3 )3 (R 4 )3 (R 3 )2 (R 4 )2



R3 + R4



W



2



=



1



WR



Total torsi T = T1 + T2 Diameter handle M =



32



x



b



x D3



Perhitungan buckling C = 0,25 dan k = 0,25 dc



Wcr = A c .



y



1



L



y



4C



2



E



Diketahui: W = 80 kN = 80 x 103 N H1 = 400 mm = 0.4 m et



=



ec



= 200 MPa



k



2



188



ElEmEn mEsin 1 = 120 MPa = 120 N/mm2



e



et(nut)



= 100 MPa = 100 N/mm2



ec(nut)



= 90 MPa



e(nut)



= 80 MPa = 80 N/mm2



pb = 18 N/mm2 Perancangan ulir untuk spindel 3



2



80 x 10 =



4



(dc ) x



ec



F .S.



2



=



(d c )



4



200 2 = 78.55 (dc ) 2



(dc)2 = 80 x 103 / 78.55 = 1018.5 dc = 32 mm Dari tabel ulir segiempat didapatkan data dc = 38 mm;



d = tan



=



do = 46 mm;



p = 8 mm



do + d c 46 + 38 = = 42 mm 2 2 P = d



8 = 0.0606 x 42



Koefisien gesek antara ulir dengan mur = tan



= 0.14



Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir



T1 = P x



d 2



d



= W tan ( + )



= 80 x 10 3



2



=W



0.0606 + 0.14



42



1 0.0606 x 0.14



2



tan 1 tan



=



W



Ac



W



= 4



(d c )



2



=



80 x 10 3 4



(38)



2



+ tan



= 340 x 10 3 N-mm



Tegangan tekan dikarenakan beban aksial c



+ tan



= 70.53 N/mm2



d 2



Ulir Penggerak



189



Tegangan geser karena adanya torsi



16 T1



=



(d c )



=



2



16 x 340 x 103



(38)



2



= 31.55 N/mm2



Tegangan kombinasi c(max)



= =



1 c



2 1 2



+



(



2



c



200



F .S.



=



1 2



70.53 +



2



(70.53) + 4 (31.55)



70.53 + 94.63 = 82.58 N/mm 2



Tegangan tumbukan ec



2



) +4



2



c



= 100 N/mm 2



82,58 N/mm2 d” 100 N/mm2



berarti rancangan aman



Tegangan geser max



= =



1



(



2 1 2



2



c



) +4



2



=



1 2



2



(70.53) + 4 (31.55)



2



x 94.63 = 47.315 N/mm 2



e



120



F .S.



2



= 60 N/mm 2



47,315 N/mm2



60 N/mm2



berarti rancangan aman



Bearing pressure Pb 18 =



W



=



80 x 10 3



(d o )2 (d c )2 n (46 )2 (38 )2 n 4 4 n = 151.6 / 18 = 8.4 say 10 threads Ans.



h = n x p = 10 x 8 = 80 mm



Ans.



=



151.6 n



2



190



ElEmEn mEsin 1



Tegangan geser (screw)



W



=



80 x 10 3



=



n . dc . t



(nut)



W



=



= 16.15 N/mm 2



x 10 x 38 x 4



... ( ... t = p / 2 = 4 mm) 80 x 10 3



=



n . do. t



= 13.84 N/mm 2



x 10 x 46 x 4



Perhitungan mur (sobekan)



W = 80 x 10 3 =



(D1 )



2



4 4



(D1 )2 (d o )2 (D1 )2 (46 )2



t



100 = 39.3 (D1 )2 2116 2 ... ...



t



=



c



=



et(nut)



F .S.



3



2116 = 80 x 10 / 39.3 = 2036 (D1 )2 = 2036 + 2116 = 4152 or D1 = 65 mm Ans.



Perhitungan mur (tumbukan)



W = 80 x 10 3 =



4 4



(D2 )2 (D1 )2 (D2 )2 (65 )2



c



90 = 35.3 (D2 )2 4225 2 ... ...



ec(nut)



F .S.



(D2 )2 4225 = 80 x 10 3 / 35.3 = 2266 (D2 )2 = 2266 + 4225 = 6491 or D2 = 80.6 say 82 mm Ans. Perhitungan mur (geser) W =



e(nut) 80 ... = = 8170 t 1 F .S. 2 = 80 x 10 3 / 8170 = 9.8 say 10 mm Ans.



80 x 10 3 = t1



D1 x t 1 x x 65 x t 1 x



Ulir Penggerak



191



Perhitungan handel apabila gaya tangan diasumsikan 300 N



T2 =



=



2 x 3



1W



(R 3 )3 (R 4 )3 (R 3 )2 (R 4 )2



2 x 0.14 x 80 x 10 3 3



= 7.47 x 10 3



3



( ( ( ( ( 822 ( ( 202 ( 82 2



(41 )3 (10 )3 (41 )2 (10 )2



20 2



2



3



2



= 321 x 10 3 N-mm



Total torsi yang harus diatasi T = T1 + T2 = 340 x 103 + 321 x 103 = 661 x 103 N-mm Jadi panjang handle yang diperlukan = 661 x 103 / 300 = 2203 mm Contoh soal 3 (MD, RS khurmi, p.665-668) Perancangan Dongkrak Mobil (toggle jack)



192



ElEmEn mEsin 1



Diketahui: W = 4 kN = 4000 N; l = 110 mm;



1



= 100 MPa = 100 N/mm2;



= 50 N/mm2; pb = 20 N/mm2; p = 6 mm;



= tan



= 0.20



Rancangan batang ulir segi empat



cos



= F = =



105



15



110 W 2 tan



= 35.1o



= 0.8112 or



=



4000 2 x 0.7028



W 2 tan 35.1o



= 2846 N



W1 = 2F = 2 x 2846 = 5692 N 5692 =



4



(d c )2



t



=



4



(d c )2 100



= 78.55 (d c )2



Perhitungan diamater ulir (dc)2 = 5692 / 78.55 = 72.5



or dc = 8.5 say 10 mm



dc



= 14 mm



do



= dc + p = 14 + 6 = 20 mm



d



= do - p / 2 = 20 - 6 / 2 = 17 mm



tan



=



P = d



6 = 0.1123 x 17



= 50 MPa



Ulir Penggerak



193



Gaya yang diperlukan untuk memutar ulir P = W1 tan ( = 5692



) =W



tan 1 tan



0.1123 + 0.20 1 0.1123 x 0.20



+ tan + tan



= 1822 N



Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir T = Px



d 17 = 1822 x = 15487 N-mm 2 2



Dikembangkan lebih lanjut untuk perhitungan dimensi dari ulir, konstruksi dan komponen lainya seperti pin pengunci dan dudukannya.



View publication stats