Sanitasi Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Manajemen Kesehatan Lingkungan Dalam Bencana 14 Oktober 2010 Area Prioritas Intervensi Kesehatan Lingkungan Kelangsungan dan rehabilitasi yang segera dari layanan kesehatan lingkungan yang efektif merupakan prioritas utama dalam manajemen kesehatan darurat setelah serangan bencana alam. Pertimbangan pertama harus diberikan ke wilayah yang risiko kesehatannya meningkat. Wilayah semacam ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan pelayanan yang mengalami kerusakan parah. Area prioritas kedua adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi sementara tingkat kerusakannya menengah, atau wilayah dengan kepadatan menengah dan tingkat kerusakan parah. Prioritas ketiga harus diberikan pada daerah yang kepadatan penduduknya rendah dan tingkat kerusakan layanannya rendah. Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi adalah wilayah kota dan pinggiran kota, kamp untuk pengungsi dan penduduk yang pindah, dan penampungan sementara. Rumah sakit dan klinik kesehatan termasuk di antara fasilitas yang membutuhkan prioritas layanan kesehatan lingkungan. Layanan Kesehatan Lingkungan Prioritas Pertimbangan pertama harus diberikan kepada layanan esensial untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan penduduk di daerah yang berisiko tinggi, dengan penekanan pada upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Upaya kesehatan lingkungan pascabencana dapat dibagi dalam dua prioritas, yaitu: 1. Memastikan bahwa terdapat kecukupan jumlah air minum yang aman; kecukupan fasilitas sanitasi dasar; pembuangan ekskreta, limbah cair, dan limbah padat; dan penampungan yang cukup 2. Melaksanakan upaya perlindungan makanan, membentuk atau melanjutkan upaya pengendalian vektor dan mempromosikan personal hygiene Berikut tindakan yang direkomendasikan untuk mempercepat pembangunan kembali layanan dan kondisi kesehatan lingkungan: 1. Peroleh informasi tentang pergerakan penduduk di dalam atau di dekat daerah serangan dan buat lokasi kamp untuk pengungsi dan orang berpindah, daerah yang sebagian dan/atau seluruhnya dievakuasi, penampungan tenaga bantuan, dan RS serta fasilitas medis lain. Informasi ini akan membantu penentuan lokasi yang membutuhkan perhatian utama.



2. Lakukan pengkajian cepat untuk menentukan tingkat kerusakan sistem persediaan air masyarakat dan SPAL serta produksi, tempat penyimpanan, dan jaringan distribusi makanan 3. Tentukan kapasitas operasional yang tersisa untuk melaksanakan layanan dasar kesehatan lingkungan ini 4. Lakukan inventarisasi sumber daya yang masih tersedia, termasuk persediaan makanan yang tidak rusak, SDM, serta peralatan, materi, dan persediaan siap pakai 5. Tentukan kebutuhan penduduk akan air, sanitasi dasar, perumahan dan makanan 6. Penuhi kebutuhan fasilitas esensial secepat mungkin setelah kebutuhan konsumsi dasar manusia terpenuhi. RS dan fasilitas kesehatan lain mungkin membutuhkan peningkatan pasokan air jika jumlah korban bencana sangat banyak 7. Pastikan bahwa pengungsi dan orang berpindah telah mendapat penampungan yang tepat dan bahwa penampungan sementara itu dan daerah berisiko tinggi lainnya memiliki layanan kesehatan lingkungan dasar Program Sanitasi Lingkungan Tujuan utama program-program sanitasi dalam situasi bencana adalah untuk memberikan martabat bagi penduduk dan mengurangi risiko terkait terhadap penyakit-penyakit yang ditularkan melalui jalur tinja-mulut (fekal-oral). Sanitasi bukan hanya melulu jamban. Konstruksi saja tidak akan memecahkan semua permasalahan sanitasi. Pastikan bahwa penduduk yang terkena dampak bencana memiliki informasi, pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan untuk mencegah penyakit karena sanitasi yg buruk. Penampungan Akomodasi jangka pendek tempat populasi yang terpengaruh dapat tinggal sampai bencana berlalu dan kembali ke rumah mereka sesegera mungkin. Oleh karena itu tidak dirancang untuk menyediakan layanan kebutuhan dasar bagi ratusan orang selama periode yang berkepanjangan. Persediaan Air Survei terhadap semua persediaan air masyarakat harus dilaksanakan, dimulai pada sistem distribusi dan berlanjut pada sumber air. Sangat penting untuk menentukan keutuhan fisik komponen sistem, kapasitas yg tersisa, mutu bakteriologi serta kimia dari air yang disediakan. Aspek keamanan umum yang utama dari mutu air adalah kontaminasi bakeri. Prioritas pertama untuk memastikan mutu air dalam situasi darurat adalah dengan metode klorinasi. Rekomendasi yang diberikan dalam aktivitas pemulihan adalah peningkatan kadar residu klorin dan peningkatan tekanan. Tekanan air yang rendah akan memperbesar kemungkinan masuknya polutan dalam pipa air. Pipa, reservoir, dan unit lainnya yang telah diperbaiki memerlukan



pembersihan dan desinfeksi. Kadar minimum yang direkomendasikan dalam situasi darurat untuk kadar residu klorin bebas adalah 0,7 mg/l. Kontaminasi kimia dan toksisitas merupakan prioritas kedua dalam mutu air dan kontaminan kimia potensial harus diidentifikasi dan dianalisis. Sumber air alternatif Berdasarkan urutan pilihan yang umum, pertimbangan harus diberikan pada sumber air alternatif berikut 1)



air tanah dalam



2)



air tanah dangkal/mata air



3)



air hujan



4)



air permukaan



Sumber air yang ada dan yang baru memerlukan langkah-langkah perlindungan berikut: 1. Batasi akses untuk manusia dan hewan 2. Pastikan sumber pencemaran Jaraknya cukup aman dari sumber air 3. Tetapkan larangan mandi, mencuci, dll di daerah hulu sebelum lokasi pengambilan sediaan air baik di sungai maupun anak sungai 4. Perbaiki konstruksi sumur untuk memastikan keterlindungannya dari kontaminasi 5. Estimasi volume maksimum air sumur Dalam situasi darurat, air diangkut dengan truk ke daerah atau kamp yang terkena bencana. Semua truk harus menjalani inspeksi untuk memastikan kekuatannya dan harus dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan untuk mengangkut air. Keamanan Makanan Higiene yang buruk merupakan penyebab utama foodborne diseases dalam situasi bencana. Jika program pemberian makanan memang berlangsung di lokasi atau kamp penampungan, sanitasi dapur menjadi prioritas yang paling penting. Peralatan makan harus dicuci dalam air mendidih atau air bersih, higiene personal harus dipantau terutama terhadap mereka yang terlibat dalam penyiapan makanan. Penyimpanan makanan harus dapat mencegah kontaminasi. Sanitasi Dasar dan Higiene Personal



Banyak penyakit menular menyebar melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi feses. Dengan demikian, harus dilakukan upaya untuk memastikan pembuangan ekskreta yang saniter. Jamban darurat harus disediakan bagi mereka yang dipindahkan, pengungsi, tenaga relawan, dan penduduk sekitar yang fasilitas toiletnya hancur. Hygiene personal cenderung menurun setelah bencana alam, khususnya di daerah yang penduduknya padat dan tempat-tempat yang kekurangan air. Upaya-upaya berikut direkomendasikan: 1. Menyediakan fasilitas dasar cuci tangan 2. Menyediakan fasilitas MCK 3. Memastikan ketersediaan air yang memadai 4. Menghindari overcrowding di area tidur 5. Menyelenggarakan promosi kesehatan Jamban Pembuatan jamban dalam situasi darurat umumnya menggunakan terpal plastik. Dalam situasi keadaan darurat yang ekstrem, bisa jadi lokasi untuk buang air besar berupa lapangan. Dalam situasi-situasi yang lebih mapan, mestinya bisa dibangun jamban untuk keluarga. Ingat perempuan, anak-anak, penyandang cacat dan orang sakit memiliki kebutuhan yang berbeda dari laki-laki. Mungkin diperlukan jamban dengan desain khusus untuk mereka. Pengelolaan Limbah Padat Pengelolaan limbah padat kerap menimbulkan satu masalah khusus dalam situasi darurat. Selama periode pascabencana masalah yang sering muncul adalah puing-puing bangunan, pohon, bangkai dan sampah lainnya. Pembersihan awal reruntuhan secara cepat sangat penting untuk upaya rehabilitasi. Pembuangan barang bekas dll yang saniter merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit bawaan vector. Pengumpulan sampah harus sesegera mungkin dilaksanakan kembali di daerah yang terserang bencana. Hindari pembuangan sampah di tempat terbuka. Cermati pembuangan limbah B3. Pengendalian Vektor Program pengendalian untuk penyakit bawaan vektor harus digencarkan selama periode darurat dan rehabilitasi, khususnya di wilayah yang endemic. Prioritas dilakukan untuk daerah endemik leptospirosis, DBD, malaria, tifus, dan pes. Berikut ini adalah langkah-langkah darurat penting untuk pengendalian vektor: 1. Pulihkan aktivitas pengumpulan dan pembuangan sampah yang saniter sesegera mungkin



2. Selenggarakan promosi kesehatan untuk memusnahkan tempat perkembangbiakan vektor dan tentang upaya untuk mencegah infeksi, termasuk hygiene personal 3. Lakukan survei pada kamp dan wilayah berpenduduk padat untuk mengidentifikasi lokasi perkembangbiakan potensial nyamuk, hewan pengerat, dan vektor lainnya. 4. Musnahkan tempat perkembangbiakan vektor dengan mengeringkan dan/atau menimbun kolam, empang, dan rawa-rawa, melakukan gerakan 3M, dll. 5. Lakukan pengendalian kimia jika perlu 6. Simpan makanan dalam tempat tertutup dan terlindung https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/10/14/manajemen-kesehatan-lingkungandalam-bencana/



Penanggulangan Bencana: Sebelum, saat, dan sesudah kejadian bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan   dan   penghidupan  masyarakat  yang   disebabkan,   baik   oleh   faktor   alam dan/atau   faktor   nonalam   maupun   faktor   manusia   sehingga   mengakibatkan   timbulnya korban   jiwa   manusia,   kerusakan   lingkungan,  kerugian   harta   benda,   dan   dampak psikologis serta memerlukan bantuan luar dalam penanganannya. Upaya Penanggulangan Bencana Secara garis besar, upaya penanggulangan bencana meliputi : Kesiapsiagaan  =>   keadaan   siap   setiap   saat   bagi   setiap   orang,   petugas   serta   institusi pelayanan   (termasuk   pelayanan   kesehatan)   untuk   melakukan   tindakan   dan   cara­cara menghadapi bencana baik sebelum, sedang, maupun sesudah bencana.  Penanggulangan  => upaya untuk menanggulangi bencana, baik yang ditimbulkan oleh alam   maupun   ulah   manusia,   termasuk   dampak   kerusuhan   yang   meliputi   kegiatan pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Tujuan   dari   upaya   di   atas   ialah   mengurangi   jumlah   kesakitan,   risiko   kecacatan   dan kematian   pada   saat   terjadi   bencana;   mencegah   atau   mengurangi   risiko   munculnya penyakit   menular   dan   penyebarannya;   dan   mencegah   atau   mengurangi   risiko   dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat bencana.



Siklus penanggulangan bencana



Penanganan atau penanggulangan bencana meliputi 3 fase yaitu fase sebelum terjadinya bencana, fase saat terjadinya bencana, dan fase sesudah kejadian bencana. I.    Sebelum Bencana Kegiatan   yang   dilakukan   bertujuan   untuk   mengurangi   kerugian   harta   dan   korban manusia   yang disebabkan oleh bahaya dan memastikan bahwa kerugian yang ada juga minimal ketika terjadi bencana. Meliputi kesiapsiagaan dan mitigasi. Kesiapsiagaan  :  ­Mencakup   penyusunan   rencana   pengembangan   sistem   peringatan,   pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil. ­Mungkin juga merangkul langkah­langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.  ­Langkah­langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum   peristiwa bencana terjadi dan ditujukan   untuk   meminimalkan   korban   jiwa,   gangguan   layanan,   dan   kerusakan   saat bencana terjadi.  Mitigasi :  ­Mencakup   semua   langkah   yang   diambil   untuk   mengurangi   skala   bencana   di   masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri .



­Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada bahaya itu sendiri atau unsur­ unsur terkena ancaman tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan.  II. Saat Bencana (Tanggap darurat)  Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Meliputi kegiatan : ­penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda ­pemenuhan kebutuhan dasar ­perlindungan ­pengurusan pengungsi  ­penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.  II.     Pasca Bencana (Recovery) Penanggulangan   pasca   bencana   meliputi   dua   tindakan   utama   yaitu   rehabilitasi   dan rekonstruksi. ­Rehabilitasi  adalah   perbaikan   dan   pemulihan   semua   aspek   pelayanan   publik   atau masyarakat sampai tingkat yang  memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar  semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. ­Rekonstruksi  adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan  berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya  peran  serta  masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.  Prinsip   dasar   upaya   penanggulangan   bencana   dititik   beratkan   pada   tahap kesiapsiagaan   sebelum   bencana   terjadi.   Mengingat   bahwa   tindakan   preventif (mencegah) lebih baik daripada kuratif (pengobatan atau penanganan). Bencana



alam   itu   sendiri   memang   tidak   dapat   dicegah,   namun   dampak   buruk   akibat bencana dapat kita cegah dengan kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi



Definisi dan Jenis Bencana Share Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.



Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan . Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit). Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara. Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun



jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA). Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional. Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain. http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana



A. Penanggulangan Bencana Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul pada dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United Nations International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang merupakan salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan untuk mengawal Dekade Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter dalam Hadi Purnomo tahun 2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Sehingga menurutnya,



tujuan dari Manajemen Bencana tersebut diantaranya, yaitu mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancana. Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana



terdapat



Ketentuan



Umum



yang



mendefinisikan



penyelenggaraan



Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan,



keselarasan,



dan



keserasian,



ketertiban



dan



kepastian



hukum,



kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan Rencana Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana. Diamanatkan kembali pada pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana. Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nomor 04 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana juga menyebutkan bahwa penanggulangan encana terdiri dari beberapa fase, yaitu fase pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase tanggap darurat dan fase pemulihan.