Sap Hiv Aids Pada Bayi, Anak, Remaja Dan Ibu Hamil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV/AIDS PADA BAYI, ANAK, REMAJA DAN IBU HAMIL Tugas ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Praktikum mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS



Disusun oleh: Nama



: Halimah Tusadyah



No. Bp



: 1911312036



Kelompok



:A



Kelas



: 3A 2019



Dosen Pembimbing: Ns. Elvi Oktarina, S.Kp., M.N., PhD.



JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2020



SATUAN ACARA PENYULUHAN HIV/AIDS



Topik



: HIV / AIDS



Sub Topik



: Pengertian HIV/AIDS, Nutrisi, dan Cara Pengobatan



Sasaran



: Bayi, Anak, Remaja dan Ibu Hamil



Tempat



: Rumah Sasaran, Desa Ujung Labung.



Hari/tanggal



: Rabu, 18 Mei 2021.



Waktu



: 14.00 WIB – 14.21 WIB.



Penyuluh



: Halimah Tusadyah



A. Latar belakang Data dari United National Joint Programme for HIV and AIDS (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2012 sekitar 35,3 juta orang di dunia hidup dengan HIV/ AIDS. Pada tahun yang sama jumlah kasus baru HIV di dunia mencapai 2,3 juta kasus dan kasus kematian karena AIDS mencapai 1,6 juta kasus. Menurut laporan Kemenkes RI (2013), sejak 1 Januari 2013 sampai dengan September 2013 kejadian HIV mencapai 20.413 orang. Kejadian tertinggi HIV terjadi pada kelompok usia 25–49 tahun dengan persentase 73,4%. Perilaku seksual berisiko pada heteroseksual menjadi faktor risiko tertinggi yaitu sebesar 45,6% untuk HIV dan 78,4% untuk AIDS. Perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan adalah 1:1 untuk HIV dan 2:1 untuk AIDS. Jumlah penderita HIV/ AIDS perempuan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penularan pada perilaku seksual tidak aman pada laki-laki yang kemudian menularkan HIV kepada pasangan seksualnya. Selain itu, penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan yang terinfeksi HIV. Pada triwulan III tahun 2013 yang menunjukkan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak sebesar 4,3%, meningkat 0,2% dari laporan Kemenkes tentang HIV triwulan II tahun 2013. Penularan HIV dari ibu ke anak dapat tersebut dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan, dan menyusui. Kementerian Kesehatan telah mengupayakan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak sesuai rekomendasi WHO (2009) dengan menerbitkan Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak tahun 2012. PPIA merupakan salah satu



upaya untuk mengendalikan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia dan merupakan bagian dari program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Program PPIA bertujuan untuk mengendalikan penularan HIV/AIDS, menurunkan kasus HIV serendah mungkin, mengurangi stigma dan diskriminasi, serta menurunkan kematian akibat AIDS (Getting to Zero). Program ini dapat dilaksanakan secara terintegrasi di setiap tingkatan layanan kesehatan dan dapat dilaksanakan oleh puskesmas dan jajarannya, rumah sakit, dan bidan praktik mandiri. Bidan dalam hal ini mempunyai peran yang sangat penting, dimana bidan berada di barisan terdepan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Meningkatnya penularan HIV dari ibu ke anak menyebabkan program PPIA harus segera dilaksanakan. Sesuai Pemodelan Matematik oleh Kementerian Kesehatan (2012), prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan akan meningkat dari 0,38% pada tahun 2012 menjadi 0,49% pada tahun 2016. Jumlah ibu hamil dengan HIV positif yang membutuhkan layanan PPIA akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Sejak Januari hingga September 2013, jumlah layanan PPIA yang dilaporkan di Indonesia adalah sebanyak 114 pelayanan dan telah melayani 4364 ibu hamil. B. Tujuan Instrukstusional Umum Setelah dilakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, diharapkan kepada peserta mampu memahami tentang penyakit HIV. C. Tujuan instrukstusional Khusus Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan kepada peserta mampu untuk menjelaskan kembali: 1. Pengertian HIV/AIDS 2. Cara Penularan HIV/AIDS 3. Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya 4. Pencegahan Penularan HIV Pada Ibu dan Anak 5. Pemberian Terapi Antirtroviral (ARV) 6. Persalinan Aman 7. Nutrisi Ibu dengan HIV/AIDS 8. Nutrisi Anak dengan HIV/AIDS D. Materi Terlampir 1. Pengertian HIV/AIDS 2. Cara Penularan HIV/AIDS 3. Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya 4. Pencegahan Penularan HIV Pada Ibu dan Anak 5. Pemberian Terapi Antirtroviral (ARV) 6. Persalinan Aman 7. Nutrisi Ibu dengan HIV/AIDS



8.



Nutrisi Anak dengan HIV/AIDS



E. Metode Ceramah dan Diskusi F. Media PPT G. Kegiatan Penyuluhan No. Waktu Kegiatan Penyuluhan 1. Pembukaan 2 menit  Mengucapkankan salam  Perkenalan  Menyebutkan materi yang akan diberikan 2. Inti 22 menit Menjelaskan& menyebutkan materi tentang:  Pengertian HIV/AIDS  Cara Penularan HIV/AIDS  Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya  Pencegahan Penularan HIV Pada Ibu dan Anak  Pemberian Terapi Antirtroviral (ARV)  Persalinan Aman  Nutrisi Ibu dengan HIV/AIDS  Nutrisi Anak dengan HIV/AIDS 3.



Penutup 6 menit



 Evaluasi  Menyimpulkan  Memberikan salam penutup



Kegiatan Peserta  Menjawab salam  Mendengarkan dan memperhatikan  Mendengarkan dan memperhatikan.  Mengajukan pertanyaan kepada penyuluh jika masih belum jelas.



 Mendapat jawaban pertanyaan  Memperhatikan  Menjawab salam



H. Lampiran Materi 1.



Pengertian HIV/AIDS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi



didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh masuknya virus HIV (Human Immuno deficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae ke dalam tubuh seseorang. AIDS juga didefinisikan sebagai kejadian penyakit yang disifatkan



oleh



suatu



penyakit



yang



menunjukkan



adanya



gangguan



immunoseluler, misalnya sarcoma kaposi atau satu atau lebih penyakit opportunistic yang didiagnosis dengan cara yang dapat dipercaya.



AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus – menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), mulai dari kelainan riangan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Selain, Maria Karolina. 2015).



2.



Cara Penularan HIV HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, yaitu: •



Darah







Air mani







Cairan vagina







Air susu ibu (ASI)



HIV menular melalui: •



Berhubungan seks yang memungkinkan darah, air mani, atau cairan vagina



dari orang terinfeksi HIV masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu hubungan seks yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur, juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan lebih kecil). •



Memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang lain yang terinfeksi



HIV. •



Menerima transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV.







Dari ibu terinfeksi HIV ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika



menyusui sendiri



Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan virus lain yang menular melalui darah (misalnya hepatitis), bukan hanya HIV. HIV tidak menular melalui: •



Bersalaman, berpelukan







Berciuman







Batuk, bersin







Memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan,telepon, kamar mandi,



WC, kamar tidur, dll. •



Gigitan nyamuk.







Bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama.







Memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WCumum, sauna, dll.



HIV tidak dapat menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika berada di luar tubuh. Karena itu,hidup bersama orang terinfeksi HIV bukanlah hal yang perlu ditakuti.Virus ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak luka.



3.



Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya Pada dasarnya, risiko penularan HIV/AIDS dari ibu hamil yang positif pada bayinya kemungkinannya sekitar 2-10 persen. Penularan dapat terjadi sejak masa awal kehamilan, persalinan, hingga menyusui. Kebanyakan anak di bawah usia 10 tahun yang tertular HIV dari ibunya, terjadi sejak dalam kandungan.



Itulah sebabnya, ibu hamil yang positif HIV harus rutin melakukan pemeriksaan darah untuk membantu ibu mendeteksi segala kemungkinan sedini mungkin. Tindakan ini sangat membantu menentukan apa yang harus dilakukan untuk menekan risiko kemungkinan tertular pada janin.



Untuk mengetahui proses penularan virus HIV dari ibu ke janin perlu dilakukan pemeriksaan. Melalui serangkaian pemeriksaan, setidaknya dapat diketahui kapan kemungkinan bayi mulai terinfeksi. Penularan dalam kandungan terjadi melalui tali plasenta, saat terjadi pertukaran asupan makanan untuk janin.



Selain dapat menular sejak dalam kandungan, biasanya seorang anak dapat mengalami HIV saat peristiwa persalinan. Pada tahap ini, bayi dapat tertular darah atau cairan milik ibu yang terinfeksi HIV. Umumnya cairan ini mungkin telah terminum oleh bayi, sehingga virus yang terkandung di dalamnya mulai menginfeksi tubuh bayi.



Ibu yang positif terinfeksi HIV biasanya ditemukan virus pada cairan yang keluar dari sekitar area organ intim. Di samping itu, sekitar 21 persen dari virus itu juga ditemukan pada bayi yang dilahirkan. Hanya saja besarnya paparan pada proses persalinan sangat dipengaruhi dengan beberapa faktor. Seperti kadar HIV pada cairan vagina, cara persalinan, ulkus serviks, dan permukaan dinding vagina. Selain itu, ada pula faktor infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, serta persalinan prematur yang juga dapat memengaruhinya.



Perlu diketahui juga bahwa penularan HIV juga dapat terjadi selama ibu menyusui bayi. Proses penularan melalui air susu ibu (ASI) bahkan dapat meningkat hingga dua kali lipat. Risiko penularan melalui ASI dapat mencapai 5 hingga 20 persen. HIV dapat terkandung dalam ASI dalam jumlah yang cukup banyak.



Selain melalui ASI, beberapa kondisi ketika menyusui juga bisa meningkatkan risiko penularan HIV. Seperti terjadinya luka di sekitar puting susu, luka di mulut bayi, hingga terganggunya fungsi kekebalan tubuh bayi. Risiko penularan HIV melalui ASI dan proses menyusui terjadi pada 3 dari 100 anak per tahun.



4.



Pencegahan Penularan HIV Pada Ibu dan Anak a.



Pengertian PPIA/PMTCT Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan



kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV dan AIDS(PERMENKES RI, 2013).



Sebagian besar (90%) infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu,hanya sekitar 10% yang terjadi karena proses transfusi. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan mengganggu kesehatan anak. Padahal dengan intervensi yang mudah dan mampu laksana proses penularan sudah dapat ditekan sampai sekitar 50%nya. Selain itu tindakan intervensi dapat berupa pencegahan primer/primary prevention (sebelum terjadinyainfeksi), dilaksanakan kepada seluruh pasangan usia subur, dengan kegiatan konseling, perawatan dan pengobatan ditingkat keluarga. Sebagai langkah antisipasi maka dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2003-2007 ditegaskan bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan program prioritas (Kurniawan, 2013).



b. Tujuan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi bertujuan untuk:  Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Sebagian besar infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan mengganggu kesehatan anak. Diperlukan upaya intervensi dini yang baik, mudah dan mampu laksana guna menekan proses penularan tersebut.  Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Bayi. Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya kemampuan produksi dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh ODHA dan masyarakat Indonesia di masa mendatang karena morbiditas dan mortalitas terhadap Ibu dan Bayi. Epidemi HIV terutama terhadap Ibu dan Bayi tesebut perlu diperhatikan, dipikirkan dan diantisipasi sejak dini untuk menghindari terjadinya dampak akhir tersebut (Kurniawan, 2013).



c.



Pelaksanaan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:



 Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (1549 tahun).  Prong 2: Pencegahan Kehamilan yang Tidak direncanakan pada Perempuan dengan HIV.  Prong 3: Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan HIV ke Bayi yang dikandungnya.  Prong 4: Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya. Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:  Layanan ANC Terpadu termasuk Penawaran dan Tes HIV  Diagnosis HIV 5.



Pemberian Terapi Antiretroviral (ARV) Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV dan AIDS, namun dengan terapi antiretroviral, jumlah virus di dalam tubuh dapat ditekan sangat rendah, sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya orang sehat.



Terapi ARV bertujuan untuk:  Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.  Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV.  Memperbaiki kualitas hidup ODHA.  Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh.  Menekan replikasi virus secara maksimal.



Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah dengan memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan pada pasien baru.Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat.Obat ARV harus diminum terus menerus secara teratur untuk menghindari timbulnya resistensi.Diperlukan peran serta aktif pasien dan pendamping/keluarga dalam terapi ARV. Di samping ARV,



timbulnya infeksi oportunistik harus mendapat perhatian dan tata laksana yang sesuai.



Pemberian terapi antiretroviral (ART) untuk ibu hamil dengan HIV mengikuti Pedoman Tata laksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa, Kementerian Kesehatan (2011).Penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi obat antiretroviral (ARV) pada ODHA dewasa didasarkan pada kondisi klinis pasien (stadium klinis WHO) atau hasil pemeriksaan CD4.Namun pada ibu hamil, pasien TB dan penderita Hepatitis B kronik aktif yang terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai pada stadium klinis apapun atau tanpa menunggu hasil pemeriksaan CD4.Pemeriksaan CD4 tetap diperlukan untuk pemantauan pengobatan.



Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV selain dapat mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak, adalah untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu dengan cara menurunkan kadar HIV serendah mungkin.



Pilihan terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIV adalah terapi menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI).Seminimal mungkin hindari triple nuke (3 NRTI).



Data yang tersedia menunjukkan bahwa pemberian ARV kepada ibu selama hamil dan dilanjutkan selama menyusui adalah intervensi PPIA yang paling efektif untuk kesehatan ibu dan juga mampu mengurangi risiko penularan HIV dan kematian bayi.



Pemberian ARV untuk ibu hamil dengan HIV mengikuti Pedoman Tata laksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa, Kementerian Kesehatan (2011).Pemberian ARV disesuaikan dengan kondisi klinis ibu dan mengikuti ketentuan sebagai berikut:  Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ARV.



 Untuk perempuan yang status HIV-nya diketahui sebelum kehamilan, dan pasien sudah mendapatkan ART, maka saat hamil ART tetap diteruskan dengan regimen yang sama seperti saat sebelum hamil.  Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sebelum umur kehamilannya 14 minggu, jika ada indikasi dapat diberikan ART. Namun jika tidak ada indikasi, pemberian ART ditunggu hingga umur kehamilannya 14 minggu. Regimen ART yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu.  Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada umur kehamilan ≥ 14 minggu, segera diberikan ART berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya. Regimen ART yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu.  Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sesaat menjelang persalinan, segera diberikan ART sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan kombinasi regimen ART sama dengan ibu hamil yang lain (PERMENKES RI, 2013).



6.



Persalinan Aman Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan konseling lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Pilihan persalinan meliputi persalinan per vaginam dan per abdominam (bedah sesar atau seksio sesarea).



Dalam konseling perlu disampaikan mengenai manfaat terapi ARV sebagai cara terbaik mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Dengan terapi ARV yang sekurangnya dimulai pada minggu ke-14 kehamilan, persalinan per vaginam merupakan persalinan yang aman. Apabila tersedia fasilitas pemeriksaan viral load, dengan viral load 1.000 kopi/µL.



Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa bedah sesar akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi hingga sebesar 2%– 4%, namun perlu dipertimbangkan:



 Faktor keamanan ibu pasca bedah sesar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa komplikasi minor dari operasi bedah sesar seperti endometritis, infeksi luka dan infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada ODHA dibandingkan nonODHA. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara ODHA dan bukan ODHA terhadap risiko terjadinya komplikasi mayor seperti pneumonia, efusi pleura ataupun sepsis.  Fasilitas pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan, apakah memungkinkan untuk dilakukan bedah sesar atau tidak.  Biaya bedah sesar yang relatif mahal.  Dengan demikian, untuk memberikan layanan persalinan yang optimal kepada ibu hamil dengan HIV direkomendasikan kondisi-kondisi berikut ini:



Pelaksanaan persalinan, baik secara bedah sesar maupun normal, harus memperhatikan kondisi fisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Infeksi HIV bukan merupakan indikasi untuk bedah sesar.



Ibu hamil harus mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan per vaginam atau pun per abdominam (bedah sesar). Tindakan menolong persalinan ibu hamil, baik secara persalinan per vaginam maupun bedah sesar harus selalu menerapkan kewaspadaan standar, yang berlaku untuk semua jenis persalinan dan tindakan medis(PERMENKES RI, 2013).



7.



Nutrisi Ibu dengan HIV/AIDS a. Makanan Berkarbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa penting bagi tubuh karena merupakan sumber penghasil energi utama bagi tubuh. Kandungan karbohidrat banyak dijumpai pada makanan yang bertepung seperti Nasi, Gandum, Roti, Pasta dan lain sebagainya. Orang dengan penderita HIV / AIDS sangat disarankan untuk mengkonsumsi karbohidrat yang cukup untuk menopang asupan makanan dan nutrisinya. b. Buah dan Sayuran Buah dan sayuran banyak menyediakan vitamin dan mineral, dan sangat sehat bagi tubuh. Salah satu buah yang disarankan dikonsumsi untuk penderita HIV /



AIDS adalah Buah Nanas. Buah Nanas terbukti dapat meningkatkan daya tahan tubuh seseorang. Selain itu, Buah Nanas juga memiliki enzim Bromelain yang dapat memecah protein dalam virus HIV. Kemudian salah satu sayuran yang disarankan untuk penderita HIV / AIDS adalah Brokoli. Brokoli memiliki segudang manfaat bagi tubuh. Brokoli menjadi sayuran yang paling sehat karena banyak mengandung serat, protein, zat besi serta karbohidrat. Sayuran hijau ini juga mengandung Vitamin C yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia. c. Lemak Lemak juga merupakan senyawa sumber energi bagi tubuh. Lemak terbagi menjadi dua jenis yaitu lemak jenuh dan lemah tak jenuh. Lemah jenuh bisa didapatkan dari hewani seperti daging, minyak ikan, telur dan sebagainya. Namun disarankan untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh ini karena banyak mengandung kolesterol. Sedangkan Lemak tak jenuh bisa didapatkan dari tumbuhan seperti kacang-kacangan, biji-bijian, alpukat, minyak sayur dan alun sebagainya. d. Produk Susu Susu banyak mengandung vitamin, mineral dan lemak yang baik untuk tubuh. Namun dalam beberapa produk susu ada yang mengandung lemak jenuh yang tinggi sehingga disarankan untuk mengurangi konsumsinya. Produk susu yang dapat dimanafatkan seperti susu, yogurt dan keju.



8.



Nutrisi Anak dengan HIV/AIDS Kasus HIV pada anak di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya (UNAIDS, 2019). Berat badan kurang adalah faktor risiko kematian pada anak dengan HIV/AIDS yang mendapat terapi antiretroviral (ART). Status gizi ini dipengaruhi oleh asupan makro dan mikronutrien sehingga berpengaruh pada kekebalan anak dengan HIV yang beresiko terjadinya anemia (Margareth et al., 2020).



Tujuan



penanganan



gizi



pada



anak



dengan



HIV/AIDS



yaitu



mempertahankan kesehatan, meningkatkan status gizi dan meningkatkan kekebalan tubuh sehingga kualitas hidup pasien HIV/AIDS lebih baik. Anak – anak dengan penurunan berat badan drastis adalah salah satu gejala yang mengarah kepada HIV/AIDS dan jika tidak ditangani akan memperburuk kondisi anak. Hal ini



disebabkan karena status gizi yang buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan anak sehingga anak mudah terkena infeksi oportunistik (Fitriana, 2016).



Penanganan nutrisi yang tepat pada anak dengan HIV/AIDS sangat penting namun tetap dengan menerapkan aturan pengobatan antiretroviral (ART). Pengobatan antiretroviral (ART) adalah jenis obat yang didapatkan penderita HIV/AIDS untuk mengendalikan infeksi virus HIV/AIDS. Prinsip penanganannya pun sama dengan klien HIV/AIDS usia dewasa. Penanganan nutrisi pada anak bisa melalui orangtua anak (khususnya ibu) dengan memberikan konseling gizi. Selain itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanganan nutrisi pada anak dengan HIV/AIDS diantaranya :  Selalu ajarkan pada anak untuk mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah makan.  Menghindari makanan yang diawetkan atau mengandung bahan pengawet.  Mengonsumsi kebutuhan makronutrien seperti makanan tinggi karbohidrat, lemak dan tinggi protein hewani maupun nabati penting bagi anak dengan HIV/AIDS.  Makanan tinggi karbohidrat diantaranya nasi, roti, kentang, ubi, sereal dan umbi-umbian.  Makanan yang tinggi protein nabati diantaranya tahu, tempe, kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya seperti kacang merah, kacang hijau dan kacang polong.  Makanan yang tinggi protein hewani diantaranya telur, susu dan produk turunannya seperti ikan air tawar, ikan laut, berbagai macam sea food, daging ayam dan daging merah (daging sapi, daging kerbau atau daging kambing).  Makanan yang merupakan sumber lemak diantaranya telur, ikan, margarin, mentega atau butter, buah alpukat, minyak kelapa dan minyak jagung. Selain berbagai macam makanan makronutrien di atas, kebutuhan mikronutrien seperti vitamin dan mineral juga memiliki peran yang tak kalah penting. Makanan yang tinggi vitamin dan mineral diantaranya berbagai macam sayuran, buah-buahan, susu, telur dan beberapa jenis ikan laut.



 Kebutuhan air juga perlu diperhatikan dan dianjurkan untuk mengonsumsi paling sedikit 8 gelas cairan sehari untuk memperlancar metabolisme terutama pada penderita yang demam. Dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi minuman atau makanan yang mengandung kafein, pengawet dan alkohol serta zat lainnya yang dapat meningkatkan pengeluaran air kencing.  Selalu mengecek tanggal kadaluwarsa pada makanan kemasan misalnya makanan kaleng.  Mencuci sayur dan buah menggunakan air mengalir sebelum di konsumsi. Buah yang dianjurkan misalnya alpukat dan pisang sedangkan untuk sayurannya bisa wortel, sayuran hijau dan kacang-kacangan.  Suplemen zat gizi mikro terutama yang mengandung vitamin B12, B6, A, E, dan mineral seperti tablet zat besi (Fe) sangat diperlukan karena anak-anak yang memulai terapi antiretroviral (ART). Pemberian suplemen Fe (zat besi) dianjurkan pada anak HIV/AIDS yang mengalami anemia. Pada anak dengan HIV/AIDS yang mengalami infeksi, pemberian suplemen Fe dilakukan 2 minggu setelah pengobatan infeksi. Mereka juga dianjurkan mengonsumsi 1 tablet multivitamin dan mineral setiap hari dengan tetap berkonsultasi dengan dokter karena ditakutkan dapat menurunan kekebalan tubuh (UNAIDS, 2014).  Menghindari konsumsi daging, ikan, telur, ayam dan daging unggas lainnya dalam keadaan mentah atau setengah matang.  Selalu melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memantau status gizi anak dan melakukan konsultasi gizi. Pemeriksaan rutin dan konsultasi gizi perlu dilakukan karena pemberian makanan yang berlebihan dan tidak memperhatikan kandungan gizi bisa menurunkan daya tahan tubuh anak (UNAIDS, 2014).



DAFTAR PUSTAKA Kastubi, Iman. 2020. HIV AIDS dan Perilaku Hidup Sehat Ibu Rumah Tangga Muslim di Kabupaten Cianjur Tahun 2014. Tesis. Tidak diterbitkan. UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta. Fitriana, R. (2016). Anak Perempuan Usia 3 Tahun dengan Malnutrisi dan Infeksi HIV Rizni Fitriana A 3 Years Old Girl with Malnutrition and HIV Infection. 4(3), 133–137. Jusuf, H., Ningsih, S., Otok, B. W., & Suharsono, A. (2016). PEMODELAN INFEKSI OPURTUNISTIK PADA KASUS HIV / AIDS DENGAN MODERATING KEPATUHAN TERAPI ARV. Jurnal Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo, 4(2). Margareth, W., Manungkalit, E. M., Kurniati, N., & Arupah, U. (2020). Nutrition counseling about general messages of balanced nutrition improve energy intake and haemoglobin level among HIV children. Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics, 8(1), 30–38. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21927/ijnd.2020.8(1).30-38 Ningsih, Inka Kartika & Hastuti, Sari. 2018. KAJIAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK PADA ANTENATAL CARE OLEH BIDAN PRAKTIK MANDIRI DI YOGYAKARTA. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 6 Nomor 1 Januari – Juni 2018. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta Indonesia. Pemerintah Indonesia. 2019. Undang-undang No. HK.01.07/MENKES/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIV. Selain, Maria Karolina. 2015. Pengaruh Manajemen Kasus HIV / AIDS Terhadap Kualitas Hidup Pasien HIV / AIDS Di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Papua Barat. Tesis. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang. UNAIDS. (2014). Guidance and Note : Food and nutrition for PLWHA. World Food Programme. UNAIDS. (2019). UNAIDS Data 2019 Reference. UNAIDS Joint United Nations Programme on HIV/AIDS. unaids.org http://papua.bkkbn.go.id/?p=624 http://ners.unair.ac.id/site/lihat/read/550/manajemen-nutrisi-pada-anak-dengan-hiv-aids