Sar Lidar Ifsar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mengenal Citra RADAR



Penggunaan citra radar untuk memetakan lahan dan penutup lahan telah menarik perhatian besar akhir-akhir ini karena citra radar merupakan sistem segala cuaca yang melengkapi fotografi udara. Citra radar secara visual juga tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, dan asosiasi dapat diterapkan pada interpretasi citra radar. (CP Lo,1986).



Penutup lahan (landcover) merupakan salah satu obyek yang tampak langsung pada citra radar. Oleh karena itu, interpretasi penutup lahan merupakan interpretasi yang sangat penting dan merupakan interpretasi awal pada interpretasi untuk tujuan tertentu (landuse).



Interpretasi yang dilakukan pada citra radar memiliki tingkat ketelitian yang bersifat umum (luas). Hal ini disebabkan tingkat klasifikasi penutup lahan yang dapat diinterpretasi tidak dapat dilakukan secara lebih mendetail (rinci). Tiap interpretasi pada penutup lahan / penggunaan lahan di suatu daerah berkaitan dengan data penginderaan jauh yang digunakan dalam proses interpretasi. Format interpretasi citra yang representatif terhadap beberapa tingkat klasifikasi penggunaan lahan / penutup lahan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Apabila diperlukan hasil interpretasi dengan tingkat ketelitian yang lebih rinci maka yang digunakan adalah foto udara dengan skala besar, sedangkan untuk interpretasi daerah yang relatif luas dengan mengacu pada tingkat klasifikasi yang lebih sederhana maka data penginderaan jauh yang digunakan ialah citra satelit. Untuk penginterpretasian lebih detail maka diperlukan data pendukung (tambahan) berupa sistem klasifikasi USGS.



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



1



Sistem klasifikasi USGS ini disusun berdasarkan kriteria, antara lain : (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, dan lain-lain. Dari beberapa kriteria diatas, maka sistem diatas dapat digunakan sebagai batasan dalam proses awal menginterpretasikan suatu obyek dalam data penginderaan jauh.



Citra SLAR memiliki dua sistem yaitu sistem synthetic aperture radar (SAR) dan sistem real aperture radar (RAR). Dari masing-masing sistem radar yang membedakannya ialah terletak pada antena yang akan menghasilkan beda resolusi spasial (Avery dan Berlin, 1985). Pada sistem SAR, antena yang digunakan adalah antena pendek yang dapat berfungsi seperti antena panjang. Hal ini dimungkinkan adanya efek Doppler yang mengakibatkan adanya gerak semu bagi obyek pada tiap pancaran pulsa radar sehingga lebar sorot antena menjadi lebih besar dan obyek yang berukuran sama pada sistem RAR tidak tergambar maka pada sistem SAR obyek tersebut dapat tergambar.



Salah satu keunggulan citra radar adalah adanya relief permukaan bumi yang diperjelas, artinya relief tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya. Beberapa bentuk struktural misalnya adanya kelurusan dan patahan dapat dengan mudah dikenali, demikian pula untuk pola pengaliran (drainage pattern). Berdasarkan beberapa pola yang dapat dikenali tersebut, citra radar dapat digunakan untuk interpretasi bentuklahan. Interpretasi bentuklahan dari citra didasarkan atas keseragaman (homogenitas) tiga kriteria, yaitu :



1) Bentuk atau relief yang terlihat berdasarkan kekerasan permukaan atau bayangan. 2) Density atau rona obyek, yaitu tingkat kegelapan obyek yang tampak pada citra. 3) Lokasi, terutama letak bentuklahan yang bersangkutan dalam hubungannya dengan bentuklahan secara keseluruhan.



Karena resolusi citra radar lebih kasar daripada foto udara dengan ketinggian terbang rendah dan sedang, maka interpretasi citra radar jarang dilaksanakan dengan skala 1 : 125.000 atau lebih kecil dari itu. Jadi radar harus dipandang sebagai alat untuk pemetaan tinjau daripada untuk pemetaan rinci. Karena corak pandang sampingnya maka citra radar agak mirip foto udara yang diambil dalam kondisi sudut matahari rendah. Meskipun Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



2



demikian dalam interpretasi citra radar kita harus ingat tentang efek panjang gelombang lawan “kekerasan” obyek, efek kandungan air dan kandungan logam, dan efek “pemantulan sudut”.



Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam interpretasi citra radar. Meskipun SLAR tampak seperti foto udara yang dibuat pada pagi hari, cara perekamannya serta aspek geometriknya sangat berlainan. Foto udara direkam dengan sumbu kamera direkam tegak lurus terhadap permukaan bumi, sedang citra SLAR direkam dengan arah perekaman ke samping wahana. Pantulan obyek pada spektrum tampak dan perluasannya lebih bergantung pada jenis obyeknya, pantulan pulsa radar lebih bergantung pada relief (makro) dan kekasaran (mikro) nya.



Salah satu keunggulan citra SLAR dalah relief permukaan bumi gambarnya diperjelas, artinya relief tergambar lebih jelas dari relief sebenarnya maupun dari gambaran pada jenis citra lainnya. Keunggulan lainnya yaitu ujud kelurusan (lineament) yang diperjelas pula gambarnya. Kelurusan pada citra SLAR itu mungkin berupa sebuah lipatan yang menilik ujudnya berupa bukit monoklinal. (Sumber : http://earthy-moony.blogspot.com/2010/02/vbehaviorurldefaultvml-o.html)



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



3



HOW DOES IIP DETECT NORTH ATLANTIC ICEBERGS  ICEBERG DETECTION International Ice Patrol (IIP) monitors iceberg danger in the vicinity of the Grand Banks of Newfoundland and broadcasts the southeastern, southern, and southwestern limits of all known ice (LAKI). Because of frequent fog and poor visibility over the Grand Banks, IIP relies heavily on radar onboard the USCG HC-130H aircraft for iceberg reconnaissance. Since 1983, IIP's primary detection radar has been the AN/APS-135 Side-Looking Airborne Radar (SLAR). In 1993, IIP added the AN/APS-137 Forward-Looking Airborne Radar (FLAR) as an additional sensor. Our operational experience and two tests (1991 and 1993) established that the strength of the FLAR is its ability to distinguish between icebergs and ships. The field tests, however, showed that in some cases FLAR failed to detect small and medium icebergs (50m and 100m) at ranges from which SLAR had routinely detected targets. Therefore, to avoid the smaller geographic coverage of a FLAR-only-equipped aircraft, Ice Patrol uses the two radars together to form a much-improved sensor suite for iceberg reconnaissance.



 SLAR RECONNAISSANCE



In 1983, Ice Patrol began to use the AN/APS-135 Side-Looking Airborne Radar an Xband (9250 MHz), real aperture surveillance radar manufactured by Motorola for iceberg reconnaissance. The Coast Guard had acquired SLAR primarily to locate and track oil spills, Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



4



but its usefulness to the Ice Patrol mission was clear. The SLAR imagery was originally produced on 9 in. dry process photographic film. The image was not available to the operator in real time because it required approximately five minutes to process the film. Gridded film was the only geo-reference. In 2001, the Coast Guard implemented a digital user-interface for the SLAR called the Maritime Surveillance System 5000 (MSS 5000). The MSS 5000 dramatically improved the usefulness of SLAR for iceberg reconnaissance by providing realtime return, data recording/storage, and Global-Positioning-System (GPS) input for georeference. As a drawback, however, much of the resolution and clarity of the film image was lost through data compression for the MSS 5000s digital display. Field studies (Robe et al., 1985; Alfultis et al., 1988; and Rossiter, et al., 1985) have shown SLAR to be an effective iceberg (>l5 m long) detector at typical Ice Patrol search altitudes (6000-8000 ft). The ability to detect smaller pieces of ice, such as growlers (< l5 m), seems to strongly depend on sea state. Larger seas, for example, decrease the likelihood that SLAR will detect a growler. In the absence of visual confirmation, there are several ways to infer whether a SLAR radar target is an iceberg or a vessel. The best clue is gross target movement. If the target is moving at a significant speed (>l0 knots), it is clearly a ship. Sometimes radar can detect a ship's wake, thus indicating that the target is a ship. Radar shadows (an area of no radar return on the far range side of the target) indicate that a target is relatively tall and therefore more likely to be an iceberg. Finally, the intensity of the radar return adds to the evidence that a target is a ship. "Hard" targets (solid, smooth-edged, and uniformly intense) are likely ships. Other than gross target movement, none of the clues provide sure identification, which depends on the operator's experience. Target identification with SLAR is somewhat of an art, so ice observers are left with many ambiguous targets. Fishing vessels, either stationary or slow moving, are hard to identify because their small size and little motion make them difficult to differentiate from icebergs.



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



5



The above SLAR image shows an iceberg.



The above SLAR image shows vessel and its wake. Because of prevalent low visibility over the Grand Banks, the Coast Guard usually flies in controlled airspace, which in international oceanic airspace starts at 5,500 ft. Therefore, Ice Patrol flies at 6,000 to 8,000 ft because that altitude optimizes visual and radar detection. The SLAR is a poor resource for identifying a target based on its size and determining the size of an identified target. Consequently, Ice Patrol has designed its reconnaissance strategy to take maximum advantage of SLAR's all-weather capability, while also recognizing its detection and target-discrimination uncertainties. Ice Patrol searches for icebergs using a USCG HC-130H long-range surveillance aircraft that operates out of St. John's, Newfoundland, Canada for seven days every other week. It takes approximately four flight days to investigate a 120 nm swath along the entire LAKI. Daily patrols are conducted using a parallel search pattern with 30 nm track spacing and the SLAR range set at 27 nm. Thus, SLAR gets two looks at most of the search area. This 200% coverage ensures that no growlers or small icebergs are missed and enables Ice Patrol to get target movement



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



6



information (course and speed for ships), which can be determined by the target's displacement between successive search legs. The addition of SLAR tremendously improved Ice Patrol's reconnaissance efficiency by facilitating greater coverage per patrol. Unfortunately, SLAR target identification remains problematic because some track legs allow the radar to sweep an area less than one third of the total search area only once. In such instances, a SLAR operator cannot deduce the drift information that would aid identification. When the Coast Guard began evaluating the AN/APS-137 Forward-Looking Airborne Radar as a search and rescue target detector, Ice Patrol recognized its potential to detect and identify icebergs. The FLAR, which was developed by Texas Instruments to detect small targets in high sea states, is an X-band air-to-surface radar capable of Inverse Synthetic Aperture Radar (ISAR) mode and seemed ideally suited for the Ice Patrol environment. It is a high-power radar that integrates long-range detection and target-imaging capabilities into one system. The AN/APS-137 has four operating modes, three of which are for surface search (search, navigate, and periscope) and one for imaging. In the surface search modes, the radar uses a real aperture, while the imaging mode uses a synthetic aperture. The following is a brief summary of the individual modes: 1. Search mode: designed for wide-area searches. 2. Periscope mode: designed for short-range, low-altitude (less than 3000 ft) searches for small targets. The high antenna-scan rate, the radar pulse frequency and duration, and sophisticated data processing permit reduction in sea clutter and an amplification of small target return. 3. Navigate mode: wide-area search, but low antenna scan rate, which is suitable for navigation and can be used for target detection. 4. Imaging mode: The ISAR is a synthetic aperture radar mode that takes advantage of target motion relative to the antenna. In the imaging mode, the radar's antenna stops rotating and directs its radar beam at the target. While imaging, the radar processes only range data and generates a range versus a Doppler display, which shows target details, including outline and prominent features, such as king posts, exhaust stacks, etc. Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



7



 FLAR RECONNAISSANCE The FLAR automatically tracks targets and calculates target course and speed. This automatic process is far superior to the manual method of determining the location and movement of targets using repeat SLAR detections. However, this process is affected by position errors from the aircraft's inertial navigation system (INS). The errors associated with the INS are typically small and can be minimized through periodic INS updates with GPS position information during ice reconnaissance patrols. In 1991 and 1993, Ice Patrol conducted two tests of FLAR's ability to detect icebergs (Ezman et al., 1993; Trivers and Murphy, 1994). Both tests focused solely on the FLAR navigate mode. These tests indicated that FLAR failed to detect small and medium icebergs at the same ranges from which SLAR had been highly effective. Presumably, this is due to the head-on nature of the FLAR. O'Brien et al. (1993) demonstrated that the best life-raft detection performance for FLAR was between 350 and 010R (relative to the antenna in the aircraft?s nose) and that the performance dropped off significantly at relative bearings of greater than 45 degrees. All the data reported in O'Brien et al. (1993) were collected with the radar in the periscope mode and at altitudes much lower than Ice Patrol altitudes (i.e., 500 and 1500 ft). Trivers and Murphy (1994) indicated a slight increase in FLAR iceberg-detection range with altitude and hinted at a decrease in iceberg detection-range with sea state. In a test with HU-25 radars (AN/APS-127 FLAR and AN/APS-131 SLAR), Lewandowski et al. (1989) computed much smaller FLAR-only liferaft sweep widths than SLAR-only liferaft sweep widths. This result and those of the tests in 1991 and 1993 seem to indicate that FLAR is far less efficient at poor radar reflective target detection than SLAR. Presumably, this is due in part to the spreading of FLAR power over a much larger beam width. The AN/APS135 SLAR has twice as much peak power to azimuthal beam width as the AN/APS137 FLAR. The multiple "looks" of the FLAR does little good if the radar cannot generate enough power to get a return signal. However, Ezman et al (1993), Trivers and Murphy (1994), and operational experience demonstrate that FLAR is very discriminating, especially between icebergs and ships. No attempt was made to test the ability of FLAR to discriminate between various iceberg sizes.



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



8



 COMBINED FLAR/SLAR OPERATIONS Rather than 30 nm track spacing, Ice Patrol could rely solely on FLAR-equipped aircraft by using 15 nm track spacing. However, the shorter track spacing would result in a dramatic reduction in search area (approximately 50%), and Ice Patrol would lose SLAR's detection capability. Consequently, IIP uses a combined SLAR-FLAR-visual reconnaissance strategy. The figure below depicts a typical Ice Patrol search pattern. Essentially, Ice Patrol relies on SLAR (and the FLAR search mode to a lesser extent) for wide-area searching and employs the ISAR mode of FLAR to positively identify as many targets as possible. Of course, Ice Patrol prefers visual confirmation, but FLAR's image mode alone enables Ice Patrol to identify most targets. But in the event of no visual confirmation and ambiguous radar information, a patrol may choose to divert from searching and descend to facilitate visual identification.



Currently, the two radars operate independently. The FLAR and SLAR radar repeaters are located next to each other in the cargo compartment of the HC-130H, allowing for easy correlation of the radar information. This combination has been very successful and is arguably one of the best and most effective iceberg reconnaissance systems in the world.



 CONCLUSION The AN/APS-137 FLAR has proven to be a valuable addition to the combined AN/APS-135 SLAR/ visual sensor suite. This radar does not replace SLAR for iceberg detection, but its identification capability has significantly improved Ice Patrol's ability to identify targets and has made Ice Patrol's iceberg danger warnings more accurate. The two radars are not fully integrated because no combined radar-data logging system is installed on the aircraft. Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



9



Because SLAR and FLAR are becoming increasingly expensive to maintain as they age, Ice Patrol does not plan to integrate the two systems. While the digital integration of FLAR and SLAR could improve Ice Patrol's reconnaissance, it would not be a prudent use of funds since there are newer, more effective systems on the market. As Ice Patrol moves forward, it continues to research means other than Coast Guard airborne radar for ice reconnaissance. Satellite-based resources, land-based radar systems, commercial reconnaissance assets, or a combination of these are all technologies that Ice Patrol might use for iceberg detection in the future. (Sumber:http://www.navcen.uscg.gov/?pageName=iipHowDoesIIPDetectNorthAtlanticIcebergs)



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



10



Side Looking Airborne Radar (SLAR)



Figure 1: Side-looking viewing geometry of imaging radar system. The platform (aircraft or satellite) of an side-looking airborne radar (SLAR) travels forward in the flight direction with the nadir directly beneath the platform. The microwave beam is transmitted obliquely at right angles to the direction of flight illuminating a swath. Range refers to the across-track dimension perpendicular to the flight direction, while azimuth refers to the along-track dimension parallel to the flight direction. Swath width refers to the strip of the Earth’s surface from which data are collected by a side-looking airborne radar. It is the width of the imaged scene in the range dimension. The longitudinal extent of the swath is defined by the motion of the aircraft with respect to the surface, whereas the swath width is measured perpendicularly to the longitudinal extent of the swath. The SLAR is a real aperture radar primarily. This requires a reasonable large antenna for adequately angular resolution. The azimuth resolution, Ra, is defined as H·λ



H



is (height



Ra =



the



height



of



of



the



the



antenna, airplane)



L is the geometric length of the antenna, (1) L · cos θ



λ is the wavelength of the transmitted pulses, and θ is the incidence angle



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



11



Figure 2: Resolution cell variation.



The equation shows, that with increasing altitude decreases the azimuthal resolution of SLAR. A very long antenna (i.e., large L) would be required to achieve a good resolution from a satellite. Synthetic Aperture Radar (SAR) is used to acquire higher resolution. The size of the ground resolution cell increases on the side of the nadir as the distance between radar platform and the ground resolution cell increases. This means that the ground resolution cells are larger towards the edge of the image than near the middle. This causes a scale distortion, which must be accounted for. At all ranges the radar antenna measures the radial line of sight distance between the radar and each target on the surface. This is the slant range distance. The ground range distance is the true horizontal distance along the ground corresponding to each point measured in slant range. The cross-track resolution, Rr, is defined as: c0 · tp Rr =



c0



is



the



speed



of



light



tp is the pulse duration of the transmitter, and (2) 2 sin θ



θ = incidence angle



(Sumber : http://www.radartutorial.eu/20.airborne/ab06.en.html)



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



12



Teknologi Pemetaan IFSAR Permintaan terhadap data pemetaan digital IFSAR berkualitas tinggi dan murah semakin meningkat. Kemajuan spektakuler dalam pengembangan sensor dan teknologi georeferense, kema juan pesat kemampuan komputasi digital, memungkinkan secara bersamaan fungsi dan fleksibilitas dalam pemetaan geospasial. Teknologi IFSAR dapat menyediakan data pemetaan digital 3D yang berkualitas tinggi dan murah, memungkinkan berbagai solusi geospasial yang inovatif.



Teknologi pemetaan dengan Airborne Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR) intinya adalah pengolahan data mentah radar yang diambil dari sistem IFSAR sehingga menghasilkan Peta 3D. Informasi tematik satu lembar peta dapat diturunkan dari Citra Synthetic Aperture Radar (SAR). Informasi tinggi dalam mode single-pass interferometry diperoleh dari beda fasa antara dua citra SAR yang koheren dari pengambilan data secara bersamaan dua antena yang terpisah disebut baseline arah tegak lurus jalur. Produk yang dihasilkan berupa: •



Model Permukaan Digital







Model Terain Digital







Citra Radar Ortorektifikasi







Citra Radar Berwarna Ortorektifikasi



Keunggulan: •



Fleksibel terhadap berbagai sistem







Dapat dikatakan tanpa hambatan cuaca







Mampu menembus awan







Waktu penyelesaian pekerjaan yang cepat







Pengurangan biaya pengambilan data secara signifikan



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



13



Berikut ini adalah data perbandingan teknologi IFSAR dengan teknologi LIDAR



Spesifikasi IFSAR hanya berlaku untuk data Type II



Catatan: Semua perbandingan di tabel berdasarkan rata-rata industri dan akan berubah sesuai kondisi atmosfer, jalur terbang dan lingkup proyek.



* Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration Coastal Services Center, beberapa proyek LIDAR bernilai $772/km2.



Proses pengambilan data IFSAR memang dikembangkan tidak untuk memenuhi semua kebutuhan pemetaan. Meskipun semua tergantung kepada lingkup dan kebutuhan masing-masing proyek, telah terbukti IFSAR sebagai alternatif dari LIDAR. Sebagai tambahan, kemampuan IFSAR sebagai pelengkap LIDAR dengan menghasilkan data elevasi dan geometri presisi serta murah, dari sisi organisasi merupakan penghematan waktu dan biaya. Intermap secara proaktif memenuhi permintaan global yang terus meningkat atas data elevasi, citra digital dan model geometri berkualitas tinggi dan murah. Tim ahli teknologi Airborne IFSAR Intermap yang berpengalaman terus mengembangkan industri geospasial sehingga mencapai tingkat akurasi dan harga yang tak tertandingi. Produk NEXTMap® dari kumpulan arsip data ditambah data proyek pemetaan memungkinkan berbagai solusi geospasial dalam aplikasi bisnis, pemerintah, militer dan bermacam aplikasi konsumen di seluruh dunia. (Sumber: http://www.csc.noaa.gov/crs/rs_apps/sensors/lidar.htm#cost)



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



14



LIDAR (Light Detection And Ranging) : Sebuah Teknologi Geospasial



LIDAR (Light Detection and Ranging) adalah sebuah teknologi sensor jarak jauh menggunakan properti cahaya yang tersebar untuk menemukan jarak dan informasi suatu obyek dari target yang dituju. Metode untuk menentukan jarak suatu obyek adalah dengan menggunakan pulsa laser. Seperti teknologi radar, yang menggunakan gelombang radio, jarak menuju obyek ditentukan dengan mengukur selang waktu antara transmisi pulsa dan deteksi sinyal yang dipancarkan. Teknologi LIDAR memiliki kegunaan dalam bidang geomatika, arkeologi, geografi, geologi, geomorfologi, seismologi, fisik atmosfer, dan lain-lain. Sebutan lain untuk LIDAR adalah ALSM (Airborne Laser Swath Mapping) dan altimetri laser. Akronim LADAR (Laser Detection and Ranging) sering digunakan dalam konteks militer. Sebutan radar laser juga digunakan tapi tidak berhubungan karena menggunakan cahaya laser dan bukan gelombang radio yang merupakan dasar dari radar konvensional. LIDAR menggunakan cahaya inframerah, ultraviolet, tampak, atau dekat dengan objek gambar dan dapat digunakan untuk berbagai sasaran, termasuk benda-benda non-logam, batu, hujan, senyawa kimia, aerosol, awan dan bahkan molekul tunggal. Sebuah sinar laser dapat digunakan untuk memperoleh fitur peta fisik dengan resolusi sangat tinggi. LIDAR telah digunakan secara luas untuk penelitian atmosfer dan meteorologi. Instrumen LIDAR dipasang ke pesawat dan satelit yang digunakan untuk survei dan pemetaan . Contoh terkini adalah Eksperimen NASA Advanced Research Lidar. Di samping itu LIDAR telah diidentifikasi oleh NASA sebagai teknologi kunci untuk memungkinkan pendaratan presisi paling aman untuk masa depan robot dan kendaraan pendaratan berawak ke bulan. Selain itu, Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



15



ada berbagai macam aplikasi dari LIDAR, seperti yang sering disebutkan dalam Program Dataset Nasional LIDAR, USA .



Pertanian dan Perkebunan LIDAR dapat digunakan untuk membantu petani menentukan area mana dari bidang lahan mereka untuk menerapkan persebaran pupuk. LIDAR dapat membuat peta topologi dari ladang dan mengungkapkan kelerengan dan paparan sinar matahari dari tanah pertanian. Para peneliti di Agricultural Research Service menyebut kan, dengan LIDAR mampu memperoleh dataset informasi topologi dengan kondisi tanah pertanian dari tahun-tahun sebelumnya. Dari informasi ini, peneliti bisa menentukan kategori tanah pertanian menjadi kelas tinggi, menengah, atau rendah – untuk menghasilkan zona persebaran kondisi lahan. Teknologi ini berharga untuk petani karena menunjukkan daerah mana untuk menerapkan penyebaran pupuk guna mencapai hasil panen tertinggi.



Arkeologi LIDAR memiliki banyak aplikasi dalam bidang arkeologi, termasuk membantu dalam perencanaan survey lapangan, pemetaan fitur bawah kanopi hutan, dan memberikan gambaran luas-detail, dan lain-lain. LIDAR juga dapat membantu arkeolog untuk membuat model elevasi digital (DEM) resolusi tinggi dari situs-situs arkeologi, yang dapat mengungkapkan mikro-topografi yang tersembunyi oleh vegetasi. LIDAR dan produk turunannya dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis dan interpretasi. Sebagai contoh di Fort Beausejour – Fort Cumberland National Historic Site, Kanada, fitur arkeologi yang belum ditemukan sebelumnya telah berhasil dipetakan yang berhubungan dengan pengepungan Benteng pada tahun 1755. Fitur yang tidak bisa dibedakan di lapangan atau melalui fotografi udara diidentifikasi dengan overlay hillshades dari DEM dibuat dengan pencahayaan dari berbagai sudut. Dengan LIDAR, kemampuan untuk menghasilkan resolusi tinggi dataset cepat dan relatif murah. Selain efisiensi, kemampuannya untuk menembus kanopi hutan telah memberikan penemuan fitur yang tidak dapat dibedakan melalui metode geospasial tradisional dan sulit dijangkau melalui survei lapangan.



Biologi dan Konservasi LIDAR banyak diaplikasikan di bidang kehutanan. Kanopi ketinggian, pengukuran biomassa, dan luas daun semua bisa dipelajari dengan menggunakan sistem LIDAR. Peta Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



16



topografi juga dapat dihasilkan dengan mudah dari LIDAR, termasuk untuk penggunaan dalam varian produksi dari peta kehutanan. Contoh lain, Liga Penyelamatan Redwood sedang melakukan sebuah proyek untuk memetakan tinggi pohon di pantai utara California. LIDAR memungkinkan penelitian para ilmuwan untuk tidak hanya mengukur tinggi pohon yang sebelumnya belum dipetakan, tetapi untuk menentukan keanekaragaman hayati hutan redwood. Stephen Sillett yang bekerja pada proyek Liga Pantai Utara LIDAR mengklaim bahwa teknologi ini akan berguna dalam mengarahkan upaya-upaya masa depan untuk melestarikan dan melindungi pohon-pohon tua redwood.



Geomorfologi dan Geofisika Peta resolusi tinggi elevasi digital yang dihasilkan oleh LIDAR telah memacu kemajuan signifikan dalam bidang geomorfologi. Kemampuan LIDAR untuk mendeteksi fitur topografi halus seperti teras sungai dan tepi saluran sungai, mengukur elevasi permukaan tanah di bawah kanopi vegetasi, menghasilkan turunan spasial elevasi, dan mendeteksi perubahan elevasi pada suatu permukaan bumi. Data LIDAR dikumpulkan oleh perusahaan swasta dan juga konsorsium akademik dalam mendukung pengumpulan, pengolahan dan pengarsipan dataset LIDAR yang tersedia untuk publik. Pusat Nasional untuk Pemetaan Airborne Laser (NCALM), didukung oleh National Science Foundation, mengumpulkan dan mendistribusikan data LIDAR untuk mendukung penelitian ilmiah dan pendidikan di berbagai bidang, khususnya geosains dan ekologi. Dalam geofisika dan tektonik, kombinasi pesawat berbasis LIDAR dan GPS telah berevolusi menjadi alat penting untuk mendeteksi kesalahan dan mengukur material pengangkatan. Output dari kedua teknologi dapat menghasilkan model elevasi sangat akurat untuk medan yang bahkan dapat mengukur elevasi tanah melalui pepohonan. Kombinasi ini telah digunakan untuk menemukan lokasi Fault Seattle di Washington, Amerika Serikat. Kombinasi ini mampu mengukur material pengangkatan di Mt. St Helens dengan menggunakan data dari gletser sebelum dan setelah pengangkatan di tahun 2004. Sistem monitor airborne LIDAR memiliki kemampuan untuk mendeteksi jumlah halus peningkatan atau penurunan material. Sebuah sistem berbasis satelit NASA ICESat yang mencakup sistem LIDAR diterapkan untuk tujuan ini. Airborne Topografi Mapper NASA digunakan secara luas untuk memantau gletser dan melakukan analisis perubahan pesisir. Kombinasi ini juga digunakan oleh para ilmuwan tanah saat membuat survei tanah. Pemodelan medan detail memungkinkan ilmuwan tanah untuk melihat perubahan bentuk lahan lereng dan menunjukkan pola-pola dalam hubungan spasial.



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



17



Transportasi LIDAR telah digunakan dalam sistem Adaptive Cruise Control (ACC) untuk mobil. Sistem seperti yang oleh Siemens dan Hella menggunakan perangkat LIDAR dipasang pada bagian depan kendaraan, seperti bumper, untuk memantau jarak antara kendaraan dan setiap kendaraan di depannya. Kendaraan di depan melambat atau terlalu dekat, ACC menerapkan rem untuk memperlambat kendaraan. Ketika jalan di depan jelas, ACC memungkinkan kendaraan untuk mempercepat ke preset kecepatan oleh pengemudi.



Militer Beberapa aplikasi LIDAR untuk militer memberikan citra resolusi yang lebih tinggi dalam mengidentifikasi target musuh, seperti tank. Nama LADAR lebih umum dipakai di dunia militer. Contoh aplikasi militer LIDAR diantaranya Tambang Laser Airborne Detection System (ALMDS) untuk counter-tambang peperangan dengan Arete Associates. Sebuah laporan NATO (RTO-TR-SET-098) menyebutkan bahwa: berdasarkan hasil sistem LIDAR, satuan tugas merekomendasikan bahwa pilihan terbaik untuk aplikasi jangka dekat (20082010) dari stand-off sistem deteksi UV LI. Long-Range Standoff Detection System Biologi (LR-BSD) dikembangkan untuk Angkatan Darat AS untuk memberikan peringatan sedini mungkin atas serangan biologis. Ini adalah sistem udara yang dibawa oleh helikopter untuk mendeteksi awan aerosol buatan yang mengandung senjata biologi dan kimia pada jarak jauh.



Monitoring dan Supporting Teknis. •



Secara teoritis LIDAR terdiri dari tiga komponen yaitu :







Global Positioning System (GPS)







Inertial Navigation System (INS)







Sensor Laser







Kekuatan sinar laser yang dihasilkan







Cakupan dari pancaran sinar gelombang laser







Jumlah sinar laser yang dihasilkan tiap detik



Pengukuran LIDAR. Prinsip kerja LIDAR secara umum adalah sensor memancarkan sinar laser pada target kemudian sinar tersebut dipantulkan kembali ke sensor. Berkas sinar yang ditangkap kemudian dianalisis oleh peralatan detector. Perubahan komposisi cahaya yang diterima dari sebuah target ditetapkan sebagai sebuah karakter objek. Waktu perjalanan sinar saat



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



18



dipancarkan dan diterima kembali diperlukan sebagai variable penentu perhitungan jarak dari benda ke sensor.



Pada wahana yang dipilih (Pesawat terbang) dipasang Laser Scanner, GPS, dan INS. Berdasarkan skala produk yang diinginkan dan luas cakupan, maka dapat ditentukan jalur terbang. Pada jalur terbang yang telah ditentukan tersebut pesawat melakukan pemotretan/ penyiaman (scanning). Nah, pada saat laser scanner melakukan penyiaman sepanjang jalur terbang, pada setiap interval waktu tertentu direkam posisinya (menggunakan GPS) dan orientasinya (menggunakan INS). Proses ini dilakukan sampai seluruh jalur terbang yang direncanakan dapat disiam. Pada tahap pemrosesan datanya dapat dibedakan dalam 3 bagian, yaitu pemrosesan data GPS, INS, dan LIDAR. Pemrosesan GPS dan INS dilakukan terpisah secara post processing sehingga didapatkan posisi dan orientasi Laser scanner sepanjang trayektori (lintasan jalur terbang).



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



19



Prinsip pemrosesan signal radar dilakuan untuk menentukan jarak antara Laser Scanner dengan obyek (misal atap gedung. Hal yang cukup menarik disini adalah akan ditemukan 4 sistem koordinat, yaitu: Sistem koordinat receiver GPS, Sistem koordinat INS, Sistem koordinat Laser Scanner, dan Sistem koordinat peta. Dalam konteks fotogrametri, ke4 sistem kordinat tersebut dapat dihubungkan dalam bentuk vektor. Vektor system koordinat peta merupakan vektor resultan penjumlahan vektor sistem koordinat receiver GPS dengan INS dan Laser Scannner.



Data awal setelah pengukuran Lidar yang didapatkan berupa : 1. Koordinat titik kontrol (BM) pengukuran dilapangan menggunakan GPS Geodetik ( Adjustment report) dan hasil GPS kinematik pesawat. 2. RAW data Lidar dalam format asli system LAS file 3. Image photo berwarna medium format metric dalam format digital 4. Peta jalur terbang.



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



20



Mempelajari Prinsip Data LiDAR Apa itu LiDAR? LiDAR adalah salah satu metode penentuan posisi 3 dimensi yang hasil akhir-nya adalah data points yang mempunyai nilai koordinat (X, Y, dan Z) pada sistem koordinat GPS (WGS 84), yang selanjutnya dapat diolah menjadi Digital Terrain Model (DTM).



LiDAR berbasiskan GPS, INS dan laser scanner dengan memanfaatkan wahana udara (pesawat terbang) dalam pelaksanaan surveynya. Sebutan lain untuk LiDAR adalah ALSM (Airborne Laser Swath Mapping) dan altimetri laser.



Sistem airborne LIDAR menggunakan sinar laser sebagai sensor pengukuran jarak dari wahana udara hingga ke permukaan tanah dan objek yang ada di sekitarnya. Komponen GPS, INS dan laser scanner bekerja masing-masing tetapi terpadu sehingga menghasilkan data LiDAR.



Global Positioning System (GPS) untuk penentuan posisi tiga dimensi sementara Inertial Navigation System (INS) untuk menentukan orientasi tiga dimensi wahana. (Sumber : GEOTEKNO)



Artikel SLAR, IFSAR dan LIDAR



21