Scabies [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ................................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................................... DAFTAR ISI..............................................................................................................



i ii iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ................................................................................................ 1.2 Rumusan masalah........................................................................................... 1.3 Tujuan ........................................................................................................... 1.4 - Manfaat ..........................................................................................................



4 4 5 5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian ...................................................................................................... 2.2 Klasifikasi ...................................................................................................... 2.3 Etiologi ........................................................................................................... 2.4 Patologi .......................................................................................................... 2.5 Gambaran klinis ............................................................................................. 2.6 Komplikasi ..................................................................................................... 2.7 Diagnosis........................................................................................................ 2.8 Faktor / Determinan ....................................................................................... 2.9 Epidemiologi .................................................................................................. 2.10 Penatalaksanaan ..........................................................................................



6 6 8 10 10 11 11 12 12 12



BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan ....................................................................................................



13



DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................



14



i



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Penyakit scabies merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal yang bernama Sarcoptes Scabei, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok. Laporan kasus skabies sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung buruk. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat. (Kenneth, F,1995) Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % (Sungkar,S, 1995).



1.2 Rumusan Masalah 1



Apa definisi scabies ?



2



Apa saja klasifikasi dari scabies ?



3



Apa etiologi scabies?



4



Bagaimana patofisiologi dari scabies?



5



Apa saja manifestasi klinis dari scabies?



6



Apa saja komplikasi dari scabies?



7



Bagaimana penatalaksanaan dari scabies?



8



Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan scabies?



2



1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk memperoleh gambaran Epidemiologi tentang Vector Born Disease khususnya penyakit yang ditularkan oleh tungau yaitu scabies. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mendapatkan gambaran Epidemiologi tentang penyakit scabies



1.4 Manfaat Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan sidikit informasi kepada mahasiswa tentang Vector Born Disease khususnya penyakit yang ditularkan oleh tungau yaitu scabies.



3



BAB II PEMBAHASAN



2. 1 Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi1 dan sensitisasi terhadap Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. (Handoko, 2007) Scabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes Scabiei Var. Hominis dan produknya. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000) Scabies ialah penyakit yang disebabkan zoonosis2 yang menyerang kulit. Merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes Scabiei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamily Sarcoptes. Pada manusia oleh Sarcoptes Scabiei Var. Hominis, pada babi oleh Sarcoptes Scabiei Var. Suis, pada kambing oleh Sarcoptes Scabiei Var. Caprae, pada biri-biri oleh Sarcoptes Scabiei Var. Ovis. (Sacharin, R.M, 2001) Di Indonesia penyakit skabies sering disebut kudis, penyakit gudik wesi (jawa timur, jawa tengah), budug (jawa barat), katala kubusu (sulawesi selatan). Disebut juga agogo atau disko, hal ini kemungkinan karena penderita menggaruk badanya yang gatal menyerupai orang menari (Hamzah, 1981)



2. 2 Klasifikasi dan Macam Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995) 1



:



. bersifat menular . suatu infeksi atau infestasi yang dapat diidap oleh manusia dan hewan lain yang merupakan host normal atau biasanya; sebuah penyakit manusia yang diperoleh dari sumber hewan. 2



4



a. Skabies pada Orang Bersih (Scabies Of Cultivated) Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. b. Skabies Incognito Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas. c. Skabies Nodular Pada bentuk ini lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal3 dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.



Scabies Nodular d. Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4–8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. Scabiei Var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. e. Skabies Norwegia (Krustosa)



3



. bagian lipatan paha



5



Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi4 kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi



sangat



banyak



(ribuan).



Skabies



Norwegia



terjadi



akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah. f. Skabies pada bayi dan anak Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo5, ektima6 sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).



Scabies pada bayi dan anak g. Skabies terbaring ditempat tidur (Bed Ridden) Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000)



2. 3 Etiologi Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sarcoptes Scabei Varian Hominis. Sarcoptes Scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,



4



. degenerasi atau pembentukan abnormal dari kulit. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk kepada penyakit kuku. 5 . infeksi bakteri di kulit yang ditandai dengan lepuh mikroskopis berisi nanah. Tangan dan wajah adalah lokasi favorit untuk impetigo, tetapi seringkali juga muncul pada bagian lain dari tubuh (radang kulit ari). Impetigo ditandai dengan gelembung-gelembung yang berisi nanah 6 . Radang karena infeksi streptokokus yang menyebabkan tukak tertutup keropeng yang biasanya ditungkai bawah dan paha.



6



superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei Var. Hominis. Kecuali itu terdapat Sercoptes Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000) a. Klasifikasi Sarcoptes Scabies Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo Akrarina, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies Var Hominis. Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan sapi. b. Kebiasaan Hidup Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut. (Republika on-line, 26-12-2009) c. Siklus Hidup Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati setelah membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50. Bentuk betina yang dibuhai dapat hidup selamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3 larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua padabetina terakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Juanda, 2001). Kurang lebih 10% telur yang dapat menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya (Howard, 1999).



7



Tungau Sarcoptes scabies 2. 4 Patofisiologi Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi7, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. (Handoko, R, 2001).



2. 5 Gambaran Klinis Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut : a. Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. b. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung menjadi polimorfi (pustul, ekskoriasi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar8, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan



7



. Lecet, kerusakan kulit yang lebih dalam. (tanda awal linier atau goresan (prurigo). Ekskoriasi dapat terjadi tanpa adanya dermatosis primer) 8



. yang mengarah ketapak tangan



8



perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah. d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pada pasien yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi9, impetigo, dan furunkulosis. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000) 2. 6 Komplikasi Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, dan furunkel10. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal yaitu glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama di sekitar genetalia pria. Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.



2. 7 Pemeriksaan penunjang Cara menemukan tungau : a. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesikel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop cahaya. b. Dengan cara menikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar c. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: jepit lesi dengan 2 jari kemudian buat irisan tipis dengan pisau dan periksa dengan mikroskop cahaya



9



. penyakit kulit yang ditandai dengan bintil-bintil kecil padat teratur secara berkelompok (penebalan kulit) .Furunkel adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutan disekitarnya,furunkel sering disebut bisul. 10



9



d. Dengan biopsy oksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000) 2.8



Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, perkembangan demografis serta ekologis. Penyakit skabies disebut juga penyakit masyarakat karena mudah menular dan sangat cepat perkembangannya, terutama di tempat yang padat penduduk (Rahariyani, 2007). Kelainan kulit ini tidak hanya dapat disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga oleh garukan penderita sendiri. Gatal yang terjadi di sebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau. Kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dll. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoresiasi, krusta dan infeksi sekunder. Pasien dengan skabies mempunyai gejala yang sangat khas. Ini berbeda dengan penyakit kulit yang lain. Gejala tersebut antara lain : a.



Proritus nocturna, yakni gatal pada malam hari. Ini terjadi karena



aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas. b.



Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam



sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula



dalam sebuah perkampungan yang



padat penduduknya, misalnya asrama,



pesantren dan penjara. c.



Adanya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada tempat-



tempat predileksi; berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1cm. pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki. d.



Ditemukannya tungau merupakan penentu utama diagnosis. Diagnosis



penyakit skabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal di atas.



10



2.9



Epidemiologi skabies Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk dan perkembangan demografik serta ekologik (Landow, 1984). Penyakit skabies dapat terjadi pada satu keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan dapat terjadi di seluruh kampung (Sungkar, 2006). Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (environment). Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies (Noor, 2008).



Host



Environment



Agent



Skema Hubungan interaksi Host, Agent dan Environment Sumber : Noor, 2008 a.



Unsur penyebab (agent)



Pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Faktor yang terinteraksi dalam proses kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam faktor resiko. Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebab dalam terjadinya penyakit skabies adalah seekor tungau yang bernama sarcoptes scabiei. b.



Unsur pejamu (host)



Unsur pejamu terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua kelompok sifat utama, yakni: pertama, sifat yang erat hubungannya dengan manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis tertentu, seperti: umur, jenis kelamin, keadaan imunitas 11



dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti: kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari-hari termasuk kebiasaan hidup sehat.



Keseluruhan unsur tersebut di atas



merupakan sifat karakteristik individu sebagai pejamu akan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies yang dapat berfungsi sebagai faktor resiko. c.



Unsur lingkungan (Environment)



Lingkungan



memegang peranan



yang cukup penting dalam menentukan



terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni: lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial (Noor, 2008).



2. 10 Penatalaksanaan Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Jenis obat topical : a. Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi. b. Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. c. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8 jam. Jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian. 12



d. Krokamiton 10% dalam krim atau losio mempunyaidua efek sebagai anti skabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim (eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturutturut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir. e. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia. f. Pemberian antibiotika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan. (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000)



13



BAB III PENUTUP 4. 1 Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa scabies adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabei. Penyakit scabies dapat menular dan kulit menjadi gatal. Penularan dapat terjadi melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual, serta dapat juga melalui pakaian dalam, handuk, dan tempat tidur. Ada 7 pengklasifikasian scabies, yaitu Skabies pada Orang Bersih (Scabies Of Cultivated), Skabies Incognito, Skabies Nodular, Skabies yang ditularkan melalui hewan, Skabies Norwegia (Krustosa), Skabies pada bayi dan anak, Skabies terbaring ditempat tidur (Bed Ridden). Pengobatan scabies dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan untuk menghilangkan kutu penyebab scabies dan pemberian antibiotika jika scabies terinfeksi.



14



DAFTAR PUSTAKA



Harahap. M, 2000. Ilmu penyakit kulit. Hipokrates. Jakarta. Masjoer Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK UI;2000. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995. Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal. Ramali, Ahmad dkk, 2003, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah, Jakarta: Djambatan



15