SDS Page [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SDS-PAGE Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah digunakan untuk analisa virus, asam nukleat, enzim, dan protein lain, serta molekul-molekul organik dengan berat molekul rendah seperti asam amino (Westermeier, 2004). Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) adalah teknik untuk memisahkan rantai polipeptida pada protein berdasarkan kemampuannya untuk bergerak dalam arus listrik, yang merupakanb fungsi dari panjang rantai polipeptida atau berat molekulnya. Hal ini dicapai dengan menambahkan deterjen SDS dan pemanasan untuk merusak struktur tiga dimensi pada protein dengan terpecahnya ikatan disulfide yang selanjutnya direduksi menjadi gugus sulfidhihidril. SDS akan membentuk kompleks dengan protein yang kompleks ini bermuatan negatif karena gugus-gugus anionic dari SDS (Hemes, 1998).



Gambar 1. Skema SDS PAGE



SDS SDS adalah detergen anionik yang dapat melapisi protein, sebagian besar sebanding dengan berat molekulnya dan memberikan muatan listrik negatif pada semua protein dalam sampel. Protein glikosilasi mungkin tidak bermigrasi, karena diharapkan migrasi protein lebih didasarkan pada berat molekul dan massa rantai polipeptidanya, bukan gula yang melekat. SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS bersifat sebagai deterjen yang mengakibatkan ikatan dalam protein terputus membentuk protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. SDS dapat mengganggu konformasi spesifik protein dengan cara melarutkan molekul hidropobik yang ada di dalam struktur tersier polipeptida. SDS mengubah semua molekul protein kembali ke struktur primernya (struktur linear) dengan cara meregangkan gugus utama polipeptida. Selain itu, SDS juga menyelubungi setiap molekul protein dengan muatan negatif.



Gambar 2. Konformasi Protein Yang Setelah Penambahan SDS Gel Poliakrilamid Poliakrilamid merupakan polimer dari monomer akrilamid. Saat poliakrilamid berbentuk gel, maka akan terbentuk pori-pori kecil yang membentuk labirin atau terowongan dan saluran yang memunginkan molekul bergerak (migrasi). Poliakrilamid merupakan medium yang tepat untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran karena ukuran pori-pori kecil yang memungkinkan untuk memperlambat gerakan molekul. Gel poliakrilamid terbentuk dari proses polimerasi radikal bebas akrilamid dan agen cross linking N N’ methylene bis acrylamide.



Gambar 3. Prinsip Reaksi Pembentukan Poliakrilamid Analisis menggunakan SDS-PAGE ini gel poliakrilamid yang digunakan terdiri dari 2 yaitu stacking gel dan resolving gel. Stacking gel berfungsi sebagai gel tempat meletakkan sampel, terdapat beberapa sumur, sedangkan resolving gel merupakan tempat dimana protein akan bergerak/berpindah menuju anoda. Stacking gel dan resolving gel memiliki komposisi yang sama, yang membedakan hanya konsentrasi gel poliakrilamid pembentuknya, dimana konsentrasi stacking gel lebih rendah daripada resolving gel. Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamid adalah: 1. Akrilamida, sebagai senyawa utama yang menyusun gel dan merupakan senyawa karsinogenik. 2. Bis akrilamida, berfungsi sebagai cross-linking agent yang membentuk kisi-kisi bersama polimer akrilamida. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamida dengan bis akrilamida dapat diatur sesuai dengan berat molekul protein yang dipisahkan. Semakin rendah berat molekul protein yang dipisahkan, maka semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan agar kisi-kisi yang terbentuk semakin rapat. 3. Amonium persulfat (APS), berfungsi sebagai inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida yang lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. 4. TEMED (N, N, N’, N’ tetrametilendiamin), berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein. Penggunaan poliakrilamida mempunyai keunggulan dibandingkan dengan gel lainnya, seperti : Tidak bereaksi dengan sampel, tidak membentuk matriks dengan sampel, tidak



menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna, mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi. PRINSIP DASAR Prinsip penggunaan metode gel poliakrilamida ini adalah migrasi komponen akrilamida dengan N.N’ bisakrilamida. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi komponen protein. Metode ini sering digunakan untuk menentukan berat molekul suatu protein disamping untuk memonitor pemurnian protein (Wilson dan Walker, 2000). SDS-PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan kekuatan ion rendah dan dapat menentukan apakah suatu protein termasuk monometrik atau oligomerik, menetapkan berat molekul dan jumlah rantai polipeptida sebagai subunit atau monomer.



Gambar 4. Pemisahan Molekul dengan SDS PAGE



Prinsip dasar analisa dengan SDS-PAGE adalah : 1. Larutan protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS terlebih dahulu, SDS merupakan detergen anionik yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas. muatan negatif SDS akan mendenaturasi sebagian besar struktur kompleks protein, dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila ditempatkan pada suatu medan elektrik.



2. Pada saat listrik diberikan, molekul bermigrasi melalui gel poliakrilamid, menuju kutub positif (anoda), molekul yang kecil akan bermigrasi lebih cepat daripada yang besar, sehingga akan terjadi pemisahan. 3. Pada proses elektroforesis dengan SDS dilakukan di dalam gel poliakrilamid, molekul protein akan melewati pori-pori gel, sehingga kemudahan pergerakan melalui pori tergantung pada diameter molekul. 4. Molekul yang lebuh besar akan tertahan dan akibatnya bergerak lebih lambat. Karena molekul terdenaturasi, diameternya tergantung dari berat molekulnya. Makin besar diameter molekulnya, semakin lambat gerakannya. 5. Dengan demikian, SDS-PAGE akan memisahkan molekul berdasarkan BM-nya.



Gambar 5. Alur Kerja SDS PAGE



Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai dengan perwana khusus, beberapa perwarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah: 1. Commasie Brilliant Blue, mengikat secara spesifik dengan ikatan kovalen 2. Silver slat staining, memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun membutuhkan proses yang lebih lama.



REFERENSI Westermeir. 2004. Electrophoresis in Practice : A Guide ti Theory and Practice. John Wiley & Sons inc. New-Jersey Wilson, K. And Walker, J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry Fifth Edition. Cambridge University Press. United Kingdom Hemes, B. D. 1998. Gel Electrophoresis of Proteins. Oxford University Press. New York.



PRINSIP KERJA WESTERN BLOT Prinsip kerja western blotting dapat dilihat pada Gambar 2.1



Gambar 2.1. Prinsip Kerja Western Blotting (Sumber: Davidson, 2000). Berdasarkan Gambar 2.1 tersebut, prinsip teknik western blotting yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap. Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang rapuh untuk dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang berulang kali. Untuk mengatasi hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari gel ke membran nitroselulosa (NC) atau membrane poliviniliden difluorida (PVDF). Membran digunakan sebagai tempat melekatnya protein yang diuji karena: 1. Mudah manipulasinya 2. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian



3. Hasil protein yang ditransfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi protein yang lain (sesudah diinkubasi dengan detergen untuk menghilangkan probing reagent). 4. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan 5. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi (Fatchiyah et al, 2011). Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect. Pendetksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi sekunder sehingga antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish peroxidase (HRP). Perbandingan prosedur pendeteksian protein antara direct dan indirect dapat dilihat pada Gambar 2.2. pendeteksian protein target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lelebihan antara lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).



Gambar 2.2. Perbandingan pendeteksian protein direct dan indirect (Sumber : Rockoff dan Cole, 2011).



REFERENSI Davidson.



2000.



Western



Blot



http://www.biodavidson.edu/course/genomics/method/westernblot.html. tanggal 08 November 2017 pukul 14.30



Procedure. Diakses



pada



Fatchiyah, et al. 2011. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta Rockoff,



A.



dan



Cole.



G.



W.



2011.



Hives



(Urticaria



&



Angiodema).



http://www.medicinenet.com/hives/article.html. Diakses pada tanggal 08 November 2017 pukul 15.30