Sejarah Gereja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DARI TAHUN 1913-1942 (SUATU KAJIAN HISTORIS) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah



Disusun oleh: HENRICUS KRSNA MURTI GUNA SAPUTRA 091314010



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DARI TAHUN 1913-1942 (SUATU KAJIAN HISTORIS) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah



Disusun oleh: HENRICUS KRSNA MURTI GUNA SAPUTRA 091314010



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



ii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



iii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



PERNYATAAN KEASLIAN KARYA



Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.



Yogyakarta, 10 Desember 2014



iv



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



PERSEMBAHAN



Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria,



dan orang-orang yang selalu membuat diriku kuat, bangga, dan selalu tersenyum.



 Tuhan Yesus Kristus , ucap syukur terdalam dariku kepadaMu yang telah memberkahiku kesabaran, ketabahan, dan kekuatan untuk setiap langkah hidupku.



 Kedua orang tua dan adikku yang tak henti-hentinya memberikan kasih



sayang dan cinta dalam hidupku, serta tak pernah lelah untuk selalu mendoakan dan menyemangati diriku.



 Brigitta Hasdike, yang selalu memberikanku motivasi, semangat, doa, dan kasih sayang.



v



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



MOTTO



“Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai



iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”



(Matius 17:20)



“Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan



yang paling besar di antaranya ialah kasih.”



(Korintus 13:13)



“Raih harimu, atau kamu akan mati menyesali waktumu yang terbuang” (Penulis)



vi



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS



Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Henricus Krsna Murti Guna Saputra NIM : 091224031 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DARI TAHUN 1913-1942 (SUATU KAJIAN HISTORIS) Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk



pangkalan



data,



mendistribusikan



secara



terbatas,



da n



mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 10 Desember 2014 Yang menyatakan,



Henricus Krsna Murti G. S



vii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



ABSTRAK SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DARI TAHUN 1913-1942 (SUATU KAJIAN HISTORIS) Oleh : Henricus Krsna Murti Guna Saputra Universitas Sanata Dharma 2014



Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu: 1). Latar belakang berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman, 2). Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 19131942, dan 3). Dampak dari hubungan antara GKJ Gondokusuman dengan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, pendekatan multidimensional, dan model penulisan deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). Berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dilatarbelakangi pekabaran Injil oleh pendeta Jacob Wilhem, J.G Scheurer, dan Cornelius Swaan, lewat sarana rumah sakit dan sekolah. 2). GKJ Gondokusuman dari tahun 1913 sampai 1942 dalam masa perintisan. Hambatan yang dihadapi, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan gedung gereja yang tidak mampu menampung jumlah jemaat yang terus bertambah. 3). Hubungan GKJ Gondokusuman dengan masyarakat sekitarnya berdampak pada bidang pendidikan, kesehatan dan budaya.



viii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



ABSTRACT THE STORY OF JAVANESE CHRISTIAN CHURCH OF GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA FROM 1913-1942 (A HISTORICAL STUDY) By: Henricus Krsna Murti Guna Saputra Sanata Dharma University 2014



This research was aimed to describe and analyze three main problems namely: 1) the background of the establishment of the Javanese Christian Church (GKJ) of Gondokusuman, 2) the story of the Javanese Christian Church of Gondokusuman from 1913-1942, and 3) the influence of the relationship between GKJ of Gondomanan and its surrounding community. This research used a historical method, multidimensional approach and descriptive analytical writing model. The research results showed that 1) the establishment of the Javanese Christian Church of Gondokusuman was based on the Bible teachings by priest Jacob Wilhelm, J.G Scheurer and Cornelius Swaan through hospitals and schools’ facilities, 2) GKJ Gondokusuman from 1913-1942 in the pioneering period faced obstacles fain, language used to communicate and church buildings were not be able to receive the increasing company, 3) the relationship between GKJ Gondokusuman and its surrounding community influenced the educational, health and culture fields.



ix



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga skripsi yang berjudul Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta Dari Tahun 1913-1942 (Suatu Kajian Historis) dapat terselesaikan. Skripsi ini dapat tersusun berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya dalam penulisan skripsi ini: 1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ibu Dra. Theresia Sumini, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah. 3. Bapak Drs. B. Musidi, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Kedua orangtuaku tercinta, yaitu Bapakku Agustinus Guna dan Ibuku Yuliana



Sriliyastuti,



Brigitta



Hasdike,



serta



adikku



Emannuel



Wikandaru, yang tak pernah lelah untuk memberikan semangat, dorongan, dan doa pada diriku. 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberi dukungan hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran, masukan dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi inspirasi untuk penelitian sejenis. Penulis



Henricus Krsna Murti G. S x



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... vii ABSTRAK....................................................................................................... viii ABSTRACT........................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ........................................................................................ x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi BAB I



PENDAHULUAN .............................................................................. 1



A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian........... .................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6 E. Kajian Pustaka ................................................................................................. 6 F. Landasan Teori ................................................................................................ 8 G. Metode Penelitian ......................................................................................... 11 H. Sistematika Penulisan.................................................................................... 15 BAB II



LATAR BELAKANG BERDIRINYA GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN............................................................ 17



A. Masuk dan Berkembangnya Injil di Yogyakarta ............................................ 17 1. Penyebaran Agama Kristen Oleh Kyai Sadrach............................... ........... 17 2. Masuknya Injil di Yogyakarta....... ............................................................. 18 B. Berdirinya Rumah Sakit Petronella......................................................... ......... 20 1. Kedatangan J.G. Scheurer ke Yogyakarta.. ................................................ 20 2. Pembangunan Rumah Sakit Petronella....................................................... 22 C. Papanthan Gondokusuman Menuju Kedewasaan ........................................... 24 xi



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



1. Terbentuknya Papanthan Gondokusuman. ................................................. 24 2. Diutusnya Pendeta Cornelius Zwan dan Berdirinya Gereja ....................... 25 3. Papanthan Gondokusuman didewasakan.. .................................................. 27 BAB III SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN DARI TAHUN 1913-1942............................. 29 A. Periode tahun 1913-1926............................................................................... 29 1. Masa Awal Gereja Kristen Jawa Gondokusuman ....................................... 29 2. Pendeta Pribumi Pertama ........................................................................... 30 B. Periode tahun 1926-1942 ............................................................................... 31 1. Pembangunan Gedung Gereja yang Baru ................................................... 31 2. Terbentuknya Perkumpulan-perkumpulan di dalam Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta ........................................ 34 3. Pergantian Pendeta di Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta ...................................................................... 35 C. Pengorganisasian dalam Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta ................................................................................................... 36 a. Gereja ................................................................................................... 37 b. Klasis.................................................................................................... 40 c. Sinode ................................................................................................... 42 BAB IV DAMPAK



DARI



HUBUNGAN



GKJ



GONDOKUSUMAN



DENGAN MASYARAKAT SEKITARNYA .................................. 45 A. Hubungan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman dengan Masyarakat Yogyakarta .................................................................... 45 1. Gereja dan Adat Istiadat ............................................................................ 45 a. Perkawinan ........................................................................................... 46 b. Kematian .............................................................................................. 49 2. Gereja dan Bahasa serta Kesenian Daerah ................................................. 50 a. Bahasa daerah ....................................................................................... 50 b. Kesenian Daerah ................................................................................... 51 3. Gereja dan Kesehatan Masyarakat ............................................................. 53 4. Gereja dan Pendidikan ............................................................................... 54 xii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



B. Dampak Perkembangan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman terhadap Masyarakat Yogyakarta ......................................... 56 1. Adat Istiadat, Bahasa, dan Kesenian Daerah .............................................. 56 2. Kesehatan Masyarakat ............................................................................... 57 3. Pendidikan Masyarakat.............................................................................. 58 BAB V



PENUTUP ........................................................................................ 59



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62 LAMPIRAN............................................................ ........................................... 65 Responden dan foto-foto.................................. ................................................... 65 Silabus ............................................................................................................... 70 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................................................... 74



xiii



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pandangan pemerintah kolonial Hindia-Belanda terhadap agama Islam menyebabkan dilarangnya pekabaran Injil di lingkungan Islam.1 Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan, bahwa pendeta Kristen, baik utusan dari Eropa ataupun guru pribumi hanya diperkenankan melakukan pekabaran Injil apabila ada izin dari Gubernur Jendral.2 Pulau Jawa yang merupakan daerah Islam, tak luput dari peraturan ini. Kasultanan Yogyakarta sendiri sampai dengan akhir ke-19 merupakan kawasan terlarang untuk pekabaran Injil. Pemerintah kolonial Belanda tidak ingin terjadi goncangan politik di kawasan Kasultanan. Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan ini bukan tanpa sebab, pada tahun 1825 pecah perang Diponegoro, yang menjadi penyebabnya adalah bangsa Belanda dituduh menjadi musuh agama Islam, bahkan dikatakan orang Islam tidak diperkenankan menjalankan syariat agamanya. Pangeran Diponegoro dan pengikutnya mengalami kekalahan dalam peperangan, namun dalam hal agama, Pangeran Diponegoro dapat dikatakan unggul.3 Dapat dikatakan demikian karena Pemerintah kolonial memandang agama Islam sebagai sesuatu yang sangat peka. Golongan-golongan



Islam



yang



fanatik



mudah



sekali



memunculkan



pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan kolonial, karena itu perlu 1



7 2 3



J. D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995, hlm. Kronger Moeller, Sejarah Gereja Indonesia, Jakarta: Badan Penerbit Kristen, hal. 68 op. cit., hal 7.



1



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



2 diusahakan sesuatu agar tidak terjadi pemberontakan lagi, yaitu larangan bagi pekabaran Injil di masyarakat pribumi. Alasan diatas bukanlah satu-satunya alasan pemerintah kolonial melarang pengkabaran Injil di Indonesia. Pada tahun 1930, keadaan Indonesia maupun Belanda sangat memburuk. Hutang semakin besar untuk menutup perang Belgia dan Diponegoro. Maka untuk menghindari kebangkrutan, pemerintah kolonial sangat berharap, Jawa dapat memberi hasil yang cukup untuk mengisi kekosongan kas.4 Oleh karena itu van den Bosch memusatkan politik kolonial pada peningkatan produksi perkebunan dan pertanian. Seperti yang kita ketahui bahwa Belanda pada saat itu tidak mempunyai perdagangan, perkapalan dan pabrik. Solusi dari permasalahan itu diberlakukannya kebijakan tanam paksa. Pemerintah kolonial berharap besar pada sistem tanam paksa, maka pemerintah kolonial pada masa itu lebih memfokuskan kepada keberhasilan sistem ini daripada pekabaran Injil. Pemerintah kolonial sendiri memandang pekabaran Injil dapat menganggu keberlangsungan tanam paksa, karena pekabaran Injil kepada masyarakat pribumi dapat menimbulkan benturan yang berupa pemberontakan dan perlawanan antara golongan Islam fanatik terhadap pemerintah kolonial. Benturan ini tentu dapat menganggu keamanan dan ketertiban umum, yang merupakan kebutuhan pemerintah kolonial dalam menjalankan kebijakan tanam paksa. Dapat dikatakan pemerintah kolonial lebih mengurusi bidang ekonomi daripada pekabaran Injil.5



4



Sartono Kartodirjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975, hal 7. 5 op. cit., hal. 68



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



3 Berkembangnya paham liberal di Belanda ternyata mempengaruhi kebijakan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Sistem tanam paksa kemudian dihapuskan dan mulailah penanaman modal asing ke Indonesia atau berlakunya politik liberal. Kebijakan politik ini membuat banyak pemilik modal asing dari negara-negara Eropa ke Indonesia. Namun pada akhir ke 19 kaum liberal mengalami kemunduran.6 Hal ini diakibatkan karena pemisahan golongangolongan politik ke dalam agama di dalam politik kolonial Belanda. Golongangolongan politik ini sejalan dengan politik kolonial, namun politik eksploitasi tetap harus dihapuskan. Dari pihak partai agama haluan baru tertuju pada kristenisasi sebagai suatu panggilan rakyat Kristen, maka dilancarkan politik zending atau missie.7 Sejak dijalankan politik zending di Indonesia maka pekabaran Injil mulai terbuka bagi masyarakat pribumi. Para misionaris Belanda banyak dikirim ke Indonesia untuk melakukan pekabaran Injil. Jauh sebelum politik zending ini dilaksanakan, sebenarnya agama Kristen sudah mulai berkembang di Jawa. Pekabaran ini dilakukan oleh masyarakat awam. Mereka mendapatkan kabar Injil ada yang dari majikan mereka, Conrad Laurens Coolen, Yohanes Emde, Kyai Paulus Tosari, Abisai Kunto, Mateus Sanip, dan Kyai Ibrahim Tunggul Wulung yang mengawali Injil di Jawa Timur.8 Kegiatan mereka ini memang lebih awal sedikit dari para zending.



6



Sartono Kartodirjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975 hal 28 7 Ibid., hal 29 8 Soekotjo dan Agoes Widhartono, Menjadi Garam dan Terang Kehidupan: 100 Tahun GKJ Gondokusuman, Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia:Yogyakarta, 2013, hal 11



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



4 Kehadiran Injil di Yogyakarta sendiri tidak dapat dibendung oleh kebijakan politik konial pada saat itu. Hal itu bisa terjadi karena adanya aktifitas para murid Kyai Sadrach dari gerakan yang bernama Golongane Wong Kristen kang Mardika, di Jelok dan Bulu di Kawasan Menoreh yang masuk wilayah Bagelen.9 Pekabaran Injil selanjutnya diteruskan oleh para zending, seiring dibukanya daerah Yogyakarta bagi pekabaran Injil dan diberlakukanya politik zending. Pekabaran Injil kemudian semakin pesat dengan dibangunnya sekolah-sekolah dan rumah sakit yang membantu usaha-usaha zending melakukan pekabaran Injil. Perkembangan agama Kristen di Yogyakarta kemudian semakin terlihat dengan dibangunnya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Gereja Kristen Jawa Gondokusuman memiliki andil yang cukup besar dalam sejarah perkembangan agama Kristen di Yogyakarta. Gereja Kristen Jawa Gondokusuman adalah Gereja Kristen Pertama di Yogyakarta, yang merupakan induk dari Gereja-Gereja Kristen Jawa dan jemaat-jemaat Kristen di Yogyakarta. Gereja Kristen Jawa Gondokusuman juga mempunyai pepanthan (anak cabang dari sebuah Gereja) hampir di seluruh wilayah Yogyakarta.



Sejarah Gereja



Kristen Jawa Gondokusuman ini cukup menarik untuk dibahas, sehingga penulis mencoba menggali sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta. Untuk itu penulis mengambil judul “Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta dari Tahun 1913-1942” (Suatu Kajian Historis) yang diharapkan bermanfaat bagi semua.



9



Ibid., hal 12



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman? 2. Bagaimana sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942? 3. Bagaimana dampak dari hubungan antara GKJ Gondokusuman dengan masyarakat sekitarnya?



C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Tujuan Umum Untuk mendeskripsikan sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mendeskripsikan latar belakang sejarah berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. b. Untuk mendeskripsikan sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942. c. Untuk menganalisis dampak dari perkembangan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman terhadap masyarakat sekitarnya.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



6 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penulisan sejarah dengan judul “ Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta (Sebuah Kajian Historis) adalah sebagai berikut: a. Bagi Penulis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942. Selain itu, penulis juga berharap dapat menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliahan menjadi sebuah karya ilmiah yang dapat berguna bagi sesama. b. Bagi pihak Gereja Penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu umat Kristen di Gondokusuman untuk memperoleh informasi tentang sejarah perkembangan Gereja tempat mereka beribadah. Selain itu, dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat diambil hikmahnya bagi peran serta umat di Gereja dan pengaruhnya dalam perkembangan Gereja. c. Bagi pihak Universitas Sanata Dharma Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi karya ilmiah yang sudah ada, terutama yang menyangkut sejarah Gereja Kristen Jawa.



E. Kajian Pustaka Saat melakukan penulisan sejarah tentu sangat dibutuhkan sumber sejarah yang berkaitan dengan topik yang akan ditulis. Penulisan karya ilmiah tentang sejarah Gereja Kristen Jawa ini memiliki sumber yang berupa buku-buku yang berkaitan langsung dengan topik yang akan dibahas.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



7 Pertama, Empat Puluh Tahun Jemaat Kristen Gondokusuman, terbitan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Buku ini berisi tentang peringatan empat puluh tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman pada tanggal 23 November1953. Di dalam buku ini berisi tentang awal mula berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman pada zaman Belanda hingga usianya yang ke empat puluh tahun, yang dihitung dari 23 November ketika pertama kali Gereja ini didewasakan. Kedua, 75 tahun Jemaat Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, yang diterbitkan oleh Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Yogyakarta. Buku ini berisi tentang peringatan tujuh puluh lima tahun jemaat Gereja Kristen Jawa pada tanggal 23 November 1988. Dijabarkan dalam buku ini tentang awal mula benih-benih agama Kristen di Yogyakarta. Hingga kemudian semakin berkembang dan melahirkan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman sebagai induk dari gereja-gereja Kristen di wilayah Yogyakarta. Ketiga, buku Menjadi Garam dan Terang Kehidupan: 100 tahun GKJ Gondokusuman 1913-2013 oleh S.H. Soekotjo dan Agoes Widhartono. Buku ini berisi tentang sejarah GKJ Gondokusuman dari masa perintisan tahun 1913 sampai dengan masa di tengah dinamika perubahan tahun 2013. Selain itu, buku ini juga menceritakan tentang kisah para gembala yaitu tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan GKJ Gondokusuman. Keempat, buku Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa: Di Bawah BayangBayang Zending 1858-1948 oleh S.H. Soekotjo. Buku ini berisi tentang bagaimana gambaran Pulau Jawa, masyarakatnya, keadaan alam, dan lain-lain. Dijelaskan juga bagaimana agama Kristen masuk dan berkembang di Jawa, yang kemudian lahir Gereja-Gereja Kristen di Jawa.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



8 Kelima, buku Gereja-Gereja Kristen Jawa: Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa. Buku ini menceritakan tentang awal mula masuknya agama Kristen di Jawa. Selain itu juga dijelaskan tentang bagaimana kehidupan Gereja Kristen Jawa. Keenam, buku I.H. Enklaar yang berjudul Sejarah Gereja. Buku ini berisi tentang awal sejarah Gereja hingga Gereja saat ini. Buku ini cukup lengkap menceritakan sejarah gereja dan perkembangan di dalamnya.



F. Landasan Teori Dalam penulisan ini, ada beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep sejarah, konsep Gereja, konsep Gereja Kristen, dan kajian historis. Kata “Sejarah” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti kejadian yang benarbenar terjadi pada masa lampau dan pengetahuan atau uraian tentang kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau10. Sejarah dalam bahasa Arab disebut juga dengan Syajaratun yang berarti pohon, keturunan, dan asal usul. Dalam bahasa Inggris kata sejarah sama dengan history, dan di dalam bahasa Latin dan Yunani disebut dengan historia. Asal katanya dari bahasa Yunani yakni histor atau istor yang berarti orang pandai. Sejarah juga dapat berarti rekontruksi masa lalu.11 Sebagai perbandingan bisa dilihat kata geschicte (bahasa Jerman) yang berarti sesuatu yang telah terjadi. Pada dasarnya sejarah membicarakan masa lalu yang dianggap penting (unik), dan kejadian itu hanya berlangsung satu kali.



10



Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 414. 11 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Benteng Budaya, 1995, hlm. 17.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



9 Skripsi ini membahas tentang sejarah sebuah Gereja, maka perlu dicari konsep mengenai Gereja untuk menjawab permasalahan yang telah ada. Kata “Gereja” berasal dari bahasa Portugis, yaitu “Igreja”, yang berasal dari kata Yunani “Eklesia” (mereka yang dipanggil, kaum, golongan), Kyriake (yang dimiliki Tuhan). Maka kata “Gereja” sama asal-usulnya seperti kata “Kerk” (Belanda) dan Kirche (Jerman).12 Gereja merupakan persekutuan orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam ziarah mereka menuju kerajaan Bapa dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan ke semua orang. Semua dan setiap anggota dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan Injilnya sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya masing-masing.13 Secara garis besar, pengertian Gereja ialah persekutuan orang-orang percaya (orang-orang tebusan pilihan Tuhan yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus).14 Gereja memiliki hubungan dengan kesatuan dunia, bahwa kesatuan iman akan cinta kasih yang merupakan dasar kokoh kesatuan Gereja sendiri di dalam Roh Kudus.15 Selain itu, Gereja merupakan suatu organisasi, suatu lembaga, suatu Badan Hukum yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, Gereja mempunyai hakhak dan kewajiban-kewajiban serta memiliki kekayaan tersendiri. Sebagai suatu lembaga, Gereja hanya dapat hidup karena anggota-anggotanya juga hidup,



12



Adolf, P. Heuken S.J, Ensiklopedia Populer Tentang Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1976, hlm. 60. 13 Thomas van den End. Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Tanpa Tahun, hlm. 7. 14 Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman, 75 Tahun Jemaat Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta: Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, 1988, hlm. 117. 15 J.B. Banawiratma. Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius, 1986. Hal. 25.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



10 sedangkan kehidupan anggotanya sangatlah bergantung pada Kristus yang menjadi Kepala Gerejanya. Konsep Gereja Kristen itu sendiri berbeda dengan konsep Gereja Katholik. Gereja Kristen merupakan hasil dari pekerjaan Badan atau Lembaga Zending yang pada saat itu berada di Indonesia. Lembaga Zending itu didirikan oleh anggota dari berbagai macam Gereja Kristen dengan tradisi, ajaran, tata ibadah, dan struktur yang berbeda-beda. Akan tetapi, satu hal yang menjadi dasar bagi mereka adalah semangat untuk memberitakan Injil pada orang-orang pribumi. Pada umumnya, konsep Gereja Kristen yang dijalankan di Indonesia itu sama seperti konsep Gereja asal lembaga zending. Gereja Kristen itu sendiri menganut ajaran yang berbeda-beda, yaitu ajaran Calvin (kelompok Reformed atau Gereformeed), ajaran Luther (Lutheran), ajaran Wesley (Methodist), dan sebagainya. Gereja Kristen yang telah terbentuk kemudian mengambil nama berdasarkan suku bangsa anggota gereja, daerah tempat berdiri gereja itu, atau mengambil nama dari Gereja induknya. Sebagai contoh antara lain: Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Kristen Indonesia, Gereja Bethel Indonesia (GBI), sedangkan Gereja Katholik merupakan gereja yang secara eklesiologis tidak mempunyai masalah, karena Gereja tersebut telah menjadi anggota Gereja Katholik Roma. Pengertian kajian historis adalah usaha untuk mempelajari, menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan mengenai peristiwa-peristiwa masa lampau. Temuan masa lampau tersebut dapat dijadikan bahan untuk masa sekarang dan meramalkan peristiwa yang akan datang. Dalam kajian historis selain digunakan dalam penelitian sejarah, dapat juga digunakan untuk meneliti perkembangan



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



11 sistem pendidikan, kurikulum, dan penilaian dari periode ke periode sebagai bahan untuk masa mendatang.16



G. Metode Penelitian Setiap ilmu memiliki cara kerja atau metode sendiri untuk menggali atau mencari kebenaran dan hakiki. Metode merupakan sebuah cara yang digunakan untuk memecahkan permasalahan. Jawaban dari pemecahan masalah yang diperoleh harus mencapai kebenaran obyektif. Dalam ilmu sejarah, metode penelitian disebut dengan metode sejarah. Umumnya metode sejarah harus melalui proses pengujian fakta serta penganalisaan secara kritis peristiwa masa lalu. Menurut pendapat Nugroho Noto Susanto di dalam metode penelitian sejarah terdapat empat tahap yang harus dilalui, yaitu 1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan data yang relevan untuk keperluan subjek yang diteliti. 2. Kritik sejarah, yaitu menyelidiki apakah data itu benar atau tidak. 3. Interpretasi, yaitu menetapkan makna dan saling berhubungan dari berbagai fakta yang telah diperoleh. 4. Penulisan sejarah (Historiografi), merupakan gambaran atau pengisahan kembali suatu runtutan peristiwa, berdasarkan data yang diperoleh dan diuji kebenarannya. 17 Kuntowijoyo mengatakan bahwa dalam penelitian sejarah ada lima tahapan yang harus dilalui, yaitu pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan histiografi.



18



Secara lebih rinci langkah-langkah yang digunakan penulis ini



dijabarkan sebagai berikut:



16



Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989, hlm. 81. Nugroho Noto Susanto, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah, Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata, 1964, hlm. 22-23. 18 Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta:Ar-Russ Media, 2007, hal 90. 17



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



12 1. Pemilihan topik Menurut Kuntowijoyo ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan topik, yaitu kedekatan emosional, kedekatan intelektual, dan rencana penelitian. Dalam proses penelitian, peneliti dapat memakai acuan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan a) where, menunjuk pada daerah mana yang menjadi objek penelitian, b) when, menunjuk pada waktu yang dipilih, c) who, menunjuk pada siapa saja yang terlibat di dalamnya, d) what, menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pelaku, e) why, menunjuk pada pertanyaan mengapa pelaku melakukan perbuatan itu, f) how, menunjuk pada pertanyan bagaimana terjadinya peristiwa itu.19 Penulisan sejarah gereja ini dilakukan oleh peneliti karena adanya kedekatan emosional dan kedekatan intelektual peneliti dengan topik Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta dari tahun 1913-1942 (suatu kajian historis). Kedekatan emosional dapat dilihat dari peneliti yang tumbuh besar di lingkungan Kristen, hal ini membuat peneliti tertarik menulis sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Kedekatan intelektual dapat dilihat dari penulis yang sering membaca buku mengenai agama Kristen. Sejarah gereja juga merupakan mata kuliah wajib yang penulis dapatkan di Universitas Sanata Dharma. Dengan demikian diharapkan pengetahuan penulis dapat membantu mengulas sejarah Gereja Kristen Jawa.



19



Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yoyakarta: Yayasan Banteng Budaya, 1995, hal 92.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



13 2. Metode pengumpulan data (Heuristik) Data yang digunakan dalam penulisan sejarah ini haruslah benar adanya, maksudnya tidak direkayasa. Oleh karena itu, penulis mengumpukan data dengan melakukan: a. Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari dokumen milik gereja Kristen Jawa yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu, penulis juga menggunakan buku yang relevan dengan topik yang diajukan. b. Wawancara, yaitu pengumpulan data secara lisan dengan cara melakukan tanya jawab dengan orang-orang yang terkait dengan topik penelitian Dalam wawancara penulis menentukan terlebih dahulu target yang akan diwawancarai. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat yang dibutuhkan oleh peneliti. 3. Verifikasi Setelah sumber-sumber yang diperlukan dikumpulkan, maka langkah berikutnya adalah melakukan kritik atas sumber atau verifikasi. Tujuan dari kritik sumber yang dilakukan adalah untuk mengetahui kebenaran informasi atau untuk menguji otentisitas dan kredibilitasnya. Kritik sumber terdiri dari dua macam, yaitu kritik ekstern yang berguna untuk menguji keaslian sumber dan kritik intern yang digunakan untuk mendapatkan keabsahan dari sebuah sumber.20 Kritik intern digunakan untuk memperoleh nilai kebenaran dari suatu data agar data tersebut dapat dipercaya. Kritik intern dilakukan dengan cara membandingkan berbagai 20



Ibid, hal 101.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



14 sumber untuk mendapatkan data yang jelas dan lengkap. Sedangkan pada kritik ekstern pengujian dilakukan dengan meneliti data dalam dokumen yang akan digunakan, melalui pemakaian bahasa, corak penulisannya, dan lain sebagainya. 4.



Interpretasi (penafsiran) Interpretasi dapat diasumsikan sebagai penetapan makna dan saling



keterkaitan antara berbagai fakta yang diperoleh. Interpretasi merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh penulis dalam menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji dan untuk menganalisis sumber supaya dapat menghasilkan suatu fakta yang kebenarannya dapat dipercaya. Dalam interpretasi terdapat dua kegiatan pokok yang harus dilalui, yaitu analasis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) data atau fakta-fakta yang telah dikumpulkan.21 Dalam tahap interpretasi ini, analisis sumber yang dilakukan juga untuk mengurangi subyektifitas dalam penulisan sejarah. Penulisan sejarah tentunya tidak dapat lepas dari unsur subyektifitas, seperti adanya pengaruh dari jiwa, kebudayaan, pendidikan, lingkungan sosial, dan agama yang melingkupi penulisnya.22 Pengaruh tersebut akan tampak pada tulisan sejarah yang dihasilkan. 5. Pendekatan Langkah yang terakhir dalam penulisan ini adalah penentuan pendekatan. Pengertian pendekatan dalam penelitian sejarah adalah pola pikir atau cara pandang dari penulis terhadap suatu kejadian atau peristiwa sejarah dari sudut tertentu. Pendekatan diperlukan sebagai cara pandang penulis atau sejarawan 21



Nugroho Noto Susanto, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah, Jakarta:Pusat Sejarah Ankatan Bersenjata, 1964, hal 22-23. 22 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodolgi Sejarah, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1992 hal 72.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



15 untuk memandang suatu peristiwa atau kejadian. Pendekatan akan membantu sejarawan dalam menentukan berbagai ilmu sosial mana yang perlu digunakan dan dimensi-dimensi yang tepat diungkapkan dalam penulisan. Pendekatan menjadi satu hal yang sangat penting bagi penulisan sejarah, karena hasil penulisan sejarah yang baik sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai. Pendekatan yang dipakai oleh penulis adalah pendekatan historis dan sosiologis. Melalui pendekatan historis penulis akan menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman di Yogyakarta. Melalui pendekatan sosiologis penulis menganalisa hubungan sosial dalam gereja baik keluar maupun ke dalam, dan dampak sosial dari perkembangan GKJ Gondokusuman Yogyakarta terhadap masyarakat sekitar.



H. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai skripsi ini maka sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I. Pendahuluan terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan pendekatan serta sistematika penulisan. BAB II. Latar belakang berdirinya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Membahas mengenai sebelum pendewasaan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman yang menjadi induk gereja Kristen di Yogyakarta. BAB



III.



Memaparkan



mengenai



sejarah



Gereja



Kristen



Jawa



Gondokusuman dari tahun 1913-1942. Sejarah dan perkembangan yang dimaksud



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



16 yaitu perjalanan dari awal masa perintisan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perjalanan Gereja. BAB IV. Pada bab ini dijelaskan mengenai hubungan gereja dan masyarakat dalam berbagai faktor, seperti aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai dampak dari Gereja Kristen Jawa Gondokusuman terhadap kehidupan masyarakat sekitar Gondokusuman. Dampak tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan. BAB V. Kesimpulan merupakan suatu jawaban atas permasalahan yang telah diuraikan dan dianalisis berdasarkan berbagai data dan juga fakta yang telah penulis dapatkan selama penulis mengadakan penelitian.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN



A. Masuknya dan Berkembangnya Injil di Yogyakarta 1.



Penyebaran Agama Kristen Oleh Kyai Sadrach Agama Kristen yang berkembang di Jawa memang hasil kerja dari kaum



awam yang memberitakan Injil di masyarakat Jawa. Di Yogyakarta sendiri pekabaran Injil tidak terlepas dari peran seorang tokoh yang bernama Kyai Sadrach. Ia adalah seorang yang mencari ilmu, yang kemudian ia bertemu dengan Kyai Tunggul Wulung dan ia kemudian menjadi Kristen. Setelah membantu Kyai Tunggul Wulung, ia kemudian memutuskan untuk pindah ke Bagelen, Purworejo untuk membantu Ny. Philiphs. Di Purworejo Kyai Sadrach mempunyai andil besar dalam penyebaran agama Kristen. Ia memberitakan Injil di desa-desa yang terpencil yang belum tersentuh ajaran Kristen. Kyai Sadrach menyampaikan Injil dengan berani, dengan caranya sendiri, yaitu dengan mencampur aduk ilmu-ilmu Jawa di dalam pekabaran Injil.



23



Ia



berpendapat dengan jalan ini dapat disesuaikan dengan keadaan atau selera kepercayaan orang-orang Jawa sehingga mereka dapat menerima Injil. Hal ini memang berhasil, banyak yang di antara mereka menerima Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat mereka. Pekabaran Injil yang dilakukan pekabaran Injil terus meluas hingga, Banyumas, Tegal dan Pekalongan. 23



I. Sumanto Wp, Kyai Sadrach Seorang Pencari Kebenaran: Sebabak Sejarah Pekabaran Injil di Jawa Tengah, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1974, hal.24



17



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 2.



Masuknya Injil di Yogyakarta Masuknya Injil ke Yogyakarta sudah tidak dapat dibendung lagi, adapun



bibit-bibit agama Kristen yang ditaburkan di daerah Kesultanan Yogyakarta hingga tumbuhnya jemaat Kristen untuk pertama kalinya terjadi di desa Prangkokan di pegunungan Menoreh kira-kira sebelah selatan Samigaluh.24 Penduduk desa Prangkokan memperoleh ajaran agama Kristen dari orang-orang Kristen yang berasal dari desa Jelok dan Bulu, Purworejo, hasil dari pekerjaan Injil yang dilakukan oleh Kyai Sadrach. Orang-orang dari desa Prangkokan ini menceritakan hal agama baru dan tentang Sang Juru Selamat. Munculnya pengabaran itu membuat tumbuhnya kelompok jemaat di Kebonagung yang terletak di tepi sungai Progo, Sendang Mulyo, Minggir, Sleman, Yogyakarta. Di daerah pesisir selatan, agama Kristen memasuki desa Selong dan Temon, Kulon Progo, Yogyakarta kira-kira mulai tahun 1885. Dari kedua desa ini ajaran agama Kristen berkembang ke arah Timur memasuki kota Yogyakarta.25 Agama Kristen masuk ke Yogyakarta sendiri pada tahun 1886. Seorang pemuda bernama Eliyah yang berasal dari desa Selong telah berhasil merangkul seorang cucu dari pangeran dari Paku Alam yang menjadi pengikut Yesus Kristus yaitu Raden Mas Suryohasmoro Nototaruno.26 Beliau menerima tanda baptis pada tanggal 30 Mei 1886 di kota Purworejo, karena pada saat itu di Yogyakarta masih ada larangan untuk pelaksanaan pembaptisan.



Penduduk pribumi di desa



24 Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman, 75 Tahun Jemaat Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta: Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, 1988, hlm. 15. 25 J.D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995, hlm. 81. 26 Ibid. , hlm. 81.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 Prangkokan, desa Selong, maupun Temon juga harus berjalan kaki ke kota Purworejo untuk melakukan pembaptisan. Melihat permasalahan itu, seorang pendeta Belanda, pendeta Jacob Wilhelm yang mempunyai simpati dan rasa kasih kepada pribumi sudah berkalikali mengajukan permohonan kepada Residen J. van Baak. Pendeta meminta agar diperkenankan melayani pembabtisan di daerah Yogyakarta, terutama di daerah desa Prangkokan dan desa Selong, tetapi permohonan itu selalu ditolak. Baru setelah residen Yogyakarta yaitu J. van Baak diganti oleh seorang residen baru yang bernama Mullemeister, usul-usul dan permohonan pendeta Jacob Wilhelm tadi diteliti dan diperiksa lagi. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan apakah benar pengembangan agama Kristen di Yogyakarta dan kehidupan orang-orang pribumi yang sudah beragama Kristen tidak membahayakan pemerintah daerah Yogyakarta. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa umat Kristen di daerah Yogyakarta tidak meresahkan dan membahayakan. Pada tanggal 21 Januari 1891, secara resmi pendeta Jacob mendapat izin dari pemerintah pusat dan pemerintah Daerah Yogyakarta, untuk aktif mengembangkan injil dan melaksanakan sakramen baptis di daerah Kesultanan Yogyakarta.



Dengan



keluarnya



izin



tersebut,



maka



usaha-usaha



untuk



pengembangan Injil Kristus di daerah Yogyakarta sudah terbuka lebar. Usahausaha pekabaran Injil yang dilakukan kaum awam kemudian dilanjutkan oleh zending, seiring diterapkan politik zending oleh pemerintah kolonial.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 B. Berdirinya Rumah Sakit Petronella 1.



Kedatangan J.G. Scheurer ke Yogyakarta Pada permulaan tahun 1892, pendeta Jacob Wilhem terserang penyakit



malaria yang parah hingga tidak tertolong, dan pada tanggal 3 Maret 1892 beliau dipanggil Tuhan dengan umur yang terbilang muda, yaitu 37 tahun. Kejadian ini membuat G.K.N. kehilangan seorang tenaga Penginjil yang sabar, tekun, dan suka menolong siapapun yang membutuhkan, dan dekat dengan pribumi. Kekosongan itu tidak berlangsung lama, setahun kemudian N.G.Z.V. (Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereeniging) dapat menemukan penggantinya yang dirasa pantas, yaitu seorang dokter dan juga Penginjil muda yang aktif dan berpandangan luas bernama Jan Gerrit Scheurer. Setelah setuju dan bersedia ditugaskan di Hindia Belanda, maka dengan segera beliau dikirimkan ke Purwerejo dan tiba pada tanggal 13 Desember 1893. Dipilihnya dokter Jan Gerrit Scheurer tentu sudah dipertimbangkan dengan matang. Pada saat itu sudah dipandang perlu bahwa tugas sebagai Penginjil, dibutuhkan juga adanya seorang yang dapat menolong penduduk pribumi yang banyak menderita sakit dan membutuhkan pertolongan secara medis. Jadi tugas yang diemban oleh dokter Jan Gerrit Scheurer sangatlah berat, selain di bidang kerohanian beliau juga bertugas di bidang kejasmanian. Setelah J.G. Scheurer datang ke Purwerejo, beliau mengalami kendala di bidang bahasa sehingga sulit berkomunikasi dengan penduduk pribumi. Setelah melalui pertimbangan yang matang akhirnya beliau memutuskan untuk pindah ke kota Sala (Surakarta) dengan maksud supaya dapat belajar bahasa Jawa dengan baik, sebab kota Sala dianggapnya sebagai pusat kebudayaan Jawa yang terkenal.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 Selama belajar bahasa Jawa di kota Sala, beliau juga mengobati orang sakit, sehingga dikenal dengan sebutan “dokter tulung”. Di kota Sala beliau tidak dapat mengabarkan Injil, karena masih ada larangan. Pada tahun 1893 di Belanda sedang diadakan sidang Sinode yang antara lain membahas mengenai pembagian tugas pekerjaan Zending di Indonesia. Dalam sidang Sinode itu telah diputuskan bahwa pekerjaan Zending di Indonesia seharusnya menjadi tugas kewajiban jemaat dan bukan lagi menjadi pekerjaan lembaga N.G.Z.V.. Oleh sebab itu, semua tugas pekerjaan pemberitaan Injil di daerah Jawa Tengah Selatan dan Yogyakarta diserahkan kepada jemaat. Adapun jemaat Gereformeerd yang dipilih untuk memikul tanggung jawab di daerah Yogyakarta termasuk Gondokusuman, ialah jemaat Gereformeerd Amsterdam dan pelaksanaannya berlaku mulai tanggal 1 Juni 1894.27 Pada tanggal 17 Maret 1897 J.G. Scheurer pindah ke Yogyakarta, beliau memilih kampung Bintaran sebagai tempat kediamannya. Di kampung Bintaran ini beliau memulai tugasnya memberitakan Injil Kristus di tengah-tengah penduduk pribumi. Di sebelah rumahnya tersebut, beliau mendirikan sebuah bangunan sederhana yang dindingnya terbuat dari bambu dan atapnya menggunakan seng bergelombang. Bangunan tersebut dimaksudkan sebagai klinik untuk mengobati orang-orang sakit. Di tempat itu juga, dokter J.G. Scheurer dengan sabar dan tekun membacakan ayat-ayat Alkitab dan menerangkan kepada para pasien sebelum mereka diobati.



27



Ibid., hlm. 183



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 Dalam menjalankan pekerjaannya itu, dokter J.G. Scheurer dibantu oleh empat orang pribumi, yaitu bapak Yoram yang dibawanya dari Purworejo, bapak Sambiyo yang berasal dari Sala, bapak Samuel, dan bapak Eliada. Di kampung Bintaran ini, dokter Scheurer mendapat julukan yang sama seperti di kota Sala yaitu “Dokter Tulung”. 2.



Pembangunan Rumah Sakit Petronella Usaha yang dilakukan oleh dokter Scheurer dalam bidang kesehatan makin



hari makin berkembang dan orang-orang yang datang kepadanya untuk berobat semakin banyak. Melihat keadaan tersebut, timbullah keinginan beliau untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang sebenarnya dan lebih maju. Hal ini sebenarnya tak terlepas dari perubahan strategi yang dilakukan zending untuk mengkristenisasikan masyarakat yang meliputi mengabarkan Injil dari rumah ke rumah, pelayanan pendidikan dan kesehatan serta penyebaran buku-buku bacaan Kristen ke masyarakat. Ajaran Kristen yang sebelumnya diberitakan oleh para awam bercampur dengan ajaran ilmu kejawen, dan bertentangan dengan Alkitab. Oleh sebab itu zending harus bisa merebut hati masyarakat untuk menerima ajaran Kristen yang sesuai dengan Alkitab yang mereka bawa. Adanya rumah sakit dimaksudkan supaya rumah sakit tersebut dapat menampung orang-orang yang sakit parah dan perlu dirawat secara serius, dan diberikan pekabaran Injil. Tentu dengan cara ini pekabaran Injil dapat menyebar luas. Gagasan dibangunnya rumah sakit itu kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah kesultanan Yogyakarta. Hasilnya sangat memuaskan karena mendapat tanggapan positif bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono VII menyediakan tanah milik Kasultanan yang sangat luas untuk



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 pendirian gedung rumah sakit.28 Hal ini membuktikan bahwa Kasultanan Yogyakarta mendukung kegiatan zending di Yogyakarta. Tanah kesultanan yang disediakan untuk rencana pendirian rumah sakit itu terletak di kampung Gondokusuman. Sesudah



semua



persiapan



dirasa



cukup



baik



perijinan



maupun



pembiayaannya, maka segera dimulai pekerjaan pendirian rumah sakit tersebut. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1899, dilakukan oleh salah satu anak laki-laki dokter Scheurer. Pekerjaan dan pembangunan rumah sakit tersebut dipimpin oleh seorang ahli yaitu A. Stuur. Pembangunan rumah sakit itu dapat diselesaikan dalam waktu sepuluh bulan, sehingga pada tanggal 1 Maret 1900 peresmian dan pembukaan rumah sakit baru yang diberi nama Zendings Hospitaal Petronella29 pun dapat dilangsungkan. Para pekerja rumah sakit banyak terdapat orang Belanda dan beberapa orang Jawa seperti Eliada, Raden Soedikoen Darmahoesada, Kalam Ibrahim, dan trio Waswan.30 Eliada yang berasal dari Temon bertugas sebagai guru Injil yang mendampingi pendeta dalam pekabaran Injil di rumah sakit. Raden Soedikoen Darmahoesada adalah pasien dokter Scheurer yang menderita pembengkakan kelenjar di lehernya, setelah sembuh ia kemudian menjadi perawat di Rumah Sakit Petronella. Trio Wasman anak dari guru Injil di Temon, yang kemudian menjadi perawat di rumah sakit.



28



Ibid., hlm. 235. “Petronella” sendiri diambil dari nama istri pendeta van Coevorden Adriani, penyumbang dana untuk pembangunan rumah sakit. 30 Soekotjo & Agoes Widhartono, Menjadi Garam dan Terang Kehidupan:100 tahun GKJ Gondokusuman 1913-2013, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2013, hlm. 32. 29



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 C. Papanthan Gondokusuman Menuju Kedewasaan 1.



Terbentuknya Papanthan Gondokusuman Berdirinya rumah sakit Petronella di kampung Gondokusuman membuat



kampung tersebut dihuni oleh beberapa keluarga Kristen yang bekerja di rumah sakit itu. Semakin banyak keluarga-keluarga Kristen yang bertempat tinggal di kampung Gondokusuman membuat mereka berhimpun menjadi sebuah kelompok Panthan. Anggota dan warga Panthan itu masih campuran, yaitu ada orang Belanda, Thionghoa, dan orang pribumi. Walaupun di Yogyakarta pada waktu itu belum ada sebuah jemaat Kristen yang didewasakan, tetapi keberadaan umat Kristen di kampung Gondokusman yang berhimpun menjadi kelompok Panthan sudah diakui dan diketahui oleh pemerintah daerah Yogyakarta mulai tahun 1899. Pekabaran Injil melalui jalur pendidikan di kota Yogyakarta, diawali dengan pembukaan sekolah di daerah Kotabaru, dengan menempatkan Kasim Trofimus sebagai guru yang dikirim oleh Ds. L. Adriaanse, seorang pendeta utusan ZKGN. Sekolah itu terkenal dengan nama Lon-jon31, sekolah ini semakin memperkuat pekabaran Injil di Yogyakarta. Perkembangan itu diikuti dengan perkembangan jemaat panthan. Jemaat kecil atau Panthan umat Kristen di Gondokusuman tersebut statusnya menjadi bagian dari jemaat induknya di Amsterdam yaitu jemaat Kristen Gereformeed di Amsterdam. Oleh sebab itu, hubungan yang erat dan kerja sama antara jemaat induk di Amsterdam dan himpunan umat Kristen di Gondokusuman Yogyakarta pada saat itu tetap terjalin dengan baik. 31



Lands Jong School, Sekolah Dasar untuk anak-anak pribumi.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 Berkat bimbingan Roh Kudus dan anugrah Tuhan Yang Maha Besar, kelompok umat Kristen di Gondokusuman Yogyakarta dapat berkembang dan bertambah jumlahnya. Hal ini dikarenakan adanya rumah sakit Kristen Petronella dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pendeta J.G. Scheurer beserta para pembantunya yaitu Bapak Yoram, Bapak Sambiyo, Bapak Samuel, dan Bapak Eliada yang tekun memberitakan Injil Kristus di tengah-tengah penduduk pribumi. Hasilnya, banyak dari penduduk pribumi yang akhirnya mengenal ajaran agama Kristen, baik yang merupakam pasien rumah sakit maupun masyarakat di sekitar rumah sakit. 2.



Diutusnya Pendeta Cornelius Zwan ke Gondokusman dan Berdirinya Gereja Melihat



adanya



kemajuan



dan



perkembangan



umat



Kristen



di



Gondokusuman, maka demi kepentingan dan pembinaan kehidupan kerohanian, jemaat induk di Amsterdam kemudian mengirim seorang pendeta muda yang paling dianggap cocok untuk melakukan tugas di Gondokusuman. Pendeta muda tersebut ialah pendeta Cornelius Zwaan, beliau tiba di Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1900, dan merupakan pendeta pertama yang diutus oleh jemaat Kristen Gereformeed di Amsterdam untuk melayani di Gondokusuman Yogyakarta. Setiba di Yogyakarta, beliau belum bisa melaksanakan tugasnya karena belum bisa menggunakan bahasa Jawa. Setelah belajar dengan tekun dan rajin mempelajari bahasa Jawa dengan bimbingan Bapak Eliada, akhirnya beliau mahir menggunakan bahasa Jawa. Setelah mahir bahasa Jawa pendeta Cornelius Zwaan lebih mudah berkomunikasi dengan penduduk pribumi.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 Pada tanggal 22 Desember 1901 umat Kristen Gondokusuman mengalami peristiwa yang sangat menggembirakan, karena pada tanggal tersebut untuk pertama kalinya umat Kristen Gondokusuman dapat dilayani perjamuan kudus. Perjamuan ini dilayani oleh pendeta Cornelis Zwaan dan dihadiri oleh 25 warga Kristen yang terdiri dari 22 umat pribumi dan 3 umat Tionghoa. Peristiwa ini merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan umat Kristen Gondokusuman. Peristiwa mengembirakan terjadi lagi pada tahun 1904, umat Kristen di Gondokusuman mendapat anugerah dari Tuhan, karena pada tahun itu umat Kristen Gondosuman untuk pertama kalinya memiliki gedung gerejanya sendiri dan tidak perlu menumpang di klinik Petronella lagi.32 Gedung baru yang dipakai tersebut dinamakan “Gereja Kristen Jawa Gondokusuman”. Dinamakan demikian, karena letaknya di tepi jalan Gondokusuman. Gedung gereja itu dibangun berhadap-hadapan dengan kompleks rumah sakit Petronella dan ruangannya cukup luas dan dapat memuat sekitar 300 orang pengunjung kebaktian. Jemaat baru yang datang kebanyakan dari aktifitas penginjilan Rumah Sakit Petronella. Adanya Etnis Jawa, Tionghoa, dan Eropa dalam satu Gereja memang melahirkan kebersamaan. Sayangnya kebersamaan ini belum sepenuhnya terjamin antara Etnis Jawa dan Eropa, dan tidak bisa satu dengan yang lain. Hal ini terlihat dari ibadah yang dilaksanakan pada hari Minggu, yang dilaksanakan pada pagi dan sore. Semua warga Gereja diwajibkan mengikuti dan menghadiri kedua kebaktian tersebut, karena kedua kebaktian ini saling melengkapi. 32



Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman, 75 Tahun Jemaat Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta: Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, 1988, hlm. 29.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 Ibadah di pagi hari, menekankan tentang sejarah dan pesan, sebagaimana tradisi gereja Gereformeerd. Mengingat masih dangkalnya pemahaman tentang isi alkitab, tidak semua pengunjung bisa menangkap dan memahami isi khotbah. Apalagi khotbah ini disampaikan oleh pendeta Belanda yang berpendidikan cukup tinggi, dan keadaan ini dipersulit lagi para pendeta Belanda belum sepenuhnya mengusai bahasa Jawa. Karena dalam acara kebaktian hari Minggu tidak mungkin adanya tanya jawab antara pengkhotbah dengan jemaat, maka jalan keluarnya diadakan kebaktian pada sore hari. Tujuannya sangat jelas, untuk membahas isi khotbah pagi yang kurang dimengerti oleh warga gereja. Kehadiran Guru Injil sangat berperan penting dalam kebaktian ini yaitu sebagai penerjemah. Cara ini sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan warga gereja tentang isi Kitab Suci. Jumlah warga jemaat Pepanthan Yogyakarta sampai pada tahun 1910 mencapai 342 orang. 3.



Papanthan Gondokusuman Didewasakan Seiring pertumbuhan jemaat yang semakin pesat, maka Gereja induk di



Nederlands memandang sudah saatnya papanthan Yogyakarta didewasakan. Gereformeerde Kerken in Nederland (GKN) selaku Gereja induk kemudian menugaskan pendeta Cornelius Zwan untuk menyusun rencana pendewasaan tersebut. Rencana ini kemudian dibahas dalam pendeta Cornelius Zwan ke dalam persidangan pendeta-pendeta utusan ZGKN se-Jawa Tengah Selatan.33



33



Soekotjo & Agoes Widhartono, Menjadi Garam dan Terang Kehidupan:100 tahun GKJ Gondokusuman 1913-2013, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2013, hal 31.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 Pada tanggal 29 Juli 1913, jemaat Gondokusuman mendapat kunjungan dari para visitator terdiri dari pendeta K. van Dijk dari Kebumen dan pendeta A. Markelijin dari Magelang.34 Maksud dari kunjungan ini adalah untuk meneliti dan memeriksa apakah umat Kristen Gondokusuman sudah matang untuk menjadi sebuah Jemaat yang dewasa dan berdiri sendiri. Hasil penelitian dan pemeriksaan ternyata memuaskan, sehingga jemaat induk di Amsterdam juga sangat menyetujui apabila papanthan Gondokusuman dapat segera didewasakan (geinstitueerd) menjadi sebuah Jemaat yang dewasa dan berdiri atas kekuatannya sendiri. Setelah persoalan pendewasaan ini dibahas dalam sidang klasis yang berwenang secara luas dengan pertimbangan-pertimbangan yang penting, dan hasil dari keputusan ditetapkan bahwa jemaat Gondokusuman akan didewasakan menjadi jemaat yang dewasa pada tanggal 23 November 1913. Selanjutnya



pada



tanggal



23



November



1913



jemaat



Kristen



Gondokusuman didewasakan sesuai dengan keputusan dalam sidang klasis. Jemaat Kristen Gondokusuman setelah didewasakan boleh mempunyai majelisnya sendiri yang diberi tanggungjawab untuk mengatur, membina dan menjaga jemaat Gondokusuman agar kehidupan jemaat Kristen Jawa Gondokusuman terus dapat berkembang.



34



Ibid., hlm.33.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



BAB III SEJARAH GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN DARI TAHUN 1913-1942



A. Periode Tahun 1913-1926 1. Masa Awal Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Setelah didewasakan pada tanggal 23 November 1913, Gereja Kristen Jawa Gondokusuman mulai memasuki babak baru dalam kehidupan jemaatnya. Mulai saat itu Gereja Kristen Jawa Gondokusuman harus sudah bisa membina, mengatur, menjaga, dan mengarahkan jemaatnya dengan kekuatan sendiri yang dipimpin oleh majelisnya sendiri pula. Tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab Gereja semakin bertambah, hal ini disebabkan segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang timbul dan terjadi dalam jemaat harus dapat terselesaikan sendiri. Maka dari itu, pekerjaan majelis Gereja semakin berat. Warga jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman masih campuran, ada orang Belanda, orang Cina, dan sebagian besar warganya adalah orang-orang Jawa. Oleh sebab itu, bahasa yang digunakan dalam kotbah-kotbah pada hari Minggu menggunakan bahasa Jawa, sehingga bagi orang-orang asing yang sudah mengerti bahasa Jawa dan masih ingin menjadi warga jemaat, larangan tidak diadakan. Keadaan jemaat yang masih campuran ini berlangsung sampai kira-kira tahun 1923, sebab sesudah tahun 1920 banyak orang-orang Kristen berbangsa Belanda yang bertempat tinggal di kota Yogyakarta tidak mengerti dan menguasai bahasa Jawa. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk menerima dan mengerti apa 29



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



30 isi kotbah hari Minggu yang disampaikan dalam bahasa Jawa. Orang-orang Belanda yang tidak dapat berbahasa Jawa itu, kemudian memisahkan diri dan mengadakan kebaktian sendiri dengan kotbah bahasa Belanda dan menggunakan kembali ruang klinik rumah sakit Petronella. Pada tanggal 21 Mei 1923, orang-orang Belanda yang memisahkan diri merasa gembira, karena sebuah gedung Gereja yang baru telah dibangun. 35Gereja ini khusus dibuat untuk orang Belanda yang beragama Kristen. Letak bangunan itu berada di kompleks perumahan Kota Baru yang kini digunakan untuk Gereja H.K.B.P (Huria Kristen Batak Protestan). Maka dari itu, pada tahun 1923 di Yogyakarta sudah ada dua gedung Gereja Kristen. 2. Pendeta Pribumi Pertama Perkembangan jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman semakin pesat, jumlah pengunjung kebaktian yang semakin banyak dapat dirasakan. Hal ini membuat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman membutuhkan pendeta asli pribumi yang memudahkan jemaat berkomunikasi. Berkat tuntunan Tuhan Yang Maha Kasih, keinginan jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman mendapat titik terang. Setelah melalui proses panjang dan cukup lama, akhirnya pada tanggal 2 Agustus 1925 dapat dilaksanakan pemilihan calon pendeta pribumi untuk Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Di antara beberapa guru Injil yang dicalonkan untuk jabatan pendeta, yang terpilih ialah Bapak Ponidi Sopater. Sebelum ditahbiskan menjadi pendeta, Bapak Ponidi Sopater diwajibkan untuk menjalani kursus lanjutan dan pada waktu yang sudah ditentukan harus 35



Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman, op.cit., hlm. 35.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



31 menempuh ujian peremptoir yaitu ujian bagi calon pendeta, untuk menentukan layak atau tidaknya calon pendeta tersebut menjadi pendeta. Ujian ini dilaksanakan dalam sidang Klasis36. Pada tanggal Bapak Ponidi Sopater 8 April 1926 mengikuti ujian peremptoir dan ternyata hasil ujiannya memuaskan, maka Majelis Gereja Kristen Gondokusuman segera menentukan tanggal pentahbisannya yaitu pada tanggal 29 April 1926. Mulai saat itu Gereja Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta sudah mempunyai pendeta pribumi dan semakin memudahkan komunikasi dengan warga jemaat. B. Periode tahun 1926-1942 1. Pembangunan Gedung Gereja yang Baru Tahun 1926 Gereja Kristen Jawa Gondokusuman telah memiliki Pendeta pribumi untuk pertama kalinya. Hal ini membuktikan bahwa Gereja Kristen Jawa Gondokusuman berani merintis dan menjadi inspirasi bagi jemaat-jemaat di wilayah lain. Perkembangan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman di tahun-tahun berikutnya semakin pesat, dapat dilihat dari jumlah jemaatnya yang semakin banyak. Gedung gereja yang dibangun pada tahun 1903 tidak mampu lagi menampung jemaat saat kebaktian pada hari Minggu. Banyak jemaat yang berdiri di luar gedung gereja pada saat kebaktian. Keadaan ini tentu menjadi persoalan yang harus diselesaikan oleh majelis gereja. Setelah dibicarakan akhirnya majelis menemukan solusi yang tepat yaitu 36



Klasis adalah persidangan dari tiga Gereja atau lebih. Persidangan ini dihadiri oleh utusan majelis Gereja se-klasis tersebut. Kehadiran mereka harus disrtai sebuah surat tanda utusan dari majelis Gereja. Klasis bukanlah merupakan suatu badan yang permanen dan oleh karena itu yang memimpin persidangan klasis selalu dipilih pada waktu persidangan dimulai, berlaku selama persidangan berlangsung dan akan berakhir pada saat persidangan juga berakhir.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



32 jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman harus memiliki gedung ereja yang baru dan lebih luas lagi, yang mampu menampung 1000 orang pengunjung kebaktian pada hari Minggu. Lokasi yang dipilih adalah sebelah timur komples Rumah Sakit Pertronella. Rencana majelis gereja ini kemudian disampaikan kepada seluruh jemaat gereja dan jemaat menyambut positif rencana ini. Setelah mendapat persetujuan dari jemaat, majelis kemudian membicarakan dan membahas bagaimana caranya untuk memperoleh dana pembangunan gedung gereja yang baru. Akhirnya ditemukan jalan keluar, penghimpunan dana ini akan dilakukan dengan cara meminjam kepada warga jemaat sendiri yang berkenan dalam bentuk penjualan obligasi dan ternyata cara inipun mendapat respon yang baik dari jemaat. Pengumpulan dana berjalan lancar berkat kemurahan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga panitia pembangunan gereja dalam waktu singkat telah mengumpulkan dana sebesar F.40.000,- (empat puluh ribu gulden). Setelah persiapan dianggap cukup dan dana pun mencukupi, maka pelaksanaan pembangunan gedung gereja yang baru segera dimulai. Peletakkan batu pertama dilakukan pada tanggal 18 November 1929, pelaksanaan pekerjaan pembangunan dipercayakan kepada seorang arsitek yang bernama Pluyter. Seminggu setelah diadakan peletakan batu pertama panitia menerima kiriman berupa sebuah lonceng gereja yang besar dan cantik, tepatnya pada tanggal 25 November 1929. Lonceng tersebut merupakan sumbangan dari siswasiswa Sekolah Minggu yang berhimpun di kota Amsterdam, Belanda. Pembangunan gereja dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun, tepatnya pada



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



33 bulan November 1930. Kerangka atapnya terbuat dari besi baja, gentingnya dari tanah liat, dan plafonnya sengaja dibuat dari anyaman kulit pelepah daun gebang. Usuk, reng, pintu, jendela, mimbar, dan kursi-kursi yang digunakan semua terbuat dari kayu jati. Ruangan di dalam gereja tidak menggunakan satu tiang pun. Lampu penerangannya terdiri dari lampu listrik model gantungan sebanyak lima buah dan di atas dinding mimbar di pasang hiasan selembar kain batik berukuran besar dengan tulisan huruf Jawa yang dikutip dari Kitab Injil Yohanes 3:16 yang dalam bahasa Indonesia berarti: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Allah tetap mengaruniakan Putranya supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Peresmian gedung gereja yang baru dilangsungkan pada hari Kamis, 11 Desember 1930. Sebagai tanda bahwa gedung gereja telah digunakan diadakan upacara kebaktian yang dipimpin oleh bapak Ponidi Sopater. Setelah upacara kebaktian pembukaan gedung gereja selesai, dilanjutkan lagi dengan penanaman dua buah pohon sawo kecik di depan halaman gereja. Setelah penanaman pohon sawo kecik tersebut, gedung gereja dinamakan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta. Sesudah diadakan peresmian pembukaan gedung gereja, maka pada hari Minggu berikutnya yaitu pada tanggal 14 Desember 1930 Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman itu mulai digunakan sebagai tempat kebaktian dan gedung yang lama digunakan untuk balai pertemuan umat Kristen.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



34 2. Terbentuknya Perkumpulan-Perkumpulan di dalam Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta Perkembangan selanjutnya yang nampak di tengah-tengah jemaat Gondokusuman sesudah tahun 1930 ialah bangkitnya pengaruh rasa kebangsaan di antara para pemuda warga Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman37. Banyak di antara pemuda dan pelajar Kristen secara sembunyi-sembunyi rajin mengikuti ceramah-ceramah yang berbau politik kebangsaan, walaupun pada waktu itu bagi umat Kristen masih ada larangan untuk berpolitik. Akibat dari pengaruh itu, maka para pemuda Kristen mulai memberanikan diri untuk membantu



perkumpulan-perkumpulan



dengan



maksud



untuk



menggalang



persatuan. Perkumpulan-perkumpulan tersebut antara lain:38 a. Perkumpulan guru-guru Kristen yang disingkat P.G.C.. b. Perkumpulan pegawai-pegawai rumah sakit Kristen yang dinamakan organisasi perkumpulan Verplegers dan Verpeegsters Kristen atau yang disingkat P.V.K. c. Perkumpulan ibu-ibu warga jemaat Gondokusuman yang dinamakan organisasi Mardi Wanita Kristen atau yang disingkat M.W.K. d. Perkumpulan para pelajar tingkat MULO dan AMS yang dinamakan Christen Jongeran Vereeniging yang berarti Perkumpulan Pemuda Kristen atau yang disingkat C.J.V. Semua anggota perkumpulan tersebut sebagian besar adalah warga Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dan di antara organisasi-organisasi tersebut yang pada waktu itu paling menonjol adalah C.V.J atau Perkumpulan Pemuda Kristen. Dari kalangan para ibu warga jemaat Gondokusuman pun tidak ingin ketinggalan dalam hal pelaksanaan kegiatan. Pada tahun 1935, perkumpulan ibu-ibu tersebut sudah mulai berusaha mengadakan pemberantasan buta huruf bagi wanita-wanita 37 38



Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman,op.cit. , hlm. 46. Ibid, hlm.47.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



35 Kristen yang belum mengenal huruf. Kegiatan mereka ini bertujuan agar para wanita Kristen dapat membaca dan menulis. 3. Pergantian Pendeta di Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta Perkembangan jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman yang semakin maju mengakibatkan pembinaan serta pelayanan bagi warga jemaat tidak mungkin hanya ditangani oleh seorang pendeta saja. Oleh karena itu, pada tahun 1937 jemaat Gondokusuman mulai memanggil seorang tenaga muda lulusan Sekolah Theologia Yogyakarta untuk menjadi guru Injil GKJ Gondokusuman guna membantu bapak Pendeta Ponidi Sopater. Pemuda yang dipanggil itu bernama Wiyoto yang kemudian menjadi Pendeta Gereja Kristen Jawa Wonosari Gunungkidul, sehingga Pendeta Ponidi Sopater terpaksa bekerja sendiri lagi untuk melayani jemaat Gondokusuman. Beratnya pekerjaan dalam melayani jemaat Gondokusuman yang semakin bertambah banyak jumlahnya, membuat kesehatan jasmani Pendeta Ponidi Sopater menurun dan sering menderita sakit. Keadaan inilah yang memunculkan keprihatinan bagi seluruh jemaat Gondokusuman, sehingga dengan sangat berat hati beliau terpaksa mengajukan pensiun dengan alasan kesehatannya. Sampai pada saat pensiun, Pendeta Ponidi Sopater telah mengabdi kepada jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman selama 25 tahun sebagai pendeta dan sebelumnya pun ia telah menjadi guru Injil GKJ Gondokusuman. Berakhirnya



masa



jabatan



Pendeta



Ponidi



Sopater



menyebabkan



kekosongan jabatan pendeta di kawasan Gondokusuman untuk beberapa waktu.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



36 Melihat keprihatinan tersebut, Majelis kemudian mengadakan pencalonan dan pemilihan pendeta lagi. Dari beberapa calon yang diajukan untuk dipilih, yang mendapatkan suara terbanyak adalah Bapak Pendeta Yosaphat Darmohatmodjo, beliau merupakan seorang pendeta dari Purworejo. Pada waktu mudanya, beliau adalah seorang guru Sekolah Rakyat Zending dan kemudian menjadi guru H.I.S. Purworejo. Pada tanggal 10 Agustus 1941 pendeta Yosaphat dikukuhkan menjadi Pamulang atau Pendeta Jemaat Kristen Jawa Gondokusuman Yogyakarta sampai pada masa pensiunnya pada tanggal 1 Juni 1965.



C. Pengorganisasian



dalam



Gereja



Kristen



Jawa



Sawokembar



Gondokusuman Yogyakarta Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Kehidupan bersama itu dibentuk oleh orang-orang yang atas pertolongan Roh Kudus menerima dengan percaya terhadap penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Pengertian demikian menunjukkan bahwa Gereja memiliki segi ilahi dan segi manusiawi. Segi ilahi Gereja adalah sebagai buah penyelamatan Allah, maka pemilik dan penguasa Gereja adalah Allah. Segi manusiawi Gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius, yang oleh pertolongan Roh Kudus diciptakan dan diselenggarakan secara lembagawi oleh manusia. Sebagai suatu kehidupan bersama religus yang lembagawi, Gereja Kristen Jawa membutuhkan kepemimpinan. Kekhasan kepemimpinan Gereja Kristen Jawa didasarkan pada segi Ilahi dan segi manusiawi Gereja. Dari segi Ilahi Gereja,



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



37 Gereja Kristen Jawa adalah buah penyelamatan Allah, yang hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya. Dari segi manusiawi, Gereja Kristen Jawa adalah suatu kehidupan bersama religius yang dipimpin oleh manusia dan atas kehendak Allah dalam kebijaksanaan-Nya dipanggil secara khusus untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, apa yang diputuskan dan atau yang dilakukan oleh manusia dalam memimpin Gereja, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah. Untuk menentukan bahwa suatu keputusan atau tindakan manusia dalam memimpin Gereja Kristen Jawa dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, dipakai tiga pedoman yang berjenjang. Pertama adalah Alkitab, kedua adalah pokok-pokok ajaran Gereja Kristen Jawa yang dibuat berdasarkan Alkitab, dan ketiga adalah tata Gereja. Dalam tata Gereja Kristen Jawa bagian pengorganisasian meliputi tiga hal yaitu Gereja, klasis, dan sinode. a. Gereja Gereja Kristen Jawa berstatus badan hukum, dengan demikian setiap Gereja Kristen Jawa perlu memiliki nama yang pasti dan alamat yang jelas. Selain itu, kedudukan hukum setiap Gereja Kristen Jawa ditentukan oleh Gereja itu sendiri. Gereja Kristen Jawa dapat terdiri dari Gereja induk dan pepanthan. Satu atau beberapa pepanthan dari satu atau beberapa Gereja Kristen Jawa yang telah memenuhi syarat sebagai Gereja Kristen Jawa dapat didewasakan. Adapun syaratsyaratnya: dipimpin oleh majelis Gereja, mampu mengatur diri sendiri, mampu



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



38 mengembangkan diri sendiri, dan mampu membiayai diri sendiri berdasarkan Alkitab, pokok-pokok ajaran, serta tata Gereja Kristen Jawa. Warga Gereja Kristen Jawa adalah orang yang dibaptis di Gereja Kristen Jawa dan orang yang pindah dari Gereja lain masuk menjadi warga Gereja. Warga Gereja Kristen Jawa ini dibedakan menjadi dua. Pertama, warga baptis yaitu anak atau orang yang sudah dibaptis namun belum mengaku percaya. Kedua, warga Sidi yaitu orang yang sudah dibaptis pada usia dewasa atau orang dewasa yang telah menerima baptis pada usia kanak-kanak dan telah mengaku percaya. Setiap warga Gereja Kristen Jawa memiliki hak dan kewajiban. Hak ini meliputi mendapatkan pelayanan Gereja agar keselamatannya terpelihara, memilih dan dipilih sebagai anggota Majelis Gereja, dipilih sebagai anggota badan-badan pembantu Majelis Gereja, dan mengajukan keberatan yang sah (hak banding) atas kebijaksanaan Majelis Gereja. Kewajiban warga Gereja adalah bertanggungjawab atas kehidupan Gereja Kristen Jawa dan pelaksanaan tugas panggilan Gereja. Status dan hak kewargaan Gereja dapat hilang apabila pindah ke Gereja lain, meninggalkan iman Kristen dan meninggal dunia. Pada dasarnya Gereja Kristen Jawa dipimpin oleh Allah sendiri yang secara kolektif dilaksanakan oleh orang-orang yang atas kehendak Allah dipilih, dipanggil, dan ditahbiskan atau diteguhkan untuk memangku jabatan sebagai pendeta, penatua, dan diaken yang selanjutnya disebut Majelis Gereja. Dalam Gereja Kristen Jawa, ada Sidang Majelis Gereja. Sidang ini merupakan persidangan para pemangku jabatan Gerejawi suatu Gereja Kristen Jawa.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



39 Sidang Majelis Gereja terbagi dalam dua macam:39 1. Sidang Majelis Gereja yaitu persidangan majelis untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya berdasarkan kehendak Kristus. 2. Sidang Majelis Gereja Terbuka yaitu persidangan majelis yang dihadiri oleh warga Gereja, untuk membicarakan masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya berdasarkan kehendak Kristus. Keputusan Sidang Majelis Gereja dan Sidang Majelis Gereja Terbuka ditetapkan berdasarkan Alkitab, pokok-pokok ajaran Gereja Kristen Jawa, tata Gereja, dan tata laksana Gereja Kristen Jawa dengan mempertimbangkan keputusan Klasis dan Sinode. Dari Keputusan yang telah dibuat tersebut wajib diterima oleh warga dari Gereja Kristen Jawa yang bersangkutan. Majelis Gereja dalam melaksanakan tugas panggilannya dapat mengangkat Badan-badan Pembantu Majelis Gereja. Badan ini adalah kelompok orang yang diangkat oleh Majelis Gereja sebagai komisi, panitia, atau tim yang melaksanakan tugas tertentu dan bertanggung jawab kepada Majelis Gereja. Dalam melaksanakan tugas panggilannya pun, setiap Gereja Kristen Jawa memiliki administrasi Gereja yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Setiap Gereja Kristen Jawa memiliki kekayaan yang pada hakikatnya kekayaan tersebut adalah milik Allah yang pengelolaannya dipercayakan kepada Gereja Kristen Jawa dalam rangka melaksanakan tugas panggilannya. Kekayaan Gereja Kristen Jawa terdiri dari uang, surat berharga, barang bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan intelektual. Kekayaan yang dimiliki oleh setiap Gereja



39



Sinode GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GerejaGereja Kristen Jawa, 2012, hlm. 10



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



40 Kristen Jawa diperoleh dari persembahan warga Gereja, sumbangan perorangan atau lembaga yang tidak mengikat, dan sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan iman Kristen. Berkaitan dengan perubahan status Gereja, jika suatu Gereja Kristen Jawa karena sebab tertentu mengalami kemunduran dan telah diadakan pembinaan tetapi tidak mengalami perubahan sehingga tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Gereja Kristen Jawa, statusnya dapat berubah menjadi pepanthan. b. Klasis Klasis Gereja-Gereja Kristen Jawa adalah ikatan kebersamaan beberapa Gereja Kristen Jawa di wilayah tertentu yang didasarkan pada pengakuan keesaan Gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, pokok-pokok ajaran Gereja Kristen Jawa, serta tata Gereja dan tata laksana Gereja Kristen Jawa. Ikatan kebersamaan beberapa Gereja Kristen Jawa tersebut diwujudkan dalam Persidangan Klasis dan Visitasi. Beberapa Gereja yang berasal dari satu atau beberapa klasis yang berdekatan dan telah mampu mengatur, mengembangkan, serta membiayai diri sendiri sebagai klasis dapat berdiri menjadi sebuah klasis baru. Setiap klasis memiliki nama yang pasti dan alamat yang jelas. Kedudukan hukum setiap klasis ditentukan oleh klasis itu sendiri. Apabila dalam melaksanakan pelayanannya Gereja Kristen Jawa mengalami masalah, maka akan diadakan Sidang Klasis. Sidang Klasis adalah persidangan para pemangku jabatan Gerejawi utusan Gereja-Gereja anggota Klasis yang bersangkutan.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



41 Sidang Klasis terbagi dalam dua macam:40 1. Sidang Klasis yaitu persidangan untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya dalam lingkup klasis, berdasarkan kehendak Kristus Raja Gereja. 2. Sidang Klasis Istimewa yaitu persidangan untuk membicarakan masalah-masalah tertentu dan mendesak yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya dalam lingkup klasis, berdasarkan kehendak Kristus Raja Gereja. Keputusan yang diperoleh pada saat Sidang Klasis dan Sidang Klasis Istimewa ditetapkan berdasarkan Alkitab, pokok-pokok ajaran Gereja Kristen Jawa, serta tata Gereja dan tata laksana Gereja Kristen Jawa. Selain itu, keputusan tersebut pun mengikat Gereja-Gereja se-klasis yang bersangkutan. Visitasi Klasis adalah perkunjungan Gerejawi yang dilakukan oleh para pejabat Gerejawi yang ditunjuk oleh persidangan klasis ke suatu Gereja sebagai wujud ikatan Gereja-Gereja dalam lingkungan klasis. Visitasi klasis bertujuan untuk saling mengingatkan dan menguatkan agar Gereja-Gereja senantiasa melaksanakan tanggung jawabnya, baik dalam pemberitaan penyelamatan Allah, pemeliharaan keselamatan, penataan organisasi, serta keuangan dan harta benda. Klasis dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Badan Pelaksana Klasis (Bapelklas), Badan Pengawas Klasis (Bawasklas), dan Administrasi Klasis. Pertama, Badan Pelaksana Klasis (Bapelklas) adalah badan yang beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan klasis untuk melaksanakan keputusan-keputusan klasis. Bapelklas mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada persidangan klasis berikutnya dan diberhentikan oleh persidangan klasis. 40



Ibid., hlm. 13



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



42 Kedua, Badan Pengawas Klasis (Bawasklas) adalah badan yang beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan klasis untuk melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan kekayaan klasis. Bawasklas mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada persidangan klasis berikutnya dan diberhentikan oleh persidangan klasis. Ketiga, Administrasi Klasis adalah penataan, penyelenggaraan, dan pengurusan segala usaha atau kegiatan klasis, yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Setiap Klasis memiliki kekayaan yang pada hakikatnya kekayaan tersebut adalah milik Allah yang pengelolaannya dipercayakan kepada Klasis dalam rangka melaksanakan tugas panggilannya untuk karya penyelamatan Allah. Kekayaan Klasis terdiri dari uang, surat berharga, barang bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan intelektual. Kekayaan yang dimiliki oleh Klasis diperoleh dari dukungan Gereja-Gereja se-klasis, persembahan warga Gereja, sumbangan perseorangan atau lembaga yang tidak mengikat, dan sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan iman Kristen. c. Sinode Sinode Gereja Kristen Jawa adalah ikatan kebersamaan seluruh GerejaGereja Kristen Jawa melalui Klasis yang didasarkan pada pengakuan keesaan Gereja sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab dengan menaati pokok-pokok ajaran GKJ, serta tata Gereja dan tata laksana GKJ. Sinode GKJ pertama kali diselengarakan di Kebumen, pada tanggal 17 Februari 1931. Para pemangku jabatan Gerejawi utusan tiap klasis GKJ berhak melakukan persidangan apabila



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



43 menghadapi masalah dalam menjalankan pekerjaannya. Persidangan tersebut biasa disebut Sidang Sinode. Sidang Sinode terbagi menjadi dua:41 1. Sidang Sinode yaitu persidangan untuk membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya dalam lingkup sinode, berdasarkan kehendak Kristus Raja Gereja. 2. Sidang Sinode Istimewa yaitu persidangan untuk membicarakan masalah-masalah tertentu dan mendesak yang berkaitan dengan kehidupan Gereja dan tugas panggilannya dalam lingkup sinode, berdasarkan kehendak Kristus Raja Gereja. Keputusan yang diperoleh pada saat Sidang Sinode dan Sidang Sinode Istimewa ditetapkan berdasarkan Alkitab, pokok-pokok ajaran Gereja Kristen Jawa, serta tata Gereja dan tata laksana Gereja Kristen Jawa, yang harus diterima oleh setiap GKJ atau klasis. Visitasi sinode adalah perkunjungan Gerejawi yang dilakukan oleh para pejabat Gerejawi yang ditunjuk oleh persidangan sinode ke suatu klasis sebagai wujud ikatan Gereja-Gereja dalam lingkungan sinode. Visitasi sinode bertujuan untuk melakukan pendampingan terhadap klasis atau Gereja melalui klasis yang divisitasi agar senantiasa melaksanakan tanggung jawabnya, baik dalam pemberitaan penyelamatan Allah, pemeliharaan keselamatan, penataan organisasi, serta keuangan dan harta benda. Klasis dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Badan Pelaksana Sinode (Bapelsin), Badan Pengawas Sinode (Bawasin), dan Administrasi Sinode. Pertama, Badan Pelaksana Sinode (Bapelsin) adalah badan yang beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan sinode untuk melaksanakan keputusan-keputusan 41



Ibid., hlm. 16.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



44 sinode. Bapelsin mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada persidangan sinode berikutnya dan diberhentikan oleh persidangan sinode. Kedua,



Badan



Pengawas



Sinode



(Bawasin)



adalah



badan



yang



beranggotakan orang-orang yang diangkat oleh persidangan sinode untuk melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan kekayaan sinode. Bawasin mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada persidangan sinode berikutnya dan diberhentikan oleh persidangan sinode. Ketiga, Administrasi Sinode adalah penataan, penyelenggaraan, dan pengurusan segala usaha atau kegiatan



sinode,



yang



meliputi



perencanaan,



pengaturan,



pelaksanaan,



pengawasan, dan evaluasi. Setiap Sinode memiliki kekayaan yang pada hakikatnya kekayaan tersebut adalah milik Allah yang pengelolaannya dipercayakan kepada Sinode dalam rangka melaksanakan tugas panggilannya untuk karya penyelamatan Allah. Kekayaan Sinode terdiri dari uang, surat berharga, barang bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan intelektual. Kekayaan yang dimiliki oleh Sinode diperoleh dari dukungan setiap GKJ, persembahan warga Gereja, sumbangan perseorangan atau lembaga yang tidak mengikat, dan sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan iman Kristen.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



BAB IV DAMPAK DARI HUBUNGAN GEREJA KRISTEN JAWA GONDOKUSUMAN DENGAN MASYARAKAT SEKITARNYA



A. Hubungan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman dengan Masyarakat Yogyakarta 1.



Gereja dan Adat Istiadat Tinggi rendahnya kebudayaan dan adat istiadat menunjukkan tinggi



rendahnya peradaban suatu bangsa. Peradaban dan kebudayaan dibentuk dari tata nilai yang luhur dan suci oleh lembaga masyarakat setempat. Nilai-nilai luhur dan suci ini diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Peradaban yang tercermin dari tata kehidupan masyarakat terbentuk dari nilai-nilai luhur dengan menjunjung tinggi martabat bangsa di dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat Jawa memiliki adat istiadat yang cukup kental, tidak terkecuali pada masyarakat Kristen Jawa di daerah Yogyakarta. Hal itu terlihat dalam tradisi atau kebiasaan yang diterapkan dalam perkawinan dan kematian di kehidupan sehari-hari. Gereja Kristen Jawa Sawokembar Yogyakarta sendiri tidak menolak adat istiadat Jawa ini, namun memilah mana adat yang perlu dilakukan dan mana yang tidak dan tidak menyalahi perintah Tuhan Yesus Kristus.42 Gereja melakukan hal ini karena warisan dari para Zending yang menyebarkan agama Kristen di Yogyakarta. Zending pada masa awal penyebaran agama Kristen membawa pengaruh Eropa dan bersikap selektif terhadap budaya dan kepercayaan lokal.



42



Hasil wawancara dengan Bu Pendeta Kristi S.Si pada pukul 10.30 WIB



45



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



46 a.



Perkawinan Tata nilai kehidupan dalam masyarakat adalah semua aktifitas yang



tercermin di dalam kehidupan masyarakat, hal ini termasuk pula upacara adat perkawinan. Tiap-tiap daerah mempunyai upacara tersendiri sesuai dengan adat istiadat setempat, tak terkecuali masyarakat Jawa. Di dalam masyarakat Jawa, pemuda Jawa pada umumnya bebas untuk memilih jodoh, namun demikian ada juga yang dijodohkan dengan yang masih ada hubungan keluarga atau pilihan orangtuanya. Pada perkembangannya tahun 1920-an, Gereja yang masih mendapatkan pengaruh dari Zending mulai mempermasalahkan soal pemilihan jodoh yang masih mempertimbangkan bobot, bibit, bebet di samping mempertimbangkan rupa, watak, kesetiaan, dan perhitungan tanggal kelahiran atau pasaran.43 Di dalam adat perkawinan Jawa ada beberapa upacara dan tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan ini akan dikemukakan secara garis besar dalam beberapa tahapan yaitu sebelum pernikahan, acara pernikahan, dan sesudah pernikahan . Sebelum pernikahan, pertama, upacara nontoni, dalam upacara ini orang tua atau yang dianggap dapat mewakili orang tua mengajak pemuda datang ke rumah gadis yang sekiranya cocok dengan pilihannya. Pada waktu pemuda dan orangtuanya duduk di ruang tamu, diterima oleh orangtua gadis tersebut, yang menghidangkan jamuannya adalah gadis yang akan diambil menjadi calon istrinya.



43



Pertimbangan dan perhitungan tentang bobot, bibit, bebet dan hari pasaran memang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Secara harafiah, bobot berarti keadaan orang itu, anak, kepandaiannya, tingkah lakunya, dsb. Bobot berarti siapa dan bagaimana garis ke atas dari orang itu, siapa orang tuanya, siapa yang menurunkannya. Bebet, menyentuh watak dan sifat orang tuanya dan dirinya.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



47 Pada saat menghidangkan jamuan itulah saat yang paling tepat untuk mengamat-amati gadis calon istrinya. Apabila telah dirasa cocok maka disusul dengan upacara kedua yaitu srah-srahan, dalam upacara ini orang tua pemuda menyerahkan barang-barang kepada keluarga gadis calon istrinya. Barang-barang yang diserahkan kepada keluarga calon pengantin puteri itu disebut peningset atau tanda pengikat. Maksud dari tanda pengikat ini adalah bahwa gadis itu telah terikat untuk melangsungkan perkawinan dengan pemuda tersebut. Untuk menjaga segala kemungkinan, sebelum memberikan peningset tentu diadakan perundingan terlebih dahulu, apakah gadis tersebut bersedia menikah dengan pemuda tersebut. Bila si gadis tidak bersedia, upacara srah-srahan peningset tidak akan dilaksanakan yang berarti belum jodohnya. Dengan adanya tanda pengikat ini, belum berarti gadis itu harus melangsungkan pernikahannya dengan pemuda itu, tetapi dapat juga dibatalkan apabila ada hal-hal yang kurang sesuai di kemudian hari sebelum melangsungkan pernikahan. Masa selama menerima peningset sampai waktu berlangsungnya pernikahan adalah masa saling mengenal pribadi masing-masing. Upacara ketiga adalah pasang tarub, yang sesungguhnya adalah sesuatu yang erat hubungannya dengan takhyul. Dalam upacara ini yang pertama diperlukan sebuah bangunan non-permanen yang terkenal dengan nama Tarub, terbuat dari bambu, gedek, atap rumbia dan dalam perkembangannya diganti dengan tiang kayu atau pipa besi dan diberi atap. Di dalam upacara pasang tarub yang terpenting ialah diadakannya sejumlah sesaji. Sebelum tarub dipasang, diadakan kenduri untuk 3, 5, 7, 9, 11 orang, jelasnya untuk sejumlah orang yang ganjil hitungannya. Selain itu, ditaburkan pula kembang setaman, bunga rampai di



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



48 keempat penjuru halaman rumah, di kamar mandi, dan di tempat menyimpan beras. Sesaji juga diletakkan di perempatan dan di atas jembatan yang terdekat dengan rumah. Hal ini dilakukan agar acara tidak mendapat gangguan dari syaitan. Tahapan keempat adalah siraman, yaitu memandikan calon pengantin dengan banyu setaman atau air dari bunga setaman agar tubuh pengantin wangi, yang secara simbolik nama kedua calon pengantin akan semerbak setelah menikah. Tahapan kelima adalah midodareni, yaitu doa yang dilakukan dirumah pengantin wanita, dengan tujuan mengharapkan kedatangan widodari sekathi kurang siji yaitu putri dari kayangan yang berjumlah sepuluh ribu kurang satu untuk menyaksikan dan memberi restu kepada kedua pengantin. Tahapan yang terakhir dalam pelaksanaan perkawinan adalah upacara perkawinan atau biasa disebut ijab. Setelah dilaksanakannya perkawinan, masih ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh pasangan suami istri, yaitu sungsuman, boyongan, dan pemberian nama tua. Sungsuman bertujuan mengundang semua orang yang membantu perhelatan untuk makan jenang sumsum. Selanjutnya adalah boyongan yang berarti mengajak pengantin wanita pulang ke rumah pengantin pria. Tahapan yang terakhir adalah pemberian nama tua yang melambangkan persatuan dan kesatuan antara kedua pengantin, juga merupakan tanda perubahan status di dalam kehidupan masyarakat dari anak menjadi dewasa. Pada saat itu adat dan kebiasaaan Jawa ini dianggap terlalu merepotkan dan bertentangan dengan ajaran Kristen oleh Gereja. Upacara perkawinan tersebut dianggap tidak perlu dalam kehidupan masyarakat Kristen Jawa. Selain itu, Gereja pun menekankan semua hari adalah baik bagi Allah Bapa jadi tidak perlu adanya pemilihan hari baik. Sinode Gereja-Gereja Kristen kemudian menganggap perlu



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



49 mengambil sikap yang cukup tegas. Sinode menetapkan sebuah hukum adat perkawinan tersendiri. Hukum perkawinan itu ditetapkan dalam Sinode IV di Magelang pada tahun 1935, yang berisi:44 1. Umur pernikahan, laki-laki 18 tahun, wanita 15 tahun. Dalam hal-hal tertentu usia di bawah umur bisa dinikahkan. 2. Wanita yang bercerai dengan suaminya, baru boleh menikah lagi sesudah 300 hari dari perceraiannya. 3. Pernikahan dengan prinsip monogami, wayuh (madu) tidak diperkenankan. 4. Nikah dari orang yang masuk Kristen, tetap diakui sebagai nikah yang sah. 5. Mereka yang hendak masuk Kristen beristri lebih dari satu, tetap dianggap sah, kalau hendak menceraikan istri-istrinya diperbolehkan. Pada saat ini sudah diperbaharui oleh Sinode GKJ dan diterbitkan buku ”Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa” pada tahun 2005 dan masalah perkawinan ini ditetapkan dalam Tata Laksana pasal 49. b. Kematian Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan tertentu tentang kematian. Orang yang telah mati rohnya masih tetap hidup di alam roh. Selain itu, kebiasaan menghormati roh nenek moyang melalui selamatan-selamatan dan upacaraupacara sekitar kematian. Kepercayaan masyarakat itulah yang menjadi masalah cukup besar bagi orang Kristen, sebab mereka memiliki latar belakang tersebut. Menurut kenyataan yang memang juga dibuktikan dengan berbagai penelitian dan pengamatan, praktek melakukan upacara-upacara kematian masih banyak dilakukan oleh orang Kristen Jawa. Keadaan yang seperti ini cukup membingungkan para majelis dan pendeta. Dalam hubungan ini, Sinode memang



44



Tim Benih yang Tumbuh Sinode XVII-GKJ, Gereja-Gereja Kristen Jawa: Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa, Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen,1986, hlm. 136.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



50 tidak menetapkan secara tegas larangan untuk menjalankan upacara kematian namun prinsipnya jelas, yakni semua upacara yang mengandung kepercayaan lama dilarang dan ditiadakan. Sinode bahkan menetapkan liturgi upacara pemakaman yang meliputi upacara di rumah dan di kubur. Liturgi upacara pemakaman sendiri adalah doa dan disertai nyanyian yang dilakukan di rumah jenazah maupun di tempat pemakaman yang dipimpin oleh majelis gereja.45 Liturgi upacara pemakaman ini bertujuan agar keluarga yang ditinggalkan diberikan penghiburan. Dalam agama Kristen orang yang sudah meninggal tidak didoakan. Hal ini dilakukan karena dalam Alkitab tidak ada satupun contoh kasus mendoakan orang yang sudah meninggal. 2.



Gereja dan Bahasa serta Kesenian Daerah



a.



Bahasa Daerah Masyarakat Kristen Jawa Yogyakarta melestarikan penggunaan bahasa



Jawa, bahkan mereka juga memelihara dengan baik kebudayaan berbahasa Jawa di dalam ibadah, kebaktian rumah tangga, dan penelahan Alkitab. Bahasa Jawa merupakan bahasa resmi di Gereja-Gereja Kristen Jawa. Selain merupakan bahasa komunikasi dan bahasa ibadah, bahasa Jawa juga menjadi bahasa rapat antar Gereja- Gereja Jawa misalnya dalam sidang klasis maupun sidang sinode. Perubahan terjadi sejak tahun 1962, di kota-kota mulai dipakai bahasa Indonesia dalam khotbah dan ibadah, terutama dalam melayani kebaktian untuk pemuda. Terjadinya perubahan tersebut kemudian membuat bahasa Jawa dan bahasa Indonesia digunakan secara bergantian tiap minggunya. Akta sinode, 45



Hasil wawancara dengan Bu Pendeta Kristi S.Si , 10 April 2014 pukul 11.00 WIB



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



51 persidangan sinode dan klasis juga menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kemunduran bahasa Jawa dalam Gereja, tetapi di sini Gereja mengikuti dan menyesuaikan perkembangan zaman yang pada saat itu telah menggunakan bahasa Indonesia. b. Kesenian Daerah Masyarakat Jawa Yogyakarta memiliki kesenian daerah tersendiri yang masih dipelihara dengan baik. Kesenian daerah itu misalnya seperti, seni karawitan, seni kethoprak, wayang, dan lainnya. Sikap Gereja terhadap kesenian daerah memang sejak dahulu senantiasa menunjukkan sikap mendua karena ada yang pro dan ada yang kontra. Golongan yang menolak antara lain menganggap bahwa kesenian daerah itu mengandung unsur-unsur dan kepercayaan lama yang bersifat hinduistik serta animistik. Oleh karena itu, wayang kulit atau wayang orang dan tari-tarian tertentu dianggap tidak baik dan merupakan bagian dari kepercayaan lama yang bertentangan dengan iman Kristen. Jenis kesenian yang memperagakan olah tubuh yang erotik pun juga dianggap sebagai dosa atau setidaknya merangsang dosa. Seiring perkembangan zaman golongan kontra ini mulai melunak dan menerima kesenian daerah. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh Eropa di dalam Gereja sudah memudar, karena pada dasarnya orang Eropa menganggap kepercayaan lama sangat bertentangan dengan Alkitab. Golongan yang pro adalah mereka yang pada umumnya memandang secara berbeda, yaitu memandang kesenian murni sebagai sebuah kesenian. Golongan ini bahkan melihat secara positif terhadap kebudayaan dan kesenian daerah, sehingga mereka mengembangkannya sebagai sarana untuk pekabaran Injil. Misalnya, tembang (seni suara) akhirnya melahirkan buku-buku tembang berisi ajaran



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



52 kekristenan, seperti Tjablaka. Bahkan ada yang menggunakan pendhalangan dan kesenian daerah lainnya untuk keperluan pekabaran Injil maupun ibadah, dan perhelatan Kristen. Gereja-gereja Kristen Jawa pun pernah memiliki Komisi Komunikasi Massa (Kokomas) yang menyelenggarakan berbagai kegiatan, antara lain upgrading dhalang Kristen, yang kemudian memutuskan memanfaatkan sarana wayang dan pendhalangan untuk pemasyhuran Injil. Bahkan Kokomas juga sempat menciptakan wayang Kristen, kethoprak Kristen, dan suarawati (pesinden) Kristen. Khusus wayang kulit dan ketoprak Kristen cerita diambil dari Kitab Suci Injil, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tokoh-tokoh yang ditampilkan pun sesuai dengan tokoh dalam kitab suci umat Kristen, seperti Daud, Samuel, dan Yeremia. Namun, pagelaran tetap memunculkan tokoh Punakawan, tetapi nama Petruk, Gareng, dan Bagong digabung dengan nama murid-murid Yesus Kristus, jadilah nama Punakawan menjadi Markus Gareng, Matius Petruk, dan Yohannes Bagong.46 Meski tidak semua terlaksana, akan tetapi beberapa memang terlaksana dan sempat menjadi tenar di kalangan umat Kristen pada masa lalu. Kreasi atas penggunaan dan pengembangan kesenian daerah telah merambat ke seluruh wilayah. Ada yang mengembangkan pedhalangan dengan mengambil cerita atau lakon dari Alkitab, begitu juga kethopraknya. Ada juga yang mengembangkan seni tari dengan bertemakan Alkitabiah dan umumnya dipentaskan ketika perayaan hari raya Kristiani. Gereja saat ini sendiri sangat 46



Hasil wawancara dengan Bu Pendeta Kristi S.Si, tanggal 15 Desember 2014 pukul 11.00 WIB



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



53 menerima dan terbuka dengan adat dan istiadat Jawa, sangat berbeda saat di bawah pengaruh Zending pada tahun 1913-1926 yang sangat menentang adat dan istiadat yang berbau kepercayaan lama dan bersikap selektif. 3.



Gereja dan Kesehatan Masyarakat Masalah kesehatan selalu menjadi masalah yang penting dalam



masyarakat. Untuk itu masalah kesehatan menjadi point penting dalam perubahan strategi zending uantuk melakukan pekabaran Injil. Kebutuhan masyarakat akan kesehatan menjadi terpenuhi dengan adanya rumah sakit, yang pada tahun 1890-an belum ada layanan kesehatan masyarakat. Melihat keadaaan itu pendeta Scheurer kemudian merintis untuk mendirikan Rumah Sakit Petronella pada tahun 1900. Berdirinya rumah sakit ini sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan agama Kristen di Yogyakarta. Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit diberikan pekabaran Injil baik oleh perawat yang telah beragama Kristen maupun oleh dokter. Kegiatan ini tentu sangat membantu pekabaran Injil di masyarakat, pasien yang telah mendapat berita pekabaran Injil dan merasa dipanggil oleh Yesus Kristus, kemudian menerima baptisan, dan menjadi Kristen. Semakin banyak pasien dan petugas rumah sakit yang beragama Kristen memberi dampak positif, yaitu lahirnya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Rumah Sakit Petronella juga memberikan pemeriksaan gratis dan makanan kepada masyarakat sekitar maupun sekolah-sekolah Kristen pada saat itu. Pelayanan di bidang kesehatan ini terus berlanjut dan bekerjasama dengan Gereja untuk melakukan pekabaran Injil.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



54 4.



Gereja dan Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan yang menjadi



sorotan utama pelayanan Gereja. Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melakukan pekabaran Injil. Atas alasan tersebut kemudian dibangunlah sekolahsekolah untuk membantu masyarakat memberikan pelayanan pendidikan sekaligus melakukan pekabaran Injil. Sebenarnya hal ini tidak terlepas dari diterapkannya politik etis oleh pemerintah kolonial. Politik etis mengubah pandangan dalam politik kolonial yang beranggapan bahwa Indonesia tidak lagi merupakan “wingewest”(daerah



yang



menguntungkan)



menjadi



daerah



yang



perlu



dikembangkan sehingga dapat dipenuhi keperluannya, dan ditingkatkannya budaya rakyat pribumi. 47 Adapun sekolah-sekolah yang didirikan adalah: a.



Tahun 1905 keadaan di daerah Gondokusuman semakin ramai dan kemudian dibangun sebuah gedung sekolah yaitu Keuchenius School. Sekolah ini bertujuan untuk mendidik anak-anak pribumi menjadi guru-guru sekolah kristen di Jawa. Sekolah ini mempunyai dua jurusan,48 yaitu: 1. de Eerste Afdeling, dibagian ini siswa-siswanya khusus dididik dan dipersiapkan untuk menjadi guru sekolah. Dipimpin oleh seorang ahli pendidik yaitu D.Koele wijn yang sekaligus menjadi direktur. 2. de Tweede Afdeling khusus mendidik siswa-siswanya untuk dipersiapkan menjadi calon guru Injil. Jurusan ini dipimpin oleh Pendeta Dr. F. L. Bakker.



b.



Pada tahun 1907 dibuka sekolah dasar 7 tahun yang bernama Koningin Wilhelmina School atau disingkat K.W.S. Awalnya sekolah ini dimaksudkan untuk mendidik anak-anak perempuan yang masih mempunyai hubungan



47



Sartono Kartodirjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975 hal 38. 48 Tim Penerbitan 75 Tahun GKJ Gondokusuman, 75 tahun Gereja Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta: Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, 1988, hlm. 30.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



55 darah bangsawan atau priyayi, namun dalam perkembangannya sekolah ini menjadi sekolah dasar 7 tahun. Adanya sekolah ini membuat perkembangan jemaat Gondokusuman semakin pesat. c.



Pada tahun 1913 dibangun lagi sebuah Sekolah Dasar 7 tahun karena kesadaran akan pendidikan semakin tinggi. Sekolah ini dikenal dengan nama SCHOOL met den BIJBEL WETAN dan sekarang sekolah ini digunakan untuk SMP II Bopkri Yogyakarta. Sekolah ini sangat populer pada zamannya, sehingga banyak siswa yang datang dari luar kota untuk bersekolah di sekolah ini.



d.



Pada tahun 1921 didirikan Sekolah Chrijstelijke M.U.L.O., atau setingkat SMP saat ini, yang didirikan untuk pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian siswa-siswa Sekolah Dasar 7 tahun yang sudah lulus dan masih ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetap diberikan kesempatan seluas-luasnya. Bekas bangunan sekolah ini sekarang digunakan untuk SMA 1 Bopkri Yogyakarta.



e.



Pada tahun 1922 didirikan lagi sebuah Sekolah Dasar SCHOOL met den BIJBEL KULON. Sekolah ini didirikan karena animo untuk memasuki sekolah dasar 7 tahun sangatlah besar. Gedung sekolah ini sekarang digunakan untuk SMP Bopkri 5 Yogyakarta. Kemajuan-kemajuan yang nampak dalam bidang pendidikan pada waktu



itu tidak lepas dari adanya kerjasama yang baik antara pengurus persekolahan, pengurus jemaat GKJ Gondokusuman, dan pengurus rumah sakit Petronella. Hal ini dapat dilihat dari sekolah-sekolah tersebut yang mengadakan sekolah minggu. Selain itu, setiap pagi ada tenaga medis yang dikirim dari rumah sakit Petronella



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



56 untuk mengobati siswa-siswa yang menderita sakit ringan. Dengan adanya usaha pendirian sekolah-sekolah Kristen tersebut sangat mempengaruhi perkembangan jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Hal itu terlihat dari jumlah pengunjung kebaktian yang semakin meningkat pada setiap minggunya. c.



Dampak



Perkembangan



Gereja



Kristen



Jawa



Sawokembar



Gondokusuman terhadap Masyarakat Yogyakarta 1. Adat Istiadat, Bahasa, dan Kesenian Daerah Perkembangan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman di bawah Zending berpengaruh terhadap kelanjutan adat istiadat masyarakat di sekitar Yogyakarta. Zending yang membawa pengaruh Eropa ke masyarakat Jawa menimbulkan dampak yang cukup besar. Zending yang menganggap adat Jawa rendah sangat bersikap selektif. Keadaan ini membuat Zending menyeleksi adat Jawa mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat Kristen Jawa dan ini membawa perubahan. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya pola pikir masyarakat berkaitan dengan adat istiadat terutama dalam hal perkawinan dan kematian upacara-upacara yang masih kental dengan adat lama seperti upacara kematian yang menggunakan sesajian ditinggalkan. Selain itu, pengetahuan masyarakat seputar perkawinan dan kematian pun menjadi bertambah, sehingga masyarakat menjadi tahu mana hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Terlebih dengan adanya Hukum Adat Perkawinan menjadikan setiap pasangan yang ingin menikah mempunyai pedoman dalam menjalani perkawinannya.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



57 Dalam hal kematian pun demikian, masyarakat yang sudah beragama Kristen tidak lagi menjalankan upacara dengan tradisi lama yang dianggap bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus. Dapat dilihat ajaran dan perkembangan agama Kristen sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar Yogyakarta. Bahasa yang merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari juga tak lepas dari pengaruh perkembangan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman, dalam hal ini bahasa Jawa. Bahasa Jawa digunakan dalam ibadah, rapat, dan sidang Gereja Kristen Jawa. Hal ini tentu semakin memperkokoh bahasa Jawa sebagai alat komunikasi. Dalam perkembangannya bahasa Indonesia mulai digunakan dalam ibadah dan sidang-sidang, tetapi bahasa Jawa tetap diutamakan. Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman juga tetap memelihara kesenian daerah Yogyakarta, seperti ketophrak dan wayang. Awalnya gereja sangat bersikap selektif terhadap kesenian daerah yang dianggap masih mengandung kepercayaan lama, namun setelah diadakan sidang sinode pada tahun 1960, gereja menerima kesenian daerah masyarakat Yogyakarta. Hal ini tentu berpengaruh positif terhadap kelestarian kesenian daerah lokal, selain dapat menikmati pertunjukan masyarakat pun juga dapat lebih mengenal tentang Yesus Kristus. Pada dasarnya Gereja tetap menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, namun tetap selaras dengan ajaran Yesus Kristus. 2. Kesehatan Masyarakat Perkembangan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman tentu membawa perubahan positif bagi masyarakat sekitar Yogyakarta, salah satunya di bidang kesehatan. Sebelum tahun 1900 masyarakat Yogyakarta masih tergantung pada pengobatan alternatif. Setelah kedatangan pendeta Scheurer di Yogyakarta,



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



58 keadaan mulai berubah. Pendeta Scheurer memberikan pelayanan kesehatan cumacuma dan dikenal sebagai “dokter tulung” hingga kemudian dia mendirikan Rumah Sakit Petronella. Dalam pelayanan kesehatan, perawat dan dokter rumah sakit ini juga memberitakan Injil Yesus Kristus kepada para pasien yang datang dengan membacakan Injil. Rumah sakit ini tentu sangat membantu masyarakat, mereka dapat mendapatkan pengobatan dan perawatan medis yang lebih baik, sehingga masalah di bidang kesehatan dapat berkurang. Selain dibidang kesehatan, rumah sakit ini memberikan dampak yang lain. Perkembangan yang terjadi membuat berita tentang Yesus Kristus semakin menyebar dan semakin dikenal. Keadaan ini membuat masyarakat Yogyakarta yang masuk dan menjadi Kristen semakin bertambah, namun tidak ada data yang pasti tentang jumlah pertambahan ini. Masyarakat disekitar Yogyakarta juga banyak yang mendapat pekerjaan di Rumah Sakit Petronella. 3. Pendidikan Masyarakat Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman juga mendukung perkembangan dalam bidang pendidikan, yaitu dengan dibangunnya sekolahsekolah di sekitar Yogyakarta. Adanya sekolah-sekolah di Yogyakarta sangat berpengaruh positif terhadap perkembangan masyarakat. Masyarakat yang semula banyak yang buta huruf



dengan adanya pendidikan yang hadir di tengah



kehidupan masyarakat mampu memberantas buta huruf. Selain itu, dengan adanya pendidikan mampu memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan mampu merubah pola pikir masyarakat ke arah yang lebih baik lagi. Pendidikan juga melahirkan generasi-generasi yang berwawasan, yang mampu membawa perubahan positif bagi kehidupan masyarakat sekitar.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



BAB V PENUTUP



Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Berdirinya Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta dilatarbelakangi usaha pekabaran Injil yang dilakukan oleh Pendeta Jacob Wilhem, J.G. Scheurer, dan Cornelius Swaan. Pada awalnya Yogyakarta merupakan daerah terlarang untuk pekabaran Injil, atas usaha pendeta Jacob Wilhem larangan tersebut dicabut pada tahun 1891 Januari dan sejak saat pekabaran Injil di Yogyakarta dipegang oleh zending. Pekabaran Injil di Yogyakarta makin berkembang dengan pesat setelah dibangunnya Rumah Sakit Petronella 1 Maret 1900, yang dirintis oleh J.G. Scheurer. Rumah sakit ini selain menjadi sarana kesehatan juga menjadi sarana pekabaran Injil, pasien yang datang diberikan pekabaran Injil oleh pendeta dan guru Injil. Pekabaran Injil tidak hanya melalui bidang kesehatan saja, bidang pendidikan juga dijadikan sarana untuk pekabaran Injil. Hal ini terlihat dari dibangunnya sekolah yang dijadikan sarana pekabaran Injil. Adanya rumah sakit dan sekolah yang dijadikan sarana dalam pekabaran Injil membuat masyarakat sekitar rumah sakit dan sekolahan, baik yang bekerja di rumah sakit dan pelajar yang telah menjadi Kristen kemudian berkumpul menjadi satu dan membentuk pepanthan dari Gereja Induk di 59



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 Amsterdam yang dibimbing oleh pendeta Cornelius Swaan. Pepanthan ini kemudian berkembang dengan pesat seiring aktifitas pekabaran Injil di Rumah



Sakit



Gondokusuman



Petronella



dan



didewasakan



sekolah dan



dasar



menjadi



pribumi.



Gereja



Pepanthan



Kristen



Jawa



Gondokusuman pada 23 November 1913 yang bertempat di depan Rumah Sakit Petronella. 2. Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942 adalah masa awal perintisan. Di masa ini masalah komunikasi menjadi masalah serius dalam perkembangan Gereja. Orang-orang Belanda yang menjadi jemaat gereja kesulitan menyesuaikan dengan bahasa Jawa. Keadaan ini mengakibatkan jemaat Belanda kemudian memisahkan diri dan menjadikan ruang klinik Rumah Sakit Petronella sebagai tempat ibadah. Sementara itu di sisi lain, jemaat Jawa kurang mengerti isi khotbah yang disampaikan oleh pendeta Belanda yang berpendidikan tinggi, walaupun disampaikam dalam bahasa Jawa. Solusi dari permasalahan adalah adanya pendeta asli pribumi yang lancar berkomunikasi dan bisa memahami jemaat. Maka pada tanggal 29 April 1926 dipilihlah Ponidi Sopater sebagai pendeta pribumi



pertama.



Pada



awal



1926



perkembangan



jemaat



GKJ



Gondokusuman yang semakin pesat membuat gedung Gereja tidak lagi dapat menampung jemaat yang datang pada saat ibadah. Hal ini tentu menjadi persoalan yang serius bagi pengurus Gereja. Untuk itu pengurus Gereja kemudian memutuskan untuk melakukan pembangunan gedung gereja yang baru. Pembangunan gereja tersebut dimulai pada tanggal 18



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 November 1929 di sebelah timur rumah sakit Petronella. Pada tanggal 10 Agustus 1941 pendeta Yosaphat Darmohatmodjo mengantikan kekosongan yang ditinggalkan pendeta Ponidi Sopater yang kesehatannya menurun. Aktifitas Gereja juga berdampak pada jemaat. Jemaat-jemaat kemudian mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang sesuai dengan bidang maupun pekerjaan jemaat, seperti Perkumpulan Guru-guru Kristen (P.G.C), Perkumpulan pegawai rumah sakit Kristen (P.V.K) 3. Dampak dari perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat sekitarnya terlihat dalam berbagai aspek, yaitu aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan. Dalam hubungannya dengan aspek sosial, salah satunya adalah ditetapkannya sebuah hukum adat perkawinan tersendiri oleh Sinode Gereja-Gereja Kristen yang tercantum dalam buku Tata Gereja dan Tata Laksana tahun 2005. Dalam hubungannya dengan aspek budaya, salah satu contohnya adalah ketroprak dan wayang kulit yang dimainkan dengan cerita yang diambil dari Kitab Suci. Dalam hubungannya dengan aspek kesehatan amat besar peran serta rumah sakit Petronella. Berdirinya rumah sakit inilah yang menjadi salah satu latar belakang dibangunnya GKJ Gondokusuman dan berpengaruh besar terhadap perkembangan agama Kristen di Yogyakarta. Hal ini terihat dari pasien yang datang diberikan pekabaran Injil dan pemeriksaan secara gratis kepada masyarakat sekitar yang membuat masyarakat tertarik terhadap ajaran Kristen. Dalam hubungannya dengan aspek pendidikan, munculnya berbagai sekolah bagi masyarakat, yaitu Keuchenius School, Koningin Wilhelmina School,



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 SCHOOL met den BIJBEL WETAN, Sekolah Chrijstelijke M.U.L.O., dan Sekolah Dasar SCHOOL met den BIJBEL KULON.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Banawiratma, J.B. 1986. Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius. Berkhof, H. 2013. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Depdikbud. 1997. Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dudung Abdurahman. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta:Ar-Russ Media. Heuken, Adolf. 1976. Ensiklopedia Populer Tentang Gereja. Yogyakarta: Kanisius. Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Benteng Budaya. Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta. 1988. 75 Tahun Jemaat Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta, Yogyakarta. Marbangun Hardjowirogo. 1979. Adat Istiadat Jawa: Sedari Seseorang Masih Dalam Kandungan Hingga Sesudah Ia Tiada Lagi. Bandung: Patma. Moeller, Kronger. (Tanpa tahun). Sejarah Gereja Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Kristen. Nana Sudjana. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Nugroho Noto Susanto. 1964. Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah. Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata. Sartono Kartodirjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 63



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



64



Sinode GKJ. 2012. Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa. Salatiga. Soekotjo. 2009. Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa Jilid 1: Di Bawah Bayangbayang Zending 1858-1948. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen Indonesia. Soekotjo & Agoes Widhartono. Menjadi Garam dan Terang Kehidupan: 100 Tahun GKJ Gondokusuman. Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia. Sumanto, I, Wp. 1974. Kyai Sadrach Seorang Pencari Kebenaran: Sebabak Sejarah Pekabaran Injil di Jawa Tengah. Jakarta:BPK Gunung Mulia. Tim Benih yang Tumbuh Sinode XVII-GKJ. 1986. Gereja-Gereja Kristen Jawa: Benih yang Tumbuh dan Berkembang di Tanah Jawa. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Van den End, Thomas. (Tanpa tahun) . Harta Dalam Bejana. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Wiyasa Bratawidjaja, Thomas. 1985. Upacara Perkawinan Adat Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Wolterbeek, J.D. 1995. Babad Zending di Pulau Jawa. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. Sumber Wawancara: Wawancara dengan Ibu Pendeta Kristi, S. Si, pukul 11.00 WIB (Yogyakarta: 10 April 2014 dan 15 Desember 2014).



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



LAMPIRAN



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65



Nama Narasumber dan Gambar 1.



Narasumber



Nama



: Pendeta Kristi, Ssi.



TTL



: Minomartani, Sleman, Yogyakarta, 1985



Wawancara mengenai hubungan Gereja dan adat istiadat serta dampak Gereja bagi masyarakat.



2.



Gambar



Gambar 1. Klinik yang pertama kali dibangun di Bintaran (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66



Gambar 2. Bangunan utama Rumah Sakit Petronellayang diresmikan pada tanggal 1 Maret 1990. (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



Gambar 3. Gedung Gereja Kristen Jawa Gondokusman yang pertama, mulai digunakan pada tahun 1904. (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67



Gambar 5.Pamulangan Calon Guru Kristen dan siswanya (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



Gambar 6. H.J.S. met Bijbel Wetan (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



Gambar 7. H.J.S. met Bijbel Kulon (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68



Gambar 8. Ujian peremptoir P.Sopater pada April 1926 (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



Gambar 9. Pendeta Ponidi Sopater, pendeta pribumi pertama. (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69



Gambar 10. Gedung Gereja Gondokusuman Yogyakarta tahun 1931 (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



Gambar 11. Pendeta Yosaphat Darmohatmodjo, pendeta pribumi kedua(19411950). (sumber: 75 Tahun Gereja Kristen Jawa Gondokusuman)



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71



SILABUS Nama Sekolah



: SMA Santa Maria Yogyakarta



Mata Pelajaran



: Sejarah Indonesia



K e l as



: XI



Kompetensi Inti



:



1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72



Kompetensi Dasar



3.5 Mengidentifikasi dampak politik, budaya, sosialekonomi, dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini.



Indikator



3.1 Mendeskripsikan latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman 3.2 Mendeskripsikan perkembangan GKJ Gondokusuman dari tahun 19131942 3.3 Mengidentifikasi hubungan gereja dan masyarakat serta dampak perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat



Materi Pokok



Perkembangan Gereja Kristen Jaw a Gondokusuman Yogyakarta dari tahun 1913-1942



x Latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman



x Perkembangan GKJ Gondokusuman dari tahun 19131942 x Hubungan gereja dan masyarakat serta dampak perkembangan GKJ



Pembelajaran



Mengamati x Siswa mengamati gambar tentang materi pembelajaran Menanya x Siswa bertanya dan menyampaikan pendapat tentang materi ajar kepada guru Mengumpulkan Informasi x Mengumpulkan informasi terkait dengan materi melalui bacaan, internet, dan sumber-sumber lainnya



Penilaian



Observasi: mengamati kegiatan peserta didik dalam diskusi dan presentasi



Tes tertulis: menilai kemampuan peserta didik dalam memahami materi



Tugas terstruktur : membuat artikel



Alokasi



Sumber



Waktu



Belajar



2 X 45 menit



x 75 tahun Jemaat Kristen Jawa Sawokembar Gondokusum an Yogyakarta



x Menjadi Garam dan Terang Kehidupan 100 tahun GKJ Gondokusum an x Internet



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73



Yogyakarta



Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta



Mengasosiasi x Menganalisis informasi dan data yang didapat baik dari bacaan maupun dari sumber-sumber terkait dan tiap kelompok berdiskusi untuk mendapatkan kesimpulan tentang materi dan hasilnya ditulis di kertas Mengkomunikasikan



x Hasil analisis dipresentasikan dan melakukan tanya jawab selanjutnya dilaporkan dalam bentuk tulisan yang terkait dengan materi



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



74 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN



Satuan Pendidikan : SMA Santa Maria Yogyakarta Kelas/Semester



: XI/Gasal



Mata Pelajaran



: Sejarah



Materi Pokok



: Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942



Pertemuan ke



:1



A. Kompetensi Inti 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dalam menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai



permasalahan dalam



berinteraksi secara efektif



dengan



lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami,



menerapkan,



dan



menganalisis



pengetahuan



faktual,



konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan diri yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



75 B. Kompetensi Dasar 1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia 2.5 Berlaku jujur dan bertanggung-jawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah. 3.5 Mengidentifikasi dampak politik, budaya, sosial-ekonomi, dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini. 4.5 Menalar dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah. C. Indikator Pencapaian Kompentensi 1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa terhadap bangsa dan negara Indonesia. 2.1 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas-tugas dari pembelajaran sejarah. 3.1 Mendeskripsikan latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman. 3.2 Mendeskripsikan sejarah GKJ Gondokusuman dari tahun 1913-1942. 3.3 Menganalisis



hubungan



gereja



dan



masyarakat



serta



dampak



perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta. 4.1 Mengolah informasi tentang dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah. D. Tujuan Pembelajaran Melalui diskusi dan tugas membuat artikel siswa dapat : 1. Mewujudkan nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



76 2. Menghargai perbedaan antar agama dan mewujudkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mewujudkan prilaku dan sikap jujur dalam kegiatan pembelajaran 4. Mendeskripsikan latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman. 5. Mendeskripsikan sejarah GKJ Gondokusuman dari tahun 1913-1942. 6. Menganalisis hubungan antara gereja dengan masyarakat Yogyakarta. 7. Mengidentifikasi dampak perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta. 8. Mendeskripsikan dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini. E. Materi Ajar 1. Latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman. 2. Sejarah GKJ Gondokusuman dari tahun 1913-1942. 3. Hubungan gereja dan masyarakat serta dampak perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta. F. Alokasi waktu



:



1 x 45 menit G. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran  Pendekatan



 Model



 Metode



: Scientific : Cooperative tipe Group Investigation : Ceramah, diskusi, presentasi dan tanya jawab



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



77 H. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan



Kegiatan



Alokasi Waktu



Pendahuluan



a. Guru mempersilakan salah satu siswa memimpin doa. b. Guru memberikan salam. c. Menanyakan kepada siswa kesiapan dan kenyaman untuk belajar. d. Mengecek kehadiran siswa. e. Mengajukan beberapa pertanyaan yang 5 menit berkaitan dengan materi pembelajaran. f. Menuliskan tujuan pembelajaran. g. Menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran.



Inti



Guru membagi siswa ke dalam 4 kelompok yang beranggotakan 5 orang dan memberikan masing-masing topik yang berbeda. Mengamati x Guru memperlihatkan beberapa gambar tentang GKJ Gondokusuman kepada siswa. x Siswa membaca ringkasan materi yang tentang sejarah GKJ Gondokusuman. Menanya x Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan isi dari materi tersebut x Siswa bertanya dan menyampaikan pendapat. x Guru memfasilitasi peserta didik untuk menyampaikan jawaban atas pertanyaan-



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



78 pertanyaan tentang materi sejarah GKJ 30 menit Gondokusuman tersebut. Mengumpulkan Informasi x Mengumpulkan informasi melalui buku dan interne terkait dengan: 1. Latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman 2. Sejarah GKJ Gondokusuman dari tahun 1913-1942. 3. Hubungan gereja dan masyarakat 4. Dampak perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta. Mengasosiasi x Menganalisis informasi dan data yang diperoleh baik dari bacaan maupun dari sumber-sumber terkait dan tiap kelompok berdiskusi untuk mendapatkan kesimpulan tentang materi tersebut serta hasilnya ditulis pada kertas. Mengkomunikasikan x Tiap kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya. x Hasil analisis dipresentasikan dan melakukan tanya jawab selanjutnya dilaporkan dalam bentuk tulisan yang terkait dengan latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman, sejarah GKJ Gondokusuman dari tahun 1913-1942, dan hubungan gereja dan masyarakat serta dampak perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta. Penutup



a. Klarifikasi/kesimpulan siswa dibantu oleh guru untuk menyimpulkan materi tentang Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman pada tahun 1913-1942 b. Evaluasi untuk mengukur ketercapaian



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



79 tujuan pembelajaran c. Siswa melakukan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran d. Siswa membuat tugas lanjutan berupa artikel tentang hubungan antar umat beragama di Indonesia (tugas individu, 10 menit dikumpulkan satu minggu kemudian) e. Guru mengucapkan salam I. Penilaian Hasil Belajar a. Test : Uraian (terlampir) b. Non Test : 1. Lembar pengamatan diskusi (terlampir) 2. Lembar pengamatan presentasi (terlampir) 3. Lembar pengamatan sikap (terlampir) 4. Penugasan Terstruktur : membuat artikel tentang kehidupan umat beragama di Indonesia (terlampir) Format penulisan artikel : Alinea 1



Pendahuluan



Alinea 2-3



Isi



Alinea 4



Kesimpulan



Daftar Rujukan Catatan : Makalah diketik dengan menggunakan huruf Times New Roman, 12, spasi 1,5, print-out kertas A4. J. Sumber dan Media Belajar 1. Sumber : a. Pustaka



 Soekotjo, S.H. dan Agoes Widhartono. 2013. Menjadi Garam dan Terang Kehidupan 100 tahun GKJ Gondokusuman. Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



80  Tim Penerbitan Buku Kenangan 75 tahun GKJ Gondokusuman Yogyakarta. 1988. 75 Tahun Jemaat Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta. Yogyakarta: Majelis Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta.



 Soekotjo. 2009. Sejarah Gereja-Gereja Kristen Jawa Jilid 1: Di Bawah Bayang-bayang Zending 1858-1948. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen Indonesia. b. Internet 2. Media a. White board b. Power point



Mengetahui, Kepala Sekolah,



Drs. B. Musidi, M.Pd.



Yogyakarta, April 2014 Guru Mapel,



Henricus Krsna M.G.S



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



81 Lampiran 1: Ringkasan Materi 1. Latar belakang berdirinya GKJ Gondokusuman Berdirinya



Gereja



Kristen



Jawa



Sawokembar



Gondokusuman



Yogyakarta dilatarbelakangi oleh usaha Pendeta Jacob Wilhem. Daerah Yogyakarta pada awal abad ke-19 masih ada larangan untuk penyebaran agama Kristen. Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, kawasan di Pulau Jawa terutama kawasan kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngajogjakarta harus dijauhkan dari pekabaran Injil. Pekabaran Injil di kawasan ini dinilai berbahaya bagi pelaksanaan politik kolonial. Pemerintah kolonial Hindia Belanda tidak ingin terjadi kegoncangan politik di kawasan kasultanan. Hal ini yang memotivasi pendeta Jacob Wilhem untuk tetap mengabarkan Injil. Beliau



terus



berusaha



mengajukan



permohonan



kepada



pemerintah



Yogyakarta. Hingga pada akhirnya, pada tanggal 21 Januari 1891 pemerintah pusat dan daerah Yogyakarta secara resmi memberi izin agar ajaran Kristen boleh masuk di Yogyakarta. Perjuangan pendeta Jacob Wilhem dalam menyebarkan agama Kristen tidak berlangsung lama, karena beliau dipanggil Tuhan pada tahun 1892 dengan umur yang terbilang muda. Sepeninggal pendeta Jacob Wilhem, setahun kemudian dipilihlah Jan Gerrit Scheurer yang sekaligus berprofesi sebagai dokter untuk melanjutkan misi sebagai Penginjil. Pada saat itu sudah dipandang perlu bahwa selain sebagai Penginjil, dibutuhkan juga seorang yang dapat menolong penduduk pribumi yang banyak menderita sakit dan membutuhkan pertolongan secara medis. Alasan inilah yang pada akhirnya dibangun rumah sakit Petronella di kampung Gondokusuman tahun 1899. Berdirinya rumah sakit Petronella membuat kampung tersebut dihuni oleh banyak keluarga Kristen, sehingga membuat mereka berhimpun menjadi sebuah kelompok Panthan. Semakin lama kelompok umat Kristen di Gondokusuman Yogyakarta dapat berkembang dan bertambah jumlahnya. Hal ini dikarenakan adanya rumah sakit Petronella dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pendeta J.G. Scheurer beserta para pembantunya yaitu Bapak Yoram, Bapak Sambiyo, Bapak Samuel, dan Bapak Eliada yang tekun



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



82 memberitakan Injil Kristus di tengah-tengah penduduk pribumi. Hasilnya, banyak dari penduduk pribumi yang akhirnya mengenal ajaran agama Kristen. Pada tanggal 22 Desember 1901 umat Kristen Gondokusuman mengalami peristiwa yang sangat menggembirakan, karena pada tanggal tersebut untuk pertama kalinya umat Kristen Gondokusuman dapat dilayani perjamuan kudus. Perjamuan ini dilayani oleh pendeta Cornelis Zwaan dan dihadiri oleh 25 warga Kristen yang terdiri dari 22 umat pribumi dan 3 umat Tionghoa. Peristiwa mengembirakan terjadi lagi pada tahun 1904, karena umat Kristen di Gondokusuman untuk pertama kalinya memiliki gedung gereja sendiri dan tidak perlu menumpang di klinik Petronella lagi. Gedung baru yang dipakai tersebut dinamakan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman. Pada tanggal 29 Juli 1913, jemaat Gondokusuman mendapat kunjungan dari para visitator terdiri dari pendeta K. van Dijk dari Kebumen dan pendeta A. Markelijin dari Magelang. Maksud dari kunjungan ini adalah untuk meneliti dan memeriksa apakah umat Kristen Gondokusuman sudah matang untuk menjadi sebuah Jemaat yang dewasa dan berdiri sendiri. Berdasarkan hasil penelitian para visitator, akhirnya pada 23 November 1913 jemaat Kristen Gondokusuman didewasakan sesuai dengan keputusan dalam sidang klasis. Jemaat Kristen Gondokusuman setelah didewasakan boleh mempunyai majelisnya sendiri yang diberi tanggungjawab untuk mengatur, membina dan menjaga jemaat Gondokusuman agar kehidupan jemaat Kristen Jawa Gondokusuman terus dapat berkembang. 2. Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942 a. Tahapan pertama (1913-1926) Menjelaskan tentang masa awal GKJ Gondokusuman dan terpilihnya Bapak Ponidi Sopater sebagai pendeta pribumi pertama. Pada masa awal perjalanannya, GKJ Gondokusuman menemui hambatan seperti terpisahnya jemaat yang berbangsa Belanda. Jemaat GKJ Gondokusuman yang pada waktu itu terdiri dari orang Belanda, orang Cina, dan sebagian besar orang Jawa membuat bahasa yang digunakan dalam kotbah-kotbah pada hari Minggu



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



83 menggunakan bahasa Jawa. Hal ini membuat mereka yang berbangsa Belanda mengalami kesulitan untuk menerima dan mengerti apa isi kotbah yang disampaikan dalam bahasa Jawa. Keadaan tersebut membuat mereka memisahkan diri dan mengadakan kebaktian sendiri dengan kotbah bahasa Belanda. Selain itu, mereka pun membangun sebuah gereja yang khusus dibuat untuk orang Belanda yang beragama Kristen. Maka dari itu, pada tahun 1923 di Yogyakarta sudah ada dua gedung gereja Kristen. Perkembangan jemaat Gereja Kristen Jawa Gondokusuman yang semakin pesat dan jumlah pengunjung kebaktian yang semakin banyak dapat dirasakan. Hal ini membuat GKJ Gondokusuman membutuhkan pendeta asli pribumi yang memudahkan untuk berkomunikasi dengan jemaat. Dan akhirnya terpilihlah Bapak Ponidi Sopater sebagai pendeta pribumi pertama yang ditahbiskan pada tanggal 29 April 1926. Sebelum ditahbiskan menjadi pendeta, Bapak Ponidi Sopater diwajibkan untuk menjalani kursus lanjutan dan pada waktu yang sudah ditentukan harus menempuh ujian peremptoir yang diadakan dalam sidang Klasis. b. Tahapan kedua (1926-1942) Menjelaskan tentang pembangunan gedung gereja yang baru, terbentuknya perkumpulan di dalam GKJ Gondokusuman, dan pergantian pendeta. Semakin bertambahnya jumlah jemaat mengakibatkan gedung gereja tidak mampu lagi menampung jemaat saat kebaktian pada hari Minggu, sehingga pada tanggal 18 November 1929 mulai dibangun gedung gereja yang baru. Pembangunan gereja dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun, tepatnya pada



bulan



November 1930.



Peresmian gedung



gereja



yang



baru



dilangsungkan pada hari Kamis, 11 Desember 1930. Sebagai tanda bahwa gedung gereja telah digunakan diadakan upacara kebaktian yang dipimpin oleh bapak Ponidi Sopater. Bukan hanya gereja saja yang mengalami perkembangan, namun jemaat pun mengalami perkembangan yang baik. Banyak di antara pemuda dan pelajar Kristen secara sembunyi-sembunyi rajin mengikuti ceramah-ceramah yang berbau politik kebangsaan, walaupun pada waktu itu bagi umat Kristen masih



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



84 ada larangan untuk berpolitik. Akibat dari pengaruh itu, maka para pemuda Kristen mulai memberanikan diri untuk membantu perkumpulan-perkumpulan dengan maksud untuk menggalang persatuan. Perkumpulan-perkumpulan tersebut antara lain:



x Perkumpulan guru-guru Kristen yang disingkat P.G.C..



x Perkumpulan pegawai-pegawai rumah sakit Kristen yang dinamakan organisasi perkumpulan Verplegers dan Verpeegsters Kristen atau yang disingkat P.V.K.



x Perkumpulan ibu-ibu warga jemaat Gondokusuman yang dinamakan organisasi Mardi Wanita Kristen atau yang disingkat M.W.K.



x Perkumpulan para pelajar tingkat MULO dan AMS yang dinamakan Christen Jongeran Vereeniging yang berarti Perkumpulan Pemuda Kristen atau yang disingkat C.J.V. Beratnya pekerjaan dalam melayani jemaat Gondokusuman yang semakin bertambah banyak jumlahnya, membuat kesehatan jasmani Pendeta Ponidi Sopater menurun dan sering menderita sakit. Keadaan inilah yang memunculkan keprihatinan bagi seluruh jemaat Gondokusuman, sehingga dengan sangat berat hati beliau terpaksa mengajukan pensiun dengan alasan kesehatannya. Berakhirnya masa jabatan Pendeta Ponidi Sopater setelah 25 tahun menjadi pendeta menyebabkan kekosongan jabatan pendeta di GKJ Gondokusuman. Kekosongan posisi tersebut akhirnya digantikan oleh Pendeta Yosaphat Darmohatmodjo yang ditahbiskan pada tanggal 10 Agustus 1941. 3. Hubungan gereja dan masyarakat serta dampak dari perkembangan Gereja Kristen Jawa Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta Hubungan gereja dan masyarakat serta dampak dari perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta terlihat dalam berbagai aspek, yaitu aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



85 1. Aspek sosial (adat istiadat perkawinan dan kematian) Masyarakat Jawa memiliki adat istiadat yang cukup kental, tidak terkecuali pada masyarakat Kristen Jawa di daerah Yogyakarta. Hal itu terlihat dalam tradisi atau kebiasaan yang diterapkan dalam perkawinan dan kematian di kehidupan sehari-hari. Gereja Kristen Jawa Sawokembar Yogyakarta sendiri tidak menolak adat istiadat Jawa ini, namun memilah mana adat yang perlu dilakukan dan mana yang tidak dan tidak menyalahi perintah Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu, Sinode Gereja-Gereja Kristen kemudian menganggap perlu mengambil sikap yang cukup tegas. Sinode menetapkan sebuah hukum adat perkawinan tersendiri. Hukum perkawinan itu ditetapkan dalam Sinode IV di Magelang pada tahun 1935, yang berisi:



x Umur pernikahan, laki-laki 18 tahun, wanita 15 tahun. Dalam hal-hal tertentu usia di bawah umur bisa dinikahkan.



x Wanita yang bercerai dengan suaminya, baru boleh menikah lagi sesudah 300 hari dari perceraiannya.



x Pernikahan dengan prinsip monogami, wayuh (madu) tidak diperkenankan.



x Nikah dari orang yang masuk Kristen, tetap diakui sebagai nikah yang sah.



x Mereka yang hendak masuk Kristen beristri lebih dari satu, tetap dianggap



sah,



kalau



hendak



menceraikan



istri-istrinya



diperbolehkan. Berkaitan dengan masalah kematian, Sinode memang tidak menetapkan secara tegas larangan untuk menjalankan upacara kematian namun prinsipnya jelas, yakni semua upacara yang mengandung kepercayaan lama dilarang dan ditiadakan. Sinode bahkan menetapkan liturgi upacara pemakaman yang meliputi upacara di rumah dan di kubur.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



86 2. Aspek budaya (bahasa daerah dan kesenian daerah) Masyarakat Kristen Jawa Yogyakarta melestarikan penggunaan bahasa Jawa, bahkan mereka juga memelihara dengan baik kebudayaan berbahasa Jawa di dalam ibadah, kebaktian rumah tangga, dan penelaahan Alkitab. Bahasa Jawa merupakan bahasa resmi di GerejaGereja Kristen Jawa. Selain merupakan bahasa komunikasi dan bahasa ibadah, bahasa Jawa juga menjadi bahasa rapat antar Gereja-Gereja Jawa misalnya dalam sidang klasis maupun sidang sinode. Masyarakat Jawa Yogyakarta memiliki kesenian daerah tersendiri yang masih dipelihara dengan baik. Kesenian daerah itu misalnya seperti, seni karawitan, seni kethoprak, wayang, dan lainnya. Untuk



melestarikan



kesenian



tersebut,



akhirnya



jemaat



mengembangkannya sebagai sarana untuk pekabaran Injil. Misalnya, tembang (seni suara) akhirnya melahirkan buku-buku tembang berisi ajaran kekristenan, seperti Tjablaka. Bahkan ada yang menggunakan pendhalangan dan kesenian daerah lainnya untuk keperluan pekabaran Injil maupun ibadah, dan perhelatan Kristen. 3. Aspek kesehatan Masalah kesehatan selalu menjadi masalah yang penting dalam masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan kesehatan menjadi terpenuhi dengan adanya rumah sakit. Hal inilah yang mendasari dibangunnya rumah sakit Petronella. Berdirinya rumah sakit ini sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan agama Kristen di Yogyakarta. Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit diberikan pekabaran Injil baik oleh perawat yang telah beragama Kristen maupun oleh dokter. Kegiatan ini tentu sangat membantu pekabaran Injil di masyarakat, pasien yang telah mendapat berita pekabaran Injil dan merasa dipanggil oleh Yesus Kristus, kemudian menerima baptisan, dan menjadi Kristen. Semakin banyak pasien dan petugas rumah sakit yang beragama Kristen memberi dampak positif, yaitu lahirnya Gereja Kristen Jawa Gondokusuman.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



87 4. Aspek pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan yang menjadi sorotan utama pelayanan gereja. Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melakukan pekabaran Injil. Atas alasan tersebut kemudian dibangunlah sekolah-sekolah untuk membantu masyarakat memberikan pelayanan pendidikan sekaligus melakukan pekabaran Injil. Adapun sekolah-sekolah yang didirikan adalah:



x Tahun 1905 dibangun Keuchenius School. Sekolah ini bertujuan untuk mendidik anak-anak pribumi menjadi guru-guru sekolah kristen di Jawa. Sekolah ini mempunyai dua jurusan, yaitu de Eerste Afdeling, dibagian ini siswa-siswanya khusus dididik dan dipersiapkan untuk menjadi guru sekolah. Kedua, de Tweede Afdeling khusus mendidik siswa-siswanya untuk dipersiapkan menjadi calon guru Injil.



x Pada tahun 1907 dibangun sekolah yang bernama Koningin Wilhelmina School atau disingkat K.W.S. Awalnya sekolah ini dimaksudkan untuk mendidik anak-anak perempuan yang masih mempunyai hubungan darah bangsawan atau priyayi, namun dalam perkembangannya sekolah ini menjadi sekolah dasar 7 tahun.



x Pada tahun 1913 dibangun lagi sebuah sekolah dasar 7 tahun yang dikenal dengan nama SCHOOL met den BIJBEL WETAN.



x Pada tahun 1921 didirikan Sekolah Chrijstelijke M.U.L.O., atau setingkat SMP saat ini. Dengan demikian siswa-siswa Sekolah Dasar 7 tahun yang sudah lulus dan masih ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetap diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



88



x Pada tahun 1922 didirikan lagi sebuah Sekolah Dasar SCHOOL met den BIJBEL KULON. Sekolah ini didirikan karena animo untuk memasuki sekolah dasar 7 tahun sangatlah besar. Lampiran 2 : Soal Tes Soal Uraian 1.



Jelaskan apa yang melatarbelakangi berdirinya GKJ Gondokusuman Yogyakarta?



2.



Jelaskan secara ringkas sejarah GKJ Gondokusuman Yogyakarta dari tahun 1913-1942?



3.



Analisislah dampak perkembangan GKJ Gondokusuman Yogyakarta terhadap masyarakat sekitar!



Kunci Jawaban 1.



Berdirinya Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman Yogyakarta dilatarbelakangi usaha pekabaran Injil yang dilakukan oleh Pendeta Jacob Wilhem, J.G. Scheurer, dan Cornelius Swaan. Pada awalnya Yogyakarta merupakan daerah terlarang untuk pekabaran Injil, atas usaha pendeta Jacob Wilhem larangan tersebut dicabut pada tahun 1891 Januari dan sejak saat pekabaran Injil di Yogyakarta dipegang oleh zending. Pekabaran Injil di Yogyakarta makin berkembang dengan pesat setelah dibangunnya Rumah Sakit Petronella 1 Maret 1900, yang dirintis oleh J.G. Scheurer. Rumah sakit ini selain menjadi sarana kesehatan juga menjadi sarana pekabaran Injil, pasien yang datang diberikan pekabaran Injil oleh pendeta dan guru Injil. Pekabaran Injil tidak hanya melalui bidang kesehatan saja, bidang pendidikan juga dijadikan sarana untuk pekabaran Injil. Hal ini terlihat dari dibangunnya sekolah yang dijadikan sarana pekabaran Injil. Adanya rumah sakit dan sekolah yang dijadikan sarana dalam pekabaran Injil membuat masyarakat sekitar rumah sakit dan sekolahan, baik yang bekerja di rumah sakit dan pelajar yang telah menjadi Kristen kemudian berkumpul menjadi satu dan membentuk pepanthan dari Gereja Induk di Amsterdam yang dibimbing oleh pendeta Cornelius Swaan. Pepanthan ini kemudian berkembang dengan pesat seiring aktifitas pekabaran Injil di Rumah Sakit Petronella dan sekolah dasar



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



89 pribumi. Pepanthan Gondokusuman didewasakan dan menjadi Gereja Kristen Jawa Gondokusuman pada 23 November 1913 yang bertempat di depan Rumah Sakit Petronella. 2.



Sejarah Gereja Kristen Jawa Gondokusuman dari tahun 1913-1942 adalah masa awal perintisan. Di masa ini masalah komunikasi menjadi masalah serius dalam perkembangan Gereja. Orang-orang Belanda yang menjadi jemaat gereja kesulitan menyesuaikan dengan bahasa Jawa. Keadaan ini mengakibatkan jemaat Belanda kemudian memisahkan diri dan menjadikan ruang klinik Rumah Sakit Petronella sebagai tempat ibadah. Sementara itu di sisi lain, jemaat Jawa kurang mengerti isi khotbah yang disampaikan oleh pendeta Belanda yang berpendidikan tinggi, walaupun disampaikam dalam bahasa Jawa. Solusi dari permasalahan adalah adanya pendeta asli pribumi yang lancar berkomunikasi dan bisa memahami jemaat. Maka pada tanggal 29 April 1926 dipilihlah Ponidi Sopater sebagai pendeta pribumi pertama. Pada awal 1926 perkembangan jemaat GKJ Gondokusuman yang semakin pesat membuat gedung Gereja tidak lagi dapat menampung jemaat yang datang pada saat ibadah. Hal ini tentu menjadi persoalan yang serius bagi pengurus Gereja. Untuk itu pengurus Gereja kemudian memutuskan untuk melakukan pembangunan gedung gereja yang baru. Pembangunan gereja tersebut dimulai pada tanggal 18 November 1929 di sebelah timur rumah sakit Petronella. Pada tanggal 10 Agustus 1941 pendeta Yosaphat Darmohatmodjo mengantikan kekosongan yang ditinggalkan pendeta Ponidi Sopater yang kesehatannya memburuk. Aktifitas Gereja juga berdampak pada jemaat. Jemaat-jemaat kemudian mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang sesuai dengan bidang maupun pekerjaan jemaat, seperti Perkumpulan Guruguru Kristen (P.G.C), Perkumpulan pegawai rumah sakit Kristen (P.V.K)



3.



Hubungan gereja dan masyarakat serta dampak dari perkembangan GKJ Gondokusuman terhadap masyarakat Yogyakarta terlihat dalam berbagai aspek, yaitu aspek sosial, budaya, kesehatan, dan pendidikan. Dalam hubungannya dengan aspek sosial, salah satunya adalah ditetapkannya sebuah hukum adat perkawinan tersendiri oleh Sinode Gereja-Gereja Kristen yang



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



90 tercantum dalam buku Tata Gereja dan Tata Laksana tahun 2005. Dalam hubungannya dengan aspek budaya, salah satu contohnya adalah ketroprak dan wayang kulit yang dimainkan dengan cerita yang diambil dari Kitab Suci. Dalam hubungannya dengan aspek kesehatan amat besar peran serta rumah sakit Petronella. Berdirinya rumah sakit inilah yang menjadi salah satu latar belakang dibangunnya GKJ Gondokusuman dan berpengaruh besar terhadap perkembangan agama Kristen di Yogyakarta. Hal ini terihat dari pasien yang datang diberikan pekabaran Injil dan pemeriksaan secara gratis kepada masyarakat sekitar yang membuat masyarakat tertarik terhadap ajaran Kristen. Dalam hubungannya dengan aspek pendidikan, munculnya berbagai sekolah bagi masyarakat, yaitu Keuchenius School, Koningin Wilhelmina School, SCHOOL met den BIJBEL WETAN, Sekolah Chrijstelijke M.U.L.O., dan Sekolah Dasar SCHOOL met den BIJBEL KULON. Kriteria Penilaian 1. Soal 1 skornya 30 2. Soal 2 skornya 30 3. Soal 3 skornya 40 Nilai = ∑ skor perolehan (10) Keterangan nilai : A = 80-100: Baik Sekali, B = 70-79: Baik, C = 60-69: Cukup



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



91 Lampiran 3 : Lembar Pengamatan Diskusi Aspek Pengamatan



No



Nama Siswa



Kerja



Mengkomunk asikan



sama



pendapat



Keaktifan



Menghargai



Jumlah



pendapat



Skor



Nilai



teman



Keterangan Skor : Masing-masing kolom diisi dengan kriteria: 4



= Baik Sekali



3



= Baik



2



= Cukup



1



= Kurang



Nilai = ∑ skor perolehan



X 100



(16)



Keterangan nilai : A = 80-100



: Baik Sekali



C = 60-69



: Cukup



B = 70-79



: B a ik



D = ฀ 60



: Kurang



Ket



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



92 Lampiran 4 : Lembar Pengamatan Persentasi Aspek Pengamatan



No



Nama Siswa



Jumlah Komunitatif



Wawasan



Antusias



Penam pilan



Nilai



Skor



Keterangan Skor : Masing-masing kolom diisi dengan kriteria: 4



= Baik Sekali



3



= Baik



2



= Cukup



1



= Kurang



Nilai = ∑ skor perolehan



X 100



(16) Keterangan nilai : A = 80-100



: Baik Sekali



C = 60-69



: Cukup



B = 70-79



: B a ik



D = ฀ 60



: Kurang



Keterangan



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



93 Lampiran 5 : Lembar Pengamatan Sikap No.



Nama Siswa



Jujur



Aspek Pengamatan



Juml



Disiplin



Skor



Tanggung Jawab



Nilai



Keterangan Skor : Masing-masing kolom diisi dengan kriteria: A. Jujur : Skor 4



: Selalu jujur dalam perkataan dan perbuatan dan tidak mau menyontek pada waktu ulangan/ujian dalam keadaan apapun



Skor 3



: Selalu berupaya jujur dalam perkataan dan perbuatan, dan tidak menyontek



pada



waktu



ulangan/ujian



dalam



pengawasan



guru/pengawas ulangan/ujian Skor 2



: Kadang-kadang jujur dalam perkataan dan perbuatan, dan beberapa kali menyontek pada waktu ulangan/ujian



Skor 1



: Sering tidak jujur dalam perkataan dan perbuatan, dan sering menyontek pada waktu ulangan/ujian



B. Displin Skor 4



: Selalu bertindak displin dalam berpakaian, tepat waktu, melaksanakan tugas, dan tidak pernah terlambat sesuai dengan tata tertib



Ket.



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



94 Skor 3



: Selalu berupaya untuk disiplin dalam berpakaian, tepat waktu melaksanakan tugas dan berusaha tidak terlambat sesuai dengan tata tertib



Skor 2



: Bertindak kurang displin dalam berpakaian, tidak tepat waktu melaksanakan tugas, dan lebih dari 5 kali terlambat



Skor 1



: Bertindak tidak displin dalam berpakaian, selalu tidak tepat waktu dalam melaksanakan tugas, dan sering terlambat



C. Tanggung Jawab Skor 4



: Selalu melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan melakukan upaya maksimal untuk hasil terbaik



Skor 3



: Berupaya melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan dengan hasil yang baik



Skor 2



: Melaksanakan tugas apabila diminta dengan pamrih/ancaman sanksi



Skor 1



: Sering tidak melaksanakan tugas



Nilai = ∑ skor perolehan



X 100



(12) Keterangan nilai : A = 80-100



: Baik Sekali



B = 70-79



: B a ik



C = 60-69



: Cukup



D = ฀60



: Kurang



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



95 Lampiran 6 : Rubrik Tugas Artikel Struktur Makalah



Sangat Memuaskan



Pendahuluan



Latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan sesuai dan jelas



(25%)



(21-25)



Memuaskan Latar belakangnya, rumusan masalah dan tujuan penulisan sesuai namun kurang jelas



Cukup Latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan tidak sesuai



Kurang



Sangat Kurang



Latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penulisan tidak ada



Latar belakang, rumusan masalah tidak sesuai, dan tujuan penulisan tidak sesuai dan tidak jelas



(6-10)



( 11-15)



( 16-20)



(0-5) Isi (50%)



Struktur penulisan disusun dengan jelas sesuai metode yang dipakai, bahasa yang dipakai sesuai EYD, daftar pustaka yang dapat dipertanggungj awabkan (41-50)



Struktur penulisan disusun dengan jelas sesuai metode yang dipakai, bahasa yang dipakai bukan sesuai dengan EYD, daftar pustaka yang tidak dapat dipertanggungj awabkan (31 -40)



Struktur penulisan disusun dengan kurang jelas dan tidak sesuai metode yang dipakai, bahasa yang dipakai bukan EYD, daftar pustaka yang tidak dapat dipertanggung jawabkan (21-30)



Struktur



Kurang tepat



penulisan



dalam



disusun dengan



struktur



kurang jelas dan



penulisan



sesuai metode



disusun



yang dipakai,



dengan



bahasa yang



kurang jelas



dipakai bukan



dan tidak



EYD, daftar



sesuai



pustaka yang



metode yang



tidak dapat



dipakai,



dipertanggungja



bahasa yang



wabkan



dipakai



(11-10)



bukan EYD, daftar pustaka yang tidak dapat



PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI



96 dipertanggun gjawabkan (0-10) Kesimpulan (25%)



Kesimpulan sesuai masalah dan saran relevan dengan kajian dan berisi pesan untuk peningkatan kepedulian terhadap hasil peninggalan sejarah



Kesimpulan sesuai dengan masalah dan saran relevan dengan kajian dan tidak berisi pesan untuk peningkatan kepedulian terhadap hasil peninggalan sejarah



(21-25)



(16-20)



Kesimpulan tidak sesuai dengan masalah dan saran relevan dengan kajian dan tidak berisi pesan untuk peningkatan kepedulian terhadap hasil peninggalan sejarah (11-15)



Kesimpulan tidak sesuai dengan masalah dan ada saran namun tidak nyambung (6-10)



Kesimpulan tidak sesuai dengan masalah dan tidak ada saran yang ditulis (0-5)