Sejarah Lokal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama: Eva Mardiana Gumilar NIM : 1304032



A. Tipe-Tipe Sejarah Lokal 1. Sejarah Lokal Tradisional. Sejarah Lokal Tradisional adalah hasil penyusunan Sejarah dari berbagai kelompok etnik yang tersebar diseluruh Indonesia yang sudah bersifat tertulis dan merupakan yang pertama muncul di Indonesia. Sifat lokalitasnya mudah dimengerti karena belum berkembangnya kesadaran akan kesatuan antar etnik, seperti sesudah kabangkitan nasional pada permulaan abad ke-20.Kelompokkelompok etnik ini biasanya membuat lukisan tentang asal-usul peristiwaperistiwa yang telah dialami oleh kelompoknya diwaktu yang lampau yang berawal dari Lisan yang diturunkan secara turun-temurun namun sesudah adanya tulisan diabadikan dalam bentuk tulisan masih ada yang dalam bentuk lisan. Di Indonesia sejarah tradisional dikenal dengan : babad, hikayat, tambo, lontara, dsb.



2. Sejarah Lokal Diletantis. Karakteristik yang menonjol dalam Sejarah Lokal Diletantis adalah tujuan penyusunannya yaitu untuk memenuhi rasa estetis individual melalui lukisan peristiwa masa lampau. Jika Serah lokal tradisional lebih mementingkan kelompok disini lebih mementingkan Individu atau keinginan pribadi. Untuk mencapai tujuannya biasanya mereka tertarik menulis sejarah Lingkungannya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber yang sudah dikenalnya dengan baik. Biasanya mengembangkan diri sebagai sejarawan diletantis adalah mereka itu termasuk kalangan terdidik (tradisional maupun modern) dilingkunag masyarakatnya karena mempunyai pandangan yang lebih luas, bisa membaca sumber-sumber sejarah dokumen dan mampu melukiskan degan baik lukisan sejarah yang disusunnya. Biasanya yang dihasilkan adalah naratif kronologis



dengan sedikit banyak bumbu emosional yang mencerminkan kecintaannya akan lingkungannya. 3. Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif Sejarah lokal edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan Sejarah Lingkunagnnya, yang menjadi pangkal bagi timbulnya kesadaran (kesadaran lingkungan dalam rangka kesadaran sejaran nasional). Menyusun sejarah Lokal seperti kata Edikatif dan Inspiratif, yang sering diangap merupakan aspek penting dalam mempelajari sejarah. Menyadari guna edukatif dari sejarah sebagai makna gambaran peristiwa masa lampau yang penuh arti. Sedangkan kata inspiratif mengandung makna yang hampir sama dengan edukatifr hanya disini yang lebih ditekankan adalah “daya gugah” yang ditimbulkan oleh usaha mempelajari sejarah itu. Jadi kedua kata itu menunjukan semangat yang bisa dikembangkan dalam sejarah.Biasanya Lembaga pendidikan atau badan pemerintah daerah yang menggunakan Tipe ini sebagai upaya



pembangunan,



khususnya



pembangunan



mental



masyarakat



dan



pembanguna fisik karena apabila mental berhasil memudahkan bagi pemerintah setempat untuk memotifasi masyarakat untuk berpartisifasi dalam pembangunan fisik. Biasanaya dilakukan oleh para sejarawam non-profrsional seperti guru-guru, khususnya guru Sejarah. 4. Sejarah Lokal Kolonial. Sejarah lokal Kolonial merupakan kategori dalam tipologi sejarah lokal, terutama karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik jenis sejarah Lokal ini adalah sebagian besar penyusunannya adalah pejabat-pejabat pemeerintah kolonial seperti Residen, asisten Residen, Kontrolir atau pejabat-pejabat pribumi pejabat Hindia Belanda. Tulisan sejarah Lokal kolonial adalah tulisan-tulisan dari pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah. Laporanya berupa memori serah jabatan, atau laporan khusus kepada pemerintah pusan Batavia tentang perkembangan khusus di daerah kekuasaan pejabat yang bersangkutan. 5. Sejarah Lokal Kritis Analitis Karakteristik yang paling mudah dilihat adalah sifat uraian atau pembahasan masalahnya menggunakan pendekatan Metodologis sejarah yang bersifat ketat. Mulai dari pemilihan obyek studi, langkah-langkah atau proses



kerja samapai kepada penulisan laporan. Pelaksanaan penelitiannya umumnya ditangani oleh sejarawan Profesional. Profesionalisme ini ditentukan oleh latar belakang pendidikan formal ke sejaranya dan keterampilan dilapangan yang dikembangkan. Hal kedua yang ditekankan adalah pendidikan formal kesejateraan dan jaminan bagi pencapaian hasil yang diharapkan. Ada empat corak penulisan dalam sejarah lokal kritis analitis yaitu : - Studi, difokuskan pada satu peristiwa tertentu (studi peristiwa khusus atau yang disebut”evenemental”). - Studi yang lebih menekankan pada struktur - Studi, mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu (studi tematis dari masa ke masa). - Studi sejarah umum, yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (propinsi, kota, kabupaten) dari masa ke masa.



B. Corak Studi Sejarah Lokal di Indonesia Secara garis besar corak studi sejarah lokal yang pernah dilakukan tentang Indonesia dapat dibedakan atas empat golongan. Keempat corak itu ialah: 1. Studi yang difokuskan pada suatu peristiwa tertentu (studi peristiwa khusus atau yang disebut evenemental el’evenement ). Corak studi peristiwa khusus difokuskan pada peristiwa tertentu. Peristiwa direkonstruksi secara terinci sehingga akan tampak data sejarah dan pola dinamika sosial yang melatarbelakangi. Studi peristiwa khusus merupakan accepted history, yaitu peristiwa yang sudah diterima kenyataanya. Lebih jauh, peristiwa sejarah menjadi alat dalam menjelaaskan masalah sosiologi-historis, hubungan sebab akibat, dan konteks historis yang bisa diuraikan dengan detail. Dalam peristiwa itu dipermasalahkan struktur kekuasaan dan sistem sosial, hubungan kekerabatan, sistem perekonomian, dan nilai-nilai kebudayaan yang dihayati. Contohnya, tentang peristiwa pemberontakan petani di Cilegon, Banten pada tahun 1888. Kritik terhadap studi-studi yang pernah dilakukan biasanya mengabaikan masalah struktural, yang dilihat adalah masalah apa, siapa, dimana, dan kapan. Jika penulisan sejarah lokal jenis dikungkungi normatif ideologis, maka yang dihasilkan adalah kisah-kisah heroik para pahlawan. Karya penulisan



pemberontakan petani di Banten merupakan karya yang memelopori studi sejarah yang menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial (Priyadi, 2012: 78). Studi peristiwa khusus yang ditulis oleh Sartono Kartodirdjo masih luput mencermati fenomena bencana alam Krakatau 1883. Lapian menyatakan bahwa pereistiwa Krakatau 1883 telah menyababkan ibu kota Anyer dipindahkan ke Cilegon. Bertolak dari suatu accepted history, peristiwa yang telah diterima kenyataanya, Sartono mengadakan rekonstruksi terperinci dari peristiwa itu dan memperlihatkan sumber dan pola dari dinamika sosial yang melatarbelakanginya. Peristiwa itu sendiri kemudian lebih merupakan suatu alat dalam menerangkan masalah sosiologis-historis yang mendasar. Tetapi tidak hanya untaian peristiwa, squence, dan kaitan sebab-akibat dengan baik, tetapi juga konteks historis yang memungkinkan peristiwa itu terjadi diuraikan dengan panjang lebar. Dalam hal ini maka dipersoalkan pula struktur kekuasaan dan sistem sosial, jaringan kekerabatan, sistem ekonomi, serta nilai-nilai kultural ynag dihayati. Sampai dimanakah pemberontakan itu adalah suatu letupan ketidak puasan terhadap kekuasaan yang dengan jelas didominasi oleh orang asing. Dapat dikatakan bahwa dengan menyoroti peristiwa pemberontakan itu dari segala aspek ynag berkaitan, Sartono berusaha melihat pola dari ikatan yang melingkari hidup dari para aktor sejarah dan mencari kekuasaan yang saat itu dikuasai oleh orang asing. Suatu studi yang bersifat evenemental dan melihatnya dalam kerangka struktural, tetapi dalam jangka waktu peristiwa yang lebih panjang telah dilakukan oleh John Smail (Abdullah, 2010: 29). Ia mengadakan studi tentang revolusi Indonesia. jika dilihat dari luar saja maka “revolusi Indonesia” tak lebih dari pada bentrokan bersenjata antara Indonesia dan Belanda. Tetapi, dengan melihat revolusi pada tingkat lokal, di Bandung, maka Smail memperlihatkan bagaimana revolusi itu dihidupi dan dilalui oleh manusia yang terkait oleh tradisi dan keharusan struktural. Dengan penelitiian tingkat lokal ini revolusi menjadi sesuatu ynag aktual dan bukan sesuatu yang mungkin hanya secar kognitif disadari. Tampak pula bahwa aspek Indonesi-Belanda tidak lebih dari salah satu aspek saja dari situasi proses rovolusi tersebut. dalam pengerjaan sejarah lokal dari revolusi ini Smail menekankan cara penelitian sejarah lisan dengan memakai wawancara dari ornga yang terlibat dan yang mengalami. Contoh yang lain adalah studi



Remmelink (2002) tentang Geger Pacina, yang merupakan studi yang dilandaskan atas arsip-arsip Belanda dan teks Babad. Studi Lucas (1989) tentang peristiwa revolusi ditingkat lokal dalam khasanah revolusi ditingkat nasional. Yang menonjol dalam peristiwa tersebut adalah pemimpin yang bertipe orang kuat lokal, atau jago. Disitu, terlibat para Kyai, orang kuat (jago), dan golongan kiri. Para Kyai dan jago dan berorientasi dengan masyarakat pedesaan, sedangkan pemimpin komunis berorientasi perkotaan. Mereka tidak puas terhadap pangrehpraja yang pro-Belanda. Ketika sebagian besar jabatan pangreh-praja dipindahkan ketangan para Kyai lokal, maka terjadi ketegangan antara Kyai dan golongan radikal yang berlanjut penculikan dan pembunuhan. Sebagian besar dari studi sejarah peristiwa khusus di Indonesia sangat kurang memperhatikan masalah-masalah srtuktural. Studi tersebut lebih menekankan pada aspek “apa, siapa, dimana dan kapan”. Dari sudut lain, karena dorongan normatif



ideologi



studi



evenemental



lebih



terfokus



pada



kisah-kisah



kepahlawanan, sperti Pemberontakan PETA di Blitar dan perang Banjarmasin. Kedua sejrah lokal tersebut masih memerlukan studi yang mendalam. Salah satu studi evenemental ynag terbaru dan terbaik ialah tentang perang Diponegoro.



2. Studi yang lebih menekankan pada struktur Studi ini memfokuskan kepada persoalan struktur bukan peristiwa yang dilahirkan dari struktur. Persoalan struktur yang bisa diangkat adalah struktur sosial, sistim pelapisan sosial, budaya, struktur birokrasi, dan struktur perpajakan. Sebagai contoh studi Moertono (1985), yang menyorot struktural Kerajaan Mataram II. Moertono mengatakan tiga struktur, yaitu struktur yang berkaitan dengan perlengkapan magis-religius (masalah kewenangan), struktur yang berelasi dengan tehnik kedudukan raja dalam hal tata pemerintahan, dan struktur yang berhubungan dengan perlengkapan material kedudukan raja dalam perpajakan dan pengerahan tanah. Struktur yang pertama memperlihatkan hubungan



raja



dengan



rakyatnya



(kawulo-gusti).



Hubungan



ini



harus



menunjukkan kedudukan raja dan Islam, tugas raja, dan raja yang ideal. Struktur yang kedua menggambarkan tujuan dan sarana birokrasi. Birokrasi dibangun



dengan prinsip swasembada dalam pemerintahan. Dalam birokrasi ini muncul golongan priyayi, yang masih memiliki hubungan kerabat dengan raja. Dalam sistem birokrasi menunjukkan adanya organisasi teknik pemerintahan yang melukiskan hubungan (lurah-patuh) dalam kerajaan. Sistem ini berpengaruh terhadap pembagian wilayah kerajaan, meliputi Kuthanegara (ibu kota), negara gung (di sekitar ibu kota), mancanegara (di luar ibu kota), dan pasisiran (pantai utara Jawa Barat dan Jawa Timur). Struktur yang ketiga menyatakan sistim pajak dan perpajakan, serta pengerahan tenaga. Sistem ini sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari sistim di masa Jawa Kuna sebagi penyerahan wajib (milik raja) dari hasil yang diperoleh dari tanaman, sedang pengerahan tenaga berasal dari gaway haji atau marbuatt haji (bekerja kepada raja). Sistim perpajakan dan pengerahan tenaga dari zaman Jawa Kuna tetap diterapkan pada masa Mataram II. Belanda yang menjajah Indonesia, menerapkannya menjadi kerja paksa (marbuatt haji atau gaway haji) dan tanam paksa atau drawya haji. Sejarah lokal yang lebih menekankan kepada sruktur, bukannya peristiwa ynag dilahirkan oleh struktur contohnya adalah studi yang telah dijalankan oleh C. Geertz dalam bukunya tentang sejarah sosial sebuah kota. Karena penekanannya pada struktur ini bisa dimengerti bahwa metode penelitian ynag dipakai oleh Geertz lebih bersifat antropologis dar pada histori. Ia lebih tertarik pada masalah bagaimana anggota masyarakat dari lokasi yang ditelitinya, yaitu sebuah kota kecil di Jawa Timur, melihat diri mereka dalam sistem pelapisan sosial, dan dalam kategori dari orientasi kultural. Kategori kultural itu yang disebut oleh Geertz sebagai variants ditentukan oleh penghadapan mereka terhadap ajaran agama, sikap kehidupan sosial dan pribadi mereka. Disamping itu Geertz juga memperhitungakan dimensi lain, yaitu lingkungan (desa dan kota) serta tingkat keterbukaan terhadap pikiran baru tentang hidup (modern dan kolot). Dengan cara ini Geertz mencoba memberi wadah bagi peristiwa-peristiwa kontemporer yang terjadi di kota tersebut. Tentu saja peristiwa-peristiwa itu pada akhirmya dipakai sebagai alat validitas dari wadah analisa yang dibangun. Betapa pentingnya gagasan-gagasan struktural dan kultural dalam studi sejarah dapat dilihat dari Merle Rickleffs tentnag masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (Mangkubumi) di Yogyakarta. Dalam studi yang mencoba



secara naratif menguraikan peristiwa-peristiwa yang membawa proses pemecahan Mataram atas 2 bagian, dan kemudian masing-masing bagian harus mengalami pembagian (Yogyakarta harus memberikan daerah untuk sebuah pusat kekuasaan baru, Pakualam dan Surakarta untuk Mangkunegara), Rickleffs memperlihatkan bagaimana hal itu terjadi dilihat dari struktur Mataram.



3. Studi yang mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tetentu (studi tematis) Studi yang mengangkat perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu, yang lebih jelas sebagai studi tematis. Aspek-aspek yang dapat ditinjau yaitu pendidikan, keintelektualan, ide-ide, agama, mentalitas, perkotaan, pedesaan, perekonomian, perdagangan, dan lain-lain. Studi tematis pada tingkat lokal dihasilkan Priyadi (2007) melalui penelitian tentang teks babad pasir dan babad banyumas. Kajian ini melihat dari segi warisan intelektual dan budaya dari dua tradisi besar babad di Banyumas. Karya babad sebagai karya historiografi tradisional telah membawa jiwa zaman (zeitge ist) dan pemikiran manusia dari masa lampau. Mereka memiliki cara berfikir tersendiri tentang apa yang disebut karya babad. Karya babad bagi mereka dimaksudkan sebagai suatu karya sejarah. Bagi mereka, babad adalah karya sejarah yang bermakna karena setiap peristiwa yang terjadi pada masa lampau mengandung hikmah. Oleh karena itu, mereka memberi penghargan terhadap suatu peristiwa yang penting, peristiwa yang lebih penting dan peristiwa yang terpenting. Studi Priyadi ini disamping bercorak tematis juga bercorak struktur. Struktur teks dalam bentuk versi-versi ditunjukkan dalam baik Babad Pasir maupun Babad Banyumas. Dari kedua teks, tradisi besar babad di Banyumas menyatakan dua unsur teks yang dominan, yaitu unsur genealogi dan satuan-satuan naratif. Pola struktur Babad Banyumas secara umum tercermin lima lingkaran genealogi, yang meliputi sejarah Pangiwa, silsilah Majapahit, silsilah dinasti Banyumas, silsilah Mertadiredjan, dan silsilah keluarga baru. Pola struktur Babad Pasir menggambarkan dua siklus, yaitu siklus Banyak Catra dan siklus Pangeran Senopati Mangkubumi. Siklus Banyak Catra meliputi tiga siklus, yaitu: a.



Siklus yang bersifat angsa, banteng, jago dan anjing.



b. Siklus yang bersifat lutung. c.



Siklus cacat fisik (psikis).



Siklus Pangeran Senopati Mangkubumi juga terdiri atas 3 siklus, yaitu: a.



Islamisasi di Pasirluhur



b. Islamisasi di Jawa Barat dan Jawa Timur c.



Murtatanya Thole hingga Kota Purwakarta sebagai kelanjutan Pasir



Kertowibowo. Contoh lain adalah studi agung (2006) yang lebih mengarah kepada studi sistematis birokrasi kerajaan-kerajaan di Bali ketika kekuasaan Belanda masuk sehingga disebut sejarah birokrasi. Birokrasi kerajaan tetap berlangsung dengan pemerintahan sipil Belanda. Studi tematis juga dilakukan oleh Onghokham tentang kehidupan petani dan priyayi di Karesidenan Madiun pada abad XIX (Abdullah, 2010: 32). Studi ini bersandarkan pada patokan bahwa daerah dan aspek yang diteliti tidak terlepas dari konteks politik dan gejala sejarah yang lebih luas. Madiun awalnya adalah daerah mancanegara dari Mataram. Kemudian setelah perjanjian Giyanti Madiun menjadi bagian dari Yogyakarta. Bertolak dari hal ini, maka Onghokham mencoba melihat corak hubungan antara kraton dengan mancanegara dan kemudian sikap Hindia Belanda terhadap daerah ini. Karena perhatian lebih ditujukan pada Priyayi yang menduduki hierarki atas masyarakat dan karenanya berhadapan langsung dengan kekuatan politik riil yang berada diluar daerah, dan petani yang merupakan sasaran terakjir dari kekuasaan maka masalah tanah menjadi problem pokok. Struktur kekuasaan lama, yang bercorak patrimonial (raja dianggap sebagai sumber legitimasi kuasa dan harta) yang kini didukung oleh mesin kekuasaan yang lebih teratur dan rapi, bukan saja memperkuat kedudukan penguasaan dalam berhadapan dengan rakyat. Tetapi membuka celahcelah dalam struktur ynag memungkinkan timbulnya berbagai pemberontakan dan konflik sosial. Contoh selanjutnya adalah studi Elizabeth Graves tentang perkembangan pendidikan dan pengajaran di Sumatra Barat pada abad XIX dam awal abad XX dan Thee Kian Wie yang menguraikan proses dan pola perdagangan eskpor di Sumatra Utara. Walaupun dimaksut sebagai suatu studi ekonomi dengan memakai



teori ekonomi tertentu, studi Thee Kian Wie dapat dianggap sebagai usaha awal dari sejarah ekonomi di Indonesia.



4. Studi sejarah umum, yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (provinsi, kota, kabupaten) dari masa ke masa Studi yang menguraikan perkembangan lokal tertentu (provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, desa, atau kelurahan) dari masa ke masa (periode ke periode). Study sejarah umum merupakan penulisan sejarah lokal yang menyeluruh, yang harus disokong oleh studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya dari studi peristiwa khusus, studi struktur, dan studi tematis. Tanpa sumbangan dari ketiga studi tersebut sangat sulit dieroleh hasil yang memuaskan. Jadi, sebelum memberikan sumbangan kepada SNI, sejarah lokal harus menyumbang pada diri sendiri. Studi sejarah umum yang berisi perkembangan lokal tertentu dari masa ke masa tidak akan terwujud apabila tidak tersedia studi-studi sejarah lokal sebelumnya. Akibatnya, studi sejarah umum banyak dikerjakan oleh para amaturis. Contohnya adalah buku yng berjudul Tegal dari Masa ke Masa yang ditulis oleh Suputro. Buku ini berisi masa prasejarah, masa kerajaan Hindu di Jawa, masa masuknya gama Islam di Jawa dokumen dari api pembakaran Pangeran Panggung, masa seabad sebelum Belanda datang ke Indonesia, masa kekuasaan Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan dan Hoofden van Gewestelijk Bestuur te Tegal. Pada bagian pertama buku Suputro yang berisi masa prasejarah menunjukkan bahwa sejarah lokal ditulis dari awal, yang biasanya sejarawan lokal akan mengalami kesulitan untuk memperoleh data. Kekosongan data ini diisi denga menguraikan kedatangan orang-orang Melayu ke Nusantara, kepercayaan animisme, jenis Melayu yang menetap di Jawa Barat dan Jawa Tengah, suku Jawa saat ini, orang-orang Hindu singgah di Jawa Barat dan Jawa Tengah dan keadaan Tegal saat itu. Masa prasejarah ynag relevan dengan Tegal adalah bagian yang menceritakan keadaan Tegal saat itu, sedangkan bagian sebelumnya menunjukkan kebingungan si penulis untuk memulai masa yang banyak kekurangan data terutama di berbagai lokal.



Pada umumnya penulisan studi umum dari sejarah lokal yang telah dikerjakan masih kurang memenuhi tuntutan ilmu sejarah. Hal ynag menyebabkan antara lain pengetahuan tentang sejarah umum banyak sekali yang tergantung pada studistudi khusus ynag pernah dilakukan. Tanpa studi-studi khusus ini sukar untuk dibayangkan bagaimana sustu studi sejarah umum bisa dilakukan dengan baik. Dalam hal ini pengetahuan tentang aspek-aspek tertentu dan periode-periode tertentu dari seluruh daerah di Indonesia sangat fragmentaris. Sikap fragmentaris atau serba terkeping ini disebabkan karena sumber-sumber sejarah sangat terbatas, sifat ahistoris bangsa kita lebih menonjolkan pada kecenderungan untuk mengabaikan catatan sejarah dan ketidak seimbangan antara para sejarawan yang lebih tertarik kepada sesuatu yang begerak, dinamis, menarik dan moving. Sayangnya tidak semua peristiwa dan situasi menarik. Akibatnya belum dimungkinkannya rekonstruksi sejarah umum yang memadai. Disamping pengetahuan ynag fragmentaris, lemahnya kerangka konseptual menyebabkan penulisan sejarah umum kurang memenuhi tuntutan lmu sejarah. Sejarah lokal yang disebut juga sebagai sejarah daerah seringkali mencampuradukan beberapa pegertian “daerah” dalam penulisannya. Akibatnya terjadi pengaburan materi dan tak jarang terjadi pengambilan peristiwa dari konteks daerah etnis kultural ke dalam konteks baru yang bersifat administratif. Disamping itu, adanya proyek penulisan “sejarah daerah” berdasarkan “pesanan”.proyek penulisan sejarah daerah yang disponsori oleh pemerintah daerah, sering didukung oleh keinginan memperlihatkan partisipasi daerah dalam sejarah perjuangan. Hal ini tidak salah, hanya saja juga tidak menyumbang banyak bagi pendalaman pengetahuan tentang sejarah lokal. Akan lebih baik jika penulisan sejarah lokal didorong oleh rasa nasionalisme, yang harus dicatat untuk pendidikan generasi muda. Faktor lain yang tak bisa dilupakan ialah keengganan para sejarawan yang berpengalaman untuk melibatkan diri dalam proyek penulisan ini. Maka jadilah penulisan sejarah umum lokal ini banyak dikuasai oleh para amatir dan bersifat amaturis. Keempat corak ini tidaklah bersifat eksklusif, suatu corak bisa mengandung unsur-unsur corak yang lain. Corak ini lebih ditentukan oleh unsur dominan.



DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. 2010. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Priyadi, Sugeng. 2012. Sejarah Lokal Konsep Metode dan Tantangannya. Yogyakarta: Ombak.