Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH PERKEMBANGAN PROMOSI KESEHATAN Oleh : Nurmayni Nim : 0801183486 Kelas : 7 Semester 3



Lawrence Green (1984) Pomosi Kesehatan adalah Segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan Promosi kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol terhadap, dan memperbaiki kesehatan mereka (WHO, 1984). Istilah promosi kesehatan diterima dan diperkenalkan oleh WHO, yang kemudian diterima dan dipergunakan oleh semua anggota WHO. Istilah ini sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada tahun 1986 saat diselenggarakan Konferensi International Pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan the Ottawa Charter yang memuat definisi dan prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Berikut merupakan sejarah pertemuan internasional Promosi Kesehatan.



1. The Ottawa Conference in Kanada (1986) Konferensi kesehatan yang pertama menghasilkan Ottawa Charter menghasilkan lima pilar utama Promosi Kesehatan, yaitu: a. Mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan Dalam proses pembangunan adakalanya aspek kesehetan sering diabaikan, oleh karena itu adanya kebijakan yang berwawasan kesehatan, diharapkan bisa mengedepankan proses pembangunan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada



para



pengambil



kebijakan (policy



makers) atau



pembuat



keputusan (decision



makers) baik di institusi pemerintah maupun swasta. b. Menciptakan lingkungan yang mendukung Aspek lingkungan juga perlu diperhatikan. Lingkungan disini diartikan dalam pengertian luas. Baik lingkungan fisik (biotik, non biotik), dan lingkungan non fisik. Diharapkan tercipta lingkungan yang kondusip yang dapat mendukung terwujudnya masyarakat yang sehat. c. Memperkuat gerakan masyarakat



Adanya gerakan ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kesehatan tidak hanya milik pemerintah tetapi juga milik masyarakat. Untuk dapat menciptakan gerakan ke arah hidup sehat, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan. selain itu masyarakat perlu diberdayakan agar mampu berperilaku hidup sehat. Kewajiban dalam upaya meningkatkan kesehatan sebagai usaha untuk mewujudkan derajat setinggi-tingginya teranyata bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan. Masyarakat justru yang berkewajiban dan berperan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. d. Mengembangkan kemampuan perorangan Dalam mewujudkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan, keterampilan individu mutlak diperlukan. Dengan harapan semakin banyak individu yang terampil akan pelihara diri dalam bidang kesehatan, maka akan memberikan cerminan bahwa dalam kelompok dan masyarakat tersebut semuanya dalam keadaan yang sehat. ketrampilan individu sangatlah diharapkan dalam mewujudkan keadaan masyarakat yang sehat. Sebagai dasar untuk terapil tentunya individu dan masyarakat perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan mengenai kesehatan, selain itu masyarakat juga perlu dilatih mengenai cara-cara dan pola-pola hidup sehat e. Reorientasi pelayanan kesehatan Adanya kesalahan persepsi mengenai pelayanan kesehatan, tanggung jawab pelayanan kesehatan kadang hanya untuk pemberi pelayanan (health provider), tetapi



pelayanan



kesehatan



pelayanan



juga



merupakan



tanggung



jawab



bersama



antara



pemberi



kesehatan (health provider) dan pihak yang mendapatkan pelayanan.. 2. The Adelaide Conference in Australia (1988) Pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan publik berwawasan kesehatan dicetuskan: "Kesehatan Adalah Hak Azasi Manusia dan Kesehatan merupakan Investasi Sosial". Empat prioritas kebijakan sehat antara lain; a. Mendukung kesehatan wanita Perempuan adalah promotor kesehatan primer di seluruh dunia, dan sebagian besar pekerjaan mereka dilakukan tanpa bayaran atau upah minimal. Jaringan dan organisasi perempuan adalah model untuk organisasi, perencanaan dan pelaksanaan proses promosi kesehatan. Jaringan perempuan harus menerima lebih banyak pengakuan dan dukungan dari para pembuat kebijakan dan lembaga. Partisipasi wanita dalam promosi kesehatan memerlukan akses ke informasi, jaringan dan danaKonferensi ini mengusulkan bahwa negara-negara mulai mengembangkan kebijakan publik nasional di mana agenda kesehatan perempuan sendiri adalah meliputi proposal untuk: 1. Kerja sama peduli yang dilakukan dalam masyarakat



2. Praktik bersalin berdasarkan preferensi dan kebutuhan perempuan 3. Mekanisme yang mendukung untuk pekerjaan, seperti dukungan untuk ibu dengan anakanak, cuti kehamilan, dsb. b. Makanan dan Gizi Konferensi merekomendasikan pemerintah segera mengambil tindakan dan langsung di semua tingkatan untuk menggunakan daya beli mereka di pasar makanan untuk memastikan bahwa pasokan pangan di bawah kontrol khusus mereka (seperti katering di rumah sakit, sekolah, pusat penitipan anak, layanan kesejahteraan dan tempat kerja) memberikan konsumen akses siap untuk makanan bergizi. c. Pengurangan tembakau dan alkohol Penggunaan tembakau dan penyalahgunaan alkohol adalah dua bahaya kesehatan utama yang perlu penanganan segera melalui pengembangan kebijakan publik yang sehat. Tidak hanya tembakau berbahaya bagi kesehatan perokok tetapi konsekuensi kesehatan akibat merokok pasif, terutama untuk bayi. Alkohol memberikan kontribusi untuk perselisihan sosial, dan trauma fisik serta mental. Selain itu, konsekuensi ekologi yang serius dari penggunaan tembakau sebagai tanaman komersial di negara miskin telah memberi kontribusi pada krisis dunia saat ini dalam produksi dan distribusi makanan. Pada konferensi ini pemerintah harus berkomitmen untuk pengembangan kebijakan publik yang sehat dengan menetapkan target nasional dan bertekad mengurangi pertumbuhan tembakau dan produksi alkohol, pemasaran dan konsumsi secara signifikan pada tahun 2000. d. Menciptakan lingkungan yang mendukung Pada tahun 1989 diadakan pertemuan Kelompok Promosi Kesehatan negara-negara berkembang di Geneva sebagai seruan untuk bertindak (a call for action). Pada pertemuan ini ditekankan 3 startegi pokok promosi kesehatan untuk pembagunan kesehatan, yaitu Advokasi kebijakan, pengembangan aliansi yang kuat dan sistem dukungan sosial, serta pemberdayaan masyarakat. 3. The Sundsvall Conference, Swedia (1991) Fokus pembahasan hubungan antara kesehatan dengan lingkungan fisik lingkungan yang baik untuk kesehatan. untuk dukungan ini diperlukan 4 strategi kunci yakni: a. Memperkuat advokasi diseluruh lapisan masyarakat b. Memberdayakan masyarakat dan indiividu agar mampu menjaga kesehatan dan lingkungannya melalui pendidikan dan pemberdayaan



c. Membangun aliansi menjadi penengah diantara berbagai konflik kepentingan di tengah masyarakat. Ketiga konferensi tersebut diselenggarakan di negara maju sehingga timbulah pertanyaan apakah promosi kesehatan hanya sesuai untuk negara maju saja atau tidak cocok untuk negara berkembbang? Untuk membantah keraguan itu, maka konferensi yang ke-IV dilaksanakan di salah sau negara sedang berkembang. Indonesia memperoleh kehormatan untuk menjadi penyelenggaranya yang pertama. 4. Konferensi Jakarta, Indonesia (1997) Konferensi Internasional Promosi Kesehatan IV ini terselenggara pada bulan Juli 1997 bertempat di Hotel Horison, Ancol, Jakarta. Pesan utama dalam konferensi keempat ini ialah perlunya merubah pola tradisional dalam promosi kesehatan dengan menciptakan kemitraan pada berbagai sektor baik pemerintah maupun swasta. Isi deklarasi Jakarta, antara lain: a. Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan b. Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan c. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan d. Kemampuan perorang dan pemberdayaan masyarakat e. Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.



5.



Konferensi Mexico City (2000) Dengan tema : BRIDGING THE EQUITY GAP (Menjembatani Kesenjangan Pemerataan) merupakan sejarah pertemuan internasional Promosi Kesehatan yang dihadiri oleh 100 Negara yang diwakilkan para Menteri Kesehatan dengan membuat kesepakatan antara lain :



kesepakatan menteri kesehatan sedunia untuk meningkatkan kesehatan a. pengembangan kegiatan Promosi Kesehatan di masing-masing negara di Dunia b. study kasus sebagai bukti keberhasilan kegiatan promosi kesehatan didunia c. membuat perencanaan promosi kesehatan. 6.



Konferensi Bangkok, Thailand (2005) Pada konferensi kelima ini, tema yang diangkat adalah Health Promotion in a Globalized World (Promosi Kesehatan dalam dunia yang mengglobal) yaitu komitmen untuk kesehatan bagi semua. Kesepakatan yang dihasilkan antara lain: a. Menjadikan Promosi Kesehatan sebagai Pusat Agenda Pembangunan Global b. Membuat Promosi Kesehatan sebagai Tanggungjawab semua lini Pemerintah c. Menjadikan PromKes Untuk Pemberdayaan Masyarakat (Masyarakat sering mengambil inisiatif memulai).



7.



Konferensi Nairobi, Kenya (2009) Koferensi ke-7 Promosi Kesehatan dilaksanakan di Kota Nairobi, Kenya pada tanggal 26 s/d 30 Oktober 2009 dengan tema ” Promoting Health and Develotment : Closing the Implementation Gap”. Konfernsi tersebut menghasilkan 5 Strategi dan Aksi yang disepakati, yaitu ; a. Membangun Kapasitas Promosi Kesehatan (Building Capacity for Heaalth Promotion) b. Penguatan Sistem Kesehatan (Strengthening Health Systems) c. Kemitraan dan Kerjasama Lintas Sektor (Partnership and Intersesectoral Action) d. Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment) e. Sadar Sehat dan Perilaku Sehat (Health Literacy and Health Behavior). Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia dipacu oleh perkembangan dunia internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Headquarter, Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi Unit Health Promotion. Nama organisasi profesi internasional juga sudah berubah menjadi International Union for Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat.



B. Perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia 1.



Era Propaganda dan Pendidikan Kesehatan Rakyat (Sebelum sampai awal kemerdekaan (sekitar tahun 1960-an) a. Medisch Hygienische Propaganda Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda membentuk Dinas Hygiene. Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten. Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban sederhana dan mempergunakannya. Upayaupaya ini kemudian berlanjut dan kemudian dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”. Pada tahun 1933 dimulai organisasi hygiene tersendiri dalam bentuk percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Menyelenggarakan kegiatan pendidikan Kesehatan tentang Hygiene dan sanitasi dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkunganserta usaha pencegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, TBC) kemudian mengadakan pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat. Bentuk kegiatan yang paling



menonjol saat itu adalah penggunaan media pendidikan (booklets, poster, film, dsb) dan kunjuungan rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi yang terdidik. b. Pendidikan Kesehatan Rakyat Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR). Dalam programprogram kesehatan, pendidikan kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan terutama pada saat terjadi keadaan kritis seperti wabah penyakit, bencana, dsb. Sasarannya perseorangan, dengan sasaran program lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang. Program yang terkait dengan PKR adala hygiene dan sanitasi lingkungan. c. Prevention is better than cure Usaha kesehatan rakyat yang semula lebih ditekankan pada usaha kuratif, lambat laun berkembang pula kearah prefentif. Tahun 1937 sampai perang dunia II pemerintah pusat menyerahkan usaha kuratif kepada daerah otonom, namun tetap diawasi dan dikoordinir oleh pemerintah pusat. Usaha preventif dan kuratif mulai digalakan dan dikembangkan di perusahaan-perusahaan, perkebunan Belanda yang memang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja perkebunan, dengan demikian meningkat pula daya kerja dan daya produksinya. Agar masyarakat sadar dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas perilaku kesehatannya, maka sudah pada tempatnya jika informasi terkini mengenai perkembangan dalam bidang kesehatan dapat disalurkan ke masyarakat, seperti penyebab penyakit, cara penanggulangannya, atau cara pencegahannya. Disinilah pendidikan kesehatan dapat menunjukkan peranannya dengan jelas. d. Empat sehat lima sempurna dan “Bandung Plan” (KMD) tahun 1951 Pada tahun 1942-1945 pendidikan, ekonomi, kehidupan sosial, dan kesehatan amat sangat terpuruk dengan pecahnya Perang dunia ke II. Sumber daya alam dan manusia semua dikerahkan untuk kepentingan Jepang. Disorganisasi Usaha Kesehatan Masyarakat sudah kacau berlangsung terus dalam periode revolusi fisik (1945-1949). Kehidupan masyarakat sangat tertekan shingga hanya terlihat kemiskinan, penderitaan, kelaparan, dan penyakit dimana-mana. Setellah penyerahan kedaulatan (27 Desember 1948) pemerintah memberikan perhatian pada kesehatan masyarakat di desa. Pada waktu itu dikembangkan Usaha Pembangunan Masyarakat Desa. Pada tahun 1950-an masalah gizi cukup menonjol. Sementara itu ‘”kwarsiorkor dan xerophthalmia” sebagai masalah gizi pada golongan anak pra sekolah mendapat banyak perhatian selain penyelidikan secara mendalam, usaha perbaikan dilakukan melalui penyuluhan gizi dan penggalian sumber makanan bernilai gizi.



Program pembangunan kesehatan untuk periode 10 tahun (1950-1960) telah digariskan dala konferensi Kemekes tahun 1952 di Jakarta. Isi program mencakup kebijaksanaan umum dan khusus. usaha kuratif dan preventif yang ditempuh dengan rumusan WHO mengenai kesehatan. Tujuan pemerintah adalah memerikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia agar memiliki kemampuan kerja semaksimal mungkin. 2.



Era Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan (1960-1980) Pada tahun 1955 istilah pendidikan kesehatan digunakan secara resmi hingga pada sekitar tahun 1967-1968 semakin disadari bahwa masalah kesehatan tidak dapat diatasi melalui disiplin ilmu kedokteran saja karena masalah kesehatan banyak terkait dengan masalah sosial khususnya perilaku. Maka diadakan proyek khusus pengadaa Health Education Specialist (HES). Pusat PKM juga melakukan penyuluhan berbagai program kesehatan melalui berbagai kegiatan. Selanjutnya berbagai pedoman juga diterbitkan sebagai panduan bagi daerah atau program untuk melakukan penyuluhan kesehatan serta melakukan pelatihan-pelatihan bagi tenaga PKM.



3.



Era PKMD, Posyandu, dan Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Elektronik (1975-1995) a. Pemberdayaan Masyarakat Konsep dasar pendidikan atau penyuluhan kesehatan sudah dilaksanakan sejak sebelum dan di awal kemerdekaan. Berdasarkan pertemuan Alma Ata (1978), WHO memberi rumusan tentang peran serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu dan keluarga:



1) Bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat. 2) Berkembang kemampuannya untuk berkontribusi dalam pembangunan 3) Mengetahui keadaannya dengan lebih baik dan termotivasi untuk memecahkan masalahnya. 4) Memungkinkan menjadi penggerak pembangunan (Agen of Development). Peran serta masyarakat dianggap kurang dinamis dan kurang sesuai dengan isi pengertian yang dicakupnya sehingga digunakan istilah lain yang lebih menunjukkan tanggung jawab masyarakat yang lebih besar yaitu “empowerment atau community empowerment” di Indonesia istilah itu menjadi “pemberdayaan masyarakat”. Dalam berbagai pertemuan internasional tentang promosi kesehatan, istilah pemberdayaan masyarakat ini yang kemudian lebih ditonjolakan. b. Munculnya PKMD Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) mulai muncul di permukaan pada tahun 1975. Saat itu Depkes membentuk panitia kerja untuk menyiapkan konsep program PKMD. Landasan dasar dikembangkannya PKMD adalah sejarah budaya bangsa Indonesia yang



telah turun temurun, yakni gotong royong dan musyawarah. Mengacu pada dua prinsip ini makan konsep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling membantu. Pada tahun 1976 (Januari) dalam rapat kerja kesehatan nasional ditetapkan bahwa PKMD merupakan pendekatan yang strategis untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dengan target meningkatnya kesehatan masyarakat. Ditetapkan pula bahwa PKMD adalah program nasional. PKMD yang telah dikembangkan sejak thun 1996 merupakan perwujudan dari “ Primary Health Care”. Demikianlah PKMD berkembang di seluruh penjuru tanah air. PKMD yang semula lebih terbuka berkembang menjadi lebih fokus. Kegiatan yang lebih fokus dan semi structured ini kemudian mengarah pada perkembangan POS Pelayanan Terpadu (Posyandu). 4.



Era Promosi Kesehatan dan Paradigma Sehat (1995-2005)



a.



Munculnya istilah Promosi Kesehatan Istilah tersebut belum bergema di Indonesia. Istilah yang ada tetap Penyuluhan Kesehatan, disamping juga populer istilah-istilah lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), Pemasaran Sosial (Social Marketing), Mobilisasi Sosial, dll. Pengertian atau konsep penyuluhan kesehatan masyarakat sebenarnya tidak berbeda dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan/ penyuluhan kesehatan menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan melalui penekatan edukatif di masyarakat. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah masalah diangkat dari apa yang ditemui atau dikenali masyarakat (masalah kesehatan atau masalah apasaja yang dirasa penting/perlu di atasi oleh masyarakat).



b.



Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah mobilisasi massa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi). Sehingga sasaran Promosi Kesehatan bukan saja perubahan perilaku tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan. Pada Tahun 1997 diadakan konvensi internasional Promosi Kesehatan dengan tema ”Health Promotion Towards The 21’st Century, Indonesian Policy for The Future” dengan melahirkan ‘The Jakarta Declaration’ Konferensi Internasional Promosi Kesehatan IV di Jakarta, Indonesia (Jakarta Declaration on Health Promotion, 1997) bahwa prioritas Promosi Kesehatan abad 21 adalah:



a.



Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan,



b.



Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan,



c.



Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan,



d.



Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat,



e.



Mengembangkan infrastruktur promosi kesehatan..



5.



Promosi Kesehatan di Era Reformasi dan Desentralisasi Lahirnya semangat reformasi yang ditingkahi dengan terjadinya pergantian pemerintahan pada tahun 1998 telah membawa perubahan fundamental dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Angin reformasi yang bertiup kencang sejak lengsernya Presiden Soeharto memperoleh wadahnya dalam sidang-sidang MPR, yang merupakan lembaga tertinggi negara. Akhirnya dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, sesuatu yang “diharamkan” pada era sebelumnya. Dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) dibidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Salah satu SPM bidang kesehatan tersebut adalah tentang Penyuluhan Perilaku Sehat, yang harus mencakup setidaknya : Rumah Tangga Sehat (65%) dan Desa Posyandu Purnama (40%). Selain itu juga ditetapkan bahwa promosi kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilakukan di Puskesmas.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Notoatmodjo,Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta:Rineka Cipta. 2005.



2.



Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.



3.



Fitriani, Shinta. Promosi Kesehatan. Yogykarta; Graha Ilmu. 2011.