Sejarah Persaudaraan Setia HatiPada Tahun 1903 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PSHT 1922



MEMAYU HAYUNING BAWONO NGALAH



NGALIH



NGADEP Sejarah Persaudaraan Setia HatiPada tahun 1903, bertempat di Kampung Tambak Gringsing, Surabaya, Ki Ngabeni Surodiwirjo membentuk persaudaraan yang anggota keluarganya disebut “Sedulur Tunggal Ketjer”, sedangkan permainan pencak



silatnya



disebut



“Djojo



Gendilo”



Tahun 1912, Ki Ngabeni Surodiwirjo berhenti bekerja karrena merasa kecewa disebabkan seringkali atasannya tidak menepati janji. Selain itu suasana mulai tidak menyenangkan karena pemeintah Hindia Belanda menaruh curiga; mengingat beliau pernah melempar seorang pelaut Belanda ke sungai dan beliau telah membentuk perkumpulan pencak silat sebagai alat pembela diri, ditambah pula beliau adalah seorang pemberani, Pemerintah Hindia Belanda mulai kwatir, beliau akan mampu membentuk kekuatan bangsa Indonesia dan menentang mereka. Setelah keluar dari pekerjaannya, beliau pergi ke Tegal. Tahun 1914, Ki Ngabehi Surodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja di Djawatan Kereta Api Kalimas, dan tahun 1915 pindah ke bengkel Kereta Api Madiun. Disini beliau mengaktifkan lagi Persaudaraan yang telah dibentuk di Surabaya, yaitu “Sedulur Tunggal Ketjer”, hanya pencak silatnya sekarang disebut “Djojo Gendilo Tjipto Muljo”. Sedangkan pada tahun 1917, nama – nama tersebut disesuaikan denngan keadaan zaman diganti menjadi nama “Perssaudaan Setia Hati” Ki Hadjar Hardjo Oetomo Salah satu murud Ki Ngabehi Surodiwirjo yang militan dan cukup tangguh, yaitu Ki Hadjar Hardjo Oetomo mempunyai pendapat perlunya suatu organisasi untuk mengatur dan menertibkan personil maupun materi pelajaran Setia Hati, untuk itu beliau meohon doa restu kepada Ki Ngabehi Surodiwirjo. Ki Ngabehi Surodiwirjo memberi doa restu atas maksud tersebut., karena menurut pendapat beliau hal – hal seperti itu adalah tugas dan kewajiban anak muridnya, sedangkan tugas beliau hanyalah “menurunkan ilmu SH”. Selain itu Ki Ngabehi Surodiwirjo berpesan kepada Ki Hadjar Hardjo Oetomo agar jangan memakai



nama



SH



dahulu.



Setelah mendapat ijin dari Ki Ngabehi Surodiwirjo, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 mengembangkan ilmu SH dengan nama Pencak Silat Club (P. S. C). Karena Ki hadjar Hardjo Oetomo adalah orang SH, dan ilmu yang diajarkan adalah ilmu SH, maka lama – kelamaan beliau merasa kurang sreg mengembangkan ilmu SH dengan memakai nama lain, bukan nama SH. Kembali beliau menghadap Ki Ngabehi Surodiwirjo menyampaikan uneg – unegnya tersebut dan sekalian mohon untuk diperkenankan memakai nama SH dalam perguruannya. Oleh Ki Ngabehi Surodiwirjo maksud beliau direstui, dengan pesan jangan memakai nama SH saja, agar ada bedanya. Maka Pencak Silat Club oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo diganti dengan nama “SETIA HATI MUDA” (S. H. M). Peranan Ki Hadjar Hardjo Oetomo Sebagai Perintis Kemerdekaan Ki Hadjar Hardjo Oetomo mengembangkan ilmu SH di beberapa perguruan yang ada pada waktu antara lain perguruan Taman Siswo, Perguruan Boedi Oetomo dan lain – lain. Dalam mengajarkan ilmu SH beliau diantaranya adalah menamakan suatu sikap hidup, ialah “kita tidak mau menindas orang lain dan tidak mau ditindas oleh orang lain”. Walaupun pada waktu itu setiap mengadakan latihan tidak bisa berjalan lancar, karena apabila ada patroli Belanda lewat mereka segera bersembunyi; tetapi



dengan dasar sikap hidup tersebut murid – murid beliau akhirnya menjadi pendekar – pendekar bangsa yang gagah berani dan menentang penjajah kolonialisme Belanda. Dibandingkan keadaan latihan masa lalu yang berbeda dengan keadaan latihan saat ini, seharusnya murid – murid SH lebih baik mutu dan segalanya dari pada murid – murid SH yang lalu. Melihat sepak terjang murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang dipandang cukup membahayakan, maka Belanda segera menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo bersama beberapa orang muridnya, dan selanjutnya dibuang ke Digul. Pembuangan Ki Hadjar Hadjo Oetomo ke Digul berlangsung sampai dua kali, karena tidak jera – jeranya beliau mengobarkan semangat perlawanan menentang penjajah. Selain membuang Ki Hadjar hardjo Oetomo ke Digul, Pemerintah Hindia Belanda yang terkenal dengan caranya yang licik telah berusaha memolitisir SH Muda dengan menjuluki SHM bukan SH Muda, melainkan SH Merah; Merah disini maksudnya adalah Komunis. Dengan demikian pemerintah Belanda berusaha menyudutkan SH dengan harapan SH ditakuti dan dibenci oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Menanggapi sikap penjajah Belanda yang memolitisir nama SH Muda dengan nama SH Merah, maka Ki Hadjar Hardjo Oetomo segera merubah nama SH Muda menjadi “Persaudaan Setia Hati Terate” hingga sampai sekarang ini. Melihat jasa – jasa Ki Hadjar Hardjo Oetomo tersebut, maka pemerintah Indonesia mengakui beliau sebagai “Pahlawan Perintis Kemerdekaan” , dan memberikan uang pensiun setiap bulan sebesar Rp. 50.000,00 yang diterimakan kepada isteri beliau semasa masih hidup. Setelah meninggal dunia, beliau dimakamkan di makam “Pilangbango”, yang terlatak di sebelah Timur Kotamadya Madiun, dari Terminal Madiun menuju ke arah Timur. Beliau mempunyai 2 (dua) orang putra, yaitu seorang putri yang diperisteri oleh bapak Gunawan, dan Seorang putra yang bernama bapak “Harsono” sekarang berkediaman di jalan Pemuda no. 17 Surabaya. Ibu Hardjo Oetomo meninggal pada bulan September 1986 di tempat kediamannya, di desa Pilangbango Madiun. Rumah beliau, oleh Bapak Harsono dihibahkan kepada Persaudaraan Setia Hati Terate pada akhir tahun 1987 dengan harga Rp. 12,5 juta. Rencana Pengurus Pusat, bekas rumah kediaman pendiri Persaudaraan SH Terate tersebut akan dipugar menjadi “Museum SH Terate” agar generasi penerus bisa menyaksikan peninggalan



pendahulu



perkembangannya saat ini.







pendahulu



kita



sejak



berdiri



sampai



dengan



PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE didirikan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922 di desa Pilang Bango Madiun, Beliau merupakan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia. Tahun 1905 beliau lulus sekolah SR (Sekolah Rakyat) kelas II ? HIS. Tahun 1906 Beliau menjadi Mantri di Pasar Sepur Madiun, selama 4 bulan lalu dipindah ke Pasar Milir Madiun, belum 1 tahun Beliau mengundurkan diri. Tahun 1916 Beliau menikah dan bekerja di Pabrik Gula Rejo Agung Madiun. Tahun 1917 Beliau ujian Biomte Rumah Gadai dan lulus, lalu keluar dari Pabrik Gula Rejo Agung. Sambil menunggu panggilan dari Rumah gadai Beliau menganggur selama 1 tahun dan bekerja harian pada Stasiun KA Madiun. Beliau mendirikan perkumpulan Harta Jaya yang bertujuan memberantas rentenir. Tahun ini pula Beliau nyantrik (belajar) pencak silat pada KI Ngabei Surodiwirjo di Winongo Madiun. Tahun 1922 Atas seijin Ki ngabei Surodiwirjo Beliau mendirikan pencak silat di desa Pilang Bangau Madiun dengan nama pencak SPORT CLUB. karena beliau menganggur Beliau berkeliling untuk mengajarkan pencak silat antara lain di kota kediri, Nganjuk, Kertosono, Jombang,Lamongan, Solo, dan jogja. Pada dasarnya niat beliau menambah keberanian untuk melawan penjajah Belanda. Dengan kegiatan tersebut Beliau sering keluar masuk penjara karena ditangkap Belanda. Beliau dituduh sebagai penggerak pemberontakan terhadap Belanda. Untuk mengelabui Belanda maka tempat - tempat latihan selalu bepindah - pindah dan namanya selalu berganti antara lain menjadi PSC (Pemuda Sport Club), SHM (Setia Hati Muda). Tahun 1926 Beliau ditangkap Belanda lagi, waktu itu istrinya mengandung Bpk. Hersono. Karena dipenjara Madiun ada gejala Pemberontakan dan Beliau terlibat dalam khasus tersebut, maka Beliau dipindahkan ke penjara cipinang dan masa tahananya ditambah 5 tahun. selam 2 bulan berada didalam penjara cipinang Jakarta, Beliau dipindah lagi ke penjara Buih Padang Panjang Sumatera. Tahun 1931 Beliau pulang dari pembuangan, mulai tahun ini pula Beliau tidak mengajarkan pencak silat secara keliling, melainkan tetap mengajar di Pilang Bango Madiun dan Beliau menjadi Redaktur Harian dan Pokrol (pengacara). Tahun 1942 Pada masa pendudukan jepang, atas usul dari sdr. Suratno nama PSC diganti menjadi PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE, dan usul tersebut disetujui sampai sekarang dipakai dasar PERSAUDARAAN TANPA ORGANISASI. Tahun 1948 Atas usul dari Sdr.Sutomo Mangkujoyo, Sdr Jendro Darsono, Sdr.Sumaji, maka diadakanlah konfrensi SH Terate I di Pilang Bango Madiun di kediaman Bpk. Hardjo Oetomo. Dengan hasil SH terate di ORGANISASIKAN. adapun pengurus pertama adalah : Ketua Pusat : Sutomo Mangkujoyo Wakil Ketua : Jendro Darsono Sekretaris : Sumaji Tahun 1950 Karena Sdr. Sutomo Mangkujoyo pindah ke Surabaya dan Sdr. Jendro Darsono pindah ke kediri maka pemimpin pusat dipegang oleh Sdr. Irsad, Sekretaris oleh Sdr.Bambang Sudarsono. Tahun 1952 Ki Hadjar Hardjo Oetomo meninggal dan dimakamkan di pemakaman umum desa Pilang bango Madiun pada tanggal 13 April 1952.



Sebelum melihat jauh kedepan mengenai perkembangan Persaudaraan Setia Hati Terate sekarang ini, kita ingatkan julukan : “PENDHITA WESI KUNING”. Siapa kah Pendhita Wesi Kuning itu? Ia dikenal seorang yang berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata menyerah dalam menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia sendiri dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “Sepiro gedhening Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo” dan kiat itu dihayatinya dijabarkan dalam lakunya sampai akhir hayatnya. Ia teguh dalam pendiriannya yakni mengabdi pada sesama maka orang-orangpun memberi julukan “PENDHITA WESI KUNING” (konon julukan ini mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan yang melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran). Ketika ia di tanya, siapakah orang yang paling dicintainya di dunia ini ?. ia akan menjawab dengan tegas “IBU “. Dan ketika ia di tanya organisasi apakah yang paling ia cintai selama di dunia ini ?. maka ia pun akan mengatakan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE. Dua jawabpan di atas, pertanyaan yang mengacu pada kedalaman rasa itu, telah di buktikan tidak hanya ucapan belaka tetapi dengan kerja nyata. Hampir sepanjang hidupnya waktu, tenaga, pikiran dan jiwanya dipersembahkan demi baktinya kepada keduanya itu. Yakni ibu, seorang yang telah berjasa atas keberadaan di dunia ini, dan persaudaraan setia hati terate sebuah organisasi tempat menemukan jati diri, sekaligus ajang darma baktinya dalam rangka mengabdi kepada sesama. Dialah RADEN MAS IMAM KOESOEPANGAT. Putra ketiga dari pendawa lima. Yang lahir dari garba : Raden Ayu Koesmiyatoen dengan RM AMBAR KOESSENSI. Bertepatan pada hari jum`at pahig tanggal 18 november 1938, di Madiun kakek beliau (Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat) adalah bupati Madiun VI dan neneknya



(Djuwito)



atau



(RA



Pangeran



Ronggo



Ario



Koesnoningrat),



merupakan figur yang di segani pada saat itu. Menurut keterangan dari pihak keluarganya, trah Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesodiningrat selain di kenal sebagai penerus darah biru juga dikenal sebagai bangsawan yang suka bertapa brata satu laku untuk mencari hakikat hidup dengan jalan meninggalkan larangan-larangan Tuhan Yang Maha Esa serta membentengi diri dari pengaruh keduniawian. Bakat alam yang mengalir dalam darah kakeknya ini , di kemudian hari menitis ke dalam



jiwa



RM



IMAM



KOESOEPANGAT.



Dan



mengantarkan



menjadi



seorang



Pendekar yang punya Kharisma dan di segani sampai ia sendiri di juluki. “Pandhita Wesi Kuning”.



Masa Kecil Masa kecil RM IMAM KOESOEPANGAT di lalui dengan penuh suka dan duka,



ia



seperti



hal



nya



saudara-saudara



kandungnya



(RM



Imam



Koesoenarto dan RM Imam Koesenomihardjo, dan RM Koesenomihardjo kakak serta RM Imam Koeskartono dan RM Abdullah Koesnowidjodjo,adik) hidup dalam asuhan kedua orang tuanya, menempati tempat tinggal kakeknya di lingkungan kabupaten Madiun . (menurut sumber terate) semasa kecilnya, RM Imam Koesoepangat belum menunjukan kelebihan yang cukup berararti. Di sekolahnya (SD latihan duru satu : sekarang SDN Indrakila Madiun) ia bukan tergolong siswa yang paling menonjol, salah satu nilai lebih yang di miliknya barangkali hanya karena keberanianya. Selain ia sendiri sejak kecil sudah di kenal sebagai bocah yang jujur dan suka membela serta suka menolong teman-teman sepermainanya. Ketika berumur 13 tahun, semasa ia haus damba kasih dari ayahanda nasib berbicara lain RM Ambar Koesensi (ayahanda tercinta) di panggil ke Hadirat Tuhan yang maha Esa, tepatnya pada tanggal 15 maret 1951 , sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SDN. RM Imam Koesoepangat kecilpun seperti tercerabut dari dunia kana-kanaknya, sepeninggalnya orang yang di cintainya



itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap



kematian tidak seorangpun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang terjadi pada RM Ambar Koesensie. Hari-hari berikutnya RM Imam Koeseopangat diasuh langsung oleh ibunda RA Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di waktu-waktu senggang ibunda sering kali mendongeng tentang pahlawan-pahlawan yang dikenalnya dan tidak lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama pergaulan, tatakrama menembah (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sampai merambah pada pengertian budi luhur dan mesubrata. Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate Benih luhur yang di tanamkan ibundanya itu lambat laun ternyata mampu mengendap dan mengakar di dalam jiwa RM Imam Soepangat, ia lebih akrab dengan panggilan “ARIO” perhatianya terhadap nilai-nilai budi luhur kian mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak kecil sudah menyukai laku tirakat, seperti puasa dll sejalan dengan itu sikapnya mulai berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta



menyadari keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan, sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya. Rasa keingintahuan terhadap berbagai pengetahuan terutama ilmu kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak kecil kian hari semakin



membakar



semangatnya.



Melecut



jiwanya



untuk



segera



menemukan jawabanya, barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah ketika umurnya bejalan enam belas tahun RM Imam Koeseopangat mulai mewujudkan impianya. Di sela-sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia mulai belajar pencak silat di bawah panji-panji Persaudaraan Setia Hati terate. Kebetulan yang melatih saat itu adalah mas IRSAD (murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari



SMA



Nasional



Madiun



ia



berhasil



menyelesaikan



Pelajaran



di



Persaudaraan Setia Hati Terate dan berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.