Sejarah Singkat Kedokteran Forensik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Blok kedokteran Forensik SEJARAH KEDOKTERAN FORENSIK Ilmu kedokteran merupakan campuran dari rasa ingin tahu, tahayul, dan ilmu kedokteran yang lalu pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang telah lama ada sebelum manusia mulai berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan membentuk suatu pemerintahan yang dipimpin oleh hukum yang terdiri dari norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sayangnya sejarah mengenai interaksi antara hukum dan kedokteran sangatlah terbatas dikarenakan sistem pencatatan yang buruk dan tidak efektif. Asal dari ilmu kedokteran forensik hanya dapat ditelusuri kembali mulai dari 5000 atau 6000 sebelum masehi. Pada masa itu Imhotep yang merupakan pemuka agama tertinggi, Hakim tertinggi, pimpinan penyihir, dan tabib kepala dari raja Zozer dianggap sebagai dewa oleh bangsa mesir. Dia merupakan orang pertama yang mengaplikasikan antara kedokteran dan hukum pada lingkungan sekitarnya. Pada mesir kuno, peraturan hukum yang menyangkut praktek kedokteran disusun dan dicatat pada papyri ( daun lontar ). Karena ketika itu kedokteran masih diliputi oleh unsur mistis, orang yang menjalankan profesi tersebut sangat dihormati dan dianggap sebagai golongan yang istimewa. Walaupun pengaruh dari tahayul dan magis masih sangat kuat, prosedur pembedahan pasti dan informasi penting mengenai obat-obatan berhubungan dengan interaksi, jika manusia menentang Tuhan atau iblis dapat mengakibatkan bermacam-macam respon dari tubuh. Pada tahun 2200 sebelum masehi Kitab undang-undang Hammurabi ( code of hammurabi ) merupakan kitab hukum formal pertama dari ilmu kedokteran yang mengatur tentang organisai medis, batasan-batasan, tugas, kewajiban dari profesi medis. Termasuk sanksi dan kompensasi dari korban malpraktek. Prinsip-prinsip medikolegal juga dapat ditemukan pada awal-awal peraturan hukum yahudi, yang membedakan antara luka yang mematikan dan luka yang tidak mematikan, dan masalah keperawanan. Kemudian pada abad pertengahan dari evolusi penting yurisprudensi (



ilmu hukum



), Hippocrates dan pengikutnya mempelajari tentang lamanya kehamilan, viabilitas bayi lahir prematur, Superfetation ( kemungkinan terbentuknya lagi fetus yang kedua pada wanita yg sedang hamil yang biasa ditemukan pada hewan mamalia ), anak yang pura-pura sakit, hubungan antara luka yang fatal dengan bagian tubuh lainnya. Dan perhatian yang besar pada ilmu



Blok kedokteran Forensik mengenai racun. Yang termasuk di dalam Sumpah Hippocrates yaitu sumpah untuk tidak menggunakan dan menyarankan penggunaan racun. Sama seperti di mesir, praktek medis di india dibatasi hanya untuk anggota dari kasta –kasta pilihan. Pendidikan ilmu kedokterannya juga diatur. Dokter secara formal menyimpulkan waktu kehamilan seharusnya antara 9 hingga 12 bulan. Dan ilmu yang mempelajari racun dan antidotumnya mendapatkan proritas utama. Meskipun hanya sedikit, medikolegal juga berkembang pada masa romawi. Investigasi dilakukan karena kematian yang mencurigakan, dari Julius Caesar yang diakibatkan oleh 23 luka. 1 orang tabib yang cukup berpengalaman melaporkan bahwa hanya 1 luka fatal yang menyebabkan kematian dari 2 luka yang ada. Antara 529 dan 564, Justinian Code ( Kitab Justinian ) dijadikan undang-undang hukum untuk mengatur praktek dokter, pembedahan dan kebidanan, standar malpraktek, tanggung jawab ahli medis, dan batas jumlah dokter yang ada di setiap kota dengan jelas ditetapkan. Sepanjang abad pertengahan medikolegal mengalami perkembangan untuk masalah yang dilatar belakangi masalah impotensi, sterilitas, kehamilan, aborsi, penyimpangan seksual, keracunan, dan perceraian. Untuk kasus pembunuhan dan luka perorangan, diserahkan pada prosedur investigasi tingkat lanjut. Pada tahun 925 inggris mendirikan Office of Coroner ( kantor pemeriksa mayat ). Kantor ini bertanggung jawab untuk memperkirakan sebab kematian yang mencurigakanuntuk membantu proses penyelidikan. Kontribusi Cina pada kedokteran forensik tidak pernah muncul ke permukaan sampai pertengahan awal abad ke 13. Nampaknya ilmu pengetahuan medikolegal diturunkan secara diam-diam dari generasi ke generasi lainnya. Xi Juan Lu ( Pembersihan ketidak benaran ) pengaruhnya masih dikenal hingga sekarang karena isinya yang sangat komprehensif, dan merupakan acuan untuk melakukan prosedur-prosedur penanganan kematian yang tidak wajar secara detail, dan menekankan pada langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam investigasi secara teliti. Ditambah lagi, pada buku ini juga dicantumkan kesulitan-kesulitan pemeriksaan akibat pembusukan, luka palsu, luka antemortem, luka postmortem, dan cara membedakan antara jasad yang ditenggelamkan setelah dibunuh atau mati karena tenggelam.



Blok kedokteran Forensik Pada setiap kasus wajib dilakukan pemeriksaan terhadap jasad walaupun keadaan tubuhnya sudah membusuk Pada akhir abad ke-15 Justinian code sudah ditinggalkan dan hanya menjadi barang peninggalan bersejarah saja. Dan dimulailah era baru ilmu kedokteran forensik Eropa yang diambil dari dua kitab hukum Jerman. Yaitu pada tahun 1507 dari Bamberger code ( Coda Bambergensis ) dan pada tahun 1553 dari Caroline code ( Constitutio Criminalis Carolina ). Caroline code yang berdasarakan Bamberger code mengharuskan adanya kesaksian dari ahli medis pada setiap persidangan kasus pembunuhan, keracunan, luka, gantung diri, tenggelam pembunuhan terhadap bayi, aborsi dan setiap keadaan yang disertai perlukaan pada manusia. Dari hasil itu semua negara-negara lainnya mulai mempermasalahkan penilaian hukum yang masih dipengaruhi oleh tahayul seperti Trial by Ordeal ( salah atau tidak bersalah ditentukan dengan cara menjalankan siksaan, jika tidak terluka atau luka yang ada cepat sembuh dinyatakan tidak bersalah ). Terjadilah perubahan undang-undang, khususnya di prancis. Dan isi dari medikolegal diterbitkan di seluruh eropa. Buku yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah buku adari Ambroise Pare (1575) yang membahas masalah monstrous birth, sakit palsu, dan metode-metode yang dipakai dalam menyiapkan laporan medikolegal. Pada tahun 1602 informasi medikolegal semakin bertambah hingga penerbit Fortunato Fidele menerbitkannya menjadi empat buah volume. Bahkan sekitar tahun 1621 atau 1635 dokter pribadi dari Paus paulus, Paul Zacchia berkontribusi menambahkan pembahasan mengenai kematian sewaktu persalinan, pemalsuan penyakit, kemiripan anak dan orang tuanya, keajaiban, keperawanan, pemerkosaan, umur,impotensi, tahayul, moles pada seri Questiones Medico Legales yang semakin bertambah. Karena keterbatasan pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi tubuh, buku ini kurang akurat walaupun demikian buku ini dipakai sebagai sumber yang cukup berpengaruh diri keputusan medikolegal yang berlaku pada saat itu. Pada tahun 1650 Michaelis memberikan kuliah pertama mengenai hukum kedokteran di Leipzig , pengajar yang menggantikannya menyusun De Officio Medici Duplici Clinici Mimirum ac Forensis yang diterbitkan pada tahun 1704 diikuti textbook selanjutnya Corpus Juris MedicoLegal yang ditulis oleh valenti pada tahun 1722. German secara signifikan menstimulasi penyebaran ilmu kedokteran forensik, namun setelah terjadinya revolusi prancis sistem



Blok kedokteran Forensik pendidikan kedokteran prancis dan pengangkatan ahli medis, secara nyata memajukan parameter bidang ini. Namun harus diingat juga bahwa witch mania yang berasal dari tahun 1484 yang dimulai oleh papal edict masih dianut secara luas sepanjang abad 18. Dengan persetujuan dari komunitas medikolegal, ribuan orang yang dianggap sebagai penyihir dipancung dan dibakar hidup-hidup. Walaupun hukum ini telah dihapuskan oleh inggris pada tahun 1736, mereka yang dicurigai sebagai penyihir dihakimi dan dibunuh oleh massa hingga akhir tahun 1760. Dan perlu diketahui juga bahwa prancis juga pernah mengadakan pengadilan untuk penyihir pada tahun 18181, dan dijelaskan dengan sangat akurat pada Chaille. Namun di inggris hukum kedokteran terus mengalami kemajuan yang menghasilkan dasar-dasar dari informasi secara mendalam yang kita pakai hingga sekarang ini. Di inggris pada tahun 1788 diterbitkan buku medikolegal pertama yang cukup dikenal. Sepanjang tahun itu Profesor Andrew Duncan dari Edinburg memberikan instruksi yang sistematis mengenai hukum kedokteran pada setiap universitas yang berbahasa inggris. Sebagai tanda penghargaan dari kerajaan diberikan Regius Chair yang pertama kali pada ilmu kedokteran forensik yang didirikan pada tahun 1807. Delapan tahun kemudian undang-undang pemeriksaan mayat menjelaskan tugas-tugas dan dasar hukum dari pemeriksa mayat ( Coroner ) terus berkembang, yang termasuk kewajibannya adalah: 1. Menginvestigasi pada setiap kasus kematian mendadak,kematian akibat kekerasan, dan kematian yang yidak wajar. 2. Menginvestigasi kematian yang terjadi pada tahanan. Dan juga ditetapkan adanya kualifikasi minimum yang harus dipunyai untuk menjadi pemeriksa mayat dan secara sangat hati-hati hal ini diuraikan pada hukum kedokteran dalam masalah kriminal. Tidak sampai tahun 1953 perundang-undangan sipil pemeriksa mayat telah dijelaskan. koloni Amerika awal, membawa sistem pemeriksa jenazah secara utuh ke Amerika. Di amerika profesi ini diangkat atas dasar politik. Dan hampir semuanya kurang mendapat pelatihan medis, menyebabkan penentuan sebab kematian hanya berdasarkan opini personal. Pada tahun 1877 masalah ini memicu Massachuset untuk mengganti semua pemeriksa jenazah. Dan dengan cepat



Blok kedokteran Forensik diikuti oleh New york yang mendirikan pelatihan untuk melatih profesi ini agar menghasilkan pemeriksa jenazah yang ahli dan berkualitas sehingga dapat memecahkan misteri dibalik kematian akibat kekerasan yang semakin bertambah dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya populasi manusia. Pemeriksa jenazah diberikan kekuasaan untuk memberikan perintah otopsi. Selama akhir pertengahan abad ke dua puluh, ilmu kedokteran forensik semakin mengalami peningkatan. Dengan adanya perbaikan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan yang menyediakan bahan baru dan dasar kerja untuk perkembangan yurisprudensi. Program pengajaran medikolegal sekarang sudah terdapat pada banyak universitas, sekolah kedokteran dan sekolah hukum. Program ini secara sederhana menjadi dasar – dasar teori. dan forum pembahasannya harus berasal dari akademi sampai ke ahli di di bidang ini. Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada (tindak melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut. Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik. Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan fotografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi ini merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertamakali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam personal indentifikasi. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan pada personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (criminal identification). Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai metode dasar dalam personal identifikasi.



Blok kedokteran Forensik Leone Lattes (1887-1954) seorang profesor di institut kedokteran forensik di Universitas Turin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi bercak darah yang mengering „a dried bloodstain”, Lattes menggolongkan darah ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar klasifikasi ini masih kita kenal dan dimanfaatkan secara luas sampai sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut sering dikenal dengan Ilmu Forensik. Saferstein dalam bukunya “Criminalistics an Introduction to Forensic Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic science“ secara umum adalah „the application of science to law”. Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu) (Purwadianto 2000). Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu mencari kebenaran materiil. Tujuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan



Blok kedokteran Forensik keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum dan pemecahan masalah – masalah di bidang hukum. Memang pada mulanya ilmu kedokteran forensik hanya diperuntukan bagi kepentingan peradilan, namun dalam perkembangannya juga dimanfaatkan dibidang – bidang yang bukan untuk peradilan. Ruang lingkup kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Dari semula hanya pada kematian korban kejahatan, kematian tak diharapkan/ tak diduga, mayat tak dikenal, hingga para korban kejahatan yang masih hidup, atau bahkan kerangka, jaringan, dan bahan biologis yang diduga berasal dari manusia. Jenis perkaranya pum meluas dari pembunuhan, penganiayaan, kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuse and neglect, perselisihan pada perceraian, anak yang mencari ayah (paternity testing), hingga ke pelangggaran hak asasi manusia. Apabila Ilmu Kedokteran Forensik yang digunakan utuk menangani korban mati disebut sebagai patologi forensik, maka yang menangani korban hidup ataupun tersangka pelaku disebut sebagai kedokteran forensik klinik (clinical forensic medicine, atau di beberapa negara disebut police surgeon). Korban tindak pidana dapat juga berupa korban luka – luka, korban keracunan, atau korban kejahatan seksual. Dalam penanganan medis korban – korban tersebut mungkin saja akan melibatkan berbagai dokter dengan keahlian klinis lain, seperti dokter bedah, dokter kebidanan, dokter penyakit dalam, dokter anak, dokter saraf, dan lain – lain.



RUANG LINGKUP ILMU FORENSIK Ilmu-ilmu yang menunjang ilmu forensik adalah ilmu kedokteran, farmasi, kimia, biologi,fisika, dan psikologi. Sedangkan kriminalistik merupakan cabang dari ilmu forensik. Cabang-cabang ilmu forensik lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi forensik, odontologi forensik,



Blok kedokteran Forensik psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik, balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi / biologi molekuler forensik. Biologi molekuler forensik lebih dikenal dengan ”DNA-forensic”. 1. Kriminalistik merupakan penerapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu alam pada pengenalan, pengumpulan / pengambilan, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi dari bukti fisik, dengan menggunakan metode / teknik ilmu alam di dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan (Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah tentunya seorang ilmuwan forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian (analisis) berbagai jenis bukti fisik, dia melakukan indentifikasi kuantifikasi dan dokumentasi dari bukti-bukti fisik. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi, diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan (keterangan ahli) dalam atau untuk kepentingan hukum atau peradilan (Eckert 1980). Sebelum melakukan tugasnya, seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan atau pendidikan dalam penyidikan tempat kejadian perkara yang dibekali dengan kemampuan dalam pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik secara cepat. Di dalam perkara pidana, kriminalistik sebagaimana dengan ilmu forensik lainnya, juga berkontribusi dalam upaya pembuktian melalui prinsip dan cara ilmiah. Kriminalistik memiliki berbagai spesilisasi, seperti analisis (pengujian) senjata api dan bahan peledak, pengujian perkakas (”toolmark examination”), pemeriksaan dokumen, pemeriksaan biologis (termasuk analisis serologi atau DNA), analisis fisika, analisis kimia, analisis tanah, pemeriksaan sidik jari laten, analisis suara, analisis bukti impresi dan identifikasi. 2. Kedokteran Forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik mempelajari hal ikhwal manusia atau organ manusia dengan kaitannya peristiwa kejahatan. Di Inggris kedokteran forensik pertama kali dikenal dengan ”Coroner”. Seorang coroner adalah seorang dokter yang bertugas melalukan pemeriksaan jenasah, melakukan otopsi mediko legal apabila diperlukan, melakukan penyidikan dan penelitian semua kematian yang terjadi karena kekerasan, kemudian melalukan penyidikan untuk menentukan sifat kematian tersebut. Di Amerika Serikan juga dikenal dengan ”medical examinar”. Sistem ini tidak berbeda jauh dengan sistem coroner di Inggris.



Blok kedokteran Forensik Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya berhadapan dengan mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi: − melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan menyenai sebab-sebab kematian, apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa sebenarnya yang telah terjadi. − identifikasi mayat, − meneliti waktu kapan kematian itu berlansung ”time of death” − penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga, − pelayanan penelusuran keturunan, − Di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada bidang kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan ”driving under drugs influence”. Bidang ini di Jerman dikenal dengan ”Verkehrsmedizin” Dalam prakteknya kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dengan bidang ilmu yang lainnya seperti toksikologi forensik, serologi / biologi molekuler forensik, odontologi forensik dan juga dengan bidang ilmu lainnya 3. Toksikologi Forensik, Toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia (racun) terhadap mekanisme biologi. Racun adalah senyawa yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Lebih khusus, toksikologi mempelajari sifat fisiko kimia dari racun, efek psikologi yang ditimbulkannya pada organisme, metode analisis racun baik kualitativ maupun kuantitativ dari materi biologik atau non biologik, serta mempelajari tindakan-tidankan pencegahan bahaya keracunan. LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu



Blok kedokteran Forensik toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak criminal (forensik) di pengadilan. Toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal. Toksikologi forensik merupakan gabungan antara kimia analisis dan prinsip dasar toksikologi. Bidang kerja toksikologi forensik meliputi: 



analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,







analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),







analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang lainnya.



4. Odontologi Forensik, bidang ilmu ini berkembang berdasarkan pada kenyataannya bahwa: gigi, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese (penggantian gigi yang rusak), struktur rongga rahang atas “sinus maxillaris”, rahang, struktur tulang palatal (langit-langit keras di atas lidah), pola dari tulang trabekula, pola penumpukan krak gigi, tengkuk, keriput pada bibir, bentuk anatomi dari keseluruhan mulut dan penampilan morfologi muka adalah stabil atau konstan pada setiap individu. Berdasarkan kharkteristik dari hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelusuran identitas seseorang (mayat tak dikenal). Sehingga bukit peta gigi dari korban, tanda / bekas gigitan, atau sidik bibir dapat dijadikan sebagai bukti dalam penyidikan tindak kejahatan. 5. Psikiatri forensik, seorang spikiater berperan sangat besar dalam bebagai pemecahan masalah tindak kriminal. Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnose prilaku, kepribadian, dan masalah psikis sehingga dapat memberi gambaran sikap (profile) dari pelaku dan dapat menjadi petunjuk bagi penyidik. Pada kasus pembunuhan mungkin juga diperlukan otopsi spikologi yang dilakukan oleh spikiater, spikolog, dan pathology forensik, dengan tujuan penelaahan ulang tingkah laku, kejadian seseorang sebelum melakukan tindak kriminal atau sebelum melakukan bunuh diri. Masalah spikologi (jiwa)



Blok kedokteran Forensik dapat memberi berpengaruh atau dorongan bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, atau perbuatan bunuh diri. 6. Entomologi forensik, Entomologi adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini memperlajari jenis-jenis serangga yang hidup dalam fase waktu tertentu pada suatu jenasah di tempat terbuka. Berdasarkan jenis-jenis serangga yang ada sekitar mayat tersebut, seorang entomolog forensik dapat menduga sejak kapan mayat tersebut telah berada di tempat kejadian perkara (TKP). 7. Antrofologi forensik, adalah ahli dalam meng-identifikasi sisa-sisa tulang, tengkorak, dan mumi. Dari penyidikannya dapat memberikan informasi tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur, dan waktu kematian. Antrofologi forensik mungkin juga dapat mendukung dalam penyidikan kasus orang hidup, seperti indentifiksi bentuk tengkorak bayi pada kasus tertukarnya anak di rumah bersalin. 8. Balistik forensik, bidang ilmu ini sangat berperan dalam melakukan penyidikan kasus tindak kriminal dengan senjata api dan bahan peledak. Seorang balistik forensic meneliti senjata apa yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut, berapa jarak dan dari arah mana penembakan tersebut dilakukan, meneliti apakah senjata yang telah digunakan dalam tindak kejahatan masih dapat beroperasi dengan baik, dan meneliti senjata mana yang telah digunakan dalam tindak kriminal tersebut. Pengujian anak peluru yang ditemukan di TKP dapat digunakan untuk merunut lebih spesifik jenis senjata api yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Pada bidang ini memerlukan peralatan khusus termasuk miskroskop yang digunakan untuk membandingkan dua anak peluru dari tubuh korban dan dari senjata api yang diduga digunakan dalam kejahatan tersebut, untuk mengidentifikasi apakah memang senjata tersebut memang benar telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Dalam hal ini diperlukan juga mengidentifikasi jenis selongsong peluru yang tertinggal. Dalam penyidikan ini analisis kimia dan fisika diperlukan untuk menyidikan dari senjata api tersebut, barang bukti yang tertinggal. Misal analisis ditribusi logam-logam seperti Antimon (Sb) atau timbal (Pb) pada tangan pelaku atau terduga, untuk mencari pelaku dari tindak kriminal tersebut. Atau analisis ditribusi asap (jelaga) pada pakaian, untuk mengidentifikasi jarak tembak.



Blok kedokteran Forensik Kerjasama bidang ini dengan kedokteran forensik sangat sering dilakukan, guna menganalisis efek luka yang ditimbulkan pada korban dalam merekonstruksi suatu tindak kriminal dengan senjata api. 9. Serologi dan Biologi molekuler forensik, Seiring dengan pesatnya perkembangan bidang ilmu biologi molekuler (imunologi dan genetik) belakangan ini, pemanfaatan bidang ilmu ini dalam proses peradilan meningkat dengan sangat pesat. Baik darah maupun cairan tubuh lainnya paling sering digunakan / diterima sebagai bukti fisik dalam tindak kejahatan. Seperti pada kasus keracunan, dalam pembuktian dugaan tersebut, seorang dokter kehakiman bekerjasama dengan toksikolog forensic untuk melakukan penyidikan. Dalam hal ini barang bukti yang paling sahih adalah darah dan/atau cairan tubuh lainnya. Toksikolog forensik akan melakukan analisis toksikologi terhadap sampel biologi tersebut, mencari senyawa racun yang diduga terlibat. Berdasarkan temuan dari dokter kehakiman selama otopsi jenasah dan hasil analisisnya, toksikolog forensik akan menginterpretasikan hasil temuannya dan membuat kesimpulan keterlibatan racun dalam tindak kejahatan yang dituduhkan. Sejak awal perkembanganya pemanfaatan serologi / biologi molekuler dalam bidang forensik lebih banyak untuk keperluan identifikasi personal (perunutan identitas individu) baik pelaku atau korban. Sistem penggolongan darah (sistem ABO) pertama kali dikembangkan untuk keperluan penyidikan (merunut asal dan sumber bercak darah pada tempat kejadian). Belakangan dengan pesatnya perkembangan ilmu genetika (analisi DNA) telah membuktikan, bahwa setiap individu memiliki kekhasan sidik DNA, sehingga kedepan sidik DNA dapat digunakan untuk menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana sidik jari sudah tidak mungkin bisa diperoleh. Dilain hal, analisa DNA sangat diperlukan pada penyidikan kasus pembunuhan mutilasi (mayat terpotongpotong), penelusuran paternitas (bapak biologis). Analisa serologi/biologi molekuler dalam bidang forensik bertujuan untuk: − Uji darah untuk menentukan sumbernya (darah manusia atau hewan, atau warna dari getah tumbuhan, darah pelaku atau korban, atau orang yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan tersebut)



Blok kedokteran Forensik − Uji cairan tubuh lainnya (seperti: air liur, semen vagina atau sperma, rambut, potongan kulit) untuk menentukan sumbernya (“origin”). − Uji imonologi atau DNA individu untuk mencari identitas seseorang. 10. Farmasi Forensik, Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Farmasi adalah seni dan ilmu meracik dan menyediaan obat-obatan, serta penyedian informasi yang berhubungan dengan obat kepada masyarakat. Seperti disebutkan sebelumnya, forensik dapat dimengerti dengan penerapan/aplikasi itu pada issu-issu legal, (berkaitan dengan hukum). Penggabungan kedua pengertian tersebut, maka Forensik Farmasi dapat diartikan sebagai penerapan ilmu farmasi pada issu-issu legal (hukum) (Anderson, 2000). Farmasis forensik adalah seorang farmasis yang profesinya berhubungan dengan proses peradilan, proses regulasi, atau pada lembaga penegakan hukum (criminal justice system) (Anderson, 2000). Domain dari forensik farmasi adalah meliputi, farmasi klinik, aspek asministrativ dari farmasi, dan ilmu farmaseutika dasar. Seorang forensik farmasis adalah mereka yang memiliki spesialisasi berkaitan dengan pengetahuian praktek kefarmasian. Keahlian praktis yang dimaksud adalah farmakologi klinik, menegemen pengobatan, reaksi efek samping (reaksi berbahaya) dari obat, review/evaluasi (assessment) terhadap pasien, patient counseling, patient monitoring, sistem distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan lain-lainnya. Seorang forensik farmasis harus sangat terlatih dan berpengalaman dalam mereview dan menganalisa bukti-bukti dokumen kesehatan (seperti rekaman/catatan medis) kasus-kasus tersebut, serta menuangkan hasil analisanya sebagai suatu penjelasan terhadap efek samping pengobatan, kesalahan pengobatan atau kasus lain yang dikeluhkan (diperkarakan) oleh pasien, atau pihak lainya. 11. Bidang ilmu Forensik lainnya, selain bidang-bidang di atas masih banyak lagi bidang ilmu forensik Pada prinsipnya setiap bidang ranah keilmuan mempunyai aplikasi pada bidang dirensik, seperti bidang yang sangat trend sekarang ini yaitu kejahatan web, yang dikenal syber crime, merupakan kajian bidang kumperter sain, jaringan, IT, dan bidang lainnya seperti akuntan forensik.



Blok kedokteran Forensik ASPEK HUKUM dan PROSEDUR MEDIKOLEGAL Dalam menangani berbagai kasus yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia, seorang dokter dapat mempunyai peranan ganda yaitu peranan pertama adalah sebagai ahli klinik sedangkan peran kedua adalah sebagai ahli forensik yang bertugas membantu proses peradilan. Kewajiban dokter untuk melakukan pemeriksaan kedokteran forensik ke atas korban apabila diminta secara resmi oleh penyidik (polisi) dan jika menolak untuk melakukan pemeriksaan forensik tersebut di atas dapat dikenai pidana penjara, selama-lamanya 9 bulan.1 1.



Kewajiban Dokter Membantu Peradilan Pasal 133 KUHAP (mengatur kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli) 1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.1 2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.1 3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1



Penjelasan Pasal 133 KUHAP 2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.1 Keputusan Menkeh No.M.01.PW.07-03 tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Dari penjelasan Pasal 133 ayat (2) menimbulkan beberapa masalah antara lain sebagai berikut :1 a. Keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran Kehakiman itu alat bukti sah atau bukan?



Blok kedokteran Forensik Sebab apabila bukan alat bukti yang sah tentunya penyidikan mengusahakan alat bukti lain yang sah dan ini berarti bagi daerah-daerah yang belum ada dokter ahli kedokteran kehakiman akan mengalami kesulitan dan penyidikan dapat terhambat.1 Hal ini tidak menjadi masalah walaupun keterangan dari dokter bukan ahli kedokteran kehakiman itu bukan sebagai keterangan ahli, tetapi keterangan itu sendiri dapat merupakan petunjuk dan petunjuk itu adalah alat bukti yang sah, walaupun nilainya agak rendah, tetapi diserahkan saja pada Hakim yang menilainya dalam sidang.1 b. Dari penjelsana pasal 133 ayat (2) dapat disimpulkan bahwa keterangan ahli itu hanya bila diberikan oleh dokter ahli kedokteran kehakiman. Bagaimana dengan keterangan yang diberikan oleh ahli laboratorium, ahli kardiologi, ahli patologi, ahli kandungan, psikiater, dan lain – lain, apakah keterangan mereka ini bukan keterangan ahli. Atau apakah agar mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah, keterangan-keterangan ahli tersebut harus diketahui/disahkan oleh ahli kedokteran kehakiman.1 Hal ini perlu diserasikan dengan keterangan ahli sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 28, sehingga dengan demikian tidak menimbulkan kesan yang ahli itu hanya kedokteran kehakiman, melainkan juga psikiater dan lain-lain.1 Mengenai keterangan ahli dalam pasal ini pengertiannya adalah khusus yaitu keterangan untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat.Sedangkan untuk pengertian ahli lainnya tentunya dikembalikan pada pengertian ahli lainnya tentunya dikembalikan pada pengertian umum sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 28.1 Pasal 134 KUHAP 1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.1 2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.1 3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.1 Pasal 179 KUHAP



Blok kedokteran Forensik 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.1 2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan



keterangan



yang



sebaik-baiknya



dan



sebenar-benarnya



menurut



pengetahuan dalam bidang keahliannya.1



2. Sanksi bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP 1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.1 2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.1 3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.1 Pasal 222 KUHP Barangsiapa



dengan



sengaja



mencegah,



menghalang-halangi



atau



menggagalkan



pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.1 Pasal 224 KUHP Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannya.1 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.



Blok kedokteran Forensik 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.1 Pasal 522 KUHP Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.1



3. Rahasia Jabatan dan Pembuatan SKA/ V et R Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter Saya bersumpah/berjanji bahwa:1 Saya akan membuktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.1 Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur kedokteran. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter…..dst.1



Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran Pasal 1 PP No 10/1966 Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.1 Pasal 2 PP No 10/1966 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain.1 Pasal 3 PP No 10/1966 Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :1 a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan. b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.1 Pasal 4 PP No 10/1966



Blok kedokteran Forensik Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.1 Pasal 5 PP No 10/1966 Apabila pelanggaran yang dimaksuddalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan – tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.1 Pasal 6 PP No 10/1966 Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau badan-badan lain bilamana perlu.1 Pasal 322 KUHP 1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.1 2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. 1 Pasal 48 KUHP Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.1 MA 117/K/Kr/1968 2 Juli 1969 Dalam “noodtoestand” harus dilihat adanya :1 1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum 2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum 3. Pertentangan antara dua kewajiban hukum1 Pasal 49 KUHP 1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.1 2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.1



Blok kedokteran Forensik Pasal 50 KUHP Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.1 Pasal 51 KUHP 1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.1 2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewewnang dan pelaksaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.1 4. Bedah Mayat Klinis, Anatomis dan Transplantasi Pasal 2 PP No 18/1981 Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut: 1 a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti.1 b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat sekitarnya; 1 c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit. 1 Pasal 70 UU Kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.1



Blok kedokteran Forensik DAFTAR PUSTAKA 1. Idries A,. 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara , Jakarta 2. Anderson, P D., An Overview of Forensic Pharmacists Practice, Journal of Pharmacy Practice 2000; 13; 179 3. Eckert, W.G., 1980, Introduction to Forensic sciences, The C.V. Mosby Company, St. Louis, Missori 4. Kansil, CST, 1991, Pengantar hukum kesehatan Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 5. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang 6. Perdanakusuma, P., 1984, Bab-bab tentang kedokteran forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta 7. Saferstein R., 1995, Criminalistics, an Introduction to Forensic Science, 5th Ed., A Simon & Schuster Co., Englewood Cliffs, New Jersey Sampurna, B., 2000,