Self Efficacy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERILAKU KEORGANISASIAN DAN MANAJEMEN PERUBAHAN Dr. Ida Ketut Kusumawijaya ,SE.,MM



SELF EFFICACY



Oleh : I Putu Andreas Adi Astawa



20162411001



I Gede Ari Andika Pratama



20162411002



I Made Dedi Adi Pratama



20162411005



I Gusti Agung Ayu Windasari



20162411021



SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI TRIATMA MULYA BADUNG JUNI 2019



PENDAHULUAN Latar Belakang Efikasi diri memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan mampu menggunakan potensi dirinya secara optimal apabila efikasi diri mendukungnya. Salah satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh efikasi diri adalah prestasi. Self-efficacy sendiri merupakan sebuah bentuk kepercayaan diri seseorang dalam melalkukan berbgai hal salah satunya yaitu ketika seorang siswa hendak tampil di depan kelas maka seorang siswa tersebut harus memiliki kepercayaan diri agar dapat tampil dengan baik di depan kelas. Self-efficacy juga sangat diperlukan dalam berbagai hal salah satunya kesiapan seseorang ketika akan tampil agar mndapatkan hasil yang maksimal. Dalam kaitannya dengan kepercayaan diri dalam kegiatan sehari-hari seseorang pasti akan mengalami suatu kecemasan dimana akibat belum adanya kesiapan dari diri seseorang untuk dapat bicara di depan kelas. Keadaan tersebut merupakan hal yang sangat wajar karena dengan adanya kecemasan maka seseorang dapat mengontrol diri mereka agar tidak terlalu sombong terhadapa apa yang telah mereka memiliki, tapi pada kecemasan ini menjadi tidak wajar ketika seseorang menjadi cemas yang berlebihan seperti sampai mengeluarkan keringat dingin atau tiba-tiba merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu. Dalam keadaan tersebut Self-efficacy sangat berpengaruh dalam mengatasi kecemasan berbicara dimana seseorang yang yakin dengan kemampuan yang dia miliki maka seseorang tersebut akan sangat kecil sekali kemungkinan untuk mengalami kecemasan berbicara, begitupun sebaliknya, apa bila seseorang tersebut memiliki Self-efficacy yang rendah maka akan sangat besar sekali kemungkinan seseorang tersebut mengalami kecemasan berbicara. Self-efficacy juga dapat diartikan sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi diri untuk melakukan tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Efikasi diri tersebut mengacu pada keyakinan dari kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, serta tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Selfefficacy sendiri merupakan aspek penting dalam dunia pendidikan, dimana seorang siswa yang diwajibkan mempunyai kompetensi yang ada pada dirinya dalam mengerjakan sesuatu, yang terpenting dalam pembelajaran adalah kemampuan seorang siswa dalam berbicara atau tampil di depan kelas guna mempresentasikan atau menjelaskan apa yang telah dia pahami. Dalam mempresentasikan ataupun menjelaskan pelajaran, misalnya seorang anak harus dapat menguasai materi yang nantinya akan disampaikan didepan kelas, dan tidak sedikit juga dari siswa yang menjadi gugup dan cemas ketika maju didepan kelas karena merasa tidak percaya 1



diri atau kurang yakin terhadap kemampuan atau kompetensi yang dia miliki ketika tampil mempresentasikan salah satu mata pelajaran didepan kelas. Hal ini disebabkan karena kemampuan dirilah yang membawa pengaruh terhadap kognisi dan perilaku seseorang yang berbeda-beda. Salah satu penyebab dari Self-efficacy adalah kecemasan. Dimana kecemasan merupakan suatu keadaan tertentu, yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi objek tertentu. Self-efficacy sangat penting dalam mengatasi kecemasan yang ada pada diri ketika seseorang tampil didepan umum. Dimana orang tersebut harus yakin terhadap apa yang dia miliki untuk dapat menghadapi permasalahanpermasalahan yang ada pada dirinya sendiri terutama kecemasan yang terjadi ketika tampil untuk mempresentasikan suatu pelajaran didepan kelas. Kecemasan merupakan suatu keadaan khawatir yang dialami oleh seseorang yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Banyak hal yang biasanya di cemaskan seperti, kesehatan, relasi social, ujian, karier, relasi internasional, dan kondisi lingkungan. Kecemasan merupakan respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan biasanya menjadi suatu abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila sepertinya dating tanpa ada penyebabnya. Berdasarakan uraian diatas, dapat diartikan bahwa Self-efficacy yang tinggi maupun Self-efficacy rendah yang dimiliki oleh seorang siswa memiliki hubungan terhadap tingkat kecemasan siswa ketika berbicara di depan kelas ketika mempresentasikan atau menjelaskan suatu pelajaran atau ketika di tunjuk untuk maju kedepan oleh guru. Karena sering terjadi kecemasan yang di alami oleh siswa ketika menjelskan materi yang dibawakannya atau melakukan presentasi maupun di tunjuk maju didepan kelas akibat kurangnya pengalaman dari siswa ketika maju untuk tampil presentasi di depan kelas dan kurangnya kepercayaan diri pada siswa tersebut terhadap kemampuan yang dimilikinya. Tujuan Penulisan Sebagaimana yang telah di uraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan paper ini yaitu : (1) Pengertian Self-efficacy ; (2) Indikator Self-Efficacy ; (3) Pengaruh Usia Pada Self-Efficacy Remaja ; (4) Dimensi Self-Efficacy ; (5) Faktor-Faktor Self-Efficacy ; (6) Sumber – Sumber Self-Efficacy ; (7) Proses-proses Self-efficacy ; (8) Perkembangan Self-Efficacy.



2



KAJIAN LITERATUR Ida Ketut Kusumawijaya dalam penelitiannya “SIFAT KEPRIBADIAN: THE MEMEDIASI PERAN SELF EFFICACY UNTUK MENINGKATKAN WIRAUSAHA NIAT” tahun 2018. Pada pengujian sifat kepribadian yang memiliki efek positif pada niat wirausaha menunjukkan dan memberikan gambaran bahwa ciri-ciri kepribadian karyawan hotel berbintang di Bali secara signifikan dapat mempengaruhi dan meningkatkan niat kewirausahaan. Pada pengujian sifat kepribadian



yang mempengaruhi Khasiat diri



menunjukkan dan memberikan gambaran bahwa ciri-ciri kepribadian karyawan Hotel bintang di pengaruh Bali dan meningkatkan self efficacy secara signifikan. Pada pengujian Self Efficacy yang memiliki efek positif pada Niat Wirausaha menunjukkan bahwa efikasi diri karyawan hotel berbintang di Bali secara signifikan dapat menumpuk peningkatan kewirausahaan niat. Pada pengujian Self Efficacy Mediasi yang Pengaruh Personality Traits Untuk Niat Wirausaha menunjukkan dan memberikan gambaran bahwa self efficacy karyawan hotel berbintang di Bali dapat mempercepat penguatan ciri kepribadian niat kewirausahaan secara signifikan. Variabel mediasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai efikasi diri termasuk dalam kategori sebagai variabel mediasi parsial. Tutuk Ari Arsanti dalam penelitiannya yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN TUJUAN, SELF-EFFICACY DAN KINERJA” tahun 2009, menunjukkan bahwa self-efficacy berhubungan positif secara signifikan terhadap kinerja. Dengan demikian, selfefficacy yang tinggi akan meningkatkan kinerja individu. Hasil penelitian ini juga telah memberikan dukungan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang berpendapat bahwa self-efficacy berhubungan positif dengan kinerja secara signifikan. Dengan demikian, hasil 3



penelitian eksperimen ini menunjukkan konsistensi dengan hasil penelitianpenelitian sebelumnya yang berpendapat bahwa self-efficacy berhubungan secara signifikan dengan kinerja. Febrina Handayani dalam penelitiannya “HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA AKSELERASI” pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa ada hubungan antara self-efficacy dengan prestasi belajar siswa akselerasi. Self-efficacy yang dimiliki oleh siswa akselerasi semakin tinggi maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang didapatkan. Sebaliknya jika self-efficacy yang dimiliki oleh siswa akselerasi rendah maka semakin rendah prestasi belajar yang didapatkan. Siswa akselerasi yang memiliki self-efficacy yang tinggi mempunyai keyakinan dalam taraf kesulitan tugas. Selain itu siswa akselerasi memiliki keyakinan dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit dengan berbagai situasi. Selfefficacy yang tinggi dapat meyakinkan siswa akselerasi dalam usaha meningkatkan prestasi belajarnya. Keyakinan self-efficacy yang mereka hasilkan dapat meningkatkan prestasi belajar walaupun teman sebaya mereka sesama siswa akselerasi memiliki kecerdasan dan kemampuan yang sama. Hepy Hapsari Kisti dan Nur Ainy Fardana N dalam peneitiannya “HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA SMK” pada tahun 2012 menunjukan hasil analisa data dan pembahasan didapakan kesimpulan dari penelitian yaitu “ada hubungan antara self-efficacy dengan kreatifitas pada siswa SMK”. Tingat hubungan yang terjadi anatara variabel self-efficacy dengan kratifitas pada siswa SMK tergolong sedang. Arah korlasi bersifat positif artinya semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki siswa SMK maka semakin tinggi juga pada kreatifitas pada siswa SMK. Hadi Warsito dalam penelitiannya “HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN AKADEMIK DAN PRESTASI AKADEMIK” pada tahun 2012 menunjukan hubungan kausal yang positif dan signifikan antara Self-Efficacy dengan penyesuaian akademik. Demikian juga antara penyesuaian akademik dengan prestasi akademik terdapat hubungan kausal yang positif dan signifikan. Prestasi akademik yang dicapai mahasiswa, lebih banyak disebabkan hubungan kausal secara langsung oleh self-efficacy dari pada secara tidak langsung melalui penyesuaian akademik. Artinya dengan keyakinan yang tinggi akan kemampuan dirinya untuk mengatasi suatu situasi, dan berusaha keras, tidak mudah menyerah dengan rintangan yang ada, mahasiswa akan dapat mencapai prestasi akademik yang tinggi pula. Mahasiswa merasa lebih mudah mencapai prestasi akademik secara langsung



4



dengan berusaha dan belajar cepat, dibandingkan mencapai prestasi akademik dengan harus memenuhi ketentuan-ketentuan akademik yang banyak dan dianggap memberatkan. Regina Gledy Kaseger dalam penelitiannya “PENGEMBANGAN KARIR DAN SELF EFFICACY



TERHADAP



KINERJA



KARYAWAN



PADA



PT.



MATAHARI



DEPARTMENT STORE MANADO TOWN SQUARE” pada tahun 2013. Hasil penelitian membuktikan bahwa self-efficacy karyawan PT. Matahari Department Store Manado Town Square tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini berarti semakin rendahnya self-efficacy yang dimiliki karyawan PT. Matahari Department Store Hasil penelitian membuktikan bahwa self-efficacy karyawan PT. Matahari Department Store Manado Town Square tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini berarti semakin rendahnya self-efficacy yang dimiliki karyawan PT. Matahari Department Store Manado Town Square, maka akan mempengaruhi kemampuan kinerja karyawan tersebut dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang karyawan.



5



HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian Self-efficacy Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata efficacy diartikan sebagai kemujaraban atau kemanjuran. Maka secara harfiah Self-efficacy dapat diartikan sebagai kemanjuran diri. Self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Ada kalanya, seseorang tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu pekerjaan karena tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu dan akan berhasil melakukan hal tersebut. Self-efficacy merupakan salah satu diantara berbagai pengaruh kognitif sosial yang berpegaruh pada aspirasi karir anak-anak, dan self-efficacy akademik memiliki efek langsung terkuat. Lebih lanjut self-efficacy dinyatakan andal dalam memprediksi lingkup pilihan karir, kepentingan kerja, keuletan pada bidang yang sulit dan efektivitas pribadi. Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep selfefficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986,) Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Self Efficacy menurut Santrock (2007) adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya dalam menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan. Niu (2010) menyebut self-efficacy adalah hasil interaksi antara lingkungan eksternal, mekanisme penyesuaian diri serta kemampuan personal, pengalaman dan pendidikan. Stipek (2001) menjelaskan bahwa self-efficacy adalah kepercayaan seeorang atas kemampuannya sendiri. Menurut teori kognitif sosial Bandura, keyakinan self-efficacy mempengaruhi pilihan orang dalam membuat dan menjalankan tindakan yang mereka kejar. Individu cenderung berkonsentrasi dalam tugastugas yang mereka rasakan mampu dan percaya dapat menyelesaikannya serta menghindari tugas-tugas yang tidak dapat mereka kerjakan. Selfefficacy juga membantu menentukan sejauh mana usaha yang akan dikerahkan orang dalam suatu aktivitas, seberapa lama mereka akan gigih ketika menghadapi rintangan, dan seberapa ulet mereka akan menghadapi situasi yang tidak cocok. Self-efficacy juga mempengaruhi 6



sejumlah stress dan pengalaman kecemasan individu seperti ketika mereka menyibukkan diri dalam suatu aktifitas. Secara eksplisit Bandura menghubungkan self-efficacy dengan motivasi dan tindakan, tanpa memperhatikan apakah keyakinan itu benar secara objektif atau tidak. Dengan demikian, perilaku dapat diprediksi melalui self-efficacy yang dirasakan (keyakinan seseorang tentang kemampuannya), meskipun perilaku itu terkadang dapat berbeda dari kemampuan aktual karena pentingnya self-efficacy yang dirasakan. Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa selfefficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Indikator Self-Efficacy Individu yang memiliki Self-efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha keras, pengetahuan, dan ketrampilan. Individu yang ragu akan kemampuan mereka (Self-Efficacy yang rendah) akan menjauhi tugas-tugas yang sulit karena tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi mereka, individu sepertui ini memiliki aspirasi ysng rendah serta komitmen yang rendah dalam mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka tetapkan. Ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangan diri mereka, gangguan gangguan yang mereka hadapi, dan semua hasil yang dapat merugikan mereka. Sebaliknya, individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah tidak berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas yang sulit. Saat menghadapi tugas yang sulit mereka mengurangi usaha - usaha mereka dan cepat menyerah. Mereka juga lamban dalam membenahi ataupun mendapatkan kembali Self-efficacy merka ketika menghadapi kegagalan. Dari hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa individu yang memiliki Self-Efficacy tinggi atau rendah memiliki ciri-ciri (indikasi) sebagai berikut : Self-Efficacy Tinggi 



Dapat



menangani



secara



Self-Efficacy Rendah 



efektif



sityuasi yang mereka hadapi.



Lamban dalam membenahi atau mendapatkan kembali self efficacy ketika menghadapi kegagalan.











Yakin terhadap kesuksesan dalam mengatasi rintangan.



7



Tidak yakin menghadapi rintangan.











Ancaman dianggap sebagai suatu tantangan yang tidak perlu dihindari.







Ancaman dipandang sebagai sesuatu yang harus dihindari.







Gigih dalam berusaha.



Mengurangi



usaha



dan



cepat



menyerah. 



Percaya



akan



kemampuan







yang



dimiliki. 



dimiliki. 



Hanya sedikit menampakkan keraguraguan.







Ragu pada kemampuan diri yang



Aspirasi dan komitmen pada tugas lemah.







Suka mencari situasi baru.



Tidak suka mencari situasi baru.



Pengaruh Usia Pada Self-Efficacy Remaja Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy, salah satu diantaranya adalah usia. Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi suatu hal yang terjadi jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Individu yang lebih tua akan lebih mampu dalam



mengatasi



rintangan



dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupannya. Fase-fase perkembangan self-efficacy dibedakan menjadi beberapa tahapan, sejak manusia dilahirkan, kemudian selfefficacy pada awal pertumbuhan, pada masa kanak-kanak, remaja, masa dewasa, hingga dalam usia lanjut. Siswa SMA adalah sekelompok remaja yang berusia 16-19 tahun. Pada masa ini, remaja akan belajar bagaimana menghadapi perubahan pubertas, menjalin hubungan secara emosional, serta tugas untuk memilih pekerjaan apa yang akan dikejar juga tampak dalam periode ini. Dimensi Self-Efficacy Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : 1. Tingkat (level) Tingkat (level) yaitu persepsi individu mengenai kemampuanya yang menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas yang 8



menunjukkan variasi



kesulitan tugas. Tingkatan kesulitan tugas tersebut



mengungkapkan dimensi kecerdikan, tenaga, akurasi, produktivitas, atau regulasi diri yang diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensi perilaku kinerja. Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. 2. Keluasan (generality) Self-efficacy juga berbeda pada generalisasi artinya individu menilai keyakinan mereka berfungsi di berbagai kegiatan tertentu. Generalisasi memiliki perbedaan dimensi yang bervariasi yaitu: 



Derajat kesamaan aktivitas.







Modal kemampuan ditunjukan (tingkah laku, kognitif, afektif).







Menggambarkan secara nyata mengenai situasi.







Karakteristik perilaku individu yang ditujukan.



Penilaian ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang mengungkapkan pola dan tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap keberhasilan mereka. Keyakinan diri yang paling mendasar adalah orang yang berada disekitarnya dan mengatur hidup mereka. Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan selfefficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. 3. Kekuatan (strength) Strength artinya kekuatan, keyakinan diri yang lemah disebabkan



tidak



terhubung oleh pengalaman, sedangkan orang-orang yang memiliki keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada banyak kesulitan dan hambatan. Individu tersebut tidak akan kalah oleh kesulitan, karena kekuatan pada self-efficacy tidak selalu berhubungan terhadap pilihan tingkah laku. Individu dengan tingkat kekuatan tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat akan kompetensi diri sehingga tidak mudah menyerah atau frustasi dalam 9



mengahdapi rintangan dan memiliki kecenderungan untuk berhasil lebih besar dari pada individu dengan kekuatan yang rendah. Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun. Faktor-Faktor Self-Efficacy Tinggi rendahnya Self-Efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Ini disebabkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura, tingkat Self-Efficacy seseorang dipengaruhi oleh : a. Sifat dari tugas yang dihadapi individu. Sifat tugas dalam hal ini meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas dari tugas yang dihadapi. Semakin sedikit jenis tugas yang dapat dikerjakan dan tingkat kesulitan tuigas yang relatif mudah, maka semakin besar kecenderungan individu untuk menilai rendah kiemampuannya sehingga akan menurunkan self-efficacy-nya. Namun apabila seseorang tersebut mampu menyelesaikan berbagai macam tugas dengan tingkat kesulitan ynag berbeda, maka individu akan meningkatkan self-efficacy-nya. b. Insentif eksternal (reward) yang deterima individu dari orang lain. Semakin besar insentif yang diperoleh seseorang dalam penyelesaian tugas, maka semakin tinggi derajat self-efficacy-nya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bandura yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan Self-Efficacy adalah competence contingent incentif, yaitu insentif atau reward yang diberikan orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasai atau melaksanakan tugas tertentu. c. Status atau pearan individu dalam lingkungannya. Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam lingkungannya atau kelompoknya akan memiliki derajat kontrol yang lebih besar pula sehinga memiliki Self-Efficacy yang lebih tinggi pula. d. Informasi tentang kemampuan diri. Informasi yang disampaikan orang lain secara langsung bahwa seseorang mempunyai kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan diri seseorang sehingga mereka akan mengerjakan suatu tugas dengan sebaik mungkin. Namun apabila seseorang mendapat informasi kemampuannya



10



rendah maka akan menurunkan Self-Efficacy sehingga kinerja yang ditampilkan rendah. Sumber – Sumber Self-Efficacy Bandura menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu : a. Pengalaman akan kesuksesan Pengalaman keberhasilan & pencapaian prestasi, yang merupakan sumber informasi self-efficacy yang paling berpengaruh. Berdasarkan pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan. Umpan balik terhadap hasil kerja seseorang yang positif akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Kegagalan pada berbagai pengalaman hidup dapat di atasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat individu tersebut mampu untuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya. Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar. b. Pengalaman individu lain Pengalaman individu lain merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh individu lain. Ketika melihat individu lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang/tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika individu lain yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Individu juga akan ragu untuk berhasil dalam bidang tersebut. Peran pengalaman individu lain terhadap self-efficacy seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model yang ditiru. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan semakin mempengaruhi self-efficacy. 11



Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh perilaku model. Seseorang akan berusaha mencari model yang memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dengan keinginannya. Dengan mengamati perilaku dan cara berfikir model tersebut akan dapat memberi pengetahuan dan pelajaran tentang strategi dalam menghadapi berbagai tuntutan lingkungan. Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efftcacy nya. Self-efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self-efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri. c. Persuasi verbal Presuasu Verbal digunakan secara luas untuk membujuk seseorang bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang tersebut. Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan. d. Keadaan fisiologis Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari 12



keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya. Seseorang percaya bahwa sebagian tanda-tanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya. Proses-proses Self-efficacy Bandura menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini : a. Proses kognitif Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian- kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi. b. Proses motivasi Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun



13



dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation. c. Proses afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut. d. Proses seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. 14



Perkembangan Self-Efficacy Perkembangan self efficacy, dalam tiap fase perkembangan dibutuhkan kompetensi dari individu untuk berhasil melalui tiap fase perkembangan tersebut. Meskipun, tahap perkembangan yang dilalui individu tidaklah sama. Namun, keyakinan akan kemampuan diri secara konsisten akan memberikan pengaruh dalam tiap tahap perkembangan. Teori sosial kognitif memberikan analisis mengenai perubahan perkembangan self efficacy sepanjang rentang hidup manusia. Bandura membedakan fase-fase perkembangan self efficacy menjadi beberapa tahapan : 1. Masa awal perkembangan. Pada awal perkembangannya, manusia dilahirkan tanpa merasakan sesuatu mengenai diri (self). Bayi menjelajah pengalaman seperti melihat dirinya menghasilkan dampak dengan tindakan yang mereka lakukan, menyediakan dasar awal untuk mengembangkan rasa efficacy. Tangisan menghadirkan orang tua, menggoyangkan bel, menghasilkan bunyi, dan menendang dapat menggoyangkan tempat tidurnya. Dengan mengamati secara berulang-ulang bahwa kejadian di lingkungannya terlihat dengan tindakan, tetapi tidak dalam ketidakhadirannya, bayi belajar mengenai tindakan menghasilkan dampak. Bayi yang memiliki pengalaman sukses dalam mengontrol kejadian di lingkungan membuatnya lebih memberi perhatian terhadap perilakunya dan lebih kompeten dalam mempelajari respon efficacy, dari pada bayi yang tidak memerdulikan bagaimana mereka berperilaku. Perkembangan efficacy personal membutuhkan lebih dari sekedar menyadari tindakan menghasilkan dampak. Tapi tindakan tersebut harus dianggap sebagai bagian dari diri. Diri menjadi berbeda dari orang lain melalui pengalaman yang berbeda. Sejalan dengan bayi yang mulai menjadi anak-anak, mereka yang berada di sekitarnya memerhatikan dan memerlakukannya sebagai orang yang berbeda. Berdasarkan pertumbuhan seseorang dan pengalaman sosial, mereka membentuk representasi simbolik dari diri mereka sebagai diri yang berbeda. 2. Sumber-sumber kerluarga terhadap self-efficacy. Anak kecil harus mendapatkan pengetahuan diri (self-knowledge) mengenai kemampuan dalam area fungsi yang lebih luas. Mereka harus membangun, menilai, dan melakukan tes terhadap kemampuan fisik, kemampuan sosial, keahlian bahasa, dan keahlian kognitif dalam memahami dan mengelola banyak situasi yang mereka hadapi setiap hari. Pengembangan bahasa mendorong anak-anak memahami pengertian 15



simbolik untuk merefleksikan pengalaman dan apa yang orang lain ceritakan kepada mereka, mengenai kemampuannya, dan juga memperluas pengetahuan diri mengenai apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan. Awal pengalaman efficacy berpusat pada keluarga. Keluarga menjadi tempat awal seorang anak mengetahui perbedaan antara individu baik dari segi usia, perbedaan jenis kelamin, dan modelling.Sumber-sumber kerluarga terhadap self-efficacy. Anak kecil harus mendapatkan pengetahuan diri (selfknowledge) mengenai kemampuan dalam area fungsi yang lebih luas. Mereka harus membangun, menilai, dan melakukan tes terhadap kemampuan fisik, kemampuan sosial, keahlian bahasa, dan keahlian kognitif dalam memahami dan mengelola banyak situasi yang mereka hadapi setiap hari. Pengembangan bahasa mendorong anak-anak memahami pengertian simbolik untuk merefleksikan pengalaman dan apa yang orang lain ceritakan kepada mereka, mengenai kemampuannya, dan juga memperluas pengetahuan diri mengenai apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan. Awal pengalaman efficacy berpusat pada keluarga. Keluarga menjadi tempat awal seorang anak mengetahui perbedaan antara individu baik dari segi usia, perbedaan jenis kelamin, dan modelling. 3. Memperluas self-efficacy melalui pengaruh teman sebaya. Pengalaman pengujian efficacy anak-anak berubah secara substansial sejalan perpindahan mereka menuju komunitas yang lebih besar. Dalam hubungan dengan teman sebaya, mereka memperluas pengetahuan diri mengenai kemampuannya. Teman sebaya menyediakan fungsi efficacy yang penting. Mereka yang paling berpengalaman dan berkompeten menjadi model efficacy dalam berpikir dan berperilaku. 4. Sekolah sebagai perantara dalam menumbuhkan self efficacy. Selama periode penting dalam pembentukan kehidupan anak, sekolah mempunyai fungsi utama untuk menumbuhkan self-efficacy kognitif, serta menguji hal tersebut dalam situasi sosial. Di sini pengetahuan dan keahlian berpikir mereka dites, dievaluasi, dan dibandingkan secara sosial. Ketika sang anak menguasai keahlian kognitif, mereka mengembangkan rasa efficacy intelektual. 5. Pertumbuhan self-efficacy melalui pengalaman transisional remaja. Setiap periode perkembangan membawa serta tantangan baru untuk coping efficacy, sebagai remaja yang mendekati tuntutan dewasa, mereka harus belajar untuk memikul tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam setiap dimensi kehidupan. Hal ini memerlukan penguasaan benyak keahlian dan cara untuk berintegrasi dalam masyarakat dewasa. Belajar bagaimana menghadapi perubahan pubertas, menjalin 16



hubungan secara emosional, dan persoalan seksual menjadi masalah yang sangat penting. Tugas untuk memilih perkerjaan apa yang akan dikejar juga tampak dalam periode ini. Remaja memperluas dan memperkuat rasa efficacy mereka dengan belajar bagaimana untuk sukses dalam berhadapan dengan masalah yang belum mereka hadapi dengan baik. 6. Self-efficacy dalam masa dewasa. Masa dewasa awal merupakan periode ketika seseorang harus belajar untuk menangani banyak tuntutan baru yang muncul dari hubungan persahabatan, hubungan pernikahan, kedudukan sebagai orang tua, dan karir pekerjaan. Seperti dalam tugas penguasaan yang lebih dulu, sebuah bentuk rasa self-efficacy berperan penting terhadap pencapaian kemampuan dan pencapaian kesuksesan lebih lanjut. Mereka yang memasuki kedewasaan dengan sedikit dibekali keahlian dan terganggu oleh ketidakyakinan diri menemukan banyak aspek dalam hidupnya penuh stress dan kemurungan. Memulai karir pekerjaan yang produktif memberikan tantangan transisional dalam masa dewasa awal. Terdapat banyak cara keyakinan self-efficacy menyumbang terhadap pengembangan karir dan kesuksesan dalam menguasai suatu keahlian. Pada fase awal



self-efficacy menentukan seberapa baik mereka



mengembangkan dasar kognisi, manajemen diri, dan keahlian interpersonal. Keahlian psikososial menyumbang dorongan lebih kepada kesuksesan dalam karir daripada dalam keahlian keterampilan yang bersifat teknis. Self-efficacy sebagai Indikator Kesuksesan Self-efficacy dalam beberapa hasil studi menunjukkan adanya hubungan dengan prestasi akademik di sekolah. Siswa yang memiliki self-efficacy rendah untuk belajar mungkin menghindari tugas; sedang siswa yang menilai keyakinan dirinya tinggi lebih mungkin berpartisipasi”. Siswa yang melibatkan diri dalam aktifitas belajar mengamati performansi mereka sendiri yang mempengaruhi perasaan self-efficacy mereka. Ketika siswa mengamati kesuksesan dan menghubungkan kesuksesan dengan kemampuan mereka sendiri, self-efficacy mereka meningkat. Sedangkan ketika mereka percaya bahwa mereka kurang mampu, dan mereka merasa tidak dapat mencapai kemampuan mereka sendiri, mungkin tidak termotivasi untuk bekerja (belajar) lebih keras. Keyakinan self-efficacy dapat mempengaruhi seorang individu menjadi melakukan dengan sukses perilaku yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Teori self-efficacy menyatakan bahwa tingkatan dan kekuatan self-efficacy akan menentukan: 17



a.



Apakah perilaku itu akan dilakukan atau tidak,



b.



Seberapa banyak usaha yang akan dihasilkan, dan



c.



Seberapa lama usaha yang akan didukung dalam menghadapi tantangan.



Teori self-efficacy tidak berkaitan dengan keterampilan (skill) yang dimiliki individu tetapi lebih berkaitan dengan keputusan yang mereka miliki berkenaan dengan keterampilan. Ketika manusia memiliki perasaan yang kuat atas self-efficacy, mereka akan maju meraih usaha yang lebih besar untuk memenuhi atau menyelesaikan tugas dan mengenyampingkan rintangan yang mereka hadapi dibanding orang yang memiliki perasaan lemah self-efficacy nya. Dengan demikian, pebelajar yang memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi akan memiliki niat yang lebih tinggi pula dan lebih mungkin untuk tetap mengerjakan tugas, meski menghadapi rintangan dari luar. Self-efficacy ini tidak sama dengan self-esteem, keduanya berbeda dalam satu konsep utama. Self-efficacy adalah keyakinan pribadi tentang kompetensi, sedang selfesteem adalah reaksi emosi seseorang pada suatu pemenuhan yang sebenarnya.



Dari



pembahasan self-efficacy ini Schunk menjelaskan bahwa individu yang efficacy-nya tinggi, lebih mungkin berpartisipasi dalam tugas atau pelajaran, sementara individu yang efficacy-nya rendah, lebih mungkin meninggalkan pelajaran atau tugas. Self-efficacy untuk Prestasi Akademik Perasaan atau persepsi self-efficacy akademik didefinsikan sebagai judgement pribadi atas kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan melaksanakan jalan kegiatan untuk mencapai jenis-jenis performansi pendidikan yang dipilih. Anak-anak yang berkemampuan matemátika, memiliki keyakinan self-efficacy yang lebih kuat, mereka lebih cepat membuat strategi, memecahkan problem lebih cepat, memilih mengerjakan kembali problem yang belum mereka pecahkan, dan melakukannya dengan lebih akurat daripada anak-anak dengan kemampuan sama yang diragukan self-efficacy nya. Self-efficacy matematika pada mahasiswa menjadi prediktor minat matematika mereka yang lebih baik dan utama dari pada prestasi matematika sebelumnya atau harapan hasil matematika. Self-efficacy akademik mempengaruhi prestasi secara langsung dengan meningkatkan tujuan nilai siswa. Siswa yang percaya bahwa mereka mampu melakukan tugas-tugas akademik menggunakan strategi kognitif dan metakognitif lebih dan tetap melakukan lebih lama dari pada siswa yang tidak percaya. Implikasi Self-Efficacy terhadap Pendidikan Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa self-efficacy merupakan judgement seseorang atas kemampuannya untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan yang 18



mengarah pada pencapaian tujuan tertentu. Self-efficacy mengacu pada “keyakinan (beliefs) dan kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan melaksanakan tindakan untuk pencapaian hasil yang diberikan”. Dengan kata lain, self-efficacy adalah keyakinan penilaian diri berkenaan dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas. Menurut Bandura, keyakinan selfefficacy merupakan faktor kunci sumber tindakan manusia (human egency), “apa yang orang pikirkan, percaya, dan rasakan mempengaruhi bagaimana mereka bertindak.” Karena hubungan kausal antara bangunan diri (self construction) dan prestasi adalah reciprocal maka perilaku akademik pebelajar merupakan fungsi atas keyakinan yang mereka pedomani tentang diri mereka sendiri dan tentang potensi akademik mereka. Oleh karena itu, kesulitan yang dihadapi pebelajar dalam keterampilan akademik dasar sering secara langsung berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka tidak dapat belajar-membaca, menulis, menjumlah, atau berpikir dengan baik--meskipun sesuatu itu tidak secara obyektif benar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak pelajar memiliki kesulitan dalam sekolah bukan karena mereka tidak dapat mengerjakan dengan berhasil, tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat mengerjakannya dengan sukses.



SIMPULAN Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Salah satu penyebab dari Self-efficacy adalah kecemasan. Dimana kecemasan merupakan suatu keadaan tertentu, yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi objek tertentu. Individu yang memiliki Self-efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha keras, pengetahuan, dan ketrampilan sedangkan individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah tidak berpikir tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas yang sulit. Dimensi pada Self-Efficacy antara lain : tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength). Tinggi rendahnya Self-Efficacy seseorang disebabkan adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Sumber – Sumber Self-Efficacy menurut Bandura adalah pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal dan keadaan fisiologis. Adapun proses-proses self-efficacy menurut Bandura yaitu: proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi dan proses seleksi.



19



20



DAFTAR PUSTAKA Rustika, I Made. 2012.Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. VOLUME 20, NO. 1-2, 2012: 18 – 25. Arsanti, T. A. (2009). Hubungan antara penetapan tujuan, self-efficacy dan kinerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 16(2). Febrina Handayani (2014) “HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR



SISWA



AKSELERASI”.



https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/1868, Diakses pada 15 Juni 2019 Anak Agung Ketut Sriasih Ida Ketut Kusumawijaya, I Ketut Yudana Adi, I Made Hedy Wartana. 2018. International Journal of Multidisciplinary Educational Research (IJMER). 8 (2) : 203-226 Kisti, H. H., & Fardana, N. A. (2012). Hubungan antara self efficacy dengan kreativitas pada siswa SMK. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(02), 52-58. MARINI, Chomzana Kinta; HAMIDAH, Siti. Pengaruh self-efficacy, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah terhadap minat berwirausaha siswa SMK jasa boga. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2014, 4.2. Maulana, Robi. 2016. Definisi Self Efficacy (Efikasi Diri) Menurut Para Ahli. https://psikologihore.com/self-efficacy-efikasi-diri/. Diakses Pada. 20 Mei 2019 MUKHID, Abd. SELF-EFFICACY (Perspektif Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya terhadap Pendidikan). TADRIS Jurnal Pendidikan Islam, 2009, 4.1. Warsito, H. (2012). Hubungan antara self-efficacy dengan penyesuaian akademik dan prestasi akademik (Studi pada mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya). Pedagogi Jurnal Ilmu Pendidikan, 9(1), 29-47. Kaseger, R. G. K. G. (2013). Pengembangan Karir Dan Self-Efficacy Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Matahari Department Store Manado Town Square. Jurnal EMBA Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Ak Elise



Citrawati.



2015.



TEORI



SELF-EFFICACY.



http://penjajailmu.blogspot.com/2013/05/teori-self-efficacy.html. Diakses pada 29 Mei 2019. 21



Melki.



2013.



Seputar



Psikologi



SELF



EFFICACY



"TEORI



BANDURA".



http://zakkiah.blogspot.com/2013/06/self-efficacy-teori-bandura.html. Diakses pada 29 Mei 2019. S.C.Huang dan S.F. Chang, “Self-efficacy in learners of English as a second language: Four examples” Journal of Intensive English Studies (No. 12, 1998), hlm. 23-40. 31F. Pajares, et.al., “Gender differences in writing self-beliefs of elementary school students” dalam Journal of Educational Psychology (No.19, 1999), hlm. 50-61. Lihat Huang, dan Chang, Selfefficacy, hlm. 23-40. D.H. Schunk, “Goal-setting and self-efficacy during self-regulated learning” dalam Educational Psychologist (No.25, 1990), hlm. 71-86



22