Semangka Emas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RACHEL VERONICA MANURUNG X MIA 8 Semangka Emas



Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin. Sebelum meninggal, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata agar anakanaknya tidak berbantah dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak. Muzakir langsung memasukkan uang bagiannya ke dalam peti tersebut, lalu dikuncinya. Bila ada orang miskin datang, ia tertawa terbahak-bahak melihat orang-orang miskin itu. Bila mereka tidak pergi dari rumahnya, Muzakir memanggil suruhannya untuk mengusirnya. Sedangkan Dermawan selalu menjamunya makan dan diberi uang karena merasa iba. Lama kelamaan uangnya habis dan tidak sanggup membiayai rumahnya yang besar. Ia pun pindah ke rumah yang lebih kecil dan harus bekerja dengan gaji sekedar cukup makan saja. Tetapi ia sudah merasa senang dengan hidupnya. Muzakir tertawa terbahakbahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya. Suatu hari Dermawan duduk-duduk di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit dan burung itu mencicit-cicit kesakitan "Kasihan, sayapmu patah, ya?" kata Dermawan seolah-olah berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung itu, lalu diperiksanya sayapnya ternyata sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu,"



katanya. Setelah diobati dan dibalutnya sayap burung itu, diambilnya beras dan diberinya makan. Burung itu menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya dan kemudian ia pun terbang. Keesokan harinya ia kembali dengan sebutir biji di paruhnya, dan diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tertawa melihatnya. Meskipun demikian, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanam di belakang rumahnya. Tiga hari kemudian tumbuhlah pohon semangka yang dipeliharanya baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya dan beberapa akan ia sedekahkan. Tetapi aneh, buahnya hanya satu dan ukuran semangka ini luar biasa besarnya. Sedap kelihatannya dan harum pula baunya. Setelah masak, Dermawan memetik buah semangka itu. Amboi, bukan main beratnya. Ia terengah-engah mengangkatnya kemudian diletakkannya di atas meja, lalu diambilnya pisau dan membelah semangka itu. Setelah semangka terbelah, betapa kagetnya Dermawan. Isi semangka itu berupa pasir kuning yang bertumpuk nyatanya adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia mendengar burung mencicit burung yang pernah ditolongnya hinggap di sebuah tonggak. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi. Keesokan harinya Dermawan memberli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Tetapi Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu, karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah ruah. Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Muzakir yang ingin mengetahui rahasia adiknya lalu pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepadanya tentang kisahnya. Mengetahui hal tersebut, Muzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kaki atau patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, seekor burung yang demikian pun tak ditemukan. Muzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan. Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Burung itu pun kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira. Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Ketika dipanen, dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya. Muzakir mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil menjeritjerit. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya. ==========