Seminar Proposal Kajian Antropolinguistik Leksikon Awalan Ci - Di Kabupaten Serang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS LEKSIKON PADA PENAMAAN DAERAH DENGAN AWALAN Ci- DI KABUPATEN SERANG



PROPOSAL PENELITIAN Diajukan sebagai salah satu syarat Seminar Proposal



Shabrina Adani 2222160047



JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2019



I.



Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah jika berbicara tentang kebudayaan. Dataran yang terpisah-pisah atau disebut dengan pulau-pulau yang jumlahnya sangat banyak membuat masyarakat Indonesia memiliki ciri khusus pada setiap daerahnya. Ciri khas suatu daerah dapat dilihat melalui beragamnya makanan yang tersedia, tempat wisata, adat, bahasa, hingga sebuah nama yang unik. Setiap daerah memiliki nama yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang mencirikan suatu budaya atau suatu ciri masyarakat yang mendudukinya. Tanpa adanya sebuah nama, suatu daerah tidak akan dikenal oleh orang banyak, dapat dibayangkan tanpa adanya sebuah nama semua orang akan kesulitan menyebutkan sesuatu. Karena nama adalah simbol dari sebuah lambang bunyi bagi setiap benda yang memilikinya, maka seluruh benda, organisasi atau kelompok, hewan, manusia, bangunan, sampai nama tempat semuanya diberi nama yang sesuai dengan cirinya agar mudah untuk disebutkan dan diingat. Tentunya setiap daerah punya cerita dibalik sebuah nama. Di Jawa Barat banyak sekali nama daerah, tempat wisata, dan tempat-tempat lainnya diawali dengan awalan Ci-. Dalam bahasa Sunda Ci- artinya air, atau bisa juga berarti cahaya. Namun ternyata bukan hanya di Jawa Barat yang memiliki nama daerah dengan awalan Ci-, di Banten juga masih banyak nama tempat atau daerah yang menggunakan awalan Ci-. Tapi, apakah kita tau sebenarnya apa makna dibalik nama tersebut?. Oleh karena itu adanya penelitian ini berguna akan berguna bagi pengetahuan masyarakat maupun akademisi yang khususnya merupakan penduduk Banten untuk mengetahui makna nama daerahnya. Dalam Chaer (2017:28) mengungkapkan bahwa setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unstur makna. Ferdinand de Saussure menyatakan dalam buku Chaer (2015:287) bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna merupakan konsep dasar yang dimiliki setiap satuan terkecil dalam leksikon.



Mengenai penamaan daerah, hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 30 tahun 2012 tentang pedoman pemberian nama daerah, pemberian nama ibu kota, perubahan nama daerah, dan pemindahan ibu kota. Di Kota Serang sebagai ibukota dari provinsi Banten ada 8 nama kecamatan dan kelurahan yang menggunakan awalan Ci-. Yang terbanyak adalah di Kabupaten Pandeglang, dari 33 kecamatan terdapat 54 nama daerah yang menggunakan awalan Ci-. Lalu di Kabupaten Serang yang menjadi subjek dalam penelitian ini terdapat 29 nama daerah berawalan Ci- yang termasuk ke dalam nama kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Leksikon Pada Penamaan Daerah dengan Awalan Ci- di Kabupaten Serang”. Pemaparan latar belakang di atas mendukung alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini, karena penelitian ini penting dilakukan guna melengkapi kerumpangan serta menjadi pembaruan bagi penelitian-penelitian sebelumnya. II.



Kajian Relevan Berdasarkan penelusuran pustaka dan internet, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang menganalisis leksikon pada sebuah penamaan antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Odien Rosidin, Erwin Salpa Riansi, dan Vivit Fitra Nadya yang merupakan dosen dan mahasiswa dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2016 yang berjudul “Kajian Antroprolinguistik Leksikon Makanan Tradisional sebagai Pelengkap Tradisi Ritual Masyarakat Kabupaten Pandeglang”. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah (1) Apa sajakah leksikon nama, alat dan bahan, serta proses pembuatan makanan tradisional sebagai pelengkap tradisi ritual masyarakat di Kabupaten Pandeglang? (2) Apa sajakah fungsi individual, sosial, dan pengetahuan makanan tradisional sebagai pelengkap masyarakat Kabupaten Pandeglang? (3) Bagaimana hubungan



leksikon makanan tradisional sebagai pelengkap tradisi ritual masyarakat di Kabupaten Pandeglang?. Ruang lingkup penelitian tersebut dibatasi pada analisis leksikon nama, alat dan bahasa dari proses pembuatan makanan, serta fungsi individual, sosial dan pengetahuan makanan tradisional sebagai pelengkap tradisi ritual masyarakat yang akan dikaji menggunakan kajian antropolinguistik. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dan dalam teknik pengumpulan datanya berupa metode observasi dan metode cakap. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian yang didapat terdapat sekitar 25 jenis bentuk leksikon nama makanan tradisional Pandeglang, namanama makanan tersebut merupakan ciri khas makanan yang ada di wilayah kabupaten Pandeglang, seperti balok menes, jojorong, pasung dan lain-lain. Berdasarkan analisis nama-nama makanan tersebut terdapat 27 jenis alat yang digunakan dalam proses makanan tradisional tersebut, alat-alat tersebut merupakan alat khas yang sering digunakan dalam adat sunda pada proses pembuatan makanan tradisional tersebut. Dalam pembuatan makanan ini terdapat bahan utama dan pelengkap. Bahan utama dalam pembuatan makanan tersebut ada 12 jenis sedangkan ada 4 jenis bahan ditambah bumbu-bumbu yang ikut dalam proses pembuatan makanan tersebut yakni ada 20 jenis bumbu. Dalam penelitian tersebut pula ditulis beberapa macam proses pembuatan makanan tradisional, ada sekitar 37 proses pembuatan makan tradisional. Sesuai dengan rumusan masalah, hasil penelitian tersebut memaparkan mengenai fungsi dari makanan-makanan tradisional. Makanan tersebut memiliki dua fungsi yaitu fungsi individual dan fungsi sosial. Makanan-makanan yang memiliki fungsi sosial dipakai dalam beberapa ritual kebudayaan seperti bubur suro yang harus disajikan ketika peringatan hari ke sepuluh bulan muharam atau bulan suro. Hubungan leksikon makanan tradisional sebagai pelengkap tradisi ritual dengan kebudayaan masyarakat di Kabupaten Pandeglang selalu berkaitan erat dengan budaya dan tradisi yang sangat kental dengan daerah tersebut, ketika makanan itu dinamakan bubur suro, karena memang makanan itu disajikan pada saat ritual bulan suro, dan lain sebagainya. Keberagaman makanan merupakan



simbol dari perbedaan kultur manusia dan alam di wilayah Pandeglang. Kekayaan itu terlihat dari bentuk, jenis, bahan, cita rasa, bumbu dan cara atau teknik pengolahan kuliner yang berbeda-beda, serta fungsinya dalam praktik tradisi masyarakat di setiap wilayah Kabupaten Pandeglang. Penelitian selanjutnya yang dijadikan kajian relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Imam Subayil dari Universitas Mataram tahun 2017 dengan judul “Ekologi Penamaan Kelurahan di Kota Mataram”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keberadaan Ekologi sebagai dasar penamaan sebuah kelurahan, dan peneliti pada penilitian tersebut menggunakan kajian ekolinguistik sebagai pisau bedahnya. Pada penelitian tersebut penulis menggunakan metode penelitian kualititatif deskriptif serta menggunakan teknik pengumpulan data berupa metode observasi. Berdasarkan pengamatan dan analisis dalam penelitian tersebut mengenai lingkungan biotic dan abbiotic ditemukan bahwa masyarakat Mataram menamai entitas atau objek yang berupa tempat/institusi yakni kelurahan yangada di sekeliling mereka berdasarkan hal-hal berikut, yakni (1) Persamaan sifat/tingkah laku, (2) Penamaan berdasarkan tempat/lahan tumbuh, (3) Penamaan berdasarkan kondisi, (4) Penamaan berdasarkan jumlah, (5) Penamaan berdasarkan penemu/pemilik pertama, (6) Penamaan berdasarkan proses, (7) Penamaan berdasarkan bentuk, (8) Penamaan berdasarkan jumlah, (9) Penamaan berdasarkan ciri fisik, (10) Penamaan berdasarkan fungsi, (11) Penamaan berdasarkan sifat, dan (12) Penamaan berdasarkan arah. Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan antara kedua penelitian tersebut dan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaan yang ditemukan dalam penelitian relevan yang dipilih peneliti berjudul “Kajian Antroprolinguistik Leksikon Makanan Tradisional sebagai Pelengkap Tradisi Ritual Masyarakat Kabupaten Pandeglang” yaitu terletak pada pembahasan leksikon dan juga pada metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sementara itu, persamaan yang



ditemukan dalam penelitian yang dipilih peneliti dengan judul “Ekologi Penamaan Kelurahan di Kota Mataram” terletak pada pisau bedah yang digunakan yaitu menggunakan teori penamaan dalam kajian semantik dan metode penelitian yang digunakan juga sama, yaitu menggunakan metode kualitatif deskriptif. Perbedaan yang ditemukan dalam penelitian pertama dengan judul “Kajian Antroprolinguistik Leksikon Makanan Tradisional sebagai Pelengkap Tradisi Ritual Masyarakat Kabupaten Pandeglang” yang relevan dengan penelitian ini adalah objeknya berupa makanan yang berada di Kabupaten Pandeglang, sedangkan penelitian ini obyeknya berupa daerah yang berawalan Ci- di Kabupaten Serang, selain itu juga kajian yang digunakan juga berbeda, penelitian tersebut menggunakan kajian antropolinguitik, sedangkan penelitian ini menggunakan kajian semantik dengan fokusnya pada teori penamaan. Selanjutnya perbedaan antara penelitian milik Imam Subayil dan dan penelitian ini terletak di pisau bedahnya, penelitian milik Imam Subayil menggunakan kajian



Ekolinguistik



antropolinguistik.



sedangkan



penelitian



Sehingga penelitian ini



ini



menggunakan



diharapkan



kajian



akan melengkapi



kerumpangan dalam kedua penelitian tersebut yaitu dengan menganalisis leksikon dari nama-nama daerah berawalan Ci- di Kabupaten Serang. Penelitian selanjutnya yang ditemukan peneliti untuk dijadikan kajian yang relevan yaitu penelitian dengan judul “Bentuk dan Makna Leksikon Pembentuk Rumah Adat Kudus” yang disusun oleh Anang Fajri Priambada. Penelitian ini ia tulis dalam bentuk skripsi untuk salah satu syarat lulus dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Anang Fajri Priambada merumuskan masalah dalam penelitian ini menjadi dua poin, yaitu (1) Bagaimana bentuk satuan lingual leksikon pembentuk rumah adat Kudus?, (2) Makna leksikal dan makna kultural apa saja yang terdapat pada leksikon pembentuk rumah adat Kudus?. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber datanya berupa data lisan dan tertulis tentang leksikon pembentuk dan unsur-unsur rumah adat Kudus,



sedangkan teknik pengumpulan data yang dipakai yaitu menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian tersebut mengungkap bentuk dan makna pada leksikon pembentuk rumah adat Kudus, setelah dianalisis, dari penelitian tersebut ditemukan dua bentuk yang menjadi unsur pembentuk rumah adat Kudus. Adapun makna yang terkandung pada leksikon pembentuk rumah adat Kudus meliputi lima makna yaitu, makna leksikal, gramatikal, konotatif, simbolik, dan makna filosofis. Persamaan penelitian dengan judul “Bentuk dan Makna Leksikon Pembentuk Rumah Adat Kudus” yang disusun oleh Anang Fajri Priambada dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini terletak pada pembehasan mengenai makna, mengenai leksikon, metode kualitatif deskriptif yang digunakan, serta salah satu teknik pengumpulan datanya yaitu berupa teknik wawancara (Interview). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada pisau bedah tentang penamaan yang banyak dikulik dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini, sedangkan penelitian di atas memaparkan bentuk-bentuk kata dan frasa serta macam-macam makna dalam pembahasan Semantik. III.



Fokus Penelitian Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dan tidak memyimpang dari



permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini difokuskan pada masalah mengenai makna penamaan suatu daerah yang dianalisis lewat leksikonnya, setelah itu peneliti dapat mengetahui penyebab dari munculnya sebuah nama sehingga dapat digolongkan sesuai dengan teori penamaan yang dipakai. IV.



Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, penulis merumuskan



pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Apa makna dari leksikon nama daerah yang menggunakan awalan Cidi Kabupaten Serang ?



2. Bagaimana penggolongan penamaan daerah berdasarkan penyebab munculnya nama berdasrkan teori dalam Semantik?



V.



Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan penelitian dan fokus yang telah ditetapkan



sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Menjelaskan makna dari leksikon nama daerah yang menggunakan awalan Ci- di Kabupaten Serang berdasarkan leksikonnya. 2. Menjelaskan penggolongan penamaan daerah berdasarkan penyebab munculnya nama berdasrkan teori dalam Semantik.



VI.



Manfaat Penelitian Hasil penelian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik berupa



manfaat teoretis maupun manfaat praktis sebagai berikut. A. Manfaat Teoretis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berarti terhadap kajian semantik dalam teori penamaan, khususnya dalam memperkaya kajian dalam menganalisis leksikon suatu nama daerah. B. Manfaat Praktis 1. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan mengenai makna dari daerahnya sendiri, khususnya masyarakat Banten. 2. Bagi mahasiswa yang memiliki minta serupa seperti penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian berikutnya. 3. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi studi pendahulu dan pijakan untuk melakukan penelitian dengan kajian yang sama, khususnya pada peneltian yang berkenaan dengan penamaan yang dikaji dengan antropolinguistik. Dengan demikian, peneliti lain



dapat melengkapi kajian ini dengan melakukan penelitian lanjutan yang belum ada dalam penelitian ini.



VII.



Kajian Pustaka dan Kerangka Teori A. Kajian Pustaka Pada penelitian ini, peneliti menganalisis leksikon dari penamaan daerah-daerah yang memiliki awalan ci- di Kabupaten Serang. Berkenaan dengan itu peneliti membutuhkan teori-teori untuk mendeskripsikan dan menjelaskan masalah secara sistematik. Agar teori yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dalam melakukan analisis data, maka pada bagian ini penulis menguraikan kajian pustaka yang berkaitan dengan variabel penelitian ini. 1. Semantik Sebelum



membahas



mengenai



leksikon



dan



masalah



penamaan, ada baiknya membahas mengenai teori semantik terlebih dahulu. sematik pada hakikatnya adalah membahas mengenai lambang dan hubungannya dengan makna. Palmer dalam Rosidin (2015:164) berpendapat bahwa semantik merupakan istilah teknik yang mengacu pada telaah dan makna; sementara makna menjadi bagian dari linguistik. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan makna yang lain dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh sebab itu, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangan dan perubahannya (Rosidin, 2015: 165) Berdasarkan pendapat Palmer dan Rosidin di atas bahwa semantik merupakan teknik untuk menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, serta menelaah hubungan antar makna terhadap pengaruhnya dengan manusia dan masyarakat. Selain itu Chaer (2017:2) berpendapat bahwa semantik ialah istilah yang



digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Hal ini menunjukkan bahwa para ahli sepakat jika istilah semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang termasuk kedalam kajian internal linguistik yang membahas mengenai telaah lambang dan tanda-tanda yang menghasilkan makna-makna dan hubungan antar makna dan pengaruhnya di dalam masyarakat. 2. Hakikat Leksikon Leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Chaer (2017:8) mengungkapkan kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem tersebut disebut makna leksikal. Arti dari leksem itu sendiri adalah satuan-satuan bahasa yang bermakna. Sehingga dapat dikatakan bahwa leksikon merupakan kumpulan dari satuan-satuan leksem. 3. Pengertian Makna Dalam Chaer (2017:28) mengungkapkan bahwa setiap tandalinguistik terdiri dari unsur bunyi dan unstur makna. Ferdinand de Saussure menyatakan dalam buku Chaer (2015:287-288) bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Jika tanda-linguistik disamakan dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik itu morfem dasar maupun morfem berafiks. Terdapat teori lain yang mengatakan juga bahwa memang makna itu tidak lain adalah sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu.



4. Makna Leksikal Berbicara mengenai leksikon maka erat kaitannya dengan makna leksikal. Sebuah leksikon terdiri dari leksem yang mendasari pelbagai bentuk kata, leksem adalah satuan leksikal dasar yang masih abstrak. Sedangkan leksikon itu sendiri merupakan komponen bahasa yang memuat suatu informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, sehingga nantinya akan muncul makna-makna leksikal yang artinya menurut Rosidin (2015:169) adalah makna leksem ketika leksem tersebut dapat berdiri sendiri, baik dalam bentuk derivasi dan maknanya kurang lebih tetap sama seperti dalam kamus. Makna leksikal mengacu pada makna lambang kebahasaan yang masih bersifat dasar, yang belum mengalami konotasi dan hubungan gramatika, atau dengan kata lain merupakan makna yang sesuai dengan referensinya. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka penelitian yang penulis lakukan berupa pengumpulan leksikon yang memiliki awalan Ci- serta dianalisis sesuai



dengan makna leksikal atau makna



sebenarnya yang diperoleh dari masyarakat atau pihak profesional yang akan mendukung data dalam penelitian ini. 5. Penamaan Berbicara mengenai penamaan, plato dalam Chaer (2017:43) menyatakan bahwa lambang itu adalah kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan, acuan, atau sesuatu yang ditunjuk oleh lambang itu. Oleh karena itu, lambang-lambang atau kata-kata itu tidak lain daripada nama atau label dari yang dilambangkannya. Nama atau label tersebut bisa berupa benda, konsep, aktivitas, ataupun peristiwa. Penamaan atau pemberian nama suatu benda, konsep, aktivitas, ataupun peristiwa bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama



sekali. Namun, tentunya ada sebab-akibat yang melatarbelakangi suatu nama sehingga dapat ditelusuri. Berikut beberapa diantaranya. a. Peniruan Bunyi Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut. Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak“. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa kanak-kanak, karena bunyinya begitu. Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope. Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini tidak semuanya sama persis, hanya mirip saja,



mengapa?



Pertama,



karena



benda



atau



binatang



yang



mengeluarkan bunyi tidak memiliki alat fisiologis seperti manusia. Kedua, karena fonologi setiap bahasa tidak sama. Itulah sebabnya, mengapa orang Sunda menirukan kokok ayam jantan sebagai kongkorongok, orang Melayu Jakarta sebagai kukuruyuk, sedangkan orang Belanda sebagai kukeleku.



b. Penyebutan Bagian Penamaan suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu, biasanya berdasarkan ciri khas yang dari benda tersebut dan yang sudah diketahui umum. Misalnya kata kepala dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan sebesar 10 kg. Bukanlah dalam arti “kepala“ itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan (pars pro toto, menyebut sebagian untuk keseluruhan). Contoh lainnya



yaitu kata Indonesia dalam kalimat Indonesia memenangkan medali emas di olimpiade. Yang dimaksud adalah tiga orang atlet panahan putra (totem pro parte, menyebut keseluruhan untuk sebagian.) c. Penyebutan Sifat Khas Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu yang hampir sama dengan pars pro toto. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa ini terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol itu, sehingga akhirnya, kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Yang kulitnya hitam disebut si hitam, dan yang kepalanya botak disebut si botak. Di dalam dunia politik dulu ada istilah golongan kanan dan golongan kiri. Maksudnya, golongan golongan kanan untuk menyebut golongan agama dan golongan kiri untuk menyebut golongan komunis d. Penemu dan Pembuat Nama benda dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah disebut dengan istilah appelativa. Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain Badan Golgi yaitu sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Golgi; mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Selanjutnya, dalam dunia ilmu pengetahuan kita kenal juga nama dalil, kaidah, atau aturan yang didasarkan pada nama ahli yang membuatnya. Misalnya, dalil arkhimides, hukum kepler, hukum van



der tunk, dan sebagainya. Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang yang kemudian menjadi nama benda hasil produksi itu banyak pula kita dapati seperti aspirin obat sakit kepala, ciba obat sakit perut, tipp ex koreksi tulisan, miwon bumbu masak, dan lain sebagainya. Dari peristiwa sejarah banyak juga kita dapati nama orang atau nama kejadian yang kemudian menjadi kata umum. Misalnya kata boikot, bayangkara, laksamana, Lloyd, dan sandwich. Pada mulanya kata bayangkara adalah nama pasukan pengawal keselamatan raja pada zaman Majapahit. Lalu, nama ini kini dipakai sebagai nama korps kepolisian R.I. Kata laksamana yang kini dipakai sebagai nama dalam jenjang kepangkatan pada mulanya adalah nama salah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Laksamana adik Rama dalam cerita itu memang terkenal sebagai seorang pahlawan. Kata boikot berasal dari nama seorang tuan tanah di Iggris Boycott, yang karena tindakannya yang terlalu keras pada tahun 1880 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia tidak diikutsertakan dalam suatu kegiatan dikatakan orang itu diboikot, diperlakukan seperti tuan Boycott. Kata Llyoid seperti yang terdapat pada nama perusahaan pelayaran seperti Djakarta Lloyd dan Rotterdamse Lloyd diturunkan dari nama seorang pengusaha warung kopi di kota London pada abad XVII, yaitu Edward Lloyd. Warung kopi itu banyak dikunjungi oleh para pelaut dan makelar perkapalan. Maka dari itu namanya dipakai sebagai atribut nama perusahaan pelayaran yang searti dengan kata kompeni atau perserikatan, khususnya perserikatan pelayaran. Kata Sandwich, yaitu roti dengan mentega dan daging di dalamnya, berasal dari nama seorang bangsawan Inggris Sandwich. Dia seorang penjudi berat, yang selalu membawa bekal berupa roti seperti di atas agar dia bisa tetap sambil tetap bermain e. Tempat Asal



Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnit berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata sarden atau ikan sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari Au De Cologne artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat. Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti Piagam Kota Kapur, Prasasti Kedukan Bukit, Piagam Telaga Batu dan Piagam Jakarta. Selain itu ada juga kata kerja yang dibentuk dari nama tempat, misalnya, didigulkan yang berarti di buang ke Digul di Irian jaya; dinusakambangankan, yang berarti di bawa atau dipenjarakan di Pulau Nusakambangan f. Bahan Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut juga goni atau guni. Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Lalu barang-barang lain yang dibuat dari kaca seperti kaca mata, kaca jendela, dan kaca spion. Bambu runcing adalah nama senjata yang digunakan rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan dulu. Bambu runcing dibuat dari bambu yang ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka di sini nama bahan itu, yaitu bambu, menjadi nama alat senjata itu. g. Keserupaan Dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu.



Misalnya kata kaki pada frase kaki meja dan kaki kursi dan ciri “terletak pada bagian bawah”. Contoh lain kata kepala pada kepala kantor, kepala surat, dan kepala meja. Di sini kata kepala memiliki kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu, yaitu “bagian yang sangat penting pada manusia” yakni pada kepala kantor, “terletak sebelah atas” yakni pada kepala surat, dan “berbentuk bulat” yakni pada kepala paku. Malah kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata yang polisemii, kata yang memiliki banyak makna. h. Pemendekan Penamaan yang didasarkan pada hasil penggabungan unsurunsur huruf dan beberapa suku kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya rudal untuk peluru kendali, iptek untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tipikor untuk tindak pidana korupsi. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil pemendekan ini lazim disebut akronim. i. Penamaan Baru Penamaan baru dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada karena kata atau istilah lama yang sudah ada dianggap kurang tepat, kurang rasional, tidak halus atau kurang ilmiah. Misalnya, kata pariwisata untuk menggantikan kata turisme, darmawisata untuk piknik, dan karyawan untuk mengganti kata kuli atau buruh. Penggantian kata gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasusila, dan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena kata-kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih akan terus berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya yang ada di dalam masyarakat. B. Kerangka Teori



Berdasarkan uraian teoretis di atas maka peneliti membuat kerangka teori. Kerangka merupakan bagian dari teori yang merupakan batasan dari teori yang digunakan pada penelitian ini. Berikut kerangka teori yang penulis susun yang berkaitan dengan penelitian ini. Pisau bedah yang digunakan oleh peneliti adalah kajian semantik, difokuskan pada leksikon yang di dalamnya mengandung makna leksikal dan teori penamaan. Untuk teori leksikon peneliti menggunakan teori Abdul Chaer sebagai acuan dalam penelitian ini, Chaer (2017:8) mengungkapkan kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut semantik leksikal. Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem tersebut disebut makna leksikal. Selanjutnya pada teori penamaan, peneliti menggunakan teori dari plato dalam buku Abdul Chaer dan juga penggolonngan yang dipaparkan oleh Abdul Chaer. Plato dalam Chaer (2009:43) menyatakan bahwa lambang itu adalah kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa rujukan, acuan, atau sesuatu yang ditunjuk oleh lambang itu. Oleh karena itu, lambang-lambang atau kata-kata itu tidak lain daripada nama atau label dari yang dilambangkannya. Lalu Chaer membagi beberapa hal yang dapat melatarbelakangi sebuah penamaan menjadi 9, yaitu adanya peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan, keserupaan, pemendekan dan penamaan baru. VIII.



Metodologi Penelitian A. Metode Penelitian Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan



dalam mencapai tujuan yang ditentukan.



Sudaryanto (2015:9) pun menyatakan bahwa metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan dalam suatu penelitian. Penelitian ini merupakan



penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2014:9). Metode penelitian kualitatif ini merupakan proses dan pendekatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian bahasa. Pada hakikatnya penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek sasaran (objek penelitian) dalam hubungannya dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian tersebut (Mahsun, 2014:31). Dengan begitu hakikat dari penelitian kualitatif bertujuan memahami fenomena sosial, temasuk fenomena kebahasaan (Mahsun, 2014:257). Fenomena-fenomena tersebut muncul dari pemikiran-pemikiran, pemahaman, serta konsep dari peneliti itu sendiri, sehingga peneliti itulah yang dapat memahami makna yang terdapat dalam fenomena tersebut. Itu sebabnya penelitian kualitatif memfokuskan pada pendeskripsian makna dan segalanya digambarkan melalui kata-kata. Sugiyono



(2014:19)



menyatakan



bahwa



metode



deskriptif



menggambarkan peneliti untuk mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditayangkan. Sehingga dengan menggunakan metode deskripsi, peneliti dapat menjelaskan dan menggambarkan serinci, selengkap, dan seobjektif mungkin peristiwa yang dijadikan data dalam sebuah penelitian. Dengan demikian penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian Dengan demikian metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian dengan tujuan memaparkan data secara apa adanya, kemudian dilanjutkan dengan analisis data yang diajabarkan dengan dideskripsikan. B. Teknik Penelitian Selain metode penelitian, teknik penelitian merupakan komponen yang paling penting dalam melakukan penelitian untuk mendapatkan hasil analisis data yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, teknik penelitian yang



digunakan dalam penelitian ini terdapat 5 teknik, yaitu (1) Teknik Pengumpulan Data Penelitian, (2) Teknik Pengodean Data Penelitian, (3) Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data, (4) Teknik Analisis Data Penelitian, dan (5) Teknik Penyajian Hasil Analisis Data. 1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Pada sebuah penelitian tentunya hal yang pertama kali dilakukan adalah mencoba untuk mencari tahu data mana yang sesuai dengan



tujuan



penelitian



yang



dibuat.



Cara-cara



bagaimana



mengumpulkan data sebanyak mungkin. Sugiyono berpendapat (2014:224), bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah



untuk



mendapatkan



data.



Tanpa



mengetahui



teknik



pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang diterapkan. Dalam melakukan mengumpulkan data dalam penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan teknik wawancara dan metode simak dimana dalam metode simak terdapat beberapa teknik lanjutan. Peneliti menggunakan teknik simak libat cakap sebagai teknik lanjutan karena menggunakan teknik wawancara, kemudian teknik rekam untuk merekam hasil wawancara dengan narasumber dan hal yang terakhir yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data adalah mencatat apa yang didapatkan dari hasil rekam dengan narasumber. Berikut pemaparan mengenai teknik-teknik yang telah disebutkan di atas. a. Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari narasumber yang lebih mendalam. Sugiyono (2014:138) menyatakan bahwa teknik



pengumpulan data ini mendasar pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Pada penilitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dari informan. b. Teknik Simak Mahsun (2014:92-93) memaparkan mengenai metode simak atau yang bisa juga disebut sebagai teknik sadap. Dalam praktiknya teknik simak terbagi menjadi dua, yaitu teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap. Untuk mendukung penellitian ini, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap. Teknik simak libat cakap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan itu dengan cara berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak informasi yang di sampaikan oleh informan (Mahsun, 2014: 93). Teknik simak digunakan dalam penelitian ini untuk menyimak penjelasan dari berbagai informan terkait makna leksikal dalam leksikon berupa nama daerah serta untuk mengetahui penjelesan mengenai penyebab nama tersebut ada. c. Teknik Rekam dan Catat Selain kedua teknik di atas, peneliti juga menggunakan teknit rekam dan catat. Teknik rekam digunakan sebagai penunjang kevalidan data yang diperoleh supaya data dapat diputar ulang kembali dan selanjutnya peneliti akan menggunakan teknik catat supaya data lebih jelas. Teknik catat adalah teknik yang digunakan untuk mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitian dari penggunaan bahasa yang telah dijelaskan pada teknik simak sebelumnya,



dilakukan



secara



tertulis



(Mahsun,



2014:92).



Berdasarkan pernyataan itu, dalam penelitian ini teknik catat dilakukan untuk mencatat makna leksikal yang telah dijelaskan



oleh narasumber terkait leksikon pada penamaan daerah berawalan Ci- di Kabupaten Serang. d. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2014:240). Hasil penelitian wawancara atau observasi akan lebih kredibel jika didukung dengan adanya dokumen-dokumen tambahan seperti foto. Dalam penelitian ini, untung menunjang data, peneliti akan mencari dokumen-dokumen terkait dengan penamaan daerah-daerah di Kabupaten Serang dengan mengunjungi dinas pemerintahan yang bersangkutan. 2. Teknik Pengodean Data Penelitian Dalam penelitian ini digunakan pengodean terhadap data yang telah



diidentifikasi



untuk



memudahkan



dalam



menganalisis.



Pengodena dilakukan denga huruf dan angka sebagai berikut. No



Kode



Keterangan



1.



PTB



Penamaan berdasarkan Tiruan Bunyi



2.



PPB



Penamaan berdasarkan Penyebutan Bagian



3.



PSK



Penamaan berdasarkan Sifat Khas



4.



PPP



Penamaan berdasarkan Penemu dan Pembuat



5.



PTA



Penamaan berdasarkan Tempat Asal



6.



PB



Penamaan berdasarkan Bahan



7.



PK



Penamaan berdasarkan Keserupaan



8.



PP



Penamaan berdasarkan Pemendekat kata



9.



PPB



Penamaan berdasarkan Penamaan Baru



3. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Bagi penelitian kualitatif keabsahan data sangat penting dilakukan untuk mengukur sejauh mana validitas sebuah data. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan keabsahan data, yaitu dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2013:330). Uji keabsahan data melalui teknik triangulasi ini perlu dilakukan karena penelitian kualitatif tidak bisa diuji dengan alat uji statistik. Sedangkan Sugiyono (2014:)



berpendapat bahwa uji



keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data (validitas internal), uji tranferbilitas data (validitas eksternal), depanabilitas (reliabilitas), dan konfirmabilitas (objektivitas). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik triangulasi menurut Moleong yang memanfaatkan pengunaan penyidik dan sumber untuk memastikan keabsahan data terhadap data yang ditemukan. Validitas data mengenai makna leksikon daerah tersebut berdasarkan dari narasumber terpercaya pada daerah-daerah yang telah di tentukan. 4. Teknik Analisis Data Penelitian Berkaitan dengan teknik analisis data penelitian, Mahsun (2014:29) menyatakan bahwa analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi serta mengelompokan data. Pada tahap ini dilakukan upaya pengelompokan, menyamakan data, membedakan data serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa. Berkenaan denga pernyataan di atas, bahwa penelitian ini menggunakan metode padan sebagai metode untuk menganalisis data. Metode padan merupakan sebuah metode untuk menganalisis bahasa



yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh bahasa atau referen bahasa (Sudaryanto, 2015:15). Mahsun membagi metode padan menjadi 2 teknik dasar, yaitu padan intralingual dan padan ekstralingual. Peneliti akan menggunakan metode padan ekstralingual untuk menganalisis data kebahasaan dalam penelitian ini. Metode pada ekstralingual bisa disebut juga sebagai teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual, digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat di luar dari bahasa, menghubungkan masalah-masalah kebahasaan dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2014: 120). Kemudian Mahsun dan Sudaryanto dalam masing-masing bukunya menjelaskan bahwa terdapat teknik lanjutan yang dapat digunakan untuk menganalisis bahasa yaitu menggunakan teknik HBS (Hubung Banding Menyamakan), HBB (Hubung Banding Membedakan), HBSP (Hubung Banding Menyamakan Hal Pokok) yang sebagai alatnya masing-masing menggunakan daya banding menyamakan, daya banding membedakan, dan daya banding menyamakan



hal



pokok



(Mahsun,



2014:32).



Penelitian



ini



menggunakan teknik lanjutan HBSP untuk mendukung analisis pada ekstralingual untuk menggolongkan makna-makna sesuai dengan penyebab penamaan daerah tersebut. 5. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode dan penyajian hasil analisis data merupakan tahap akhir dalam penulisan karya ilmiah. Dengan adanya penyajian hasil analisis data, hasil penelitian tersebut akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan bermanfaat. Dalam proses pemaparan hasil analisis data dikenal dua metode penyajian yang sering digunakan oleh para penulis atau peneliti, yaitu metode formal dan informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengn kata-kata biasa walaupun



dengan terminologi yang sifatnya teknis; sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Mahsun, 2014: 123). Metode penyajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penyajian analisis data secara informal. Metode informal digunakan untuk mendeskripsikan makna, penggunaan serta bentuk istilah-istilah atau nama-nama dalam penamaan daerah-daerah yang berawalan Ci- di Kabupaten Serang. IX.



Instrumen Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Untuk menjadikan



penelitian yang paripurna, maka yang menjadi instrumen atau alat dalam penelitian kualitatif adalah si peneliti itu sendiri. Sugiyono (2014:222) menyatakan bahwa peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. X.



Sumber Data Penelitian Sumber data yang dijadikan dalam penelitian ini diambil berdasarkan



sampel dalam lingkup kecil di Kabupaten Serang. Untuk mengetahui makna dari leksikon nama-nama tersebut maka penulis melakuan wawancara sehingga sumber datanya berupa informan yang akan memaparkan seluk beluk dari nama daerah yang bersangkutan. Selain didapatkan dari informan, peneliti juga akan didukung dengan dokumen untuk memastikan data yang diperoleh. XI.



Data Penelitian A. Jenis Data Penelitian Jenis data dalam penelitian ini adalah data bahasa tulis dan lisan. Data lisan berupa hasil wawancara dengan berbagai informan sedangkan data tulisnya berupa nama-nama daerah berawalan Ci- yang berada di Kabupaten Serang yang didapatkan dar hasil pencarian dokumen terkait.



B. Kriteria Pemilihan Data Data pada penelitian yang akan dilaksanakan ini



dipilih dengan



kriteria sebagai berikut: (1) nama daerah berawalan Ci- di Kabupaten Serang, (2) penggolongan penamaan berdasar teori Abdul Chaer dan penyebab adanya nama tersebut. . XII.



Jadwal Penelitian Penelitian ini diperkirakan akan berlangsung selama 13 bulan yaitu dimulai pada bulan Maret 2019 dan selesai pada bulan Maret tahun 2020. No.



Keterangan Pengarahan dan pembekalan proposal penelitian



1.



Persiapan



Waktu Maret 2019



Konsultasi dan Pengajuan judul



Maret 2019



Acc judul



Maret 2019



Penyusunan Proposal Penelitian



April – Juni 2019



Pembagian penguji seminar proposal penelitian Juni 2019 Penyerahan proposal penelitian Pelaksanaan Seminar Proposal 2.



Pelaksanaan



Perbaikan proposal penelitian



Juni-Juli 2019



Pengumuman SK judul dan dosen pembimbing skripsi



Agustus 2019



Pelaksanaan penelitian skripsi Bimbingan dan revisi penulisan skripsi



September 2019 - Januari 2020



Pendaftaran sidang skripsi Februari 2020 3.



Tahap Akhir



Sidang skripsi Penyerahan hasil akhir revisi skripsi



Maret 2020



DAFTAR PUSTAKA



Chaer, Abdul. 2015. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul. 2017. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Mahsun. 2014. Metodologi Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, metode, dan tekniknya. Mataram: Rajawali Pers. Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota diakses di https://ngada.org/bn365-2012.htmSenin 26 November 22:21 pada hari Senin 26 November pukul 22:21. Rosidin, Odien. 2015. Percikan Linguistik: Pengantar Memahami Ilmu Bahasa. Serang: Untirta Press. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta wacana University Press. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.