Sensor Suhu PT100 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sensor Suhu PT100 PT100 merupakan salah satu jenis sensor suhu yang terkenal dengan keakurasiannya. PT100 termasuk golongan RTD (Resistive Temperature Detector) dengan koefisien suhu positif, yang berarti nilai resistansinya naik seiring dengan naiknya suhu. PT100 terbuat dari logam platinum. Oleh karenanya namanya diawali dengan ‘PT’. Disebut PT100 karena sensor ini dikalibrasi pada suhu 0°C pada nilai resistansi 100 ohm. Ada juga PT1000 yang dikalibrasi pada nilai resistansi 1000 ohm pada suhu 0°C. Menurut keakurasiannya, terdapat dua jenis PT100, yakni Class-A dan Class-B. PT100 ClassA memiliki akurasi ±0,06 ohm dan PT100 Class-B memiliki akurasi ±0,12 ohm. Keakurasian ini menurun seiring dengan naiknya suhu. Akurasi PT100 Class-A bisa menurun hingga ±0,43 ohm (±1,45°C) pada suhu 600°C, dan PT100 Class-B bisa menurun hingga ±1,06 ohm (±3,3°C) pada suhu 600°C. PT100 tipe DIN (Standard Eropa) memiliki resolusi 0,385 ohm per 1°C. Jadi resistansinya akan naik sebesar 0,385 ohm untuk setiap kenaikan suhu 1°C. Untuk mengukur suhu secara elektronik menggunakan sensor suhu PT100, maka kita harus mengeksitasinya dengan arus yang tidak boleh melebihi nilai 1mA. Hal ini karena jika dialiri arus melebihi 1 mA, maka akan timbul efek selfheating. Jadi, seperti layaknya komponen resistor, maka kelebihan arus akan diubah menjadi panas. Akibatnya hasil pengukuran menjadi tidak sesuai lagi. https://telinks.wordpress.com/2010/08/19/rangkaian-sensor-suhu-rtd-pt100-two-wire/



PT100 merupakan salah satu jenis sensor suhu yang terkenal dengan keakurasiannya. PT100 termasuk golongan RTD (Resistive Temperature Detector) dengan koefisien suhu positif, yang berarti nilai resistansinya naik seiring dengan naiknya suhu. PT100 terbuat dari logam platinum. Oleh karenanya namanya diawali dengan ‘PT’. Disebut PT100 karena sensor ini dikalibrasi pada suhu 0°C pada nilai resistansi 100 ohm. Ada juga PT1000 yang dikalibrasi pada nilai resistansi 1000 ohm pada suhu 0°C. Menurut keakurasiannya, terdapat dua jenis PT100, yakni Class-A dan ClassB. PT100 Class-A memiliki akurasi ±0,06 ohm dan PT100 Class-B memiliki akurasi ±0,12 ohm. Keakurasian ini menurun seiring dengan naiknya suhu. Akurasi PT100 Class-A bisa menurun hingga ±0,43 ohm (±1,45°C) pada suhu 600°C, dan PT100 Class-B bisa menurun hingga ±1,06 ohm (±3,3°C) pada suhu 600°C. PT100 tipe DIN (Standard Eropa) memiliki resolusi 0,385 ohm per 1°C. Jadi resistansinya akan naik sebesar 0,385 ohm untuk setiap kenaikan suhu 1°C. Untuk mengukur suhu secara elektronik menggunakan sensor suhu PT100, maka kita harus mengeksitasinya dengan arus yang tidak boleh melebihi nilai 1mA. Hal ini karena jika dialiri arus melebihi 1 mA, maka akan timbul efek self-heating. Jadi, seperti layaknya komponen resistor, maka kelebihan arus akan diubah menjadi panas. Akibatnya hasil pengukuran menjadi tidak sesuai lagi.



Oke, langsung saja, berikut adalah rangkaian sensor suhu PT100 dengan sumber arus menggunakan IC LM317 dan dilengkapi dengan rangkaian penguat takmembalik menggunakan IC LM358.



Untuk mendapatkan arus eksitasi sebesar 1 mA, maka VR4 diputar-putar sampai nilai arus yang mengalir ke sensor sebesar 1 mA. Nilai arus 1 mA ini juga bertujuan untuk memudahkan dalam proses perhitungan konversi dari tegangan menjadi suhu. Perhatikan ilustrasi berikut ini. Pada suhu 0°C, resistansi PT100 adalah 100 ohm, sehingga tegangan keluaran sensor adalah:



vs0 = 100 x 1mA = 100 mV Ketika suhu naik menjadi 1°C, resistansi PT100 adalah 100,385, sehingga tegangan keluaran sensor adalah:



vs1 = 100,385 x 1mA = 100,385 mV Dengan demikian, konversi dari tegangan menjadi suhu adalah:



suhu = (vs – 100) / 0,385



Perhitungan di atas relatif lebih sederhana dibandingkan dengan jika kita menggunakan arus eksitasi sebesar 0,937 mA misalnya. Hihihi… maksa. IC LM358 berfungsi sebagai penguat tak-membalik dengan faktor penguatan yang dapat diatur menggunakan VR3. Penguatan diperlukan untuk memperbesar rentang atau skala pengukuran dengan tujuan mempermudah proses pengukuran. Namun demikian, bukan berarti faktor penguatan terbaik adalah yang sebesarbesarnya. Faktor penguatan disesuaikan dengan jangkauan pengukuran sensor pada aplikasi sistem dan juga disesuaikan dengan jangkauan tegangan ADC yang digunakan. Berikut adalah layout PCB Sensor Suhu PT100 yang dilengkapi dengan ADC0804.



ADC0804 dioperasikan secara free-running sehingga secara kontinyu melakukan konversi data tegangan menjadi data digital 8-bit. Keluaran ADC0804 siap dibaca oleh mikrokontroler. Rangkaian ini telah diuji dan diaplikasikan pada sistem Kontroler Suhu Steam Autoclave di pabrik rol karet USTEGRA Malangdengan hasil yang memuaskan. Sistem ini juga telah dikembangkan menjadi terkendali jarak jauh menggunakan menggunakan saluran transmisi current-loop 20mA. Sistem menggunakan mikrokontroler AT89S52.



) RTD yang merupakan singkatan dari Resistance Temperature Detector adalah sensor suhu yang pengukurannya menggunakan prinsip perubahan resistansi atau hambatan listrik logam yang dipengaruhi oleh perubahan suhu. RTD adalah salah satu sensor suhu yang paling banyak digunakan dalam otomatisasi dan proses kontrol.



Pada tipe elemen wire-wound atau tipe standar, RTD terbuat dari kawat yang tahan korosi, yang dililitkan pada bahan keramik atau kaca, yang kemudian ditutup dengan selubung probe sebagai pelindung. Selubung probe ini biasanya terbuat dari logam inconel (logam dari paduan besi, chrom, dan nikel). Inconel dipilih sebagai selubung dari RTD karena tahan korosi dan Ketika ditempatkan dalam medium cair atau gas, selubung inconel cepat dalam mencapai suhu medium tersebut. Antara kawat RTD dan selubung juga terdapat keramik (porselen isolator) sebagai pencegah hubung pendek antara kawat platina dan selubung pelindung. Perhatikan gambar dibawah ini.



Sedangkan jenis logam untuk kawat dari RTD umumnya adalah platina. Kawat RTD biasanya juga terbuat dari tembaga dan nikel. Namun platina adalah bahan yang paling umum digunakan, karena memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dan rentang suhu yang lebih luas.



Bagaimana prinsip kerja RTD? Ketika suhu elemen RTD meningkat, maka resistansi elemen tersebut juga akan meningkat. Dengan kata lain, kenaikan suhu logam yang menjadi elemen resistor RTD berbanding lurus dengan resistansinya. elemen RTD biasanya ditentukan sesuai dengan resistansi mereka dalam ohm pada nol derajat celcius (0⁰ C). Spesifikasi RTD yang paling umum adalah 100 Ω (RTD PT100), yang berarti bahwa pada suhu 0⁰ C, elemen RTD harus menunjukkan nilai resistansi 100 Ω.



Dalam prakteknya, arus listrik akan mengalir melalui elemen RTD (elemen resistor) yang terletak pada tempat atau daerah yang mana suhunya akan diukur. Nilai resistansi dari RTD kemudian akan diukur oleh instrumen alat ukur, yang kemudian memberikan hasil bacaan dalam suhu yang tepat, pembacaan suhu ini didasarkan pada karakteristik resistansi yang diketahui dari RTD.



Elemen sensor RTD mempunyai dua tipe konfigurasi yang paling umum, yaitu



1. Wire-wound



Seperti yang dijelaskan pada sebelumnya, wire-wound merupakan tipe elemen yang terdiri dari kumparan kawat logam (platina) yang melilit keramik atau kaca, yang ditempatkan atau ditutup dengan selubung probe sebagai pelindung.



2. Thin-film Thin-film merupakan tipe elemen RTD yang terdiri dari lapisan bahan resistif yang sangat tipis (umumnya platina), yang diletakkan pada substrat keramik yang kemudian dilapisi dengan epoxy atau kaca sebagai segel atau pelindungnya.



RTD memiliki 3 macam konfigurasi koneksi kabel yaitu: 2 wire, 3 wire, dan 4 wire RTD.



Sama halnya seperti platina, Tembaga (kabel) juga memiliki nilai resistansi. Resistansi sepanjang kabel tembaga ini dapat berdampak pada pengukuran resistansi yang dilakukan oleh instrumen alat ukur. RTD 2 kabel (2 wire) praktis tidak memiliki perhitungan resistansi yang terkait dengan kabel tembaga, sehingga mengurangi keakuratan pengukuran elemen sensor suhu RTD. Akibatnya RTD 2 wire umumnya hanya digunakan untuk kebutuhan pengukuran suhu perkiraan saja.



RTD 3 kabel (3 wire) adalah spesifikasi yang paling umum yang biasa digunakan pada aplikasi-aplikasi di industri. RTD 3 wire menggunakan rangkaian pengukuran jembatan wheatstone untuk mengkompensasi nilai resistansi kabel. Perhatikan gambar di bawah ini.



Dalam konfigurasi RTD 3 wire ini, kabel “A” dan “B” harus memiliki kedekatan atau panjang yang sama. Panjang kabel ini sangat berarti karena tujuan dari jembatan wheatstone adalah untuk membuat impedansi dari kabel A dan B. Dan kabel C berfungsi sebagai pembawa arus yang sangat kecil.



RTD 4 kabel (4 wire) adalah konfigurasi yang paling akurat dari yang lainnya. Karena dalam RTD 4 kabel ini dapat sepenuhnya mengkompensasi resistansi dari kabel, tanpa perlu memberikan perhatian khusus pada panjang masing – masing kabel.



Kelebihan dan kekurangan RTD bila dibandingkan dengan Thermocouple 



Rentang pengukuran: RTD dapat mengukur suhu hingga 1000⁰ C, akan tetapi sulit mendapatkan pengukuran yang akurat dari RTD dengan suhu diatas 400⁰ C. Termokopel dapat mengukur suhu sampai 1700⁰ C. Umumnya RTD digunakan pada suhu dibawah 850⁰ C, dan bila suhu diatas 850⁰ C biasanya menggunakan termokopel. Pengukuran suhu di industri biasanya 200⁰ C sampai 400⁰ C, sehingga RTD mungkin menjadi pilihan terbaik dalam kisaran suhu tersebut.  Waktu respon (response time): RTD mempunyai respon yang cepat terhadap perubahan suhu akan tetapi kemampuan termokopel dalam merespon suhu jauh lebih cepat.  Getaran (vibration): termokopel tidak terpengaruh terhadap getaran, sedangkan RTD terpengaruh bila ada getaran atau goncangan, sehingga bila RTD diperlukan maka RTD thin-film biasa digunakan karena RTD thin-film lebih tahan terhadap getaran bila dibandingkan dengan RTD standar.  Pemanasan sendiri (self-heating): sebuah RTD terdiri dari kawat atau pelapis yang sangat halus dan membutuhkan tegangan dari power supply, sedangkan termokopel tidak memerlukan. Meskipun arus yang diperlukan hanya sekitar 1 mA sampai 10 mA, hal ini dapat menyebabkan elemen platina RTD “memanas”. Sehingga mempengaruhi tingkat akurasi pengukuran. Hal ini mungkin terjadi bila kabel ekstensi panjang digunakan, sehingga daya yang lebih besar mungkin diperlukan untuk mengatasi hambatan atau resistansi kabel, dan hal ini mengakibatkan masalah pemanasan sendiri (self-heating) meningkat.  Akurasi pengukuran: secara umum RTD lebih akurat daripada termokopel. RTD menghasilkan akurasi hingga 0,1⁰ C sedangkan termokopel hanya 1⁰ C.







Stabilitas: stabilitas jangka panjang dari RTD sangat baik, yang berarti pembacaan yang akan berulang dan stabil dalam waktu yang lama. Sedangkan termokopel cenderung tidak stabil karena EMF yang dihasilkan oleh termokopel dapat berubah dari waktu ke waktu karena oksidasi, korosi, dan perubahan lain dalam sifat metalurgi dari elemen sensor atau penginderaan.  Harga: meskipun ini bukan masalah teknis tapi mungkin ini penting, termokopel memiliki harga yang jauh lebih murah daripada RTD. https://rudywinoto.com/2011/10/28/jenis-level-sensor-2/



enis Level Sensor Posted by Rudy Wiratama in level switch, product, rotary paddle switch, ultrasonic level sensor Level sensor Level Switch Level Transmitter Level Solar Level Gauge Level sensor adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi ketinggian dari suatu aliran baik berupa bahan liquid, lumpur, powder maupun biji-bijian. Fungsi level sensor pada dasarnya adalah memberikan informasi baik berupa data maupun sinyal karena adanya perubahan ketinggian matrial baik didalam tanki, silo ataupun tempat terbuka dikarena adanya aliran dari matrial tersebut. Pengukuran ketinggian atau level ini bisa dilakukan secara terus menerus sesuai dengan perubahan ketinggian dari fluida maupun untuk mengukur ketinggian dari matrial pada titik tertentu baik itu pada level terendah, level menegnah maupun level puncak dengan menggunakan level sensor Jenis level sensor ini bermacam-macam disesuaiakn dengan aplikasi dari matrial yang di deteksi dan wadah dari wadah yang tertutup berupa tanki, wadah terbuka berupa silo ataupun yang selalu berubah-ubah ketinggianya seperti sungai ataupun danau dan laut. Bisa juga jenis level sensor didasarkan pada jenis bentuk matrial atau jenis matrial berupa liquid, powder, maupun sullury, jenis level sensor didasrkan pada besarnya temperature, Pressure, sifat kimia dan lainnya. Ada beberapa jenis level sensor didasrkan pada cara kerja yaitu : 1. Level Sensor untuk mendeteksi titik ketinggian dari matrial solid yang mengalir secara kontinyu baik berupa biji-bijian maupun powder   



Vibrating pointial solid Rotating paddle Admittance-type 2. Level Sensor untuk mendeteksi titik ketinggian dari matrial Liquid    



Pulse-Wave Ultrasonic (Non Invasive) Magnetic and mechanical float level measurement Pneumatic level measurement Conductive level measurement 3. Level Sensor untuk mengukur keduaanya yaitu untuk mendeteksi titik ketinggian dan memonitor matrial solid dan liquidSensors    



Ultrasonic level sensor Capacitance level sensor Optical interface level sensor Microwave level sensor 4. Level Sensor untuk mengukur level dari liquid secara kontinyu



    



Magnetostrictive level measurement Resistive chain level measurement Hydrostatic pressure level measurement Air bubbler level measurement Gamma ray level measurement Type Level Sensor                 



Float Level Switch Float Level Transmitter Float Level Controller Electrode Level Sensor Level Indicator Float Level Sensor Quick level sensor Paddle Level Switch Pressure Level Transmitter Gear level transmitter Ultrasonic Level Sensor Mechanical Level Sensor Capacitance Level Sensor Horizontal Level Switch Megnetic Level Sensor Powder Level Switch Parker Level Switch







Transmitter adalah nama sebuah alat instrumentasi yang sangat popular, ketika orang pertama kali mengenal ilmu instrumentasi akan langsung menemui istilah transmitter. Transmitter dalam ilmu instrumentasi adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan ( mentransmit) kondisi besaran proses sehingga keadaan pada tempat tersebut dapat dilihat, dipantau atau dikendalikan dari suatu tempat yang jauh (remote). Oleh karena itu transmitter mempunyai banyak sekali jenisnya, biasanya nama transmitter disesuaikan dengan besaran proses yang dipantaunya, seperti transmitter untuk memantau tekanan ( pressure) disebut Pressure Transmitter disingkat PT, transmitter untuk memantau besaran proses suhu disebut Temperature Transmitter disingkat TT, transmitter untuk mengukur besaran proses aliran (Flow) disebut Flow Transmitter disingkat FT, transmitter untuk memantau besaran proses ketinggian permukaan tangki disebut Level Transmitter disingkat LT. Contoh penggunaan level transmitter dapat dilihat pada gambar dibawah ini



 



Dari berbagai jenis transmitter seperti tersebut diatas, dapat dipilah-pilah lagi berdasarkan prinsif kerjanya. Pressure transmitter berdasarkan prinsif kerjanya dapat dibedakan menjadi beberapa type yaitu; Differential pressuretransmitter, Strain gauge pressure transmitter, Piezo electric pressure transmitter dan lain-lain.



Level Transmitter berdasarkan prinsif kerjanya terdiri dari Differential pressure level transmitter, Radar level transmitter, capacitance level transmitter, Hall effect level transmitter, Displacer level transmitter dan lain-lain. Flow Transmitter berdasarkan prinsif kerjanya dapat dibedakan menjadi beberapa kategori diantaranya; Magnetic flow transmitter, Displacer flow transmitter, Vortex flow transmitter, Coriolis flow transmitter dan lain-lain. Temperature transmitter terdiri dari 2 jenis sensor yaitu RTD ( Resistance Temperature Detector) dan TC (Termocouple) adapun jenis RTD itu sendiri ada beberapa macam misalnya PT 100 yaitu RTD yang terbuat dari bahan platinum dengan referensi 100 Ohm sama dengan nol derajat Celsius, selain itu ada PT 500, PT 1000 dan jenis RTD lain. Sedang untuk termocouple juga terdiri dari beberapa macam diantaranya TC type K, TC type R, TC type S dan lain-lain, masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Penjelasan lebih lanjut mengenai prinsif kerja berbagai alat instrumenttasi diatas akan dibahas dalam postingan selanjutnya.



http://www.jasaservis.net/mengenal-differential-pressure-transmitter/.html



Memahami Fungsi Differential Pressure Transmitter Serba Serbi Instrumentasi Author Dini Aprilyana - December 26, 2015 0 Differential Pressure transmitter adalah salah satu jenis peralatan instrument yang paling banyak digunakan sebagai alat ukur dalam industri, karena transmitter model ini bisa difungsikan dalam banyak aplikasi seperti untuk mengukur tekanan positip, untuk mengukur tekanan vakum, untuk mengukur perbedaan tekanan, untuk mengukur ketinggian permukaan isi tangki (Level) dan untuk pengukuran laju alir (Flow). Sesuai dengan namanya, prinsif kerja differential pressure transmitter (transmitter perbedaan tekanan) yaitu mengukur tekanan pada dua titik, membandingkan besarnya kedua tekanan tersebut lalu menghasilkan output, teknik pengukuran yang banyak digunakan differential pressure transmitter adalah technology strain gauge, kapasitansi dan vibrating wire atau mechanical resonansi. Output dari sensor secara elektronik dikonversi ke sinyal standar 4-20 mA untuk kemudian dikirimkan ke perangkat monitor atau alat kontrol yang terletak di lokasi aman seperti di ruang kontrol ( control room). Lihat gambar dibawah ini menunjukkan interkoneksi dari differential pressure transmitter ke peranti monitor di ruang control, gambar hubungan signal seperti inilah yang disebut Instrument Loop Drawing atau disingkat ILD.



Differential pressure transmitter secara umum terbagi atas dua bagian yaitu bagian sensor atau diapraghma dan bagian elektronik yaitu bagian yang memproses signal dan mengeluarkan output. Bagian sensor adalah bagian yang kontak langsung dengan proses yang di ukur, koneksi antara transmitter dengan proses yang diukur kebanyakan menggunakan tubing yaitu pipa dengan ukuran



tertentu yang dapat di bengkokkan sesuai dengan kebutuhan. Selain dengan menggunakan tubing ada juga differential pressure transmitter yang desainnya menggunakan pipa kapiler dan diaprahma pada ujungnya, pipa kapiler ini sudah dipasang dari pabriknya dan diisi dengan cairan tertentu agar tekanan bisa sampai ke sensor, cairan yang dipakai untuk mengisi pipa kapiler biasanya silikon, glycol, atau glycerine. Karena pengisian cairan kedalam pipa kapiler itu dilakukan dipabrik berdasarkan perhitungan teknis, maka antara transmitter dan pipa kapiler tidak bisa dipisahkan, demikian pula kebocoran yang mungkin terjadi pada diapragma harus dihindari, kalau tidak maka transmitter tidak akan bisa digunakan. Gambar dibawah ini memperlihatkan contoh transmitter yang menggunakan pipa kapiler (B) dengan transmitter yang harus dipasang dengan menggunakan tubing (A).



Bagian sensor selalu memiliki dua sisi yang berlawanan yang disebut sisi tekanan tinggi yang ditandai dengan label H ( High) dan sisi tekanan rendah yang dtandai dengan label L ( Low), dalam pemakaiannya tidak berarti sisi H harus dihubungkan ke bagian proses yang memiliki tekanan tinggi, demikian pula kedua nya tidak berarti harus disambungkan ke bagian proses, tetapi bisa saja salah satu sisinya dibiarkan terbuka ke atmosphere. Berikut ini adalah contoh contoh cara pemasangan differential pressure transmitter pada pengukuran besaran proses yang berbeda-beda: Untuk mengukur tekanan positip Differential pressure transmitter dapat digunakan sebagai pengukur tekanan positip (gauge pressure). Caranya yaitu dengan menghubungkan bagian sensor berlabel H ke bagian proses yang akan diukur misalnya ke tangki, ke pipa, ke reaktor, ke bak penampungan, ke boiler, ke storage, dan media proses lainnya, sementara bagian yang berlabel L dibiarkan terbuka ke atmosphere. Besarnya tekanan ynag diukur oleh sensor akan di konversikan ke dalam signal standard sesuai dengan hasil kalibrasi transmitter.



Untuk mengukur tekanan vakum. Kita dapat menggunakan cara yang sama yaitu menghubungkan satu port daripada transmitter ke bagian proses yang akan diukur , hanya kali ini koneksinya di balik, jadi sisi yang berlabel L dari transmitter adalah sisi yang terhubung ke equipment proses, sedang sisi H dibiarkan terbuka ke atmosphere, bila terjadi penurunan tekanan maka nilainya akan terdekteksi oleh transmitter , output transmitter yang telah dikonfigurasi untu k keperluan pengukuran vakum akan menunjukkan perubahan nilai ke arah negatip.



Untuk mengukur tekanan absolute Differential Pressure Transmitter juga bisa diaplikasikan untuk mengukur tekanan absolut. Tekanan absolute didefinisikan sebagai tekanan dibawah atmosphere yang dimulai dari skala 0 mmHg, dimana 1 Atmosphere setara dengan 760mmHg, cara pemasangan transmitter nya port berlabel L dihubungkan ke sisi vakum sedang port berlabel H dihubungkan ke proses bertekanan normal, dengan cara ini perubahan tekanan disisi vakum baik semakin vakum ataupun sebaliknya akan menunjukkan nilai positip, karena range transmitter diseting untuk unit pressure absolute yaitu mmHg, misalnya range transmitter 360mmHg sampai dengan 760mmHg equivalen dengan output 4-20mA.



Untuk mengukur Level Kegunaan lain dari differntial pressure transmitter adalah sebagai perangkat untuk mengukur ketinggian isi tangki ( Level) caranya dengan menggunakan perhitungan matematik, yaitu konversi besaran tekanan ke besaran Level, dibawah ini adalah formula yang digunakan untuk perhitungan level tersebut. P = ρgh P= tekanan ρ=density zat cair h= ketinggian cairan dalam tangki dari formula tersebut diketahui bahwa dengan mengetahui parameter tekanan dan density cairan maka ketinggian cairan dalam tangki (Level) dapat diketahui. Ada beberapa metode pemasangan differential pressure transmitter untuk pengukuran level, salah satu contohnya yaitu yang dipakai untuk mengukur tangki terbuka seperti diperihatkan pada gambar di bawah ini, port H dari transmitter adalah port yang terhubung ke tapping point dari tangki sedang port berlabel L dibiarkan terbuka ke atmosphere, penjelasan tentang cara-cara pemasangan differential pressure transmitter untuk mengukur Level akan diterangkan lebih detail pada artikel lain. Untuk mengukur Flow Fungsi lain daripada differential pressure transmitter adalah sebagai peranti untuk pengukuran laju alir (Flow) ,untuk keperluan pengukuran laju alir ini dibutuhkan peranti lain yang gunanya untuk menciptakan adanya perbedaan tekanan pada pipa yang akan diukur, jenis alat yang dapat menimbulkan perbedaan tekanan ini disebut sensor adapun jenisnya yaitu berupa plat orifice, pipa pitot,dan pipa ventury , konversi dari besaran tekanan ke besaran flow yaitu dengan memenuhi formula berikut F= C x √P C adalah konstata tetap hasil perhitungan ketika sensor dibikin.di pabriknya. C adalah hasil perbandingan antara besanya perbedaan tekanan maksimum versus besarnya flow maksimum yang dapat terukur oleh sensor, hasil kali konstanta C dengan perbedaan tekanan yang diukur oleh transmitter kemudian diinterpretasikan sebagai Flow, Berikut ini adalah contoh pemasangan differential pressure transmitter untuk pengukuran Flow.



Differential transmitter sebagai indicator filter clog Pemakaian differential pressure transmitter sebagai alat untuk mengetahui kondisi filter yang dipasang pada bagian suction pompa adalah salah satu fungsi lain dari transmitter ini, aplikasinya sangat sederhana dimana transmitter dipasang diantara filter, port H pada bagian upstream filter dan port L pada bagian downstream filter, jika terjadi penyumbatan pada filter maka pada bagian L akan terjadi efek vakum sehingga output transmiter akan naik, dan kenaikan ini menunjukkan tanda-tanda bahwa telah terjadi penyumbatan pada filter tersebut. Lihat cara pemasangan differential pressure transmitter untuk memonitor kebersihan filter seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini:



Incoming search terms:  fungsi transmitter  prinsip kerja pressure transmitter  prinsip kerja differential pressure transmitter  cara kerja transmitter  pressure transmitter adalah



    



fungsi pressure transmitter pengertian differential pressure jenis-jenis transmitter pengertian differential pressure transmitter cara kerja pressure transmitter



https://id.wikipedia.org/wiki/Flow_sensor Sensor aliran adalah alat untuk merasakan laju aliran fluida. Biasanya sensor aliran adalah elemen penginderaan yang digunakan dalam flow meter, atau aliran logger, untuk merekam aliran cairan. Seperti yang terjadi untuk semua sensor, akurasi mutlak pengukuran memerlukan fungsi untuk kalibrasi. Ada berbagai macam sensor aliran dan aliran meter, termasuk beberapa yang memiliki balingbaling yang didorong oleh cairan, dan dapat mendorong potensiometer putar, atau perangkat sejenis. Sensor aliran lain didasarkan pada sensor yang mengukur transfer panas yang disebabkan oleh media bergerak. Prinsip ini umum untuk MIKROSENSOR untuk mengukur aliran. Arus meter berhubungan dengan perangkat yang disebut velocimeters yang mengukur kecepatan cairan yang mengalir melalui mereka. Berbasis laser interferometri sering digunakan untuk pengukuran aliran udara, tetapi untuk cairan, sering kali lebih mudah untuk mengukur aliran. Pendekatan lain adalah metode berbasis Doppler untuk pengukuran aliran. Hall sensor efek juga dapat digunakan, pada katup flapper, atau baling-baling, untuk merasakan posisi baling-baling, seperti pengungsi akibat aliran fluida.



https://juare97.wordpress.com/2007/10/20/plc-programmable-logic-controller/



LC (PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER) Pengertian Programmable Logic Controllers (PLC) adalah komputer elektronik yang mudah digunakan (user friendly) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam [2]. Definisi Programmable Logic Controller menurut Capiel (1982) adalah :sistem elektronik yang beroperasi secara dijital dan didisain untuk pemakaian di lingkungan industri, dimana sistem ini menggunakan memori yang dapat diprogram untuk penyimpanan secara internal instruksi-instruksi yang mengimplementasikan fungsi-fungsi spesifik seperti logika, urutan, perwaktuan, pencacahan dan operasi aritmatik untuk mengontrol mesin atau proses melalui modul-modul I/O dijital maupun analog [3]. Berdasarkan namanya konsep PLC adalah sebagai berikut : 1. Programmable, menunjukkan kemampuan dalam hal memori untuk menyimpan program yang telah dibuat yang dengan mudah diubah-ubah fungsi atau kegunaannya. 2. Logic, menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara aritmatik dan logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan, menjumlahkan, mengalikan, membagi, mengurangi, negasi, AND, OR, dan lain sebagainya.



3. Controller, menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan mengatur proses sehingga menghasilkan output yang diinginkan. PLC ini dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relay sequensial dalam suatu sistem kontrol. Selain dapat diprogram, alat ini juga dapat dikendalikan, dan dioperasikan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan di bidang pengoperasian komputer secara khusus. PLC ini memiliki bahasa pemrograman yang mudah dipahami dan dapat dioperasikan bila program yang telah dibuat dengan menggunakan software yang sesuai dengan jenis PLC yang digunakan sudah dimasukkan.Alat ini bekerja berdasarkan input-input yang ada dan tergantung dari keadaan pada suatu waktu tertentu yang kemudian akan meng-ON atau meng-OFF kan output-output. 1 menunjukkan bahwa keadaan yang diharapkan terpenuhi sedangkan 0 berarti keadaan yang diharapkan tidak terpenuhi. PLC juga dapat diterapkan untuk pengendalian sistem yang memiliki output banyak. Fungsi dan kegunaan PLC sangat luas. Dalam prakteknya PLC dapat dibagi secara umum dan secara khusus [4]. Secara umum fungsi PLC adalah sebagai berikut: 1. Sekuensial Control. PLC memproses input sinyal biner menjadi output yang digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sekuensial), disini PLC menjaga agar semua step atau langkah dalam proses sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat. 2. Monitoring Plant. PLC secara terus menerus memonitor status suatu sistem (misalnya temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut pada operator. Sedangkan fungsi PLC secara khusus adalah dapat memberikan input ke CNC (Computerized Numerical Control). Beberapa PLC dapat memberikan input ke CNC untuk kepentingan pemrosesan lebih lanjut. CNC bila dibandingkan dengan PLC mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lebih mahal harganya. CNC biasanya dipakai untuk proses finishing, membentuk benda kerja, moulding dan sebagainya. Prinsip kerja sebuah PLC adalah menerima sinyal masukan proses yang dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu menghasilkan sinyal keluaran untuk mengendalikan aktuator atau peralatan lainnya.



Keuntungan dan Kerugian PLC [2][5] Dalam industri-industri yang ada sekarang ini, kehadiran PLC sangat dibutuhkan terutama untuk menggantikan sistem wiring atau pengkabelan yang sebelumnya masih digunakan dalam mengendalikan suatu sistem. Dengan menggunakan PLC akan diperoleh banyak keuntungan diantaranya adalah sebagai berikut:  Fleksibel



Pada masa lalu, tiap perangkat elektronik yang berbeda dikendalikan dengan pengendalinya masing-masing. Misal sepuluh mesin membutuhkan sepuluh pengendali, tetapi kini hanya dengan satu PLC kesepuluh mesin tersebut dapat dijalankan dengan programnya masing-masing.  Perubahan dan pengkoreksian kesalahan sistem lebih mudah Bila salah satu sistem akan diubah atau dikoreksi maka pengubahannya hanya dilakukan pada program yang terdapat di komputer, dalam waktu yang relatif singkat, setelah itu didownload ke PLC-nya. Apabila tidak menggunakan PLC, misalnya relay maka perubahannya dilakukan dengan cara mengubah pengkabelannya. Cara ini tentunya memakan waktu yang lama.  Jumlah kontak yang banyak Jumlah kontak yang dimiliki oleh PLC pada masing-masing coil lebih banyak daripada kontak yang dimiliki oleh sebuah relay.  Harganya lebih murah PLC mampu menyederhanakan banyak pengkabelan dibandingkan dengan sebuah relay. Maka harga dari sebuah PLC lebih murah dibandingkan dengan harga beberapa buah relay yang mampu melakukan pengkabelan dengan jumlah yang sama dengan sebuah PLC. PLC mencakup relay, timers, counters, sequencers, dan berbagai fungsi lainnya.  Pilot running PLC yang terprogram dapat dijalankan dan dievaluasi terlebih dahulu di kantor atau laboratorium. Programnya dapat ditulis, diuji, diobserbvasi dan dimodifikasi bila memang dibutuhkan dan hal ini menghemat waktu bila dibandingkan dengan sistem relay konvensional yang diuji dengan hasil terbaik di pabrik.  Observasi visual Selama program dijalankan, operasi pada PLC dapat dilihat pada layar CRT. Kesalahan dari operasinya pun dapat diamati bila terjadi.  Kecepatan operasi Kecepatan operasi PLC lebih cepat dibandingkan dengan relay. Kecepatan PLC ditentukan dengan waktu scannya dalam satuan millisecond.  Metode Pemrograman Ladder atau Boolean



Pemrograman PLC dapat dinyatakan dengan pemrograman ladder bagi teknisi, atau aljabar Boolean bagi programmer yang bekerja di sistem kontrol digital atau Boolean.  Sifatnya tahan uji Solid state device lebih tahan uji dibandingkan dengan relay dan timers mekanik atau elektrik. PLC merupakan solid state device sehingga bersifat lebih tahan uji.  Menyederhanakan komponen-komponen sistem kontrol Dalam PLC juga terdapat counter, relay dan komponen-komponen lainnya, sehingga tidak membutuhkan komponen-komponen tersebut sebagai tambahan. Penggunaan relay membutuhkan counter, timer ataupun komponen-komponen lainnya sebagai peralatan tambahan.  Dokumentasi Printout dari PLC dapat langsung diperoleh dan tidak perlu melihat blueprint circuitnya. Tidak seperti relay yang printout sirkuitnya tidak dapat diperoleh.  Keamanan Pengubahan pada PLC tidak dapat dilakukan kecuali PLC tidak dikunci dan diprogram. Jadi tidak ada orang yang tidak berkepentingan dapat mengubah program PLC selama PLC tersebut dikunci.  Dapat melakukan pengubahan dengan pemrograman ulang Karena PLC dapat diprogram ulang secara cepat, proses produksi yang bercampur dapat diselesaikan. Misal bagian B akan dijalankan tetapi bagian A masih dalam proses, maka proses pada bagian B dapat diprogram ulang dalam satuan detik.  Penambahan rangkaian lebih cepat Pengguna dapat menambah rangkaian pengendali sewaktu-waktu dengan cepat, tanpa memerlukan tenaga dan biaya yang besar seperti pada pengendali konvensional.



Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas maka ada kerugian yang dimiliki oleh PLC, yaitu:  Teknologi yang masih baru



Pengubahan sistem kontrol lama yang menggunakan ladder atau relay ke konsep komputer PLC merupakan hal yang sulit bagi sebagian orang  Buruk untuk aplikasi program yang tetap Beberapa aplikasi merupakan aplikasi dengan satu fungsi. Sedangkan PLC dapat mencakup beberapa fungsi sekaligus. Pada aplikasi dengan satu fungsi jarang sekali dilakukan perubahan bahkan tidak sama sekali, sehingga penggunaan PLC pada aplikasi dengan satu fungsi akan memboroskan (biaya).  Pertimbangan lingkungan Dalam suatu pemrosesan, lingkungan mungkin mengalami pemanasan yang tinggi, vibrasi yang kontak langsung dengan alat-alat elektronik di dalam PLC dan hal ini bila terjadi terus menerus, mengganggu kinerja PLC sehingga tidak berfungsi optimal.  Operasi dengan rangkaian yang tetap Jika rangkaian pada sebuah operasi tidak diubah maka penggunaan PLC lebih mahal dibanding dengan peralatan kontrol lainnya. PLC akan menjadi lebih efektif bila program pada proses tersebut di-upgrade secara periodik.



Bagian-Bagian PLC Sistem PLC terdiri dari lima bagian pokok, yaitu:  Central processing unit (CPU). Bagian ini merupakan otak atau jantung PLC, karena bagian ini merupakan bagian yang melakukan operasi / pemrosesan program yang tersimpan dalam PLC. Disamping itu CPU juga melakukan pengawasan atas semua operasional kerja PLC, transfer informasi melalui internal bus antara PLC, memory dan unit I/O. Bagian CPU ini antara lain adalah :  Power Supply, power supply mengubah suplai masukan listrik menjadi suplai listrik yang sesuai dengan CPU dan seluruh komputer.  Alterable Memory, terdiri dari banyak bagian, intinya bagian ini berupa chip yang isinya di letakkan pada chip RAM (Random Access Memory), tetapi isinya dapat diubah dan dihapus oleh pengguna / pemrogram. Bila tidak ada supplai listrik ke CPU maka isinya akan hilang, oleh sebab itu bagian ini disebut bersifatvolatile, tetapi ada juga bagian yang tidak bersifat volatile.  Fixed Memory, berisi program yang sudah diset oleh pembuat PLC, dibuat dalam bentuk chip khusus yang dinamakan ROM (Read Only Memory), dan tidak dapat diubah atau dihapus selama operasi CPU, karena itu bagian ini sering dinamakan memori non-volatile yang tidak akan terhapus isinya walaupun tidak ada listrik yang masuk ke dalam CPU. Selain itu dapat juga ditambahkan modul EEPROM atau Electrically Erasable Programmable Read Only Memory yang ditujukan untuk back



up program utama RAM prosesor sehingga prosesor dapat diprogram untuk meload program EEPROM ke RAM jika program di RAM hilang atau rusak [6].  Processor, adalah bagian yang mengontrol supaya informasi tetap jalan dari bagian yang satu ke bagian yang lain, bagian ini berisi rangkaian clock, sehingga masing-masing transfer informasi ke tempat lain tepat sampai pada waktunya  Battery Backup, umumnya CPU memiliki bagian ini. Bagian ini berfungsi menjaga agar tidak ada kehilangan program yang telah dimasukkan ke dalam RAM PLC jika catu daya ke PLC tiba-tiba terputus.  Programmer / monitor (PM). Pemrograman dilakukan melalui keyboard sehingga alat ini dinamakanProgrammer. Dengan adanya Monitor maka dapat dilihat apa yang diketik atau proses yang sedang dijalankan oleh PLC. Bentuk PM ini ada yang besar seperti PC, ada juga yang berukuran kecil yaitu hand -eld programmer dengan jendela tampilan yang kecil, dan ada juga yang berbentuk laptop. PM dihubungkan dengan CPU melalui kabel. Setelah CPU selesai diprogram maka PM tidak dipergunakan lagi untuk operasi proses PLC, sehingga bagian ini hanya dibutuhkan satu buah untuk banyak CPU. … (deleted)…  Modul input / output (I/O).Input merupakan bagian yang menerima sinyal elektrik dari sensor atau komponen lain dan sinyal itu dialirkan ke PLC untuk diproses. Ada banyak jenis modul input yang dapat dipilih dan jenisnya tergantung dari input yang akan digunakan. Jika input adalah limit switches danpushbutton dapat dipilih kartu input DC. Modul input analog adalah kartu input khusus yang menggunakan ADC (Analog to Digital Conversion) dimana kartu ini digunakan untuk input yang berupa variable seperti temperatur, kecepatan, tekanan dan posisi. Pada umumnya ada 8-32 input point setiap modul inputnya. Setiap point akan ditandai sebagai alamat yang unik oleh prosesor.Output adalah bagian PLC yang menyalurkan sinyal elektrik hasil pemrosesan PLC ke peralatan output. Besaran informasi / sinyal elektrik itu dinyatakan dengan tegangan listrik antara 5 – 15 volt DC dengan informasi diluar sistem tegangan yang bervariasi antara 24 – 240 volt DC mapun AC. Kartu output biasanya mempunyai 632 output point dalam sebuah single module. Kartu output analog adalah tipe khusus dari modul output yang menggunakan DAC (Digital to Analog Conversion). Modul output analog dapat mengambil nilai dalam 12 bit dan mengubahnya ke dalam signal analog. Biasanya signal ini 0-10 volts DC atau 4-20 mA. Signal Analog biasanya digunakan pada peralatan seperti motor yang mengoperasikan katup dan pneumatic position control devices.Bila dibutuhkan, suatu sistem elektronik dapat ditambahkan untuk menghubungkan modul ini ke tempat yang jauh. Proses operasi sebenarnya di bawah kendali PLC mungkin saja jaraknya jauh, dapat saja ribuan meter.   Printer. Alat ini memungkinkan program pada CPU dapat di printout atau dicetak. Informasi yang mungkin dicetak adalah diagram ladder, status register, status dan daftar dari kondisi-kondisi yang sedang dijalankan, timing diagram dari kontak, timing diagram dari register, dan lain-lain.  The Program Recorder / Player. Alat ini digunakan untuk menyimpan program dalam CPU. Pada PLC yang lama digunakan tape, sistem floopy disk. Sekarang ini PLC semakin berkembang



dengan adanya hard disk yang digunakan untuk pemrograman dan perekaman. Program yang telah direkam ini nantinya akan direkam kembali ke dalam CPU apabila program aslinya hilang atau mengalami kesalahan. Untuk operasi yang besar, kemungkinan lain adalah menghubungkan CPU dengan komputer utama (master computer) yang biasanya digunakan pada pabrik besar atau proses yang mengkoodinasi banyak Sistem PLC .



Konsep Perancangan Sistem Kendali dengan PLC [7][8] Dalam merancang suatu sistem kendali dibutuhkan pendekatan-pendekatan sistematis dengan prosedure sebagai berikut : 1. Rancangan Sistem Kendali Dalam tahapan ini si perancang harus menentukan terlebih dahulu sistem apa yang akan dikendalikan dan proses bagaimana yang akan ditempuh. Sistem yang dikendalikan dapat berupa peralatan mesin ataupun proses yang terintegrasi yang sering secara umum disebut dengan controlled system. 2. Penentuan I/O Pada tahap ini semua piranti masukan dan keluaran eksternal yang akan dihubungkan PLC harus ditentukan. Piranti masukan dapat berupa saklar, sensor, valve dan lain-lain sedangkan piranti keluaran dapat berupa solenoid katup elektromagnetik dan lain-lain. 3. Perancangan Program (Program Design) Setelah ditentukan input dan output maka dilanjutkan dengan proses merancang program dalam bentuk ladder diagram dengan mengikuti aturan dan urutan operasi sistem kendali. 4. Pemrograman (Programming) 5. Menjalankan Sistem (Run The System) Pada tahapan ini perlu dideteksi adanya kesalahan-kesalahan satu persatu (debug), dan menguji secara cermat sampai kita memastikan bahwa sistem aman untuk dijalankan. https://ardianeko.wordpress.com/2012/05/25/distributed-control-system/



Distributed Control System 25MAY Distributed Control System (DCS) adalah suatu pengembangan system control dengan menggunakan komputer dan alat elektronik lainnya agar didapat pengontrol suatu loop system yang lebih terpadu dan dapat dikendalikan oleh semua orang dengan cepat dan mudah. Alat ini dapat digunakan untuk mengontrol proses dalam skala menengah sampai besar. Proses yang dikontrol dapat berupa proses yang berjalan secara kontinyu atau proses yang berjalan secara batching. DCS secara umum terdiri dari digital controller terdistribusi yang mampu melakukan proses pengaturan 1 – 256 loop atau lebih dalam satu control box. Peralatan I/O dapat diletakkan menyatu dengan kontroler atau dapat juga diletakkan secara terpisah kemudian dihubungkan dengan jaringan. Saat ini, kontroler memiliki kemampuan komputasional yang lebih luas. Selain control PID, kontroler dapat juga melakukan pengaturan logic dan sekuensial. DCS modern juga mendukung aplikasi fuzzy dan neural network. Sistem DCS dirancang dengan prosesor redundant untuk meningkatkan kehandalan sistem. Untuk mempermudah dalam penggunaan, DCS sudah menyertakan tampilan / grafis kepada user dan software untuk konfigurasi control. Hal ini akan memudahkan user dalam perancangan aplikasi. DCS dapat bekerja untuk satu atau lebih workstation dan dapat dikonfigurasi di workstation atau dari PC secara offline. Komunikasi lokal dapat dilakukan melewati jaringan melalui kabel atau fiber optic. Fungsi DCS  DCS berfungsi sebagai alat untuk melakukan kontrol suatu loop system dimana satu loop dapat mengerjakan beberapa proses control.  Berfungsi sebagai pengganti alat control manual dan otomatis yang terpisah-pisah menjadi suatu kesatuan sehingga lebih mudah untuk pemeliharaan dan penggunaanya  Sarana pengumpul dan pengolah data agar didapat output proses yang tepat. Cara Kerja DCS DCS digunakan sebagai alat control suatu proses. Untuk mempelajari suatu sistem kontrol dengan DCS, harus dipahami terlebih dahulu apa yang disebut dengan loop system, dimana pada suatu loop system terdiri dari : 1. Alat pengukur ( Sensor Equipment) 2. Alat control untuk pengaturan proses (Controller) 3. Alat untuk aktualisasi ( Actuator) DCS terhubung dengan sensor dan actuator serta menggunakan setpoint untuk mengatur aliran material dalam sebuah plant / proses. Sebagai contoh adalah pengaturan setpoint control loop yang terdiri dari sensor tekanan, controller, dan control valve. Pengukuran tekanan atau aliran ditransmisikan ke kontroler melalui I/O device. Ketika pengukuran variable tidak sesuai dengan set point (melebihi atau kurang dari setpoint), kontroller memerintahkan actuator untuk membuka atau menutup sampai aliran proses mencapai set point yang diinginkan. Kelebihan DCS –



Fungsi control terdistribusi diantara FCS







Sistem redundancy tersedia di setiap level







Modifikasi interlock sangat mudah dan fleksible







Informasi variable proses dapat ditampilkan sesuai dengan keinginan user







Maintenance dan troubleshooting menjadi lebih mudah



Komponen – komponen DCS Secara umum komponen dari DCS terdiri dari 3 komponen dasar yaitu: Operator Station, Control Module, dan I/O module. a.



Operator Station



Operator station merupakan tempat dimana user melakukan pengawasan atau monitoring proses yang berjalan. Operator station digunakan sebagai interface dari sistem secara keseluruhan atau biasa juga dikenal dengan kumpulan dari beberapa HIS (Human Interface Station). Bentuk HIS berupa komputer biasa yang dapat mengambil data dari control station. Operator station dapat memunculkan variable proses, parameter control, dan alarm yang digunakan user untuk mengambil status operasi. Operator station juga dapat digunakan untuk menampilkan trend data, messages, dan data proses. b.



Control Module



Control modul merupakan bagian utama dari DCS. Control modul adalah pusat kontrol atau sebagai otak dari seluruh pengendalian proses. Control modul melakukan proses komputasi algoritma dan menjalankan ekspresi logika. Pada umumnya control module berbentuk blackbox yang terdapat pada lemari atau cabinet dan dapat ditemui di control room. Control module biasanya menggunakan mode redundant untuk meningkatkan kehandalan control. Fungsi dari control module adalah mengambil input variable yang akan dkontrol. Nilai variable tersebut akan dikalkulasi. Hasil dari kalkulasi ini akan dibandingkan dengan set point yang sudah ditentukan. Set point ini adalah nilai yang diharapkan sebuah proses. Jika hasil kalkulasi berbeda dengan set point, nilai tersebut harus dimanipulasi sehingga mencapai set point yang sudah ditentukan. Hasil manipulasi nilai akan dikirim ke input output modul dan untuk disampaikan ke aktuator. c.



I/O Module



I/O Module merupakan interface antara control module dengan field instrument. I/O module berfungsi menangani input dan output dari suatu nilai proses, mengubah sinyal dari digital ke analog dan sebaliknya. Modul input mendapatkan nilai dari transmitter dan memberikan nilai proses kepada FCU untuk diproses, sedangkan FCU mengirimkan manipulated value kepada modul output untuk dikirim ke actuator. Setiap field instrument pasti memiliki alias di I/O module. Setiap field instrument memiliki nama yang unik di I/O Module.



DEFINISI PLC



Berdasarkan namanya, konsep Programmable Logic Controller adalah sebagai berikut : 1. Programmable, menunjukkan kemampuan dalam hal memori untuk menyimpan program yang telah dibuat yang dengan mudah diubah-ubah fungsi atau kegunaannya.



2. 3.



Logic, menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara aritmatik dan logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan, menjumlahkan, mengalikan, membagi, mengurangi, negasi, AND, OR, dan lain sebagainya. Controller, menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan mengatur proses sehingga menghasilkan output yang diinginkan.



Gambar PLC Allen Bradley dan modul-modulnya



Menurut National Electrical Manufacturing Assosiation (NEMA), PLC didefinisikan sebagasi suatu perangkat elektronik digital dengan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi yang menjalankan fungsifungsi spesifik seperti: logika, sekuen, timing, counting, dan aritmatika untuk mengontrol suatu mesin industri atau proses industri sesuai dengan yang diinginkan. PLC mampu mengerjakan suatu proses terus menerus sesuai variabel masukan dan memberikan keputusan sesuai keinginan pemrograman sehingga nilai keluaran tetap terkontrol.



Gambar PLC Ge Fanuc CIM-003



Menurut forumsains.com, PLC merupakan “komputer khusus” untuk aplikasi dalam industri, untuk memonitor proses, dan untuk menggantikan hard wiring control dan memiliki bahasa pemrograman sendiri. Akan tetapi PLC berbeda dengan perangkat komputer karena dirancang untuk instalasi dan perawatan oleh teknisi dan ahli listrik di industri yang tidak harus mempunyai kemampuan elektronika tinggi dan memberikan kendali yang fleksibel berdasarkan eksekusi instruksi logika. Menurut Capiel (1982), PLC adalah sistem elektronik yang beroperasi secara digital dan didisain untuk pemakaian di lingkungan industri, dimana sistem ini menggunakan memori yang dapat diprogram untuk penyimpanan secara internal instruksi-instruksi yang mengimplementasikan fungsi-fungsi spesifik seperti logika, urutan, perwaktuan, pencacahan dan operasi aritmatik untuk mengontrol mesin atau proses melalui modul-modul I/O dijital maupun analog.



Fungsi PLC



Fungsi dan kegunaan dari PLC dapat dikatakan hampir tidak terbatas. Tapi dalam prakteknya dapat dibagi secara umum dan khusus. Secara umum fungsi dari PLC adalah sebagai berikut : 1.



Kontrol Sekuensial Memproses input sinyal biner menjadi output yang digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sekuensial), disini PLC menjaga agar semua step / langkah dalam proses sekuensial berlangsung dalam urutan yang tepat. 2. Monitoring Plant Mmemonitor suatu sistem (misalnya temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut ke operator. Secara khusus, PLC mempunyai fungsi sebagai pemberi masukan (input) ke CNC (Computerized Numerical Control) untuk kepentingan pemrosesan lebih lanjut. CNC mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lebih mahal harganya jika dibandingkan dengan PLC. Perangkat ini, biasanya dipakai untuk proses finishing, membentuk benda kerja, moulding dan sebagainya.



http://www.jasaservis.net/pengetahuan-dasar-control-valve/.html



Pengetahuan dasar control valve Serba Serbi Instrumentasi Author Dini Aprilyana - September 19, 2015 0 Control valve sebagai komponen instrumentasi yang ada hampir diseluruh pabrik industri terutama di industri migas, kimia dan petro kimia, control valve mempunyai banyak sekali ragamnya, tetapi pada dasarnya fungsi control valve adalah sebagai perangkat untuk mengatur besaran proses, adapun yang dimaksud besaran proses adalah suatu keadaan yang dapat menunjukkan kondisi proses yang sedang beroperasi, misalnya tentang besaran aliran nya yang dikenal dengan istilah Flowdalam instrumentasi, tentang besaran tekanannya atau Pressure, tentang besaran suhunya atau Temperature, tentang ketinggian isi sebuah tangki yang dikenal dengan istilah Level, dan ada beberapa besaran lain yang bisa dikontrol dengan menggunakan control valve. Jenis-jenis control valve Pengetahuan tentang control valve sangat luas sekali pembahasan tentang control valve dapat diuraikan berdasarkan banyak kriteria diantaranya: Berdasarkan jenis katupnya control valve terdiri dari beberapa macam yaitu; globe valve, gate valve, butterfly valve, ball valve. Sebagaimana kita ketahui control valve adalah perangkat yang bekerja untuk menutup dan membuka aliran tanpa mengandalkan tenaga manusia sebagai penggantinya ada perangkat lain yang dibutuhkan sebagai penggerak, perangkat tersebut adalah ACTUATOR, ada beberapa macam actuator berdasarkan pada tenaga penggeraknya yaitu pneumatic actuator (menggunakan tenaga angin), elektrik actuator (menggunakan tenaga listrik) dan hydrolik actuator (menggunakan tenaga tekanan oli) Valve dengan actuator pneumatic yang bekerja dengan tenaga angin adalah jenis valve yang paling banyak digunakan, ada istilah sinyal pneumatik pada control valve model ini yaitu signal standard yang dipakai untuk menggerakan katup, signal pneumatic ini besarannya antara 3 Psi dan 15 Psi. Jadi valve ini untuk bekerjanya membutuhkan udara/ angin sebagai energy penggerak. Dengan tambahan perangkat yang disebut IP converter valve pneumatic bisa menjadi valve elektrik, untuk valve elektrik ini signal yang digunakan adalah signal elektrik yang besarannya antara 4mA sampai dengan 20 mA Lihat gambar IP converter dan prinsip dasar bagaimana IP converter bekerja mengendalikan control valve.



A. B. Input C. D. E. F. G. F. G. Out put signal (Pneumatic)



signal



Air



Coil (Electrik) Magnet Pegas Tumpuan Plaffer Nozzle Supply



Dari penjelasan tentang sinyal pneumatik dan elektrik ini dikenal istilah lain yang berhubungan dengan posisi katup dari pada control valve yaitu Failure Close ( FC) dan Failure Open (FO). Penjelasannya FC yaitu valve yang posisi katupnya menutup ketika tidak ada sinyal yang mengalir ke control valve dan FO yaitu valve yang katupnya membuka ketika tidak ada sinyal yang mengalir ke control valve. Gambar dibawah ini memperlihatkan control valve jenis FC.



Yang disebut control valve hydrolik adalah valve yang bergerak dengan menggunakan tekanan oli, biasanya pemakaian tenaga oli sebagai penggerak ini diterapkan pada valve yang membutuhkan tenaga besar untk pergerakannya seperti pada contol valve pengatur bukaan gas pembakaran ke turbin (CGV/SRV), slide valve pada mesin chiller ( KV), dan lain-lain. Berdasarkan model bergeraknya control valve terdiri dari; Rotary valve( yang bergerak memutar) dan



Slider valve ( yang bergerak naik turun). Valve jenis rotary yaitu valve yang membuka dan menutupnya dengan bergerak memutar, biasanya dari 0 sampai 90 derajat putarannya, katup control valve jenis ini yaitu katup model ball dan butterfly, lihat contoh gambar valve rotary dan valve slider pada gambar dibawah ini:



Sedangkan control valve jenis slider gerakan membuka dan menutupnya adalah naik/ turun, model katup daripada control valve ini yaitu globe atau gate, penjelasan mengenai model katup sama seperti yang diterangkan pada artikel “ “Macam-macam valve” Berdasarkan tugasnya dalam mengatur proses, control valve dibedakan ke dalam beberapa jenis yaitu: Flow valve (FV), Pressure valve (PV), Level Valve (LV), Temperature valve (TV), Analizer valve ( AV), Surge Valve (SV) dan lain-lain. Gambaran sederhana tentang tugas control valve pada pengaturan proses dapat dilihat pada gambar dibawah ini dimana valve mengatur ketinggian isi tangki, control valve menggantikan tugas manusia untuk membuka dan menutup aliran. Level



tangki



diatur



oleh



manusia



Level



tangki



diatur



oleh



control



valve



Dari gambar diatas kita melihat bahwa agar sebuah control valve dapat bekerja dengan sempurna diperlukan perangkat lain yang terhubung pada control valve tersebut, perangkat itu adalah perangkat sistim control yang dikenal dengan istilah instrumentasi. Sebagai contoh alat instrumentasi yang ada pada gambar diatas adalah; Level transmitter, level controller dan level valve ( LV). Baca artikel terkait tentang instrumentasi pada posting “Pengetahuan dasar instrumentasi”



http://www.idpipe.com/2017/01/memahami-cara-kerja-control-valve.html Control valve adalah valve (keran/katup) otomatis yang dapat mengatur aliran dalam sembuah sistem pemipaan secara presisi.



Apa Fungsi Control Valve Pada control valve biasanya ia berjenis globe valve, karena valve jenis globe ini dapat mengatur dan mengotrol valve, ia juga dapat berfungsi untuk throttling. Untuk mengetahui apa itu globe valve, saya akan membahas di artikel Perbedaan Ball Globe dan Gate Valve Pada control valve, ia menggunkana sinyal yang di dapat dari instrument yang terpasang di sistem pemipaan kemudian ia akan di terjemahkan kedalam bukaan valve sesuai kebutuhan dari jumlah alirannya. Dengan control valve, ia dapat melakukan berbagai fungsi yang biasanya untuk mengontrol jumlah aliran atau untuk membatasi tekanan di dalam sebuah sistem pemipaan.



Satu Set Control Valve Terdiri dari Berbeda dengan jenis valve yang lain, dimana untuk valve akan di pasang sendiri (tunggal, tidak memerlukan sistem atau unit tambahan). Di dalam control valve ia harus di susun dengan komponen lain agar ia optimal dalam pengunaanya. Satu paket control valve (bisa di istilahkan dengan control valve set) biasanya terdiri dari valve (tidak hanya control valve namun ada jenis valve lainya), fitting dan pipa yang di tempatkan di fondation atau platform. Pertanyaan sederhana, kenapa ia di taruh di fondation atau platform? karena suatu saat butuh di operasikan atau di maintenance, control valve ini mudah untuk di bongkar dan di pasang kembali.



image from oilandgasclub.com



Konfigurasi Control valve Sekarang kita berbicara mengenai konfigurasi dari control valve. lihat gambar di atas, yang di tengah adalah control valve yang biasanya berupa globe valve yang mengunakan penumatik atau hydrolic akuator untuk mengatur jumlah flow rate secara otomatis. Pertanyaanya, apakah yang di maksud dengan akuator? Akuator adalah istilah yang di gunakan untuk alat yang mengubah dari aliran baik dari hidrolik atau penuamatik menjadi sebuah gerakan, yang dalam hal ini gerakan si valve. Prinsip akuator berkebalikan dengan pompa, kalau pompa ia dari gerakan mekanik (gerakan motor) menjadi sebuah aliran fluida, sedangkan akuator merubah dari aliran fluida menjadi gerakan mekanik. Paham ya mengnai akuator, sekarang kita kembali ke control valve.



Block Valve Seperti di sebutkan sebelumnya, yang tengah adalah control valve, Sedangkan di samping kanan dan kirinya adalah block valve. Block vale ini digunakan untuk memblokir (menutup) aliran manakana nantinya control vale di bongkar untuk di maintenance. kalau anda mengenal istilah DBB, double block and bleed, susunan seperti ini termasuk DBB secara sistem karena kedua valve yang di kanan di kiri control valve berfungsi untuk mem block aliran.



Bypass system and valve Satu lagi bagian dari sebuah sistem control valve, yaitu bypass valve. Sesuai namanya, sistem ini gunakan untuk membypass aliran sewaktu contol valve di maintenance (ketika dua block valve ditutup, maka aliran dalam sistem melalu bypass ini). Di bypass valve, entah itu dari globe valve, plug valve atau ball valve ia berlokasi di samping dari control valve. By pass valve ini dalam kondisi normal adalah di tutup, atau normaly colse. Namun pada saat di gunakan, bypass valve akan di buka secara manual.



Drain System Salah satu komponen dari sebuah control valve sistem yang terakhir adalah drain. drain ini digunakan untuk mengeluarkan oil atau fluida yang ada di control valve sebelum di maintenace. Seperti di ceritakan sebelumya, ketika akan di maintenace maka block valve akan di tutup dan by pass valve akan dibukan. Nah sebelum control valve ini benar benar di lepas, maka drain ini di buka agar sisa fluida atau oli yang ada di sekita control valve tidak berceceran jatuh, melainkan jatuh melalui drain. Menyambung dengan istilah DBB sebelumnya, fungsi block nya dari block valve tadi, dan di drain inilah fungsi bleed, yaitu mengeluarkan sisa oli di dalamnya.



Silahkan klik link berikut untuk melihat animasi contol valve dari instrumentationtools.com



Mengapa dibutuhkan control valve? Process plant terdiri dari ratusan bahak ribuan control loops yang semuanya berkerja bersama untuk mengahsilkan produck yang akan di jual. setiap kontrol loop di desain untuk menjaga variabel prosses yang amat penting seperti pressure, tekakan, aliran, level dan lain sebagainya, sesuai dengan range operasi yang dibutuhkan agar hasil akhirnya memuaskan. setiap loop menerima dan merespon gangguan yang dapat merusak varibale dari proses pengolahan. Untuk mengurangi akibat dari beberapa gantuan, sensor dan pemancara mengambil informasi dari variable proses untuk menentukan titik acuannya. Kemudian kontroler akan mengolah informasi tersebut kemudian memutuskan apa yang harus dilakukan agar varibel proses dapat



berada pada titik yang di inginkan setelah semua ganguan itu terjadi. yang pada akhirnya akan menghasilkan keputusan berapa besar valve harus di buka agar pressure, aliran sesuai yang di harapkan oleh proses.



Tipe-Tipe Control Valve



     



PCV - Pressure Control valve TCV - Temprature control valve FCV - Flow control valve LCV - Level control valve XV - Isolation control valve XCV - High pressure control valve Sebenarnya tidak perlu di jelaskan mendetail, dari beberapa jenis control valve di atas, kita bisa memahami fungsi control valve tersebut darinamanya. Misalnya, PCV, berarti valve ini digunakan untuk mengatur Pressure atau tekanan. TCV, berarti control valve ini digunakan untuk mengatur temprature di dalam sebuah sistem pemipaan. FCV, sesuai namanya ia mengatur jumlah aliran. LCV - untuk LCV, atau level control valve, ia digunakan untuk mengatur level (tinggi atau kapasitas fluida dalam sebuah tangki). ilustrasinya seperti berikut, dengan pengunaan LCV ini, maka tidak di perlukan lagi operator yang mengatur valve agar tinggi fluida sesuai yang di harapkan. Berikut adalah beberapa data tambahan yang saya dapat dari www.wermac.org mengenai beberapa tipe control valve dari jenis valvenya. Di sertakan pula penjelasanan mengenai fungsinya, silahkan lihat tabel di bawah.



https://ekoharsono.wordpress.com/2012/08/03/seri-mengenal-instrumentasi-valve-dan-controlvalve/



Mengenal instrumentasi 02 – Valve dan Control Valve Valve adalah sebuah peralatan mekanis untuk mengatur aliran fluida. Sejarah penggunaan valve berasal dari bangsa Mesir kuno dan Yunani yang menggunakan batu besar atau batang kayu untuk menahan aliran air sungai pada irigasi pertanian mereka. Penggunaan valve untuk industri mulai dipopulerkan oleh Chapman pada tahun 1882 yang membuat valve jenis gate. Berdasarkan fungsinya, valve dapat dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu: 1. 2. 3. 4.



Isolator (blocking) Kontrol (regulating) Pencegahan arus balik (back flow) Membuang tekanan berlebih (pressure relief)







VALVE



Valve memiliki berbagai variasi dan nama, tergantung pada pabrik pembuatnya. Namun demikian pengelompokan secara umum dibuat berdasarkan fungsi dan komponen utama pada konstruksi valve tersebut. a. Gate valve Valve jenis ini paling banyak digunakan untuk aliran zat cair. Komponen utamanya adalah sebuah cakram (disc/gate) yang beroperasi menutup aliran fluida secara tegak lurus. Karena gerak cakram berpotongan tegak lurus dengan arah aliran, maka valve jenis ini tidak sesuai untuk aplikasi kontrol. Valve ini sangat baik digunakan sebagai valve isolasi (blocking valve). Jika dibuka sebagian akan menimbulkan turbulensi pada aliran dan akan mengikis cakram maupun body. Biasanya dioperasikan secara manual menggunakan roda tangan (handwheel).



b. Globe valve Namanya diperoleh karena umumnya berbentuk bundar (globular). Komponen utama sebuah globe valve adalah: plug dan cage. Kedudukan plug di dalam cage paralel dengan arah alir fluida sehingga valve ini sangat cocok digunakan sebagai regulator valve (throttling)dengan tingkat pengikisan yang minimal. Perawatannya juga relatif mudah, bahkan globe valve dapat diperbaiki tanpa perlu melepas keseluruhan valve dari jaringan pipa.



c. Ball Valve Komponen utamanya adalah sebuah bola lingkar penuh atau bola dengan potongan “V” (V ball). Bekerja dengan cara berputar ¼ putaran ketika membuka dan menutup. Mampu melewatkan aliran penuh dan hanya sedikit efek turbulensi membuatnya menjadi pilihan yang cocok untuk valve manual dan otomatis. Jika digunakan pada aplikasi yang tepat, akan mempunyai umur pemakaian yang relatif panjang. d. Butterfly valve Terdiri dari sebuah cakram yang berputar ¼ putaran untuk mengatur aliran fluida. Kelebihan yang utama adalah kemampuan menahan kebocoran (shut off) yang baik karena konstruksi cakram yang menutup rapat terhadap liner di sekeliling body valve. Dapat digunakan sebagai throttling dan on/off control valve.



e. Check valve Check valve bergerak berdasarkan arah aliran fluida. Sesuai dengan fungsinya untuk melewatkan aliran ke satu arah, valve ini membuka karena adanya tekanan dan aliran fluida. Valve menutup karena gravitasi atau timbulnya tekanan balik (back flow). Secara umum terbagi dalam 3 jenis yaitu: swing (flapper), lift (piston), dan ball (stop).



f. Pressure Safety Valve Valve ini bekerja dengan cara membuang kelebihan tekanan yang terjadi pada sebuah proses. Valve ini juga tidak membutuhkan actuator (self actuated), karena daya yang dibutuhkan untuk membuka berasal dari tekanan proses. Tekanan buka disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing proses dan kalibrasi dilakukan umumnya 1 tahun sekali







ACTUATOR



Actuator adalah sebuah alat yang mengubah tenaga listrik atau fluida menjadi gerakan mekanis untuk membuka/menutup atau mengontrol sebuah valve. Ada dua cara yang umum dilakukan untuk menggerakkan sebuah valve, yaitu: 1. Manual, menggunakan handwheel atau hand lever



Handwheel digunakan untuk jenis gate dan globe valve, sementara hand lever digunakan pada ball dan butterfly valve. Valve dengan penggerak manual harganya lebih murah dibandingkan valve dengan actuator. 2. Automatic, menggunakan actuator Berdasarkan sumber tenaganya penggunaan actuator dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu: pneumatic, electric, dan hydraulic







Pneumatic actuator



Actuator ini paling banyak dipakai di industri dan dapat dikelompokkan menjadi pneumatic diaphragm dan pneumatic piston. Actuator jenis ini memanfaatkan sumber angin bertekanan yang dihasilkan oleh air compressor untuk mendorong valve stem bergerak membuka atau menutup. 



Electric actuator



Actuator ini menggunakan sebuah motor listrik untuk menggerakkan valve stem. Actuator jenis ini tidak boleh digunakan di area rawan ledakan dan mengandung gas (hazardous area). 



Hydraulic actuator



Actuator ini memperoleh sumber tenaga dari sebuah pompa untuk mengalirkan minyak hydraulic sebagai media bertekanan dan sedikit banyak memiliki kesamaan dengan jenis pneumatic.



Untuk selanjutnya istilah actuator akan merujuk ke jenis pneumatic karena aplikasinya yang banyak digunakan di industri minyak dan gas. 



CONTROL VALVE



Adalah rangkaian valve dan actuator yang berfungsi sebagai pengontrol aliran atau tekanan fluida. Rangkaian ini terdiri dari 2 bagian utama yaitu: valve body dan actuator . Actuator menerima sinyal input dari sebuah pengatur (controller), dan memberikan reaksi membuka/menutup valve sesuai sinyal tersebut. Hal yang penting untuk diketahui adalah kondisi fail-safe untuk setiap rangkaian control valve. Fail-safe mode adalah kondisi ketika rangkaian control valve kehilangan sumber dayanya (misalnya: angin dari compressor).



Penentuan fail-safe mode ini harus disesuaikan dengan kebutuhan operasi untuk mencegah kecelakaan pekerja dan kerusakan fasilitas. Ada 2 (dua) kondisi fail-safe mode, yaitu: 



Normally Open (NO) = Air to Close (ATC)



Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve terbuka. 



Normally Close (NC) = Air to Open (ATO)



Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve tertutup.



Kondisi fail-safe mode biasanya ditentukan oleh posisi actuator, meski pada jenis valve ball dan butterfly, juga dapat diatur dari posisi valve. 



PENANGANAN DAN INSTALASI VALVE



1. Simpan valve di tempat yang kering dan bersih, rongga-rongga inlet dan outlet harus dalam keadaan tertutup 2. Perhatikan apakah kondisi flange masih baik ketika memasang, gunakan jenis gasket yang sesuai dan lakukan penguncian baut secara menyilang 3. Pastikan tanda panah pada body searah dengan arah aliran fluida pada pipa, jangan terbalik



Hindari penggunaan gate valve untuk mencekik (pinch) aliran. Gate valve sebaiknya dipakai untuk isolasi (blocking) Download (http://dimasfirmanda.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/Sistem-Kontrol-DFA11.pdf)



Sensor tekanan mengukur tekanan, biasanya gas atau cairan. Tekanan adalah ekspresi dari gaya yang dibutuhkan untuk menghentikan cairan dari perluasan, dan biasanya dinyatakan dalam hal gaya per satuan luas. Sebuah sensor tekanan biasanya bertindak sebagai transduser; itu menghasilkan sinyal sebagai fungsi dari tekanan yang dikenakan.