Shaanis - Samsara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SAMSARA



by



SHAANIS



2



Disclaimer Ini adalah file milik grup Ieabhar. Pembelian asli dari KK hasil dana donasi para member yang kemudian admin sesuaikan. File tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan dan disebarluaskan di luar grup. Mohon untuk hargai sesama grup sebab kita berjalan di jalan masing-masing. Jangan ada pencurian file apalagi adu domba. Apabila ingin menjual, silakan lakukan sesuai prosedur yang sama-sama menguntungkan, yakni “bagi hasil” dengan pemilik file. Mohon kesadarannya dan pegang teguh etika bersosialisasi dengan sesama manusia dan antar-GC. Terima kasih. Berikut terlampir bukti pembelian. Total: 110 kakoin.



3



4



Daftar Isi SAMSARA ......................................................................... 2 Disclaimer ........................................................................... 3 Daftar Isi ............................................................................. 5 Reuni ................................................................................... 6 Samsara Haven .................................................................. 21 Dua Pilihan ........................................................................ 28



5



Description SAMSARA adalah cerita pendek tentang Samsara Haven, siswi teladan sekaligus lulusan terbaik dari Kamulya High School. Samsara juga merupakan sosok kasih tidak sampai seorang Kavin Fabian. Cerita ini diambil bertahun-tahun setelah kelulusan sekolah, dalam suasana reuni yang mempertemukan Sam & Kavin. -Belum pernah dipublikasikan di tempat lain & hanya tersedia dalam versi cerita pendek. Terima kasih. [Warning: 18+]



6



Reuni Karunia Mulya High School proudly present …. Kalimat pembuka itu sudah cukup membuat Sam menahan napas sejenak. Ia segera menutup kertas tebal dengan warna dasar abu-abu kebiruan, berbayang ornamen batik dikombinasi logo sekolahnya dan terasa mahal jika menilik jenis kertas linen yang digunakan. Setelah bertahun-tahun mencoba berdamai dengan masa sekolahnya yang penuh pembelajaran kehidupan, Sam sungguh tidak ingin terlibat lagi, dengan acara apapun yang berasal dari sana. Masa sekolah mungkin merupakan masa terbaik bagi sebagian remaja, namun bagi Sam itu salah satu masa terburuk dalam hidupnya. Mendengar nama sekolahnya saja, telapak tangan Sam bisa terasa dingin seketika. Jantungnya juga berdegub dua detakan lebih cepat. Perisakan yang



ia



alami



dulu



amatlah



menyakitkan untuk diingat. “Bu Sara …” Panggilan itu membuat Sam kaget, meski tidak sampai bergerak 7



selain mendongakkan kepala, menatap pegawai magang yang menyodorkan beberapa bendel berkas. “Ya?” Sam menanggapi pelan. “Ini materi untuk laporan bulanan, sudah saya urutkan dari penjualan minggu pertama.” Sam



menerimanya,



memeriksa



urutannya



lalu



mengangguk. “Terima kasih.” “Bu Sara mau titip makan siang? Nasi padang atau ayam geprek?” Dengan raut santai, Sam mengendik ke kotak bekal di samping mejanya, membuat si anak magang mengatupkan bibir dengan raut paham. “Oke deh, kalau gitu.” Sam tersenyum tipis, “Thanks ya, sudah ditawari.” Sam masih harus berhemat setidaknya sampai sepuluh tahun yang akan datang. Hidupnya sekarang sudah cukup baik, tetapi ia belum memiliki rumah. Rumah sungguhan, atas namanya, dengan interior sekaligus warna



cat



dinding yang akan



dipilihnya sendiri. Sam menghela napas, hidup hemat bukanlah hal baru baginya dan sepuluh tahun tidaklah selama 8



itu. Usianya sekarang baru dua puluh tujuh … memiliki rumah sendiri sebelum usia empat puluh tentunya merupakan suatu prestasi. Sam tidak akan membiarkan ada satu hal yang menggoyahkan tekadnya ini. Mengingat pemikiran itu, Sam akhirnya mengembalikan undangan ke dalam plastik pembungkus, mendesakkannya ke tas tangan. Ada satu orang yang bisa ia hubungi dan jelas akan membantunya membuat alasan penolakan. *** Brida tahu apa yang membuat sahabat semasa sekolahnya tibatiba meminta bertemu. Raut wajah Sam sudah cukup menjelaskan semuanya, terutama raut gugup sekaligus sikap gelisahnya. “Sam …” panggil Brida lalu mengendik ke undangan mewah yang hanya diletakkan di tengah meja. “Ini undangan reuni terbatas, enggak mungkin gengnya Pandita ada di sana.” “Tapi mungkin aja ada di sana, mereka



anak-anak



donatur



tetap



Kamulya.” Sam menjalin tangan di atas meja, menarik napas pendek. “Aku juga enggak mau ketemu dia lagi, Brie



9



… enggak mudah buatku untuk bebas tiga tahun terakhir ini.” Brida ikut menarik napas pendek, menunjuk ke undangan di tengah meja mereka. “Ini undangan reuni terbatas, tepatnya reuni untuk alumni berprestasi di Kamulya… nanti ada penghargaan Sam, buat kamu, dari Yayasan. Aku barusan nih cari tahu, nominalnya sampai seribu lima ratus dollar.” “Aku enggak-” “Stop it please … jangan bilang enggak butuh! Kamu udah enggak kerja di kantor pusat Fabian Retail, kamu kerja di perusahaan yang bahkan lebih kecil dari kantor cabang mereka.” Brida mengetuk-etuk jari ke sisi atas amplop mewah tersebut, “Lagian kalau ada Pandita dan gengnya, emang kenapa? Mereka harus tahu diri untuk enggak bully kamu lagi, Grow up!” Sam memejamkan mata, “Masalahnya Brie …” “Aku tahu, itu mengerikan buat kamu dulu … tapi ini tuh ngomongin duit yang enggak sedikit … bisa ngelunasin sewa kosan sampai tahun depan,



bisa



menyisihkan



lebih



banyak untuk tabungan beli rumah.” 10



“Kalau diwakilin kamu gimana? Nanti kita bagi duitnya kalau beneran ada, Brie ...” Brida terkekeh, “Jangan bercanda deh!” “Aku serius Brie, aku enggak mau ketemu mereka lagi, apalagi dia.” “Dia? Kavin maksudnya?" Brida seketika menggeleng, “Kecil kemungkinan Kav bakal datang, walau dia juga termasuk siswa berprestasi dari kelas music … maksudnya, ya udah jelaslah, duit segitu cuma recehan.” Sam menghela napas pendek, “Aku enggak mau ketemu dia lagi, enggak mau ada kesempatan untuk kami ketemu lagi.” “Kenapa? Khawatir setelah sekian lama menolak, sekarang bakal menerima?” “Brida!” sebut Sam dengan nada tegas. Brida menyengir lalu bertopang dagu di meja. Semasa sekolah mereka, Kavin Fabian memang cukup ketara mengejar Sam, meski banyak yang menilai itu hanya bentuk keisengan semata. Banyak siswa menganggap Kavin hanya butuh hiburan, pelepasan stress setelah melalui banyak kompetisi musik di luar negeri. Tetapi Brida tahu, Kavin tidak bermaksud begitu, 11



bahkan ketika para penggemarnya berusaha mencelakai Sam, Kavin ada untuk menolong. Meski tetap saja ketika Kavin kembali sibuk dengan kompetisi musiknya, Sam dikerjai dengan serangkaian kejadian tidak masuk akal. Tindakan bullying yang



jelas



membuat



Sam



trauma,



bahkan



untuk



membicarakannya saja sangat enggan. Brida sendiri tidak bisa berbuat banyak, hanya menolong secara diam-diam, takut ia ikut dijadikan sasaran kemarahan juga. Para penggemar Kavin bukan sekadar siswi biasa, mereka juga berpengaruh, tidak jarang juga merupakan donatur terbesar atau donatur tetap yayasan. “Kavin mungkin udah move on, Sam … pernah enggak sih memikirkan kemungkinan itu?” Sam menggeleng, “Enggak.” “Seorang Kavin Fabian … kayaknya segila-gilanya apa juga sama kamu, setelah sekian lama dapat penolakan, enggak bakal nekat apalagi sampai sekarang masih



nungguin



impossible



to



kamu. think.”



It's Brida



memandang Sam yang kini hanya menundukkan kepala, “Coba deh pikirin, semasa sekolah, kalaupun 12



kamu nanggepin dia … itu sekadar untuk mendapat perlindungan dari gengnya Pandita. Waktu kuliah, memang mau enggak mau kalian ketemu, karena kamu kerja di perusahaan keluarganya tapi toh kalian tetap sama aja. Dia ngejar dan kamu nolak.” “Eng … enggak sama, Brie …” “Hah?” sebut Brida dan ketika Sam mengangkat kepala untuk menatapnya, Brida menyadari ada hal yang tidak diketahuinya. “Maksudnya enggak sama, Sam?” Sam menggigit bibir bawahnya, “Ada sesuatu … yang enggak aku ceritain sama kamu soal kami.” Brida menegakkan tubuhnya, melipat tangan di atas meja. “Maksudnya … kamu pernah jadian beneran sama Kavin?” “Bukan, aku enggak mau ada dalam hubungan apapun sama dia … aku masih terus nolak dia. Tapi ada satu kali, waktu aku beneran udah enggak sanggup menghadapi tekadnya, aku bilang … apa sih hal yang bisa bikin kamu berhenti bersikap begini? Dia bilang, semuanya bakal selesai kalau udah memiliki aku … dan … aku ngasih ke dia, satu malam, sebelum resign dari Fabian Retail.” “What?” Brida menyebut kata itu sebelum memberi tatapan yang 13



menegaskan keterkejutan. “M … maksudnya ngasih satu malam? Kamu sama Kav, ng … ini maksudnya konteks yang-” Sam mengangguk, membenarkan. “Aku pakai malam itu buat mengalihkan perhatiannya, sementara aku nyusun rencana resign … dan setelah ngasih apa yang dia mau, aku beneran pergi dari hidupnya. Karena itu Brie, aku enggak mau ketemu dia lagi.” Brida menepuk keningnya, “Wah, gila.” “Aku anggap itu sebagai penyelesaian semua urusan diantara kami, makanya … pasti sulit kalau nanti ketemu lagi.” “Ta … tapi kok bisa sih, Sam? What was on your mind?” “I don't know, aku udah beneran capek … buat orang lain dikejar dia itu kayak kebanggaan, tapi rasanya aku tertekan terus! Aku enggak bisa menjalani kehidupan dengan terus jadi targetnya Kavin Fabian.” “Kita butuh minuman yang lebih nyegerin selain jus jeruk, jangan khawatir … aku yang traktir!” Brida segera mengangkat tangan dan meminta pelayan mengantarkan dua botol beer dingin. ***



14



“Gila … gila … Samsara Haven sudah gila.” Brida meracau demikian setelah empat botol beer dingin tandas. Sam tidak bisa kehilangan kesadaran juga, karena itu berhenti setelah gelas kedua. Ia tahu batas minumnya dan tidak ingin kehilangan kewarasan. Setelah susah payah membantu Brida menyelesaikan pembayaran, Sam memapah sahabatnya itu keluar cafe, duduk di pinggir jalan dan menunggu taksi kosong. “Sam … jujur, aku selalu iri sama kamu. Meskipun kamu bilang, bahwa keluargamu berantakan, sekarang kamu hidup sendirian … tapi kamu keren, kamu punya cara untuk terus bertahan.” Brida cegukan pelan sebelum kembali berbicara, “Waktu sekolah juga, separah apapun kamu menerima bullying … kamu enggak kalah dari mereka, kamu tetap jadi siswi sekaligus lulusan terbaik di Kamulya. Aku bangga banget jadi teman sebangku kamu, Saaammm …” Mendengar itu Sam tersenyum, “Thanks, Brie.” “A … aku, emang enggak bisa berbuat banyak! T … tapi soal Kavin, enggak ada gunanya menghindari dia terus dan ngapain juga? Justru … kalau emang enggak ada perasaan apapun, enggak ada urusan apapun 15



lagi, masa lalu udah kelar … kalian bisa bertemu sebagai teman. Itu bukan jenis hubungan yang akan meributkan masa lalu atau status kamu, Sam ...” Brida terkikik geli sambil mengeratkan rangkulan lengannya di bahu Sam, “Anyway … having your first experience with someone like him, it's quite awesome … right?” Sam tidak ingin menjawabnya, karena itu, ketika melihat sebuah taksi menepi. Sam segera memapah Brida ke kursi penumpang belakang, mengantarnya pulang ke apartemen studio milik sahabatnya itu dan setelah memastikan Brida terlelap dengan nyaman, Sam pulang ke kosnya sendiri. Kos yang Sam tempati lebih sederhana, lebih strategis, meski tidak se-modern apartemen studio yang dimiliki Brida. Setelah mandi dan berganti piama, Sam berbaring di tempat tidurnya, menghela napas panjang sembari memandangi langitlangit yang berhias bintang dan bulan glow in the dark. “Senja Samsara Haven,” kata Kavin lalu melepaskan ikat rambut Sam dan beralih mendekatinya, hingga posisi mereka benarbenar berdekatan. “Semua orang punya rahasia ... tapi di antara mereka, selalu ada yang akhirnya memilih berbagi rahasia ...” lanjut Kavin 16



lambat-lambat



dan



seperti



biasa,



sukses



meningkatkan kegugupan Sam. “Aku memilihmu, Samsara.” “Kenapa aku?” tanyanya. “Karena aku memilih begitu.” Sam selalu mengingat percakapan itu, yang pertama kali membuatnya mengenal Kavin Fabian lebih dekat. Sebagai putra pengusaha ternama, pewaris bisnis retail terbesar di Indonesia, hidup Kavin tidaklah semulus atau semerdu alunan piano yang kerap dimainkannya. Ada masamasa ketika Sam mendengar entakan tuts yang penuh emosi, menghasilkan nada-nada tinggi … sarat akan kemarahan atau kegelisahan yang membuat ruangan seketika bergema. “Samsara … kalau kamu sesuka itu dengan belajar, kenapa enggak belajar untuk menyukaiku saja?” Itu satu dari ratusan kalimat picisan yang Kavin gunakan untuk menggodanya. Lelaki itu mencari pelampiasan, pengalihan



perhatian



dengan



mengganggunya. Sam sudah lama menyadari hal itu, Kavin selalu senang melakukanya, membuat orang lain ikut terganggu ketika dia merasa gelisah akan sesuatu. 17



“Samsara,



ada



yang



namanya



kuota



penolakan di dunia ini … bagaimana kalau kita tetapkan milikmu sisa satu dan setelah menolakku hari ini, yang kali berikutnya … kamu hanya bisa menerimaku, bagaimana?” Menggelikan, setiap kali teringat hari penuh godaan dari Kavin. Ditambah tatapan menilai, dengan senyum tertahan dari orang-orang yang turut memperhatikan. Gosip dan issue selalu bermunculan setelahnya. Mereka dulu satu sekolah, kabarnya di sekolah juga Samsara selalu menolak … kata teman-temannya Samsara berlagak. Sudah jelas berlagak, mungkin saja di depan kita menolak, tetapi di belakang, siapa yang tahu? Tapi menilik perbedaan latar belakang, Samsara itu cocoknya memang jadi jalur belakang alias perempuan simpanan saja, hehe Orang-orang kaya bukannya begitu, yang dinikahi dan yang ditiduri setiap harinya bisa saja orang yang berbeda. Big boss alias ayahnya Kavin juga playboy dulu. Ada



banyak



issue



tentang



keluarga Fabian, menerima orang



18



seperti Samsara hanya akan menambah issue-issue tidak bermutu dalam kehidupan mereka. Samsara juga seharusnya tahu diri. Dan Samsara memang tahu diri, batin Sam ketika hari itu juga memutuskan untuk mengambil sikap dan akhirnya memberanikan diri menghadapi Kavin secara pribadi, tiga tahun yang lalu. Soal Kavin, enggak ada gunanya menghindari dia terus, dan ngapain juga? Justru … kalau emang enggak ada perasaan apapun, enggak ada urusan apapun lagi, masa lalu udah kelar … kalian bisa bertemu sebagai teman. Itu bukan jenis hubungan yang akan meributkan masa lalu atau status kamu, Sam … Brida tadi mengucapkan itu dan setelah memikirkannya berkali-kali, Sam merasa ucapan sang sahabat ada benarnya. Apapun itu yang sudah dilaluinya dengan Kavin, semua sudah selesai di masa lalu, tepat pada malam itu. Ia tidak perlu khawatir berlebihan, terlebih saat ini mereka sudah sama-sama dewasa. Tentunya tidak punya waktu untuk hal picisan yang sama sekali tidak ada gunanya. Sam akan memenuhi undangan reuni tersebut,



percaya



bahwa



ini



merupakan kali terakhir terhubung 19



dengan sekolahnya, juga masa lalu, sekaligus dirinya yang dulu.



20



Samsara Haven “Dia mengonfirmasikan kehadiran.” Kavin yang baru menembaki musuh terakhirnya dalam layar game menoleh. Hugo, asisten pribadinya, menunjukkan sebuah daftar tamu, mengetuk pada satu nama baru yang ditambahkan. Senja Samsara Haven. “Good!” Kavin kembali ke layar game dan meneruskan permainan. “Ini berarti jadwal akhir pekanmu nanti harus dikosongkan?” Kavin menggeleng, “Kita akan datang setelah acara berakhir … aku suka muncul sebagai kejutan.” “Dan siapa yang harus aku hubungi, untuk pasangan pendampingmu?” Kekehan terdengar sebelum Kavin menjawab dengan riang, “Aku datang ke sana, untuk menjemput pasanganku.” Kalimat itu membuat Hugo mematung sejenak, namun tidak lama kemudian mengangguk dan undur diri. 21



Apa pun yang ingin dilakukan Kavin Fabian, lelaki



itu



sudah



cukup



memperkirakan



semuanya. Kavin



menyelesaikan



permainan



gamenya



sebelum meletakkan stick dan merebahkan tubuh si sofa bed, menghela napas panjang, penuh kelegaan. “I can't wait to see you, Miss Haven.” Kavin bergumam sebelum sudut bibirnya tertarik, membentuk senyuman lebar. *** “Kav … oh, please … please … Kav …” “Kavin … please.” “Kav … Kavin ...” Tidak jarang, ketika kualitas tidurnya cukup baik, Kavin masih memimpikan malam itu. Satu malam yang didapatnya dari Samsara, sebelum perempuan itu kemudian menghilang, meninggalkannya. Hubungan mereka memang tidak punya ikatan yang dapat diakui atau memiliki arti lebih sebagai pasangan.



Samsara



selalu



menolaknya, tetapi pada malam mereka bersama … Kavin pikir, itu merupakan momen penyerahan diri.



22



Saat di mana ia mendapatkan kemenangan atas perempuan itu. “I have no family, no home … I’m poor, reckless and I’m not good enough for you … please just let me go. Stop talking about relationship, being couple or anything else … I’m so tired, Kav.” “Berhenti menolakku kalau begitu, it’s a simple things … Samsara.” “Why don’t you go away? Find someone else, girl from a noble family, that will suitable for you.” “All I want is you. There’s nothing to be afraid, Samsara … I want you, I’ll take a good care for you, I’ll bring you home, give you a family … a big family.” “You don’t understand, Kavin.” Ya, Kavin memang tidak mengerti. Kenapa setelah bertahun-tahun berusaha, Samsara masih juga menolaknya. Samsara bahkan bersikap sangat serius dalam membuat batasan, bukan sekadar menolak setiap ajakan makan siang atau makan malam. Tetapi juga menolak panggilan telepon diluar jam kerja. Setiap pemberian, terutama hadiah-hadiah mahal, selalu



23



berakhir dengan tanda barang pengembalian. Ada banyak hari berlalu dengan penolakan, sikap menghindar, atau sosok tak acuh yang memasang wajah dingin di hadapannya. Namun, satu malam itu berbeda … Samsara menanggapinya, bersedia makan malam bersamanya, bahkan berdansa dan meminum wine. Mereka berbagi begitu banyak ciuman, kecupan, pelukan … saling menempelkan diri, mengelus dan meraba hingga menuntaskan percintaan itu di suite pribadi Kavin. Semuanya tidak terjadi begitu saja, it was a magical moment, setiap detiknya memabukkan sekaligus membahagiakan. Kavin merasa menang, antusias dan luar biasa. Ia bahkan tidak perlu menunggu pagi, langsung menyematkan cincin berlian yang disiapkannya. Malam itu telah membuat Kavin semakin yakin atas perasaannya, meski ketika pagi menjelang setiap rencana masa depan sekaligus harapan yang dimilikinya seketika hancur. Tempat tidur di sampingnya kosong dan



dingin,



memiliki



bantalnya



hanya



lekuk bekas ditiduri.



Samsara jelas pergi dan yang paling membuat adalah



Kavin



merasa



kesal



selembar



kertas



yang



24



tertinggal di nakas, bersama cincin berlian yang mungkin hanya sekejap berada di jari manis tangan kanan perempuan itu. All things have been paid off - Sam. “Hah!” teriak Kavin, ia enggan mengingat pagi itu lebih jauh. Yang jelas, mulai malam ini, Samsara tidak akan bisa terlepas lagi darinya. *** “Dia?” tanya Hugo, seakan memastikan. Kavin mengangguk dari tempatnya memperhatikan suasana pesta. Aula utama sekolahnya tampak penuh, dengan para pengurus yayasan, kepala dan wakil kepala sekolah dari tingkat elementary sampai senior high school, beberapa guru, sekaligus tentu saja, para alumni berprestasi yang diundang. Karunia Mulya Institute memang jenis sekolah yang senang membanggakan alumni-alumni berprestasi dan harus Kavin akui, teman satu angkatannya dulu semakin tampak hebat, jelas lebih glamour dibanding penampilan semasa sekolah. Termasuk Samsara Haven, yang malam ini mengenakan gaun tulle gradient warna biru dan abu-abu, berlengan panjang, sedikit seksi menilik model V 25



terbuka di area lehernya. Sepatu hak tinggi berwarna perak membuat penampilan Samsara semakin memukau. Meskipun pekerjaan yang saat ini dilakoni perempuan itu tidak bisa memunculkan decak kagum. Junior manager di perusahaan distribusi suku cadang kendaraan. Suatu kemunduran yang drastis, mengingat posisi terakhir Samsara di Fabian Retail setara dengan wakil direktur. “Dia siswi terbaik?” tanya Hugo. “Satu-satunya yang pernah mendapatkan nilai ujian nasional dengan raihan sempurna dari sekolah ini.” Kavin menarik sudut bibirnya ketika Samsara selesai menerima wujud apresiasi dari yayasan. Perempuan itu tersenyum lebar. “Uang memang segalanya …” “Apa?” Hugo perlu memastikan apa yang didengarnya. Kavin menggeleng, “Kau sudah menyiapkan apa yang aku minta?” Hugo mengangguk, mengangkat koper khusus, berwarna perak dengan logo Fabian Retail di sisi depannya. “Tampaknya



gadis



incaranmu



memutuskan mengakhiri pesta lebih cepat.” 26



“Karena sudah mendapatkan apa yang dia butuhkan.” Kavin mengambil koper khusus di tangan Hugo. “Siapkan mobil di depan, tinggalkan kuncinya.” “Malam



ini



jadwalmu



pulang



ke



rumah.”



Hugo



mengingatkan. “Aku pulang besok pagi … tapi untuk jaga-jaga, hubungi ibuku dan katakan ada kesepakatan yang menjadi perhatianku.” “Ibu Nourah akan bertanya, kesepakatan macam apa yang bisa mengalihkanmu dari kewajiban pulang ke rumah setiap akhir pekan?” Kavin tersenyum, “Kesepakatan hebat, katakan aku akan menceritakannya ketika pulang.” Hugo mengangguk dan beranjak dari tempatnya. Kavin menarik napas panjang satu kali dan baru melangkah keluar dari tempat persembunyiannya.



27



Dua Pilihan Sam merasa sangat lega, acara hari ini berjalan dengan lancar dan tidak ada tanda kehadiran sosok-sosok yang ditakutkannya. Sam juga merasa begitu senang, melepas selembar check yang ditempelkan pada plakat pendek, wujud apresiasi sekolahnya. Karunia Mulya Institute selalu senang dengan kegiatankegiatan semacam ini, memberi penghargaan atau kesempatan menjalin koneksi bagi alumni berprestasi. Mereka berupaya mengukuhkan reputasi, keberhasilan sekolah dalam mencetak generasi bintang. Beberapa rekan yang Sam



kenali,



yang



turut



menerima



penghargaan



bersamanya tadi, mereka benar-benar semakin hebat. Usai menyimpan cek di tas tangan, Sam memutuskan berjalan ke gedung sekolah, terlihat agak menakutkan



kerena



kosong



dan



hanya pencahayaan di lobi yang menyala. Sam tetap melangkahkan kakinya di sana, menelusuri kelas demi kelas yang dulu pernah digunakannya



untuk 28



belajar,



terkadang ia berhenti sejenak … mengenang satu atau dua hal yang membuat masa sekolahnya cukup menyenangkan. Meski tidak jarang, ketika melewati area toilet atau gudang di bawah tangga, rasa nyeri sekaligus kegugupan meningkatkan degub jantung Sam … di tempat-tempat kotor dan tersembunyi itulah dahulu ia menerima aksi perisakan. Sam menarik napas panjang memeluk dirinya sendiri sembari bergumam, “It's okay … you're fine and everything going alright.” Sam segera meninggalkan area yang merupakan saksi bisu setiap usaha pertahanan dirinya dulu, beralih ke lobi dengan lemari kaca panjang tempat berbagai piala dan penghargaan siswa dipamerkan. Sam tersenyum memperhatikan satu plakat atas nama dirinya, sebagai siswi terbaik, peraih nilai ujian nasional sempurna … satu-satunya yang berhasil melakukan itu dari sekolah ini. Tidak jauh dari plakat milik Sam, ada berbagai piringan hitam, piala berbentuk piano, bukti kesuksesan kelas musik di angkatan Sam. Sebagian



besar



penghargaan



itu



adalah milik Kavin Fabian. Kompetisi 29



piano dari level pemula hingga profesional, dengan jenis musik klasik, kontemporer dalam berbagai gubahan atau aransemen. Kavin bisa dibilang merupakan yang terbaik diantara seluruh angkatan kelas musik dari Karunia Mulya Institute. He’s a clear diamond, bright future for our music industry. Tetapi Sam tahu bahwa setiap hal yang Kavin raih dengan keahlian bermain pianonya harus disudahi begitu kelulusan, lelaki itu beralih belajar bisnis … ada tanggung jawab besar yang harus diembannya terkait kelangsungan perusahaan keluarga. Ada masa, ketika mereka bekerja bersama … Kavin tampak tertekan dengan kesibukan perusahaan, bermain piano adalah satu-satunya yang membuat Kavin kembali memasang ekspresi gembira. Kadang aku merasa bekerja hanya untuk mendapatkan kesempatan bermain piano lagi … jika aku melakukan pekerjaan yang



baik,



capaian



perusahaan



mengalami peningkatan, aku akan punya waktu bermain piano. Dahulu Sam sempat merasa, bahwa ada satu sisi yang akhirnya dapat ia kagumi dari Kavin. Lelaki 30



itu jelas berusaha, bertahan sebaik mungkin atas setiap



tekanan



pekerjaan.



Mempelajari



bidangbidang sekaligus strategi bisnis, berproses menjadi



pemimpin



perusahaan



yang



baik,



menggantikan ayahnya. Satu lagi rahasiaku, Sam … aku benci pekerjaan dan posisiku saat ini, tetapi aku tahu, bahwa aku enggak punya pilihan selain tetap menanggungnya. Ingatan itu membuat Sam menggelengkan kepala, ia enggan mengingat apapun lagi tentang Kavin Fabian. Sam sudah bertekad bahwa acara ini adalah kali terakhirnya mengenang masa lalu dan begitu keluar dari pintu gerbang nanti, ia akan meninggalkan dirinya yang dulu, menjadi Samsara yang baru. Ada satu tempat lagi yang harus Sam datangi, ia memutar langkah menuju tangga, menaikinya perlahan hingga berakhir di lantai paling atas, di depan pintu menuju atap sekolah. Sam memperhatikan kunci gemboknya yang tidak terpasang sempurna, ia tersenyum lalu



melepas



gembok



tersebut,



membuka pintu dan meringis ketika mendengar deritan kasar. Pintu ini seperti sudah sangat lama tidak dibuka. 31



Begitu ada celah yang cukup, Sam menyelipkan



diri…



melangkah



ke



atap



sekolahnya yang kini sudah dilengkapi dengan helipad. Ada banyak perubahan di sekolahnya dan ketiadaan piano usang dari atap sekolah ini membuatnya sedikit kecewa. Dahulu, Kavin senang memainkan piano usang itu,



sementara



Sam



hanya



berdiam



menjaga



jarak,



menyembunyikan diri dari kejaran para perisak. Sam memberanikan melangkah hingga pinggiran atap, berpegangan di pagar jeruji dan menghela napas perlahan. Ia masih benci ketinggian … namun karena malam hari dan cahaya temaram … ia tidak dapat memperhatikan setinggi apa dirinya sekarang. “Sekarang kamu sudah enggak takut dengan ketinggian?” Suara itu membuat Sam terkejut, serta merta berbalik dan menempelkan punggungnya ke pinggiran pagar. Kavin melangkah dengan tenang, menuju area dengan pencahayaan



yang



cukup



untuk



menunjukkan diri. Ia tersenyum lebar



memperhatikan



sosok



perempuan yang tampak terkejut, tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Hallo … Samsara.” Sam bergeser 32



sedikit, menegakkan diri dan mengupayakan setiap ketenangan yang bisa ia dapatkan. “Apa kabar, Kav?” Kavin tertawa, “Apa kabar?” ulangnya sebelum geleng kepala. “Well, belum pernah lebih baik dari ini.” Sam kembali bergeser sewaktu Kavin mendekat, “G … good then, a-aku akan turun k … kalau kamu mau di sini.” “Kita akan turun bersama nanti … sementara, berada di sini bagus untuk mengenang masa lalu.” “A … aku hanya naik untuk melihat beberapa perubahan sekolah dan-” “Kegugupanmu agak terasa ganjil, terutama setelah banyak hal yang kita lakukan bersama.” Kavin menyela dengan santai lalu menoleh perempuan yang jelas siap kabur kapan pun mendapat kesempatan. “Banyak hal menyenangkan maksudku.” Sam menelan ludahnya, terasa agak pahit dan kecut karena kegugupan yang meningkat. Ia sama sekali tidak mengantisipasi hal ini. “Aku akan memberimu dua pilihan yang mudah … pertama, kembali bersamaku



dan



kita



berdua



melanjutkan hidup dengan bahagia.” Kavin memastikan Sam menyimaknya 33



sebelum menyebut pilihan berikutnya, “Kedua, mencoba kabur dariku, terus menghindar, dan aku melakukan segala cara untuk mendapatkanmu.” Itu bukan pilihan yang ingin Sam pertimbangkan. “Kavin … semuanya sudah selesai sejak malam itu dan aku enggak menginginkan kehidupan bersamamu.” “Hanya ada dua pilihan, Samsara.” Sam menggeleng, “Kenapa sulit sekali bagimu untuk mengerti, aku enggak ingin menjalani kehidupan atau terlibat denganmu … aku hanya ingin menjalani hidupku sekarang, kesendirian yang membuatku tenang.” “Kamu selalu kabur dari hal-hal yang seharusnya kamu hadapi.” “You know nothing about me!” seru Sam dengan sedikit emosi. Kavin menarik sudut bibirnya, “Aku tahu, Samsara … aku tahu semuanya tentangmu. Bagaimana orang tuamu gagal bertanggung



jawab



atasmu



dan



saudaramu, menelantarkan kalian, memiliki



affair



menyelenggarakan



dan pesta-pesta



narkotika. Ayahmu, seorang bandar yang berulang kali mengabaikanmu, 34



yang membuat ibumu berakhir meregang nyawa karena overdosis tepat di hadapanmu.” “Kavin!” “Saudaramu enggak lebih baik, berulang kali memasuki rehabilitasi sampai memilih mengakhiri hidup … dengan cara yang sama seperti ibumu dan-” ucapan Kavin terhenti karena dorongan keras yang Sam lakukan terhadapnya. “Berhenti berbicara!” teriak Sam setelah menarik tangannya dari dada Kavin. “Kamu selalu kabur dari kenyataan itu, mengingkari bagian yang berperan menjadikan hidupmu saat ini … begitu juga saat tiga tahun lalu, kamu kabur dariku, dari komitmen yang selama bertahun-tahun aku usahakan.” Sam sudah belajar untuk mengontrol emosinya, karena itu ia berupaya kembali menenangkan diri. “Aku enggak kabur, aku memilih … memilih menjalani jenis kehidupan yang memang aku inginkan … kehidupan yang hanya berisi tentang aku, bukan keluargaku, bukan juga soal kamu.” Sam memberi tahu dengan keseriusan. “Aku berusaha selama ini, mengubah hidupku … sedemikian rupa dan menjalaninya sebaik mungkin. Aku 35



enggak akan menyerahkannya, hanya untuk kembali



menghadapi



orang-orang



yang



penasaran, mencari-cari tahu tentang masa laluku, membicarakannya, membuat asumsi sembarangan, tanpa tahu bagaimana kenyataan yang aku hadapi.” Sam memperhatikan Kavin terdiam di hadapannya, ia menggelengkan kepalanya perlahan, “You know nothing about me, Kavin.” “Aku cukup tahu bahwa kamu saat ini enggak ada bedanya dengan gadis tujuh belas tahun yang setiap jam istirahat, diamdiam bersembunyi di tempat ini, menghindari orang-orang yang seharusnya bisa kamu lawan.” Sam mengalihkan tatapannya dan mengambil langkah mundur, “Dan kamu juga enggak ada bedanya dengan si anak kaya, populer dan seenaknya … yang selalu membuatku menjadi sasaran kemarahan atau kekesalan penggemar yang putus asa dalam mendapatkan perhatianmu.” “Kamu tahu cara paling mudah menghadapi semua itu, yakni dengan menerimaku … berada di sisiku, di bawah



perlindunganku,



denganku meyakinkan.”



secara Kavin 36



sah



terikat dan



mengangkat



tangannya, menahan tanggapan apapun yang hendak Sam lontarkan. “Ada cara selain kabur dan menghindar, Samsara … ada pilihan yang lebih baik untukmu dan semua itu selalu berkaitan denganku.” “Tingkat kepercayaan dirimu jelas mengalami kenaikan drastis.” Kavin



terkekeh,



“Aku



belajar



banyak



sekaligus



mempersiapkan diri selama tiga tahun terakhir … alasan aku muncul saat ini, karena aku sudah lebih siap untuk mendapatkan apa yang kuinginkan.” Sam menyipitkan sebelah matanya, memikirkan beberapa hal sebelum mengutarakannya. “Apakah acara ini … maksudku, apakah kamu terlibat dalam acara ini?” “Ya, aku turut mempersiapkannya … sebagai langkah awal dalam menarik perhatianmu, semua berjalan lancar, kamu bahkan



menyempatkan



bernostalgia



di



sini.”



Kavin



memandangi sekitarnya dengan senyum senang. “Tempat yang sering kita berdua datangi sewaktu sekolah.” Sam segera beranjak, ia tidak bisa terjebak lebih lama bersama Kavin. Terdengar suara tawa pelan ketika



37



Sam mendekati pintu, mencoba membukanya dan gagal. Kavin melangkah mendekat, mengeluarkan sebuah kartu akses dari saku jasnya. “Hanya bisa menggunakan ini untuk turun, melalui lift di sana.” Sam menoleh, baru sadar ada fasilitas lift tersebut. Kavin beranjak ke sana untuk menempelkan kartunya, terdengar suara denting pelan sebelum pintu lift bergeser membuka. “Aku sudah bilang, kita akan turun bersama.” Sam memang tidak punya pilihan dalam hal ini, karena itu dia melangkah, mengikuti Kavin memasuki lift. Setelah pintu tertutup, lift bergerak turun, tidak sampai satu menit sudah membuat mereka tiba di lobi utama sekolah. “Jangan terburu-buru … kamu tetap harus membuat pilihan,” kata Kavin sewaktu Sam bergegas keluar dan menuju pintu utama sekolah. “Aku enggak mau membuat pilihan, enggak ada hal yang bisa-” “Aku membawa sesuatu yang menarik, kamu harus melihatnya.” Kavin



menyela



sebelum



meletakkan tas bawannya ke meja



38



terdekat, membuka dan menyodorkan sebuah koran. Sam mengerutkan kening karena tanggal yang tercetak



adalah



besok.



Namun



begitu



Kavin



membentangkan koran tersebut, ia terkesiap dan buru-buru meraihnya, menutupi halaman utama yang memasang foto mereka tiga tahun lalu. Bukan sembarang foto, gambar yang tercetak itu adalah dirinya dan Kavin saat mereka berciuman. Headline yang tertulis bahkan lebih mengejutkan lagi; HOT! VIDEO SKANDAL PUTRA PENGUSAHA & PEGAWAINYA “A … apa-apaan ini?” tanya Sam, lututnya terasa melemas dan kepalanya mulai berdenyut. “Itu bagian dari rencana jika kamu membuat pilihan kedua, dimulai tengah malam nanti, akan ada video tujuh belas detik, wajah kita berdua cukup sensual terlihat dan voila … paginya itu akan jadi pemberitaan di mana-mana. Tentu saja, kita berdua akan teridentifikasi, terlibat dalam kasus ini, dan mau enggak mau … membuatmu harus bekerja sama denganku.”



39



“Ini tindakan yang sangat bodoh! Kamu menghancurkan reputasimu sendiri!” “Reputasiku akan baik-baik saja, lelaki mendapat banyak permakluman untuk perkara semacam itu … sementara perempuan, uh … enggak terbayangkan bagaimana mereka menilaimu.” Ucapan itu membuat Sam mulai gemetar, rasa takut dengan cepat merayap dari ujung kaki hingga ke seluruh tubuhnya. Hidupnya memang akan hancur seketika jika semua ini terungkap ke media. Ia sangat membenci publikasi, bahkan berusaha menghindar setiap kali sekolahnya ingin membuat liputan khusus atas prestasinya dulu. Kavin beralih merangkul Sam, membawanya duduk di deretan sofa tunggu. “Awalnya aku merasa menyesal, karena lalai… jelas mabuk ketika bertingkah gila, itu dokumentasi yang enggak aku sangka akan kutemukan pada pagi memeriksa ponselku.” “Kamu menjijikkan.” Kavin tertawa pelan, “Kamu sama menjijikkannya, Samsara … kita berdua ada dalam video itu, kamu



bergelayut



manja,



sedikit



kurang sabaran setiap kali bibirku 40



menyentuh kulit tubuhmu.” Kavin memilih mendekatkan wajah, membisikkan kelanjutan kalimatnya. “Itu suaramu yang selalu terdengar merengek dan mendesah … memohon, meminta lebih … setiap kali aku memasukimu.” Sam menjauhkan tubuhnya sedikit, mengangkat tangan dan menampar pipi Kavin. “Kamu benar-benar sangat-” “Brengsek?” Kavin mengangguk sembari mengelus wajahnya, “Aku menggunakan cara-cara halus sebelumnya, cara-cara terbaik dan menyenangkan untuk mendekatimu … tapi semua berakhir dengan pagi yang begitu menyedihkan. Karena itu, aku belajar menggunakan cara-cara yang lebih efektif … begitu menemukan video itu, aku merasa mendapatkan kesempatan.” “Ini sangat mengerikan, pikirkan keluarga besarmu jika mereka mengetahui hal ini.” “Mereka



pasti



berusaha



menemuimu, ikut mendesakmu dalam menerimaku … keluarga besarku agak kaku



dalam



hal



semacam



ini,



sementara kamu merupakan satusatunya



perempuan 41



yang



pernah



kutiduri … mereka akan sangat bersemangat dalam mendesakmu atau kita berdua.” Sam



tidak



didengarnya.



percaya



Kavin



dengan



tersenyum



apa



dan



yang



kembali



merangkul perempuan di sampingnya. “Tiga tahun terakhir, aku memberimu kesempatan menjalani hidup seperti yang kamu inginkan, tapi lihat apa yang terjadi? Kehidupanmu enggak menjadi lebih baik atau bahkan bisa disebut cukup luar biasa.” “Aku berusaha …” Kavin menggeleng, “Kamu sekadar bertahan … kamu enggak berusaha membuatnya menjadi lebih baik atau cukup luar biasa.



Kamu



menyembunyikan



diri,



menyendiri



dan



menyedihkan.” “Kavin!” “Samsara yang bersamaku dulu merupakan seorang pejuang yang selalu berusaha menjadi yang terbaik, apapun yang terjadi dalam hidupnya.” Sam meremas kertas koran di tangannya, menoleh Kavin dengan raut menahan tangis. “What do you want?”



42



“Kamu membuat pilihan pertama, kembali bersamaku dan kita berdua melanjutkan hidup dengan bahagia.” “Dan semua ini enggak akan terpublikasi?” tanya Sam, ia tidak sanggup membuat dirinya berada dalam pemberitaan. Sudah cukup masa-masa kecilnya yang kacau dan membingungkan. “Dan semua itu akan kembali menjadi rahasia yang hanya kita berdua tahu.” Kavin kemudian menarik lengannya dari bahu Sam, mengambil sebuah kotak dari dalam saku jasnya, mengeluarkan sebuah cincin berlian. “Tentukan pilihanmu, Samsara …” Sam menghela napas panjang, menahan air matanya, mengambil perhiasan tersebut lalu memakainya di jari manis tangan kanan. Ia membiarkan sewaktu tubuhnya kembali dirangkul dan wajah Kavin mendekat untuk menciumnya. Ciuman yang jelas mengingatkan Samsara terhadap apa yang mereka lakukan tiga tahun lalu, yang kali ini tidak dibalasnya karena merasa sangat pasrah. Kavin sepertinya bisa menyadari apa yang Sam rasakan,



lelaki



itu



menjauhkan



wajahnya dan mengulas senyum tipis. 43



“Benar, setelah begitu banyak perlawanan … sudah saatnya kamu menyerah dan hanya pasrah ketika bersamaku,” ujar Kavin lalu menggesekkan hidungnya ke pipi kanan Sam, “Senja Samsara Haven, you’ll be mine, now and forever.” Sam memandag sepasang mata Kavin, hanya sejenak sebelum ia kembali memejamkan mata karena mendapatkan ciuman berikutnya. *** Lima Tahun Kemudian ... Tidak ada yang lebih menyenangkan selain pulang dari perjalanan bisnis panjang dan mendapati istrinya masih terjaga, menunggunya. Sam membalas senyum lebar Kavin dengan pelukan, mulai melonggarkan lengan sewaktu suaminya itu menoleh, menghujani pipi, dagu dan lehernya dengan kecupan. “Katakan kamu merindukanku,” ujar Kavin, terdengar cukup jelas meski bibirnya sibuk menempeli kulit lembut sang istri. “Aku merindukanmu,” kata Sam, bergeser mengikuti langkah Kavin



menuju



tempat 44



tidur,



membiarkan dirinya ditarik dan terjatuh bersama, terempas pelan pada kelembutan sekaligus tekstur halus dibawah kulit mereka. “Ups, katakan aku enggak mengejutkannya,” bisik Kavin sembari menjauhkan wajah, tangannya ganti meraba ke gundukan lembut di perut sang istri, mengelus-elus. “Dia cukup tenang hari ini, mungkin tahu kamu pulang.” Mendengar itu Kavin menyeringai, “Tentu saja, gadis kecilku pasti mengetahuinya …” Kavin segera menundukkan kepala, ganti mengecupi lekuk lembut yang tercipta setelah kehamilan Sam melewati usia enam belas minggu. “I miss you so much, Young Lady.” Sam menundukkan kepalanya ketika merasakan telapak tangan Kavin berhenti mengelus dan kini beralih ke balik gaun tidurnya. “Jadi, siapa sebenarnya yang kamu sebut young lady selama ini? Si bayi atau sesuatu yang berada di pangkal pahaku?” tanya Sam. Kavin kembali



terkekeh, tubuhnya



menggeser hingga



bisa



bertatapan dengan Sam, “Si bayi, Lady



Kalyca



Fabian







aku



memikirkan nama itu belakangan ini.” 45



“Kalyca?” tanya Sam. “Artinya kuncup bunga mawar … mungil dan cantik.” “Mmm …” gumam Sam, memberi tatapan datar sewaktu wajah Kavin kembali menempel ke lehernya, menciumi dan mendesah lega di sana. Sebelah lengan Kavin bergerak menyingkap gaun tidur sang istri, meloloskan setiap penghalang agar jemari tangan yang tidak sabaran bisa langsung membelai. Sebelum Sam sempat mendesah, Kavin sudah menciumnya, penuh semangat ketika mendesakkan lidah dan mengesapi jejak basah dari mulutnya. Sam selalu mendapatkan kepuasan pertamanya sebelum Kavin yang beralih menelanjangi diri, mengatur posisi mereka dan mendesak perlahan, menghubungkan tubuh mereka pada satu sama lain. Lima tahun berlalu sejak Sam kembali merasakan tubuh liat, maskulin dan teramat perkasa milik Kavin. Segala hal terasa berbeda setiap kali mereka bersama … dahulu lebih seperti kegiatan coba-coba



jika



dibandingkan



46



dengan keahlian yang kini mereka kuasai bersama. “Sshhh … I don’t wanna hurt her,” gumam Kavin sewaktu dirinya sebisa mungkin menahan tubuh agar tidak mengenai buncit lembut yang semakin ketara di perut telanjang Sam. “She’s okay,” sebut Sam lalu menutupi mulutnya dengan punggung tangan, ia selalu kesulitan menyembunyikan erangan setiap kali Kavin menurutinya untuk bergerak lebih cepat. “Aku mengeceknya tadi sebelum masuk kamar, it’s fine … dia sangat pulas," ucap Kavin lalu menunduk untuk mencium pelipis Sam, menunggu tubuh gemetar sang istri kembali tenang sebelum ia yang beralih berbaring di tempat tidur. Sam menenangkan napasnya terlebih dahulu, perlahan berpindah duduk di perut berotot Kavin, memundurkan pantatnya sedikit demi sedikit lalu bertumpu pada lutut sewaktu



harus



membiarkan



mengangkat suaminya



tubuh,



kembali



menyatukan mereka. “Dia



menonton



Scooby-doo



bersama Alka sore tadi, biasanya membuat dia terbangun tengah malam 47



… Buna bilang memberinya ketenangan adalah hal terbaik yang bisa dilakukan.” Kavin tersenyum saat kemudian Sam memilih mendesis, “Besok kita pasang peredam suara kalau begitu … monitor anak ‘kan sudah cukup." Sam menggeleng, tidak menyukai ide itu. Namun alih-alih mendebat, ia berupaya secepat mungkin bergerak, memberi akses pada suaminya untuk memuaskan diri. Kavin selalu menyukai posisi ini dan terbukti, beberapa menit kemudian lelaki itu beralih memegangi pinggulnya, meningkatkan gesekan tubuh mereka berdua sebelum langsung melepaskan penyatuan, berejakulasi dengan menjauhkan dirinya dari Sam. Sam tahu Kavin melakukannya demi menjaga si bayi, berbahaya melakukan pelepasan di dalam tanpa kontrasepsi ketika si perempuan sedang mengandung. “Shit,” sebut Kavin, baru merasakan timbulnya kekesalan karena tidak mau merepotkan diri dengan memasang pengaman. “Bukan salahku,” balas Sam ketika berlalu ke kamar mandi, membersihkan diri lalu berganti gaun tidur.



48



Kavin masuk beberapa menit setelahnya, mandi dengan air hangat dan keluar hanya dengan celana piama. “Jangan bilang kamu mengantuk?” “Ini pukul tiga pagi.” Sam memberi tahu ketika menata bantal dan bersiap membaringkan diri. “Aku enggak yakin bisa cepat tidur,” ucap Kavin lalu mendengar suara monitor anak menyala. Sam memperhatikannya sebelum semenit kemudian pintu penghubung kamar terdorong membuka, seorang anak lelaki berusia tiga tahun, mengenakan piama bergambar teddy bear dan menggeret selimut wol berwarna biru muda berlari masuk. Raut wajahnya merengut sebelum langsung merengek, “Ayaaaaaahhh … takut … ada mumi hantu …” Sam melambaikan tangan pada Kavin, “Selamat menikmati kesibukanmu.” Kavin tertawa, segera beranjak menyongsong anak yang kemudian



berjinjit-jinjit



sambil



mengulurkan kedua lengan. Kavin menggendong,



membungkuk mendekap



untuk versi



mungil dirinya yang masih terisak dan sedikit menangis. Ia menepuk 49



bahu mungil dan menciumi kepala berambut kecoklatan yang wangi shampoo bayi, “Don’t worry … I’m here, Little Man …” *** Ketika terbangun sendirian pada pagi hari, Sam mendapati tirai tebal yang menutupi jendela kamarnya sudah tersingkap, hanya menyisakan tirai tipis yang dilalui serbuan cahaya matahari. Sam menoleh ke nakas, jam digital menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia tahu sudah terlambat untuk mempersiapkan kegiatan pagi, tetapi tidak ingin tergesa dan tetap tenang sewaktu merapikan diri, keluar dari kamar untuk memeriksa keadaan rumah. “Pagi, Nyonya …” suara Idha, pengurus rumahnya, menyapa. “Pagi, Kavyan sama Ayahnya?” tanya Sam. Idha mengangguk, “Iya, tadi minta berenang, terus habis bilas pada berjemur di luar … Tuan bilang cuacanya hangat.” Sam mengangguk, lebih dulu menikmati segelas air putih dan membuat



jus



jambu



sebagai



pelengkap sarapan paginya, baru beranjak memeriksa ke area kolam renang. 50



Lev Lagna Kavyan Fabian terlihat mendekut ke dada bidang ayahnya sewaktu Sam mendekati kursi berjemur. Kadang tidak terasa, momentum yang menjadikannya sebagai seorang ibu sudah berlalu selama hampir empat tahun, dari sebuah titik kecil yang hanya bisa teridentifikasi melalui peralatan medis … hingga berwujud anak yang kini gemar berbicara, pintar belari dan begitu penasaran terhadap hal baru. Sam menyentuh perutnya, satu anak lagi, bayi perempuan yang akan memanggilnya ibu. “Ibu …” panggil Kavyan, sebelah matanya membuka sebelum tangannya menyusul terangkat, mengucek perlahan. Lelaki dewasa yang semula terlelap juga perlahan membuka sebelah mata, melakukan hal berikutnya persis seperti sang anak, mengucek pelan. Keduanya juga memberi cengiran yang persis sama, berujar dengan nada senang, “Ibu sudah bangun …” “Eh, Ayah sama aku bicayanya.” Kavin



tertawa,



mencium



pipi



Kavyan, “Sama dong, ‘kan anaknya Ayah.”



51



Sam mengulurkan tangan, “Sarapan yuk, Idha bikin bubur pakai telur bintang.” “Mau pakai kentang juga.” Sam mengangguk, “Kentang sama brokoli goreng … kriuk kriuk.” “Kliyuk kliyuk,” ulang Kavyan lalu beralih turun dari kursi berjemur dan meraih tangan ibunya. “Aku sarapan apa baiknya?” tanya Kavin, kurang suka bubur untuk sarapan pagi. “Toast atau nasi goreng,” jawab Sam. Kavin mengikuti istri dan anaknya melangkah ke ruang makan. Begitu Kavyan teralihkan sapaan pengurus rumah tangganya, Kavin merangkul Sam, bertanya dengan semringah, “Sarapan kamu aja, boleh?” Sam menoleh sebelum memberi sikutan, “Ini masih pagi.” “Emang masih pagi, makanya disebut sarapan … kalau malam ya dinner dong,” ucap Kavin sambil tertawa-tawa. Sam mengabaikannya, memilih fokus



mengurusi



Kavyan



yang



bersiap sarapan. Kavin duduk di tempatnya sembari memperhatikan sang istri mengurus piring makanan.



52



Usai membimbing Kavyan berdoa, Sam mendekatkan segelas susu, baru membiarkan Kavyan menikmati sepiring kecil bubur, dengan telur rebus yang dipotong membentuk bintang, kentang dan brokoli goreng yang dipotong kecilkecil. Sam ikut menikmati sarapan paginya sambil sesekali menyeka sudut bibir atau pipi sang anak yang terkena noda makanan. Kavyan masih sedikit berantakan ketika makan, namun sudah menolak disuapi. “Ibu ... Ibu ... teybang.” Kavyan memainkan sendoknya yang berbentuk pesawat, berpura-pura menerbangkannya ke arah sang ibu. Sam membuka mulut, “Aaa…” “Belok … belokk … aeemm,” ucap Kavyan, bercanda sebelum memasukkan ujung sendok ke mulutnya sendiri. Melihat itu Sam tertawa, “Dasar usiiiiillll …” sebutnya sebelum kemudian mendekap dan mencium pipi Kavyan, gantian membuat anak itu yang tertawa. Pemandangan pagi semacam ini, dahulu hanya merupakan angan Kavin semata.



53



Menyadari gerbang



bahwa



pernikahan



mereka



dengan



memasuki



lebih



banyak



paksaan dan ancaman sepihak sebagai alasannya. Tahun pertama pernikahan ... Sam masih sedingin dirinya semula, bahkan hampir tidak memberi reaksi setiap kali Kavin berupaya mencairkan suasana, membangun kedekatan apalagi kemesraan. Ada banyak malam dimana Sam lebih suka menyendiri di kamar tamu, atau hari-hari saat perempuan itu menganggapnya tak kasat mata. Kavin tahu, Sam tidak terbiasa dengan kedekatan, baik secara fisik atau emosional terhadap orang lain, karena itu ia memberi waktu … sekaligus berusaha mengenalkan sisi-sisi paling hangat dengan memiliki keluarga. Orang tua, adik kembar dan keponakan Kavin yang kerap membantu, perlahan menumbuhkan kepercayaan Sam. Kehamilan Kavyan adalah titik terang, poin terpenting yang mengubah kehidupan pernikahan mereka. Sam memang tidak langsung berubah manja atau setiap hari berusaha menempelinya, tetapi mulai ada senyum yang bisa Kavin lihat. Ada tawa yang semakin sering terdengar dan percakapan-



54



percakapan sederhana tentang keseharian mereka. Aku masih enggak kepikiran soal menjadi istri yang baik, tapi aku harus menjadi ibu yang baik. Sewaktu Sam mengucapkan kalimat itu, Kavin hanya mengangguk … ia tidak merasa itu ada salahnya. Kavin tahu apa yang membuat mereka bertahan dalam pernikahan ini bukan cinta pada satu sama lain, hanya dia yang mencintai Sam … sementara bagi Sam, alasannya bertahan sudah tentu merupakan



anak-anaknya.



Sebelum



ada



anak,



alasan



perempuan itu bertahan karena takut Kavin bertindak gila, menghancurkan reputasi dan kehidupan mereka. Kavin menyeringai mengingat awal mula menarik Sam memasuki kehidupan pernikahan bersamanya. Hingga detik ini, ancaman itu masih sesekali disebutnya, meski melalui obrolan ringan atau candaan. Kavin rasa ia masih akan terus berada pada titik siap melakukan apa saja agar Sam tetap menjadi miliknya. “Apa yang kamu pikirkan sampai membuat ekspresi semacam itu?” tanya Sam sewaktu menatap suaminya. Kavin mengulas senyum tenang, “Ekspresi semacam apa? Aku hanya senang karena ini pagi yang indah?” 55



“Tadi kamu menyeringai.” “Melingai,” ulang Kavyan lalu bertanya, “Apa Melingai, Ibu?” “Menyeringai … senyum aneh," jawab Sam. “Ayah senyum aneh?” tanya Kavyan penasaran. Sam mengangguk, “Senyum aneh yang mencurigakan.” “Mencigakan?” ulang Kavyan dan kembali bertanya, “Apa mencigakan?" Kavin tertawa, menggenggam tangan mungil Kavyan untuk mendapatkan perhatiannya, “Ayah enggak senyum aneh atau mencurigakan, Ayah senyum sayang … ke arah Ibu.” Kavyan seketika mengulas senyum, anak itu sudah mengerti artinya sayang dan selalu menyukai setiap kali kata itu disebutkan oleh sang ayah kepada ibunya. “Ayah sayang Ibu …” Kavin mengangguk, “Betul, Ayah sayang banget sama Ibu.” Sam menarik sebelah alisnya mendengar itu, tidak bereaksi banyak selain menghabiskan makanan



di



piringnya.



Begitu



Kavyan berlalu, meminta bantuan Idha untuk mencuci tangan barulah ia



menanggapi.



56



“Mau



bagaimanapun modusnya, aku enggak mau ya, Kav … enggak boleh sering-sering!” Kavin tertawa, “Kamu bikin aku kelihatan kayak maniak aja.” Ia menggelengkan kepala lalu mengulas senyum senang ketika memandang Sam. “Aku sungguhan tadi bilang sama Kavyan, kasih kamu senyum sayang, Samsara.” “Sulit dipercaya,” gerutu Sam lalu meraih gelas air putihnya, minum hingga setengah. “Sulit dipercaya bukan karena aku yang enggak berusaha meyakinkan … kamu yang masih berhati-hati dan menahan diri dari mempercayai aku atau cintaku yang sepenuhnya hanya buat kamu.” Sam mengerjapkan matanya mendengar itu, perlahan menurunkan gelasnya kembali ke meja. Kavin menyadari sikap diam istrinya dan ia beranjak mendekat, menundukkan kepala untuk mencium kening Sam. “But it’s fine … selama aku masih terus memilikimu, Samsara…” The End.



57