Siti Nur Azizah - D3401201009 - Laporan Minggu Ke-8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama NIM Hari/tanggal



: Siti Nur Azizah : D3401201009 : Rabu, 14 April 2021



PJP : Dr. Dra. Sri Listiyowati, M.Si Nama Asisten : 1. Nadya AswaraniA24170107 2. Ferdian A34170006 3. Intan Fitria F24180117 4. Chairunnisa Anindita G34170071



ISOLASI DNA, ELEKTROFORESIS GEL, DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Pendahuluan Isolasi DNA merupakan teknik dasar dari bioteknologi dan biomolekular yang harus dikuasai di laboratorium. Isolasi DNA bertujuan untuk memisahkan DNA dari partikel-partikel lainnya seperti lipid, protein, polisakarida, dan zat lainnya. Isolasi DNA berguna untuk beberapa analisis molekuler dan rekayasa genetika seperti genom editing, transformasi dan PCR. Isolasi DNA dapat dilakukan pada semua mahluk hidup dan juga virus. Banyak sekali metode isolasi DNA yang bisa digunakan, akan tetapi pada dasarnya tahapan dari isolasi DNA pada semua bahan dan semua metode adalah sama, yakni lisis sel atau jaringan yang efektif, denaturasi kompleks nukleoprotein, dan inaktivasi nuklease (Hairuddin et al. 2013). Elektroforesis merupakan suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, dan besar muatan dari molekul. Metode pemisahan Gel Electrophoresis System adalah salah satu metode yang murah dan mudah dikembangkan. Metode ini biasanya digunakan untuk pemisahan DNA dan protein. Pergerakan molekul tergantung pada beberapa faktor, yaitu massa, bentuk molekul dan suhu, porositas dan viskositas media (Harahap 2018). PCR merupakan metode molekular untuk menggandakan potongan DNA hingga berjuta kali lipat dalam waktu yang relatif singkat. Penggandaan tersebut tidak terlepas dari penggunaan enzim dan sepasang primer bersifat spesifik terhadap DNA target yang akan dilipatgandakan. Sehingga nantinya dapat digunakan untuk keperluan lain yang berkaitan dengan DNA (Pertanian et al. 2011). Bioteknologi modern dan capaiannya dalam tiga dekade ini tidak lepas dari peran vital teknologi PCR. Penemuan protein-protein baru yang penting melalui teknologi DNA rekombinan seperti insulin, hormon faktor perumbuhan dan antibodi adalah contoh nyata bagaimana teknologi ini sangat signifikan perannya dalam proses pencapaian luar biasa umat manusia (Budiarto 2015). Tujuan Praktikum ini bertujuan mempelajari teknik isolasi DNA untuk mendapatkan DNA yang dapat digunakan sebagai template PCR, mempelajari teknik elektroforesis gel agarose untuk memisahkan fragmen DNA, dan mempelajari teknik amplifikasi DNA dengan polymerase chain reaction (PCR). Metode Isolasi DNA Alat dan bahan disiapkan untuk melakukan praktikum. Air ludah beberapa orang disiapkan di dalam tabung DNAgenotek sebagai sampel, sampel ludah sebanyak 500 mikroliter dipindahkan ke mikrosentrofugasi yang berbeda dengan menggunakan P1000. Tabung sentrifugasi ditutup lalu dipanaskan pada blok panas yang diatur pada subu 50℃ selama 90



menit



atau semalaman. Volume sampel dipindahkan ke dalam tabung baru yang berisi 20 mikroliter DNAgenotek yang memiliki larutan pemurni prepIT, kemudian larutan tersebut dicampurkan dengan bantuan vortex berkecepatan maksimum. Tabung diletakkan ke dalam es selama 10 menit, lalu dimasukkan ke alat mikrosentrifugasi yang telah dinyalakan dengan posisi tutup atau engsel tabung menghadap ke luar dan seimbang antar satu sama lain. Tabung sampel dikeluarkan setelah 5 menit, dan 400 mikroliter supernatant yang berisi DNA dipindahkan ke tabung baru. DNA diendapkan dari larutan dengan menambahkan volume etanol 100% yang sama di setiap sampel dan inversi dicampur sebanyak 10 kali. Tahapan tersebut diulangi untuk semua sampel yang ada. Sampel diletakkan di ruangan inkubasi selama 5 menit, dan sampel diletakkan di alat mikrosentrifugasi. Sampel diputar selama 2 menit, lalu tabung sampel dikeluarkan dari mikrosentrifugasi secara perlahan. Sampel diinspeksi visual pada bagian bawah tabung di sisi engsel, pellet tidak selalu terlihat sehingga anda dapat memilih untuk melanjutkan sentrifugasi lagi atau melanjutkan seperti biasa. P1000 digunakan secara perlahan untuk mengeluarkan 800 mikroliter supernatant. DNA pellet dibersihkan dengan menambahkan 250 mikroliter ethanol 70% untuk setiap sampel dan larutan sampel tersebut jangan sampai tercampur agar pallet tidak terganggu. Sampel diletakkan di sentrifugasi dan diputar selama 2 menit. Tabung sampel dikeluarkan dari sentrifugasi secara hati-hati. Pada tahap ini, pellet masih mengandung DNA di dalamnya, dan sangat penting untuk mengeluarkan supernatant yang ada di dalamnya tanpa mengganggu pellet. Supernatant dikeluarkan menggunakan alat P2000, setelah itu DNA pellet dikeringkan, tabung sampel dibuka dan diketuk ke tisu dapur untuk menghilangkan larutan yang masih tersisa. Tabung dibiarkan terbuka, sisi sebelahnya dibaringkan untuk proses evaporasi larutan yang masih tersisa, dan tabung tersebut dibiarkan mengering di udara selama 20-30 menit. Jika setelah itu tabung terlihat kering, maka dilanjutkan dengan resuspensi DNA dengan 100 mikroliter agarose ditambahkan langsung ke sisi pellet, kemudian tabung ditutup dan dicampur dengan bantuan vortex selama beberapa menit hingga pellet tidak terlihat atau telah kembali menjadi larutan. Elektroforesis Gel Sel mini-sub yang memiliki kabel elektroda di bawah disiapkan masing-masing sisi. Kabel ini akan membantu aliran listrik untuk berpindah sehingga memisahkan fragmen DNA pada sampel. Sumur dipastikan agar mendekati aliran negatif dan gel agarose telah berada di ruang gel. Proses dimulai dengan buffer dituangkan pada elektroforesis hingga ruang gel terisi sekitar 2 millimeter. Sampel disiapkan dan disusun sesuai dengan urutan yang akan diuji, mikropipet digunakan dan sampel DNA diambil dari tabungnya. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam sumur-sumur dekat anoda secara perlahan agar tidak merusak larutan buffer. Kemudian, ruang gel ditutup dengan terminal yang sesuai dengan elektroda yang dihubungkan ke listrik dan diatur voltase dan waktunya. Setelah itu, tombol start ditekan untuk memulai pergerakan dan pemisahan fragmen DNA yang akan terlihat perpindahannya dalam beberapa menit. Polymerase Chain Reaction Sampel DNA dimasukkan ke dalam alat PCR, dan pada tahap pertama akan terjadi denaturasi pada suhu 95℃ . Dalam tahap tersebut terjadi pemisahan utas DNA menjadi dua utas tunggal. Selanjutnya, suhu diturunkan ke 55-65℃ pada tahap annealing, yang merupakan proses penurunan suhu agar primer dapat menempatkan diri pada utas tunggal DNA yang menjadi target amplifikasinya. Setelah itu, suhu kembali dinaikkan menjadi 72oC untuk tahap ekstensi, agar Taq polymerase dapat menambah nukleotida baru pada primer untuk dapat membentuk



utas DNA baru. Lalu, hasil dari percobaan pertama akan digunakan sebagai bahan untuk siklus berikutnya sehingga DNA dapat terus bertambah selama berlangsungnya tahap-tahap tersebut.



Hasil pengamatan



Gambar 1 Hasil simulasi siklus PCR dalam bentuk screenshot Tabel Pengamatan Simulasi PCR Tabel 1. Konsentrasi DNA hasil PCR



Waktu



Kombinasi Suhu Annealing dan Siklus PCR 45 C



Denaturation,



56 C



68 C



Kelompok No



Annealing, (Ulangan) dan Extension



15



25



35



15



1



0



0



0



0



2



0



0



0



3



0



0



0



25



35



15



25



35



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



0



(sec) 1



10, 10, 20



dst



Rata-rata



2



30, 30, 60



1



19.3



60.5



93.9



51.6



99.6



86



12



8.2



19



2



21.3



62.5



79.1



43.2



87.9



111



12



6.8



20.3



3



17.1



65.2



81.6



42.9



86.2



94.9



13



7.1



10.3



19.23 62.73 84.86



45.9



91.23



97.3



12.3



7.36



16.53



dst Rata-rata



Pembahasan PCR digunakan secara luas untuk diagnosis berbasis molekuler, misalnya deteksi virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit. PCR juga dapat digunakan sebagai alternatif gold standard apabila parasit yang hidup tidak ditemukan dalam tubuh.. PCR dapat mendeteksi keberadaan parasit dalam tubuh secara spesifik, mendeteksi DNA parasit dalam sampel yang berjumlah sedikit, dan PCR dapat membedakan spesies parasit tunggal dengan adanya primer spesifik untuk DNA target (Nurwidayati 2016). PCR memiliki keunggulan yang sangat tinggi, hal ini didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus, keakuratan yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada amplifikasi produk. (Dorado et al. 2019). Pemeriksaan dengan PCR memiliki kekurangan diantaranya adalah proses PCR harus diawali dengan preparasi sampel yang cukup rumit dan reagen yang mahal. Proses PCR memerlukan mesin pengatur suhu (thermal cycler) dan waktu relatif lebih lama dari LAMP, yaitu sekitar 3 – 4 jam untuk 35 siklus, dan hasil PCR tidak dapat dilihat secara langsung, harus diproses lagi dengan elektroforesis dan dilihat dengan alat gel documentation. Pemeriksaan dengan PCR tidak dapat membedakan apakah parasit 12,17 dalam tubuh masih hidup atau sudah mati (Nurwidayati 2016). Data percobaan hasil simulasi di atas memiliki kombinasi suhu annealing pada siklus PCR yang ada. Berdasarkan data,untuk waktu denaturation, annealing, dan extension 30,30,60 didapatkan rata-rata sebesar 19.3 pada suhu 45 C dengan cycles 15, 62.73 pada suhu 45 C dengan cycles 25, dan 84.86 pada suhu 45 C dengan cyles 35. Ketika suhu 56 C, didapatkan rata-rata 45.9 dengan cycles 15, 91.23 dengan cycles 25, 97.3 dengan cycles 35. Sedangkan, ketika suhu 68 C, didapatkan rata-rata 12.3 dengan cycles 15, 7.36 dengan cycles 25, dan 16.53 dengan cycles 35. Kombinasi annealing yang terjadi pada percobaan ini, memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari amplifikasi, salah satunya adalah suhu, karena proses penempelan primer pada DNA yang sudah terbuka, memerlukan suhu yang optimal. Suhu annealing apabila terlalu rendah, primer akan menempel pada sisi lain dari DNA, akibatnya DNA yang terbentuk memiliki spesifitas yang rendah, sedangkan apabila terlalu tinggi, dapat menyebabkan gagalnya amplifikasi karena tidak terjadi penempelan primer. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk optimasi suhu annealing adalah dengan menggunakan suhu annealing yang berkisar hingga 5ºC lebih rendah dari Tm (Temperature of melting) pasangan primer. (Herman et al. 2017). Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30- 40 siklus dan berlangsung dengan cepat. Pertama denaturasi, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses



pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Hal ini biasanya berlangsung sekitar 3 menit,



untuk meyakinkan bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase. Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5; 95 dan 97,5℃. Kedua annealing (penempelan primer), kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi PCR. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara 36℃ sampai dengan 72℃, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 – 60℃. Ketiga, pemanjangan primer (Extention), selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. DNA polimerase digunakan untuk proses memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya bantuan dari dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72℃ diperkirakan 35 – 100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda (Dorado et al. 2019). Simpulan Teknik isolasi DNA menggunakan prinsip memecah dan mengekstraksi jaringan, sehingga terbentuk sebuah DNA template. Teknik elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran fragmen dengan bantuan gel agarose. Teknik amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga tahap, yaitu yang pertama adalah denaturation (merupakan pemisahan utas DNA), yang kedua adalah annealing (merupakan penempelan primeroligonukletida pada bagian DNA sekuen homolognya) dan yang ketiga adalah extension (merupakan pembentukan utas DNA baru berdasarkan template DNA dari setiap utas).



Daftar pustaka Budiarto BR. 2015. Polymerase Chain Reaction (Pcr) : Perkembangan dan perannya dalam diagnostik kesehatan. Polym chain react perkembangan dan perannya dalam diagnostik kesehatan. 6(2):29–38. Dorado G, Besnard G, Unver T, Hernández P. 2019. Polymerase Chain Reaction (PCR). Encycl Biomed Eng. 1–3(6):473–492. doi:10.1016/B978-0-12-801238-3.08997-2. Hairuddin R, Agroteknologi PS, Pertanian F, Palopo UC, Penelitian B, Serealia T. 2013.Isolasi dna dan amplifikasi , ( PCR ) genom dna kopi ( Coffea Sp ) melalui proses elektroforesis gel. Dinamika. 04(1):43–48. Handoyo D, Rudiretna A. 2001. Prinsip umum dan pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas. 9(1):17–29.



Harahap MR. 2018. Elektroforesis: Analisis elektronika terhadap biokimia genetika. Circuit



jurnal ilmu pendidikan teknik elektro. 2(1):21–26. doi:10.22373/crc.v2i1.3248. Herman, T LNN, Berampu SM, Roslim DI. 2017. Optimasi suhu annealing untuk primer g-Ssr dan Est-Ssr pada kacang hijau ( Vigna radiata L .) Optimization of annealing temperature for primary g-Ssr and Est-Ssr in Mungbean ( Vigna radiata L .). XXXIII. Kadriah IAK, Susianingsih E, Sukenda S, Yuhana M, Harris E. 2014. Desain primer spesifik untuk deteksi dini penyakit vibriosis pada udang penaeid. J Ris Akuakultur. 8(1):131. doi:10.15578/jra.8.1.2013.131-143. MEITAYANI N, ADIARTAYASA W, WIJAYA I. 2014. Deteksi penyakit citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) pada tanaman jeruk di Bali. E-jurnal agroekoteknologi trop. 3(2):70–79. Nurwidayati A. 2016. Aplikasi teknik diagnosis schistosomiasis berbasis molekuler. Jurnal vektor penyakit. 9(1):29–35. doi:10.22435/vektorp.v9i1.5042.29-35. Pertanian F, Gadjah U, Flora J, Yogyakarta B, Joko T, Kusumandari N, Hartono S. 2011. Optimasi metode PCR untuk deteksi Pectobacterium carotovorum, penyebab penyakit busuk lunak anggrek. Jurnal perlindungan tanaman Indonesia. 17(2):54–59. doi:10.22146/jpti.9813. Yustinadewi PD, Yustiantara PS, Narayani I. 2018. Mdr-1 Gene 1199 Variant primer design techniques in pediatric patient buffy coat samples with lla. Metamorf jurnal biology science 5(1):105. doi:10.24843/metamorfosa.2018.v05.i01.p16.



1. Fenomena sel yang ditiru oleh teknik PCR adalah fenomena teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Fenomena dapat terlihat bahwa dengan menggunakan teknik PCR dimungkinkan untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif yang singkat. 2. Utas DNA dari template DNA yang diamplifikasi yaitu DNA untai ganda sekuen pendek yang membawa urutan basa fragmen atau gen yang digandakan sebagai cetakan. DNA primer oligonukleotida yang diarahkan secara enzimatik dengan urutan DNA yang spesifik. Pasangan utas DNA berdasarkan data yang pertama adalah primer FWDI dengan primer sekuen GCAACGTGCTGGTTATTGTG dan kedua yaitu primer REVI dengan primer sekuen AGCGGATAACAATTTCACACAGG. Amplifikasi dilakukan pada utas target sehingga jumlahnya menjadi banyak. DNA yang diamplifikasi dengan jumlah siklus 15 dan 35 dengan suhu denaturasi 50 0C dan 94 0C, suhu annealing 45 0C dan 68 0C, plasmid 1 dan 100 ng, jenis DNA polimerasi yang digunakan yaitu taq dan phusin (MEITAYANI et al. 2014). 3. Fungsi primer yaitu sebagai pemula dalam proses sintesis DNA dalam PCR atau untuk mengawali reaksi replikasi DNA pada reaksi PCR. Primer yang dibutuhkan untuk PCR biasanya satu pasang yaitu primer forward dan backward. Fungsi primer sebagai inisiator sekaligus pembatas daerah yang akan diamplifikasi, maka idealnya primer memiliki urutan basa nukleotida yang tepat berpasangan dengan urutan basa DNA target yang akan diamplifikasi dan tidak menempel di bagian lainnya. Desain primer yang bagus merupakan hal esensial bagi keberhasilan reaksi PCR (Kadriah et al. 2014). 4. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan membantu melepaskan ikatan primer



yang tidak



tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder. Fungsi utama aktivitas enzim tersebut adalah mengkatalisis penambahan unit mononukleotida dari deoksiribonukleosida 5’-trifosfat (dNTP) pada ujung 3’-OH bebas suatu untaian primer. Dalam reaksi tersebut diperlukan satu untai DNA yang digunakan sebagai cetakan yang mengarahkan enzim dalam menyeleksi nukelotida yang masuk (Dorado et al. 2019). 5. Utas DNA bisa terpisah pada suhu tinggi yaitu sekitar 94-96 0C. Pada suhu tersebut ikatan hidrogen DNS terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berkas tunggal. Untuk memastikan semua terpisah, maka waktu yang digunakan cukup lama. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat bagi primer. Suhu yang mengakibatkan utas DNA bisa disintesis yaitu berada pada suhu optimasi. Profil PCR disintesis pada suhu 550C - 72 0C dengan variasi jumlah siklus (Yustinadewi et al. 2018). 6. Molekul DNA yang terbentuk dari satu molekul DNA yang diamplifikasi dengan PCR setelah 35 siklus yaitu 30.2% dengan dasar siklus PCR denaturasi 94 0C , annealing 68 0C, extention 720C. DNA yang diamplifikasi menghasilkan fragmen/pita DNA berukuran 1000bp. Tebal tipisnya pita DNA pada gel agarosa menunjukkan banyak sedikitnya DNA yang teramplifikasi. 7. Fungsi perubahan suhu pada proses PCR digunakan pada peleburan serta replikasi DNA yang didorong oleh enzim. Perubahan menuju suhu tinggi digunakan untuk memisahkan DNA dua untai heliks ganda menjadi tunggal, sedangkan pada suhu rendah primer terikat pada sekuens DNA komplementer. 8. Pada suhu denaturasi 50 ℃ tidak terbentuk produk PCR karena suhu tersebut terlalu rendah maka membran serta jaringan sel tidak dapat hancur. Suhu 50 ℃ tidak dapat digunakan untuk memisahkan DNA dua untai heliks ganda menjadi tunggal, sehingga tidak terbentuk produk PCR (Yustinadewi et al. 2018). 9. Faktor yang memengaruhi keberhasilan PCR, yaitu:  Konsentrasi dan kualitas DNA Konsentrasi DNA sebesar kurang lebih 0.01-0.1 x 10-6 g dan yang pasti DNA harus bebas dari pengotor seperti protein atau bahan-bahan yang tersisa saat purifikasi.  DNA cetakan  Primer Primer umumnya digunakan sebesar 17-30 basa nukleotida.  Buffer Buffer digunakan dalam penghasilan proses mendapatkan pelet DNA.  Enzim DNA polimerase Pada umumnya konsentrasi optimum enzim berkisar antara 1.0-2.5 unit enzim setiap volume reaksi 50 x 10-6.  Suhu Penggunaan suhu pada tempertur yang optimum sesuai kebutuhan DNA dan selama proses terjadi.  Waktu denaturasi Waktu yang digunakan harus sesuai dengan proses yang dilakukan, jika terlalu lama maka dapat merusak DNA dan jika terlalu sebentar tidak dapat menghancurkan membran dan jaringan sel.  Jumlah siklus



Jumlah siklus terkait dengan konsentrasi awal DNA target dan konsentrasi akhir yang diharapkan. Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas produk yang diharapkan. 10. Kondisi PCR dari simulasi yang menghasilkan produk paling optimum adalah ketika memiliki suhu denaturasi 94oC, suhu anaeling 68oC, suhu eksistensi primer 72oC dan plasmid 100 ng, menghasilkan kemurnian 31.9% dalam waktu 33.3 menit. Pada dasarnya, hasil PCR yang optimal bisa didapatkan dengan mengoptimalisasi prosesnya, dilakukan dengan cara memvariasikan kondisi yang digunakan pada PCR tersebut seperti jenis polymerase DNA, suhu, konsentrasi, larutan buffer, dan waktu (Handoyo dan Rudiretna 2001).