SKGB 22 Mewujudkan Budaya Literasi 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Menularkan Kegemaran Belajar



Guru Belajar Edisi ke 4 Tahun Keempat, Agustus 2019



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



1



BERANDA Kontributor



Surat Kabar



Guru Belajar



Editor tulisan



Info Surat Kabar Guru Belajar



Terbit setiap dua bulan sekali, surat kabar ini menampilkan praktik baik pengajaran dan pendidikan untuk menularkan kegemaran belajar pada komunitas guru. Isi tidak sepenuhnya mewakili pandangan redaksi.



Suhud Rois KGB Cimahi SD Peradaban Insan Mulia Cimahi IG :@suhudrois FB : Suhud Rois



Panji Irfan SMP Tunas Argo Seruyan Kalteng IG :@panji26irfan FB : Panji Irfan



Iwan Apriana KGB Bandung SMPN 1 Nagreg FB : Iwan Apriana



Puti Almirsha KGB Tangerang Selatan Sekolah Cikal Serpong IG : @almirshalitteacher



Desainer Grafis Dewan Redaksi



Najelaa Shihab Bukik Setiawan Rizqy Rahmat Hani M. Abdurrahman B



Alamat Surat Elektronik dan Media Sosial



Suhud Rois KGB Cimahi SD Peradaban Insan Mulia Cimahi IG :@suhudrois FB : Suhud Rois



Idham Sumirat KGB Wonosobo SD N 1 Pagerejo IG :@id_galeria FB : Idham Sumirat



Ina Lina KGB Surabaya Paud Hidayah Surabaya IG :@veenuz027 FB : Lina Ina



[email protected] Kampus Guru Cikal Kampusgurucikal @Kampusgurucikal Alamat Kantor



Jl. Ciater Rawa Mekar Jaya, Serpong Tangerang Selatan, 15310



Lukman Hakim KGB Pekalongan SMA Islam Pekalongan IG :@uklukhakim FB : Lukman Hakim



Rizqy Rahmat Hani KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal IG :@rizqyrahmat FB : Rizqy Rahmat Hani



2



Wilma A.I.S Kailola KGB Jakarta Pusat IG :@wilmakailola FB : -



Virandy Putra KGB Belitung SMAN 1 Sijuk IG :@virandhyp FB : Virandy Putra



Muhammad Abdurrahman KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal IG :@mamanbasyaiban FB : Muhammad Abdurrahman Basyaiban



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Semua Murid Semua Guru



Dari Percakapan, Menuju Budaya Literasi



D



efinisi literasi dan bagaimana kita menggerakkannya di negeri ini, perlu terus beradaptasi dengan kebutuhan anak di masa kini. Intensi mulia untuk melakukan sesuatu, harus diawali dengan pemahaman yang utuh. Dalam banyak upaya yang kita lakukan, simplifikasi masih terlihat dalam praktik di lapangan. Apapun yang dilakukan beramai-ramai, bahkan dalam bentuk kompetisi dianggap gerakan - padahal tidak ada basis kesukarelawanan. Berpikir tingkat tinggi yang menjadi salah satu ciri utama orang dengan literasi, dilatihkan pada guru sebagai strategi membuat dan menjawab soal, bukan sebagai strategi mengajar dan mencapai kompetensi. Pendidikan, adalah salah satu bidang yang selalu menjadi perhatian dan mengundang pelibatan publik. Sejarah keterlibatan masyarakat dalam pendidikan, dari mulai penyelenggaraan sekolah swasta yang saat ini jumlahnya sekitar .... ribu sampai dengan pendirian taman bacaan dan gerakan literasi dalam berbagai bentuknya, adalah bukti nyata betapa keberpihakan pada anak selalu menjadi modal utama kepedulian. Literasi sebagai tujuan, hasil penilaian internasional akan capaian lulusan yang rendah, sudah bergema ke seluruh penjuru Indonesia. Tetapi menjadikan literasi sebagai budaya, bagian dari emansipasi yang perlu diperjuangkan dalam ekosistem pendidikan kita, masih sangat panjang perjalanannya. Percakapan tentang prestasi maupun miskonsepsi literasi di antara kita, masih lebih banyak berbicara tentang individu - murid dan guru atau orangtua yang ada di sekolah dan di rumah. Kita lupa bahwa literasi tidak pernah soal minat baca orang per orang, tetapi soal kesempatan dan teladan dari lingkungan apa yang dirayakan dan apa yang dilecehkan dalam pergaulan. Kita sibuk dengan rangking



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



tes saja, menyalahkan anak akan capaian yang tertinggal dibanding negara lainnya, lupa bahwa yang dinilai memang bukan apa yang seharihari dipraktikkan dalam belajar-mengajar di sekolah. Tes PISA kita tidak akan mendadak menjadi tinggi, dengan membaca 15 menit sehari. Berjam-jam di sekolah tanpa ada tujuan dan proses belajar yang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi. Lebih baik mengajar guru membuat variasi pertanyaan dalam sesi seharihari, daripada menghabiskan anggaran membeli buku untuk memenuhi rak yang jarang dibaca mandiri. Lebih tepat mendiagnosa penyebab gagalnya transisi anak yang cepat mengeja menjadi pembaca yang memahami makna, daripada menilai akreditasi sekolah dengan luas ruangan perpustakaannya atau menilai kinerja guru dengan menjawab soal yang tak bermakna mengenai “sastra”. Literasi sebagai budaya, butuh banyak sebaran praktik baik yang dilakukan konsisten di tingkat kelas dan sekolah, disebarkan bersama narasinya dan diaggregasi untuk bisa diadaptasi ke penjuru Indonesia. Darimana mulainya? Dari percakapan antara pengambil kebijakan dengan pemangku kepentingan yang berjalan dengan terbuka. Budaya literasi hanya akan terjadi saat pimpinan sekolah melibatkan orangtua dan warga sekitar sepanjang prosesnya - bukan dengan pencanangan gerakan atau peresmian bangunan oleh pejabat pemerintah. Semua terlibat, termasuk orangtua yang masih belum lancar membaca, guru yang bukan guru bahasa atau anak yang belum menjadi juara. Pengetahuan tentang literasi perlu menjadi sesuatu yang terbuka dan dibagi, dalam istilah yang mudah dipahami. Menjadi mustahil menggerakkan literasi di negeri ini, saat definisi prestasi untuk pengawas sekadar jumlah dan kuantitas buku yang ada di sekolah dan definisi berhasil untuk orangtua adalah anak yang lancar mengeja lebih cepat dari anak tetangga.



3



Dari Percakapan, Menuju Budaya Literasi



Berbagai miskonsepsi dan kontroversi berkait literasi menjadi tantangan nyata kita yang harus dikampanyekan saat ini - dari mulai soal calistung di usia dini sampai latihan membuat atau menjawab soal HOTS di MGMP yang disalahpahami, perubahan paradigma yang signifikan sangat kita perlukan. Pilihan-pilihan kegiatan perlu terus berpihak pada kepentingan anak, bukan posisi-posisi yang bersebrangan misalnya jadwal relawan atau buku diskon dari penerbitan. Strategi aksi yang disepakati, dari tingkat kelas sampai tingkat nasional, perlu lebih antisipatif dan bukan reaktif. Standard literasi di era ekonomi digital saat ini sangat tinggi - murid-murid kita dituntut mampu mengevaluasi informasi dan berkreasi, bukan hanya mengingat dan mengkonsumsi materi. Tujuan jangka panjang, kaitan keterampilan lintas pelajaran dan berbagai reformasi dalam kurikulum yang menumbuhkan kompetensi utuh, perlu segera diimplementasi. Pengalaman dengan literasi yang kadang membosankan, melelahkan atau membingungkan perlu kita hindari. Sejak awal anak memahami makna, bukan saja dalam mengenal simbol huruf dan angka, pengalaman belajarnya perlu menyenangkan dan bermakna. Cita-cita kita memang tidak pernah sederhana, ini salah satu alasan terpenting kenapa kita perlu memulainya segera. Jalan pintas, cara instan dan segala kebiasaan yang selama ini kita lakukan dengan berbagai alasan, perlu direfleksikan ulang, ini yang sudah dicoba dipraktikkan dalam berbagai temu pendidik di ratusan daerah dan menyentuh ribuan sekolah. Capaian kita dalam literasi yang sesungguhnya, ditentukan oleh murid yang menjadi subyek berdaya dalam proses perkembangan jangka panjangnya, sebagaimana dilakukan oleh guru-guru yang belajar dan mengajar bersamanya.



Najelaa Shihab Pendiri Sekolah Cikal, Kampus Guru Cikal, IniBudi.Org, Keluarga Kita, Islamedu dan penggagas Pesta Pendidikan. Bisa di temui di twitter @NajelaaShihab



4



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Testimoni Peserta TPN



TPN mengantarkan saya bertemu dengan guru-guru yang memiliki ide-ide bermakna untuk memajukan pendidikan. TPN juga menjadi tempat dimana kita saling merangkul demi menggapai cita-cita sebagai guru. Inayah (KGB Makassar)



TPN merupakan konferensi terbesar di lingkungan Komunitas Guru belajar. Di sini Anda akan menemukan cara bagaimana Anda bisa menjadi guru yang mampu menghebatkan murid Anda. - Daru (KGB Purwokerto)



TPN 2017 adalah Temu Pendidik pertama yang saya hadiri, yang menginspirasi saya untuk berbagi tentang banyak hal yang sudah saya pelajari. Selain berbagi, TPN juga mengenalkan saya dengan banyak teman baru, yang membuat saya menyadari dan ingin selalu menjadi pembelajar sepanjang hayat. - Wilma (KGB Jakarta Pusat)



Konsep TPN itu asyik banget, lain daripada seminar atau diklat yang biasa saya ikuti. Kita merdeka belajar menentukan topik yg kita butuhkan. - Titis Kartikawati (KGB Sanggau)



Mau jadi peserta TPN 2019? Pantau selalu informasi setiap petang di @Kampusgurucikal Facebook.com/groups/TPN2019



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



5



DARI REDAKSI



Bukik Setiawan dewan redaksi



Membaca Apa?



K



etika kita bersepakat bahwa literasi bukan sekedar kemampuan membaca buku, maka upaya mengembangkan literasi tidak melulu proses membaca buku. Pada suatu hari saya diundang menjadi pembicara diskusi daring di Komunitas Guru Belajar di sebuah daerah. Selesai diskusi, ada salah satu peserta yang japri untuk mengajukan pertanyaan. ...ttg praktik pak bukik yg mengajar literasi dengan tanpa perlengkapan apa2. Njenengan beberapa hari yg lalu menjelaskan bahwa anak2 membaca batang pohon, membaca komposisi sampah, atau membaca susunan dan bentuk gedung.. Teknisnya bagaimana pak? Sama sekali blm terbayangkan dalam pikiran saya, bagaimana anak membaca batang pohon, kemudian mendapat pengetahuan dari sana, tidak juga terbayangkan bagaimana mereka mengolah dan menggunakan pengetahuan tsb... Apakah Anda punya pertanyaan serupa? Sebenarnya pertanyaan tersebut wajar ditanyakan, terutama bila selama ini terbiasa mengajar sebatas di ruang kelas dan mengacu hanya pada buku teks pelajaran. :) Belajar adalah menguasai suatu kompetensi pada sebuah situasi yang digunakan dalam suatu situasi kehidupan nyata. Perhatikan ada dua kata situasi pada kalimat tersebut. Situasi



6



belajar dan situasi kehidupan. Situasi belajar, situasi dimana anak mendapatkan kompetensi. Situasi kehidupan, situasi dimana anak menggunakan kompetensi. Pendidikan berhasil bila anak bisa melakukan transfer dari situasi belajar ke situasi kehidupan. Masalahnya, kebiasaan pendidikan kita memisahkan begitu jauh antara situasi belajar dengan situasi kehidupan secara ruang maupun waktu. Kata anak zaman now, pendidikan membuat situasi belajar dan situasi kehidupan jadi LDR-an. :) Contoh sederhana. Anak belajar menguasai penjumlahan. Situasi belajar: buku teks atau LKS. Kapan anak menggunakan penjumlahan dalam situasi kehidupan? Seringkali anak tidak mendapat kesempatan dan arahan untuk menggunakannya. Penggunaan penjumlahan seringkali terjadi secara insidentil. Bila orangtua peduli dan mempunyai kesadaran dalam mendidik maka sang anak beruntung karena segera mendapat stimulus dan kesempatan menggunakan kemampuan menjumlah pada situasi kehidupan. Biasanya pada kebanyakan lingkungan pendidikan kita, semakin kompleks kompetensi yang dipelajari maka semakin jauh jarak antara situasi belajar dengan situasi kehidupan. Kompetensi seperti kreativitas, empati, atau pengambilan keputusan. Bahkan banyak anak sampai 18 tahun lebih bersekolah pun, tidak mendapatkan kesempatan mendekatkan jarak



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



antara situasi belajar dengan situasi kehidupan. Padahal menghubungkan situasi belajar dan situasi kehidupan tidak lah sulit. Tidak butuh modal besar. Tidak butuh fasilitas mewah. Apa yang dibutuhkan? Guru merdeka belajar. Guru yang mengajar bukan sekedar mematuhi kurikulum dan arahan dari atasan, tapi mengajar dengan berorientasi pada anak. Guru yang peduli pada kualitas pengalaman belajar anak. Guru merdeka belajar akan mencari cara bagaimana menghubungkan kompetensi yang menjadi tujuan belajar dengan kehidupan nyata. Bagaimana penjumlahan digunakan anak dalam beragam konteks, rumah, kebun, sawah, jalan atau pasar? Semisal, guru memberi tugas pada anak untuk mengenali bunga yang menarik di kebun dan menghitung jumlahnya. Guru memberi tugas mengenali berapa corak di sebuah batang pohon dan membuat kategori corak pohon. Setelah panjang lebar, baru ketemu jawaban membaca batang pohon? :) Huruf dan angka adalah perkakas buatan manusia yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menggunakan pengetahuan yang didapatkan dari pengamatan maupun dari imajinasi. Energi adalah perkalian massa dengan kecepatan kuadrat adalah hasil imajinasi Einstein yang berawal dari pertanyaan bagaimana jadinya bila kita duduk di ujung cahaya yang melintasi semesta. Tekanan adalah hasil pembagian gaya dengan luas penampang berawal dari pengamatan Newton terhadap apel yang jatuh dari pohon. Teori tahap perkembangan anak berawal dari pengamatan Piaget terhadap tumbuh kembang anaknya. Sayangnya, anak-anak kita dituntut menguasai pengetahuan hasil imajinasi dan pengamatan orang lain, tapi tidak mendapat kesempatan berimajinasi dan melakukan pengamatan fenomena di lingkungan sekitar.



literasi bisa menjadi jauh lebih kreatif. Program literasi tidak lagi semata menjadi urusan kekurangan fasilitas atau buku penunjang. Program literasi menjadi sesuatu yang berakar pada kebiasaan sehari-hari dan melekat pada lingkungan sekitar. Pada titik tersebut, program literasi adalah pintu masuk menuju terbentuknya budaya literasi. Literasi yang dipraktikkan sehari-hari. Surat Kabar Guru Belajar Edisi ke-22 ini menampilkan tulisan Guru Merdeka Belajar yang mempraktikkan pengajaran literasi yang melekat pada lingkungan sekitar. Pengajaran literasi yang mensyaratkan kreativitas dan bukan fasilitas yang dimiliki sekolah. Ada banyak contoh nyata yang bisa menjadi sumber inspirasi buat Anda untuk menjadi bagian dari Guru Merdeka Belajar :) Silahkan ambil minuman dan kudapan, cara posisi nyaman dan nikmati Surat Kabar Guru Belajar yang disusun oleh guru untuk guru. Bila bermanfaat, pastikan dipraktikkan dan disebarkan ke rekan guru yang lain. Jadi, membaca apa kita hari ini? Salam merdeka belajar! Bukik Setiawan Ketua Kampus Guru Cikal



Jadi, penting mengembalikan literasi menjadi sesuatu yang bermakna bagi anak dan kehidupannya. Beri kesempatan berimajinasi. Beri kesempatan melakukan pengamatan. Minta mereka mewujudkan hasil imajinasi dan hasil pengamatan dalam bentuk nyata, menggunakan gambar, suara, gerak, maupun huruf dan angka. Dengan cara berpikir demikian, maka program



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



7



8



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Berguru ke Kampung “Pak, masih lama?” Penulis



Pertanyaan ini biasa saya dapatkan saat menemani muridmurid dalam sebuah perjalanan. Perjalanannya ,sih biasa. Akhir perjalanan itu yang tidak biasa bagi mereka. Mereka akan menuju sebuah kampung. Buat apa? Baik, saya mulai dari awal sekali. Salah satu tujuan proses belajar di sekolah tempat saya mengajar adalah mengembangkan kepekaan dan empati. Salah satu caranya adalah membuka mata mereka, bahwa ada kehidupan yang sangat berbeda dengan keseharian mereka.



Suhud Rois



SD Peradaban Insan Mulia Cimahi KGB Cimahi [email protected]



Desainer Wilma A.I.S Kailola KGB Jakarta Pusat



Murid-murid saya rata-rata tinggal di kompleks perumahan. Hampir tiap hari mereka berangkat pagi dan pulang menjelang sore. Kegiatan mereka hanya seputar sekolah dan rumah. Rutinitas seperti ini berpotensi akan menjadikan mereka sebagai pribadi yang tidak peka terhadap lingkungan. Butuh usaha efektif agar kepekaan bisa dikembangkan. Mereka perlu melihat hal lain yang berbeda dengan yang sehari-hari mereka lihat dan alami. Kesempatan itu jarang mereka dapatkan. Kalaupun ada, sifatnya kebetulan. Artinya tidak di-setting dalam sebuah kegiatan yang tersusun, bertujuan, dan sistematis. Kemudian muncullah ide untuk mengenalkan sebuah kehidupan yang sama sekali belum mereka kenal. Ide tersebut kami wujudkan dalam program homestay. Pesertanya murid kelas 3 dan 4. Nah, di kampung lokasi homestay, mereka dititipkan di rumah-rumah penduduk dan mengikuti aktivitas penduduk kampung tersebut. Apa hubungannya dengan literasi? Tentu saja ada. Kami memaknai kegiatan literasi tidak sekadar membaca dan menulis. Mengajarkan keterampilan literasi harus dilakukan secara komprehensif. Kegiatan literasi dapat dimulai dengan pengamatan. Dalam program homestay, murid-murid diajak mengamati lingkungan alam dan sosial masyarakat. Mereka belajar



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



9



mengenali fenomena, merasakan, dan menarik kesimpulan. Dalam proses inilah kepekaan dan empati dikembangkan. Kenampakan alam, kebiasaan masyarakat, makanan tradisional, dan kegiatan ekonomi menjadi bahan belajar yang kaya sekaligus nyata. Untuk mengikat makna, mereka dibekali dengan buku Catatan Harian. Tujuannya agar muridmurid mampu menuliskan pengalaman dan/atau pengamatan, memikirkan, menyimpulkan, dan mencari alternatif solusi. Catatan harian ini harus diisi setiap hari setelah sebuah kegiatan berlangsung. Biasanya pada malam hari. Tujuannya supaya ada waktu bagi mereka untuk mencerna dan memaknai aktivitasnya pada hari tersebut. Di hari pertama, murid-murid mendapat tugas mengamati kondisi alam kampung tersebut. Kegiatan mengamati merupakan pintu gerbang keterampilan literasi. Pengamatan memberikan pengalaman dan pengetahuan. Lewat pengamatan, murid-murid menjemput hal-hal baru yang ia temukan di lingkungan. Pengalaman, pengetahuan, dan hal baru yang ditemukan merupakan bahan mentah untuk mengasah keterampilan menulis. Kami yakin, menulis sesuatu yang pernah dialami adalah cara belajar menulis yang efektif. Instruksi yang diberikan tidak banyak, sehingga membuka kesempatan yang lebar bagi murid untuk menulis laporan sesuai dengan gaya dan kemampuannya. Masih di hari pertama, murid-murid wajib berkenalan dengan keluarga yang mereka



10



tempati. Di sini mereka belajar mengumpulkan informasi dengan bertanya banyak hal tentang keluarga tersebut. Kemampuaan mencari dan menggali informasi juga bagian dari keterampilan literasi. Kegiatan dilanjutkan dengan dengan kunjungan ke budidaya lele dan jamur. Di dua tempat ini, murid-murid kembali menggali informasi yang menurut mereka penting. Tidak ada lembar kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Tugasnya hanya mencari informasi penting. Penugasan yang singkat dan sederhana seperti ini memberi ruang kepada murid untuk menentukan informasi apa yamg ingin ia dapatkan. Artinya, murid diajak untuk berpikir. Ia harus memahami secara kontekstual, sebab belajar bukan menjawab soal. Belajar adalah menemukan jawaban dan mengembangkan pertanyaan baru, sampai terpuaskan rasa ingin tahu. Di tempat budidaya jamur, murid diberi kesempatan mencoba semua proses. Mulai dari penyiapan media tanam sampai panen jamur. Apakah ini kegiatan literasi? Ketika literasi diartikan sebagai upaya memahami dunia, maka kegiatan tersebut merupakan bagian dari pengembangan literasi. Hari berikutnya mereka memanen padi dan menyaksikan proses penggilingan padi. Ini adalah pengalaman yang kaya. Selama ini mereka tahunya nasi yang ada di piring. Mereka tidak tahu dari mana nasi itu berasal, wujud awal seperti apa, dan bagaimana proses sampai menjadi nasi di piring mereka.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Alam terkembang menjadi guru. Pengalaman baru ini mengajarkan banyak hal. Termasuk mengasah empati mereka. Mereka jadi tahu bahwa untuk menjadi sepiring nasi, butuh pengorbanan banyak orang. Masih di hari yang sama, mereka juga melakukan penjelajahan di sekitar kampung. Melewati sawah, menyeberangi jembatan terapung, menembus hutan, dan menaklukkan gunung batu. Sekali lagi, semua itu adalah bagian dari proses membangun keterampilan literasi. Setidaknya mereka punya bahan cerita, baik secara tertulis maupun lisan. Kunci utamanya adalah bagaimana memaknai setiap kegiatan. Oleh karena itu, Catatan Harian sangat penting perannya untuk mengikat makna dan meningkatkan kemampuan menulis.



mengembangkan keterampilan mengembangkan literasi. Kami semakin yakin, literasi bukan sekadar membaca atau menulis. Literasi juga menyangkut bagaimana seseorang berkomunikasi di masyarakat. Literasi terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, serta menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Literasi membantu kita memahami diri sendiri dan mengungkapkan identitas, ide, dan budaya kita



Homestay menjadi kegiatan yang penuh cerita. Tentang kekayaan alam kampung lokasi homestay, pengalaman seru di sana, cerita-cerita konyol (ada juga yang memalukan) di rumah penduduk, dan beraduknya perasaan saat melewati jembatan terapung. Ketika semua itu diungkapkan ke orang lain, dituangkan dalam bentuk laporan atau presentasi, maka menjadi sebuah sarana Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



11



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



LIMA BELAS MENIT BERBICARA Penulis



Rizqy Rahmat Hani KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal [email protected]



Desainer Virandy KGB Bangka SMAN 1 SIJUK



Membaca yang Dipaksa Gerakan Literasi yang dilakukan di sekolah waktu itu adalah mewajibkan murid membaca buku 15 menit di awal jam pelajaran, sehingga wakil kepala bidang kurikulum memberikan jatah 15 menit dari jam 07.00 hingga 07.15 sebagai kegiatan wajib berliterasi. Program ini berjalan karena salah satunya arahan dari pemerintah untuk merancang kegiatan literasi di sekolah. Karena di berbagai sekolah marak kegiatan 15 menit membaca, akhirnya sekolahku pun mengikutinya. Namun coba bayangkan, sekolahku yang notabennya adalah sekolah pinggiran, yang murid-muridnya menyediakan waktu saja untuk membaca tidak ada, apa yang akan terjadi jika dipaksa membaca? Saat saya observasi, dan wawancara banyak sekali muridku tidak pernah membaca terkecuali karena disuruh oleh gurunya, dan bacaanpun ditentukan oleh guru, yang biasanya ada di buku paket mata pelajaran. Contohnya saat mata pelajaran Bahasa Indonesia, dalam buku paket yang disediakan sekolah meminta murid membaca karya sastra lama, seperti Siti Nurbaya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Robohnya Surau Kami, Harimau-Harimau, dsb. Saya coba mengikuti apa yang ada di buku paket, meminta murid untuk membaca salah satu di antara novel-novel sastra lama Indonesia. Tahu tidak apa yang terjadi setelahnya? Hanya 1-2 murid yang benar-benar membaca, itu pun karena saya janjikan nilai bagus jika membaca. Lainnya, hanya mencomot resensi di internet untuk dikumpulkan, karena takut dapat nilai jelek. Walau harusnya novel-novel tersebut memang sesuai kategori SMA, namun bagi murid-muridku yang notabennya adalah murid yang tidak terbiasa membaca, melihat karya sastra lama dengan bahasa melayu kuno membuatnya malah membenci kegiatan membaca. Jadi program 15 menit membaca di awal yang dicanangkan sekolah pun ikut pudar. Alih-alih membaca, 15 menit di awal dimanfaatkan murid untuk melakukan aktivitas lain yang ia suka. Ketika ada guru yang datang, ia pura-pura membaca. Melihat hal tersebut, sebagai guru bahasa Indonesia ikut memikirkan bagaimana agar tingkat literasi



12



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



murid bisa naik. Karena saya percaya literasi yang baik oleh murid akan membantu mereka di masa depan. Mereka bisa lebih mudah mencerna sebuah informasi, menganalisisnya, menghubungkannya dengan konteks yang berbeda. Lima Belas Menit Menit Berbicara Berawal dari diskusi di grup Komunitas Guru Belajar Nusantara, yang waktu itu masih beranggotakan segelintir orang penggerak dari berbagai daerah, saya mendapat inspirasi dari apa yang diceritakan Guru Riyadi, penggerak KGB Jember. Beliau bercerita tantang metode yang ia gunakan, yaitu Topi Bicara. Topi Bicara adalah metode yang mengajak anak untuk terbiasa berbicara di depan umum. Barangsiapa memakai topi, maka ia wajib berbicara apa saja yang ia suka. Ide itulah yang melatarbelakangi saya, menerapkannya di sekolah, sebagai pengganti 15 menit membaca. Saya menduplikasi di kelas, setiap sebelum pengajaran Bahasa Indonesia, saya beri kesempatan 3 murid (masing-masing dapat jatah 5 menit) untuk berbicara apapun di depan. Namun di awal pelaksanaan, masih banyak murid yang enggan berbicara di depan, beberapa alasannya ialah :



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



1. Belum punya ide apa yang dibicarakan 2. Belum percaya diri Hal itulah yang kemudian membuat saya refleksi, harus lebih terencana dalam pemilihan murid yang akan berbicara, dan harus ada yang membantunya dalam menentukan tema. Hasil dari refleksi tersebut adalah murid yang berbicara saya beri kesempatan untuk mengambil tantangan, bukan dari penunjukkan saya sebagai guru. Akhirnya di awal ada 3 orang murid yang mengambil risiko menjadi pembicara awal. Untuk memudahkan mencari tema dan membuat mereka lebih percaya diri, saya meminta mereka membawa benda apapun sebagai bahan cerita. Sehingga ketika di depan kesulitan berbicara, bisa memanfaatkan apa yang mereka bawa. Seminggu berikutnya saya melihat 3 anak yang mengambil risiko membawa benda-benda dari rumahnya, ada yang membawa bola, membawa gitar dan juga ada yang membawa foto keluarganya. “Bola ini adalah bagian dari hidup saya. Saya menjadi seperti sekarang, bisa sekolah juga karena bola. Saya menyukai bermain bola sejak…”



13



“Ini adalah foto terkahir keluargaku lengkap, setelah ulang tahunku ini, bapak sampai sekarang tidak tahu ada di mana. Beliau menghilang hampir 7 tahun, aku kangen bapak..” Lulu menceritakan bapaknya yang tidak pulang-pulang, dan kelas pun ikut menangis mendengar ceritanya.



Proses mereka mencari tema, kemudian mencari referensi lain di berbagai sumber (internet, mengobrol dengan orangtua/guru, membaca majalah) untuk dibicarakan di depan adalah proses literasi.



“Ku ambil gitar, dan mulai kumainkan, nada-nada yang …” Kharisma menyanyikan lagu Slank band favoritnya di depan kelas, diikuti cerita dia tentang grup band Slank yang ia sukai.



Rizqy Rahmat Hani



Pelajaran yang saya ambil adalah, untuk membudayakan literasi bisa dimulai dari apa yang murid sukai, tidak harus dipaksa murid untuk sekadar membaca.



14



Saya takjub melihat 15 Menit Berbicara ini, banyak murid yang saya selalu pandang sebelah mata, ternyata memiliki cerita lain. Sebagai guru ini juga bisa jadi bahan asesmen, untuk memetakan kebutuhan murid. Benda-benda yang dibawa benarbenar bisa membantu anak. Setelah sesi 15 Menit Berbicara, biasanya saya gunakan untuk refleksi bersama, dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid lainnya yang menjadi audiens : Apa ya kira-kira pelajaran yang diambil dari cerita Honi? Yuk kita buat kalimat semangat untuk Luluk! Mengapa grup Slank bisa sukses, dan apa yang bisa kita tiru? Mungkin ada yang menanyakan, di mana proses literasinya? Apakah sekadar berbicara cukup? Saya pun sama di awal menjalankan ini, jangan-jangan yang saya lakukan sekadar senang-senang dan tidak ada tujuannya. Ternyata saya salah, proses mereka mencari tema, kemudian mencari referensi lain di berbagai sumber (internet, mengobrol dengan orangtua/guru, membaca majalah) untuk dibicarakan di depan adalah proses literasi. Pun kegiatan saat mencerna informasi yang disampaikan temantemannya yang berbicara sampai akhirnya saling mengutarakan refleksinya setelah kegiatan.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



3 orang murid



Murid



murid



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



15



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Ketika Literasi dan Permakultur Bersinergi Penulis



Asykur Ahmad Nur Sekolah Tumbuh Kampus Sewon [email protected]



Desainer Muhammad Abdurrahman KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal







B



anyak yang gamang dalam menerjemahkan konsep literasi. Masih banyak yang kaku dalam mengartikan konsep literasi. Bagi beberapa orang, konsep literasi hanya diartikan sebagai kegiatan membaca. Konsep ini diperparah dengan kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang pada umumnya hanya diisi dengan kegiatan membaca 15 menit sebelum KBM. Jadi, penerapan literasi masih sangat sempit, dan belum holistik. Holistik disini diartikan sebagai sebuah konsep yang menyeluruh (terpadu). Jadi kita tidak hanya melulu membaca koleksi yang ada di perpustakaan, akan tetapi murid punya kesempatan lebih. Sumber daya ilmu yang dikerahkan bukan hanya buku sebagai teori. Akan tetapi, saya sebagai pustakawan (Teacher Librarian) bersinergi dengan guru permakultur untuk membangun literasi permakultur yang holistik. Hal ini berawal dari kegiatan literasi yang membosankan bagi murid. Literasi hanya diisi dengan membaca, membaca, dan membaca. Teacher Librarian tidak bisa menguasai kelas, terlebih di sekolah inklusi memiliki murid yang beraneka ragam. Saya pribadi ditempatkan di sekolah terpadu, di mana mendapat tanggung jawab di tiga tingkatan pendidikan, yaitu SD, SMP, dan SMA Murid kami awalnya antusias dengan literasi, akan tetapi karena model pembelajaran yang monoton, kami kehilangan minat & keingintahuannya. Saya mencoba alternatif pembelajaran dengan menggunakan iPad & berkonsultasi dengan beberapa orang. Beragam cara saya coba untuk kembali menarik minat murid saya. Namun tetap tidak bisa menariknya lagi. Hingga di satu waktu saya melihat anak-anak bersemangat bercocok tanam dalam program permakultur. Program permakultur adalah program unggulan di sekolah kami, dengan melibatkan seluruh warga sekolah, baik murid, guru, hingga kepala sekolah. Kegiatan ini mendapat alokasi jam pelajaran untuk tiap kelas, baik SD, SMP, SMA. Mereka melakukan kegiatan pertanian & peternakan. Tanaman yang dibudidayakan seperti singkong, jahe, terong, dan lain-lain. Sementara untuk hewan ternak yang dibudidayakan seperti ikan lele, ikan nila, kambing, marmot, dan lain-lain. Keduanya (pertanian & peternakan) memiliki peran yang penting & berkesinambungan, karena keduanya memiliki manfaat satu sama lain. Seperti kotoran kambing, & air kolam ikan lele bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos cair. Sedangkan dari segi



16



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



pertanian kami mengembangkan kangkung yang bisa dimanfaatkan sebagi pakan hewan. Dari kegiatan ini saya melihat antusiasme mereka tinggi, dilihat dari intensitas permakultur yang cukup tinggi, hingga saat mereka pulang sekolah mereka tetap betah di kebun sekolah. Secara keseluruhan mereka sudah maksimalkan dalam mengambangkan potensi permakultur yang ada di sekolah kami. Akan tetapi penyediaan & penyampaian informasi belum maksimal. Mereka sering menanam bermacam-macam tanaman, tapi setelah beberapa hari mereka lupa dengan tanamannya sendiri. Jadi disitu titik mula saya mendapatkan pencerahan dan menyadari bahwa “Literasi bisa bersinergi dengan Permakultur”. Selain efisiensi waktu & SDM, ini bisa memberikan konsep holistik dalam pembelajaran di Sekolah Tumbuh Kampus Sewon. Kegiatan sinergitas ini saya mulai dari memberi nama pada tanaman mereka. Saya mengajak anakanak untuk berkeliling di sekolah, untuk mendata tanaman apa saja yang ada. Disini saya melihat kemampuan (Bahasa Indonesia) dalam mereka menyusun informasi yang didapatkan dari tanaman. Mereka menyusun informasi umum tentang tanaman tersebut. Ada beberapa tanaman seperti talok, jambu kristal, dan lain-lain. Selain bersinergi dengan Bahasa Indonesia, pembelajaran ini bersinergi dengan ekonomi, kami memperhitungkan modal dan hasil yang didapat



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



dari kegiatan permakultur. Gambar di atas adalah salah satu foto kegiatan permakultur, dimana murid kami menuliskan konten informasi, di desain, dan di cetak. Kami menggunakan kertas bekas yang ada di perpustakaan. Setelah dicetak menggunakan kertas bekas, kami menggunakan laminating sisa yang ada di perpustakaan. Kami memanfaatkan beberapa barang sisa yang masih bisa digunakan. Tujuan dari pemberian nama ini untuk memudahkan penelusuran informasi tentang tanaman yang ada di sekolah. Kegiatan ini relatif mudah, dan bisa dilakukan oleh murid. Peran Teacher Librarian hanya memberikan arahan & pendampingan pada murid. Kami sudah memberikan nama empat jenis tanaman di berbagai lokasi di Sekolah Tumbuh Kampus Sewon. Target kami selanjutnya adalah membuat video pembelajaran, agar mereka bisa mengembangkan potensi permakultur secara mandiri. Peran perpustakaan adalah memberikan fasilitas berupa iPad, serta buku-buku permakultur. Ketika anak ingin mencari informasi tentang tanaman, mereka bisa pergi ke perpustakaan, mencari buku di Pojok Permakultur Perpustakaan Sekolah Tumbuh Kampus Sewon. Kelanjutan dari kegiatan ini adalah ketika mereka melakukan kunjungan ke luar sekolah. Anakanak diminta mendokumentasikan kegiatan



17



ini, boleh dalam bentuk foto. Ketika saya melihat poster bekas, saya berfikir untuk memanfaatkan. Saya memanfaatkan bagian belakang poster yang tidak terpakai, tapi masih bersih. Saya melihat potensi ini bisa dimaksimalkan, saya meminta bantuan anak-anak untuk menempel foto tersebut di poster, supaya bisa ditempel di dalam mading sekolah. Konsep holistik dalam sinergitas ini baru saya rintis dalam enam bulan terakhir kendala yang dihadapi adalah dalam mengatasi kemampuan murid di sekolah inklusi yang sangat beragam. Solusi yang kami lakukan adalah melakukan kegiatan tersebut dalam kelompok. Kegiatan individu menjadi terkendala ketika mereka gagal melakukan penelusuran informasi. Solusi muncul ketika mereka berkelompok, karena bisa saling mengajari & memberitahu satu sama lain. Ini yang memicu potensi & antusiasme murid dalam melakukan penelusuran informasi dan pemanfaatan perpustakaan. Inilah pengalaman menari saya saat ini, saat menjadi pustakawan di Sekolah Tumbuh Kampus Sewon. Kegiatan pembelajaran yang holistik, karakter murid yang beragam, menambah warna di Sekolah Tumbuh Kampus Sewon. Semoga cerita singkat ini bisa memberikan manfaat bagi semua.



18



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Liputan Pelatihan



Pengembangan Murid Penyandang Disabilitas



Asesmen untuk Memahami Murid



Apa jadinya seorang ahli bedah yang dikenal hebat, terlempar ke masa di mana alat-alat bedah tidak ada. Apakah ia masih bisa melakukan praktik membedahnya? Namanya Jyin Hyuk, seorang dokter bedah yang hidup dan tinggal di masa modern yang mengalami kejadian aneh, yang membuatnya harus terlempar jauh ke masa Dinasti Joseon. Dalam masa itu, teknologi medis masih dalam tahap awal. Banyak kasus yang dialami Jyin Hyuk ketika ia terlempar ke waktu yang berbeda. Salah satunya adalah ketika ia menemui seorang anak yang sakit perut, mual, mata tampak cekung, dan juga kulit kering. Dari sekilas melihat kondisi anak tersebut, Jyin Hyuk meminta warga untuk menjaga kebersihan dan melakukan beberapa tindakan. Namun tak disangka, wabah melebar, ada beberapa warga yang meninggal karena penyakit tersebut. Di masa belum ada peralatan medis tersebut, Jyin Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Hyuk membuat alat alternatif, obat alternatif dan melakukan beberapa keputusan agar virus tersebut tidak tersebar. Asesmen, saya melihat apa yang Jyin Hyuk sebagai seorang dokter melakukan asesmen, dia memperkirakan apa yang sedang dialami si anak dari mengobservasinya, seringnya mual, sakit perut hingga kulit kering membuatnya mendiagnosis bahwa si anak terkena kolera. Ia pun tahu kalau virus itu akan cepat menyebar dan mengambil beberapa keputusan sampai membuat beberapa obat dan alat untuk mengobati yang sudah terkena dampak. Sebagai seorang guru, salah satu yang perlu dimiliki adalah kemampuan seperti dokter Jyin Hyuk, yaitu melakukan asesmen. Oleh karena itulah dalam program Pengembangan Murid Penyandang Disabilitas pelatihan pertama difokuskan mengajak guru peserta program untuk bisa melakukan asesmen.



19



Pelatihan bertema “Pemetaan Potensi ABK Pasca Pendidikan Menengah” ini diikuti sekitar 40 guru pembimbing khusus dari SMALB, dan guru BK dari SMA/SMK/Madrasah Inklusi di Jawa Tengah. Pelatihan yang berlangsung selama 3 hari ini (5-7 Agustus 2019) bertujuan untuk peserta memiliki persepsi yang sama mengenai tujuan pendidikan inklusi, dan mampu melakukan asesmen untuk mengidentifikasi ABK. “Sering banget terjadi miskonsepsi diantara guru mengenai pendidikan inklusi”, ujar Vitriani Sumarlis salah satu pelatih dari Kampus Guru Cikal. Oleh karena itulah di bagian awal pelatihan, peserta diajak untuk berpikir dan berdiskusi mengenai miskonsepsi pendidikan inklusi, seperti : Murid dengan disabilitas/ berkebutuhan khusus tidak akan mampu mengikuti kurikulum yang sama seperti anak-anak pada umumnya Kurikulum khusus perlu dirancang untuk anak-anak dengan disabilitas/ kebutuhan khusus Menerima murid disabilitas/berkebutuhan khusus dalam kelas reguler hanya akan menghambat pencapaian murid-murid yang lain di kelas tersebut Pernyataan-pernyataan tersebut membawa peserta berbeda pendapat, ada yang setuju ada pula yang tidak setuju. Dari proses inilah, kami melihat beberapa guru memang masih kebingungan mengenai tujuan pendidikan inklusi. Untuk lebih memberikan gambaran mengenai pendidikan inklusi, pelatih memutarkan sebuah video tentang praktik pendidikan inklusi di negaranegara eropa. Peserta kemudian diajak berdiskusi antarkelompok. “Saya jadi mulai memiliki gambaran sebagai guru BK menerapkan pendidikan inklusi di sekolah saya. Kalau memang pendidikan untuk semua, mengapa perlu kurikulum khusus. Saya mulai memahami bahwa untuk mencapai itu, salah satu yang perlu dilakukan adalah kolaborasi..” ujar salah satu peserta guru BK. Setelah itu pelatihan yang berlangsung di Gedung BP-Diksus, Semarang ini mengajak peserta untuk mengenali keragaman ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Karena jika guru mengetahui tentang keragaman ABK, guru bisa lebih mudah memberikan tindakan yang tepat sesuai ragam ABK-nya. Dalam sesi ini, peserta diajak bermain kartu Murid Istimewaku, kartu permainan yang bertujuan mengajak peserta tahu dan mengerti ragam ABK. Melalui permainan, ragam ABK yang berjumlah banyak memudahkan untuk dimengerti oleh peserta dan



20



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



“...dari sesederhana melakukan pengamatan kepada murid, melakukan wawancara. Karena selama ini yang terjadi di kalangan guru adalah melakukan asesmen menggunakan alat berupa tes, yang terkadang berbiaya.” kemudian mengelompokkannya ke dalam area-area disabilitas, mana ragam disabilitas yang masuk area disabilitas fisik, mana yang masuk disabilitas sensori, mental, dan intelektual. “Permainannya seru, mengasah peserta untuk bisa merancang strategi agar mendapat skor banyak. Selain itu, penggunaan perbedaan warna memudahkan kami memetakan area disabilitas murid..” ujar salah satu peserta program. Harapannya setelah mengetahui tujuan pendidikan inklusi dan ragam ABK, guru bisa melakukan asesmen yang tepat untuk murid. Oleh karena itulah sesi selanjutnya yang berlangsung di hari kedua membahas tentang prinsip, tujuan dan cara asesmen. Jika diandaikan seorang dokter Jyin Hyuk yang terlempar ke masa belum mengenal peralatan medis, dan menggunakan apa yang ada di lingkungannya untuk membantu mengobati pasien, maka sebenarnya tantangan guru adalah itu. Tidak bergantung asesmen-asesmen dari lembaga lain yang biasanya berharga tinggi melalui serangkaian tes. “Tantangannya adalah mengajak guru menggunakan apa yang ada untuk melakukan asesmen. Dari sesederhana melakukan pengamatan kepada murid, melakukan wawancara. Karena selama ini yang terjadi di kalangan guru adalah cara melakukan asesmen menggunakan alat berupa tes, yang terkadang berbiaya..” ujar Rizqy salah satu pelatih dalam tahap ini. Lewat berbagai simulasi permainan, peserta diajak untuk saling mengamati satu sama lain. Mencatat apa yang dilakukan, bagaimana perilakunya, menanyainya untuk mendapat gambaran orang tersebut. Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



“Memang tantangannya dalam asesmen, bagaimana melakukan asesmen tidak secara langsung dan murid mengetahui bahwa mereka sedang diamati/diwawancarai.” ujar Vitriani Sumarlis kepada peserta setelah melakukan simulasi observasi dan wawancara. Di hari terakhir, peserta diajak mengenali bakat dan minat murid melalui teori Holland. Di sesi ini peserta antusias sekali mempelajari mengenai Teori Holland, yang membagi minat menjadi 6 yaitu realistik (sang pekerja), investigatif (sang pemikir), artistik (sang kreator), sosial (sang penolong), wirausaha (sang pembujuk), dan konvensional (sang pengatur). Harapannya, para peserta memiliki pengetahuan mengenai minat sehingga bisa menumbuhkan minat-minat yang murid miliki. “Pelatihan yang berbeda dari pelatihan lainnya. Tiap hari hampir 8 jam pelatihan namun tidak terasa.” Ujar Nanik Qomariyah, salah satu peserta



Penulis



Rizqy Rahmat Hani KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal [email protected]



21



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Penulis



Pengembangan Literasi Sains Lewat Pembuatan Buku Cerita



D



i tahun pertama saya mengajarkan IPA di level SMP, konsep literasi bagi saya terbatas pada membaca artikel, mencari gagasan utama, dan juga menggunakan artikel tersebut untuk menjawab pertanyaan. Seiring waktu dan bertambahnya referensi pengajaran saya merasa bahwa murid bisa diajak melakukan lebih untuk mengembangkan literasi sains mereka terutama dalam pelajaran IPA.



Dirayanti Bunga Wardani Sekolah Cikal KGB Tangerang Selatan [email protected]



Desainer Muhammad Abdurrahman KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal



Menurut edutopia.com ada beberapa kemampuan literasi sains yang bisa dikembangkan dalam pelajaran IPA yaitu : • Kemampuan untuk berpikir kritis saat membaca laporan penelitian, grafik ataupun artikel. • Kemampuan untuk menghubungkan ide-ide dari berbagai sumber dan media dan bisa mengidentifikasi sumber yang tidak dipercaya • Kemampuan untuk menuliskan atau menyampaikan hasil penelitian atau eksperimen mereka dengan mempertimbangkan pembacanya. • Saya mempertimbangkan bahwa kemampuan literasi sains yang tersebut diatas bisa dikembangkan dalam kelas saya apabila saya memvariasikan bentuk-bentuk assessment pada murid. Untuk itu di semester 2 saat belajar tentang hukum Pascal saya menantang murid untuk membuat projek buku cerita yang berisi penerapan hukum Pascal. Tidak sampai disitu, projek ini juga berintegrasi dengan pelajaran IPS dimana mereka mempelajari tentang perdagangan antar benua. Proyek ini pastinya memiliki banyak tantangan baik dari sisi guru ataupun murid. Di sisi guru kami harus mempertimbangkan cara mengemas buku ini agar menarik dan juga memastikan proses belajar bisa dirasakan oleh semua murid secara optimum. Murid pun memiliki tantangannya sendiri



22



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



karena mereka memiliki level penguasaan bahasa dan kemampuan literasi yang beragam. Setelah melakukan diskusi dengan guru IPS, kami sepakat untuk membuat buku novel ‘pilih petualanganmu sendiri’, dimana setiap anak akan memberikan kontribusi berupa 1 bab cerita, yang akan menjelaskan tentang topik dalam pelajaran



IPA dan IPS. Agar alur cerita terjaga maka saya menentukan tokoh utama dan plot utamanya. Kami juga mengemas buku tersebut bertemakan perjalanan pedagang Ujung Pandang karena sekolah kami akan menampilkan budaya Ujung Pandang dalam pertunjukkan tahunannya. eperti layaknya sebuah proyek sekolah, saya memulai dengan langkah riset. Riset pertama



chapter



main story



science



social studies



1.



The beginning of story, where Telluati and Ambo Uleng meet



Ambo Uleng analyse ship by giving explanation about Archimedes theory (why does ship float), and why does the bottom part of the ship is thicker



Telluati explain about trading inter island that already happen between Bugis, Australia, and Chinese



Harbour



2.



Preparation of Departure



Explain about the the loading on the ship deck (food, water) based on the Pascal Theory



Trading between local. (Explain about the concept of market)



Harbour



3.



Leaving to Australia



Explain about the the loading on the sail based on the Pascal Theory.



Ship Course. Talking about economic activity (production, distribution, consumption)



Pacific Sea



4.



Arrive in Australia and Meet Aborigins



Explain about Pascal theory to determine the width of wheel on barrow.



How to interact (communicate) in traditional economy. Explain about money or something as a medium of exchange.



Northern Australia



Loading cargo from Australia and supply to Singapore



Explain about Pascal theory to determine Pascal theory to determine load distribution on ship deck (when there’s repair on deck).



Discuss about commodity, supply-demand, and price.



Northern Australia



5.



setting



Tabel 1. Pembagian Topik dalam Tiap Subjek



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



23



Title



The Taripang Journey



Setting



The Taripang Journey



Character’s name



Role



Etta Ambo Uleng



Schollar



Makkawaru Palalo



Dad Navigator



Daeng Sompa



Captain



Pallawaruka



Telluati Friend



Uleng



Sailor



Telluati is a young man that wanted to see the world, his father send him to follow on a ship cruise and learn about trading inter island. On the cargo pinisi ship he meet Etta Ambo Uleng, an adventurer that also young schollar that graduate from Ecole Maritime. Ambo Uleng always see things with scientifical way, he’s fascinated by Physics Law especially Pascal and Archimedes. Along the trip Ambo Uleng, ship captain, and other sailor teach him about the ship course, trading and how to interact with local Aborigin & Singapore. The story it self show the bravery and adventurous spirit of Bugis people, where they show how they survive on many situation especially when relate to nature.



Tabel 2. Outline dari Buku Cerita dilakukan murid dengan berkunjung ke Museum Maritim di Tanjung Priok, dimana mereka meneliti tentang sejarah perdagangan Indonesia dan juga bentuk-bentuk kapal kuno dengan pertanyaanpertanyaan yang telah disiapkan di kelas. Dari kunjungan tersebut murid mendapatkan gambaran detail tentang sejarah perdagangan Indonesia dan macam-macam bentuk kapal kuno. Riset kemudian dilanjutkan di kelas, saya memperlihatkan video tentang sejarah pedagang Bugis, dan kemudian murid melanjutkan riset mandiri sesuai dengan topik yang sudah disepakati.



24



bisa menyelesaikan, maka murid tersebut akan dibimbing secara personal oleh saya ataupun guru IPS, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap murid akan mengalami proses belajar yang optimum.



Pada saat penulisan buku, kelas dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok mempunyai ketua yang memastikan buku bisa selesai dan mempunyai kemajuan sesuai jadwal. Saya membagikan jadwal dan hal yang harus dilakukan setiap murid dalam file online sehingga semua murid dapat mengakses file tersebut, saya juga membagikan contoh buku ‘pilih petualanganmu sendiri’ dalam versi pdf.



Seiring dengan berjalannya waktu muridpun mulai menemukan tempo bekerja masing-masing, mereka juga mulai menuliskan cerita mereka sesuai dengan gaya masing-masing. Dalam proses pembuatan buku ini saya sangat menekankan tentang pengembangan literasi sains, meskipun cerita ini fiksi namun harus berdasarkan fakta hasil riset mereka. Jika ada yang menuliskan tidak berdasarkan hasil riset maka saya akan menanyakan pertanyaan seperti ‘Dari mana kamu mendapatkan ide tersebut? Apakah sudah sesuai dengan hasil risetmu? Apakah kamu sudah membandingkan antara hasil riset ada dengan ide tulisanmu?’. Begitu juga saat mereka membuat ilustrasi dari tulisan mereka saya menanyakan ‘Apakah ilustrasi yang kamu buat sudah sesuai dengan hasil riset?’.



Jika ada murid yang mengalami kesulitan dalam dalam penulisan secara teknis ataupun konten dan sebagai kelompok mereka tidak



Saya juga mengajukan pertanyaan terkait gaya penulisan seperti ‘Jika kamu menuliskan seperti itu, kira-kira apakah teman kamu mau membaca? Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Kira-kira apa yang harus ditambahkan agar bacaan menjadi menarik?’. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat anak berpikir kritis tentang konten juga cara pengemasan. Pada saat karya dari setiap anak akan digabungkan, saya dan guru IPS mengajak murid untuk samasama mengevaluasi karya dari teman mereka, hal ini mencangkup kesalahan pengetikan dan teknik penulisan pertanyaan besar dari evaluasi ini adalah ‘Apakah kamu bisa mengerti apa yang dituliskan oleh temanmu?’. Setelah itu saya dan guru IPS pun melakukan pengecekan ulang dan menyatukan semua tulisan dalam 1 file dan akhirnya kami mencetak dalam sebuah buku. Karena dalam 1 kelas ada 2 kelompok maka hasil akhir dari projek ini menghasilkan 2 buku petualangan. Buku hasil karangan anak ini, bisa dibaca ataupun diunduh menggunakan QR code. Setelah projek buku cerita ini selesai kami pun mengajak murid berefleksi mengenai perjalanan mereka. Melalui pertanyaan seperti ‘Apakah aku sudah memberikan kontribusi yang terbaik?’, ‘Kesulitan apa yang dirasakan saat membuat buku ini?’, ‘Apa yang bisa kamu ceritakan mengenai teori Pascal dan Archimedes?’ Setiap anak memberikan respon yang berbeda, mereka yang lebih menguasai materi dan Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



mempunyai kemampuan literasi diatas rata-rata menjawab dengan kalimat yang lengkap dapat menjelaskan perasaan dan menjelaskan kembali tentang teori tersebut. Namun ada juga murid yang menjelaskan dalam kalimat singkat dan hanya menuliskan rumus saja. Pada saat projek selanjutnya, dimana murid diminta untuk membuat poster terkait pesawat sederhana saya merasakan perubahan dalam dinamika belajar anak terutama yang terkait dengan literasi sains. Mereka terlihat lebih mandiri dalam proses riset dan juga dalam mengidentifikasi sumber-sumber yang bisa mereka percaya, sebagian dari murid bahkan bisa bersikap kritis dan memberikan umpan balik pada poster milik temannya. Kualitas dari proyek mereka juga terlihat lebih membaik karena mereka mempertimbangkan pembacanya. Meningkatkan kualitas literasi sains memang membutuhkan komitmen dari guru dan kelas. Sebagai guru saya harus memahami murid untuk memastikan bahwa semua murid mengalami proses pembelajaran karena hasil akhir tiap murid akan berbeda-beda. Lewat pengalaman ini saya juga belajar bahwa kemampuan literasi dapat ditingkatkan lewat berbagai topik sains lewat ragam proyek dan bentuk penilaian.



25



26



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



BANGUN BUDAYA LITERASI DI SEKOLAH Penulis



Wahyuniar Yusuf KGB PINRANG SMPN 4 Pinrang [email protected]



Desainer Wilma A.I.S Kailola KGB Jakarta Pusat



L



iterasi adalah kata yang sangat populer akhirakhir ini di dunia pendidikan kita. Pemerintah pun telah melirik, dibuktikan dengan begitu banyaknya program yang mendukung semangat literasi ini tumbuh di Indonesia. Tentu saja, tanpa dukungan semua pihak program ini tentunya tidak akan bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Semua pihak perlu terlibat. Sebagaimana semua program dan kegiatan pendidikan, program literasi pun seharusnya berorientasi pada murid-murid. Tujuan pada murid membuat kegiatan literasi akan menjadi bervariasi, menantang dan bermakna. Jenis aktivitas bisa bervariasi sesuai minat murid. Tantangan belajarnya menyesuaikan dengan tahap perkembangan dan keterampilan belajar murid. Dan Tujuan kegiatan akan menjadi bermakna bagi murid. Dampak lebih besarnya kemungkinan peningkatan kemampuan literasi murid akan meningkat secara signifikan. Bagi guru, kegiatan literasi yang bermakna akan menjadi sumber semangat yang berlimpah. Karena tidak ada yang lebih menyenangkan selain menyaksikan murid kita tumbuh dan berkembang. Salah satu keresahan yang kami rasakan waktu itu adalah minimnya semangat literasi di sekolah kami. Program yang ada pun tidak melibatkan murid. Hingga membuat murid-murid kami malas membaca, kurang percaya diri, dll. Akhirnya membuat program tersebut mendekatkan murid dengan literasi, malah kemudian menjauhkannya. Akhirnya berdasarkan hal tersebut, kami melakukan refleksi dari apa yang kami lakukan. Kami perlu melibatkan murid dalam merancang aktivitas literasi yang membudaya di diri murid. Ada beberapa langkah untuk mewujudkan budaya literasi di sekolah kami, antara lain :



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



27



Sebagaimana semua program dan kegiatan pendidikan, program literasi pun seharusnya berorientasi pada murid-murid. Tujuannya membuat kegiatan literasi akan menjadi bervariasi, menantang dan bermakna. Wahyuniar Yusuf



28



1. Membentuk Tim Literasi Sekolah. Dalam tim literasi yang dibentuk terdiri dari guru, pustakawan / tenaga perpustakaan sekolah, perwakilan komite sekolah, dan juga murid. Tim literasi bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program yang telah dilakukan serta kegiatan Gerakan Literasi Sekolah dengan memaksimalkannya secara menyeluruh. Tim inilah yang menjadi motor kendali pengembangan literasi di sekolah kami. Ternyata melibatkan anak dalam proses ini sangatlah berperan penting dalam mewujudkan ekosistem sekolah yang literat. Terbukti anak mampu melahirkan ide-ide kreatif untuk pengembangan sekolah. 2. Pojok Baca Kelas Pojok baca yang berada dalam ruang kelas didesain kreatif oleh wali kelas bersama murid. Pojok baca tersebut berisi buku-buku bacaan favorit mereka dan digunakan pula dalam aktivitas belajar. Ada bahan bacaan yang disediakan oleh sekolah dan sebagian pula disediakan oleh murid-murid dan wali kelas. Pojok baca kelas pun didesain dengan beragam aktivitas yang disusun sendiri oleh warga kelas. Kegiatan barter buku dari kelas lain ke kelas lain adalah salah satu inovasi yang dilakukan anak-anak. Untuk memperkaya bahan bacaan mereka, selain meminjam dari perpustakaan sekolah, barter buku dari kelas lain kerap mereka lakukan. 3. Pentas Aksi Pentas Aksi adalah suatu kegiatan yang sangat dinanti oleh murid-murid kami. Kegiatan ini rutin sekali sepekan di tiap Seninnya setelah upacara bendera. Satu jam waktu pelajaran digunakan untuk agenda kegiatan ini. Pentas aksi sendiri adalah kepanjangan dari Pentas Aksi Kreasi dan Literasi di Senin Bahagia. Selalu saja ada hal istimewa dari Senin ke Seninnya. Diisi dengan kegiatan ragam aktivitas literasi seperti lingkaran sudut baca, menggambar, menulis, penampilan bakat minat dan murid yang digilir dari kelas ke kelas, dll. Beragam kejutan yang ditunjukkan oleh murid-murid kami. Hingga meningkatkan pula kepercayaan diri dan semangat mereka dalam belajar. Selain itu menjalin kerjasama pula dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Pinrang, Lembaga Sahabat KITA, Tali Integritas KPK , dll. Kehadiran mobil perpustakaan sekali sebulan, kerja sama dengan Tali Integritas KPK-Sahabat KITA dengan hadirnya bukubuku bacaan dan permainan board game integritas, dan hadirnya inspirator-inspirator memberikan banyak semangat, ilmu dan pengalaman luar biasa. Karena kami percaya bahwa semua pihak ikut andil dalam pengembangan pendidikan.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



4. Klub Menulis Memfasilitasi anak-anak untuk meningkatkan bakat dan minat mereka dalam bidang kepenulisan. Dan mengundang pula penulis-penulis muda untuk berbagi di sekolah. Hingga semakin menumbuhkan semangat anakanak dalam menulis. Menulis puisi, artikel dalam majalah dinding adalah suatu bukti proyek dalam Klub Menulis ini. Dan Alhamdulillah pula, Satu buku antologi puisi dengan judul “Di penghujung Senja” telah berhasil dituliskan oleh murid-murid SMPN 4 Pinrang melalui gerakan sekolah menulis buku. 5. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah Pengelolaan perpustakaan dibuat senyaman mungkin untuk semua warga sekolah. Koleksi buku-buku pun yang beragam. Perpustakaan juga diisi dengan kegiatankegiatan edukatif dan menarik banyak pembaca untuk berkunjung. Perpustakaan sekolah juga tidak sekedar tempat membaca buku namun juga sebagai ruang diskusi, bedah film, dll. Kunjungan wajib perpustakaan tiap kelas pun dirutinkan. Penyediaan buku-buku bukan hanya dalam perpustakaan saja. Namun juga ada di taman sekolah, hingga perpustakaan berjalan pun ada di sekolah kami. 6. Penerapan strategi literasi dalam pembelajaran Literasi terintegrasi dengan semua mata pelajaran yang ada dan menyeluruh dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang digunakan melibatkan partisipatif murid-murid hingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Setelah setahun kami berusaha untuk mewujudkan budaya literasi di sekolah kami dengan langkah-langkah yang kami telah lakukan di atas. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, dari hari ke hari menunjukkan semangat yang luar biasa. Bukan hanya dari murid-murid sendiri yang terbangun kompetensinya namun juga guru-guru dan seluruh warga sekolah. Kolaborasi, kreasi dan inovasi yang terjalin ini semoga semakin menguatkan langkah untuk membangun budaya literasi di sekolah hingga bermanfaat besar untuk pendidikan yang lebih baik.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



29



30



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Penulis



Umi Kalsum KGB Bandung [email protected]



Desainer Lukman Hakim KGB Pekalongan SMA Islam Pekalongan



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Fasilitator Budaya Literasi, Memberdayakan Masalah di Sekitar Merasa tak ada masalah, gejala dari rendahnya literasi Saat itu saya diamanahi untuk menjadi guru dari murid-murid kelas 6 SD. Alih-alih sekadar menyiapkan murid-murid untuk USBN, saya lebih senang memfasilitasi murid-murid untuk ujian kehidupan. Saya berpandangan bahwa ilmu hadir sebagai solusi kehidupan. Hanya saja, seringkali kenyataan tak bicara seperti itu. Jangankan menjadi solusi, membumi pun seringkali terasa masih jauh. Saya berpandangan hal ini disebabkan karena masih minimnya budaya literasi, konteks lingkungan yang ada kerap kali tidak diberdayakan. Kongkritnya adalah kebiasaan mengajar langsung ke materi pelajaran tanpa menghubungkan dengan kenyataan. Sebenarnya tak cukup menghubungkannya dengan kenyataan saja, akan lebih baik bila kenyataan tersebut diangkat diawal sebagai masalah yang penting untuk diselesaikan. Fakta kongkrit yang saya temui adalah ketika diawal pertemuan saya bertanya, “Adakah masalah di sekitar kita?” dan “Adakah hal unik di sekitar kita?”. Murid-murid sulit sekali menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa murid-murid kurang sadar akan masalah di sekitarnya. Menyaksikan fakta seperti ini, semakin mendorong saya untuk memberdayakan konteks, membangun budaya literasi. Antusiasme dan kontinuitas, sebagai tantangan meningkatkan literasi Untuk mencapai tujuan tersebut, saya terkendala jumlah pertemuan yang minim yakni 1,5 jam per minggu. Untuk menyiasatinya, saya pun bersama murid-murid menyediakan waktu untuk belajar di grup WhatsApp. Saya pun mengamati kemampuan murid-murid saya yang masih kelas 6 SD, nyatanya akan lebih mudah untuk murid-murid apabila saya menggunakan media seperti gambar, lagu, atau video. Selain itu, saya memandang perlu memilih stimulasi yang tepat agar antusiasme dapat terjaga, saya amati 3 kegiatan kami diawal pelaksanaan dan mendapati data berikut,



31



Tanggal



12 Januari



Kegiatan : bermain



13 Januari



Topik : Kenyataan yang dekat



14 Januari



Topik : Masalah yang dekat 1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



Kuantitas murid



Data tersebut menunjukkan ketika topik yang diangkat merupakan masalah yang dekat dengan murid, maka antusiasme murid sangat tinggi. Hal ini semakin mendorong saya untuk membudayakan literasi dengan memberdayakan konteks masalah di sekitar. Berliterasi dengan Ayo Bertanya dan Mencari Solusi Ayo bertanya tentang hal-hal di sekitar kita dan mencari solusinya, merupakan prinsip dari cara yang saya lakukan untuk membangun budaya literasi. Tahapan caranya adalah • Saya menyiapkan stimulasi masalah atau kenyataan yang terdekat dengan murid. • Saya bertanya, “Adakah masalah di sekitar kita?” dan “adakah hal unik di sekitar kita?” • Bila murid mengangkat masalah atau memiliki pertanyaan, maka topik dari murid menjadi bahan diskusinya. Namun bila murid belum memiliki pertanyaan, maka saya menstimulus murid dengan melempar bahan diskusi. • Bertanya dan berdiskusi • Mengupas masalah, dampak dari adanya masalah atau manfaat apabila masalah terselesaikan. • Mencari solusi atau jawaban dari ilmu pengetahuan yang telah dimiliki atau sumbersumber ilmu pengetahuan yang tersedia, seperti buku, internet, orang yang dipandang mengetahui, dll. • Menyimpulkan dan berefleksi Praktikku memberdayakan masalah di sekitar Aksi pun dimulai. Hari itu saya menstimulasi murid-murid dengan kabar duka. Saya berkata : “Beberapa minggu yang lalu, ada kabar duka dari alumni kita. Usianya mungkin baru 15 atau 16 tahun. Di usia mudanya, ia telah meninggal dunia akibat suatu penyakit. Penyakit yang memang sangat rentan di musim hujan seperti



32



ini”. Doa dari murid-murid pun memenuhi tampilan WhatsApp saat itu. Hari itu, muridmurid yang biasanya silent pun tiba-tiba bersuara. Saya bertanya lagi, “Bila pengalaman tersebut terjadi pada keluarga kita bagaimana ya?” Muridmurid pun menjawab dengan kesedihan dan keengganan. Sampai tahap ini, murid-murid sudah merasakan pentingnya masalah ini. Saya bertanya lagi tentang banyak hal, seperti penyebab munculnya penyakit tersebut, mekanisme terjadinya penyakit tersebut yang dapat dijelaskan dengan materi tentang simbiosis, karnivora, dan sistem peredaran darah. Murid-murid sempat kebingungan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya, namun merasa penasaran, maka murid secara mandiri mencari jawabannya dari sumbersumber ilmu pengetahuan yang tersedia. Saya lanjut bertanya tentang cara pencegahannya yang dapat dijelaskan dengan materi daur hidup dan metamorfosis. Di akhir, kami berusaha menyimpulkan dan berefleksi tentang hal-hal yang perlu kami lakukan selanjutnya, seperti menjaga kebersihan lingkungan rumah dan kebersihan lingkungan sekolah. Tak berhenti sampai disitu, pembahasan kami berlanjut hingga kami dapat lebih menyadari pentingnya memahami ilmu, pentingnya sekolah, dan bersyukur atas segala nikmat ilmu. Pada pertemuan yang lain. Meski hari itu muridmurid masih belum menyadari akan adanya konteks masalah atau hal unik di sekitar, saya memilih untuk tak menyerah. Saya menstimulasi murid-murid dengan peristiwa yang viral pada masyarakat kami, yakni peristiwa puting beliung di Rancaekek. Saya bagikan video amatirnya ( saat ini video dapat dilihat di https://www.instagram. com/p/B1QdcRDl8bp/?igshid=aanb9xvi4opu ). Ramai murid-murid menanggapinya. Saya ajak murid-murid untuk menceritakan peristiwa itu. Seorang murid pun mengajukan dirinya untuk menceritakannya. Murid tersebut bercerita bahwa Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



peristiwa puting beliung di Rancaekek terjadi hingga menghancurkan banyak bangunan di sana. Tak hanya bangunan yang terdampak, melainkan hingga korban luka berat. Seperti biasa, agar murid dapat lebih menyadari pentingnya masalah ini, saya ajak murid untuk membayangkan dampaknya pada kami apabila jaraknya semakin dekat dengan tempat tinggal kami. Pertanyaan lanjutan pun muncul, “Bagaimana cara mengenali bahwa akan terjadi puting beliung?”. Kami pun membahasnya dan menjelaskannya lewat materi perpindahan panas. Refleksi pun berlanjut ketika kami bertemu di kelas. Kami berefleksi tentang bagaimana menyikapi peristiwa-peristiwa seperti itu agar dapat meminimalisir besarnya kerugian atas peristiwa tersebut. Tanda-tanda perubahan pun mulai muncul. Hari itu, ada 3 masalah yang waktu itu diangkat oleh murid-murid, salah satunya tentang masalah penyakit yang mewabah akibat hujan yang hampir setiap hari mengguyur daerah kami. Senang saya mendengarnya karena muridmurid sudah lebih sadar akan adanya masalah di sekitar kami. Saya lanjut melempar pertanyaan untuk mengupas penyakit yang mewabah. Hari itu kami memfokuskan pada penyakit flu dan DBD, dimana flu dapat dibantu penjelasannya dengan materi sistem pernapasan. Saya cukup terkejut bercampur senang ketika mendengar solusi yang diajukan murid-murid. Karena solusi-solusi tersebut didasarkan atas pengamatannya terhadap kenyataan. Solusi yang waktu itu disampaikan murid untuk mencegah dan mengatasi flu adalah “membuat diri kita tetap hangat, dengan cara minum teh hangat, minum susu jahe, dan memakai kaos kaki”. Murid pun menyampaikan cara untuk mencegah demam berdarah, yaitu menggunakan kasa nyamuk, tidak menumpuk atau menggantung baju kotor, menggunakan losion anti nyamuk, menggunakan kelambu. Keterkejutan saya karena solusi-solusi tersebut mungkin tidak akan kita temukan di buku, tapi karena murid mengamatinya sendiri, maka murid menemukan pengetahuannya sendiri. Pengalaman yang menurut saya paling mengejutkan, sangat berkesan, dan tidak terlupakan adalah ketika membahas tentang tata surya. Saat itu sedang terjadi fenomena supermoon. Dalam Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



33



sekian waktu, saya sempat melibatkan muridmurid untuk mengambil gambar secara mandiri menggunakan ponsel pintar, kemudian mengobservasi dan membandingkannya. Perubahan akibat serangkaian kegiatan yang saya lakukan selama ini pun nyata terjadi, murid-murid menjadi lebih kritis, murid-murid mampu mengumpulkan sekitar 10 pertanyaan/ masalah setiap hari, mulai dari pertanyaan yang terdengar lucu hingga pertanyaan yang rasanya sulit dijawab. Pelaksanaan strategi ini sangat berdampak pada proses pembelajaran kami di dalam kelas. Suasana kelas menjadi sangat hidup, bahkan waktu belajar seringkali tidak terasa, dan tak jarang saya benar-benar dapat merasakan bahwa sebagai guru, saya juga adalah murid, saya belajar bersama murid-murid untuk menemukan jawaban dari hal-hal yang belum kami pahami. Aksi nyata nyata sempat kami lakukan setelah saya bagikan video viral tentang bencana banjir yang melanda sebuah Sekolah Dasar tetangga. Lokasinya sangat dekat dengan lokasi kami. Tak sedikit murid-murid kami yang berteman dengan murid-murid dari Sekolah Dasar tersebut. Anakanak seusia mereka sempat terjebak di dalam sekolah karena tiba-tiba ada terjangan air dari luar sekolah yang membobol ruangan sekolah. Anak-anak mesti naik melewati pagar untuk bisa keluar dari sekolah, serta anak-anak harus berpegangan pada tali tambang agar tidak terbawa arus. Bahkan sempat dikabarkan ada 3 anak yang terbawa arus. Kesadaran murid akan masalah di sekitarnya telah meningkat. Kami pun menjadi bagian dari solusi peristiwa tersebut, dengan melakukan aksi nyata berupa pengumpulan dana untuk meringankan beban teman-teman kami tersebut. Budaya literasi yang terbangun Dari serangkaian pelaksanaan strategi tersebut. Saya mengingat, suatu hari setelah proses belajar reguler telah berakhir, seorang murid mendekati, menceritakan, dan mengajak saya berdiskusi tentang masalah penyakit kanker yang menimpa seorang keluarganya. Ini salah satu perubahan yang terjadi. Berawal dari ketidaksadaran adanya masalah, hingga menyadari pentingnya menyelesaikan masalah, dan termotivasi untuk menyelesaikannya.



34



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Maket Mini Zoo



Budayakan Literasi dengan Pelibatan



Penulis



Nurina Manggiasih KGB Batu SDN Molorejo 01, Kota Batu [email protected]



Desainer Ina Lina KGB Surabaya PAUD HIDAYAH Surabaya



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



D



ahulu saya termasuk guru yang ketika liburan tiba, menjadi gelisah. Gelisah karena khawatir murid-murid tidak belajar di rumah. Akhirnya sebagai guru memberikan bertumpuk tugas, agar murid belajar di rumah. Ternyata bukan saya saja yang melakukan, banyak guru lainnya yang memberikan tugas agar murid belajar saat liburan. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, alih-alih belajar, murid malah tidak menikmati liburannya. Beberapa yang mengerjakan tugas karena terpaksa, agar mendapat nilai baik. Dari sini saya kemudian berefleksi, bagaimana melibatkan murid dalam menentukan tugas saat liburan, agar murid tidak merasa berat dan tugasnya bisa relevan dengan aktivitas liburannya. Kemudian yang saya lakukan adalah mengajak murid mengobrol menjelang liburan. Pada bulan April, anak-anak kelas satu harus belajar di rumah karena kelas enam sedang melaksanakan ujian. Mereka harus belajar di rumah sekitar 10 harian lebih. “Anak-anak kalian akan belajar di rumah selama sepuluh hari” “Asyeekkk?” jawab beberapa anak. “Mengapa belajar di rumah bu?” ,tanya beberapa anak. Saya menjawab “Karena kelas VI ada ujian US dan UN” “Ada tugas untuk di rumahkah bu?” tanya seorang murid Saya kaget, senang, sekaligus terharu mendengar pertanyaan tersebut dari mulut kecil dan mungil anak kelas 1. Ternyata mereka selama liburan ingin mendapat tugas di rumah. Saya berpikir tugas apa yang cocok dan bermakna yang bisa dikerjakan murid saya selama liburan. Saya tanyakan kepada anak-anak ingin mendapat tugas liburan seperti apa. “Anak-anak ada teman Kalian yang bertanya tentang tugas liburan. Kalian ingin mendapat tugas seperti apa ?” Tanya saya “ Mewarna Bu “ “ Bagaimana kalau menggambar Bu?” “ Menulis saja Bu” “ Menceritakan saja ya bu ketika ke kebun binatang Bu” “ Iya bu, saya juga mau ke Secret Zoo bu” Kemudian saya bertanya “ Siapa yang sudah pernah ke kebun binatang? “



35



Ternyata hampir semua murid mengangkat tangannya. Oleh karena banyak yang sudah pernah ke kebun binatang, saya berpikir bagaimana kalau tugas proyek liburannya membuat “Maket Mini Zoo” dan sesuai juga dengan tema 7 yang sedang kami pelajari “Benda, Hewan, dan Tanaman di Sekitarku”. Maket Mini Zoo ini boleh tentang binatang apapun baik Dinosaurus maupun binatang lainnya. Dengan memberi tugas ini, saya mengharapkan kemampuan literasi murid saya akan meningkat. Karena dengan aktivitas murid liburan ke kebun binatang, murid juga bisa sambil mengamati perilaku hewan, bentuk hewan, dsb. Obrolan yang terbangun dengan orangtua juga akan membuat murid terbantu saat mengamatinya. Literasi tidak hanya belajar membaca dan menulis, tetapi sebenarnya maksud literasi itu sendiri lebih luas. Sehingga liburan kali ini akan lebih bermakna.



Kami mengadakan kesepakatan tentang tugas proyek liburan kali ini. Ada beberapa poin-poin penting dari kesepakatan tugas tersebut, antara lain • “Maket Mini Zoo” boleh dibuat dari bahan apapun dengan ukuran bebas sekreatif mungkin. • Boleh dikerjakan secara kelompok maupun individu. • Boleh minta bantuan orang tua. • Diberi foto ketika proses pembuatan “Maket Mini Zoo”. • Menuliskan kesan-kesan selama membuat proyek liburan “ Maket Mini Zoo” • Dikumpulkan ketika masuk sekolah. Tidak terasa 10 hari pun sudah berlalu. Waktu yang saya tunggu-tunggupun datang. Kami masuk sekolah lagi hari Kamis. Saya sengaja datang lebih pagi. Satu persatu murid saya datang. Mereka membawa hasil tugas proyek liburan membuat “Maket Mini Zoo” diantar orang tua mereka masingmasing.



Tugas



Mata Pelajaran Bahasa Indonesia



• • • •



Menceritakan alat, bahan, dan langkah-langkah membuat Maket Mini Zoo Mendiskripsikan ciri-ciri hewan yang ada di Maket Mini Zoo Membedakan benda hidup dan tidak hidup yang terdapat di dalam Maket Mini Zoo Menarik kesimpulan ciri-ciri benda hidup dan tidak hidup



Matematika







Membuat soal cerita “Penjumlahan dan Pengurangan dengan tema Hewan yang ada di Maket Mini Zoo”



PPKn







Membuat Poster “Aturan Cara Merawat Hewan yang Baik”



SBDP







Membuat benda / hasil karya 3 Dimensi Menggambar hewan kesukaannya



Apa yang saya lihat ternyata di luar ekspektasi saya. Anak-anak membawa “Maket Mini Zoo” dengan ukuran yang besar, bagus, dan kreatif sekali. Saya sungguh bangga dan terharu. Alhamdulillah semua mengerjakan dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Hasilnya pun sangat luar biasa dan penuh kreativitas. Mereka memberi nama masing-masing maketnya. Antara lain namanya “Icha Zoo”, Hewan di Hutan Mojorejo, Kebun Binatang Dinosaurus, Kebun Binatang Junrejo, dan Kandang Binatang. Saya senang karena orangtua murid terlibat aktif dalam pengerjaan tugas ini. Agar tugas ini tidak sekadar tugas yang kemudian selesai tanpa kebermaknaan. Maka saya gunakan juga Maket Mini Zoo buatan murid untuk memberdayakan literasi murid dari berbagai macam aktivitas. Dari Maket Mini Zoo, saya meminta murid untuk menceritakan proses pembuatannya, apa yang ia lakukan pertama kali, bagaimana orangtua membantunya, dsb. Saat proses bercerita, saya sebagai guru memvideokannya, sebagai bahan evaluasi nantinya. Dari cerita murid ini, saya melihat kolaborasi antara



36



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



murid dan orangtua saat proses pengerjaan cukup baik. Selain bercerita, saya ajak murid untuk memilih satu hewan kesukaanya dalam maket. Lalu hewan yang dipilih tersebut akan digambar oleh anak. Murid merasa senang dengan aktivitas ini. Masuk ke pembelajaran matematika, murid saya ajak untuk memahami soal matematika yang saya katkan dengan hewan yang ada dalam maket. Murid tampak lebih memahami matematika dengan soal-soal tersebut. Selain itu, murid saya ajak untuk membuat poster “Aturan mewawat hewan” dari maket tersebut. Dari situ banyak yang memiliki inisiatif membuat poster “Berilah makan hewan setiap hari”, “Bersihkan kandang setiap hari”, “Mandikan hewan supaya bersih”, “Sayangi dan jaga semua hewan” dan lain-lain. Terakhir, saya memberi tugas menyebutkan benda hidup dan tidak hidup yang terdapat di dalam Maket Mini Zoo. Kemudian mendiskusikan bersama kelompoknya ciri-ciri benda hidup dan tidak hidup. Pembelajaran berbasis projek “Maket Mini Zoo”, menghubungkan murid dengan masalah yang dihadapi dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya penciptaan murid. Pada pembelajaran berbasis projek pembelajaran juga fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh murid. Pembelajaran ini didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi murid. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat meningkatkan pemahaman murid. sehingga memungkinkan murid menghubungkan antar materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Murid difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Ternyata dari tugas proyek liburan membuat “ Maket Mini Zoo” banyak muatan pelajaran yang bisa dimasukkan. Tidak hanya muatan pelajaran Bahasa Indonesia saja. Masih banyak tugas lain yang bisa diberikan dengan menggunakan Maket Mini Zoo. Oleh karena itu, literasi pda hakekatnya tidak hanya berkaitan dengan muatan pelajaran Bahasa Indonesia saja, tetapi bisa dihubungkan dengan muatan pelajaran non bahasa seperti Matematika, SBDP, dan PPKn. Berarti dapat disimpulkan bahwa literasi dalam pembelajaran tidak hanya berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis saja. Dalam literasi terdapat kegiatan mengamati objek media, pemahaman, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, mengkomunikasikan, mendiskusikan secara kelompok, bertanya dan menjawab pertanyaan, mempresentasikan hasil tugas, menyimpulkan dan sejumlah kemampuan lainnya.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



37



38



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



SUNDAY READING Penulis



Putri Sri Jayanti [email protected]



S



alah satu tantangan dunia pendidikan dalam merespon pesatnya kemajuan dan perkembangan teknologi adalah mengembangkan pembelajaran literasi. Literasi dalam dunia pendidikan, bagaikan jantung dalam tubuh manusia. Sebuah komponen penting yang menentukan keberlangsungan kehidupan. Sebuah mesin yang mampu menghidupkan nyawa suatu kendaraan. Tanpa adanya literasi dalam pembelajaran, murid tidak akan bisa membaca ataupun menyimak rute kehidupan. Selain itu, muridpun tak akan mampu mendiskusikan atau bahkan menuliskan rumusan persoalan kehidupan, sehingga akhirnya mereka tersesat karena tak bisa menemukan solusi atas segala permasalahan yang ada di masa depan. Bila kita refleksikan, secara umum kondisi jantung pendidikan di Indonesia masih terhitung kronis. Mengapa demikian?. Pemerintah pada dasarnya telah mengupayakan praktik kegiatan literasi dengan cara mengintegrasikan ke seluruh mata pelajaran di sekolah. Hanya saja, praktik yang dilakukan masih belum terlaksana secara sempurna, beberapa faktor seperti fasilitas buku yang masih kurang memadai, kondisi para pengajar yang tidak berjiwa literat dan motivasi minat baca murid yang cenderung sulit ditingkatkan, seringkali muncul menjadi boomerang yang melemahkan. Sehingga tidak diherankan hasilnya pun kurang memuaskan seperti yang diharapkan.



Desainer



Terlebih daripada itu, kondisi jantung pendidikan di berbagai pelosok desa terbilang lebih kronis. Hal ini dialami oleh desa tempat saya tinggal yakni, di Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis. Tidak tersedianya toko buku dan perpustakaan desa dijadikan sebagai alasan utama. Selain itu, tidak adanya pembiasaan membaca dari orang tuapun menjadi pemicu lainnya.



Muhammad Abdurrahman KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal



Berangkat dari persoalan tersebut dapat kita tarik simpul bahwa, institusi formal pendidikan dan pemerintahan belum cukup mampu dalam mengoperasionalkan jantung pendidikan. Diperlukan banyak tindakan dan perawatan dari berbagai pihak agar jantung pendidikan kita kembali sehat. Melihat betapa urgensinya peningkatan kemampuan literasi, sebagai seorang pendidik saya merasa memiliki tanggung jawab untuk ikut serta mengambil peran. Oleh karena itu, saat ini saya tengah berusaha menjalankan kegiatan literasi rutin yang disebut Sunday Reading. Sunday Reading merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan literasi dengan pembelajaran bahasa Inggris dan alam sekitar. Mengapa harus diintegrasikan?. Berdasar pada pada pengamatan saya, para murid di daerah tidak hanya membutuhkan pembiasaan literasi, tetapi juga butuh pembekalan bahasa inggris. Kedua hal tersebut bila diintegrasikan akan sangat compatible untuk meningkatkan kemampuan surfing murid di era globalisasi.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



39



Sunday Reading merupakan sebuah wadah yang mendorong kemampuan berkomunikasi dan pemikiran kritis murid secara global. Tujuan dari Sunday Reading adalah untuk membiasakan kegiatan literasi, mendorong daya berpikir kritis, mengenal, memahami dan mengkomunikasikan bahasa inggris sebagai bekal dasar ketrampilan hidup. Selain itu, meningkatkan kemampuan sosial serta memupuk rasa percaya diri murid. Sehingga dengan berliterasi dan memahami bahasa Inggris, murid akan berpeluang luas untuk saling bertukar informasi, membangun diplomasi dan memenangkan kompetisi di masa depan. Kemudian, bagaimana proses kegiatan Sunday Reading? Perlu di ketahui, bahwa saya merupakan salah satu pengjar di SD Negeri 3 Beber, yang berlokasi di Dusun Pasir Gintung, Kecamatan Cimaragas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sebuah sekolah yang terletak diantara hutan dan kebon karet. Mayoritas latar belakang orang tua murid berprofesi sebagai petani dan tukang kebun. Bagi para murid di SD Negeri 3 Beber, kegiatan literasi dan bahasa Inggris merupakan hal yang asing tetapi unik untuk dipelajari. Mereka memiliki minat baca dan belajar bahasa inggris yang tinggi. Penyajian totalitas pembelajaran di kelas membuat kegiatan literasi dan bahasa Inggris selalu disambut antusias oleh para murid. Sehingga banyak diantaranya tertarik untuk bergabung dengan kegiatan Sunday Reading, dari murid kelas 1 hingga kelas 6. Berbeda dengan waktu pelaksanaan pembelajaran biasanya, Sunday Reading dilaksanakan setiap hari libur, yakni hari minggu. Secara kondisional kadang tanggal merah ataupun hari-hari libur panjang saya manfaatkan untuk kegiatan ini. Pemilihan hari libur ini, dikarenakan hari-hari tersebut memiliki waktu yang luas untuk melakukan rangkaian kegiatan secara maksimal. Terlebih lagi pada hari libur murid tidak memiliki kegiatan yang produktif, mereka hanya bermain dirumah atau hanya sekedar ikut orang tuanya ke sawah ataupun ke kebun. Kegiatan Sunday Reading mengkombinasikan berbagai ranah kompetensi. Sebagai contoh, ranah kognitif diaplikasikan melalui aktivitas vocabulary building, atau pemberian soal latihan berdasar apa yang murid baca. Ranah ketrampilan diterapkan melalui aktivitas Speaking, Reading, Writing dan Listening dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kemudian, ranah sosial diciptakan melalui metode pembelajaran dengan membentuk kelompok/ team. Selain daripada itu, Sunday Reading melatih kreativitas murid dengan berbagai jenis games yang menarik



40



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



(puzzle, mix-match, tounge twister, jumble, guessing something, dll.). Sehingga murid pun merasa candu untuk mengikuti kegiatan Sunday Reading. Buku yang digunakan dalam kegiatan ini berbahasa Indonesia, bahasa Inggris dan juga bahasa Sunda. Bahan Bacaan multilingual akan merangsang daya pemikiran murid yang kompleks. Rutinitas belajar yang normalnya dilaksanakan di kelas, membuat murid merasa jenuh. Karenanya, ruang pembelajaran di alam terbuka akan lebih mengesankan bagi murid dibanding belajar ditempat yang dibatasi oleh dinding. Maka dari itu, Sunday Reading pun dilaksanakan di luar lingkungan sekolah. Suatu waktu, kami selenggarakan Sunday Reading di Madrasah, di Balai Kampung, di kolam renang, di sungai, di kebun, di sawah atau bahkan di hutan. Setiap 2 bulan, kami pun melakukan outbond. Mengintegrasikan literasi, bahasa inggris dengan alam, terbukti mempermudah murid dalam memahami pembelajaran. Murid senang belajar melalui objek yang nyata. Sebagai contoh, murid membaca buku mengenai, hewan, tumbuhan dan buah-buahan. Maka saya pun akan mengajak murid langsung ke sawah, kebun, sungai ataupun hutan untuk menemukan objek yang mereka pelajari. Terbatasnya finansial dan media buku, menjadi sebuah tantangan besar bagi seorang tutor honorer seperti saya. Dalam berbagai kondisi, tutor harus tetap mampu mengolah segala elemen yang ada demi mencipta Sumber Daya Manusia yang unggul dan kompetitif. Tak jarang saya pun membeli media belajar dan buku bacaan bekas bagi murid menggunakan uang honor yang saya miliki. Meskipun sebagian buku-buku yang saya miliki kondisinya bekas, namun saya pilihkan bukubuku yang isinya bagus dan layak untuk dibaca. Keberhasilan suatu kegiatan ditandai dengan tercapainya sebuah harapan. Kemampuan kognitif dan ketrampilan para anggota Sunday Reading terbukti meningkat, Kreatifitas dan rasa percaya dirinya pun terbentuk dengan baik. Hasil pembekalan Sunday Reading mungkin belum begitu terlihat sempurna namun para Alumni sekolah yang pernah tergabung dalam Sunday Reading menjadi bukti bahwa mereka mampu menjadi murid paling unggul di kelasnya. Adapun Rencana pengembangan yang masih dalam tahap penggarapan yakni native meeting, kunjungan ke perpustakaan umum dan kunjungan ke museum. Hal tersebut belum terselenggara dikarenakan keterbatasan financial dan ruang yang menghubungkan, semoga dapat segera terlaksana.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



41



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



Literasi Budaya, Literasi Kebangsaan “Hayaweawo awkwa kwakawaka ayaweo....” “Hahahahaha.....” tawa beberapa anak setelah seorang teman dalam kelompoknya menirukan dengan nada lucu-lucuan cara bicara salah satu suku yang ditemui di antara mereka.



Penulis



Lany Rh KGB Malang [email protected]



Desainer Rizqy Rahmat Hani KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal



42



Saya mengernyit, gusar sekali dengan percakapan dan permainan mereka. Namun alih-alih menegur mereka langsung, saya memilih untuk lanjut mendengarkan apa yang kemudian mereka perbincangkan agar lebih memahami situasinya. Mereka tertawa, menjadikan hal tersebut lelucon bernada penghinaan. Kumpulan ini adalah anak berusia 5-6 tahun, menjelang 7 tahun dan menjelang masuk SD. Anak-anak terbesar di sekolah saya pada saat itu. Tidak terbatas pada peristiwa tersebut, saya menemukan lebih banyak bentuk pendiskreditan yang kita lakukan pada banyak sekali unsur budaya. Bahasa, cara berpakaian, bahkan warna kulit yang lebih merupakan warisan genetis daripada budaya. Kenal dengan situasi tersebut di sekitar tempat Anda? Ingatan saya lalu melayang ke masa belasan tahun lalu, ketika saya memulai perjalanan panjang menyeberangi zona waktu ke ujung Timur Indonesia. Saya berniat mengajar di Papua, di salah satu kotanya yang terletak di pesisir selatan. Waktu itu, saya tahu bahwa saya akan berhadapan dengan anak-anak dan masyarakat yang berbeda dengan asal saya. Yang menjadi kejutan adalah perbedaan itu seperti menghadapi Indonesia, karena anak-anak saya betul-betul berasal dari puluhan daerah berbeda yang pindah ke Papua. Belum lagi, anak-anak Papua yang berasal dari suku berbeda, yang (ternyata) berbeda banyak sekali dari sisi bahasa, kebiasaan, unsur budaya, dan lainnya. Perbedaan ini sebetulnya adalah potensi budaya yang sangat besar, ketika kita bersedia belajar tentang nilai-nilai luhur yang dibawa oleh setiap kebiasaannya. Namun perbedaan tersebut juga berpotensi menjadi bahan candaan atau konflik.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Pilihannya ada pada kita masing-masing. Mengajak anak-anak belajar tentang budaya adalah sebuat tantangan tersendiri. Selain budaya masing-masing mereka, mengenalkan budaya setempat perlu dilakukan agar mereka memahami konteks tempat tumbuh mereka. Sebagai guru, saat itu saya beruntung dikunjungi secara rutin oleh teman-teman seniman dan aktifis budaya, Yayasan Maramowe. Sekolah saya terletak di Timika, tempat tinggal Suku Kamoro yang budayanya dikenalkan di sekolah-sekolah oleh Yayasan tersebut. Anak-anak dikenalkan pada bahasa, cara berbudaya melalui cerita rakyat, ritual yang biasa dilakukan dan nilainilai yang diusung dalam ritual tersebut, sampai pada cara hidup Suku Kamoro yang lekat dengan situasi alam area tinggalnya. Tim Maramowe awalnya memberikan materi lebih banyak pada praktik yang sifatnya dipandang menarik untuk anak usia sekolah dasar. Para seniman mengajari anak-anak tentang simbol-simbol ukiran yang disambung dengan praktik mengukir, juga menganyam daun pandan yang dalam kesehariannya bisa difungsikan sebagai pakaian, tas, dan alas duduk. Pada masyarakat asli Kamoro, secara adat ukiran ini khusus dilakukan oleh laki-laki. Sementara menganyam adalah peran khas untuk perempuan. Namun di kelas-kelas kami, karena sifatnya adalah perkenalan, anak perempuan pun diperbolehkan untuk mencoba membuat ukiran, demikian juga anak laki-laki diperbolehkan untuk mencoba membuat anyaman. Untuk mengenalkan tradisi lainnya, anak-anak diajak untuk menari dan menyanyi lagu-lagu dengan cerita khas Mimika. Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Pandangan yang mendasari inisiatif tim Maramowe adalah kondisi bahwa di Timika, anak-anak Kamoro sudah mulai terasing dengan budayanya sendiri, mereka tahu tapi tidak lagi memahami praktik budayanya karena sudah mulai berkurang karena mereka tidak lagi tinggal di area pesisir. Selain itu, anak-anak yang tidak berlatar Suku Kamoro perlu mengenal budaya di area mereka tinggal. Bersamasama, anak-anak ini bisa menjadi duta untuk mewartakan budaya Suku Kamoro. Kebutuhan pengembangan materi pengenalan budaya akhirnya muncul ketika permintaan datang dari jenjang lebih rendah dan lebih tinggi, yang datang dari sekolah saya maupun dari sekolah-sekolah lain di wilayah Timika. Untuk jenjang TK, materi dibuat mirip dengan kelas 1 atau 2 SD dengan pengenalan alat musik dan tarian sederhana. Pada jenjang SMP, tim yayasan menawarkan belajar langsung di kampung yang terjangkau dari area sekolah, sehingga anak-anak bisa merasakan langsung bagaimana cara hidup Suku Kamoro pada saat ini. Dalam kunjungan lapangan tersebut anak-anak juga bisa melakukan semua praktik menganyam, mengukir, bahkan memasak dalam bentuk paling mendekati tradisi sehari-hari masyarakat pesisir. Dalam beberapa tahun belakangan ini, saya mencoba bekerjasama lebih dekat dengan tim Maramowe, membantu secara khusus bidang pengembangan pendidikan. Salah satu yang sempat saya lakukan adalah mengkolaborasikan materi pelajaran salah satu sekolah di Canggu



43



Pengalaman saya melakukan diskusi budaya dengan anak-anak tersebut menguatkan pandangan saya bahwa budaya memang perlu dibahas secara konstektual, tidak hanya sesuai dengan keseharian masyarakat pemilik budaya. dengan pengenalan budaya Kamoro. Bersama tim Maramowe, kami mengajar seluruh kelas dari jenjang kelompok bermain sampai sekolah menengah atas. Masing-masing kelas mendapatkan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan temanya saat itu. Di salah satu kelas sekolah menengah atas misalnya, kami mendiskusikan bagaimana motif ukiran Suku Kamoro sangat dipengaruhi oleh keseharian hidup di pesisir. Kelas tersebut adalah kelas seni yang kemudian membahas bagaimana menempatkan simbol-simbol tersebut dalam komposisi yang lebih kontemporer. Dalam kesempatan lain di kelas 8, kami mendiskusikan bagaimana Suku Kamoro memiliki tradisi migrasi yang pada dasarnya dilakukan sesuai kebutuhan hidup, namun juga sangat kuat kontribusinya terhadap konservasi alam.



mereka hadapi, anak-anak ini memahami tradisi bukan lagi sebagai keterbelakangan, namun adalah sikap bijak yang penting diterapkan. Imbas berikutnya yang tumbuh di antara anak-anak tersebut adalah bagaimana mereka menghargai budaya Kamoro sebagai sesuatu yang luhur dan patut dihargai. Saya mengharapkan, jika proses belajar seperti ini diterapkan untuk mempelajari ribuan budaya dan tradisi Nusantara, kita akan bisa menumbuhkan penghargaan yang tinggi pada warisan budaya Indonesia. Perbedaan akan betul-betul muncul sebagai ciri khas yang membanggakan dan mendapat penghargaan secara setara. Karena yang kita butuhkan sebagai bangsa adalah bagaimana kita bisa setara dalam semua bentuk perbedaan.



Pengalaman saya melakukan diskusi budaya dengan anak-anak tersebut menguatkan pandangan saya bahwa budaya memang perlu dibahas secara konstektual, tidak hanya sesuai dengan keseharian masyarakat pemilik budaya, namun juga dengan banyak teori sosial lainnya. Konsteks yang dihadirkan pada anak membuat pemahaman mereka tidak lagi sebatas mengenal budaya tertentu, namun juga dapat menempatkan budaya yang dipelajari sejajar dengan banyak hal utama yang penting dan berlaku secara universal di seluruh dunia. Pemahaman kontekstual tersebut menumbuhkan pengertian pada anak-anak bahwa ternyata Papua tidak seluruhnya seperti yang selama ini mereka dengar. Ketika secara tradisional suku yang dipelajari sudah mempraktikkan cara hidup yang sesuai dengan isu ekologi yang saat ini sedang



44



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Liputan Kegiatan



Pelatihan Tahap 2 Wardah Inspiring Teacher



Membuka Jalur Karier Guru yang Tak Hanya Kepala Sekolah Bagaimana guru bisa menjadi profesi yang juga tidak hanya mengajar dan belajar, tapi juga bisa sebagai inovator? Apakah bisa? Ternyata dalam pelatihan selama Wardah Inspiring Teacher ini, pertanyaan tersebut bisa terjawab. Pelatihan Wardah Inspiring Teacher 2019 ini dimulai dari belajar Proses Berpikir Desain, dimana para guru dalam pelatihan ini ditantang untuk menjadi guru yang berinovasi. Apa yang para guru ini akan inovasi? Yaitu media belajar yang digunakan untuk sehari-hari mengajarkan konsep atau pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajarannya. Pelatihan yang diadakan pada tanggal Sabtu, 14 Juli 2019 di Ruang Ballroom Hotel Crystal Lotus, Yogyakarta ini merupakan tahap lanjutan dari proses Pelatihan Wardah Inspiring Teacher 2019. Kira-kira 20 orang peserta yang datang dari berbagai penjuru daerah Jogjakarta dan sekitarnya dimulai dengan meninjau kembali sampai dimana perjalanan para guru dalam belajar berinovasi. Para peserta diajak melihat kembali tahapan berpikir desain, dan menilai diri sendiri Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



melalui yang disebut Pohon Blob, sampai dimana perjalanan mereka, dan diskusi dengan teman sebelahnya mengapa menurut mereka tahap itulah yang mereka pilih. Salah satu peserta berbagi dengan temannya dengan menganalogikan dirinya dengan gambar orang sedang bergantung kepada dahan pohon, “Karena saya masih coba untuk memanjat pohon seperti saya sedang dalam proses mencapai puncak pembelajaran saya.” Begitu kata salah satu guru menjelaskan tentang proses perjalanannya. Pelatihan lanjutan kali ini berfokus kepada bagaimana para peserta bisa memperoleh umpan balik untuk media ajar yang dibuatnya. Diskusi mengenai pertanyaan apa saja yang bisa menjadi umpan balik, kemudian para peserta juga belajar untuk memberikan umpan balik kepada dirinya sendiri, dengan menggunakan perangkat rubrik yang memudahkan pembuat media belajar untuk menilai medianya sendiri. Bagian paling seru dan dinanti-nantikan dalam pelatihan ini adalah dimana para peserta menguji coba media belajarnya dalam kelompok. Berbagai produk media belajar yang sudah didesain oleh para peserta dipresentasikan, diuji coba, dan



45



diberikan umpan balik oleh peserta lainnya. Hampir semua produk media belajar yang ditampilkan sangat menarik untuk diulas, namun berikut beberapa yang memancing banyak komentar maupun umpan balik: Keran Wudhu dan Urutannya, media untuk belajar urutan berwudhu dalam pelajaran agama, dibuat dengan gambar di atas keran, sehingga murid tinggal mengikuti urutan wudhu dalam belajar urutan wudhu dengan benar. Video Biografi, video buatan guru yang menginspirasi bagaimana cara membuat Biografi yang menggugah dan menginspirasi orang yang menontonnya. Berbagai modifikasi Board Games dan Flash Card, belajar tentang sains maupun bahasa Inggris. Pelatihan ditutup dengan bintang tamu dua orang guru yang sudah menjadi inspirasi di komunitasnya yaitu Pak Nuno dari Petungkriyono yang menggunakan media belajar Asesmen dengan QR Codenya sempat dimuat surat kabar lokal maupun nasional, beliau memperluas ranah medianya ke Board Games, sehingga mendapatkan proyek permainan yang bertema pelestarian binatang bernilai jutaan dari sebuah badan konservasi. Perjalanan belajar dari Pak Nuno, membuktikan bahwa guru yang berinovasi yang bermulai dari masalah, bisa membawanya menuju karier protean, yaitu jenjang karier yang bisa capai oleh guru, selain menjadi kepala sekolah, wakil kepala sekolah atau pengawas.



46



Salah satu narasumber lainnya yaitu ibu Pima Aditya dari Sekolah Cikal, beliau adalah koordinator kurikulum SD Cikal Cilandak yang juga mengembangkan karirnya sebagai Teknologi Integrator, walaupun Ibu Pima tidak punya latar belakang IT maupun Komputer Sains. Beliau terpilih menjadi salah satu Apple Distinguished Educator dari Indonesia. Pekerjaan sehari-hari ibu Pima adalah memetakan kurikulum dan proses belajar dengan teknologi. Menurut ibu Pima Pendidikan adalah Teknologi dan Teknologi adalah Pendidikan, tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, para guru harus berani menghadapi perubahan, dan juga membuat perubahan dengan berinovasi melalui media belajar.



Penulis



Marsaria Primadona KGB Jakarta Selatan Sekolah Cikal [email protected]



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



KPUD SEBAGAI SUMBER LITERASI PEMILU



Penulis



Catur Rochman KGB Wonosobo MI MAARIF GONDANG [email protected]



Desainer IDHAM SUMIRAT KGB Wonosobo SDN 1 Pagerejo



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



“pak, partai politik itu apa” “partai politik di Indonesia itu ada berapa?” “agar saya bisa ikut memilih syaratnya apa saja?” Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari murid saya ketika saya memulai pembelajaran pemilu dan pilkada. Namun keasyikan di awal dengan antusiame dan rasa penasaran mereka tidak selaras ketika di tengah kegiatan pembelajaran, tampak wajah mereka mulai bosan dengan materi yang sedikit berat bagi kehidupan mereka namun hal itu tetap harus mereka ketahui. Saya hanya berpikir bagaimana cara membuat agar pembelajaran PPKN terutama pemilu ini menjadi menarik. Terbesit dalam diri bertanya apakah perpustakaan yang ada di sekolah/madrasah saya cukup untuk menjadi sumber literasi bagi mereka untuk memahami pemilu jika saya memberi tugas kelompok. Apakah masyarakat sekitar cukup cerdas memberi jawaban terhadap pertanyaan mereka. Mata pelajaran PPKN sering dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan, terutama bagi murid usia SD/MI dimana mereka harus memahami tugas dan fungsi lembaga negara yang dalam kehidupan keseharian merekapun tidak pernah digunakan. Di sisi lain materi Pemilu juga masih banyak murid yang kebingungan karena rata-rata hanya melihat dan ikut orang tua mereka ke TPS saat musim Pemilu dan Pilkada datang. Pembelajaran yang cenderung sering ceramah juga membuat murid bosan dan malas ketika mendengar dan mengikuti mata pelajaran PPKN. Dalam perjalanan saya sebagai guru kelas VI, maka saya harus mencari solusi agar pembelajaran dalam mata pelajaran PPKN tidak membosan dan membuat murid senang dengan aktivitasnya dan hal ini menjadi sebuah tantangan. Dalam materi Pemilu dan Pilkada, murid sudah mempunyai gambaran karena pernah diajak orang tua mereka ke TPS. Tetapi memiliki pengalaman tersendiri masuk dalam kegiatan Pemilu belum pernah dialami oleh anak. Seperti biasa yang dilakukan guru ketika awal tahun pelajaran adalah pembentukkan struktur organisasi. Dari sinilah saya selaku wali kelas berusaha untuk memperkenalkan Pemilu dalam ruang lingkup kecil yaitu kelas. Hal ini tidak lantas membuat saya puas. Saya berusaha ingin memperkenalkan kepada para murid saya agar mengenal lebih jauh bahkan bersinggungan dengan lembaga yang langsung menangani masalah Pemilu yaitu KPU atau KPUD.



47



Ya, dengan cara inilah saya harus mengenalkan murid saya mengingat pembelajaran di kelas juga sering membuat jenuh. Sehingga tersusunlah program untuk keluar dari zona sekolah yaitu menuju ke KPUD. Dan ternyata antusias dari murid begitu luar biasa. Tampak wajah riang di muka mereka ketika saya menyampaikan informasi tentang rencana kunjungan. Beberapa hal yang perlu saya persiapkan sebelum menuju ke lokasi agar pembelajaran tetap bermakna adalah: • Membuat jadwal kegiatan dan perjanjian dengan KPUD. Hal ini penting dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah/ madrasah. Selain itu untuk mengatur jadwal dari pihak KPUD sendiri agar tidak mengganggu kegiatan mereka. • Memikirkan akomodasi untuk menuju ke lokasi beserta pembiayaan • Murid dibentuk menjadi beberapa kelompok • Jumlah kelompok disesuaikan dengan jumlah murid di kelas. Kelompok saya bentuk dengan cara berhitung. Murid yang menyebutkan angka 1 menjadi satu kelompok begitupun seterusnya. • Setiap kelompok mendapatkan lembar kerja murid yang dapat dikerjakan di lokasi dengan memanfaatkan sumber informasi dari museum mini yang terdapat di KPUD. LKS untuk murid saya buat sendiri dalam bentuk beberapa poin soal yang perlu mereka kerjakan di lokasi. • Setiap kelompok mendapatkan tugas untuk mencatat informasi apa saja yang mereka peroleh di lokasi Ketika tiba di lokasi, saya dan murid duduk di aula untuk mendapatkan pengarahan dari pihak KPUD. Setelah itu kita dipersilakan untuk menuju museum mini yang berada di samping aula. Di museum inilah seluruh informasi yang berhubungan dengan Pemilu di Indonesia dapat kita peroleh. Muridpun mulai asyik dengan aktivitasnya menjawab pertanyaan dan mencari informasi yang perlu dicatat. Teryata di museum ini terekam catatan dari pemilu pertama di Indonesia hingga saat ini. Di museum ini juga terdapat diorama yang mampu menambah informasi bagi murid dalam kegiatan literasinya.



Kita kembali ke aula untuk mengikuti kegiatan Tanya jawab dengan pegawai KPUD. Murid diperbolehkan untuk mengajukkan berbagai pertanyaan. Aktivitas selanjutnya adalah simulasi pemilu. Dari pihak KPUD sendiri sudah mempersiapkan kertas suara sejumlah murid. Setelah itu dilaksanakan kegiatan tahap-tahap pemilu. Para murid dan pegawai dari KPUD mulai bermain peran. Dari sinilah pengetahuan murid mengenai kegiatan pemilu mulai terbuka. Karena mereka langsung bermain peran sebagai anggota KPPS dan paslon dengan tugasnya masing-masing. Dari tahap pendaftaran calon, penetapan pemilu, kampanye, pendaftaran pemilih, pencoblosan hingga perhitungan suara dan penetapan hasil pemilu dimana semua dilakukan oleh murid atas bimbingan dari pegawai KPUD. Kegiatan begitu menyenangkan dan nyata dimana murid langsung mengalami. • Beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai tinak lanjut di kelas adalah: • Murid mengumpulkan LKS yang sudah mereka kerjakan bersama kelompoknya. • Meminta perwakilan secara sukarela dari murid untuk menceritakan pengalaman kunjungannya ke KPUD • Guru beserta murid merefleksi hasil kunjungan • Menugaskan kepada tiap kelompok untuk membuat laporan hasil kunjungan sebagai tugas mandiri tidak terstruktur untuk dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya. Dari kegiatan ini, saya menyimpulkan bahwa sumber belajar yang ada di sekolah/madrasah maupun lingkungan saja belum cukup untuk menambah perbendaharaan ilmu murid. Mereka perlu dibawa masuk ke sumber ilmu agar wawasan mereka semakin banyak. Di sisi lain ternyata dari satu aktivitas bisa berkorelasi dengan mata pelajaran lain sesuai denga pembelajaran tematik yang dilaksanakan pada kurikulum 2013 ini yaitu belajar PPKN sekaligus Bahasa Indonesia. Banyak sumber literasi di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan. Yang penting dalam melakukan suatu kegiatan harus terkonsep dengan baik supaya mendapatkan manfaat dan menjadi kegiatan yang bermakna.



Sebagai gurupun saya mendapat banyak ilmu dimana saya belum pernah berkunjung ke KPUD sebelumnya. Saya hanya berpikir ternyata ada manfaatnya saya ditugaskan untuk mengajar kelas VI. Terlalu banyak informasi yang saya dan murid lewatkan jika tidak berkunjung ke KPUD. Kegiatan pencarian informasi di museumpun selesai.



48



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



49



Mau Pre Order Produk Baru Guru Belajar Esensial? Pantau selalu informasi setiap petang di @Kampusgurucikal Facebook.com/groups/ProdukGuruBelajar



50



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



METODE PENGAJARAN 5M PADA SESI PERPUSTAKAAN



Penulis



Friska Titi Nova1 Pustakawan dan pengelola laman Pustakawan Mendunia. [email protected]



Desainer Suhud Rois KGB Cimahi



Tiba di Papua Enam tahun yang lalu, 5 November 2013, akhirnya saya menjejakkan kaki pertama kalinya di Papua, tepatnya Kabupaten Mimika. Penerbangan tengah malam selama 5 jam saya habiskan dengan tidur nyenyak di pesawat Garuda Indonesia. Tiba di Bandara Mozes Kilangin saya dijemput oleh pihak sekolah, tempat saya akan berkarya sebagai pustakawan. Hati berdebar-debar ketika mobil kami melintasi pagar sekolah dan masuk ke area sekolah asrama di Kabupaten Mimika. Sekolah asrama ini luasnya 10 hektar, bangunannya dimiliki oleh lembaga penyandang dana sosial (CSR), mitra dari perusahaan tambang di Kabupaten Mimika. Terakhir, sampai pada tahun 2018, terdapat hampir 350 murid dari TK sampai kelas IX. Semua murid di sekolah asrama ini putra putri asli Papua dari daerah sulit akses pendidikan di pegunungan dan pantai di Kabupaten Mimika. Semua kebutuhan mereka di sekolah asrama dipenuhi oleh CSR ini. Bukan hanya berupa buku pelajaran dan seragam, tapi juga termasuk kebutuhan makan, minum, pakaian sehari-hari, peralatan mandi, dan juga obat-obatan. Pertemuan Pertama dengan Kepala Sekolah Saya diperkenalkan kepada kepala sekolah yang dengan gesit mengantarkan saya ke perpustakaan kami. Lokasinya masih numpang di rumah kepala sekolah. Kepala sekolah menjelaskan bahwa pembangunan masih berjalan, dan begitu bangunan baru selesai, akan tersedia ruangan perpustakaan yang layak untuk anakanak. Saya agak terkejut melihat keadaan ruangan kecil ukuran 4 m x 4 m, karena melihat buku-buku yang berantakan di mana-mana. Sebelum berangkat ke Papua, saya sudah memberikan kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk perpustakaan seperti : perangkat komputer, printer, sampul plastik untuk buku, dan barcode reader. Perangkat ini sudah dibelikan dan saya install program otomasi perpustakaan di Jakarta sehingga tinggal dibawa dan dipasang di sana. Semua masih saya yakin bisa tangani, sesuai dengan ekspektasi dan kualifikasi saya sebagai lulusan program studi ilmu perpustakaan, sampai ternyata ibu kepala



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



51



sekolah memberi komando, “Ibu Friska, saya menyerahkan satu sesi untuk jam library. Anakanak akan berkunjung ke perpustakaan dan silakan ibu menyusun kegiatan apa yang akan dilakukan di perpustakaan. Ibu bisa nanti berdiskusi dengan guru Bahasa Indonesia, Bapak Ade, apa saja selama ini kegiatan yang sudah dilakukan di perpustakaan.” Sungguh di dalam hati saya tepok jidat, karena tidak ada penjelasan tentang tugas ini di dalam deskripsi kerja saya sebelum berangkat ke Papua. Selama ini saya bekerja di bidang arsip dan perpustakaan khusus yang melayani orang dewasa, bukan anak-anak. Ini akan merupakan pengalaman bekerja saya di sekolah. Jadi, saya benar-benar tidak punya ide apa yang akan saya lakukan di sesi perpustakaan sekolah dari TK sampai dengan kelas IX. Tapi, saya sudah tercebur di Papua, memang mau ke mana lagi? Mulai Merancang Pelaksanaan Pembelajaran yang Kreatif di Sesi Perpustakaan dari Nol Saya beruntung karena saya bekerja menghidupi passion saya, yaitu suka membaca. Kurang lebihnya saya sangat memahami kebutuhan anak-anak yang suka membaca. Anak-anak tidak suka dipaksa. Sehingga sangat tidak efektif dan tentu tidak menyenangkan jika saya yang baru datang ke sekolah dan mendadak memaksa mereka untuk membaca buku.



52



Saya harus membuat mereka menyukai membaca buku. Saya berefleksi, apa sih yang saya suka waktu kecil, apa yang membuat saya senang membaca? Saya banyak menghabiskan waktu berjam-jam untuk berselancar di internet membuka halaman asosiasi perpustakaan sekolah di Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Saya menyerap apa saja kegiatan yang mereka lakukan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak. Saya lihat apa sekiranya cocok untuk diterapkan di sekolah. Sebuah semangat baru muncul setelah saya diminta kepala sekolah untuk mengikuti pelatihan kurikulum 2013 di Kuala Kencana. Luar biasa! Di sana mata saya terbuka, bahwa pembelajaran seharusnya kontekstual dan harus dimulai dari hal terdekat dan ada di sekitar anak dengan metode pembelajaran 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Mengkomunikasikan). Kita juga bisa menghubungkan satu topik dengan satu topik lainnya. Metode Pembelajaran 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, dan Mengkomunikasikan) Saya sangat termotivasi untuk menerapkan apa yang sudah saya pelajari, bahkan saya banyak menghabiskan waktu untuk membaca file Kurikulum 2013 pelajaran Bahasa Indonesia dari kelas I sampai dengan IX. Saya memperhatikan apa saja yang saya bisa kembangkan dan terkait dengan literasi dan perpustakaan.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



Sesungguhnya saya merasa diri tidak berbakat dengan seni, namun saya memaksa diri untuk belajar menggunakan gitar. Saya melihat dalam materi pelatihan bagaimana lagu dan musik dapat menjadi pengantar yang baik sebelum masuk ke dalam materi atau mendongeng. Menarik, bahwa istilah baru “kontekstual” yang saya pelajari dalam pelatihan ini sangat relevan dengan keadaan di Papua. Saya melihat banyak hal sangat berbeda pelaksanaannya jika dibandingkan antara Papua dengan propinsi lainnya. Banyak anak tidak mengerti konsep bahwa ada orang lain yang menulis dan menggambar buku yang mereka baca. Banyak anak menanyakan dan mengira bahwa semua buku di perpustakaan adalah buku yang saya buat dan punya. Maka saya jelaskan hal tersebut mengadopsi dari metode pembelajaran 5M untuk anak-anak TK sampai dengan kelas 2 SD. Saya membagi anak-anak ke dalam kelompok. Satu kelompok beranggotakan 4-5 orang. Saya menyediakan foto kopi sampul buku, isolasi, spidol, dan kertas flip chart. Saya meminta mereka MENGAMATI satu buku yang saya pegang, saya MENANYA adakah orang yang membuat buku ini ataukah buku tersebut jatuh dari langit? Saya tunjukkan tulisan-tulisan yang ada di sampul buku. Saya minta anak-anak untuk membaca tulisan itu bersama-sama. Saya minta anak-anak menebak mana tulisan yang merupakan nama orang. Itulah yang disebut sebagai pengarang / penulis buku / ilustrator. Saya pun menjelaskan ilustrator adalah orang yang membuat gambar pada isi buku. Saya kemudian mengambil 2 buku lainnya dan menaruh tiga buku di depan kelas. Saya panggil satu orang anak untuk mengambil 1 buku yang saya baca tulisannya. Satu orang anak MENCOBA untuk mengambil buku sesuai yang saya minta. Ketika dia berhasil mengambil buku yang benar, saya minta semua bertepuk tangan untuknya. Saya jelaskan kepada anak-anak, yang saya baca itulah yang disebut dengan judul buku. Lalu, saya meminta anak-anak untuk menempelkan fotokopi sampul buku di atas kertas flip chart. Mereka harus menuliskan keterangan pada kertas flipchart, MENALAR mana yang judul buku, dan mana yang nama pengarang / illustrator. Kemudian melakukan MENGKOMUNIKASIKAN presentasi di depan



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



53



kelas. Semua anak mampu melakukan presentasi kelompok dengan baik, beberapa yang masih malumalu saya dorong semangatnya dengan mengajak teman-temannya memberi tepuk tangan semangat.



Pada natal 2018, kami berhasil menampilkan drama natal musikal dan selama 3 kali kami diundang menjadi pengisi acara natal di perusahaan tambang sponsor sekolahnya anak-anak.



Ini hanyalah satu contoh pembelajaran pada jam sesi perpustakaan dari TK sampai dengan kelas IX yang saya lakukan selama 5 tahun bekerja sebagai pustakawan di sekolah. Beberapa topik lainnya seperti membedakan buku fiksi dan non-fiksi, bagaimana cara menggunakan kamus dan peta. Belajar apa itu puisi dan musikalisasi puisi, mengapresiasi penulis puisi dan buku. Menikmati membaca komik Tintin dan komik lokal Indonesia, menonton film yang dibuat dari buku, mengeksplorasi dunia lewat komik. Apa perbedaan biografi dan otobiografi, bagaimana cara membuat buku, apa buku pertama yang diterbitkan di dunia. Apa perpustakaan terbesar di dunia, bagaimana cara menjaga buku, dan bagaimana cara memperbaiki buku rusak. Apa yang disebut dengan Dewey Decimal Classification, bagaimana cara mencari buku yang dibutuhkan, dan mengembalikan buku yang dibaca ke tempatnya.



Minat Baca Anak-Anak Masih Ada Sampai Sekarang Jelang akhir tahun ajaran 2018, keadaan membuat saya memutuskan untuk keluar dari sekolah tersebut. Sebuah keputusan yang berat namun harus dilakukan. Ketika berpamitan dengan anakanak, atau jika berkomunikasi dengan mereka sesekali melalui facebook messenger, saya selalu ingatkan untuk tetap gemar membaca dan pergi ke perpustakaan. Anak-anak menyambut pesan saya dengan positif dan semua menjawab mereka masih suka membaca, sekalipun mereka sudah lulus SMP dan pindah ke SMA di Lokon, Manado, Jakarta, atau Semarang.



Semua rencana pembelajaran sebelum mengajar saya tuangkan dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai format standar Kurikulum 2013 yang diadopsi oleh sekolah kami. Anak-anak Mulai Gemar Membaca Buku Saya tidak pernah menyangka bahwa selama lima tahun bekerja di sekolah ini, saya bisa melihat perubahan positif terjadi pada anak-anak. Anakanak gemar membaca. Jam istirahat perpustakaan selalu penuh dengan anak-anak membaca, bukan hanya saat masih berada di ruangan sempit numpang kepala sekolah tapi juga sampai kemudian kami pindah ke bangunan baru.



Pada awal tahun ajaran 2019 ini, Ibu Pipin, guru Bahasa Inggris yang sekarang mengelola perpustakaan menghubungi saya dan memberi kabar bahwa anak-anak masih gemar membaca sampai hari ini. Beliau mengucapkan terima kasih untuk bibit yang selama ini sudah saya tanam di sekolah. Sungguh gembira hati saya mendengar kabar ini, dan melihat foto yang Ibu Pipin kirimkan melalui pesan Whatsapp. Sebagai pendidik, kita dapat melewati segala tantangan di tengah keterbatasan, dengan semangat untuk terus belajar. Kalahkan rasa tidak bisa dan lawan rasa malas, bukan hanya merupakan kalimat motivasi kepada anak-anak sebagai murid tapi juga kepada diri kita sendiri. Sekiranya sedikit yang pernah saya berikan untuk tanah Papua dapat menjadi berkat untuk generasi unggul Papua di masa depan,



Anak-anak memahami kesepakatan perpustakaan bahwa mereka tidak boleh makan di perpustakaan, sehingga mereka selalu ingat menitipkan snack kiriman dapur asrama sebelum masuk ke perpustakaan. Selesai jam istirahat selesai, mereka akan buru-buru keluar dari perpustakaan dan makan sambil berjalan kembali ke kelasnya masing-masing. Untuk ukuran anak-anak Papua yang biasanya selalu mengutamakan isi perut, ini merupakan hal yang istimewa. Mereka sangat gemar bercerita dan mendengarkan dongeng. Anak-anak sangat ekspresif dalam bercerita, bahkan satu anak kami berhasil memenangkan lomba bercerita rakyat dari tingkat Kabupaten Mimika, Propinsi Papua, dan maju sampai ke Grand Final tingkat nasional di Jakarta.



54



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



PRAKTIK BAIK PENGAJARAN



BERLITERASI BARENG SAHABAT PENA ACIL



Penulis



A.Budiyanto SDIT SALSABILA AL MUTHIN KGB Yogyakarta [email protected]



Desainer Rizqy Rahmat Hani KGB Pekalongan Kampus Guru Cikal



S



aya paham bahwa budaya berliterasi di Indonesia memang dirasa kurang jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Masalah literasi tersebut memang sudah sangat mahfum bagi pemerintah, termasuk Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Program 15 menit membaca buku menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan budaya membaca di sekolah. Akan tetapi, saya merasa jika kegiatan literasi tersebut hanya membaca sangatlah kurang. Seperti yang saya ketahui kegiatan berliterasi tidak hanya aspek membaca saja, melainkan ada aspek yang lain, seperti: baca-tulis, sains, ldigital, numerasi, finansial, serta budaya dan kewargaan. Saya berusaha mencari cara untuk melaksanakan satu kegiatan yang bisa mencakup beberapa aspek literasi tersebut. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya saya memutuskan untuk melakukan kegiatan literasi dengan judul “Sahabat Pena Acil – Aku Cinta Literasi”. Kegiatan SPA (Sahabat Pena AciL) tersebut merupakan kegiatan berkirim surat ke anak-anak yang ada di beberapa daerah di Indonesia. Dalam berkirim surat tersebut anak-anak saya minta untuk menceritakan segala hal yang berkaitan dengan budaya di daerahnya dan mendeskripsikan lingkungan tempat tinggalnya beserta dengan kehidupan sosial yang ada. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, saya harus mempersiapkan beberapa hal termasuk dalam menentukan nama penerima surat beserta menghubungi pihak kantor pos. Kantor pos? Iya, karena kegiatan SPA ini saya rancang agar anak-anak mengenal kantor pos sekaligus dunia filateli. Beberapa tahapan kegiatan yang harus saya lalui adalah sebagai berikut. Tahap persiapan. Tahap ini bagi saya adalah tahap yang paling menantang. Kenapa saya bilang seperti itu? Karena saya harus mencari calon penerima surat serta harus menghubungi pihak kantor pos. Dan bagi saya untuk menemukan penerima surat tidaklah mudah, karena target saya adalah di luar daerah atau pulau. Setelah berselancar di grup WA, saya mendapatkan beberapa kenalan yang sedang mengikuti program Indonesia Mengajar di Kabupaten Natuna Kepulauan Riau, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, serta ada dua teman yang sedang kuliah di luar negeri yang bersedia untuk berkirim surat, yaitu di Inggris dan Australia. Teman-teman saya (dari Natuna dan Hulu Sungai Selatan) tersebut saya minta untuk menunjuk murid didik mereka agar mau menerima surat dari kami. Tahap persiapan ini tentunya juga dibarengi dengan memberikan materi untuk anak-anak. Saya harus



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



55



memberikan materi terlebih dahulu tentang surat, bagian-bagian surat, cara menulis surat yang baik dan benar, serta tentunya saya harus memberikan penekanan pada mereka bahwa suratnya harus menceritakan tentang daerah tempat tinggalnya. Tentu tujuannya agar bisa bertukar pengetahuan terkait kehidupan sosial dan budaya. Setelah materi saya berikan, giliran saya harus menghubungi pihak kantor pos, dan saat itu saya memilih Kantor Pos Besar Yogyakarta yang ada di sekitar Malioboro. Selain itu, saya juga harus membuat jadwal beserta dengan rencana kegiatannya. Saya harus memastikan semuanya bisa berjalan dengan baik. Mempersiapkan transportasi dan akomodasi juga tidak luput harus saya persiapkan juga. Tahap pelaksanaan. Setelah tahap persiapan terlaksana dengan baik, walaupun ada saja tantangan yang menghadang, saya melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap pelaksanaan. Pada tahap ini anak-anak menulis surat dan nantianya (di lain hari) mengirim surat. Saya, terlebih dahulu, membagikan daftar nama anak yang akan menerima surat mereka. Ada anak yang mendapatkan jatah menulis satu surat, tetapi ada juga yang harus menulis dua surat, karena penerimanya ada dua anak. Anak-anak terlihat begitu serius dan fokus dalam menulis surat. Ternyata mereka benar-benar melakukan apa yang saya instruksikan, yaitu menceritakan kehidupan sosial dan budaya di lingkungan tempat tinggal mereka. Tak lupa juga mereka membumbui dengan salam dan sapaan hangat untuk menunjukkan rasa pertemanan dan persaudaraan mereka. Inilah yang saya harapkan, walaupun terpisah oleh jarak yang begitu jauh, tapi rasa hangat dan pertemanan begitu melekat sebagai anak bangsa, satu tanah air, Indonesia. Setelah saya memastikan anak-anak menulis surat, saya langsung mempersiapkan untuk agenda berikutnya, yaitu berkunjung ke kantor pos. Dua hal yang saya persiapkan matang-matang yaitu transportasi dan akomodasi, serta tidak ketinggalan saya terus berkoordinasi dengan pihak kantor pos. Saya terus memastikan agenda di kantor pos bisa berjalan dengan baik. Di hari berikutnya, saatnya kami untuk berkunjung ke kantor pos. Perjalanan menggunakan armada bus. Kita sangat menikmati perjalanan. Selama di perjalanan menyusuri jalanan kota kecil nan padat, kami bernyanyi dengan begitu riang dan gembira.



56



Kenapa seperti itu? Ya tentunya karena kita akan belajar suatu hal yang baru. Setelah sekian lama di perjalanan, akhirnya kita sampai juga di kantor pos. Anak-anak terlihat begitu senang. Ini memang benar-benar suatu hal yang baru bagi mereka. Mereka akan belajar tentang dunia surat menyurat, yang notabene sekarang sudah mau ditinggalkan oleh jamak orang karena sudah tergantikan dengan SMS, whatsup app (WA), elektronic mail (e-mail), bahkan sudah berjamuran begitu banyak jasa pengiriman barang. Sebelum kegiatan dimulai, saya membagikan perangko custome, yaitu perangko yang ada foto kita sendiri. Oh ya, sekarang di kantor pos bisa membuat perangko yang seperti itu. Wah, tambah senang anak-anak, bisa mengirim surat dengan menggunakan perangko yang ada foto mereka sendiri. Setelah pembagian perangko selesai, kita menuju satu ruangan. Di ruangan tersebut kita banyak belajar tentang bagian-bagian surat, cara menulis surat dan alamat yang benar, serta sejarah perangko. Selain itu, anak-anak juga langsung mempraktekkan cara menulis alamat yang benar, serta menempel perangko yang benar sekaligus memberikan stempel atau cap pos. Oh ya, memang saya tidak menyuruh anak-anak menulis alamat surat di sekolah, jadi hanya berupa surat dan dimasukkan ke dalam amplop. Setelah kegiatan di dalam ruangan selesai, anakanak diajak untuk melihat-lihat ruangan yang ada di kantor pos. Selanjutnya, tiba waktunya mereka harus mengirim surat yang sudah mereka tulis dan dimasukan ke dalam amplop. Akan tetapi, untuk memudahkan saya, saya meminta anak-anak untuk memasukkan surat mereka ke dalam empat amplop besar, karena surat yang sudah ditulis akan dikirim ke empat daerah yaitu: Kabupaten Natuna Kepulauan Riau, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan, Inggris dan Australia. Setelah dimasukkan ke dalam amplop besar, anakanak belajar tentang alur sebelum surat sampai di tangan petugas. Anak-anak mengambil nomor antrian, duduk di kursi antrian, kemudian dipanggil dan menunggu surat mereka dimasukkan ke dalam sistem pengiriman pos. Walaupun begitu lama proses yang harus mereka lalui, tetapi tidak nampak wajah lelah. Selama kegiatan, kita selalu tertawa dan menikmatinya. Setelah kedua tahap terlaksana, tiba waktunya Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



kita untuk pulang ke sekolah, melakukan rutinitas belajar seperti biasa, sembari menunggu suratnya sampai dan dapat balasan. Cukup lama memang dalam menunggu balasan, karena memang jaraknya yang begitu jauh, apalagi yang dikirim ke luar negeri. akan tetapi begitu anak-anak mendapatkan balasan, wah pecah rasa bahagia di wajah mereka. Ada yang mendapatkan foto, bahkan suvenir dari anaknya. Tahap Refleksi. Pada tahap ini saya hanya berpesan kepada mereka “silakan kalian balas kembali surat mereka, ini waktunya kalian untuk berteman dengan siapapun sebangsa dan setanah air. Lanjutkan pertemanan dan persahabatan kalian. Semoga kelak kalian bisa bertemu dengan sahabat pena kalian.” Itulah pesan yang saya sampaikan ke anak-anak, sembari saya juga menceritakan keadaan yang sebenarnya tentang daerah asal sahabat pena mereka. Sebenarnya sebelum anakanak berkirim surat, saya sudah terlebih dahulu mengetahui situasi dan kondisi daerah anak-anak yang menerima surat. Saya berusaha bertanya kepada teman saya yang menjadi pengajar di sekolah mereka. Akan tetapi, saya memang berniat untuk memberitahukannya kepada anak-anak setelah mereka mendapatkan balasan. Itulah sekelumit cerita dari saya tentang bagaimana saya memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada anak-anak seputar literasi baca-tulis sekaligus literasi budaya dan kewargaan. Dengan menulis surat anak-anak berlatih menuangkan ceritanya dalam bentuk tulisan. Apapun yang ada di dalam pikiran berusaha dituangkan ke dalam tulisan. Selain itu, dengan konten yang saya minta, harapannya anak-anak akan belajar tentang budaya dan kehidupan sosial dari sahabat pena mereka yang berbeda daerah bahkan berbeda pulau. Tidak luput, dengan berkirim surat ke dua daerah tersebut, saya menyisipkan pesan bahwa kita tidak sendiri, kita bangsa yang besar, kita punya saudara yang jaraknya bisa dikatakan jauh, kita Indonesia, Indonesia tidak hanya Pulau Jawa, tetapi ada pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain sebagainya.



LITERASI DENGAN SAHABAT PENA Mencari calon penerima surat di berbagai daerah sasaran. Mengajak murid untuk belajar tentang surat menyurat.



Ke kantor pos untuk koordinasi pengiriman surat, mengatur akomodasi murid, dll. Murid membuat perangko custom yang bergambar foto dirinya. Di kantor pos anak-anak belajar tentang suratmenyurat, sejarah kantor pos.



Anak-anak belajar banyak hal dari pengajaran ini, cara berkirim surat, budaya penerima surat, sejarah pos Indonesia. A. Budiayanto



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



57



Guru Belajar Esensial BUKU



DIFERENSIASI Memahami Pelajar untuk Belajar Bermakna & Menyenangkan



MERDEKA BELAJAR DI RUANG KELAS



MEMANUSIAKAN HUBUNGAN



KAUS



Dapatkan produk Guru Belajar di



Bit.ly/BeliProdukGuruBelajar



58



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



EDISI BERIKUTNYA



SURAT KABAR GURU BELAJAR EDISI 23



Literasi untuk Berdaya Ketika bersepakat literasi penting maka kita sebenarnya membicarakan literasi yang lebih luas maknanya dari sekedar kemampuan mendapatkan nilai ujian yang tinggi. Literasi penting karena menjadi kemampuan yang membuat murid menjadi berdaya dalam menghadapi tantangan kehidupan, bahkan lebih jauh lagi, membuat perubahan kehidupan yang lebih baik. Dampak literasi tidak dibatasi, namun melampui dinding sekolah sehingga murid pun bisa berkontribusi pada masyarakat. Meski masih sedikit, tapi sejumlah guru dan sekolah telah mempraktikkan Literasi untuk Berdaya, literasi yang membuat murid dapat menjadi penggerak perubahan negeri. Apakah Anda punya pengalaman mengajar literasi yang memfasilitasi murid menjadi penggerak perubahan negeri? Apakah Anda punya pengalaman mengajar literasi yang penerapannya meluas di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang digital, finansial, kebangsaan, budaya dan yang lainnya? Klik Klik http://bit.ly/FormulirSKGB untuk mengirimkan naskah Anda. Pengiriman tulisan paling lambat tanggal 5 Oktober 2019.



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat



59



TEMA



LITERASI UNTUK MENGGERAKKAN NEGERI JAKARTA, 25-27 OKTOBER 2019



60



Surat Kabar Guru Belajar - Edisi IV Tahun Keempat