Skripsi - 1608010099 - Aditya Wijaya - Farmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

OPTIMASI FORMULA FAST DISINTEGRATING TABLET EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN KOMBINASI SODIUM STARCH GLYCOLATE DAN AVICEL PH 102



SKRIPSI



ADITYA WIJAYA 1608010099



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO FEBRUARI 2020



OPTIMASI FORMULA FAST DISINTEGRATING TABLET EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DENGAN KOMBINASI SODIUM STARCH GLYCOLATE DAN AVICEL PH 102



SKRIPSI



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi



ADITYA WIJAYA 1608010099



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO FEBRUARI 2020 ii



iii



iv



HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN



MOTTO



“melihat ke atas dalam pengetahuan untuk maju, melihat kebawah dalam hidup untuk bersyukur”



PERSEMBAHAN



Dengan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Atas pertolongan dan petunjuk-Nya menuntun penulis menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Kedua orang tua tercinta, Sapta Wijaya dan Lellyana Setiawati serta keluarga besar bapak Soemardjo dan bapak Suyoso yang telah memberikan do’a restu, dukungan, kasih sayang dan semangat tiada henti. 2. Kedua adikku Zafira Anantya Wijaya dan Jihan Anantya Wijaya yang berpengaruh memberikan kasih sayang dan warna kehidupan. 3. Bapak Dr. Agus Siswanto, M.Si.,Apt. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan membagi ilmunya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga bapak selalu diberi kesehatan, kebaikan, dan kebahagiaan. 4. Anisa Yumna Nabila, Pipit Setianingrum dan Yunanda Sri Anggrayta selaku partner penelitian dan skripsi. Terimakasih atas ilmu, kerja sama, bantuan, doa, hiburan dan semangat yang kalian berikan. 5. Anisa Yumna Nabila yang telah memberikan dukungan dan semangat selama menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman - teman balbol Sofyan, Bagus, Yanuar, Riko, Khaerul, Randi, Rakha, Firdaus, Asya dan Jati. Terimakasih telah membantu, memberikan semangat, doa serta hiburan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Teman – teman Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2016.



v



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Dengan Kombinasi Sodium Starch Glycolate Dan Avicel PH 102”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : (1) Dr.



Anjar



Nugroho,



M.S.I.,



M.H.I.



selaku



Rektor



Universitas



Muhammadiyah Purwokerto (2) Didik Setiawan, Ph.D., Apt. selaku Dekan Farmasi yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan skripsi; (3) Dr. Retno Wahyuningrum, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan skripsi; (4) Dr. Agus Siswanto, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing



yang telah



menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini; (5) Dr. Ika Yuni Astuti, M.Si., Apt. yang telah memberikan berbagai pertanyaan untuk menguji kelayakan sebagai Sarjana Farmasi; (6) Arini Syarifah, M.Si., Apt. yang telah memberikan berbagai pertanyaan untuk menguji kelayakan sebagai Sarjana Farmasi; (7) Rochmadi Budi Setiyanto, A.Md. yang telah memberikan arahan, masukan dan bantuan selama proses penelitian di laboratorium Biologi Farmasi; (8) Bapak dan ibu serta saudara tercinta yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik material maupun moral.



vi



vii



RIWAYAT HIDUP



Nama



: Aditya Wijaya



Tempat dan tanggal lahir



: Kebumen, 15 Februari 1998



Orang tua



: Sapta Wijaya (Ayah) Lellyana Setiawati (Ibu)



Alamat



: Dk. Jemajar Kulon, Kelurahan Jatiluhur RT 01/02 Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen



No. HP



: 087737426061



Alamat email



: [email protected]



Riwayat Pendidikan



:



1. SD / Tahun Lulus



: SDIT Ath Thoriq Gombong / 2010



2. SMP / Tahun Lulus



: SMP Negeri 2 Karanganyar / 2013



3. SMA / Tahun Lulus



: SMA Negeri 1 Pejagoan / 2016



Pengalaman Kerja



:-



Publikasi



:-



Penghargaan Akademik



:-



Penghargaan Non Akademik



: 1. Juara 1 Pekan Olahraga dan Seni Farmasi Indonesia (PORSFI) Cabor Futsal se– JOGLOSEPUR th 2018. 2. Juara 3 ENVIRO Futsal Cup se–Jateng & DIY th 2018.



Beasiswa



:-



Keanggotaan dalam Organisasi



:



1. Staf Dept. PSDM BEM Fakultas Farmasi Kabinet Angkasa 2017/2018 2. Kepala Dept. Seni dan Olahraga BEM Fakultas Farmasi Kabinet Galaxy 2018/2019



viii



ix



Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Dengan Kombinasi Sodium Starch Glycolate Dan Avicel PH 102



Aditya Wijaya1, Agus Siswanto2



ABSTRAK



FDT lidah buaya merupakan suatu inovasi sediaan tablet cepat hancur untuk mengatasi masalah kesulitan menelan pada beberapa pasien yang digunakan untuk menetralkan asam lambung bagi penderita gastric ulcer dan Gastritis. Superdisintegrant dibutuhkan oleh tablet FDT untuk membuat tablet tersebut hancur dengan cepat, SSG merupakan superdisintegrant yang umum digunakan karena kemampuan swellingnya yang baik. Avicel pH 102 merupakan bahan penghancur yang digunakan dengan tujuan membantu kemampuan FDT ekstrak lidah buaya untuk mempersingkat waktu hancur dengan aksi wickingnya. Tujuan penelitin ini adalah untuk mengoptimasi formula kombinasi antara SSG dan Avicel pH 102 sebagai superdisintegrant dan desintegrant terhadap tablet FDT lidah buaya. Formula optimum ditentukan dengan metode Simplex Lattice Design (SLD) dari software Design Expert, dengan 2 parameter yaitu waktu hancur dan niai kapasitas penetralan asam, diperoleh 8 run optimasi formula. Tablet dibuat dengan metode pembuatan granulasi basah. Tablet diuji sifat fisik seperti keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur dan kapasitas netralisasi asam. Hasil dianalisis menggunakan metode SLD pada software Design Expert , kombinasi SSG dan Avicel pH 102 dapat meningkatkan nilai netralisasi asam lambung dan mempercepat waktu hancur. Formula optimum yang didapat menggunakan software Design Expert metode SLD adalah 0,0459 mg SSG dan 127,45 mg bagian Avicel 102 dengan nilai desirability 0,578. Kata Kunci: Lidah buaya, SSG, Avicel 102, FDT, SLD



x



Optimization of Fast Disintegrating Formula for Aloe Vera Extract (Aloe Vera L.) with Sodium Starch Glycolate and Avicel PH 102 Combinations Aditya Wijaya1, Agus Siswanto2



ABSTRACT



Aloe vera FDT is an innovation in the preparation of fast-breaking tablets to overcome the problem of difficulty swallowing in some patients which is used to neutralize stomach acid for patients with gastric ulcer and gastritis. Superdisintegrant is needed by FDT tablets to make these tablets disintegrate quickly, SSG is a superdisintegrant that is commonly used because of its good swelling ability. Avicel pH 102 is a destroyer that is used with the aim of helping the ability of FDT aloe vera extract to shorten the disintegration time by its wicking action. The purpose of this research is to optimize the combination formula between SSG and Avicel pH 102 as a superdisintegrant and desintegrant against aloe vera FDT tablets. The optimum formula is determined by the Simplex Lattice Design (SLD) method from Design Expert software, with 2 parameters, namely the disintegration time and the acid neutralizing capacity, 8 optimization formulas are obtained. Tablets are made by the method of making wet granulation. Tablets were tested for physical properties such as weight uniformity, hardness, friability, disintegration time and acid neutralization capacity. The results were analyzed using the SLD method in Design Expert software, a combination of SSG and Avicel pH 102 can increase the value of gastric acid neutralization and accelerate disintegration time. The optimum formula obtained using the Design Expert software SLD method is 0.0459 mg SSG and 127.45 mg Avicel 102 section with a desirability value of 0.578. Keywords: Aloe vera, SSG, Avicel 102, SLD



xi



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... ix ABSTRAK… ..................................................................................................... x ABSTRACT .......................................................................................................... xi DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ......................................................................... 4 2.2. Landasan Teori ........................................................................................... 5 2.2.1 Lidah buaya...................................................................................... 5 2.2.2 Metode Ekstraksi .............................................................................. 6 2.2.3 Karakterisasi Ekstrak ........................................................................ 7 2.2.4 Fast Desintegrating Tablet (FDT) .................................................... 7 2.2.5 Uji Kapasitas Penetralan Asam Lambung ..................................... 16 2.2.6 Uraian Bahan ................................................................................. 17 2.2.7 Optimasi Metode Simplex Lattice Design...................................... 20 2.3 Kerangka Konsep ................................................................................... 22



xii



2.4 Hipotesis ................................................................................................. 23 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 24 3.2. Variabel Penelitian ................................................................................. 24 3.3. Definisi Variabel Operasional ................................................................ 24 3.4. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 24 3.5. Alat dan Bahan ....................................................................................... 25 3.5.1 Alat yang digunakan .................................................................... 25 3.5.2 Bahan yang digunakan ................................................................. 25 3.6. Jalanya Penelitian ................................................................................... 25 3.6.1 Pengumpulan Bahan..................................................................... 25 3.6.2 Determinasi Tanaman .................................................................. 25 3.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Lidah Buaya ........................ 25 3.6.4 Penentuan Formula FDT Lidah Buaya ........................................ 26 3.6.5 Pembuatan FDT ........................................................................... 26 3.6.6 Uji Siat Fisik Tablet ..................................................................... 27 3.6.7 Uji Kapasitas Penetralan Asam .................................................... 28 3.7 Analisis Hasil ......................................................................................... 28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................ 30 4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman ......................................................... 30 4.1.2 Hasil Ekstrak Etanol Lidah Buaya ............................................... 30 4.1.3 Hasil Uji Karakteristik EKstrak .................................................... 30 A. Uji Organoleptis ...................................................................... 30 B. Uji KekerasanUji Kadar Air .................................................... 30 C. Uji Flavonoid ........................................................................... 31 4.1.4 Hasil Uji Sifat Fisik Tablet ........................................................... 32 A. Uji Keseragaman Bobot .......................................................... 32 B. Uji Kekerasan .......................................................................... 32 C. Uji Kerapuhan ......................................................................... 33 D. Uji Waktu Hancur.................................................................... 33 E. Uji Netralisasi Asam Lambung ............................................... 34



xiii



4.2. Pembahasan ............................................................................................ 34 4.2.1 Determinasi Tanaman .................................................................. 34 4.2.2 Pembuatan Simplisia .................................................................... 34 4.2.3 Karakteristik Ekstrak .................................................................... 35 A. Uji Organoleptis ...................................................................... 35 B. Uji Kadar Air ........................................................................... 35 C. Uji Flavonoid ........................................................................... 36 4.2.4 Sifat Fisik Tablet ............................................................................ 36 A. Uji Keseragaman Bobot ............................................................ 36 B. Uji Kekerasan ............................................................................ 37 C. Uji Kerapuhan ............................................................................ 37 D. Uji Waktu Hancur ...................................................................... 38 E. Uji Netralisasi Asam Lambung.................................................. 41 4.2.5 Penentuan Formula Optimum......................................................... 44 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 46 5.2. Saran ...................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47 LAMPIRAN ..................................................................................................... 52



xiv



DAFTAR GAMBAR



Halaman Gambar 2.1.



Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera L.) ........................................ 5



Gambar 2.2.



Struktur Sodium Starch Glycolate ............................................ 17



Gambar 2.3.



Struktur Avicel pH 102 ............................................................ 17



Gambar 2.4.



Struktur Mannitol ..................................................................... 18



Gambar 2.5.



Struktur Laktosa ....................................................................... 18



Gambar 2.6



Diagram Alir Kerangka Konsep Penelitian ............................. 22



Gambar 4.1.



Plat KLT GF254 Hasil Uji Flavonoid ....................................... 31



Gambar 4.2.



Grafik Analisis Waktu Hancur Tablet ........................................................ 40



Gambar 4.3.



Grafik Analisis Kapasitas Nilai Penetralan Asam .................... 43



xv



DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1.Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet ......................................... 15 Tabel 3.1. Formula Metode SLD Dengan Design Expert ................................. 26 Tabel 3.2. Parameter Optimasi .......................................................................... 29 Tabel 4.1. Hasil Uji Keseragaman Bobot.......................................................... 32 Tabel 4.2. Hasil Uji Kekerasan Tablet .............................................................. 32 Tabel 4.3. Hasil Uji Kerapuhan Tablet ............................................................. 33 Tabel 4.4. Hasil Uji Waktu Hancur ................................................................... 33 Tabel 4.5. Hasil Uji Netralisir Asam Lambung ................................................ 34 Tabel 4.6. Hasil Uji ANOVA Waktu Hancur Tablet ........................................ 39 Tabel 4.7. Hasil Uji ANOVA Kapasitas Netralisir Asam ................................. 42 Tabel 4.8. Formula Optimum ............................................................................ 44 Tabel 4.9. Prediksi Formula Optimum.............................................................. 45



xvi



DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.



Hasil Uji Sifat Fisik dan Kapasitas Netralisir Asam ................ 53



Lampiran 2.



Hasil Determinasi Tanaman ...................................................... 56



Lampiran 3.



Sertifikat Analisis Bahan .......................................................... 57



Lampiran 4.



Hasil Analisis ANOVA ............................................................ 59



xvii



DAFTAR SINGKATAN



UV



Ultra Violet



KLT



Kromatografi Lapis Tipis



FDT



Fast Desintegrating Tablet



SSG



Sodium Starch Glycolate



Mg



Magnesium



Rpm



Rotation Per Minute



SLD



Simplex Lattice Designe



CV



Coeficient Variation



SD



Standard Deviation



TCA



Asam Trikloroasetat



xviii



BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lidah buaya (Aloe vera L.) biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, kosmetik maupun sebagai bahan obat (Edy, 2011). Lidah buaya memiliki kandungan aktif antara lain lupeol, asam salisilat, fenol, sulfur, magnesium, zinc, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E (Dewi, 2010). Berdasarkan penelitian Harsa (2015), pemberian ekstrak lidah buaya berpengaruh terhadap penyembuhan mukosa lambung tikus wistar putih jantan yang diberi etanol 80%. Penelitian lain mengenai ekstrak lidah buaya yang dilakukan oleh Alan Mustaqim et al., (2017) yang terbukti memiliki aktifitas dalam penyembuhan mukosa lambung tikus wistar. Dari penelitian diatas adanya pengembangan menjadi suatu bentuk sediaan dari tanaman herbal lidah buaya perlu dilakukan terutama pada efek terapi penyakit gangguan gastrointestinal seperti tukak lambung. Produk obat konvensional yang banyak beredar dipasaran untuk terapi tukak lambung dinilai kurang sempurna, karena apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan efek samping seperti efek alergi, patogenik, hingga karsinogenik (Priskila, 2012). Sehingga dilakukan pengembangan sediaan dari ekstrak lidah buaya sebagai alternatif terapi tukak lambung yang baik. Salah satu strategi untuk mengatasi masalah kesulitan menelan pada pasien tukak lambung dalam kondisi tertentuk adalah dengan membuat bentuk sediaan yang dapat bekerja dengan cepat, stabilitas lebih baik, serta cara mengkonsumsi



yang



mudah



juga



sehingga



mengakibatkan



insiden



ketidakpatuhan yang lebih tinggi dalam terapi yang tidak efektif (Mannur, 2010). Bentuk sediaan yang mampu menghantarkan dengan cepat dengan penggunaan yang praktis serta memiliki stabilitas yang bagus adalah fast disintegrating tablet. Penelitian mengenai pembuatan FDT dari ekstrak lidah buaya sudah pernah dilakukan oleh Anggrayta et al., (2019) untuk terapi gastritis, dimana pada penelitian ini membuat 3 formula berbeda. Namun dalam formula tersebut mengalami kendala pada uji waktu hancur dan uji kekerasan tablet dimana waktu hancur tablet pada formula 2 dan 3 melebihi



1



batas waktu hancur yaitu 3 menit. Kemudian untuk uji kekerasan tablet seluruh formula yang diuji tidak memiliki nilai kekerasan yang baik karena dibawah 3 kg/cm2. Fast Distigrating Tablet (FDT) merupakan bentuk sediaan padat terdisintegrasi dengan sangat cepat saat kontak dengan air liur atau saliva (Pahwa dan Gupta, 2011). FDT diharapkan mampu memberikan onset yang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan efektivitas obat karena tidak melalui proses disintegrasi (pecahnya tablet menjadi granul) tetapi tablet langsung pecah menjadi partikel-partikel kecil. FDT ini tidak memerlukan media air untuk proses disintegrasi dan disolusinya serta didesain untuk dapat hancur dengan cepat yaitu kurang dari 3 menit. Salah satu komposisi penting dalam FDT adalah superdisintegrant. Adanya superdisintegrant dalam FDT menyebabkan sediaan obat mengalami proses penghancuran yang cepat di dalam mulut (Sulaiman, 2007). Salah satu contoh superdisintegran yakni, Sodium Starch Glycolate (SSG). SSG sering digunakan pada formulasi sediaan tablet bukan hanya karena aktivitasnya sebagai agen pendisintegrasi, namun juga SSG dapat meningkatkan kompresibilitas dari tablet. SSG dapat meningkatkan kompresibilitas tablet karena SSG mengandung aglomerat partikulat dari pati co-processed dan memiliki jumlah agen augmentasi yang cukup sehingga dapat meningkatkan kompaktibilitas tablet (Nasir et al., 2017). Dengan adanya SSG sebagai superdisintegrant, agar tablet memiliki kekerasan yang tepat dan tidak rapuh, dalam formulasi juga biasa ditambahkan kombinasi bahan pengisi atau filler-binder tanpa mempengaruhi kemampuan disintegrasi FDT. Salah satu contoh bahan pengisi yang biasa dikombinasikan ialah Avicel PH 102. Avicel PH 102 dipilih karena memberikan kekerasan relatif lebih baik dibandingkan dengan Avicel varian lain, waktu disintegrasi lebih baik, dan variasi bobot tablet yang kecil (Lahdenpaa et al., 1997), serta memiliki sifat alir relatif lebih baik dibandingkan Avicel seri lain karena berbentuk granuler dengan ukuran partikel optimum (Bolhuis dan Lerk, 2005). Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2019) diperoleh hasil bahwa adanya kombinasi antara SSG dan Avicel pH 101 dapat mempercepat



2



waktu hancur tablet menjadi 2,15 detik dan meningkatkan nilai mEq sebesar 9,19 mEq. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan penghancur Sodium Starch Glycolate (SSG) yang dikombinasikan dengan filler binder Avicel PH 102 yang kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana pengaruh kombinasi SSG dan Avicel PH 102 terhadap sifat fisik FDT ekstrak lidah buaya ? 1.2.2 Berapa kombinasi konsentrasi SSG dan Avicel PH 102 dapat menghasilkan formulasi yang optimum ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengetahui pengaruh kombinasi SSG dan Avicel PH 102 terhadap sifat fisik FDT ekstrak lidah buaya. 1.3.2 Menentukan konsentrasi optimum dari kombinasi SSG dan Avicel PH 102 pada formulasi FDT ekstrak lidah buaya.



1.4 Manfaat Penelitian Formulasi optimum dari fast disintegrating tablet ekstrak lidah buaya diharapkan mampu memberikan stabilitas yang lebih baik dari pada bentuk sediaan lain. Serta memiliki onset yang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan efektivitas obat dan memudahkan penggunaan obat pada pasien pediatri, geriatri, mabuk perjalanan dan serangan alergi mendadak guna meningkatkan derajat kepatuhan pasien.



3



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian petama yang juga menjadi latar belakang dari penelitian ini ialah penelitian milik Anggrayta et al., (2019) dimana dilakukan formulasi sediaan FDT dari ekstrak lidah buaya sebagai terapi gastritis. Penelitian tersebut mendapatkan hasil dimana dari ke 3 formula yang dibuat masing – masing memiliki aktifitas untuk netralisir asam lambung, dengan terbukti adanya peningkatan nilai mEq diatas 5 (F1 = 7,316 ; F2 = 17,316 ; F3 = 16,316) mEq. Selanjutnya penelitian mengenai kombinasi bahan penghancur antara Sodium Starch Glycolate (SSG) dengan Avicel terhadap sifat fisik fast disintegrating tablets (FDT) sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Khasanah (2019). Menggunakan metode simplex lattice design (SLD) peneliti sebelumnya mengkombinasikan SSG dan Avicel PH 101 pada kisaran konsentrasi 0 – 20 % untuk masing – masing bahan dengan bobot total tablet 700 mg, yang kemudian didapatkan hasil formula optimum FDT antasida berdasarkan metode simplex lattice design yaitu dengan kombinasi 38 mg bagian SSG dan 101 mg bagian Avicel PH 101 dengan nilai desirability 0,523. Persamaan yang ada dari penilitan kali ini dengan penelitian terdahulu milik Anggrayta et al., (2019) terdapat pada penggunaan ekstrak lidah buaya sebagai bahan utama sediaan tablet FDT dan juga metode pembuatan tablet FDT yang menggunakan granulasi basah, sedangkan perbedaanya terletak pada proses optimasi yang dilakukan dari formula yang didapat menggunakan kombinasi bahan superdisintegrant. Selanjutnya dari penelitian milik Khasanah (2019) terdapat persamaan dimana optimasi yang dilakukan menggunakan metode yang sama yaitu SLD dan juga menggunakana jenis bahan superdisintegrant yang sama yaitu SSG dan Avicel yang hanya dibedakan untuk pH Avicel pada penelitian kali ini menggunakan pH 102 sedangkan milik Khasanah (2019) menggunakan pH 101, dan juga zat aktif yang digunakan menggunakan zat aktif dari hasil ekstrak kental lidah buaya.



4



2.2 Landasan Teori 2.2.1 Lidah Buaya



Gambar 2.1 Aloe vera L. (Kemenkes RI., 2017)



Klasifikasi lidah buaya menurut Furnawanthi (2002) adalah sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis



: Plantae : Spermatophyta : Monocotyledoneae : Liliflorae : Liliaceae : Aloe : Aloevera barbadensis Miller



Aloe vera (lidah buaya) merupakan tanaman yang banyak tumbuh pada iklim tropis ataupun subtropis. Memiliki ciri – ciri morfologi pelepah daun yang runcing dan permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang, mengandung getah, permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat sukulen, berat rata-rata per pelepah adalah sekitar 0.5 – 1 kg. Yaron (1991), melaporkan bahwa pelepah tanaman Aloe vera ini terdiri dari beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudates (lendir). Bagian utama mucilage gel terdiri atas berbagai macam polisakarida (glucomannan, acetylated glucomannan, acemannan, galactogalacturan, dan galactoglucoarabinomannan), mineral (calcium, magnesium, potassium, sodium, iron, zinc, dan chromium), protein (enzimpectolytic, aloctin dan lectin (glikoprotein), serta jenis protein lain), ß – sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian utama exudates (lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir tidak berwarna. Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti anthraquinone beserta turunannya, aloin



5



(barbaloin), dan aloe-emodin, sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen fenolik. Setelah diteliti lebih lanjut ternyata zat-zat yang terkandung dalam gel Aloe vera tersebut memiliki aktivitas antara lain sebagai antimikroba, penurun kolesterol darah, anti-diabetes, anti-kanker, antivirus, mencegah chilling injury, serta dapat menyembuhkan luka dan mencegah peradangan (anti-inflammatory) (Reynolds dan Dweck, 1999). Aktivitas anti-inflammatory pada gel lidah buaya ini disebabkan adanya senyawa mannosa-6-phosphat yang terkandung didalam lidah buaya tersebut (Davis,1994). Senyawa utama yang terkandung dalam lidah buaya adalah flavonoid. Mekanisme flavonoid yang digunakan dalam pengobatan tukak peptik sebagai gastroprotective dengan menurunkan produksi histamin sehingga prostaglandin sebagai factor pertahanan mukosa lambung banyak terbentuk (Mota et al., 2009). 2.2.2 Metode Ekstraksi Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya (Harborne, 1996). Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang diinginkan larut (Voight, 1994). Menurut Darwis (2000) ada beberapa metode ekstraksi senyawa yang umum digunakan, salah satunya adalah Maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada suhu ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut.



6



2.2.3 Karakterisasi Ekstrak A. Uji Organoleptik Uji Organoleptik merupakan uji pendahuluan yang sederhana dimana uji ini dilakukan dengan mengamati ekstrak menggunakan panca indera. Dari uji organoleptik maka dapat diketahui bentuk, warna, rasa dan bau dari ekstrak yag diperoleh (Depkes RI, 2000). B. Uji kadar air Penetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Sebanyak 1 gram ekstrak yang telah ditimbang saksama kemudian diletakan didalam wadah yang telah ditara. Setelah itu ekstrak dikeringkan didalam oven dengan suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan selama 1 jam dan ditimbang hingga bobot ekstrak konstan atau perbedaan antara 2 penimbangan berturutturut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000). Kadar air dalam ekstrak disyaratkan kurang dari 10% hal ini berkaitan untuk meminimalkan potensi tumbuhnya jamur dan kapang pada ekstrak ataupun sediaan obat herbal serta menghasilkan stabilitas sediaan obat herbal yang baik (Zainab et al., 2016). C. Uji kandungan flavonoid Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan flavonoid dalam ekstrak. Uji ini dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Dimana fase gerak yang digunakan adalah kloroform-etilasetat dengan perbandingan 6:4 dan fase diam plat KLT GF254P. Kemudian kandungan flavonoid akan terlihat jika dideteksi dibawah sinar UV 365 nm yang berfluoresensi hijau/biru dengan pereaksi sitoborat (Najib et al., 2017). 2.2.4 Fast disintegrating tablet (FDT) A. Pengertian FDT merupakan tablet yang cepat hancur di rongga mulut sehingga residunya yang terdispersikan dalam air liur mudah ditelan. Penggunaan FDT ini diberikan tanpa menggunakan air, walaupun penggunaan tablet dengan air akan memudahkan pemberian secara



7



oral (Anonim, 2003). Semakin cepat obat terlarut, semakin cepat obat absorpsi dan onset dari efek terapi. Beberapa obat di absorpsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun menuju perut. Pada beberapa kasus, bioavaibilitas obat lebih besar dibanding dengan sediaan tablet konvensional (Debjit et al., 2009). Menurut Farmakope Eropa FDT harus terdispersi atau terdisintegrasi dalam waktu kurang dari tiga menit. Pendekatan dasar dalam



pengembangan



FDT



adalah



dengan



menggunakan



superdisintegran seperti karboksi metil selulosa terlarut silang (crosscaemellose), sodium starch glycolate (primogel, explotab), dan lain-lain, yang dapat memberikan desintegrasi instan dari tablet setelah diletakan pada lidah, obat akan dilepaskan pada saliva. Biasanya superdisintegran ini digunakan 1 sampai 10 % berat relatif terhadap total berat dosis unit. Superdisintegran ini sangat dianjurkan untuk mengembangkan formulasi dimana tablet atau kapsul terdisintegrasi cepat dan mudah melarutkan bahan tambahan lain dalam tablet (Edge et al., 2002). Bioavaibilitas dari beberapa obat meningkat terkait absorbsi pregastrik dari saliva yang mengandung obat yang terlarut (Debjit et al., 2009). B. Karakteristik FDT Karakterisktik FDT adalah cepat hancur dalam air liur tanpa perlu air, stabilitas bagus dalam air liur, sangat ringan dan rapuh, ukuran molekul kecil sampai sedang, perlu penggunaan khusus dalam masalah kemasan blister, di mulut terasa nyaman dan halus, berat tablet lebih dari atau sama dengan 500 mg, rentan terhadap suhu dan kelembaban (Debjit et al., 2009). Kriteria untuk sistem penghantaran obat yang cepat larut adalah tablet yang ada harus : 1. Tidak memerlukan air untuk menelan, tetapi harus melarut. 2. Kompatibel tanpa menggunakan penutupan rasa. 3. Mudah dibawa tanpa adanya resiko keraapuhan. 4. Memberikan kenyamanan di mulut (meninggalkan sedikir atau tanpa residu setelah pemberian oral).



8



5. Menunjukan sensitifitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan terutama dan kelembapan (Debjit et al., 2009) Keuntungan FDT antara lain adalah : 1. Diberikan tanpa air, dimanapun, kapanpun. 2. Sesuai untuk pasien geriatrik dan pediatrik yang memiliki masalah kesulitan menelan. 3. Keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat mabuk, serangan alergi yang tiba-tiba batuk, dimana onset obat sangat cepat dibutuhkan. 4. Peningkatan bioavaibilitas, pada obat-obat yang tidak larut dan hidrofobik, terkait dengan disintegrasi cepat. 5. Stabiltas untuk waktu yang lama. (Debjit et al., 2009). FDT memiliki beberapa keterbatasan sama halnya dengan beberapa teknologi farmasi yang berkembang saat ini. Salah satu keterbatasannya adalah tablet yang dihasilkan tidak memiliki kekuatan mekanik yang cukup oleh karena itu penanganan yang hatihati dan cermat sangat dibutuhkan. Lalu terkadang tablet meninggalkan rasa yang tidak enak pada mulut jika tidak diformulasikan dengan baik (Debjit et al., 2009). C. Metode pembuatan FDT Proses produksi sediaan pada seperti tablet merupakan tahapan proses yang kompleks. Tahapan ini melibatkan semua sifat fisikakimia baik bahan aktif maupun eksipien serta interaksi yang terjadi antar semua komponen yang terdapat dalam formula (Sulaiman, 2007). Metode pembuatan FDT antara lain : 1. Freeze drying Freeze drying merupakan proses dimana air disublimasi dari produk setelah dibekukan. Teknik ini menciptakan suatu struktur amorf berpori yang dapat melarut dengan cepat (Lailla et al, 1997). Teknik kering beku menunjukan peningkatan absorpsi dan meningkatkan bioavaibilitas. Kekurangan utama dari teknik liofilisasi adalah mahal dan membutuhkan waktu lama; kerapuhan



9



membuat kemasan kovensional tidak sesuai untuk produk ini dan stabilitas buruk padsa kondisi di bawah tekanan (Debjit et al., 2009). 2. Moulding Proses percetakan terdiri dari dua tipe, yaitu metode pelarutan dan metode pengemasan. Metode pelarutan termasuk serbuk yang dibasahi dengan pelarut hidro alkohol yang diikuti dengan kompresi tekanan yang rendah pada piringan pencetak untuk mendapatkan masa yang terbasahi. Pelarut kemudian dihilangkan dengan pengeringan udara. Tablet yang dibuat dengan cara ini kurang padat dibandingkan dengan tablet kompresi dan memiliki struktur pori di dalamnya. Proses pencetakan panas dibuat dari suspensi yang mengandung obat, agar ada gula (seperti manitol atau laktosa) dan suspensi dituang pada sumuran kemasan blister, pemadatan agar pada temperatur kamar hiingga membentuk gel dan pengeringan pada suhu 300C dibawah kondisi vakum. Kekuatan mekanik dari tablet cetak menjadi perhatian utama. Bahan pengikat yang dapat meningkatkan kekuatan kekuatan mekanis dari tablet, perlu untuk ditambahkan. Penutupan rasa adalah masalah utama dalam teknologi ini. Partikel penutup rasa dari obat yang dibuat dengan cara penyemprotan suatu campuran dari minyak biji kapas terdehidrogenasi, natrium karbonat, lesitin, dan polietilen glikol. Dibandingkan demgan teknik lifolisasi, tablet yang di produksi dengan teknik pencetakan lebih mudah untuk di scale-up pada pembuatan skala industri (Debjit et al., 2009). 3. Direct Compression / Metode Kempa Langsung Kempa langsung menunjukan teknik pembuatan tablet yang paling sederhana dan hemat biaya. Teknik ini dapat diterapkan pada pemuatan tablet cepat hancur karena vaibilitas dari eksipien terutama superdisintegran dan eksipian bahan pemanis (Debjit et al., 2009).



10



4. Wet granulation / Metode Granulasi Basah Metode



granulasi



basah



didefinisikan



sebagai



proses



pembuatan tablet dengan adanya penambahan air atau cairan dalam proses granulasinya (baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya berfungsi sebagai pelarut/pembawa bahan pengikat). Metode granulasi basah adalah metode granulasi yang paling banyak digunakan di industri farmasi (Sulaiman, 2007). 5. Metode Granulasi Kering Metode granulasi kering dilakukan bila zat aktif yang akan di granul tidak tahan terhadap proses panas dan kelembaban dari solvent atau pelarut. Pada metode granulasi kering, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk dan tanpa penambahan pelarut. Ada dua prinsip dasar untuk proses granulasi kering yaitu : campuran serbuk ditekan menjadi lembaran. tablet atau lembaran yang terbentuk selanjutnya dihancurkan menjadi butiran granul dan diayak (Sulaiman, 2007). D. Formulasi FDT 1. Superdisintegran Superdisintegran merupakan bahan utama dalam formulasi FDT. Superdisintegran ditambahkan untuk memudahkan pecanya atau hancurnya tablet saat kontak dengan air dimana akan menaikkan luas permukaan dari fragmen – fragmen tablet yang akan mempermudah lepasnya obat dari tablet. Daya mengembang superdisintegran sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak kearah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet cepat hancur. Penggunaan superdisintegran hanya dibutuhkan dalam



konsentrasi



yang



kecil.



Adapun



kekurangan



dari



superdisintegran yaitu sangat higroskopis, sehinga tidak dapat digunakan untuk obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban. Crosscarmellose, Ac-Di-Sol, Crosspovidone M, Sodium starch glycolate, Alginic acid NF merupakan contoh beberapa jenis superdisintegran (Sulaiman, 2007).



11



Beberapa aksi superdisintegran dalam menghancurkan tablet, antara lain: a. Mengembang (swelling) Mekanisme pengembangan sangat berpengaruh besar dalam tablet desintegrant. Tablet dengan porositas yang tinggi menunjukkan disintegrasi yang buruk terkait dengan kurangnya kemampuan untuk mengembang. Disamping itu kemampuan mengembang yang cukup berada pada tablet dengan porositas yang rendah. Perlu diingat bahwa jika pengempaan terlalu kuat, cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi akan menurun (Debjit et al., 2009). b. Porositas dan kapilaritas (wicking) Disintegrasi dengan aksi kapleritas merupakan tahapan pertama. Ketika kita meletakkan tablet kepada medium cair yang sesuai, medium akan berpenetrasi ke dalam tablet dan meggantikan udara yang ada pada partikel, yang mana akan melemahkan ikatan intermolekuler dan merusak tablet menjadi ukuran yang halus. Pengambilan air oleh tablet bergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan kondisi saat pembuatan. Untuk tipe ini disintegran menjaga struktur pori dan menurunkan tegangan antar muka kepada cairan yang penting untuk membantu proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik disekitar partikel obat (Debjit et al., 2009). c. Desintegrasi partikel / gaya repulsif partikel Mekanisme lain dari disintegran dapat dijelaskan pada tablet yang dibuat dengan disintegran yang “tidak mengembang”. Guyotherman



meganjurkan



suatu



teori



repulsi



partikel



berdasarkan penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan tablet terdisintegrasi. Gaya elektrik repulsif antara partikel merupakan mekanisme dari disintegrasi dan air yang dibutuhkan untuk hal itu. Peneliti menemukan bahwa



12



repulsi merupakan kejadian yang menyebabkan wicking (Debjit et al., 2009). d. Perubahan bentuk (deformation) Selama pengempaan tablet, parikel yang terdisintegrasi mengalami deformasi dan partikel deformasi ini menjadi struktur normalnya ketika terjadi kontak dengan media cair atau air. Biasanya, kapasitas pengembangan dari amilum meningkat ketika granul mengalami deformasidan merusak tablet. Hal inilah yang mungkin terjadi mekanisme dari amilum dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Debjit et al., 2009). 2. Bahan pemberi rasa Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk tablet-tablet kunyah, hisap, buccal, sublingual, effervescent dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur atau larut dalam mulut. Bahan pemanis yang biasa digunakan dalam pembuatan tablet dibagi dua yakni, pemanis alami seperti mannitol, laktosa, sukrosa, dekstrosa dan pemanis buatan seperti sakarin, siklamat, dan aspartam (Sulaiman, 2007). 3. Bahan pengisi Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada formula dengan jumlah zat aktif yang relatif kecil untuk menambah besarnya tablet agar sesuai. Bahan pengisi menjamin suatu sediaan tablet mempunyai ukuran/masa yang dibutuhkan (Voight, 1984). Syarat bahan pengisi yaitu, non toksik, murah, inert dan netral, stabil secara fisika kimia, juga tidak boleh mengganggu bioavaibilitas (Sheth et al., 1980). 4. Bahan pelicin Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas ke luar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang cetak dengan permukaan sisi tablet. Bahan pelicin sebaiknya dapat mengurangi dan mencegah pergesekan stampel bawah pada ruang cetak, jika tidak stapel



13



bawah akan melekat pada ruang die (Voight, 1984). Menurut Bailey et al. (1989) bahan pelicin terbagi atas 3 fungsi, yaitu : a. Lubrikan, berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan antara granul dengan dinding die serta mencegah gesekan antar punch dan die. b. Anti adherent, berfungsi mencegah supaya bahan yang dikempa tidak melekat pada dinding ruang cetak. c. Glidan, berfungsi memperbaiki sifat alir granul yang akan dikempa. Bahan pelicin akan menjadi lapisan antara konstituen tablet dengan dinding die. Disamping itu bahan pelicin juga mencegah melekatnya tablet pada punch atas dan bawah. Penambahan bahan pelicin sebaiknya pada pencampuran terakhir (final mixing) karena bahan pelicin sangat dibutuhkan dipermukaan tablet. Bahan pelicin yang dapat digunakan antara lain adalah talk 1 – 5 %, magnesium stearat 0,1 – 2 % (Gansel et al, 1976). 5. Bahan pengikat Binders atau bahan pengikat berfungsi memberi daya adhesi pada masa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi (Sulaiman, 2007). E. Sifat fisik FDT 1. Keseragaman bobot Menurut Farmakope Indonesia III, keseragaman bobot ini ditentukan berdasarkan pada ada atau tidaknya penyimpangan bobot yang dihasilkan terhadap bobot rata-rata tablet. Tablet yang tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragman bobot yang ditetapkan sebagai berikut : untuk 20 tablet dihitung bobot rata-ratanya, jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari jumlah masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan di kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya



14



menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan di kolom B. Tabel 2.1. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Anonim, 1979)



Bobot rata-rata tablet



Penyimpangan bobot rata-rata dalam (%) A



B



25 mg atau kurang



15



30



26 mg – 150 mg



10



20



151 mg – 300 mg



7,5



15



Lebih dari 300 mg



5



10



Ada tiga faktor yang menimbulkan masalah keseragaman bobot tablet, yaitu: a. Tidak seragamnya distribusi obat pada saat pencampuran bahan atau granulasi. b. Pemisahan dari campuran bahan atau granulasi selama proses pembuatan. c. Penyimpangan berat tablet (Lachman et al., 1994) 2. Kekerasan tablet Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas dan stabilitass sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu menahan gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun distribusi agar kualitas tablet tetap terjaga, uji kekerasan dilakukan dengan mengambil 5 tablet dari masing-masing formula, kemudian di uji kekerasan dengan alat uji kekerasan dengan alat uji kekerasan. Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang berada pada rentang 3 – 5 kg/cm2 (Panigrahi et al., 2010) 3. Kerapuhan tablet Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang dilepaskan tablet akibat adanya bahan penguji mekanis. Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanikterutama guncangan dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukan tablet tersebut bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam pengemasan dan transportasi (Allen et al, 2011). Uji



15



dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian dilakukan uji kerapuhan menggunakan alat friability tester dengan rotasi 25 rpm selama 4 menit. Tablet kemudian dibebasdebukan daan ditimbang kembali sebagai bobot akhir. Uji kerapuhan dinyatakan dalam persen massa yang hilang mengacu pada masa tablet awal sebelum pengujian. USP 2007 mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima adalah adalah apabila apabila kerapuhan kurang dari 1%. 4. Waktu hancur tablet Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancurdan melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan (Ansel et al., 1995). Persyaratan waktu disintegrasi FDT menurut British Pharmacopoeia (2009) tidak lebih dari 3 menit. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waktu hancur antara lain bahan pengisi, jumlah dan jenis bahan pengikat, bahan penghancur, serta tekanan kompresi (Fonner et al., 1981). 2.2.5 Uji kapasitas penetralan asam lambung Uji dilakukan untuk menilai sediaan FDT apakah layak dipakai atau tidak. Jika pH sampel uji terukur mencapai 3,5 atau lebih, maka dapat dipakai sebagai penetral asam lambung, tetapi jika pH sampel uji yang terukur kurang dari 3,5 maka tidak dapat dipakai sebagai sediaan penetral asam lambung. Prosedur laboratorium in vitro ini berfungsi untuk menggambarkan sifat dinamis dari perut sejati dalam tubuh dan berfungsi sebagai metode evaluasi kerja dari FDT ekstrak Aloe vera. Menurut FDA tablet dengan terapi netralisir asam yang baik memiliki nilai kapasitas penetralan asam minimal 5 mEq.



16



2.2.6 Uraian bahan A. Sodium starch glycolate (SSG)



Gambar 2.2 Struktur SSG (Rowe et al., 2009)



Sodium starch glycolate adalah serbuk putih atau hampir seluruhnya putih, tidak berbau, tidak berasa, dan serbuk bebas mengalir. Farmakope Eropa 2005 menyatakan bahwa eksipien ini terdiri dari granul oval atau sferis, diameternya berkisar 30 – 100 µm, dengan beberapa granul yang kurang sferis yang ukuran diameternya berkisar antara 10 – 35 µm (Rowe et al., 2009). Sodium starch glycolate adalah garam natrium dari karboksimetil eter pati atau dari pati karboksimetil cross-linked (USP, 2007). Beberapa penelitian lebih lanjut pada beberapa batch dari tiga produk starch glycolate (Explotab, Primojel, dan Explosol menginformasikan bahwa terdapat perbedaan hasil inter – brand dan inter – batch, bagaimanapun dalam konteks waktu disintegrasi dan kompabilitas dalam formulasi model, produk secara esensial sama (Edge et al., 2002). B. Avicel PH 102



Gambar 2.3 Struktur Avicel PH 102 (DepKes RI, 1979)



Avicel merupakan produk merk dagang dari dari FMC Biopolymer yang komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel biasa digunakan sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau kapsul, dan dapat juga bersifat sebagai disintegran. Pada



17



pembuatan tablet, Avicel tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler binder). Avicel berupa partikel putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara komersial, Avicel tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang dibedakan atas dasar ukuran partikel dan kandungan air sehingga masingmasing seri atau jenis dari Avicel memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan untuk tujuan yang spesifik (Rowe et al., 2009) C. Mannitol



Gambar 2.4 Struktur Mannitol (Rowe et al., 2009)



Manitol atau mannitolum mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C6H14O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemeriannya serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasa manis (Depkes RI, 1995). Manitol dalam hal ini adalah D manitol. Eksipien ini adalah alkohol heksahidris yang memiliki kedekatan dengan mannosa dan memiliki isomerik dengan sorbitol. Eksipien ini memiliki rasa yang manis, kira – kira sama manisnya seperti glukosa dan setengah manisnya dari sukrosa, dan menimbulkan sensasi dingin di mulut. Secara mikroskopi, eksipien ini terlihat seperti jarum ortotrombik ketik dikristalisasi dari alkohol. Manitol menunjukan polimorfisme (Rowe et al., 2009). D. Laktosa



Gambar 2.5 Struktur Laktosa (Anonim, 1995)



Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Pemerian serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa



18



sedikit manis. Stabil diudara, tetapi mudah menyerap bau. Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol dan tidak larut dalam kloroform dan eter (Depkes RI, 1995). Laktosa monohidrat dikenal sebagai gula susu. Merupakan bahan pengisi paling banyak digunakan pada pembuatan tablet. Laktosa mempunyai daya larut dan kemanisan laktosa lebih rendah daripada gula lainnya (Bandelin, 1989). Laktosa merupakan bahan partisi yang tidak bereaksi dengan hampir semua zat aktif, baik dalam bentuk hidrat atau anhidrat. Dalam proses granulasi basah, harus penggunaan laktosa anhidrat dapat menyerap lembab sehingga meningkatkan kelembaban tersebut. Laktosa digunakan sebagai bahan pengisi (Banker dan Anderson, 1986). E. Magnesium stearat Magnesium stearat merupakan campuran magnesium dengan asam organik solid yang mengandung magnesium stearat dan magnesium palmitat (C32H62MgO4). Magnesium stearat digunakan sebagai bahan pelicin (lubrikan) dalam kapsul dan tablet dengan konsentrasi 0,25% - 5,0% w/w. Pemerian : serbuk halus, licin, putih, dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, etanol (95%) P dan dalam eter P. sukar larut dalam benzene dan etanol (95%) (Rowe et al., 2003). F. Gelatin Gelatin adalah istilah umum untuk campuran fraksi protein murni diperoleh baik dengan hidrolisis asam parsial (tipe A gelatin) atau dengan hidrolisis alkali parsial (tipe B gelatin) kolagen hewan diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (kulit), kulit babi, dan kulit ikan. Gelatin juga bisa merupakan campuran dari kedua jenis. Gelatin banyak digunakan dalam berbagai formulasi farmasi, termasuk penggunaannya sebagai bahan matriks biodegradable dalam sistem pengiriman implan, meskipun paling sering digunakan untuk membentuk kapsul gelatin keras atau lunak. (Rowe et al., 2003).



19



2.2.7 Optimasi metode simplex latice design Simplex Lattice Design (SLD) merupakan suatu metode untuk mengetahui profil efek campuran terhadap nilai parameter (Bolton, 1997). Metode ini ditetapkan pada formula granul dengan menggunakan dua campuran atau lebih, dengan campuran sederhana menggunakan dua komponen bahan pemanis bahan pengisi. Dasar metode ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi untuk diamati respon yang didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal (Bolton, 1997). Hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut: Y=a(A)+b(B)+ab(A).(B) Y sebagai parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen, dengan hubungan respon dan komponen yang memiliki syarat : 0 ≤ (A) ≤ 1 0 ≤ (B) ≤ 1 (A) + (B) = 1 Nilai a, b, dan ab sebagai suatu koefisien yang menyatakan parameter mutu fisik. Untuk mengetahui nilai a, b, ab diperlukan 3 formula sebagai berikut; A = 1 bagian atau diambil 100% tanpa B, B = 1 bagian atau diambil 100% tanpa A, dan campuran A dan B masing-masing 50% (Bolton, 1997). Dengan memasukan respon yang didapat dari hasil percobaan dengan hasil diatas maka dapat dihitung harga koefisien a, b, dan ab. Dengan diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya (Bolton, 1997). Dalam software design expert ada beberapa metode yang biasa digunakan, diantaranya design factorial dan SLD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah SLD dimana dengan menggunakan 2 variabel yaitu matriks A (SSG), matriks B (Avicel PH 102), dan campuran matriks AB (SSG dan Avicel PH 102). Pada metode simplex lattice design untuk mengetahui respon dari variabel



20



terdapat 3 model yaitu model Quadritic, Linear dan Special Cubic (Bolton, 1997). A. Linear model : Y = β1(X1) + β2(X2) + β3(X3) B. Quadritic model : Y = β1(X1) + β2(X2) + β3(X3) + β12 (X1)(X2) + β13 (X1)(X3) + β23 (X2)(X3) C. Special Cubic : Y = β1(X1) + β2(X2) + β3(X3) + β12 (X1)(X2) + β13 (X1)(X3) + β23 (X2)(X3) + β123 (X1)(X2)(X3) Keterangan : X1, X2, X3



= fraksi campuran komponen



β1, β2, β3



= koefisien regresi (dihitung berdasarkan respon



percobaan) Hasil yang diperoleh berupa sifat fisik tablet dan kapasitas penetralan asam dianalisis menggunakan SLD. Diperoleh persamaan dan contour plot yang menggambarkan respon dari penggunaan campuran bahan yang digunakan. Respon yang didapat harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal, sehingga didapatlah formula optimum dengan bantuan software design expert. Penentuan formula optimum menggunakan metode SLD pada design expert dilakukan dengan cara memasukan parameter yang akan dianalisis, seperti sifat fisik tablet (waktu hancur tablet, dan kapasitas penetralan asam) kemudian masuk pada bagian analysis, pilih metode yang akan digunakan. Ada tiga metode dalam analysis diantaranya linear, quadratic dan special cubic, selanjutnya masuk kebagian optimization, dimana terdapat dua metode. Numerical merupakan metode yang dapat digunakan untuk dua variabel atau lebih, sementara metode graphical dapat digunakan untuk diatas dua variabel (Armstrong dan James, 1996).



21



2.3 Kerangka Konsep Lidah Buaya (Aloe vera) Belum adanya sediaan ekstrak lidah buaya yang praktis dan cepat dalam penggunaanya serta baik dalam stabilitas FDT Tablet ini dalam penggunaannya lebih praktis, stabil dan cepat dalam menghantarkan efek aloe vera ke dalam tubuh dibanding sediaan yang beredar di pasaran. Kombinasi SSG dan Avicel sebagai superdisintegran memiliki keuntungan: Aksi swelling SSG dan aksi wicking Avicel PH 102 yang cepat dan besar ketika dikombinasikan. Desain Optimasi Formulasi FDT Aloe vera dengan variasi konsentrasi SSG – Avicel, menggunakan metode SLD



Analisis sifat fisik FDT Aloe vera meliputi : A. B. C. D.



Uji kapasitas penetralan asam



Uji kesergaman bobot Uji kekerasan Uji kerapuhan Uji waktu hancur



Formula optimum FDT Aloe vera dengan kombinasi SSG dan Avicel PH 102 yang menghasilkan waktu hancur dan nilai kapasitas penetralan asam yang baik Gambar 2.6 Diagram alir kerangka konsep penelitian



22



2.4 Hipotesis Kombinasi superdisintegran SSG dengan bahan penghancur Avicel PH 102 ini dapat menghasilkan formula optimum yang menghasilkan sifat fisik FDT yang baik, mempercepat waktu hancur dan meningkatkan nilai kapasitas penetralan asam FDT aloe vera guna memberikan efek terapi tukak lambung.



23



BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah experimental yang mana nantinya akan mencoba membuat sediaan fast disintegrating tablet dengan kombinasi bahan penghancur. 3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel bebas adalah variabel variabel yang menjadi awalan (sebab) yang membentuk variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi kombinasi bahan penghancur SSG dan Avicel PH 102. 3.2.2 Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sifat fisik fast disintegrating tablet ekstrak Aloe Vera yaitu kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, keseragaman bobot dan kapasitas penetralan asam lambung. 3.2.3 Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga tidak mempengaruhi variabel utama yang diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah cara pembuatan fast disintegrating tablet yang sama, experiment dan komposisi yang sama. 3.3 Variabel Operasional 1. Ekstrak lidah buaya diperoleh menggunakan metode maserasi untuk menarik zat aktif dari lidah buaya dengan pelarut etanol 70% 2. Variasi konsentrasi Avicel PH 102 5 – 15 %, variasi konsentrasi SSG adalah 2 – 8 %, dari bobot total tablet 850 mg 3. Uji sifat fisik FDT dilakukan dengan menggunakan alat hardness tester untuk kekerasan, friability tester untuk kerapuhan, neraca analitik untuk kesergaman bobot dan uji in vitro untuk uji netralisir asam lambung. 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2019 – Januari 2020 yang meliputi kegiatan determinasi dan pembuatan ekstrak kental daun lidah buaya bertempat di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Muhammdiyah Purwokerto. Selanjutnya adalah pembuatan FDT dan uji sifat fisik FDT yang



24



akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Islam Indonesia. 3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak tablet single punch (Korsch, Jerman) dengan diameter punch 12 mm, Friability tester (Erweka tipe TAR/TADR), Hardness tester (Erweka TBH 125), neraca analitik (Shimadzu), pH meter (Methorm), alat-alat gelas (Pyrex). 3.5.2 Bahan yang digunakan Ekstrak lidah buaya (Aloe vera L.), Sodium starch glycolate (SSG), Avicel PH 102, Mannitol, Mg stearat, Gelatin, Laktosa. 3.6 Jalanya Penelitian 3.6.1 Pengumpulan Bahan Daun lidah buaya segar didapat dengan cara memetik langsung dari tanaman yang didapat dari Desa Sukajadi, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Daun lidah buaya segar dibersihkan dan dipisahkan dari kulit daun lidah buaya kemudian dihaluskan menggunakan blender. 3.6.2 Determinasi Daun Determinasi bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman daun lidah buaya yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan jenis dan spesies dari tanaman yang diinginkan. Determinasi dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Negeri Jenderal Soedirman. 3.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Lidah Buaya Daun lidah buaya segar yang telah melalui sortasi basah ditimbang sebanyak 10 kg, kemudian dikeringkan selama 3 hari untuk selanjutnya di sortasi kering dan diserbuk dengan blender. Setelah didapat serbuk simplisia, selanjutnya serbuk dimasukan ke dalam toples dan ditambahkan etanol 70%, perbandingan 1 : 5 sebagai cairan penyari. Didiamkan pada suhu ruangan selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan corong Buchner dan diperoleh filtrat. Filtrat dipindahkan ke labu alas bulat untuk dievaporasi (menguapkan larutan penyari). Hasil



25



evaporasi dituangkan ke cawan porselen dan diuapkan dalam waterbath bersuhu 40oC hingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian dilakukan perhitungan persen randemen pada akhir tahap ekstraksi. 3.6.4 Penentuan formula FDT lidah buaya (Aloe vera) Penelitian ini membuat 5 formula dengan konsentrasi SSG dan Avicel PH 102 yang berbeda dan ditambah 3 formula replikasi, sehingga diperoleh 8 run formulasi. Berdasarkan metode Simplex Lattice Design pada software Design Expert 12.0, penentuan formula dilakukan dengan membandingkan SSG dan Avicel PH 102 untuk bobot tablet 850 mg. Tabel 3.1 Formula metode SLD dengan Design Expert 12.0



Std



Run



Bahan (mg) Ekstrak



Avicel



Aloe vera



PH 102



SSG



Manitol Laktosa



Gelatin



Mg



1% (ml)



Stearat



6



1



100



0



127,5



314



300



0,5



8,5



5



2



100



95,625



31,875



314



300



0,5



8,5



1



3



100



0



127,5



314



300



0,5



8,5



8



4



100



63,75



63,75



314



300



0,5



8,5



2



5



100



127,5



0



314



300



0,5



8,5



7



6



100



127,5



0



314



300



0,5



8,5



3



7



100



63,75



63,75



314



300



0,5



8,5



4



8



100



31,875



95,625



214



300



0,5



8,5



3.6.5 Pembuatan FDT Pembuatan FDT antasida dilakukan dengan metode pembuatan tablet secara granulasi basah. Bahan-bahan yang terdiri dari ekstrak aloe vera, SSG, Avicel PH 102, mannitol, gelatin, magnesium stearate dan laktosa ditimbang untuk pembuatan 80 tablet dengan bobot tablet pada masingmasing formula sebesar 850 mg. Kemudian seluruh bahan dicampur hingga homogen dengan ditambah mannitol untuk membantu bahan pengikat pada proses pembuatan granul basah. Setelah adonan granul basah homogen dan siap diayak, ayak adonan granul menggunakan ayakan no. 16 hingga terbentuk granul basah. Setelah terbentuk granul basah, keringkan granul pada lemari pengering dengan suhu ±600C. Setelah granul kering sempurna, ayak kembali granul kering dengan 26



ayakan no.18, kemudian timbang granul yang diperoleh dan campurkan dengan Mg stearat sebagai bahan pelicin (Khasanah, 2019). Selanjutnya tablet dikempa menggunakan mesin pencetak tablet single punch dengan diameter punch 12 mm untuk bobot tablet 850 mg (Sulaiman, 2007). 3.6.6 Uji sifat fisik tablet A. Uji keseragaman bobot Uji keseragaman bobot tablet dilakukan dengan menimbang 20 tablet satu per satu kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Syarat untuk keseragaman bobot adalah nilai CV kurang dari 2% (Depkes RI, 2014). B. Uji kekerasan tablet Uji kekerasan tablet dilakukan dengan meletakkan tablet pada alat Hardness Tester Erweka TBH 125. Kemudian pada mesin tombol start ditekan secara otomatis akan melakukan pengukuran. Pemutaran dihentikan setelah tablet pecah dan tekanan tablet dibaca pada skala (Sulaiman, 2007). Kekerasan tablet FDT yang baik berada pada rentang 3 – 5 kg/cm2 (Panigrahi et al., 2010). C. Uji Kerapuhan tablet Sebanyak 20 tablet dibebasdebukan, ditimbang dengan neraca analitik kemudian dimasukkan dalam friabilator. Kecepatan diatur 25 rpm selama 4 menit. Tablet dibebas debukan dan ditimbang kembali. Hitung selisih berat sebelum dan sesudah perlakuan. Kerapuhan tablet yang baik tidak lebih dari 1% (USP, 2007). D. Uji waktu hancur Untuk uji waktu hancur FDT dilakukan dengan cara meletakkan FDT pada cawan petri yang berisi 20 ml aquadest. FDT diletakkan secara perlahan ke dalam cawan petri yang berisi aquadest, waktu disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat kemudian dicari rataratanya (Battue et.al, 2007.) Persyaratan waktu disintegrasi FDT menurut British Pharmacopoeia (2009) tidak lebih dari 3 menit.



27



3.6.7 Uji kapasitas penetralan asam Uji kapasitas penetralan asam dilakukan menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014) dengan menimbang tidak kurang dari 20 tablet lalu hitung bobot rata-ratanya. Kemudian diserbukkan dan ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan dosis dan masukkan ke dalam beaker glass 250 ml. Ditambahkan 70 ml aquadest dan dicampur menggunakan pengaduk magnetik selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 30 ml HCl 1,0 N ke dalam larutan uji sambil diaduk terus menggunakan pengaduk magnetik. Setelah penambahan asam, diaduk selama 15 menit tepat, dan segera titrasi. Titrasi kelebihan HCl dengan NaOH 0,5 N sampai dicapai pH 3,5 yang stabil diamati dengan pH meter. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan dengan rumus : Total mEq = (30 x N HCl) – (V NaOH x N NaOH). N HCl dan N NaOH berturut-turut adalah normalitas dari HCl dan NaOH. V NaOH adalah volume dari NaOH yang digunakan untuk titrasi. Hasil dinyatakan dalam mEq asam yang digunakan tiap g zat uji (Depkes RI, 2014). Menurut FDA antasida yang baik memiliki nilai kapasitas penetralan asam minimal 5 mEq 3.7 Analisis Hasil 3.7.1 Analisis deskriptif Analisis



deskriptif



dilakukan



terhadap



data



yang



didapat,



keseragaman bobot, kekerasan, waktu hancur, dan kerapuhan tablet dengan membandingkan parameter yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi V serta pustaka lainnya. 3.7.2 Analisis statistik Analisis statistik dilakukan dengan 2 cara yaitu : A. Pengaruh bahan terhadap sifat fisik tablet Pengaruh penggunaan matriks SSG dan Avicel PH 102 terhadap sifat fisik dan kapasitas penetralan asam menggunakan metode Simplex Lattice Design (SLD) dengan melihat hasil persamaan dan contour plot dari Simplex Lattice Design (SLD).



28



B. Optimasi formula Optimasi formula menggunakan metode Simplex Lattice Design (SLD) dengan bantuan software Design Expert 12.0 dengan parameter yang disajikan pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Parameter optimasi



Parameter Waktu hancur Kapasitas netralisasi asam



Target Minimal



Maksimal



Pembobotan 1



Urgensi +++



Referensi < 3 menit, (British Pharmacopoeia, 2009)



1



+++



> 5 mEq, (FDA)



Hasil yang diperoleh dari kedua parameter tersebut dimasukan ke dalam bagian respon. Penentuan formula optimum menggunakan software Design Expert dengan metode numerical. Metode numerical terdapat solution artinya solusi komposisi formula optimum yang didapat. Solusi ini nantinya akan melihat nilai desirability. Nilai desirability ini untuk mengetahui apakah formula optimumnya baik atau tidak. Nilai desirability baik jika mendekati 1. (Ramadhani et al., 2017)



29



BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1



Hasil Determinasi Tanaman Tanamaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lidah buaya dengan nama ilmiah Aloe vera (L).Burm.f. Hasil tersebut didapat dari data determinasi tanaman yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas jendral Soedirman.



4.1.2



Ekstrak Etanol Lidah Buaya Ekstaksi dengan metode maserasi dilakukan terhadap 367 gram serbuk simplisia dari hasil pengeringan serta penyerbukan 10 kg tanaman lidah buaya segar pada 1835 ml etanol 70% dalam toples, selama 24 jam sembari diaduk berulang – ulang. Ekstrak cair kemudian disaring dan di uapkan secara bertahap menggunakan rotary evaporator untuk selanjutnya kembali diuapkan diatas waterbath pada suhu 40oC dengan cara menampung filtrat dalam cawan porselen hingga terbentuk ekstrak kental, lalu hitung nilai rendemenya % Rendemen



bobot ekstrak (g)



= bobot simplisia awal (g) x 100%



=



72,1 367



x 100%



= 19,65% 4.1.3 Uji Karakteristik Ekstrak A. Uji Organoleptis Bentuk



: Semi Padat



Warna



: Hijau Kecoklatan



Bau



: Khas ekstrak etanolik



Rasa



: Pahit lemah hingga tak berasa



B. Uji Kadar Air Dilakukan menggunakan metode gravimetri dengan bantuan alat moisture content. Hasil pengukuran kadar air dari ekstrak kental lidah buaya sebesar 0,50%. Kemudian di interpretasikan dengan literatur yang ada.



30



C. Uji Flavonoid Hasil uji flavonoid ekstrak lidah buaya menggunakan metode KLT dengan fase gerak kloroform – etilasetat (6 : 4) dan fase diam lempeng silica GF254, yang kemudian di deteksi dengan pereaksi semprot sitro borat guna uji kualitatif. Hasil yang didapat kemudian dilihat dibawah sinar UV 366 nm tampak fluoresensi hijau kebiruan yang menandakan adanya kandungan flavonoid dan diperoleh hasil elusi dengan nilai Rf : 0,75



Flavonoid



Gambar 4.1 Plat KLT GF254 Hasil Uji Flavonoid



31



4.1.4



Uji Sifat Fisik Tablet A. Uji Keseragaman Bobot Tabel 4.1 Hasil Uji Keseragaman Bobot



Rep Run 1 1,06 0,19 0,79 1,56 1,93 1,19 1,31 0,19 0,32 0,02 1,06 0,19 0,54 0,94 0,45 3,77 0,69 0,57 2,53 1,64



Run 2 2,83 0,52 1,61 0,69 0,44 0,27 1,78 0,20 0,64 0,40 0,52 1,54 0,81 0,81 0,08 0,40 1,06 1,09 1,42 0,76



Penyimpangan bobot tablet (%) Run 3 Run 4 Run 5 Run 6 0,35 0,35 3,55 0,50 1,73 1,73 2,94 0,60 0,50 0,50 3,77 0,50 0,13 0,13 0,01 0,60 0,60 0,60 0,35 0,25 0,60 0,60 1,47 0,50 2,45 2,45 2,06 1,12 0,48 0,48 0,23 0,87 0,35 0,35 1,69 0,48 0,63 0,63 0,59 2,83 1,73 1,73 1,57 0,38 3,09 3,09 2,06 1,74 1,34 1,34 0,23 1,22 1,85 1,85 0,99 0,63 1,49 1,49 2,09 0,63 1,46 1,46 0,86 0,38 0,11 0,11 0,80 0,60 1,83 1,83 2,21 0,25 2,20 2,20 1,08 0,23 0,75 0,75 1,21 1,22



Run 7 1,78 1,16 0,30 1,90 1,41 1,28 0,18 0,30 0,79 1,28 4,11 3,74 1,53 0,42 1,90 3,13 2,27 1,65 0,18 0,79



Run 8 2,40 2,90 1,54 0,30 1,91 3,76 0,43 2,40 2,65 0,43 3,39 3,02 2,16 3,15 1,91 2,65 1,79 1,54 0,67 3,02



bobot 805,6 RataRata CV 1,78 (%)



823,3



812,1



816,6



818,1



808,1



814,5



809,5



1,13



1,48



1,57



1,87



1,01



1,91



2,39



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Berdasarkan data diatas dapat diketahui range nilai CV sebesar 1,01 % - 2,39 %, yang selanjutnya di interpretasikan dengan literatur. Menurut FI edisi V (2014), keseragaman bobot tablet memenuhi syarat bila CV kurang dari 2%. B. Uji Kekerasan Tabel 4.2 Hasil Uji Kekerasan



Rep



Run 1 (kg)



Run 2 (kg)



Run 3 (kg)



Run 4 (kg)



Run 5 (kg)



Run 6 (kg)



Run 7 (kg)



Run 8 (kg)



4,60 4,20 3,80



3,90 5,00 4,50



4,40 4,30 4,10



3,90 3,80 4,10



3,20 3,10 3,10



3,30 3,00 3,20



3,90 3,90 4,20



3,20 3,50 3,40



Rerata 4,20 SD 0,40



4,45 0,55



4,26 0,15



3,93 0,15



3,13 0,06



3,16 0,15



4,00 0,17



3.36 0,15



1 2 3



Berdasarkan tabel 4.2 hasil uji kekerasan didapat nilai kekerasan tablet formula 1 – 8, dengan nilai rata – rata kekerasan



32



tablet berkisar antara 3,13 – 4,45 kg/ cm2. Menurut Panigrahi et al (2010) kekerasan tablet yang baik berkisar antara 3 – 5 kg/cm2. C. Uji Kerapuhan Tabel 4.3 Hasil Uji Kerapuhan



Run 1 2 3 4 5 6 7 8



Kerapuhan (%) 0,103 0,260 0,122 0,174 0,133 0,189 0,176 0,056



Data pada tabel 4.3 diperoleh dengan melakukan penimbangan 20 tablet secara langsung, emudian diukur bobot sebelum diuji dan setelah diuji dengan friability tester. Uji



kerapuhan di



interpretasikan dengan perbandingan antara rata – rata % kerapuhan tiap formula dengan literatur yang ada. Syarat kerapuhan tablet yang baik yaitu formula yang memiliki nilai kerapuhan kurang dari 1% (Sulaiman, 2007). D. Uji Waktu Hancur Tabel 4.4 Hasil Uji Waktu Hancur Dalam Satuan Menit



Rep



Run 1 4,05 4,07 3,55 4,05 4,00 3,48



Run 2 0,58 0,54 1,13 1,20 1,22 1,00



Run 3 5,10 5,07 5,07 4,57 5,09 5,12



Run 4 4,30 4,35 4,35 3,30 4,10 4,20



Run 5 0,50 0,45 0,45 0,40 1,00 0,50



Run 6 0,45 0,45 0,40 1,00 0,50 0,55



Run 7 4,10 4,10 4,25 4,30 4,20 4,00



Run 8 4,45 4,40 4,55 4,30 4,50 4,50



Rerata 4.00 SD 0,27



1,07 0,31



5,07 0,21



4,16 0,40



0,48 0,22



0,49 0,22



4,15 0,11



4,45 0,09



1 2 3 4 5 6



Data pada tabel 4.4 menunjukan bahwa hasil waktu hancur yang diperoleh untuk keseluruhan berkisar pada range 0,48 hingga 5,07 menit. Hasil tersebut kemudian di interpretasikan dengan literatur yang ada. Menurut British Pharmacopeia (2009) waktu hancur yang baik untuk tablet FDT tidak lebih dari 3 menit.



33



E. Uji Netralisasi Asam Lambung Tabel 4.5 Hasil Uji Netralisir Asam Lambung



Rep 1 2 3 Rerata SD



Run 1 12,45 11,90 12,10 12,15 0,28



Run 2 11,30 11,40 11,50 11,40 0,10



Run 3 11,95 12,35 12,00 12,10 0,22



Run 4 11,75 12,10 12,00 11,95 0,18



Run 5 12,00 11,25 10,65 11,30 0,67



Run 6 11,75 10,85 11,00 11,20 0,48



Run 7 11,50 11,55 11,45 11,50 0,05



Run 8 12,1 12,1 11,8 12,00 0,17



Dari tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa pada keseluruhan formula memiliki range nilai netralisir asam berkisar 11,20 – 12,15. Kemudian hasil tersebut di interprtasikan dengan literatur yang ada. Menurut FDA (, tablet dengan efek terapi sebagai netralisir asam lambung yang baik ialah yang memiliki nilai kapasitas penetralan asam minimal 5 mEq. 4.2. Pembahasan 4.2.1 Determinasi Tanaman Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas Biologi Universitas Negeri Jenderal Soedirman memiliki nama ilmiah Aloe vera (L).Burm.f atau biasa dikenal dalam Bahasa Indonesia sebagai tanaman Lidah Buaya. Hasil determinasi menunjukan tanaman lidah buaya termasuk dalam family Aloaceae dan genus Aloe dan dinyatakan telah sesuai dengan kebutuhan peneliti. 4.2.2 Ekstrak Etanolik Lidah Buaya Dalam mendapatkan ekstrak etanolik lidah buaya, peneliti menggunakan metode maserasi. Yaitu suatu perendaman dengan pelarut yang sesuai terhadap serbuk simplisia yang telah melalui tahap pengeringan dan penyerbukan. Metode maserasi dipilih dengan alasan merupakan suatu metode yang paling umum digunakan dan juga mudah dalam pelaksanaanya, serta cocok bagi senyawa yang tidak tahan panas. Berkaitan pada penelitian kali ini yang bertujuan untuk mengambil senyawa aktif flavonoid dimana diketahui menurut Sa’adah et al (2017) dan Damar et al (2014) senyawa tersebut tidak tahan terhadap pemanasan



34



pada suhu lebih dari 50o C sehingga metode maserasi merupaka metode yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Salah satu keuntungan lain dari mekanisme pada metode maserasi ialah dapat mengisolasi senyawa bahan alam. Karena dengan perendaman sampel tumbuhan, akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan (Darwis, 2000). Dengan bantuan pengadukan juga dapat meningkatkan kemampuan penetrasi pelarut dalam mengisi ruang – ruang di dalam sel tumbuhan (simplisia). 4.2.3 Karakterisasi Ekstrak A. Organoleptis Pada pemeriksaan organoleptis ekstrak lidah buaya yang meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa, peneliti mendapatkan hasil pada kriteria bentuk ekstrak termasuk ke dalam kriteria semi padat, dengan warna hijau kecoklatan dan bau khas ekstrak etanolik serta rasa pahit yang lemah sampai tidak berasa. Untuk melakukan uji ini peneliti menggunakan pengamatan yang bertumpu pada alat indra seperti penciuman, penglihatan, dan perasa. B. Kadar Air Tujuan penentuan kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam ekstrak etanolik lidah buaya dan disesuaikan dengan parameter yang ada. Menurut Zaenab et al., (2016) kadar air yang



dianjurkan



untuk



mencegah



terjadinya



kontaminasi



mikroorganisme dalam ekstrak ialah tidak lebih dari 10%. Dari hasil yang didapat pada uji kadar air menggunakan metode gravimetri dengn alat moisture content ekstrak etanolik lidah buaya yang digunakan oleh peneliti memiliki kandungan air sebesar 0,50% yang berarti berdasarkan ketentuan yang ada hasil ini dapat diterima. Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi apabila kadar air ekstrak melebihi 10% selain kontaminasi bakteri, ekstrak akan memiliki



35



efek toksik akibat adanya afla toksin yang dapat menyebabkan kematian jika dikonsumsi oleh makhluk hidup. (Broto, 2018) C. Uji Flavonoid Uji kualitatif kandungan flavonoid menggunakan metode KLT dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol lidah buaya mengandung zat aktif flavonoid, dimana flavonoid merupakan zat aktif utama pada terapi yang diharapkan oleh formulasi FDT ektrak lidah buaya yang memiliki efek terapi sebagai agen pelindung mukosa labung. Hasil uji pada fase diam plat silica GF254 yang telah disemprot pereaksi sitri borat ketika dilihat dibawah sinar UV dengan Panjang gelombang 366 nm menunjukan adanya titik elusi berwarna biru kehijuan yang menunjukan bahwa dalam ekstrak terkandung senyawa aktif flavonoid (Najib et al., 2017). Selain uji kualitatif perhitungan nilai Rf juga dilakukan guna mengetahui kemampuan penyari dalam menyari senyawa aktif yang diinginkan, semakin tinggi nilai Rf menunjukan tingkat kepolaran dari analit yang terkandung terhadap fase gerak. 4.2.4 Sifat Fisik Tablet A. Keseragaman bobot Uji keseragaman bobot bertujuan untuk mengetahui nilai % penyimpangan dan nilai koefisien variasi (CV). Nilai CV yang baik adalah kurang dari 2% (Depkes RI, 1995). Keseragaman bobot juga dapat digunakan sebagai parameter apakah tablet hasil pencetakan memiliki akurasi yang tepat dan baik sehingga dapat digunakan pada skala yang lebih besar. Dari data yang diperoleh pada hasil penelitian uji keseragaman bobot, terdapat satu formula yang memiliki nilai CV lebih dari 2% yaitu pada formula 8. Hal tersebut dapat terjadi akibat adanya perbedaan volume granul yang masuk kedalam die, perbedaan volume tersebut bisa disebabkan oleh sifat alir granul yang kurang baik (Sulaiman, 2007). Walaupun demikian terdapat pengaruh besar dalam proses pembuatan granul menggunakan metode granulasi basah



36



dimana dapat meningkatkan sifat alir dari granul formula 1 sampai 7 dan terbukti memiliki nilai CV kurang dari 2%. B. Kekerasan Tablet Uji kekerasan tablet dilakukan bertujuan untuk mengetahui ketahanan tablet pada saat melewati tekanan mekanik seperti goncangan, benturan, keretakan tablet selama proses pengemasan, distribusi, maupun ketika disimpan (Sulaiman, 2007). Hasil yang didapat untuk keseluruhan formula memenuhi syarat kekerasan tablet dimana menurut literatur range kekerasan FDT memiliki syarat 3 – 5 kg/cm2 (Panigrahi et al, 2010). Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan tablet, salah satunya adalah tingkat tekanan kompresi dalam proses pencetakan tablet menggunakan mesin. Semakin tingginya tekanan kompresi yang di gunakan akan semakin meningkatkan kekerasan tablet (Afifah, 2019). Maka dari itu pada penelitian ini diberikan pemberian tekanan kompresi yang bervariasi dan disesuaikan dengan sifat granul dari tiap – tiap formula sehingga didapat kekerasan tablet yang baik. C. Kerapuhan Tablet Pengujian kerapuhan tablet dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai macam perlakuan yang dapat menyebabkan abrasi pada permukaan tablet (Sulaiman, 2007). Hasil uji kerapuhan dapat dilihat pada tabel 4.4. dari keseluruhan formula yang diuji tidak terdapat satu formula yang memiliki % kerapuhan diatas 1% sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam literatur. USP 2007, mensyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima apabila nilai kerapuhan kurang dari 1%. Semakin besar prosentase nilai kerapuhan tablet maka semakin besar pula masa tablet yang hilang, begitupun sebaliknya semakin kecil prosentase nilai kerapuhan semakin sedikit pula masa tablet yang hilang. Rendahnya nilai kerapuhan tablet menunjukan bahwa tablet tersebut tahan terhadap gesekan pada saat pengemasan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukan tablet tersebut bertahan terhadap



37



goresan ringan atau kerusakan dalam pengemasan dan transportasi (Allen et al, 2011). Kerapuhan yang terjadi membuat kontak antar partikel dan laju pengempaan per area paartikel mengalami penurunan sehingga ikatannya melemah (Bollhuis & Waard, 2011). D. Waktu Hancur Uji waktu hancur ini dilakukan dengan tujuan mengetahui seberapa lama obat (tablet) bisa hancur di dalam tubuh atau saluran cerna ditandai dengan sediaan menjadi larut terdispersi. Suatu tablet agar bisa diabsorpsi dengan baik tablet harus terlarut atau terdispersi terlebih dahulu dalam bentuk molekular (Sulaiman, 2007). Waktu hancur merupakan parameter paling penting pada FDT, metode ujinya pun berbeda dengan tablet konvensional. Modifikasi pengujian dilakukan dengan cara membuat kondisi yang paling mendekati dengan rongga mulut manusia. Hasil uji waktu hancur dapat dilihat pada tabel 4.4. Secara keseluruhan dari hasil penelitian didapatkan tiga formula yang memiliki waktu hancur kurang dari 3 menit. Pada British Pharmacopoeia (2009) dinyatakan waktu hancur untuk FDT yaitu kurang dari 3 menit. Adanya perbedaan waktu hancur dari ke 8 formulasi karena terdapat perbedaan konsentrasi bahan penghancur dari tiap formula sehingga berpengaruh pada kemampuan tablet unutk menghancur. Data waktu hancur yang diperoleh kemudian dianalisis dalam software Design



Expert



12.0



menggunakan metode simplex



lattice design untuk mengetahui pengaruh kombinasi SSG dan Avicel PH 102 terhadap waktu hancur tablet, sehingga diperoleh data sebagai berikut :



38



Table 4.6 Hasil Uji ANOVA Waktu Hancur Tablet



Uji Anova



Hasil



p-value lack 0,1032 of fit



Parameter



Keterangan



p>0,05



Nilai lack of fit yang tidak signifikan merupakan syarat untuk model yang baik karena menunjukan kesesuaian antara data respon dengan model.



r2



0,9015



Mendekati 1



Terdapat korelasi yang kuat antara SSG dan Avicel 102 terhadap waktu hancur tablet.



Adeq precision



9,848



>4



Maka model ini dapat digunakan untuk menavigasi ruang design optimasi.



Sehingga apabila dicari persamaanya akan diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = 4,61 (A) + 0,25 (B) + 5,03 (A)(B)………….(1) Keterangan : Y = Waktu Hancur A = SSG B = Avicel 102 Pada hasil persamaan yang diperoleh dengan uji ANOVA dengan model kuadratik memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara model analisis dengan respon tiap variabel (SSG, Avicel 102, kombinasi SSG dan Avicel) ditunjukan dengan adanya nilai r2 sebesar 0,9015. Diketahui bahwa semakin besar nilai r2, maka model tersebut semakin disarankan dalam penggunaan analisis (Ramadhani et al., 2017). Kemudian data yang diperoleh dapat di interpretasikan apabila terdapat penambahan SSG yang signifikan maka akan meningkatkan lama waktu hancur dari tablet FDT sedangkan dengan penggunaan komposisi avicel 102 yang lebih tinggi dapat mempercepat waktu hancur sehingga secara tidak langsung penggunaan SSG dalam formulasi ini dapat memperlama waktu hancur dibuktikan dari countour plot dibawah ini



39



Gambar 4.2 Contour plot hubungan antara SSG dengan Avicel pH 102 terhadap waktu hancur



Gambar diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi SSG yang digunakan akan meningkatkan lama waktu hancur dari tablet FDT dan di sisi lain peningkatan Avicel 102 dapat menurunkan lama waktu hancur. Tabel contour plot menunjukan dengan komposisi SSG sebanyak 0% dan Avicel 102 sebanyak 15% memiliki waktu hancur yang paling cepat dan semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi SSG. Penyebab dari peningkatan konsentrasi SSG dapat memperlama waktu hancur ialah semakin tinggi konsentrasi penggunaan SSG dapat mengubah mekanisme kerja dari SSG. Diketahui bahwa mekanisme kerja dari SSG pada konsentrasi rendah adalah aksi swelling (mengembang) dimana akan membantu memecah tablet namun,



apabila



digunakan



dalam



konsentrasi



tinggi



akan



menyebabkan perubahan kemampuan menjadi gelling agent yang mana justru akan mengikat eksipien lain sehingga tidak dapat pecah sempurna (Berlian dan Subarnas., 2018). Selain berperan dalam mekanisme



menghancurnya,



SSG



juga



berperan



dalam 40



kompaktibilitas tablet FDT, menurut Berlian dan Subarnas (2018) SSG sendiri merupakan superdisintegrant yang mengandung anglomerat partikulat dari pati co-processed dan memiliki jumlah agen augmentasi yang cukup sehingga dapat meningkatkan kompresibiltas tablet yang berpengaruh pada kompaktibilitas FDT. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi SSG yang digunakan akan semakin meningkatkan kompaktibilitas dari tablet FDT, yang secara otomatis meningkatkan kekerasan tablet dan menyebabkan tablet sulit hancur. Dibuktikan dengan waktu hancur tablet yang melebihi parameter waktu hancur tablet FDT yaitu lebih dari 3 menit. Faktor lain yang memperkuat hasil tersebut diperoleh dari penilitan yang dilakukan oleh Sa’adah (2015) yang melakukan formulasi tablet ODT dengan kombinasi SSG, Starch 1500 dan Avicel 102. Menyatakan bahwa Avicel memiliki pengaruh yang besar terhadap waktu hancur tablet, karena Avicel merupakan partikel yang bersifat porus, yang tersusun dari struktur lubang lubang kapiler. Struktur ini menyebabkan air dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori kapiler dan akan memudahkan hancurnya tablet. E. Uji Netralisir Asam Lambung Uji kapasitas penetralan asam dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan seberapa baik FDT ekstrak lidah buaya dalam menetralisasi asam lambung dengan menggunakan cairan lambung buatan. FDT ekstrak lidah buaya diharap dapat menetralisasi asam lambung dengan baik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kemampuan netralisir formula 1 memiliki nilai tertinggi yaitu 12,15 mEq sedangkan untuk nilai mEq terendah dimiliki oleh formula 6 yaitu sebesar 11,20. Selisih yang diperoleh dari formula 1 sampai 8 tidak terlalu signifikan atau jauh sehingga untuk mengetahi bagaimana pengaruh tiap – tiap variabel dapat dilakukan analisis menggunakan aplikasi Desain Expert 12.0 dengan memasukkan kedalam persamaan matematika atau biasa disebut uji ANOVA dan didapat hasil analisis sebagai berikut :



41



Table 4.7 Hasil Uji ANOVA Nilai Kapasitas Netralisir Asam



Uji Anova



Hasil



Parameter



Keterangan



p>0,05



Nilai lack of fit yang tidak signifikan merupakan syarat untuk model yang baik karena menunjukan kesesuaian antara data respon dengan model.



p-value lack 0,8528 of fit



r2



0,8867



Mendekati 1



Terdapat korelasi yang kuat antara SSG dan Avicel 102 terhadap kapasitas netralisir asam.



Adeq precision



9,622



>4



Maka model ini dapat digunakan untuk menavigasi ruang design optimasi.



Dari hasil – hasil parameter analisis diatas dapat ditemukan persamaan sebagai berikut : Y = 12,14 (A) + 11,23 (B) + 0,1255 (A)(B) ………….(2) Keterangan : Y = kapasitas penetralan asam A = SSG B = Avicel 102 Pada hasil persamaan yang diperoleh dengan uji ANOVA menggunakan model kuadratik memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara model analisis dengan respon tiap variabel (SSG, Avicel 102, kombinasi SSG dan Avicel) ditunjukan dengan adanya nilai r2 sebesar 0,8867. Diketahui bahwa semakin besar nilai r2, maka model tersebut semakin disarankan dalam penggunaan analisis (Ramadhani et al., 2017). Dari persamaan diatas dengan koefisian bernilai positif, dapat di interpretasikan dengan adanya penambahan SSG dan Avicel 102 dapat mempengaruhi peningkatan nilai mEq. Hal tersebut dapat dibaca dari gambar 4.3 grafik conutour plot.



42



Gambar 4.3 Contour plot hubungan antara SSG dengan Avicel pH 102 terhadap kapasitas penetralan asam



Contour plot diatas menunjukan bahwa dengan adanya kombinasi konsentrasi SSG dan Avicel 102 terbukti dapat mempengaruhi nilai mEq FDT. Namun menurut Hendrawati (2006) pada ekstrak lidah buaya memiliki pH sekitar 3,5 – 5 yang berarti bersifat asam. Sehingga untuk dapat menimbulkan aktifitas sebagai penetral asam lambung memerlukan eksipien yang bersifat basa. Pada eksipien Avicel 102 dimana memiliki pH Avicel lebih rendah dari SSG. Diketahui menurut Rowe et al, (2009) pH Avicel berkisar dari 5,0 – 7,5 atau lebih spesifiknya tertera pada Certificate of Analysis dari bahan, bahwa bahan Avicel yang digunakan dalam penelitian memiliki pH 5,5. Sedangkan SSG berkisar dari 5,5 – 7,5 yang juga diperjelas dari Certificate of Analysis bahan dimana SSG memiliki pH 6,7. Dari perbedaan pH kedua bahan, eksipien yang lebih mampu meningkatkan kemampuan netralisir dari tablet FDT ektrak lidah buaya adalah tablet dengan konsentrasi SSG yang tinggi. Hasil tersebut diperkuat oleh pernyataan yang tercantum dalam USP (2007), yang menyatakan bahwa semakin tinggi pH



43



yang dimiliki oleh zat aktif ataupun eksipien yang digunakan dalam formulasi akan meningkatkan aktifitas penetralan asam lambung. 4.2.5 Penentuan Formula Optimum Semua uji sifat fisik yang telah dilakukan, kemudian dicari formula optimum. Formula optimum ditentukan menggunakan software design expert 12.0 dengan pendekatan simplex lattice design. Data yang didapat dianalisis dengan menu optimasi metode numerical, karena hanya ada 2 variabel yang digunakan peneliti. Selain metode numerical juga terdapat metode graphical, metode ini digunakan untuk penelitian yang menggunkan lebih dari 2 variabel (Armstong, et al, 1996) Parameter yang digunakan untuk mencari formula optimum yaitu data uji waktu hancur dan kapasitas penetralan asam. Parameter ini untuk melihat mana formula yang menghasilkan waktu hancur terpendek dan nilai kapasitas penetralan asam yang tinggi. Parameter waktu hancur tidak lebih dari 3 menit serta dicari yang paling singkat dan nilai kapasitas penetralan asam minimal 5 mEq. Data yang dimasukan kemudian menghasilkan formula yang optimum yang menunjukan perbandingan SSG dan Avicel PH 102 yaitu, 0,036 bagian (0,0459 mg) SSG dan 14,964 bagian (127,45 mg) Avicel PH 102, sehingga formula lengkapnya seperti yang tertera pada tabel 4.8. Table 4.8 Formulasi Optimum



Bahan



Formula optimum (mg)



E. Aloe vera Laktosa



100 300 0,0459 127,45 0,5 ml 314 8,5



SSG Avicel PH 102 Gelatin Manitol Mg Stearat



Kombinasi bahan penghancur SSG dan Avicel PH 102 menghasilkan nilai desirability 0,578. Nilai desirability tersebut dikatakan baik apabila nilai desirability mendekati 1. Pada tabel 4.9 terdapat prediksi waktu hancur dan nilai kapasitas penetralan asam untuk formula optimum yang 44



didapat pada software Simplex lattice design. Nilai prediksi dari formula optimum menggambarkan profil FDT antasida yang baik. Dengan waktu hancur 0,280 menit dan nilai kapasitas pentralan asam 11,233 mEq maka FDT ekstrak aloe vera dapat mencapai onset secepat mugkin. Table 4.9 Prediksi Formulasi Optimum



Parameter Waktu hancur (menit) Kapasitas penetralan asam (mEq) Nilai desirability



Respon 0,280 11,233 0,578



45



BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan A. Kombinasi Avicel PH 102 dengan SSG sebagai bahan penghancur mengasilkan waktu hancur yang cepat yaitu 0,280 menit, dan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kapasitas netralisir asam lambung sebesar 11,233 mEq. B. Formula optimum FDT Aloe vera berdasarkan metode simplex lattice design yaitu dengan kombinasi 0,0459 mg bagian SSG dan 127,45 mg bagian Avicel PH 102 dengan nilai desirability 0,578. C. Adanya pengaruh derajat keasaman bahan (pH Avicel) ikut berperan dalam nilai kapasitas penetralan asam yang diperoleh. 5.2 Saran A. Penelitian ini perlu dilengkapi lagi dengan uji rasa, untuk menghasilkan FDT dengan rasa yang baik dan dapat dikonsumsi pasien dengan baik. B. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh cara penambahan bahan penghancur (intragranular, intra-ekstragranular, dan ekstragranular) dan pengaruh tekanan pada saat pembuatan tablet. C. Perlu adanya identifikasi spesifik mengenai jenis flavonoid yang memiliki efek terapi gastritis dan tukak lambung.



46



DAFTAR PUSTAKA [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Data Kesehatan Jakarta. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Allen. L. V & Luner. P. E., 2006, Methylcellulose. In: Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Weller, P. J. (Eds) Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6nd,American Pharmaceutical Association, Washington, 462-465 Ansel, H.C.,(2005) Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Jakarta : Universitas Indonesia Press Banker, G.S., and Anderson, N.R., 1986, Tablets, in: Lachman, L. Lieberman, H.A., and Kanig, J.L. (eds): The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, 3rdEd., Marcel Dekker lnc., New York. Berlian, A.V., Subarnas, A. (2018). Review Mekanisme, Karakterisasi, Dan Aplikasi Sodium Starch Glycolate (SSG) Dalam Bidang Farmasetik. Jurnal Farmaka Suplemen. Vol. 16(2) halaman 559



47



Bollhuis G.K and Waard H., (2011). Compaction Properties of Directly Compressible Materials, Dalam Pharmaceutical Powder Compaction Technology, Second Edition, informa healthcare, New Jersey Bolton, S. (1997). Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Applications, Third Edition. Marcel Dekker. Inc. p. 326-352. British Pharmacopoieia. (2009). British Pharmacopoiea. London: Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). Halaman 6584 Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati FMIP A Universitas Andalas. Padang Davis, R.H., DiDonato, J.J., Hartman, G.M., Haas, R.C., (1994)a. Antiinflflammatory and wound healing activity of a growth substance in Aloe 6era. Journal of the American Podiatric Medical Association Volume 84: 77–81. Debjit Bhowmik, Chiranjib, B., Krisnakanth, Pankaj, dan R. Margret Chandira. (2009). Fast Disintegrating Tablet : An Overview. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, Volume 1: 163-177. Dewi, K. (2010). The Comparison Effect of Aloe vera L., Psidium guajava L., Curcuma domestica val to Colitis Ulcerative Mice Models Histopatology. Jurnal Medika Planta, Volume 1(2). Edge, S., Steele, D.F., Staniforth, J.N., Chen, A., and Woodcock, P.M., 2002. Powder Compaction Properties of Sodium Starch Glycolate Disintegrants. Drug Development and Indusrial Pharmacy., Vol 28(8): 989-999 Edy, H. (2011). Pengeringan Lidah Buaya (Aloe vera) Menggunakan Oven Gelombang Mikro (Microwave Oven). Jurnal Keteknikan Pertanian. Volume 25(2). Fonner, D.E., Anderson, S.R., & Banker, G.S., 1981. Granulation and Tablet Characteeistic In: Lieberman, H.A., & Lachman, L., (eds), Pharmaceutical Dossage Forms, Tablets, vol 2, 2nd edn. Marcel Dekker, Inc., New York. Pp. 243, 246-247.



48



Furnawanti, (2002). Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta: Agromedia Pustaka.. Gansel, W.C., and Kanig, J.L., 1976, Tablet dalam Lachman, L., Lieberman, H. A. And Kanig J.L., (eds), The Teory and Practice of Industrial Pharmacy, 2nd Ed., 321, 327-329, Lea and Febiger, Philadelphia. Gohel, M.C. (2005). A Review of Co-Processed Directly Compressible Excipient, J Pharm Pharmaceut Sci, Volume 8(1): 76-93. Harborne, J.B, 1996, Metode Fitokimia, Cetakan II, diterjemahkan oleh Kosasih Padma Winata dan Iwang Soediro, ITB Press, Bandung, 70-72 Harsa, S. M. I. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap Penyembuhan Mukosa Lambung Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) yang Diberi Etanol 80%. e-Journal. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Hendrawati, T.Y., et al. 2015. Rancang Bangun Industri Tepung Lidah Buaya (Aloe vera) Terpadu. Bogor : IPB. Khasanah, F.N., 2019. Optimasi Formulasi Fast Disintegrating Tablet (FDT) Antasida dengan Superdisintegran Sodium Starch Glycolate (SSG) Kombinasi Bahan Penghancul Avicel PH 101. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Lachman, L., Lieberman, H.A. dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri (Terjemahan). Siti Suyatmi, Edisi ketiga Jilid II. Jakarta: Indonesia University Press. Lahdenpaa, E., Niskanen, M., Yliruusi, J. (1997) Crushing Strength, Disintegration Time and Weight Variation of Tablets Compressed from Three Avicel PH Grades and Their Mixtures, Eur. J. Pharm. Biopharm, 43, pp. 315– 322. Mannur, V.S., Karki, S.S., Ramani, Ketan.B., (2010) Formulation and Characterization of Ranitidine Hydrochloride Fast Disintegrating Tabllets. International Journal of ChemTech Research. Volume 2(2): 1163-1169 Mota, D., Pino., Brito., Lima., Filho., dan Batista. (2009). Flavonoids with Gastroprotective Activity Molecules. Vol 14 hal 979-1012.



49



Mustaqim, Alan., Aswiyanti, Asri. and Almurdi. (2017). Pengaruh Pemberian Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Gambaran Histopatologi Gaster Tikus Wistar yang Diinduksi Indometasin. Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 6(3) : 641 – 644. Nasir, A., Umar F.G., and Bashir A. (2017). A Review Article on Superdisintegrants. International Research Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 8: 1-11. Najib A., Malik., Ahmad R.A., Handayani., Syari., A., dan Waris. (2017). Standarisasi Ekstrak Air Daun Jati Belanda dan The Hijau. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol.4 No.2 Pahwa, Rakesh and Nisha Gupta. (2011) Superdisintegrant in the Development of Orally Disintegrating Tablets: A Review. International Journal of Pharmaceutical Science and Research Volume 2(11): 2767-2780. Panigrahi, R. And Bahera, S., (2010), A Review On Fast Dissolving Tablets [online]. Dapat diakses di : http://www.webmedcentral.com, [Diakses : tanggal 5 November 2019] Priskila, V.(2012). Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut Tikus Putih Jantan dari Sediaan Hair Tonik yang Mengandung Ekstrak Air Bonggol Pisang Kepok (Musa balbisiana). Skripsi Depok Fakultas Farmasi Unniversitas Indonesia. Ramadhani, R.A., Riyadi, D.H.S., Triwibowo, B., Kusumaningtyas, R.D. (2017). Review Pemanfaatan Design Expert untuk Optimasi Komposisi Campuran Minyak Nabati sebagai Bahan Baku Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Dan Lingkungan. Vol. 1(1) halaman 14 Reynolds, T., and Dwck, A.C. (1999). Aloe vera leaf gel : a review update. Journal of Ethnopharmacology. Volume Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipientas, Sixth ed. USA : Pharmaceutical Press Sheth, B.B., Bandelin, F.J., and Shangraw, R.F., 1980, Compressed Tablets, in Lieberman, H.A, and Lachman L.(Eds), Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets, Vol. I,114-116, 138, 147, 159, Marcell Dekker, Inc, New York.



50



Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta : LaboratoriumTeknologi Farmasi UGM. USP Convention, (2007).United States of Pharmacopei National Formulary. USP 30/NF 25.Twinbrook Parkway : United State Pharmacopeial Yaron, A. (1991). Aloe vera: Chemical and Physical Properties and Stabilization. In the T. Reynolds and AC Dweck (eds). Aloe Vera Leaf Gel: A Review Update. Journal of Ethnopharmacology. Vol 68. Zainab,



Gunanti,



F.,



Witasari,



H.A.,



Edityaningrum,



C.A.,



Mustofa.,



Murrukmihadi, M. (2016). Penetapan Parameter Standarisasi Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.), Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia, 210-216.



51



LAMPIRAN



52



Lampiran 1. Hasil uji sifat fisik dan uji kapasitas netralisasi asam FDT lidah buaya 1.



Keseragaman Bobot



Rep Run 1 % % % % Run 2 Run 3 Run 4 (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan 1 797 -1,06 800 -2,83 815 0,35 802 -1,78 2 804 -0,19 819 -0,52 798 -1,73 820 0,41 3 812 0,79 810 -1,61 808 -0,50 831 1,76 4 793 -1,56 829 0,69 811 -0,13 832 1,88 5 790 -1,93 827 0,44 817 0,60 813 -0,44 6 796 -1,19 821 -0,27 817 0,60 831 1,76 7 795 -1,31 838 1,78 832 2,45 828 1,39 8 804 -0,19 825 0,20 816 0,48 831 1,76 9 803 -0,32 818 -0,64 815 0,35 816 -0,07 10 788 -0,02 820 -0,40 807 -0,63 800 -2,03 11 797 -1,06 819 -o,52 798 -1,73 806 -1,29 12 804 -0,19 836 1,54 787 -3,09 795 -2,64 13 810 0,54 830 0,81 823 1,34 797 -2,40 14 798 -0,94 830 0,81 797 -1,85 821 0,53 15 836 -0,45 824 0,08 800 -1,49 805 -1,42 16 839 3,77 820 -0,40 824 1,46 828 1,39 17 800 -0,69 832 1,06 813 0,11 825 1,02 18 801 -0,57 815 -1,09 827 1,83 825 1,02 19 826 835 830 823 2,53 1,42 2,20 0,78 20 819 1,64 817 -0,76 806 -0,75 802 -1,78 Rata 805,6 823,3 812,1 816,6 -rata CV 1,78 1,13 1,48 1,57 Rep Run 5 % % % % Run 6 Run 7 Run 8 (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan (mg) Penyimpangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 RataRata CV



789 794 849 818 821 806 835 820 832 823 831 835 820 810 801 811 812 800 827 828 818,1 1,87



-3,55 -2,94 3,77 -0,01 0,35 -1,47 2,06 0,23 1,69 0,59 1,57 2,06 0,23 -0,99 -2,09 -0,86 -0,80 -2,21 1,08 1,21



804 813 804 813 806 804 799 801 812 831 805 794 818 803 803 805 813 806 810 818 808,1 1,01



-0,50 0,60 -0,50 0,60 -0,25 -0,50 1,12 -0,87 0,48 2,83 -0,38 -1,74 1,22 -0,63 -0,63 -0,38 0,60 -0,25 0,23 1,22



800 805 812 799 803 804 816 817 808 804 848 845 827 811 830 840 796 801 816 808 814,5 1,91



-1,78 -1,16 -0,30 -1,90 -1,41 -1,28 0,18 0,30 -0,79 -1,28 4,11 3,74 1,53 -0,42 1,90 3,13 -2,27 -1,65 0,18 -0,79



790 786 797 812 794 840 806 790 831 813 837 834 792 784 825 788 824 797 815 834 809,5



-2,40 -2,90 -1,54 0,30 -1,91 3,76 -0,43 -2,40 2,65 0,43 3,39 3,02 -2,16 -3,15 1,91 -2,65 1,79 -1,54 0,67 3,02



2,39



53



Contoh Perhitungan : % Penyimpangan =



2.



3.



Run 1 Rep 1



=



CV



=



Run 1



=



𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 (797 − 805,6) 805,6



x 100% = - 1,06



𝑆𝐷 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 14,299 805,6



x 100%



x 100%



x 100% = 1,78



Kerapuhan Run



Bobot sebelum



Bobot sesudah



Kerapuhan (%)



1



16,374



16,357



0,103



2



16,489



16,455



0,260



3



16,344



16,324



0,122



4



16,624



16,595



0,174



5



16,518



16,496



0,133



6



16,386



16,355



0,189



7



16,400



16,371



0,176



8



15,909



15,900



0,056



Uji Kapasitas Netralisir Asam a. Bobot tablet yang digunakan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Rerata



Run 1 797 804 812 793 790 796 795 804 803 788 797 804 810 798 836 839 800 801 826 819 805,6



Run 2 800 819 810 829 827 821 838 825 818 820 819 836 830 830 824 820 832 815 835 817 823,3



Run 3 815 798 808 811 817 817 832 816 815 807 798 787 823 797 800 824 813 827 830 806 812,1



Run 4 802 820 831 832 813 831 828 831 816 800 806 795 797 821 805 828 825 825 823 802 816,6



Run 5 789 794 849 818 821 806 835 820 832 823 831 835 820 810 801 811 812 800 827 828 818,1



Run 6 804 813 804 813 806 804 799 801 812 831 805 794 818 803 803 805 813 806 810 818 808,1



Run 7 800 805 812 799 803 804 816 817 808 804 848 845 827 811 830 840 796 801 816 808 814,5



54



Run 8 790 786 797 812 794 840 806 790 831 813 837 834 792 784 825 788 824 797 815 834 809,5



Contoh perhitungan penimbangan setara : Timbang setara 100 mg = =



𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎 100 𝑚𝑔 100 𝑚𝑔



x bobot rerata tablet



x 805,6 mg = 805,6 mg



b. HCl yang digunakan untuk titrasi HCl pekat yang tersedia = 2 N M1 x V1 = M2 x V2 2N x V1 = 1 x 100 V1 = 50 ml add 100 ml HCl pekat diambil 17 ml lalu diencerkan di add 100 ml dan diambil kembali 50 ml serta di add 100 ml menjdi HCl dengan konsentrasi 1N c. Volume titrasi yang digunakan dan nilai mEq yang didapat Rep



1 2 3 Ratarata SD Rep



1 2 3 RataRata SD



Run 1 Vol NaOH (ml) 35,1 36,2 35,8 35,7 Run 5 Vol NaO H (ml) 36 37,5 38,7 37,4



mEq



12,45 11,90 12,10 12,15



Run 2 Vol NaOH (ml) 37,4 37,2 37 37,2



mEq



11,30 11,40 11,50 11,40



0,28 Meq



0.10 Run 6 mEq Vol NaOH (ml)



12,00 11,25 10,65 11,30



36,5 38,3 38 37,6



0,67



11,75 10,85 11,00 11,20



Run 3 Vol NaOH (ml) 36,1 35,3 36 35,8 Run 7 Vol NaOH (ml) 37 36,9 37,1 37



0,48



mEq



11,95 12,35 12,00 12,10 0,22 mEq



11,50 11,55 11,45 11,50 0,05



Run 4 Vol NaOH (ml) 36,5 35,8 36 36,1 Run 8 Vol NaOH (ml) 35,8 35,8 36,4 36



mEq



11,75 12,10 12,00 11,95 0,18 mEq



12,10 12,10 11,80 12,00 0,17



Contoh perhitungan nilai mEq yang didapat : Run 1 Rep 1 = ( V HCl x N HCl ) – ( V NaOH x NaOH ) = ( 30 x 1 ) – ( 35,1 x 0,5 ) = 12,45 mEq



55



Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman



56



Lampiran 3. Sertifikat Analisis Bahan a. Sertifikat Analisis Sodium Starch Glycolate (SSG)



57



b. Sertifikat Analisis Avicel 102



58



Lampiran 4. Hasil Analisis ANOVA a. Hubungan antara SSG dengan Avicel 102 terhadap waktu hancur



b. Hubungan antara SSG dengan Avicel 102 terhadap kemampuan netralisir asam



59