Skripsi Bela [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran yang dianggap normal. Demam biasanya merujuk pada peningkatan suhu akibat pirogen endogen yang menyetel ulang titik patokan hipotalamus selama infeksi atau peradangan. Merujuk pada ketidakseimbangan lain antara penambahan panas dan pengeluaran panas yang meningkatkan suhu tubuh (Sherwood, 2011). Demam adalah adalah meningkatnya suhu tubuh sekitar 0,8˚C-1,1˚C yaitu lebih dari 38˚C, diatas suhu tubuh normal seseorang (Ackley & Ladwig, 2010). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh dunia mencapai 16 — 33 juta dengan 500 — 600 ribu kematian tiap tahunnya. Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam. Di Indonesia sendiri penderita demam sebanyak 465 (91,0%) dari 511 ibu yang memakai perabaan untuk menilai demam pada anak menggunakan thermometer (Setiawati, 2015) . Di Surakarta sendiri menurut profil kesehatan Jawa Tengah 2018 kejadian demam sering kali meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian pada balita dan anak. Penyakit terbanyak dengan gejala awal demam yaitu kusta sebesar 86,34%, diare 55,8%, pneumonia 50,5% dan DBD dengan angka kematian



1



2



sebanyak 1,24% atau 21,68% per 100.000 penduduk (profil kesehatan jawa tengah, 2018) Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti kejang dan penurunan kesadaran. Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit dapat menimbulkan apnea, hipoksia, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi, menyebabkan kelainan anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy dan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. (Maharani dalam wardiah dkk, 2016). Berdasarkan Penelitian Helena widiastuty tahun 2016 dalam Penanganan Deman pada Anak di Bantul Yogyakarta. Ditemukan Ibu masih menggunakan kompres dingin dan menyelimuti anak ketika demam menggunakan selimut tebal. Kompres dingin akan menghambat pengeluaran panas dari dalam tubuh akibat vasokontriksi yang dihasilkan dari pemberian kompres dingin tersebut. Penggunaan selimut tebal pada pasien demam akan menghambat aliran udara yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu tubuh. Fenomena dimasyarakat masih banyak ditemukan ibu mengkompres anak yang sedang demam di area dahi ataupun menempelkan plester penurun panas. Padahal kompres pada daerah kepala tidak efektif karena terhalang tulang tengkorak, penanganan demam yang kurang tepat dikarenakan pengetahuan kurang memadai sehinnga sikap dan perilaku ibu cenderung berlebihan. Informasi bagi ibu



3



sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang demam, kenyataannya ibu sering memperolah informasi yang tidak tepat. Peneliti berupaya memperbaharui pengetahuan yang dimiliki orang tua dalam manajemen demam anak di rumah yang biasanya menggunakan kompres hangat diganti dengan tepid water sponge. Berdasarkan penelitian Aryanti Wardiah, Setiawati dan Umi Romayanti tahun 2015 Perbandingan pemberian kompres hangat dan tepid water sponge terhadap penurunan Suhu tubuh, berdasarkan hasil yang diketahui rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres hangat sebesar 0,5°C sedangkan rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian tepid water sponge sebesar 0,7°C. Jadi tepid water sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada tepid water sponge yang akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit kelingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya mengandalkan dari stimulasi hipotalamus. Dari uraian diatas menunjukkan setiap perawat yang terlibat dalam perawat anak, harus mempraktikan keperawatan preventif. Peran perawat adalah untuk merencanakan asuhan dan mengembangkan setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif dan keluarga sangat berperan dalam



4



menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, disamping itu keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi kebutuhan anak. Peran lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik (Wong, 2009). Pendektan terbaik untuk pencegahan adalah pendidikan dan pedoman antisipasi. Pendidikan kesehatan tidak dapat dipisahkan dari advokasi dan prevensi keluarga. Pendidikan kesehatan membantu orang tua memahami tentang pengelolaan demam pada anak saat ini menjadi fokus utama meliputi cara mengkaji, memantau dan melakukan pertolongan pertama dirumah (wong, 2009). Maka dari itu, upaya pendidikan kesehatan dirasa perlu dilakukan. Berdasarkan kondisi diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan orang tua dalam manajemen anak dirumah khususnya secara non farmakologi berupa kompres Tepid Water Sponge. Hal ini peneliti lakukan dalam upaya memperbaharui pengetahuan yang dimiliki orang tua dalam manajemen demam anak di rumah dan sebagai sumber informasi agar orang tua dapat mengaplikasikannya kepada anaknya dirumah dan menyebarluaskan informasi tersebut kepada orang tua di wilayah lainnya. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di bidang keperawatan, khususnya Keperawatan Pediatrik.



5



B. Rumusan masalah Mempertimbangkan hal tersebut peneliti menyadari bahwa masih adanya ketidaktepatan penanganan demam pada anak yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Hal ini berkaitan dengan sumber informasi yang ada sebagian besar berasal dari pengalaman orang tua dalam merawat anak dirumah. Sedangkan menegakkan indikasi demam dan penanganan yang kurang tepat oleh orang tua dirumah dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam melakukan manajemen demam dirumah. Sehingga perlu dilakukan intervensi berupa pendidikan kesehatan bagi orang tua terutama ibu dalam upaya memperbaharui pengetahuan yang dimiliki dalam pengelolaan demam anak di rumah. Sehingga peneliti tertarik dalam melakukan penelitian terkait Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak dirumah. D. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah. 2. Tujuan khusus a.



Untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kalamin, pendidikan dan status pekerjaan.



b.



Untuk mengetahui pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah sebelum diberikan pendidikan kesehatan.



6



c.



Untuk mengetahui pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah sesudah diberikan pendidikan kesehatan.



d.



Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam management demam menggunakan tepid water sponge pada anak dirumah di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo.



E. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi ilmu pengetahuan Menambah ilmu tentang pengetahuan ibu dalam manajemen demam anak dirumah menggunakan TWS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. 2. Bagi Program Profesi Keperawatan Melaksanakan salah satu peran dan fungsi perawat sebagai edukator masyarakat. Penelitian ini bermanfaat dalam bidang keperawatan anak terkait pendidikan kesehatan terkait manajemen demam menggunakan TWS pada anak dirumah untuk ibu. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam hal melakukan penelitian secara langsung. Memberikan gambaran kepada peneliti terkait strategi pendidikan kesehatan yang tepat dalam rangka



7



peningkatan pengetahuan orang tua dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak dirumah. 4. Bagi Responden Penelitian ini bermanfaat bagi responden terkait dengan pemberian informasi mengenai definisi demam, cara mengkaji demam serta cara dan frekuensi pemantauan suhu tubuh serta manajemen demam yang dapat dilakukan di rumah dengan memperbaharui pengetahuan responden terkait TWS. F. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah belum pernah diteliti, namun ada beberapa penelitian yang memiliki kesamaan antara lain : 1.



Penelitian Saleh M. Alqahtani dengan judul “Perception and Parents Knowledge about High Body Temperatures in Children and Treatment Methods at Home (2019)” Dalam studi ini, 73,1% dari orang tua tidak percaya bahwa obat alternatif berguna dalam kasus di mana suhu tidak lebih rendah setelah pemberian obat antipiretik. Ketika ditanya tentang obat yang biasanya diberikan kepada anak untuk mengurangi demam, mayoritas orang tua melaporkan pemberian parasetamol (80%) sementara yang lain memberi antibiotik (9,3%), ibuprofen (4,8%), dan aspirin (1,1%). Kami juga menemukan bahwa sebagian besar orang tua menggunakan metode fisik untuk meredakan dan mengobati demam seperti mandi spons hangat dengan



8



air dingin (38,8%), mandi dingin (24,9%), mandi spons hangat dengan air panas (21,5%) dan metode lainnya. 2.



Penelitian Helena widiastuty dengan judul “hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan sikap ibu dalam management demam pada anak dirumah dalam Penanganan Deman pada Anak (2016) Responden di Padukuhan Geblagan RT 01-RT 07 Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta”. Ibu masih keliru terhadap penanganan demam dalam hal pemberian kompres dan menggunakan selimut tebal. Masih banyak yang menggunakan kompres dingin padahal kompres dingin hanya akan menghambat pengeluaran panas dari dalam tubuh akibat vasokontriksi yang dihasilkan dari pemberian kompres dingin tersebut. Ibu beranggapan bahwa apabila air dingin dikompreskan pada anak maka akan mempercepat penurunan suhu tubuh anak. Selain itu, untuk masalah ibu mengompres anak yang sedang demam dengan ditaruh kompresnya di dahi karena memang kebanyakan iklan yang selama ini menayangkan cara menurunkan panas dengan obat penurun panas anak dan juga mengompres dengan menempelkan plester pada dahi.



3.



Penelitian yang dilakukan oleh A.Sangkai, M., Silalahi, D., & Watie, L. (2016) dengan judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penatalaksanaan Demam Anak Menggunakan Terapi Komplementer Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinesis) di UPTD Puskesmas Kayon Palangka Raya. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ada pengaruh



9



pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan. 5.



Penelitian Aryanti Wardiah, Setiawati dan Umi Romayanti dengan judul “Perbandingan pemberian kompres hangat dan tepid Water sponge terhadap penurunan Suhu tubuh” berdasarkan hasil yang diketahui rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres hangat sebesar 0,5°C sedangkan rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian tepid water sponge sebesar 0,7°C. Jadi Tepid water sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada tepid water sponge yang akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit kelingkungan sekitar akan lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya mengandalkan dari stimulasi hipotalamus. Perbedaan luas rasio body surface area dengan jumlah luas washlap yang kontak dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara terknik kompres hangat dan tepid sponge akan turut memberikan perbedaan hasil terhadap percepatan penurunan suhu.



Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian di atas adalah terletak pada tempat, variabel yang diteliti dan analisa data. Penelitian ini dilakukan di Posyandu Wilayah Puskesmas Waru Baki Kabupaten Sukoharjo. Populasi pada penelitian ini adalah Ibu yang mempunyai anak berusia 0-36 bulan yang tercakup dalam Posyandu kerja Puskesmas Waru Baki Kabupaten Sukoharjo. Jenis Penelitian ini adalah Penelitian



10



Kuantitatif dan analisa datanya pada penelitian ini menggunakan analisis Bivariat dengan menggunakan uji wilcoxon. Dengan demikian penelitian ini mempunyai perbedaan dari penelitian sebelumnya dari segi tempat, variabel, jenis penelitian dan analisa datanya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah program kesehatan yag dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik didalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya dan politik) (Maryam S, 2015). Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis di mana perubahan tersebut bukan sekedar proses bertukar informasi dari seorang ke orang lain, tetapi perubahan tersebut terjadi didukung oleh adanya kesadaran diri dalam diri individu, kelompok atau masyarakat tersebut (Mubarak W. dan Nurul C, 2009). Tujuan Pendidikan Kesehatan, tujuan pendidikan kesehatan menurut Maryam S, 2015 adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan dari tidak tahu menajdi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menajdi mampu melaksanakan atau melakukan dalam wujud perilaku mencegah atau mengatasi masalah kesehatan yang menyangkut diri sendiri maupun lingkungannya. Sasaran Pendidikan Kesehatan, sasaran pendidikan kesehatan meliputi masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan, kelompok tertentu (misalnya wanita, pemuda, remaja, termasuk lembaga pendidikan) dan individu dengan teknik pendidikan kesehatan yang berfokus pada individu (Maryam S, 2015). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sasaran orang 11



12



tua yang mempunyai anak khususnya bayi. Metode Pendidikan Kesehatan, dalam pendidikan kesehatan, bersifat individual digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Pemilihan metode pendidikan disesuaikan dengan karakteristik partisipan (jumlah, status sosial-ekonomi, umur, jenis kelamin), waktu dan tempat yang tersedia, serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dari pendidikan kesehatan tersebut. Seperti pemilihan metode ceramah digunakan untuk mendapatkan informasi baru yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik, sedangkan metode demonstrasi dapat digunakan untuk memengaruhi persepsi tentang kemampuan seseorang melakukan suatu perilaku dengan melihat sekaligus memperagakan suatu keterampilan sederhana sehingga diharapkan terjadi perubahan pola pikir dan tindakan (Maryam S, 2015). Berikut beberapa metode pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan : a. Metode pendidikan individual ( perorangan) Metode pendekatan individual perlu digunakan agar petugas kesehatan dalam hal ini sebagai pendidik dan pengajar agar mengetahui dengan tepat apa yang dibutuhkan serta membantu individu, perlu digunakan metode (cara) pendekatan individual. Metode pendidikan individual ini meliputi : 1) Bimbingan atau konseling Bimbingan (guidance) berisi informasi yang berkenaan dengan pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam bentuk pelajaran. Informasi dalam bimbingan bertujuan memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan orang lain, sedangkan



13



perubahan sikap merupakan tujuan tidak langsung. Dengan cara ini kontak individu dengan petugas kesehatan lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi klien atau individu dapat diteliti dan dapat dibantu penyelesainnya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (Maryam S, 2015). 2) Wawancara (interview) Tekhnik wawancara ini merupakan bagian dri bimbingan konseling. Wawancara yang dilakukan antara petugas dank klien bertujuan untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan, apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Jika belum, maka perlu bimbingan atau penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Maryam S, 2015). b. Metode pendidikan kelompok Dalam memilih metode pendidikan kelompok harus, harus diingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodeny akan lain dari kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan bergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. Metode pendidikan kelompok ini dibagi menjadi dua yaitu kelompok besar dan kecil (Maryam S, 2015).



1) Kelompok besar



14



Kelompok besar adalah peserta penyuluhan yang berjumlah lebih dari 25 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini besar ini adalah (Maryam. S, 2015). (a) Seminar Adalah suatu penyajian (presentasi) dari suatu atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat dimasyarakat. Seminar memerlukan kajian ilmu dari masing-masing peserta yang lebih luas. Dengan demikian, metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan tinggi. (b) Ceramah Metode ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan ide pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran berjumlah 25-30 orang sehingga memperoleh informasi yang dibutuhkan. Penyuluhan metode ceramah merupakan metode yang paling sering digunakan untuk memberikan penyuluhan, tetapi metode ini biasanya kurang menarik bagi responden karena hanya mendengarkan dan orang berbicara sehingga terkesan membosankan. (i) Kelemahan metode ceramah Metode ceramah bersifat memaksa, menghalangi respons dari penedengar selain itu membuat peserta ceramah bersifat pasif sehingga menyebabkan pesan tidak tersampaikan dengan maksimal karena pendengar merasa bosan dan kadang kurang memperhatikan (Maryam. S, 2015). (ii) Keuntungan metode ceramah



15



Metode ceramah dapat dibuat menarik dengan dikombinasi dengan media lain. Media bantu yang dapat digunakan pada ceramah kesehatan adalah tayangan (slides). Ceramah kesehatan dengan persiapan yang baik dan komunikatif dapat menjadi metode yang efektif dalam penyampaian pengetahuan kesehatan. Selain itu, metode ceramah juga memiliki keuntungan mudah mengulang materi bila peserta kurang mengerti maksud dari materi yang disampaikan dan b e r t a n y a l a n g s u n g k e p a d a p e n c e r a m a h (Maryam. S, 2015). 2) Kelompok kecil Kelompok kecil adalah jika peserta kegiatan berjumlah kurang dari15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok kecil adalah: (a)



Diskusi kelompok Adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah satu seseorang memimpin diskusi tersebut. Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta (Maryam. S, 2015).



(b)



Curah pendapat Adalah semacam pemecahan masalah ketika setiap anggota



16



mengusulkan dengan cepat sehingga memungkinkan adanya pemecahan masalah yang dibahas. Curah pendapat dimaksudkan sebagai suatu forum yang dipimpin oleh seorang moderator yang bertugas memicu peserta atau sasaran dengan suatu masalah kemudian tiap peserta atau sasaran memberikan jawaban atau tanggapan dalam curah pendapat (brainstroming). (c)



Bola salju (snow balling) Metode ini dilakukan dengan membagi secara berpasangan (satu pasang dua pasang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.



(d)



Kelompok-kelompok kecil (buzz group) Metode ini dilakukan dengan cara membagi kelompok langsung menjadi kelompok kecil yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain. Dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.



(e)



Memainkan peranan  (Role Play)



17



Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas. (f)



Permainan simulasi (Simulation Game) Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesanpesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.



(g)



Demonstrasi Demonstrasi adalah cara penyajian topik dengan memperlihatkan bagaimana cara menjalankan suatu tindakan, adegan atau memperlihatkan bagaimana menggunakan suatu produk. Sasaran atau peserta forum dapat mencoba dan mempraktekkannya sendiri setelah diperlihatkan oleh komunikator.



18



c. Metode pendidikan massa Metode pendidikan dengan metode massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan kesehatan yag ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena itu sasaran pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya. Metode pendidikan massa ini meliputi (Maryam. S, 2015) : 1) Ceramah umum (public speaking) Pada acara-acara tertentu, misalnya pada hari kesehatan nasional, menteri kesehatan atau penjabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa untuk menyampaikan pesan kesehatan. 2) Pidato-pidato diskusi Pidato-pidato tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. 3) Simulasi Dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.



19



4) Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006) 5) Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. 6) Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk) 2. Media Pendidikan Kesehatan Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memperagakan materi dalam proses pendidikan serta mempertimbangkan prinsip penerimaan informasi melalui pancaindera. Pemilihan media pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih dengan hati-hati sehingga dapat memenuhi tujuan pembelajaran yaitu dapat memotivasi, menstimulasi perhatian, melibatkan peserta belajar, memberikan kesempatan bagi peserta belajar untuk menganalisis materi yang disampaikan, serta membantu pembentukan sikap dan pengembangan rasa menghargai (apresiasi) (Trianto, 2010). Alat peraga dikelompokkan menjadi media cetak, media elektronik dan media papan, sebagai berikut (Maryam. S, 2015) : a. Media cetak :



20



1) Booklet, media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar. 2) Leaflet, adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat berupa kalimat, gambar, atau kombinasi. 3) Flyer (selebaran), seperti leaflet tetapi tidak dilipat. 4) Flip chart (lembar balik), berbentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar yang diinformasikan dan lembar belakang berisi keterangan yang berkaitan dengan gambar tersebut. 5) Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkiatan dengan kesehatan. 6) Poster, pesan/informasi kesehatan yang ditempel di tembok atau tempat umum/kendaraan umum. b. Media elektronik : 1) Televisi, penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi dapat berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi, pidato (ceramah), TV spot, dan kusi atau cerdas cermat. 2) Radio, bentuk penyampaian informasi diradio dapat berupa obrolan (Tanya jawab), konsultasi kesehatan, sandiwara radio, dan radio spot. 3) Video, penyampaian informasi kesehatan melalui video. 4) Film strip. c. Media papan (billboard), media papapan yang dipasang ditempat-tempat umum dapat diisi pesan atau informasi kesehatan. Media ini, juga



21



mencangkup pesan yang ditulis pada lembaran seng dan ditempel di kendaraan umum( bus atau taksi). d. Media hiburan, penyampaian informs kesehatan dapat dilakukan melalui media hiburan, baik diluar gedung (panggung terbuka) maupun didalam gedung dalam bentuk dongeng, sosiodrama, kesenian tradisional, dan pameran. Alat peraga atau media mempunyai intenitas yang berbeda dalam membantu permasalahan seseorang. Elgar Dale menggambarkan intensitas setiap alat peraga dalam suatu kerucut.



Keterangan: 1. Kata-kata 2. Tulisan 3. Rekaman, radio 4. Film 5. Televisi 6. Pameran 7. Field trip 8. Demonstrasi 9. Sandiwara 10. Benda tiruan 11. Benda asli



22



Gambar 1. Kerucut Elgar Dale ( intensitas alat peraga) Berdasarkan gambar diatas, alat peraga yang memiliki tingkat intensitas paling tinggi adalah benda yang asli dan alat peraga yang memiliki tingkat intensitas paling rendah adalah kata-kata. Hal ini berarti bahwa penyampaian materi jika hanya dengan kata-kata saja maka kurang efektif. Penggunaan lebih dari satu alat peraga dan gabungan dari beberapa media. 3. Tahapan Perencanaan Pendidikan Kesehatan a.



Mengenal masalah, masyarakat dan wilayah Untuk menyusun perencanaan pendidikan kesehatan, langkah pertama adalah mengumpulkan data atau keterangan tentang beberapa hal. Data yang dikumpulkan berupa data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan sendiri dari realitas kehidupan masyarakat, atau data sekunder, yaitu data yang didapat dari hasil yang dikumpulkan suatu instansi ( mis, kantor kecamatan, kelurahan, puskesmas, rumah sakit) atau dapat dikatakan data yang sudah ada dalam bentuk laporan atau hasil survey. Sehingga dapat ditentukan metode, materi dan media yang efektif ( Maryam. S, 2015).



b.



Menentukan Tujuan dan Target Pada tahap ini memerlukan pernyataan spesifik dan merupakan pernyataan terbuka sehingga diharapkan mendapatkan informasi secara luas dari klien. Tujuan dari pendidikan kesehatan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.



c.



Identifikasi metode yang tepat dalam pencapaian tujuan



23



Membuat perencanaan isi, metode dan teknik pendidikan kesehatan agar dapat tercapai tujuan umum dan tujuan khusus yang telah direncanakan. d.



Menyusun metode rencana evaluasi Membuat rencana metode evaluasi yang sesuai untuk mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan kesehatan. Hal ini penting untuk melihat apakah ada perubahan pengetahuan yang dimiliki klien sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.



e.



Menyusun rencana pelakasanaan Membuat rencana pelaksanaan agar pada saat implementasi ada petunjuk teknis pelaksanaan intervensi. Hal ini juga bertujuan untuk melindungi klien dari kemungkinan pelaksaan teknis diluar yang sudah direncanakan.



f.



Pelakasanaan atau implementasi dari perencanaan Pelaksanaan implementasi berdasarkan petunjuk teknis yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pemberi pendidikan kesehatan berperilaku efektif dan efisien.



B.



Tepid Water Sponge 1. Definisi Tepid Water Sponge Tepid Water Sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami demam tinggi pada pasien yang mengalami Hipertermi (Hidayati, 2014 dalam Wardiah, Setiawati, Romayati, 2016).



24



Teknik Tepid Sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh sehingga perlakuan yang terapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga dalam Hamid, 2011). Pemberian Tepid Water Sponge (TWS) adalah metode fisik yang aman dilakukan orang tua di rumah. Jenis cairan yang digunakan untuk mengkompres anak dengan demam adalah air hangat, bukan air dingin atau alkohol (Hockenberry, 2004). Penggunaan teknik tepid water sponge bersamaan dengan antipiretik lebih efektif dari pada hanya antipiretik. Pada prinsipnya pemberian kompres Tepid water sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses penguapan dan dapat dan dapat memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari organ dalam permukaan tubuh dengan membawa panas. Kulit memiliki banyak pembuluh darah, terutama tangan, kaki, dan telinga. Aliran darah melalui kulit dapat mencapai 30% dari darah yang dipompakan jantung. Kemudian panas berpindah kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan sehingga terjadi penurunan suhu tubuh



25



(Potter&perry, 2010 dalam Wardiah, Setiawati, Romayati, 2016). Tepid Water Sponge dilakukan dengan cara mengelap seluruh tubuh dengan menggunakan washlap lembab hangat selama 15 menit. Dengan menggunakan air hangat (34˚-37˚C) dilakukan didahi dan axilla dan bagian lipatan lainnya seperti selangkangan. Diberikan pada 2 jam sebelum pemberian antipiretik. Efek hangat dari washlap tersebut dapat memvasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lancar. (Wardiah, Setiawati, Romayati, 2016). 2.



Manfaat Tepid Water Sponge a) Dapat memberikan rasa nyaman b) Menurunkan suhu tubuh yang demam c) Dampak fisiologis dari kompres tepid adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar paokan aliran darah.



C.



Pengetahuan 1. Definisi pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah hasil tahu dan merupakan hasil yang disapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pencaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan perabaan. Setiap manusia memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Tingkatan pengetahuan dimulai dari tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis) dan evaluasi (evaluation). Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut di dalam melakukan penilaian



26



terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut inilah yang akan menjadi landasan seseorang untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dirgahayu (2015) yang berjudul Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Siswa dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut menggambarkan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor kuat yang dapat mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang yaitu berdasarkan tingkat pendidikannya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan, umur, lingkungan dan sosial budaya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula. Begitu juga dengan umur, semakin bertambah umur maka semakin bertambah tingkat pengetahuannya (Wawan, 2010). a.



Faktor Internal 1) Pendidikan Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembanngan orang untuk menggapai cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu semakin lama dirinya telah mengikuti proses belajar, sehingga informasi yang dimiliki individu yang telah



27



mencapai suatu tingkat pendidikan memiliki pengetahuan yang luas. Tingkat pendidikan yang rendah yaitu yang mengikuti pendidikan formal sekurang-kurangnya 7-12 tahun. Hal ini dapat mempengarhui pengetahuan orang tua terkait manajemen demam pada anak di rumah. 2) Pekerjaan Menurut Thomas pekerjaan merupakan sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarga dan dirinya. Bekerja umumnya adalah kegiatan atau aktivitas yang menyita waktu. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2010) pekerjaan merupakan salah satu yang berpeluang mempengaruhi pengetahuan seseorang karena adanya proses interaksi. Bila ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak terpapar informasi atau pengetahuan jika dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain. 3) Usia Usia merupakan umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dengan semakin cukupnya umur. 4) Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. Menurut Walsh dan Edwards (2006), pengetahuan orang tua terkait demam dapat berubah seiring berjalannya waktu seperti usia anak dan kelahiran



28



anak. Hal ini menggambarkan bahwa lamanya pengalaman menjadi orang tua dan jumlah anak mempengaruhi berkembangnya pengetahuan orang tua terkait manajemen demam. 5) Kepribadian Merupakan organisasi dari pengetahuan dan sikap-sikap yang dimiliki seseorang latar belakang terhadap perilakunya. a.



Faktor eksternal 1) Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang atau kelompok. 2) Budaya Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan meliputi sikap dan kepercayaan. 3) Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang luas. 4) Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup akan dapat menambah tingkat pengetahuan.



3. Tingkat pengetahuan



29



Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Tingkat pengetahuan ada 6 yaitu (Notoatmodjo, 2007) : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall). Terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari yang telah diterima. Oleh karena itu "tahu" ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comperhension) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masuk didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.



5) Sintesis (Synthesis)



30



Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu terkait Tepid Water Sponge 1) Pengetahuan Pengetahuan yang kurang memadai menyebabkan sikap dan perilaku ibu cenderung berlebihan. Informasi bagi ibu sangat diperlukan dalam meningkatkan pengetahuan tentang penanganan demam, kenyataannya ibu sering kali memperoleh informasi yang tidak tepat . Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Contohnya, masih banyak Ibu yang menggunakan kompres dingin padahal kompres dingin hanya akan menghambat pengeluaran panas dari dalam tubuh akibat vasokontriksi yang dihasilkan dari pemberian kompres dingin tersebut. Ibu beranggapan bahwa apabila air dingin dikompreskan pada anak maka akan mempercepat penurunan suhu tubuh anak. Selain itu, untuk masalah ibu mengompres anak yang sedang demam dengan ditaruh kompresnya di dahi karena memang kebanyakan iklan yang selama ini menayangkan



31



cara menurunkan panas dengan obat penurun panas anak dan juga mengompres dengan menempelkan plester pada dahi, yang sebenarnya tidaklah benar. Adanya kerancuan informasi dan kurangnya terpapar informasi yang menyebabkan ibu memiliki pengetahuan yang kurang lengkap tentang penanganan demam dengan metode fisik ( Nice dalam Widya, 2017). 2) Pengalaman Pengalaman orang tua terutama Ibu juga menjadi hal yang berpengaruh terhadap penanganan demam pada anak dirumah, contohnya banyak orang tua tidak percaya bahwa obat alternatif berguna dalam kasus di mana suhu tidak lebih rendah setelah pemberian obat antipiretik. Orang tua berpikir bahwa demam bila tidak diatasi segera, maka suhu akan semakin tinggi. Beberapa orang tua memberikan obat penurun panas pada anak meskipun demam dalam kategori ringan bahkan tidak demam, Ketika ditanyakan alasan mendasar orang tua memberikan dosis obat tersebut, sebagian besar menjawab mendapatkannya berdasarkan pengalaman. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian dianggap sebagai sebuah pengalaman yang dapat membentuk pola pikir dan perilaku individu ( Alkahtani M.saleh, 2019).



Pendidikan kesehatan 6) Kerangka Teori



Metode Media -



Bimbingan Wawancara Seminar Ceramah Demonstrasi Cetak Leaflet Flyer Televisi



32



Management demam pada anak



Terapi fisik



Tepid Water Sponge Manfaat : Lebih efektif dari kompres



-



Pengetahuan Faktor internal : - Pendidikan - Pekerjaan - Usia - Pengalaman Faktor eksternal :



Gambar 2. Kerangka Teori



-



Lingkungan



7) Kerangka konsep Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2010). Menurut Notoatmodjo (1993) dalam Wasis (2008) menjelaskan bahwa kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kerangka teori yang telah dipaparkan pada BAB II, diperoleh kerangka konsep yang akan peneliti lakukan di wilayah kerja



33



Puskesmas Baki Sukoharjo. Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu: Pre Intervensi Pengetahuan orang tua InterIntervensi dalam management demam pada anak dirumah



Intervensi Edukasi kesehatan terkait management demam pada anak dirumah khususnya menggunakan TWS



Post Pengetahuan orang tua dalam management demam pada anak dirumah



Gambar 3. Kerangka Konsep 8) Hipotesa Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian untuk menerangkan fenomena yang diamati atau suatu pertanyaan tentang hubungan yang diharapkan terjadi antara dua variabel atau lebih yang memungkinkan untuk dibuktikan secara empirik atau perlu diuji kebenaran atas jawaban pertanyaan tersebut (Nursalam, 2008). Menurut Corbetta; (dalam Swarjana, 2012) menjelaskan bahwa hipotesis didefinisikan sebagai sebuah konsep, atau interkoneksi di antara konsep. Hipotesis dibuat berdasarkan teori atau studi empiris berdasarkan pada alasan logis dan memprediksi hasil dari studi (Swarjana, 2012). Latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka konsep penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian, yaitu: Ha : Ada pengaruh terhadap pengetahuan orang tua dalam management demam anak dirumah sebelum dan sesudah diberikan intervensi



34



Ho : Tidak Ada terhadap pengetahuan orang tua dalam management demam anak dirumah sebelum dan sesudah diberikan intervensi



BAB III METODE PENELITIAN A.



Desain Penelitian Desain penelitian merupakan model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian (Kusuma, 2015). Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperiment One Group dengan Pre test — Post test design yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap nilai pengetahuan orang tua mengenai manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah dengan melihat beda nilai pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian Pendidikan Kesehatan tentang manajemen demam anak. Penelitian Quasi Exsperiment design ini merupakan salah satu bentuk penelitian eksperimental yang memanipulasi variabel bebas, pemilihan subjek penelitian dapat dilakukan secara purposive sampling dan tidak memiliki grup kontrol atau grup pembanding. Hasil analisa data berdasarkan rancangan penelitian ini dapat menggambarkan efektivitas perlakuan pembelajaran yang diukur dengan membandingkan skor rata- rata pre test dan post test (Carmen, 2010 dalam Swarjana, 2012).



O1



X O2



Pretest



Perlakuan



Sumber : Notoatmodjo (2010)



35



Posttest



36



Keterangan : O1



: Mengukur tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan



X



: Memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan kepada responden O1



O2



: Mengukur kembali tingkat pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan



B.



Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini di laksanakan pada bulan Agustus 2019 di wilayah kerja Puskesmas Baki kabupaten Sukoharjo.



C.



Populasi dan Sampel penelitian 1. Populasi Populasi adalah suatu wilayah yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lebih lanjut dan diambil kesimpulan dari hasil penelitian (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yaitu ibu yang mempunyai anak berusia 0-3 tahun yang tercakup dalam Posyandu wilayah kerja Puskesmas Baki Kabupaten Sukoharjo. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Hidayat, 2011). Pada penelitian ini akan di ambil sampel sebanyak 30 responden hal ini sesuai dengan teori



37



Fraenkel & Wallen (1993) yang mengatakan besar sampel minimum untuk penelitian experimental sebanyak 30 atau 15 responden. 3. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2014). Maka dalam penelitian ini diambil kriteria inklusi sebagai berikut: a. Ibu yang mempunyai anak berusia 0-3 tahun dan mempunyai pengalaman merawat anak dengan demam di rumah dalam kurun waktu 2 hari. b.



Bersedia mengikuti alur penelitian dan telah mengisi informed consent.



4. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi yang tidak bisa dijadikan sebagai sample penelitian. Maka dalam penelitian ini diambil kriteria eksklusi sebagai berikut: a. Anak usia 0-3 tahun yang saat hadir mengalami kejang demam. 5. Besar Sampel Jumlah sampel pada penelitian Quasi eksperimen adalah sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel ini didasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan studi literatur, ciri dan sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya dan dieliminasi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Maka dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel yaitu berjumlah 30 calon responden. 6. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini menggunakan teknik Non probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu cara memilih sampel di antara



38



populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian) yang tertuang dalam kriteria inklusi dan ekslusi, sehingga diharapkan sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Pada penelitian ini, peneliti mendata para ibu yang hadir dan terdaftar sebagai peserta di posyandu. Selanjutnya menentukan 30 orang responden sesuai dengan kriteria inklusi penelitian ini. Penentuan jumlah responden ini dikaitkan dengan keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian, namun peneliti memperbolehkan para ibu selain responden yang terdata untuk mengikuti kegiatan edukasi kesehatan. D.



Variabel Penelitian Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013). Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu: 1. Variabel Bebas (Independent) Variabel bebasnya adalah Pendidikan Kesehatan terkait management demam menggunakan Tepid Water Sponge. 2. Variabel Terikat (Dependent) Variabel terikat pada penelitian ini adalah Pengetahuan Ibu terkait management demam pada anak dirumah.



E.



Definisi Operasional



39



Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dengan sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2011). Definisi operasional penelitian ini adalah: Tabel 1 Definisi operasional No



Variabel



1.



Pendidikan kesehatan tentang managemen demam menggunaka n Tepid Water Sponge



2.



Pengetahuan tentang management demam



Definisi Operasional Suatu kegiatan yang mentransformasi ilmu pengetahuan atau menyampaikan ilmu terkait Tepid Water Sponge pada orang tua. Selama 1 jam 40 menit, dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet yang dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh asisten peneliti. Pemahaman Ibu tentang materi yang disampaikan yang diukur sebelum diberikan penyuluhan dan sesudah diberikan penyuluhan. Meliputi definisi demam, penyebab demam, tanda dan gejala demam, cara mengukur suhu tubuh anak, dampak demam tinggi, penanganan demam yang dapat ibu lakukan di rumah, bagian tubuh anak untuk dikompres, waktu pemberian obat antipiretik serta Waktu dan tanda-tanda anak harus dibawa kepelayanan kesehatan.



Alat Ukur



Kuesioner



Hasil Ukur



1 = Pengetahuan kurang < 19 2 = Pengetahuan baik ≥ 19



Skala Ukur



Ordinal



40



F.



Instrument Penelitian 1. Pendidikan kesehatan tentang management demam menggunakan Tepid Water Sponge dalam penelitian ini berupa kegiatan menstranformasikan Ilmu kepada Ibu. Pendidikan kesehatan ini dimulai dari tahap pembukaan, tahap apresepsi terkait pengetahuan audiens tentang demam, memberikan kuisoner pretest, tahap edukasi kesehatan meliputi definisi demam, penyebab demam, tanda dan gejala demam, cara mengukur suhu tubuh anak, dampak demam tinggi, penanganan demam yang dapat ibu lakukan di rumah khususnya menggunakan Tepid Water Sponge sekaligus mendemosntrasikan cara kompresnya, waktu pemberian obat antipiretik serta waktu dan tanda-tanda anak harus dibawa kepelayanan kesehatan, tahap penutup dan memberikan kuisioner posttest. Pendidikan kesehatan dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2019 selama 1 hari dengan kurun waktu 1 jam 40 menit. 2. Pengetahuan tentang management demam dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuisioner berupa pengetahuan ibu sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Kuisioner ini terdiri dari 28 pertanyaan, dengan pilihan jawaban benar atau salah. Skor tertinggi pada pernyataan ini adalah 28, dan terendah pada pernyataan ini adalah 10. Dengan penilaian < 19 untuk pengetahuan kurang dan ≥ 19 untuk pengetahuan baik.



Tabel 2



41



Uraian kuisioner penelitian Variable Pengetahuan tentang management demam



G.



Parameter



Jumlah pertanyaan 3 butir



Nomor pertanyaan 1, 2, 3



Penyebab demam



2 butir



4, 5



Tanda dan gejala



2 butir



6,7



Pengkajian demam



1 butir



8



Pengukuran suhu tubuh



1 butir



9



Dampak demam tinggi



1 butir



10



Penanganan demam yang dapat ibu lakukan



7 butir



11, 12, 13, 14, 15, 16, 17



Air yang digunakan untuk mengompres



2 butir



18, 19



Bagian tubuh untuk mengkompres



4 butir



20, 21, 22, 23



Keefektifan kompres hangat dan TWS



2 butir



24, 25



Waktu pemberian obat



1 butir



26



Waktu rujuk ke pusat pelayanan kesehatan



2 butir



27, 28



Definisi demam



Uji validitas dan Reliabilitas 1. Uji validitas Validitas adalah suatu uji yang berkaitan dengan substansi yang akan diukur benar-benar mewakili konsep yang ada yang didasarkan pada landasan teori (Machfoedz, 2009). Uji validitas dilakukan di wilayah Baki 2 dengan total responden 15 ibu yang diambil secara purposive sampling. Adapun patokan untuk menentukan validitas instrumen adalah dengan menentukan



42



nilai r. Bila r hitung (α) > r tabel (α tabel) maka instrumen dinyatakan valid dan sebaliknya bila r hitung (α) < r tabel (α tabel) maka instrumen dinyatakan tidak valid dan perlu diperbaiki. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji realibilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh butir pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel. H.



Pengumpulan Data dan Analisa Data Pengolahan data penelitian dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti menggunakan pengecekan kelengkapan dari isian kuesioner dan kejelasan jawaban setelah responden selesai mengisi kuesioner. Jika terjadi jawaban yang tidak lengkap atau tidak jelas peneliti menanyakan kembali kepada responden. 2. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori). Peneliti merubah data berbentuk huruf menjadi angka atau bilangan, sehingga mempermudah dalam proses



43



pengolahan data. Misalnya 1 = pengetahuan rendah, 2 = pengetahuan sedang, 3 = pengetahuan baik. Kegiatan ini dilakukan sebelum pengolahan data. 3. Scoring yaitu menghitung skor jawaban dari tiap item pertanyaan dari masing-masing variabel. Proses pengolahan data dilakukan dengan memasukkan data yang di dapat ke dalam perangkat pengolah data program komputer yang selanjutnya akan diproses untuk menganalisa data. 4. Tabulating yaitu kelanjutan dari coding yaitu kegiatan memasukan data-data yang telah dikoding ke dalam tabel dengan tujuan untuk mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi. 5. Entry Data yaitu memasukkan data ke computer dengan menggunakan aplikasi program data SPSS (Statistical Package for Social Science) (Arif,2011). I.



Analisis Data 1. Analisa Univariat Analisis univariat yaitu analisis yang digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi dari responden serta menggambarkan variabel dependen. Dalam penelitian ini analisa univariat yang digunakan adalah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam management demam menggunakan TWS pada anak dirumah. 2. Analisa Bivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat (Dahlan, 2010). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal dengan uji beda



44



mean menggunakan rumus wilcoxon. Dilihat nilai sig dari hasil wilcoxon dengan ketentuan : a.



Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan penkes pada ibu.



b.



Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan penkes pada ibu.



J. Etika Penelitian Menurut Hidayat (2014) etika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Lembar persetujuan responden (Informed Concent) Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed concent tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain. 2. Tanpa Nama (Anonymity)



45



Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasiaan (confidentiality) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil peneliti. K. Jalannya penelitian 1. Tahap awal/ persiapan Peneliti mengajukan judul kepada pembimbing yaitu pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap pengetahuan Ibu dalam management demam menggunakan TWS pada anak dirumah , setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti mengurus surat perijinan studi pendahuluan dari kampus ke Dinas Kesehatan Surakarta dan Puskesmas Waru Baki Sukoharjo. Selanjutnya peneliti melakukan studi pendahuluan dengan melakukan pengamatan di lapangan dan mewawancarai Orang tua, Studi pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai pemahaman orang tua dalam manajemen demam pada anak di rumah saat ini.



46



2. Menentukan Responden penelitian Peneliti menentukan responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu: Ibu yang mempunyai anak berusia 0-36 bulan dan mempunyai pengalaman merawat anak dengan demam di rumah, dapat membaca dan menulis serta sehat jiwa dan raga. Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu dan menjelaskan intervensi yang akan dilakukan, tujuan dan manfaat kepada calon responden, serta mengajukan pengisian informed consent oleh calon responden, yaitu menanyakan kesediaan klien untuk menjadi responden. 3. Pelaksanaan Penelitian Intervensi yang dilakukan yaitu melakukan Pendidikan kesehatan secara berkelompok mengenai pengetahuan seputar demam anak dan manajemen demam menggunakan Tepid Water Sponge pada anak yang dapat dilakukan ibu dirumah. Satuan Operasional Pelaksanaan Intervensi sebagai berikut: a. Peneliti berkoordinasi dengan bidan desa yang ada di desa b. Peneliti mempersiapkan ruangan yang digunakan untuk melakukan Pendidikan kesehatan c. Peneliti mempersiapkan alat-alat berupa kursi, meja, dan media edukasi kesehatan yaitu lembar balik, handout materi dan leafleat. d. Metode edukasi kesehatan yang digunakan adalah ceramah, dan tanya jawab total selama 60 menit e. Responden mengisi daftar hadir dan berkumpul di dalam ruangan



47



f. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang alur intervensi yang akan dilakukan g. Peneliti dibantu fasilitator membagikan lembar pre test diisi selama 10 menit h. Fasilitator mengumpulkan kembali lembar pre test yang telah diisi oleh responden i. Peneliti memberikan materi edukasi kesehatan mengenai pengetahuan seputar demam anak dan manajemen demam anak yang dapat dilakukan ibu dirumah dibantu oleh fasilitator. Materi yang diberikan terdiri dari definisi demam, penyebab demam, tanda dan gejala demam, cara mengkaji demam, cara mengukur suhu tubuh anak, dampak demam tinggi, penanganan demam yang dapat ibu lakukan di rumah, bagian tubuh anak untuk dikompres, waktu pemberian obat antipiretik serta waktu dan tanda-tanda anak harus segera di rujuk ke pusat pelayanan kesehatan. Ketika pemberian materi berlangsung, pemateri juga menyampaikan sekaligus mendemonstrasi berupa cara kompres Tepid Water Sponge. j. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya dan melakukan evaluasi kepada responden dengan memberikan beberapa pertanyaan seputar materi yang telah diberikan sebelumnya. k. Peneliti dan fasilitator membagian kuesioner yang sama sebagai post test kepada responden sebagai evaluasi akhir dan diisi selama 10 menit



48



l. Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden m. Peneliti mengundurkan diri dan berpamitan kepada responden dan pihak Puskesmas . n. Peneliti melakukan analisa data dari hasil pengisian kuesioner sebelum dan sesudah diberikan edukasi kesehatan yang telah diisi oleh responden. 4. Tahap analisa Data Setelah kuesioner yang dibutuhkan peneliti telah di isi dan sudah terkumpul kemudian peneliti melakukan pengecekan data dan selanjutnya disusun dalam bentuk penyusunan hasil penelitian atau data yang diolah dengan menggunakan SPSS for windows versi 20,data yang sudah tersedia dalam bentuk statistic lalu dianalisis dan dibuat kesimpulan, setelah data sudah selesai dan menjadi laporan hasil selanjutnya dikonsultasikan ke pembimbing, jika pembimbing menyetujui laporan hasil tersebut maka peneliti akan memaparkan laporan hasil ke dalam seminar skripsi.



BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian



49



Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo pada tanggal ... Agustus 2019 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: Krakteristik Responden



Karakteristik



responden



dalam



penelitian



ini



meliputi



usia,



pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan, seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo Agustus 2019 (N=30)



Kategori Usia: Remaja Akhir Dewasa Awal



Jumlah



Prosentase (%)



18 7



60,0 23,3



6 10 9 5



20,0 33,3 30,0 16,7



18 7 5



60,0 23,3 16,7



Pendidikan: SD SMP SMA PT (D3/S1) Status Pekerjaan: IRT Wiraswasta PNS



Sumber: Data primer, 2019 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rsebagian responden masuk dalam kategori remaja akhir sebanyak 18 orang (60,0%), sebagian dari responden berstatus



50



pendidikan SMP 10 orang (33,3%) dan sebagian besar dari responden memiliki status pekerjaan sebagai IRT 18 orang (60,0%).



51



Pengetahuan Ibu dalam Manajemen Demam



Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Pengetahuan Berdasarkan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberikan intervensi yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 15 orang (50%) dan pengetahuan baik 15 orang (50%). Pengetahuan responden setelah diberikan intervensi yaitu seluruh responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 30 orang (100%). Uji Normalitas Data Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model t paired -test mempunyai distribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada pengujian kebermaknaan (signifikansi) model ini. Model uji yang baik adalah diamana memiliki distribusi normal atau mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik. Pengujian normalitas menggunakan teknik statistik shapiro-wilk dari program SPSS 16.0 for windows. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran data skor adalah jika angka signifikansi uji shapiro-wilk sig > 0,05 maka sebaran data dikatakan normal, namun jika angka sig < 0,05 maka sebaran data tidak normal. Tebel 4.2 Uji Normalitas Data Variabel Pengetahuan di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo Agustus 2019 (N=30)



Variabel Pretest Posttest



Shapiro-Wilk



Sig



Keterangan



0,744 0,779



0,000 0,000



Tidak Normal Tidak Normal



52



Sumber: Data primer, 2019 Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa normalitas data pada penelitian ini memiliki nilai signifikansi < 0,05 maka dapat dikatakan sebaran data berdistribusi tidak normal. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam management demam menggunakan tepid water sponge pada anak dirumah di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo (Wilcoxon). Wilcoxon Test merupakan pilihan uji non-parametrik apabila uji t paired-test tidak dapat dilakukan oleh karena asumsi normalitas tidak terpenuhi.



Tabel 4.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu dalam Management Demam Menggunakan Tepid Water Sponge pada Anak dirumah di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo Agustus 2019 (N30)



Variabel



Mean ± SD



P



Keterangan



Pretest



18,97 ± 2,059



0,000



Ada Pengaruh



Postest



21,13 ± 0,681



Pengetahuan



Sumber: Data primer, 2019 Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan uji statistik Wilcoxon bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam management



53



demam menggunakan tepid water sponge pada anak dirumah di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo dengan nilai sig 0,000.



Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk nmengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan Ibu dalam manajemen demam menggunakan TWS pada anak di rumah. Sampel penelitian ini terdiri dari 30 responden. Berdasarkan tabel 4.1 ditemukan bahwa sebagian respoden berusia remaja akhir sebanyak 60,0%, dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 33,3$ dan memiliki status pekerjaan sebagai IRT sebanyak 60,0%. Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menerima dan memahami informasi serta lingkungan disekitarnya. Status pendidikan juga berpengaruh terhadap cara pendang dalam memilih copping penyelesaian masalah, dikarenakan semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah individu menerima informasi. Yahya, dkk (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka cendrung memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat terjadi sebab informasi yang didapat oleh ibu yang berstatus pendidikan yang tinggi lebih banyak dibanding dengan ibu yang status pendidikan rendah. Pendidikan formal merupakan wadah mereka untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya sehingga mereka lebih memahami dan mengerti. Wahyuni (2014 dalam Kustriyani dkk, 2016) pendidikan berkaitan dengan pemahaman individu dan mempunyai arti masing-masing. Pendidikan berguna



54



terhadap perubahan pola pikir, perilaku serta pengambilan keputusan seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan berpengaruh pada pemahaman kesadaran terhadap stimulasi seseorang. Puspita, dkk (2019) menyatakan bahwa seorang yang memiliki pekerjaan yang baik belum tentu dapat menjamin pengetahuan yang lebih baik. Secara teori pekerjaan itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga ibu yang bekerja lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah dibandingkan mengurus keluarganya. Ibrahim dkk (2017) berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan diperoleh penghasilan dimana rata-rata responden memiliki tingkat penghasilan yang tidak adekuat (inadequate income). Hal ini menyebabkan pasien akan berusaha memenuhi kebutuhan yang menjadi prioritas atau kebutuhan dasar mereka saja, sehingga untuk mencapai nutrisi yang seimbang dan perawatan yang adekuat menjadi tidak maksimal. Berdasarkan hasi penelitian peneliti berpendapat bahwa ibu yang memiiki pekerjaan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan sedikit waktu untuk merawat keluaragnya dirumah. Dalam pemberian waktu, ibu yang tidak bekerja akan menjaga dan merawat anak mereka yang sakit sehingga mereka akan mencari informasi terkait cara menurunkan suhu tubuh dan lebih sering memberikannya dibanding ibu yang bekerja di luar rumah. Puspita, dkk (2019) seoseorang yang memiliki usia yang matang tidak menjamin memiliki pengetahuan yang baik dibanding usia muda. Usia tidak mempengaruhi daya tangkap seseorang untuk mendapatkan informasi yang lebih. Semakin bertambahnya usia, maka pola pikir dan daya tanggkap terhadap suatu



55



informasi akan bertambah. Pengetahuan seseorang bisa mereka dapatkan apakah dari pengalaman mereka pribadi atau pun dari berbagai media yang mereka lihat. Monks, dkk (2011 dalam Susilowati, 2016) masa dewasa merupakan masa dimana sumber potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang secara dewassa dan matang. Masa ini mereka memiliki kematangan emosi yang memegang perawan pentin dalam mengambil keputusan. Seorang dapat menempatkan diri untuk mengurus, merawat dan mengasuh anak serta hidup dengan keluaraga secara mandiri. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa semakin cukup dan dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan mereka semakin baik dalam memikirkan dan menerima berbagai informasi. Namun perlu didiketahui, pada usia yang lebih tua belum tentu mutlak mempunyai pengetahuan yang baik dibanding dengan usia yang muda. Menurut Notoatmodjo (2007 dalam Umam dkk, 2015) usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Pada usia menuju dewasa, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, selain itu orang usia tersebut akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia dini. Berdasarkan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa semakin bertambahnya usia rasa ingin tahu seseorang terhadap suatu informasi semakin meningkat. Namun perlu diketahui dalam mencari pengetahuan tidak dapat diukur dengan usia. Usia muda bisa saja memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan usia tua, jika mereka terus mendapatkan dan mencari informasi yang diinginkan selanjutnya mereka lakukan sebagai suatu tindakan dan begitu juga sebaliknya.



56



Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat dari tabel 4.3 didapatkan ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan nilai sig 0,000. Tepid Water Sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami demam tinggi pada pasien yang mengalami Hipertermi (Hidayati, 2014 dalam Wardiah, Setiawati, Romayati, 2016). Reiga (dalam Hamid, 2011) menyatakan bahwa teknik Tepid Sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh sehingga perlakuan yang terapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu tubuh. Potter & Perry (2010 dalam Wardiah et al., 2016) pada prinsipnya pemberian kompres tepid water sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses penguapan dan dapat dan dapat memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari organ dalam permukaan tubuh dengan membawa panas. Kulit memiliki banyak pembuluh darah, terutama tangan, kaki, dan telinga. Aliran darah melalui kulit dapat mencapai 30% dari darah yang dipompakan jantung. Kemudian



57



panas berpindah kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan sehingga terjadi penurunan suhu tubuh. Hasil penelitian Helena (2016) didapatkan bahwa Ibu masih menggunakan kompres dingin dan menyelimuti anak ketika demam menggunakan selimut tebal. Kompres dingin akan menghambat pengeluaran panas dari dalam tubuh akibat vasokontriksi yang dihasilkan dari pemberian kompres dingin tersebut. Penggunaan selimut tebal pada pasien demam akan menghambat aliran udara yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu tubuh. Fenomena dimasyarakat masih banyak ditemukan ibu mengkompres anak yang sedang demam di area dahi ataupun menempelkan plester penurun panas. Padahal kompres pada daerah kepala tidak efektif karena terhalang tulang tengkorak, penanganan demam yang kurang tepat dikarenakan pengetahuan kurang memadai sehingga sikap dan perilaku ibu cenderung berlebihan. Informasi bagi ibu sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang demam, kenyataannya ibu sering memperolah informasi yang tidak tepat. Hasil penelitian Wardiah et al (2015) ditemukan bahwa rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian kompres hangat sebesar 0,5°C sedangkan rerata penurunan suhu tubuh setelah pemberian tepid water sponge sebesar 0,7°C. Tepid water sponge lebih efektif menurunkan suhu tubuh anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada tepid water sponge yang mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit kelingkungan sekitar lebih cepat dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya mengandalkan dari stimulasi hipotalamus. Intervensi diatas memerlukan dukungan dari peran serta tenaga kesehatan agar dapat disampaikan kepada tenaga kesehatan lain khususnya perawat, individu,



58



keluarga serta kelompok masyarakat untuk memberikan intervensi tepid water sponge. Salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan orang tua dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dalam memberikan management demam menggunakan



tepid



water



sponge.



Notoadmodjo



(2010)



mendefinisikan



pengetahuan adalah hasil tahu dan merupakan hasil yang didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pencaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan perabaan. Setiap manusia memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda. Tingkatan pengetahuan dimulai dari tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis) dan evaluasi (evaluation). Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan individu tersebut di dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut inilah yang akan menjadi landasan seseorang untuk bertindak. Pengetahuan dapat ditingkatkan dengan cara diberikan pendidikan kesehatan tentang suatu objek diharapkan. Hal ini didukung oleh pernaytaan Maryam (2015) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah program kesehatan yag dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik didalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya dan politik). Tujuan pendidikan kesehatan itu sendiri adalah untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan dari tidak tahu menajdi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menajdi mampu melaksanakan atau melakukan dalam wujud perilaku mencegah atau mengatasi masalah kesehatan yang menyangkut diri sendiri maupun lingkungannya.



59



Hasil penelitian Purwandari et al., (2014) didapatkan bahwa ada perbedaan antara pengetahuan dan keterampilan sebelum dan sesudah diberikan intervensi berupa training management demam, dengan nilai peningkatan pengetahuan sebesar 11,5 %. Training management demam dalam penelitian ini dengan diberikannya pendidikan kesehatan dalam kelompok besar dan kecil berupa ceramah, diskusi dan demonstrasi tentang penanganan demam pada anak. Edelman dan Mendle (2007 dalam Purwandari et al., 2014) menjelaskan bahwa pengetahuan responden meningkat dikarenakan beberapa hal, yaitu responden terpapar oleh informasi tentang manajemen demam melalui pengdindaraan (visual dan audiovisiual) yang berdampak pada memori jangka pendek dan jangka panjang yang membuat pengetahuan responden menjadi meningkat. Berdasarkan hasi penelitian peneliti berasumsi bahwa terapi tepid water sponge mempunyai efek yang sangat diperlukan dalam mengatasi masalah demam karena tepid water sponge mampu memberikan stimultan untuk memunculkan ransangan membuat vasodilatasi pembuluh darah perifer pada daerah kulit yang kontak dengan kompres tersebut, sehingga terjadinya proses evaporasi dan kunduksi yang membuat perubahan penurunan suhu tubuh penderita.



Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari pada saat penelitian dilakukan peneliti memiliki kendala dalam pelaksanaan intervensi, dikarenakan kurang fokusnya responden untuk mendengarkan pendidikan kesehatan dikarenakan terapi disamping tepid water



60



sponge masih dianggap kurang berefek pada penurunan suhu tubuh penderita demam sehingga sebagian responden masih meyakinkan diri pada terapi pengobatan. Selain itu, sebagian respoden penelitian merasa terburu-buru untuk mengikuti penyuluhan pendidikan kesehatan dikarenakan konsentrasi terbagi antara aktivitas rumah tangga dengan intervensi ini.



Implikasi Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang memberikan salah satu intervensi berupa pendidikan kesehatan tentang terapi manajemen demam berupa tepid water sponge pada ibu dengan tujuan meningkatkan pengetahuan ibu dalam manajemen demam menggunakan tepid water sponge. Tepid water songe termasuk terapi non farmakogis atau terapi alternatif yang dapat diberikan perawat secara mandiri. Sehingga hasil penelitian ini dapat berimplikasi terhadap perkembangan keperawatan.



Khususnya



pelayanan



keperawatan,



seorang



perawat



dapat



memberikan terapi tepid water sponge kepada penderita demam. Dengan tepid water sponge dapat memberikan stimultan untuk memunculkan ransangan membuat vasodilatasi pembuluh darah perifer pada daerah kulit yang kontak dengan kompres tersebut, sehingga terjadinya proses evaporasi dan kunduksi yang membuat perubahan penurunan suhu tubuh penderita.



61



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan Seluruh responden berjenis kelamin perempuan 100%, sebagian dari responden berstatus pendidikan SMP 33,3%, sebagian besar dari responden memiliki status pekerjaan sebagai IRT 60,0% dan rata-rata responden berusia 25 tahun. Pengetahuan



responden



sebelum



diberikan



intervensi



yang



memiliki



pengetahuan kurang sebanyak 15 orang (50%) dan pengetahuan baik 15 orang (50%). Pengetahuan responden setelah diberikan intervensi yaitu seluruh responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 30 orang (100%). Hasil analisis didapatkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam management demam menggunakan tepid water sponge pada anak dirumah di Posyandu Lestari VI Baki Kabupaten Sukoharjo dengan nilai sig 0,000.



Saran Saran yang dapat dapat disampaikan kepada pihak yang terkait khususnya bagi pengembangan program pembelajaran di institusi, pengembangan ilmu keperawatan, penelitian lebih lanjut dan pelayanan keperawatan. Adapun saran tersebut, yaitu:



62



Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini menjadi dasar dalam memberikan pilihan terapi pendamping kepada paderita demam. Pentingnya menerapkan terapi tepid water sponge dalam penatalaksanaan demam pada anak. Bagi Program Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan atau sumber informasi serta dasar pengetahuan bagi para mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan sebagai materi latihan dalam menangani demam dengan menggunakan tepid water sponge pada penderita demam. Mahasiswa di berikan pengajaran berbagai tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh penderita demam, salah satunya adalah terapi tepid water sponge. Tepid water sponge dapat dikatakan terapi non farmakologis yang dapat memberikan menurunkan suhu tubuh dengan memberikan stimultan untuk memunculkan ransangan membuat vasodilatasi pembuluh darah perifer pada daerah kulit yang kontak dengan kompres tersebut, sehingga terjadinya proses evaporasi dan kunduksi yang membuat perubahan penurunan suhu tubuh penderita.. Baik mahasiswa maupun perawat dapat memberikan terapi ini secara mandiri dengan cara mengajarkan serta memfasilitasi media untuk melakukan tepid water sponge, sehingga terapi ini dapat dijadikan terapi pendamping pengobatan yang mereka jalani.



Bagi Peneliti



63



Penelitian ini dapat dijadikan pengalaman peneliti untuk dalam menentukan rancangan penelitian dengan menggunakan berbagai pendekatan penelitian serta diharapkan dapat menggunakan berbagai metode, media dan sarana yang lebih menarik dalam memberikan terapi non farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh pada penderita demam. Peneliti menyarankan agar penelitian ini dapat dikembangkan serta memberikan intervensi keperawatan mandiri yang dianggap sebagai terapi alternatif yang dapat menurunkan suhu tubuh penderita demam. Bagi Responden Responde yang telah mendapatkan informasi tentang terapi tepid water sponge mengetahui apa itu terapi tepid water sponge. Terapi ini dapat membuat membuat perubahan penurunan suhu tubuh penderita bila diberikan secara terus menerus. Terapi ini bisa dilakukan pada penderita demam kapanpun dan dimanapun, responden memiliki kesempatan untuk membuat penderita merasakan penurunan suhu tubuh. Harapannya mereka dapat menerapkan terapi tepid water sponge sebagai tindakan alternatif dalam menurunkan suhu tubuh yang dialami penderita demam untuk mendampingi terapi obat-obatan penurunan suhu tubuh.