Skripsi Tanpa Bab Pembahasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK PADA TANAH PASCA PENAMBANGAN GALIAN C TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA P TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) (Skripsi)



Oleh INA FEBRIA GINTING



UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017



ABSTRAK



PENGARUH INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK PADA TANAH PASCA GALIAN C TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA P TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)



Oleh



Ina Febria Ginting



Tanah pasca galian C merupakan tanah yang bermasalah karena rendahnya unsur hara dan C-organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA dan penambahan bahan organik dalam meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca penambangan galian C. Perlakuan disusun secara faktorial 3×4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kelompok. Faktor pertama, inokulasi FMA dengan 3 taraf, yaitu: tanpa FMA (0 spora), 250 spora, dan 500 spora. Faktor kedua, penambahan bahan organik dengan 4 taraf, yaitu: tanpa bahan organik (0%), 20%, 40%, dan 60% dari volume tanah. Data diuji dengan analisis ragam kemudian dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan BNT pada α=5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi FMA meningkatkan infeksi akar dan



Ina Febria Ginting pertumbuhan tanaman jagung melalui volume akar. Hasil infeksi akar meningkat setelah diberikan FMA (250 spora dan 500 spora), sedangkan volume akar tertinggi adalah pada inokulasi dosis 250 spora. Penambahan bahan organik meningkatkan infeksi akar dan serapan hara P tanaman jagung. Hasil infeksi akar tertinggi pada perlakuan tanpa bahan organik (0%) dan dosis 60% bahan organik. Sedangkan hasil serapan hara P tertinggi ditunjukkan pada dosis 40% bahan organik. Interaksi FMA dan bahan organik terjadi pada tinggi tanaman 2 MST. Hasil tinggi tanaman terbaik ditunjukkan pada kombinasi FMA 250 spora dengan tanpa bahan organik yaitu 59,97 cm.



Kata Kunci : Bahan organik, FMA, tanah pasca galian C.



PENGARUH INOKULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK PADA TANAH PASCA PENAMBANGAN GALIAN C TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA P TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)



Oleh INA FEBRIA GINTING



Skripsi



Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN



Pada



JURUSAN AGROTEKNOLOGI Fakultas Pertanian Universitas Lampung



FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017



RIWAYAT HIDUP



Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 03 Februari 1994, sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Basita Ginting dan Gembira Sembiring. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Khatolik Budi Murni 2 Medan yang diselesaikan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Dasar Khatolik Budi Murni 2 Medan dan diselesaikan pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama Putri Cahaya Medan yang diselesaikan pada tahun 2009, selanjutnya melanjutkan studi di Sekolah Menengah Atas Budi Murni 1 Medan dan diselesaikan pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis.



Selama masa perkuliahan, penulis telah mengikuti Praktik Umum selama 1 bulan yang dilaksanakan di Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) Bogor, Jawa Barat. Penulis juga melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 2 bulan di Desa Rejomulyo, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2014/2015 dan 2015/2016.



“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.”−Mrk 11:24



“What mean the word, ‘Arise, and walk’; except that you should raise yourself from your torpor and indolence, and study to advance in good works”−St.Beda.



“Ketika dunia tidak seperti harapanmu, tetaplah selesaikan tugasmu dengan hati yang tulus dan berkobar. Karena pada hakekatnya ulat akan berubah menjadi kupu-kupu”–Ina Febria Ginting.



Kupersembahkan skripsi ini untuk orang tuaku tersayang Bapak Basita Ginting dan Nande Gembira Sembiring, serta kakak-kakakku Elsa Friskha Ginting, S.Pd., Maria Afrayani Ginting, S.Pd., dan Jan Putra Epindonta Ginting.



SANWACANA



Puji syukur kehadhirat Allah Bapa Yang Maha Kuasa, atas berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:



1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., sebagai Pembimbing Utama sekaligus sebagai Ketua Jurusan Agroteknologi yang telah meluangkan waktu dalam memberikan nasehat, saran, arahan, dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., sebagai Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberikan nasehat, saran, arahan, dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc., sebagai Penguji yang telah memberi saran, kritik, dan nasehat dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 5. Bapak Ir. Solikhin, M.P., sebagai Pembimbing Akademik yang telah memberi nasehat selama penulis melaksanakan kuliah di Jurusan Agroteknologi.



6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr.Sc., sebagai Ketua Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Bapak/Ibu dosen Jurusan Agroteknologi, khususnya Bidang Ilmu Tanah yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung. 8. Orang tua tercinta Bapak Basita Ginting dan Ibu Gembira Sembiring yang telah memberi dukungan moril maupun materil selama perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Kakak-kakak penulis Elsa Ginting S.Pd., Maria Ginting, S.Pd., dan Jan Putra Ginting yang telah memberikan dukungan dan nasehat selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat penulis Gagari, Selly, Tiwi, Bayu, Pras, Emmy, Jesika, Kiki, Kharisa, Olin, Ambos, Yessy, Mia,Oktanina, Berlian, Nisa, Weldy, Loren, Melisa, Kristian, Kak Tiche, Mba Retta, Mba Novri, Mba Anggun, Kakak-kakak dan Adik-adik di IMKA dan POMPERTA yang telah memberikan dukungan, bantuan dan keceriaan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.



Semoga Allah Bapa memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.



Bandar Lampung,



Oktober 2017



Penulis,



Ina Febria Ginting



ii



DAFTAR ISI



Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................



vii



I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................



1



1.2Rumusan Masalah .......................................................................................



3



1.3Tujuan Penelitian ........................................................................................



3



1.4 Kerangka Pemikiran..................................................................................



4



1.5 Hipotesis....................................................................................................



8



II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tanah Pasca Tambang Galian C .................................................................



9



2.2Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ............................................................



10



2.2.1Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular .....................................................



11



2.2.2Mekanisme Penyerapan P Oleh FMA...............................................



12



2.2.3 Peranan FMA..................................................................................



13



2.3Bahan Organik ............................................................................................



15



2.3.1 Sumber-sumber Bahan Organik......................................................



16



2.3.2 Peranan Bahan Organik .................................................................



17



2.4 Tanaman Jagung........................................................................................



18



III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................



20



3.2 Alat dan Bahan..........................................................................................



20



3.3 Metode ......................................................................................................



21



i



3.4 Pelaksanaan Penelitian ..............................................................................



22



3.4.1 Persiapan Media Tanam dan Penambahan Bahan Organik ...........



22



3.4.2 Penanaman Benih Jagung dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).............................................................................



23



3.4.3 Pemeliharaan ...................................................................................



23



3.4.3.1 Penjarangan dan Pemupukan .............................................



23



3.4.3.2 Penyiraman..........................................................................



24



3.4.3.3 Pengendalian OPT ..............................................................



24



3.5 Pengamatan ...............................................................................................



24



3.5.1 Analisis Tanah Awal ........................................................................



25



3.5.2 Tinggi Tanaman (cm).......................................................................



25



3.5.3 Volume Akar (ml) .............................................................................



25



3.5.4Bobot Brangkasan Kering(g) ............................................................



25



3.5.5Infeksi Akar (%) ................................................................................



26



3.5.6 Serapan Hara P (g tanaman -1) ........................................................



26



3.5.7 Analisis Tanah Akhir........................................................................



27



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................................



28



4.1.1 Perubahan Sifat Tanah Akibat Inokulasi FMA dan Penambahan Bahan Organik ................................................................................



29



4.1.2 Infeksi Akar ......................................................................................



31



4.1.3 Volume Akar.....................................................................................



31



4.1.4Tinggi Tanaman ................................................................................



32



4.1.5 Serapan hara P Tanaman Jagung (g tanaman-1) ............................



35



4.1.6 Hubungan antara sifat kimia tanah dengan pertumbuhan, serapan hara P dan infeksi akar tanaman jagung. .........................



36



4.1.6.1 Hubungan pH tanah dengan tinggi tanaman 8 MST dan infeksi akar....................................................................



37



4.1.6.2 Hubungan C-organik dengan tinggi tanaman 8 MST dan serapan hara P .............................................................



38



4.1.7 Hubungan antara infeksi akar dan serapan hara P terhadap pertumbuhan tanaman jagung.........................................................



39



4.1.7.1 Hubungan infeksi akar dengan volume akar.......................



40



ii



4.1.7.2 Hubungan serapan hara P dengan pertumbuhan tanaman jagung ...................................................................



41



4.2 Pembahasan................................................................................................



43



V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ....................................................................................................



52



5.2 Saran...........................................................................................................



52



DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



53



LAMPIRAN.....................................................................................................



58



Tabel 13−79 Gambar 15-20



iii



DAFTAR TABEL



Tabel Halaman 1. Sumber bahan organik yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Dermiyati, 2015)...................................................................................... 16 2.



Dosis dan waktu pemberian pupuk tunggal Urea, SP36, KCl pada tanaman jagung .........................................................................................



24



Rangkuman hasil analisis ragam untuk pengaruh inokulasi FMA dan penambahan bahan organik terhadap pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung. .............................................................................



28



Hasil analisis tanah awal pasca galian C dan pupuk kandang sapi yang digunakan pada penelitian................................................................



29



Hasil analisis C-organik dan pH H2O tanah pasca galian C yang diinokulasi FMA dan ditambah bahan organik setelah panen. .................



30



Pengaruh inokulasi FMA dan bahan organik terhadap infeksi akar tanaman jagung. ........................................................................................



31



7.



Pengaruh inokulasi FMA pada volume akar tanaman jagung ..................



32



8.



Rangkuman hasil analisis ragam untuk pengaruh inokulasi FMA danpenambahanbahanorganikterhadaptinggitanaman ..............................



33



Interaksi inokulasi FMA dan penambahan bahan organik terhadap tinggi tanaman 2 MST ..............................................................................



34



10. Pengaruh penambahan bahan organik pada serapan hara P tanaman jagung .........................................................................................



36



11. Rangkuman uji korelasi antara sifat kimia tanah dengan pertumbuhan, serapanhara P daninfeksiakar tanaman jagung ..................



36



12. Rangkuman hasil uji korelasi antara infeksi akar dan serapan hara P tanaman jagung terhadap pertumbuhan tanaman jagung..........................



40



13. Data tinggi tanaman 2 MST ......................................................................



59



14. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman 2 MST ........................................



59



15. Analisis ragam tinggi tanaman 2 MST .....................................................



60



16. Data tinggi tanaman 3 MST ......................................................................



60



3.



4. 5. 6.



9.



iv



17. Transformasi (√ )data tinggi tanaman 3 MST.........................................



61



18. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman 3 MST ........................................



61



19. Data tinggi tanaman 4 MST ......................................................................



62



20. Transformasi (√ )data tinggi tanaman 4 MST.........................................



62



21. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman 4 MST ........................................



63



22. Data tinggi tanaman 5 MST .....................................................................



63



23. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman 5 MST ........................................



64



24. Analisis ragam tinggi tanaman 5 MST .....................................................



64



25. Data tinggi tanaman 6 MST ......................................................................



65



26. Uji homogenitas ragam 6 MST.................................................................



65



27. Analisis ragam tinggi tanaman 6 MST .....................................................



66



28. Data tinggi tanaman 7 MST ......................................................................



66



29. Uji homogenitas ragam 7 MST.................................................................



67



30. Analisis ragam tinggi tanaman 7 MST......................................................



67



31. Data tinggi tanaman 8 MST ......................................................................



68



32. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman 8 MST ........................................



68



33. Analisis ragam tinggi tanaman 8 MST .....................................................



69



34. Data volume akar ......................................................................................



69



35. Uji homogenitas ragam volume akar .......................................................



70



36. Analisis ragam volume akar......................................................................



70



37. Data bobot kering brangkasan ..................................................................



71



38. Uji homogenitas ragam bobot brangkasan kering ....................................



71



39. Analisis ragam bobot brangkasan kering ..................................................



72



40. Data infeksi akar .......................................................................................



72



− 0,5)data infeksi akar ...............................................



73



42. Uji homogenitas ragam infeksi akar .........................................................



73



43. Analisis ragam infeksi akar.......................................................................



74



44. Data serapan hara P tanaman jagung ........................................................



74



45. Transformasi (√ )data serapan hara P tanaman jagung...........................



75



46. Uji homogenitas ragam hara P tanaman jagung .......................................



75



47. Analisis ragam serapan hara P tanaman jagung .......................................



76



48. Uji korelasi antara pH tanah dengan tinggi tanaman 8 MST....................



76



41. Transformasi (



v



49. Anara uji korelasi pH tanah dengan tinggi tanaman 8 MST.....................



77



50. Uji korelasi antara C-organik dengan tinggi tanaman 8 MST ..................



77



51. Anara uji korelasi C-organik dengan tinggi tanaman 8 MST ...................



77



52. Uji korelasi anara pHtanah dengan volume akar ......................................



78



53. Anara uji korelasi pHtanah dengan volume akar ......................................



78



54. Uji korelasi antara C-organik dengan volume akar ..................................



79



55. Anara uji korelasi C-organik dengan volume akar ...................................



79



56. Uji korelasi antara pH tanah dengan bobot brangkasan kering ................



80



57. Anara uji korelasi pH tanah dengan bobot brangkasan kering .................



80



58. Uji korelasi antara C-organik dengan bobot brangkasan kering...............



81



59. Anara uji korelasi C-organik dengan bobot brangkasan kering................



81



60. Uji korelasi antara pH tanah dengan infeksi akar oleh FMA....................



82



61. Anara uji korelasi pH tanah dengan infeksi akar oleh FMA.....................



82



62. Uji korelasi antara C-organik dengan infeksi akar oleh FMA ..................



83



63. Anara uji korelasi C-organik dengan infeksi akar oleh FMA...................



83



64. Uji korelasi antara pH tanah dengan serapan hara P tanaman ..................



84



65. Anara uji korelasi pH tanah dengan serapan hara P tanaman ...................



84



66. Uji korelasi antara C-organik dengan serapan hara P tanaman ................



85



67. Anara uji korelasi C-organik dengan serapan hara P tanaman .................



85



68. Uji korelasi antara infeksi akar dengan volume akar................................



86



69. Anara uji korelasi infeksi akar dengan volume akar.................................



86



70. Uji korelasi antara infeksi akar dengan tanaman 8 MST ..........................



87



71. Anara uji korelasi infeksi akar dengan tinggi tanaman 8 MST ................



87



72. Uji korelasi antara infeksi akar dengan bobot brangkasan kering ............



88



73. Uji korelasi infeksi akar dengan bobot brangkasan kering .......................



88



74. Uji korelasi antara serapan hara P dengan volume akar ...........................



89



75. Anara uji korelasi serapan hara P dengan volume akar ............................



89



76. Uji korelasi antara serapan hara P dengan tinggi tanaman 8 MST ...........



90



77. Anara uji korelasi serapan hara P dengan tinggi tanaman 8 MST ............



90



78. Uji korelasi antara serapan hara P dengan bobot brangkasan kering ........................................................................................................



91



79. Anara uji korelasi serapan hara P dengan bobot brangkasan kering ........



91



vi



DAFTAR GAMBAR



Gambar Halaman 1. Akar tanaman terinfeksi FMA .................................................................. 6 2.



Tata letak percobaan di rumah kaca..........................................................



21



3.



Cara pengaplikasian FMA pada tanaman jagung .....................................



23



4.



Pengaruh inokulasi FMA terhadap tinggi tanaman jagung......................



34



5.



Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jagung...............................................................................



35



6.



Korelasi antara pH tanah dengan tinggi tanaman 8 MST .........................



37



7.



Korelasi antara pH tanah dengan infeksi akar oleh FMA.........................



38



8.



Korelasi antara C-organik dengan tinggi tanaman 8 MST .......................



38



9.



Korelasi antara C-organik dengan serapan hara P tanaman jagung..........



39



10. Korelasi antara infeksi akar dengan volume akar tanaman jagung...........



40



11. Korelasi antara serapan hara P dengan pertumbuhan tanaman jagung.....



41



12. Korelasi antara serapan hara P dengan bobot brangkasan kering tanaman jagung ........................................................................................



42



13. Korelasi antara serapan hara P dengan volume akar tanaman jagung ......



42



14. Perbandingan keadaan tanah tanpa bahan organik dengan tanah yang ditambah bahan organik ............................................................................



44



15. Lokasi pengambilan tanah pasca galian C ................................................



92



16. Penambahan bahan organik pada tanah pasca galian C............................



92



17. Perbandingan penampang akar tanaman jagung yang tidak terinfeksi FMA dengan penampang akar tanaman jagung yang terinfeksi FMA..........................................................................................



92



18. Perbandingan tinggi tanaman 8 MST pada kelompok I............................



93



19. Perbandingan tinggi tanaman 8 MST pada kelompok II ..........................



93



20. Perbandingan tinggi tanaman 8 MST pada kelompok III .........................



93



vii



I.



1.1



PENDAHULUAN



Latar Belakang



Indonesia merupakan negara agraris dengan pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama bagi rakyat Indonesia. Lahan pertanian yang semakin banyak dialihfungsikan menjadi daerah pemukiman dan industri, mengakibatkan berkurangnya lahan produktif di bidang pertanian, sehingga semakin sempit lahan yang dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam (Margarettha, 2010). Salah satu alternatif lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai media tanam salah satunya adalah lahan penambangan pasca galian C.



Penambangan galian C adalah penambangan hasil bumi berupa pasir, kerikil, batu, tanah liat, tanah urugan sehingga memiliki kendala bila dijadikan sebagai lahan pertanian. Hal ini dikarenakan daya serap air yang rendah dan tidak dapat menahan air dalam waktu yang lama, miskin unsur hara, dan mudah mengalami erosi. Oleh sebab itu, diperlukan alternatif penambahan inokulum Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan bahan organik yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kualitas tanah, terutama ketersediaan air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.



2 Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Fungi Mikoriza Arbuskular bersifat obligat simbion sehingga memerlukan tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang. Musfal (2010) mengatakan bahwa FMA dapat bersimbiosis dengan 97% famili tanaman tingkat tinggi yang ada di dunia, dan tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman inang bagi kehidupan FMA (Hasibuan et al., 2014). Selain tanaman inang, efektifitas FMA dipengaruhi oleh dosis spora dan bahan organik (Widiastuti et al., 2003).



Akar tanaman yang terinfeksi FMA mampu menyerap unsur hara makro maupun mikro lebih baik dibandingkan dengan akar tanaman yang tidak terinfeksi FMA. Hal ini dikarenakan FMA memiliki hifa eksternal yang mampu memperluas daerah penyerapan akar sehingga mampu menyerap air hingga ke pori-pori mikro tanah serta menyerap unsur hara yang terikat misalnya Al-P (Mosse, 1981) dengan menggunakan enzim fosfatase. Musfal (2008) menyatakan bahwa hifa FMA menghasilkan enzim fosfatase yang mampu melepaskan P yang terikat di dalam tanah.



Penambahan bahan organik juga dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi ketidaksuburan pada lahan pasca galian C (Syekhfani, 1993). Bahan organik merupakan bagian dari tanah yang bersumber dari jaringan-jaringan tanaman maupun hewan yang telah mengalami perubahan bentuk akibat proses dekomposisi yang terjadi di dalam tanah. Bahan organik mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman melalui proses dekomposisi, selain itu, juga dapat meningkatkan aktivitas mikroba di dalam tanah.



3 Tanaman jagung merupakan komoditas tanaman pangan yang penting dan di perhitungkan karena selain untuk keperluan pangan, jagung juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun dalam proses pembudidayaannya sangat diperlukan perhatian khusus. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008), untuk membudidayakan tanaman jagung perlu diperhatikan kadar air, media tanam yang subur untuk memenuhi kebutuhan hara sehingga dapat bereproduksi dengan baik. Jagung membutuhkan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Oleh karena itu diharapkan FMA dan pemberian bahan organik pada lahan bekas tambang galian C dapat memperbaiki kualitas tanah sehingga pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung dapat berlangsung dengan baik.



1.2



Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan berikut ini: 1.



Apakah inokulasi FMA akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca galian C?



2.



Apakah pemberian bahan organik akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca galian C?



3.



Apakah terdapat interaksi antara FMA dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca penambangan galian C?



4 1.3



Tujuan Penelitian



Tujuan melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.



Untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA dalam meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca galian C.



2.



Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan organik dalam meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca galian C.



3.



Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara FMA dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung pada tanah pasca penambangan galian C.



1.4 Kerangka Pemikiran



Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, berikut disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Tanah pasca galian C tergolong tanah yang tidak subur, karena tidak mudah menyerap air, miskin unsur hara, dan bahan organik akibat terkikisnya humus pada lapisan teratas tanah (Hasibuan, 2006).



Ketidaksuburan tanah pasca galian C dapat diperbaiki dengan alternatif aplikasi inokulum FMA dan penambahan bahan organik. Inokulasi FMA pada tanaman mampu meningkatkan penyerapan unsur hara dan menghidarkan tanaman dari cekaman kekeringan karena memiliki hifa eksternal yang berfungsi untuk membantu akar memperluas jangkauan penyerapan hara dan air dari dalam tanah (Mosse, 1981). Keberadaan FMA dapat meningkatkan serapan P, bobot kering tanaman dan hasil pipilan tanaman jagung. Hal ini dapat dilihat dari tanaman yang



5 terinfeksi FMA mampu menyerap unsur hara P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi (Musfal, 2010). Musfal (2008) menambahkan bahwa tingginya serapan hara P pada tanaman yang terinfeksi FMA disebabkan hifa FMA memiliki enzim fosfatase yang mampu melepaskan P yang terikat di dalam tanah sehingga keberadaannya menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu, Lizawati et al. (2014) menyimpulkan bahwa pemberian kombinasi isolat FMA memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan vegetatif bibit jarak pagar pada umur 4 bulan setelah tanam. Hal ini dapat dilihat dari tingginya bobot kering akar, bobot kering pupus pada pemberian FMA dbandingkan pada tanpa pemberian FMA. Berat kering merupakan indikasi keberhasilan pertumbuhan tanaman, yang merupakan petunjuk adanya kandungan protein dan asam organik lain yang merupakan hasil fotosintesis yang dapat diendapkan setelah kadar air dikeringkan.



Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan obligat simbion yang memiliki simbiosis mutualisme dengan tanaman. Tanaman akan menerima hara yang diserap oleh hifa FMA sedangkan FMA akan menerima karbohidrat cair berupa eksudat akar dari tanaman (Turjaman, 2013). Hubungan antara FMA dan tanaman dimulai pada saat hifa eksternal melakukan penetrasi dengan membentuk apresorium sebagai tempat menempel dan masuknya hifa ke dalam akar tanaman (Gambar 1). Hifa akan menyebar secara interseluler kemudian akan membentuk vesikel, sedangkan hifa yang menyebar secara intraseluler akan membentuk arbuskul (Brundrett et al., 1996). Vesikel berbentuk lonjong dan bulat yang berfungsi sebagai organ penyimpan makanan berisi cairan dan lemak yang dapat berkembang menjadi klamidiospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan sruktur tahan



6 (Simanungkalit, 2004). Sedangkan arbuskul merupakan percabangan hifa yang berfungsi sebagai tempat pertukaran unsur hara tanaman inang dan fungi (Dewi, 2007). Selain hifa internal, adapula hifa eksternal yang menyebar di daerah perakaran tanaman inang dan membantu memperluas jangkauan penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah. apresorium



epidrmis eksodermis korteks Hifa interseluler



Vakuola Nukleus



Vesikel



arbuskul



Gambar 1. Akar tanaman yang terinfeksi FMA (Dewi, 2007).



Selain inokulasi FMA, bahan organik yang ditambahkan pada tanah pasca galian C akan membantu memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah, antara lain dengan meningkatkan kapasitas tukar kation di dalam tanah sehingga unsur hara bagi tanaman tersedia, menetralkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikroba yang berkaitan dengan proses dekomposisi di dalam tanah dan berperan untuk mentransfer hara-hara tertentu bagi kebutuhan tanaman, dan membantu tanah untuk menjaga kelembabannya sehingga tidak mudah mengalami kekeringan (Dermiyati, 2015).



Penambahan bahan organik pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan P karena dapat meningkatkan populasi mikroba yang dapat melarutkan fosfat karena P di dalam tanah memiliki sifat slow release. Menetralkan pH tanah sehingga P dapat



7 terlepas dari ikatannya dan menjadi tersedia bagi tanaman. Unsur hara P sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada keadaan tanah masam, P diikat oleh Al dan Fe, sedangkan pada keadaan tanah yang basa, P diikat oleh Ca. Hal ini menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).



Hasil penelitian Fahmi et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berupa pupuk kandang mengakibatkan pH tanah meningkat dan kandungan P tinggi. Hal ini diduga karena, hasil dekomposisi bahan organik menghasilkan CO2 dan asam-asam organik yang akan menghasilkan anion organik yang bersifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Hal ini akan menyebabkan konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca yang bebas akan kerkurang dari dalam larutan tanah sehingga diharapkan P menjadi lebih banyak tersedia.



Pemberian FMA dan bahan organik secara bersamaan pada tanah pasca galian-C diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara P pada tanaman jagung. Hasil penelitian Suwarniati (2014) menunjukkan bahwa interaksi antara bahan organik dan FMA berpengaruh nyata terhadap pH H2O, pH KCl, P-tersedia tanah, serta pertumbuhan tanaman bunga matahari, antara lain: jumlah daun pada 20 dan 40 HST, berat kering brangkasan atas, berat basah brangkasan atas dan kandungan hara N dan P. Hal ini di duga karena FMA membantu penyerapan unsur hara yang dihasilkan dari hasil dekomposisi bahan organik di dalam tanah. Dengan demikian, diharapkan pemberian inokulum FMA dan bahan organik pada



8 tanah pasca galian C akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan serapan hara P tanaman jagung.



1.5 Hipotesis



Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1.



Inokulasi FMA meningkatkan pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung dibandingkan tanpa inokulasi FMA.



2.



Pemberian bahan organik meningkatkan pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung dibandingkan tanpa bahan organik.



3.



Terdapat interaksi antara FMA dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan serapan P tanaman jagung pada tanah pasca penambangan galian C.



II.



TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Tanah Pasca Tambang Galian C



Penambangan Galian C merupakan kegiatan penggalian hasil bumi yang bukan termasuk golongan A (strategis) seperti minyak bumi, maupun golongan B (vital) seperti bijih emas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah pasal 1 Nomor 27 tahun 1980 tentang penggolongan bahan galian C. Bahan yang tergolong ke dalam galian C adalah pasir, garam, asbes, batu apung, batu granit, batu andesit, tanah liat dan lain-lain dan tidak mengandung unsur-unsur mineral dari penambangan golongan A maupun B.



Tanah yang berasal dari galian pasir memiliki sifat fisik yang kasar, tidak lengket sehingga sulit dibentuk gulungan. Ketidakstabilan struktur tanah galian pasir ini diakibatkan karena proses penambangan sehingga terjadi pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat. Proses ini menyebabkan pori-pori tanah semakin kecil dan porositas kecil sehingga aerasi tanah tidak baik dan pada akhirnya menyulitkan pertumbuhan akar tanaman (Utami, 2009).



Beberapa lahan bekas galian C, memiliki tekstur tanah liat berlumpur yang mempengaruhi permeabilitas menjadi sangat lambat sehingga sering tergenang, selain itu kandungan hara seperti N, P dan K serta aktivitas biologi tanah sangat rendah. Untuk itu diperlukan upaya mengembalikan lahan sesuai fungsinya,



10 dengan cara mempertahankan kelestarian sumber-daya alam. Hasil penelitian Harieni et al. (2013) menunjukkan bahwa penambahan pupuk urea pada residu perlakuan pupuk kandang dan pupuk anorganik pada tanah sawah pasca galian C, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang meliputi tinggi tanaman, berat segar brangkasan, berat kering brangkasan, berat tongkol dan lingkar tongkol dibandingkan dengan kontrol.



Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan et al. (2015), hasil analisis awal tanah bekas galian C menunjukan pH netral dengan nilai 6,85. Kandungan C-organik rendah dengan nilai 0,35%, kandungan N-total rendah dengan nilai 0,10%, kandungan P-total dan P-tersedia yang tinggi dimana P-totalnya bernilai 156,44 mg 100g-1 tanah dan P-tersedia yang bernilai 15,19 ppm P. Ketidakseimbangan kandungan unsur hara yang terdapat pada tanah pasca galian C akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal, kandungan P-total yang tinggi namun tidak didukung dengan unsur hara lain seperti N dan C-organik menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal.



2.2 Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)



Fungi Mikoriza Arbukular merupakan bentuk asosiasi atau simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman. Simbiosis ini bersifat saling menguntungkan karena fungi memperoleh senyawa organik karbon dari tanaman inang yang dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi dan sebaliknya fungi membantu akar tanaman dalam menyerap unsur hara yang tidak mobil di dalam tanah seperti P, Fe, dan Zn. Fungi Mikoriza Arbuskular dapat ditemukan pada 80% jenis tumbuhan (Rini dan Indarto, 2004).



11 Fungi Mikoriza Arbuskular yang diinokulasikan pada akar tanaman akan menginfeksi akar. Proses infeksi akar oleh FMA dimulai dengan perkecambahan spora yang menghasilkan hifa kemudian masuk ke dalam epidermis akar dan berkembang secara interseluler dan intraseluler. Hifa intraseluler dapat menembus sel korteks akar dan membentuk arbuskular setelah hifa mengalami percabangan. Arbuskular berfungsi sebagai tempat terjadinya transfer hara dua arah antara fungi dan inang (Harley and Smith, 2008). Pembentukan arbuskul ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, dan morfologi akar tanaman. Sedangkan perkembangan hifa secara interseluler, hifa akan berkembang menjadi vesikel yang berisi cairan lemak, sebagai cadangan makanan bagi spora dan sekaligus sebagai struktur tahan untuk mempertahankan kelangsungan hidup cendawan. Vesikel biasanya lebih banyak dibentuk di luar jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua (Brundrett, 2004).



2.2.1 Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular



Mikoriza dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok berdasarkan struktur dan cara menginfeksi akar, yaitu: (1.) Ektomikoriza merupakan fungi yang menginfeksi tidak masuk ke dalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Selain itu, (2.) Endomikoriza merupakan fungi yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Fungi Mikoriza Arbuskula digolongkan ke dalam kelompok endomikoriza karena memiliki ciri-ciri akar yang terinfeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, dan mempunyai struktur vesikula



12 serta arbuskular. (3) Ektendomikoriza memiliki hifa yang menyelimuti akar dalam jumlah yang sedikit membentuk hartig net dan melakukan penetrasi ke dalam sel korteks akar (Yusnaini, 2014).



Klasifikasi FMA dibagi ke dalam 9 famili yaitu Glomeraceae dengan 4 genus yaitu: Funneliformis, Septoglomus, Glomus, Rhizophagus, famili Pacisporaceae, dengan 1 genus Pacispora, famili Acaulosporaceae dengan 1 genus Acaulospora, famili Diversisporaceae dengan 2 genus yaitu Diversispora dan Redeckera, famili Gigasporaceae dengan 5 genus, yaitu: Gigaspora, Cetraspora, Racocetra, Scutellospora, famili Claroideoglomeraceae dengan 1 genus Claroideoglomus, famili Paraglomeraceae dengan 1 genus Paraglomus, famili Archaeosporaceae dengan 1 genus Archaespora, dan famili Ambisporaceae dengan 2 genus Ambispora dan Geosiphon (INVAM, 2013). Jenis-jenis FMA dapat dibedakan dari warna, ukuran, bentuk, ada tidaknya ornamen seperti: dudukan hifa (subtending hyphae), dan ujung hifa yang membesar (saccule) (INVAM, 2008).



2.2.2. Mekanisme Penyerapan P Oleh FMA



Fungi Mikoriza Arbuskular sangat berpengaruh terhadap peningkatan serapan P pada tanaman. Berikut adalah mekanisme penyerapan unsur hara khususnya P oleh FMA: Fosfor merupakan salah satu unsur hara essensial bagi tanaman. Fosfor berfungsi sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting dalam tanaman. Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO4 2- yang terdapat dalam larutan tanah. Bentuk P anorganik ini sebagian besar berkombinasi dengan



13 Al, Fe, Ca, dan juga berikatan dengan liat membentuk komplek fosfat liat tidak larut, sedangkan P organik di dalam tanah sekitar 1% terdapat dalam mikroorganisme sehingga banyak tidak tersedia bagi tanaman. Tetapi hal ini dapat diatasi, salah satunya dengan pemberian FMA. Spora FMA memiliki enzim fosfatase yang dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman (Hanafiah, 2007 dan Novriani, 2010).



Menurut Smith dan Read (2008), terdapat tiga mekanisme FMA dalam meningkatkan serapan P yang akan meningkatkan pertumbuhan tanaman, yaitu (1) Fungi Mikoriza Arbuskular memodifikasi kimia akar tanaman karena FMA dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik. Enzim fosfatase merupakan suatu enzim yang dapat memacu proses mineralisasi P anorganik dengan mengkatalis pelepasan P dari kompleks anorganik; (2) FMA memiliki hifa eksternal yang berfungsi sebagai perluasan akar dan memperpendek jarak difusi ion-ion fosfat sehingga proses difusi menjadi lebih cepat; dan (3) Hifa FMA memiliki kemampuan untuk mendistribusikan P ke akar tanaman.



2.2.3. Peranan FMA



Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh terhadap perbaikan agregat tanah, Miselium FMA yang dilapisi oleh glomalin dapat menyebabkan partikel tanah melekat satu dengan yang lainnya. Glomalin merupakan glikoprotein yang dapat mengikat partikel-partikel tanah yang dikeluarkan oleh hifa FMA. Tanah bekas galian C yang bersifat mudah tererosi dengan diberikan FMA mampu meningkatkan stabilitas tanah (Wright and Upadhyaya,1996).



14 Pada lahan pasca tambang khususnya areal reklamasi walaupun tergolong marginal diketahui terdapat FMA. Jenis FMA ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber inokulum untuk rehabilitasi lahan pasca tambang (Setiadi dan Setiawan, 2011).



Fungi Mikoriza Arbuskular memperoleh sumber nutrisi dari eksudat akar dan tanaman inang akan memperoleh keuntungan berupa : 1. Penyerapan unsur hara khususnya P dan air akan meningkat 2. Tanaman lebih tahan terhadap kekeringan 3. Meningkatkan hormon auksin sehingga memperlambat penuaan akar 4. Terhambatnya infeksi oleh OPT di dalam tanah Pada masa generatif unsur hara P banyak dialokasikan untuk proses pembentukan biji atau buah tanaman. Hara P lebih banyak dimanfaatkan pada fase generatif untuk proses pembungaan dan pembuahan tanaman (Novriani, 2010).



Inokulasi FMA pada tanaman jagung akan mempengaruhi pertumbuhan dan kenaikan hasil tanaman jagung. Hal ini telah dibuktikan melalui hasil penelitian Handayani (2009) yang menyatakan bahwa pemberian FMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung yang dilihat dari luas daun, bobot basak tajuk, bobot kering tajuk dan bobot kering akar dan bobot 100 biji. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan 3 g FMA tanaman-1. Lebih lanjut, hasil penelitian Khan (1975) menunjukkan bahwa inokulasi FMA pada tanah tidak steril memperoleh kenaikan hasil tertinggi pada tanpa pemberian pupuk P yaitu sebesar (221%), sedangkan dengan pemberian pupuk P kenaikan hasil sangat kecil yaitu (9%). Kenaikan hasil yang tergolong rendah ini berhubungan dengan



15 penurunan kolonisasi FMA sebagai akibat dari pemberian pupuk TSP (280 kg TSP ha-1).



2.3 Bahan Organik



Bahan organik merupakan sumber utama unsur hara makro di dalam tanah serta unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Sebagai unsur hara yang terdapat dalam bahan organik akan dimineralisasi oleh mikroba menjadi bentuk anorganik yang dapat diserap tanaman (Hadisumarno, 2009). Bahan organik dalam tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, menyangga air dan hara, sumber unsur-unsur hara tanaman, dan sumber energi bagi mikroba tanah. Tanah yang miskin bahan organik akan menyebabkan efisiensi pupuk menurun karena kemampuan tanah untuk menyangga pupuk menurun karena sebagian besar telah hilang (Go, 1977). Pemberian bahan organik lebih banyak ditujukan untuk perbaikan struktur tanah, terutama di lahan kering, karena tanah menjadi gembur, mudah diolah, infiltrasi air lebih cepat dan daya pegang air dari tanah lebih besar. Pada lahan kering berlereng, pemberian bahan organik meningkatkan kestabilan agregat, porositas tanah, dan infiltrasi air, sehingga meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi (Fagi, 2005).



Menurut Kononova (1961), pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas metabolisme organisme tanah serta meningkatkan kegiatan jasad mikro untuk proses dekomposisi bahan organik. Semakin banyak bahan organik tanah, maka akan semakin banyak pula populasi jasad mikro atau fungi dalam tanah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Lubis (2008) bahwa



16 jumlah jenis jamur Mucor dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik. Pemberian pupuk kandang pada minggu pertama jamur Mucor menghasilkan jumlah yang tinggi sekitar 11,64 × 105 g-1 tanah. Hal yang sama juga terlihat pada pemberian bahan organik ampas tebu, jumlah jamur Mucor pada minggu pertama sangat tinggi yaitu 18,54 × 105g-1 tanah.



2.3.1 Sumber-Sumber Bahan Organik



Bahan organik tanah dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Sumber Bahan Organik yang Dimanfaatkan sebagai Pupuk Organik Aspek Pertanian



Industri



Sumber Bahan Organik Limbah dan residu tanaman



Contoh Bahan Organik Jerami dan sekam padi, gulma, daun, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa.



Limbah dan residu ternak



Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan, ternak, tepung tulang, cairan proses biogas.



Pupuk hijau



turi, lamtoro, centrosoma.



Tanaman air



Azola, ganggang biru, rumput laut, gulma air.



Limbah padat



Serbuk gergaji kayu, blotong kertas, ampas tebu, kelapa sawit, pengalengan makanan, pemotongan hewan.



Limbah rumah Sampah tangga Sumber : Dermiyati, 2015.



Sampah dapur dan sampah pemukiman



Susanto (2002) menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik yang sangat populer di bidang pertanian karena peranannya yang



17 sangat penting dan belum tergantikan. Hal ini dikarenakan pupuk kandang memiliki kandungan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro N sebesar 35%, P 60%, dan K 70%. Selain itu Dermiyati (2015) menyebutkan bahwa selain unsur hara makro, pupuk kandang juga mengandung unsur hara mikro yang berguna untuk menjaga keseimbangan hara dalam tanah.



2.3.2 Peranan Bahan Organik Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994): 1. Berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. 2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. 3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. 4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.



18 5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah 6. Meningkatkan kapasitas sangga tanah 7. Meningkatkan suhu tanah 8. Mensuplai energi bagi organisme tanah 9. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman



2.4



Tanaman Jagung



Tanaman jagung merupakan tanaman semusim. Untuk siklus hidupnya, tanaman jagung dibagi menjadi 2 fase, yaitu vegetatif optimum terhitung mulai tanaman jagung berusia 15 HST hingga usia 60 HST. Pada fase ini, tanaman jagung sangat riskan terhadap kekurangan air. Sedangkan untuk fase generatif, dimulai saat tanaman jagung berumur 61 HST hingga 100 HST. Pada fase ini peyerapan unsur hara sangat dibutuhkan untuk memperoleh hasil produksi biji jagung yang berkualitas (BPPP, 2008).



Sebagai syarat tumbuh, Prabowo (2007) mengatakan bahwa tanaman jagung memerlukan unsur hara dalam jumlah yang besar dan kelengasan air yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman jagung khsusnya pada saat fase generatif atau pengisian bulir jagung. Selain itu, jagung ditanam pada awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Untuk penyinaran, jagung sangat membutuhkan cahaya matahari yang intesif, tanaman yang ternaungi akan menghambat pertumbuhan tanaman jagung dan memberikan hasil biji yang tidak optimum. Prabowo juga menambahkan bahwa suhu optimum yang baik untuk tanaman jagung adalah bekisar 230C hingga 300C, pH tanah antara 5,6-7,5.



19 Akar tanaman yang serabut dan menyebar dangkal dan kurang toleran terhadap kandungan air yang berlebihan mengharuskan tanaman jagung ditanam pada kondisi tanah yang halus di lapisan permukaannya (Suprapto, 1990). Akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila ditanam pada kondisi tanah yang subur dan gembur, sehingga akan diperoleh akar serabut yang baik dan lebat. Sedangkan pada tanah yang kurang sesuai dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah akar tanaman jagung. Hal ini juga akan berpengaruh pada proses penyerapan unsur hara bagi tanaman (Warisno, 1998).



Jagung hibrida P27 merupakan jagung yang dikeluarkan oleh perusahaan Pioneer Indonesia milik PT DuPont. Jagung ini memiliki keunggulan berupa potensi hasil ± 11 ton ha-1, pertumbuhan tanaman seragam dan memiliki sistem perakaran yang kokoh. Perakaran yang baik akan membantu tanaman mendapatkan suplai makanan yang maksimal sehingga mampu memeperoleh hasil yang tinggi. Selain itu, jagung varietas P27 ini mampu tumbuh baik pada keadaan tanah yang tidak subur dan tahan terhadap penyakit tanaman jagung seperti karat dan busuk tongkol jagung (Pioneer Indonesia, 2017).



III.



3.1



METODE PENELITIAN



Tempat dan Waktu Penelitian



Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada Juli 2016 sampai Desember 2016.



3.2



Alat dan Bahan



Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung (Zea mays L.) varietas Pioneer 27, inokulum FMA campuran (Glomus sp., Gigaspora sp., Enthropospora sp., dan Acaulospora sp.), bahan organik dari pupuk kandang kotoran sapi dengan C/N ratio 19,0, tanah pasca pertambangan galian C mengandung kadar air 5,11%, Tryphan blue, KOH 10%, HCl 1 N, pupuk urea, TSP, KCl, amonium molibdat, asam askorbat, HNO3, HClO4. Alat-alat yang digunakan adalah polybag ukuran 17 cm × 34,5 cm, cangkul, karung, mikroskop stereo, mikroskop majemuk dengan 4 perbesaran, saringan mikro bertingkat dengan 4 ukuran (500 µm, 250 µm, 150 µm, 45 µm), coverglass, pinset, water bath, gunting, cawan petri, timbangan digital, oven, timbangan, alat pengayak tanah ukuran 0,5cm , gelas ukur, labu ukur, dan Spektrofotometer.



21 3.3



Metode



Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial 3 × 4 dengan 3 kelompok. Faktor pertama adalah dosis aplikasi FMA yang diinokulasi pada akar tanaman jagung, yaitu M0 (Tanpa inokulasi), M1 = (250 spora), dan M2 = (500 spora) dan faktor kedua adalah dosis bahan organik yang terdiri dari B0 = (tanpa bahan organik), B1 = (20% bahan organik), B2 = (40% bahan organik), dan B3 = (60% bahan organik). Pengelompokan dilakukan berdasarkan intensitas cahaya. Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan Uji Tukey. Data yang homogen dan aditif selanjutnya diuji menggunakan BNT dengan taraf 5%. Tata letak percobaan di rumah kaca sebagai berikut (Gambar 2).



U



Keterangan: M: Spora FMA M0 = Tanpa FMA (kontrol) M1 = 250 spora M2 = 500 spora



B: Bahan organik B0 = Tanpa bahan organik (kontrol) B1 = 20% bahan organik B2 = 40% bahan organik B3 = 60% bahan organik



Gambar 2. Tata letak percobaan di rumah kaca.



22 3.4



Pelaksanaan Penelitian



3.4.1 Persiapan Media Tanam dan Penambahan Bahan Organik



Media tanam untuk penelitian ini adalah tanah pasca pertambangan galian C. Tanah diambil dari pertambangan batu dan kerikil di Jalan Soekarno Hatta, Panjang, Bandar Lampung. Tanah dibawa ke rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung kemudian dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan berukuran 0,5 cm. Sebelum digunakan, tanah awal diberi bahan organik untuk meningkatkan bahan organik yang terlalu rendah sebanyak 54g 360kg-1 tanah. Media tanam disiapkan dengan mencampurkan tanah lolos ayakan dan perlakuan pupuk kandang kotoran sapi dengan perbandingan volume bahan organik masingmasing dosis yaitu 0%, 20%, 40% dan 60%.



Persiapan media tanam 0% (tanpa bahan organik) hanya menggunakan 100% tanah pasca galian C. Sedangkan,untuk persiapan media tanam dengan penambahan dosis bahan organik sebanyak 20% memiliki perbandingan tanah dan bahan organik 4 : 1. Tanah diambil sebanyak 4 ember kemudian ditambahkan dengan 1 ember pupuk kandang kotoran sapi kemudian dicampur hingga rata. Ember yang digunakan memiliki ukuran volume 20 L. Setelah itu, media tanam dimasukkan ke dalam polybag berukuran 17 cm × 34,5 cm sebanyak 10 kg bobot kering udara pada setiap polybag. Hal yang sama juga dilakukan untuk media tanam dengan penambahan bahan organik 40% (3:2) dan 60% (2:3). Kemudian media tanam dibiarkan selama seminggu dan disiram setiap hari sebanyak 500 ml untuk mempertahankan kelembaban tanah agar mempermudah proses perkecambahan benih jagung.



23 3.4.2 Penanaman Benih Jagung dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)



Inokulasi FMA menggunakan dosis 0 spora (tanpa spora), 250 spora (12,5 g) dan 500 spora (25 g) dengan media pembawanya adalah pasir. Inokulum FMA sebanyak ± 1/3 dari dosis perlakuan dimasukkan ke dalam lubang tanam, kemudian 2 benih jagung, selanjutnya ± 2/3 inokulum FMA dari dosis perlakuan dimasukkan menutupi benih jagung, kemudian ditutup dengan tanah (Gambar 3.)



Benih jagung Lubang Tanam Tanah Galian C



Inokulum FMA



Gambar 3. Cara pengaplikasian inokulum FMA pada tanaman jagung. 3.4.3 Pemeliharaan



3.4.3.1 Penjarangan dan pemupukan Setelah tanaman memasuki usia 2 minggu setelah tanam (2MST), dilakukan penjarangan menggunakan gunting dan disisakan 1 tanaman jagung yang paling baik per polybag, setelah itu dilakukan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk tunggal Urea dengan dosis anjuran 400 kg ha-1, TSP dengan dosis 150 kg ha-1, dan KCl dengan dosis 100 kg ha-1. Adapun dosis pupuk anorganik per polybag dan waktu pemberian seperti yang tertera pada Tabel 2.



24 Tabel 2. Dosis dan waktu pemberian pupuk tunggal Urea, TSP, KCl pada tanaman jagung. Waktu Pemberian (HST)



Urea (g polybag-1)



TSP (g polybag-1)



KCl (g polybag-1)



0-7



0,6



0,6



0,4



30-35



0,8



-



-



-



-



45-50 0,6 Keterangan : HST = Hari Setelah Tanam



3.4.3.2 Penyiraman Setelah benih ditanam dilakukan penyiraman sebanyak satu kali dalam sehari menggunakan teko berukuran 1,5 L.



3.4.3.3 Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis atau manual. Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman jagung dicabut dan dibuang, dan pengendalian terhadap hama ditangkap kemudian dimusnahkan.



3.5 Pengamatan



Analisis tanah awal dilakukan untuk mengetahui sifat kimia tanah yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah. Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung dilakukan hingga fase vegetatif maksimum pada usia 64 hari setelah tanam yang ditandai dengan munculnya bunga jantan pada tanaman jagung. Variabel utama yang diamati meliputi tinggi tanaman, volume akar, bobot kering brangkasan, infeksi akar, kandungan dan serapan hara P tanaman jagung, dan variabel pendukung berupa pH tanah dan C-organik tanah diamati pada fase vegetatif akhir.



25 3.5.1 Analsis Tanah Awal Analisis tanah awal dilakukan untuk mengetahui sifat kimia tanah awal. Sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi pH tanah dengan menggunakan metode elektrometrik, N total dengan metode Kjeldhal, P tersedia (Bray II), P total tanah dengan metode destruksi, Kalium dapat ditukar (K-dd) dengan menggunakan metode ekstraksi, C-organik menggunakan metode Walkley & Black serta kadar air tanah dengan metode oven. 3.5.2 Tinggi Tanaman (cm)



Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang dengan menggunakan meteran dalam satuan cm. Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan pada saat tanaman memasuki umur 2 MST dan dilakukan setiap minggu hingga tanaman mencapai fase vegetatif maksimum.



3.5.3 Volume akar (ml) Volume akar diukur pada saat panen brangkasan (8 MST). Alat yang digunakan adalah gelas ukur bervolume 1000 ml. Air dimasukkan sebanyak 500 ml, kemudian akar dimasukkan ke dalam gelas ukur. Volume akar adalah selisih antara volume akhir dengan volume awal.



3.5.4 Bobot Brangkasan Kering (g) Tanaman jagung dibagi menjadi 2 bagian, bagian brangkasan tajuk dan bagian brangkasan akar. Brangkasan atas dipotong-potong rata sekitar 5 cm, kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat. Hal yang sama dilakukan untuk brangkasan



26 akar tanaman jagung. Masing-masing brangkasan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 800 C selama 4 hari hingga bobotnya konstan, kemudian ditimbang.



3.5.5 Infeksi Akar (%) Persen infeksi akar diamati dengan menggunakan metode pewarnaan. Sampel akar diambil secara acak sebanyak ±2 g dari setiap tanaman. Setelah itu, akar direndam dalam larutan KOH 10% kemudian dikukus di dalam water bath dengan suhu 800 C selama 10 menit. Akar dibersihkan dan direndam dalam larutan HCl 1 N dan kembali dikukus pada suhu 800C selama 5 menit. Selanjutnya, akar diwarnai dengan Tryphan Blue dan dikukus lagi pada suhu 800 C selama 5 menit. Akar yang telah diwarnai disusun pada gelas objek dan dipotong sepanjang 2 cm sebanyak 15 buah, kemudian ditetesi glycerol, ditutup dengan coverglass dan selanjutnya diamati di bawah mikroskop majemuk dan dihitung persentase infeksinya. Rumus untuk menghitung persentase infeksi akar adalah Infeksi akar (%) = ∑







× 100%



3.5.6 Serapan Hara P (g tanaman-1)



Brangkasan tanaman jagung yang sudah kering kemudian digiling hingga halus menggunakan hammer mill, selanjutnya ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam alat pengabuan. Proses pengabuan dilakukan pada suhu 3000 C selama 2 jam, kemudian suhu dinaikkan hingga 5000 C selama 4 jam. Setelah itu, abu dibiarkan semalaman hingga mencapai suhu ruangan. Abu yang sudah dingin kemudian



27 direndam dengan larutan HCl 1 N dan dididihkan. Larutan disaring ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diencerkan hingga 100 ml. Kandungan hara P tanaman diukur dengan menggunakan spektofotometer, dengan mengukur absorban ekstrak ditambah dengan pereaksi amonium molibdat pada panjang gelombang 800 nm. Berdasarkan kandungan P dalam tanaman, serapan hara P dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut Serapan hara P (g tanaman-1) = % P dalam jaringan tanaman × bobot berangkasan kering (g).



3.5.7 Analisis Tanah Akhir



Analisis tanah akhir dilakukan untuk mengetahui pH H2O tanah dengan metode elektrometrik dan kandungan C-organik tanah dengan metode Walkley & Black. Tanah yang dianalisis diambil secara komposit. Tanah dengan perlakuan yang sama dalam setiap ulangan dicampurkan hingga homogen kemudian diambil untuk dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah.



V. SIMPULAN DAN SARAN



5.1 Simpulan



Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Volume akar meningkat pada pemberian FMA 250 spora, sedangkan spora infeksi akar meningkat pada pemberian FMA 500 spora. 2. Tinggi tanaman, serapan hara P dan persen infeksi akar dipengaruhi oleh bahan organik. Pemberian bahan organik 40% memberikan hasil lebih tinggi terhadap pertumbuhan tanaman jagung, sedangkan tanpa pemberian bahan organik dan pemberian bahan organik 60% memberikan hasil lebih tinggi terhadap persen infeksi akar. 3. Interaksi antara FMA dan bahan organik meningkatkan tinggi tanaman pada usia 2 MST pada kombinasi perlakuan FMA tanpa bahan organik dan bahan organik tanpa FMA.



5.2 Saran



Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penggunaan bahan organik 40% meningkatkan pertumbuhan, hara P tanaman jagung, dan pH tanah sehingga tidak perlu dilakukan pengapuran pada tanah pasca penambangan galian C.



DAFTAR PUSTAKA



Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret pada tanggal 4 Januari 2003. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Bandar Lampung. 17 hlm. Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Departemen Pertanian. Bogor. 234 hlm. Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grave, and N. Malajezuk. 1996. Working with Mycorizas in Forestry and Agriculture. Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Canbera. Brundrett, M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Association. Biology review 79:473−495. Bustami, Sufardi, dan Bakhtiar. 2012. Serapan Hara dan Efisiensi Pemupukan Phosfat serta Petumbuhan Padi Varietas Lokal. J. Manajemen Sumberdaya Lahan. 1(2):159−170. Cumming, J. R., and J. Ning. 2003. Arbuscular Mycorrhizal Fungi Enchanced Aluminium Release from a Spodic Horizon Mediated by Organic Acids, Soil. Sci.Soc. Am. J. 54:1763−1767. Dermiyati. 2015. Sistem Pertanian Organik Berkelanjutan. Plantaxia. Jogjakarta. 106 hlm. Dewi, I .R. 2007. Peran, Prospek dan Kendala Dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Makalah. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Erlita dan Hariani, F. 2017. Pemberian Mikoriza dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays). Agrium. 20(3):268−272. Fagi, A. M. 2005.Menyikapi Gagasan dan Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Seri AKTP No. 1/2005.



54 Fahmi, A., Radjagukguk, B., dan Purwanto, B. H. 2009. Kelarutan Fosfat dan Ferro pada Tanah Sulfat Masam yang Diberi Bahan Organik Jerami Padi. J. Tanah Trop 14(2):119−125. Go, B. H. 1977. Peranan Pupuk. Bahan Penataran Staf Peneliti LPH Tahap II. 25−28 April 1977. Hadisumarno, P. 2009. Biologi Tanah Kajian Pengelolaan Tanah Berwawasan Lingkungan. Indonesia Cerdas. Yogyakarta. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm. Handayani, E. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L) terhadap Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan Perbedaan Waktu Tanam. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 63 hlm. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Pressindo Akademika. Jakarta. 248 hlm. Harieni, S., dan Minardi, S. 2013. Pemanfaatan Residu Penggunaan Pupuk Organik dan Penambahan Pupuk Urea Terhadap Hasil Jagung pada Lahan Sawah Bekas Galian C. J. Ilmu Tanah Dan Agroklimatologi. 10(1):37−44. Harley, J. L. and Smith, S. E. 2008. Mycorrhizal Symbiosis-3rd ed. Academic Press. Toronto. Hasibuan, D. S., Sabrina, T., dan Lubis, A. 2014. Potensi Berbagai Tanaman Sebagai Inang Inokulum Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung dan Kedelai di Tanah Ultisol. Jurnal Online Agroteknologi. 2(2):905−914. Hasibuan, P. M. 2006. Dampak Penambangan Bahan Galian Golongan C Terhadap Lingkungan Sekitarnya di Kabupaten Deli Serdang. J. Equality. 11(1):19 −23. Hutauruk, F. I., Simanungkalit, T., Irmansyah, T. 2012. Pengujian Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pupuk Fosfat Pada Budidaya Tanaman Sorgum (Shorgum bicolor (L.) Moench). J.Online Agroekoteknologi. 1(1):64−76. Invam. 2013. Classification of Glomeromycota. http://fungi.invam.wvu.edu/thefungi/classification.html. Diakses pada 21 Agustus 2017. ______2008. http://invam.wvu.edu/the-fungi/classification. Diakses pada 21 Agustus 2017. Khairuna, Syafruddin, dan Marlina. 2015. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskular dan Kompos Pada Tanaman Kedelai Terhadap Sifat Kimia Tanah. J. Floratek. 10:1−9.



55 Khan, A. G. 1975. Growth Effect Of VA-Mycorrhiza On Crops In The Field. pp. 419-435. In:F.E. Sanders, B. Mosse and P.B. Tinker (eds.). Endomycorrhizas. Academic Press, London. Kononova, M. M. 1961. Soil Organic Matter. Pergamon Press. Oxford. Lizawati, Kartika, E., Alia, Y., dan Handayani, R. 2014. Pengaruh Pemberian Kombinasi Isolat Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Ditanam pada Tanah Bekas Tambang Batubara. Biospecies 7(1):14−21. Lubis, S. 2008. Dinamika Populasi Jamur pada Tanah Ultisol Akibat Pemberian Berbagai Bahan Organik Limbah Perkebunan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 40 hlm. Mahi, A. K. 2013. Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penanggulangan Lahan (Soil Survey, Landuse Evaluation and Planning). Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung Margarettha. 2010. Pemanfaatan Tanah Bekas Tambang Batubara Dengan Pupuk Hayati Mikoriza Sebagai Media Tanam Jagung Manis. J. Hidrolitan 1(3):1−10. Mosse, B. 1981. Vesicular-Arbuscular Micorrhiza Research for Tropica. Agricultural Ress. Bull. Hawai. Inst. Tropica Agricultural and Human Resources. Musfal. 2008. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Terhadap Pemberian Pupuk Spesifik Lokasi Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan. ______ 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian 29(4):154 −158. Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya Jagung. J. Agronobis 2(3):42−49. Nurbaity, A., Herdiyantoro, D., dan Mulyani, O. 2009. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula. J. Biologi 13(1):7−11. Pioneer Indonesia. 2017. P27 Sehat Kuat. https://www.pioneer.com/web/site/ indonesia/ products/corn/ p27-gajah. Diakses pada 05 Mei 2017. Prabowo, A. Y. 2007. Budidaya Jagung. http://teknis-budidaya.com. Diakses tanggal 30 April 2016. Prasetyo, B. H., dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25(2):39−46.



56 Pulungan, A. S. S. 2013. Infeksi Fungi Mikoriza Arbuskular Pada Akar Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). J.Biosains Unimed. 25(1):43-46. Rahmawati, N. E. 2007. Dampak Pembukaan Lahan Hutan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus di Taman Wisata Alam Sibolangit Deli Serdang). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hlm. Ramadhan, M. F., C. Hidayat, dan S. Hasani. 2015. Pengaruh Aplikasi Ragam Bahan Organik dan FMA Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai (Capsicum Annum L.) Varietas Landung pada Tanah Pasca Galian C. J Agro 2(2):50 −57. Refliaty, Tampubolon G., dan Hendriansyah. 2011. Pengaruh Pemberian Kompos Sisa Biogas Kotoran Sapi Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Fisik Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Merill). J.Hidrolitan. 2(3):103−114. Rini, M.V. dan Indarto. 2004. Potensi Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskular Dalam Pengembangan Budidaya Tebu di Lahan Kering. Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi. (Proposal Penelitian). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 31 hlm. Salisbury, F. B and Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Terjemahan: Diah R. Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 173 hlm. Setiadi, Y. dan Setiawan, A. 2011. Studi Status Fungi Mikoriza Arbuskula di Areal Rehabilitasi Pasca Penambangan Nikel. (Studi Kasus) PT INCO Tbk. Sorowako. Sulawasi Selatan. J. Silvikultur Tropika. 3(1):88−95. Simanungkalit, R. D. M. 2004. Fungi Mikoriza Arbuskular di Bidang Pertanian. Dalam Prosiding Workshop Mikoriza Teknik Produksi Bibit Tanaman Bermikoriza. Bogor. Smith, S. E., and Read, D. 2008. Mycorrizal Symbiosis. 3rd ed. Academic Press. Oxford, UK. 769 hlm. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry : Genesis, Composition, Reaction. 2nd ed. John Wiley&Sons, Inc. New York. 496 hlm. Syekhfani. 1993. Peruntukan Lahan Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan C (Sedimen Lepas). Disajikan Dalam Lokakarya Petunjuk Teknis Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Bahan Galian Golongan C di Jawa Timur, di Hotel New Victory Batu, Malang, BAPEDALDA JATIM pada tanggal 28-30 Oktober 1993. 6 hlm. Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 232 hlm.



57 Suwarniati. 2014. Pengaruh FMA dan Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annus L.) Pada Lahan Kritis. Jurnal Biotik. 2(1):1−76. Tawakal, M. I. 2009. Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glicine max L.) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Sapi. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 62 hlm. Tim Puslitbang Tekmira. 2004. Penyusunan Data dan Pemetaan Sebaran Bahan Tambang di Kabupaten Cirebon. Laporan Akhir. Cirebon: Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Cirebon. Turjaman, M., dan D. E. A. 2013. Fungi Mikoriza Sebagai Input Teknologi Konservasi Jenis Tanaman Hutan Langka dan Rehabitilitasi Lahan Terdegradasi. Orasi Karya Ilmiah: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor. Utami, N. H. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biolgi Tanah Paska Tambang Galian C Pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan Pasir (Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Cirebon, Jawa Barat). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 93 hlm. Warisno, 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Widiastuti, H., Guhardja, E., Soekarno,N., Darusman, L. K., Goenadi, D. H., dan Smith, S. E. 2003. Optimasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskular Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita Pada Bibit Kelapa Sawit di Tanah Masam. Menara Perkebunan. 70(2):50−57. Wright, S. F., and Upadhyaya, A. 1996. Extraction of An Abundant and Unusual Protein From Soil and Comparison With Hyphal Protein of Arbuscular Mycorrhizal Fungi. Soil Science 161:575−586. Yusnaini, S. 2014. Pengelolaan Hara Fosfor Secara Biologis Kunci Pertanian Berkelanjutan. Lembaga Penelitian. Universitas Lampung