Sni 03 7065 2005 Plambing [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL



SKRIPSI



DINDA KUSUMA PUTRI L221 13 307



PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017



i   



PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL



Oleh: DINDA KUSUMA PUTRI



Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan



JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017



ii   



iii   



Riwayat hidup



Penulis lahir di Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 22 Mei 1995 dari pasangan Agus Harianto dan Dwi Yani Lestari sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Pertama kali mengenyam pendidikan formal di SDN 444 Bulu Datu’ dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Palopo dan pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Palopo. Pada tahun 2013 penulis berhasil diterima dengan jalur SBMPTN di program studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan,



Universitas



Hasanuddin.



Dalam



menjalani



aktivitas



sebagai



mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Mikrobiologi Perikanan. Penulis juga aktif dalam organisasi Aquatic Study Club of Makassar (ASCM) di bidang divisi Hubungan Masyarakat. Penulis menyelesaikan tugas akhir di fakultas ilmu kelautan dan perikanan departemen perikanan program studi budidaya perairan dengan judul penelitian : Pengaruh



Komposisi



Substrat



Terhadap



Pertumbuhan,



kandungan



Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.



iv   



ABSTRAK DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307. Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol. Dibawah bimbingan Rajuddin Syamsuddin sebagai Pembimbing Utama dan Hasni Yulianti Azis sebagai Pembimbing Anggota. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi substrat (pasir + pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral (abu) dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wadah penelitian yang digunakan yaitu sterofoam berukuran 38 cm x 25 cm dan diisi air 10 L dengan salinitas 30 ppt. Rumput laut uji yang di gunakan adalah jenis C.lentillifera yang berasal dari Desa Puntondo Kecamatan Manggara’ Bombang Kabupaten Takalar. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan masing-masing mempunyai 4 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang, 25% pasir + 75% pecahan karang, dan 50% pasir + 50% pecahan karang. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bahan uji pada suatu perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan C.lentillifera. Pertumbuhan C.lentillifera tertinggi diperoleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang yaitu sebesar 80,12 gr, sedangkan perlakuan terendah di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang yang di pelihara selama 30 hari. Data kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan abu yang di peroleh di analisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup C.lentillifera. Perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang memiliki kandungan karotenoid tertinggi senilai 1,545 ppm dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 1,485 ppm, kandungan serat tertinggi berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 5,7% dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang sebesar 5,03%, dan kandungan abu yang tertinggi di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 52,79% dan yang terendah berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang. Kata kunci : Caulerpa lentillifera, Kandungan abu, Kandungan karotenoid, Kandungan serat, Pertumbuhan.



v   



ABSTRACT



DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307.The Influence of Substrate Composition on Growth, Carotenoid, Fiber, Ash Content of Sea Grape (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) in Controlled Container. Under the Guidance of Rajuddin Syamsuddin as the Main Guide and Hasni Yulianti Azis as Member Guide. This study aims to find composition of the good substrate (sand+coral fragments) to produce seed growth, carotenoid content, fiber content, and mineral content (ash) from maximal Caulerpa lentillifera. This research was conducted in July - August 2017 at Brackish Water Aquaculture Center of Takalar, Mappakalompo Village of Galesong District of Takalar Regency, South Sulawesi Province. The research container used was styrofoam measuring 38 x 25 cm and filled with water 10 L with salinity 30 ppt. The test seaweedused was type C.lentillifera derived from Puntondo Village of Manggara' Bombang District of Takalar Regency. The study was designed using a completely randomized design (RAL) consisting of 3 treatments and each having 4 replications. The tested treatments were substrate composition 75% sand + 25% coral fragments, 25% sand + 75% coral fragments, and 50% sand + 50% coral fragments. The result of variance analysis (ANOVA) showed that the test material at a different treatment gave a significant effect on the growth of C.lentillifera. The highest growth of C.lentillifera was obtained in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments that is inthe amount of80,12 g, whereas the lowest treatment was obtained at treatment of substrate composition 50% sand + 50% of coral fragments which maintained for 30 days. Carotenoid content data, fiber content, and ash content obtained were analysed descriptively on the viability of C.lentillifera. Treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragments had the highest carotenoid content of 1,545 ppm and the lowest was in the treatment of substrate composition 75% sand + 25% coral fragments inthe amount of 1.485 ppm, the highest fiber content was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragmentsinthe amount of5.7% and the lowest was in the treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragmentsinthe amount of5.03%, and the highest ash content obtained was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments in the amount of 52.79% and the lowest was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% of coral fragments. Keywords:Caulerpa lentillifera, Ash content, Carotenoid content, Fiber content, Growth.



vi   



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum wr.wb. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat-Nya, Shalawat



dan salam juga



tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW. Alhamdulillah atas izin dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis lakukan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dari bulan juli sampai Agustus 2017. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menemukan berbagai rintangan dan kesulitan, namun berkat pertolongan Allah swt, kerja keras dan dorongan dari berbagai pihak menjadikan semua kesulitan itu menjadi anugerah yang harus penulis syukuri. Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya: 1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Ibunda Dwi Yani Lestari



Alm Agus Harianto dan



yang selalu memberikan dukungan sekaligus



penyemangat serta Doanya kepada penulis. 2. Kepala



Balai



Perikanan



Budidaya



Air



Payau



(BPBAP)



Takalar



Bapak Ir. Nono Hartanto, M.Aq yang telah memberikan fasilitas yang baik selama dalam pelaksanaan penelitian.



vii   



3. Pembimbing Lapangan Bapak Imam Sudrajat fasilitas yang baik dan membimbing saya



yang telah memberikan



selama dalam pelaksanaan



penelitian. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Alexander Rantetondok selaku Pembimbing Akademik dan sebagai penguji yang telah banyak memberi nasehat serta masukan kepada penulis. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin Syamsuddin, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan Ibu Dr.Ir. Hasni Yulianti Azis, MP selaku pembimbing anggota yang selama ini dengan sabar mendukung, memberikan petunjuk serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Ir. Muhlis Syamsuddin, MP dan Ibu



Ir. Badraeni, MP selaku



Penguji yang telah banyak memberikan saran serta masukan pada skripsi ini. 7.



Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu



8. Kepada Saudara saya Ika Diani Oktarina, Ananda Nadila Septilia, dan Dicky Riski Febrian yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada



saya.



9. Kepada teman seperjuangan saya Nirmala dan Nurhana sekaligus sahabat yang selalu menemani dalam suka maupun duka. 10. Terimah kasih yang tak terhingga buat teman yang sudah seperti saudara saya Windasari,Sitti Rahma, Nengsi Karmila, dan Yunita Baharuddin. 11. Terimah kasih yang tak terhingga buat sahabat-sahabat saya Hardiati Marding, Agustina, Sarnita, Anggun Canrika, Julianti, Fitri, Sri Kuspiati dan Wisnu wardhana, serta teman-teman Pengurus Aquatic Study Club Makassar, BDP #13, KKN 93 Desa papanloe, Penghuni Kos 3 Pintu, dan



viii   



Penghuni Villa Bojo, yang senantiasa memberi dukungan, semangat, nasehat dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.



Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kesalahan baik dari segi penyusunan dan tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun guna melengkapi dan menyempurnakan skripsi ini. Atas semua perhatian dari segala pihak, penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.



Makassar,



November 2017



Dinda Kusuma Putri



ix   



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................



i



HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................



iii



RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................



iv



ABSTRAK .......................................................................................................



v



ABSTRACT ....................................................................................................



vi



KATA PENGANTAR .......................................................................................



vii



DAFTAR ISI ....................................................................................................



x



DAFTAR GAMBAR ........................................................................................



xi



DAFTAR TABEL .............................................................................................



xiii



DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................



xiv



I. PENDAHULUAN .........................................................................................



1



A. Latar Belakang ........................................................................................



1



B. Tujuan dan Kegunaan .............................................................................



4



II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................



5



A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi .......................................



5



B. Sistem Reproduksi ...............................................................................



8



C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis .........................................................



8



D. Karotenoid, Serat, dan Abu ..................................................................



10



E. Kualitas Air ............................................................................................



12



III. METODE PENELITIAN .............................................................................



16



A. Waktu dan Tempat ................................................................................



16



B. Alat dan Bahan ......................................................................................



16



C. Persiapan Bibit ......................................................................................



16



D. Wadah dan Media .................................................................................



17



E. Penanaman Bibit ...................................................................................



18



F. Pemeliharaan .......................................................................................



18



G. Perlakuan, Tata Letak, dan Rancangan Percobaan .............................



19



H. Pengukuran Peubah .............................................................................



20



I. Analisis Data ...........................................................................................



23



x   



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................



24



A. Pertumbuhan Mutlak ............................................................................



24



B. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian .......................................................



26



B. Kandungan Karotenoid ..........................................................................



27



C. Kandungan serat ...................................................................................



29



D. Kandungan abu .....................................................................................



30



E. Parameter Kualitas Air ..........................................................................



31



V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................



34



A. Kesimpulan ............................................................................................



34



B. Saran .....................................................................................................



34



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



xi   



DAFTAR GAMBAR



Nomor



Teks



Halaman



1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian...........



17



2. Wadah Penelitian .......................................................................................



18



3. Tata Letak Wadah Penelitian .....................................................................



19



4. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera ............................



24



5. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Spesifik Harian C.lentillifera ..............



26



6. Histogram Kandungan Karotenoid C.lentillifera..........................................



27



7. Histogram Kandungan Serat C.lentillifera ..................................................



29



8. Histogram Kandungan Abu C.lentillifera.....................................................



30



xii   



DAFTAR TABEL



Nomor



Teks



Halaman



1. Alat yang digunakan dalam penelitian ......................................................



16



2. Bahan yang digunakan dalam penelitian..................................................



16



8. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air C. lentillifera ...........................



31



xiii   



DAFTAR LAMPIRAN



Nomor



Teks



Halaman



1. Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera .............................................................



38



2. Analisis ragam pertumbuhan bobot mutlak C. lentillifera ...........................



38



3. Uji lanjut w-Tuckey Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera ..............................



39



4. Laju pertumbuhan spesifik harian C. lentillifera .........................................



40



5. Analisis ragam pertumbuhan spesifik C. lentillifera .................................. 6. Data Kualitas Air C. lentillifera ..................................................................



40 41



xiv   



I.



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Rumput laut (Seaweed) merupakan nama dalam dunia perdagangan internasional untuk jenis-jenis makro alga. Rumput laut merupakan makro alga yang termasuk dalam divisi Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun serta akar. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dan merupakan salah satu komoditi laut yang sangat populer dalam perdagangan dunia, karena pemanfaatannya yang demikian luas dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, obat-obatan dan bahan baku industri (Indriani dan Sumiarsih, 1991). Menurut Yatimah (2007, dalam Pong-Masak et al, 2007), Caulerpa merupakan salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial untuk di budidayakan karena telah dikenal dan digemari oleh sebagian masyarakat. Dinegara Jepang dan Filiphina Caulerpa dijadikan sebagai salah satu komoditas perikanan budidaya. Maslukah et al. (2004) menyatakan bahwa Caulerpa mengandung iodium 480,665 µg dalam 100 gr berat basah. Kandungan iodium ini lebih tinggi di bandingkan jenis yang lain yaitu: Glacilaria gigs, G.verrucosa, Sargassum sp. dan Eucheuma cottoni. Unsur ini di perlukan oleh manusia untuk perkembangannya. Selanjutnya di Jepang dan Filiphina, Caulerpa dimanfaatkan sebagai substansi yang memberikan efek anastesik dan sebagai bahan campuran untuk obat anti jamur (Sengkey, 2000 dalam Pong-Masak et. al., 2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan atau yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas Caulerpa lentillifera salah satunya adalah cahaya



1   



karena Caulerpa lentillifera merupakan alga hijau yang melakukan proses fotosintesis untuk tumbuh. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap spesies rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang berbeda-beda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda untuk tercapainya prosese fotosintesa yang optimal. Proses fotosintesa yang optimal, pada akhirnya akan berpengaruh langsung terhadap seluruh proses biologis dari rumput laut tersebut, seperti pertumbuhan, kandungan serat, kandungan abu, maupun kandungan karotenoidnya. Karotenoid utama pada alga hijau diantaranya β karoten, lutein, violaxanthin, antheraxanthin, zeaxanthin, dan neoxanthin (Burtin, 2003). β karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid C40dan tetraternoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang melakukan fotosintesis. Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006). Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia.



2   



Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber (serat kasar) sangat bermanfaat bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal, 2010). Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. Unsur-unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti fosfat, sulfat, nitrat dan klorida. Prospek budidaya Caulerpa lentillifera yang dikaji oleh BPBAP Takalar dan FIKP Universitas Hasanuddin saat ini cukup menjanjikan. Dengan serapan pasar lokal saat ini, dampak spesies rumput laut Caulerpa lentillifera telah memberikan keuntungan bagi para pembudidaya tambak di Sulawesi Selatan dan di harapkan bahwa Caulerpa lentillifera di masa mendatang dapat menjadi komoditas unggulan di mancanegara. Metode budidaya Caulerpa lentillifera masih banyak menghadapi kendala apabila dibudidayakan di tambak seperti cuaca buruk,hama dan penyakit. Tetapi apabila di budidayakan pada wadah terkontrol kendala utama yaitu tidak adanya arus air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan C.lentillifera dan pengontrolan kualitas air yang harus di lakukan secara rutin serta di dukung dengan adanya substrat yang baik yaitu pasir + pecahan karang yang dikemukakan oleh Supriadi (2010) yang telah melakukan penelitian sebelumnya. Melihat hasil penelitian dari peneliti sebelumnya substrat yang baik untuk budidaya lawi-lawi yaitu pasir + pecahan karang maka perlu di lakukan



3   



penelitian berlanjut dan percobaan tentang budidaya rumput laut jenis Caulerpa menggunakan substrat yang telah ditentukan dengan beberapa komposisi substrat budidaya yang berbeda untuk menentukan komposisi substrat yang dapat memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik serta dapat mengetahui kandungan serat, kandungan abu, dan kandungan karotenoidnya yang bermanfaat bagi manusia. B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian



ini



bertujuan



untuk



menemukan



komposisi



substrat



(pasir+pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral(abu) dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat melanjutkan penelitian sebelumnya mengenai kandungan substrat yang baik yaitu pasir+pecahan karang dengan menentukan komposisinya sehingga dapat menjadi sebagai sumber informasi yang lebih tentang teknologi budidaya Caulerpa lentillifera untuk menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir.



4   



II.



TINJAUAN PUSTAKA



A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi 1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi dari rumput laut C.lentillifera menurut Dawson (1946) diacu dalam Soegiarto et.al.(1978) adalah sebagai berikut: Kingdom



: Plantae



Divisi



: Chlorophyta



Kelas



: Chlorophyceae



Ordo



: Caulerpales



Family



: Caulerpaceae



Genus



: Caulerpa



Spesies



: Caulerpa lentillifera J.Agardh (1873)



C.lentillifera adalah salah satu spesies dari golongan alga hijau yang pada umumnya memiliki talus yang menyerupai buah anggur, berwarna hijau cerah, sedikit mengkilap, dan berstektur lembut (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009). Ciri secara umum dari Caulerpa adalah keseluruhan tubuhnya terdiri dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon yang mempunyai rhizoid sebagai alat pelekat pada substrat serta bagian yang tegak. Bagian yang tegak di sebut asimilator karena mempunyai klorofil. Stolon dan rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke jenis, sedangkan asimilator mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung jenisnya (Saptasari,2010). Marga Caulerpa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat karang mati, pecahan karang mati, pasir – lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap 5   



kekeringan, tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut terendah dan masih tergenang oleh air (Kadi dan Atmaja,1988). C.lentillfera



umumnya



tumbuh



pada



daerah



terumbuh



karang,



menempel pada substrat karang atau pasir-rubble pada kedalaman lebih dari 50 meter dan terkadang juga dapat ditemukan di perairan dangkal yaitu di daerah laguna berlumpur. Dalam kaitannya dengan toleransi terhadap salinitas, C.lentillifera merupakan tumbuhan laut yang bersifat stenohaline dan tidak berkembang di daerah yang memiliki salinitas kurang dari 25 ppt artinya bahwa C.lentillifera tidak dapat bertahan hidup di air tawar. Umumnya, rumput laut ini dapat mentolerir salinitas berkisar 25-35 ppt pada suhu air dapat berkisar antara 25o-30o(Seaweed Industry Association,2014). Alga ini merupakan komoditas asli yang berasal dari daerah tropis di Samudra Hindia dan Pasifik, meskipun juga ditemukan sebagai spesies invasif di bagian lain dari Pasifik seperti pantai California dan Hawai. C. Lentillifera mayoritas ditemukan di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Jepang, dan Papua Nugini. Selain itu juga terdistribusi di sepanjang Pantai Timur Afrika (Afrika Selatan, Mozambik, Madagascar, Tanzania, Kenya, Mauritius, Somalia) (Seaweed Industry Association,2014). 2. Karakteristik Biologi 



Substrat



Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana alga laut C.lentillifera dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran alga C.lentillefera laut kepadatannya di suatu perairan tergantung pada tipe substrat, musim dan komposisi jenis. Menurut Mubarak dan Wahyuni (1961) jenis-jenis substrat yang dapat ditumbuhi oleh alga laut adalah pasir, lumpur dan pecahan karang. Tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan alga laut adalah campuran pasir,karang, dan pecahan karang. 6   



Nontji (1993) menyatakan bahwa sedikitnya alga laut yang terdapat pada perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan karena terbatasnya benda keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya sebagai tempat melekatnya alga laut, pada dasar perairan. 



Kemampuan membelah diri



Implikasi ekologi dari reproduksi membelah diri adalah adanya gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi Caulerpa yang baru. Kesuksesan penyebaran melalui fragmentasi tampaknya menjadi faktor kritis bagi spesies Caulerpa untuk mengkolonisasi area yang baru (Smith 1999 dalam Supriadi 2010). 



Kemampuan mengambil nutrien dan sedimen



Tidak seperti kebanyakan makroalga, yang menempel pada sedimen dan mengambil nutrient dari kolom air,spesies dari genus Caulerpa memiliki rhizoid yang dapat masuk ke dalam sedimen dan mengambil nutrient dari sedimen.



Rhizoid



dari



Caulerpa



yang



menyerupai



akar



dari



tanaman



berpembuluh dapat secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari substrat (Chisholm dkk, 1996 dalam Supriadi,2010). Kemampuan mengakses nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi kompetitor unggulan di lingkungan yang miskin nutrient (Williams,1984 dalam Supriadi,2010). 



Kemampuan mentolerir temperatur air yang rendah



Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas baik di perairan tropis ataupun subtropis. Kemampuan spesies Caulerpa untuk



7   



bertahan pada temperatur yang relatif rendah menyebabkan spesies ini dapat mengeksploitasi tempat hidup yang baru jika mereka diintroduksi (Silva,2003). 



Sedikitnya predator



Vetebrata dan invertebrata di daerah subtropis ditemukan mudah sekali terkena senyawa toksik dari Caulerpa sehingga predator tidak dapat memangsa Caulerpa (Paul,1986). B. Sistem Reproduksi Caulerpa lentillifera merupakan jenis alga yang berkembang biak secara aseksual (vegetatif). Sedangkan untuk pertumbuhannya, Caulerpa sp. akan menunjukkan peningkatan ketika kepadatan meningkat (Piazzi, dkk., 2002). Reproduksi secara vegetasi menurut Meiyana dkk, (2001) proses perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa melalui perkawinan, setiap bagian cabang rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi tanaman rumput laut yang mempunyai sifat seperti induknya, atau perkembangbiakannya bisa dilakukan dengan cara menstek cabang tanaman dengan syarat, potongan cabang-cabang rumput laut tersebut merupakan thallus yang muda, masih segar, berwarna cerah dan mempunyai percabangan yang banyak, tidak tercampur lumut atau kotoran, serta bebas atau terhindar dari penyakit. C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap



laju



fotosintesis.



Rumput



laut



melakukan



fotosintesis



untuk



mendapatkan energi, sehingga cahaya merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan



(Dawes,



1981).



Keberhasilan tanaman



menyerap



cahaya



tergantung pada intensitasnya. Cahaya yang masuk ke dalam perairan, akan ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas tumbuhan. Sintesis klorofil



8   



sangat di pengaruhi oleh cahaya. Apabila tanaman disinari dengan cahaya yang cukup maka pembentukan klorofil akan lebih sempurna (Carter, 1996). Dawes (1981) mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan alga secara langsung dikontrol oleh cahaya. Cahaya memegang peranan yang sangat penting bagi alga dalam menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Alga tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya cahaya yang cukup, sehingga pertumbuhan alga di suatu perairan dibatasi oleh daerah dimana cahaya matahari masih dapat di jumpai. Selain



itu,



penurunan



intensitas



cahaya



dapat



mengakibatkan



peningkatan aktifitas respirasi pada organisme berklorofil yang lebih besar dari pada fotosintesis, sehingga dapat mengurangi bobotnya (Gardner, 1995). Namun, peningkatan intensitas cahaya melebihi batas optimum diduga dapat mempengaruhi suhu lingkungan, sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis rumput laut seperti respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes,1981). Rumput laut jenis Caulerpa lentillifera mensitesa bahan anorganik menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari, sehingga cahaya dianggap merupakan syarat mutlak dalam proses sintesa makanannya. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap spesies rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang berbedabeda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda untuk tercapainya prosese fotosintesa yang optimal. Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat menggunakan energi matahari yang ditangkap melalui reaksi kompleks dan melibatkan banyak molekul makro dan mikro. Fotosintesis pada Caulerpa terjadi pada organel khusus yaitu pada kloroplas (Toha, 2001). Dimana terdapat grana yang melebar 9   



menjadi membran tilakoid. Pada membran tilakoid mengandung banyak lipid, protein dan molekul zat warna atau pigmen fotosintetik. Pigmen fotositetik berfungsi dalam penyerapan cahaya yang kemudian mengubahnya menjadi bentukan-bentukan yang berguna dalam proses fotosintesis (Ackerman, dkk., 1988). Hal ini didukung oleh pernyataan Aslan (1998) bahwa pigmen fotosintetik yang menentukan warna pada alga antara lain klorofil (a,b, dan c), karoten, phycoerythrin dan pycocyanin. Semua ganggang memiliki klorofil A yang terdapat disemua organisme fotosintetik selain bakteri fotosintetik. Klorofil B,C,D dan E yang dibedakan sesamanya oleh perbedaan yang kecil dalam struktur molekulnya, dan pada gilirannya hal-hal tersebut menentukan panjang gelombang cahaya yang dapat di serap oleh setiap tipe klorofil sebagai energi, ada dua macam karotenoid, yaitu karoten dan santofil (Aslan, 1998). D. Karotenoid, Serat, dan Abu Karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang tersebar luas diseluruh bagian tanaman. Karotenoid umumnya berlokasi di dalam sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa tersebut bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap warna merah,orange dan kuning pada daun, buah dan bunga ( Delgado-Vargas dkk 2000 dalam Yuan 2006). Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006). Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi 10   



radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan



kesehatan,



mempengaruhi



regulasi



pertumbuhan



sel



dan



memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin (Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010). Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal, 2010). Salah satu bahan makanan yang merupakan sumber serat adalah rumput laut. Menurut Chaidir (2007) kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering. Menurut Venugophal (2010), mayoritas nilai nutrisi yang ada di rumput laut adalah kadar abu dengan jumlah (antara 8,4-43,6% DW). Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element (Mayer et al.,2011). Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makromineral dantrace element (Mayer et al.,2011). Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik. Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi 11   



merupakan unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsur-unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. E. Kualitas Air Kualitas air yang baik sebagai media tumbuh harus memenuhi syarat yang layak huni atau sesuai dengan kebutuhan organisme, dimana air yang digunakan dapat membuat tumbuhan alga dapat bertahan hidup dan melakukan pertumbuhan di dalamnya. Dalam pemeliharaan



Caulerpa, faktor lingkungan



yang baik dapat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar pertumbuhannya optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk proses pertumbuhan diantaranya faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu suhu,salinitas,pH,Nitrat (NO3), Posfat (PO4), amoniak (NH3), dan karbondioksida (CO2). 1. Suhu Rumput laut laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, karena itu rumput laut hanya dapat tumbuh pada perairan dengan kedalaman tertentu di mana sinar matahari dapat sampai kedasar perairan. Puncak laju fotosistesis terjadi pada intensitas cahaya yang tinggi dengan temperatur antara 20-28 oC, namun masih ditemukan tumbuh pada temperatur 31 oC (Ismail dkk., 2002). Menurut Luning (1990) secara fisiologis, suhu rendah mengakibatkan aktifitas biokimia dalam tubuh thallus berhenti, sedangkan suhu yang terlalu



12   



tinggi akan mengakibatkan rusaknya enzim dan hancurnya mekanisme biokimiawi dalam thallus makroalga. Temperatur lingkungan berperan penting dalam proses fotosintesis, dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi temperatur, maka akan semakin sistematik hasil fotosintesisnya (Lee, dkk., 1999). Temperatur air juga mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes, 1981). Lebih jauh di jelaskan oleh Dawes (1981) bahwa rumput laut mempunyai kisaran temperatur yang spesifik karena adanya enzim pada rumput laut yang tidak dapat berfungsi pada temperatur yang terlalu dingin maupun terlalu panas. 2. Salinitas Salinitas menggambarkan kandungan garam-garam yang terlarut dalam air, yang membedakan jenis air menjadi tawar, asin dan payau dan merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter. Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting dalam memacu laju pertumbuhan biota yang dipelihara (Soetomo, 1988). Lunning (1990) menyatakan bahwa salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis. Kenaikan salinitas menyebabkan stress dan percepatan plasmolisis sel rumput laut yaitu rumput laut kehilangan air karena tekanan terus berkurang sampai disuatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran sel sehingga rumput laut menjadi layu. 3.



Derajat Keasaman (pH)



Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuhan air sehingga digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau



13   



buruknya suatu perairan (Asnawi, 1996). Derajat keasaman (pH) merupakan faktor kimia yang menentukan pertumbuhan Caulerpa. Aslan (1998) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktorfaktor lainnya. pH adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan sifat asam atau basa suatu perairan. pH mempengaruhi tingkat pemisahan ion organik dan anorganik sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrien dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut yang di budidayakan. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologi seperti fotosintesis dan respirasi organisme, temperatur, dan keberadaan in-ion dalam perairan tersebut (Pescod,1973). Kondisi pH yang dapat di toleransi oleh alga adalah berkisar antara 7,3-8,2 (Susanto dkk.,2001). 4. Nitrat Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kadar nitrat yang dapat di toleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,09 -3,5 ppm (Atmadja, 1996). 5. Fosfat Dapat dikatakan bahwa kekurangan fofat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk tanaman alga, dibandingkan dengan bila kekurangan nitrat di perairan. Dilain pihak fosfat walaupun ketersediaannya dalam perairan sering melimpah dalam bentuk berbagai senyawa fosfat namun hanya dalam bentuk ortofosfat (PO42-) yang dapat di manfaatkan langsung oleh tanaman akuatik (Fritz, 1986). Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum bagi alga dipengaruhi oleh senyawa nitrogen. Batas tertinggi konsentrasi fosfat akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam amonium. Sebaliknya jika nitrogen dalam



14   



bentuk nitrat, konsentrasi tertinggi fosfat yang diperlukan akan lebih tinggi. Batas terendah konsentrasi untuk pertumbuhan optimum alga laut berkisar antara 0,018-0,090 ppm P-PO4 apabila nitrogen dalam bentuk nitrat, sedangkan bila nitrogen dalam bentuk amonium batas tertinggi berkisar pada 1,78 ppm P-PO4 (Fritz, 1986) 6. Amonium Pasokan unsur hara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Unsur hara dapat diserap seperti nitrogen dapat diserap oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat, dimana amonium lebih disukai dari pada nitrat. Sumber amonium dalam perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi organik (Effendi,200). Menurut Andaris (1992), bahwa kadar amonium yang baik untuk untuk kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0,01 – 0,56 ppm. 7. CO2 Karbon dioksida CO2 yang di hasilkan oleh tanaman melalui proses fotosintesis juga segera dapat terikat dengan unsur hidrogen membentuk asam bikarbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa yang berperan pada sifat buffer air laut dalam mencegah perubahan atau fluktuasi pH diperairan (Rusliani, 2011).



15   



III.



METODE PENELITIAN



A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Juli 2017 - 05 Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar sebagai lokasi pemeliharaan Caulerpa lentillifera. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian No Nama Alat Kegunaan 1. Styrofoam Sebagai wadah penelitian Caulerpa lentillifera 2. Mistar Pengukur panjang serta lebar styrofoam 3. Selang aerasi Sebagai saluran oksigen 4. Sambungan selang Sebagai penyambung selang 5. Batu aerasi Sebagai penyuplai oksigen 6. Timbangan elektrik Untuk menimbang Caulerpa lentillifera 7. Thermometer Untuk mengukur suhu 8. pH meter Untuk mengukur pH air 9. Refractometer Untuk mengukur kadar garam/ salinitas air 10. Baskom/ember Untuk pergantian air 11. Bak fiber Untuk penampungan air laut 12. Kamera Untuk pengambilan dokumentasi



Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama Bahan Kegunaan 1. Tisu Sebagai pembersih alat/meresapkan air 2. Kertas label Penanda perlakuan 3. Air laut Sebagai media 4. Pecahan karang Sebagai substrat 5. Pasir Sebagai substrat 6. Caulerpa lentillifera Sebagai bahan penelitian



C. Persiapan Bibit Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lawi-lawi Caulerpa lentillifera yang diambil langsung dari tambak pembudidaya di Laikkang



16   



Kabupaten Takalar. Untuk menjaga kesegaran, bibit dimasukkan kedalam bak pemeliharaan lawi-lawi di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar demi untuk memperbaiki kualitas dan mutu bibit. C.lentillifera yang digunakan memiliki umur yang sama serta memiliki massa basah dan kondisi yang sama seperti pada (Gambar 1).



Gambar 1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian D. Wadah dan Media Wadah yang digunakan pada metode percobaan ini adalah styrofoam yang berukuran 38 cm x 25 cm (Gambar 2). Sebelum pengisian substrat terlebih dahulu stirofoam dicuci menggunakan air laut kemudian diisi dengan masingmasing komposisi substrat dasar (pasir dan pecahan karang) yang berbeda dan telah di cuci terlebih dahulu serta direndam beberapa saat menggunakan larutan klorin kemudian di cuci kembali menggunakan air laut lalu di rendam menggunakan air laut yang di beri aerasi selama 24 jam agar sisa klorin dalam pasir menguap kemudian pasir di cuci kembali dan di jemur menggunakan panas sinar matahari.



17   



Gambar 2. Wadah penelitian Air yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air yang dipompa langsung dari laut melalui sistem sumur baru dimasukkan pipa ke dalam galian tersebut yang sudah di bungkus dengan saringan ijuk pada ujung pipa, terus dialirkan melewati filter fisik dan kemudian di tampung ke tandon. E. Penanaman Bibit Penanaman bibit dilakukan pada waktu pagi hari, untuk menjaga kestabilan suhu didalam wadah. Sebelum ditebar terlebih dahulu dipilah-pilah lalu ditimbang hingga mencapai bobot 81 gram dengan menggunakan alat timbangan elektrik. Sebagaimana pada metode pembibitan Glacillaria atau cottoni, bibit bisa diperoleh juga dari tanaman lawi-lawi yang berumur minimal 20 hari dari petambak. F. Pemeliharaan Lawi-lawi yang sudah ditebar di dalam suatu wadah secara rutin dikontrol untuk mengetahui kondisi perkembangannya, begitu juga kondisi kualitas air dicek secara rutin dan perlu diketahui bahwa pada salinitas dibawah 20 ppt warna akan berubah menjadi kuning dan lama kelamaan akan menyebabkan kematian massal. Sehingga harus dijaga serta dipastikan salinitas/kadar



18   



garamnya dipastikan diatas 25 ppt, pergantian airnya dilakukan satu kali dalam dua hari terlebih dahulu air di dalam sterefoam dikeluarkan sebanyak 80% dengan cara di siffon menggunakan selang yang berukuran kecil lalu kemudian air yang baru dimasukkan ke dalam styrofoam menggunakan selang kecil. G. Perlakuan, Tata letak dan Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan setiap perlakuan masing-masing 4 ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan percobaan. Perlakuan yang digunakan ini yaitu komposisi substrat yang terdiri dari pasir + pecahan karang yang yang berbeda yang diambil dari lokasi 3 Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Total komposisi substrat yang digunakan yaitu sebanyak 1000 gram dan terlebih dahulu di timbang menggunakan timbangan sebelum di masukkan ke dalam wadah sterofoam. Komposisi substrat yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah sebagai berikut: A. Pasir + Pecahan karang = 75%+25% (750 gr + 250 gr) B. Pasir + Pecahan karang = 25%+75% (250 gr + 750 gr) C. Pasir + Pecahan karang = 50%+50% (500 gr + 500 gr) Berikut tata letak perlakuan selama penelitian pada (Gambar 3).



A1 



C2



A4



B2 



B4



A2



C3 



B1



C1



CA 



A3



B3



Gambar 3. Tata letak wadah perlakuan



19   



H. Pengukuran Peubah 



Pengukuran Pertumbuhan Pengukuran pertumbuhan thallus lawi-lawi Caulerpa lentillifera dilakukan



setiap dua minggu sekali dengan cara thallus diangkat dari wadah lalu ditiriskan di atas tisu selama kurang lebih 1 menit agar air yang ada pada lawi-lawi meresap pada tisu. Setelah itu lawi-lawi Caulerpa lentillifera ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik dan di ukur panjang tallusnya menggunakan mistar. 



Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan



mutlak



Caulerpa



lentillifera



ini



di



hitung



dengan



menggunakan rumus Effendi (1997), yaitu: W



= Wt – Wo



Keterangan: W Wt Wo 



= pertumbuhan mutlak (g) = bobot akhir pengukuran (g) = bobot awal lawi-lawi (g)



Laju Pertumbuhan Spesifik Mingguan Laju pertumbuhan spesifik mingguan lawi-lawi dihitung dengan, rumus



yang di kemukakan oleh fortes (1999).



SGR =



×100



Keterangan: SGR Wt Wo t 



= laju pertumbuhan mingguan lawi-lawi (%hari) = bobot awal lawi-lawi (g) = bobot akhir lawi-lawi (g) = lama pemeliharaan lawi-lawi (hari)



Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu dilakukan satu kali yakni pada



akhir penelitian dengan cara mengambil sampel lawi-lawi Caulerpa lentillifera



20   



tersebut kemudian dimasukkan kedalam wadah yang telah disediakan kemudian dibawah ke laboratorium untuk dilakukan pengukuran. Kadar Karotenoid Pada Caulerpa Pengukuran kadar karotenoid pada caulerpa dilakukan dengan cara mengambil sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel untuk dilarutkan



dengan larutan aseton sebanyak 10 mL. Selanjutnya di shaker



selama 20 menit dengan kecepatan 200 rpm, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu dilakukan proses centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Nilai absorbansi ekstrak karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm. Pengukuran kadar Karotenoid dilakukan sebelum dan sesudah pengkayaan. Konsentrasi karotenoid dihitung dengan menggunakan formula menurut Shahidi dkk., (1997) sebagai berikut :











%











Keterangan : C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm) V = Volume ekstrak (ml) E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standart dalam aseton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200 B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah) Kadar Serat pada Caulerpa Pengukuran Serat pada Caulerpa dilakukan dengan cara mengambil sampel kemudian ditimbang kurang lebih 0,5 gram ke dalam gelas piala setelah itu tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N refluks selama 30 menit. Tambahkan 15 mi NaOH 1,5 N refluks selama 30 menit kemudian saring ke dalam sintered glas no. 1 sambil diisap dengan pompa vacuum setelah itu cuci berturut-turut dengan 50 21   



cc air panas, 50 cc H2SO4 o,3 N, 50 cc air panas dan 50 cc alkohol setelah itu keringkan dalam oven selama 8 jam atau dibiarkan bermalam dan di dinginkan dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (a’ gram). Abukan dalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 500 0C biarkan agak dingin kemudian masukkan dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (b gram). Perhitungan :























%



Keterangan: a = sintered glass setelah di oven dan desikator b = sintered glass dari tanur + desikator Pengukuran Serat Abu Cawan perselin bersama contoh dalam penetapan kadar air dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 0C kemudian dibiarkan selama 3 jam sampai menjadi abu betul (untuk mempercepat proses pengabuan sekali-kali tanur dibuka) dibiarkan agak dingin selama 30 menit setelah itu masukkan ke dalam eksikator selama ½ jam kemudian timbang (d gram). Kadar abu di hitung menggunakan rumus,



%







%



Keterangan: a = berat cawan kosong pada penetapan kadar air b = berat cawan + contoh pada penetapan kadar air d = cawan + sampel setelah tanur 



Pengukuran Kualitas Air Dilakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai data penunjang



seperti salinitas yang diukur menggunakan alat Refractometer, pH diukur dengan



22   



menggunakan alat pH meter, Suhu air diukur dengan alat termometer. Pengukuran ini akan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi 06.00 dan pada waktu siang 14.00 terutama pada saat akan dilakukan pergantian air. Sedangkan CO2, NH3, NO3, dan PO4 diukur pada awal dan akhir penelitian dan dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas.



I.



Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA),



dilanjutkan dengan uji lanjut W-Tukey. Hasil yang diperlihatkan menunjukkan pengaruh yang nyata, sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji W-Tukey. Sebagai alat bantu untuk uji statistik tersebut di gunakan piranti lunak program SPSS versi 16.0. Adapun parameter karotenoid, serat, abu, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan pertumbuhan Caulerpa lentillifera.



23   



IV.



HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan mutlak (Lampiran 1) rumput laut C.lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan rata-rata pertumbuhan mutlak C.lentillifera yang di pelihara selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4.



Rata‐Rata Pertumbuhan (gr)



Pertumbuhan Mutlak  90 80 70 60 50 40 30 20 10 0



80,12 ± 21,58  63,42 ± 10,03 48,52 ± 11,93 



Pasir 75% + Pecahan Karang 25%



Pasir 25% + Pecahan Karang 75%



Pasir 50% + Pecahan Karang 50%



Perlakuan Caulerpa lentillifera



Gambar 4. Histogram rata-rata pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian. Hasil analisis ragam (ANOVA) (Lampiran 2), terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan yang di hasilkan berbeda nyata untuk perlakuan pada taraf 5 % (P0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan komposisi substrat 26   



berbeda yang di cobakan memberi pengaruh yang sama terhadap tingkat pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai hasil rata-rata pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera memiliki nilai yang yang berbeda-beda pada setiap perlakuan, pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% memiliki nilai yang tertinggi yaitu 14,44%, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% dengan nilai 13,91%, sedangkan nilai pertumbuhan spesifik harian terendah yaitu terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan karang 50% dengan nilai 12,86%. C. Karotenoid Data hasil analisis kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.



Kandungan Karotenoid (ppm)



Karotenoid 1,56 1,54 1,52 1,5 1,48 1,46 1,44



1,545 1,529 1,485



Pasir 75% + Pecahan Karang 25%



Pasir 25% + Pecahan Karang 75%



Pasir 50% + Pecahan Karang 50%



Perlakuan Caulerpa lentillifera



Gambar 6. Histogram kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan. Kandungan karotenoid tertinggi pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar 1,545 ppm, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 1,529 ppm, dan yang terendah yaitu pada perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 1,485 ppm. 27   



Perbedaan - perbedaan kandungan karotenoid setiap perlakuan disebabkan adanya perbedaan respon komposisi substrat yang digunakan pada media pemeliharaan C. lentillifera. Tingginya kandungan karotenoid yang terdapat dalam tubuh C. lentillifera, yakni sebesar 1,545 ppm, hal tersebut dapat menggangu pertumbuhan C. racemosa. Hal ini dipertegas oleh Meyers dan Latscha (1997 dalam Dasep dkk, 2014), bahwa meskipun karotenoid dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh, namun jika dosisnya melebihi kebutuhannya dapat menyebabkan per-tumbuhan lambat. Selain itu, karotenoid yang berlebih dalam tubuh C. lentillifera dapat berakibat pada menurunnya pertumbuhan. Selanjutnya dikatakan bahwa karotenoid merupakan substansi penting yang harus terdapat dalam tubuh, namun ketersediaan-nya tetap dalam kondisi optimal. Fungsi karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen bebas yang di hasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006). Karotenoid tersusun atas β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan cryptoxanthin. β-karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa C40 dan tetrapenoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang melakukan fotosintesis. Dalam kloroplas, karotenoid berfungsi sebagai pigmen asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi,2007). Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan



kesehatan,



mempengaruhi



regulasi



pertumbuhan



sel



dan



memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini 28   



rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin (Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010). D. Serat Data hasil analisis kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 7.



Kandungan Serat (%)



Serat 5,8 5,6 5,4 5,2 5 4,8 4,6



5,7 5,48 5,03



Pasir 75% + Pecahan Karang 25%



Pasir 25% + Pecahan Karang 75%



Pasir 50% + Pecahan Karang 50%



Perlakuan Caulerpa lentillifera



‘Gambar 7. Histogram kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering). Kandungan serat tertinggi terdapat pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 5,70%, kemudian disusul dengan perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 5,48%, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar 5,03%. Menurut Chaidir (2007), kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering. Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi



29   



akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses pencernaan agar dapat memudahkan proses pencernaan di dalam tubuh tersebut lancar (peristaltic) (Hermayati dkk, 2006). Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia dari serat alga sama dengan serat yang tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal, 2010). E. Kadar Abu Data hasil analisis kandungan kadar abu Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 8.



Kandungan Abu (%)



Kadar Abu 53 52,5 52 51,5 51 50,5 50



52,79 52,24



51,03



Pasir 75% + Pecahan Karang 25%



Pasir 25% + Pecahan Karang 75%



Pasir 50% + Pecahan Karang 50%



Perlakuan Caulerpa lentillifera



Gambar 8. Kandungan kadar abu C.lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering). Kandungan kadar abu tertinggi yang di peroleh terdapat pada perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 52,79%, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar 52,24%, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75%



yaitu



sebesar 51,03%. Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan



30   



dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element (Mayer et al.,2011). Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik. Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi merupakan unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsurunsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. F. Parameter Kualitas Air Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada (Tabel 3). Tabel 3. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air sebelum dan sesudah penelitian. NO Parameter Satuan Hasil Pengukuran Awal 1 2 3 4 5 6 7



Suhu Salinitas pH Nitrat (NO3) Fosfat Ammonium CO2



Akhir 26o



– 30 - 35 7-8,1



ppt ppm ppm ppm ppm



0.114 0.05 0.003 tt



31o 0.054 tt 0.009 tt



1. Suhu Berdasarkan data yang di peroleh, suhu air media selama penelitian berlangsung berkisar antara 26oC – 31oC, kisaran tersebut masih dianggap layak untuk mendukung kehidupan C.lentillifera. Hal ini sesuai dengan pendapat Monoarfa (2002), yang menyatakan bahwa C.lentillifera dapat mencapai



31   



pertumbuhan yang optimal pada suhu 20oC – 31oC dan laju pertumbuhan mulai menurun pada suhu di bawah 20oC – 32oC. 2. Salinitas Kisaran salinitas yang di peroleh selama penelitian berkisar 30-35 ppt, nilai kisaran ini masih layak untuk pertumbuhan C.lentillifera, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Carruters dkk., (1993), bahwa



C.lentillifera dapat tumbuh



dengan baik pada perairan yang tenang dengan kisaran salinitas 25-35 ppt. 3. pH Derajat keasaman (pH) air merupakan indikator yang di gunakan untuk menentukan keasaman dan kebasaan air. pH air media yang terukur selama penelitian berkisar antara 7,0 – 8,1, kisaran ini masih berada dalam batas normal untuk mendukung pertumbuhan C.lentillifera. Hal ini dipertegas oleh Setiaji dkk., (2012), bahwa pH air laut dengan kisaran sekitar 8,0-8,7 sangat layak untuk pertumbuhan C.lentillifera. 4. Nitrat Berdasarkan data nitrat yang di peroleh pada penelitian ini yaitu berkisar 0.114-0.054. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kisaran data nitrat yang di dapat pada penilitian ini sudah cukup optimal untuk pertumbuhan alga laut yang membutuhkan kisaran nitrat sebesar 0.9 – 3.5 ppm (Atmadja,1996). 5. Fosfat Fosfat sangat di butuhkan oleh C.lentillifera untuk tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Kisaran fosfat yang optimal untuk menunjang pertumbuhan alga adalah berkisar antara 0.1 – 3.5 ppm (Kapraun 1987). Namun setelah dilakukan pengukuran kualitas air selama penelitian adapun fosfat yang



32   



terdeteksi nilainya sangat rendah hingga tidak terdeteksi atau di bawah rata-rata, setelah sampel air diuji di laboratorium kualitas air. Hal ini bisa terjadi karena tingkat ketelitian alat yang di gunakan cukup rendah sehingga sulit untuk mendeteksi kandungan fosfat dalam sampel air. 6.



Ammonium Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam perairan



yang berasal dari organisme akuatik. Berdasarkan data amoniak yang di peroleh pada penelitian ini yaitu berkisar 0.003 – 0.009. kisaran tersebut termasuk dalam kategori yang rendah. Menuru Andarias (1992), bahwa kadar amoniak yang baik untuk kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0.01-0.03 ppm. Hal ini dikemukakan oleh Setiaji (2012), bahwa kandungan amoniak yang baik untuk pertumbuhan C.lentillifera yaitu sekitar 0.5 ppm. 7. CO2 Karbon dioksida CO2 selama penelitian ini tidak terdeteksi atau di bawah rata-rata, setelah diuji di laboratorium kualitas air. Salah satu sebab kandungan karbon dioksida (CO2) di perairan sulit terdeteksi karena karbon dioksida segera di pakai atau di serap oleh rumput laut untuk melakukan proses fotosintesis.



33   



V.



KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh komposisi substrat terhadap pertumbuhan, kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan abu anggur laut pada wadah terkontrol dapat disimpulkan bahwa: 



Pertumbuhan mutlak relatif yang tertinggi yaitu terdapat pada perlakuan 25% pasir + 75% pecahan karang dan terendah terdapat pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang.







Kandungan karotenoid yang tertinggi terdapat pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang yaitu sebesar 1,545 mg/l dan yang terendah terdapat pada perlakuan 75% pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 1,485 mg/l.







Kandungan serat yang tertinggi terdapat pada perlakuan 25% pasir + 75% pecahan karang yaitu sebesar 5,70% dan yang terendah terdapat pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang yaitu sebesar 5,03%.







Kandungan kadar abu yang tertinggi terdapat pada perlakuan 75% pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 52,79% dan yang terendah terdapat pada perlakuan 25% pasir + 75% pecahan karang yaitu sebesar 51,03%.



B. Saran Pada



pemeliharaan



anggur



laut



agar



mendapatkan



hasill



pertumbuhan yang optimal di sarankan menggunakan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang.



34   



DAFTAR PUSTAKA Ackerman, E., L. B. M. Ellis dan L. E. Williams, 1988. Ilmu Biofisika. Penerbit Airlangga Uniersity Press. Surabaya. Halaman 454-477. Alamsjah, M.A., O. N. Ayuningtiaz, dan Sri Subekti. 2010. Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Pertumbuhan dan Klorofil a Graciliria verrucosa Pada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2(1) Andarias, I. 1992. Pengaruh Takaran Urea dan TSP Terhadap Produksi Bobot Kering Klekap. Ilmu Perikanan dan Peternakan. Aslan, L.M, 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 2043. Asnawi, S. 1996. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT. Gramedia. Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Desember 1996. Hal 191. Atmajaya, W.S., 1999. Sebaran dan Beberapa Aspek Vegetasi Rumput Laut (Makro Alga) Di Perairan Terumbu Karang Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta Balai Besar Riset Pengolahan Produkdan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), 2010. Manfaat dan Kandungan Kimia Caulerpa. Britton G. SL Jensen, H Pfander. 1995. Carotenoids (IA): Isolation and Analysis. Birkhauser Verlag, switserland. Carruthers TJB, Walker DI and Huisman JM. 1993. Culture studies on two morphological types of Caulerpa (Chlorophyta) from Perth, Western Australia, with a description of a new species. Botanica Marina 36:589596 Dasep Hasbullah, dkk. 2014. Implementasi Berbagai Jenis Substrat Dasar Sebagai Media Produksi Lawi-Lawi Caulerpa sp. Jurnal Octopus. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. Universitas of South Florida. New York. Dawson, E.Y. 2004. How to Know The Sweed. W.M.C. Brown Dubuque, Lowa. 270 p. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia Fritz, G.J. 1986. The Structure and Reproduction of The Algae Volume 2. Vicas Publisher House. Ismail, W. Dan E. Pratiwi. 2002. Budidaya Laut Menurut Tipe Perairan. Warta Penelitian perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. 8(2) : 8-12. Kabinawa, I. N. K., 2006.Sprirulina Ganggang Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 10 35   



Kadi, A. Dan W.S. Atmaja. 1988. Rumput Laut (Algae) : Jenis, ReproduksiProduksi, Budidaya dan Pasca Panen Poslitbang Oseanologi, Jakarta. Kapraung, D.F. 1987. Fieled and Culture Studients On Selected Nort California Polysiphonia, Botanica Marina11:143-153 Kepel, R.C .2001 .Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J. Agardh Yang Diambil Dari Perairan Tongkeina, Manado. Jurnal Perikanan. UNSRAT. Lee, F.A. 1999. Basic Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc., New York. Lobban, C.S. dan P.J. Harrison. !994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Australia. 299 hal. Luning, K. 1990. Seweed. A Wiley-Interscience Publication. New York. USA. Maslukah, L., Rudiana, E., Pringgenies, D. 2004. Kajian tentang kandungan iodium pada ekstrak beberapa jenis rumput laut di perairan Jepara dan sekitarnya. Abstrak. Universitas Diponegoro. Semarang. 1 Hlm. Mayer, A.M.S., Rodriguez., A.D., Berlinck, R.G.S, Fusetani, N., 2011. Marine pharmacology Marine pharmacology in 2007-8: Comparative Biochemistry and Physiology. 191-222. Monoarfa, M. 2002. http://www.pascaunhas.net/jurnal pdf/sci 3 3/winarni.pdf. Mubarak, H. Dan I. Wahyuni. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut di Perairan Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Bull. Pen. Perikanan, I(2): 157-166. Mustofa.2013. Efek Spektrum Cahaya terhadap Pertumbuhan Gracilaria verrucosa. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jember, 53 hlm. Nontji, A. 1993. Fotosintesis Pada Fitoplankton Laut. Tinjauan Fisiologi dan Ekologi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Nontji, A. 1993.Laut Nusantara. Cetakan kedua. Djambatan, Jakarta. Paul VJ, Hay ME. 1986. Seawed susceptibility to herbivory chemical and correlates. Marine Ecology Press Series 33:255-264 Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Sream Standard for Tropical Countries. Intern Research Report. ATT. Bangkok. Piazzi, L., Balata, D., Cecchi, Enrico and Cinelli, F. 2002. ThreastMacroalgae Diversity: Effect of The Introduced Green Alga Caulerpa in the Mediterinean. Mar.Ecol.Prog. Ser. 210: 149-159 Pong-Masak, P.A., Mansyur, A., Rachmansyah. 2007. Rumput Laut Jenis Caulerpa dan Peluang Budidayanya di Sulawesi Selatan. Media Akuakultur, 2 (2):80-85 Hlm. Rusliani. 2011. 4_Studi_Kondisi_Kualitas_Air_Budidaya_Rumput_Laut.



36   



Saptasari. 2010. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makroalga Jenis Caulerpa di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. El-Hayah. 1(2): 19-22. Seaweed Industry Association. 2014. Caulerpa lentillifera [Online]. https://en.wikipedia.org/wiki/Caulerpa_lentillifera [diakses pada 2 April 2017] Setiaji, K., G.W. Santosa dan Sunaryo. 2012. Pengaruh Penambahan Npk dan Urea Pada Media Air Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa Racemosa var. Uvifera. Journal of Marine Research. 1(2): 4550. Silva,



Paul C. 2003. Historical overvie CryptogamieAlgologie 24 (1):33-50



of



the



genus



Caulerpa.



Soegiarto, A. Sulistijo, W.S. Atmadja. H. Mubarak. 1987. Rumput Laut (Alga) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. LON-LIPI, Jakarta. Sulistijo.1986. Penelitian Budidaya Rumput Laut (Algae Makro/Seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian Utama Bidang Akuakultur, Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI. Suniti, N dan I.K. Suada. 2012. Kultur In-Vitro Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) dan Identifikasi Jenis Mikroba yang Berasosiasi. Jurnal Agrotrop. 2(1) : 85 – 89. Supriadi, 2010. Pertumbuhan dan kandungan karotenoid lawi-lawi (Caulerpa racemosa) dengan substrat dasar yang berbeda di dalam wadah terkontrol [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar.63 hal. Tamat, S.R., Wikanta, T., dan Maulina, L.S.,2007, Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulate Forsskal, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5 (1):31-36. Toha, A. H. A., 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal 93-94 Turangan, F.A.C. 2001. Pertumbuhan, Variasi Intraspesifik, Biomassa Total dan Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J.Agardh di Perairan Tongkaine, Kota Manado Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan– UNSRAT. Venugopal, S. 2010. Food and Nutrition Departement, Faculty of family and Community. Winarno, 1991.Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Sinar Harapan, Jakarta. Winarsi, H., 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 155-163 Yuan X. 2006. Evaluation on Antioxidant ActivitesOf The Saybean Oils And Guns (Thesis) Losiana. DepartementOf Food Science Lousiana State University. Lousiana. Zipcodezoo.com. Klasifikasi Caulerpa lentillifera. 2017



Diakses pada 4 November



37   



Lampiran Lampiran 1. Rata-rata pertumbuhan mutlak (gram) Caulerpa lentillifera Perlakuan



Hari ke-0 (gram)



Hari ke-15 (gram)



Hari ke-30 (gram)



A1 A2 A3 A4 Rata-rata B1 B2 B3 B4 Rata-rata C1 C2 C3 C4 Rata-rata



81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81



113,6 121,3 120,2 120,4 475,5 142,9 136 125,5 115,7 520,1 110,7 105,8 124,8 104,6 445,5



129,8 146,0 150,5 151,4 577,7 185,3 154,3 170 134,9 644,5 118,1 125,3 128,5 146,2 518,1



W  (pertumbuhan  mutlak)  (gram)  48,8   65   69,5   70,4   63,42  104,3  73,3  89  53,9  80,12  37,1  44,3  47,5  65,2  48,52 



Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan bobot mutlak Caulerpa lentillifera pertumbuhanMutlak Jumlah Kuadrat



Rata-rata Kuadrat



Df



Pertumbuhan



1999.280



2



999.640



Galat



2126.943



9



236.327



Total



4126.222



11



F hitung Signifikan 4.230



.051



38   



Lampiran 3. Uji lanjut w-Tuckey pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera Tukey HSD



(I) Substrat



Perlakuan



Std. Kesalaha n



Lisih (I-J)



95% Interval Kepercayaan Sig.



Batas Terendah



Batas Tertinggi



75% dan 25% 25% dan 75%



-16.70000 10.87030



.320



-47.0499



13.6499



50%dan 50%



14.90000 10.87030



.395



-15.4499



45.2499



25% dan 75% 75% dan 25%



16.70000 10.87030



.320



-13.6499



47.0499



50%dan 50%



31.60000* 10.87030



.042



1.2501



61.9499



50%dan 50% 75% dan 25%



-14.90000 10.87030



.395



-45.2499



15.4499



25% dan 75%



-31.60000* 10.87030



.042



-61.9499



-1.2501



*. Perbedaan signifikan rata-rata pada level 0.05



Tukey HSD Subset for alpha = 0.05 Substrat



N



1



2



50%dan 50%



4



48.5250



75% dan 25%



4



63.4250



25% dan 75%



4



Sig.



63.4250 80.1250



.395



.320



Tampilan rata-rata group dalam sabset homogen.



39   



Lampiran 4. Rata-rata pertumbuhan spesifik harian (%) Caulerpa lentillifera Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-15 Hari ke-30 SGR  (gram) (gram) (gram) (pertumbuhan  spesifik  mingguan)  (%)  A1 81 113,6 129,8 12,95   A2 81 121,3 146,0 13,91  A3 81 120,2 150,5 14,13  A4 81 120,4 151,4 14,18   Rata-rata 81 475,5 577,7 13,79  B1 81 142,9 185,3 15,49  B2 81 136 154,3 14,31   B3 81 125,5 170 14,69   B4 81 115,7 134,9 13,29   Rata-rata 81 520,1 644,5 14,44  C1 81 110,7 118,1 12,04   C2 81 105,8 125,3 12,63   C3 81 124,8 128,5 12,86   C4 81 104,6 146,2 13,92   Rata-rata 81 445,5 518,1 12,86  Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan spesifik harian Caulerpa lentillifera LajuPertumbuhan Sum of Squares



Df



Mean Square



Between Groups



5.194



2



2.597



Within Groups



5.916



9



.657



11.110



11



Total



F 3.951



Sig. .059



40   



Lampiran 6. Data kualitas air Parameter Suhu (oC)



A 26o – 31o



Nilai Kisaran B 27o – 31o



C 26o – 31o



Kisaran Optimal 20o – 31o



Salinitas (ppt) pH



30 - 34



30 - 35



30-35



25-35



7 - 8,1



7 - 8,1



7-8,1



8,7



Nitrat (ppm)



0,90 - 0,54



0,114 – 0,40



0,89 – 0,50



0,9-3,5



Fosfat (ppm) Amoniak (ppm) CO2 (ppm)



tt



0,05



tt



0,1-3,5



0,003-0,005



0,003-0,007



0,005-0,009



0,01-0,03



tt



tt



tt



-



Sumber Monoarfa (2002) Carruters dkk.,(1993) Setiaji dkk.,(2012) Atmadja (1996) Kapraun (1987) Andarias (1992) -



41